Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
KAJIAN SIFAT KIMIA DAN RENDEMEN DARI TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) DENGAN PENGERINGAN YANG BERBEDA Marwati Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda Email:
[email protected] ABSTRAK Cempedak adalah salah satu tanaman khas Kalimantan Timu r yang bersifat mu ltiguna. Hampir semua ko mponen pada buah dapat dimanfaat kan termasuk biji cempedak. Biji dari buah cempedak memiliki kandungan hampir sama dengan beberapa bah an baku yang dapat dibuat tepung sehingga biji cempedak memungkinkan untuk dio lah menjad i tepung. Dalam pembuatan tepung dari biji cempedak, lama pengeringan saat pengolahan sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan terutama dari segi sifat kimianya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan dan berapa lama pengeringan yang paling baik dalam pengolahan tepung biji cempedak yang dihasilkan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RA L) Tungg al dengan lima perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Perlakuan pertama yaitu pengeringan selama 5 jam, 7 jam, 9 jam, 11 jam dan selama 13 jam. Setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali. Data yang diperoleh di analisa dengan sidik ragam (Anova) dan Uji Beda Nyata j r (BN ) pada taraf α 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Waktu pengeringan yang berbeda pada pengolahan tepung biji cempedak berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, protein dan rendemen yang dihasilkan. Tepung biji cemp edak yang terbaik berdasarkan standar mutu SNI-01-3751-2006 tepung terigu diperoleh dari perlakuan pengeringan selama 5 jam pada suhu 70o C dengan nilai kadar air 13,85%, kadar abu 0,63%, protein12,81% dan rendemen 33,06%. Kata kunci : Tepung biji cempedak, waktu pengeringan. PENDAHULUAN Buah cempedak (Artocarpus integer (Thunb.) Merr.) merupakan ko moditas perkebunan dan salah satu tanaman khas Kalimantan Timur yang memiliki prospek cerah di masa yang akan datang, karena di samping dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, juga dapat diproyeksikan sebagai bahan industri. Cempedak adalah buah mu ltiman faat. Dag ing buahnya kaya zat g izi, khususnya vitamin A. Kulit dan bijinya pun dapat dimakan, ku lit batangnya sebagai antitumor dan antimalaria (Anshari et al., 2010). Biji buah cempedak, sebenarnya mempunyai potensi yang tak kalah besar untuk dimanfaatkan. Limbah cempedak berupa bijinya dapat dimanfaat kan sebagai tepung yang memiliki kandungan hampir sama dengan tepung dari bahan baku lainnya. Dengan perlaku an khusus, bukan tidak mungkin biji cempedak ini dapat dikembangkan men jadi salah satu bentuk bahan pangan baru. Ko mposisi biji cempedak mengandung protein 10-13%, lemak 0,5-1,5%, karbohidrat 77-81%, kadar air 46-78% (Verheij et al., 1997). M inyak dari biji cempedak d ilaporkan mengandung asam linoleat sebesar 40,2%, asam palmitat 30,2% (Renata, 2009). Melihat kandungan dan komposisi dari nilai gizi yang terdapat dalam biji cempedak, maka peluang untuk memanfaatkan limbah biji cempedak menjadi sesuatu produk olahan salah satunya diolah men jadi tepung biji cempedak. Dalam pembuatan tepung dari biji cempedak, lama pengeringan saat pengolahan sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan terutama dari segi sifat fisika dan kimianya (Munarso et al., 2004) Tujuan dari penelit ian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama pengeringan dan berapa lama pengeringan yang paling baik dalam pengolahan tepung biji cempedak yang dihasilkan. METODE P ENELITIAN Bahan dan Alat Bahan - bahan yang digunakan pada penelitian adalah biji buah cempedak, aquadest dan butiran zink. Sedangkan alat-alat yang digunakan yaitu pisau, ayakan 80 mesh, blender, baskom, toples, oven, alumuniu m foil, timbangan digital, hot plate, desikator, cawan alumuniu m, cawan porselin, labu ukur, gelas ukur, pipet, kertas saring, timbangan analitik, bunsen dan tanur. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelit ian in i menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RA L) Tunggal dengan lima perlakuan dan setiap perlakuan diu lang sebanyak enam kali. Perlakuan pertama yaitu pengeringan selama 5 jam, 7 jam, 9 jam, 11 jam dan selama 13 jam. Setiap perlakuan diu lang sebanyak 6 kali. Data yang diperoleh di analisa dengan sidik ragam (Anova) dan Uji Beda Nyata Juju r (BNJ) pada taraf α 5 %. HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Prosedur Penelitian Pembuatan tepung biji cempedak di mu lai dengan pemisahan biji dengan daging buah, pencucian, pengukusan (blanching dengan suhu 70o C selama 10 men it), pengupasan, pengirisan, pengeringan sesuai dengan perlakuan, penggilingan danpengayakan dengan ukuran 70 mesh. Analisi s Tepung biji cempedak kemudian dianalisa kadar air dan kadar abu (Apriyantono et al., 1989), protein dengan metode Kjeldahl (Sudarmadji, 1997) dan penentuan rendemen (Cahyadi, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Kandungan air sangat berpengarung dalam daya tahan suatu produk makanan. Selain itu kadar air juga berpengaruh terhadap tekstur, penampakan dan rasa. Menurut winarno, (2008), makanan yang kering sekali pun seperti buah kering, tepung, biji-bijian memiliki kandungan air dalam ju mlah tertentu. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan yang berbeda-beda pada pembuatan tepung biji cempedak menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap kadar air tepung biji cempedak. Kadar air tert inggi dipero leh dari perlakuan pengeringan pada waktu 5 jam sebesar 13,84 % dan perlakuan waktu pengeringan yang paling rendah kadar airnya pada perlakuan 13 jam yaitu 12,53 % (Gambar 1).
Gambar 1. Grafik rata-rata kadar air tepung biji cempedak dengan waktu pengeringan yang berbeda-beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5% = 0,04 Berdasarkan gambar 1, semakin lama waktu pengeringan maka kadar air yang dihasilkan akan se makin berkurang. Hal in i disebabkan karena waktu pengeringan yang berbeda, air yang terdapat dalam bahan berlahan akan menguap sempurna. Lubis (2008), menyatakan bahwa lama pengeringan berpengaruh terhadap kadar air, hal in i dikarenakan pengeringan yang cukup lama menyebabkan jumlah air yang teruapkan lebih banyak sehingga kadar air dalam tepung berkurang. Dari semua perlakuan dengan lama waktu pengeringan yang berbeda pada tepung biji cempedak, semua perlakuan waktu pengeringan memenuhi syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan berdasarkan SNI 37512006. Kadar Abu Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen -komponen organik dalam bahan pangan. Menurut Winarno (2004), dalam proses pembakaran bahan -bahan organik yang terbakar tetapi zat anorganiknya tidak ikut terbakar maka disebut abu. Bahan makanan sebagian besar mengandung bahan organik sebesar 96%, sedangkan sisanya merupakan unsur mineral. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan waktu p engeringan yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan oleh tepung biji cempedak. Kadar abu HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
tertinggi diperoleh dari perlakuan waktu pengeringan 13 jam 1,23 % dan kadar abu terendah diperoleh dari perlakuan waktu pengeringan 5 jam 0,63 % (Gambar 2).
Gambar 2. Grafik rata-rata kadar abu tepung biji cempedak deng an wak tu pengeringan yang berbeda -beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5% = 0,04 Pada diagram batang dapat dilihat bahwa semakin rendah waktu pengeringan maka kadar abu yang didapat pada tepung biji cempedak juga semakin rendah dan sebaliknya semakin lama waktu pengeringan maka kadar abu yang didapat pada tepung biji cempedak akan semakin tinggi. Berdasarkan SNI 3751-2006 syarat mutu tepung terigu untuk kadar abu maksimal 0,6% , dari hasil kadar abu tepung biji cempedak yang mendekati pada perlakuan waktu 5 jam. Menurut Sudarmadji (2007), Kadar abu atau mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. bahwa kadar abu tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu yang digunakan saat pengeringan, jika bahan diolah melalui proses pengeringan maka semakin lama waktu dan semakin t inggi suhu pengeringan akan meningkatkan kadar abu. Protein Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa lama waktu pengeringan yang berbeda sanga t berpengaruh terhadap protein dalam tepung biji cempedak yang dihasilkan kandungan protein tertinggi didapat pada waktu pengeringan selama 5 jam yaitu sebesar 12,81 % dan semakin berku rang seiring lamanya waktu pengeringan dan didapat protein terendah pada waktu pengeringan selama 13 jam yaitu sebesar 7,62 % (Gambar 3).
Gambar 3. Grafik rata-rata protein tepung bi ji cempedak dengan waktu pengeringan yang berbeda-beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5% = 0,20 HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Berdasarkan gambar 3 menunjukkan bahwa lama waktu pengeringan yang berbeda mempengaruhi kadar protein yang terkandung pada tepung biji cempedak yang dihasilkan. Menurut Fennema (1996), kondisi panas dapat memutuskan ikatan hydrogen dan interaksi hidrofobik non polar yang menopang struktur sekunder dan tersier moleku l protein. Hal ini d i karenakan suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan mo leku l penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga menyebabkan sisi hidrofobik dari gugus samping moleku l polipeptida akan terbuka. Proses denaturasi tersebut menurunkan kelarutan protein sehingga akan terjadi koagulasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Lubis (2008), bahwa lama pengeringan berpengaruh terhadap kandungan protein tepung, ini dikarenakan pengeringan yang cukup lama men jadikan penguapan air dalam bahan sangat cepat sehingga air dalam bahan berkurang dan mempengaruhi protein dalam bahan. Dengan menggunakan waktu pengeringan yang lama maka kadar protein yang dihasilkan akan semakin sedikit dan sebaliknya semakin rendah waktu pengeringan maka kadar protein yang dihasilkan akan semakin banyak. Menurut pernyataan Munarso et al., (2004), yang mengatakan dalam pembuatan tepung d ari biji cempedak, lama pengeringan saat pengolahan sangat berpengaruh terhadap kualitas tepung yang dihasilkan dari segi sifat fisik dan kimianya.
Rendemen Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu pengeringan yang berbeda pada tepung biji cempedak menunjukkan hasil berbeda nyata terhadap rendemen tepung biji cempedak. Rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan waktu pengeringan pada 5 jam sebesar 33,06 %, sedangkan pada perlakuan waktu pengeringan terendah didapat pada pengeringan waktu selama 13 jam sebesar 23,03 % (Gambar 4).
Gambar 4. Grafik rata-rata rendemen tepung biji cempedak deng an waktu pengeringan yang berbeda -beda. Keterangan : Diagram batang yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf α 5 % = 0,45 Pada gambar 4 dapat dilihat semakin lama waktu pengeringan maka rendemen yang dihasilkan semakin rendah. Hal in i sesuai dengan pernyataan Desrosier dalam lubis (2008), bahwa pengeringan yang cukup lama menjad ikan massa air berkurang sehingga pemisahan tepung lebih sempurna dan diperoleh rendemen yang lebih rendah. KESIMPULAN Waktu pengeringan yang berbeda pada pengolahan tepung biji cempedak berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu, protein dan rendemen yang dihasilkan. Tepung biji cempedak yang terbaik berdasarkan standar mutu SNI-013751-2006 tepung terigu diperoleh dari perlakuan pengeringan selama 5 jam pada suhu 70 o C dengan nilai kadar air 13,85%, kadar abu 0,63%, p rotein12,81% dan rendemen 33,06%. DAFTAR PUSTAKA Anshari, H., Olen ka, D., Marliana, M. 2010. Pemanfaatan Biji Cempedak Sebagai A lternatif Pengganti Tepung Terigu Dengan Kualitas dan Gizi Tinggi. UNM. Malang. Apriantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawat i, dan S. Bidiyanto. 1989. Analisa Pangan . IPB. Bogor. Badan Standar Nasional. 2006. Standar Nasional Indonesia. SNI 01 -3751-2006. Tentang Standardisasi Tepung Terigu. Cahyadi, W. 2008. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan Edisi Kedua. Jakarta: Bu mi Aksara. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc.
HKI-Kaltim
Prosiding Seminar Nasional Kimia 2014 HKI-Kaltim
ISBN: 978-602-19421-0-9
Kusumawati, D.D, A manto, B.S. dan R. A. M. Dimas. 2012. Pengaruh Perlakuan Pendahuluan Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus). Jurnal Teknosains Pangan Vo l 1. Ju rusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Un iversitas Sebelas Maret. Surakarta. Lidiasari, E., Syahfutri, M.I. dan F. Syaiful. 2006. Pengaruh perbedaan suhu pengeringan tepung tapai ubi kayu terhadap mutu fisik dan kimia yang dihasilkan. Jurnal ilmu-ilmu pertanian indonesia, 8(2) : 141-146. Lubis, I.H. 2008. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Pandan. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Su matra Utara. Medan. Munarso, S.J, Muchtadi, D., Fard iaz, D. dan R. Syarief. 2004. Perub ahan Sifat Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras Akibat Proses Modifikasi Ikat Silang. Ju rnal. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Feb: 104-110. Renata, A. 2009. Profil Asam Lemak dan Trigliserida Biji-Bijian. Skripsi. Faku ltas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudarmad ji, S., Bambang, H. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. U.S Wheat Associates (1981). Pedo man Pembuatan Roti dan Kue. Jakarta: Djambatan. Fennema OR. 1996. Food Chemistry. New York: Marcell Dekker Inc. Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Su mber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah -buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramed ia. Jakarta. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
HKI-Kaltim