10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Evaluasi Pembelajaran 1. Definisi Evaluasi Pembelajaran Banyak sekali definisi mengenai evaluasi yang dikemukakan oleh para ahli evaluasi. Namun evaluasi sendiri berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris), yang berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu. Menurut istilah evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan. Menurut Bloom, et al sebagaimana dikutip Daryanto (2007: 1), “Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa”. Sementara menurut Tyler sebagaimana dikutip oleh Arikunto (2009: 3), “Evaluasi merupakan sebuah proses mengumpulkan data untuk mengetahui sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai”. Selanjutnya menurut Arikunto (2009: 2)
mengatakan bahwa “Evaluasi
adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan”.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
11
Berdasarkan pemaparan mengenai definisi evaluasi dari beberapa pakar di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses dalam kegiatan pengumpulan data, menanalisis data dan menyajikan data menggunakan langkahlangkah yang sistematis yang dilakukan oleh orang yang ahli untuk mendapatkan informasi tentang suatu hal yang akan menjadi masukan bagi pengambilan keputusan atau kebijakan. Pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Kata pembelajaran merupakan terjemahan dari istilah instructional, yang mempunyai pengertian semua events yang mempunyai pengaruh langsung kepada proses belajar manusia. Kata pembelajaran sering dihubungkan dengan kegiatan belajar mengajar di kelas formal maupun non formal. Menurut Gagne dan Briggs sebagaimana dikutip Abdulhak dan Sirodjudin (2006: 5) membatasi pembelajaran sebagai suatu rangkaian kejadian yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Sementara Knowles mendefinisikan pembelajaran sebagai cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari
pengertian
pembelajaran
adalah
pembelajaran suatu
tersebut
rangkaian
dapat
kegiatan
disimpulkan
pengorganisasian
bahwa yang
mempengaruhi peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan sehingga terjadi perubahan perilaku berdasarkan pengalaman yang diperolehnya.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
12
Pada awalnya evaluasi hanya dikaitkan dengan prestasi belajar, namun kini memiliki
pengertian
yang lebih
luas.
Sehingga
Sudjana
(2007:
210)
mengemukakan bahwa definisi evaluasi pembelajaran pelatihan adalah sebagai proses menentukan nilai tentang perilaku peserta pelatihan pada sebelum mengikuti, saat mengikuti dan atau setelah mengikuti pelatihan. 2. Tujuan, Fungsi dan Prinsip Evaluasi Pembelajaran Tujuan utama melakukan evaluasi pembelajaran adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh peserta didik sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Secara umum, tujuan evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Secara khusus, tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan; mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching; dan mengetahui efisiensi dan efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan guru, baik yang menyangkut metode, media maupun sumber belajar. Menurut Mujiman (2009: 140), tujuan evaluasi adalah untuk mengukur keberhasilan programdalam segi hasil belajar dan kualitas hasil penyelenggaraan. Selain itu evaluasi juga memiliki tujuan untuk mengetahui sejauhmana efektifitas cara dan proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut Fungsi dari evaluasi pembelajaran sendiri adalah pertama, evaluasi berfungsi selektif, yaitu untuk mengadakan seleksi terhadap peserta didik. Kedua, evaluasi berfungsi sebagai diagnostic utuk mengetahui kelebihan serta kelemahan Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
13
peserta didik. Ketiga, evaluasi berfungsi sebagai penempatan, yaitu untuk dapat menentukan dengan pasti penempatan peserta didik pada suatu kelompok. Serta yang keempat, evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana suatu program berhasil diterapkan. Dalam melakukan evaluasi, terdapat prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Betapun baiknya prosedur dan teknik evaluasi yang digunakan apabila tidak dipadukan dengan prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi akan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Prinsip-prinsip tersebut adalah pertama, keterpaduan. Prinsip ini mengandung maksud bahwa evaluasi memiliki hubungan triangulasi antara tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan evaluasi. Prinsip yang kedua, keterlibatan siswa. Maksudnya untuk mengetahui keberhasilan peserta didik dalam pembelajaran dibutuhkan evaluasi. Ketiga, prinsip koherensi, maksudnya adalah evaluasi dilakukan berkaitan dengan materi yang telah disajikan. Yang keempat, prinsip pedagogis, maksudnya adalah evaluasi juga harus merupakan upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pedagogis. Dan yang terakhir adalah prinsip akuntabilitas. Maksudnya adalah hasil evaluasi harus disampaikan pada pihak-pihak yang berkepentingan. Prinsipprinsip tersebut jika diterapkan dalam kegiatan evaluasi pembelajaran, maka hasil yang didapatkan dalam evaluasi tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. 3. Jenis-Jenis Evaluasi Pembelajaran Terdapat beberapa jenis evaluasi berdasarkan ruang lingkupnya. jenis-jenis evaluasi tersebut ditinjau berdasarkan tujuan, berdasarkan sasaran, berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran, serta berdasarkan objek dan subjek evaluasi. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
14
Pertama, jenis evaluasi berdasarkan tujuan diantaranya terdiri dari evaluasi diagnostik, evaluasi selektif, evaluasi penempatan, evaluasi formatif serta evaluasi sumatif. Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang di tujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya. Sedangkan evaluasi selektif adalah evaluasi yang di gunakan untuk memilih siwa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu. Selanjutnya evaluasi penempatan adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa. Dan evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatan proses belajar dan mengajar. Serta evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan belajar siswa. Kedua, Jenis evaluasi berdasarkan sasaran terdiri dari evaluasi konteks, evaluasi input, evaluasi proses, evaluasi hasil serta evaluasi outcome. Evaluasi konteks adalah evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dalam perencanaan. Evaluasi input adalah evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Evaluasi proses adalah evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya. Evaluasi hasil atau produk adalah evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau dihentikan. Dan yang terakhir Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
15
evaluasi outcome atau lulusan adalah evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih lanjut, yakni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat. Ketiga, jenis evaluasi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran terdiri dari evaluasi program pembelajaran, evaluasi proses pembelajaran, serta evaluasi hasil pembelajaran. Evaluasi program pembelajaran adalah evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran, isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, serta aspek-aspek program pembelajaran yang lain. Evaluasi proses pembelajaran adalah evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang di tetapkan, kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, dan kemampuan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Evaluasi hasil pembelajaran adalah evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Terakhir adalah jenis evaluasi berdasarkan objek dan subjek evaluasi. Berdasarkan objek evaluasi, dibedakan menjadi evaluasi input, evaluasi tnsformasi, dan evaluasi output. Evaluasi input adalah evaluasi terhadap siswa mencakup kemampuan kepribadian, sikap, dan keyakinan. Evaluasi transformasi adalah evaluasi terhadap unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain materi, media, metode dan lain-lain. Sedangkan evaluasi output adalah evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran. Selain itu, jenis evaluasi berdasarkan subjek adalah evaluasi internal yaitu evaluasi yang
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
16
dilakukan oleh orang dalam lembaga sebagai evaluator dan evaluasi eksternal yaitu evaluasi yang dilakukan oleh orang luar lembaga sebagai evaluator. Apapun jenis evaluasi pembelajaran yang digunakan dalam evaluasi, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu memeberikan informasi yang akurat mengenai kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik. 4. Teknik-Teknik Evaluasi Pembelajaran Teknik evaluasi adalah cara yang dilakukan untuk melakukaan evaluasi. Secara garis besar teknik evaluasi pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teknik non-tes dan teknik tes. Para ahli berpendapat bahwa dalam mengadakan evaluasi terhadap hasil belajar, kita harus menggunakan teknik tes dan nontes, sebab hasil-hasil pelajaran bersifat aneka ragam. Pengetahuan teoritis dapat diukur dengan menggunakan teknik tes. Keterampilan dapat diukur dengan menggunakan tes perbuatan. Adapun perubahan sikap dan petumbuhan peserta didik dalam psikologi hanya dapat diukur dengan teknik nontes. a. Teknik Non-Tes Teknik penilaian non-tes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Teknik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Teknik non-tes terdiri dari observasi, wawancara, angket, daftar cocok (check list), skala bertingkat (rating scale), dan riwayat hidup. Pertama, observasi. Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
17
Observasi di bagi menjadi tiga macam, yaitu observasi partisipatif, observasi sistematis dan observasi eksperimental. Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati. Sedangkan observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Kedua, wawancara. Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Ada dua jenis wawancara yang dapat pergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu wawancara terpimpin dan wawancara bebas. Wawancara terpimpin adalah wawancara yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga responden tidak memiliki kebebasan dalam mengutarakan pendapatnya. Wawancara bebas adalah wawancara yang member kebebasan bagi responden dalam mengutarakan pendapatnya. Ketiga, angket. Pada dasarnya angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur. Angket ditinjau dari segi siapa yang menjawab terbagi menjadi angket langsung dan angket tidak langsung. Sementara ditinjau dari segi cara menjawab terdiri dari angket terbuka dan angket tertutup. Keempat, daftar cocok (check list). Adalah deretan pernyataan dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( √ ) ditempat yang telah disediakan. Kelima, skala bertingkat (rating scale). Skala bertingkat (rating scale) adalah skala yang menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
18
terhadap suatu hasil pertimbangan. Keenam, riwayat hidup. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. b. Teknik Tes Tes adalah suatu teknik atau cara dalam rangka melaksanakan kegiatan evaluasi, yang didalamnya terdapat berbagai item atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik, kemudian pekerjaan dan jawaban itu menghasilkan nilai tentang perilaku peserta didik tersebut. Menurut Indrakusuma sebagaimana dikutip Arikunto (2009: 32), “Tes adalah suatu alat atu prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keteranagn yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat”. Selanjutnya, Bukhori sebagaimana dikutip Arikunto (2009: 32) mengemukakan bahwa “Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid”. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu kegiatan evaluasi yang prosesnya sistematis dan objektif untuk mengumpulkan informasi perkembangan peserta didik mengenai perubahan sikap dan perilaku. Tes bertujuan untuk mengukur dan memberikan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik meliputi kesanggupan mental, penguasaan hasil belajar, ketrampilan, koordinasi, motorik dan bakat baik individu/kelompok. Jenis-jenis tes dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Tes berdasarkan jumlah peserta dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu tes kelompok dan tes perorangan. Dilihat dari sudut penyusunannya, tes hasil belajar dapat dibedakan Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
19
atas dua jenis, yaitu tes buatan guru (teacher-made test) dan tes yang distandardisasi (standardized test). Ditinjau dari segi kegunaannya tes dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif. Pertama, tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Kedua, tes formatif. Dari kata form yang merupakan dasar dari istilah formatif maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah terbentuk setelah mengikuti suatu program tertentu. Manfaat tes formatif bagi peserta didik adalah digunakan untuk mengetahui pebguasaan materi oleh peserta didik, sebagai penguatan, sebagai usaha perbaikan, serta sebagai diagnosis. Sementara bagi guru/fasilitator/ widyaiswara tes formatif bermanfaat untuk mengetahui sejauhmana materi yang disampaikan telah diterima oleh peserta didik, serta sebagai diagnosis. Ketiga, tes sumatif. Tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program atau sebuah program yang lebih besar. Tes sumatif diberikan dengan maksud untuk menetapkan apakah seorang peserta didik berhasil mencapai tujuan instruksional yang telah ditetapkan atau tidak. Tujuan tes sumatif adalah untuk menentukan angka berdasarkan tingkatan hasil belajar peserta didik. Manfaat tes sumatif adalah untuk menentukan nilai, menentukan kelanjutan peserta didik mengikuti program selanjutnya, serta mengisi catatan kemajuan belajar. Selanjutnya
adalah
mengenai
bentuk-bentuk
tes.
Dalam
evaluasi
pembelajaran pelatihan ada beberapa macam bentuk tes, diantaranya adalah tes Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
20
uraian, tes objektif, bentuk soal atau pertanyaan berstruktur, serta bentuk lembaran pendapat. Dibawah ini akan diuraikan mengenai bentuk-bentuk tes. Tes uraian. Tes uraian apabila direncanakan dan disusun dengan baik akan sangat berguna untuk mengukur ketepatan berpikir. Namun memiliki kelemahan yaitu keterbatasan bahan pelatihan yang dinilai dan kesulitan dalam memeriksa hasil jawaban. Untuk mengatasi kesulitan dalam pemeriksaan hasil tes uraian adalah dengan memeriksa semua jawaban soal kemudian membandingkannya antara satu dengan yang lainnya serta diikuti dengan pemberian skor. Tes objektif. Bentuk-bentuk tes objektif adalah jawaban singkat, benar-salah, menjodohkan dan pilihan berganda. Bentuk soal jawaban singkat dianggap tepat untuk mengukur pengetahuan yang berhubungan dengan istilah, fakta, prinsip, metode, prosedur dan penafsiran sederhana. Bentuk soal benar-salah adalah bentuk soal yang biasanya berupa pernyataan yang digunakan untuk mengukur pengetahuan tentang fakta, pengertian, prinsip-prinsip dan lain sebagainya. Kelebihan bentuk soal benar salah adalah hasil jawaban dapat diperiksa dengan cepat dan objektif, kunci jawaban dibuat dalam lembar pemeriksaan dan soal mudah disusun. Kelemahan bentuk soal benar-salah adalah ada kemungkinan peserta tes mudah menebak jawaban, sulit mengukur tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, serta tidak dapat menampung semua kemampuan peserta tes. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan bentuk soal benar-salah adalah hindari penggunaan kata yang mengarahkan pada jawaban, hindari penggunaan langsung kalimat dari buku sumber, hindari pernyataan dari pendapat yang belum jelas kebenarannya, hindari Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
21
pernyataan negatif ganda, pernyataan disusun dalam kalimat yang relatif pendek, serta pernyataan disusun berdasarkan buku sumber secara acak. Bentuk soal menjodohkan. Bentuk soal menjodohkan mencakup dua kelompok pernyataan yang berhubungan atau paralel. Keunggulan bentuk soal menjodohkan adalah penilaian dapat dilakukan secara cepat dan objektif, tepat untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi dua hal yang berhubungan, serta dapat mengukur lingkup pokok bahasan yang luas. Sementara kelemahannya adalah hanya digunakan untuk mengukur pengetahuan factual dan hafalan serta relative sulit untuk menetapkan bahan tes yang dapat mengukur pernyataan yang berhubungan. Yang harus diperhatikan dalam penyusunan bentuk soal menjodohkan adalah penyusunan soal diangkat dari materi yang saling berhubungan, rumusan soal dan jawabannya mudah dipahami, jumlah alternatif jawaban hendaknya lebih banyak, gunakan tanda yang berlainan untuk pernyataan dan jawaban, serta soal dan alternatif jawaban disusun pada lembar yang sama. Bentuk soal pilihan berganda. Bentuk soal pilihan berganda adalah tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau yang dianggap paling tepat. Bentuk soal pilihan ganda terdiri atas stem berupa pertanyaan atau pernyataan, option terdiri atas sejumlah pilihan atau alternatif jawabannya, kunci jawaban berupa jawaban yang dianggap paling benar, dan pengecoh (distractor) berupa jawaban-jawaban lain di luar kunci jawaban. Kelebihan bentuk soal pilihan berganda adalah cakupan soal-soal yang diujikan dapat lebih luas dari pada bahan pembelajaran yang telah dibahas, jawaban setiap soal disusun sudah benar atau salah, sehingga pengukurannya lebih objektif, serta jawaban dapat diperiksa dengan mudah dan Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
22
cepat. Adapaun kekurangannya adalah tidak dapat mengukur proses berfikir, jawaban soal dengan tebakan cukup besar, dan penyusunan soal relatif sulit. Penyusunan soal berganda hendaknya memperhatikan sejumlah patokan yaitu pokok pertanyaan (stem) merupakan hasil perumusan yang jelas, penyusunan stem dan alternatif jawabannya (options) disusun secara singkat padat dan jelas, pada setiap alternatif jawaban hanya terdapat satu jawaban benar, pada setiap stem tidak ada pernyataan yang negatif, options (alternatif jawaban) disusun secara logis dan jawaban pengecoh berfungsi, jangan ada kata atau kalimat yang mengarahkan pada jawaban, upayakan tidak menggunakan options yang menyatakan “semua jawaban diatas benar atau semua jawaban diatas salah”, rumuskan bahwa setiap option (alternatif jawaban) adalah homogen, option berupa angka hendaknya disusun berurutan dari angka terkecil ke angka terbesar atau sebaliknya, serta penggunaan kata atau ungkapan tidak tentu harus dihindari dalam stem (pokok pertanyaan). Bentuk soal atau pertanyaan berstruktur (structured questions). Bentuk soal atau pertanyaan berstruktur adalah untuk menghasilkan jawaban yang dapat dinilai secara objektif. Bentuk ini sering dianggap sebagai “jembatan” antara bentuk soal uraian dan bentuk soal tes objektif. Bentuk soal atau pertanyaan berstruktur mencakup pengantar soal, seperangkat data dan rangkaian bagianbagian soal. Keunggulan bentuk pertanyaan berstruktur adalah bahwa dalam satu soal terdapat beberapa sub soal yang mengacu pada data tertentu. Bentuk soal ini dapat mengatasi kelemahan bentuk soal uraian dan bentuk soal objektif.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
23
Bentuk lembaran pendapat. Bentuk lembaran pendapat digunakan untuk mengukur nilai hasil akhir pembelajaran para peserta pelatihan dengan cara membandingkannya dengan nilai awal pembelajaran pada saat sebelum mereka mereka mengikuti pelatihan. Penilaian dilakukan terhadap hasil satiap aspek materi yang dipelajari. Dengan lembaran pendapat dapat digambarkan perubahan nilai untuk masing-masing peserta pelatihan dan nilai teratas untuk semua peserta pelatihan. Format lembaran dapat memuat petunjuk penggunaan, nilai sebelum dan sesudah pelatihan tentang aspek materi atu pokok bahasan dalam pembelajaran, serta cara membandingkan nilai akhir dan nilai awal. 5. Model – Model Evaluasi a. Measurament Model Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan. Tokohtokoh yang evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah Thorndike dan Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran didalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalamnya bidang pendidikan. Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah. Sehingga dengan demikian hasil pengukuran itu selalu dinyatakan dalam bentuk bilangan. Dijadikannya jumlah sebagai dasar dan ciri khasdalam kegiatan pengukuran yang semakin berkembang dengan pesat, bertolak dari suatu keyakinan yang Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
24
diungkapkan oleh Thorndike yaitu bahwa pengukuran dengan demikian dipandang sebagai kegiatan menentukan besarnya suatu (attribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa dalam bentuk unit ukuran tertentu (Daryanto, 2007: 73). Dalam bidang pendidikan, model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun perbedaan-perbedaan kelompok dalam hal kemampuan serta minat dan sikap. Hasil pengukuran mengenai aspek-aspek tingkah laku diatas digunakan untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa. Objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku. Aspek tingkah laku siswa yang dinilai disini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaaan (inteligensi, bakat), minat, sikap dan juga aspek-aspek kepribadian siswa. Model ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada setiap bidang pelajaran dengan menggunakan tes. Sehubungan dengan itu, alat evaluasi yang lazim digunakan di dalam model evaluasi ini adalah tes tertulis atau paper and pencil test. Secara lebih khusus lagi, bentuk tes yang biasanya digunakan adalah bentuk tes objektif yang soal-soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar salah dan sebagainya. Untuk mendapat hasil pengukuran yang setepat mungkin ada kecenderungan dari dari model measurement ini untuk mengembangkan alat-alat evaluasi (tes) yang baku atau standardized. Oleh karena itu, setelah suatu tes dicobakan kepada sampel yang cukup besar, berdasarkan data yang diperoleh, diadakan analisis untuk menentukan validitas dan reliabilitas tes secara keseluruhan maupun setiap Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
25
soal yang terdapat di dalamnya. Mengingat salah satu tujuan pengukuran adalah mengungkapkan perbedaan individual di kalangan para siswa, dalam menganalisis soal-soal tes sangat diperhatikan tentang tingkat kesukaran dan daya pembeda. Akhirnya, pendekatan yang juga ditempuh oleh model ini di dalam menilai sistem pendidikan adalah membandingkan hasil belajar yang menggunakan cara pengajaran yang berbeda sebagai variabel bebas. Dalam evaluasi ini, kepada dua atau lebih kelompok tersebut diberikan tes yang sama untuk kemudian dianalisis perbedaan skor yang dicapai oleh kelompok-kelompok tadi. b. Congruence Model Model yang kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama, sekalipun dalam beberapa hal masih menunjukan adanya persamaan dengan model yang pertama. Tokoh evaluasi yang merupakan pengembangan model ini antara lain adalah Tyler, Caroll, and Cronbach. Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses, yang di dalamnya terdapat tiga hal yang perlu kita bedakan, tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian terhadap hasil belajar. Evaluasi disini dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. Ini berarti bahwa evaluasi itu pada dasarnya ingin memperoleh gambaran mengenai efektivitas dari sistem pendidikan yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Jadi menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa penyesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi yang diperoleh Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
26
berguna untuk menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan memberikan informasi kepada pihak diluar pendidikan mengenai hasil-hasil yang dicapai. Berhubung model evaluasi menurut model yang kedua ini untuk memeriksa persesuaian (congruance) antara tujuan dan hasil belajar, maka yang dijadikan objek evaluasi adalah tingkah laku siswa. Sehubungan dengan aspek-aspek hasil belajar yang perlu dievaluasi, model ini tidak membatasi alat evaluasi hanya pada tes tertulis atau paper and pencil test saja. Singkatnya, dalam menilai hasil hasil belajar yang mencakup berbagai jenis sebagaimana yang tercantum dalam rumusan, tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dan perlu dicapai, model ini menganut pendirian bahwa kemungkinan berbagai alat evaluasi perlu digunakan. Dengan kata lain, hakikat dari tujuan-tujuan yang ingin dicapailah yang akan menentukan jenis-jenis alat evaluasi yang akan digunakan. Model ini menyarankan digunakannya prosedur pre dan post tes untuk menilai hasil atau gains yang dicapai siswa sebagai akibat dari kegiatan pendidikan yang telah diikutinya. Model ini juga tidak menyarankan dilaksanakaannya apa yang disebut evaluasi perbandingan untuk melihat sejauh mana kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum yang sudah ada. Bahkan, lebih jauh dari itu, model ini cenderung untuk tidak menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan ini. Karena itulah baik Tyler maupun Cronbach lebih mengarakan peranan evaluasi pada tujuan untuk memperbaiki kurikulum atau sistem pendidikannya. Akhirnya, mengenai langkah-langkah yang perlu ditempuh di dalam proses evaluasi menurut model ini, Tyler mengajukan empat langkah pokok yaitu
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
27
merumuskan atau mempertegas tujuan pengajaran, menetapkan “test situation” yang diperlukan, menyusun alat evaluasi, serta menggunakan hasil evaluasi. c. Educational System Evaluation Model Model ketiga yang akan dibahas di sini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu yang telah dibahas. Class dalam tulisannya yang berjudul Two Generations Of Evaluation Models menyebut model ketiga ini sebagai Educational Systems Evaluations Model karena ketiga ruang lingkupnya yang jauh lebih luas dari kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara lain adalah Stufflebeam, Scriven, Stake dan Provus. Model ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, karakteristik anak didik maupun lingkungan di sekitarnya, tujuan sistem dan peralatan yang dipakai, serta prosedur dan mekanisme pelaksanaan sistem itu sendiri. Pandangan tersebut di atas ternyata mempengaruhi konsep evaluasi yang dikembangkan oleh model ini. Evaluasi,
menurut model ini
dimaksudkan untuk
membandingkan
performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut. Ada beberapa hal di dalam isi pandangan di atas yang perlu digarisbawahi dan diuraikan lebih lanjut, yaitu: 1) Dengan mengemukakan “berbagai dimensi sistem”, model ini menekankan pentingnya sistem sebagai suatu keseluruhan dijadikan objek evaluasi, tanpa membatasi hanya pada aspek hasil yang dicapai saja. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
28
2) Perbandingan antara performance dan kriteria juga merupakan salah satu inti yang penting dalam konsep evaluasi menurut model ini. 3) Akhirnya, model ini berpandangan bahwa kegiatan evaluasi tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi tentang keadaan dari sistem yang telah dinilainya, melainkan harus sampai pada suatu judgement mengenai baikburuknya, efektif-tidaknya, sistem pendidikan yang bersangkutan. Informasi yang diperoleh dari hasil evaluasi berfungsi sebagai bahan atau input bagi pengambilan keputusan mengenai sistem yang bersangkutan dalam rangka penyempurnaan sistem selama sistem tersebut masih dalam tahap pengembangan, dan penyimpulan mengenai kebaikan (merit, worth) dari sistem pendidikan yang bersangkutan dibandingkan dengan sistem yang lain. Sesuai dengan pandangannya yang pertama di atas dimensi dari sistem pendidikan yang dijadikan objek evaluasi di dalam model yang ketiga ini lebih luas yaitu mencakup dimensi peralatan atau sarana proses dan hasil atau produk yang diperlihatkan oleh sistem yang bersangkutan. Sehubungan dengan ruang lingkup objek evaluasi yang diajukan oleh model yang ketiga ini, jenis-jenis data yang dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi menurut model ini mencakup baik data-data subjektif atau judgmental data (pandangan guru-guru, reaksi para siswa, dan sebagainnya). Model evaluasi ini memberikan tempat yang penting bagi judgmental data. Kesimpulan yang dapat kita ambil mengenai ruang lingkup evaluasi yang diajukan oleh model yang ketiga ini adalah bahwa:
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
29
1) Objek evaluasi dalam rangka pengembangan kurikulum atau sistem pendidikan yang mencakup sekurang-kurangnya tiga dimensi,yaitu dimensi peralatan atau sarana, proses dan hasil yang dicapai. 2) Sehubungan dengan hal yang di atas, jenis data yang diperlukan dalam proses penilaian mencakup data objektif maupun data subjektif (judgmental data). Pada model evaluasi ini, ada dua pendekatan utama yang diajukan oleh model ketiga ini dalam pelaksanaan evaluasi yaitu pertama, membandingkan performance setiap dimensi sistem dengan kriteria intern dalam sistem itu sendiri; dan kedua, membandingkan performance setiap dimensi sistem dengan kriteria ekstern di luar sistem yang bersangkutan. d. Illuminative Model Sebagaimana halnya model yang ketiga, model yang keempat ini pun dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama, yaitu measure
dan
congruence.
Penggunaan
nama
Illuminative
Model
oleh
pengembangannya didasarkan atas alasan bahwa pengggunaan berbagai cara penilaian didalam model ini bisa dikombinasikan akan “help illuminative problems, issues, and significant program features”. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalan Makcolm Parlet. Sebagaimana
telah
disinggung
diatas,
model
yang
keempat
ini
dikembangkan sebagai reaksi terhadap model measure dan congruence. Kedua model ini dipandang kurang menghasilkan suatu informasi yang tuntas dan riil Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
30
mengenai sistem pendidikan yang dinilainya. Bila model measure dan congruence lebih berorientasi pada evaluasi secara kuantitatif dan berstruktur, model yang keempat ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif dan “terbuka”. Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan bagaimana pelaksanaan sistem tersebut di lapangan, bagaimana pelaksanaan itu dipengaruhi oleh situasi sekolah tempat yang bersangkutan dikembangkan, apa kebaikan-kebaikan dan kelemahankelemahannya dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi pengalamanpengalaman belajar para siswa. Sebagaimana halnya model yang ketiga, model yang keempat ini juga mengarahkan kegiatan evaluasinya tidak hanya pada aspek hasil belajar siswa melainkan pada aspek yang lebih luas. Objek evaluasi yang diajukan oleh model ini mencakup latar belakang dan pengembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan, proses pelaksanaan sistem itu sendiri, hasil belajar yang diperlihatkan oleh para siswa, serta kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya dilapangan. Disamping itu, ikut pula dijadikan objek evaluasi di dalam model ini adalah efek samping dari sistem yang bersangkutan seperti kebosanan yang terlihat pada siswa, ketergantungan secara intelektual, hambatan terhadap perkembangan sikap sosial, dan sebagainya. Dengan kata lain, objek evaluasi dari model ini mencakup baik kurikulum yang “terlihat” maupun kurikulum yang “tersembunyi”. Pendekatan yang ditempuh model ini dalam evaluasi, berbeda dari apa yang berlaku dalam evaluasi ilmu pengetahuan alam. Dengan kata lain, model evaluasi Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
31
ini mengajukan pendekatan yang merupakan alternatif bagi apa yang disebut sebagai agricultural-botany paradigm, yang selain digunakan dalam ilmu pengetahuan alam juga digunakan dalam eksperimen dalam bidang psikologi. Pendekatan yang digunakan model ini, sebagaimana telah disinggung dalam bagian permulaan, lebih menyerupai pendekatan yang diterapkan dalam bidang antropologi sosial, psikiatri dan jenis-jenis penelitian tertentu dibidang sosiologi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan yang ditempuh model ini dalam melaksanakan evaluasi lebih bersifat terbuka dan dalam melaporkan hasil evaluasi lebih banyak digunakan cara deskriptif dalam penyajian informasinya. B. Instrumen Tes 1. Pengertian Instrumen Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut Djaali dan Muljono yang dikutip oleh Sa’diah (2011), instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Sebelum digunakan, instrumen hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Sebuah instrumen evaluasi hasil belajar hendaknya memenuhi syarat sebelum digunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid. Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bisa atau tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
32
mampu atau sebaliknya. Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, pratikabilitas, ekomonis, taraf kesukaran serta daya pembeda. Menyusun instrumen merupakan pekerjaan penting, tetapi memang agak rumit. Itulah sebabnya penyusun dituntut memiliki kemampuan yang memadai seperti yang disyaratkan. Dengan modal kemampuan tersebut penyusun akan melangkah dengan pasti, meneliti prosedur yang harus dilalui di dalam menyusun instrumen.
Langkah-langkah
dimaksud
adalah
sebagai
berikut
(1)
mengidentifikasi komponen program dan indikatornya, (2) membuat kisi-kisi kaitan antara indikator, sumber data, metode pengumpulan data dan instrument, (3) menyususn butir-butir instrumen, (4) menyusun kriteria penilaian, (5) menyusun pedoman pengerjaan. 2. Ciri - Ciri Instrumen yang Baik Sebuah instrumen tes dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes. Dibawah ini akan diuraikan mengenai ciri-ciri tes yang baik. a. Validitas Di dalam buku Encyclopedia Of Educational Evaluation yang ditulis oleh Anderson dan kawan - kawan disebutkan bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam pembicaraan evaluasi pada umumnya orang hanya mengenal istilah “valid” untuk alat evaluasi atau instrumen evaluasi. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
33
pengalaman. Hal yang pertama yang akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity). Dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes. 1) Validitas Logis Istilah “validitas logis” mengandung kata “logis” berasal dari kata “logika” yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik, mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen, yaitu validitas isi (contetct validity) dan validitas konstruk (construck validity). Validitas isi instrumen menunjuk pada suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi yang dievaluasi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi. Selanjutnya validitas konstruk sebuah instrumen menunjuk kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstruk aspek kejiwaan. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas kosntruksi apabila butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. “Konstruksi” dalam pengertian ini merupakan rekaan psikologis yaitu suatu rekaan yang dibuat oleh para ahli ilmu jiwa yang dengan suatu cara tertentu “memerinci” isi jiwa atas beberapa aspek seperti ingatan (pengetahuan), pemahaman, aplikasi dan seterusnya. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
34
2) Validitas Empiris Istilah
“validitas
empiris”
memuat
kata
“empiris”
yang
artinya
“pengalaman”. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Ada dua macam validitas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instrumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriterium yang digunakan sebgai pembanding kondisi instrumen dimaksud ada dua, yaitu : yang sudah tersedia dan yang belum ada tetapi akan terjadi di waktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang sudah tersedia, disebut memiliki validitas “ada sekarang” (contcurrent validity). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas “ada sekarang” jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang, concurrent). Selanjutnya instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memiliki validitas ramalan atau validitas prediksi (predictive validity). Memprediksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenai hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi atau validitas ramalan apabila memounyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
35
3) Cara mengetahui validitas instrumen Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas alat ukur adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Rumus korelasi product moment ada dua macam, yaitu korelasi product moment dengan simpangan dan korelasi product moment dengan angka kasar. Rumus korelasi product moment dengan simpangan adalah sebagai berikut:
rxy
xy x y 2
Dimana:
2
rxy
= koefisien antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan (x= X – X dan y = Y - Y )
Σxy
= jumlah perkalian x dengan y
x2
= kuadrat dari x
y2
= kuadrat dari y
Sementara Rumus korelasi product moment dengan angka kasar adalah sebagai berikut, yaitu:
rxy
nXY (X )(Y ) {n(X 2 (X ) 2 }{n(Y 2 ) (Y ) 2 }
Dimana:
rxy
= Koefisien korelasi yang dicari
XY
= Jumlah perkalian skor X dan Y
X
= Jumlah skor X (item ganjil)
Y
= Jumlah skor Y (item genap)
n
= Jumlah responden
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
36
Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 sampai +1,00. Namun karena dalam menghitung sering dilakukan pembukatan angka-angka, sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukan hubungan kebalikan sedangkan koefisien positif menunjukan adanya kesejajaran untuk mengadakan interprestasi. Penafsiran harga koefisien korelasi ada dilakukan dengan melihat harga r dan diinterprestasikan misalnya korelasi tinggi, cukup, dan sebagainya. Atau dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik r product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidaknya korelasi tersebut. Jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel, maka korelasi tersebut tidak signifikan. Untuk mengetahui validitas suatu instrumen dapat dilakukan dengan menguji validitas soal secara keseluruhan tes, menguji validitas butir soal atau validitas item, dan menguji validitas faktor. b. Reliabilitas Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa inggris, berasal dari kata asal reliable yang artinya dapat dipercaya. Tes dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya. Walupun tampaknya hasil tes pada pengetesan kedua lebih baik, akan tetapi karena kenaikannya dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dapat Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
37
dikatakan memiliki reabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali disebabkan adanya “pengalaman” yang diperoleh pada waktu mengerjakan tes pertama. Dalam keadaan seperti ini dikatakan bahwa ada carry-over effect atau practice effect, yaitu adanya akibat yang dibawa karena siswa mengalami suatu kegiatan. Jika dihubungkan dengan validitas maka validitas adalah ketepatan dan reliabilitas adalah ketetapan. Menurut Andeson dan kawan-kawan menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reliabilitas ini penting. Sebuah tes mungkin reliabel tetapi tidak valid. Sebaliknya sebuah tes yang valid biasanya reliabel. Untuk dapat memperoleh gambaran yang ajeg memang sulit karena unsur kejiwaan manusia itu sendiri tidak ajeg. Beberapa hal yang mempengaruhi tes dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu (1) hal yang berhubungan dengan tes, yaitu panjang tes dan kualitas butir-butir soal, (2) hal yang berhubungan dengan tercoba (testee), (3) hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes. Untuk mengetahui reabilitas ini pada dasarnya dilihat kesejajaran hasil. Seperti halnya validitas, beberapa teknik juga menggunakan rumus korelasi product moment untuk mengetahui kesejajaran hasil dalam reliabilitas tes. Kriterium yang digunakan utnuk mengetahui ketetapan yang berada di luar tes (consistency external) dan pada tes itu sendiri (consistency internal). Metode yang digunakan untuk mengetahui reabilitas suatu tes terdapat tiga jenis. Pertama, metode bentuk paralel (equivalent). Tes paralel atau tes equivalent adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan, tetapi butir-butir soalnya berbeda. Dalam istilah bahasa inggris disebut Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
38
alternate-forms method (parallel forms). Dalam menggunakan metode tes paralel ini pengetes harus menyiapkan dua buah tes, dan masing-masing dicobakan pada kelompok siswa yang sama. Oleh karena itu, ada orang yang menyebutkan sebagai double test-double-trial method. Penggunaan metode ini baik karena dihadapkan pada dua tes sehingga tidak ada faktor “masih ingat” yang dalam evaluasi disebut adanya practice-effect dan carry-over effect, artinya ada faktor yang dibawa oleh pengikut tes karena sudah mengerjakan soal tersebut. Kelemahan metode ini adalah pengetes pekerjaanya berat karena harus menyusun dua seri tes serta harus tersedia waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes. Kedua, metode tes ulang (test-retest method). Metode tes ulang dilakukan orang untuk menghindari penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu seri tes tetapi dicobakan dua kali, maka metode ini disebut dengan single-test-double-trial method. Kemudian hasil dari kedua kali tes tersebut dihitung korelasinya. Untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan dan pemahaman, cara ini kurang mengena karena sisiwa masih ingat akan butir soalnya. Oleh karena itu, tenggang waktu antara pemberian tes pertama dengan kedua menjadi permasalahan. Jika tenggang waktu terlalu sempit, siswa masih banyak ingat materi dan jika tenggang waktu terlalu lama, maka faktor-faktor atau kondisi tes sudah berbeda, dan siswa sendiri sudah mempelajari sesuatu. Sehingga akan berpengaruh terhadap realibilitas. Ketiga, metode belah dua (split half method). Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan pada metode sebelumnya. Dalam metode ini, pengetes
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
39
hanya menggunakan sebuah tes dengan satu kali ujicoba, oleh sebab itu metode ini disebut juga single-test-single-trial-method. Dalam menguji reabilitas suatu instrumen, rumus yang digunakan adalah sebuah rumus yang diberikan oleh Spearman dan Brown sehingga terkenal dengan rumus Spearman-Brown. Rumus tersebut adalah:
rii
2r1
1 2 2
1 r1
Dimana:
1 2 2
rii
= koefisien yang dicari
r½½
= Dua kali koefisien korelasi
Dengan menggunakan rumus ini, dilakukan pembelahan butir soal dengan membelah antara item genap dan item ganji, tetapi dapat pula dilakukan dengan membelah item atas dasar item awal dan item akhir. Selain rumus diatas, masih terdapat cara lain dalam menghitung reabilitas, yaitu dengan rumus Flanagan, Rulon, K-R 20, K-R 21, dan Rumus Hoyt. c. Objektivitas Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya
terdapat
unsur pribadi
yang masuk
mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan (consistency) pada sistem scoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada 2 faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
40
suatu tes yaitu bentuk tes dan penilai. Bentuk tes yang berbentuk uraian, akan member banyak kemungkinan kepada si penilai untuk memberikan penilaian menurut caranya sendiri. Itulah sebabnya pada waktu ini ada kecenderungan penggunaan tes objektif diberbagai bidang. Selain itu, faktor penilai juga sangat berpengaruh. Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes berbentuk uraian. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas antara lain : kesan penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan dan sebagainnya. d. Praktikabilitas (Practicability) Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya.Tes yang praktis adalah tes yang mudah dilaksanakan, mudah pemerikasaannya artinya tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya, serta dilengkapi dengan petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan atau diawali oleh orang lain. e. Ekonomis Yang dimaksud dengan ekonomis di sini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama. f. Analisis butir soal Menurut Arikunto (2009: 205) terdapat empat cara untuk menilai tes, yaitu (1) meneliti secara jujur soal-soal yang sudah di susun; (2) mengadakan analisis soal (item analys). Analisis soal adalah suatu prosedur yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi khusus terhada butir tes yang kita susun. Hal ini Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
41
akan membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek, memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soalsoal utnuk kepentingan lebih lanjut, serta memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun; (3) mengadakan checking validitas; (4) mengadakan checking reliabilitas. Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal –soal yang baik, kurang baik, dan soal yang jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh informasi tentang kejelekan suatu soal dan “petunjuk” untuk mengadakan perbaikan. Untuk mengetahui sebual soal dikatakan baik, maka terdapat masalah yang berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran dan daya pembeda. Pertama, taraf kesukaran. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan sukar mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukan bahwa soalnya terlalu mudah. Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P (p besar), singkatan dari kata “proporsi”. Rumus yang digunakan dalam adalah sebagai berikut:
P
B JS
Dimana :
P
= indeks kesukaran.
B
= banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS
= jumlah seluruh siswa peserta tes
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
42
Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal yang dianggap baik, yaitu soal-soal sedang yang mempunyai indeks kesukaran 0.30 sampai dengan 0,70. Kedua, daya pembeda. Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal “terbalik” menunjukan kualitas testee. Yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja. Rumus mencari D adalah sebagai berikut:
D
BA BB PA PB J A JB
Dimana:
J
= jumlah peserta tes
JA
= banyaknya peserta kelompok atas
JB
= banyaknya peserta kelompok bawah
BA
= banyaknya kelompok atas yang menjawab soal benar
BB
= banyaknya kelompok bawah yang menjawab soal benar
PA
= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB
= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
43
3. Alat Evaluasi Awal dan Akhir Peserta Pelatihan Alat (instrumen) evaluasi awal (pre-test) dan evaluasi akhir (post-test) digunakan untuk mengukur perbedaan tingkat kemampuan peserta pelatihan pada saat sebelum memasuki program pelatihan dan setelah mengikuti program pelatihan. Perbedaan kemampuan ini penting sehingga dapat diketahui sejauhmana pengaruh pelatihan terhadap perubahan perilaku peserta pelatihan. Alat (instrumen) evaluasi awal (pre-test) dan evaluasi akhir (post-test) kemampuan peserta pelatihan dapat berbentuk tes (esei, objektif, performansi), lembaran pendapat, dan lain sebagainya. Tes awal peserta pelatihan adalah untuk mengetahui kompetensi awal yang dimiliki peserta pelatihan pada saat sebelum mengikuti pembelajaran. Hasil tes awal berguna untuk membandingkan dengan perubahan kompetensi akhir setelah peserta pelatihan mengikuti program pelatihan. Teknik yang digunakan dalam tes awal antara lain adalah tes (objektif, esei), wawancara, tes performansi, observasi dan lembar pendapat. Tes akhir dilakukan dalam setiap mata latihan dan dalam gabungan semua mata latihan yang tercantum dalam kurikulum pelatihan. Format tes akhir dapat serupa dengan format tes awal peserta pelatihan atau berupa modifikasi materi dalam format tes awal, namun bobot informasi dan hasilnya sama. Hasil tes akhir dan tes awal setiap mata latihan dan atau semua mata latihan dapat dibandingkat dengan menganalisis perbedaan kedudukan dan hasil setiap mata latihan dan seluruh materi latihan.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
44
C. Model Evaluasi Ballot Box dalam Pelatihan 1. Pengertian dan Tujuan Ballot box berasal dari Bahasa Inggris, yang jika diartikan menurut asal katanya terdiri dari dua kata, yaitu ballot dan box. Ballot berarti surat suara, surat pemilihan, atau kartu pemungutan suara. Sementara box adalah kotak atau peti. Jadi ballot box adalah kotak surat suara. Dalam konteks evaluasi pelatihan, ballot box adalah kotak surat suara yang digunakan untuk menyimpan hasil tes atau evaluasi peserta didik. Menurut Lidianingsih (2009: 115), ballot box adalah kotak surat persegi yang dibuat dari kertas karton untuk menjawab pertanyaan tes yang disimpan di sudut-sudut lapangan dengan ukuran sekitar 20 x 20 x 20 cm. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ballot box adalah kotak surat suara berbentuk balok atau kubus yang dibuat dari kertas karton untuk menjawab pertanyaan tes yang dilakukan diluar ruangan. Ballot box sebagai suatu proses evaluasi yang dapat digunakan sebagai “pretest” dan “post-test“ untuk menilai keterampilan di lapangan. Apabila di gunakan pada “pre-test” dan “post-test“ maka dua-duanya harus menilai tingkat keterampilan atau pengetahuan yang sama. Soal pada evaluasi yang menggunakan ballot box benar-benar berdasarkan pengetahuan dan keterampilan lapangan. Ballot box bertujuan untuk mengukur atau mengevaluasi tingkat kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan peserta sebelum dan sesudah pelatihan. Aspek
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
45
pengetahuan dan keterampilan peserta, terdiri dari pemahaman teoritis, unjuk kerja, daya analisa dan sintesa, pemecahan masalah, serta metode pembelajaran. Hasil ballot box dapat digunakan sebagai sarana pendukung belajar dari evaluasi kegiatan. Widyaiswara/instruktur/fasilitator menggunakan soal-soal ballot box sebagai sarana pendorong belajar dan mempertimbangkan isinya. Kegiatan ballot box dilakukan dua kali yaitu pertama, pre-test dilakukan sebelum kegiatan dimulai untuk menjajagi pengetahuan sebelum mengikuti pelatihan. dan yang kedua, post-test dilakukan setelah kegiatan pelatihan untuk melihat perkembangan pengetahuan peserta. 2. Pembuatan Alat Evaluasi Model Ballot Box Sebagai salah satu model evaluasi, ballot box dapat dibuat sendiri oleh widyaiswara/instruktur/fasilitator. Bentuk dari ballot box pun dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan evaluasi di lapangan. Ballot box terbuat dari kertas karton berbentuk balok atau kubus dengan ukuran yang bervariasi sesuai modifikasi dan kebutuhan. Selain itu, ballot box dibuat sejumlah soal yang akan diberikan. Ballot box dapat dibuat dengan menggunakan dus-dus tempat makanan yang banyak dijual dipasaran. Dengan menggunakan ini, maka ballot box akan lebih cepat selesai dalam pembuatannya. Hanya saja, masih harus ditambah sekat untuk memisahkan pilihan jawaban setiap soal jika soal yang digunakan berbentuk pihan ganda. Dan lubang untuk memasukan jawaban pesertanya pun disesuaikan dengan banyaknya pilihan jawaban. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan ballot box ini adalah sebagai berikut, yaitu: Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
46
a. Kertas karton atau dapat diganti dengan dus makanan yang dijual dipasaran b. Gunting atau cutter c. Penggaris d. Spidol e. Double tip atau lem Dibawah ini akan dijelaskan mengenai pembuatan alat evaluasi ballot box secara sederhana, yaitu: 1) Buat bentuk balok tanpa bagian atas yang akan digunakan sebagai kotak menyimpan jawaban peserta dengan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan. 2) Beri sekat sesuai dengan jumlah option jawaban.. 3) Buat tutup balok atau kubus tersebut dengan ukuran yang sesuai. 4) Beri lubang sejumlah option jawaban. 5) Beri tanda abjad pada tutup sesuai dengan option jawaban jika soal tersebut merupakan pilihan ganda. 6) Kemudian gabungkan antara tutup dan kotak yang telah selesai tersebut. 7) Untuk jawaban dapat digunakan koin yang juga terbuat dari karton yang dituliskan nomor absen peserta pelatihan. Dibawah ini adalah gambar ballot box yang digunakan dalam evaluasi dalam pelatihan. A
B
C
D
2
1
dst Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
47
Gambar 2.1 Ballot Box dan Koin sebagai Media untuk Menjawab Soal Evaluasi. 3. Prosedur Penerapan Model Evaluasi Ballot Box Prosedur penerapan model evaluasi ballot box terdiri dari tiga tahap. Tahaptahap yang harus dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan serta pengolahan dan analisis data hasil evaluasi. Tahap pertama adalah tahap persiapan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah membuat alat model evaluasi ballot box yang akan digunakan. Jumlah kotak yang dibuat sesuai dengan jumlah soal yang akan di ujikan dan jumlah koin yang digunakan disesuaikan dengan jumlah peserta. Selanjutnya adalah meletakkan kotak alat model evaluasi ballot box sesuai dengan perencanaan evaluasi yang telah dilakukan sebelumnya. Namun, selain meletakkan kotak tempat jawaban, pada tahap ini juga meletakan instrument test yang tertutup/dibalikan, satu soal untuk satu kotak serta perangkat pendukung instrument jika diperlukan. Tahap persiapan ini termasuk juga pengaturan tata letak penempatan seluruh jumlah instrument agar dapat diawasi secara keseluruhan dan tidak memungkinkan terjadinya kecurangan diantara peserta tes. Tahap kedua adalah pelaksanaan. Pada tahap ini kegiatan awal yang dilakukan adalah memberi penjelasan kepada peserta test mengenai prosedur pelaksanaan test. Selain itu pada tahap ini dilakukan pembagian koin sesuai nomer absensi peserta sebagai alat untuk menjawab soal test. Setelah kedua kegiatan tersebut dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tes dengan menggunakan alat model evaluasi ballot box. Perlu menjadi perhatian bahwa pada Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
48
model alat evaluasi ini, jumlah item soal harus sama atau lebih banyak dari jumlah peserta test. Hal ini disebabkn agar seluruh peserta tes melaksanakan evaluasi secara bersama-sama dan mengurangi kemungkinan kecurangan dari peserta. Tahap ketiga adalah pengolahan dan analisis hasil evaluasi. Pada tahap ini seluruh kotak jawaban dan soal dikumpulkan untuk diolah. Pengolahan hasil evaluasi dilakukan secara terperinci sesuai dengan jumlah soal yang dikerjakan peserta. Sebagai contoh, dibawah ini akan disajikan tabel pengolahan hasil evaluasi dengan menggunakan alat evaluasi model ballot box. Tabel 2.1 Contoh Tabel Penolong Rekapitulasi Hasil Evaluasi Model Ballot Box No
Nama
1
2
Nomor Soal 3 4 5 6 7
8
Dst
Nilai
Dst Sumber : Pengolahan Data 4. Pola Evaluasi Model Ballot Box Evaluasi model ballot box merupakan salah satu model yang terintegrasi dengan program pelatihan. Sehingga model evaluasi ini, bukan hanya sebagai alat evaluasi saja, tetapi juga merupakan pendekatan pembelajaran yang didalamnya terdapat model evaluasi. Pola pembelajaran model evaluasi ini terdiri dari 4 (empat) hari pembelajaran klasikal, serta 3 (tiga) hari praktek di lapangan. Metode pelatihan yang digunakan adalah pada model evaluasi ini adalah pendekatan Experiential Learning Cycle (ELC) atau AKOSA (Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan, Aplikasikan ).
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
49
Pada model evaluasi ini, selain dilakukan evaluasi dengan alat model ballot box juga dilengkapi dengan self assessment yang bertujuan untuk mengukur atau mengevaluasi tingkat kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan peserta, yang terdiri dari pemahaman teoritis, unjuk kerja, daya analisa dan sintesa, pemecahan masalah serta metode pembelajaran. Di bawah ini digambarkan alur pola pendekatan pembelajaran dengan menggunakan alat evaluasi model ballot box. Tabel 2.2 Pola Pembelajaran dengan Menggunakan Model Evaluasi Ballot Box POLA EVALUASI MODEL BALLOT BOX H A R I KE 0
1
2
PEMBEKALAN / Orientasi Program
Kebijakan Penjelasan Program Kontrak Belajar: Pembentukan Tim Index Awal: o Self Asessment o Ballot Box
Diskusi Perumusa n Hasil Persiapan Lapangan
3
4
5
PENDALAMAN INFORMASI / Teknologi Spesifik Lokalita Field Observation: Intervew dan Wawancara Field Work: Kunjungan Lapangan dan Praktek Kerja Lapangan Tugas Mandiri Peserta / Kelompok Peserta; Perumusan dan Penulisan Draft Materi
6
7
PEMANTAPAN / Rencana Implementasi
Hari Lapangan: Penyajian Materi oleh Kelompok Peserta Diskusi Umum
Presentasi Kelompok / Pleno Peserta Rumusan Hasil Evaluasi (Indek Akhir) terdiri : o self assessment o Ballot box Rencana Implementasi
Sumber : Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Training Of Trainers (TOT) Agribisnis Padi Bagi Penyuluh Pertanian. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
50
D. Konsep Pelatihan Menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pelatihan merupakan salah satu cakupan Pendidikan Nonformal. Hal ini tertuang dalam Pasal 26 ayat 3 UU Sisdiknas. Sebagai salah satu program Pendidikan Nonformal, pelatihan harus mampu memfasilitasi kebutuhan belajar peserta didik dari berbagai tingkatan usia. Selanjutnya akan dipaparkan mengenai konsep-konsep pelatihan. 1. Pengertian Pelatihan Pelatihan merupakan upaya untuk pengembangan sumber daya manusia. Pelatihan diarahkan kepada peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta perubahan sikap atau perilaku peserta didik. Melalui proses belajar yang diterapkan pada pelatihan diharapkan adanya perubahan pada peserta , yaitu dari sikap dan perilaku kerja yang tidak tahu menjadi tahu dan kurang terampil menjadi terampil serta, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dikutip beberapa pengertian latihan dari beberapa orang ahli. Menurut Friedman dan Yarbrough dalam Sudjana (2007: 4), “pelatihan adalah upaya pembelajaran yang diselenggarakan oleh organisasi (instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan, dan lain sebagainya) untuk memenuhi kebutuhan atau untuk mencapai tujuan organisasi”.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
51
Selain itu, Nawawi (1997) menyatakan bahwa “pelatihan pada dasarnya adalah proses memberikan bantuan bagi para pekerja untuk menguasai keterampilan khusus atau membantu untuk memperbaiki kekurangannya dalam melaksanakan pekerjaan”. Fokus kegiatannya adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja dalam memenuhi kebutuhan tuntutan cara bekerja yang paling efektif pada masa sekarang. Pelatihan merupakan aktivitas bersama antara ahli dan peserta didik yang bekerja sama dalam rangkan metransfer informasi secara efektif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keahlian peserta didik sehingga dapat menampilkan pengerjaan tugas dan pekerjaan lebih untuk selanjutnya. Dari beberapa pengertian mengenai latihan yang telah dikemukakan diatas, maka pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu pendidikan yang menyangkut proses belajar dilakukan dengan sengaja, terorganisasi dan sistematik diluar sistem persekolahan untuk memberikan dan meningkatkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada kelompok tertentu dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang mengutamakan praktek dari pada teori memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu pekerjaaan tertentu dengan cara efektif dan efisien. Dari paparan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan itu mempunyai unsur-unsur umum sebagai berikut yaitu mengandung tujuan yang ingin dicapai; dilaksanakan dengan cara disengaja, terorpnisir dan sistematis; berlangsung di dalam masyarakat diluar sistem persekolahan; memberikan suatu pengetahuan dan keterampilan pekerjaan tertentu; diberikan Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
52
kepada kolompok tenaga kerja tertentu; diselenggarakan dalam waktu yang relatif singkat; serta menitikberatkan kepada praktek dari pada teori.
2. Prinsip Pelatihan Program pelatihan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk investasi. Oleh karena itu bagi setiap organisasi yang ingin berkembang, maka program pelatihan harus memperoleh perhatian yang besar. Beberapa hal yang sangat penting harus diperhatikan di dalam menyelenggarakan program pelatihan menurut Moekijat (1991: 30) adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Perbedaan-perbedaan individu (Individu Diference) Hubungannya dengan analisa jabatan (Relation to Trainess) Motivasi (Motivation) Partisipasi yang aktif (Active Participation) Pemilihan peserta-peserta pelatihan (Selection to Trainess) Pemilihan para pelatih (Selection to Trainess) Latihan pelatih (Trainer Training) Metode latihan (Training Method) Prinsip belajar (Principles of Learning) Agar pelatihan menjadi efektif dan efisien, maka perlu diperhatikan prinsip-
prinsip pelatihan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa prinsip pelatihan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kemandirian. Maksudnya adalah pelatihan tersebut memang dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan pekerjaan tertentu, sehingga ada inisiatif untuk mengikuti pelatihan serta akan melatih kemandirian bagi seorang individu.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
53
b. Difokuskan pada kemampuan pelaksanaan pekerjaan. Pelatihan sebaiknya diselenggarakan dengan pemberian materi yang berkaitan dengan pekerjaan yang sedang digeluti oleh seseorang. c. Mendekatkan dan mempercepat pelatihan. Pelatihan sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat, karena tugas dan pekerjaan tidak dapat menunggu terlalu lama untuk diselesaikan. d. Dukungan Pimpinan. Pelatihan yang dilakukan apabila mendapat dorongan dari pimpinan atau atasan dapat menjadi motivasi tersendiri bagi peserta. e. Keterlibatan aktif peserta. Dalam pelatihan sebaiknya peserta turut dilibatkan secara aktif. Hal ini karena efek dari pelatihan akan lebih bertahan dalam diri seseorang jika orang tersebut terlibat secara langsung dalam kegiatan tersebut. f. Tidak mengganggu aktivitas pekerjaan rutin. Hal ini agar peserta pelatihan lebih fokus dalam mengikuti pelatihan. g. Pembelajaran melekat pada pekerjaan. Hal ini bertujuan agar pelatihan dapat memberikan hasil yang baik, sehingga peserta dapat berbagi pengalaman mengenai hal yang telah dialaminya terkait dengan pekerjaan. h. Variasi metoda pembelajaran. Sehingga akan menciptakan suasana yang lebih menyenangkan dan tidak monoton. i. Memanfaatkan sumber daya yang ada. Karena lebih menghemat anggaran. Tetapi jika kompetensi yang disampaikan tidak memadai dengan kehlian yang dimiliki, maka sumber daya dapat diambil dari luar organisasi.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
54
j. Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Dalam penyelenggaraan pelatihan perlu diciptakan kondisi yang mendukung terhadap penyelenggaraan pelatihan. Sehingga hasil pelatihan dapat semaksimal mungkin. 3. Tujuan dan Manfaat Pelatihan Pada dasarnya, tujuan pelatihan adalah suatu deskripsi dari pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan dan sebaginya yang diharapkan akan dimiliki oleh sasaran pendidikan pada periode tertentu. Lahirnya tujuan pelatihan disesabkan karena, diperlukannya suatu kurikulum yang efisien dan efektif, maksud menetapkan tujuan pendidikan terlebih dahulu, agar memudahkan dan mengarahkan penyusunan kurikulum. Tujuan pelatihan menurut Moekijat dalam Fauzi (2011: 14) adalah sebagai berikut : a. Untuk mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dan efektif. b. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. c. Untuk mengembangkan sikap sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan manajemen. Selain daripada itu, menurut Peraturan Pemerintah No. 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, tujuan pelatihan adalah sebagai berikut, yaitu: a. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan PNS kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia. b. Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan. c. Menetapkan semangat pengabdian yang berorientasi kepada pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat. d. Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan atau keterampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian PNS. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
55
e. Kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik. Uraian diatas memberikan gambaran bahwa program pelatihan bertujuan memberikan kesempatan mengembangkan diri, meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap agar bekerja dengan lebih efektif dan efisien. Ada beberapan manfaat pelatihan yang dirasakan bagi perkembangan individu maupun organisasi. Menurut Atmodiwirio (2002: 43), manfaat pelatihan dapat ditinjau dari sisi individunya sendiri maupun bagi organisasi. Berikut ini dikemukakan manfaat pelatihan menurut Atmodiwirio, yaitu:
Dari segi individu pelatihan bermanfaat untuk : a. Menambah wawasan, pengetahuan mengenai perkembangan organisasi baik secara internal maupun eksternal. b. Menambah wawasan tentang perkembangan lingkungan yang sangat mempengaruhi organisasi. c. Menambah pengetahuan di bidang tugasnya. d. Menambah keterampilan dalam meningkatkan pelaksanaan tugasnya. e. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar sesame. f. Meningkatkan kemampuan menangani emosi. g. Meningkatkan pengalaman pemimpin. Sementara bagi organisasi pelatihan bermanfaat untuk : a. Menyiapkan petugas untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, dari jabatan yang sekarang. b. Penyesuaian terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya. c. Merupakan landasan untuk pengembangan selanjutnya. d. Meningkatkan kemampuan berproduksi. e. Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menciptakan kolaborasi dan jaringan kerja. Pelatihan apapun bentuknya memiliki beragam manfaat, bukan hanya bagi individu saja tetapi bagi organisasi dan masyarakat. Sehingga sudah selayaknya pelatihan mendapat perhatian yang penting didalam penyelenggaraannya baik Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
56
oleh organisasi maupun masyarakat umum. 4. Jenis-Jenis dan Jenjang Pelatihan Berdasarkan jenis pekerjaan dapat ditentukan oleh jenis pelatihannya, jenisjenis pelatihan ini sangat penting dalam tumbuh kembang suatu organisasi atau perusahaan. Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis pelatihan. a. Pelatihan berdasarkan tempat pelatihan dibedakan menjadi: Pertama, Off the job training. Pada metoda ini pegawai yang mengikuti pendidikan atau pelatihan keluar sementara dari pekerjaannya, mengikuti pendidikan dan pelatihan secara intensif. Metoda ini terdiri dari 2 teknik, yaitu (1) Teknis presentasi informasi, yaitu menyampaikan informasi yang tujuannya mengintroduksikan pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada peserta. Antara lain melalui; ceramah biasa, teknik diskusi, teknik pemodelan perilaku (behavioral modelling), model kelompok T, yaitu mengirim pekerja ke organisasi yang lebih maju untuk mempelajari teori dan mempraktekkannya serta (2) Teknik simulasi. Simulasi adalah meniru perilaku tertentu sedemikian rupa sehingga peserta pendidikan dan latihan dapat merealisasikan seperti keadaan sebenarnya. Teknik ini seperti; simulator alat-alat kesehatan, studi kasus , permainan peran, dan teknik dalam keranjang, yaitu dengan cara memberikan bermacam-macam masalah dan peserta diminta untuk memecahkan masalah tersebut sesuai dengan teori dan pengalamannya. Kedua, On the job training. Pelatihan ini berbentuk penugasan pekerja baru, yang dibimbing oleh pegawai yang berpengalaman atau senior. Pekerja yang senior yang bertugas membimbing pekerja baru diharapkan memperlihatkan Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
57
contoh-contoh pekerjaan yang baik, dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas. b. Pelatihan berdasarkan program yaitu : Pelatihan orientasi (Induksi). Pelatihan induksi bertujuan untuk membantu tenaga kerja baru untuk melaksanakan pekerjaannya lalu diberikanna informasi selengkapya tentang seluk beluk organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya adalah pelatihan teknis khusus. Pelatihan jenis ini bertujuan untuk memperbaharui keterampilan individu.
c. Pelatihan dari segi materi dapat di golongkan menjadi: Pelatihan wacana (knowledge based training). Pelatihan ini adalah sebuah pelatihan mengenai sebuah wacana baru yang harus disosialisasikan kepada peserta dengan tujuan wacana baru tersebut dapat meningkatkan pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Selain pelatihan wacana, jenis pelatihan dari segi materi adalah pelatihan keterampilan (skill based training). Pelatihan ini adalah sebuah pelatihan mengenai pengenalan atau pendalaman keterampilan seseorang baik secara teknis (Hard Skill) maupun bersifat pengembangan pribadi (Soft Skill). Namun jenis pelatihan menurut Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1994, jenis dan jenjang pelatihan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah sebagai berikut, yaitu: 1) Pendidikan dan pelatihan prajabatan 2) Pendidikan dan pelatihan struktural. Diklat Struktural adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang akan Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
58
diangkat dalam jabatan struktural. Dalam PP No. 101/2000 Diklat struktural disebut Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) yang terdiri dari Diklatpim Tingkat IV, Diklapim Tingkat III, Diklatpim Tingkat II, dan Diklatpim Tingkat I. 3) Pendidikan dan Pelatihan Fungsional. Diklat Fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi PNS yang aka dan telah menduduki jabatan fingsional. Pendidikan ini dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan. 4) Pendidikan dan Pelatihan Teknis. Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memberi keterampilan atau penguasaan pengetahuan bidang teknis tertentu kepada PNS sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya. Dari pemaparan diatas, pemilihan jenis pelatihan yang akan digunakan akan sangat tergantung pada jenis pekerjaan yang dimiliki serta kebutuhan dari peserta didik, perusahaan, organisasi maupun lembaga pelatihan itu sendiri. Sehingga hasil dari pelatihan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan, pengetahuan, pemahaman serta sikap peserta didik yang akan berpengaruh pada peningkatan kualitas kehidupannya dalam berbagai aspek. 5. Penyelenggaraan Pelatihan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang Pada umumnya kegiatan pelatihan diawali dengan identififikasi kebutuhan pelatihan dan berakhir sampai kepada evaluasi pelatihan. Menurut Pont (Mujiman, 2009: 56) “kegiatan pelatihan merupakan siklus kegiatan berkelanjutan yang terdiri atas analisis kebutuhan pelatihan, perencanaan program pelatihan, penyusunan bahan pelatihan, pelaksanaan pelatihan serta penilaian pelatihan”. Sementara itu, penyelenggaraan pelatihan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang, memiliki alurnya tersendiri. Hal ini didasarkan pada Pedoman Umum Sistem Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Pertanian yang ditetapkan oleh Kementerian Pertanian. Dibawah ini disajikan skema penyelenggaraan pelatihan yang berlaku di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
59
PENYELENGGARAAN PELATIHAN PERTANIAN INPUT
1. PESERTA; -Sasaran & Jabatan -Kompetensi
2. Kurikulum -Materi/Unit Pembelajaran -Metode 3. FASILITATOR -Kualifikasi -Asal Instansi
PROSES
1.
2.
3.
4. PENGELOLA -Kualifikasi 5. SARANA dan PRASARANA -Kelengkapan -Kualitas
6. ANGGARAN -Ketersediaan -Kecukupan
4.
ACUAN
Perumusan / Analisis Kebutuhan Pelatihan (AKL) -Konsultasi -Konfirmasi -Evaluasi Perencanaan (IKL) -Analisis Jabatan -Identifikasi DKK Persiapan dan Pelaksanaan -Merumuskan Tujuan dan Evaluasi -Merumuskan Kegiatan Berlatih
OUT PUT
Melalui kegiatan Pelatihan Pertanian Pedoman Umum
Pedoman Teknis Panduan Teknis
Kompetensi Kerja (pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap), meningkat.
Bimbingan Lanjutan dan Evaluasi Lapangan -Strategi -Cara Mengevaluasi
Gambar 2.2 Skema Penyelenggaraan Pelatihan BBPP Lembang (Pedoman Umum Sistem Penyelenggaraan Pelatihan Teknis Pertanian) Penyelenggaraan pelatihan di BBPP Lembang diawali dengan dengan proses perumusan serta analisis kebutuhan pelatihan. Proses perumusan serta analisis kebutuhan pelatihan menyangkut beberapa hal, diantaranya peserta, kurikulum, fasilitator, pengelola, sarana dan prasarana yang tersedia, serta anggaran. Penyelenggaraan pelatihan ini didasarkan dengan adanya kebijakan tentang Pembangunan Nasional serta kebijakan Pembangunan Pertanian. Dalam hal ini, lembaga pelatihan BBPP Lembang mengadakan konsultasi kepada Direktorat Jenderal yang terdapat pada Kementerian Pertanian. Selain mengadakan konsultasi, dalam tahap selanjutnya BBPP Lembang juga mengadakan koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya serta instansi swasta. Setelah itu dilakukan evaluasi lapangan terhadap petugas dan penyuluh pertanian, pelaku usaha pertanian serta masyarakat pertanian. Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
60
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap hasil identifikasi kebutuhan latihan berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapangan. Sehingga akan dihasilkan jenis pelatihan yang akan diselenggarakan. Setelah adanya penetapan jenis pelatihan yang akan diselenggarakan, selanjutnya dilakukan penyusunan perumusan tujuan pelatihan, perumusan rencana evaluasi pelatihan, perumusan kurikulum pelatihan, serta perumusan rencana pembelajaran. Setelah
hal-hal
tersebut
dilakukan,
dilanjutkan
dengan
persiapan
pelaksanaan pelatihan. Kegiatan yang dilaksanakan diantaranya pembentukan panitia pelatihan serta rapat persiapan pelatihan untuk menentukan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pelatihan tersebut diantaranya adalah menentukan peserta, fasilitator, sarana dan prasarana, anggaran serta hal-hal yang mendukung kegiatan pelatihan. Selanjutnya dilakukan pula persiapan sarana dan prasarana yang tersedia serta akan dibutuhkan dalam pelaksanaan pelatihan meliputi jenis, jumlah serta kualitasnya. Pada tahap selanjutnya dilakukan pelaksanaan pelatihan sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati dan disetujui sebelumnya. Pelaksanaan pelatihan ini meliputi kegiatan pembukaan pelatihan, proses pembelajaran, monitoring pelatihan, evaluasi hasil belajar, rapat akhir pelatihan, penyiapan STTPP, penutupan pelatihan, administrasi pelatihan serta pelaporan.Tahapantahapan
tersebut
merupakan
prosedur
yang
harus
dilakukan
dalam
penyelenggaraan pelatihan di Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang. E. Pelatiham Sebagai Salah Satu Program Pendidikan Nonformal
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
61
Pendidikan Nonformal telah ada sejak jaman dahulu walaupun bentuknya masih sangat sederhana. Pendidikan Nonformal lahir dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya adalah pengaruh Pendidikan Informal, pengaruh tradisi masyarakat serta pengaruh agama. Perkembangan Pendidikan Nonformal didukung oleh beberapa faktor yaitu para praktisi dimasyarakat, berkembangnya kritik terhadap Pendidikan Formal, serta para perencana pendidikan untuk pembangunan. Sesuai dengan perkembangan zaman, serta tata perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan,
serta
pendidikan
lain
yang
ditujukan
untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik. 1. Pengertian Pendidikan Nonformal Beberapa ahli mendefinisikan Pendidikan Nonformal dengan segala aspeknya. Berbagai definisi tersebut dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menjelaskan batasan dan ciri-ciri Pendidikan Nonformal terutama perbedaannya dengan Pendidikan Persekolahan. Dari beberapa definisi, berikut diungkapkan definisi dari Hamijoyo (Kamil, 2007: 10) yaitu : Pendidikan Nonformal adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir secara sistematis dan kontinyu di luar sistem persekolahan, melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok, dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang efektif) guna meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Sedangkan menurut Menurut Combs sebagaimana dikutip Sudjana (2004: 22), mengemukakan rumusan tentang Pendidikan Nonformal, yaitu: Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
62
Pendidikan Nonformal setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan diluar pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagaian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar. Dari pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa Pendidikan Nonformal adalah merupakan suatu proses pendidikan yang berlangsung secara disengaja dan berkelanjutan diluar sistem Pendidikan Persekolahan yang teratur dan terarah dengan tujuan memperoleh informasi, pengetahuan, keterampilan, yang pada akhirnya terjadi perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada diri seseorang yang akan menunjang kehidupannya. Selain daripada itu berdasarkan definisi tersebut diatas, Pendidikan Nonformal juga mempunyai ciri-ciri sebagai berikut diantaranya adalah diorganisasi, adanya program pendidikan, adanya sumber belajar, adanya peserta didik, berorientasi pada kebutuhan sekarang serta isi programnya tergantung pada peserta didik. 2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Nonformal Tujuan Pendidikan Nonformal tidak lepas dari tujuan Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah : Untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan dan kerampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan memperkuat semangat kebangsaan dan cinta tanah air agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa tujuan Pendidikan Nasional arahnya kepada ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkkan kecerdasan, pengembangan pengetahuan, sikap dan cinta tanah air. Secara Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
63
operasional tujuan pendidikan dapat dicapai melelui Pendidikan Formal maupun Pendidikan Nonformal. Selain itu, tujuan Pendidikan Nonformal menurut Sudjana (2000: 43) adalah sebagai berikut : Untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan nilai yang memungkinkan bagi perorangan atau kelompok untuk menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya lingkungan masyarakat dan bahkan lingkungan negaranya. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Nonformal bertujuan untuk memberikan pengetahuan, nilai, keterampilan, sikap positif, konstruktif inovatif kreatif partisipatif serta bebas dan bertanggung jawab untuk menjadi peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, masyarakat maupun lingkungan negaranya. Inti dari tujuan Pendidikan Nonformal tersebut adalah memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang baik dalam rangka mengembangkan diri untuk meningkatkan kehidupannya. Pendidikan Nonformal selain memiliki tujuan juga memiliki fungsi. Pendidikan Nonformal jika dilihat karakteristiknya memiliki peranan dalam upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh Pendidikan Formal. Peranan Pendidikan Nonformal yang dapat ditampilkan dalam pemecahan masalah Pendidikan Formal adalah sebagai pelengkap, penambah dan pengganti pendidikan formal. Sebagai pelengkap, Pendidikan Nonformal menyajikan berbagai pelajaran atau kegiatan belajar yang belum termuat dalam kurikulum Pendidikan Formal.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
64
Sedangkan materi pelajaran atau kegiatan belajat tersebut sangat dibutuhkan oleh peserta didik dan masyarakat yang menjadi layanan Pendidikan Formal tersebut. Sebagai penambah, Pendidikan Nonformal memberikan kesempatan tambahan pengalaman belajar bagi mereka yang masih bersekolah atau mereka yang telah menamatkan satuan Pendidikan Formal. Sedangkan Pendidikan Nonformal sebagai pengganti bahwa Pendidikan Nonformal meyediakan kesempatan belajar bagi anak-anak atau orang dewasa, yang karena berbagai alasan tidak memperoleh kesempatan untuk memasuki pendidikan formal. 3. Landasan Hukum dan Asas-Asas dalam Pendidikan Nonformal Pendidikan Nonformal memiliki aspek legalitas dalam perkembangannya di Indonesia. Aspek legalitas ini menjadi payung hukum pengembangan programprogram Pendidikan Nonformal didalam masyarakat. Berikut akan dipaparkan mengenai payung hukum Pendidikan Nonformal. Pertama, landasan idil. Landasan idil Pendidikan Nonformal adalah Pancasila. Pancasila memberikan landasan kuat untuk pembinaan dan pengembangan Pendidikan Nonformal yang berakar pada budaya bangsa Indonesia sendiri dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial dalam upayanya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara. Kedua, landasan Konstitusional. Landasan konstitusional Pendidikan Nonformal adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang terdapat dalam Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
65
pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945 pasal 27 sampai pasal 32 dan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ketiga, landasan Operasional. Landasan operasional yang menjadi payung hukum Pendidikan Nonformal adalah sebagai berikut: a. Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan. b. Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional. c. Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 1991 tentang Latihan Kerja. d. Keputusan Presiden (Kepres) No. 34 Tahun 1972 tentang Tanggungjawab Fungsional Pendidikan dan Latihan. Selain daripada itu, Pendidikan Nonformal pada hakekatnya didasarkan pada beberapa azas, diantaranya adalah azas kebutuhan. Kebutuhan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan, manusia berfikir, berbuat untuk memenuhi kebutuhannya. Apapun keberhasilannya manusia dalam kehidupan lebih banyak diwarnai oleh tingkat kemampuan dalam memenuhi kebutuhan. Dalam memenuhi kebutuhan, kegiatan, manusia berkelanjutan dalam arti setelah selesai memenuhi suatu kebutuhan akan timbul kebutuhan lain dan memerlukan usaha untuk memenuhinya. Selanjutnya adalah azas pendidikan sepanjang hayat. Makna yang terkandung adalah bahwa Pendidikan Nonformal membina melaksanakan program-program yang mampu mendorong masyarakat untuk terus belajar secara berkelanjutan atau terus menerus selama manusia hidup di dunia.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
66
Berikutnya adalah azas relevansi dengan pengembangan masyarakat. Azas ini memberi tekanan pada pentingnya program-program yang dilakukan oleh Pendidikan Nonformal apabila dikaitkan secara erat dengan pembangunan masyarakat, baik pedesaan maupun perkotaan. Pengembangan masyarakat sebagai bagian sistem mengundang kehadiran program-program Pendidikan Nonformal sebagai bagian yang terpenting dalam pembangunan nasional. Terakhir adalah azas wawasan ke masa depan. Masa depan merupakan kurun waktu yang akan dialami manusia dan sulit untuk dipastikan karena diluar pengalaman manusia sehingga perlu upaya untuk melaksanakannya. Untuk mewujudkan suatu masyarakat dan bangsa yang makin berkembang kearah yang lebih baik maka tuntutan dan harapan terhadap peranan dan kehadiran pendidikan nonformal semakin meningkat dilanjutkan lagi. Dari keseluruhan azas-azas Pendidikan Nonformal yang saling berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya maka perlu dimanfaatkan peran, fungsi dan tugas dengan menerapkan semua azas-azas tersebut di atas dalam pembangunan bangsa menuju masa depan yang lebih baik. 4. Sasaran Pendidikan Nonformal Sasaran Pendidikan Nonformal adalah seluruh warga masyarakat yang memerlukan kesempatan memperoleh pelayanan pendidikan dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Adapun sasaran Pendidikan Nonformal, dikemukakan Sudjana (2000: 7) adalah sebagai berikut :
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
67
a. Warga masyarakat atau orang yang tidak berkesempatan menikmati pendidikan dalam persekolahan. b. Warga masyarakat yang berusia 10-15 tahun. c. Anak-anak sekolah. d. Anak yang tidak melanjutkan ketingkat yang lebih atas. e. Warga belajar yang ingin menambah atau meningkatkan pengetahuan dan pendidikan. f. Memperdalam suatu pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan sasaran pelayanan Pendidikan Nonformal diatas, maka Program Pelatihan di lingkungan Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang memiliki sasaran yang terdiri dari: a. Tenaga aparatur di bidang pertanian yang terdiri dari para penyuluh dan pegawai negeri sipil dilingkungan Kementrian Pertanian. b. Tenaga non aparatur di bidang pertanian yang terdiri dari para petani. Jangkauan wilayah sasaran Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang mencakup wilayah nasional dan internasional.
5. Satuan Pendidikan Nonformal Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan”. Satuan pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka mewujugkan tujuan nasional. Oleh sebab itu, pendidikan Nonformal juga memiliki satuan-satuan pendidikan sebagai sarana dalam memenuhi kebutuhan warga belajar dalam Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu
68
memenuhi kebutuhan belajarnya. Berdasarkan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 26 ayat 4 menyatakan bahwa satuan Pendidikan Nonformal terdiri dari lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dari uraian diatas dapat di simpulkan, bahwa Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang termasuk salah satu satuan Pendidikan Nonformal dibawah Badan Penyuluhan Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian.
Desy Purwati, 2012 Efektivitas Alat Evaluasi Model Ballot Box Pada Pelatihan Training Of Trainers (Tot) Agribisnis Padi Di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang Universitas Pendidikan Indonesia | Repository.Upi.Edu