KAJIAN SISTEM DISTRIBUSI PUPUK DAN USULAN PENYEMPURNAANNYA: Kasus di Tiga Propinsi di Jawa Oleh: Yusmichad Yusdja, Prajogo U. Hadi, Nizwar Syafa’at, Handewi P. Saliem, Saptana, Ketut Karisaya, Sudi Mardianto, dan M. Maulana Ringkasan Eksekutif A. Isu Sentral Distribusi Pupuk (Urea) Bersubsidi 1.
Kelangkaan pupuk (urea) masih sering terjadi pada saat musim tanam dan berulang setiap tahun, sehingga petani mengalami kesulitan untuk memperoleh pupuk secara 6 tepat (dosis, jenis, mutu, waktu,tempat dan harga), padahal produksi urea dalam negeri (5,9 juta ton) masih lebih tinggi dibanding kebutuhan pupuk bersubsidi (4,6 juta ton). Kalaupun pupuk tersedia di pasar, namun harganya di atas HET (Harga Eceran Tertinggi), padahal penetapan HET dan besarnya subsidi telah memperhitungkan secara cermat besaran keuntungan produsen, distributor dan pengecer serta biaya distribusi.
2.
Dalam situasi normal (temuan di lapang bulan Agustus 2005) tanpa ada isu langka pasok sekalipun, petani tetap membayar sekitar 6,7 – 18,1 persen di atas HET (Tabel 1).
3.
Dengan fakta tersebut, persoalan kelangkaan (yang akan merefleksikan tidak tepat dosis, jenis, mutu, waktu, tempat) dan harga dibayar petani di atas HET (yang akan mencerminkan tidak tepat harga) nampaknya terletak pada sistem distribusi yang ada.
4.
Kajian singkat ini dilakukan untuk memperoleh data dan informasi mengenai implementasi sistem distribusi pupuk yang berlaku saat ini dengan menggunakan pendekatan Pemahaman Masalah Secara Singkat (PMSS) dengan mengambil kasus di Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Subang dan Cirebon), Jawa Tengah (Kabupaten Klaten dan Sragen) dan Jawa Timur (Kabupaten Jombang dan Malang).
B. Implementasi Sistem Distribusi Pupuk Saat ini (Delivery system saja). 5.
Sistem distribusi pupuk yang berlaku saat ini dituangkan dalam SK Menperindang No. 70/MPP/KEP/2/2003, yang diubah menjadi SK Menperindag No. 356/MPP/KEP/5/2004, menganut sistem berjenjang dan bersifat pasif terbuka. Berjenjang artinya sistem distribusi dilakukan oleh beberapa pelaku distribusi (distributor dan pengecer resmi) yang masingmasing mempunyai tugas dan tanggung jawab, sedangkan bersifat pasif artinya petani sendiri yang mendatangi pengecer resmi untuk membeli pupuk. Bersifat terbuka berarti hanya terdiri dari delivery system saja tidak dilengkapi oleh receiving system dan juga tidak dilengkapi oleh accountability system. Tidak ada kewajiban secara eksplisit bagi pengecer resmi di atas untuk menyalurkan/menjual habis pupuk bersubsidi yang sudah diterima dari distributor kepada petani dalam kurun waktu tertentu (Gambar 1). VI-91
Pabrik Pupuk : PT. Pupuk Sriwijaya PT. Pupuk Kalimantan Timur PT. Pupuk Iskandar Muda
LINI II / UPP
Pabrik Pupuk : PT. Pupuk Kujang Cikampek PT. Petrokimia Gresik
GUDANG LINI III PRODUSEN
Rp. 950 – 980 / kg (Tergantung Jarak Antara Kabupaten ke Kecamatan) GUDANG LINI III DISTRIBUTOR
---------- Alur Distribusi ke Daerah Biasa - - - - - Alur Distribusi ke Daerah Yang Sulit Dijangkau Atau pada Saat Operasi Pasar
KEP.MENPERINDAG NO.70/MPP/KEP/2/2003 PERUBAHANNYA NO.356/MPP/KEP/5/2004
Rp. 1.020 / kg PENGECER
DAN HET ke Petani Rp. 1.050/kg
GAMBAR. SISTEM DISTRIBUSI DAN PENETAPAN HARGA PUPUK UREA BERSUBSIDI
VI-92
6.
Negosiasi penentuan HET Lini IV (pengecer resmi) dan besaran subsidi dilakukan antara pemerintah dan produsen pupuk karena yang bertanggung jawab terhadap penyaluran pupuk sampai lini IV (pengecer resmi) adalah produsen pupuk itu sendiri. Berdasarkan perhitungan produsen dari realisasi penyaluran urea Januari-Juli 2005 (contoh Pabrik Pupuk kalimantan Timur - PKT) harga jual di lini IV tanpa subsidi Rp 1.829 per kg, sedangkan HET sebesar Rp 1.050 per kg, sehingga besaran subsidi Rp 779 per kg. Dengan ketentuan seperti itu, maka seharusnya yang bertanggung jawab terjaminnya HET di tingkat pengecer resmi adalah produsen pupuk itu sendiri sebagai penyalur (Ini sesuai dengan SK Menperindang No 70/MPP/KEP/2/2003, yang diubah menjadi SK Menperindag No 356/MPP/KEP/5/2004, pasal 4 ayat 2).
7.
Namun dalam kenyataanya tidak demikian. Dalam situasi normal (temuan di lapang bulan Agustus 2005) tanpa ada isu langka pasok sekalipun, petani tetap membayar berkisar 6,7 – 18,1 persen di atas HET (Tabel 1.).
Tabel. 1. Tingkat Harga Urea yang Berlaku di Masing – Masing Penyalur (Rp/kg). No.
Uraian
Jabar
Jateng
Jatim
965 (100)
980 (100)
980 (100)
1
Harga di Lini III (GPP) *)
2
Harga di Tingkat Distributor**)
1.055 (103,4)
1.050 (102,9)
1.045 (102,5)
3
Harga di Tingkat Pengecer***)
1.240 (118,1)
1.200 (114,3)
1.120 (106,7)
Keterangan : *) Harga referensi Rp. 980/kg. **) Harga referensi Rp. 1020/kg. ***) Harga referansi (HET) Rp. 1050/kg. Angka ( ) menunjukkan persentase terhadap harga referensi.
8.
Adapun penyebab harga yang dibayar petani di atas HET adalah : a. Produsen kurang peduli terhadap penyaluran pupuk yang dilakukan oleh distributor dari Lini III ke Lini IV (wan prestasi terhadap pasal 4 ayat 2, SK Menperindag No. 356/MPP/KEP/5/2004), sehingga banyak distributor hanya menjual DO (delivery order) (kasus Jawa Barat distributor menjual DO dengan keuntungan mencapai Rp. 65 per kg jauh di atas fee distributor Rp. 18.5 per kg, di Jawa Timur distributor “bodong” pada wilayah penyaluran PKT diperkirakan mencapai 30 %). Kasus jual beli DO ini akan mengakibatkan kontrol dan pengawasan peredaran pupuk sulit dilakukan, dan dapat mengacaukan ketersediaan pupuk di suatu wilayah, seandainya DO tersebut dijual ke pengecer di luar wilayah kerjanya. Kondisi ini pada akhirnya akan mengakibatkan keterjaminan HET di pengecer akan terganggu, karena pengecer menebus pupuk di atas harga yang ditetapkan. Ulah distributor tersebut sebagai wan prestasi terhadap pasal 10 ayat 2 SK Menperindag No. 70 Tahun 2003.
VI-93
b. Gambaran akibat dari kejadian jual beli DO adalah pengecer resmi yang seharusnya menebus pupuk urea per kg ke distributor franko toko pengecer sebesar Rp. 1.020, akibat ulah distributor menjual DO meningkat menjadi Rp. 1.055 (kasus Jawa Barat), Rp. 1.050 (kasus Jawa Tengah) dan Rp. 1.045 (kasus Jawa Timur) (Tabel Lampiran 1, 2 dan 3). c.. Selain distributor, pengecerpun berperilaku tidak benar dengan mengambil marjin harga jauh di atas ketentuan (tambahan keuntungan di luar fee untuk kasus Jawa Barat mencapai Rp. 135/kg; Jawa Tengah Rp. 100/kg; dan Jawa Timur Rp. 25/kg) (Tabel Lampiran 1, 2 dan 3). Kondisi tersebut telah memberikan andil peningkatan harga pupuk bersubsidi yang seharusnya dibayar oleh petani (harga melampaui HET) (wan prestasi terhadap pasal 10 ayat 3, SK Menperindag No. 70 Tahun 2003). d. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebab utama harga pupuk bersubsidi yang dibayar petani di atas HET adalah (1) ulah distributor yang hanya menjual DO dan (2) ulah pengecer resmi yang mengambil marjin di atas ketentuan yang telah ditetapkan. Dua hal tersebut dipicu oleh lemahnya kontrol produsen pupuk atas penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV, padahal produsen tersebut yang bertanggung jawab atas terjaminnya HET di Lini IV (wan prestasi terhadap pasal 4 ayat 2, SK Menperindag No 356 Tahun 2004). e. Sebagai catatan: untuk menghindari beban tanggung jawab HET tersebut, produsen mempengaruhi Departemen Perdagangan untuk mengubah SK Menperindag No. 356/MPP/KEP/5/2004, pasal 4 ayat 2, yang semula tertulis “Produsen bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi mulai dari Lini I samapi dengan Lini IV....” diubah menjadi “ Produsen, distributor dan pengecer bertanggung jawab penyaluran pupuk bersubsidi secara 6 tepat .......... dari lini I sampai Lini IV” (lihat draft SK Mendag tahun 2005, pasal 4 ayat 2). Dalam rancangan SK Mendag tersebut secara jelas yang menjamin HET hanya pengecer resmi saja (pasal 4 ayat 2 dan pasal 11 ayat 3). C. Receiving System dan Accountability Systems Untuk Mengatasi Kelangkaan Pupuk 9.
Dengan sistem distribusi yang berlaku saat ini, sesungguhnya masih ada ruang untuk menjamin HET dengan cara menambah receiving system, yaitu kelompok tani membeli langsung ke distributor (kasus kelompok tani Rukun Santosa, Jombang, Jawa Timur). Pada kasus di Kabupaten Jombang, kelompok tani sebenarnya masih dimungkinkan untuk menjual pupuk bersubsidi di bawah HET, karena kelompok tani tersebut mendapat harga Urea bersubsidi dari distributor franko tempat pembeli sebesar Rp. 1.020 per kg. Dengan kata lain, apabila distributor benar-benar melaksanakan fungsinya, yaitu menjual pupuk sesuai dengan harga tebus (Rp 1.020) franko tempat pembeli, maka lonjak harga ataupun harga pupuk bersubsidi melampaui HET tidak perlu terjadi. Oleh karena itu, ke depan kelompok tani perlu diaktifkan dan diberdayakan kembali, agar kelompok tani dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen untuk mendukung pelaksanaan kebijakan pemerintah. Dalam kasus kebijakan subsidi pupuk ini, kelompok tani dapat berperan untuk mengkoordinir pembelian pupuk secara berkelompok atau bahkan dapat difungsikan sebagai pengecer resmi.
10.
Selain itu, pengaktifan kelompok tani dalam “merencanakan kebutuhan pupuk untuk kelompoknya sesuai dengan rekomendasi” akan membantu mengatasi kelangkaan pupuk di suatu wilayah akibat dari penggunaan pupuk yang berlebihan di tingkat petani. Kasus di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan Jombang, Jawa Timur, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk Urea di tingkat petani mencapai 400-500 kg per hektar, sementara rekomendasi umum dari Dinas Pertanian sekitar 300 kg per hektar. Perbedaan perhitungan VI-94
kebutuhan pupuk bersubsidi yang didasarkan pada dosis umum, dengan kondisi di tingkat petani yang umumnya menggunakan lebih tinggi dari dosis anjuran, telah menyebabkan alokasi pupuk bersubsidi di suatu wilayah tidak mencukupi. 11.
Sistem distribusi saat ini yang dituangkan dalam SK Menperindang No. 70/MPP/KEP/2/2003, yang kemudian diubah menjadi SK Menperindag No. 356/MPP/KEP/5/2004, tidak dilengkapi dengan sistem akuntabilitas mandiri, karena yang mencatat realisasi penyaluran pupuk bersubsidi dari produsen ke pengecer resmi adalah produsen itu sendiri yang juga merangkap sebagai penerima subsidi. Memang ada fungsi Pengawasan dan Pemantauan yang tercantum pasal 14 SK Menperindag No. 356 Tahun 2004, namun pengawasan tersebut lebih banyak berfungsi untuk melaporkan kelangkaan dan gejolak harga secara berjenjang kepada produsen dan Menteri.
12.
Sistem akuntabilitas dalam sistem distribusi yang ada saat ini diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor resmi pemerintah dan pemeriksaan dilakukan terhadap distribusi pupuk bersubsidi yang telah berjalan. Sistem akuntabilitas seperti ini rawan terhadap berbagai penyimpangan, khususnya terhadap besaran penyaluran, karena produsen pupuk dapat saja melaporkan realisasi jumlah pupuk bersubsidi yang telah disalurkan lebih besar dari jumlah riil yang sebenarnya disalurkan (kasus ini dialami oleh PKT dan telah diberi pinalti oleh BPK). Kondisi ini juga merupakan salah satu penyebab kelangkaan pupuk di lapangan. Pinalti atau hukuman yang diberikan setelah proses penyaluran berjalan menjadi tidak bermanfaat untuk mengatasi kelangkaan pada tahun berjalan. Untuk itu, perlu dibangun sistem informasi yang mencatat realisasi penyaluran pupuk bersubsidi pada tahun berjalan, agar antisipasi terhadap kekurangan (kelebihan) pupuk bersubsidi pada suatu wilayah dapat ditanggulangi sesegera mungkin.
13.
Kelemahan sistem akuntabilitas di atas, diperparah oleh adanya peraturan yang membolehkan produsen menagih pembayaran subsidi kepada Menteri Keuangan, begitu pupuk disalurkan ke lini III bukan ke Lini IV sebagai tanggung jawabnya (SK Menteri Keuangan No. 319/KMK.06/2004, pasal 7 ayat 2) (penjelasan seperti ini juga diperoleh Tim Peneliti dari Perwakilan PUSRI Jawa Tengah dan Jawa Barat). Dengan demikian tidak salah apabila dikatakan bahwa produsen telah melepaskan tanggung jawab penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III ke Lini IV, walaupun subsidi pupuk diperhitungkan sampai Lini IV (lihat pasal 4 rancangan SK Mendag Tahun 2005). Oleh karena itu, disarankan agar rancangan SK Mendag tersebut perlu dikaji ulang.
14.
Berdasarkan uraian butir 13, maka untuk menjamin sistem akuntabilitas dapat disarankan bahwa penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV diserahkan sepenuhnya kepada pihak swasta atau BUMN atau asosiasi kelompok tani. Maksud penyerahan sepenuhnya di sini adalah tanggung jawab produsen hanya sampai pada Gudang Penyangga Pupuk (GPP) Lini III di Kabupaten, sedangkan dari GPP ke Lini IV dilakukan oleh pihak swasta atau BUMN atau asosiasi kelompok tani.
D. Evaluasi Produsen Sebagai Distributor Pupuk Bersubsidi 15.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini menganut sistem berjenjang dan bersifat pasif terbuka. Berjenjang karena pengangkutan pupuk bersubsidi dari produsen/pabrik hingga ke Gudang Penyangga Pupuk (GPP) di Lini III yang berlokasi di kabupaten menjadi tanggung jawab produsen pupuk; kemudian dari GPP ke pengecer resmi Lini IV menjadi tanggung jawab distributor; dan dari pengecer resmi ke petani menjadi tanggung jawab pengecer. Dengan sistem berjenjang seperti ini, titik krusial dalam penyaluran pupuk bersubsidi adalah sejak dari GPP ke petani, karena pelakunya (distributor dan pengecer) sudah diserahkan kepada pihak swasta, badan usaha maupun koperasi. Keterlibatan produsen pupuk (PUSRI) sebagai VI-95
distributor (dan itupun jumlahnya relatif kecil) lebih didasarkan pada pemanfaatan sumberdaya manusia dan sarana yang telah ada selama ini. Penunjukkan produsen pupuk sebagai distributor juga tidak melanggar ketentuan, sepenjang memenuhi persyaratan sebagai distributor. 16.
Hasil pengamatan di lapang menunjukkan kinerja distributor dari produsen pupuk cukup baik, karena mereka sebenarnya lebih berpengalaman dalam hal teknis penyaluran maupun administrasi pergudangan. Permasalahan justru muncul pada beberapa distributor swasta yang sebenarnya tidak mempunyai kemampuan secara ekonomi maupun teknis (tidak mempunyai kantor, gudang maupun sarana transportasi), namun karena didukung oleh “kekuatan tertentu” mendapat lisensi dari produsen pupuk untuk menjadi distributor. Distributor semacam inilah yang sebenarnya seringkali menyebabkan pasokan pupuk bersubsidi di suatu daerah menjadi langka atau mengalami lonjak harga hingga melampui HET, karena mereka hanya menjual DO saja dan tidak bertanggung jawab terhadap arus penyaluran pupuk di wilayah yang sebenarnya merupakan tanggung jawabnya. Untuk itu, peraturan mengenai penunjukkan distributor harus lebih diperketat dan dilaksanakan seobyektif mungkin. Pembenahan terhadap pelaku distributor ini, berdasarkan pengamatan di lapangan akan dapat memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap kelancaran distribusi pupuk bersubsidi hingga ke tingkat petani
E. Usulan Penyempurnaan Sistim Distribusi 17.
Untuk mengatasi kelangkaan (yang akan merefleksikan tidak tepat dosis, jenis, mutu, waktu, tempat) dan menjamin berlakunya HET (yang akan mencerminkan tidak tepat harga), perlu dilakukan penyempurnaan terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini secara bertahap sebagai berikut :
1) Periode sampai Desember 2005 a. Pengaturan sistem distribusi pupuk bersubsidi disarankan tetap menggunakan SK Menperindang No. 70/MPP/KEP/2/2003, yang diubah menjadi SK Menperindag No. 356/MPP/KEP/5/2004, dengan beberapa penyempurnaan sebagai berikut: (1) menambah pengecer resmi paling sedikit 2 (dua) buah di setiap kecamatan yang lokasinya berbeda desa; (2) kelompok tani dapat menjadi sebagai salah satu pengecer resmi (saat ini kelompok tani sudah memiliki SIUP). Kasus di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, perlu didorong untuk propinsi lainnya. b. Pasal 4 ayat 2 SK Menperindag No. 70 Tahun 2003, dimana produsen bertanggung jawab atas penyaluran dari Lini I sampai Lini IV secara 6 tepat harus dipantau secara ketat. Hal ini perlu dilakukan karena produsen telah diberi kebebasan menentukan harga jual pupuk bersubsidi di tingkat distributor dan pengecer resmi. Kontrak subsidi dan penentuan HET dilakukan antara pemerintah dengan produsen pupuk bukan dengan pengecer resmi. Dengan demikian, yang menjamin HET adalah produsen bukan pengecer resmi (lihat rancangan SK Mendag Tahun 2005 pasal 11 ayat 3).
VI-96
c. Perlu dibangun sistem akuntabilitas untuk menghitung realisasi penyaluran pupuk bersubsidi sampai Lini IV dengan menambah ketentuan pada pasal 14 poin (c) SK Memperindag No. 356 Tahun 2004, dimana tugas komisi pengawasan pupuk bersubsidi juga melakukan pencatatan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Lini IV. d. Menindak secara tegas distributor yang hanya melakukan kegiatan menjual DO saja. Pemberian sanksi yang tegas juga perlu dilakukan terhadap pengecer resmi yang menjual pupuk bersubsidi di atas HET. Disarankan agar produsen dalam menentukan harga tebus di tingkat distributor dan pengecer resmi dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan laba normal dan HET. Hal ini perlu dilakukan agar perdagangan pupuk di tingkat distributor dan pengecer resmi menjadi layak. 2) Periode sampai Januari - Desember 2006 a. Sistem distribusi pupuk tetap menggunakan ketentuan yang berlaku pada sistem penyaluran pupuk tahun 2005. b. Melaksanakan pilot proyek di beberapa propinsi yang melibatkan kelompok tani sebagai receiving system yang mengarah kepada pengembangan sistem distribusi tertutup dan melibatkan asosiasi kelompok tani sebagai distributor. c. Pada akhir Desember 2006 diharapkan beberapa kelompok tani sudah cukup mapan dan memadai untuk berperan sebagai receiving system secara utuh.
3) Periode sampai Januari - Desember 2007 a. Sistem distribusi pupuk tetap menggunakan ketentuan tahun 2005. b. Menggunakan sepenuhnya sistem distribusi tertutup. Distributor dan pengecer resmi ditangani oleh asosiasi kelompok tani dan kelompok tani. Pengecer resmi hanya diperkenankan pada wilayah di mana kelompok taninya belum berkembang.
VI-97
Tabel. Lampiran 1. Kelayakan Usaha Perdagangan Pupuk di Tingkat Distributor dan Pengecer (Lini IV) di Jawa Barat, Berdasarkan Harga Referensi, 2005 (Rp/kg). No.
Uraian
Distributor Referensi Riil
Pengecer Resmi Referensi Riil
VI-98
1
Harga Tebus
980
965
1,020
1,055
2
Fee
18.5
20
25
30
3
Biaya Transport, Bongkar muat, Gudang dan lainnya
22
40
5
20
Total Biaya
1,020
1,025
1,050
1,105
Harga Jual
1,020
1,055
1,050
1,240
-
135
8
Tambahan Keuntungan 30 Diluar Fee Keterangan : Referensi berdasarkan usulan subsidi pupuk 2003-2005 9
Tabel. Lampiran 2. Kelayakan Usaha Perdagangan Pupuk di Tingkat Distributor dan Pengecer (Lini IV) di Jawa Tengah, Berdasarkan Harga Referensi, 2005 (Rp/kg). Distributor No.
Uraian
Referensi
Pengecer Resmi
Riil
Referensi
Riil
1
Harga Tebus
980
980
1,020
1,050
2
Fee
18.5
20
25
30
3
Biaya Transport, Bongkar Muat, Gudang dan lainnya
22
35
5
20
Total Biaya
1,020
1,035
1,050
1,100
Harga Jual
1,020
1,050
1,050
1,200
-
100
8
Tambahan Keuntungan 25 Diluar Fee Keterangan : Referensi berdasarkan usulan subsidi pupuk 2003-2005. 9
VI-99
Tabel. Lampiran 3. Kelayakan Usaha Perdagangan Pupuk di Tingkat Distributor dan Pengecer (Lini IV) di Jawa Timur, Berdasarkan Harga Referensi, 2005 (Rp/kg). Distributor No.
Uraian
Referensi
Pengecer Resmi
Riil
Referensi
Riil
1
Harga Tebus
980
980
1,020
1,045
2
Fee
18.5
20
25
30
3
Biaya Transport, Bongkar muat, Gudang dan lainnya
22
40
5
20
Total Biaya
1,020
1,040
1,050
1,095
Harga Jual
1,020
1,045
1,050
1,120
-
25
8
Tambahan Keuntungan 5 Diluar Fee Keterangan : Referensi berdasarkan usulan subsidi pupuk 2003-2005. 9
VI-100
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus terjadinya kelangkaan pupuk terutama jenis Urea merupakan fenomena yang terjadi secara berulang-ulang hampir setiap tahun. Fenomena ini ditandai oleh melonjaknya harga pupuk di tingkat petani jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Padahal dari sisi penyediaan, sebenarnya total produksi pupuk Urea dari 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negera (BUMN) yaitu PT. Pusri, PT. Pupuk Kujang, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Iskandar Muda, dan PT. Pupuk Kalimantan Timur selalu di atas kebutuhan domestik. Sehingga tanpa mengurangi pasokan untuk pasar bersubsidi domestik, sebenarnya masih ada kelebihan pasokan pupuk sekitar 1,3 juta ton baik untuk memenuhi pasar pupuk non subsidi domestik yang diperkirakan relatif kecil maupun untuk pasar ekspor. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih sering terjadi fenomena langka pasok dan lonjak harga di atas HET. VI-101
Program kebijakan pupuk di Indonesia sebenarnya sudah cukup komprehensif karena: (1) melalui program panjang, pemerintah sudah membangun industri pupuk yang tersebar di berbagai wilayah dengan kapasitas produksi jauh melebihi kebutuhan pupuk domestik yang didukung oleh sektor minyak dan gas bumi yang cukup besar sehingga mestinya memiliki keunggulan komparatif dan sepenuhnya dikuasai oleh 5 pabrik pupuk BUMN sehingga mampu dan dapat diarahkan untuk mengemban misi sebesar-besarnya untuk mendukung pembangunan pertanian nasional, (2) Menperindag meminta produsen pupuk senantiasa mendahulukan pemenuhan kebutuhan domestik, (3) melalui SK memperindang distribusi pupuk domestik diatur dengan sistem rayonisasi pasar, dimana setiap pabrik pupuk wajib menjamin kecukupan pasokan pupuk sesuai HET di kios pengecer resmi di rayon pasar yang menjadi tanggung jawabnya, (4) HET dan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi menurut waktu dan wilayah pemasaran sudah ditetapkan oleh Mentan, sehingga sudah cukup jelas jumlah dan kapan pupuk itu harus didistribusikan ke pasar bersubsidi, (5) sebagai imbalan dalam melaksanakan produksi dan distribusi pupuk Urea bersubsidi hingga kios pengecer sesuai HET, pabrik pupuk memperoleh subsidi gas sebagai bahan baku utama produksi pupuk yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, (6) besarnya subsidi yang dibayarkan ke pabrikan pupuk sesuai dengan besaran subsidi gas dan volume pupuk bersubsidi yang disalurkan, dan (7) pelaksanaan distribusi pupuk bersubsidi tersebut dimonitor, dievaluasi dan diawasi terus menerus oleh suatu tim pemerintah antar departemen bersama DPR. Dikaitkan dengan fenomena yang terjadi saat ini (terjadinya langka pasok dan lonjak harga), maka dapat dikatakan bahwa program kebijakan pupuk yang amat komprehensif dibangun pemerintah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Adanya dugaan meningkatnya ekspor pupuk terutama secara ilegal baik melalui produsen pupuk itu sendiri maupun melalui penyelundup seiring menariknya margin antara harga pupuk Urea di pasar dunia dengan harga pupuk di pasar domestik, telah
membuktikan bahwa produsen pupuk sudah tidak
mengutamakan pemenuhan untuk pasar domestik, dan yang lebih memprihatinkan lagi bahwa pupuk Urea yang diekspor secara ilegal tersebut adalah pupuk bersubsidi yang merupakan hak petani yang semestinya merupakan kelompok masyarakat miskin. Ekspor pupuk bersubsidi banyak terjadi melalui pelabuhan-pelabuhan kecil milik individu terutama di Sumatera Utara, Sulawesi Utara dan Kalimantan. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi di pasar domestik diduga karena telah terjadinya perembesan pupuk dari pasar bersubsidi ke pasar non bersubsidi. Perembesan ini terjadi terutama di daerah-daerah yang berdekatan dengan perkebunan besar sejak ditetapkannya adanya perbedaan harga pupuk, sehingga pasar pupuk domestik bersifat dualistik, yaitu pasar bersubsidi dan pasar non-subsidi. Fenomena ini terjadi diduga akibat masih lemahnya penerapan sistem pengawasan pupuk yang telah dibentuk pemerintah. VI-102
Selain kedua faktor di atas, fenomena langka pasok dan lonjak harga juga diduga terjadi akibat adanya perembesan pupuk dari satu wilayah ke wilayah lain dalam pasar yang sama (pasar bersubsidi). Ada beberapa petani yang masih sangat fanatisme untuk pupuk merk tertentu, sehingga mereka mau membeli sekalipun dengan harga yang lebih mahal. Perilaku ini mengakibatkan terjadi kelangkaan pupuk pada daerah-daerah tertentu. Banyak produsen pupuk dan distributor yang ditunjuk tidak mempunyai gudang penyimpanan pupuk di lini III pada beberapa daerah diduga juga turut berkontribusi terhadap lambatnya pendistribusian pupuk yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya kelangkaan pupuk di tingkat pengecer atau petani.
1.2. Tujuan Dari informasi dan permasalahan di atas, maka kajian ini fokuskan untuk mengevaluasi penerapan kebijakan sistem distribusi pupuk Urea tahun 2005 dan memberikan rekomendasi alternatif perbaikan kebijakan distribusi pupuk tahun 2006.
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1. Kerangka Teoritis Pentingnya peranan pupuk dalam upaya peningkatan produktivitas dan hasil komoditas pertanian, menjadikan pupuk sebagai sarana produksi yang sangat strategis. Untuk penyediaan pupuk di tingkat petani diusahakan memenuhi azas 6 tepat yaitu: tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu dan harga yang layak sehingga petani dapat menggunakan pupuk sesuai kebutuhan. Untuk mendukung itu, pemerintah kembali memberikan subsidi pupuk ke petani melalui pabrik pupuk yaitu berupa subsidi gas sebagai bahan baku utama produksi pupuk, dengan harapan harga pupuk yang diterima petani sesuai HET yang ditetapkan pemerintah. Khususnya untuk produksi pupuk Urea, ada 5 pabrik pupuk Badan Usaha Milik Negera (BUMN) yaitu PT. Pusri, PT. Pupuk Kujang, PT. Petrokimia Gresik, PT. Pupuk Inskadar Muda, dan PT. Pupuk Kalimantan Timur yang ditugaskan memproduksi jenis pupuk ini. Produksi ke lima pabrik tersebut terutama ditujukan untuk memenuhi pasar domestik khususnya pasar bersubsidi dan baru berikutnya untuk pasar non bersubsdi. Jika produksi sudah mampu melayani pasar domestik, baru kelebihannya boleh diekspor melalui jalur resmi. Di sisi lain, pemerintah melalui Menperindag menetapkan sistem rayonisasi dalam pendistribusian pupuk, dimana tiap pabrikan yang ditunjuk VI-103
bertanggung jawab untuk memenuhi permintaan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Jika produksi sendiri belum bisa memenuhi permintaan di wilayah tanggung jawabnya, produsen tersebut diwajibkan untuk mendatangkan pupuk dari produsen lain dengan pola Kerja Sama Operasional (KSO). Sedangkan hubungan kerja produsen dengan distributor yang ditunjuk diatur dengan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB). Kalau sistem pendistribusian tersebut berjalan dengan baik (diperlihatkan oleh garis tidak putus-putus pada Gambar 1) maka tentunya tidak akan ada fenomena langka pasok dan lonjak harga seperti saat ini. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa adanya penyimpangan dari sistem pendistribusian yang ditetapkan telah menyebabkan terjadinya langka pasok dan lonjak harga pupuk. Penyimpangan tersebut seperti digambarkan oleh garis putus-putus. Produksi pupuk Urea yang utamanya adalah untuk memenuhi pasar domestik bersubsidi, telah bergesar kepemenuhannya untuk pasar dunia dalam bentuk ekspor ilegal akibat selisih margin harga dunia dengan harga domestik semakin menarik. Ekspor ilegal ini tidak hanya dilakukan oleh produsen pupuk, tetapi juga oleh para penyelundup dengan membeli pupuk dari para distributor dan pengecer pada pasar bersubsidi. Kebijakan subsidi pupuk yang kembali ditetapkan pemerintah sejak tahun 2003 telah menyebabkan pasar domestik bersifat dualistik yaitu pasar bersubsidi dan non subsidi. Kebijakan ini menyebabkan adanya disparitas harga antara pasar bersubsidi dan non subsidi, dimana membuka peluang juga terjadinya perembesan pupuk dari pasar bersubsidi ke pasar non bersubsidi. Perembesan ini akan terus terjadi jika tidak didukung oleh sistem pengawasan dan penerapan sanksi yang memadai. Adanya rasa fanatisme terhadap merk tertentu menyebabkan terjadinya perembesan pupuk antar wilayah dalam pasar bersubsidi. Perembesan ini juga terjadi karena adanya perbedaan harga yang cukup menarik antar wilayah. Kelangkaan pupuk juga terjadi akibat adanya jadwal tanam yang tidak pasti, sehingga menyebabkan adanya permintaan pupuk lebih besar dari rencana kebutuhan yang ditetapkan Mentan.
Tidak adanya gudang penyimpanan di lini III pada beberapa daerah menyebabkan terjadinya kelambatan
pendistribusian, juga berkontribusi terhadap fenomena langka pasok dan lonjak harga. Di tingkat petani, penggunaan dosis pupuk jauh diatas dosis anjuran, pemilikan lahan yang relatif sempit, perencanaan luas tanam yang tidak baik, serta penggunaan lahan secara intensif diduga juga sangat menentukan terjadinya langka pasok dan lonjak harga pupuk di tingkat petani.
VI-104
VI-105
PT. Pusri K E B I J A K A N S U B S I D I
Pasar Domestik Bersubsidi Wilayah A
PT. Kujang
PT. Petrokimia Gresik
Produksi Pupuk Urea Domestik
Pasar Domestik Bersubsidi Wilayah B
Pasar Domestik Non Subsidi Gresik
PT. PIM
Ekspor Pupuk Ilegal PT. Kaltim Ekspor Pupuk Legal
Keterangan :
Di Tingkat Petani * Dosis Berlebih * Perenc. LuasTan tidak tepat * IP Meningkat * Pemilikan lh sempit
Jalur resmi dan sesuai kebutuhan berdasarkan SK Menperindang dan Mentan Jalur ilegal dan diluar rencana kebutuhan yang menyebabkan langka pasok dan lonjak harga
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Langka Pasok dan Lonjak Harga Pupuk Urea di Pasar Domestik
VI-105
Pasar Pupuk Dunia
2.2. Lokasi Penelitian Kajian ini telah dilakukan di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jawa Barat, kajian dilakukan didua kabupaten yaitu Subang yang merupakan wilayah tanggungjawab PT. Pupuk Kujang Cikampek (PT. PKC) dan Cirebon yang merupakan wilayah PT. Pupuk Sriwijaya (PT. Pusri). Di Jawa Tengah, kajian dilakukan di Kabupaten Sragen dan Klaten yang merupakan wilayah tanggungjawab PT. Pusri. Sementara di Jawa Timur, dilakukan di Kabupaten Jombang yang merupakan wilayah tanggungjawab PT. Petrokimia Gresik (PT. PKG) dan Kabupaten Malang yang merupakan wilayah tanggungjawab PT. Pupuk Kalimantan Timur (PT. PKT). 2.3. Alat Analisis Kajian ini menggunakan metode pemahaman masalah secara singkat (PMSS). Untuk menjawab tujuan dari kajian ini, seperangkat analisis yang diterapkan, yaitu tabulasi silang/frekuensi dan sistem distribusi pupuk. Untuk mendukung kedua analisis tersebut akan dilengkapi dengan data kualitatif berupa informasi pada masing-masing tataran kajian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kasus Jawa Barat 3.1.1. Implementasi Sistem Distribusi Pupuk 1. Rencana Penyaluran dan Realisasi Sistem distribusi pupuk di Indonesia selama ini di atur oleh Menteri Perdagangan dan Industri yang sekarang menjadi Menteri Perdagangan. Pengaturan sistem distribusi pupuk ini dengan harapan agar petani dapat memperoleh pupuk dengan 6 azas tepat, yaitu : tempat, jenis, waktu, jumlah, mutu, dan harga. Keberhasilan dalam implementasi dari sistem ini salah satunya dapat dilihat dari adanya kesesuaian antara rencana penyaluran dan realisasi. Selama tahun 2005, rencana kebutuhan pupuk Urea bersubsidi untuk tanaman pangan di Jawa Barat sebesar 662 ribu ton (Tabel 1). Rencana kebutuhan per bulannya berkisar 5 ribu – 8 ribu ton. Rencana kebutuhan pupuk jenis ini tertinggi terjadi di Kabupaten Indramayu (65 ribu ton) dan terendah di Kabupaten Purwakarta (13,6 ribu ton). VI-106
Tabel 1. Rencana dan Realisasi Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi di Jawa Barat 2005. Kabupaten
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jan - Jun
Jan-Des
A. Rencana (ton) 1. Bogor
3710
3300
2330
2860
2930
3010
18140
36100
2. Sukabumi
5687
5170
5040
4460
4650
4800
29807
56152
3. Cianjur
5935
5320
5160
4565
4650
4800
30430
57557
4. Cirebon
5501
2465
1626
3475
1750
1800
16617
25791
5. Kuningan
2600
1860
1180
2500
2600
1480
12220
24091
6. Majalengka
5200
3500
3250
4000
2500
1350
19800
31755
7. Indramayu
6700
6000
5830
5150
5260
5420
34360
65000
8. Bekasi
2840
2550
2480
2190
2230
2300
14590
27628
9. Karawang
6140
5500
5350
4720
4820
4970
31500
59603
10. Purwakarta
1400
1260
1220
1080
1100
1130
7190
13591
11. Subang
5770
5170
5020
4430
4520
4665
29575
55946
12. Bandung
6060
5430
5270
4660
4750
4890
31060
58740
13. Sumedang
3625
2135
1575
3000
4050
2150
16535
29709
14. Garut
5425
2310
2925
3825
5150
3850
23485
46500
15. Tasikmalaya
3950
2665
3200
3600
3050
2600
19065
39054
16. Ciamis
6010
4590
3275
3700
3000
2500
23075
35100
76553
59225
54731
58215
57010
51715
357449
662317
1. Bogor
104.85
91.21
172.27
127.38
83.52
80.60
107.11
53.82
2. Sukabumi
101.29
88.93
92.52
99.15
96.89
66.77
91.10
48.36
3. Cianjur
67.65
70.43
69.95
93.30
71.46
53.96
70.80
37.43
4. Cirebon
100.00
100.00
100.00
94.88
241.43
149.94
119.23
76.82
5. Kuningan
100.00
100.00
100.00
113.40
100.00
111.49
104.13
52.82
6. Majalengka
100.00
100.00
100.00
131.25
132.00
148.15
113.64
70.85
7. Indramayu
136.32
83.33
38.44
150.74
203.51
151.96
125.37
66.27
8. Bekasi
161.97
77.45
116.94
60.50
57.17
123.91
102.30
54.02
9. Karawang
129.79
135.84
94.67
149.60
155.73
160.32
136.63
72.21
10. Purwakarta
141.07
136.90
129.10
131.94
125.00
207.96
144.99
76.71
11. Subang
100.81
69.35
32.72
107.31
149.57
150.53
100.02
52.88
12. Bandung
84.74
77.02
73.93
99.51
94.97
86.81
85.66
45.29
13. Sumedang
100.00
100.00
100.00
95.00
56.17
93.02
87.45
48.67
14. Garut
100.00
100.00
100.00
102.75
81.36
85.71
94.02
47.48
Total B. Realisasi (%)
VI-107
15. Tasikmalaya
100.00
100.00
100.00
109.72
88.52
87.50
98.30
47.98
16. Ciamis
100.00
100.00
100.00
111.51
103.33
80.00
100.11
65.81
105.29
92.56
85.21
112.56
113.66
109.86
103.29
55.74
Rataan
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar, 2005 (diolah)
Sampai dengan bulan Juni 2005, realisasi penyaluran pupuk Urea Bersubsidi di Propinsi Jawa Barat sudah mencapai 55,74 persen dari rencana penyaluran pupuk dalam setahun dan sudah sekitar 103,29 persen dari rencana penyaluran sampai bulan Juni. Artinya, realisasi penyaluran pupuk secara keseluruhan di Jawa Barat sudah sekitar 3,29 persen diatas rencana. Kelebihan realisasi penyaluran pupuk masing-masing terjadi pada bulan Januari, April, Mei dan Juni, yaitu dengan penyaluran berkisar
105,29 – 113,66 persen.
Sementara realisasi penyaluran pupuk masih dibawah rencana hanya terjadi pada bulan Pebruari dan Maret, yaitu dengan penyaluran berkisar 85,21 – 92,56 persen. Realisasi penyaluran pupuk menurut kabupaten menunjukkan bahwa pada beberapa kabupaten tertentu sudah terjadi penyaluran pupuk diatas rencana, sebaliknya pada beberapa kabupaten lainnya masih dibawah rencana.
Sampai dengan bulan Juni, dari 16
kabupaten yang ada, sebanyak 10 kabupaten (Bogor, Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, dan Ciamis) yang realisasi penyaluran pupuknya sudah diatas rencana penyaluran. Sementara realiasi penyaluran pupuk di 6 Kabupaten yaitu Sukabumi, Cianjur, Bandung, Sumedang, Garut, dan Tasikmalaya masih dibawah rencana. Realisasi penyaluran pupuk baik diatas maupun dibawah rencana akan menyebabkan terjadinya langka pasok dan lonjak harga baik antar musim maupun antar daerah. Sebagai contoh, adanya realisasi penyaluran pupuk diatas rencana pada bulan-bulan tertentu akan menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan dan lonjak harga pada bulan-bulan lainnya, mengingat pupuk Urea bersubsidi jumlahnya sudah ditentukan sebelumnya. Demikian juga, terjadinya realisasi penyaluran pupuk pada beberapa kabupaten sudah diatas rencana menyebabkan terjadinya langka pasok dan lonjak harga pada kabupaten lainnya. Jika alokasi yang berlebih tersebut akan dipindahkan ke wilayah yang langka maka sudah pasti akan meningkatkan harga jualnya karena peningkatan ongkos distribusi ke daerah langka tersebut. Selain masalah pasokan atau jumlah dan harga, 6 azas tepat lainnya yang dapat dipastikan tidak dipenuhi dengan adanya ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi penyaluran adalah tempat, jenis dan waktu. Hanya aspek mutu saja yang diduga bisa terpenuhi. 2. Evaluasi Sistem Penyaluran Pupuk Bersubsidi VI-108
Kondisi yang telah dijelaskan sebelumnya menunjukkan bahwa sistem pendistribusian pupuk yang diterapkan selama ini belum cukup efektif dalam upaya memenuhi 6 azas tepat yang selama ini menjadi target pemerintah dan para pelaku lainnya dalam mendistribusikan pupuk ke tingkat petani. Ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab terjadinya pendistribusian pupuk tidak sesuai dengan rencana. Pertama, pemakaian pupuk Urea di tingkat petani melebihi dosis anjuran. Dalam perhitungan subsidi pupuk, dosis pemupukan Urea yang dianjurkan pemerintah sebanyak 250 kg/ha, akan tetapi dalam prakteknya kebanyakan petani menggunakan pupuk jenis ini berkisar 350 – 500 kg/ha. Penggunaan pupuk yang berlebih terjadi karena petani masih beranggapan bahwa pupuk Urea merupakan pupuk pokok dan mutlak diperlukan, sementara pupuk lainnya seperti SP36 dan KCl merupakan pupuk pelengkap. Sehingga seringkali dijumpai banyak petani yang tidak menggunakan pupuk KCl disamping harganya memang relatif mahal. Kedua, pemilikan lahan yang sempit ( < 0.3 ha) juga menyebabkan penggunaan pupuk kalau dikonversi kedalam satu hektar menjadi sangat tinggi. Ketiga, tidak adanya ketepatan dalam menghitung luas pertanaman komoditas pangan (padi). Jumlah rencana kebutuhan pupuk yang ditetapkan Deptan yang merupakan usulan Dinas Pertanian Propinsi dan Kabupaten secara umum lebih rendah dari luas pertanaman sesungguhnya, sehingga jumlah permintaan pupuk selalu melebihi dari yang dialokasikan. Keempat, adanya ketidakdisiplinan petani dalam menentukan pola tanam. Sebagai contoh, pada daerah tertentu yang biasanya menanam padi 2 kali, ketika begitu masih ada persediaan air mencukupi pada gadu 2 (MK II) maka petani pada umumnya menanam padi lagi, sehingga terjadi lonjakan permintaan pupuk. Kebutuhan pupuk pada tanaman hortikultura juga sangat sulit untuk dihitung, mengingat jenis komoditas yang ditanam petani tidak pasti dan selalu berubah-ubah sesuai permintaan pasar. Kelima, terjadi penggunaan pupuk di tingkat petani untuk kebutuhan yang bukan bersubsidi. Di daerah pantura, banyak permintaan pupuk dari petani untuk kebutuhan tambak, yang semestinya bukan merupakan alokasi pupuk bersubsidi. Penggunaan pupuk Urea per hektar untuk tambak dalam setahun bisa mencapai 300 – 500 kg Urea. Dalam memenuhi kebutuhan pupuk Urea di Jawa Barat, ada dua produsen pupuk yang ditunjuk untuk bertanggungjawab secara penuh yaitu PT. Pusri dan PT. PKC. Kedua produsen ini bertanggung jawab menurut kabupaten yang telah ditetapkan. Ada 7 kabupaten yang menjadi tanggung jawab PT. Pusri yaitu kabupaten: Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon, Kuningan, dan Majalengka. Sementara kabupaten-kabupaten yang menjadi tanggung jawab PT. PKC adalah Bogor, Sukabumi, Cianjur, Subang, Karawang, Indramayu, Bekasi, Purwakarta, dan Bandung.
VI-109
Rencana dan realisasi penyaluran pupuk Urea bersubsidi dari PT. Pusri pada masing-masing kabupaten yang menjadi tanggung jawabnya disajikan pada Tabel 2. Sampai dengan bulan Juli 2005, rencana penyaluran pupuk Urea dari PT. Pusri di 7 kabupaten yang menjadi tanggungjawabnya sebesar 142,6 ribu ton. Sementara realisasinya penyaluran pupuk sudah mencapai 101,26 persen dari rencana penyaluran. Pada bulan Januari sampai Maret, realisasi penyaluran pupuk yang dilakukan PT. Pusri sesuai kebutuhan, dan mulai bulan April sampai Juni sudah diatas rencana, sebaliknya pada bulan Juli hanya sekitar 10 persen dibawah rencana penyaluran. Tabel 2. Rencana dan Realisasi Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi oleh PT. Pusri di Jawa Barat, 2005 (Ton). Kabupaten
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Juli
Jan-Jul
A. Rencana 1. Sumedang
3625
2135
1575
3000
2500
2250
1530
16615
2. Garut
5425
2310
2925
3825
3500
3250
3350
24585
3. Tasikmalaya
3950
2665
3200
3600
3350
2200
2500
21465
4. Ciamis
6010
4590
3275
3700
3200
2000
1300
24075
5. Cirebon
5501
2465
1626
3297
4225
2699
1011
20824
6. Kuningan
2600
1860
1180
2500
2600
1500
1250
13490
7. Majalengka
5200
3500
3250
4000
2500
1850
1260
21560
Total
32311
19525
17031
23922
21875
15749
12201
142614
1. Sumedang
3625
2135
1575
2850
2275
2000
1675
16135
2. Garut
5425
2310
2925
3930
4190
3300
3025
25105
3. Tasikmalaya
3950
2665
3200
3950
2700
2275
1575
20315
4. Ciamis
6010
4590
3275
4125
3100
2000
1350
24450
5. Cirebon
5501
2465
1626
3297
4225
2699
1011
20824
6. Kuningan
2600
1860
1180
2835
2600
1650
1200
13925
7. Majalengka
5200
3500
3250
5250
3300
2000
1150
23650
Total
32311
19525
17031
26237
22390
15924
10986
144404
% thp rencana
100.00
100.00
100.00
109.68
102.35
101.11
90.04
101.26
B. Realisasi
Sumber: PPD Pusri Jabar, 2005 (diolah).
VI-110
Jumlah penyaluran pupuk oleh PT. PKC di 6 kabupaten selama bulan Januari – Juli sudah mencapai 17,4 ribu ton (Tabel 3). Tampak bahwa penyaluran pupuk tertinggi terjadi pada Kabupaten Indramayu yaitu sebanyak 4,8 ribu ton, disusul Kabupaten Karawang dan Subang berturut-turut 3,9 ribu ton dan 3,4 ribu ton. Dari data yang tersedia, sampai bulan Juli, terlihat bahwa belum ada distribusi pupuk dari PT. PKC ke Kabupaten Bogor. Kondisi ini patut dicurigai, ada kemungkinan telah terjadi perembesan pupuk dari kabupaten lainnya ke Bogor. Tabel 3. Jumlah Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi oleh PT. Pupuk Kujang Cikampaek (PT. PKC) di Jawa Barat, 2005 (Ton). Kabupaten 1. Bogor
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Juli
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
2. Sukabumi
579.50
423.50
63.00
962.00
437.00
337.00
150.00 2952.00
3. Cianjur
425.00
288.00
512.00
550.00
250.00
157.00
218.00 2400.00
4. Subang
370.00
365.85
245.00
430.00
625.00
1015.00
360.00 3410.85
5. Karawang
715.00
700.00
250.00
452.00
773.00
575.00
385.00 3850.00
6. Indramayu
997.15
478.85
315.00
497.00 1194.00
987.00
352.00 4821.00
3086.65 2256.20
1385.00
2891.00 3279.00
3071.00
1465.00 17433.85
Total
0.00
Jan-Jul 0.00
Sumber: PT. Pupuk Kujang Cikampek, 2005
3.1.2. Kinerja Penyaluran Pupuk di Lini IV 1. Wilayah Kerja dan Volume Penyaluran Fakta di lapang menunjukkan bahwa kinerja penyaluran pupuk di Lini IV (pengecer atau kios resmi) selain sangat ditentukan oleh pengecer itu sendiri, juga sangat ditentukan oleh kinerja dan pola pendistribusian yang dilakukan oleh distributor pada Lini III. Sebelum melihat bagaimana kinerja penyaluran pupuk di Lini IV, maka dalam bahasan ini terlebih dahulu dilihat sekilas keragaan distributor pada masing-masing kabupaten kajian (Subang daan Cirebon). Kabupaten Subang merupakan wilayah tanggung jawab PT. PKC. Ada 9 distributor yang dipercaya PT. PKC dalam mendistribusikan pupuk Urea (Tabel 4). Distirbutor terbesar PT. PKC di Kabupaten Subang adalah PT. Bumi Persada Sejati (BPS) dan PT. Angkasa Raya Christa (ARC). Sampai bulan Juli, jumlah penyaluran pupuk pada ke dua distributor ini mencapai 38 persen dari jumlah keseluruhan di VI-111
Kabupaten Subang. Distributor besar berikutnya adalah PT. Muara Teguh Persada dan PT. Reza Putra. Dari 9 distributor, tampaknya penyaluran pupuk sampai bulan Juli belum pernah dilakukan ke PT. Selini Shakti. PT. Kujang sendiri punya gudang di Desa Tambak Dahan, Kecamatan Binong yang biasanya disebut sebagai supply point dengan kapasitas 3000 ton. Sehingga dalam pendistribusian pupuk, PT Kujang mendistribusikan pupuk tidak langsung ke gudang distributor dan hanya cukup ke supply point saja. Harga tebus distributor di gudang ini Rp 965/kg.
Tabel 4. Jumlah Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi oleh PT. Pusri Menurut Distributor di Kabupaten Cirebon, 2005 (Ton). No.
Distributor
Jan
Peb
Mar
Apr
1. CV. Afiah
800.00
610.00
240.00
400.00
440.00
2. Cv. Juwita
2100.00
650.00
230.00
650.00
1125.00
3. CV. Sinar Jaya
415.00
295.00
165.00
505.00
375.00
4. CV. Sumber Sarana Tani
950.00
300.00
250.00
550.00
800.00
5. CV. Sumber Tani
875.00
325.00
335.00
900.00
6. CV. PPI Cirebon
246.00
225.00
196.00
172.00
7. PT. Pertani
115.00
60.00
210.00
5501.00
2465.00
1626.00
Total
Mei
Jun
Pangsa (%)
Juli
Jan-Jul
350.00
55.00
2895.00
13.90
1275.00
495.00
6525.00
31.33
237.50
60.00
2052.50
9.86
275.00
208.00
3333.00
16.01
800.00
125.00
85.00
3445.00
16.54
300.00
299.00
87.00
1525.00
7.32
120.00
385.00
137.50
21.00
1048.50
5.04
3297.00
4225.00
2699.00 1011.00
20824.00
100.00
Sumber: PPD Pusri Jabar, 2005 (diolah).
Ada 7 distributor (CV. Afiah, CV. Juwita, CV. Sinar Jaya, CV. Sumber Sarana Tani, CV. Sumber Tani, CV, PPI Cirebon, dan PT. Pertani) sebagai kepercayaan PT. Pusri dalam menyalurkan pupuk di Kabupaten Cirebon (Tabel 5). CV. Juwita merupakan distributor terbesar di Kabupaten ini. Sampai Juli 2005, dari sebanyak 20,8 ribu ton yang disalurkan PT. Pusri, sebanyak 31,33 persen disalurkan ke CV. Juwita. Distributor besar berikutnya adalah CV. Sumber Sarana Tani dan CV. Sumber Tani. Gudang PT. Pusri di Kabupaten Cirebon berkapasitas 15000 ton.
Sebagian distributor mengambil pupuk langsung ke gudang PT. Pusri dengan harga tebus Rp 980/kg dan
sebagian distributor menerima pupuk di gudang dengan harga sudah memperhitungan biaya transportasi sehingga harga menjadi lebih tinggi dari Rp 980/kg.
VI-112
Tabel 5. Jumlah Penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi Oleh PT. Kujang Menurut Distributor di Kabupaten Subang 2005. Distributor
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Juli
Jan-Jul
Pangsa (%)
1. PT. Angkasa Raya Christa
1075.00 575.00 175.00 600.00
1025.00
1200.00
640.50
5290.50
18.60
2. PT. Bumi Persada Sejati
1150.00 625.00 175.00 675.00
1025.00
1150.00
600.00
5400.00
18.98
0.00
200.00
270.00
255.00
725.00
2.55
4. PT. Muara Teguh Persada
736.00 539.00 175.00 450.00
750.00
950.00
519.00
4119.00
14.48
5. PT. Pertani
729.00 501.00
195.00 375.00
639.00
734.00
520.00
3693.00
12.98
6. PT. Pusri
370.00 330.00 245.00 370.00
680.00
750.00
325.00
3070.00
10.79
7. Puskud Jabar
586.00 414.00 150.00 258.50
66.50
750.00
450.00
2675.00
9.40
8. PT. Reza Putra
668.50 379.00 202.50 400.00
600.00
768.00
457.00
3475.00
12.22
0.00
0.00
3. PT. Dinamika Kembar Ut.ama
9. PT. Selini Shakti Total
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
5314.50 3363.00 1317.50 3128.50
0.00
0.00
4985.50
6572.00
3766.50
28447.50 100.00
Sumber: PT. Pupuk Kujang Cikampek, 2005 (diolah).
2. Mekanisme Perolehan dan Penyaluran dan Tingkat Harga Perilaku distributor dalam menyalurkan pupuk ke para pengecernya sangat beragam. Keragaman ini sangat ditentukan oleh kedekatan pengecer kepada distributor dan juga kebijakan intern dari masing-masing distributor itu sendiri. Sebagai contoh, kebanyakan distributor di Kabupaten Subang tidak mempunyai armada (truk) untuk mendistribusikan pupuk ke gudang pengecer. Hanya PT. Bumi Persada Sejati (BPS) yang langsung mengantarkan pupuk ke gudang pengecernya, sementara yang lainnya tidak melakukan fungsi pendistribusian. Kondisi yang sama juga umumnya terjadi di Kabupaten Cirebon. Sehingga kalau dikaitkan dengan fungsi dan tugas yang harus dilakukan distributor, dapat dikatakan bahwa para distributor di Kabupaten Subang dan sebagian distributor di Kabupaten Cirebon sudah tidak mentaati sistem pendistribusian pupuk yang sudah ditetapkan pemerintah. Dalam peraturan dan kesepakatan yang ada, distributor bertugas untuk menyalurkan pupuk dari Lini III ke Lini IV (pengecer) dan selama penyaluran tersebut semua biaya transportasi ditanggung oleh distributor, sehingga harga tebus yang dibayarkan pengecer di gudang pengecer diharapkan sebesar Rp 1020/kg dan selanjutnya pengecer mampu menjual sesuai HET yang ditetapkan pemerintah (Rp 1050/kg). Jumlah permintaan pupuk yang dilakukan oleh pengecer kepada distributor sebenarnya tidak berdasarkan kebutuhan yang pasti di tingkat petani. Jumlah permintaan pupuk menurut musim lebih banyak ditentukan berdasarkan pengalaman jumlah permintaan pada musimVI-113
musim tanam tahun sebelumnya. Berdasarkan pengalaman ini para pengecer melakukan pemesanan pupuk ke masing-masing distributornya yang dituangkan dalam bentuk delivery order (DO).
Melalui DO ini biasanya distributor mengambil pupuk ke gudang
produsen (PT. PKC dan PT. Pusri) dan terus mendistribusikan ke pengecer sesuai permintaan dan pasokan pupuk. Atau pengecer cukup membawa DO dari distributornya dan diijinkan untuk mengambil pupuk langsung ke gudang produsen (jual DO saja). Berikut adalah keragaan jumlah dan harga tebus pupuk Urea dari Pengecer Pusaka Tani sebagai salah satu pengecer resmi di Kecamatan Pusaka Negara Kabupaten Subang (Tabel 6). Ada sekitar 6 pengecer resmi yang beroperasi di Kecamatan Pusaka Negara. Wilayah kerja yang menjadi tanggung jawab masing-masing pengecer tidak jelas. Hal ini terbukti pengecer tidak mengetahui secara pasti berapa petani atau kelompok tani yang harus dilayani. Dalam prakteknya, pengecer akan melayani setiap petani dari mana pun asalnya. Pengecer tidak pernah menanyakan dari mana asal petani dan untuk apa dia membeli pupuk. Prinsip pengecer yang penting pupuknya terjual.
Tabel 6. Keragaan Jumlah dan Harga Beli Pupuk Urea Pada Pengecer Resmi (Pusaka Tani) di Kecamatan Pusaka Negara, Kabupaten Subang, Juli 2005. Sumber Pembelian (Distibutor)
Volume Perminggu (ton)
1. PT. BPS
5
Harga Beli Sampai di Pengecer (Rp/kg) 1030
2. PT. Reza
2
1060
3. PT. Pertani
2
1055
4. PT. Puskud
2
1060
5. PT. MTP
2
1060
6. PT. Pusri
2
1050
15
1055
Total/Rataan Sumber: data primer
VI-114
Pada bulan Juli, rata-rata jumlah pupuk yang disalurkan pengecer Pusaka Tani hanya sekitar 15 ton per minggu. Pada musimmusim permintaan pupuk tinggi dan pasokan pupuk cukup dari distributor, pengecer Pusaka Tani mampu menjual pupuk Urea mencapai 50 ton perminggu. Pusaka Tani sebenarnya merupakan pengecer resmi dari distributor PT. Reza Putra. Mengingat pada bulan Juli PT. Reza Putra tidak mampu memenuhi permintaan Pusaka Tani, maka distributor PT. Reza Putra minta “tolong” ke distributor lainnya untuk memenuhi permintaan Pusaka Tani dan termasuk beberapa pengecer dibawah binaannya. Harga tebus yang harus dibayarkan Pusaka Tani sangat beragam menurut distributor. Keragaman ini terjadi karena distributor menentukan harga secara sepihak tanpa mengindahkan harga tebus yang ditetapkan pemerintah. Sesuai peraturan pemerintah, semestinya Pusaka Tani menebus harga pupuk Urea digudangnya sebesar Rp 1.020, sehingga jika dijual sesuai HET (Rp 1.050) masih ada margin sebesar Rp 30/kg. Dalam kenyataannya harga tebus yang dibayar Pusaka Tani sudah diatas HET yang ditetapkan pemerintah, kecuali jika mengambil pupuk dari Distributor PT. BPS yang langsung mengantarkannya ke tempat pengecer. Sementara jika mengambil dari distributor lainnya, Pusaka Tani sendiri harus mengambilnya ke gudang supply point PT. PKC. Dengan harga tebus berkisar Rp 1.015 – 1.020 di gudang supply point PT. PKC ditambah ongkos angkut dan bongkar muat sekitar Rp 40/kg, maka harga tebus yang diibayar Pusaka Tani sampai di tempat gudangnya menjadi Rp 1.055 -1.060/kg. Dengan tetap mempertahankan margin sebesar Rp 30/kg, maka Pusaka Tani harus menjual pupuk ke petani berkisar Rp 1.095 – Rp 1.100 (di atas HET). Jika pengecer ingin memperoleh keuntungan diluar fee yang lebih besar lagi maka penjualan pupuk dilakukan lebih tinggi lagi diatas HET. 3. Persepsi Pedagang Pengecer Terhadap Sistem Penyaluran Pupuk Menurut para pengecer baik yang berkedudukan di Kabupaten Subang maupun di Kabupaten Cirebon, sistem pendistribusian pupuk saat ini kurang bagus. Pertama, gudang distributor pada umumnya tidak berlokasi di sentra – sentra produksi atau pelayanan, sehingga biaya transportasi menjadi mahal dan sering terjadi keterlambatan dalam pendistribusian. Tidak semua distributor mempunyai gudang dan armada pengangkutan.
Selain itu, banyak distributor yang tidak mempunyai armada angkutan, sehingga biaya transpsortasi pada
umumnya dibebankan ke pengecer, dan pengecer selanjutnya membebankan kepada petani. Temuan ini sebenarnya memperlihatkan bahwa syarat-syarat menjadi distributor sebenarnya tidak dipenuhi. Kedua, sistem rayonisasi yang diciptakan di tingkat kabupaten sebaiknya diikuti sistem rayonisasi di tingkat distributor dan pengecer. Distributor sebaiknya mempunyai pengecer yang hanya berada di wilayah kecamatan tertentu saja yang menjadi binaannya. Pada kenyataannya lokasi pengecer dari masing-masing distributor di manaVI-115
mana. Pengecer tidak ada kewajiban untuk membeli pupuk dari satu distibutor saja, melainkan boleh ke mana-mana sesuai pasokan pupuk di distributor. Ketiga, sebaiknya pemerintah mengawasi distribusi pupuk terutama di tingkat distributor agar harga tebus di tingkat pengecer sama (Rp 1.020) sehingga penjualan pupuk ke petani bisa sesuai dengan harga HET yang ditetapkan pemerintah. Sementara ini margin pemasaran pupuk terkesan menumpuk pada distributor. Keempat, adanya kenaikan harga BBM saat ini pemerintah sebaiknya juga melakukan penyesuaian HET yang layak di tingkat pengecer.
3.1.3. Kinerja Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani/Kelompok Tani 1. Mekanisme Perolehan dan Harga Pupuk di Tingkat Petani Sistem pendistribusian pupuk yang diterapkan saat ini menunjukkan kinerja yang kurang bagus. Hal ini dengan mudah dapat dibuktikan dengan masih seringnya terjadi isu langka pasok dan lonjak harga pupuk di tingkat petani. Memang kurang berhasilnya sistem ini menciptakan harga pupuk di tingkat pengecer sesuai HET tidak sepenuhnya disebabkan oleh sistem itu sendiri, tapi juga ada kontribusi perilaku petani dalam menggunakan pupuk. Berikut akan dibahas kinerja penggunaan pupuk Urea di tingkat petani terutama dari aspek mekanisme perolehan pupuk, tingkat harga dan jumlah penggunaan pupuk, serta persepsi petani terhadap sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang sedang berjalan saat ini. Petani pada umumnya dalam memperoleh pupuk tidak melalui kelompok tani, melainkan secara sendiri-sendiri, mengingat banyak kelompok tani pada saat sekarang tidak berfungsi. Petani membeli pupuk sesuai kebutuhan pada kios terdekat dengan harapan agar biaya transportasi menjadi lebih murah. Kalau pada kios terdekat tidak ada pasokan pupuk, petani biasanya membeli pada kios lain walaupun dengan harganya relatif mahal. Khusus untuk pupuk Urea, petani akan mengejar dimanapun ada dan akan berusaha membelinya dengan harga berapa pun. Petani merasa tenang jika padinya terlihat hijau, sehingga sampai sekarang petani masih memandang pupuk Urea merupkan pupuk pokok bagi tanaman padi, sementara pupuk lainnya, seperti SP-36 dan KCl hanya bersifat pelengkap saja. Fenomena ini terbukti kebanyakan petani di Subang tidak menggunakan pupuk KCl karena harganya relatif mahal. Keragaan tingkat harga dan jumlah penggunaan pupuk di tingkat petani di Kabupaten Subang dan Cirebon berturut-turut disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Selama bulan Juli 2005, harga pupuk di tingkat pengecer yang harus dibayar petani di Subang sangat beragam dan di semua desa sudah di atas HET
(Tabel 7). Rata-rata harga pupuk di tingkat petani atau pengecer berkisar VI-116
Rp 1.115 –
1.238/kg. Harga pupuk di Desa Sukarata Kecamatan Pusaka Negara berkisar Rp 1.080 – 1.200/kg. Harga pupuk tertinggi dalam bulan Juli pernah terjadi di desa Rawa Mekar, Kecamatan Blanakan yaitu mencapai Rp 1.300/kg. Hal ini terjadi diduga karena banyak petani di desa yang membeli pupuk pada pengecer tidak resmi, mengingat di wilayah ini jumlah pengecer resmi relatif masih terbatas. Menurut informasi dari beberapa petani, masih terbatasnya pengecer resmi pada beberapa lokasi menyebabkan munculnya pengecer tidak resmi yang semestinya membeli pupuk pada pengecer resmi. Pada pengecer resmi harga jualnya sudah diatas HET, sehingga dapat dipastikan harga pupuk di tingkat pengecer tidak resmi akan jauh diatas HET. Sementara itu, jika petani membeli pupuk secara eceran (tidak dalam satuan zak) bisa mencapai Rp 1.300 – 1.500/kg.
Tabel 7. Keragaan Jumlah Pemakaian dan Harga Beli Pupuk Urea Pada Tingkat Petani Di Beberapa Wilayah Di Kabupaten Subang, Juli 2005. Harga Zak (Rp/kg)
Harga Eceran (Rp/kg)
1. Desa Sukarata, Kec Pusaka Negara
1.080 - 1.200
1.300 – 1.400
2. Desa Rancadaka, Kec Pusaka Negara
1.080 - 1.250
1.300 – 1.400
3. Desa Rawa Mekar, Kec Blanakan
1.200 - 1.300
1.350 -1.500
4. Desa Pemanukan, Kec. Pemanukan
1.100 - 1.200
1.300 – 1.450
1.115 - 1.238
1.313 – 1.438
Lokasi
Rataan
Volume Pemakaian Urea = 300 - 500 kg/ha
Penggunaan pupuk Urea di tingkat petani juga sudah jauh diatas dosis yang dianjurkan. Pemakaian pupuk di tingkat petani sudah mencapai 300 – 500 kg/ha, sementara pemupukan Urea yang dianjurkan dan mendapat subsidi dari pemerintah hanya 250 kg/ha. Penggunaan pupuk yang berlebih ini juga sebagai pemicu melonjaknya permintaan pupuk pada awal-awal musim tanam, yang berdampak seakan-akan terjadi kelangkaan pupuk.
VI-117
Keragaan harga pupuk di tingkat petani di Kabupaten Cirebon hampir sama dengan Kabupaten Subang. Rata-rata harga pupuk selama bulan Juli berkisar Rp 1.077 – 1.217/kg (Tabel 8). Harga tertinggi terjadi di Desa Susukan, Kecamatan Susukan yaitu mencapai Rp 1.250/kg. Di Desa ini, termasuk beberapa desa lainnya, ada kecenderungan petani masih fanatik menggunakan pupuk Urea produksi PT. PKC, walaupun wilayah Cirebon merupakan tanggung jawab PT. Pusri.
Alasannya, penggunaan pupuk Urea produksi PT. PKC
menyebabkan pertanaman padi cepat menghijau, sementara pupuk Urea produksi PT. Pusri agak
lamban.
Sehingga ketika petani
mempunyai modal, mereka akan lebih memilih menggunakan pupuk Urea produksi PT. PKC yang didatangkan dari kabupaten lainnya, seperti Indramayu. Konsekuensinya petani harus membayar lebih mahal.
Tabel 8. Keragaan Jumlah Pemakaian dan Harga Beli Pupuk Urea Pada Tingkat Petani di Beberapa Wilayah di Kabupaten Cirebon, Juli 2005. Lokasi
Harga Zak (Rp/kg)
Harga Eceran (Rp/kg)
1. Desa Pagegaban, Kec Palimanan
1.080 – 1.200
1.350
2. Desa Beber, Kec Beber
1.080 – 1.200
1.350
3. Desa Susukan, Kec. Susukan
1.070 – 1.250
1.400
Rataan
1.077 – 1.217
1.367
Volume Pemakaian Urea = 300 - 450 kg/ha
Penggunaan pupuk Urea di tingkat petani di Kabupaten Subang juga sudah diatas dosis pemupukan yang dianjurkan. Menurut hasil kajjian Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan setempat, bahwa dosis pemakaian pupuk Urea yang dianjurkan berkisar 170 – 250/kg, sementara dalam kenyataan tingkat penggunaan pupuk jenis ini sudah mencapai 300 – 450 kg/ha. 3. Persepsi Petani Terhadap Sistim Penyaluran Pupuk Bersubsidi VI-118
Secara umum persepsi petani terhadap sistem pendistribusian pupuk saat ini kurang baik. Hal ini terbukti petani sering kesulitan dalam mendapatan pupuk. Kalaupun dapat, harganya sudah sangat mahal. Mereka membandingkan pada masa Bimas tidak ada masalah dalam mendapatkan pupuk. Ada beberapa hal yang diduga sebagai penyebab kurang efektifnya sistem pendistribusin pupuk. Pertama, tidak adanya pengawasan secara ketat dari pemerintah dalam pengawasan pendistribusian pupuk pada Lini IV (pengecer). Petani dengan bebas membeli pupuk kemana saja dan tidak juga pernah ditanya untuk apa. Bagi petani yang bermodal besar bisa membeli pupuk dalam jumlah besar dan menyimpannya, dan selanjutnya seringkali menjual ke petani bermodal lemah dengan harga sangat mahal. Pemerintah sebaiknya mengawasi secara ketat sehingga pendistribusian pupuk bersubsidi sampai kepada yang berhak dan tepat penggunaan. Kedua, tidak berfungsinya kelompok tani dalam menjembatani petani untuk mendapatkan pupuk menyebabkan petani kalah bersaing dengan petani bermodal untuk mendapatkan pupuk. Sebenarnya melalui kelompok tani seperti dulu ada jaminan petani akan mendapatkan pupuk sesuai jumlah, jenis, dan waktu pemupukan yang tepat. Petani pun dapat membayar pupuk setelah panen (yarnen) melalui kelompok tani dengan bunga yang terjangkau. Ketiga, sering munculnya kelompok tani siluman yang seringkali membeli pupuk dalam jumlah besar selanjutnya untuk disimpan dan akan dijual kembali pada saat ada isu kelangkaan pupuk. Keempat, masih terbatasnya jumlah pengecer resmi terutama pada daerah-daerah tertentu sehingga memicu munculnya pengecer-pengecer tidak resmi. Melalui perbanyakan pengecer resmi terutama pada wilayah R2 (Ring 2) dan R3 (Ring 3) maka akan mampu menghambat munculnya pengecer tidak resmi dan pengecer musiman. 3.1.4. Alternatif Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi. Subsidi dihitung pada tingkat pengecer. Sehingga pabrik bertanggung-jawab atas biaya angkut sampai ke pengecer. Pengecer memperoleh biaya angkut dan marjin keuntungan dari pabrik dan bukan dari petani. Dengan demikian, pemerintah hanya fokus dengan penyaluran pupuk dengan azas 6T. Pelaksanaan subsidi tingkat pengecer menuntut pembebasan rayonisasi dan kuota sehingga siapapun dapat masuk ke dalam pasar. Sehingga keadaan ini akan menciptakan persaingan melalui: a. Peningkatan pelayanan kepada petani b. Harga HET yang lebih rendah (menguntungkan petani dan pemerintah) c. Terpenuhi azas 6T
VI-119
Kebijakan ini harus disertai dengan pembenahan sistem penerimaan antara pengecer dengan petani. Pemerintah harus dapat menetapkan rencana kebutuhan pupuk untuk menentukan besaran subsidi dan ketersediaan pupuk bersubsidi diwilayah serta menghindarkan dampak disparitas harga.
3.2. Kasus Jawa Tengah 3.2.1. Implementasi Sistem Distribusi Pupuk Urea Kajian di Jawa Tengah menunjukkan bahwa petani cenderung menggunakan pupuk secara kurang berimbang. Umumnya petani memberikan pupuk Nitrogen khususnya Urea cenderung berlebih jauh di atas dosis anjuran (300-450 kg vs 200-250 Kg/ha) dan sedikit dibawah dosis untuk pupuk Phospor atau SP-36 (100 Kg vs 50-75 Kg/Ha, dan sangat kurang untuk pupuk Kalium atau pupuk KCl (50 Kg vs 0-25 Kg/Ha). Permasalahan ini menjadi kompleks karena petani menghadapi dua persoalan yaitu disatu sisi harga jual produk pertanian cenderung stagnan dan pada sisi lain petani dihadapkan pada masalah meningkatnya biaya produksi dari waktu ke waktu. Kalau kondisi ini dibiarkan terus berlanjut, dikawatirkan dapat menyebabkan terganggunya stabilitas produksi pertanian khususnya padi. Kondisi dan permasalahan di atas menyebabkan tidak mudahnya menyusun perencanaan kebutuhan pupuk di suatu wilayah yang memenuhi enam tepat, yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan antara rencana kebutuhan yang diajukan dan realisasi alokasi penyaluran pupuk di masing-masing daerah. Dasar dan Mekanisme Pengajuan Kebutuhan Pupuk Kebutuhan pupuk tingkat propinsi merupakan penjumlahan total dari kebutuhan pupuk di seluruh kabupaten dalam wilayah propinsi yang bersangkutan. Pengajuan rencana jumlah kebutuhan pupuk didasarkan atas dosis pemupukan dan luas areal tanam suatu wilayah. Dosis pupuk yang digunakan untuk menghitung kebutuhan pupuk bervariasi antar lokasi. Kasus di Kabupaten Sragen: dosis anjuran pupuk oleh Dinas Pertanian Kabupaten sama dengan dosis anjuran rataan nasional; Kabupaten Klaten: dosis anjuran pupuk sama dengan dosis rataan nasional, dan khusus untuk pupuk Urea ditambah 50 kg/ha; dan Kasus Kabupaten Boyolali: dosis pupuk aktual yang dipraktekkan petani (300-450 kg/ha) dijadikan dasar untuk perencanaan kebutuhan pupuk. Sementara itu, alokasi pupuk bersubsidi VI-120
didasarkan atas dosis pupuk yang dikeluarkan melalui SK Menteri Pertanian yang relatif seragam antar wilayah. Kondisi ini menyebabkan adanya variasi kesenjangan antara rencana kebutuhan pupuk yang diajukan, dengan rencana dan realisasi penyaluran yang dilakukan oleh Produsen Pupuk sesuai rayon wilayah pemasarannya. Mekanisme pengajuan pupuk adalah sebagai berikut : (1) Dinas Pertanian Kabupaten mengusulkan rencana kebutuhan pupuk dan ditandatangani melalui SK Bupati/Walikota; (2) Dari Kabupaten diajukan ke Propinsi melalui koordinasi Dinas Pertanian Propinsi dan ditandatangani Gubernur melalui SK Gubernur; (3) Selanjutnya diajukan ke Pemerintah Pusat;
(4) Realisasi alokasi pupuk bersubsidi
ternyata lebih mengacu pada SK Menteri Pertanian dibandingkan dosis pemupukan praktek petani; dan (5) Namun ada mekanisme tertentu untuk mengajukan tambahan pupuk jika terjadi kelangkaan atau kekurangan pupuk, misalnya terjadi pergeseran pola tanam dari palawija ke padi. 1. Rencana dan Realisasi Penyaluran Pupuk Rencana Kebutuhan Urea Rencana kebutuhan pupuk Urea Bersubsidi di Propinsi Jawa Tengah dapat disimak pada Lampiran 1, 4, dan 5. Berdasarkan tabel tersebut dan hasil kajian di lapang memberikan beberapa informasi pokok sebagai berikut : 1. Total rencana kebutuhan pupuk Urea yang diajukan oleh Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 sebesar 672.031 ton dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 719.280 ton. 2. Bulan-bulan dimana rencana kebutuhan pupuk tinggi, terjadi pada bulan Oktober, Nopember, dan Desember dengan rencana kebutuhan pada periode (2004-2005) yang diajukan masing-masing sekitar 84 ribu – 88 ribu ton, 104 ribu –109 ribu ton, dan 70 ribu –78 ribu ton per bulan. 3. Bulan-bulan dimana rencana kebutuhan pupuk moderat terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni dengan rencana kebutuhan yang diajukan masing-masing sekitar 53 ribu – 59 ribu ton, 56 ribu – 59 ribu ton, 59 ribu – 65 ribu ton, 64 ribu –67 ribu ton, 54 ribu – 59 ribu ton, dan 45 ribu – 47 ribu ton per bulan. 4. Bulan-bulan dimana rencana kebutuhan pupuk rendah, terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September dengan rencana kebutuhan yang diajukan masing-masing sebesar 33 ribu – 36 ribu ton, 22 ribu – 23 ribu ton, dan 26 ribu – 28 ribu ton per bulan.
VI-121
5. Secara spasial, lokasi-lokasi dengan rencana kebutuhan pupuk tinggi pada periode (2004-2005) terjadi di Kabupaten Grobogan 76 ribu – 77 ribu ton, Wonogiri 39 ribu – 42 ribu ton, Pati 38 ribu ton, Brebes 33 ribu – 35 ribu ton. Untuk periode yang sama di Kabupaten Klaten dan Sragen yang merupakan sentra produksi padi membutuhkan 21 ribu ton dan 29 ribu – 32 ribu ton. Sementara itu, wilayah rencana kebutuhan pupuknya relatif kecil adalah wilayah kota, seperti Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Surakarta, dan Kota Magelang. Realisasi Alokasi Pupuk Urea Bersubsidi Realisasi alokasi pupuk Urea bersubsidi dan realisasi penyaluran dan penjualan pupuk Urea bersubsidi oleh PPD (Pemasaran Pupuk Daerah) PUSRI di Propinsi Jawa Tengah dapat disimak pada Lampiran 2, 3, 7, 8, dan 9. Berdasarkan tabel tersebut dan hasil kajian dilapang memberikan beberapa informasi pokok sebagai berikut : 1. Total realisasi alokasi pupuk Urea bersubsidi di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 sebesar 601.535 ton atau (89,51%) dari rencana yang diajukan sebesar 672.031. 2. Bulan-bulan dimana realisasi alokasi pupuk tinggi, terjadi pada bulan Oktober, Nopember, dan Desember dengan alokasi pada tahun 2004 masing-masing sebesar 75.598 ton, 93.229 ton, dan 62.432 ton atau sebesar (89,51%) dari rencana kebutuhan per bulan. 3. Bulan-bulan dimana realisasi alokasi pupuk moderat, terjadi pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni dengan alokasi masing-masing sebesar 47 ribu ton, 50 ribu ton, 53 ribu ton, 57 ribu ton, 48 ribu ton, dan 40 ribu ton atau (89,51 %) dari rencana kebutuhan pupuk yang diajukan per bulan. 4. Bulan-bulan dimana realisasi alokasi pupuk rendah, terjadi pada bulan Juli, Agustus, dan September dengan realisasi alokasi masingmasing sebesar 29 ribu ton, 21 ribu ton, dan 24 ribu ton atau (89,51%) dari rencana kebutuhan yang di ajukan per bulan. 5. Secara spasial, lokasi-lokasi dengan realisasi alokasi pupuk tinggi pada tahun 2004 terjadi di kabupaten-kabupaten Grobogan 68 ribu ton, Wonogiri 35 ribu ton, Pati 34 ribu ton, Brebes 29 ribu ton atau (89,51%) dari rencana kebutuhan yang diajukan. Untuk periode yang sama di Kabupaten Klaten dan Sragen yang merupakan sentra produksi padi realisasi alokasi masing-masing sebesar 18 ribu ton (89,51%) dan 26 ribu ton (89,76%) dari rencana kebutuhan yang diajukan. 6. Nampak bawa terdapat kesenjangan antara rencana kebutuhan pupuk yang diajukan dengan realisasi alokasi yang disalurkan dengan proporsi yang hampir sama (89,51%) yang disebabkan oleh perbedaan asumsi dosis pupuk yang digunakan dalam perhitungan. VI-122
Realisasi Penjualan Pupuk Urea oleh PPD PUSRI-Jateng Realisasi penjualan dan penyaluran pupuk Urea oleh PPD PUSRI (2004-2005) di Propinsi Jawa Tengah serta di Kabupaten Klaten dan Sragen dapat disimak pada Lampiran 3, 7, 8, dan 9. Berdasarkan tabel tersebut dan hasil kajian di lapang memberikan beberapa informasi pokok sebagai berikut : 1. Total realisasi penjualan pupuk Urea oleh PPD PUSRI-Jateng di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 sebesar 735.158,11 ton dan pada tahun 2005 hingga bulan Juli telah mencapai 421.602 ton. 2. Bulan-bulan dimana realisasi penjualan pupuk Urea moderat hingga tinggi terjadi pada bulan Oktober-Juli (2004-2005) berkisar antara 50 ribu – 103 ribu ton per bulan. 3. Bulan-bulan dimana rencana kebutuhan pupuk kecil terjadi pada bulan Agustus dan September masing-masing dengan realisasi penjualan 33 ribu – 34 ribu ton per bulan. 4. Secara spasial, lokasi-lokasi dengan rencana kebutuhan pupuk tinggi pada periode (2004-2005) terjadi di Kabupaten-kabupaten Grobogan, Blora, Sragen, dan Kabupaten Pati. Untuk periode yang sama di Kabupaten Klaten dan Sragen yang merupakan sentra produksi padi realisasi penjualan mencapai sebesar 22.465,35 ton dan 41.093,75 ton. Sementara itu wilayah yang kecil realisasi penjualan pupuknya adalah wilayah kota, seperti Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Surakarta, dan Kota Magelang. 5. Nampak bahwa secara umum realisasi penjualan pupuk lebih besar dari rencana kebutuhan dan realisasi alokasi, hal ini antara lain disebabkan oleh : (1) penjualan pupuk Urea oleh PUSRI mencakup kebutuhan untuk pupuk Urea bersubsidi (pangan dan perkebunan rakyat) maupun yang tidak bersubsidi (perkebunan besar); (2) dosis pemupukan khususnya Urea yang dilakukan oleh petani di atas dosis pemupukan rekomendasi; dan (3) adanya mekanisme penambahan pupuk oleh Pemda Kabupaten melalui Pemda Propinsi ke PPD PUSRI, karena adanya pergeseran pola tanam dari palawija ke padi pada MK. 2. Evaluasi Sistem dan Mekanisme Distribusi Pupuk Bersubsidi Prinsip Dasar Pemberian Subsidi Pupuk Prinsip dasar kebijakan pemberian subsidi pupuk antara lain adalah : (1) terpenuhinya azas enam tepat dalam distribusi pupuk, yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu, dengan demikian petani dapat didorong menggunakan pupuk sesuai teknologi VI-123
pemupukan yang dianjurkan di masing-masing wilayah (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004); (2) karena subsidi tersebut ditujukan untuk petani, maka seharusnya subsidi tersebut betul-betul dapat diterima oleh petani, dengan indikasi keberhasilan apabila pengecer menjual dan petani membayar harga pupuk tersebut sebesar HET; (3) kebijakan pemberian subsidi pupuk tersebut tidak merugikan pabrikan pupuk, sehingga bagi pabrikan pupuk dapat menerima keuntungan yang wajar; (4) agar kebijakan pemberian subsidi pupuk yang ditetapkan pemerintah dapat diamankan di tingkat pengecer atau petani, maka harus didukung oleh pola pendistribusian yang efektif dan efisien; dan (5) perlunya seperangkat sistem dan mekanisme pengawasan yang baik dengan instrumen penerapan sanksi atau hukum yang tegas bagi yang melakukan pelanggaran. Sistem Rayonisasi Adanya permasalahan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi menyebabkan pemerintah kembali melakukan penyesuaian dalam sistem distribusi pupuk melalui sistem rayonisasi. Pada sistem rayonisasi pabrik pupuk harus melayani pasokan ke tingkat kabupaten atau Lini III, sementara itu pada sistem mekanisme distribusi dibebaskan produsen pupuk hanya bertanggung jawab hingga pemasaran di Lini II (pemasokan di tingkat propinsi). Saat ini, pembelian pupuk oleh umum di Lini I dan II tidak diperbolehkan. Selain dilarang melakukan pembelian pupuk di Lini I dan II, distributor diwajibkan membuat manajemen stok pupuk dan memenuhi berbagai persyaratan yang cukup ketat. Kebijakan pembelian pupuk di lini I (pabrik) dan lini II (distributor Propinsi) ditetapkan atas usulan ‘Tim Interdep’ yang terdiri dari; pengusaha (produsen), Deptan, Depperindag, Dephut, Kantor Menko Perekonomian, Kantor Menegkop, dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Tugas Tim Interdep adalah merumuskan rencana kebutuhan pupuk untuk sektor pertanian, yang dalam prakteknya yang banyak berperan adalah Dinas Pertanian dan Bupati/Walikota. Untuk distributor di wilayah Jawa diharuskan menyediakan stok untuk kebutuhan satu minggu, sedangkan untuk distributor di luar Jawa harus menyediakan stok untuk kebutuhan dua minggu. Untuk menanggulangi harga pupuk yang dirasakan mahal oleh petani, maka pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan subsidi transportasi pupuk, khusus untuk daerah terpencil (remote areas) sebesar Rp 200 per kg. Sistem rayonisasi yang terakhir menggunakan subsidi bahan baku gas. Namun demikian, implementasi kebijakan sistem rayonisasi dalam penyaluran pupuk masih belum efektif dan cenderung menyebabkan terjadinya miss-alokasi penyaluran pupuk antar wilayah. Kasus terjadinya kelangkaan pupuk dan melonjaknya harga di atas HET, terutama jenis Urea, kembali terjadi secara berulang pada setiap musim tanam atau musim penggunaan pupuk tinggi. Hasil kajian di VI-124
lapang menunjukkan beberapa temuan berikut : (1) ketersediaan pupuk relatif terjamin terutama di tingkat distributor dan pengecer resmi, sedangkan untuk distributor dan pengecer tidak resmi sering mengalami kekosongan; (2) harga eceran tertinggi (HET) pupuk melalui distributor dan pengecer resmi masih relatif terkendali pada harga Rp. 1.050/kg, (3) HET pupuk melalui pengecer tidak resmi, kios-kios kecil, dan kelompok tani di atas HET, karena menerima harga dari distributor atau pengecer resmi sebesar Rp. 1.050-1.100/kg, sehingga mereka menjual ke petani dengan harga Rp. 1.100-1.300/kg tergantung kondisi pasar dan lokasi, (4) terjadi perembesan pupuk dari wilayah pemasaran yang satu ke wilayah pemasaran yang lain dalam pasar yang sama (pasar bersubsidi), yang menunjukkan tidak efektifnya Pola Kerjasama Operasional (KSO) pada sistem rayonisasi; (5) Terjadinya lonjakan harga di tingkat pengecer dan petani, juga dipicu oleh HET yang ditetapkan pemerintah sudah tidak realistis lagi, biaya tebus yang ditetapkan pemerintah di Lini II sebesar Rp. 980,-/kg, setelah ditambah biaya transportasi Rp.20-30/kg dan bongkar muat Rp. 5/kg, fee distributor sebesar Rp 20/kg, dan biaya tidak resmi lainnya Rp. 5/kg, maka biaya pokok di tingkat distributor sekitar Rp.1.030-1035/kg. Kondisi ini mendorong distributor menjual dengan harga diatas HET.
3.2.2. Kinerja Penyaluran Pupuk di Lini IV 1. Wilayah Kerja dan Volume Penyaluran Wilayah kerja dalam penyaluran pupuk melalui sistem rayonisasi dilakukan pembagian di antara produsen pupuk. Untuk Propinsi Jawa Tengah menjadi tanggung jawab PT. PUSRI. Pada masing-masing wilayah pemasaran, Pemasaran Pupuk Daerah (PPD) menunjuk distributor yang memenuhi beberapa persyaratan.
Penunjukan sebagai distributor oleh PPD PUSRI harus memenuhi beberapa
persyaratan: (1) berbentuk badan hukum; (2) bergerak dalam bidang usaha perdagangan umum; (3) berpengalaman sebagai distributor pupuk minimal 2 musim tanam dan telah menunjukkan kinerja distribusi yang baik sesuai penilaian produsen, hasil kajian di Kabupaten Klaten dan Sragen distributor yang ditunjuk telah berpengalaman puluhan tahun dalam distribusi dan perdagangan pupuk; (4) memiliki pengurus yang aktif menjalankan roda organisasi; (5) memenuhi persyaratan umum untuk melakukan kegiatan perdagangan yaitu Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang semuanya telah dipenuhi; (6) memiliki atau menguasai sarana untuk kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi, berupa gudang (pemilikan 1-2 unit) dengan kapasitas 500-750 ton/unit dan alat transportasi (2-3 unit) dengan kapasitas angkut 6-7,5 ton, sehingga dapat menjamin kelancaran penyaluran sesuai dengan yang menjadi tanggung jawabnya ; (7) mempunyai jaminan distribusi di wilayah kerja yang VI-125
ditetapkan oleh produsen minimal 1 (satu) pengecer di setiap kecamatan, kajian di lapang menunjukkan satu distributor memiliki (5-10 pengecer resmi); (8) Memiliki permodalan yang dapat dipercaya dan disepakati oleh produsen ; (9) memenihi persyaratan lain yang ditetapkan oleh produsen. Mekanisme kontrak SPJB antara produsen dengan distributor Ketentuan umum pembuatan kontrak/SPJB (Surat Perjanjian Jual Beli) pupuk bersubsidi antara produsen dengan distributor mencakup :(1) Kontrak/SPJB pupuk bersubsidi antara produsen dengan distributor dibuat untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, perpanjangan kontrak dapat dilakukan apabila menurut penilaian produsen bahwa distributor tersebut memperlihatkan kinerja yang baik ; (2) Pada dasarnya alokasi pupuk bersubsidi dari produsen kepada distributor yang akan dituangkan dalam kontrak/SPJB pupuk bersubsidi berpedoman kepada rencana kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayah pemasaran yang menjadi tanggung jawab produsen masing-masing, kasus di Kabupaten Klaten dan Sragen secara rataan distributor dapat jatah penebusan 25-50 ton/dua hari (kecuali pada hari libur); (3) Kontrak/SPJB pupuk bersubsidi harus memuat sangsi bagi distributor yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyaluran pupuk bersubsidi, dan berdasarkan kajian dilapang ditemukan bahwa secara temporal terjadi pelanggaran, terutama dalam bentuk aliran pupuk ke luar wilayah kerja pemasarannya. Peran Distributor Tugas dan tanggung jawab distributor antara lain adalah : (1) Bertanggung jawab atas kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III ke Lini IV di wilayah kerjanya, di lapang ditemukan bahwa para distributor juga bertindak sebagai pengecer atau menjual langsung ke kelompok-kelompok tani dengan harga yang dapat mencapai Rp. 55.000/50 kg; (2) Bertanggung jawab agar pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah dan jenisnya sampai dan diterima oleh pengecer sesuai nama, alamat dan wilayah kerja yang diajukan pada saat pembelian; (3) Menyalurkan pupuk bersubsidi hanya kepada pengecer yang ditunjuk sesuai dengan harga yang ditetapkan, dijumpai kasus-kasus dalam jumlah terbatas terjadinya perdagangan pupuk antar wilayah pemasaran, masuknya pupuk Kujang ke Jateng dan diduga juga terjadinya aliran pupuk Jateng ke Jatim terutama pada wilayah-wilayah berbatasan; (4) Bertanggungjawab dan menjamin tersedianya stok pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya untuk memenuhi minimal kebutuhan 1 (satu) minggu berikutnya, dalam distributor memiliki kebijakan pupuk dari gudang PPK langsung kirim ke pengecer untuk efisiensi; (5) Melaksanakan sendiri kegiatan pembelian dan penyaluran pupuk bersubsidi, karena itu : (a) tidak dibenarkan melaksanakan penjualan pupuk bersubsidi kepada pedagang dan atau pihak lain yang tidak VI-126
ditunjuk sebagai pengecer resmi, ditemukan penjualan langsung oleh distributor ke kelompok tani dan kios-kios desa; dan (b) tidak dibenarkan memberikan kuasa untuk pembelian pupuk bersubsidi kepada pihak lain, kecuali kepada petugas distributor yang bersangkutan yang dibuktikan dengan Surat Kuasa dari pengurus/Manajer Distributor yang bersangkutan ; (6) Berperan aktif membantu produsen melaksanakan penyuluhan
dan promosi ; (7) Bersama-sama produsen melakukan pembinaan, pengawasan dan penilaian terhadap
pengecer di wilayah kerjanya ; (8) Diwajibkan memasang papan nama dengan ukuran 1 x 1,5 meter sebagai Distributor pupuk yang resmi di wilayah kerjanya ; (9) Melaksanaan koordinasi secara periodik dengan instannsi terkait di wilayah kerjanya ; (10) diwajibkan menyampaikan laporan pengadaan, penyaluran dan posisi stok di gudang yang dikelolanya secara periodik setiap akhir bulan kepada produsen dengan tembusan kepada instansi terkait dengan menggunakan formulir laporan sebagaimana tercantum pada lampiran VI keputusan ini ; (11) distributor menentukan cakupan wilayah penyaluran pupuk bersubsidi kepada para pengecer yang ditunjuknya, dalam prakteknya sulit terutama pengecer-pengecer yang berlokasi di pasar dan di daerah-daerah perbatasan. Beberapa persyaratan penunjukkan sebagai pengecer antara lain adalah : (1) Berbentuk usaha perorangan atau badan usaha yang memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan; (2) Bergerak dalam bidang usaha di perdagangan umum; (3) Berpengalaman sebagai pengecer pupuk minimal 2 musim tanam dan telah menunjukkan kinerja distribusi yang baik sesuai penilaian distributor; (4) Memiliki pengurus yang aktif mengelola perusahaannya; (5) Memiliki atau menguasai sarana untuk kelancaran pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi yang dapat menjamin kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah kerja masing-masing; (6) Mempunyai jaringan distribusi di wilayahnya yang ditetapkan oleh Distributor minimal 1 (satu) di setiap kecamatan; (7) Memiliki permodalan yang dapat dipercaya dan disepakati oleh Distributor; dan (8) Memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh Distributor. Tanggung jawab pengecer antara lain adalah : (1) Bertanggung jawab atas pupuk bersubsidi yang diterima dari Distributor dan kelancaran penyalurannya kepada petani; (2) Menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai peruntukannya; (3) Bertanggungjawab dan menjamin tersedianya stok semua jenis pupuk bersubsidi di wilayah kerja masing-masing untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Distributor yang bersangkutan; (4) Hanya menerima pupuk bersubsidi dari Distributor yang ditunjuk oleh Produsen; (5) Melaksanakan sendiri kegiatan penyaluran pupuk bersubsidi kepada Petani sesuai dengan cakupan wilayah penyalurannya; (6) Menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan Harga Eceran Teringgi (HET) yang berlaku dalam kemasan 50 kg termasuk NPK dalam kemasan 20 Kg, di mana harga Urea Rp. 1.050/kg, dalam kenyataannya ditemukan pengecer yang menjual di atas HET yaitu sebesar Rp.
VI-127
1.100-1.200/kg; (7) Memasang papan nama dengan ukuran 0,50 X 0,75 meter sebagai pengecer resmi dari Distributor yang ditunjuk oleh produsen ; dan (8) Memasang daftar harga sesuai HET yang berlaku. 2. Mekanisme Pengadaan, Penyaluran, dan Tingkat Harga Pengadaan dan Penyaluran Pupuk di Tingkat Distributor dan Tingkat Harga Pengadaan dan penyaluran pupuk Urea di wilayah Jawa Tengah merupakan wilayah rayon yang menjadi tanggung jawab PT PUSRI. Pengadaan pupuk Urea PUSRI masuk ke Propinsi Jawa Tengah melalui pelabuhan Cilacap dan Semarang. Kapasitas Unit Pengantongan Pupuk (UPP) Semarang dan Cilacap sebesar 70 ribu ton/bulan. Harga jual pupuk Urea PUSRI di Lini II - Semarang dan Cilacap sebesar Rp. 940.000-945.000,-/ton. Dari Lini II/UPP Semarang dan Cilacap didistribusikan Gudang Lini III Produsen PT. PUSRI yang terdapat di masing-masing kabupaten. Harga penebusan Urea di Lini III (di Gudang PPK) oleh distributor sebesar Rp. 950-980/kg (tergantung jarak dari UPP Semarang dan Cilacap ke kota-kota kabupaten). Mekanisme pengadaan pupuk di Jawa Tengah dilakukan dengan sistem penjatahan menurut kabupaten berdasarkan realisasi alokasi pupuk bersubsidi dan distributor yang ditunjuk. Terdapat 181 distributor pupuk resmi yang ada di Propinsi Jawa Tengah, sedangkan hasil klarifikasi di tingkat propinsi, kabupaten dan di lapang terdapat 232 distributor. Sementara itu jumlah pengecer diperkirakan >2000. Setelah distributor mengirimkan atau memfax bukti pembayaran melalui rekening Bank maka Distributor akan menerima DO atau bukti penebusan. Penebusan dilakukan di Gudang Lini III, di mana biaya angkut ditanggung oleh Distributor.
Tingkat harga yang dibayar oleh Distributor ke PPK Kabupaten Klaten dan Sragen atau harga
penebusan pupuk Urea oleh distributor sebesar Rp. 980/kg. Selanjutnya pupuk diangkut ke gudang distributor atau langsung ke gudanggudang pengecer resmi. Persepsi PPD PUSRI dan Distributor pupuk di Jawa Tengan lebih baik kalau pasar pupuk dibebaskan saja, karena terbukti semakin diatur menjadi semakin rumit dan tetap terjadi kelangkaan pupuk dan gejolak harga. Pengadaan dan Penyaluran Pupuk di Tingkat Pengecer dan Tingkat Harga Jumlah Distributor pupuk Urea PUSRI di Kabupaten Klaten ada 11 (sebelas) pedagang. Masing-masing distributor membawai 6-8 pedagang pengecer dengan wilayah kerja setiap pengecer 2-4 kecamatan.
VI-128
Pengadaan pupuk Urea bersubsidi di terima di tempat pedagang pengecer resmi dengan harga Rp. 1.020/kg atau kalau kapasitas pedagang pengecer terbatas mengambil sendiri ke distributor dengan harga yang sama Rp. 1.020/kg. Rata-rata kapasitas gudang di pengecer sebesar 10 ton. Kemudian pupuk tersebut disalurkan ke kelompok tani dan petani secara langsung dengan harga Rp. 1.050/kg dengan pembayaran kontan (70 %) dan bayar setelah panen/yarnen (30 %). Tetapi untuk daerah remote, harga eceran pupuk bisa mencapai Rp, 1.300/kg. Untuk pembayaran dengan sistem yarnen dikenakan tingkat suku bunga sebesar 3 %/bulan. Rata-rata volume penjualan oleh pedagang pengecer resmi sebesar 60 ton pada MH dan MK-I dan 40 ton pada MK-II. 3. Persepsi Pedagang Pengecer Terhadap Sistem Penyaluran Pupuk Persepsi pedagang pengecer terhadap sistem penyaluran pupuk berbeda antar jenis pedagang pengecer. Bagi pedagang pengecer resmi sistem penyaluran melalui sistem rayonisasi di pandang lebih baik dengan beberapa argumen sebagai berikut: (1) secara periodik pengadaan pupuk lebih terjamin; (2) Penyaluran pupuk ke petani juga berjalan lancar, karena tidak terjadi persaingan pupuk antar produsen dan antar pedagang pengecer, sehingga resiko kerugian hampir tidak ada; (3) Kelangkaan pupuk relatif dapat ditekan dengan harga yang relatif stabil, dengan kisaran harga Rp 1.050 - Rp 1.100/kg dan untuk daerah remote area bisa mencapai Rp 1.200 – Rp 1.300/kg; dan (4) Mekanisme sistem pembinaan dan pengawasan juga lebih mudah. Bagi pengecer tidak resmi sistem rayonisasi di pandang kurang menguntungkan karena beberapa alasan: (1) adanya perbedaan harga antara pedagang pengecer resmi dan tidak resmi meskipun membeli di pedagang distributor yang sama; (2) menciptakan persaingan yang tidak sehat antar pedagang pengecer padahal sama-sama melayani masyarakat petani; (3) sistem ini hanya memberikan margin tataniaga yang sangat tipis (Rp 50-100/kg) dengan volume penjualan yang relatif kecil, sehingga berjualan pupuk di pandang sebagai kerja bakti, pedagang pengecer lebih mengandalkan mendapatkan keuntungan dari penjualan pestisida.
3.2.3. Kinerja Penggunaan Pupuk di Tingkat Petani 1. Mekanisme Perolehan Pupuk di Tingkat Petani dan Tingkat Harga VI-129
Pada saat distribusi pupuk dilakukan dengan sistem rayonisasi maka petani sebagian pesar memperoleh pupuk langsung dari pedagang pengecer resmi (60%), langsung ke pedagang distributor di kota (10%) dengan harga sama dengan harga di pedagang pengecer, dan melalui KUD/Koptan/Kelompok Tani pengecer (10%), dan melalui kios-kios pengecer tidak resmi (20%). Sistem transaksi di tingkat petani sebagian besar dilakukan secara kontan atau bayar tunai (70%) dan bayar setelah panen (30%). Tingkat harga yang dibayar petani bervariasi antar wilayah di dalam satu propinsi dan antar kecamatan atau desa dalam Kabupaten yang sama. Hasil pemantuan dan evaluasi serta hasil kajian dilapang memberikan informasi tentang tingkat harga yang di jual pedagang pengecer dan tingkat harga di bayar oleh petani. Secara lebih terperinci dapat disimak pada Tabel 9. Tabel 9. Tingkat Perkembangan Harga Hasil Pemantauan dan Kajian di Propinsi Jawa Tengah, 2005. No.
Kabupaten
1.
Jepara 1)
2.
Magelang1)
3.
Tegal
1) 1)
Pengecer Resmi Remote Aksessibilitas Area Baik 1.050 1.100
Pengecer Non Resmi Remote Aksessibilitas Area Baik 1.200 1.300
1.050
1.100
1.200
1.250-1.300
1.050
1.100
1.100-1.150
1.200-1.300
4.
Kendal
1.050
1.100
1.100-1.150
1.200
5.
Klaten2)
1.050
1.100
1.080-1.140
1.200
6.
Sragen2)
1.050
1.100
1.080-1.140
1.200
Sumber : 1) Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah, 2005 2) Data Primer, 2005
Beberapa temuan pokok hasil pemantauan dan evaluasi serta kajian di Kabupaten Klaten dan Sragen adalah sebagai berikut : 1. Ketersediaan Stok pupuk di gudang baik di Lini III, Distributor, dan pengecer resmi kurang memenuhi target yang ditetapkan, sehingga produsen pupuk yang bertanggung jawab pada wilayah pemasaran diharapkan menambah pasokan pupuk setiap bulannya, hal ini disebabkan jatah yang diterima para distributor berkisar antara 25-50 ton/2hari, namun yang sering terealisasi adalah 25 ton/2hari.
VI-130
2. Adanya variasi ketersediaan stok di distributor yang kurang merata, baik antar wilayah atau tempat maupun antar waktu, diperkirakan pada saat musim tanam atau musim penggunaan pupuk tinggi akan terjadi kelangkaan pupuk dan harga di atas HET. 3. Adanya distributor yang berdomisili di luar wilayah kerjanya akan menyulitkan tim pemantau pupuk dan mendorong terjadinya aliran pupuk ke luar wilayah layanan. 4. Masih ditemukan beredarnya pupuk Urea non PUSRI di wilayah Jawa Tengah, seperti pupuk Kujang dan Petrokimia Gresik, karena adanya beberapa daerah yang fanatik terhadap merk pupuk Kujang, seperti yang dijumpai di Kabupaten Klaten. Beberapa akibat yang ditimbulkan dari beberapa permasalahan di atas antara lain adalah : 1. Adanya kesenjangan antara rencana kebutuhan pupuk dengan kebutuhan riil petani, karena secara umum petani menggunakan pupuk Urea jauh di atas dosis rekomendasi. 2. Peluang terjadinya kelangkaan pupuk yang akan berdampak pada peningkatan harga pupuk di atas harga HET. 3. Konsekuensinya adalah menambah beban biaya produksi yang harus ditanggung petani atau subsidi yang dikeluarkan pemerintah tidak sepenuhnya diterima oleh petani. 4. Menimbulkan keraguan bagi kalangan masyarakat petani di pedesaan terhadap keseriusan pemerintah dalam memberikan subsidi pupuk. 5. Meskipun telah dibentuk tim pengawas pupuk pada berbagai tingkatan, dalam prakteknya pemantauan dan pengawasan secara keseluruhan sulit dilakukan, karena keterbatasan personil dan pendanaan. 6. Mengurangi alokasi dan ketersediaan pupuk Urea bersubsidi pada daerah-daerah terpencil.
2. Persepsi Petani Terhadap Terhadap Sistem Penyaluran Pupuk Bersubsidi Fenomena terjadinya kelangkaan pupuk terutama jenis pupuk Urea, merupakan kasus kejadian yang berulang hampir setiap tahun, terutama pada saat musim tanam atau menjelang dan saat pemupukan. Fenomena ini ditandai oleh melonjaknya harga pupuk di tingkat pengecer atau petani, jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Kelangkaan pupuk dan kenaikan harga pupuk di atas HET ini antara VI-131
lain disebabkan beberapa faktor: (1) masih adanya kelemahan program kebijakan distribusi pupuk yang dibangun; (2) belum dipatuhinya secara sempurna peraturan-peraturan tentang distribusi pupuk bersubsidi oleh pihak-pihak terkait dalam hal ini adalah produsen pupuk, distributor, pengecer resmi dan kios-kios kecil atau pengecer tidak resmi; (3) masih adanya senjang dosis pemupukan yang dipakai dalam penyusunan rencana kebutuhan pupuk yang diajukan dengan dosis pupuk yang dipraktekkan petani; (4) adanya aliran pupuk dari satu wilayah ke wilayah lain dalam pasar pupuk yang sama (pasar bersubsidi), baik antar daerah dalam wilayah pemasaran yang sama maupun antar propinsi atau wilayah pemasaran yang berbeda; dan (5) adanya ekspor pupuk Urea baik secara legal maupun ilegal karena adanya disparitas harga yang cukup tinggi. Pada prinsipnya para petani berfikir secara sederhana terhadap usahatani yang digelutinya, yaitu bagaimana usahatani yang dilakukan dapat memberikan tingkat produktivitas tinggi dan output yang dihasilkan dapat laku dijual dengan harga yang layak. Persepsi petani terhadap sistem penyaluran pupuk bersubsidi dengan mekanisme dan sistem yang manapun adalah bagaimana pupuk tersedia secara cukup dengan harga yang seimbang antara harga pupuk dengan harga jual gabah atau beras. Persepsi petani terhadap mekanisme dan sistem distribusi pupuk rayonisasi atau pembagian wilayah pemasaran adalah sebagai berikut: (1) dalam sistem ini secara relatif ketersediaan pupuk dan harga cukup stabil, meskipun diakui secara temporal masih terjadi kelangkaan dan harga di atas HET, sesungguhnya pada mekanisme pasar bebas tingkat ketersediaannya lebih baik namun jika ada gejolak tidak ada yang bertanggung jawab; (2) sebagian besar petani di daerah-daerah sentra produksi padi dengan aksessibilitas baik dapat menerima harga sesuai HET, meskipun terjadi kasus-kasus kecil harga di atas HET, terutama jika petani membeli dengan sistem pembayaran setelah panen atau jika petani membeli dari pengecer tidak resmi; (3) secara umum petani di daerah-daerah terpencil atau remote area membayar harga pupuk jauh di atas HET. 3.2.4. Alternatif Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi Untuk menjamin ketersediaan pupuk yang memenuhi 6 (enam) azas tepat yaitu tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu serta untuk dapat menjamin HET yang ditetapkan pemerintah aman sampai di tingkat pengecer atau petani pengguna, maka di perlukan beberapa penyempurnaan dengan dukungan managemen operasional yang efektif dan efisien. 1. Pelaku Distribusi (Holding Company, Rayonisasi, Pasar Bebas) VI-132
Holding Comapany dengan PT PUSRI sebagai Monopoli Distribusi Berbagai permasalahan pokok yang dihadapi pada periode holding company antara lain adalah: (1) Tidak adanya standarisasi produk pupuk Urea antar produsen pupuk, yang ada hanyalah pemberian kantong yang sama; (2) Kurang adanya persaingan yang sehat menyebabkan kurangnya inovasi dalam industri pupuk dalam menghasilkan pupuk berkualitas; (3) Terjadinya perembesan atau aliran pupuk bersubsidi ke non-subsidi (sub sektor tanaman ke sub sektor perkebunan besar); (4) Disinyalir terjadinya ekspor ilegal pupuk (Urea) akibat terjadinya disparitas harga yang cukup tinggi antara pasar dalam negeri dan luar negeri; (5) Tingginya harga pupuk impor (KCL, TSP, dan ZA) karena melemahnya nilai rupiah terhadap dolar. Pelaku distribusi pada sistem holding company ini nyaris sepenuhnya dikuasai oleh PT. PUSRI dengan jaringan infrastruktur kelembagaan baik berupa kantor PPD Propinsi dan PPK Kabupaten dan prasarana pergudangan yang relatif tersedia di seluruh wilayah. Pada periode tersebut distribusi pupuk dilakukan melalui distributor yang ditunjuk oleh PT. PUSRI, namun belum menggunakan persyaratan-persyaratan yang memadai, sehingga penyimpangan pada periode ini cukup besar, sehingga kelangkaan pupuk dan gejolak harga masih sering terjadi. Rayonisasi atau Pembagian Wilayah Pemasaran Hasil kajian di lapang tentang sistem distribusi pupuk dengan sistem rayonisasi merefleksikan beberapa hal pokok sebagai berikut: (1) ketersediaan pupuk relatif tersedia terutama untuk distributor dan pengecer resmi, sedangkan untuk distributor dan pengecer tidak resmi sering mengalami kekosongan; (2) Ditemukan adanya distributor yang menjual langsung ke kelompok tani atau kios pengecer tidak resmi, dengan cara membuka Usaha Dagang (UD) lain dengan nama berbeda yang khusus ditujukan untuk melayani pengecer tidak resmi dan kelompok tani dengan harga ditingkat distributor sebesar HET di tingkat pengecer; (3) harga eceran tertinggi (HET) pupuk melalui distributor dan pengecer resmi masih relatif terkendali pada harga Rp 1.050/kg, namun harga pupuk melalui pengecer tidak resmi, kios-kios kecil, dan kelompok tani di atas HET, karena dia menerima harga dari distributor atau pengecer resmi sebesar Rp 1.050 – Rp 1.100 /kg, sehingga mereka menjual ke petani dengan harga Rp 1.100 – Rp 1.300/kg tergantung kondisi pasar dan lokasi; (4) terjadi perembesan pupuk dari wilayah pemasaran yang satu ke wilayah pemasaran yang lain dalam pasar yang sama (pasar bersubsidi), yang menunjukkan tidak efektifnya Pola Kerjasama Operasional (KSO) pada sistem rayonisasi; (5) Terjadinya lonjakan harga di tingkat pengecer dan petani, juga dipicu oleh HET yang ditetapkan pemerintah sudah tidak realistis lagi. Pada saat ini terdapat distribuor resmi sebanyak 181 unit yang VI-133
tersebar di 29 Kabupaten atau Kota di wilayah Jawa Tengah. Namun hasil penelusuran di lapang diperoleh informasi bahwa jumlah distributor ini sedikit lebih besar lagi. Sebagai ilustrasi di Kabupaten Klaten terdapat 6 distributor resmi, hasil klarifikasi di lapang ternyata terdapat 11 distributor resmi, di mana 4 distributor berdomisili di Klaten dan 7 berdomisili di luar Klaten. Kasus yang sama ditemukan di Kabupaten Sragen, distributor yang terdaftar di PPD PUSRI Jawa Tengah berjumlah 8 unit, namun hasil klarifikasi berjumlah 12 unit. Sehingga secara keseluruhan jumlah distributor di Propinsi Jawa Tengan berjumlah 232 unit dengan pengecer di atas 2.000 unit. Mekanisme Pasar Bebas Sementara itu, dampak negatif dari kebijakan distribusi pupuk melalui mekanisme pasar bebas antara lain adalah: (1) tidak adanya tanggung jawab bagi para pelaku ekonomi pupuk seperti produsen, distributor, dan pengecer dalam menjaga ketersediaan dan stabilitas harga pupuk; (2) munculnya pelaku-pelaku tataniaga pupuk yang berperilaku hit and run, yaitu masuk ke pasar saat musim pemupukan dan meninggalkan pasar saat harga kurang menarik; (3) munculnya pupuk alternatif yang relatif murah, namun dengan standar mutu produk yang tidak terjamin; (4) menurunnya penggunaan pupuk SP-36, KCl, dan ZA oleh petani karena harganya relatif mahal, dan (4) pasar pupuk yang mengarah ke oligopolistik, dimana hanya distributor bermodal kuat yang mampu membeli pupuk di Lini I dan II, serta bebas menyalurkan pupuk ke daerah yang bukan wilayah kerjanya. Pada sistem manapun yang dipilih, penyempurnaan yang perlu dilakukan, antara lain adalah: (1) adanya standarisasi produk pupuk antar produsen baik secara fisik maupun kandungan unsur haranya, sehingga secara alami produsen pupuk akan menjual produk kedaerah-daerah dalam jangkauan yang efektif dan efisien; (2) Setiap produsen pupuk wajib memiliki atau menguasai gudang hingga Lini III pada wilayah-wilayah pemasarannya dan didukung oleh sarana dan prasarana pendukung secara baik; (3) Adanya persyaratan-persyaratan yang memadai dalam penunjukkan distributor dan pengecer pupuk resmi; (4) Untuk mendorong tingkat persaingan yang kondusif maka produsen dianjurkan melibatkan partisipasi berbagai kelembagaan ekonomi yang eksis dan memenuhi syarat di masing-masing wilayah, seperti swasta, BUMN/BUMD, Koperasi/KUD/ Koptan, Kelembagaan Gaboktan dan Kelompok Tani; (6) Memperbanyak pengecer resmi hingga merata di seluruh wilayah kecamatan-kecamatan dan pelosok desa; dan (8) Adanya sistem pengawasan yang handal dan didukung oleh personil yang handal dan dukungan pendanaan untuk menghindari penumpukan pupuk secara berlebihan dan melindungi petani dari pemalsuan pupuk; serta (9) Dapat ditegakkannya sistem hukum baik sistem reward and punishment yang dapat menunjang sistem distribusi pupuk secara efektif dan efisien. VI-134
2. Sistem Distribusi Berdasarkan analisis terhadap sistem distribusi pupuk yang pernah diberlakukan mempunyai keunggulan dan kelemahan masingmasing. Beberapa penyempurnaan yang dipandang dapat memperlancar mekanisme dan sistem distribusi antara lain adalah : 1. Pemerintah Daerah melalui Dinas Teknis Pembina tingkat kabupaten/kota bersama produsen pupuk merencanakan kebutuhan pupuk bersubsidi per musim tanam selama satu tahun, dirinci menurut kecamatan dan desa. 2. Adanya dualisme dalam penentuan dosis pemupukan yang digunakan yaitu berdasarkan SK Menteri Pertanian dan berdasarkan dosis pupuk praktek petani harus ada solusi, khususnya untuk pupuk Urea, solusi dapat ditempuh dengan memberi toleransi lebih dalam batas yang wajar (50 kg/ha). 3. Produsen pupuk menyiapkan stok pupuk bersubsidi di GPP (lini II) sesuai dengan SK Bupati/Walikota dan menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut sesuai dengan D.O. yang diminta oleh SPPB (Stasiun Penyaluran Pupuk Bersubsidi) atau distributor yang ditunjuk. 4. Jumlah distributor resmi/SPPB dan pengecer resmi yang ada dimasing-masing wilayah disesuaikan dengan wilayah kerja. 5. Disarankan bahwa distributor adalah pedagang yang telah berpengalaman dan berdomisili di kabupaten/kota yang menjadi wilayah kerja. 6. Melibatkan kelembagaan ekonomi yang eksis di masing-masing wilayah (BUMD, Koperasi/KUD/Koptan) baik sebagai distributor maupun pengecer resmi.
3. Sistem Penerimaan Pada dasarnya penerima pupuk bersubsidi adalah masyarakat petani, baik secara berkelompok maupun secara individu. Beberapa penyempurnaan yang perlu dilakukan antara lain adalah : 1. Memperbanyak pedagang pengecer resmi asli bukan dengan mengatasnamakan saudara/famili atau tenaga kerja yang dibayar, terutama pada daerah-daerah remote area. 2. Kelembagaan Gapoktan/kelompok tani diberi akses untuk memperoleh pupuk sesuai kebutuhan kelompok dan harga yang sama dengan harga yang diterima pedagang pengecer, karena kelompok masih harus meyalurkan kembali ke petani individu.
VI-135
3. Penyaluran pupuk bersubsidi oleh distributor diprioritaskan pada kelembagaan kelompok tani yang masih eksis di masing-masing wilayah. 4. Sistem Pengawasan Untuk memudahkan dalam pelaksanaan pengawasan maka disarankan : 1. Distributor hanya diperuntukkan yang berdomisili di kabupaten yang menjadi wilayah kerjanya. 2. Tenaga pengawas adalah petugas yang diberi wewenang untuk menerbitkan D.O. sekaligus sebagai petugas yang bertanggung jawab atas akuntabilitas penyaluran pupuk bersubsidi. 3. Petugas pengawas merekapitulasi seluruh penebusan pupuk bersubsidi dan selanjutnya dilaporkan kepada Dinas Teknis pembina yang ditunjuk Bupati/Walikota sebagai koordinator pengawasan. 4. Secara berjenjang realisasi penebusan pupuk bersubsidi dilaporkan ke Dinas Teknis tingkat propinsi untuk selanjutnya dilaporkan ke Departemen Pertanian dan Departemen Keuangan. 5. Jika terjadi penyimpangan dapat dilakukan tindakan hukum secara tegas tanpa pandang bulu. 3.3. Kasus Jawa Timur 3.3.1. Implementasi Sistem Distribusi Pupuk 1. Rencana dan Realisasi Penyaluran Di wilayah Jawa Timur terdapat dua produsen pupuk yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan Pupuk Bersubsidi (Urea, ZA, SP36 dan Phonska), yaitu PT Petrokimia Gresik (PT PKG) dan PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk (PT PKT). Rencana penyaluran Pupuk Bersubsidi(selanjutnya disebut Pupuk) setiap tahun didasarkan atas rencana kebutuhan pupuk di seluruh wilayah Jawa Timur. Mekanisme perencanaan kebutuhan pupuk adalah sebagai berikut : (a)
Masing-masing Dinas terkait lingkup pertanian (Pertanian, Perkebunan dan Peternakan) di tingkat Kabupaten/Kota membuat rencana kebutuhan pupuk per tahun menurut kecamatan berdasarkan taksiran/prediksi luas tanam masing-masing komoditas yang menjadi tanggungjawabnya. Komoditas pertanian terdiri dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat dan kebun pakan ternak rakyat.
VI-136
Rencana kebutuhan pupuk di masing-masing Kabupaten/Kota tersebut kemudian disampaikan kepada Dinas terkait di tingkat Provinsi. (b)
Dinas terkait di tingkat Provinsi kemudian membuat rencana kebutuhan pupuk per tahun menurut Kabupaten/Kota. Rencana kebutuhan pupuk se Jawa Timur per tahun kemudian disampaikan kepada Menteri Pertanian.
(c)
Menteri Pertanian kemudian membuat SK mengenai rencana kebutuhan pupuk per tahun di seluruh provinsi di Indonesia.
(d)
Gubernur Provinsi Jawa Timur membuat SK rencana kebutuhan pupuk menurut Kabupaten/Kota dengan mengacu pada SK Menteri Pertanian pada butir (c) tersebut.
(e)
Rencana kebutuhan pupuk se Jawa Timur kemudian dialokasikan kepada masing-masing Produsen Pupuk sesuai dengan wilayah Kabupaten/Kota yang menjadi tanggungjawabnya. PT PKG menangani 12 Kabupaten/Kota untuk pupuk Urea, 38 Kabupaten/Kota untuk pupuk ZA, SP36 dan Phonska, sedangkan PT PKT hanya menangani pupuk Urea di 26 Kabupaten/Kota. Realisasi penyaluran pupuk Urea selama Januari – Juni 2005 di Jawa Timur tidak selalu sesuai dengan rencana, seperti terlihat
pada Tabel 10. Kebutuhan pupuk Urea menurut SK Mentan/Gubernur Jawa Timur untuk periode Januari – Juni 2005 lebih tinggi sekitar 10 persen dibanding perkiraan kebutuhan pupuk tersebut, namun jika diperinci menurut bulan maka dalam bulan-bulan tertentu lebih kecil atau lebih besar. Tabel 10. Perbandingan antara Kebutuhan dan Realisasi Penyaluraan Pupuk menurut Produsen di Provinsi JawaTimur Januari – Juni 2005 Uraian PT. PKG : 1. Kebutuhan (t) 2. SK Mentan/Gub (t) 3. Realisasi (t) Perbandingan (%): 3 terhadap 2 3 terhadap 1 2 terhadap 1 PT. PKT :
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Total
28910 23456 39374
15166 16069 31413
33803 30335 33400
32476 32184 39896
15585 22378 30238
15093 27635 25023
141033 152057 199344
167.86 136.20 81.13
195.49 207.13 105.95
110.10 98.81 89.74
123.96 122.85 99.10
135.12 194.02 143.59
90.55 165.79 183.10
131.10 141.35 107.82
VI-137
1. Kebutuhan (t) 2. SK Mentan/Gub (t) 3. Realisasi (t) Perbandingan (%): 3 terhadap 2 3 terhadap 1 2 terhadap 1 Total Jatim : 1. Kebutuhan (t) 2. SK Mentan/Gub (t) 3. Realisasi (t) Perbandingan (%): 3 terhadap 2 3 terhadap 1 2 terhadap 1
63566 51575 75158
41717 44201 42227
28494 25570 38465
41279 40909 53292
36355 52202 57135
26880 49216 50380
238291 263673 316657
145.73 118.24 81.14
95.53 101.22 105.95
150.43 134.99 89.74
130.27 129.10 99.10
109.45 157.16 143.59
102.37 187.43 183.10
120.09 132.89 110.65
92476 75031 114532
56883 60270 73640
62297 55905 71865
73755 73093 93188
51940 74580 87373
41973 76851 75403
379324 415730 516001
152.65 123.85 81.14
122.18 129.46 105.95
128.55 115.36 89.74
127.49 126.35 99.10
117.15 168.22 143.59
98.12 179.65 183.10
124.12 136.03 109.60
Sumber : Bahan Rapat di Jakarta, 12 Juli 2005.
Realisasi penyaluran pupuk Urea secara total (Januari sampai Juni 2005) jauh lebih besar daripada alokasi dalam SK Mentan/Gubernur Jawa Timur, apalagi jika dibandingkan dengan perkiraan kebutuhan. Dalam rincian bulanan, hanya dalam bulan tertentu saja realisasi penyaluran lebih rendah daripada target SK Mentan/Gubernur Jawa Timur, yaitu pada bulan Juni untuk PT PKG dan bulan Februari untuk PT PKT atau bulan Juni untuk seluruh Jawa Timur. Lebih tingginya realisasi penyaluran pupuk Urea dibandingkan dengan target SK Mentan/ Gubernur Jawa Timur disebabkan antara lain: (a) Lebih tingginya pemakaian pupuk oleh petani dibanding angka target/rekomendasi, yaitu antara 300 – 350 kg versus 400 – 450 kg per hektar per musim untuk padi; (b) Adanya penggunaan pupuk di luar yang diperhitungkan dalam target, misalnya karena perluasan areal tanam, konversi lahan hutan untuk pertanian, penggunaan pupuk untuk kehutanan, tambak, dan lain-lain; dan (c) Adanya rembesan pupuk keluar Jawa Timur.
2. Evaluasi Sistem Pengadaan dan Penyaluran Yang dimaksud dengan Pengadaan adalah proses penyediaan Pupuk oleh Produsen, sedangkan Penyaluran adalah proses pendistribusian Pupuk dari Produsen sampai Petani. Untuk wilayah Jawa Timur terdapat 2 Produsen, yaitu PT PKG dan PT PKT. Penyaluran untuk semua jenis pupuk dari Produsen hingga Petani di wilayah Jawa Timur ditunjukkan pada Gambar 1 untuk PT PKG (Urea, ZA, SP36, Phonska) dan Gambar 2 untuk PT PKT (Urea). VI-138
Gdg Penyangga di Kab (Lini III) Pabrik di Gresik (Lini I)
Gdg di Gresik (Lini II)
Kios Pengecer Resmi (Lini IV)
Petani
Gdg Distributor di Kab (Lini III)
Gambar 1. Skema Panyaluran Pupuk PT Petrokimia Gresik.
Gdg Penyangga di Kab (Lini III) Pabrik di Bontang (Lini I)
Gdg di Surabaya (Lini II)
Kios Pengecer Resmi (Lini IV)
Petani
Gdg Distributor di Kab (Lini III)
Gambar 2. Skema Penyaluran Pupuk PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk.
VI-139
Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi secara 6 (enam) tepat (jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu) mulai dari Lini I sampai dengan Lini III menjadi tanggung jawab Produsen di wilayah kerjanya. Produsen wajib mengutamakan pengadaan pupuk bersubsidi untuk pemenuhan kebutuhan sektor pertanian di dalam negeri. Pengadaan dan penyaluran dari Lini III ke Lini IV menjadi tanggung jawab Distributor, yaitu Badan Usaha yang berkedudukan di Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Produsen untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan dan pemasaran Pupuk dalam partai besar untuk dijual kepada Petani melalui Pengecer-nya. Distributor pupuk PT PKG yang lokasinya berdekatan dengan gudang pupuk di Gresik dan Distributor pupuk PT PKT yang lokasinya berdekatan dengan gudang pupuk di Surabaya dapat mengambil pupuk langsung dari gudang-gudang terkait tersebut. Menurut peraturan yang berlaku, masing-masing Distributor menyalurkan kepada seluruh Pengecer yang berlokasi di kota Kecamatan dan/atau Desa yang merupakan wilayah kerjanya. Pengecer bisa berbentuk Badan Usaha atau usaha perseorangan yang berkedudukan di kota Kecamatan dan/atau Desa yang bertanggungjawab menyalurkan pupuk dari Lini IV kepada Petani yang berlokasi di wilayah kecamatan yang menjadi tanggungjawabnya. Ketentuan yang menyangkut harga dan biaya penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi saat ini berdasarkan nilai tukar Rp 8.600/US$ adalah sebagai berikut: (1) Harga jual Produsen kepada Distributor adalah Rp 980/kg di gudang Distributor; (2) Harga jual maksimum dari Distributor ke Pengecer adalah
Rp 1.020/kg; (3) Harga jual maksimum (HET) dari Pengecer ke Petani adalah
Rp 1.050/kg; (4)
Marjin Distributor sebesar Rp 40/kg dialokasikan untuk fee Distributor Rp 18/kg dan sisanya Rp 22/kg untuk biaya angkutan dan bongkar/muat; dan (5) Marjin Pengecer sebesar Rp 30/kg dialokasikan untuk fee Pengecer, biaya angkutan ke desa dan bongkar/muat. Dengan turunnya nilai tukar dari Rp 8.600 menjadi Rp 9.700 saat ini, serta naiknya harga BBM, maka Distributor dan Pengecer mengalami tekanan marjin (terutama biaya angkutan) yang makin berat. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi Distributor pupuk bersubsidi di Jawa Timur, yaitu: (1) Berbentuk Badan Hukum (BUMN, BUMD, UD, CV, Koperasi, dll); (2) Bergerak dalam bidang usaha perdagangan umum; (3) Sudah berpengalaman sebagai Distributor pupuk minimal selama
2 musim tanam dan telah menunjukkan kinerja yang baik sesuai dengan penilaian
Produsen; (4) Mempunyai pengurus yang aktif menjalankan roda organisasi; (5) Memenuhi syarat-syarat umum untuk melakukan kegiatan perdaganagn yaitu Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan TDG; (6) Memiliki atau menguasai sarana untuk kelancaran pelaksanaan penyaluran pupuk berupa gudang dan alat transportasi; (7) Mempunyai jaringan distribusi minimal 1 (satu) Pengecer Resmi di setiap kecamatan wilayah kerjanya; (8) Memiliki
VI-140
modal yang dapat dipercaya dan disepakati oleh Produsen; (9) Memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan Produsen; dan (10) Mendapat rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Dinas Perdagangan di Kabupaten/Kota setempat. Tugas dan tanggungjawab Distributor pupuk di Jawa Timur adalah: (1) Menjaga kelancaran penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini III ke Lini IV di wilayah kerjanya; (2) Menjaga agar pupuk bersubsidi sesuai dengan jumlah dan jenisnya sampai dan diterima oleh Pengecer sesuai dengan nama, alamat dan wilayah kerjanya yang diajukan pada saat pembelian; (3) Menyalurkan pupuk bersubsidi hanya kepada Pengecer yang ditunjuk sesuai dengan harga yang ditetapkan; (4) Menjamin ketersediaan stok pupuk bersubsidi di wilayah kerjanya minimal 1 (satu) minggu berikutnya; (5) Melaksanakan sendiri kegiatan pembelian dan penyaluran pupuk berubsidi; (6) Berperan aktif membantu Produsen melaksanakan penyuluhan dan promosi; (7) Bersama Produsen melakukan pembinaan, pengawasan dan penilaian terhadap Pengecer di wilayah kerjanya; (8) Wajib memasang papan nama berikuran 1 x 1,5 meter sebagai Distributor pupuk resmi di wilayah kerjanya; (9) Melaksanakan koordinasi secara periodik dengan intansi terkait di wilayah kerjanya; (10) Wajib menyampaikan laporan pengadaan, penyaluran dan posisi stok di gudang yang dikelolanya secara periodik setiap akhir bulan kepada Produsen dengan tembusan kepada instansi terkait dengan menggunakan format standar tang telah ditentukan; dan (11) Distributor menetapkan cakupan wilayah panyaluran pupuk bersubsidi kepada Pengecer yang ditunjuknya. Ketentuan umum dalam penyaluran pupuk bersubsidi oleh Distributor di Jawa Timur adalah: (1) Hubungan kerja antara Produsen dan Distributor serta antara Distributor dan Pengecer diatur dengan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak; (2) Sistem pembayaran adalah secara tunai; (3) Distributor di satu Kabupaten wajib menangani pemenuhan/penyaluran pupuk di seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten tersebut (termasuk Kecamatan terpencil); (4) Jika terdapat lebih dari satu Distributor dalam satu Kabupaten yang mempunyai beberapa Kecamatan terpencil, maka akan dilakukan pembagian tugas pemenuhan pupuk di masing-masing Kecamatan terpencil kepada Distributor yang ada; (5) Apabila Distributor tidak mampu mengamankan kebutuhan pupuk di Kecamatan yang telah ditentukan, maka Produsen pupuk akan mempertimbangkan Distributor yang bersangkutan untuk disesuaikan alokasinya; (6) Mempetimbangkan keterbatasan tonase yang disubsidi oleh Pemerintah di wilayah kerja yang menjadi tanggungjawab Produsen, maka pemenuhan kebutuhan Urea menurut Kabupaten akan disesuaikan dengan kebutuhan riil sesuai dengan angka Dinas Kabupaten yang bersangkutan; (7) Distributor wajib mengetahui kebutuhan riil pupuk bersubsidi di masing-masing Kecamatan/ Kabupaten di wilayah kerjanya untuk pemenuhan pupuk secara proporsional untuk menghindari kelebihan pasokan di satu Kabupaten yang dapat menyebabkan berkurangnya alokasi pasokan ke Kabupaten lainnya serta untuk menghindari kebocoran (rembesan) pupuk ke Kabupaten lain; dan (8) Alokasi penyaluran VI-141
Urea di suatu Kabupaten sama sekali tidak diperbolehkan disalurkan keluar Kabupaten yang bersangkutan, baik oleh Distributor maupun Pengecernya. Produsen akan memberikan sanksi kepada Distributor jika Distributor tersebut atau Pengecernya melakukan penyaluran Urea di luar peruntukan di Kabupaten yang bersangkutan. Beberapa larangan bagi Distributor di Jawa Timur adalah: (1) Melakukan penyaluran atau menjual pupuk keluar Kabupaten wilayahnya karena masing-masing Kabupaten telah tersedia Gudang milik Produsen; (2) Menjual pupuk kepada Pengecer yang menyaluran pupuk keluar Kabupaten; (3) Melakukan pengoplosan atau mengganti kantong (overzak) serta menyalurkan/menjual pupuk kepada pihak yang melakukan pengoplosan atau penggantian kantong; (4) Memproses Urea Bersubsidi dari bentuk pril ke tablet dan menyalurkan/menjual Urea Bersubsidi kepada produsen Urea tablet lainnya; (5) Melakukan penimbunan DO Pupuk Bersubsidi; dan (6) Memperjualbelikan DO Pupuk Bersubsidi. Tugas dan tanggungjawab Pengecer Resmi adalah: (1) Bertanggung-jawab atas pupuk bersubsidi yang diterima dari Distributor dan kelancaran penyalurannya kepada Petani; (2) Menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan peruntukannya; (3) Bertanggungjawab dan menjamin tersedianya stok semua jenis Pupuk Bersubsidi di wilayah kerjanya untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Distributor terkait; (4) Hanya menerima pupuk bersubsidi dari Distibutor yang ditunjuk oleh Produsen; (5) Melaksanakan sendiri kegiatan penyaluran Pupuk Bersubsidi kepada petani di wilayah kerjanya; (6) Menyalurkan Pupuk Bersubsidi sesuai dengan HET yang berlaku dalam kemasan @ 50 kg untuk Urea, ZA dan SP 36 dan atau @ 20 kg untuk pupuk NPK (Phonska); (7) Memasang papan nama dengan ukuran 50 x 75 cm sebagai Pengecer Resmi dari Distributor yang ditunjuk oleh Produsen; dan (8) Memasang daftar harga pupuk sesuai dengan HET yang berlaku. Beberapa larangan bagi Pengecer Resmi di Jawa Timur adalah: (1) Melakukan penyaluran atau menjual pupuk keluar Kabupaten karena di masing-masing Kabupaten telah tersedia Gudang milik Produsen; (2) Menjual pupuk kepada Pengecer lain yang menyalurkannya keluar Kabupaten; (3) Menjual Pupuk Bersubsidi di atas HET; (4) Melakukan pengoplosan atau penggantian kantong (overzak) serta menyalurkan/menjual pupuk kepada pihak yang melakukan pengoplosan atau penggantian kantong; (5) Memproses Urea Bersubsidi dari bentuk pril ke tablet dan menyalurkan/menjual Urea Bersubsidi kepada produsen Urea tablet lainnya; (6) Melakukan penimbunan Pupuk Bersubsidi; dan (7) Memperjualbelikan DO Pupuk Bersubsidi. Dalam kenyataannya, ada beberapa jenis pelanggaran yang dilakukan oleh Distributor di Jawa Timur, antara lain: (1) Menjual Pupuk Urea Bersubsidi
di luar peruntukannya; (2) Tidak mempunyai sarana dan prasarana yang dipersyaratkan untuk menjadi distributor, seperti VI-142
kantor, gudang dan armada pengangkutan. Distributor yang seperti kegiatannya hanya menjual DO saja; (3) Menolak melaksanakan kewajiban untuk bekerjasama dengan Distributor lain yang berada dalam 1 (satu) Kabupaten/Kota yang sama; (3) Menetapkan penunjukan dan pemberhentian Pengecer Resmi-nya tanpa mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Jaminan; (4) Tidak melaksanakan hubungan kerja dengan Pengecer Resmi-nya berdasarkan pada Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB)/Kontrak dan tidak menyampaikan fotokopinya kepada Penerima Jaminan; (5) Tidak melakukan pembinaan, pengawasan dan penilaian terhadap Pengecer Resmi-nya dalam melaksanakan penjualan Pupuk Urea Bersubsidi kepada petani; (6) Menjual Pupuk Urea Bersubsidi kepada bukan Pengecer Resmi-nya (Pengecer Resmi seharusnya hanya membeli dari satu Distributor); (7) Lalai, gagal atau terlambat dalam menjamin tersedianya stok Pupuk Urea Bersubsidi di Pengecer Resmi-nya di wilayah kerja yan menjadi tanggungjawabnya minimal untuk kebutuhan 1(satu) minggu berikutnya; (8) Melakukan pengemasan kembali (re-bagging) terhadap Pupuk Urea Bersubsidi tidak dengan merek dagang aslinya yang mempunyai simbol tertentu dan bertuliskan “Pupuk Urea Bersubsidi Pemerintah”; dan (9) Tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam melaksanakan penyaluran Pupuk Urea Bersubsidi kepada Pengecer Resmi-nya di wilayah kerjanya.
3.3.2. Kinerja Penyaluran Pupuk di Lini IV (Pengecer Resmi) 1. Wilayah Kerja dan Volume Penyaluran Jumlah Pengecer Resmi dalam satu kecamatan sentra produksi pertanian ada sekitar 3 – 4 Pengecer, sedangkan di kecamatan non sentra hanya terdapat 1 Pengecer. Di wilayah sentra produksi, volume penyaluran terbesar Pupuk Urea Bersubsidi terjadi pada bulan-bulan puncak tanam dengan rata-rata 7-8 ton per minggu, sedangkan volume penyaluran dalam jumlah kecil terjadi pada bulan-bulan di luar musim tanam dengan rata-rata 2-3 ton per minggu. Pada puncak musim tanam, Pengecer sering kekurangan pasokan pupuk karena permintaan dari petani sangat besar, sedangkan pasokan dari Distributor terbatas.
2. Mekanisme Perolehan dan Penyaluran dan Tingkat Harga VI-143
Menurut peraturan yang ada, untuk memperoleh pupuk bersubsidi, Pengecer mengajukan permintaan kepada Distributor pupuk bersubsidi yang telah ditunjuk dan distributor yang bersangkutan mengirimkan pupuk bersubsidi ke kios pengecer. Namun dalam kenyataannya, banyak kejadian yang menunjukkan Pengecer mengambil sendiri pupuk bersubsidi yang diajukan dan disetujui distributor ke gudang penyangga pupuk milik produsen yang ada di kabupaten terkait. Kondisi inilah yang menjadi salah satu penyebab, harga pupuk bersubsidi tidak tepat harga (melampaui HET) pada saat diterima petani, karena pengecer harus mengeluarkan biaya transportasi yang mestinya ditanggung oleh distributor. Ketidaktertiban dalam menjalankan mekanisme penyaluran pupuk bersubsidi inilah yang memicu timbulnya pelanggaranpelanggaran lebih lanjut, seperti antara lain : (a) Pengecer resmi menjual Pupuk Urea Bersubsidi dengan harga tunai di atas HET, yaitu sekitar Rp 54.000 per karung (Rp 1.080/kg) sampai Rp 56.000 per karung (Rp 1.120/kg) kepada petani di pintu pengecer, walaupun pada kios yang bersangkutan telah dipasang daftar harga pupuk HET untuk Urea Rp 1.050/kg; (b) pengecer (baik resmi maupun umum) membeli pupuk dari Distributor lain dalam satu wilayah Kabupaten yang sama dan atau dari Kabupaten lain, untuk memenuhi kebutuhan petani setempat. Kejadian inilah yang sering disebut dengan perembesan pupuk antar wilayah; dan (c) pengecer melakukan penggantian kantong pupuk bersubsidi merk tertentu dengan merk lain (overzak) yang disukai oleh petani setempat. Sebagai upaya untuk mendekatkan pupuk bersubsidi ke petani (tercapainya azas 6 tepat) Di Kabupaten Jombang (wilayah PT PKG) saat ini telah terbentuk Asosiasi Pedagang Prasarana Pertanian Jombang (AP3J). Asosiasi tersebut anggotanya terdiri dari kelompok tani atau unit usaha bersama di desa yang difungsikan sebagai pengecer pupuk bersubsidi. Kasus di kelompok tani Rukun Santosa, Desa Tanggalrejo, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang menunjukkan bahwa dengan melakukan pembelian secara langsung ke Distributor, mereka mendapatkan harga sekitar Rp. 1.030 per kg atau Rp. 51.500 per sak (50 kg). Dengan tingkat harga tersebut, maka kelompok tani dapat menjual pupuk bersubsidi kepada anggotanya sesuai dengan HET (Rp. 1.050/kg). Selisih Rp. 1.000 per sak digunakan untuk biaya manajemen dan simpanan bagi kelompok tani. Selain melayani pembayaran secara tunai, kelompok tani Rukun Sentosa juga melayani pembelian anggotanya dengan cara kredit yang dibayar setelah musim panen (yarnen). Harga pupuk bersubsidi pola yarnen tersebut ditetapkan sebesar Rp 1.200 per kg atau Rp 60.000 per sak. Ada beberapa pelajaran penting yang dapat diambil dari kasus kelompok tani Rukun Sentosa, yaitu: (a) pemanfaatan dan pemberdayaan kelompok tani dapat membantu petani mendapatkan pupuk bersubsidi secara 6 tepat, (b) kelompok tani dapat membantu
VI-144
anggotanya yang mengalami keterbatasan permodalan (pola yarnen), dan (c) membantu mengarahkan penyaluran pupuk menjadi lebih tepat sasaran (penyaluran pupuk menjadi lebih tertutup). Anggota AP3J saat ini berjumlah 44 Pengecer yang tersebar di 21 Kecamatan. Visi organisasi adalah memberdayakan sosialekonomi masyarakat miskin pedesaan, khususnya petani. Sementara misinya adalah menggerakkan ekonomi pedesaan khususnya pertanian; memberdayakan petani agar mempunyai daya saing; dan menegakkan keadilan di tingkat petani. Program kerja jangka pendeknya adalah mengaktifkan kegiatan mikro dan pembinaan petani di pedesan di wilayah Kabupaten Jombang dan menjual sarana produksi pertanian sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah. Program jangka panjangnya adalah memperkuat lembaga ekonomi mikro untuk pelayanan kepada petani dan pendampingan petani di wilayah Kabupaten Jombang agar mempunyai daya saing. Namun dalam kenyataannya, proses perencanaan sampai dengan datangnya pupuk tidak transparan dan agar usaha dapat berjalan diperlukan modal yang cukup besar untuk digunakan sebagai jaminan kredit (kolateral) karena AP3J melakukan penjualan secara tunai dan yarnen.
3. Persepsi Pengecer terhadap Sistem Penyaluran Pupuk Keluhan utama Pengecer pupuk bersubsidi di daerah sentra produksi, baik di wilayah PT PKG maupun PT PKT, adalah keterbatasan alokasi penyaluran pupuk bersubsidi (permintaan > alokasi pupuk yang ditetapkan). Akibatnya, Pengecer (baik resmi maupun umum), khususnya yang besar, berupaya mendapatkan pupuk dari daerah lain untuk menjaga kontinyuitas usahanya dan ketersediaan pupuk di wilayahnya. Perdagangan pupuk lintas wilayah dan antar kios inilah yang menyebabkan harga pupuk bersubsidi seringkali melampui HET dan terjadinya langka pasok pada suatu daerah/wilayah sebagai akibat mengalirnya pupuk dari suatu daerah ke daerah lain. Keluhan lainnya adalah bahwa marjin Pengecer untuk jalur normal (melalui Distributor terkaitnya) terlalu kecil sehingga sulit untuk menjual dengan HET. Untuk Pengecer kecil, harga beli dari Distributor lebih tinggi yaitu Rp 1.030/kg, karena Distributor memperhitungkan biaya angkutan. Adanya perbedaan pola produksi pupuk (yang berjalan sepanjang tahun) dengan pola permintaan pupuk (berfluktuasi tergantung musim), telah mendorong produsen pupuk untuk melakukan kontrak jual beli pupuk dengan distributor selama 1 tahun. Dengan adanya kontrak tersebut, distributor diwajibkan untuk menyalurkan pupuk bersubsidi setiap bulan selama satu tahun penuh. Pada saat permintaan tinggi, kontrak tersebut tidaklah memberatkan distributor, namun pada saat permintaan pupuk relatif rendah, distributor pada umumnya VI-145
harus menanggung biaya stok pupuk yang wajib diambil setiap bulan dari produsen pupuk. Untuk mengatasi persoalan pada saat permintaan pupuk rendah, pada umumnya distributor pada saat-saat tertentu (permintaan rendah) menerapkan strategi pembelian jenis pupuk yang permintaannya relatif tinggi (untuk kasus Jawa Timur biasanya Urea dan ZA) harus sertai juga pembelian jenis pupuk lain yang permintaannya relatif rendah (biasanya SP-36). Strategi lain yang biasanya diterapkan adalah menjual pupuk ke daerah/wilayah lain yang permintaannya sedang tinggi. Bagi pengecer, pola pensyaratan pembelian pupuk oleh produsen tersebut sebenarnya cukup merugikan, karena perputaran modal menjadi terhambat akibat harus turut menanggung penyaluran pupuk yang permintaannya relatif rendah. 3.3.3. Kinerja Penggunaan Pupuk Di Tingkat Petani/Kelompok Tani 1. Mekanisme Perolehan Pupuk Pada umumnya petani membeli pupuk secara perseorangan ke Pengecer terdekat (di desa). Walaupun petani mengetahui kalau membeli pupuk di pengecer resmi (biasanya di kota kecamatan) harganya relatif lebih murah (umumnya masih tetap di atas HET), namun mereka lebih memilih membeli di kios/pengecer setempat dengan alasan lebih menghemat biaya transportasi dan menghemat waktu. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan kios pengecer resmi di tingkat desa sangat diperlukan, karena jumlah pupuk yang dibeli petani pada setiap pembelian umumnya tidak terlalu banyak (1-2 sak), sementara biaya transportasi semakin meningkat seiring dengan kenaikkan harga BBM. Di desa tertentu, seperti di Desa Tanggalrejo, Kabupaten Jombang (wilayah PT PKG), pembelian pupuk dikoordinir oleh kelompok tani setempat. Kegiatan pembelian pupuk bersubsidi melalui kelompok tani ini telah dimulai sejak musim tanam 2004/2005, dengan total pembelian sebanyak 28 ton pupuk Urea dan NPK (Phonska), yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan 70 orang anggotanya dengan total luasan sekitar 51 ha sawah. Pembelian dilakukan dalam empat tahap, dan pembelian setiap tahap ditentukan sekitar 7 ton. Penentuan setiap pembelian sebesar 7 ton tersebut disesuaikan dengan tingkat optimalisasi biaya angkutan. Pembelian langsung ke Distributor dilakukan karena mendapatkan harga yang lebih murah dibanding jika membeli dari Pengecer. Menurut Ketua Koptan tersebut, harga pupuk di Pengecer di Kecamatan Mojoagung tetap diatas HET walapun musim sepi karena pasokan pupuk kurang. Modal Koptan diperoleh dari dana abadi proyek PMI sebesar Rp 12,5 juta. Pola pembelian serupa juga terjadi di desa Karanganyar dan Apelgading, Kabupaten Malang (wilayah PT PKT) dan sudah berjalan selama kurang lebih 4 tahun.
VI-146
2. Tingkat Harga yang Dibayar Petani Tingkat harga pupuk bersubsidi yang dibayar petani bervariasi. Petani yang membeli dari Pengecer membayar pupuk Urea bersubsidi dengan harga berkisar Rp. 54.000 – Rp. 56.000 per sak atau Rp. 1.080 – Rp. 1.120 per kg di pintu Pengecer. Bagi Koptan Rukun Santosa di desa Tanggalrejo (Kabupaten Jombang) yang membeli langsung dari Distributor, dapat memperoleh harga di bawah HET yaitu Rp 51.500 per sak atau Rp. 1.030/kg untuk Urea (HET Rp 1.050/kg) dan Rp 1.500/kg untuk NPK (HET Rp 1.600/kg), terima di desa. Uang muka yang harus dibayar Koptan adalah 50 persen dari total nilai pembelian dan sisanya dilunasi 2 minggu kemudian setelah terima barang. Pemesanan (order) pupuk dilakukan setengah bulan sebelum musim tanam (cukup dengan menggunakan telpon), sehingga Distributor mempunyai waktu yang cukup untuk pengadaannya. Petani anggota Koptan yang membayar pupuk Urea secara tunai dikenai harga sebesar HET, sedangkan petani yang membayar sesudah panen (yarnen) dikenai harga Rp. 60.000 per sak atau Rp. 1.200 per kg. Sebagian besar petani membayar kepada Koptan secara tunai. 3. Persepsi Petani terhadap Sistem Penyaluran Pupuk Menurut petani yang membentuk Koptan, sistem penyaluran yang ditempuhnya yaitu membeli pupuk langsung dari Distributor lebih baik dibandingkan cara lama atau membeli ke Pengecer, karena dapat mengatasi masalah kelangkaan pupuk dan mendapatkan harga yang lebih murah. Namun kemudahan ini belum dapat dilakukan oleh semua kelompok tani, karena membutuhkan persyaratan administrasi yang rapi dan ketersediaan modal yang memadai untuk melakukan pembelian/penebusan pupuk ke distributor. Apabila kebutuhan pupuk kelompok tani setiap kali pembelian sebanyak 7 ton, maka diperlukan uang kontan sebesar Rp. 7.120.000 atau minimal 50 persennya yang harus dibayarkan ke distributor.
3.3.4. Alternatif Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi 1. Pelaku Distribusi Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian No. 356 Tahun 2004, pelaku distribusi pupuk bersubsidi adalah distributor dan pengecer resmi. Distributor didefinisikan sebagai badan usaha yang sah yang ditunjuk oleh produsen pupuk untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan, serta pemasaran pupuk bersubsidi dalam partai besar untuk dijual kepada petani melalui pengecernya. Sementara itu, pengecer resmi didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh distributor, yang VI-147
kegiatan pokoknya adalah melakukan penjualan pupuk secara langsung kepada petani. Apabila dicermati sebenarnya pengaturan pelaku distribusi pupuk bersubsidi pada Kepmenperindag tersebut di atas sudah cukup baik. Penilaian ini didasarkan pada salah satu kalimat dalam definsi pengecer resmi yang tertulis “…kegiatan pokoknya melakukan penjualan pupuk secara langsung kepada petani”. Kalimat tersebut mestinya dimaknai bahwa tugas pengecer resmi adalah mendekatkan diri kepada petani agar dapat melakukan penjualan secara langsung kepada petani. Dengan kata lain, pelaku distribusi yang diatur dalam Kepmenperindag No. 356 Tahun 2004, apabila melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebenarnya sudah cukup optimal untuk menyalurkan pupuk bersubsidi hingga ke petani secara 6 tepat, khususnya tepat harga (petani membeli sesuai HET). Namun demikian, alternatif penyempurnaan sistem distribusi pupuk bersubsidi, khususnya yang berkaitan dengan pelaku distribusi, masih dimungkinkan sepanjang mampu memperbaiki kondisi yang terjadai saat ini. Salah satu alternatif pengaturan pelaku distribusi pupuk bersubsidi adalah pelaku distributor pupuk diserahkan kepada BUMN yang bergerak dalam bidang usaha ekspedisi, sementara pengecer tetap seperti yang ada saat ini. Keunggulan pengaturan ini adalah manajemen distributor pupuk ada dalam satu perusahaan, sehingga perhitungan biaya distribusi, khususnya angkutan, dapat lebih efisien dan seragam. Efisien yang dimaksudkan disini adalah perhitungan kompensasi biaya angkutan untuk lokasi yang relatif jauh dengan yang dekat dapat dengan mudah dilakukan. Sementara maksud seragam disini lebih ditujukan pada manajemen bisnis. Keunggulan yang lain adalah kemudahan dalam kontrol dan pengawasan, karena distributor hanya terdiri dari beberapa perusahaan saja di seluruh Indonesia. 2. Sistem Distribusi Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa sistem distribusi yang ada saat ini sebenarnya sudah cukup baik sepanjang aturan yang telah ditetapkan Kepmenperindag No. 356 Tahun 2004 dilaksanakan secara konsisten oleh distributor dan pengecer resmi. Untuk distributor, konsistensi yang diperlukan adalah dalam hal pemenuhan syarat-syarat sebagai distributor, khususnya yang berkaitan dengan alat kelengkapan yang harus dimiliki atau dikuasai oleh suatu distributor, seperti kantor, gudang dan armada angkutan. Selain itu, distributor dilarang memperjualbelikan DO (delivery order) kepada pihak lain yang tidak berhak, karena akan mempersulit kontrol dan pengawasan peredaran pupuk. Hal lain yang mestinya dilakukan oleh distributor adalah menunjuk beberapa pengecer resmi (tidak hanya satu) di lokasi yang mudah dijangkau (desa) oleh petani, dan tidak terfokus pada peraturan yang menyatakan minimal mempunyai satu pengecer di tingkat
VI-148
kecamatan. Apabila hal ini dilakukan maka kewajiban pengecer resmi untuk menjual pupuk bersubsidi secara langsung kepada petani sesuai dengan HET dapat terlaksana. Alternatif penyempurnaan terhadap sistem distribusi di atas dapat dilakukan dengan menunjuk BUMN yang bergerak dalam bidang usaha ekspedisi sebagai distributor pupuk seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Alternatif lain yang sedikit ekstrim adalah menyerahkan sepenuhnya sistem distribusi kepada produsen pupuk. Salah satu keunggulan sistem ini adalah pemerintah relatif lebih mudah dalam mengawasi pelaksanaan distribusi pupuk. Melalui sistem ini maka apabila terjadi lonjak harga dan/atau langka pupuk di suatu daerah, pemerintah dapat dengan segera meminta pertanggungjawaban pihak produsen. 3. Sistem Penerimaan Distribusi pupuk bersubsidi yang ada saat ini menganut sistem distribusi pasif. Artinya, petani secara sendiri-sendiri maupun berkelompok yang membutuhkan pupuk bersubsidi datang sendiri ke kios pengecer resmi yang umumnya berada di kecamatan. Padahal kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua petani mampu membeli pupuk secara tunai atau bahkan tidak mampu membali pupuk secara memadai, dan petani yang termasuk kategori ini umumnya melakukan sistem pembelian pupuk tunda bayar (hutang), dimana pembayarannya dilakukan setelah panen (yarnen). Dengan demikian, sistem distribusi yang ada saat ini, selain pasif juga tidak lengkap. Tidak lengkap artinya penyaluran pupuk bersubsidi hanya didukung oleh sistem distribusi saja, dan tidak didukung oleh sistem penerimaan yang baik. Beberapa konsekuensi dari sistem penyaluran pupuk yang pasif dan tidak lengkap adalah : (a) tidak tepat sasaran, karena hanya petani yang mampu membeli tunai dan dalam jumlah besar saja yang dapat menikmati HET, dan (b) rawan penyimpangan, yaitu pembelian oleh yang tidak berhak. Untuk itu perlu dibentuk sistem penerimaan dengan mengaktifkan kembali kelompok tani untuk menjembatani dan memfasilitasi anggotanya (petani) memperoleh pupuk secara 6 tepat. Kasus di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menunjukkan bahwa pemberdayaan kelompok tani sebagai penyalur pupuk bersubsidi ternyata mampu menjamin anggota kelompok tani dan petani lain di sekitarnya (di luar anggota) memperoleh pupuk sesuai dengan HET dan tepat waktu. Kasus tersebut setidaknya menunjukkan bahwa kelompok tani yang diberdayakan dan dikelola dengan manajemen yang baik, mampu berperan sebagai penyalur pupuk bersubsidi. Untuk dapat berfungsi juga sebagai kontrol terhadap jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan, sistem penerimaan yang dibentuk dilengkapi juga dengan form kebutuhan kelompok tani (semacam RDKK) yang disahkan oleh aparat instansi terkait, yang mudah ditemui oleh kelompok tani. Syarat VI-149
mudah ditemui bagi aparat yang mengesahkan daftar kebutuhan pupuk kelompok tani ini perlu ditekankan untuk menghindari keterlambatan pengajuan kebutuhan pupuk kelompok tani akibat dari aparat yang sulit atau terlalu sibuk untuk ditemui. 4. Sistem Pengawasan Salah satu alternatif perbaikan sistem distribusi pupuk adalah dengan mengoptimalkan sistim pengawasan yang sudah ada sekarang. Selama ini aturan yang ada hanya menghubungkan pengawasan yang dilakukan oleh pihak produsen dan tim pengawas yang dibentuk pemerintah hanya melalui hasil pengawasan dan bukan pada pelaksanaannya. Oleh karena itu, untuk menyelaraskan pengawasan yang dilakukan oleh pihak produsen dan tim pengawas pupuk propinsi dan kabupaten maka tata cara pengawasan dan koordinasinya sebaiknya juga termaktub dalam surat keputusan pemerintah. Pihak produsen pupuk sebenarnya telah menempatkan tenaga pengawas di tiap kabupaten yang menjadi wilayah penyalurannya. Di Jawa Timur, Pupuk Kaltim menempatkan 7 orang sales reprensentative, sedangkan Pupuk Petrokimia Gresik menempatkan 8 orang sales supervisor dan 36 orang asisten sales supervisor. Untuk mengoptimalkan pelaksanaan pengawasan, diusulkan untuk menempatkan dua orang staf pengawas dari pihak produsen untuk satu kabupaten yang merupakan wilayah tanggung jawab penyaluran pupuknya. Sebagai tambahan, tugas dan wewenang yang dibebankan kepada pengawas ini harus sampai memeriksa kinerja dari mulai distributor hingga pengecer. Disamping itu, wewenang juga harus diberikan sampai pada usulan untuk pemberian sangsi bagi distributor dan/atau pengecer yang melanggar aturan distribusi. Frekuensi pengawasan juga dapat lebih dikoordinasikan antara pihak pengawas dari produsen dan tim pengawas pupuk. Tujuannya agar pengawasan di wilayah dapat dilakukan secara lebih intensif. Sebagai contoh, bila dalam seminggu tim pengawas hanya melakukan pengawasan selama 2 hari, maka dengan koordinasi pengawas dari produsen maka dalam seminggu dapat dilakukan selama 4 hari, dengan tambahan 2 hari pengawasan dari pihak pengawas produsen. Upaya perbaikan sistem pengawasan sebenarnya telah dilakukan oleh PT. PKT dengan cara mendaftar armada pengangkutan yang diperbolehkan mengambil pupuk di Gudang Penyangga Pupuk Kabupaten. Melalui sistem ini, upaya pengangkutan pupuk keluar wilayah dapat minimalisir.
IV. KESIMPULAN VI-150
Dalam situasi normal (temuan di lapang bulan Agustus 2005) tanpa ada isu langka pasok, petani tetap membayar harga penebusan pupuk bersubsidi berkisar 6,7 – 18,1 persen di atas HET. penyebab utama harga pupuk bersubsidi yang dibayar petani di atas HET adalah (1) ulah distributor yang hanya menjual DO dan (2) ulah pengecer resmi yang mengambil marjin di atas ketentuan yang telah ditetapkan. Dua hal tersebut dipicu oleh lemahnya kontrol produsen pupuk atas penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV, padahal produsen tersebut yang bertanggung jawab atas terjaminnya HET di Lini IV (wan prestasi terhadap pasal 4 ayat 2, SK Menperindag No 356 Tahun 2004). Dengan sistem distribusi yang berlaku saat ini, sesungguhnya masih ada ruang untuk menjamin HET dengan cara menambah receiving system, yaitu kelompok tani membeli langsung ke distributor (kasus kelompok tani Rukun Santosa, Jombang, Jawa Timur). Pada kasus di Kabupaten Jombang, kelompok tani sebenarnya masih dimungkinkan untuk menjual pupuk bersubsidi di bawah HET, karena kelompok tani tersebut mendapat harga Urea bersubsidi dari distributor franko tempat pembeli sebesar Rp. 1.020 per kg. Dengan kata lain, apabila distributor benar-benar melaksanakan fungsinya, yaitu menjual pupuk sesuai dengan harga tebus (Rp 1.020) franko tempat pembeli, maka lonjak harga ataupun harga pupuk bersubsidi melampaui HET tidak perlu terjadi. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan kinerja distributor dari produsen pupuk cukup baik, karena mereka sebenarnya lebih berpengalaman dalam hal teknis penyaluran maupun administrasi pergudangan. Permasalahan justru muncul pada beberapa distributor swasta yang sebenarnya tidak mempunyai kemampuan secara ekonomi maupun teknis (tidak mempunyai kantor, gudang maupun sarana transportasi), namun karena didukung oleh “kekuatan tertentu” mendapat lisensi dari produsen pupuk untuk menjadi distributor. Distributor semacam inilah yang sebenarnya seringkali menyebabkan pasokan pupuk bersubsidi di suatu daerah menjadi langka atau mengalami lonjak harga hingga melampui HET, karena mereka hanya menjual DO saja dan tidak bertanggung jawab terhadap arus penyaluran pupuk di wilayah yang sebenarnya merupakan tanggung jawabnya. Pengaturan sistem distribusi pupuk bersubsidi disarankan tetap menggunakan SK Menperindang No. 70/MPP/KEP/2/2003, yang diubah menjadi SK Menperindag No. 356/MPP/KEP/5/2004, dengan beberapa penyempurnaan sebagai berikut: (1) menambah pengecer resmi paling sedikit 2 (dua) buah di setiap kecamatan yang lokasinya berbeda desa; (2) kelompok tani dapat menjadi sebagai salah satu pengecer resmi (saat ini kelompok tani sudah memiliki SIUP). Kasus di Kabupaten Jombang, Jawa Timur, perlu didorong untuk propinsi lainnya.
VI-151
DAFTAR PUSTAKA Dinas Pertanian, Jateng. 2004. Rencana Kebutuhan Pupuk Sub Sektor Tanaman Pangan Propinsi Jawa Tengah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Tengah. Ungaran. Dinas Pertanian, Jateng. 2004. Rencana Kebutuhan Pupuk Sub sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura Sesuai Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 64/Kpts/SR.130/3/2005. Propinsi Jawa Tengah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Tengah. Ungaran. Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2004. Pedoman Pengawasan Pupuk Bersubsidi. Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian. Jakarta. Kariyasa, K, M. Maulana dan Sudi Mardianto. 2004. Usulan Tingkat Subsidi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang Relevan Serta Perbaikan Pola Pendistribusian Pupuk Di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian Volume 2 Nomor 3, September 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. PPD PUSRI, Jateng. 2004. Realisasi Penjualan Pupuk Tahun 2004. Kantor Pemasaran Pupuk Daerah Propinsi Jawa Tengah. Semarang. PPD PUSRI, Jateng. 2005. Semarang.
Realisasi Penyaluran Pupuk Tahun 2005.
Kantor Pemasaran Pupuk Daerah Propinsi Jawa Tengah.
PPD PUSRI, Jateng. 2005. Stock Awal dan Stock Akhir Periode : 01 s/d 10 Agustus 2005. Kantor Pemasaran Pupuk Daerah Pupuk Sriwijaya. Propinsi Jawa Tengah. Semarang. PPK PUSRI, Klaten. 2005. Realisasi Penjualan Pupuk Tahun 2005 Kabupaten Klaten. Kantor Pemasaran Pupuk Kabupaten Klaten. Klaten.
PPK PUSRI, Sragen. 2005. Realisasi Penjualan Pupuk Tahun 2005 Kabupaten Sragen. Kantor Pemasaran Pupuk Kabupaten Sragen. Sragen. Rachman, B, Supriyati, dan S Friyatno. 2005. Ekonomi Kelembagaan Sistem Usahatani Padi di Indonesia. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 5 (2) :123-128. Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Denpasar.
VI-152
Lampiran 1. Rencana Kebutuhan Pupuk Urea di Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2004 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kabupaten Brebes Tegal Kota Tegal Pemalang Pekalongan Kota Pekalongan Batang Kendal Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Demak Grobogan Kudus Pati Jepara Rembang Blora Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Kota Surakarta Kota Magelang Magelang Temanggung Wonosobo Purworejo Kebumen Banyumas Banjarnegara Purbalingga Cilacap Jumlah
Jml kebutuhan 33.017 15.600 459 18.163 11.577 692 9.992 16.450 9.627 1.295 618 27.237 75.860 15.273 37.878 11.137 16.240 34.898 29.298 26.458 38.642 13.564 20.699 23.500 84 105 25.090 17.043 24.934 14.089 16.598 18.110 24.660 16.562 26.582 672.031
Jan 5.359 1.375 67 2.298 2.202 123 828 1.650 903 138 10 1.541 5.423 205 968 1.288 740 3.152 43 1.814 3.633 800 1.485 2.335 10 8 2.359 1.219 2.106 1.074 643 167 2.412 1.468 3.127 52.971
Feb
Mar
2.883 900 39 1.600 662 130 382 1.500 1.400 92 35 2.432 7.546 367 6.181 1.075 1.190 3.096 147 2.871 3.576 1.792 1.440 2.115 11 8 2.235 2.729 2.786 250 139 167 2.379 1.101 1.113 56.369
1.978 1.125 138 1.306 23 46 276 1.350 745 163 53 4.267 8.479 1.733 5.327 1.290 845 1.878 2.787 2.968 3.424 1.365 3.538 2.035 12 8 2.199 2.572 2.038 478 83 163 2.164 1.032 1.436 59.321
Apr 3.755 900 16 1.173 1.055 24 380 1.200 529 107 59 2.813 7.681 3.873 2.122 798 1.120 2.007 6.869 1.763 2.995 1.065 2.334 2.005 6 8 2.073 287 1.545 3.078 2.719 1.957 1.282 1.432 3.040 64.071
Mei 2.460 1.150 21 1.400 1.909 101 1.325 1.300 217 142 25 610 6.216 586 1.732 814 1.075 3.163 23 3.124 2.699 740 1.322 1.545 7 7 1.665 72 1.622 2.439 2.991 4.161 1.234 1.442 4.450 53.697
Jun 2.020 775 29 1.238 1.107 67 1.401 1.200 215 111 38 1.186 6.445 445 1.860 644 1.050 3.545 2.792 1.384 2.340 1.187 1.100 1.515 7 6 1.871 148 1.439 631 223 1.603 1.902 1.567 1.617 44.707
Jul 1.839 900 33 1.124 741 121 685 1.000 465 35 11 442 1.568 530 1.202 565 495 1.146 3.795 1.565 2.214 1.114 1.443 1.505 8 7 1.215 219 2.068 106 440 203 1.791 1.199 1.066 32.858
Agt 1.437 825 13 594 412 29 385 900 685 39 18 10 5 194 716 617 100 107 1.802 2.182 631 1.192 1.505 3 8 2.096 608 2.152 163 133 2.235 729 664 23.187
Sept 1.375 1.050 5 1.000 415 15 280 750 1.054 51 30 450 132 85 355 952 20 482 2.273 3.182 637 1.017 2.000 17 1.393 1.811 2.067 325 133 1.709 1.269 156 26.490
Okt 1.980 1.700 17 1.244 415 33 600 1.500 821 77 232 6.018 19.178 2.305 5.944 708 3.080 6.275 5.460 2.417 4.332 1.071 1.997 2.120 11 9 2.674 2.829 2.101 86 468 2.342 1.818 1.685 912 84.457
Nop 2.720 2.200 51 2.214 980 4 1.536 2.100 1.378 162 91 5.422 12.435 3.423 8.667 1.007 3.350 6.479 7.381 2.534 3.845 1.739 1.875 2.325 6 109 3.120 3.415 2.434 2.743 5.543 4.348 2.642 1.893 4.074 104.155
Des 5.212 2.700 31 2.974 1.856 1.915 2.000 1.215 179 16 2.046 751 1.630 2.795 1.380 3.175 3.568 1.943 4.220 1.422 1.956 2.495 4 10 2.190 1.136 2.576 3.204 2.861 2.733 3.083 1.747 4.927 69.749
Sumber: PT. PUSRI, PPD Jawa Tengah
Lampiran 2. Realisasai Alokasi Pupuk Urea Bersubsidi di Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2004 (Ton) No
Kabupaten
Juml kebutuhan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
VI-153
Jun
Jul
Agt
Sept
Okt
Nop
Des
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Brebes Tegal Kota Tegal Pemalang Pekalongan Kota Pekalongan Batang Kendal Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Demak Grobogan Kudus Pati Jepara Rembang Blora Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Kota Surakarta Kota Magelang Magelang Temanggung Wonosobo Purworejo Kebumen Banyumas Banjarnegara Purbalingga Cilacap Jumlah
29.554 13.964 411 16.258 10.363 619 8.943 14.724 8.617 1.159 553 24.380 67.902 13.671 33.905 9.969 14.536 31.237 26.225 23.683 34.588 12.141 18.528 21.035 75 94 22.458 15.255 22.319 12.611 14.857 16.210 22.073 14.825 23.793 601.535
4.797 1.231 60 2.056 1.971 110 741 1.477 808 123 9 1.379 4.854 183 866 1.153 662 2.821 38 1.624 3.252 716 1.329 2.090 9 8 2.112 1.091 1.885 961 576 149 2.159 1.312 2.799 47.415
2.581 806 35 1.432 593 116 341 1.343 1.253 82 31 2.177 6.754 329 5.533 962 1.065 2.771 132 2.570 3.201 1.604 1.289 1.893 10 7 2.001 2.443 2.494 224 124 149 2.129 986 997 50.456
1.771 1.007 123 1.169 21 41 247 1.208 667 146 48 3.819 7.590 1.551 4.768 1.154 756 1.681 2.495 2.657 3.065 1.221 3.166 1.822 11 7 1.968 2.302 1.824 428 74 146 1.937 924 1.285 53.099
3.361 806 15 1.050 944 22 340 1.074 474 96 53 2.518 6.876 3.466 1.899 715 1.003 1.796 6.149 1.578 2.681 953 2.089 1.795 6 7 1.856 256 1.383 2.755 2.434 1.752 1.148 1.282 2.721 57.350
2.202 1.029 19 1.253 1.709 91 1.186 1.164 194 127 22 546 5.564 435 1.550 729 962 2.831 20 2.796 2.416 663 1.184 1.383 6 6 1.490 64 1.452 2.183 2.677 3.725 1.112 1.291 3.983 48.064
Sumber: PT. PUSRI, PPD Jawa Tengah
VI-154
1.080 694 26 1.108 991 60 1.254 1.074 192 100 34 1.062 5.769 398 1.665 576 940 3.173 2.499 1.239 2.095 1.062 985 1.356 6 6 1.675 132 1.288 565 200 1.435 1.703 1.403 1.448 40.017
1.645 806 30 1.006 663 109 613 895 416 31 10 396 1.403 474 1.076 505 443 1.026 3.397 1.401 1.982 998 1.291 1.347 7 6 1.008 196 1.851 95 394 182 1.604 1.073 954 29.411
1.286 738 12 531 369 26 345 806 613 35 16 9 4 174 641 552 90 96 1.613 1.953 565 1.067 1.347 2 7 1.876 544 1.926 146 119 2.000 653 594 20.755
1.231 940 4 895 371 13 250 671 943 46 27 403 118 76 318 852 18 431 2.035 2.848 570 910 1.790 15 1.247 1.621 1.850 291 119 1.530 1.136 139 23.711
1.772 1.522 15 1.113 371 29 537 1.343 735 69 208 5.387 17.166 2.063 5.320 634 2.757 5.617 4.888 2.163 3.878 959 1.787 1.898 10 8 2.393 2.532 1.880 77 419 2.096 1.627 1.508 817 75.598
2.435 1.969 45 1.982 877 4 1.375 1.880 1.233 145 81 4.853 11.131 3.064 7.766 901 2.999 5.799 6.607 2.268 3.442 1.557 1.679 2.081 5 9 2.793 3.057 2.178 2.455 4.962 3.892 2.365 1.694 3.647 93.229
4.665 2.419 28 2.662 1.482 1.714 1.790 1.088 160 15 1.831 673 1.459 2.502 1.235 2.842 3.194 1.739 3.777 1.273 1.751 2.233 3 9 1.960 1.017 2.306 2.868 2.561 2.446 2.760 1.564 4.410 62.432
Lampiran 3. Realisasi Penjualan Pupuk oleh PPD PUSRI Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2004 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Kabupaten Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Semarang Demak Grobogan Kudus Jepara Pati Rembang Blora Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Wonosobo Temanggung Kebumen Purworejo Magelang Boyolali Klaten Sragen Karanganyar Sukoharjo Wonogiri Jumlah
Jan 3.175,00 1.250,00 1.000,00 2.050,00 1.150,00 2.625,00 2.475,00 3.725,00 4.950,00 1.875,00 2.200,00 3.350,00 2.950,00 3.935,00 2.525,00 2.450,00 1.850,00 2.580,17 1.975,00 3.400,00 2.750,00 2.910,00 3.325,00 2.300,00 1.960,00 3.350,00 3.150,00 2.550,00 1.700,00 75.485,17
Feb 3.150,00 1.450,00 1.250,00 1.350,00 600,00 1.675,00 1.975,00 1.800,00 3.400,00 525,00 1.275,00 5.000,00 2.325,00 4.150,00 1.400,00 1.825,00 1.400,00 1.450,00 1.450,00 2.625,00 1.650,00 1.615,00 1.625,00 1.825,00 900,00 2.750,00 2.550,00 2.800,00 1.350,00 57.140,00
Mar 3.750,00 1.350,00 1.325,00 1.425,00 850,00 2.625,00 2.346,88 5.010,00 6.575,00 1.875,00 2.100,00 4.500,00 3.600,00 5.175,00 1.700,00 2.975,00 1.700,00 2.150,40 2.375,00 3.875,00 2.085,00 1.676,00 3.402,01 2.775,00 1.925,00 4.525,80 4.150,00 3.227,20 1.450,00 82.498,29
Apr 2.575,00 1.300,00 1.150,00 1.450,00 650,00 1.575,00 1.425,00 2.325,00 4.700,00 1.275,00 1.375,00 2.575,00 1.675,00 2.750,00 1.775,00 2.650,00 1.225,00 1.750,00 1.325,00 2.675,00 2.250,00 1.875,00 2.175,00 1.275,00 1.657,75 2.894,55 2.275,00 1.825,00 775,00 55.202,30
Mei 2.050,00 1.175,00 1.775,00 1.425,00 850,00 1.650,00 1.400,00 2.975,00 3.725,00 1.100,00 1.375,00 2.750,00 1.850,00 3.225,00 2.150,00 2.650,00 1.975,00 1.800,00 1.373,00 2.700,00 2.675,00 2.375,00 2.550,00 1.625,00 1.925,00 2.650,00 2.575,00 1.875,00 1.100,00 59.235,00
Jun 2.550,00 1.275,00 1.500,00 1.200,00 900,00 2.300,00 1.625,00 3.050,00 3.650,00 1.250,00 951,94 2.375,00 1.750,00 3.075,00 1.425,00 2.450,00 1.425,00 1.625,00 975,00 1.900,00 2.025,00 2.275,00 1.825,00 1.425,00 1.892,40 2.900,00 2.300,00 2.175,00 925,00 55.294,34
Sumber: PT. PUSRI, PPD Jawa Tengah
VI-155
Jul 2.950,00 850,00 425,00 1.925,00 625,00 1.500,00 1.575,00 2.875,00 4.610,00 1.150,00 650,00 2.425,00 1.850,00 3.100,00 900,00 1.475,00 1.110,85 1.466,25 1.025,00 1.175,00 1.125,00 1.900,00 1.350,00 1.800,00 2.255,20 3.900,00 2.125,00 2.425,00 1.050,00 51892,30
Agt 1.575,00 875,00 721,00 775,00 550,00 925,00 857,20 1.225,00 2.350,00 575,00 600,00 1.325,00 975,00 2.250,00 600,00 1.200,00 875,00 900,00 775,00 1.150,00 725,00 1.125,00 1.100,00 1.150,00 1.375,00 2.225,00 1.600,00 1.825,55 875,00 33.078,70
Sept 1.125,00 1.000,00 1.025,00 900,00 650,00 1.075,00 1.075,00 1.450,00 2.125,00 555,00 425,00 1.275,00 1.050,00 1.775,00 900,00 1.400,00 1.150,00 1.025,00 1.000,00 1.225,00 800,00 1.000,00 1.300,00 1.075,00 1.325,00 1.875,00 1.600,00 1.400,00 1.075,00 33.655,00
Okt 1.225,00 1.050,00 1.125,00 900,00 725,00 1.150,00 1.325,00 3.100,00 4.900,00 1.850,00 1.175,00 2.425,00 1.400,00 2.825,00 1.275,00 1.625,00 1.275,00 1.225,00 1.050,00 1.975,00 1.050,00 1.250,00 1.400,00 1.875,00 1.725,00 2.550,00 2.175,00 2.250,00 2.150,00 50.025,00
Nop 2.475,00 1.800,00 2.275,00 1.000,00 650,00 2.075,00 1.850,00 3.900,00 7.725,00 1.250,00 1.925,00 3.625,00 1.625,00 4.300,00 2.150,00 2.475,00 1.975,00 1.075,00 1.075,00 4.000,00 2.425,00 1.825,00 1.675,00 3.325,00 2.800,00 6.298,40 3.525,00 3.525,00 3.107,61 78.656,01
Des 4.300,00 3.425,00 3.000,00 1.775,00 1.125,00 2.725,00 2.275,00 5.275,00 11.275,00 1.875,00 1.425,00 5.375,00 2.675,00 4.700,45 3.800,00 4.050,00 2.600,00 2.625,00 1.850,00 3.825,00 4.150,00 3.900,00 3.800,00 3.075,00 2.725,00 5.175,00 3.705,55 3.475,00 2.925,00 102.906,00
Total 30.900,00 17.100,00 16.571,50 16.175,00 9.325,00 21.900,00 20.204,07 36.710,00 59.985,00 15.155,00 15.476,94 37.000,00 23.725,00 41.260,45 20.600,00 27.225,00 18.560,85 20.571,82 16.250,00 30.525,00 23.710,00 23.751,00 25.527,01 23.525,00 22.465,35 41.093,75 32.030,55 29.352,20 18.482,61 735.158,11
Lampiran 4. Rencana Kebutuhan Pupuk Urea di Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2005 (Ton) No
Kabupaten
1 2
Brebes Tegal
3 4 5 6
Kota Tegal Pemalang Pekalongan Kota Pekalongan Batang Kendal Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Demak Grobogan Kudus Pati Jepara Rembang Blora Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Kota Surakarta Kota Magelang Magelang Temanggung Wonosobo Purworejo Kebumen Banyumas Banjarnegara Purbalingga Cilacap Jumlah
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Jml kebutuhan 34.980,00 15.833,00
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sept
Okt
Nop
Des
5.580,00 151,00
3.075,00 990,00
2.080,00 1.273,00
39,10 990,00
2.625,00 12,65
2.160,00 852,00
1.945,00 990,00
1.550,00 907,00
15,00 1.455,00
21,35 187,00
2.920,00 2.420,00
5.500,00 2.970,00
519,40 18.863,00 12.732,00 650,00
114,80 2.298,00 1.838,00 125,00
52,80 1.600,00 1.280,00 27,50
1,60 1.306,00 1.035,00 17,50
28,90 1.347,50 1.053,00 105,00
78,45 1.574,50 1.569,00 105,00
93,00 1.238,00 1.149,00 75,00
1.124,00 457,00 37,50
15,00 594,00 405,00 12,50
27,45 1.000,00 399,00 12,50
1.244,00 764,00 15,00
16,25 2.388,50 1.319,00 17,50
91,15 3.14850 1.464,00 100,00
10.124,00 16.113,00 10.738,00 1.225,00 618,45 29.960,70 77.339,35 15.469,80 37.333,00 11.516,71 15.088,00 42.000,00 32.226,70 29.103,80 4.256,20 16.805,15 20.624,30 24.900,00 64,40 95,60 27.092,00 22.101,67 26.161,66 17.327,00 22.578,00 18.604,00 21.508,00 16.838,00 29.240,20 719.280,89
1.063,20 2.366,00 972,00 122,50 10,30 1.695,10 5.898,45 1.064,50 1.952,00 1.333,23 1.611,00 1.311,00 47,30 1.995,40 3.996,30 1.559,60 2.236,05 2.630,00 8,20 2.640,00 1.643,88 2.188,47 1.289,00 779,00 341,00 3.310,00 1.490,00 3.439,70 59.099,98
722,30 1.131,00 1.475,00 116,50 34,70 2.675,20 7.224,75 631,00 60.84,00 11.10,49 1.741,00 3.436,00 161,70 3.158,10 3.933,60 1.357,15 1.522,20 25,50 5,10 7,80 2.256,00 3.133,19 2.622,41 300,00 115,00 347,00 1.599,00 1.120,00 1.224,30 58.819,79
604,40 586,00 841,00 131,25 53,20 4.693,70 8.352,65 2.255,00 4.842,00 1.334,38 936,00 5.920,00 3.065,70 3.264,80 3.766,40 1.478,70 2.325,40 2.530,00 3,60 7,80 2.480,00 3.010,66 2.227,28 573,00 199,00 395,00 1.133,00 1.049,00 1.579,60 65.351,62
625,80 602,00 592,00 107,00 59,00 3.094,30 8.613,90 2.349,60 1.996,00 826,20 765,00 1.700,00 7.555,90 1.939,30 3.294,50 1.574,10 2.468,40 2.385,00 6,85 7,60 2.094,00 544,62 1.679,78 3.693,00 3.446,00 1.936,00 1.245,00 1.456,00 3.344,00 67.435,25
1.148,00 1.579,00 239,00 115,00 25,00 671,00 8.217,50 872,00 2.143,00 814,36 683,00 633,00 25,30 3.436,40 2.968,90 1.933,45 1.477,35 2.095,00 5,50 6,80 1.946,00 262,75 1.683,01 2.927,00 4.076,00 4.115,00 1.921,00 1.466,00 4.895,00 59.597,27
1.067,80 1.663,00 235,00 54,00 37,70 1.304,60 6.292,40 107,00 1.509,00 666,04 540,00 5.014,00 3.071,20 1.522,40 2.574,00 994,25 1.414,00 1.745,00 5,10 6,40 1.892,00 583,37 1.415,24 778,00 278,00 1.586,00 1.546,00 1.593,00 1.778,70 46.840,20
638,50 904,00 488,00 35,00 10,95 486,20 1.810,40 130,10 1.077,00 584,22 791,00 2.701,00 4.174,50 1.721,50 2.435,40 732,20 1.368,60 1.535,00 6,00 6,80 1.496,00 658,41 2.185,70 178,00 1.325,00 360,00 1.414,00 1.219,00 1.172,60 36.198,58
456,30 102,00 738,00 32,50 17,80 11,00 0,45 113,10 199,00 638,38 224,00 561,00 1.982,20 2.400,20 1.043,20 1.162,35 1.535,00 4,35 7,60 2.117,00 1.181,25 2.221,81 150,00 367,00 84,00 803,00 741,00 730,40 23.107,39
446,50 119,00 1.210,00 31,25 30,35 495,00 147,65 503,40 411,00 985,23 53,00 285,00 2.500,30 3.500,20 1.360,60 1.076,45 1.525,00 8,20 1.674,00 2.356,53 2.517,01 100,00 556,00 80,00 708,00 1.290,00 171,60 28.235,22
61,85 2.265,00 1.020,00 51,25 232,30 6.619,80 18.239,05 2.171,90 5.548,00 732,86 1.355,00 9.721,00 6.006,00 2.658,70 4.765,20 1.243,90 876,95 1.640,00 5,10 9,00 2.695,00 3.232,20 2.173,57 153,00 198,00 2.319,00 2.626,00 1.713,00 1.003,20 87.920,48
813,30 2.696,00 1.537,00 181,00 90,55 5.964,20 10.647,35 3.167,20 8.947,00 1.041,70 3.248,00 6.542,00 8.119,10 2.787,40 4.229,50 1.984,15 1.229,55 2.060,00 17,10 9,60 3.591,00 3.912,56 2.584,01 3.341,00 7.478,00 4.301,00 2.931,00 1.925,00 4.481,40 108.937,92
1.919,70 2.100,00 1.391,00 248,25 16,60 2.250,60 1.894,80 2.105,00 302500 1.449,,62 3141,00 4176,00 2.137,30 4.642,00 1.543,85 3.467,00 2.670,00 5,70 9,80 2.211,00 1.582,25 2.663,37 3.845,00 3.761,00 2.740,00 2.272,00 1.776,00 5.419,70 77.737,19
Keterangan =2004+
Sumber: Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah
Lampiran 5. Revisi Rencana Kebutuhan Pupuk Urea di Propinsi Jawa Tengah, Tahun 2005 Disesuaikan Dengan SK Mentan No 1
Kabupaten Brebes
Juml kebutuhan 28.027,73
Jan 4.470,98
Feb 2.463,84
Mar 1.666,60
Apr 3.132,89
Mei 2.103,28
VI-156
Jun 1.730,70
Jul 1.558,43
Agt 1.241,94
Sept 1201,88
Okt 1.710,67
Nop 2.339,65
Des 4.406,88
Keterangan
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Tegal Kota Tegal Pemalang Pekalongan Kota Pekalongan Batang Kendal Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Demak Grobogan Kudus Pati Jepara Rembang Blora Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Kota Surakarta Kota Magelang Magelang Temanggung Wonosobo Purworejo Kebumen Banyumas Banjarnegara Purbalingga Cilacap Jumlah
12.686,19 416,17 15.113,98 10.201,52 520,81
120,99 91,98 1.841,27 1.472,70 100,16
793,24 42,31 1.282,00 1.025,60 22,03
1.019,99 1,28 1.046,43 829,29 14,02
793,24 23,16 1.097,68 843,72 84,13
1.013,58 62,86 1.261,57 1.257,16 84,13
682,67 74,52 991,95 920,64 60,09
793,24 900,61 366,17 30,05
726,73 12,02 475,94 324,51 10,02
925,44 21,99 801,25 319,70 10,02
1.498,34 996,76 612,16 12,02
1.939,03 13,02 1.913,79 1.056,85 14,02
2.379,71 73,03 2.522,74 1.173,03 80,13
8.112,10 12.910,54 8.603,82 981,93 495,53 24.006,01 61.976,54 12.395,18 30.233,57 9.227,76 12089,26 33.652,50 25.821,64 23.319,42 34.058,09 13.465,13 16.525,22 19.951,13 51,60 76,60 21.707,47 17.708,97 20.962,03 13.883,26 18.087,42 14.906,46 17.233,29 13.491,45 23.428,71 576.329,00
851,89 1.895,76 778,82 98,15 8,25 1.358,20 4.726,13 852,93 1.564,04 1.068,25 1.290,81 1.050,44 37,90 1.598,81 3.202,04 1.249,63 1.791,64 2.107,29 6,57 2.115,30 1.317,16 1.753,51 1.032,81 624,17 273,23 2.652,14 1.193,86 2.756,06 47.353,86
578,74 906,21 1.181,84 93,35 27,80 2.143,50 5.788,83 505,59 4.874,81 889,78 1.394,98 2.753,10 129,56 2.530,43 3.151,80 1.087,42 1.219,66 2.043,19 4,09 6,25 1.807,62 2.510,47 2.101,21 240,38 92,14 278,03 1.281,20 897,40 980,97 47.129,36
484,28 469,53 673,85 105,16 42,63 3.760,83 6.692,56 1.806,82 3.879,65 1.069,17 749,97 4.743,40 2.456,39 2.615,92 3.017,83 1.184,81 1.863,23 2.027,16 2,88 6,25 1.987,10 2.412,29 1.784,61 459,12 159,45 316,49 907,82 840,51 1.265,65 52.362,98
501,42 482,35 474,34 85,73 47,27 2.479,31 6.910,28 1882,62 1.599,30 661,99 612,96 1.362,13 6.054,16 1.553,86 2.639,72 1.261,25 1.977,81 1.910,98 5,49 6,09 1.677,82 436,82 1.345,92 2.959,02 2.761,11 1.551,22 779,56 1.166,62 2.679,38 54.040,88
919,84 1.265,17 191,50 92,14 20,03 537,64 6.584,27 698,69 1.717,08 652,51 547,25 507,19 20,27 2.754,42 2.378,83 1.549,18 1.183,73 1.678,62 4,41 5,45 1.559,23 210,53 1.348,51 2.345,26 3.265,90 3.297,14 1.539,20 1.174,63 3.922,12 47.752,31
855,57 1.332,48 188,29 43,27 30,21 1.045,31 5.041,79 85,73 1.209,09 533,66 432,68 4.017,47 2.460,80 1.219,82 2.062,42 796,64 1.132,97 1.398,18 4,09 5,13 1.515,97 467,43 1.133,96 623,37 222,75 1.270,78 1.238,73 1.276,39 1.425,18 37.530,72
511,60 724,33 391,01 28,04 8,77 389,57 1.450,58 104,24 862,95 468,11 633,79 2.164,18 3.344,82 1.379,35 1.951,36 586,68 1.096,59 1.229,92 4,81 5,45 1.198,67 527,55 1.751,29 142,62 1.061,66 288,45 1.132,97 976,72 939,55 29.004,11
365,61 81,73 591,32 26,04 14,26 8,81 0,36 90,62 159,45 511,50 179,48 449,50 1.588,24 1.923,16 835,86 931,33 1.229,92 3,49 6,09 1.696,25 946,48 1.780,23 120,19 294,06 67,31 643,40 593,73 585,23 18.514,80
357,76 95,35 969,51 25,04 24,32 396,62 118,30 403,35 329,31 789,42 42,47 228,36 2003,37 2804,54 1090,18 862,51 1221,91 6,57 1341,29 18881,76 2016,75 80,13 445,50 64,10 567,29 1033,61 137,49 22623,47
495,57 1.814,83 817,28 41,06 186,13 5.303,11 14.614,04 1.740,23 4.445,34 587,20 1.085,69 7.788,95 4.812,31 2.130,28 3.818,12 996,67 702,66 1.314,05 4,09 7,21 2.159,37 2.589,80 1.741,57 122,59 157,05 1.858,10 2.104,08 1.372,54 803,81 70.444,68
651,66 2.160,17 1.231,52 145,03 72,55 4.778,82 8.531,19 2.537,72 7.168,78 834,66 2.602,46 5.241,78 6.505,43 2.233,40 3.388,89 1.589,80 985,18 1.650,58 13,70 7,69 2.877,29 3.134,94 2.070,44 2.676,98 5.990,15 3.446,18 2.348,46 1.542,41 3.590,72 87.284,91
1.538,16 1.682,63 1.114,54 198,91 13,30 1.803,29 1.518,21 1.686,63 2.423,78 1.161,51 2.516,73 3.346,02 1.712,51 3.719,40 1.237,01 2.777,93 2.139,34 4,57 7,85 1.771,56 1.267,78 2.134,03 3.080,81 3.013,50 2.195,43 1.820,44 1.423,02 4.342,53 62.286,92
=2004+
Sumber: Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah
Lampiran 6. Revisi Kebutuhan Pupuk Urea di Jawa Tengah, Tahun 2005 Disesuaikan Dengan SK Mentan + Kelebihan Disbun (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten Brebes Tegal Kota Tegal Pemalang Pekalongan Kota Pekalongan Batang
Juml kebutuhan 30.628,73 15.287,19 3.017,17 17.714,98 12.802,52 3.121,81
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
4.687,73 337,74 352,08 2.058,02 1.689,45 316,91
2.680,59 1.009,99 302,41 1.498,75 1.242,35 238,78
1.883,35 1.236,74 261,38 1.263,18 1.046,04 230,77
3.349,64 1.009,99 283,26 1.296,43 1.060,47 300,88
2.320,03 1.230,33 322,96 1.478,32 1.473,91 300,88
1.947,45 899,42 334,62 1.208,70 1.137,39 276,84
1.775,18 1.009,99 1.117,36 582,92 246,80
1.458,69 943,48 272,12 692,69 541,26 226,77
1.418,63 1.142,19 282,09 1.018,00 536,45 226,77
1.927,42 1.715,09 1.213,51 828,91 228,77
2.556,40 2.155,78 273,12 2.130,54 1.273,60 230,77
4.623,63 2.596,46 333,13 2.739,49 1.389,78 296,88
10.713,10
1.068,64
795,49
701,03
718,17
1.136,59
1.072,32
728,35
582,36
574,51
712,32
868,41
1.754,91
VI-157
Jun
Jul
Agt
Sept
Okt
Nop
Des
Keterangan =2004+
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Kendal Semarang Kota Semarang Kota Salatiga Demak Grobogan Kudus Pati Jepara Rembang Blora Sragen Karanganyar Wonogiri Sukoharjo Klaten Boyolali Kota Surakarta Kota Magelang Magelang Temanggung Wonosobo Purworejo Kebumen Banyumas Banjarnegara Purbalingga Cilacap Jumlah
15.511,54 11.204,82 3.582,93
2.112,51 995,57 314,90
1.122,96 1.398,59 310,10
686,28 890,60 321,91
699,10 691,09 302,48
1.481,92 408,25 308,89
1.549,23 405,04 260,02
941,08 607,76 244,79
298,48 808,07 242,79
312,10 1.186,26 241,79
2.031,58 1.034,03 257,81
2.376,92 1.448,27 361,78
1.899,38 1.331,29 415,66
3.096,53 26.607,01 64.582,54 14.996,18 32.834,57 11.828,76 14.690,26 36.253,50 28.422,64 25.920,42 36.659,09 16.066,13 19.126,22 22.552,13 2.652,60 2.677,60 24.308,47 20.309,97 23.563,03 16.484,26 20.688,42 17.507,46 19.834,29 16.092,45 26.029,71 667.369,00
225,00 1.574,95 4.942,88 1.069,68 1.780,79 1.285,00 1.507,56 1.267,19 326,90 1.815,56 3.418,79 1.466,38 2.008,39 2.324,04 223,32 2.332,05 1.533,91 1.970,26 1.249,56 840,92 489,98 2.668,89 1.410,61 2.972,81 54.838,96
244,55 2.360,25 6.005,58 722,34 5.091,56 1.106,53 1.611,73 2.969,85 418,56 2.747,18 3.368,55 1.304,17 1.436,41 2.259,94 264,19 223,00 2.024,37 2.727,22 2.317,96 457,13 308,89 494,78 1.497,95 1.114,15 1.197,72 54.874,56
259,38 3.977,58 6.909,31 2.023,57 4.096,40 1.285,92 966,72 4.960,15 2.745,39 2.832,67 3.234,58 1.401,56 2.079,98 2.243,91 262,98 223,00 2.203,85 2.629,04 2.001,36 675,87 376,20 533,24 1.124,57 1.057,26 1.482,40 60.108,18
264,02 2.696,06 7.132,03 2.099,37 1.816,05 878,74 829,71 1.578,88 6.343,16 1.770,61 2.856,47 1.478,00 2.194,56 2.127,73 265,59 222,84 1.894,57 653,13 1.562,67 3.175,77 2.977,86 1.767,97 1.214,31 1.383,37 2.896,13 61.791,08
236,78 754,39 6.801,02 915,44 1.933,83 869,26 764,00 723,94 309,27 2.970,17 2.595,58 1.765,93 1.400,48 1.895,37 264,51 222,20 1.775,98 427,28 1.565,26 2.562,01 3.482,65 3.513,89 1.755,95 1.991,38 4.138,87 55.497,51
245,96 1.262,06 5.258,54 302,48 1.425,84 759,41 649,43 4.234,22 2.749,80 1.436,57 2.279,17 1.013,39 1.349,72 1.614,93 264,19 221,88 1.732,72 684,18 1.350,71 840,12 439,50 1.487,53 1.455,48 1.493,15 1.641,93 45.275,92
225,52 606,32 1.667,33 320,99 1.079,70 684,86 850,54 2.380,93 3.633,82 1.596,10 2.168,11 803,43 1.313,34 1.446,67 254,91 222,20 1.415,42 744,30 1.968,04 359,37 1.278,41 505,20 1.349,72 1.193,47 1.156,30 36.489,21
231,01 225,56 217,11 307,37 376,20 728,25 396,23 666,25 1.804,99 2.139,91 1.052,61 1.148,08 1.446,67 263,59 222,84 1.913,00 1.163,23 1.996,98 336,94 510,81 284,06 860,15 810,48 801,98 25.971,00
241,07 613,37 335,05 620,10 546,06 1.006,17 259,22 445,11 2.220,12 3.021,29 1.306,93 1.079,26 1.438,66 223,32 1.558,04 2.104,92 2.233,50 296,88 662,25 280,85 784,04 1.250,36 354,24 29.819,57
402,88 5.520,86 14.830,79 1.956,98 4.662,09 803,95 1.302,44 8.005,70 5.101,31 2.347,03 4.034,87 1213,42 919,41 1.530,80 254,19 223,96 2.376,12 2.806,55 1.958,32 339,34 373,80 2.074,85 2.320,83 1.589,29 1.020,56 77.929,78
289,30 4.995,57 8.747,94 2.754,47 7.385,53 1.051,41 2.819,21 5.458,53 6.794,43 2.450,15 3.605,64 1.806,55 1.201,93 1.867,33 273,80 224,44 3.094,04 3.351,69 2.287,19 2.893,73 6.206,90 3.662,93 2.565,21 1.759,16 3.807,47 95.030,11
230,05 2.020,04 1.734,96 1.903,38 2.640,53 1.378,26 2.733,48 3.562,77 1.929,26 3.936,15 1.453,76 2.994,68 2.356,09 264,67 224,60 1.988,31 1.484,53 2.350,78 3.297,56 3.230,25 2.412,18 2.037,19 1.639,77 4.559,28 69.743,12
Sumber: Dinas Pertanian Propinsi Jawa Tengah
Lampiran 7. Realisasi Penyaluran Pupuk Urea di Jawa Tengah, Tahun 2005 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kabupaten Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Semarang Demak Grobogan Kudus Jepara
Jan 3,400 2,050 2,425 2,000 975 2,150 2,129 3,000 5,975 1,350 1,500
Feb 2,200 1,975 1,675 1,400 900 1,825 1,975 2,650 4,375 1,800 1,375
Mar 2,225 1,875 1,425 1,125 925 1,600 1,800 3,350 5,650 1,450 1,025
Apr 2,325 2,250 1,700 1,175 950 1,475 1,600 3,300 6,550 1,650 1,450
Mei 2,400 2,100 1,500 1,175 ,825 1,600 1,250 2,225 3,475 1,100 900
Jun 1,525 1,650 1,550 1,425 1,150 1,975 1,325 2,000 3,375 1,050 875
VI-158
Jul 1,925 1,575 1,300 1,225 1,025 1,700 1,350 2,050 3,975 875 750
Agt
Sept
Okt
Nop
Des
Total 16,000 13,475 11,575 9,525 6,750 12,325 11,329 18,575 33,375 9,275 7,875
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Pati Rembang Blora Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Wonosobo Temanggung Kebumen Purworejo Magelang Boyolali Klaten Sragen Karanganyar Sukoharjo Wonogiri TOTAL Perk. Besar Pertanian
3,675 2,325 4,325 2,600 2,175 1,350 2,000 1,300 3,075 2,325 2,750 2,575 2,850 2,125 2,975 2,650 2,375 3,100 73,504 73,504
3,200 1,450 3,850 2,400 2,275 1,450 1,800 1,375 2,200 1,550 1,850 2,300 1,500 2,100 3,000 2,375 2,200 1,575 60,600 60,600
3,420 2,000 3,900 2,350 1,775 1,200 1,750 1,325 2,300 1,255 1,575 2,500 2,525 2,425 4,387 3,325 2,150 2,150 64,762 415 65,177
4,130 1,725 3,800 2,775 2,075 1,550 1,875 1,500 2,750 1,725 2,325 2,350 2,525 2,850 3,875 2,711 2,350 2,850 70,066 1,085 71,151
2,325 1,075 2,275 3,200 2,725 1,775 2,275 1,550 2,075 2,200 2,575 2,200 1,675 1,975 2,200 2,100 1,750 1,975 56,475 413 56,888
1,775 900 2,225 2,037 1,775 1,500 1,220 1,325 1,625 1,825 1,525 1,625 1,300 1,600 1,700 2,025 1,400 1,350 46,632 46,632
1,250 800 2,250 1,850 1,700 1,575 1,500 1,250 1,750 1,225 1,475 1,600 1,550 1,900 3,100 2,100 1,550 1,475 47,650 47,650
19,775 10,275 22,625 17,212 14,500 10,400 12,420 9,625 15,775 12,105 14,075 15,150 13,925 14,975 21,237 17,286 13,775 14,475 419,689 1,913 421,602
Sumber: PT. PUSRI, PPD Jawa Tengah
Lampiran 8. Realisasi Penjualan Pupuk Urea di Kabupaten Klaten, Tahun 2005 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total
Distributor UD Langgeng Tani UD Manunggal Tani UD Konco Tani PT APV PT Mega Eltra CV Siar Jaya Indo CV Lufi Jaya UPDT Sarana Tani PT Kebakkramat UD Dian Tani PT T2MP
Jan 400.00 450.00 50.00 250.00 175.00 225.00 325.00 225.00
Feb 225.00 350.00 400.00 250.00 150.00 150.00 125.00 50.00 150.00 225.00
Mar 250.00 350.00 375.00 175.00 50.00 150.00 300.00 275.00 50.00 150.00 275.00
Apr 225.00 325.00 325.00 225.00 175.00 250.00 275.00 275.00 175.00 225.00 350.00
Mei 225.00 300.00 300.00 150.00 50.00 100.00 126.00 225.00 100.00 200.00 200.00
Jun 200.00 275.00 175.00 100.00 50.00 100.00 125.00 200.00 75.00 125.00 150.00
Jul 200.00 275.00 225.00 150.00 50.00 150.00 125.00 250.00 100.00 175.00 175.00
2.100.00
2.075.00
2.400.00
2.825.00
1.975.00
1.575.00
1.875.00
VI-159
Agt
Sept
-
Okt
-
Nop
-
Des
-
Total 1.725.00 2.325.00 1.850.00 1.300.00 700.00 1.125.00 1.075.00 1.275.00 500.00 1.350.00 1.600.00 -
1.4825.00
Rencana SPJB Prosentase SK Bupati Prosentase
1.350.00 155.56 2.294.00 91.54
1.350.00 153.70 1.576.00 131.66
2.100.00 114.29 2.376.00 101.01
1.400.00 201.79 2.510.00 112.55
1.150.00 171.74 1.713.00 115.29
.750.00 210.00 1.645.00 95.74
1.050.00 178.57 1.396.00 134.31
1.100.00 1.187..00 -
1.800.00 1.119.00 -
1.100.00 1.129.00 -
Agt
Sept
Okt
1.600.00 1.502.00 -
2.500.00 3.525.00 -
17.250.00 85.94 21.972.00 67.47
Sumber: PPK Kabupaten Klaten
Lampiran 9. Realisasi Penjualan Pupuk Urea di Kabupaten Sragen, Tahun 2005 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Distributor PT Murni Srijaya UD Wira Tani UD Puspita Agung UD Harum Tani UD Santen Bumi PT KB Kramat CV Siar Jaya Ind UD Dwi Jaya PT P. Perdagangan CV Lufi Jaya Pemda Sragen (Kmt)
Total Rencana SPJB Prosentase SK Bupati Prosentase
Jan 700.00 325.00 300.00 450.00 250.00 300.00 225.00 250.00 200.00
Feb 675.00 300.00 300.00 475.00 275.00 425.00 250.00 225.00 150.00
Mar 1.050.00 500.00 500.00 625.00 350.00 375.00 325.00 425.00 225.00
Apr 1.025.00 450.00 450.00 700.00 275.00 325.00 300.00 275.00 225.00
Mei 625.00 275.00 300.00 350.00 175.00 150.00 225.00 100.00 100.00
Jun 500.00 200.00 200.00 275.00 150.00 75.00 150.00 100.00 75.00
Jul 700.00 325.00 300.00 525.00 250.00 200.00 325.00 175.00 175.00 125.00
4.025.00 2.400.00 167.71 2.074.00 194.07
2.200.00 600.00 366.67 1.156.00 190.31
1.725.00 1.600.00 107.81 1.205.00 143.15
3.100.00 1.900.00 163.16 2.340.00 132.48
Nop
Des
112.00 3.000.00 1.400.00 214.29 1.135.00 264.32
3.075.00 1.900.00 161.84 1.026.00 299.71
4.487.00 4.200.00 106.83 6.442.00 69.65
VI-160
1.300.00 2.900.00 -
1.200.00 2.750.00 -
2.500.00 1.120.00 -
3.400.00 7.000.00 -
3.800.00 5.340.00 -
Total 5.275.00 2.375.00 2.250.00 3.400.00 1.725.00 1.850.00 1.800.00 1.550.00 1.150.00 125.00 112.00 21.612.00 26.200.00 82.49 34.488.00 62.67
Jumlah tahun 2004 Prosentase SK Mentan Prosentase
3.425.00 87.59 3.300 91
2.825.00 108.85 3.000 103
4.125.50 108.76 2.900 155
2.549.00 157.91 2.600 155
2.850.00 77.19 2.600 85
3.000.00 57.50 2.700 64
Sumber: PPK Kabupaten Sragen.
VI-161
3.900.00 79.49 2.300 135
2.225.00 19.00 -
1.825.00 19.00 -
2.550.00 27.00 -
6.000.00 27.00 -
5.125.00 38.00 -
40.399.50 53.50 32.400.00 67
Lampiran 10. Posisi Stok Awal, Pengadaan, Penyaluran dan Stok Akhir Pupuk Urea PT. Sriwijaya PPD Jawa Tengah, Periode 01 – 10 Agustus 2005 (Ton). No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Kabupaten Brebes Tegal Pemalang Pekalongan Batang Kendal Semarang Demak Grobogan Kudus Jepara Pati Rembang Blora Cilacap Banyumas Purbalingga Banjarnegara Wonosobo Temanggung Kebumen Purworejo Magelang Boyolali Klaten Sragen Karangayar Sukoharjo Wonogiri Jumlah
Stock Awal 01-08-05
Pengadaan
2.116
1.395
3.406
1.470
949 1.168 3.540 4.302
550 350 755 1.595
1.349
600
4.104 1.296 4.269 1.502 436 930 604 1.206 1.560 1.308 3.527
600 350 1.030 575 780 450 600 450 625 680 718 650
3.619
1.346
3.150 3.876
1.445 820
3.708
1.190
51.925
19.024
Penyaluran 1.025 625 450 500 300 550 450 800 1.400 400 350 525 400 825 775 600 600 550 550 725 400 450 700 750 750 1.150 900 700 800 19.000
Stock Akhir Di Gudang 1.861 3.626 949 1.068 3.495 4.497 1.199 4.179 1.246 4.474 1.682 286 980 504 1.106 1.840 1.576 3.477 3.465 3.445 3.796 3.398
Kumul. Peny. 01 Jan s/d 10 Agst 05 17.075 14.050 12.050 10.050 7.000 12.900 13.642 19.450 34.750 9.675 8.225 20.300 10.675 23.450 17.987 15.100 11.000 13.020 10.175 16.500 12.505 14.450 15.850 15.025 15.375 22.387 18.186 14.500 15.250 440.602
Sumber: PT. PUSRI, PPD Jawa Tengah
VI-166
D:\data\data\Anjak-2005\Kajian Sistem Distribusi
VI-167