18
II.
2.1
KAJIAN PUSTAKA
Konsep Evaluasi
Evaluasi berasal dari Bahasa Inggris “evaluation” ýang diserap dalam perbendaharaan istilah Bahasa Indonesia dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi “evaluasi” yang dapat diartikan memberikan penilaian dan membandingkan sesuatu hal dengan satuan tertentu sehingga bersifat kuantitatif. Pengertian evaluasi yang bersumber dari kamus Oxford Advanced Leaner’s Dictionary of Current English evaluasi adalah to find out, decide the amount or velue yang artinya berdasarkan definisi tersebut menunjukan bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, menggunakan strategi dan dapat dipertanggung jawabkan (Arikunto, 2007:1). Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003:38) pasal 57 ayat 1 dan 2 dikemukakan bahwa. 1. Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan 2. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal maupun non formal untuk semua jenjang, satuan dan jenis pendidikan. Depdiknas (2007:3) menyatakan bahwa penilaian merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan karena mencerminkan perkembangan atau kemajuan
19
hasil pendidikan (baca “mutu” pendidikan) dari satu waktu kewaktu lain. Disamping itu, berdasarkan penilaian tingkat pencapaian prestasi pendidikan antara satu sekolah dengan sekolah lain atau satu wilayah dengan wilayah lain dapat dibandingkan. selain itu, terdapat beberapa ahli yang mencoba mendefinisikan istilah evaluasi diantaranya sebagai berikut. 1.
Menurut Gronlund (1975:14) Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan tujuan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran yang telah dicapai oleh siswa
2.
Menurut Rahmat (2009 : 79) Evaluasi adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas, atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu, didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang telah diamati dengan menggunakan standar tertentu yang telah dibakukan.
3.
Menurut Ghani (2009:162) Istilah evaluasi sering membingungkan penggunanya terutama dalam pembelajaran. Kadang-kadang evaluasi disamakan dengan “pengukuran” atau juga digunakan untuk menggantikan istilah “pengujian” ketika guru menyelenggarakan tes hasil belajar, mereka mungkin mengatakan “menguji prestasi”, “mengukur prestasi”, atau mengevaluasi prestasi. Selanjutnya dalam kasus lain istilah evaluasi juga diartikan sebagai metode penelitian yang tidak tergantung pada pengukuran.
20
4.
Menurut Ghani (2009:163) Istilah evaluasi mengandung dua pengertian, yakni sebagai deskripsi kualitatif dari perilaku siswa dan sebagai kuantitatif dari hasil pengukuran (misalnya : skor tes). Untuk menjelaskan arti istilah tes, pengukuran dan evaluasi dapat diperbandingkan sebagai berikut. a. Tes adalah suatu instrumen atau prosedur sistematis untuk mengukur contoh perilaku siswa. b. Pengukuran adalah suatu proses perolehan deskripsi numerik dari ciri khusus penguasaan siswa. c. Evaluasi adalah proses sistematis dari pengumpulan, analisis, dan penafsiran informasi guna menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya suatu program pemerintah, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Selain itu, terdapat empat istilah yang sangat erat hubungannya dengan bahan evaluasi, yaitu : pengukuran, tes, penilaian dan pengambilan keputusan atau kebijakan. Pengukuran juga merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan informasi atau data secara kuantitatif. Salah satu alat ukurnya dinamakan tes dan hasilnya dinamakan skor (hasil pengukuran). Tes merupakan alat ukur, instrumen, atau prosedur pengukuran yang dipergunakan untuk mengetahui kemajuan dan perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar.
21
Tujuan umum untuk mengevaluasi haruslah jelas. Untuk menentukan strategi evaluasi yang cocok, seorang peneliti harus mengetahui mengapa evaluasi dilaksanakan (Brinkerhoft, 1983: 16). Apakah evaluasi akan digunakan untuk menemukan permasalahan, memecahkan permasalahan, menyediakan informasi yang sedang berlangsung, atau memutuskan keberhasilan program. Alasan umum untuk mengevaluasi akan membantu evaluator menentukan strategi untuk melahirkan pertanyaan-pertanyaan khusus. “the First step in the utilization focused approach to evaluation is identification and organization of relevant decision makers for information users of the evaluation” (Patton, 1978:61). Untuk memutuskan tujuan suatu evaluasi, seorang elevator membuat keputusan mengenai evaluasi tersebut. Selain itu, menurut Anderson dan Ball (Ghani, 2009:163) mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses yang menentukan sampai sejauh manan tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut Cronbach (Ghani, 2009:163) evaluasi adalah menyediakan informasi untuk pembuatan keputusan. Sehubungan dengan pembelajaran, evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses pengumpulan data untuk menentukan manfaat, nilai, kekuatan, dan kelemahan pembelajaran yang ditujukan untuk merivisi pembelajaran guna meningkatkan daya tarik dan efektifitasnya. Penilaian (evaluasi) mempunyai tujuan sebagai pengarah kegiatan evaluasi dan sebagai kegiatan penilaian program. Evaluasi pada umumnya berkaitan dengan upaya mengumpulkan, pengolahan, dan penyajian data atau informasi sebagai masukan untuk pengambilan keputusan. Secara sederhana Azwar (2004:7) mengemukakan karakteristik evaluasi diantaranya sebagai berikut.
22
1.
Merupakan perbandingan antara hasil ukur dengan suatu norma atau suatu kriteria.
2.
Hasilnya bersifat kualitatif.
3.
Hasilnya dinyatakan secara evaluatif.
Para evaluator memerlukan berbagai keahlian supaya lebih efektif dalam mengevaluasi. Selain itu mereka seharusnya menjadi ahli analisis yang baik sehingga tidak salah tafsir makna yang terkandung di dalam fenomena yang menjadi data. Mereka seharusnya juga memiliki keahlian pemasaran. Mereka harus mengkomunikasikan nilai evaluasi kepada pengambil kebijakan dan para manager yang tidak mungkin tidak menyadari keuntungan dari bantuan evaluasi yang sistematis. Dengan demikian para pengambil kebijakan dan manager akan mendapatkan manfaat dari evaluasi sehingga mereka akan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang merekan hadapi. Penjelasan lain tentang tujuan evaluasi ini di kemukakan oleh Weiss (1972:4) sebagai berikut : “die purpose of evaluation reserch is measure the effect of a program againts the goals it set out accomplish as means of contributing to subsequent decision making about the program and improving future programming”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa tujuan penelitian evaluasi adalah untuk mengukur dampak sebuah program dengan membandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan tentang program tersebut dan meningkatkan program masa yang akan datang.
23
Para ahli seperti Alex Astin Dan Bob Panos (Madaus, Scriven & Stufflebeam, 1986 : 293) mengatakan bahwa tujuan prinsip evaluasi adalah untuk menghasilkan informasi yang dapat memandu keputusan mengenai adopsi atau modifikasi program pendidikan. Evaluasi diharapkan untuk menyelesaikan berbagai tujuan diantaranya sebagai berikut. 1.
Mendokumentasi kejadian
2.
Mencatat perubahan siswa
3.
Mendeteksi daya kelembagaan
4.
Menempatkan kesalahan bagi permasalahan
5.
Membantu membuat keputusan administratif
6.
Menfasilitasi aksi perbaikan
7.
Meningkatkan pemahaman kita terhdap pembelajaran.
Selain tujuan evaluasi di atas, Aderson (Rahmat, 2009:202) merumuskan tujuan dari evalusi diantaranya sebagai berikut. 1.
Memberikan masukan untuk perencanaan program. Penilaian dimulai setelah adanya keputusan tentang penyelenggarakan program pendidikan. Dalam penilaian program yang sedang direncanakan biasanya digunakan analisis awal dan analisis akhir suatu program (front –end analysis). Informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dalam mempersiapkan suatu program pendidikan adalah mengidentifikasi kebutuhan program, penilaian tentang kecocokan konsep yang digunakan, perkirakan tentang biaya dan kelayakan program, dan proyeksi tentang perkembangan tutuntutan kebutuhan serta daya dukung tentang hal-hal tersebut sangat penting untuk melaksanakan pelaksanaan program dan ruang lingkup kegiatan perencanaan program pendidikan.
2.
Memberi masukan untuk keputusan tentang modifikasi program. Tujuan penilaian berhubungan dengan penilaian formatif. Titik berat kegiatan penilaian adalah mendeskripsikan proses pelaksanaan program. Maka komponen-komponen yang dihimpun, dianalisis, dan disajikan adalah tujuan, isi, metodelogi, dan kontek program, serta kebijaksanaan atau pendayahgunaan tenaga.
24
3.
Memperoleh informasi tentang pendukung dan penghambat . kehendak untuk melakukan penilaian ini muncul apabila para pengambil keputusan harus menghimpun dukungan untuk kelangsungan program pendidikan atau alasan-alasan untuk menghentikan program sehingga biaya dan sumber-sumber lainnya dapat dipergunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan lain. Dalam hal tertentu sebaliknya lembaga penyelenggara program menyampaikan tantangan pentingnya tujuan penilaian ini kepada para penilai dan menunjukan kepeduliannnya terhadap gejala positif dan negatif yang muncul dalam pelaksanaan program. Apabila kondisi ini terjadi, para penilai perlu mengkaji berbagai informasi, seperti dukungan masyarakat, politik, keuangan dan profesi yang dapat memperkuat dan menentang kelangsungan program.
Pendapat di atas menunjukan bahwa, penilaian (evaluasi) memiliki posisi yang strategis dan krusial dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Khususnya untuk memperoleh data atau informasi akurat dan objektif tentang pelaksanaan program pendidikan. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, terdapat beberapa pemanfaatan yang digunakan untuk memberikan alasan penggunaan hasil evaluasi, yaitu diantaranya sebagai berikut. 1. Mengambil keputusan mungkin mencari jalan untuk menunda atau melanjutkan suatu keputusan 2. Ducking
responbility,
administrator
menggunakan
evaluasi
untuk
membuktikan fakta guna pengambilan keputusan. 3. Publik relation, jika program berhasil baik menurut hasil evaluasai maka akan disebarluaskan. 4. Untuk memenuhi keharusan menujukan bukti bahwa program berjalan dengan baik atau sesuai dengan direncanakan.
Tyler mendefinisikan evaluasi sebagai perbandingan antara hasil yang dikehendaki dengan hasil yang sebenarnya. Pendekatan Tyler memberikan dasar pada pengukuran tingkah laku dalam suatu tujuan yang dibentuk
dan
25
mendasarkan kepada hasil pembelajaran dari input pengajaran. Tyler telah membuat beberapa perubahan dalam konsepnya mengenai penilaian perubahan ini dikembangkan dalam definisi penilaiannya awal yaitu penilaian program yang dibuat dengan membandingkan konsep program dengan dasar yang relevan untuk memantapkan perencanaan program, termasuk diantaranya sebagai berikut. 1. Penilaian tingkat implementasi 2. Penilaian dalam monitoring yang berkelanjutan dalam suatu program
Selain itu, menurut Tyler (1951 : 78) dalam Aziz (2007 : 126) penilai harus menilai tingkah laku peserta didik. Pada perubahan tingkah laku yang dikehendaki dalam pendidikan. Selain itu evaluasi mesti dibuat pada akhir program. Dalam model ini, langkah pertama adalah mengenali tujuan suatu program. Setelah tujuan program diketahui, indikator-indikator pencapaian tujuan dan alat pengukuran diketahui pasti. Hasil kajian akan dibandingkan dengan tujuan program dan keputusan dibuat level pencapaian yang diperoleh. Menurut Tyler, apabila tujuan program tidak tercapai sepenuhnya ini membawa implikasi sama bahwa program pembelajaran lemah atau juga bahwa tujuan yang telah dipilih tidak sesuai. 2.2
Konsep Evaluasi Program
Menurut Arikunto (2004 : 14)Evaluasi program adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan serta hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standar tertentu yang telah dilakukan. Selain itu, konsep
26
program dapat diartikan ke dalam arti khusus dan umum. Pengertian secara umum dapat diartikan bahwa program adalah sebuah bentuk rencana yang akan dilakukan. Apabila program ini dikaitkan dengan langsung dengan evaluasi program maka program di definisikan sebagai unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Selain itu, Menurut Tyler (1951) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 5), evaluasi program adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah terealisasikan. Selanjutnya menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) yang dikutip oleh Suharsimi Arikunto dan Safruddin (2008: 5), evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan evaluasi program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan. Menurut Mulyatiningsih (2011: 114-115), evaluasi program dilakukan dengan tujuan untuk:
a.
Menunjukkan sumbangan program terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini penting untuk mengembangkan program yang sama ditempat lain.
b.
Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah program, apakah program perlu diteruskan, diperbaiki atau dihentikan.
27
Dilihat dari tujuannya, yaitu ingin mengetahui kondisi sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam evaluasi program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah bagaimana melaksanakan penelitian. Menurut Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar (2009: 7), terdapat perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program adalah sebagai berikut:
a.
Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin menetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan kriteria atau standar tertentu.
b.
Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program pelaksanan ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program, dan apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksanan ingin mengetahui letak kekurangan itu dan apa sebabnya.
2.3
Model-Model Evaluasi
2.3.1 CIPP (Context, Input, Process, Product) Model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) merupkan hasil kerja keras Phi Delta Kappa National Study Commite selama empat tahun, yang diketahui oleh L. Stufflebeam dan dibantu oleh 6 teman sejawatnya, yaitu: Walter J.Poley, william J.Gephart,Egon G.Guba, Robert L. Hammond, Howard A. Merriman, dan Malcom M. Provus. Model ini konsisten dengan definisi evaluasi
28
program pendidikan yang dikeluarkan oleh komite tersebut, yaitu : evaluasi adalah proses menggambarkan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang bermanfaat dalam menilai alternatif-alternatif keputusan. Berkaitan dengan definisi di atas, Stufflebeam (Worthen dan Sanders, 1981:129) menyatakan bahwa terdapat beberapa aspek kunci yang perlu dipahami, yaitu. 1. Evaluation is performed in the service of decision-making, hence, it should provide information which is useful to decision maker 2. Evaluation is a cyclic, continuing process and, therefore, must be implemented through a systematic program 3. The evaluation process includes the three main steps of delineating, obtaining and providing. These steps provide the basis for methodology of evaluation 4. The delineating and providing steps in the evaluation process are interface activies requiring collaboration between evaluator and decision maker, while the obtaining step is largely a tecnical activity which is executed mainly by the evaluator. Kutipan di atas menjelaskan bahwa : (1) evaluasi dilaksanakan untuk melayani pengambilan keputusan, jadi evaluasi hendaknya menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pengambil keputusan, (2) evaluasi merupakan proses yang bersifat siklis dan berkesinambungan, sehingga harus dilaksanakan melalui sebuah program yang sistematis, (3) proses evaluasi terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu : Penggambaran, pemerolehan, dan menyediakan informasi. Tahapan-tahapan ini merupakan dasar bagi metodologi evaluasi, (4) tahapan penggambaran dan penyediaan informasi dalam proses evaluasi adalah aktivitas yang sering berhubungan yang membutuhkan kerja sama antara evaluator dan pengambilan keputusan, sementara tahapan pemerolehan informasi merupakan aktivitas yang bersifat teknis yang sebagian besar dilakukan oleh evaluator. Stufflebeam (1985 : 116) menerjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna :
29
1. Context, situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara, dan pandangan hidup masyarakat. 2. Input, membantu mengatur keputusan, menentukan sumber yang ada, alternative apa yang akan diambil, apa rencana, strategi untuk mencapai tujuan dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. yang berkaitan dengan evaluasi input meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung, dana atau anggaran dan berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. 3. Process, yang berkaitan dengan kegiatan program, berupa perencanaan program, pelaksanaan program, dan evaluasi program untuk mengetahui sejauh mana rencana telah diterapkan. 4. Product, yang berkaitan dengan hasil program PKH dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Lebih lanjut Stufflebeam (Ibrahim & Ali, 2007 : 116) menyebutkan bahwa definisi tersebut menggabungkan tiga aspek dasar. Pertama, evaluasi merupakan proses yang sistematis dan berkesinambungan. Kedua, proses ini terdiri dari tiga langkah yang sangat penting, yaitu : (1) menyusun pertanyaan yang membutuhkan pertanyaan
dan
menentukan
informasi
yang
akan
dikumpulkan,
(2)
mengumpulkan data yang relevan, (3) menyediakan informasi yang diperoleh bagi pengambil keputusan yang dapat memikirkan dan menginterprestasi informasi tersebut terkait dengan dampaknya terhadap alternatif-alternatif keputusan yang
30
dapat memperbaiki atau meningkatkan program pendidikan yang sedang berjalan. Ketiga,
evaluasi
mendukung
proses
pengambilan
keputusan
dengan
memungkinkan pemilihan sebuah alternatif dan menindaklanjuti sebagai konsekuensi dari sebuah keputusan. Stufflebeam & Shrinkfield (1985:491) menyatakan bahwa model evaluasi CIPP menyediakan empat tipe keputusan, yaitu 1). Planning decision, yang mempengaruhi pemilihan tujuan secara umum maupun secara khusus. 2) Structuring dicision, yang menentukan strategi dari desain prosedural yang optimal dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh keputusan perencanaan. 3) Implementing decision, yang memberikan jalan atau cara dalam menjalankan dan meningkatkan pelaksanaan desain, metode atau staretgi yang telah dipilih dan 4) Recycling decision, yang menentukan apakah sebuah kegiatan atau bahkan sebuah program dilanjutkan, diperbaiki dan dihentikan. Aspek yang dievaluasi dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP menurut Stufflebeam & Shrinkfield (1985:491) seperti pada tabel 1.2 berikut. Tabel 2.1 Aspek dan prosedur pelaksanaan evaluasi model CIPP Aspek Obyek (sasaran)
Context Evaluation Mendefinisikan operasional context, mengidentifikasi dan memperkirakan kebutuhan dan mendiagnosa masalah, memprediksi kebutuhandan peluang
Input evaluation Mengidentifikasi dan memperkirakan kapabilitas sistemm, startegi input yang sekarang tersedia, dan mendesain untuk implementasi strategi
Process evaluation Mengidentifikasi dan memperkirakan kapabilitas proses, tentang kerusakan di dalam desain prosedur atau iplementasi, menyediakan informasi sebelum program diputuskan dan memperbaiki
Product evaluation Menghubungka n informasi outcomes dengan obyek dan informasi context, input, dan process
31
Aspek Metode
Hubungan pengambilan kepuutusan dengan proses perubahan
Context Evaluation Mendeskripsikan context, membandingkan dengan yang sebenarnya dan mengawasi input dan output, membandingkan kemungkinan dan ketidakmungkinan sistem kerja, dan menganalisa penyebab ketidak mungkinan dan ketidaksesuaian kenyataan dengan tujuan (harapan).
Memutuskan dalam hal menyajikan perangkat, tujuan asosiasi dengan mendiskusikan kebutuhan, peluang dan sasaran asosiasi untuk perubahan perencanaan kebutuhan
Input evaluation Mendeskripsikan dan manganalisis SDM dan sumber dayamaterial yang tersedia, solusi strategis dan desain prosedur untuk relevansi, kemungkinan kegiatan yang dapat dilaksanakan, dan kebutuhan ekonomi dalam rangkaian kegiatan
Memilih SDM sebagai pendukung, solusi strategis, dan desains prosedural untuk perubahan struktur kerja (aktivitas)
Process evaluation Memonitoring setiap aktivitas yang berpotensi terdapat tantangan secara prosedural, dan memberikan tanda untuk antisipasi, untuk memperoleh informasi yang spesifik untuk memutuskan suatu program, dan mendeskripsikan proses yang actual
Untuk implementasi dan meperbaiki desain program dan prosedur untuk aktivitas proses kontrol
Product evaluation Mendefinisikan operasioanal dan mengukur kriteria asosiasi dengan objektif dan membandingka n hasil pengukuran dengan standar sebelum dilakukan antisipasi, dan menginterpreta sikan outcomes berdasarkan dokumen informasi context, input, dan prcess Untuk memutuskan dalam kegiatan secara kontinu, menghentikan (mengakhiri), memodifikasi, mengatur kembali fokus perubahan aktivitas dengan tahapan materi yang lain dalam proses perubahan untuk mengatur kembali aktivitas perubahan.
Stufflebeam dalam naskah yang dipresentasikan pada annual conference of the oregon program evaluation network (OPEN) Portland tahun 2003 memperluas makna evaluasi product menjadi impact evaluation (evaluasi pengaruh), effectiveness evaluation (evaluasi efektivitas), sustainability evaluation (evaluasi keberlanjutan),
dan
transportability
(Stufflebeam, 1985:59-62).
evaluation
(evaluasi
transformasi)
32
Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan di atas, untuk mewujudkan keempat tipe keputusan ini, maka terdapat empat jenis evaluais yang masing-masing diperuntukan bagi setiap keputusan. Context evaluation, menghasilkan informasi yang berkaitan dengan kebutuhan (yaitu sejauh mana perbedaan yang timbul antara kenyataan yang terjadi dan harapan yang diinginkan, dikaitkan dengan harapan terhdap nilai-nilai tertentu, lingkup perhatian, hambatan dan peluang) dalam rangka merumuskan tujuan umum dan tujuan khusus sebuah program. Input evaluation, menyediakan informais tentang kekuatan dan kelemahan dari desain dan strategi alternatif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Process evaluation, menyediakan informasi untuk melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur dan strategi yang telah dipilih, sehingga faktorfaktor yang menjadi kekuatan dapat dipertahankan dan faktor-faktor yang menjadi kelemahan dapat dihilangkan. Product evaluation, meyediakan informasi sejauh mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dapat dicapai dan untuk menentukan apakah strategi, prosedur, atau metode yang telah diimplementasikan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tersebut harus dihentikan, diperbaiki,atau dilanjutkan dalam bentuknya yang sekarang. Pada dasarnya yang paling utama dari sebuah evaluasi adalah adanya saling keterkaitan yang bersifat simultan dari sebuah produk dan evaluasi proses, dimana umpan balik yang diperoleh dari kualitas produk yang dihasilkan, dapat digunakan dalam evaluasi proses untuk meningkatkan kualitas produk dimana yang akan datang dengan mengatasi berbagai kekurangan dan mengadakan perbaikan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung berdasarkan keputusan implementasi. Lebih lanjut umpan balik juga
33
dapat digunakan didalam evaluasi input untuk mendesain kembali strategi-strategi yang digunakan, sehingga dapat menghasilkan produk yang lebih sesuai. Keunggulan model CIPP merupakan sistem kerja yang dinamis, bentuk pendekatan dalam melakukan evaluasi yang sering digunakan yaitu pendekatan eksperimental, pendekatan yang berorientasi pada tujuan, yang berfokus pada keputusan, berorientasi pada pemakai dan pendekatan yang responsif dan berorientasi terhadap target keberhasilan dalam evaluasi. Dengan demikian, model evaluasi CIPP memungkinkan untuk menjawab empat pertayaan yaitu : (1) tujuan manakah yang akan dicapai; (2) strategi atau prosedur manakah yang harus dijalankan; (3) seberapa baik strategi atau prosedur ini bekerja; dan (4) seberapa efektif pencapaian tujuan umum dan tujuan-tujuan khusus. Alasan memilih model CIPP dalam penelitian ini dapat terlihat jelas dari model evaluasi CIPP yang telah diuraikan di atas. Kerena model CIPP Evaluation ini prinsipnya mendukung proses pengambilan keputusan dengan mengajukan pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu keputusan. (Sukardi, 2008:25). 2.3.2 Model Evaluasi Kirkpatrick Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick four levels evaluation model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kifkpatrick (1998 :26) dalam Widoyoko (2009:78) mencakup empat level evaluasi yaitu, level
34
1 reaction, level 2 learning, level 3 behaavior, dan level 4 result. Adapun lebih jelas tahapan dalam model evaluasi Kirkpatrick sebagai berikut : 1.
Evaluasi Reaksi (reaction evaluation)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan peserta. Program training dianggap efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training, sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses training yang diikutinya mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti training.
Partner (2009:65) mengemukakan bahwa “the interest attention and motivation of the participants are critical to the sucess of any training program, people learn better when they react positively to the learning environment”. Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan training tidak lepas dari minat, perhatian, perhatian dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan pembelajaran. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi menyampaikan materi yang disampaikan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, waktu pelaksanaan
pembelajaran,
hingga
gedung
tempat
pembelajaran
dilaksanakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
35
2.
Evaluasi Belajar (Learning evaluating)
Ada tiga hal yang dapat diajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan, sikap ataupun keterampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan atau keterampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.
Penilaian learning evaluating ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Menurut Kirkpatrick (1998: 40), untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam
periode
waktu
tertentu.
Dapat
juga
dilakukan
dengan
membandingkan hasil pretest dengan posttest, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).
3.
Evaluasi perilaku (behavior evaluation)
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan
36
penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta setelah selesai mengikuti pembelajaran. Sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti training maupun dengan mengadakan survei atau interview dengan pelatih, atasan maupun bawahan peserta training setelah mereka kembali ketempat kerja.
4.
Evaluasi hasil (result evaluation)
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena siswa telah mengikuti suatu program pembelajaran. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pembelajaran diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan peningkatan keterampilan (skills).
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil
37
akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta pembelajaran, mengukur kemampuan siswa sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak (Kirkpatrick, 1998: 61).
Dibandingkan dengan model evaluasi yang lain, model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) lebih komprehensif, karena mencakup had skill dan soft skill. 2) objek evaluasi tidak hanya hasil belajar semata tapi juga mencakup proses, output dan outcomes. 3) mudah untuk diterapkan. Selain kelebihan tersebut model ini juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain: 1) kurang memperhatikan input. 2) untuk mengukur impact sulit dilakukan karena selain sulit tolak ukurnya juga sudah di luar jangkauan guru maupun sekolah.
2.3.3 Evaluasi Model Wheel (roda) dari Beebe
Model evaluasi ini berbentuk roda karena menggambarkan usaha evaluasi yang berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses ke proses selanjutnya. Model ini digunakan untuk mengetahui apakah pelatihan yang dilakukan suatu instansi telah berhasil, untuk itu diperlukan sebuah alat untuk mengevaluasinya.Secara singkat, model wheel ini mempunyai 3 tahap utama. Tiga tahap tersebut adalah pembentukan tujuan pembelajaran, pengukuran outcomes pembelajaran, dan penginterpretasian hasil pengukuran dan penilaian.
38
2.3.4 Evaluasi Model Provus
Evaluasi kesenjangan program, begitu orang menyebutnya. Kesenjangan program adalah sebagai suatu keadaan antara yang diharapkan dalam rencana dengan yang dihasilkan dalam pelaksanaan program. Evaluasi kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standard yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program tersebut (Widoyoko: 2010 : 50). Dengan demikian tujuan dari model ini adalah untuk menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatu program layak diteruskan, ditingkatkan dan sebaliknya yang disesuaikan dengan standar, performance, dan discrepancy.
2.4
Konsep Kemiskinan
Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi melainkan telah meluas hingga kedimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Secara etimologis kemiskinan berasal dari kata “miskin” yang artinya tidak berharta benda serba kekurangan. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Selain menurut BPS terdapat beberapa ahli yang mencoba mendefinisikan kemiskinan yang diantaranya sebagai berikut : 1.
Menurut Midgley (2004:14) Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi deprivasi materi dan sosial yang menyebabkan individu hidup dibawah standar hidup yang layak, atau
39
kondisi di mana individu mengalami deprivasi relatif dibandingkan dengan individu yang lainnya dalam masyarakat. 2.
Menurut Soerjono Soekanto (1982 : 28) Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut
3.
Menurut Frank Ellis (2005:107) Kemiskinan memiliki berbagai aspek dimensi yang menyangkut aspek ekonomi, politik dan sosial psikologis. Orang disebut miskin jika dalam kadar tertentu sumber daya ekonomi yang mereka miliki dibawah target atau patokan yang telah ditentukan. Sedangkan kemiskinan sosial adalah kurangnya jaringan sosial dan struktur sosial yang mendukung orang untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan agar produktivitasnya meningkat.
4.
Menurut Parwoto (2001 : 54) Kemiskinan diartikan sebagai situasi atau kondisi yang dialami oleh seseoranga atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.
Secara umum definisi-definisi tentang kemiskinan di atas menggambarkan kemiskinan sebagai kondisi seseorang atau suatu keluarga berada dalam keadaan kekurangan
dan atau ketidaklayakan hidup menurut standar-standar tertentu,
ketidakmampuan atau keterbatasan fisik manusia, ketiadaan atau kekurangan akses dalam memperoleh pelayanan minimal dalam berbagai bidang kehidupan, serta sulit atau kurang memperoleh akses dalam proses-proses pengambilan
40
kebijakan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu sebagi berikut :
1. Kemiskinan Absolut Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah dibanding masyarakat sekitarnya (lingkungannya). Semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin, sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi pendapatan.
Kemudian dilihat dari segi penyebabnya (Baswir : 1997 : 56) kemiskinan dapat dibedakan menjadi sebagai berikut : 1. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awal memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut menjadi miskin karena tidak
41
memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya pembangunan, atau kalaupun mereka ikut serta dalam pembanguna, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang rendah. Kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktorfaktor seperti cacat, sakit, usia lanjut atau karena bencana alam 2. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya dimana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum 3. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktorfaktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tudaj adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu.
Selain itu, kemiskinan dapat ditinjau dari berbagai ilmu yang diantaranya sebagai berikut : a. Kemiskinan ditinjau dari pendidikan Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Sudah cukup banyak program-
42
program yang dilakukan pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan yang mengancam anak-anak. Program tersebut adalah PKH, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan. Hal tersebut seharusnya menjadi semangat terus upaya mencerdaskan bangsa. Tidak terkecuali, penduduk miskin dalam konteks pendidikan sosial mempunyai kaitan dengan upaya permberdayaan, partisipasi, demokratisasi, dan kepercayaan diri, maupun kemandirian. Pendidikan nonformal perlu mendapatkan prioritas utama dalam mengatasi kebodohan, keterbelakangan, dan ketertinggalan sosial ekonominya.
b. Kemiskinan ditinjau dari ekonomi Kemiskinan ditinjau dari sudut pandang ekonomi . banyak orang menganggap bahwa kemiskinan merupakan suratan takdir yang disebabkan oleh sifat malas, tidak kreatif dan etos kerja rendah. Pada dasarnya inti kemiskinan itu terletak pada kondisi yang disebut perangkap kemiskinan yang terdiri dari kemiskinan itu sendiri, lemah fisik, keterasingan atau kadar isolasi, dan ketidakberdayaan
Faktor pendukung penyebab kemiskinan dilihat dari sudut pandang ekonomi kurangnya lapangan pekerjaan. Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang
sangat
besar
dalam
perekonomian
masyarakat,
sedangkan
43
perekonomian menjadi faktor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan menyebabkan perekoniam masyarakat bawah semakin rapuh. Salah satu karakteristik tenaga kerja di Indonesia adalah laju pertumbuhan tenaga kerja lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan lapangan pekerjaan.
Cara mengatasi masalah kemiskinan jika dilihat dari sudut pandang ekonomi adalah meningkatkan lapangan pekerjaan dan meminimalisir kemiskinan, pemerintah dapat mengupayakan hal tersebut dengan berbagai cara yang diantaranya dengan mengadakan proyek padat karya, mendirikan lebih banyak UKM-UKM, memberlakukan inpres desa tertinggal
c. Kemiskinan ditinjau dari sosiologi Dilihat dari sudut pandang sosiologi adalah pada pola pikir masyarakat mengenai kemiskinan. Banyak orang menganggap bahwa kemiskinan merupakan surat takdir yang disebabkan oleh sifat malas, tidak kreatif, dan etos kerja yang rendah sehingga masyarakat yang status ekonomimya lebih tinggi cenderung lebih malas bergaul dengan masyarakat yang status ekonominya rendah. Cara mengatasi masalah kemiskinan jika dilihat dari dari sudut pandang sosiologi adalah dengan melalui pendidikan. Dengan pendidikan, wawasan dan pikiran masyarakat akan semakin terbuka.
d. Kemiskinan ditinjau dari geografi Faktor utama penyebab kemiskinan dilihat dari sudut pandang geografi adalah letak geografis masyarakat dan wilyah. Contohnya, dulu di daerah
44
kidul yang tanahnya atau alamnya sangat miskin sehingga penduduknya banyak yang miskin. Kemiskinan ini hanya dapat diatasi dengan bantuan dari daerah lain. Cara mengatasi masalah kemiskinan jika dilihat dari sudut pandang geografi adalah dengan mengadakan program pemberdayakan sumber daya manusia (SDA) untuk mengolah sumber daya alam (SDA) yang ada ditempat tinggalnya sehingga dengan mengelola sumber daya alam (SDA) yang baik dan dapat memanfaatkan potensi alam untuk memenuhi kebutuhan pokok atau kehidupan. Munurut Kuncoro (2000 : 50) faktor penyebab terjadinya kemiskinan diantaranya sebagai berikut : 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah tang terbatas dan kualitasnya rendah dari hasil mereke bekerja 2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) karena kualitas SDM yang rendah berarti produktivitas juga rendah upahnyapun rendah 3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal. Penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan)
45
4. Kemiskinan disebabkan seseorang malas berusaha untuk dirinya sendiri dikarenakan pergaulan yang membawa mereka menjadi malas sekolah atau belajar 5. Kemiskinan dikarenakan bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor atau kebakaran yang menghabiskan semua harta benda mereka.
Menurut Djojohadikusumo (1994:25) kemiskinan muncul sebagai akibat kesenjangan yang mengandung dimensi ekonomi sosiologis dan berdimensi ekonomi regional. Kemiskinan ini terjadi sebagai akibat adanya ketimpangan kekuatan yang sangat mencolok diantara golongan-golongan pelaku ekonomi, dimana pengusaha besar cenderung mengandalkan kekuatan sumber dayanya untuk merebut suatu kedudukan di pasar barang dan jasa. Selain dari dimensi geografis, sebuah rumah tangga miskin diwilayah yang mendukung dapat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk keluar dari kemiskinan, sementara rumah tangga miskin yang berada pada wilayah yang tidak mendukung, cenderung menjadi stagnan dan bahkan menjadi sangat miskin. Kebijakan yang memperhatinkan ketimpangan geografis memberikan sumberdaya (tenaga kerja dan modal) diwilayah miskin menjadi lebih produktif kemudian menstimulasi pertumbuhan yang pro orang miskin.
Selain itu, terdapat beberapa kriteria-kriteria dalam menentukan kemiskianan mislanya menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 yang memiliki krieteria kemiskinan diantaranya sebagai berikut.
46
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
13. 14.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 perorang Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu maupun kayu murahan Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu atau rumbia atau kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Sedangkan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2004 menggunakan kriteria kesejahteraan keluarga untuk mengukur kemiskinan. Lima pengelompokan tahapan keluarga sejahtera menurut BKKBN adalah sebagai berikut :
1.
Keluarga Pra Sejahtera
Keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.
47
2.
Keluarga Sejahtera I
Keluarga sudah dapat memenuhi kebutuhan yang sangat mendasar, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Indikator yang digunakan yaitu sebagai berikut :
a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih c. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja / sekolah dan berpergian d. Bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah e. Bila anak atau anggota keluarganya yang lain sakit dibawa ke sarana / petugas kesehatan
3.
Keluarga Sejahtera II
Keluarga selain dapat memnuhi kebutuhan dasar minimumnya dapat pula memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Indikator yang digunakan terdiri dari lima indikator yang digunakan terdiri dari lima indikator pada keluarga sejahtera I ditambah dengan sembilan indikator sebagai berikut :
a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang dianut masing-masing b. Sekurang-kurangnya sekali seminggu keluarga menyediakan daging atau ikan atau telur sebagai lauk pauk
48
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru setahun terakhir d. Luas lantai rumah paling kurang 8,0 m2 untuk tiap penghuni rumah e. Seluruh anggota keluarga dalam tiga bulan terakhir berada dalam keadaan sehat sehingga dapat melaksanakan tugas atau fungsi masing-masing f. Paling kurang satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai pengahisalan tetap g. Seluruh anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke atas mempunyai penghasilan tetap h. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca tulisan latin i. Bila anak hidup dua orang atau lebih pada keluarga yang masih PUS, saat ini mereka memakai kontrasepsi (kecuali bila sedang hamil)
4.
Keluarga Sejahtera III
Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum dan kebutuhan sosial
psikologisnya
serta
sekaligus
dapat
memenuhi
kebutuhan
penegmbangannya, tetapi belum aktif dalam usaha kemasyarakatan dilingkungan desa atau wilayahnya. Mereka harus memenuhi persyaratan indikator pada keluarga sejahtera I dan II serta memenuhi syarat indikator sebagai berikut :
a. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama b. Sebagian dari penghasilan keluarga dapat disisihkan untuk tabungan keluarga
49
c. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga d. Ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan dilingkungan tempat tinggalnya e. Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang sekali dalam enam bulan f. Memperoleh berita dengan membaca surat kabar, majalah, mendengarkan radio atau menonton televisi g. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi
5.
Keluarga Sejahtera III Plus
Keluarga selain telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya dan kebutuhan
sosial
psikologisnya,
dapat
pula
memenuhi
kebutuhan
pengembangannya, serta skaligus secara teratur ikut menyumbang dalam kegiatan sosial dan aktif pula mengikuti gerakan semacam itu dalam masyarakat. Keluarga-keluarga tersebut memenuhi syarat-syarat indikator pada keluarga sejahtera I dan III dan ditambah dua syarat sebagai berikut :
a. Keluarga atau anggota keluarga secara teratur memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materi b. Kepala
keluarga
atau
anggota keluarga
aktif sebagai
pengurus
perkumpulan, yayasan, atau institusi masyarakat lainnya.
Berdasarkan berbagai kriteria-kriteria kemiskinan di atas, terdapat beberapa program-program penanggulangan kemiskinan yang telah dilakukan pemerintah
50
berdasarkan tujuan yang diselenggarakan program tersebut diantaranya sebagai berikut :
1.
Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin atas pendidikan dan kesehatan, dan infrastruktur dasar diantaranya sebagai berikut :
a. Pelayanan pendidikan kepada keluarga miskin bertujuan membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain. Komponen kebijakan ini adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS), PKH dan Bantuan Khusus Murid (BKM). BOS dan PKH diperuntukan dalam penyelenggaraan pendidikann, sedangkan BKM ditujukan untuk memberikan beasiswa bagi siswa wajib belajar dari keluarga miskin b. Pelayanan kesehatan kepada keluarga miskin bertujuan meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk miskin dengan terselenggaranya
pelayanan
kesehatan
gratis
di
Puskesmas
dan
jaringannya, serta rawat inap kelas III dirumah sakit c. Penyediaan sarana dan prasarana desa yang dilakukan di daerah yang dikategorikan banyak dihuni keluarga miskin yang dilakukan dengan tujuan memberikan lapangan pekerjaan dan perluasan medis kepada keluarga miskin
2.
Peningkatan kesempatan kerja
Pelaksanaan kebijakan peningkatan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin diarahkan pada kegiatan-kegiatan yang diantaranya sebagai berikut :
51
a. Program pengembangan kecamatan b. PPK memiliki tujuan meningkatkan penghasilan kepada masyarakat miskin desa, PPK sendiri dilaksanakan oleh Departemen Dalam Negeri c. Program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP) d. P2KP bertujuan meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin secara ekonomi, sosial dan lingkungan di kawasan kelurahan
3.
Program peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (P4K)
P4K dilaksanakan oleh Departemen Pertanian, P4K bertujuan menumbuhkan kemandirian dan memberdayakan masayrakat prasejahteraan dipedesaan agar tersedia
dan
mampu
menjangkau
fasilitas
yang
tersedia
untuk
mengembangkan agribisnis agar dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga miskin.
selain itu, banyak starategi yang dapat diterapkan oleh masayarakat dan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Strategi pengentasan kemiskinan yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya sebagai berikut : a.
Menurut Panjaitan (2001:16) Strategi yang bisa digunakan untuk mengentaskan kemiskinan dengan pemberdayaankaum miskin. Pemberdayaan kaum miskin dilakukan dengan dua cara , yang pertama dengan meningkatkan kemmapuan mereka melalui pelatihan keterampilan kerja, pelatihan kewirausahaan, magang dan lain sebagainya. Kedua cara ini tersebut dilaksanakan dalam pemberdayaan kaum miskin karena kaum miskin umumnya berpendidikan rendah dan akses ke sumber daya ekonomi dan politik lemah. Pengetahuan dan keterampilan
52
kaum miskin rendah, sumber daya mereka rendah dan kemungkinan untuk mendapatkan sumber daya untuk mengatasi kemiskinan mereka juga kecil b.
Menurut Abdullah (2006 : 153-155) Strategi pengentasan kemiskinan dengan program UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang bekerja sama dengan Bank untuk memberikan bantuan kredit dengan angsuran ringan sehingga dengankredit itu diharapkan masyarakat miskin mempunyai modal untuk memperluas usahanya.
c.
Menurut Suyono (1998 : 96-98) Upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang maish menempuh pendidikan atau sekolah, baik di pendidikan dasar, menengah maupun yang lebih tinggi. Anak-anak mereka yang bersekolah itu harus dijadikan sasaran bersama untuk dibantu pemberdayaannya dengan gigih karena kemungkinan besar dengan membantu pemberdayaan mereka dengan pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya dan bertambahnya keluarga miskin baru. Upaya itu sekaligus merupakan upaya untuk memotong mata rantai kemiskinanyang terjadi secara alamiah karena anak keluarga miskin yang tidak bersekolah, hampir pasti mendapatkan pekerjaan
yang
menghasilkan nilai tambah yang rendah.
2.5
Program Keluarga Harapan (PKH)
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program pemerintah untuk menanggulangi masalah kemiskinan dengan cara memberikan bantuan tunai
53
kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu melalui pendidikan dan kesehatan. Selain itu terdapat beberapa definisi PKH diantaranya sebgai berikut. 1. PKH adalah program pemerintah yang digulirkan sebagai upaya untuk membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin. Program ini memberikan bantuan tunai bersyarat atau Conditional Cash Transfers (CCT) kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM). 2. PKH adalah suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM), jika mereka memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas SumberDaya Manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. 3. PKH adalah suatu program penanggulangan kemiskinan. Kedudukan PKH merupakan bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berada di bawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di Pusat maupun di daerah. Oleh sebab itu akan segera dibentuk Tim Pengendali PKH dalam TKPK agar terjadi koordinasi dan sinergi yang baik. 4. PKH adalah program lintas Kementerian dan Lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan lnformatika, dan Badan Pusat Statistik. Untuk mensukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank.
54
5. PKH adalah Program perlindungan sosial melalui pemberian uang tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (PKH), selama keluarga tersebut memenuhi kriteria dan tanggungjawab. Hak KSM: Mendapatkan bantuan uang tunai, sedangkan tanggung jawab KSM adalah memeriksakan anggota keluarganya (Ibu Hamil dan Balita) ke fasilitas kesehatan (Puskesmas, dll) dan menyekolahkan anaknya dengan tingkat kehadiran sesuai ketentuan. 6. PKH adalah program pemberian uang tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dengan melaksanakan kewajibannya.
Sasaran atau Penerima bantuan PKH adalah Keluarga Sangat Miskin (KSM) yang terpilih melalui mekanisme pemilihan oleh BPS. Kriteria kemiskianan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2000 diantaranya sebagai berikut. 1. 2.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 perorang Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu maupun kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu atau rumbia atau kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0, 5 ha. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000 per bulan.
55
13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut BPS di atas, menjadi acuan bagi pemerintah dalam menanggulangi masalah kemiskinan yaitu salah satunya melalui Program PKH sehingga dapat ditetapkan kriteria-kriteria yang akan mendapatkan bantuan yaitu memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan atau ibu hamil atau nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan adalah lbu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada lbu maka: nenek, tante atau bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Jadi, pada kartu kepesertaan PKH pun akan tercantum nama ibu/wanita yang mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Untuk itu, orang yang harus dan berhak mengambil pembayaran adalah orang yang namanya tercantum di Kartu PKH. Calon Penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan, mereka akan: (1) Menyekolahkan anak 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar; (2) Membawa anak usia 0-6 tahun ke fasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak; dan (3) Untuk ibu hamil, harus memeriksakan kesehatan diri dan janinnya ke fasilitats kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi lbu Hamil. Selain itu, program PKH memberikan banyak manfaat terutama pada Rumah Tangga Sangat Miskin. Manfaat tersebut yaitu.
56
1. Merubah perilaku keluarga sangat miskin untuk memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan dan kesehatan anaknya. 2. Untuk jangka pendek memberikan income effect kepada rumah tangga miskin melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga sangat miskin. 3. Untuk jangka panjang dapat memutus ratai kemiskinan antar generasi melalui. a. Peningkatan kualitas kesehatan /nutrisi, pendidikan dan kapasitas pendapatan anak dimasa depan (price effect anak keluarga sangat miskin). b. Memberikan kepastian kepada si anak akan masa depannya (insurance effect). 4. Mengurangi pekerja anak. 5. Mempercepat pencapaian MDGs (melalui peningkatan akses pendidikan, peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan kematian balita, dan peningkatan kesetaraan gender). Sedangkan Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas. 1. Meningkatkan kemampuan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) untuk mengakses/memanfaatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan.
57
2. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak dibawah 6 tahun dari RTSM. Melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan dan bukan pengobatan). Agar terjadi pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan. 3. Meningkatkan angka partispasi pendidikan anak - anak (usia wajib belajar SD/SMP) KSM dan upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. 4. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi KSM 5. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan. Untuk mencapai tujuan program penanggulangan masalah kemiskinan dengan cara memberikan bantuan langsung tunai bersyarat kepada KSM. Maka para peserta PKH harus melaksanakan kewajiban sebagai anggota PKH, ketika terdapat anggota PKH tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan pemotongan maupun akan diberhentikan pemeberian bantuan. besaran bantuan tunai para peserta PKH bervariasi jumlah anggaran yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan dan pendidikan. Besaran bantuan ini dikemudian hari bisa berubah sesuai dengan keluarga saat itu atau peserta PKH yang tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Adapun besaran bantuan yang diberikan sebagai berikut.
58
Tabel 2.2 Besaran Bantuan PKH Yang Diberikan Pemerintah Kepada Keluarga Sangat Miskin Skenario Bantuan Bantuan tetap
Bantuan per RTSM per Tahun Rp.300.000
Bantuan bagi RTSM yang memiliki: a. Anak usia di bawah 6 tahun
Rp. 1000.000
b. Ibu hamil/menyusui
Rp. 1.000.000
c. Anak usia SD/MI
Rp. 500.000
d. Anak usia SMP/MTs
Rp. 1.000.000
Rata-rata bantuan per RTSM
Rp. 1.800.000
Bantuan minimum per RTSM
Rp. 800.000
Bantuan maksimum per RTSM
Rp. 2.800.000
Sumber : Data primer 2014 2.6
Tinjauan Tentang Belajar
2.6.1 Teori Belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan setiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, (Daryanto, 2009: 194). Selain itu, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru, (Gagne dalam Dimyati, 2002: 10). Belajar juga merupakan suatu proses atau aktivitas. Siswa dapat dikatakan belajar kalau terdapat aktivitas pada dirinya, baik secara fisik, mental (pikiran), maupun emosional (perasaan), (Anitah, 2009: 538). Sedangkan Bruner dalam Supriatna (2006: 38), menyatakan bahwa belajar merupakan proses yang aktif serta proses sosial dimana para siswa mengkonstruksi gagasan-gagasan atau konsep baru yang didasarkan atas pengetahuan yang telah dipelajarinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa belajar
59
adalah aktivitas individu baik fisik, mental, maupun emosional melalui proses kognitif dan proses sosial berupa interaksi dengan lingkungannya untuk mendapatkan kemampuan baru. Adapun teori-teori yang berguna dalam penelitian ini adalah sebagi berikut. a.
Teori Behaviorisme
Menurut Gage (1984 : 79) teori behavioristik belajar merupakan perubahan tingkah laku, khususnya kapasitas siswa untuk perilaku yang baru sebahai hasil belajar. Selain itu dijelaskan bahwa perubahan tingkah laku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan berbagai pengalaman kepada seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengaruhi atau merubah kapasitas atau merespon. Sehingga secara tidak langsung dikatakan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku hasil interaksi antara stimulusrespon, yaitu proses manusia untuk memberikan respon tententu berdasarkan stimulus yang datang dari luar. Dalam teori behaviorisme, menurut Skiner memandang belajar sebagai suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progressif. Dengan demikian ini memaknai belajar sebagai suatu perilaku dan karena belajar maka responnya menjadi lebih baik. Demikian sebaliknya apabila orang tidak belajar maka responnya akan menurun. Sehingga dengan belajar terjadi perubahan respon. Skinner memandang anak belajar karena mengejar hadiah atau pujian (operant conditioning) atau penguatan (reinforcement) yang dapat berupa nilai yang baik atau hadiah berupa barang atau lainnya.
60
b. Teori Belajar Kognitivisme Menurut Piaget (1972 : 42) Istilah kognitif berasal dari kata “cognition” yang berarti pengertian, mengerti. Lebih luas lagi, kognitif juga bermakna perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia dan menjadi satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membeayangkan, memperkirakan, berfikir dan keyakinan.
Dalam kaitannya dengan belajar dan pembelajaran, kognitif menjadi salah satu cabang dari teori belajar yang pernah ada hingga saat ini. Teori belajar kognitivisme lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses atau upaya untuk mengoptimalkan pada aspek rasional yang dimiliki orang lain. Teori belajar kognitif juga lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperloleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat dan berbekas.
61
2.6.2 Wajib Belajar Sembilan Tahun
Pendidikan nasional merupakan alat dan sekaligus tujuan yang sangat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Hal ini, terutama jika dikaitkan dengan peran dan fungsi pendidikan nasional dalam pelaksanaan pembangunan
bangsa.
Pendidikan
nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kemudian, Program Wajib Belajar pada hakikatnya merupakan upaya sistematis pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam keseluruhan pembangunan nasional serta adaptif dalam penyerapan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), yang muaranya adalah mendekatkan pada pencapaian tujuan pembangunan nasional, yakni masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pentingnya peran pendidikan dalam peningkatan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia, lantas pemerintah mengambil langkah antisipatif dengan pencanangan dan pemberlakuan Program Wajib Belajar bagi setiap warga negara. Pada tahap awal Pemerintah telah mencanangkan Program Wajib Belajar 6 Tahun yang pada dasarnya merupakan prasyarat umum bahwa setiap anak usia sekolah dasar (7-12 tahun) harus dapat membaca, menulis, dan berhitung.
62
Pada awal pencanangan wajib belajar tersebut, Program Wajib Belajar 6 Tahun yang dicanangkan Pemerintah pada PELITA III tersebut telah memberikan dampak positif dan hasil yang menggembirakan, terutama pada percepatan pemenuhan kualitas dasar manusia Indonesia. Salah satu hasil yang paling mencolok dirasakan, bahwa Program Wajib Belajar 6 Tahun tersebut telah mampu menghantarkan Angka Partisipasi (Murni) Sekolah. Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah melalui PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut, antara lain: (1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD), (2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan (3) pendidikan untuk semua (educational for all). Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun diharapkan mampu mengantarkan manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi Pendidikan Dasar, sebagai kompetensi minimal. Kompetensi Pendidikan Dasar yang dimaksudkan, mengacu pada kompetensi yang termuat dalam Pasal 13 UU No. 2/1989 yaitu kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (pendidikan menengah). Di samping itu, menurut May, wajib belajar 9 tahun juga bertujuan merangsang aspirasi pendidikan orang tua dan anak yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja penduduk secara nasional. Untuk itu, target
63
penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun bukan semata-mata untuk mencapai target angka partisipasi sesuai dengan target yang ditentukan namun perhatian yang sama ditujukan juga untuk memperbaiki kualitas pendidikan dasar dan pelaksanaan pendidikan yang efektif. Selain itu, Pada tataran pelaksanaan dan ketuntasan, program wajib belajar juga mampu mengurangi angka kemiskinan. Melalui pendidik ini pula, bangsa Indonesia mampu mencapai cita-citanya, yaitu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Pendidikan adalah kekuatan”, maka Bangsa Indonesia akan segera terbebas dari kebodohan dan kemiskinan serta menjadi bangsa yang unggul pada kompetisi global.Sisi pelaksanaan wajib belajar baik 6 tahun maupun 9 tahun secara umum bertujuan untuk: 1) memberikan kesempatan setiap warga negara tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat, 2) setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, 3) setiap warga negara mampu berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan 4) memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. 2.6.3 Prestasi Belajar Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam mempelroleh prestasi. Adapun prestasi dapat diartikan hasil diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar.
64
Menurut
Winkel
(http://sunar
tambs.wordpress.com/2009/01/05/pengertian
prestasi belajar) manyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajar sesuai dengan bobot yang dicapai. Berdasarkan beberapa definisi prestasi belajar siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Prestasi belajar seseorang siswa sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa diantaranya faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) dab faktor dari luar siswa (faktor ekstern) yang diantaranya sebagai berikut. 1. Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan kedalam faktor intern yaitu sebagai berikut. a. Kecerdasan / Intelegensi Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapkan. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukan kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan sebaya.
65
b. Minat Minat adalah kecenderungan yang tepat untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. c. Motivasi Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena dalam hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan siswa untuk melakukan belajar. 2. Faktor Ekstern Faktor ekstern merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya diluar diri siswa yaitu beberapa pengalamanpengalaman, keadaan keluarga dan lingkungan. 2.7
Peran Program PKH Dalam Mensukseskan Wajib Belajar 9 Tahun
Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. Dalam perspektif pembangunan ini betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial. Sebagai suatu strategi pembangunan pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan menstransfer daya dari lingkungannya. (Payne,1997:266) Sementara itu Ife (1995: 182 dalam buku “community development creating community alternatives-vision, analysis and practice”)memberikan batasan pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber,
66
kesempatan, pengetahuan, dan keterampilanuntuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupankomunitas mereka. Selain itu, Sutrisno (2000:185) menjelaskan, dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiridana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam prosespemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan.
Perbedaannya
dengan
pembangunan
partisipatif
adalah
keterlibatan kelompokmasyarakat sebatas pada pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah. Meskipun rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada intinya dapat dinyatakanbahwa pemberdayaan adalah sebagai upaya berencana yang dirancang untuk merubah atau melakukan pembaruan pada suatu komunitas ataumasyarakat dari kondisi ketidakberdayaan menjadi berdaya dengan menitikberatkan pada pembinaan potensi dan kemandirian masyarakat.Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat tersebut adalah suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah
yang dihadapi
dengan menggunakan daya
kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif,
67
dengan mengarahkan sumberdaya yang dimiliki oleh lingkungan internal masyarakat tersebut. Salah satu kebijakan pemerintah dalam melakukan pemberdayaan masyarakat miskin untuk mengangkat taraf kehidupan yang lebih baik yaitu salah satunya melalui program PKH yang memiliki peran yang sangat strategis dimana tidak dipungkiri masalah kemiskinan yang melanda diberbagi daerah Di Indonesia dilatar belakangi oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dimana sebagian besar masyarakat yang kurang sejahtera (miskin) di latar belakangi oleh tinggkat pendidikan yang rendah dan tingkat kesehatan yang buruk. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang sangat berpengaruh penting bagi kehidupan manusia dengan memiliki tingkat pendidikan atau jenjang yang ditentukan oleh lapangan pekerjaan akan membantu masyarakat akan terserap oleh lapangan pekerjaan atau dunia lapangan pekerjaan. Ketika anggota masyarakat banyak terserap oleh lapangan pekerjaan maka akan membantu membangun taraf kehidupan masyarakat untuk lebih baik. Sedangkan, ketika di dalam masyarakat banyak masyarakat yang memiliki atau hanya menggapai pendidikan yang rendah dan kurang memiliki keahlian (potensi) yang kurang memadai yang dibutuhkan dunia lapangan pekerjaan maka akan menimbulkan masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat ketika anggota masyarakat banyak tidak terserap oleh lapangan pekerjaan. Ketidakterserapan masyarakat akan dunia lapangan pekerjaan akan menimbulkan berbagi masalah dalam kehidupan masyarakat seperti pengangguran, berdiri pemukiman kumuh, tingkat kriminalitas semakin meningkat, pekerja anak, dan lain sebagainya.
68
Dengan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat, pemerintah berupaya menangulangi masalah kemiskinan maka salah satu program pemerintah yaitu dengan melalui PKH. PKH merupakan suatu program penanggulangan masalah kemiskinan. PKH pada dasarnya bagian dari program-program penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH berasa dibawah koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), baik di pusat maupun daerah. PKH merupakan program lintas kementrian dan lembaga,karena faktor utamanya adalah dari badan perencanaan pembangunan nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama, Departemen Komunikasi dan informatika dan badan pusat statistik. PKH sebenarnya telah dilaksanakan diberbagai negara. Khususnya negara-negara Amerika Latin dengan nama program yang bervariasi. Namun secara konseptual, istilah aslinya adalah Conditional Cash Transfers (CCT) yang diterjemahkan menjadi bantuan tunai bersyarat. Program ini “bukan” dimaksudkan sebagai kelanjutan dari program subsidi langsung tunai (SLT) yang diberikan dalam rangka membantu rumah tangga miskin mempertahankan daya belinya pada saat pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM. PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial kepada masyarakat miskin.
PKH adalah salah salah satu program yang memeberikan bantuan tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) jika mereka memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan upaya peningkatan kualitas SDM
melalui pendidikan dan
kesehatan seperti memiliki anggota keluarga yang terdiri dari 0-15 tahun dan ibu
69
hamil atau nifas dan berada pada lokasi terpilih. Ketika di dalam keluarga sangat miskin memiliki komponen persyaratan yang ditentukan maka Keluarga Sangat Miskin (KSM) akan mendapatkan bantuan, serta calon penerima terpilih harus menandatangani persetujuan bahwa selama mereka menerima bantuan maka mereka
akan
menjalankan
komitmennya
sebagai
peserta
dengan
cara
menyekolahkan anaknya 7-15 tahun serta anak usia 16-18 tahun namun belum selesai pendidikan dasar 9 tahun wajib belajar. Membawa anak usia 0-6 tahun kefasilitas kesehatan sesuai dengan prosedur kesehatan PKH bagi anak. Untuk mencapai tujuan program penanggulangan masalah kemiskinan dengan cara memberikan bantuan langsung tunai bersyarat kepada KSM. Maka para peserta PKH harus melaksanakan kewajiban sebagai anggota PKH, ketika terdapat anggota PKH tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan pemotongan maupun akan diberhentikan pemeberian bantuan. besaran bantuan tunai para peserta PKH bervariasi jumlah anggaran yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan dan pendidikan. Dengan diberlakukan sistem pemotongan atau pemberhentian bantuan yang diberikan oleh pemerintah ketika para peserta KSM tidak melaksanakan komitmennya atau kewajibannya dalam bidang pendidikan membuat para peserta PKH tergerak bagaimana mematuhi peraturan-peratuan yang sudah ditentukan oleh program PKH akan tidak dikenakan pemotongan dan lain-lain. Dengan kondisi seperti dapat mendorong perubahan paradigma atau pola pikir masyarakat miskin secara perlahan-lahan akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya
70
2.8
Kerangka Berfikir
Evaluasi program PKH pada Siswa SMP Budi Utomo Karya Mulya Sari Kecamatan Candipuro Kabupaten Lampung selatan. Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
KEMISKINAN
PKH
KESEHATAN
PENDIDIKAN
MENSUKSESKAN WAJIB BELAJAR 9 TAHUN TAHUN(SEMBILAN) TAHU
Gambar 2. Kerangka berfikir evaluasi program PKH pada siswa SMP budi Utomo Karya Mulya Sari Kecamatan Candipuro
Kemiskinan merupakan suatu permasalahan pembangunan yang terjadi di berbagai negara, khususnya negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dan negara-negara terbelakang. Kondisi kemiskinan pada dasarnya merupakan suatu fenomena multidimensi, karena dipengaruhi oleh oleh beragam faktor. Berbagai upaya telah ditempuh oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah kemiskinan, namun hingga saat ini hasilnya belum sesuai dengan
71
harapan. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Menurut Djojohadikusumo (1994:25) kemiskinan muncul sebagai akibat kesenjangan yang mengandung dimensi ekonomi sosiologis dan berdimensi ekonomi regional. Kemiskinan ini terjadi sebagai akibat adanya ketimpangan kekuatan yang sangat mencolok diantara golongan-golongan pelaku ekonomi, dimana pengusaha besar cenderung mengandalkan kekuatan sumber dayanya untuk merebut suatu kedudukan di pasar barang dan jasa. Selain dari dimensi geografis, sebuah rumah tangga miskin diwilayah yang mendukung dapat memiliki kesempatan yang lebih besar untuk keluar dari kemiskinan, sementara rumah tangga miskin yang berada pada wilayah yang tidak mendukung, cenderung menjadi stagnan dan bahkan menjadi sangat miskin.
Selain itu terdapat banyak faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yang diantaranya yaitu, pendidikan yang terlampau rendah, malas bekerja, keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA), keterbatasan lapangan pekerjaan, keterbatasan modal, beban keluarga yang tinggi sehinga menyebabkan rumah tangga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan kehidupannya yang sesuai. Terdapat beberapa starategi yang diterapkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengentaskan masalah
kemiskinan.
Strategi
yang
digunakan
oleh
pemerintah
untuk
mengentaskan kemiskinan salah satunya sesuai dengan pendapat Suyono (2003:96-98) dimana upaya pengentasan kemiskinan tidak boleh hanya terpaku pada kepala keluarga yang kebetulan miskin, tetapi harus dengan seksama
72
diarahkan pada keluarga muda yang kurang mampu serta anak-anak mereka yang masih bersekolah, baik di pendidikan Sekolah Dasar (SD/MI), menengah maupun mereka yang berhasil meraih pendidikan yang lebih tinggi.
Anak-anak dari Keluarga Sangat Miskin (KSM) yang bersekolah harus dijadikan sasaran bersama untuk dibantu diberdayakan dengan gigih karena kemungkinan besar dengan membantu pemberdayaan mereka melalui pendidikan yang cukup bisa dicegah tumbuhnya atau bertambahnya keluarga miskin baru. Upaya tersebut sekaligus merupakan upaya untuk memotong rantai kemiskinan yang terjadi secara alamiah karena anak keluarga miskin yang tidak bersekolah hampir pasti mendapatkan pekerjaan yang menghasilkan nilai tambah yang rendah. Upaya pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dengan kaitan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan yaitu melalui Program PKH. Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan suatu program yang memberikan bantuan tunai kepada rumah tangga miskin (KSM) yang memenuhi kriteria persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yaitu melalui program pendidikan dan kesehatan. Selain itu, dalam menanggulangi masalah kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah melalui program PKH terdapat beberapa kriteria yang diajukan kepada masyarakat miskin untuk berhak mendapatkan bantuan yang diantaranya memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun yang masih menempuh pendidikan baik tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), maupun anak yang tergolong usia tersebut yang belum menempuh pendidikan. Selain itu, ibu hamil atau nifas dan berada pada lokasi terpilih.
73
Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan banyak manfaat terutama pada Rumah Tangga Sangat Miskin. Manfaat tersebut yaitu. 1. Merubah perilaku keluarga sangat miskin untuk memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan dan kesehatan anaknya. 2. Untuk jangka pendek memberikan income effect kepada rumah tangga miskin melalui pengurangan beban pengeluaran rumah tangga sangat miskin. 3. Untuk jangka panjang dapat memutus ratai kemiskinan antar generasi melalui. a. Peningkatan kualitas kesehatan /nutrisi, pendidikan dan kapasitas pendapatan anak dimasa depan (price effect anak keluarga sangat miskin). b. Memberikan kepastian kepada seorang anak akan masa depannya (insurance effect). 4. Mengurangi pekerja anak. 5. Mempercepat pencapaian MDGs (melalui peningkatan akses pendidikan, peningkatan kesehatan ibu hamil, pengurangan kematian balita, dan peningkatan kesetaraan gender).
Sedangkan Tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas. 1.
Meningkatkan kemampuan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) untuk mengakses/memanfaatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan.
2. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil/nifas dan anak dibawah 6 tahun dari RTSM. Melalui pemberian insentif untuk melakukan kunjungan
74
kesehatan yang bersifat preventif (pencegahan dan bukan pengobatan). Agar terjadi pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan pengurangan kematian ibu melahirkan. 3. Meningkatkan angka partispasi pendidikan anak - anak (usia wajib belajar SD/SMP) KSM dan upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga yang sangat miskin. 4. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi KSM 5. Pengurangan penduduk miskin dan kelaparan.
Untuk mencapai tujuan program penanggulangan masalah kemiskinan dengan cara memberikan bantuan langsung tunai bersyarat kepada KSM. Maka para peserta PKH harus melaksanakan kewajiban sebagai anggota PKH, ketika terdapat anggota PKH tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan pemotongan
maupun
akan
diberhentikan
pemeberian
bantuan.
Dengan
diberlakukannya persyaratan-persyaratan tersebut diharapkan dapat mengubah pola pikir keluarga miskin tersebut akan pentingnya pendidikan bagi anaknya yang diharapkan menjadi agen perubahan yang lebih baik atau mampu memberantas kemiskinan.
Untuk meningkatkan kualitas SDM para siswa merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanya merupakan tanggung jawab sekolah. Orang tua merupakan lembaga pertama dalam kehidupan seorang anak, tempat belajar segala sesuatu cara menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan kepribadian seseorang.
75
Dalam keluarga umumnya anak dan orang tua memiliki hubungan interaksi yang intim disebabkan sebagian besar aktivitas anak banyak dihabiskan dilingkungan keluarga.
Dengan adanya program PKH ini mendorong orang tua yang berada dalam taraf ekonomi bawah dituntuk berperan aktif (berpartisipasi) dalam membantu dalam mensukseskan wajib belajar bagi anaknya minimal sembilan tahun ketika orang tua tidak melaksanakan kewajibannya akan dikenakan sanksi berupa pemotongan atau pemberhentiaan keanggotaan di PKH. Orang tua yang mendapatkan bantuan diharapkan mampu mengalokasikan dana bantuan tersebut untuk memenuhi kebutuhan penunjang belajar bagi anaknya seperti membelikan pakaian seragam, sepatu yang sesuai dengan tata tertib, membelikan alat tulis dan buku belajar bagi anaknya untuk penunjang proses belajar. Selain itu orang tua dengan
adanya
program
PKH
memiliki
kewajiban
untuk
mendorong,
memonitoring dan control pendidikan anaknya baik dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah seperti orang tua memberikan perhatian kemajuan pendidikan angaknya dengan cara mengcontrol nilai-nilai yang diperoleh siswa dalam proses belajar disekolah.
Selain itu, orang selalu memberikan motivasi bagi anaknya untuk rajin dalam belajar dengan memberikan arahan atau masukan kepada anaknya ketika anak mulai kurang bersemangat sekolah, anak jarang masuk sekolah dan orang tua meluangkan waktunya membantu anaknya mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. Selain sikap aspirasi orang tua berupa pengawasan dan motivasi bentuk wujud kepedulian orang tua akan pendidikan bagi anaknya diwujudkan
76
dengan orang tua menciptakan kondisi belajar yang kondusif bagi anak untuk belajar seperti orang tua mematikan televisi ketika anak sedang belajar dan memberikan lampu pencahayaan yang terang untuk mempermudah bagi seorang anak belajar. Dengan diberlakukannya peraturan-peraturan tegas yang diberikan dari Program Keluarga Harapan (PKH) kepada Keluarga Sangat Miskin diharapkan dapat membantu kemajuan proses belajar seorang anak disekolahan yang diharapkan seorang yang berasal dari keluarga kurang mampu dapat sukses menempuh pendidikan minimal 9 tahun.
2.9
Penelitian yang relevan
Berikut ini terdapat beberapa referensi penelitian yang relevan dengan kajian yang dilakukan oleh seorang peneliti mengenai evaluasi Program Keluarga Harapan pada siswa di SMP Budi Utomo Karya Mulya Sari Kecamatan Candipuro. Adapun penelitian yang relevan sebagai penunjang dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut : 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Kadir Karding seorang mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro Semarang tahun 2008 yang mengakaji tentang evaluasi pelaksanaan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Semarang. Program BOS dilatarbelakangi oleh kenaikan harga BBM yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat yang berdampak negatif terhadap akses masyarakat miskin terhadap pendidikan dasar sembilan tahun. Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional mengamanatkan bahwa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan pemerintah
77
wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi warga negara tanpadiskriminasi. Dalam evaluasi program BOS ini dimaksudkan untuk menegtahui seberapa besar cakupan dana BOS dalam rangka meningkatkan akses pendidikan. Metode evaluasi diskriptif kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Hasil evaluasi telah mengungkapkan bahwa pelaksanaan BOS tahun 2008 di SMP Negeri di Kota Semarang berjalan dengan baik meskipun masih terdapat beberapa kendala misalnya dana BOS belum mampu menjangkau semua siswa miskin atau kurang mampu dan pencairan dana BOS sering terlambat sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar. 2.
Penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah mahasiswa program pascasarjana magister teknologi pendidikan Universitas Lampung
tahun 2013 dengan
penelitian tentang evaluasi pembelajaran teknologi informasi dan komunikasi di SMPN 2 Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis : (1) kondisi lingkungan pembelajaran TIK, (2) sarana dan prasarana yang mendukung dalam pelaksanaan proses pembelajaran TIK, (3) proses pembelajaran TIK yang dilakukan, dan (4) pencapain hasil belajar TIK siswa di SMPN 2 Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan. Jenis penelitian ini adalah evaluasi dan metode evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Contexs, Input, Process, Product (CIPP). Hasil evaluasi dalam penelitian mengenai pembelajaran TIK di SMP Negeri 2 Gunung Labuhan Kabupaten Way Kanan berhasil dengan baik dengan perolehan persentase sebesar 70,88%. Sedangkan secara khusus dapat disimpulkan hal-hal berikut (1) evaluasi pada komponen Context sebesar
78
58,62% dengan kategori cukup, (2) evaluasi pada komponen input sebesar 78,47% dengan kategori baik, (3) evaluasi pada komponen process sebesar 76,43% dengan kategori baik, dan (4) evaluasi pada komponen product sebesar 70,00% dengan kategori baik. 3.
Penelitian Wijaya Kusuma mahasiswa magister Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjung Pura Pontianak
tentang
“implementasi kebijakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pada pondok pesantren Salafiyah di Kabupaten Kubu Raya. Penilitian ini mendeskripsikan implementasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, pelaksanaanprogram wajib belajar pendidikan dasar pada pondok Salafiyah belum berjalan sesuai harapan. Dengan kondisi tersebut perlu diberikan pendidikan dan pelatihan berupa bimbingan dalam mensukseskan wajib belajar 9 tahun.