KAJIAN TEORI DAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN TERHADAP TOLOK UKUR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN Oleh : WACHID FUADY R. Email :
[email protected]
Abstrak Secara kuantitatif tolak ukur keberhasilan pembangunan adalah terjadinya Pertumbuhan Ekonomi. Namun pada hakekatnya keberhasilan pembangunan dapat diatur dengan menggunakan beberapa indikator selain indikator eonomi. Indikator-indikator keberhasilan pembangunan antara lain : (1) Pertumbuhan Ekonomi (2) Rasio Gim (3) Indeks kualitas hidup secara fisik (PQLI) (4) Pembangunan berkelanjutan (5) Indeks kekayaan Inklusif (Wealth Index Inclusive) dengan prasyarat adanya Stabilitas Nasional (tidak terjadi erusuhan sosial) serta tidak terjadi kerusakan sumber daya alam. Kata kunci : Pertumbuhan, Ratio Gini, PQLI, WWI, Pembangunan berkelanjutan. PENDAHULUAN Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia mematok target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,8-7,2 persen dalam rapat yang membahas RUU APBN 2013. Optimisme itu dibangun setelah Tahun 2011 ekonomi Indonesia tumbuh 6,5 persen ditengah resesi ekonomi di Zona Euro dan belum pulihnya ekonomi Amerika Serikat. Secara makro dan dimata Internasional, Indonesia mencatat prestasi pembangunan yang meyakinkan. Indonesia menjadi Negara demokrasi dan memberi ekonomi daerah lebih luas, memiliki kekayaan alam berlimpah, ekonomi tumbuh diatas 6 persen ditengah melemahnya perekonomian global. Dari sisi pengelolaan fiscal Indonesia sangat hati-hati menerapkan defisit anggaran dengan tidak melebihi 3 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam konsep ilmu ekonomi, pembangunan dapat diartikan suatu proses pertumbuhan eonomi yang berkesinambungan, dimana sebagian besar masyaraat beralih dari taraf kehidupan yang miskin menuju kehidupan yang lebih baik (Berger.1997:170). Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang selain mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan, juga mensyaratkan berlangsungnya serangkaian perubahan secara besar-besaran
1
terhadap struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional (Todaro 2000,19). Pengertian tersebut tampak jelas lebih mengacu pada “Pertumbuhan” yang sering dipakai dalam ilmu ekonomi. Ukuran pokok dari pertumbuhan ekonomi adalah adanya kenaikan Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB) dan kenaikan pendapatan perkapita (per capita income). Pembangunan yang hampa berorientasi pada pertumbuhan seperti dipaparkan diatas, umumnya bersifat kapitalis. Pembangunan model kapitalistis hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi sering digugat oleh beberapa ekonom. Semakin lama semakin banyak ekonom dan perumus kebijakan yang meragukan keampuhan tolok ukur GNP sebagai indikator tunggal atas terciptanya suatu kemakmuran. Tujuan utamanya bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya melainkan penghapusan kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan pekerjaan dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Beberapa ketimpangan dan kelestarian pembangunan dinegara tersebut. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya masalah krusial tersebut perlu diatasi dan dieleminasi sekecil mungkin, sehingga pembangunan dan berlangsung serta berkelanjutan. Jumlah orang miskin di Indonesia turun 12 persen pada Maret 2012, dan beralih masuk kategori kelas menengah. Namun hampir 40 persen kelas menengah tersebut konsumsinya dibawah 1,5 kali garis kemiskinan yang besarnya Rp. 248.707/kapita/bulan sejak Maret 2012 (Kompas 10 Juli 2012). Kualitas pembangunan menjadi semakin penting demi menjawab penciptaan lapangan kerja, penurunan kemiskinan dan masalah lingkungan hidup. Jumlah angkatan kerja per Februari 2012 menurut BPS mencapai 120,4 juta orang dengan jumlah pengangguran terbuka 7,6 juta orang (6,32%) dari 112,8 juta orang yang bekerja 55,5 juta orang (49,21 persen) diantaranya berpendidikan sekolah dasar atau lebih rendah. Jumlah pekerja lulusan Diploma 3,1 juta orang (2,77 persen) dan Universitas 7,2 juta orang (6,43 persen). Dalam penciptaan lapangan kerja meskipun pengangguran menurun, jumlah pekerja disektor informal tetap tinggi yaitu 70,7 juta orang (62,71 persen) sementara pekerja formal hanya 42,1
2
juta orang (Kompas 10 Juli 2012). Hal ini menunjukkan belum ada arah yang jelas pembangunan dengan akibat sektor pendidikan dan industri tidak saling terkait. Pada tahun 2012 Pendapatan perkapita Indonesia $ 3.550/tahun, berarti Indonesia masuk kategori “kelas menengah” meskipun pembangunan melahirkan orang kaya, kesenjangan antara kaya dan miskin makin melebar dengan koefisien Gini 0,41 Tahun 2012, sedangkan Tahun 2011 hanya 038 tertinggi sejak Indonesia merdeka. Tulisan ini mencoba membahas tolok ukur keberhasilan pembangunan sehingga diperoleh pemahaman yang sama tentang indikator – indikator pembangunan yang tidak hanya diukur dengan adanya kenaikan GNP saja, tetapi juga bagaimana menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketimpangan pendapatan.
TOLOK UKUR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN 1. Pertumbuhan Ekonomi Salah satu tolor ukur keberhasilan pembangunan bagi suatu bangsa adalah tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang cukup tinggi. Yang diukur adalah produktivitas masyarakat atau produktivitas Negara tersebut setiap tahunnya. Menggunakan istilah ekonomi, produktivitas ini diukur dengan besarnya GNP negara yang bersangkutan. Oleh karena GNP mengukur hasil produksi keseluruhan dari suatu Negara dengan jumlah penduduk tiap-tiap Negara yang berbeda-beda, maka untuk bisa membandingkan keadaan pertumbuhan ekonomi di Negara yang satu dengan lainnya, digunakan Income perkapita (GNP dibagi dengan jumlah penduduk). Dengan cara ini dapat dilihat berapa besar produksi atau pendapatan rata – rata setiap orang dari sebuah Negara. Pendapatan perkapita penduduk Indonesia untuk Tahun 2011 adalah sebesar $3.550/tahun atau sebesar Rp. 35.500.000,- / tahun (kurs $ 1 dolar Rp. 10.000,-). Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 6,7 persen untuk Tahun 2012 sebesar Rp. 37.878.500,- /tahun (Kompas 14 Juni 2012). Dengan pendapatan perkapita tersebut diatas, posisi Indonesia naik dari Negara berpendapatan
3
rendah ke Negara berpendapatan menengah. Catatan angka-angka tersebut bisa menjadi keberhasilan sekaligus tantangan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk Tahun 2011 sebesar 6,5 persen dan Tahun 2012 diperkirakan tumbuh 6,3 – 6,7 persen, sedangkan untuk Tahun 2013 pemerintah dan DPR mematok pertumbuhan sebesar 6,8 – 7,2 persen. Secara makro dan dimata Internasional, Indonesia mencatat prestasi pembangungan meyekinkan. Indonesia menjadi Negara demokrasi yang member otonomi daerah lebih luas, memiliki kekayaan alam yang berlimpah, pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen ditengah melemahnya perekonomian global. Dari sisi pengelolaan fiscal, Indonesia sangat hati-hati menerapkan deficit anggaran dengan tidak melebihi 3 persen produk Domestik Bruto (PDB).
2. Pemerataan Distribusi Pendapatan (Ratio Gini) Seluruh kekayaan yang dimiliki atau diproduksi oleh suatu Negara / bangsa tidak berarti dengan sendirinya menunjukkan kekayaan ang merata dimiliki oleh semua penduduknya. Ketimpangan distribusi pendapatan dapat saja terjadi manakala jurang pemisah antara si kaya dan si miskin makin melebar, dimana segelintir orang hidup kaya raya tetapi dimana – mana kita dapat melihat orang hidup dalam kemiskinan, kekurangan gizi, kesehatan buruk dan sebagainya. Memang apabila kekayaan orang miskin dan orang-orang kaya ini dirata-ratakan dalam GNP / kapita, maka akan diperoleh rata-rata Income perkapita tinggi. Kemiskinan yang ada tampaknya bisa ditutup oleh adanya kekayaan yang luar biasa dari sedikit orang kaya, tetapi keadaan yang semacam itu tidak menggambarkan kondisi riil seluruh anggota masyarakat. Atas dasar argument tersebut diatas muncul suatu ukuran distribusi pendapatan dalam mengukur keberhasilan pembangunan. Salah satu cara mengukur tingkat ketimpangan pendapatan adalah dengan Ratio Gini (Koefisien Gini). Koefisien Gini adalah sebuah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejahteraan) agregat (keseluruhan) yang angkanya
4
berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna) (Todaro 2000:159). Ketimpangan kesejahteraan yang lebar (tajam) berkisar antara 0,50 hingga 0,70. Sedangkan untuk Negara-negara yang distribusinya relative paling merata, berkisar antara 0,20 sampai 0,35. Ratio Gini Indonesia untuk Tahun 2011 adalah sebesar 0,41 naik dari 0,38 pada Tahun 2010. Ratio Gim sebesar 0,41 merupakan pertama kali terjadi dalam sejarah Republik Indonesia (Kompas 10 Juli 2012). Angka ini menunjukkan bahwa
ketimpangan distribusi pendapatan, ketimpangan
pembangunan, kesejahteraan, jurang antara si kaya dan si miskin makin melebar. Apabila Ratio Gini melampaui angka 0,5 berarti ketimpangan kesejahteraan/pendapatan sudah masuk kategori “buruk” dan bisa dengan mudah memicu masalah social. Pertumbuhan bukan untuk segelintir orang kaya, bagaimana dengan kelompok miskin? Persoalan ini akan semakin rumit ketika kita dihadapkan pada pertumbuhan penduduk yang semakin besar. Dengan melihat Ratio Gini suatu negara kita akan dapat melihat tidak hanya pada produktivitas bangsa (GNP) tersebut, tetapi juga pemerataan pendapatannya. Tidak semua negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi, berhasil pada dala pemerataan hasil-hasil pembangunan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa suatu bangsa atau negara yang berhasil melakukan pembangunannya adalah mereka yang disamping tinggi GNP nya, juga terdapat pemerataan pendapatan atau kesejahteraan yang relatif merata bagi seluruh rakyatnya.
3. Indeks Kualitas Hidup Secara Fisik (PQLI) Salah satu indikator sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi adalah Indeks Kualitas Hidup secara Fisik (PQLI, Physical Quality of Life Index). Indeks gabungan ini diperkenalkan oleh Morris D Morris dalam Todaro (2000:69) ynag terdiri dari tiga unsur pokok yakni (1) tingkat harapan hidup seseorang selepas untuk satu tahun (Life Expectancy at age 1) (2) Ratarata jumlah kematian bagi setiap 1000 kelahiran dan (3) Tingkat melek huruf
5
(Literacy) masing-masing indikator itu mengukur kinerja pembangunan suatu Negara berdasarkan skala dari 1 hingga 100. Angka 1 melambangkan kinerja terburuk, sedangkan kinerja yang terbaik akan diberi angka 100. Untuk harapan hidup angka 100 diberikan jika rata-rata usia harapan hidup penduduk mencapai 77 tahun. angka tingkat kematian bayi, kinerja tertinggi 100 diberikan untuk 9 per 1000 kelahiran bayi sedangkan skor 1 untuk 299 per 1000 kelahiran bayi. Tingkat melek huruf, diukur langsung persentasenya dari angka 1 sampai 100. Indeks gabungan diperoleh dengan cara yang sederhana, yakni menjumlahkan ketiga skor tersebut lantas dibagi tiga.
Tabel PQLI Indonesia Tahun 2011 No.
Indikator
Skor/Kinerja
1.
Tingkat harapan hidup
70,9 tahun
2.
Angka melek huruf
3.
Angka kematian bayi
35/1000
4.
Rata-rata lama sekolah
7,9 tahun
5.
Pengeluaran / kapita
6.
IPM (Indeks Pembangunan Manusia)
92,91 persen
631,46 ribu 72,27
Sumber : UNDP, BAPPENAS, BPS (Kompas. 16 Juli 2012)
Dari data diatas dari ketiga komponen PQLI Indonesia termasuk kelompok enengah dmana skor untuk IPM adalah sebesar 72,27. Tentu saja tolok ukur PQLI masih banyak kekurangannya, karena masih banyak indikator lain yang sebenarnya dapat dimasukkan kedalam indeks ini. Namun demikian hakekat pembangunan bukan hanya sekedar pertambahan material saja, tetapi Indeks PQLI sangat membantu dalam memaknai pembangunan itu sendiri. angka PQLI tidak selalu berkorelasi positif dengan GNP/perkapita, meskipun
6
pada umumnya dapat dikatakan bahwa Negara yang mempunyai GNP tinggi, juga akan tinggi PQLI nya. Di Indonesia terjadi korelasi yang positif dimana GNP/kapita masyarakat Indonesia yang meningkat diikuti pula oleh kenaikan PQLI nya.
4. Pembangunan Berkelanjutan Suatu Negara yang mempunyai Produktivitas (GNP) tinggi dan pemerataan pendapatan yang cukup merata, dapat saja berada dalam sebuah proses untuk menjadi miskin. Hal ini terjadi karena pembangunan yang menghasilkan produktivitas ekonomi yang tinggi itu tidak memperdulikan dampak negatif terhadap lingkungannya. Lingkungan alam semakin rusak, sumber daya alam semakin terkuras habis, sementara kecepatan alam untuk merehabilitasi lebih lambat dari pada kecepatan kerusakan sumber daya alam tersebut. Pertumbuhan ekonomi harus dihitung ulang dengan memasukan nilai kerusakan lingkungan dan sumber daya alam akibat tindakan ekonomi. Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai lawan dan koreksi pembangunan konvensional yang selama ini diterapkan. Emil Salim (1991:8) mengemukakan cirri-ciri pembangunan yang berkelanjutan sebagai berikut : a. Para pemakai sumber-sumber alam wajib menjaga keutuhan fungsi ekosistemnya. Hal ini berarti kerusakan sumber daya alam dalam bentuk dan dalih apapun tidak diperbolehkan. b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan diperhitungkan dengan menerapkan sisem Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya dapat dikendalikan dan dieliminasi sekecil mungkin, sedangkan dampak positifnya dapat lebih dikembangkan. c. Memperhitungkan kepentingan generasi masa depan. Bahkan perlu diusahakan tercapainya Transgenerational Equity sehingga kualitas dan kuantitas
sumber-sumber
alam
kepentingan generasi masa depan.
7
dapat
dijaga
keutuhannya
untuk
d. Hasil
pengelolaan
menciutnya
sumber-sumber
sumber-sumber
alam
alam tersebut
perlu
memperhitungkan
sebagai
akibat
proses
pembangunan. Oleh karena nilai penciutan sumber-sumber alam tidak masuk pasar, maka perhitungannya harus diperhitungkan secara eksplisit oleh pemerintah dan kehadirannya diakui untuk diperhitungkan dalam biaya riil proses pembangunan. e. Secara sadar turut memperhitungkan komponen lingkungan yang tidak dapat dipasarkan (non marketable) seperti nilai sumber daya hayati yang utuh di hutan, bebas polusi, bebas kebisingan, dan lain-lain yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Jadi, proses ekonomi dan pembangunan secara Integral memperhitungkan kualitas lingkungan. Laporan WCED (World Commision Ecological and Development) berjudul “Our common Future” Tahun 1987 (Kompas 20 Juli 2012) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Pilar Pembangunan berkelanjutan adalah ekonomi, social dan lingkungan.
5. Indeks Kekayaan Inklusif (WWI=Wealth Index Inclusive) Di Indonesia, upaya memasukkan faktor kerusakan lingkungan dan eksploitasi berlebih sumber daya alam dalam produk domestic bruto (PDB) pernah dilakukan, tetapi tak diperbarui sejak tahun 2004. Namun, dari pengukuran itu diketahui, kekayaan Indonesia sebenarnya sudah menipis. Jika pembangunan terus berjalan dengan prinsip ”business as usual” (BAU), kita bahkan berada diambang bahaya. Neraca perdagangan saat ini memang surplus oleh ekspor perkebunan dan tambang, tetapi pembangunan tak akan berkelanjutan kalau satu-satunya cara untuk bertahan dilakukan dengan merusaj sunber daya alam. Dalam diskusi dengan Prof. Emil Salim (Kompas 20/7/2012) menjelaskan pembangunan ekonomi selama ini didominasi oleh paradigm ”pasar sebagai alokasi sumber daya untuk output yang efisien”. Perkembangan
8
pembangunan melahirkan dampak sosial serius dan pelanggaran hak-hak asasi manusia, seperti kemiskinan dan ketimpangan, konflik, serta persoalan lingkungan, termasuk ancaman perubahan iklim dan merosotnya keragaman hayati. Melihat luasnya spectrum perusakan atas nama pertumbuhan, istilah ”pertumbuhan hijau (green growth)” tak cukup memadai menghitung kerusakan dan menipisnya sumber daya alam. Istilah ”pertumbuhan inklusif (inclusive growth)” dipilih karena mencakup konteks lebih luas, termasuk permasalahan social akibat eksploitasi sumber daya alam (sosial-ekologis) yang dihilangkan dalam penghitungan pertumbuhan. Selama ini kemajuan lebih dipahami sebagai tingginya PDB. Namun, indikator konvensional itu dikritik sebagai dukungan terhadap pertumbuhan jangka pendek dan tidak berkelanjutan karena mengabaikan dampak penghancuran terhadap ekosistem lingkungan dan social. PDB ternyata tidak mampu mencerminkan kesejahteraan manusia dan situasi sumber daya alam suatu Negara. Program Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Lingkungan (UNEP) bersama Program Dimensi Manusia Universitas PBB (IHDP) di Rio de Jainero meluncurkan ukuran baru, yakni Inclusive Wealth Index (IWI) atau Indeks Kekayaan Inklusif dalam Rio+20 (Kompas 20/7/2012) Laporan berjudul ”Inclusive Wealth Report 2012: Measuring Progress Toward Sustainbility” itu menegaskan bahwa pencapaian yang hakiki harus terfokus pada kesejahteraan manusia saat ini dan pada dan pada generasi mendatang. Survei dilakukan pada 20 negara untuk menghitung ulang angka pertumbuhan pada 20 negara melalui valuasi layanan ekosistem bagi kesejahteraan manusia. Perhitungan itu ”menghadapkan” angkapertumbuhan ekonomi dengan kerusakan lingkungan, dihitung dari menurunnya cakupan hutan, menipisnya sumber bahan bakar fosil dan cadangan mineral, menyusutnya lahan pertanian dan situasi perikanan di perairan setiap Negara. Laporan itu memperlihatkan, pertukaran bentuk kapital yang berbeda (manufaktur, manusia, dan modal alam) cenderung meningkatkan kerusakan
9
sumber daya alam. Enam Negara menunjukkan jejak tidak berkelanjutan, lima Negara menunjukkan tingkat PDB dan Indeks Pembangunan manusia yang positif, tetapi negatif dalam IWI. Dengan penghitungan ulang, angka pertumbuhan Indonesia yang 6,5 persen itu boleh jadi sebenarnya jauh di bawah nol (
[email protected]) Sekarang kita coba menganalisis tentang kerusakan sosial selain kerusakan lingkungan alam, dampak lain dari pembangunan sebagaimana dikemukakan didepan adalah adanya kerusakan sosial. Meningkatnya GNP/kapita sebagai tolok ukur keberhasilan pembengunan tidaklah menjadu jaminan keberlanjutan pembangunan, apabila tidak tercipta keadilan sosial dalam memperoleh dan menikmati hasil-hasil pembangunan yaitu berupa pemerataan. Faktor keadilan yang lebih didasari pada pertimbangan etika dan moral inipun berkaitan dengan kelestarian pembangunan juga. Bila terjadi kesenjangan sosial yang mencolok antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin, maka struktur masyarakat yang bersangkutan menjadi rawan. Orang-orang miskin cenderung ingin memperbaiki diri dengan mengubah keadaan. Oleh karena itu bila konfigurasi berbagai keuatan sosial memungkinkan terjadinya pertentangan yang tajam antara kelompok kaya dan kelompok miskin, terjadi arogansi kekuasaan yang dilakukan oleh kelompok kuat atsa kelompok lemah, terjadi perpecahan dielit penguasa, dapat menimbulkan kerusakan sosial yang dapat menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai. Dengan demikian, factor kerusakan sosial seperti juga factor kerusakan lingkungan dapat mengganggu kesinambungan pembangunan. Kita dapat menyimak sepanjang tahun 2011 sampai dengan pertengahan tahun 2012 terjadi beberapa peristiwa kerusuhan sosial yang pernah terjadi di tanah air. Misalnya peristiwa di Freeport Timika Papua, peristiwa Mesuji, Lampung, Bima Nusa Tenggara Barat, Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, Sumba Timur Nusa Tenggara Timur, Jambi dan beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Peristiwa-peristiwa kerusuhan tersebut diatas dipicu oleh perebutan lahan antara warga dengan perusahaan perkebunan. Selain itu konflik dipicu oleh
10
penolakan warga terhadap rencana exploitasi tambang di kawasan itu (Kasus Freeport, Bima, Donggala) yang mencakup lading dan kebun milik warga dan juga tanah-tanah adat dan Ulayat.
Lepas dari akar penyebab berbagai kerussakan sosial tersebut, tampaknya masalah kesenjangan sosial dan ketidakpuasan menjadi salah satu pemicu meletusnya berbagai peristiwa tersebut. Oleh sebab itu perwujudan keadilan sosial dan pemeratan hasil perlu diupayakan agar masyarakat tidak mudah dihasut atau ditunggangi pihak lain yang tidak bertanggung jawab guna membuat kekacauan sosial. Di Era Orde Baru dalam bidang pembangunan, pemerintah mencanangkan Trilogi Pembangunan yang terdiri dari pertambahan ekonomi, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta stabilitas Nasional. Sepertinya perlu dikaji ulang dan diterapkan kembali landasan pembangunan yang dicanangkan pada Era Orde Baru. Pembangunan perlu adanya pertumbuhan produktivitas (GNP), namun pertumbuhan perlu adanya jaminan keadilan dan pemerataan kesejahteraan dan stabilitas keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Dalam istilah militer unsur-unsur tersebut dirangkum dalam stabilitas Nasional Indonesia yang dewasa ini menuntut peran yang lebih bersifat demokratis, hendaknya TNI-Polri dalam menjalankan fungsinya menonjolkan pendekatan kesejahteraan daripada pendekatan keamanan terhadap setiap penyelesaian masalah sosial. KETERKAITAN TOLOK UKUR PEMBANGUNAN Pembangunan hendaknya tidak hanya mengejar pertumbuhan semata, namun pertumbuhan itu harus berkualitas dan berwawasan lingkungan. Kualitas pembangunan menjadi semakin penting demi menjawab penciptaan lapangan kerja, penurunan kemiskinan, penyediaan pangan dan energy serta masalah lingkungan. Dalam perhitungan pertumbuhan (GNP) hendaknya menghadapkan angka pertumbuhan ekonomi dengan kerusakan lingkungan, dihitung dan menurunnya cakupan hutan, menipisnya sumber bahan bakar fosil dan cadangan
11
mineral, menyusutnya lahan pertanian dan situasi perikanan disetiap Negara. Jika memasukkan unsur kerusakan lingkungan bisa jadi pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak 6,5 persen, tetapi jauh dibawah angka tersebut. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pertumbuhan “makro” tanpa ada keterkaitan dengan sector riil, membuat pembangunan sector riil terpisah dalam perekonomian nasional. Sektor riil (baca industri) merupakan salah satu alternatif yang dapat mengubah kondisi ketimpangan kesejahteraan. Sektor industri merupakan syarat bagi terciptanya lapangan kerja yang diyakini merupakan bagian dari upaya mengentaskan kemiskinan. Memiliki pekerjaan juga memberikan martabat masyarakat, masyarakat dapat mengakses pendidikan dan kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu kunci sukses membangun bangsa yang makmur dan sejahtera. Ratio
Gini
yang
merupakan
ukuran
ketimpangan
kesejahteraan/pendapatan Indonesia mencapai 0,41 tahun 2011 naik dari 0,38 tahun 2011. Jika Ratio bim melampaui 0,5 ketimpangan pendapatan di Indonesia sudah masuk kategori buruk dan bisa dengan mudah memicu masalah sosial. Salah satu kunci peredamnya adalah dengan membangun sector riil yang mampu menciptakan lapangan kerja serta penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas tanpa diskriminatif. Pertumbuhan ekonomi nasional membutuhkan kebijakan fiscal dan moneter yang mendukung sektor riil, karena diyakini sector riil (industri) mempunyai peran yang besar dalam pertambahan ekonomi, maka sektor ini harus difasilitasi. Ketersediaan produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhan investor yang berorientasi jangka panjang menjadi penting untuk pertumbuhan ekonomi berkualitas. Kualitas pembangunan menjadi semakin penting demi menjawab terciptanya lapangan kerja, penurunan kemiskinan, masalah kerusakan lingkungan dan masalah-masalah social.
12
PENUTUP Dari uraian dan pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa tolok ukur / indikator keberhasilan pembangunan yaitu : 1. Adanya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 sebesar 6,5 persen, tahun 2012 sebesar 6,3-6,7 persen, sedangkan untuk tahun 2013 diperkirakan tumbuh 6,8-7,2 persen. 2. Pemerataan distribusi pendapatan Ratio Bim Indonesia untuk tahun 2011 sebesar 0,28 dan tahun 2012 sebesar 0,41 berarti terjadi kenaikan kesenjangan distribusi pendapatan. 3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan memasukkan tiga unsur pokok PQLI adalah sebesar 72,27. 4. Pembangunan
berkelanjutan.
Dalam
perhitungan
ulang
dengan
memasukkan kerusakan lingkungan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang 6,5 persen, boleh jadi pertumbuhannya jauh dibawah nol. Pertumbuhan berkelanjutan ini harus diikat dua prasyarat (a) tidak terjadi kerusakan terhadap sumber daya alam dan (b) tidak terjadi kerusuhan sosial. Empat indikator keberhasilan pembangunan diatas hendaknya dapat dijadikan acuan para perencana, para pelaksana dan para pembuat kebijakan pembangunan, demi tercapainya bangsa Indonesia menuju kemakmuran dan keadilan.
13
DAFTAR PUSTAKA Jki-akb-Indonesia-htm 2011, Survey Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi. Berger, Peter 1990, Revolusi Kapitalis (Terjemahan Umar LPES, Jakarta) Emil Salim, 1991, Pembangunan Berkelanjutan, Strategi Alternatif dalam Pembanguna Dekade Sembilan Puluhan Prisma, Jakarta. __________ ,
[email protected], Mengukur Pertumbuhan Inklusif, Akses 10 Juli 2012. ___________,
[email protected], Diskusi Kompas ; Waktunya Arah Baru Pembangunan, Akses 10 Juli 2012. ___________ , Investasi Minus Keadilan, Kompas 10 Juli 2012, Jakarta. Todaro, Michael, 2000, Pembangunan Ekonomi, Bumi AksaraLongman, Jakarta. www.undp.or.id, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Nasional, Akses 20 Juli 2012. http://Nas.Kompas.com, Indeks Pembangunan Manusia tahun 2011, Akses 20 Juli 2012. ____________ , Pembangunan Butuhkan Arah Baru, Kompas 14 Juni 2012, Jakarata.
14