KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA
Oleh PATAR NAIBAHO H24050116
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK Patar Naibaho H24050116. Kajian Perencanaan Produksi Agregat di PT. Wiska. Di bawah bimbingan Heti Mulyati Industri tekstil merupakan salah satu industri prioritas nasional yang masih prospektif untuk dikembangkan. PT. Wiska merupakan salah satu perusahaan tekstil yang perlu dikembangkan karena mempunyai pasar tetap dan berprospek ke depannya. Peningkatan daya saing industri tekstil dapat ditingkatkan melalui kegiatan perencanaan produksi agregat, sehingga perusahaan dapat menggunakan sumber daya secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengkaji proses produksi dan sistem perencanaan produksi agregat yang dijalankan PT. Wiska, (2) Mempelajari parameter yang dibutuhkan dalam formulasi sistem perencanaan produksi agregat di PT. Wiska, dan (3) Menganalisis perencanaan produksi agregat yang optimum untuk kegiatan produksi pada periode perencanaan bulanan dalam satu tahun. Ruang lingkup yang dikaji adalah produk handuk ekspor dengan periode perencanaan bulan April 2009 - Maret 2010. Metode penelitian diawali dengan observasi lapang untuk mengetahui proses produksi dan sistem perencanaan produksi agregat di PT. Wiska. Setelah itu melakukan peramalan penjualan untuk periode satu tahun. Peramalan dilakukan dengan metode peramalan yang menghasilkan tingkat kesalahan paling rendah berdasarkan mean squared error terendah. Dalam hal ini, metode peramalan yang dilakukan adalah metode moving average, exponential smoothing, trend projection dan autoregressive integrated moving average (ARIMA). Berdasarkan hasil uji coba dengan keempat metode tersebut, tingkat kesalahan yang terendah adalah ARIMA. Dengan demikian, metode peramalan penjualan satu tahun ke depan menggunakan metode ARIMA dengan perangkat lunak Minitab. Tahap selanjutnya merencanakan produksi untuk meminimumkan biaya dengan metode pemrograman linier dibantu perangkat lunak lindo. Proses produksi handuk terdiri dari proses pencelupan bahan setengah jadi handuk ke mesin celup, pengeringan, pembukaan kain, finishing, pemotongan kain, inspeksi, dan pengepakan. Sistem perencanaan produksi agregat yang dijalankan PT. Wiska dibuat berdasarkan jumlah pesanan dari pelanggan (purchase order). Rencana produksi dilakukan apabila diperlukan atau ketika menerima permintaan dari pelanggan. Parameter-parameter yang mempengaruhi proses produksi dalam formulasi sistem perencanaan produksi agregat adalah jumlah permintaan dari pelanggan, kapasitas gudang, tingkat persediaan produk jadi, waktu kerja yang tersedia, dan kecepatan produksi. Jumlah permintaan pelanggan menjadi faktor yang mempengaruhi perencanaan produksi karena merupakan input dalam perencanaan produksi. Waktu kerja mempengaruhi perencanaan produksi karena dalam membuat rencana produksi, waktu yang tersedia baik waktu reguler maupun waktu lembur harus diperhatikan. Adanya kebijakan perusahaan terhadap tingkat persediaan tiap periode menyebabkan persediaan merupakan parameter yang mempengaruhi perencanaan produksi. Berdasarkan perencanaan produksi agregat, total jumlah produksi 1.472.922 unit/tahun dengan jumlah persediaan 147.998 unit/tahun. Hasil perencanaan menunjukkan biaya produksi yang minimum Rp 24.502.866.140 dengan biaya terendah pada periode 5 (Rp 1.927.899.625) sedangkan biaya tertinggi pada periode 1 (Rp 2.206.161.075). Jam kerja reguler yang terpakai 1.884,52 jam. PT. Wiska juga memiliki surplus sumber daya jam kerja reguler selama 67,36 jam, dan kapasitas gudang 1.004.012 unit serta efisiensi biaya produksi sebesar Rp 4.270.980.260 dengan persentase 14,84%. Perencanaan produksi memiliki batas toleransi perubahan koefisien biaya pada fungsi tujuan produksi Rp 16.148 ≤ P ≤ Rp 16.930, jam kerja reguler diijinkan pada batas ≤ Rp 23.004, persediaan harus ≥ Rp 0, dan jam lembur ≥ Rp 2.985.
KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh PATAR NAIBAHO H24050116
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
KAJIAN PERENCANAAN PRODUKSI AGREGAT DI PT. WISKA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI Pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh PATAR NAIBAHO H24050116
Menyetujui,
Juli 2009
Heti Mulyati, S.TP, MT Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. Ketua Departemen Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangururan, Kabupaten Samosir pada tanggal 26 Juli 1987. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara pasangan Martahan Naibaho dan Dameria Sitohang. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Pardomuan 1 Pangururan pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Pangururan. Pada tahun 2002, Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pangururan. Selanjutnya pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) dengan sistem Mayor Minor dan diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), IPB. Selama perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai pengurus dan penanggung jawab bidang perpustakaan dan literatur serta asisten dosen mata kuliah Agama tahun 2006 dan 2008. Pada tahun 2006 sampai 2008, penulis juga aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Komisi Pembinaan Pemuridan, IPB. Selain itu, sebagai panitia penanggung jawab logistik dan peralatan serta perlengkapan dalam acara Marketing Plan yang diadakan himpunan profesi Center Of Management Departemen Manajemen, FEM IPB.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Perencanaan Produksi Agregat di PT. Wiska. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Di era globalisasi saat ini, persaingan dalam industri sangat ketat baik berupa persaingan dalam peningkatan mutu, efisiensi biaya maupun dalam pelayanan memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, setiap perusahaan yang ingin memiliki keunggulan kompetitif memerlukan perencanaan produksi agregat. Perencanaan produksi agregat merupakan suatu proses penetapan tingkat output secara keseluruhan guna memenuhi tingkat permintaan yang diperoleh dari peramalan dan pesanan dengan tujuan meminimalkan total biaya produksi. Dalam proses penyusunan skripsi ini banyak pihak-pihak yang membantu baik secara moril maupun materil dan secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, saran, motivasi, dan kemudahan kepada penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Abdul Khohar Irwanto, M.Sc dan Bapak Ir. Abdul Basith, MS atas kesediaannya meluangkan waktu menjadi dosen penguji. 3. Ibunda, Ayahanda dan kakak serta adik-adiku yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup dan doa yang tulus. 4. Bapak Drs. Endang Juhana dan Ibu Mulyati Nagarana yang mengijinkan untuk melakukan penelitian di PT. Wiska. 5. Seluruh staf dan karyawan PT. Wiska yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu dan memberikan informasi kepada penulis. 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB.
7. Teman-teman terdekat yang selalu memberikan nasehat dan kenangan terindah, teman-teman satu bimbingan, serta teman-teman seperjuangan Manajemen 42 yang telah memberikan semangat dan motivasi selama perkuliahan. 8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan memberikan berkat atas orang-orang tersebut.
Penulis sangat menyadari masih terdapat kekurangan-kekurangan yang dapat dilengkapi oleh penelitian selanjutnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi di masa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bernilai bagi kalangan masyarakat, khususnya yang terkait dengan Manajemen Produksi dan Operasi.
Bogor,
Juli 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................
1 3 3 3 4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Manufaktur ................................................................................ 2.2. Sistem Produksi ...................................................................................... 2.3. Perencanaan Produksi ............................................................................. 2.4. Pengendalian Produksi ........................................................................... 2.5. Peramalan ............................................................................................... 2.6. Pola Data Deret Waktu ........................................................................... 2.7. Metode Peramalan ................................................................................... 2.7.1. Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).... 2.7.2. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average) ............................. 2.7.3. Metode Pemulusan Eksponensial (Eksponential Smoothing) ....... 2.7.4. Proyeksi Trend (Trend Projection) ............................................... 2.8. Kriteria Memilih Peramalan Terbaik ...................................................... 2.9. Perencanaan Produksi Agregat .............................................................. 2.9.1. Pengertian Perencanaan Produksi Agregat .................................. 2.9.2. Strategi Perencanaan Agregat ...................................................... 2.10. Metode Perencanaan Produksi Agregat ............................................... 2.11. Model Pemrograman Linier .................................................................. 2.12. Penelitian Terdahulu .............................................................................
5 6 8 10 13 16 18 18 21 21 22 22 23 23 25 29 31 34
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ......................................................... 3.2. Tahapan Penelitian ............................................................................... 3.3. Jenis dan Metode Pengumpulan Data .................................................. 3.4. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ............................................................... 4.1.1. Sejarah Perusahaan ..................................................................... 4.1.2. Struktur Organisasi Perusahaan .................................................. 4.1.3. Ketenagakerjaan .......................................................................... 4.2. Input Produksi dan Prasarana ................................................................ 4.2.1. Input Produksi ............................................................................. 4.2.2. Prasarana Produksi ...................................................................... 4.3. Proses Produksi Pembuatan Handuk .................................................... 4.3.1. Proses Pencelupan (Dyeing) ....................................................... 4.3.2. Proses Pengeringan ..................................................................... 4.3.3. Proses Pembukaan Kain .............................................................. 4.3.4. Proses Penyempurnaan (Finishing) ............................................ 4.3.5. Proses Pemotongan Kain ............................................................ 4.3.6. Proses Pemeriksan Akhir ............................................................ 4.3.7. Pengepakan ................................................................................. 4.4. Sistem Perencanaan Produksi Agregat Pada PT. Wiska ....................... 4.5. Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan dalam Menyusun Perencanaan Produksi Agregat di PT. Wiska ....................................... 4.6. Identifikasi Pola Data Permintaan Handuk Ekspor............................... 4.7. Penerapan Metode Peramalan ............................................................... 4.7.1. Metode ARIMA .......................................................................... 4.7.2. Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average) ........................... 4.7.3. Metode Pemulusan Eksponensial (Eksponential Smoothing) ..... 4.7.4. Proyeksi Trend (Trend Projection) ............................................. 4.8. Pemilihan Metode Peramalan ............................................................... 4.9. Peramalan Model Terpilih .................................................................... 4.10. Perencanaan Produksi Agregat ........................................................... 4.10.1. Perumusan Model Pemrograman Linier ................................... 4.10.2. Optimasi Sistem Perencanaan Produksi Agregat ...................... 4.10.3. Analisis Sensitivitas .................................................................. 4.11. Implikasi Manajerial ...........................................................................
36 37 40 41
43 43 44 47 50 50 53 55 55 58 58 59 60 60 61 64 65 67 68 68 70 71 72 72 73 74 75 78 82 86
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ................................................................................................. 89 2. Saran ........................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 91 LAMPIRAN ....................................................................................................... 93
DAFTAR TABEL
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Halaman Perkembangan ekspor TPT di Indonesia ..................................................... Contoh metode transportasi dengan horizon perencanaan 2 bulan ............. Jenis kebutuhan data, metode pengumpulan, dan analisis data ................... Klasifikasi dan jumlah karyawan PT.Wiska berdasarkan tingkat pendidikan ....................................................................................... Jadwal kerja shift .......................................................................................... Jadwal kerja non shift ................................................................................... Data sarana produksi .................................................................................... Data penggunaan lahan PT. Wiska .............................................................. Data luas gedung PT. Wiska ........................................................................ Nilai MSE metode rata-rata bergerak dengan berbagai nilai ordo .............. Nilai MSE metode pemulusan eksponensial dengan berbagai metode pemulusan .................................................................................................... Nilai MSE hasil penerapan metode peramalan terhadap permintaan handuk ekspor PT. Wiska ............................................................................ Peramalan jumlah permintaan produk selama periode perencanaan ........... Nilai kendala perencanaan produksi ............................................................ Hasil perencanaan produksi agregat handuk ekspor PT. Wiska .................. Nilai surplus sumber daya ............................................................................ Perbandingan biaya hasil perencanaan produksi dengan purchase order ... Batas toleransi perubahan koefisien fungsi tujuan ....................................... Batas toleransi perubahan nilai ruas kanan kendala .....................................
1 30 40 48 48 48 52 53 53 71 72 73 74 79 80 81 82 83 85
DAFTAR GAMBAR
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Halaman Manufaktur sebagai proses input-output ...................................................... Skema sistem produksi ................................................................................ Sistem operasi pengendalian produksi ........................................................ Penggunaan prakiraan untuk peramalan permintaan dalam sub sistem produksi operasi ......................................................................... Tahapan pendekatan dalam menentukan model ARIMA ............................ Ruang lingkup perencanaan agregat ........................................................... Kerangkan pemikiran konseptual ................................................................ Tahapan diagram alir penelitian .................................................................. Struktur organisasi PT. Wiska ..................................................................... Bagan alir pengolahan air............................................................................. Aliran proses produksi handuk..................................................................... Diagram alir proses perencanaan produksi PT.Wiska ................................. Grafik data penjualan PT. Wiska ................................................................. Proses perencanaan jadwal induk produksi .................................................
5 7 12 15 20 27 37 39 44 51 62 64 67 86
DAFTAR LAMPIRAN
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Halaman
Tata letak bangunan PT. Wiska ................................................................ Jumlah penjualan produk handuk ekspor .................................................. Plot data penjualan diferensiasi ke-1 ........................................................ Autocorelation diferensiasi ke-1 ............................................................... Partial autocorelation diferensiasi ke-1 ................................................... Proses pengolahan data penjualan dengan metode ARIMA ..................... Proses pengolahan data penjualan dengan metode rata-rata bergerak ...... Proses pengolahan data penjualan dengan metode pemulusan Eksponensial ............................................................................................. 9 Proses pengolahan data penjualan dengan metode proyeksi tren ............. 10 Proses pengolahan data dengan metode pemrograman linier menggunakan perangkat lunak LINDO ....................................................
94 96 98 99 100 101 112 115 118 121
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri prioritas nasional yang masih prospektif untuk dikembangkan. Pada tahun 2006, Indonesia masuk dalam 10 negara pengekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terbesar dunia yang menyerap 1,8 juta pekerja. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2007), pasar tekstil dalam negeri diperkirakan mencapai Rp 80 triliun. Pada tahun 2007, kinerja ekspor diperkirakan mencapai US$ 9,9 miliar, meningkat 9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Lebih dari 50% volume nilai ekspor dikontribusi oleh industri garmen yang mencapai 55,7% (USD 5,27 juta), diikuti oleh industri pemintalan sebesar 18,9%, dan industri pertenunan 15,6%. Oleh karena itu, industri TPT masih menjadi penyumbang devisa non migas terbesar. Namun demikian tekstil Indonesia menghadapi pesaing potensial seperti Vietnam, Cina, dan India. Sebagian besar negara tujuan TPT Indonesia adalah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Jepang. Pada tahun 2006, ekspor ke AS mencapai 41,3%, Uni Eropa 16,5%, dan Jepang 3,7%. Kenaikan ekspor pada tahun 2006 juga didorong oleh kenaikan harga rata-rata produk TPT yang cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya yakni dari USD 4,76/kg pada 2005 menjadi USD 4,99/kg. Perkembangan ekspor TPT mengalami peningkatan dari tahun 2004 sampai 2006 yang diikuti dengan peningkatan nilai dan harga rata-rata (Tabel 1). Peningkatan volume ekspor TPT menunjukkan bahwa industri ini sangat prospektif dikembangkan, meskipun krisis global tahun 2008 telah menurunkan ekspor secara keseluruhan. Tabel 1. Perkembangan ekspor TPT Indonesia Volume (ribu kg)
Value (ribu USD)
1.626.461 1.796.800 1.877.400
7.647.441 8.555.000 9.376.000
Tahun 2004 2005 2006
Harga rata-rata (USD/Kg) 4,70 4,76 4,99
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (2007)
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat memprediksi ekspor tekstil dan garmen turun 10% dibandingkan pada tahun 2008 senilai US$ 10 milliar. Namun, industri tekstil akan tetap hidup meskipun krisis finansial di AS belum dapat dipulihkan pada tahun 2009 (Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2008). Banyaknya industri TPT dalam negeri dan di negara Asia akan meningkatkan persaingan baik dari segi harga, kualitas dan model pakaian yang sensitif terhadap perubahan waktu dan lingkungan. Meningkatnya persaingan dan adanya variasi permintaan yang kompleks, menyebabkan perusahaan perlu perencanaan produksi baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Salah satu perencanaan yang harus dilakukan perusahaan dalam jangka menengah adalah perencanaan produksi agregat. Perencanaan produksi agregat sangat diperlukan untuk mengusahakan supaya perusahaan dapat mengalokasikan sumber daya yang dimiliki secara optimal, berproduksi pada tingkat efisien dan efektifitas yang tinggi, berproduksi dengan biaya rendah, menjual produk dalam jumlah banyak, memperoleh keuntungan bagi pengembangan dan kemajuan perusahaan dalam memiliki daya saing yang tinggi. Perusahaan yang tidak melakukan perencanaan produksi agregat akan menghadapi beberapa permasalahan seperti produksi yang tidak sesuai dengan permintaan, tidak optimalnya utilisasi kapasitas, keterlambatan waktu pengiriman dan beban produksi yang tidak merata. Salah satu perusahaan TPT yang memerlukan perencanaan produksi agregat adalah PT. Wiska. Perusahaan tersebut memproduksi viltrage, handuk ekspor dan lokal. Perusahaan tersebut dipilih sebagai objek penelitian karena PT. Wiska belum menerapkan sistem perencanaan produksi agregat. Selama ini perusahaan diduga belum mengalokasikan sumber daya yang tersedia secara optimal. Oleh karena itu, penelitian yang terkait dengan perencanaan produksi agregat di PT. Wiska perlu dilakukan dalam rangka menjaga kesinambungan produksi.
1.2 Perumusan Masalah Perubahan permintaan pasar terhadap produk tekstil terkait masalah kebutuhan, ekonomi, kualitas dan alam, memperoleh peluang baru dan tantangan baru bagi perusahaan untuk mengoptimalkan kapasitas/sumberdaya yang dimiliki dalam rangka meraih keuntungan yang lebih baik. Kondisi tersebut hanya dapat diraih jika dilakukan perencanaan produksi agregat yang lebih baik. Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang perlu dikaji yaitu Apakah perencanaan produksi yang diterapkan PT. Wiska saat ini telah optimal, terutama ditinjau dari pemanfaatan kapasitas, pemenuhan permintaan, dan efisiensi produksi. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengkaji proses produksi dan sistem perencanaan produksi agregat yang dilakukan PT. Wiska. 2. Mempelajari parameter yang dibutuhkan dalam formulasi sistem perencanaan produksi agregat di PT. Wiska. 3. Menganalisis perencanaan produksi agregat yang optimum untuk kegiatan produksi pada periode perencanaan bulanan dalam satu tahun. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi perusahaaan a. Memberikan masukan tentang perencanaan produksi agregat untuk meramalkan produksi di masa yang akan datang sehingga menghasilkan tingkat produksi yang optimal. b. Memperbaiki
penyimpangan-penyimpangan
yang
akan
mempengaruhi kesalahan dalam perencanaan produksi. 2. Bagi pihak peneliti Mengaplikasikan ilmu dan teori ke dalam dunia kerja, memberikan informasi, ilmu dan bahan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Ilmu Pengetahuan Memperkaya teori-teori tentang perencanaan dan pengendalian produksi, dan memberikan masukan yang mendukung setelah dilakukan penelitian. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini lebih difokuskan pada perencanaan produksi agregat yang bertujuan untuk menentukan kuantitas dan waktu produksi (jadwal produksi) pada jangka menengah yaitu selama satu tahun yang akan datang dengan periode perencanaan bulanan (April 2009 – Maret 2010). Pembatasan masalah dan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Perencanaan produksi agregat yang dibuat adalah perencanaan jangka menengah untuk masa satu tahun untuk produk handuk ekspor. 2. Peramalan berdasarkan pada data masa lampau dengan asumsi pola data masa lalu akan berlanjut di masa yang akan datang. 3. Tingkat permintaan peramalan berdasarkan data permintaan bulanan pada periode yang lalu dengan menggunakan metode peramalan dengan tingkat kesalahan paling rendah. 4. Tidak terdapat gangguan yang mengakibatkan penurunan dan penundaan produksi dari yang telah direncanakan. 5. Bahan baku diasumsikan tersedia selama periode perencanaan dan produksi berjalan dengan lancar. 6. Tidak ada pengangkatan atau pemberhentian tenaga kerja selama periode perencanaan (jumlah tenaga kerja tetap). 7. Tingkat harga pada satu tahun yang akan datang diasumsikan tetap setiap periode perencanaan. 8. Penetapan basis kerja dan jam kerja disesuaikan dengan kebijakan yang berlaku di PT. Wiska.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Manufaktur Manufaktur berasal dari kata manufacture yang berarti membuat dengan tangan (manual) atau dengan mesin sehingga menghasilkan sesuatu barang (Prawirosentono, 2007). Secara umum, manufaktur adalah kegiatan memproses suatu barang atau beberapa bahan menjadi barang lain yang mempunyai nilai tambah yang lebih besar atau kegiatan-kegiatan memproses pengolahan input menjadi output. Contoh industri manufaktur, misalnya industri tekstil, industri obat, industri semen, industri alat-alat rumah tangga, industri perkayuan, industrian makan. Proses manufaktur dapat digambarkan dalam kerangka masukanmasukan seperti terlihat pada Gambar 1. Masukannya berupa bahan baku; selanjutnya bahan baku dikonversi (dengan bantuan peralatan, waktu, keahlian, uang, manajemen, dan lain sebagainya) menjadi keluaran yang disebut sebagai produk akhir. Pengendalian produksi berkepentingan dengan peramalan atau perkiraan keluaran, penentuan input yang dibutuhkan, serta perencanaan dan pengolahan bahan baku berdasarkan urutan produksi atau konversi yang dibutuhkan.
PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI
MASUKAN
PROSES OPERASI
KELUARAN
Bahan Baku
Manufaktur
Produk Jadi
Gambar 1. Manufaktur sebagai proses input-output (Biegel dalam Kusuma, 2004)
Menurut Prawirosentono (2007), faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan berdasarkan sifat manufaktur dalam perencanaan produksi adalah : 1. Perusahaan Manufaktur Terus-menerus (Continuous Manufacturing) Perencanaan produksi pada perusahaan yang bersifat terus-menerus untuk memenuhi stock pasar atau permintaan pasar sehingga barang yang dihasilkan harus dalam jumlah yang besar (mass production). Hal ini karena kegiatan produksi tidak dilakukan berdasarkan pesanan, akan tetapi untuk memenuhi pasar dan jumlah yang besar serta berulang-ulang dan telah mempunyai blueprint selama jangka waktu tertentu. Biasanya dilakukan peramalan penjualan, dan apabila stock barang hasil produksi yang terdapat di pasaran masih diperlukan konsumen, perusahaan akan memproduksi barang tersebut. 2. Perusahaan Manufaktur Terputus-putus (intermitten process) Perencanaan produksi dalam perusahaan dengan proses produksi terputusputus dilakukan berdasarkan jumlah pesanan (make to order) yang diterima. Sehubungan dengan hal tersebut, jumlah produksi biasanya relatif kecil, sehingga perencanan produksi yang dibuat semata-mata tidak berdasarkan ramalan penjualan, tetapi berdasarkan pesanan yang masuk. 2.2 Sistem Produksi Produksi adalah proses penciptaan barang dan jasa (Heizer dan Render, 2005). Menurut Baroto (2002), produksi adalah proses pengubahan bahan baku menjadi produk jadi. Jadi, produksi adalah pembuatan atau penambahan faedah, bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sistem produksi menurut Baroto (2002) adalah sebagai berikut : 1. Suatu sistem yang membuat produk (mengubah bahan baku menjadi barang) yang melibatkan fungsi manajemen (yang bersifat abstrak) untuk merencanakan dan mengendalikan proses pembuatan tersebut. 2. Suatu teknik untuk merencanakan dan mengendalikan produksi (bersifat abstrak) dan tidak membahas proses pembuatan produk. Menurut Assauri (2004), proses produksi dapat diartikan sebagai cara, metode dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang
dan jasa dengan menggunakan sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahanbahan dan dana). Menurut Gaspersz dalam Hadi (2005), komponen atau elemen struktural yang membentuk sistem produksi terdiri dari : bahan (material), mesin dan peralatan, tenaga kerja, modal, energi, informasi, dan tanah. Sedangkan komponen atau elemen fungsional terdiri dari supervise, perencanaan, pengendalian, koordinasi dan kepemimpinan yang semuanya berkaitan dengan manajemen dan organisasi. Skema sistem produksi secara umum dapat dilihat pada Gambar 2 berikut. LINGKUNGAN INPUT Tenaga Kerja Modal Material Energi Tanah Informasi Manajerial
PROSES PROSES TRANSFORMASI NILAI TAMBAH
OUTPUT PRODUK (Barang dan Jasa)
Umpan Balik untuk Pengendalian Input, Proses, dan Teknologi
Gambar 2. Skema sistem produksi (Gaspersz dalam Hadi, 2005) Proses produksi terdiri dari beberapa sub proses produksi, misalkan proses pengolahan bahan baku menjadi komponen, perakitan komponen menjadi sub assembly dan proses perakitan sub assembly menjadi produk jadi. Beberapa tipe proses produksi menurut Handoko (2000), yaitu : 1. Aliran Garis Proses produksi dari bahan mentah sampai menjadi produk akhir dan urutan-urutan operasi yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa selalu tetap. Aliran ini terdiri dari produksi massa (mass production) dan produksi terus menerus (continuous production). Produksi massa kumpulan produk dalam jumlah besar dengan mengikuti serangkaian operasi yang sama dengan kumpulan produk sebelumnya.
2. Aliran Intermitten (job shop) Proses produksi dalam kumpulan-kumpulan atau kelompok-kelompok barang yang sejenis pada interval-interval waktu yang terputus-putus. Operasi intermitten dapat diterapkan dalam produksi barang-barang yang tidak distandarisasi atau volume produksinya rendah. 3. Proyek Proses produksi digunakan untuk memproduksi produk-produk khusus atau unik, seperti kapal, pesawat terbang, peluru, jembatan, gedung, pekerjaan seni, peralatan-peralatan khusus, dan sebagainya. 4. Proses produksi untuk pesanan Memproduksi barang dan jasa-jasa atas dasar permintaan atau pesanan tertentu langganan akan suatu produk. 5. Produksi untuk persediaan Produksi digunakan untuk persediaan barang dan untuk memenuhi permintaan yang tidak pasti dan merencanakan kebutuhan kapasitas. 2.3 Perencanaan Produksi Perencanaan adalah fungsi manajemen yang paling pokok dan sangat luas meliputi perkiraan dan perhitungan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan pada waktu yang akan datang mengikuti suatu urutan tertentu. Syarat mutlak suatu perencanaan harus mempunyai tujuan yang jelas dan mudah dimengerti serta perencanaan harus terukur dan mempunyai standar tertentu. Perencanaan produksi adalah perencanaan dan pengorganisasian mengenai orang-orang, bahan-bahan, mesin-mesin, dan peralatan lain serta modal yang diperlukan untuk memproduksi barang-barang pada suatu periode tertentu di masa depan sesuai dengan yang diperkirakan atau diramalkan (Assauri, 2004). Tujuan dari perencanaan produksi adalah : 1. Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk sebagai fungsi dari waktu. 2. Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara ekonomis dan terpadu.
3. Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat, membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi atas rencana produksi pada saat yang ditentukan; serta 4. Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan pada suatu periode. Menurut Baroto (2002), tujuan perencanaan produksi adalah menyusun suatu rencana produksi untuk memenuhi permintaan pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber-sumber atau alternatif-alternatif yang tersisa dengan biaya yang paling minimum dari keseluruhan produk. Prawirasentono
(2007)
membagi
tiga
perencanaan
dalam
produksi
berdasarkan horizon waktu yaitu : 1. Perencanaan jangka panjang (lebih dari 18 bulan). Tanggung jawab ini merupakan tanggung jawab eksekutif puncak, misalnya menambah fasilitas dan menambah peralatan yang memiliki umur panjang. 2. Perencanaan jangka menengah (3 hingga 18 bulan), disebut juga perencanaan agregat yang dilakukan oleh manajer operasi dengan perencanaan tugas seperti perencanaan penjualan, sub kontrak, menambah peralatan, menambah shift, menambah karyawan, dan membuat atau menggunakan persediaan. 3. Rencana jangka pendek (hingga 3 bulan). Perencanaan dilakukan oleh manajer operasi, para penyelia dan mandor. Penjadwalan tugas, penjadwalan karyawan dan pengalokasian mesin merupakan tanggung jawab mereka. Unsur-unsur perencanaan produksi terdiri dari dugaan/perkiraan, perhitungan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. Syarat mutlak suatu perencanaan harus mempunyai tujuan yang jelas dan mudah dimengerti. Perencanaan harus terukur dan mempunyai standar tertentu (Baroto, 2002).
Menurut Prawirasentono (2007) perencanaan produksi meliput beberapa hal : a) Desain Produk Desain produk harus disiapkan sebelum perusahaan beroperasi dalam jangka pendek. Sesuai dengan perubahan selera pasar, desain barang akan selalu diperbaharui agar barang yang dibuat selalu dibutuhkan konsumen atau pasar. Berdasarkan desain barang yang akan dibuat dapat ditentukan teknologi/mesin yang akan dibeli, termasuk kapasitas produksinya. b) Teknologi dan Fasilitas Produksi 1. Hal ini biasanya terdapat di beberapa negara yang mempunyai mesin dan teknologi yang akan dijual. Biasanya pemilik perusahaan akan memilih yang harganya yang sesuai dengan modal yang dimiliki. 2. Besar kecilnya kapasitas mesin yang harus dibeli tergantung kepada ramalan penjualan yang akan menjadi dasar perencanaan produksi. Jenis proses produksi yang akan digunakan akan tergantung pada desain barang yang akan dibuat. c) Bentuk Bangunan dan Fasilitas Produksi Besarnya kapasitas dan jenis teknologi akan mempengaruhi bentuk dan besar kecilnya bangunan pabrik yang harus didirikan. Selanjutnya akan menentukan rencana letak mesin dan rencana kegiatan pemeliharaan mesin dan sebagainya. d) Jumlah dan Tenaga Kerja Butir a, b, dan c seperti dijelaskan di atas akan mempengaruhi pula pada kebutuhan tenaga kerja. Bukan hanya jumlah tenaga kerja, tetapi juga jenis dan mutu tenaga kerja. e) Bentuk dan Mutu Produk Bentuk dan mutu produk akan menentukan jenis dan jumlah persediaan bahan yang harus dibeli. 2.4 Pengendalian Produksi Menurut American Production and Inventory Control Society (APICS), pengertian pengendalian produksi adalah fungsi untuk menggerakan barang melalui siklus manufaktur keseluruhan dari pengadaan bahan baku sampai dengan
pengiriman
produk
jadi.
Pengendalian
produksi
ialah
memberdayagunakan sumber daya produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi permintaan kosumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan (Kusuma, 2004). Pengendalian produksi memiliki
fungsi
dalam
perencanaan,
peramalan,
penjadwalan,
dan
pengendalian persediaan. Menurut Kusuma (2004) pada sistem manufaktur yang kontiniu, masalah pengendalian produksi terletak pada : a. Ketersediaan bahan baku pada saat yang tepat dengan jumlah dan jenis yang tepat b. Menghindarkan terjadinya bottle-neck pada lintas produksi, serta c. Pemindahan dan distribusi produk jadi dari lintas produksi ke titik penyimpanan atau penjualan. Dalam sistem job-order (tidak kontiniu), diperlukan proses yang berbeda pada setiap pesanan. Perhentian satu atau beberapa titik dalam lintas produksi tidak akan menghentikan keseluruhan lintas, karena setiap produk dibuat dengan prosesnya sendiri maka produk jadi biasanya langsung dikirim ke konsumen. Menurut Baroto (2002) fungsi yang ditangani perencanaan dan pengendalian adalah : 1. Mengelola pesanan dari pelanggan (order). 2. Meramalkan permintaan, untuk mengatasi fluktuasi permintaan. 3. Mengelola persediaan. 4. Menyusun rencana agregat (penyesuaian permintaan dengan kapasitas). 5. Membuat Jadwal Induk Produksi (JIP). JIP adalah rencana terperinci mengenai apa dan berapa unit yang harus diproduksi pada satu periode tertentu untuk setiap item produksi. 6. Merencanakan kebutuhan. JIP yang telah berisi apa dan berapa yang harus dibuat selanjutnya diterjemahkan ke dalam kebutuhan komponen, sub assembly, dan bahan penunjang untuk penyelesaian produk. 7. Melakukan penjadwalan pada mesin atau fasilitas produksi.
8. Memonitoring dan pelaporan pembebanan kerja dibanding kapasitas produksi. Kemajuan tiap tahap dimonitor dan dibuat laporannya untuk dianalisis. 9. Evaluasi skenario pembebanan dan kapasitas. Bila realisasi tidak sesuai dengan rencana, maka rencana agregat, JIP, dan penjadwalan dapat disesuaikan kebutuhan. Untuk jangka panjang dapat digunakan untuk menambah kapasitas produksi. Peramalan merupakan titik awal kegiatan pengendalian produksi. Peramalan dilakukan dalam satu jangka waktu perencanaan yang kita sebut sebagai horizon perencanaan. Hal yang penting adalah mengetahui akurasi ramalan penjualan yang akan datang. Tanpa peramalan yang akurat maka tidak mungkin perencanaan kapasitas jangka panjang. Perencanaan kapasitas adalah langkah kedua dalam rantai pengendalian produksi. Pada tahap ini direncanakan jumlah tenaga kerja yang akan direkrut, jumlah jam kerja lembur yang dijadwalkan, dan jumlah persediaan sehingga permintaan konsumen dapat dipenuhi secara efisien. Sistem operasi pengendalian produksi dapat diperjelas dengan Gambar 3 di bawah ini.
PERAMALAN PERMINTAAN
PERENCANAAN KAPASITAS JANGKA PANJANG
KONSUMEN
PRODUKSI
RECEIVING DAN SHIPPING
PERSEDIAAN
PEMASOK
PERENCANAAN KEBUTUHAN JANGKA PENDEK
PENGENDALIAN PEMANTAUAN PENJADWALAN PRODUKSI PENGENDALIAN PEMANTUAN PERSEDIAAN
PEMESANAN PRODUK
Gambar 3. Sistem operasi pengendalian produksi (Bedworth dan Bailey dalam Kusuma, 2004)
Pengendalian persediaan merupakan suatu sistem dan harus dilihat secara menyeluruh. Pada tahap akhir analisis, tugas aktivitas perencanaan dan pengendalian produksi adalah menginterpretasikan tujuan yang saling berlawanan antara bagian produksi, bagian penjualan, dan bagian keuangan; dan menjabarkannya ke dalam rencana produksi dan kebijaksanaan persediaan (Kusuma, 2004). 2.5 Peramalan Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa depan (Heizer dan Render, 2004). Menurut Kusuma (1999), peramalan adalah tingkat permintaan satu atau lebih produk selama beberapa periode mendatang. Peramalan produksi penting dan perlu karena beberapa hal, sebagai berikut : Ada ketidakpastian aktivitas produksi di masa yang akan datang Kemampuan & sumber daya perusahaan yang terbatas Untuk dapat melayani konsumen lebih baik, melalui tersedianya hasil produksi yang baik. Menurut Baroto (2002), karakteristik peramalan permintaan adalah sebagai berikut : 1. Faktor penyebab yang berlaku di masa lalu diasumsikan akan berfungsi juga di masa yang akan datang. 2. Peramalan tidak pernah sempurna, permintaan aktual selalu berbeda dengan permintaan yang diramalkan. 3. Tingkat ketepatan ramalan akan berkurang dalam rentang waktu yang semakin panjang. Implikasinya, peramalan untuk rentang yang pendek akan lebih akurat ketimbang peramalan untuk rentang waktu yang panjang. Tujuan peramalan dalam manajemen operasional adalah untuk mengurangi ketidakpastian produksi, agar langkah proaktif/antisipatif dapat dilakukan, dan untuk keperluan penjadwalan produksi. Peramalan dapat dipengaruhi oleh lingkungan eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Lingkungan eksternal dapat berupa pendapatan konsumen, promosi pesaing,
harga pesaing, ketersedian produk, efektifitas kompetitif, efesiensi saluran yang digunakan, karakteristik pelanggan, dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan internal adalah kebijakan-kebijakan yang dilakukan dalam perusahaan, berupa kebijakan promosi, biaya dan saluran perusahaan (Makridakis et al., 1995). Beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa peramalan permintaan yang dilakukan dapat mencapai taraf ketepatan yang optimal (Baroto, 2002) adalah sebagai berikut : 1. Penentuan tujuan. Tujuan peramalan tergantung pada kebutuhan informasi para manajer. Analisis peramalan membicarakan dengan cara „decision maker‟ untuk mengetahui apa kebutuhan mereka dan selanjutnya menentukan : a. Variabel apa yang diramalkan, b. Siapa yang menggunakan hasil peramalan, c. Untuk tujuan apa hasil peramalan digunakan, d. Peramalan jangka panjang atau jangka pendek yang diperlukan, e. Derajat ketepatan peramalan yang diinginkan, f. Kapan peramalan diperlukan, g. Bagian-bagian peramalan yang diinginkan, seperti peramalan untuk kelompok pembeli, kelompok produk, atau daerah geografis. 2. Pengembangan model. Model mempermudah pengolahan dan penyajian data untuk dianalisis, bila dimasukkan data input akan menghasilkan output berupa ramalan di masa yang akan datang. Validitas dan reliabilitas ramalan sangat ditentukan oleh model yang digunakan. 3. Pengujian Model.
Pengujian model bertujuan untuk melihat tingkat
akurasi, validitasi, dan reliabiltas yang diharapkan. Bila model telah memenuhi tingkat akurasi, validitas, dan reliabilitas yang telah ditetapkan (langkah 1), maka model ini dapat diterima. Perlu dipahami model yang dipilih belum tentu merupakan model yang terbaik. 4. Penerapan model. Penerapan model dengan cara memasukkan data historis (data masa lalu) untuk menghasikan suatu ramalan. 5. Revisi dan evaluasi. Hasil ramalan yang telah dibuat harus senantiasa ditinjau ulang untuk diperbaiki. Perbaikan perlu bila terdapat perubahan
berarti pada variabel input-an. Hasil peramalan harus dibandingkan dengan kondisi nyata untuk menentukan apakah model peramalan yang digunakan masih memiliki tingkat akurasi yang ditetapkan. Bila tidak, maka model peramalan harus dikembangkan ulang. Umumnya jumlah yang diproduksi sangat ditentukan oleh besarnya permintaan akan produk. Berdasarkan jumlah permintaan yang diramalkan operasi, maka sub sistem operasi merencanakan dan merancang sistem, dan menjadwalkan
sistem
serta
mengendalikan
sistem
tersebut.
Dalam
merencanakan dan merancang sistem tercakup perancangan produk, perancangan proses, investasi dan penggantian peralatan, serta perencanaan kapasitas. Sedangkan dalam penjadwalan sistem tercakup perencanan produksi menyeluruh dan penjadwalan operasi. Dalam pengendalian sistem (controlling the system) mencakup pengendalian produksi, pengendalian persediaan, pengendalian tenaga kerja dan pengendalian biaya. Ketiga kegiatan tersebut, yaitu perencanaan sistem, penjadwalan sistem, dan pengendalian sistem menentukan hasil keluaran berupa barang atau jasa. Keterkaitan penggunaan prakiraan atau peramalan permintaan tersebut dengan sub sistem produksi operasi seperti dapat dilihat pada Gambar 4. INFORMASI TENTANG PERMINTAAN YANG ADA DAN PRODUKSI
PRAKIRAAN PERMINTAAN UNTUK OPERASI
PERENCANAAN/ PERANCANGAN SISTEM Perancangan Produk Perancangan Proses Investasi dan Penggantian Peralatan Perencanaan Kapasitas
PENJADWALAN SISTEM Perencanaan Produksi Agregat Penjadwalan Operasi
PENGENDALIAN SISTEM Pengendalian Produksi Pengendalian Persediaan Pengendalian Tenaga Kerja Pengendalian Biaya
KELUARAN BERUPA BARANG ATAU JASA
Gambar 4. Penggunaan prakiraan untuk peramalan permintaan dalam sub sistem produksi operasi (Assauri, 2004)
Semua metode peramalan memiliki ide sama, yaitu menggunakan data masa lampau untuk memperkirakan atau memproyeksikan data di masa yang akan datang.
Berdasarkan tingkatan awal peramalan, metode peramalan
dapat dibagi menjadi metode top down, metode bottom-up, dan metode interpretasi permintaan. Ketiga metode di atas dapat dilakukan dengan metode kualitatif atau kuantitatif, salah satu atau bersama-sama. Prosedur peramalan permintaan menurut Baroto (2002) sebagai berikut : 1. Menentukan pola data permintaan. Hal tersebut, dilakukan dengan cara memplotkan data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend, musiman, siklikal, atau eratik/random. 2. Mencoba beberapa metode deret waktu yang sesuai dengan pola permintaan tersebut untuk melakukan peramalan. Metode yang dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda. 3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria Mean Absolute Deviation
(MAD), Mean Squared Error (MSE), Mean Absolute
Percentage Error (MAPE), atau lainnya. Sebaiknya tingkat kesalahan (apakah MAD, MSE, atau MAPE) ini ditentukan dulu. Tidak ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam peramalan. 4. Memilih metode peramalan terbaik diantara metode yang dicoba. Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan terkecil dibanding metode lainnya dan tingkat kesalahan tersebut di bawah batas tingkat kesalahan yang telah ditetapkan. 5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah dipilih. 2.6 Pola Data Deret Waktu Metode deret waktu adalah teknik peramalan yang menggunakan sekumpulan data masa lalu untuk melakukan peramalan (Heizer dan Render, 2005). Menurut Baroto (2002) metode deret waktu adalah peramalan secara kuantitatif dengan menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Secara
umum peramalan deret waktu pada masa yang akan datang dipengaruhi oleh waku dan data historis. Dalam deret waktu terdapat empat jenis permintaan, yaitu : 1. Pola Trend Pola trend adalah bila data permintaan menunjukkan pola kecenderungan gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data berfluktuasi apabila dilihat pada rentang waktu yang panjang akan dapat ditarik suatu garis maya. Metode peramalan yang sesuai adalah metode regresi linier, exponential smoothing, dan double exponential smoothing. Metode regresi linier biasanya memberikan tingkat kesalahan yang kecil. 2. Pola Musiman Bila data yang kelihatannya berfluktuasi, namun fluktuasi tersebut akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu, maka data tersebut berpola musiman. Disebut musiman karena data tersebut dipengaruhi oleh musim, sehingga biasanya interval perulangan data ini adalah satu tahun. Contoh : Permintaan baju hangat tentu dipengaruhi oleh musim (semi, panas, gugur, dingin). Metode peramalan yang sesuai dengan pola musiman adalah metode winter (sangat sesuai), moving average, dan weight moving average. 3. Pola Siklikal Pola siklikal adalah bila fluktuasi permintaan dalam jangka panjang membentuk pola sinusoid atau gelombang atau siklus. Pola siklikal mirip dengan musiman. Pola musiman tidak harus berbentuk gelombang, bentuknya dapat bervariasi, namun bentuknya akan berulang setiap tahun (umumnya). Pola siklikal bentuknya selalu mirip gelombang sinusoid. Metode yang sesuai bila data berpola siklikal adalah metode moving average, weight moving average, dan exponential smoothing. 4. Pola Eratik/Random Pola eratik adalah bila fluktuasi data permintaan dalam jangka panjang tidak dapat digambarkan oleh ketiga pola lainnya. Fluktuasi permintaan bersifat acak atau tidak jelas. Tidak ada metode peramalan yang direkomendasikan untuk pola ini. Hanya saja tingkat kemampuan seorang
analis peramalan sangat menentukan dalam pengambilan kesimpulan mengenai pola data. Keterampilan dan imajinasi analisis peramalan memang merupakan faktor yang paling menentukan dalam pelaksanaan peramalan. 2.7 Metode Peramalan Menurut Makridakis et al., (1995), pendekatan dalam peramalan dapat dilakukan dengan dua analisis, yaitu : 1. Peramalan Kuantitatif Menggunakan model matematik yang beragam dengan data masa lalu dan variabel sebab akibat untuk meramalkan permintaan. Metode kuantitatif terdiri dari : Metode Time series („free Hands‟/grafis, moving average, weight moving average, exponential smoothing, regresi linier sederhana, interpolasi Gregory-Newton, winter, ARIMA), dan Metode „Nontime Series‟ (Structural Models‟) Menurut Makridakis et al., (1995), peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi berikut : a. Tersedia informasi masa lalu. b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik. c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa yang akan datang. 2. Peramalan Kualitatif Peramalan yang menggabungkan suatu intuisi, emosi, pengalaman pribadi, dan sistem nilai pengambil keputusan untuk meramal. Biasanya metode ini digunakan bila tidak ada atau sedikit data masa lalu yang tersedia. Metode kualitatif yang banyak dikenal adalah metode Delpi dan metode nominal (nominal group technique). 2.7.1 Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) Metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan salah satu model peramalan yang menggunakan data masa lalu untuk diproyeksikan ke masa depan. Penerapan suatu model
ARIMA menurut Makridakis et al., (1995) membutuhkan dua kegiatan utama, yaitu (1) analisis terhadap deret masa lalu dan berdasarkan hasilnya dilakukan (2) pemilihan model atau teknik peramalan masa datang. Model ARIMA yang tepat, dapat diperoleh dengan melakukan identifikasi terhadap stasioneritas dan non stasioneritas deret data. Pembedaan
(differencing)
dilakukan
apabila
deret
data
tidak
menunjukkan stasioneritas. Penerapan suatu model ini terdapat tiga proses yang digabungkan atau harus dilakukan sekaligus, yaitu proses pembangkitan autoregresif, proses pembedaan, dan proses rata-rata bergerak, yang secara umum ditulis ARIMA (p, d, q). Tahapan pendekatan metode ARIMA menurut Makridakis et al., (1995), yaitu : 1. Pengidentifikasian model, kombinasi (p, d, q) harus diidentifikasi secara teliti sampai diperoleh kesesuaian yang memadai terhadap deret berkala. Hal ini dilakukan dengan menyesuaikan autokorelasi teoritis untuk berbagai model autoregressive dan moving average (p, d, q). 2. Pendugaan parameter model untuk kombinasi yang diidentifikasi dalam tahap pertama, metode kuadrat terkecil digunakan untuk menyesuaikan model sementara yang dicoba terhadap deret berkala yang mendasari. Dengan demikian diperoleh koefisien untuk autoregressive dan rata-rata bergerak. 3. Pemeriksaan
diagnostik.
Pemeriksaan
ini
dilakukan
untuk
memeriksa kecukupan penyesuaian model yang diduga dengan menganalisa nilai-nilai sisa yang dihasilkan. Apabila nilai-nilai tersebut memperlihatkan keadaan acak sepanjang waktu, maka model yang disesuaikan dianggap memberikan yang memadai terhadap deret berkala yang mendasarinya. Jika pada tahap penyesuaian dianggap kurang memadai, maka kembali ke tahap pertama dengan mencoba suatu model baru. 4. Prakiraan dengan model terpilih. Model prakiraan yang diterima digunakan untuk menghasilkan prakiraan nilai mendatang.
Menurut Makridakis et al., (1995), suatu pengujian terhadap koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial dari model ARIMA yang stasioner mengungkapkan beberapa sifat sebagai berikut : 1. AR (1) ditunjukkan oleh autokorelasi yang menurun secara eksponensial dan satu autokorelasi yang berbeda nyata. 2. MA (1) ditunjukkan oleh autokorelasi parsial yang menurun secara eksponensial dan satu autokorelasi yang berbeda nyata. 3. AR (2) ditunjukkan oleh autokorelasi yang seperti gelombang sinus terendam dan dua autokorelasi yang berbeda nyata. 4. MA (2) ditunjukkan oleh autokorelasi parsial yang seperti gelombang sinus terendam dan dua autokorelasi yang berbeda nyata. 5. ARMA (1, 1) ditunjukkan oleh autokorelasi dan autokorelasi parsial yang mendekati nol secara eksponensial. Tahapan pendekatan dengan metode ARIMA dapat dilihat pada Gambar 5. Merumuskan kelompok model umum
Penetapan model Sementara
Penaksiran Parameter pada Model
Tidak
Apakah Model memadai?
Ya Peramalan dengan model Terpilih
Gambar 5. Tahapan pendekatan dalam menentukan model ARIMA (Makridakis et al., 1995)
2.7.2 Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average) Menurut Makridakis et al., (1995), metode ini menggunakan pendekatan dimana ramalan merupakan perhitungan kumulatif dari seluruh nilai data masa lalu yang dimiliki. Istilah rata-rata bergerak digunakan karena karena setiap diperoleh observasi (data aktual) baru maka rata-rata yang baru dapat dihitung dengan meninggalkan data periode
yang
terlama
dan
memasukkan
data
periode
yang
terbaru/terakhir (Herjanto, 1999). Rata-rata yang baru ini kemudian dipakai sebagai peramalan untuk periode yang akan datang, dan seterusnya. Secara matematika, rumus peramalan dengan metode ratarata bergerak sebagai berikut. ..................................................................... 1) .... 2) Dimana :
= nilai peramalan periode t+1 Yi
= data permintaan ke-i
N
= jumlah deret waktu yang digunakan
t
= periode waktu
2.7.3 Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Makridakis et al., (1995) menerangkan bahwa metode ini melakukan pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai variabel atau observasi yang lalu. Setiap data pengamatan mempunyai kontribusi dalam penentuan nilai peramalan periode sebelumnya. Namun, dalam perhitungannya cukup diwakili oleh data pengamatan dan hasil peramalan periode terakhir (Herjanto, 1999). Istilah eksponensial dalam metode ini berasal dari pembobotan (faktor pemulusan) dari periode sebelumnya yang berbentuk eksponensial. Rumus penghalusan eksponensial dapat ditunjukkan sebagai berikut :
........................................................ 3) Peramalan baru = peramalan periode lalu + α (permintaan aktual periode lalu - Peramalan periode baru) ....... 4) Dimana :
= nilai peramalan periode t+1 Yt
= data permintaan periode ke-t
α
= konstanta penghalus (0 ≤ α ≤ 1) = nilai peramalan periode ke-t
2.7.4 Proyeksi Trend (Trend Projection) Metode peramalan deret waktu yang menyesuaikan sebuah garis tren pada serangkaian data masa lalu, dan kemudian diproyeksikan dalam garis untuk meramalkan masa depan (Heizer dan Render, 2005). Metode ini menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis trend. Apabila pola data yang digunakan memiliki unsur musiman, maka komponen musiman dapat juga dicoba dalam metode ini (Heizer dan Render, 2005). Persamaan proyeksi trend adalah sebagai berikut. Model linear Dimana :
:
......................................... 5)
= nilai terhitung dari variabel yang akan diramalkan. a
= persilangan sumbu y
b
= = kemiringan garis (tingkat perubahan pada y untuk perubahan yang terjadi di x)
x
= variabel bebas (waktu)
t
= periode waktu
2.8 Kriteria Memilih Peramalan Terbaik Bedworth dalam Kusuma, 2004 mengusulkan penggunaan beberapa tolok ukur kesalahan peramalan (forecast error), yaitu :
1. Mean Absolute Error (MAE) Ukuran pertama kesalahan untuk sebuah model. MAE diperoleh dengan mengambil nilai absolut dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data (Heizer dan Render, 2005). MAE =
............................................................................ 6)
MAE =
..................................................... 7)
Dimana : y1-yt1 = Selisih antara nilai data aktual dan peramalan periode t N = periode data 2. Mean Squared Error (MSE) MSE merupakan rata-rata selisih kuadrat antara nilai yang diramalkan dan yang diamati. MSE =
.......................................................................... 8)
MSE =
................................................. 9)
3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE) Menghitung dalam unsur yang diramal ribuan. Dihitung sebagai rata-rata diferensiasi absolut antara nilai yang diramal dan aktual untuk n peiode (Heizer dan Render, 2005). MAPE =
................................................................... 10)
MAPE =
............................... 11)
2.9 Perencanaan Produksi Agregat 2.9.1 Pengertian Perencanaan Agregat Perencanaan agregat adalah perencanaan yang dibuat untuk menentukan total permintaan dari seluruh elemen produksi dan jumlah tenaga kerja yang diperlukan. Perencanaan agregat adalah suatu proses penentuan kuantitas dan waktu produksi pada jangka menengah, biasanya antara 3 hingga 18 bulan ke depan untuk memenuhi permintaan yang diprediksi dengan menyesuaikan nilai produksi,
tingkat tenaga kerja, tingkat persediaan, pekerjaan lembur, tingkat sub kontrak dan variabel lain yang bisa dikendalikan (Heizer dan Render, 2005), sehingga diperoleh keputusan penjadwalan untuk mengatasi permasalahan dalam menyesuaikan produktivitas terhadap permintaan yang berubah-ubah. Menurut
Baroto
(2002),
perencanaan
agregat
merupakan
perencanaan produksi jangka menengah. Horizon perencanaannya biasanya berkisar antara 1 sampai 24 bulan. Horizon waktu ini tergantung pada karakteristik produk dan jangka waktu produksi. Pada dasarnya perencanaan produksi agregat
merupakan suatu proses
penetapan tingkat output/kapasitas produksi secara keseluruhan guna memenuhi tingkat permintaan yang diperoleh dari peramalan dan pesanan dengan tujuan meminimalkan total biaya produksi. Menurut Kusuma (2004), perencanaan agregat bertujuan untuk merencanakan jadwal induk produksi untuk beberapa periode mendatang, merencanakan kondisi optimal ketersediaan sumber daya terhadap ekspektasi permintaan produk serta pengembangan strategi penggunaan sumber daya itu. Tujuan perencanaan agregat ialah menggunakan sumber daya manusia dan peralatan secara produktif. Kata agregat menunjukan bahwa perencanaan dilakukan di tingkat kasar dan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan total seluruh produk dengan menggunakan seluruh
sumber daya manusia dan
peralatan yang ada pada fasilitas produksi tersebut. Namun menurut Kusuma (2004), perlu diperhatikan bahwa satuan agregat hanya digunakan pada beberapa produk yang menggunakan fasilitas produksi yang sama. Jika terdapat dua produk yang menggunakan dua fasilitas produksi yang berlainan. Hal itu berarti bahwa kedua produk itu tidak perlu dikonversikan ke dalam satuan agregat.
Beberapa fungsi perencanaan agregat yaitu : a. Menjamin rencana penjualan dan rencana produksi konsisten terhadap rencana strategi perusahaan. b. Alat ukur performansi proses perencanaan produksi. c. Menjamin kemampuan produksi terhadap rencana produksi. d. Memonitor hasil produksi aktual terhadap rencana produksi dan membuat penyesuaian. e. Mengatur persediaan produk jadi untuk mencapai target dan membuat penyesuaian. f. Mengarahkan penyusunan dan pelaksanaan jadwal induk produksi. Machfud dalam Hadi (2005) berpendapat bahwa perencanaan produksi agregat berkaitan dengan permasalahan ketidakseimbangan antara permintaan dan kemampuan produksi pada setiap periode perencanaan. Hal ini secara umum tingkat permintaan produk selalu tidak sama antar periode satu ke periode lainnya. Menurut Hill dalam Hadi (2005), karakteristik perencanaan produksi agregat adalah sebagai berikut : a. Tingkat agregat permintaan akan produk terdiri dari satu atau beberapa kategori produk. Permintaan diasumsikan berfluktuasi, tidak pasti atau musiman. b. Kemungkinan berubahnya variabel pasokan dan permintaan c. Fasilitas dianggap tetap dan tidak dapat diperluas. Perencanaan agregat juga merupakan suatu keputusan mengenai kapasitas jangka menengah. Perencanaan agregat merupakan langkah awal aktivitas perencanaan produksi yang dipakai sebagai pedoman untuk langkah selanjutnya, yaitu penyusunan Jadwal Induk Produksi (Baroto, 2002). 2.9.2. Strategi Perencanaan Agregat Strategi perencanaan agregat dapat dilakukan melalui analisis sensitivitas terhadap pilihan kapasitas, pilihan permintaan dan pilihan campuran dari keduanya. Strategi dapat berjalan dan berfungsi apabila
memiliki tahapan umum untuk membuat suatu perencanaan produksi agregat sebagai berikut : 1. Menentukan permintaan untuk setiap periode perencanaan. 2. Menentukan kapasitas pada setiap periode. 3. Menelusuri kebijakan departemen yang berhubungan. 4. Menentukan biaya per unit untuk setiap kerja, lembur, sub kontrak, persediaan dan biaya lain yang relevan. 5. Mengembangkan alternatif perencanaan dan menghitung biayanya. 6. Jika perencanaan yang memuaskan telah tersusun, maka diseleksi yang paling tepat sesuai tujuannya, jika tidak terbentuk maka kembali kepada tahap 5. Ruang lingkup perencanaan agregat dapat dilihat pada Gambar 6. Langkah ini untuk perusahaan yang make to stock. Bila perusahaan make to order, maka peramalan tidak perlu dilakukan (cukup dengan daftar order pelanggan saja).
Fase 2 Pemerataan penggunaan kapasitas
Fase 3 Menentukan alternatif produksi yang layak
Fase 4 Mengalokasikan permintaan ke periode produksi
Fase 1 Peramalan Permintaan
Moving Average
Produk lengkap
TK tetap Lembur Undertime
Biaya langsung
Trial & Error Exponential smoothing
Penentuan harga
Sub kontrak Pelepasan Perekrutan
Winter’s
Promosi
Persediaan
Program Linear, NCR, Vogel’s Approximati on Method, dll Biaya tak langsung
Memfleksibelkan waktu penyerahan
dan Lain-lain
Pesanan Back Order
Teori Analisis keputusan
Heuristik, dll
Lainnya
Gambar 6. Ruang lingkup perencanaan agregat (Baroto, 2002). Persyaratan dalam perencanaan produksi adalah menentukan prakiraan. Peramalan diprediksi berdasarkan tingkat permintaan secara keseluruhan. Menurut Baroto (2002), strategi pilihan perencanan agregat dapat dilakukan dengan rincian pilihan keputusan sebagai berikut : 1. Pilihan Kapasitas Dasar Produksi Mengubah tingkat persediaan, manajer dapat meningkatkan persediaan selama periode permintaan rendah untuk memenuhi
permintaan yang tinggi di masa depan dengan tidak mengesampingkan biaya-biaya akibat peningkatan persediaan tersebut. Menyeragamkan
jumlah
tenaga
kerja
dengan
pengangkatan atau memberhentikan karyawan.
cara
Disesuaikan
dengan tingkat produksi dan akibatnya. Menyeragamkan tingkat produksi melalui lembur atau waktu kosong, dengan tujuan menjaga agar tenaga kerja tetap konstan. Sub kontrak, sebuah perusahaan dapat memperoleh kapasitas sementara dengan melakukan sub kontrak selama periode permintaan tinggi. Penggunaan karyawan paruh waktu, untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja yang tidak terampil. 2. Pilihan Permintaan Mempengaruhi
permintaan.
Ketika
permintaan
rendah,
perusahaan dapat meningkatkan permintaan melalui iklan, promosi, kewiraniagaan dan diskon. Tunggakan pesanan selama periode permintaan tinggi. Strategi hanya dilakukan jika perusahaan tidak mampu memenuhi permintaan. Oleh karena itu, perusahaan harus memperhatikan loyalitas pelanggan karena dapat menyebabkan kehilangan penjualan. Perpaduan produk dan jasa yang counter seasonal, (Perusahaan dapat memproduksi produk yang berbeda pada musim yang berbeda). 3. Pilihan Campuran Strategi perburuan, yaitu mengatur tingkat produksi sesuai dengan permintaan yang diprediksi melalui variasi pilihanpilihan di atas. Strategi bertingkat, yaitu menjaga tingkat output, nilai produksi, atau jumlah tenaga kerja yang tetap sepanjang horizon perencanaan.
2.10 Metode Perencanaan Produksi Agregat Menurut Kusuma (2004), metode perencanaan produksi agregat adalah sebagai berikut. 1. Metode Koefisien Bowman Suatu pendekatan untuk memodelkan keputusan manajemen dengan analisis regresi keputusan manajemen masa lalu. Wt = f (F, I*, It-1, Wt-1) .................................................................. 12) Pt = f (Wt, I*, It-1, Ft, Ft+1, Ft+2,..,Ft+n) ............................................ 13) dimana : Wt = Jumlah tenaga kerja di periode t. Ft
= Ramalan permintaan di periode t.
I* = Tingkat persediaan yang diinginkan. It-1 = Persediaan aktual pada akhir periode t-1. Pt
= Tingkat produksi di periode ke-t.
2. Model Pemrograman Linier Metode yang mengelola sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Maksimumkan (minimumkan) Z = C1X1 + C2X2 + …+ CiXj. Dengan syarat : aijxj (≤, =, ≥) bi, untuk semua i (i =1,2...m) semua xj ≥ 0 Keterangan :
xj :
Banyaknya kegiatan j, dimana j = 1.2,….n. Berarti di sini terdapat n variabel keputusan.
Z:
cj :
Nilai fungsi tujuan Sumbangan per unit kegiatan, untuk masalah maksimisasi cj menunjukkan keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimisasi ia menunjukkan biaya per unit.
bi :
Jumlah sumber daya i (i = 1,2,3,..,m), berarti terdapat n jenis sumber daya.
aij :
Banyaknya sumberdaya i yang dikonsumsi sumber daya j. Ingat bahwa tanda pertidaksamaan tidak harus sama untuk setiap kendala.
3. Model Parametrik Jones Model yang mampu memberikan optimasi pada persamaan ongkos yang kuadratik, atau eksponensial. ............. 14) + C. (Pt* -
Pt =
.................................................................... 15)
dimana : Pt
= Jumlah produksi di periode t.
Wt
= Jumlah tenaga kerja di periode ke t.
Pt*
= Jumlah produksi yang diinginkan untuk memenuhi permintaan.
K
= Standar tenaga kerja (orang per unit barang yang diproduksi).
Ft
= Ramalan permintaan di periode ke t.
C
= Parameter bobot yang akan ditentukan, 0 ≤ C ≤ 1.
I*
= Tingkat persediaan yang diinginkan.
It-1
= Tingkat persediaan aktual di akhir periode t-1.
W*
= Jumlah tenaga kerja ideal.
B
= Parameter bobot untuk peramalan masa depan (0 ≤ B ≤ 1).
A
= Suatu parameter yang nilainya akan ditentukan 0 ≤ A ≤ 1.
N
= Periode perencanaan.
4. Model Transportasi Suatu model perencanaan produksi agregat yang menggunakan bantuan tabel transportasi untuk kepentingan yang praktis. Tabel 2. Contoh model transportasi dengan horizon perencanaan 2 bulan Demand Periode Jan
3750
Feb
3500
Mar
3750
Total
Kapasitas Biaya Rencana Kapasitas Biaya Rencana Kapasitas Biaya Rencana
Januari RT OT
SK
Februari RT OT
SK
Total
A11
A12
A13
A21
A22
A23
B11
B12
B13
B21
B22
B23
C11
C12
C13
C21
C22
C23
Keterangan : RT
= Reguler time
OT
= Over time
SK
= Sub kontrak
A11
= Ongkos produksi reguler
A12
= Ongkos produksi lembur
A13
= Ongkos sub kontrak
A21
= Permintaan bulan Januari yang baru dipenuhi dengan kapasitas produksi reguler pada bulan Februari, (penundaan satu bulan).
A31
= Permintaan bulan Januari yang baru dipenuhi dengan kapasitas produksi reguler pada bulan Maret, (penundaan dua bulan).
B11
= Permintaan bulan Februari yang dipenuhi dengan kapasitas produksi reguler pada bulan Januari (mendahului). Persediaan disimpan selama satu bulan sehingga mengeluarkan biaya penyimpanan produk jadi.
C11
= Permintaan bulan Maret yang dipenuhi dengan kapasitas produksi reguler pada bulan Januari. Penyimpanan lebih panjang dan biaya penyimpanan akan semakin lebih besar.
2.11 Model Pemrograman Linier Pemrograman linier adalah cara menanggulangi masalah yang mempunyai variabel-variabel yang bergantung satu sama lain dan berhubungan secara linier (Prawirosentono, 2007). Menurut Heizer dan Render (2005), pemrograman linier merupakan suatu teknik matematik yang didesain untuk membantu para manajer operasi dalam merencanakan dan membuat keputusan yang diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya. Pemrograman linier adalah metode matematika yang dirancang untuk mengalokasikan berbagai sumber daya yang terbatas di antara berbagai alternatif penggunaan sumber daya-sumber daya tersebut agar berbagai tujuan yang telah ditetapkan tercapai yaitu maksimisasi laba atau biaya dioptimalkan (Teguh, 2002).
Sifat umum semua persoalan pemrograman linear, yaitu : 1. Persoalan pemrograman linier bertujuan untuk memaksimalkan atau meminimalkan kuantitas (laba atau biaya). Sifat umum ini disebut sebagai fungsi tujuan (objective function). 2. Adanya batasan (constraints) atau kendala, membagi tingkat sampai dimana sasaran dapat dicapai. Sebagai contoh, keputusan untuk memproduksi berapa banyak unit dalam tiap produk dalam suatu lini perusahaan, dibatasi oleh jumlah tenaga kerja dan permesinan. Untuk memaksimalkan atau meminimalkan suatu kuantitas (fungsi tujuan) bergantung pada sumber daya yang jumlahnya terbatas (batasan). 3. Harus ada beberapa alternatif tindakan yang akan diambil. Sebagai contoh, jika suatu perusahaan menghasilkan tiga produk berbeda, manajemen
dapat
menggunakan
pemrograman
linier
untuk
memutuskan bagaimana cara mengalokasikan sumber daya yang terbatas itu (tenaga kerja, permesinan). Jika tidak alternatif yang diambil, maka pemrograman linear tidak diperlukan. 4. Tujuan dan batasan dalam permasalahan pemrograman linear harus dinyatakan dalam hubungan dengan ketidaksamaan atau persamaan linier. Hal yang mendasar dari pemrograman linier adalah membuat fungsi tujuan (tujuan perusahaan) dan fungsi kendala. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan menghadapi berbagai kendala. Fungsi kendala merupakan formulasi matematis tentang kendala-kendala sumber daya ekonomi yang dimiliki perusahaan dalam mencapai tujuan tersebut. Lima asumsi dasar yang melandasi pemrograman linear adalah : 1. Linearitas Membandingkan masukan yang satu dengan yang lain atau untuk suatu masukan dengan keluaran yang besarannya tetap. 2. Proporsionalitas Jika peubah pengambil keputusan Xj berubah maka dampak perubahannya akan menyebar dalam proporsi yang sama terhadap fungsi tujuan (CjXj) dan pada kendalanya (aijXj).
3. Aditivitas Nilai parameter suatu kriteria optimasi merupakan jumlah dari nilainilai individu Cj dalam model pemrograman linear tersebut. Dampak total terhadap kendala ke-i merupakan jumlah dampak individu terhadap peubah pengambil keputusan Xj. 4. Divisibilitas Peubah pengambil keputusan Xj jika diperlukan dapat dibagi ke dalam pecahan-pecahan jika nilai Xj tidak harus bilangan integer. 5. Deterministik Semua parameter dalam program linier (aij, bi, cj) merupakan bilangan tetap Model pemrograman linier memiliki suatu pola yang khas dalam merumuskan suatu masalah. Pada setiap masalah, ditentukan variabel keputusan, fungsi tujuan dan sistem kendala, yang bersama-sama membentuk suatu model matematika dari dunia nyata. Bentuk umum model pemrograman linear itu adalah : Maksimumkan (minimumkan) Z = C1X1 + C2X2 + …. + CiXj. Dengan syarat : aijxj (≤, =, ≥) bi, untuk semua i (i =1,2,…..m) semua xj ≥ 0 Keterangan :
xj :
Banyaknya kegiatan j, dimana j = 1.2,..n. Berarti di sini terdapat n variabel keputusan.
Z:
Nilai fungsi tujuan
cj :
Sumbangan per unit kegiatan, untuk masalah maksimisasi cj menunjukkan keuntungan atau penerimaan per unit, sementara dalam kasus minimisasi ia menunjukkan biaya per unit.
bi :
Jumlah sumber daya i (i = 1,2,3,…..,m), berarti terdapat n jenis sumber daya.
aij :
Banyaknya sumberdaya i yang dikonsumsi sumber daya j. Ingat bahwa tanda pertidaksamaan tidak harus sama untuk setiap kendala.
2.12 Penelitian Terdahulu Solehudin (2007) meneliti Kajian Produksi Agregat pada PT. Adi Putra Perkasa, Cicurug, Sukabumi. Metode yang digunakan untuk peramalan penjualan satu tahun ke depan adalah adalah metode delphi karena dianggap paling dapat dipercaya oleh manajemen dan memberikan kesamaan pandangan mengenai kondisi perusahaan saat ini dan ke depan. Pemrograman linier digunakan untuk perencanaan produksi agregat ke depan dengan analisis sensitivitas untuk mengamati pengaruh perubahan parameter
terhadap
solusi
optimum.
Hasil
penelitian
menunjukan
memberikan solusi bagi perencanaan produksi agregat di perusahaan tersebut yang selama ini berdasarkan purchase order menjadi perencanaan yang lebih memperhatikan keadaan sumber daya yang dimiliki perusahaan, agar dapat digunakan secara optimal. Hadi (2005) melakukan penelitian perencanaan agregat industri pengolahan udang beku dengan tujuan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perencanaan produksi agregat yang berkaitan dengan make to stock, memo produksi dan make to order. Metode yang digunakan adalah stimulasi Montecarlo dan metode Single Moving dengan program yang digunakan adalah AF-Plan. Hasil penelitian menghasilkan perencanaan satu periode perencanaan yang dapat mengatasi masalah pemenuhan pesanan dan pengalokasian sisa sumber daya dapat diatasi. Almansyur (1997) melakukan penelitian dengan judul strategi perencanaan produksi agregat industri kayu lapis pada PT. Kayu Lapis Indonesia, Semarang Jawa Tengah. Model yang digunakan untuk meramalkan permintaan adalah ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Perencanaan produksi agregat dianalisis dengan model Multi Objective Goal Programming untuk melakukan produksi optimal setelah dilakukannya peramalan. Hasil analisis menunjukan bahwa PT. Kayu Lapis Indonesia melakukan perencanaan pengendalian produksi yang efektif dan aktif dari bahan baku, jam kerja, gudang simpan, dan sampai tenaga kerja sampai produk jadi. Karena penyediaan bahan baku merupakan salah satu kendala dalam produksi kayu lapis.
Kusumawardhani (1997) dengan judul penelitian perencanan produksi agregat dan distribusi fisik minuman teh botol di PT. Tang Mas, Jakarta. Peramalan permintaan menggunakan Time Series (Box Jenkins) dengan menggunakan program Statgraf yang akan memperkirakan permintaan tiap bulan pada tahun mendatang dengan menggunakan dasar pola data pada tahun
sebelumnya.
Perencanaan
produksi
menggunakan
metode
pemrograman linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perencanaan produksi menjadi sangat penting, dan pengembangan alternatif model berdasarkan pada variabel keputusan dan batasan-batasan yang ada.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Persaingan dalam industri yang semakin ketat mengharuskan setiap perusahaan melakukan strategi terhadap aktivitas usahanya sehingga dapat berproduksi secara efisien dan efektif. Salah satu faktor yang berperan dalam produksi yang efektif dan efisien adalah perencanaan produksi. Perencanaan produksi yang disusun harus sesuai dengan kapasitas yang dimiliki perusahaan seperti bahan baku, peralatan, tenaga kerja, dan bahan pembantu. Sumber daya dan fasilitas produksi merupakan sesuatu yang sifatnya terbatas, sehingga perlu digunakan secara efektif dan efisien melalui perencanaan produksi agregat. Perencanaan produksi agregat bersifat menyeluruh dan dasar untuk membuat perencanaan yang terperinci dengan memperhatikan sumber daya yang dimiliki. Perencanaan produksi agregat yang disusun harus dapat mengelola faktor internal perusahaan seperti kapasitas dan sumber daya perusahaan lainnya, dan faktor eksternal perusahaan berupa permintaan pelanggan. Dengan demikian, tujuan perencanaan agregat tercapai yaitu optimalisasi pemanfatan kapasitas atau sumber daya perusahaan, minimalisasi biaya produksi (efisiensi), kapan berproduksi, dan tercapainya pemenuhan kebutuhan pelanggan sehingga konsumen puas atas pelayanan perusahaan. Tercapainya tujuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan keuntungan dan daya saing perusahaan sehingga perusahaan memiliki keunggulan kompetitif dibanding dengan pelaku bisnis lainnya. Salah satu kekuatan ekonomi ditentukan oleh kekuatan sektor industri, diantaranya industri tekstil. Kekuatan sektor industri tekstil tidak hanya menjadi modal dalam posisi tawar di tataran lokal dan nasional, tetapi juga di tingkat regional dan global. PT. Wiska merupakan industri tekstil yang memasarkan produk ke luar negeri. Di tengah krisis global dan banyaknya industri tekstil, PT. Wiska melakukan berbagai strategi untuk dapat bertahan dalam kondisi pasar sekarang. Salah satu usaha yang sesuai dengan kondisi
perusahaan adalah melakukan perencanaan produksi agregat sehingga sumber daya dapat dialokasikan secara optimal. Kerangka pemikiran konseptual penelitian dijelaskan dalam Gambar 7 di bawah ini.
Persaingan dalam industri
Proses produksi dan Sistem Perencanaan Produksi Agregat PT.Wiska
Identifikasi Parameter-Parameter dalam Sistem Perencanaan Produksi Agregat
Perencanaan Produksi Agregat
Optimalisasi Pemanfatan Sumber daya
Minimalisasi Biaya Produksi
Tercapainya pemenuhan Permintaan Pelanggan
Peningkatan Keuntungan dan Daya Saing Perusahaan
Perusahaan tumbuh, mapan, dan memiliki keunggulan yang kompetitif
Gambar 7. Kerangka pemikiran konseptual 3.2 Tahapan Penelitian Dalam mengkaji masalah khusus digunakan pendekatan berencana (planned approach). Pendekatan berencana digunakan untuk menguraikan permasalahan
seperti
pertentangan-pertentangan
kebijaksanaan-kebijaksanaan,
dan
alternatif-alternatif.
secara Tujuan
objektif, utama
pendekatan berencana adalah mengembangkan dan menerapkan model-model kuantitatif untuk pemecahan masalah yang spesifik. Tahapan Penelitian terdiri dari : 1. Obsevasi lapang dilakukan untuk mengetahui permasalahan secara nyata dalam manajemen produksi. Pada tahap ini dilakukan pendekatan umum terhadap faktor-faktor yang dapat membantu pengembangan pemahaman terhadap permasalahan perencanaan produksi. Dalam tahap ini dilakukan pendekatan terhadap tiga kelompok data, yaitu data permintaan, data produksi, dan data biaya. 2. Perumusan masalah dilakukan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permasalahan, penentuan sasaran yang akan dicapai, dan batasan-batasan dalam perencanaan produksi agregat. 3. Metode peramalan terbaik yang akan dipilih adalah metode yang memiliki kesalahan paling kecil. 4. Pengembangan alternatif penyelesaian dilakukan untuk memperoleh suatu penyelesaian dan perencanaan produksi yang dibuat. Hal ini dilakukan dengan menganalisa data produksi yang diperoleh untuk menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyusunan perencanaan produksi dan tujuan yang akan dicapai. Alternatif penyelesaian ditentukan dengan mempertimbangkan jumlah permintaan dan kapasitas sumber daya yang dimiliki perusahaan. 5. Pemilihan
penyelesaian
optimum
dilakukan
untuk
mendapatkan
penyelesaian yang optimum dari perencanaan produksi agregat yang dibuat. Pemilihan solusi optimum dilakukan melalui analisa biaya dengan menggunakan model pemrograman linier. Solusi optimal dari model yang dibuat dinyatakan sebagai perencanaan produksi agregat yang optimal bagi perusahaan. 6. Pembuatan kendali dan analisa kepekaan yang tepat untuk mendeteksi perubahan-perubahan
yang
mungkin
terjadi
dan
mempengaruhi
penyelesaian model. Maksud tahap ini agar formulasi menjadi lebih tepat karena adanya umpan balik terhadap observasi awal.
Diagram alir tahapan penelitin dapat dilihat pada Gambar 8. Mulai Formulasi Permasalahan Studi Pustaka Pra penelitian : Observasi Lapang Keadaan Umum PT. Wiska Proses Produksi PT. Wiska dan Sistem Perencanaan Produksi Agregat Identifikasi Parameter utama yang dibutuhkan Perencanaan Produksi Agregat (PPA)
Analisa Data
Tidak Pengambilan data permintaan pelanggan tahun lalu
Ya Memadai?
Uji coba metode peramalan : Metode MA, ES, Trend Projection, dan ARIMA Memilih metode peramalan dengan tingkat kesalahan terendah
Pengumpulan data sekunder : Jumlah jam kerja reguler yang tersedia. Jumlah persediaan produk jadi. Kapasitas gudang jadi. Kapasitas mesin. Jam kerja lembur. Biaya-biaya yang terkait dengan variabel keputusan (bahan baku, operasional, penyimpanan)
Hasil ramalan produksi periode masa yang akan datang
Tidak Ya Memadai?
Formulasi sistem PPA dengan metode pemrograman linier Pencarian solusi LP dengan Lindo Analisis Sensitivitas
Kesimpulan dan Saran Selesai
Gambar 8. Tahapan diagram alir penelitian
3.3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diperoleh langsung dari hasil observasi di lapangan, wawancara dengan pihak perusahaan, dan data sekunder yang bersumber dari dari laporan tertulis atau dokumen perusahaan serta literatur yang dianggap relevan. Data yang dibutuhkan berupa gambaran umum perusahaan, proses produksi dan sistem perencanaan produksi yang dijalankan perusahaan, volume penjualan satu tahun yang lalu, jumlah jam kerja reguler yang tersedia, jumlah persediaan produk jadi, kapasitas gudang, kapasitas mesin, jumlah sub kontrak, dan biaya-biaya lain yang terkait dengan variabel keputusan. Dengan mengetahui hal tersebut, maka dapat diketahui parameter-parameter apa saja yang dibutuhkan dalam penyusunan sistem perencanaan produksi agregat. Secara rinci, data yang dibutuhkan pada penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis kebutuhan data, metode pengumpulan dan analisis data No 1
2
3
Tujuan Penelitian
Jenis Data
Data yang dibutuhkan
Mengkaji proses produksi yang dijalankan PT. Wiska dan sistem perencanaan produksi agregat. Idenifikasi parameter yang dibutuhkan dalam formulasi sistem perencanaan produksi agregat di PT. Wiska
Primer Sekunder
Mekanisme produksi bahan baku sampai produk jadi
Wawancara Studi Literatur
Primer Sekunder
1. Sistem Perencanaan dan pengendalian produksi yang dijalankan oleh PT. Wiska 2. Masalah-masalah dalam sistem perencanaan dan pengendalian produksi 1. Volume penjualan tahun lalu 2. Permintaan produk pada periode sebelumnya 3. Jam kerja reguler yang tersedia per hari 4. Jumlah persediaan produk jadi 5. Kapasitas gudang 6. Kapasitas mesin 7. Data persediaan barang jadi 8. Biaya : bahan baku, penyimpanan produk, upah tenaga kerja, dan energi listrik atau bahan bakar.
Analisis Wawancara Dokumen dari Deskriptif perusahaan Observasi Lapang
Analisis perencanaan produksi agregat yang optimum untuk periode satu tahun mendatang.
Sekunder
Metode
Studi literatur berupa dokumen yang diperoleh dari perusahaan.
Analisis Data Analisis Deskriptif
Metode peramalan dengan tingkat kesalahan terendah Pemrograman linier
3.4 Pengolahan dan Analisis Data Kegiatan penelitian dimulai dengan meninjau secara umum sistem produksi perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mendefinisikan masalah yang terdapat dalam perencanaan produksi di perusahaan tersebut. Kemudian dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan untuk peramalan dan pembuatan perencanaan produksi agregat melalui konsultasi dengan pihak terkait. Studi pustaka digunakan sebagai dasar permodelan dan bahan pembanding dalam menganalisa data yang diperoleh. Setelah data yang diperlukan terkumpul, kemudian dilakukan pengolahan data. Peramalan permintaan dilakukan dengan metode deret waktu dengan menggunakan metode ARIMA, moving average, exponential smoothing, trend projection, yang akan meramalkan permintaan tiap bulan pada tahun mendatang dengan menggunakan dasar pola data pada tahun-tahun sebelumnya. Hasil peramalan ini kemudian akan dijadikan bahan acuan untuk menentukan perencanaan produksi agregat. Tahapan-tahapan kegiatan peramalan adalah : 1. Pengumpulan data historis yang relevan dan diyakini kebenarannya. 2. Melakukan penelaahan pola data atau ekspolarasi terhadap pola data deret waktu, dapat berupa pola horizontal (stasioner) atau berpola tidak stasioner (memiliki unsur trend, musiman, atau siklus). 3. Memilih dan menerapkan beberapa metode peramalan yang sesuai dengan pola data yang ada. Ada beberapa cara untuk memperoleh model peramalan kuantitatif terbaik atau memiliki akurasi tertinggi. Salah satu diantaranya adalah dengan menggunakan ukuran kesalahan, dimana semakin kecil ukuran kesalahan suatu model peramalan maka semakin tinggi tingkat akurasi yang dimilikinya. Dengan kata lain semakin besar hasil ramalnnya diharapkan dapat menyamai kenyataan yang akan terjadi pada waktu tertentu di masa yang akan datang. 4. Untuk melihat keakuratan peramalan dibandingkan dengan metode lain, maka
dilakukan
perhitungan
MSE
untuk
menghitung
kesalahan
peramalan. MSE metode peramalan yang bernilai kecil menunjukkan bahwa metode lebih baik dan dipilih sebagai metode untuk peramalan
permintaan. Sehingga model peramalan terbaik yang akan dipilih adalah yang memiliki kesalahan atau nilai MSE paling kecil. Kemudian metode peramalan terbaik terbaik tersebut akan digunakan untuk meramalkan beberapa periode historis dimana nilai periode sebelumnya telah diketahui. Metode peramalan yang memiliki kesalahan atau nilai MSE paling kecil selanjutnya akan dipakai untuk meramal periode mendatang dan hasilnya akan diterapkan terhadap implikasi usaha. Setelah mendapatkan model yang sesuai maka dilakukan proses peramalan permintaan. Pengolahan peramalan permintaan ini menggunakan perangkat lunak minitab versi 14. Setelah peramalan permintaan diperoleh, kemudian disusun suatu perencanaan produksi agregat. Perencanaan disusun berdasarkan jumlah permintaan dan faktor-faktor terkait yang telah dianalisa. Metode yang digunakan untuk mengetahui produksi optimal setelah dilakukannya peramalan adalah pemrograman linier. Kelebihan alat ini selain mudah digunakan adalah dapat menggunakan banyak variabel sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumber daya yang optimum dapat dicapai. Pemrograman linier juga akan memberikan alternatif perencanaan
untuk
berproduksi
sesuai
dengan
jumlah
permintaan,
menggunakan jam kerja reguler secara maksimal, dan menggunakan kapasitas perusahaan secara maksimal. Optimasi perencanaan produksi atau penentuan perencanaan produksi agregat yang terbaik dilakukan melalui analisis biaya. Model tersebut digunakan untuk menghasilkan biaya produk yang optimal dan gambaran mengenai pemanfaatan sumber daya perusahaan untuk menghasikan perencanaan produksi agregat yang paling optimal bagi perusahaan. Agar model yang dibuat dan hasil yang didapat tanggap terhadap pengaruh perubahan parameter terhadap solusi optimum, maka sistem dilengkapi dengan analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat berapa besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimal mulai kehilangan optimalisnya. Jika suatu perubahan kecil dalam parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, berarti solusi sangat sensitif terhadap nilai parameter itu.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Perusahaan PT. Wiska didirikan pada tanggal 5 Maret 1973 dengan Akte Pendirian No. 25 pada Notaris/PPAT Kurniati, SH. di Kantor Pengadilan
Negeri
Bandung.
Dalam
menjalankan
kegiatan
operasionalnya PT. Wiska berkantor pusat di Bandung, tepatnya di Jl. Sawunggaling No. 18, dengan luas tanah kantor pusat
24 m x 40 m,
yaitu sekitar 960 m2. Lokasi pabrik seluas 3.500 m2 terletak di jalan Bandung-Garut, Km. 20,9 Rancaekek, Desa Sayang Kecamatan Cikeruh, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pada awalnya, perusahaan hanya memiliki dua bangunan dengan dilengkapi mesin-mesin produksi yang masih tradisional, dan hanya mempekerjakan puluhan pekerja saja dengan produk utama yang dihasilkan adalah kain pel. Perusahaan mengalami perkembangan sehingga menghasilkan juga viltrage, handuk dan pakaian. Visi
PT.
Wiska
adalah
turut
serta
dalam
memajukan
pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Sedangkan Misi PT. Wiska adalah menjadi perusahaan yang bergerak di bidang tekstil untuk ekspor ke manca negara, sehingga dapat meningkatkan devisa negara, menjadi perusahaan yang membantu pemerintah dalam menyerap tenaga kerja, memenuhi kebutuhan lokal akan produk tekstil yang berkualitas. Seiring
perkembangan
usaha,
perusahaan
tidak
hanya
memproduksi kain pel saja tetapi juga handuk. Handuk tidak hanya dipasarkan pada perusahaan berskala kecil, tetapi juga perusahaan atau Department Store yang berskala besar seperti Matahari Departement Store, Diamond Departement Store, Mega Mall, Walmart Super Centre, dan juga dipasarkan ke luar negeri seperti Eropa, Jepang, Selandia Baru, Malaysia, dan Afrika. Handuk ini mempunyai daya serap air yang tinggi dan bercorak gambar dengan ukuran kira-kira 1,4 x 0.70 meter.
Pemberian corak gambar, warna dan ukuran pada produk yang dihasilkan perusahaan tergantung dari jenis pesanan yang diterima. 4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan Dalam suatu organisasi terdapat hubungan diantara orang-orang yang menjalankan aktivitas tersebut. Makin banyak kegiatan yang dilakukan dalam suatu organisasi, makin kompleks pula hubunganhubungan yang ada. Untuk itu perlu dibuat suatu bagan yang menggambarkan tentang hubungan tersebut termasuk hubungan antara masing-masing kegiatan atau fungsi. Bagan yang dimaksud dinamakan bagan organisasi atau struktur organisasi. Tujuan dari struktur organisasi ini adalah untuk menjamin dan mengarahkan setiap orang dalam perusahaan dalam menjalankan tugas yang mengarah pada pencapaian tujuan perusahaan. Bagan dari struktur organisasi PT. Wiska dapat dilihat pada Gambar 9 berikut :
Presiden Direktur
Direktur Eksekutif
Manajer Pemasaran
Manajer Ekspor & Impor
Manajer Akuntansi & Keuangan
Kabag Pemasaran
Staf Ekspor & Impor
Staf Akuntansi & Keuangan
Manajer Personalia
Manajer Produksi
Manajer Maintenance
Kepala Bagian Dyeing
Kepala Bagian Finishing
Kepala Shift
Kepala Shift
Ketua Regu
Ketua Regu
Operator
Operator
Gambar 9. Struktur organisasi PT. Wiska
Uraian tugas dari struktur organisasi PT. Wiska adalah sebagai berikut : 1. Presiden Direktur Memimpin
dan
menjalankan
roda
perusahaan
secara
menyeluruh dan mempertanggung jawabkan kelangsungan hidup perusahaan. Mengontrol jalannya aktivitas perusahaan. Melakukan motivasi serta menggerakkan bawahan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Menentukan
kebijakan
teknis
dan
manajemen
dalam
operasional perusahaan. 2. Direktur Eksekutif Bertanggung jawab atas kelangsungan hidup perusahaan. Mengemban tugas dari Presiden Direktur. Menerima laporan dari bawahan. Menggerakkan, memotivasi, dan melakukan usaha peningkatan efisiensi produksi melalui manajemen yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Manajer Pemasaran Bertanggung jawab kepada Direktur Eksekutif terhadap keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dalam produk penjualan. Merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasi, dan mengawasi sistem pemasaran yang digunakan. Melakukan penelitian dan pengontrolan terhadap tingkat penjualan produk perusahaan. 4. Manajer Ekspor dan Impor Bertanggung jawab atas segala pengiriman barang-barang ekspor dan impor kepada Direktur Eksekutif. Mengatur dan mengawasi penjualan dari hasil produksi yang dipasarkan baik dalam negeri maupun luar negeri.
5. Manajer Akuntansi dan Keuangan Membentuk laporan terhadap hasil pemeriksaan keuangan baik jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Bertanggung jawab atas semua laporan keuangan kepada Direktur Eksekutif. Melakukan pemeriksaan kembali terhadap semua laporan keuangan dan menyusun laporan keuangan setiap akhir periode akuntansi. Menyetujui dan menolak serta menjamin fasilitas anggaran yang telah direncanakan. 6. Manajer Personalia Bertanggung jawab langsung kepada Direktur Eksekutif dan membawahi bidang kesejahteraan karyawan dan administrasi kepegawaian, pengembangan serta mengawasi karyawan di perusahaan. Bertanggunjawab atas jalinan kerja sama dalam pengembangan dan administrasi berbagai kebijakan yang mempengaruhi orang-orang yang membentuk organisasi dan menetapkan peraturan dan tata tertib kerja. 7. Manajer Produksi Mempunyai tanggung jawab yang meliputi seluruh aspek yang mencakup perancangan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengontrolan produksi. Melaksanakan agar hasil produksi sesuai dengan mutu yang baik dan waktu yang telah ditetapkan. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan apabila terjadi penyimpangan dalam proses produksi. 8. Kepala Bagian Pencelupan Bertanggung jawab dan membuat laporan kepada Manager Produksi.
Memimpin, mengarahkan dan memotivasi bawahan juga memperbaiki penyimpangan-penyimpangan produksi dalam operasional dan lingkungan bagiannya. Menerima laporan dari Kepala Shift. 9. Kepala Bagian Finishing Membuat
laporan
kegiatan
dan
memberikan
laporan
pertanggugjawaban kepada Manajer Produksi. Memimpin, mengarahkan, dan memotivasi bawahan juga memperbaiki penyimpangan-penyimpangan dalam operasional dan lingkungan bagiannya. Menerima laporan dari kepala Shift. 10. Kepala Shift Bertanggung jawab terhadap operasional mesin dan produksi yang dihasilkan. Memotivasi
dan
mengarahkan
bawahannya
untuk
meningkatkan hasil produksi. Bertanggung jawab kepada Kepala Bagian. 11. Operator Melaksanakan pekerjaan sesuai rencana kerja. Memeriksa dan mengontrol panel program mesin selama proses. Memberikan informasi kepada atasan jika ada kelainan proses. 4.1.3 Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan faktor yang penting bagi kelancaran dan kelangsungan hidup pada suatu perusahaan. Kelancaran dan kelangsungan proses produksi dapat berjalan dengan baik, apabila para karyawan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tinggi dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 13 tahun 2003 tentang Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara PT. Wiska dengan pimpinan Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia PT. Wiska pada periode 31 Desember 2004 – 31 Desember 2005. Pada saat ini PT. Wiska memiliki karyawan sejumlah 591 orang, dengan latar belakang pendidikan terbanyak adalah SLTP sebanyak 296 orang dan yang terendah adalah latar belakang pendidikan SD sebanyak 44 orang. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Karyawan berjenis kelamin wanita paling banyak (355 orang) dibandingkan karyawan lakilaki (236 orang). Tabel 4. Klasifikasi dan jumlah karyawan PT. Wiska berdasarkan tingkat pendidikan No Tingkat Pendidikan 1 Perguruan Tinggi 2 SLTA 3 SLTP 4 SD Jumlah
Jumlah (orang) 60 191 296 44 591
Sumber : Bagian Personalian PT. Wiska (2009) Dalam melaksanakan sistem pengaturan waktu kerja, perusahaan menetapkan jam kerja sesuai dengan izin yang diberikan oleh Departemen Tenaga Kerja sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1951 dengan ketentuan jam kerja untuk pagi atau siang adalah 7 jam sehari atau 46 jam seminggu, sedangkan untuk malam adalah 6 jam sehari atau 35 jam seminggu. Sistem pengaturan waktu kerja di PT. Wiska berdasarkan shift dan non shift (Tabel 5 dan 6). Tabel 5. Jadwal kerja karyawan shift Shift 1 2 3
Jam Kerja 06.00 – 14.00 WIB 14.00 – 22.00 WIB 22.00 – 06.00 WIB
Istirahat 12.00 – 13.00 WIB 18.00 – 19.00 WIB 00.00 – 01.00 WIB
Sumber : Bagian Personalia PT. Wiska (2009) Tabel 6. Jadwal kerja karyawan non shift Hari Senin – Kamis Jum‟at Sabtu
Jam Kerja 08.00 – 16.00 WIB 08.00 – 16.00 WIB 08.00 – 14.00 WIB
Sumber : Bagian Personalia PT. Wiska (2009)
Istirahat 12.00 – 13.00 WIB 12.00 – 13.00 WIB 12.00 – 13.00 WIB
Sebagai bentuk apresiasi perusahaan terhadap para pekerjanya, perusahaan memberikan upah dalam bentuk uang yang jumlahnya disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ditetapkan pemerintah daerah. Pembayaran upah yang diberikan untuk setiap penggolongan dilakukan dengan ketentuan yang berbeda-beda. Pekerja lepas dan pekerja harian dibayar dengan ketentuan upah yang terdiri dari upah pokok, upah lembur, upah makan, upah mingguan, premi mingguan, premi hadir. Pekerja bulanan produksi dan pekerja bulanan kantor atau shift dibayar dengan ketentuan upah minimal yang terdiri dari upah pokok, upah lembur, upah makan, premi bulanan, premi hadir, premi jabatan. Upah yang diberikan kepada para pekerja berbeda besarnya antara satu pekerja dengan pekerja lainnya berdasarkan penggolongan dan komponen upah yang berhak diproses pekerja. Jenis upah terdiri dari upah harian dan upah bulanan. 1. Upah harian dilakukan dua minggu sekali setiap hari Jum‟at dengan perhitungan dari hari Senin dua minggu yang lalu sampai dengan hari Sabtu minggu yang lalu, dihitung berdasarkan jumlah hari kerja yang dilaksanakan pada periode tersebut. 2. Upah bulanan diberikan untuk pekerja bulanan dengan waktu pembayaran
setiap
tanggal
1
bulan
berikutnya.
Ketentuan
perhitungan dari tanggal 26 bulan yang lalu sampai dengan tanggal 25 bulan yang sedang berjalan. Besarnya premi bagi pekerja harian/bulanan diatur oleh perusahaan dan dinaikkan 1 tahun sekali setelah dinilai dan lolos seleksi yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan kriteria. Premi jabatan diberikan kepada pekerja yang mempunyai jabatan dan dinaikkan 1 tahun sekali dengan tidak adanya pemotongan yang dikaitkan dengan kehadiran. Penentuan golongan, sub golongan dan tingkatan gaji didasarkan atas jabatan, pendidikan, pengalaman kerja, dan keahlian yang dibutuhkan dengan penetapan upah minimum kabupaten yang sesuai dengan ketetapan pemerintah.
Perhitungan upah lembur yang telah diatur dengan berpedoman pada Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 72/ Men/ 84 tanggal 31 Maret 1984. Komponen upah sebulan/sehari yang digunakan sebagai dasar perhitungan upah lembur adalah upah yang tidak dipengaruhi oleh prestasi keja, kehadiran, dan hasil kerja serta tidak kurang dari upah minimum kabupaten. Tarif upah per jam adalah 1/40 kali upah sebulan. Perhitungan upah lembur yang berlaku adalah sebagai berikut : o Jam kerja lembur pertama, dibayar 1,5 upah sejam o Jam kerja lembur ke dua, dan seterusnya dibayarkan 2 upah sejam. Bila bekerja lembur pada hari libur minggu dan atau hari raya/resmi : o Sebatas 7 jam kerja pertama atau 5 jam kerja pertama pada hari kerja pendek, dibayarkan 2 x upah sejam. o Jam ke 8 atau jam ke 6 hari kerja pendek dibayarkan 3 x upah sejam. o Jam kerja selebihnya, dibayarkan 4 x upah sejam. 4.2 Input Produksi dan Prasarana 4.2.1 Input Produksi Input produksi terdiri dari bahan baku dan sarana produksi. Bahan baku yang digunakan oleh PT. Wiska terbagi menjadi dua yaitu bahan utama dan bahan pendukung. Bahan baku utama adalah kain poliester, serta bahan pendukungnya adalah zat warna dan zat kimia, dan air. PT. Wiska sangat selektif dalam mendapatkan bahan baku, karena akan menentukan hasil produk barang jadi yang berkualitas. PT. Wiska mendapatkan kain poliester siap celup dari PT. Mitra Sejati, Sedangkan kebutuhan zat warna didapat dari PT. Ciba dan PT. Persada Bintang Cemerlang. Kebutuhan air diproses dengan memanfaatkan tiga buah sumur artesis yang mempunyai kedalaman 150 meter dengan kedalaman pompa 80 meter serta debit air rata-rata 102 m3 per hari per sumur yang dipergunakan untuk kebutuhan produksi sebanyak 244 m3 per hari. Sisanya dipergunakan untuk keperluan non produksi, seperti mencuci peralatan dan komponen mesin produksi.
Air yang didapat dari sumur artesis tidak dapat langsung digunakan untuk proses produksi karena masih mengandung unsurunsur yang dapat menganggu proses produksi misalnya tingkat kesadahan air yang tinggi yang dapat mengganggu proses produksi dan merusak sarana produksi. Oleh karena itu, air yang didapat dari sumur artesis perlu dilakukan pengolahannya terlebih dahulu agar tidak mengganggu jalannya proses produksi. Berikut adalah bagan alir yang menunjukkan proses pengolahan air yang terdapat di PT. Wiska :
Sumur Artesis
Bak Penampungan I Flocculation Tank Sedimentation Tank Bak Penampungan II Sand Filter Tank Bak Penampungan III Softener Tank Bak Penampungan IV
Proses Produksi
Gambar 10. Bagan alir pengolahan air Air dari sumur artesis dipompa dan ditampung terlebih dahulu pada bak penampungan I, lalu dipompa masuk ke dalam Flocculation Tank. Di dalam Foluccation Tank ditambahkan zat pembantu yaitu
PAC yang akan memperbesar partikel-partikel kotoran menjadi flokflok, lalu ditambahkan polimer yang akan menambah berat molekul flok-flok, sehingga akan membuat flok-flok mengendap. Endapan flokflok bersama air kemudian masuk ke dalam bak penampungan II. Dari bak penampungan II air dipompa masuk ke dalam Sand Fiter Tank yang akan menyaring dari kotoran yang masih tersisa. Air dari Sand Filter Tank ini kemudian akan dialirkan ke dalam bak penampungan III. Dari bak penampungan III air kemudian dipompa masuk ke dalam Softener Tank. Di dalam Softener Tank terjadi penurunan tingkat kesadahan air dengan bantuan pasir silica. Pasir silica ini harus diregenerasi dengan cara pemberian garam ke dalam tanki setiap hari sehingga pasir silica dapat menurunkan kesadahan air dengan baik. Setelah diturunkan tingkat kesadahannya, air ditampung pada bak penampungan IV dan siap digunakan untuk proses produksi. Alat dan mesin merupakan sarana yang langsung berhubungan dengan proses produksi, mulai dari bahan baku sampai bahan jadi siap dipasarkan. Sarana produksi di PT. Wiska berupa mesin-mesin yang menunjang kelancaran proses tersebut. Alat dan mesin yang dimiliki PT. Wiska dari proses pencelupan sampai penyempurnaan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data sarana produksi No
Jenis mesin
1 2 3
Jet Dyeing Centrifuge Dryer Scutcher
4
Stenter
5 6 7
Inspecting Solder Mesin jahit
Fungsi Proses pencelupan Proses pengeringan kain Membuka lipatan dan puntiran kain yang telah dikeringkan Proses heat setting dan penyempurnaan (finishing) Memeriksa cacat kain Memotong ujung kain menurut coraknya Menjahit pinggiran handuk
Sumber : Bagian Personalia PT. Wiska (2009)
Jumlah (unit) 3 3 3 4 3 3 90
4.2.2 Prasarana Produksi Prasarana produksi adalah salah satu fasilitas yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi tetapi mempengaruhi kelancaran proses produksi. Penyediaan prasarana produksi yang memadai akan memperlancar kegiatan produksi serta memberikan peluang bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan sehingga akan meningkatkan daya saing perusahaan. Sebagai sarana yang membantu kegiatan guna memperlancar proses produksi di PT. Wiska meliputi lahan dan gedung, transportasi, bengkel, dan sumber energi. 1. Lahan dan gedung PT. Wiska menempati lahan dengan luas 27.453 m2 dan luas bangunan sekitar 17.726 m2. Sisanya merupakan lahan kosong yang digunakan untuk prasarana lainnya. Data penggunaan lahan dan gedung dapat dilihat pada Tabel 8 dan data luas gedung dapat dilihat pada Tabel 9. Tata letak gedung disajikan pada Lampiran 1. Tabel 8. Data penggunaan lahan PT. Wiska No
Jenis penggunaan lahan
Luas m3
%
18.908 4.131 680 325 3.409 27.453
68,87 15,05 2,48 1,18 12,42 100
1.
Lahan Tertutup : Bangunan dan kantor Gedung Jalan Lainnya (laboratorium) 2. Lahan Terbuka Jumlah luas lahan yang dipakai
Sumber : Bagian Personalia PT. Wiska (2009) Tabel 9. Data luas gedung PT. Wiska No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Pos satpam Ruang Show Room (Galeri) Kantor bagian Personalia dan umum Ruang garmen selimut Kantor bagian Accounting dan Marketing Ruang garmen handuk potong Ruang packing handuk Ruang packing vitrange Gudang benang
Luas (m2) 47,25 127,02 180,00 648,00 302,40 385,50 2.400,00 646,16 670,70
Tabel 9 (Lanjutan) 10&11 Ruang garmen vitrage dan gudang ekspor 12 Gudang grey 13 Ruang processing (Dyeing, Finishing, Printing) 14 Ruang afdruk 15 Ruang laboratorium 16 Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) 17 Instalasi air bersih 18 Tangki penampungan solar 19 Ruang generator 20 Bengkel 21 Bangunan mess 22 Ruang printing vitrage Total luas bangunan pabrik
3.827,82 1.540,86 4.794,00 476,00 68,00 196,00 375,38 46,99 61,62 31,50 160,80 740,00 17.726,00
Sumber : Bagian Personalia PT. Wiska (2009) 2. Transportasi Penyediaan transportasi merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh PT. Wiska dalam rangka menunjang kelancaran proses produksi. Perusahaan ini menyediakan transportasi untuk produksi, misalnya pengangkutan bahan baku utama, zat kimia dari bagian produksi kepada bagian lain dengan menggunakan roda pengangkut. Transportasi
keluar
dan
masuk
dari
perusahaan
dengan
menggunakan bus berupa pemasaran produksi dan antar jemput karyawan. Bahan baku dan zat warna produksi diantar langsung oleh PT. Mitra Sejati dan PT. Ciba dan PT. Persada Mitra Cemerlang. 3. Bengkel Fungsi bengkel secara umum adalah sebagai tempat untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan mesin yang terjadi pada waktu proses produksi sedang berlangsung, juga menyediakan alat -alat dan perlengkapan untuk pemeliharaan mesin-mesin produksi dan prasarana lainnya. Bagian bengkel dilengkapi dengan peralatanperalatan sebagai berikut : mesin gurinda duduk, mesin gurinda potong, mesin gurinda tangan, catok, gunting plat, mesin air compressor, mesin las, bor listrik duduk, bor listrik tangan.
4. Sumber Energi Sumber energi yang diperlukan untuk sarana produksi agar dapat melakukan kegiatan produksi yaitu : 1. Sumber Listrik Kebutuhan energi listrik di PT. Wiska didapatkan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kapasitas daya yang diberikan sebesar 110 KVA. Energi listrik digunakan untuk menjalankan mesin-mesin produksi serta peralatan-peralatan yang membutuhkan sumber energi listrik. Perusahaan juga mempunyai genset, yaitu sebuah generator yang berfungsi sebagai cadangan atau pengganti sumber energi listrik apabila sewaktu-waktu ada pemadaman energi listrik dari PLN. Selain itu, genset dijalankan setiap hari dari jam 18.00 – 22.00 WIB untuk Waktu Beban Puncak (WBP), sedangkan untuk siang hari menggunakan Luar Waktu Beban Puncak (LWBP). 2. Boiler Boiler adalah mesin ketel uap untuk memproduksi air ataupun oli menjadi uap dan panas. Uap dan panas tersebut sangat dibutuhkan oleh mesin-mesin pencelupan dan finishing agar berfungsi sebagaimana mestinya. Boiler yang terdapat di PT. Wiska ada dua macam yaitu boiler uap dan boiler oli. Boiler uap berfungsi untuk memanaskan air menjadi uap panas. Sedangkan boiler oli berfungsi untuk memanaskan oli menjadi uap panas. 4.3 Proses Produksi Pembuatan Handuk Proses produksi pembuatan handuk terdiri dari proses pencelupan, proses pengeringan, proses pembukaan kain, proses finishing, proses pemotongan kain, proses pemeriksaan akhir, dan pengepakan. Proses tersebut dibahas pada sub bab berikut. 4.3.1 Proses Pencelupan (Dyeing) Proses pencelupan adalah suatu proses memberikan warna pada permukaan secara merata yang bersifat permanen. Bahan tekstil berupa
kain poliester siap celup. Serat poliester mempunyai sifat hidrofob, dimana dalam proses menggunakan zat warna yang dapat mewarnai serat hidrofob, misalnya zat warna dispersi. Zat warna dispersi termasuk golongan zat warna yang tidak larut dalam air, sehingga dalam pemakaiannya memerlukan zat pengemban atau suhu tinggi agar dapat mewarnai serat. Metode pencelupan yang dilakukan di PT. Wiska ada dua cara yaitu : 1. Cara carrier (dengan zat pengemban) Zat pengemban merupakan zat aktif permukaan yang berfungsi memperbaiki kelarutan zat warna di dalam larutan celup, mengelembungkan serat sehingga memperbesar pori-porinya dan sebagai pengemban zat warna ke bagian dalam serat. Zat-zat tersebut tersebut yaitu Invatex, Uvitex BHT dan Uvitex BHTX. 2. Cara suhu tinggi Pencelupan dengan metode suhu tinggi adalah pencelupan dalam larutan celup yang menggunakan tekanan, sehingga diperoleh suhu tinggi yakni 1200-1300C. Keuntungan hasil dari pencelupan dan menggunakan suhu tinggi yaitu dapat mencelup warna tua tanpa pengemban, mengurangi waktu pencelupan dan biaya pencelupan. Pencelupan pada suhu tinggi tidak akan mengurangi kekuatan serat selama suasana larutan netral/agak asam, tetapi kerusakan mungkin terjadi jika terdapat sisi alkali sewaktu proses pemasakan. Zat-zat warna yang digunakan tersebut memiliki fungsi sebagai berikut : a. Zat warna dispersi, sebagai zat yang memberikan kenampakan waktu tertentu pada kain. b. Casalev SD-1, sebagai zat pendispersi zat warna, juga sebagai zat perata (leveling agent) masuknya molekul zat warna ke dalam serat. c. Asam asetat (CH3COOH), sebagai zat yang membuat derajat atau keasaman pH larutan menjadi lebih rendah, memberikan suasana asam pada larutan.
Proses pencelupan memerlukan waktu tiga jam yang dilakukan pada mesin dyeing. Standar pengoperasian pencelupan sebagai berikut : 1. Mesin dinyalakan dengan menekan tombol “power” pada kotak panel. Kain yang akan diproses disiapkan di depan pintu mesin beserta zat warna dan zat pembantu. Kemudian mesin diisi air bersih sesuai dengan jumlah air yang tertera pada kartu resep pencelupan. Suhu awal air yang dipakai adalah 400C. 2. Pintu mesin dibuka dan ujung kain dimasukkan ke lubang nozzle di dalam mesin Jet Dyeing dan kain masuk. Ujung kain yang belum masuk diikat dengan ujung yang pertama yang masuk. Kedua ujung kain dipastikan harus terikat kuat. 3. Setelah kain masuk seluruhnya, pintu mesin ditutup rapat. Zat pembantu dimasukkan ke dalam mesin melalui service tank yang telah terisi air bersih. Dari service tank ini larutan zat pembantu akan masuk ke dalam mesin, lima menit kemudian zat warna dimasukkan ke dalam mesin juga melalui service tank. 4. Operator lalu menekan tombol program yang terdapat pada kotak panel kontrol yang sesuai dengan suhu dan waktu proses pencelupan. 5. Selanjutnya mesin akan menjalankan proses pencelupan secara otomatis. Ketika proses pencelupan selesai, alarm pada mesin akan berbunyi. 6. Setelah proses pencelupan selesai, sisa larutan pencelupan akan dibuang melalui pipa pembuangan. Proses pencelupan kain dengan warna tua dilakukan dengan proses lanjutan yaitu proses pencucian reduksi. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa zat warna yang tidak terserap masuk dan berikatan dengan serat kain.
Setelah proses pencelupan selesai
kemudian ujung kain hasil proses pencelupan dipotong sedikit untuk sampel. Warna pada sampel tersebut akan dibandingkan dengan warna contoh kain yang diinginkan oleh pembeli. Apabila warna kain hasil proses pencelupan tidak sesuai dengan keinginan pembeli, maka hasil
proses pencelupan akan diproses kembali pada mesin Jet Dyeing sampai dilihat warna yang sesuai atau mendekati dengan warna yang diinginkan pembeli. Proses perbaikan kenampakan warna juga dilakukan pada mesin Jet Dyeing. Perbaikan warna yang dilakukan di PT. Wiska, ada tiga jenis yaitu : 1. Leveling. Proses ini dilakukan apabila warna kain hasil pencelupan tidak rata. Prosesnya adalah mengerjakan kain yang memiliki penampakan warnanya tidak rata ke dalam larutan yang mengandung zat perata (leveling agent). Zat perata yang dipakai adalah Casalev SD-1. 2. Topping. Proses pencelupan ulang karena zat warna dan zat pembantu yang dipakai lebih sedikit. Proses ini dilakukan apabila warna kain hasil pencelupan pertama lebih muda dari yang diinginkan. 3. Stripping.
Dilakukan
apabila
warna
yang
dihasilkan
dari
pencelupan pertama lebih tua dari warna kain yang diinginkan. Proses ini memanfaatkan sifat zat pereduksi untuk melunturkan dan menurunkan ketuaan warna. Zat yang dipakai adalah reduktor kuat seperti Natrium Hidrosulfit (Na2HS2O4). 4.3.2 Proses Pengeringan Proses
pengeringan
bertujuan
untuk
mengeringkan
atau
mengurangi kadar air pada bahan. Proses pengeringan dilakukan pada mesin pengering (centrifuge) selama kurang lebih 10 menit. Kadar air yang terdapat pada bahan akan berkurang sebanyak 85-90%. Setelah selesai kain dimasukkan ke dalam rak roda dan selanjutnya dilakukan proses pembukaan kain. 4.3.3 Proses Pembukaan Kain Kain yang keluar dari mesin pengering bentuknya menjadi gulungan sepanjang kain yang tidak beraturan. Oleh karena itu, gulungan tersebut diubah menjadi lembaran yang tersusun rapi agar
proses selanjutnya lebih mudah. Proses ini dinamakan proses pembukaan kain yang dilakukan pada mesin scutcher. Mesin yang digunakan untuk membuka kain adalah mesin scutcher dengan cara kerjanya adalah sebagai berikut : 1. Memasukkan kain louper pada mesin scutcher 2. Menyambungkan kain louper tersebut dengan kain yang akan dibuka dengan cara dijahit atau diikat. 3. Kain tersebut kemudian dipuntir, sehingga kain akan terbuka ke arah lebar dan melalui plaitor yang akan diatur penempatan kain pada roda supaya terjadi lipatan kain yang tersusun rapi. 4.3.4 Proses Penyempurnaan (Finishing) Proses penyempurnaan merupakan proses bahan disempurnakan pada mesin-mesin finishing untuk mendapatkan produk jadi yang siap untuk diproses di bagian garmen. Dalam penyempurnaan bahan dilakukan pemeriksaan (inspecting) pada bahan yang akan dibentuk, dengan tujuan untuk memastikan kualitas bahan/kain handuk sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Pada proses penyempurnaan dilakukan juga pengecekan terhadap lebar kain, pinggiran, dan warna. Proses selanjutnya yang akan dilakukan adalah penyempurnaan mekanik, yang terdiri dari : 1. Pengerukan Proses pengerukan bertujuan membuat permukaan kain menjadi berbulu
sehingga
memberikan
rasa
hangat
bila
dipakai.
Penyempurnaan dikerjakan pada mesin garuk dimana kain ditusuktusuk dengan jarum lurus dan serat-seratnya dikait keluar oleh jarum bengkok membentuk bulu-bulu pada permukaan kain. 2. Pencukuran Bulu Proses pencukuran bertujuan untuk membuat tinggi bulu rata pada permukaan kain. Prinsip kerjanya yaitu kain dilewatkan pada rol-rol pengatur tegangan kain yang diikuti dengan rol logam pemanas yang dapat diatur suhunya (1500-1900C), sehingga bulu kain berdiri secara permanen. Pencukuran bulu dilakukan diantara meja penahan dan
gunting pencukur yang terdiri dari pisau berputar dan pisau bawah. Ketinggian bulu dapat diatur pada mesin berdasarkan jarak antara meja dan gunting pencukur. 3. Penyikatan Tujuan penyikatan adalah untuk merapikan bulu-bulu sehingga dapat diperoleh bulu-bulu yang lebih halus dan bersih dari potonganpotongan serat yang terlepas dari bahan saat proses pengarukan dan pencukuran. 4.3.5 Proses Pemotongan Kain Setelah melalui proses penyempurnaan, di bagian garmen akan dilakukan proses pemotongan kain sesuai spesifikasi yang ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan dengan proses penjahitan/pengobrasan pada kain yang telah sesuai dengan ukuran yang ditentukan. 4.3.6 Proses Pemeriksaan Akhir Tujuan dari pemeriksaan akhir adalah untuk memeriksa cacat kain pada processing dan memastikan produk sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan. Pemeriksaan dilakukan secara visual. Kain dengan cacat besar seperti bolong dalam ukuran besar akan ditandai dengan benang hijau pada bagian kain yang terdapat cacat. Benang coklat digunakan untuk menandai bagian kain dengan cacat kecil seperti benang keluar dari dalam kain. Sedangkan benang merah digunakan untuk menandai bagian kain dengan cacat sedang seperti bolong kecil. Berdasarkan bobot dan banyaknya cacat yang terdapat pada kain, maka ditentukan klasifikasi mutu kain hasil produksi sebagai berikut : 1. Grade A, yaitu kain dengan mutu sangat baik. Kain yang mempunyai kualitas baik dan tidak ada cacat sama sekali. 2. Grade B, yaitu cacat yang terdapat pada kain tetapi masih bisa dijual dikarenakan cacatnya sedikit seperti berlubang kecil. 3. Grade C, kain dengan mutu kurang baik. Kain grade C adalah kain dengan bobot cacat terbanyak, seperti berlubang besar dan sobek. Biasanya kain jenis ini dijual kiloan.
4.3.7 Pengepakan Setelah melalui proses pemeriksaan, kain hasil produksi kemudian dilakukan pengepakan. Dalam proses pengepakan dilakukan beberapa tahap, yaitu : 1. Pemeriksaan kain yang dikirim oleh bagian inspecting sesuai dengan data inspecting. 2. Pemberian cap dan label yang berisi data panjang kain, jenis kain dan grade kain. 3. Pembungkusan kain dengan plastik transparan guna melindungi kain dari serangan mikroba dan agar dapat melihat kondisi kain secara langsung. Kain yang telah diproses di bagian pengemasan kemudian dikirim ke bagian gudang jadi yang terdiri dari gudang lokal dan ekspor untuk dikemas sesuai dengan permintaan konsumen. Pengiriman barang dapat dilakukan dengan menggunakan jasa angkutan berupa kontainer untuk pemasaran ke luar negeri dan truk untuk pemesanan dalam negeri. Aliran proses produksi dapat diperjelas dengan Gambar 11.
No
Uraian Proses Produksi
1
Gudang grey
2
Ke operasi 1
3
Proses Pencelupan
4
Ke operasi 2
5
Proses pengeringan
6
Ke operasi 3
7
Proses Perapihan
8
Ke operasi 4
9
Proses finishing
10
Pemeriksaan
11
Ke ruang garmen
12
Proses pemotongan
13
Ke operasi 6
14
Proses penjahitan
15
Ke operasi 7
16
Proses pemeriksaan
17
Ke operasi 8
18
Proses pengepakan
19
Ke gudang
Total
Lambang
Jarak (meter)
Alat bantu
Mesin atau ruangan Gudang umum
73
Gerobak dorong Mesin-mesin celup
1
Gerobak dorong centrifuge
12
Gerobak dorong Scutcher
14,5
Gerobak dorong Stenter Gerobak dorong
15
Inspecting Solder
5
Gerobak dorong mesin jahit
2
Tangan -
3
Gerobak dorong -
50
Gerobak dorong
175,5
Gambar 11. Aliran proses produksi handuk
Keterangan Lambang : = Operasi (suatu tugas atau kegiatan kerja) = Pengangkutan (pemindahan bahan dari satu tempat ke tempat lain) = Inspeksi (pemeriksaan kuantitas atau kualitas produk) = Penundaan atau delay (penundaan dalam urutan operasi operasi) = Penyimpanan atau storage (persediaan atau penyimpanan bahan-bahan menunggu operasi selanjutnya) = Proses Gabungan
4.4 Sistem Perencanaan Produksi Agregat pada PT. Wiska Selama ini perencanaan produksi di PT. Wiska dibuat berdasarkan jumlah pesanan dari pelanggannya (purchase order) dengan pengiriman produk setiap minggu. Pesanan pelanggan terjadi empat kali dalam sebulan atau terjadi setiap minggunya. Rencana produksi dilakukan apabila diperlukan atau ketika mendapatkan permintaan dari pelanggan. Perencanaan produksi tersebut berpeluang tidak optimalnya sumber daya yang ada karena bersifat jangka pendek. Jika melihat siklus permintaan PT. Wiska yang berfluktuatif, maka perusahaan seharusnya melakukan perencanaan produksi secara agregat agar sumber daya dapat dialokasikan secara optimal. Perencanaan produksi masih dilakukan oleh bagian pemasaran saja dan belum melibatkan oleh bagian produksi. Pelanggan memberikan Purchase Order (PO) kepada bagian pemasaran, kemudian pada saat itu juga perusahaan melakukan proses produksi untuk memenuhi pesanan tersebut. Selanjutnya bagian
pemasaran
akan
mengeluarkan
Surat
Perintah
(SP)
untuk
memproduksi produk kepada departemen produksi dan semua departemen di PT. Wiska. Diagram alir proses perencanaan produksi PT. Wiska dijelaskan pada Gambar 12 sebagai berikut : Permintaan pelanggan
Purchase order
Perencanaan produksi
Proses produksi
Gambar 12. Diagram alir proses perencanaan produksi PT. Wiska Pelanggan PT. Wiska sampai saat ini adalah pelanggan tetap yaitu PT. Biotex, PT. Goodie Goods, PT. Hayashi, PT. Hartdean. Oleh karena itu, perencanaan produksi yang dilakukan PT. Wiska seharusnya tidak hanya melihat pada pesanan tetapi juga harus mempertimbangkan kemampuan sumber daya dari perusahaan dan menghitung peramalan ke depan agar perusahaan dapat memenuhi pesanan tersebut. Namun demikian, secara umum peramalan tidak pernah sempurna, permintaan aktual kadang berbeda dengan permintaan yang diramalkan. Oleh karena itu, perusahaan dapat juga
mengajukan kontrak jangka panjang kepada pelanggan tetap agar dapat mengurangi ketidakpastian atau fluktuasi permintaan yang tidak menentu. 4.5 Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Menyusun Perencanaan Produksi Agregat di PT. Wiska Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan produksi agregat berpengaruh signifikan terhadap proses produksi dan jumlah biaya proses produksinya. Faktor-faktor tersebut berbeda-beda setiap perusahaan sesuai dengan kondisi yang ada di perusahaan. Faktor tersebut akan menjadi sebuah parameter dalam menyusun perencanaan agregat. Setelah melalui observasi dan analisis ditemukan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyusunan perencanaan produksi agregat. Parameter yang berpengaruh terhadap penyusunan perencanaan produksi di PT. Wiska yaitu : 1. Jumlah Permintaan dari Pelanggan Jumlah
permintaan
dari
pelanggan
merupakan
input
dalam
perencanaan produksi. PT. Wiska mempunyai beberapa pelanggan tetap yang biasanya melakukan pemesanan melalui surat PO. Walaupun perusahaan memproduksi berdasarkan pesanan (make to order), perusahaan dapat meramalkan jumlah permintaan masa yang akan datang karena mempunyai pelanggan yang tetap. Jumlah permintaan pelanggan juga sangat penting untuk mengetahui siklus permintaan saat rendah ataupun tinggi sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia dalam perencanaan produksi. Jumlah permintaan dari pelanggan sangat berpengaruh terhadap biaya total perusahaan. Apabila jumlah permintaan yang diketahui, maka dapat melakukan perencanaan dalam proses produksi masa yang akan datang, yaitu merencanakan kebutuhan bahan baku, tenaga kerja, modal dan sebagainya. 2. Kapasitas gudang produk jadi Perusahaan memiliki gudang penyimpanan produk jadi dengan kapasitas maksimal 96.000 unit. Pengiriman handuk ekspor dilakukan
secara bertahap sesuai dengan pesanan atau waktu yang ditetapkan masing-masing pelanggan. 3. Tingkat persediaan produk jadi Tingkat persediaan produk jadi berdasarkan pada penyimpanan sementara produk jadi sebelum dikirim ke pelanggan. Tingkat persediaan ditentukan oleh kebijakan perusahaan sebesar 10 persen dari jumlah PO yang diterima. Barang persediaan jadi hanya dijual di lokal setelah pihak pelanggan tidak melakukan protes atas penggantian produk paling lambat seminggu setelah produk diterima. 4. Waktu kerja yang tersedia Dalam membuat rencana produksi, waktu yang tersedia baik waktu lembur maupun waktu reguler harus diperhatikan setiap bulan. Hal ini akan berguna bagi administrator dalam menentukan jumlah handuk yang akan diproduksi dengan pemakaian waktu reguler. Jika dengan waktu reguler yang tersedia, produk belum dapat dipenuhi, maka PT. Wiska melakukan kerja lembur sesuai dengan kapasitas waktu lembur yang tersedia. Waktu idle terjadi pada saat permintaan sedikit atau kondisi pasar sepi. Waktu idle dapat dilakukan untuk perbaikan pabrik, mesin, dan peralatan produksi. 5. Kecepatan Produksi Kecepatan produksi mencakup semua sistem dalam menghasilkan barang baik mesin maupun tenaga kerja. Kapasitas mesin dan tenaga kerja yang tersedia harus dapat memenuhi rencana produksi yang sudah dibuat. Jika mesin dalam keadaan baik maka proses produksi berjalan lancar sesuai dengan rencana produksi, demikian juga dengan bila sumber daya manusia tidak bekerja optimal maka sistem produksi akan
terganggu.
Kecepatan
produksi
yang
tersedia
untuk
memproduksi produk adalah 0,00123 jam/unit yang mencakup semua sistem produksi.
4.6 Identifikasi Pola Data Permintaan Handuk Ekspor Sebelum menentukan metode peramalan yang akan dipakai dalam sebuah proses peramalan, diperlukan pengetahuan tentang pola atau sifat pergerakan dari deret data yang akan diramal. Hal ini penting dilakukan karena beberapa metode peramalan memiliki asumsi yang berbeda tentang pola pergerakan deret data. Plot data permintaan handuk ekspor dapat dilihat pada Gambar 13 berikut.
Time Series Plot of data 150000
data
140000
130000
120000
110000
100000 1
6
12
18
24
30 36 Index
42
48
54
60
Gambar 13. Grafik data penjualan PT. Wiska Plot data penjualan menunjukkan bahwa permintaan pelanggan bersifat acak, dapat dilihat dari data sepanjang tahun 2004 sampai Maret 2009 yang cenderung naik dan turun yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Permintaan paling rendah terjadi pada bulan Februari 2005 dengan jumlah 104.600 unit dan permintaan paling tertinggi terjadi pada bulan Mei 2008 dengan jumlah 152.400 unit. Permintaan tingkat yang tinggi pada periode Mei 2008 disebabkan adanya permintaan yang tinggi dari pelanggan di Jepang. Penurunan Permintaan pada bulan Desember 2008 sampai Maret 2009 disebabkan adanya imbas krisis global yang menurunkan produksi secara menyeluruh terhadap seluruh pelanggan. Peramalan satu tahun ke depan
dipilih
berdasarkan
tingkat
kesalahan
yang
terendah.
Metode peramalan yang dipakai adalah ARIMA, MA, ES, trend rojection. Masing-masing akan dibahas sebagai berikut. 4.7 Penerapan Metode Peramalan 4.7.1 Metode ARIMA Permintaan
terhadap
produk
handuk
PT.
Wiska
cukup
berfluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari pola data historis pada Gambar 13. Peramalan permintaan pada kajian ini menggunakan ARIMA untuk mengidentifikasi pola data dan analisis peramalan. Penggunaan ARIMA karena melihat dari jenis data yang bersifat kuantitatif dan model deret waktu data satu ragam. Model deret waktu satu ragam fokus pada observasi terhadap urutan pola data secara kronologis suatu peubah tertentu. Pendekatan ARIMA yang digunakan beserta metodologi yang dingunakan untuk mengekstrapolasi pola-pola deret berkala untuk masa yang akan datang lebih didasarkan pada teori statistik yang telah dikembangkan dengan baik. Peramalan penjualan dilakukan dengan menggunakan
data
historis
penjualan
bulan-bulan
sebelumnya
(Lampiran 2). Langkah-langkah dalam menganalisis data dan berkalnya sebagai berikut : 1. Identifikasi deret data Pada tahap ini, dilakukan pengujian kestasioneran data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah data bersifat stasioner atau tidak. Stasioner berarti bahwa data secara kasar harus horizontal terhadap sumbu waktu. Fluktuasi data harus berada di sekitar suatu nilai rata-rata yang konstan, tidak tergantung dari waktu dan varians dari fluktuasi tersebut. Uji stasioner dilakukan dengan membuat plot deret waktu, plot autokorelasi (ACF plot), dan plot autokorelasi parsial (PACF plot). Hal ini untuk melihat pola data yang ada (melihat adanya faktor trend dan musiman). Analisis ini akan menghasilkan pendugaan awal pola data yang ada. Dari hasil plot data asli terlihat adanya faktor trend dan memiliki keragaman yang cukup tinggi dan belum stasioner.
Setelah dilakukan pengujian stasioner data, ternyata deret data belum bersifat stasioner. Ketidastasioneran itu dapat dilihat pada plot datanya dalam bentuk grafik. Selain itu ketidakstasioneran data juga dapat dilihat pada ACF plot dan PACF plot. Pada plot ACF dan PACF, data dikatakan stasioner apabila koefisien autokorelasi berada di dalam batas daerah nilai tengah. Karena deret data tidak bersifat stasioner, maka perlu dilakukan penghilangan ketidakstasioneran dengan cara melakukan pembedaan (differencing). Untuk mendapatkan data yang stasioner maka dilakukan proses pembedaan terhadap data asli. Plot data pembedaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Pembedaan dari data asli menunjukkan adanya nilai koefisien ACF dan PACF yang mendekati nol pada time lag ke 4, 8, 9 dan 13 yang dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5 serta keragaman dan nilai tengah yang menunjukan ke arah yang konstan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan deret data sudah mencapai kondisi stasioner. Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi adanya faktor musiman. Sifat musiman akan terlihat apabila terdapat koefisien autokorelasi pada dua atau tiga time lag yang sama. Plot autokorelasi dari data setelah pembedaan pertama tidak menunjukan adanya koefisien yang berbeda nyata dari nol berulang pada periode yang sama. Ini berarti bahwa deret data tidak memiliki faktor musiman. 2. Pendugaan parameter model Parameter model diduga dengan melihat berapa banyak nilai koefisien ACF dan PACF yang secara signifikan berbeda nyata dengan nol. Berdasarkan plot ACF dan PACF data yang sudah dibedakan dapat diperkirakan parameter bagi model AR (Auto Regressive) dan MA (Moving Average). Parameter AR adalah p dan parameter MA adalah q. Parameter AR dilihat dari plot PACF dan MA dilihat dari plot ACF setelah data stasioner atau setelah mengalami pembedaan. Nilai parameter p dan q dapat diduga dari nilai koefisien apabila terdapat p nilai PACF yang sangat berbeda
nyata dengan nol maka proses akan membentuk AR (p), dan jika terdapat q nilai ACF yang sangat berbeda nyata dengan nol maka proses tersebut akan membentuk MA (q). Koefisien plot PACF setelah pembedaan berbeda nyata dengan nol pada lag 1 dan 4 dan koefisien plot ACF berbeda nyata pada lag 1. Melalui plot tersebut didapatkan bahwa dugaan parameter reguler bagi AR (p) adalah 1 dan 4, dan parameter untuk MA (q) adalah 1. Karena data stasioner pada pembedaan pertama (d=1) maka model AR menjadi ARI (p,d) dan model MA menjadi IMA (d,q). Dengan demikian model untuk sementara ada 3 ordo, yaitu ARI (1,1), ARI (4,1), IMA (1,1). 3. Pemeriksaan diagnostik Dari model-model yang memenuhi syarat tersebut, diambil model yang menghasilkan nilai kesalahan terkecil. Pemilihan model dilakukan dengan melihat nilai MSE terkecil dan nilai SSE terkecil dari nilai sisa. Setelah dilakukan pengujian terhadap ketiga model yang memenuhi syarat tersebut maka dihasilkan model yang memiliki nilai MSE dan SSE terkecil.
Model yang memenuhi
syarat tersebut adalah ARI (4,1) dari kombinasi ketiga model tersebut. Selanjutnya dilakukan pengujian model ARIMA dengan memperhatikan bahwa nilai P lebih kecil dari 5% dan P value lebih besar dari 5%. Dimasukan kombinasi nilai-nilai p dan q dengan coba-coba sedangkan nilai d telah diketahui 1 karena kestasioneran yang diperoleh pada pembedaan ordo pertama. Setelah dilakukan uji, model ARI (4,1) dari pembedaan pertama menghasilkan SSE dan MSE terkecil secara berturut-turut yaitu 10.313.411.797 dan 180.937.049 dari berbagai kombinasi p dan q dengan P lebih kecil dari 5% dan P value lebih besar dari 5%. Untuk keterangan lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 6. Dengan demikian didapatkan model yang paling sesuai dan memenuhi uji adalah ARIMA (4,1,0). 4.7.2 Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average) Metode rata-rata bergerak hanya menggunakan beberapa data terakhir untuk dicari nilai tengahnya sebagai ramalan periode
berikutnya. Banyaknya data yang digunakan disebut ordo. Penentuan ordo yang sesuai dan memberikan nilai kesalahan peramalan terkecil dilakukan dengan cara coba-coba. Metode rata-rata bergerak dapat menentukan beberapa jumlah data yang akan diikutkan dalam menghitung nilai tengah sejak awal. Jika terdapat data aktual terbaru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan data terdahulu dan memasukkan data terbaru. Kelemahan metode ini adalah hanya mampu menghasilkan ramalan untuk satu periode ke depan dan cocok untuk deret data yang tidak memiliki unsur trend atau data yang stasioner. Hasil penerapan dengan menggunakan metode rata-rata bergerak dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Nilai MSE metode rata-rata bergerak dengan berbagai nilai ordo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ordo 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MSE 318.683.745 229.043.807 238.443.826 230.020.938 207.467.170 213.383.002 214.664.506 222.850.450 226.605.072
Dari tabel 10 dapat dilihat bahwa nilai MSE terkecil terkecil diperoleh dengan menggunakan ordo 5. Dengan menggunakan ordo 5 penerapan metode ini menghasilkan nilai MSE sebesar 207.467.170. Proses metode rata-rata bergerak dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.7.3 Metode Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Penerapan metode pemulusan eksponensial memerlukan nilai parameter α yang sesuai agar menghasilkan ramalan yang optimal dengan nilai kesalahan terkecil. Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data, karena tidak perlu lagi menyimpan semua data historisnya. Penerapan metode ini cukup sederhana dan hanya perlu menngunakan nilai α. Pengamatan dan ramalan terakhir menghasilkan ramalan berikutnya. Dengan melakukan uji coba dengan menggunakan
berbagai nilai pemulusan (α), diperoleh berbagai nilai MSE yang disajikan dalam Tabel 11 berikut. Tabel 11. Nilai MSE metode pemulusan eksponensial dengan berbagai nilai pemulusan (α) α 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
MSE 191.157.959 192.566.890 197.178.890 204.387.949 214.078.806 226.290.778 241.387.411 260.104.133 283.613.521
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa peningkatan nilai pemulusan (α) dari α=0,1 sampai dengan α=0,9 diikuti nilai MSE bergerak naik. Hasil dari penerapan metode ini dengan nilai α=0,1 menghasilkan nilai MSE terkecil sebesar 191.157.959. Proses metode pemulusan eksponensial dapat dilihat pada
Lampiran 8.
4.7.4 Metode Proyeksi Trend (Trend Projection) Metode trend digunakan untuk mengetahui tren permintaan terhadap
deret
waktu.
Metode
trend
juga
digunakan
untuk
menggambarkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis regresi.
Persamaan model trend
permintaan handuk ekspor terhadap waktu adalah (Yt = 130.330 – 68.8129*t). Model trend menghasilkan nilai dengan nilai MSE yang
terkecil yaitu sebesar 182.494.692. Proses metode proyeksi trend dapat dilihat pada Lampiran 9. 4.8 Pemilihan Metode Peramalan Pemilihan metode peramalan kuantitatif dilakukan setelah menerapkan berbagai metode tersebut untuk meramal produksi handuk ekspor di PT. Wiska. Berdasarkan identifikasi unsur-unsur yang terdapat dalam data, maka dapat itentukan metode peramalan terbaik. Pemilihan metode terbaik
didasarkan atas nilai MSE yang dihasilkan untuk tiap-tiap metode peramalan. Nilai MSE terkecil menunjukkan tingkat keakuratan peramalan yang tinggi. Dalam data deret waktu handuk ekspor PT. Wiska tidak terdapat unsur musiman dan unsur trend, sehingga beberapa metode peramalan model deret waktu sesuai dengan pola data yang diterapkan karena identifikasi dilakukan berdasarkan pengamatan visual terhadap plot data. Nilai MSE yang dihasilkan dari beberapa metode peramalan dengan deret waktu ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai MSE hasil penerapan metode peramalan terhadap Permintaan handuk ekspor PT. Wiska No 1 2 3 4
Metode Peramalan ARIMA (4,1,0) Proyeksi Trend Pemulusan Eksponensial Rata-rata Bergerak
MSE 180.937.049 182.494.692 191.157.959
207.467.170
Urutan metode terbaik 1 2 3 4
Berdasarkan penerapan beberapa model yang disajikan pada Tabel 12, maka metode yang dianggap cocok untuk meramalkan jumlah permintaan handuk ekspor adalah metode ARIMA. Hal ini didasari bahwa metode ARIMA memberikan hasil peramalan dengan tingkat kesalahan terkecil sebagai ukuran keakuratan model. Penerapan metode ARIMA terbaik adalah ARIMA (4,1,0) dengan nilai MSE sebesar 180.937.049. Metode ARIMA dalam banyak kasus memang mampu memberikan keakuratan ramalan yang baik, akan tetapi memerlukan keterampilan dan pengetahuan akan model tersebut serta program komputer. 4.9 Peramalan Model Terpilih Setelah didapatkan model yang sesuai maka dilakukan proses peramalan permintaan. Pengolahan peramalan permintaan ini menggunakan perangkat lunak minitab versi 14. Model ARIMA yang terpilih digunakan untuk melakukan peramalan jumlah permintaan pada PT. Wiska. Hasil peramalan permintaan produk handuk untuk 12 periode ke depan dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.
Tabel 13. Peramalan jumlah permintaan produk selama periode perencanaan agregat Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Jumlah peramalan permintaan (unit) 130.929 127.541 126.460 118.633 116.454 123.043 123.281 124.641 120.199 119.145 120.342 121.140
April 2009 Mei 2009 Juni 2009 Juli 2009 Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 November 2009 Desember 2009 Januari 2010 Februari 2010 Maret 2010
Hasil peramalan dengan menggunakan metode ARIMA dapat dilihat pada Tabel 13, dimana jumlah permintaan menurun dari bulan April 2009 sampai Agustus 2009 dan Desember 2009, sedangkan naik pada bulan September sampai November 2009 dan Januari 2010 sampai Maret 2010. Adanya permintaan yang cenderung naik disebabkan oleh fluktuasi permintaan tahun 2004 sampai Maret 2009 yang cenderung naik. Sepanjang Desember 2008 sampai Maret 2009 terjadi penurunan permintaan yang disebabkan oleh imbas krisis global yang menurunkan jumlah permintaan dari pelanggan. Hasil peramalan menunjukkan bahwa permintaan paling tinggi akan terjadi pada bulan April 2009 dengan jumlah 130.929 unit dan permintaan paling rendah terjadi pada bulan Agustus 2009 dengan jumlah permintaan 116.454 unit. Peramalan permintaan naik dan turun mengikuti hasil data tahun 2004 sampai Maret 2009 yang naik dan turun. 4.10 Perencanaan Produksi Agregat PT. Wiska telah mendapatkan standar pemasok dari Wal Mart Stories pada tahun 2003. Namun, dalam proses produksi PT. Wiska mengalami banyak
permasalahan
sehingga
mengakibatkan
kurang
optimalnya
penggunaan sumber daya yang tersedia. Permasalahan perusahaan diantaranya fluktuasi permintaan pelanggan, waktu kerja yang kurang optimal, dan penggunaan sumber daya yang tidak optimal. Oleh karena itu,
pertimbangan perencanaan agregat sangat diperlukan terutama dalam hal penjadwalan dan pengoptimalan sumber daya. Hal ini sesuai dengan tujuan perencanaan agregat yaitu menggunakan sumber daya manusia dan peralatan secara produktif. Perencanaan produksi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan total seluruh produk dengan menggunakan seluruh sumber daya manusia dan peralatan yang ada pada fasilitas produksi tersebut. Salah satu model yang digunakan untuk perencanaan agregat adalah pemrograman linier. Pemrograman linier dapat digunakan sebagai alat perencanaan agregat yang digunakan untuk memenuhi produksi optimal setelah dilakukannya peramalan. 4.10.1 Perumusan Model Pemrograman Linier a. Fungsi Tujuan Tujuan dari model perencanaan produksi agregat yang dibuat adalah meminimumkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada pemenuhan jumlah permintaan. Pada tujuan ini diperbolehkan adanya jumlah produksi di atas jumlah peramalan, akan tetapi tidak diperkenankan jumlah produksi di bawah jumlah permintaan. Fungsi tujuan dalam perencanaan produksi dirumuskan dalam persamaan linear berikut : Min Z = Keterangan : Z
= Total biaya
t
= Periode waktu (bulan)
Pt
= Jumlah produk yang diproduksi pada periode t (unit)
Rt
= Jumlah pemakaian jam kerja reguler pada periode t (jam)
SSt
= Jumlah persediaan produk jadi pada periode t (unit)
Lt
= Jumlah pemakaian jam kerja lembur pada periode t (jam)
Perhitungan koefisien fungsi tujuan pada model pemrograman linear di atas adalah sebagai berikut 1. Biaya produksi Biaya produksi dihitung dengan cara mengurangi harga jual handuk ekspor per unit dengan besarnya keuntungan per unit yang akan diperoleh PT. Wiska, upah reguler per unit, dan biaya penyimpanan per unit. Harga jual handuk kepada pelanggan per unit adalah Rp 23.000 dan persentase keuntungan yang diperoleh perusahaan 15% dari harga jual tersebut atau sebesar Rp 3.450 per unit. Dengan demikian besar biaya produksi (di luar upah tenaga kerja dan biaya penyimpanan) adalah Rp 16.539 per unit. = Harga jual/unit – Keuntungan/unit – Upah reguler/unit – Biaya penyimpanan/unit = Rp 23.000 – Rp 3.450 – Rp 2.620 – Rp Rp 391 = Rp 16.539 2. Biaya jam kerja reguler Gaji pokok tenaga kerja per orang per bulan adalah Rp 955.000. Dengan jumlah jam kerja reguler 160 jam maka besarnya upah reguler tenaga kerja per jam adalah Rp 5.969. 3. Biaya persediaan produk jadi Biaya persediaan merupakan biaya diluar biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai akibat penyimpanan produk dalam gudang sebagai persediaan tetap. Untuk kasus perencanaan produksi agregat ini, biaya penyimpanan dihitung berdasarkan perhitungan dari pihak perusahaan sebesar Rp 391. Biaya tersebut dihitung 2% dari biaya produksi. 4. Biaya lembur Biaya lembur untuk setiap jam telah ditetapkan pihak perusahaan dengan serikat pekerja sebesar Rp11.502 setiap jam.
b. Sistem Kendala 1. Jumlah Produksi Jumlah produksi handuk sama dengan jumlah permintaan pelanggan yang diperoleh dari hasil peramalan permintaan periode t ditambah jumlah persediaan periode t dikurangi jumlah persediaan periode sebelumnya (t-1). Dengan demikian jumlah produksi dirumuskan sebagai berikut. Pt = Ft + SSt - SSt-1 Pt + SSt-1- SSt = Ft Keterangan : Ft = Jumlah peramalan penjualan periode t (unit) 2. Kapasitas jam kerja reguler Kapasitas jam kerja reguler yang tersedia berbeda-beda setiap bulannya tergantung pada jumlah hari libur nasional. Sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut : Rt + It = Ct Keterangan : Ct = Kapasitas jam kerja reguler yang tersedia periode t (jam) It = Waktu idle periode t (jam) 3. Kapasitas gudang produk jadi PT. Wiska memiliki gudang penyimpanan produk jadi dengan kapasitas 96.000 unit per bulan. Periode yang digunakan adalah bulanan maka persamaan kendala dengan menggunakan kapasitas gudang yang tersedia adalah sebagai berikut. SSt ≤ Gt SSt ≤ 96.000 Keterangan : Gt = Kapasitas gudang produk jadi (unit) 4. Tingkat persediaan Tingkat persediaan produk jadi didasarkan atas adanya penyimpanan sementara produk jadi sebelum dikirim ke pelanggan. Berdasarkan kebijakan perusahaan besarnya tingkat persediaan adalah 10% dari jumlah barang yang dipesan berdasarkan permintaan pelanggan pada periode t.
SSt ≥ 10 % Ft 5. Pemakaian jam kerja reguler Pemakaian jam kerja reguler akan sama dengan jam kerja yang benarbenar dipakai untuk berproduksi ditambah dengan waktu idle dikurangi pemakaian jam kerja lembur. Rt = kPt + It – Lt Rt = k(Ft –SSt-1 + SSt)+ It – Lt Rt = kFt – kSSt-1 + kSSt + It – Lt Rt + Lt – It + kSSt-1 - SSt = kFt Nilai “k” merupakan kecepatan produksi (0,00123 jam/unit) 6. Kapasitas jam kerja lembur Kapasitas jam kerja lembur adalah jam kerja yang tersedia selama satu bulan tersebut. Nilai “w” merupakan perbandingan antara jam kerja lembur dan jam kerja reguler. Lt - It ≤ w Rt Lt - It ≤ w (kFt – kSSt-1 + kSSt + It – Lt) Lt - It ≤ wk Ft - w kSSt-1 + wkSSt + wIt - wLt Lt + wLt - It - wIt + w kSSt-1 - wkSSt ≤ wk Ft (1 + w) Lt - (1 + w) It + w kSSt-1 - wkSSt ≤ wk Ft 4.10.2 Optimasi Sistem Perencanaan Produksi Agregat Perencanaan produksi agregat merupakan langkah yang digunakan untuk menyesuaikan jumlah permintaan yang diramalkan dengan kemampuan produksi, tingkat persediaan, jumlah jam kerja reguler, dan jam kerja lembur. Pada saat melakukan perencanaan produksi agregat perlu mempertimbangkan berbagai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan. Oleh karena itu, maka dilakukan suatu susunan prioritas sasaran agar diketahui mana tujuan-tujuan yang lebih diutamakan. Dalam menentukan
tujuan-tujuan
yang
ingin
dicapai
oleh
perusahaan
dikumpulkan pertimbangan dari berbagai pihak yang berwenang dalam perusahaan. Setelah melakukan wawancara dan observasi lapang maka sasaran yang ingin dicapai oleh PT. Wiska adalah berproduksi berdasarkan jumlah permintaan dengan menyediakan persediaan, produksi tidak lebih
dari jam kerja reguler yang tersedia. Hasil perencanaan agregat dipengaruhi juga oleh beberapa batasan atau kendala baik itu kebijaksanaan perusahaan maupun adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Nilai kendala perencanaan produksi dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Nilai kendala perencanaan produksi Bulan
Permintaan (unit)
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret
130.929 127.541 126.460 118.633 116.454 123.043 123.281 124.641 120.199 119.145 120.342 121.140
Kapasitas Jam kerja reguler (jam) 167 160 160 160 165 160 172 160 167 160 160 160
Kapasitas Jam kerja lembur (jam) 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40 40
Tingkat persediaan (unit)
Kapasitas gudang (unit)
Kapasitas produksi (unit)
13.093 12.754 12.646 11.863 11.645 12.304 12.328 12.464 12.020 11.914 12.034 12.114
96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000 96.000
135.423 129.760 129.760 129.760 133.815 129.760 139.492 129.760 135.423 129.760 129.760 129.760
Perencanaan produksi agregat didasarkan pada hasil optimasi model perencanaan produksi agregat dengan menggunakan metode pemrograman linier. Hasil perencanaan produksi agregat untuk 12 bulan ke depan dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai kendala perencanaan produksi yang dihasilkan. Kapasitas yang dimiliki perusahaan terdiri dari kapasitas gudang dan jam kerja lembur yang nilainya tetap setiap periode, sedangkan untuk kapasitas jam kerja reguler tersedia berbeda-beda karena adanya hari libur nasional. Kapasitas persediaan adalah sepuluh persen dari jumlah permintaan tiap periodenya dan kapasitas perusahaan setiap periodenya berbeda sesuai dengan jam kerja reguler yang tersedia. Dengan adanya batasan tersebut, maka perusahaan dapat mengetahui hasil yang optimal dengan mempertimbangkan ketersediaan dan kapasitas sumber daya yang ada. Hasil analisis menunjukan sumber daya yang masuk ke dalam skema optimal dan jumlah penggunaan sumber daya
tersebut. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa nilai reduced cost yang bernilai nol yang menyatakan bahwa sumber daya layak digunakan untuk sumber daya biaya produksi, biaya jam kerja reguler, biaya persediaan. Sedangkan untuk jam kerja reguler tidak layak digunakan karena memiliki nilai reduced cost lebih besar dari nol. Hasil optimalisasi perencanaan poduksi agregat dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil perencanaan produksi agregat handuk PT. Wiska Bulan
Produksi (unit)
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret Total
133.022 127.202 126.352 117.850 116.236 123.702 123.305 124.959 119.573 119.040 120.461 121.220 1.472.922
Jam kerja reguler (jam) 165,51 158,42 157,89 152,65 154,16 156,26 162,01 157,03 157,21 153,39 154,26 154,73 1.884,52
Persediaan (unit) 13.093 12.754 12.646 11.863 11.645 12.304 12.328 12.646 12.646 11.915 12.034 12.114 147.998
Jam kerja lembur (jam) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Biaya (Rp)
Waktu idle (jam)
2.206.161.075 2.109.723.794 2.095.623.416 1.954.672.840 1.927.899.625 2.051.637.468 2.051.694.604 2.072.454.282 1.983.499.566 1.974.398.458 1.997.015.742 2.078.085.272 24.502.866.140
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah variabel tujuan yang digunakan selama 12 periode dan semua variabel keputusan kecuali jam kerja lembur layak digunakan karena memiliki reduced cost bernilai nol yang artinya perubahan koefisien variabel keputusan akan mengubah hasil optimal. Hasil optimal yang diperoleh minimal selama satu tahun sebesar Rp 24.502.866.140 dengan jumlah produksi handuk sebanyak 1.472.922 unit/tahun, penggunaan jam tenaga kerja 1.884,52 jam/tahun, jumlah persediaan 147.998 unit/tahun. Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa untuk periode perencanaan, ternyata PT. Wiska tidak perlu melakukan lembur. Pada bulan April 2009 sampai Maret 2010, nilai reduced cost pada pemakaian jam kerja lembur lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp 8517,5. Artinya jika kerja lembur dilaksanakan akan menambah biaya sebesar Rp 8517,5. Perusahaan tidak perlu melakukan jam lembur karena jam kerja reguler
1,48 1,57 2,10 7,34 10,83 3,73 9,98 2,96 9,78 6,60 5,73 5,26 67,36
masih dapat untuk memenuhi jumlah produksi sesuai perencanaan. Hal ini berarti bahwa dalam jangka menengah PT. Wiska tidak perlu mengkhawatirkan akan kekurangan jam tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan bahwa jam kerja reguler masih memiliki kelebihan waktu. Nilai surplus dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Nilai surplus jam kerja dan kapasitas gudang Periode April 2009 Mei 2009 Juni 2009 Juli 2009 Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 November 2009 Desember 2009 Januari 2010 Februari 2010 Maret 2010 Total
Jam kerja idle (jam) 1,48 1,57 2,10 7,34 10,83 3,73 9,98 2,96 9,78 6,60 5,73 5,26 67,36
Kapasitas gudang (unit) 82.907 83.246 83.354 84.137 84.355 83.696 83.672 83.354 83.354 84.085 83.966 83.886 1.004.012
Berdasarkan Tabel 16 terdapat beberapa kapasitas yang belum terpakai yaitu pada kapasitas tenaga kerja reguler, kapasitas gudang dan jam kerja lembur. Dengan mengetahui nilai surplus, maka dapat melakukan peringkat sumber daya mana yang dapat/akan dikurangi. Peringkat sumber daya jam kerja dapat dikurangi dan dipergunakan untuk kegiatan produksi lain dalam perusahaan. Nilai surplus juga menjelaskan jika sumber daya tersebut dikurangi sebesar surplus maka nilai optimum fungsi tujuan tidak berubah. Misalkan pada bulan Maret 2010 kapasitas jam kerja dikurangi 2 jam maka solusi optimum tidak akan berubah karena perubahan masih di bawah 5 jam. Hasil perencanaan produksi agregat dapat dilihat di Lampiran 10. Perbandingan biaya hasil perhitungan perencanaan produksi agregat dengan PO yang dilakukan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Perbandingan biaya hasil perencanaan produksi dengan purchase order Periode
April 2009 Mei 2009 Juni 2009 Juli 2009 Agustus 2009 September 2009 Oktober 2009 November 2009 Desember 2009 Januari 2010 Februari 2010 Maret 2010 Total/rata-rata
Biaya PO perusahaan (Rp) 2.559.661.950 2.493.426.550 2.472.293.000 2.319.275.150 2.276.675.700 2.405.490.650 2.410.143.550 2.436.731.550 2.349.890.450 2.329.284.750 2.352.686.100 2.368.287.000 28.773.846.400
Biaya perencanaan agregat (Rp) 2.206.161.075 2.109.723.794 2.095.623.416 1.954.672.840 1.927.899.625 2.051.637.468 2.051.694.604 2.072.454.282 1.983.499.566 1.974.398.458 1.997.015.742 2.078.085.272 24.502.866.140
Perbandingan (Rp) 353.500.875 383.702.756 376.669.584 364.602.310 348.776.075 358.506.082 358.448.946 364.277.268 366.390.884 354.886.292 355.670.358 290.201.728 4.270.980.260
Persentase (%) 13,81 15,38 15,23 15,72 15,32 14,90 14,87 14,94 15,59 15,23 15,11 12,25 14,84
Berdasarkan Tabel 17, setelah dilakukan perencanaan produksi agregat terlihat keuntungan yang diperoleh dari efisiensi biaya yang dikeluarkan selama satu tahun sebesar Rp 4.270.980.260 dengan persentase 14,84 selama periode perencanaan. Efisiensi biaya dapat menjadi daya saing dan keunggulan perusahaan untuk dapat bertahan di tengah krisis global yang masih belum dapat dipulihkan selama periode perencanaan dan juga untuk periode-periode berikutnya. 4.10.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas menunjukkan selang perubahan kapasitas kendala yang diijinkan, artinya perubahan kapasitas kendala jumlah produksi, kapasitas jam kerja reguler, kapasitas gudang produk jadi, tingkat persediaan, pemakaian jam kerja reguler, dan kapasitas jam kerja lembur pada selang perubahan tersebut tidak akan mengubah nilai optimal. Hasil analisis sensitivitas dibagi menjadi dua, yaitu sensitivitas pada aktivitas dan kendala. Analisis sensitivitas untuk aktivitas menunjukkan selang perubahan koefisien fungsi tujuan (biaya) yang tidak akan mengubah hasil optimal. Analisis sensitivitas untuk kendala menunjukkan perubahan nilai ruas kanan kendala yang tidak akan mengubah nilai dual price.
1. Analisis Sensitivitas terhadap Koefisien Fungsi Tujuan Analisis sensitivitas ini menunjukkan selang perubahan terhadap koefisien fungsi tujuan yang tidak akan mengubah variabel basis dalam perencanaan produksi agregat. Koefisien fungsi tujuan untuk kasus pada PT. Wiska adalah biaya produksi, biaya jam kerja reguler, biaya persediaan, dan biaya jam kerja lembur. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan ini terdiri dari dua arah yang pada akhirnya akan menjadi sebuah selang perubahan yang diperkenankan. Pertama, allowable increase yaitu sejauh mana fungsi tujuan boleh naik tetapi tidak merubah variabel basis dan kedua, allowable decrease yaitu sejauh mana fungsi tujuan boleh turun tetapi tidak merubah variabel basis. Selang koefisien fungsi tujuan (allowable increase dan allowable decrease) dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Batas toleransi perubahan koefisien fungsi tujuan Periode April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret
Produksi (P) P ≥ 16.148 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 16.148 ≤ P ≤ 16930 P ≤ 16930
Selang padaReguler (R) Persediaan (SS) R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0 R ≤ 23.004 SS ≥ 0
Lembur (L) L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985 L ≥ 2.985
Berdasarkan Tabel 18. Maka perusahaan dapat mengetahui seberapa besar perubahan biaya yang tidak akan mengubah solusi optimal variabel keputusan. Selang ini sangat bermanfaat jika biaya yang dialami perusahaan pada masa yang akan datang berubah tetapi masih dalam selang tersebut. Misalnya perusahaan pada periode ke-1 mengalami perubahan biaya produksi menurun sebesar Rp 391,- dari Rp 16.539,- menjadi Rp 16.148,- pada koefisien jumlah handuk yang diproduksi maka solusi optimal variabel keputusan tidak akan berubah. Jadi, selama biaya
handuk ekspor dalam selang Rp 16.418 sampai dengan tak hingga, maka solusi variabel keputusan tidak akan berubah karena masih dalam batas toleransi perubahan koefisien. Jika melihat Tabel 15 pada koefisien jam kerja reguler, produksi dan persediaan untuk periode Maret, nilai batas bawah adalah nol. Namun nilai yang dihasilkan perangkat lunak lindo sebenarnya bisa mencapai negatif tetapi dalam dunia nyata nilai negatif tidak dapat dipahami karena tidak mungkin ada biaya jam kerja reguler, produksi, dan persediaan mencapai negatif. Oleh karena itu, pada Tabel 15 dicantumkan nilai perubahan batas bawah untuk koefisien jam kerja reguler, produksi dan persediaan untuk periode Maret adalah nol. 2. Analisis Sensitivitas terhadap Kendala sumber daya Analisis sensitivitas nilai ruas kanan kendala menunjukkan selang perubahan nilai ruas kanan yang tidak akan menyebabkan dual price berubah atau solusi masih optimal. Selang ini terdiri dari selang allowable increase yaitu sejauh mana nilai kapasitas kendala boleh naik tetapi tidak merubah nilai basis dan allowable decrease yaitu sejauh mana kapasitas kendala boleh turun tetapi tidak merubah variabel basis. Nilai dual price menunjukkan peningkatan biaya jika perusahaan menambah jumlah sisi kanan kendala dan sebaliknya jika perusahaan ingin menurunkan biaya. Penting tidaknya suatu sumber daya dapat dilihat dari selang perubahannya. Semakin penting sumber daya tersebut, semakin kecil selang perubahannya. Nilai perubahan biaya tersebut akan berubah jika perusahaan mengalami perubahan batasan kendala di luar selang allowable increase dan allowable decrease pada nilai kapasitas kendala. Oleh karena itu, sangat diperlukan selang sejauh mana nilai kendala boleh berubah tanpa mengubah nilai dual price tersebut. Untuk batasan perubahan nilai ruas kanan kendala dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Batas toleransi perubahan nilai ruas kanan kendala Periode
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret
Jumlah produksi (P)
Jumlah persediaan (SS)
P ≥ 13093 P ≥ 339 P ≥ 108 P ≥ 203 P ≥ 218 P ≥ -659 P ≥ -22 P ≥ -318 P ≥ 626 P ≥ 103 P ≥ -119 P ≥ 80
10732≤ SS ≤15567 9345≤ SS ≤15315 728≤ SS ≤16055 0≤ SS ≤23781 5581≤ SS ≤29227 7496≤ SS ≤18368 7520≤ SS ≤28516 0≤ SS ≤17454 1299≤ SS ≤27885 2610≤ SS ≤22636 3493≤ SS ≤21339 0≤ SS ≤29655
Kendala Kapasitas Kapasitas gudang jam (G) reguler (C) G ≥ 13093 C ≥ 164 G ≥ 12754 C ≥ 157 G ≥ 12646 C ≥ 156 G ≥ 11863 C ≥ 145 G ≥ 11645 C ≥ 143 G ≥ 12304 C ≥ 153 G ≥ 12328 C ≥ 152 G ≥ 12646 C ≥ 154 G ≥ 12020 C ≥ 147 G ≥ 11915 C ≥ 147 G ≥ 12034 C ≥ 148 G ≥ 12114 C ≥ 149
Pemakaian jam reguler (R)
Kapasitas jam lembur (L)
-183,14≤ R ≤150,85 -159,58≤ R ≤160,42 -159,87≤ R ≤160,13 -159,03≤ R ≤160,97 -164,73≤ R ≤165,27 -160,81≤ R ≤159,19 -172,03≤ R ≤171,97 -160,39≤ R ≤159,61 -166,23≤ R ≤167,77 -159,87≤ R ≤160,13 -160,15≤ R ≤159,85 -160,09≤ R ≤159,90
L ≥ -5,72 L ≥ -1,85 L ≥ -2,57 L ≥ -8,87 L ≥-13,38 L ≥ -4,84 L ≥ -12,38 L ≥ -3,77 L ≥ -11,94 L ≥ -8,16 L ≥ -7,15 L ≥ -6,55
Berdasarkan Tabel 19, dapat disimpulkan bahwa jika kapasitas kendala jumlah produksi pelanggan pada periode Mei berkurang sebesar 127.202 unit (menjadi 339 unit) dan bertambah sebesar tak terhingga maka nilai dual price tidak akan berubah. Jadi, selama perubahan kapasitas kendala jumlah produksi dalam selang 339 unit sampai tak terhingga, maka tidak akan terjadi perubahan dual price kendala jumlah produksi (Rp 16.539,-). Untuk kapasitas kendala jam kerja reguler pada periode Mei berkurang sebesar 3 jam (menjadi 157 jam) dan bertambah sebesar tak terhingga maka nilai dual price tidak akan berubah. Jadi, selama perubahan kapasitas kendala jam kerja reguler dalam selang 157 jam sampai tak terhingga, maka tidak akan terjadi perubahan dual price kendala jam kerja reguler (Rp 5.969). Dengan adanya selang tersebut perusahaan juga dapat mengetahui kendala mana saja yang memiliki batasan yang banyak dan sedikit yang akan mempengaruhi kebijakan yang diambil perusahaan dalam menyusun perencanaan produksi yang lebih efisien dan optimal berdasarkan sumber daya yang tersedia.
4.11 Implikasi Manajerial Penelitian ini merupakan tahapan untuk membuat Master Production Schedule (Jadwal Produksi Induk). Proses perencanaan jadwal induk produksi dijelaskan pada Gambar 14. Produksi Kapasitas Persediaan
Pemasaran Permintaan pelanggan
Keuangan Arus kas
Pengadaan Kinerja pemasok
Sumber daya manusia Perencanaan tenaga kerja
Manajemen Pengembangan investasi Modal
Rencana produksi agregat
Teknik Penyelesaian desain
Mengubah rencana produksi?
Jadwal produksi induk
Mengubah kebutuhan?
Rencana kebutuhan material Mengubah jadwal produksi induk?
Mengubah kapasitas?
Rencana kebutuhan kapasitas detail
Tidak Realitas?
Apakah rencana kapasitas terpenuhi?
Apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana?
Ya Laksanakan rencana kapasitas
Laksanakan rencana material
Gambar 14. Proses perencanaan jadwal induk produksi (Heizer dan Render, 2005)
Jadwal produksi induk menunjukkan apa yang diperlukan untuk memenuhi permintaan dan sesuai dengan rencana produksi. Jadwal produksi induk “menguraikan” (disagregrasi) rencana produksi agregat. Sementara rencana produksi agregat dibuat dalam jumlah yang besar, sedangkan jadwal produksi induk dibuat untuk produk yang spesifik. Jadwal induk produksi merinci apa yang akan dibuat (yaitu, banyaknya produk atau barang jadi) dan kapan
berproduksi. Jadwal produksi harus sesuai dengan rencana
produksi Berdasarkan hal tersebut, perencanaan produksi agregat berimplikasi terhadap manajemen fungsional lainnya dalam perusahaan. Dalam hal ini, perencanaan produksi agregat merupakan bagian dari manajemen produksi dan operasi. Implikasinya antara lain terhadap manajemen sumber daya manusia, manajemen keuangan dan akuntansi serta manajemen pemasaran. Implikasi manajerial dalam perencanaan produksi agregat dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Produksi dan operasi a. Mengalokasikan sumber daya kapasitas gudang, kapasitas produksi, jam kerja reguler dan jam kerja lembur yang dimiliki perusahaan secara optimal. b. Memperoleh keuntungan Rp 4.270.980.260 bagi pengembangan dan kemajuan perusahaan dalam memiliki daya saing yang tinggi. c. Perencanaan produksi tingkat agregat bersifat menyeluruh dan dasar untuk membuat perencanaan yang terperinci untuk Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule) dengan memperhatikan sumber daya yang dimiliki. d. Mempermudah dalam penjadwalan tugas, penjadwalan karyawan, menambah
peralatan,
mengunakan persediaan.
menambah
shift,
dan
membuat
atau
2. Sumber daya Manusia a. Pembagian kerja yang terkoordinasi dan seimbang dapat mengurangi beban kerja secara merata untuk menghindari stress dalam bekerja. b. Setiap Departemen saling berkaitan dan berhubungan dalam perencanaan
produksi,
sehingga
dapat
meningkatkan
rasa
kebersamaan dan kerja sama serta tanggung jawab bersama diantara karyawan. c. Mempercepat dan mempermudah dalam bekerja karena sudah merencanakan tanggung jawab secara terperinci sesuai dengan kondisi perusahaan dan permintaan pelanggan 3. Keuangan a. Efisiensi biaya produksi sebesar Rp 4.270.980.260 dengan persentase 14,84 selama periode perencanaan produksi agregat. b. Menghasilkan surplus sumber daya kapasitas gudang, jam kerja reguler dan lembur yang dapat mengurangi pengeluaran perusahaan. 4. Pemasaran a. Mengantisipasi pembelian yang meningkat b. Peramalan penjualan sebaiknya dilakukan untuk melihat trend penjualan ke depan dengan metode ARIMA. Hal ini karena metode ARIMA merupakan metode peramalan yang menghasilkan nilai kesalahan terendah dibandingkan dengan metode lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN 1. Proses produksi pembuatan handuk terdiri dari proses pencelupan, proses pengeringan, proses pembukaan kain, proses finishing, proses pemotongan kain, proses pemeriksaan akhir, dan pengepakan. Pada saat ini, PT. Wiska hanya membuat perencanaan produksi berdasarkan purchase order. Perusahaan tidak membuat suatu perencanaan produksi yang didasarkan pada pertimbangan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Hal ini berpeluang pada kurang optimalnya pemanfaatan kapasitas, penggunaan waktu kerja dan tidak minimalnya biaya. 2. Parameter-parameter
yang
dibutuhkan
dalam
penyusunan
sistem
perencanaan produksi agregat di PT. Wiska, diantaranya : Jumlah permintaan dari pelanggan, kapasitas gudang produk jadi, tingkat persediaan, kapasitas jam kerja reguler dan lembur, dan kecepatan produksi. Parameter ini sangat berpengaruh pada tercapainya tujuan perusahaan yaitu meminimumkan biaya. 3. Hasil perencanaan produksi agregat memperkirakan biaya minimum selama satu tahun sebesar Rp 24.502.866.140,- dengan jumlah produksi handuk ekspor 1.472.922 unit/tahun, penggunaan jam tenaga kerja yang meminimumkan biaya adalah 1.882 jam/tahun, jumlah persediaan 147.998 unit/tahun dan tanpa menggunakan jam kerja lembur. Nilai surplus yang dihasilkan menunjukan bahwa ada beberapa sisa sumber daya yang tidak sepenuhnya terpakai seperti penggunaan gudang sebesar 1.004.012 unit/tahun, jam tenaga kerja reguler 67,36 jam/tahun, dan efisiensi biaya produksi sebesar Rp 4.270.980.260 dengan persentase 14,84 selama periode perencanaan produksi agregat.
2. SARAN 1. PT.Wiska sebaiknya menerapkan sistem perencanaan produksi agregat satu tahun dengan lebih memperhatikan keadaan sumber daya yang dimiliki perusahaan agar sumber daya tersebut dapat dipergunakan secara optimal. PT. Wiska dalam berproduksi diharapkan memiliki perencanaan produksi tidak hanya berdasarkan surat perintah dari pihak pemasaran tetapi juga terdapat keterlibatan departemen produksi. 2. PT. Wiska perlu mengoptimalkan kapasitas yang tidak terpakai sepenuhnya seperti kapasitas gudang, jam tenaga kerja reguler. Surplus tersebut dapat digunakan untuk memenuhi produksi dalam negeri. 3. Dalam
penelitian
selanjutnya
diharapkan
agar
melakukan
Master
Production Schedule (Jadwal Induk Produksi) dari perencanaan produksi agregat ini.
DAFTAR PUSTAKA Achun. 2008. Perencanaan Produksi. http:/www. Sistem Informasi Perencanaan Produksi/Perencanaan Produksi.htm, (11 0ktober 2008). Almansur, A. M. 1997. Strategi Perencanaan Produksi Agregat Industri Kayu Lapis : Studi Kasus pada PT. Kayu Lapis Indonesia, Semarang Jawa Tengah. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. 2008. Manajemen Operasi dan Produksi. http://www. Perencanaan produksi. com, (4 oktober 2008). Anonim, 2008. Pasar Tekstil Dunia Tumbuh 10%, Peluang Indonesia Masih Tinggi.http://www.kotasatelit.com/forums/showthread.php?t=2280 (31November 2008). Ardiansyah, D. 1997. Perencanaan Produksi Agregat Pada Industri Minuman Teh Kemasan. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Assauri, S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi edisi revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Baroto, T. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Hadi, T. Y. 2005. Perencanaan Produksi Agregat Industri Pegolahan Udang Beku : Studi Kasus di PT. Central Pertiwi Bahari, Lampung. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hadiguna, M. R. A.. 2008. Model Perencanaan Produksi Pada Rantai Pasok Crude Palm Oil dengan Mempertimbangkan Preferensi Pengambil Keputusan. Jurnal Teknik Industri. Vol. 10, No.1, Juni 2008: 38-49. Handoko, T. H. 2000. Dasar-dasar Manajemen Operasi dan Produksi edisi 1. BPFE, Yogjakarta. Heizer, dan B. Render. 2005. Manajemen Operasi Edisi Ketujuh Terjemahan. Salemba Empat, Jakarta. Herjanto, E. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Hutajulu, I. L. F. 2005. Perencanaan Produksi Agregat Teh pada Perkebunan Gunung Mas PTPN VIII, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Skripsi pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kuncoro, M. 2008. Ekspor Tekstil Melampaui Target http://www.testcompany.com/archive/December2007-51/4725.html (31November 2008). Kusumawardhani, D. F. 1997. Perencanaan Produksi Agregat dan Distribusi Fisik Minuman Teh Botol di PT. Tang Mas, Jakarta. Skripsi pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusuma, H. 2004. Manajemen Produksi : Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Andi Offset, Yogjakarta. Makridakis et al., 1995. Metode dan Aplikasi Peramalan. Erlangga, Jakarta. Miranti, E. 2007. Kondisi dan Prospek Industri Tekstil Indonesia. http://mediadata.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=39 (31 November 2008). Prawirosentono, S. 2007. Operation Management. Bumi Aksara, Jakarta. Pujiati, S .A. 2008. Perbandingan Metode Peramalan untuk Deret Waktu Musiman. FMIPA ITS Semarang. Jurnal. Setyawan, A. B. 2008. Prakiraan dan Peramalan Produksi. Bahan Ajar Mo Manajemen Operasi (MO) Bab 3.Jurnal Solehudin, A. 2007. Kajian Perencanaan Produksi Agregat (Studi Kasus PT. Adi Putra Perkasa, Cicurug-Sukabumi). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sugyono, A. 2008. Forecasting dan Perencanaan Produksi Agregat.Wordpress MU. http/www. Perencanaan Produksi/Edublogs.org, (4Oktober 2008).
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tata letak bangunan PT. Wiska
Keterangan : 1. Pos satpam 2. Ruang Show Room 3. Kantor bagian personalia dan umum 4. Ruang garmen selimut 5. Kantor bagian Accounting dan Marketing 6. Ruang garmen handuk potong 7. Ruang packing handuk 8. Ruang packing viltrage 9. Gudang benang 10. Ruang garmen viltrage 11. Gudang export 12. Gudang grey 13. Ruang processing 14. Ruang afduk 15. Ruang laboratorium 16. Instalasi pengolahan air limbah 17. Instalasi air bersih 18. Tangki penampungan solar 19. Ruang generator 20. Bengkel 21. Bangunan mess 22. Ruang printing viltrage
Lampiran 2. Jumlah penjualan produk handuk ekspor
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Tahun 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
Permintaan 135.500 137.700 127.500 132.400 135.000 150.000 139.200 142.800 122.600 144.700 136.300 130.600 137.960 104.600 143.400 115.900 139.500 116.980 107.200 121.260 115.300 109.000 126.130 108.740 140.000 105.440 139.250 126.500 142.800 148.800 123.900 146.450 114.800 121.390 126.800 123.200 127.950 105.200 116.700 144.900 120.300 126.200 120.500
Lanjutan lampiran 2 Periode Bulan 44 Agustus 45 September 46 Oktober 47 November 48 Desember 49 Januari 50 Februari 51 Maret 52 April 53 Mei 54 Juni 55 Juli 56 Agustus 57 September 58 Oktober 59 November 60 Desember 61 Januari 62 Februari 63 Maret Total
Tahun 2007 2007 2007 2007 2007 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2008 2009 2009 2009
Permintaan 126.100 116.100 108.600 109.000 140.000 138.800 116.000 127.600 142.400 152.400 137.100 130.140 105.500 135.580 152.000 150.000 137.100 121.300 115.000 110.000 8.072.070
Lampiran 3. Plot data penjualan diferesiasi ke-1
Time Series Plot of d=1 40000 30000 20000
d=1
10000 0 -10000 -20000 -30000 -40000 1
6
12
18
24
30 36 Periode
42
48
54
60
Lampiran 4. Autocorelation diferensiasi ke-1
Autocorrelation Function for d=1
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8 9 Lag
10
11
12
13
14
15
16
Lampiran 5. Partial autocorelation diferensiasi ke-1
Partial Autocorrelation Function for d=1
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5
6
7
8 9 Lag
10
11
12
13
14
15
16
Lampiran 6. Proses pengolahan data penjualan dengan metode ARIMA
———— 5/31/2009 8:21:24 PM ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Time Series Plot of data Autocorrelation Function: data Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
ACF 0.131524 0.193526 -0.081807 0.028389 0.265666 -0.077025 0.015774 -0.121086 -0.126844 -0.012680 -0.214721 0.012960 -0.158315 -0.200591 -0.056876 -0.213291
T 1.04 1.51 -0.62 0.21 1.99 -0.54 0.11 -0.85 -0.88 -0.09 -1.47 0.09 -1.05 -1.31 -0.36 -1.35
LBQ 1.14 3.66 4.11 4.17 9.15 9.58 9.60 10.69 11.91 11.92 15.55 15.57 17.62 20.98 21.26 25.22
Autocorrelation for data Partial Autocorrelation Function: data Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
PACF 0.131524 0.179330 -0.132775 0.020498 0.322172 -0.205086 -0.076966 0.043762 -0.184269 -0.045691 -0.094800 0.025003 -0.079650 -0.223161 0.070930 -0.103683
T 1.04 1.42 -1.05 0.16 2.56 -1.63 -0.61 0.35 -1.46 -0.36 -0.75 0.20 -0.63 -1.77 0.56 -0.82
Partial Autocorrelation for data Time Series Plot of d=1
Lanjutan Lampiran 6 Autocorrelation Function: d=1 Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
ACF -0.543082 0.207526 -0.213633 -0.063471 0.336788 -0.266884 0.105060 -0.046734 -0.072513 0.203103 -0.259230 0.217611 -0.073816 -0.102983 0.187975 -0.326248
T -4.28 1.30 -1.30 -0.38 1.99 -1.49 0.56 -0.25 -0.39 1.08 -1.36 1.11 -0.37 -0.51 0.93 -1.59
LBQ 19.19 22.03 25.10 25.38 33.27 38.32 39.12 39.28 39.67 42.82 48.05 51.81 52.25 53.12 56.11 65.29
Autocorrelation for d=1 Partial Autocorrelation Function: d=1 Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
PACF -0.543082 -0.123978 -0.222244 -0.403944 0.168311 -0.004298 -0.183757 0.079617 -0.070439 -0.035409 -0.107855 0.013150 0.090471 -0.191654 0.023402 -0.185763
T -4.28 -0.98 -1.75 -3.18 1.33 -0.03 -1.45 0.63 -0.55 -0.28 -0.85 0.10 0.71 -1.51 0.18 -1.46
Partial Autocorrelation for d=1 ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5
SSE 22090051315 18724738785 16246822867 14656298226 13953165553 13915339817
Parameters 0.100 -370.071 -0.050 -418.948 -0.200 -472.439 -0.350 -530.274 -0.500 -593.432 -0.542 -615.177
Lanjutan Lampiran 6 6 13915241808 -0.544 -617.256 7 13915241553 -0.544 -617.415 Relative change in each estimate less than 0.0010 * ERROR * Model cannot be estimated with these data.
ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7
SSE 21251783615 18404403681 16227800180 14721170467 13884350064 13696636545 13696165870 13696164687
Parameters 0.100 -328.952 0.053 -397.108 0.005 -466.329 -0.043 -536.078 -0.090 -606.120 -0.124 -656.250 -0.126 -658.646 -0.126 -658.740
0.100 -0.050 -0.200 -0.350 -0.500 -0.607 -0.612 -0.612
Relative change in each estimate less than 0.0010 * ERROR * Model cannot be estimated with these data.
ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7
SSE 22153768573 18825378509 16241206374 14400733698 13304701219 12955277207 12954323503 12954320772
0.100 -0.050 -0.200 -0.350 -0.500 -0.638 -0.645 -0.645
Parameters 0.100 0.100 0.025 0.033 -0.050 -0.035 -0.126 -0.102 -0.201 -0.170 -0.271 -0.234 -0.275 -0.237 -0.275 -0.238
-287.833 -363.849 -443.824 -523.961 -603.165 -674.068 -676.245 -676.175
Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 Constant
Coef -0.6449 -0.2747 -0.2377 -676
SE Coef 0.1282 0.1509 0.1300 1898
T -5.03 -1.82 -1.83 -0.36
P 0.000 0.074 0.073 0.723
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 12951332557 (backforecasts excluded) MS = 223298837 DF = 58 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square
12 24.8
24 40.8
36 45.5
48 58.5
Lanjutan Lampiran 6 DF P-Value
8 0.002
20 0.004
32 0.058
44 0.071
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8
SSE 22370301061 18559238808 15467623794 13098778797 11454489066 10537282304 10329968592 10329293585 10329291177
0.100 -0.050 -0.200 -0.350 -0.500 -0.650 -0.756 -0.762 -0.762
0.100 0.009 -0.082 -0.173 -0.264 -0.355 -0.420 -0.424 -0.424
Parameters 0.100 0.100 -0.015 0.002 -0.129 -0.097 -0.245 -0.196 -0.360 -0.296 -0.477 -0.396 -0.560 -0.469 -0.566 -0.473 -0.566 -0.474
-246.714 -258.934 -333.021 -408.874 -483.727 -556.637 -606.048 -606.927 -606.799
Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 AR 4 Constant
Coef -0.7621 -0.4239 -0.5661 -0.4737 -607
SE Coef 0.1194 0.1413 0.1451 0.1238 1710
T -6.38 -3.00 -3.90 -3.83 -0.35
P 0.000 0.004 0.000 0.000 0.724
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10313411797 (backforecasts excluded) MS = 180937049 DF = 57 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 5.4 7 0.607
24 16.6 19 0.614
36 22.7 31 0.858
48 30.9 43 0.917
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6
SSE 20976938903 17395282171 14542849335 12412493508 11003682908 10317282443 10245147941
0.100 -0.050 -0.200 -0.350 -0.500 -0.650 -0.713
0.100 0.015 -0.071 -0.157 -0.243 -0.329 -0.365
Parameters 0.100 0.100 -0.012 0.012 -0.124 -0.076 -0.237 -0.166 -0.349 -0.256 -0.463 -0.346 -0.512 -0.386
0.100 0.101 0.101 0.101 0.101 0.100 0.100
-205.595 -198.267 -288.494 -380.420 -473.031 -566.171 -605.673
Lanjutan Lampiran 6 7 10244921763 -0.716 -0.367 -0.515 -0.388 8 10244921000 -0.716 -0.367 -0.515 -0.388 Relative change in each estimate less than 0.0010
0.100 0.100
-607.898 -608.002
Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 AR 4 AR 5 Constant
Coef -0.7163 -0.3668 -0.5151 -0.3881 0.0999 -608
SE Coef 0.1375 0.1652 0.1636 0.1751 0.1446 1724
T -5.21 -2.22 -3.15 -2.22 0.69 -0.35
P 0.000 0.030 0.003 0.031 0.492 0.726
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10230175302 (backforecasts excluded) MS = 182681702 DF = 56 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 3.8 6 0.709
24 15.3 18 0.643
36 21.2 30 0.880
48 29.3 42 0.931
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
SSE 17854587774 15747721442 14234759603 13135735178 12389513131 12075167434 12003324078 11968043333 11945727815 11929184916 11915167354 11901658062 11886814050 11868238923 11842808788 11812580880 11797577379 11795503862 11795126542
Parameters 0.100 -411.190 0.250 -393.287 0.400 -361.219 0.550 -304.251 0.700 -220.735 0.807 -156.964 0.844 -143.129 0.867 -130.607 0.883 -121.485 0.896 -114.166 0.907 -108.104 0.917 -102.933 0.927 -98.427 0.937 -94.438 0.948 -90.711 0.959 -86.090 0.965 -79.445 0.966 -77.064 0.966 -76.996
Relative change in each estimate less than 0.0010
Lanjutan Lampiran 6 Final Estimates of Parameters Type MA 1 Constant
Coef 0.9662 -77.00
SE Coef 0.0517 92.75
T 18.68 -0.83
P 0.000 0.410
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 11761458360 (backforecasts excluded) MS = 196024306 DF = 60 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 14.9 10 0.134
24 33.3 22 0.058
36 46.6 34 0.074
48 62.5 46 0.053
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
SSE 18492969249 16114987857 14310354544 13040504948 12291681939 12010530611 11927684833 11866375565 11810754403 11743050791 11634642246 11632769303 11595353507 11590755097 11590743002
0.100 0.250 0.400 0.550 0.700 0.821 0.825 0.844 0.854 0.866 0.879 0.868 0.860 0.858 0.857
Parameters 0.100 -411.190 0.124 -356.949 0.125 -296.963 0.100 -239.048 0.051 -189.038 0.014 -146.346 0.046 -129.932 0.055 -116.847 0.067 -107.371 0.077 -100.618 0.088 -97.784 0.123 -101.688 0.127 -110.858 0.126 -107.146 0.126 -105.882
Unable to reduce sum of squares any further Final Estimates of Parameters Type MA 1 MA 2 Constant
Coef 0.8573 0.1261 -105.9
SE Coef 0.1259 0.1247 116.9
T 6.81 1.01 -0.91
P 0.000 0.316 0.369
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 11561028947 (backforecasts excluded) MS = 195949643 DF = 59
Lanjutan Lampiran 6 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 16.3 9 0.061
24 35.0 21 0.028
36 45.1 33 0.078
48 58.6 45 0.084
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
SSE 17798557611 15394868795 13468021374 11974601568 10937658673 10860279949 10859351671 10847884532 10845558971 10844399960 10842983963 10842342794 10841279137 10841190133 10841039657 10840999139
0.100 0.250 0.400 0.550 0.700 0.728 0.716 0.696 0.696 0.691 0.684 0.677 0.677 0.677 0.675 0.674
Parameters 0.100 0.100 0.140 0.131 0.142 0.162 0.090 0.203 -0.032 0.288 -0.119 0.347 -0.104 0.355 -0.098 0.361 -0.097 0.363 -0.099 0.367 -0.101 0.379 -0.105 0.386 -0.104 0.388 -0.105 0.388 -0.105 0.391 -0.105 0.391
-411.190 -299.581 -204.673 -144.921 -124.500 -95.182 -96.019 -63.574 -74.425 -73.457 -83.665 -73.670 -79.453 -78.070 -81.406 -80.708
Unable to reduce sum of squares any further Final Estimates of Parameters Type MA 1 MA 2 MA 3 Constant
Coef 0.6744 -0.1055 0.3908 -80.7
SE Coef 0.1314 0.1500 0.1306 204.0
T 5.13 -0.70 2.99 -0.40
P 0.000 0.485 0.004 0.694
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10832626226 (backforecasts excluded) MS = 186769418 DF = 58 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 16.9 8 0.031
24 29.3 20 0.082
Residual Plots for data ARIMA Model: data
36 34.5 32 0.348
48 46.7 44 0.361
Lanjutan Lampiran 6 Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SSE 17620713323 15079247798 13700046618 11923184054 10779875212 10260437586 10122568251 10109234523 10104437057 10096504097 10091460705 10090252517 10090010933 10089976495
0.100 0.250 0.400 0.550 0.689 0.765 0.765 0.766 0.763 0.763 0.766 0.766 0.766 0.766
Parameters 0.100 0.100 0.183 0.168 0.226 0.183 0.241 0.090 0.334 -0.060 0.484 -0.181 0.593 -0.246 0.596 -0.243 0.602 -0.239 0.614 -0.240 0.622 -0.244 0.625 -0.244 0.625 -0.245 0.626 -0.244
0.100 0.158 0.157 0.072 -0.025 -0.119 -0.172 -0.172 -0.179 -0.191 -0.198 -0.200 -0.200 -0.200
-411.190 -180.813 -126.709 -64.622 -64.955 -104.238 -85.172 -90.464 -86.573 -88.059 -88.414 -87.980 -85.827 -87.554
Unable to reduce sum of squares any further Final Estimates of Parameters Type MA 1 MA 2 MA 3 MA 4 Constant
Coef 0.7658 -0.2003 0.6255 -0.2438 -87.6
SE Coef 0.1373 0.1434 0.1480 0.1382 163.9
T 5.58 -1.40 4.23 -1.76 -0.53
P 0.000 0.168 0.000 0.083 0.595
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10079823636 (backforecasts excluded) MS = 176839011 DF = 57 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 9.6 7 0.214
24 20.4 19 0.373
36 28.3 31 0.604
48 38.2 43 0.681
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8
SSE 18763628984 15302039669 12771462886 11286775449 10505430953 10337637082 10116840986 10101821161 10099377921
0.100 0.250 0.400 0.550 0.684 0.650 0.715 0.716 0.714
0.100 0.153 0.158 0.119 -0.016 -0.052 -0.131 -0.130 -0.130
Parameters 0.100 0.100 0.182 0.143 0.239 0.137 0.305 0.113 0.455 0.054 0.586 -0.076 0.622 -0.117 0.623 -0.115 0.624 -0.114
0.100 0.035 -0.076 -0.191 -0.234 -0.147 -0.148 -0.146 -0.144
-411.190 -224.336 -161.174 -115.348 -94.394 -118.682 -77.529 -78.503 -80.376
Lanjutan Lampiran 6 9 10 11 12 13 14 15
10096399789 10093762461 10086979944 10085990887 10084441863 10084028298 10084016294
0.705 0.697 0.707 0.707 0.707 0.707 0.707
-0.131 -0.136 -0.146 -0.145 -0.146 -0.146 -0.146
0.627 0.636 0.640 0.642 0.641 0.641 0.641
-0.116 -0.123 -0.132 -0.131 -0.132 -0.131 -0.132
-0.137 -0.126 -0.125 -0.123 -0.124 -0.123 -0.123
-73.417 -81.949 -75.651 -82.713 -77.337 -79.927 -79.672
Unable to reduce sum of squares any further
Final Estimates of Parameters Type MA 1 MA 2 MA 3 MA 4 MA 5 Constant
Coef 0.7067 -0.1457 0.6412 -0.1315 -0.1231 -79.7
SE Coef 0.1401 0.1572 0.1465 0.1660 0.1418 166.1
T 5.04 -0.93 4.38 -0.79 -0.87 -0.48
P 0.000 0.358 0.000 0.432 0.389 0.633
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10074678207 (backforecasts excluded) MS = 179904968 DF = 56 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 10.4 6 0.109
24 21.9 18 0.239
36 29.9 30 0.470
48 38.9 42 0.609
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
SSE 20222368507 17633911973 17185840051 17013866313 16914125920 16760086447 16435174727 14553669111 12263974962 11141849949 10343254304 10251165885 10250847427 10250846130 10250846115
0.100 0.142 0.270 0.120 -0.030 -0.180 -0.330 -0.480 -0.535 -0.685 -0.835 -0.897 -0.902 -0.902 -0.902
0.100 0.040 0.047 0.025 0.004 -0.020 -0.050 -0.133 -0.244 -0.337 -0.456 -0.508 -0.512 -0.512 -0.512
Parameters 0.100 0.100 0.000 0.017 -0.017 0.005 -0.023 -0.002 -0.027 -0.007 -0.034 -0.015 -0.048 -0.029 -0.138 -0.107 -0.288 -0.234 -0.391 -0.323 -0.531 -0.445 -0.595 -0.500 -0.600 -0.504 -0.600 -0.504 -0.600 -0.504
0.100 0.250 0.400 0.259 0.113 -0.030 -0.166 -0.225 -0.125 -0.174 -0.181 -0.178 -0.180 -0.179 -0.179
-246.714 -247.622 -207.688 -257.981 -310.174 -363.368 -418.871 -489.738 -536.936 -612.718 -685.908 -714.422 -714.645 -714.052 -714.099
Lanjutan Lampiran 6 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 AR 4 MA 1 Constant
Coef -0.9019 -0.5120 -0.5998 -0.5039 -0.1793 -714
SE Coef 0.2501 0.2033 0.1606 0.1248 0.2901 2029
T -3.61 -2.52 -3.74 -4.04 -0.62 -0.35
P 0.001 0.015 0.000 0.000 0.539 0.726
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10236932986 (backforecasts excluded) MS = 182802375 DF = 56 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 3.9 6 0.686
24 15.5 18 0.628
36 21.7 30 0.866
48 29.7 42 0.923
Residual Plots for data ARIMA Model: data Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8
SSE 22370301061 18559238808 15467623794 13098778797 11454489066 10537282304 10329968592 10329293585 10329291177
0.100 -0.050 -0.200 -0.350 -0.500 -0.650 -0.756 -0.762 -0.762
0.100 0.009 -0.082 -0.173 -0.264 -0.355 -0.420 -0.424 -0.424
Parameters 0.100 0.100 -0.015 0.002 -0.129 -0.097 -0.245 -0.196 -0.360 -0.296 -0.477 -0.396 -0.560 -0.469 -0.566 -0.473 -0.566 -0.474
-246.714 -258.934 -333.021 -408.874 -483.727 -556.637 -606.048 -606.927 -606.799
Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type AR 1 AR 2 AR 3 AR 4 Constant
Coef -0.7621 -0.4239 -0.5661 -0.4737 -607
SE Coef 0.1194 0.1413 0.1451 0.1238 1710
T -6.38 -3.00 -3.90 -3.83 -0.35
P 0.000 0.004 0.000 0.000 0.724
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 63, after differencing 62 Residuals: SS = 10313411797 (backforecasts excluded) MS = 180937049 DF = 57
Lanjutan Lampiran 6 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 5.4 7 0.607
24 16.6 19 0.614
36 22.7 31 0.858
48 30.9 43 0.917
Forecasts from period 63
Period 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 130929 127541 126460 118633 116454 123043 123281 124641 120199 119145 120342 121140
95 Percent Limits Lower Upper 104559 157299 100436 154647 97423 155496 89584 147682 86931 145977 90732 155353 89815 156748 89482 159799 84750 155648 82974 155317 83130 157553 82858 159423
Residual Plots for data
Actual
Lampiran 7. Proses pengolahan data penjualan dengan metode rata-rata bergerak
————— 7/13/2009 9:31:38 AM ——————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Moving Average for data Data Length NMissing
data 63 0
Moving Average Length
5
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
9 11876 207467170
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
data 135500 137700 127500 132400 135000 150000 139200 142800 122600 144700 136300 130600 137960 104600 143400 115900 139500 116980 107200 121260 115300 109000 126130 108740 140000 105440 139250 126500 142800 148800 123900 146450 114800 121390
MA * * * * 133620 136520 136820 139880 137920 139860 137120 135400 134432 130832 130572 126492 128272 124076 124596 120168 120048 113948 115778 116086 119834 117862 123912 123986 130798 132558 136250 137690 135350 131068
Predict * * * * * 133620 136520 136820 139880 137920 139860 137120 135400 134432 130832 130572 126492 128272 124076 124596 120168 120048 113948 115778 116086 119834 117862 123912 123986 130798 132558 136250 137690 135350
Error * * * * * 16380 2680 5980 -17280 6780 -3560 -6520 2560 -29832 12568 -14672 13008 -11292 -16876 -3336 -4868 -11048 12182 -7038 23914 -14394 21388 2588 18814 18002 -8658 10200 -22890 -13960
Lanjutan lampiran 7 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
126800 123200 127950 105200 116700 144900 120300 126200 120500 126100 116100 108600 109000 140000 138800 116000 127600 142400 152400 137100 130140 105500 135580 152000 150000 137100 121300 115000 110000
126668 126528 122828 120908 119970 123590 123010 122660 125720 127600 121840 119500 116060 119960 122500 122480 126280 132960 135440 135100 137928 133508 132144 132064 134644 136036 139196 135080 126680
131068 126668 126528 122828 120908 119970 123590 123010 122660 125720 127600 121840 119500 116060 119960 122500 122480 126280 132960 135440 135100 137928 133508 132144 132064 134644 136036 139196 135080
-4268 -3468 1422 -17628 -4208 24930 -3290 3190 -2160 380 -11500 -13240 -10500 23940 18840 -6500 5120 16120 19440 1660 -4960 -32428 2072 19856 17936 2456 -14736 -24196 -25080
Forecasts Period 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 126680 126680 126680 126680 126680 126680 126680 126680 126680 126680 126680 126680
Lower 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2 98449.2
Upper 154911 154911 154911 154911 154911 154911 154911 154911 154911 154911 154911 154911
Lanjutan lampiran 7
Moving Average Plot for data 160000
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
150000
Moving Average Length 5
data
140000
Accuracy Measures MAPE 9 MAD 11876 MSD 207467170
130000 120000 110000 100000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Lampiran 8. Proses pengolahan data penjualan dengan metode pemulusan eksponensial ————— 7/12/2009 11:52:50 AM —————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Single Exponential Smoothing for data Data Length
data 63
Smoothing Constant Alpha
0.1
Accuracy Measures MAPE MAD MSD
9 11293 191157959
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
data 135500 137700 127500 132400 135000 150000 139200 142800 122600 144700 136300 130600 137960 104600 143400 115900 139500 116980 107200 121260 115300 109000 126130 108740 140000 105440 139250 126500 142800 148800 123900 146450 114800 121390 126800
Smooth 136265 136409 135518 135206 135185 136667 136920 137508 136017 136886 136827 136204 136380 133202 134222 132390 133101 131489 129060 128280 126982 125184 125278 123624 125262 123280 124877 125039 126815 129014 128502 130297 128747 128012 127890
Predict 136350 136265 136409 135518 135206 135185 136667 136920 137508 136017 136886 136827 136204 136380 133202 134222 132390 133101 131489 129060 128280 126982 125184 125278 123624 125262 123280 124877 125039 126815 129014 128502 130297 128747 128012
Error -850.0 1435.0 -8908.5 -3117.7 -205.9 14814.7 2533.2 5879.9 -14908.1 8682.7 -585.5 -6227.0 1755.7 -31779.9 10198.1 -18321.7 7110.5 -16120.6 -24288.5 -7799.7 -12979.7 -17981.7 946.4 -16538.2 16375.6 -19821.9 15970.3 1623.2 17760.9 21984.8 -5113.7 17947.7 -15497.1 -7357.4 -1211.6
Lanjutan lampiran 8 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
123200 127950 105200 116700 144900 120300 126200 120500 126100 116100 108600 109000 140000 138800 116000 127600 142400 152400 137100 130140 105500 135580 152000 150000 137100 121300 115000 110000
127421 127474 125247 124392 126443 125829 125866 125329 125406 124476 122888 121499 123349 124894 124005 124364 126168 128791 129622 129674 127257 128089 130480 132432 132899 131739 130065 128059
127890 127421 127474 125247 124392 126443 125829 125866 125329 125406 124476 122888 121499 123349 124894 124005 124364 126168 128791 129622 129674 127257 128089 130480 132432 132899 131739 130065
-4690.5 528.6 -22274.3 -8546.8 20507.8 -6142.9 371.3 -5365.8 770.8 -9306.3 -15875.7 -13888.1 18500.7 15450.6 -8894.4 3595.0 18035.5 26232.0 8308.8 517.9 -24173.9 8323.5 23911.1 19520.0 4668.0 -11598.8 -16738.9 -20065.0
Forecasts Period 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 128059 128059 128059 128059 128059 128059 128059 128059 128059 128059 128059 128059
Lower 100392 100392 100392 100392 100392 100392 100392 100392 100392 100392 100392 100392
Upper 155725 155725 155725 155725 155725 155725 155725 155725 155725 155725 155725 155725
Lanjutan lampiran 8
Single Exponential Smoothing Plot for data 160000
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
150000
Smoothing Constant Alpha 0.1
data
140000
Accuracy Measures MAPE 9 MAD 11293 MSD 191157959
130000 120000 110000 100000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Lampiran 9. Proses pengolahan data penjualan dengan metode proyeksi tren
————— 7/13/2009 9:46:19 AM ——————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Trend Analysis for data Data Length NMissing
data 63 0
Fitted Trend Equation Yt = 130330 - 68.8129*t Accuracy Measures MAPE MAD MSD
9 11488 182494692
Time 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
data 135500 137700 127500 132400 135000 150000 139200 142800 122600 144700 136300 130600 137960 104600 143400 115900 139500 116980 107200 121260 115300 109000 126130 108740 140000 105440 139250 126500 142800 148800 123900 146450 114800 121390 126800
Trend 130261 130192 130124 130055 129986 129917 129848 129780 129711 129642 129573 129504 129436 129367 129298 129229 129160 129091 129023 128954 128885 128816 128747 128679 128610 128541 128472 128403 128335 128266 128197 128128 128059 127990 127922
Detrend 5238.7 7507.5 -2623.7 2345.1 5014.0 20082.8 9351.6 13020.4 -7110.8 15058.0 6726.8 1095.6 8524.5 -24766.7 14102.1 -13329.1 10339.7 -12111.5 -21822.7 -7693.8 -13585.0 -19816.2 -2617.4 -19938.6 11390.2 -23101.0 10777.8 -1903.3 14465.5 20534.3 -4296.9 18321.9 -13259.3 -6600.5 -1121.7
Lanjutan lampiran 9 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
123200 127950 105200 116700 144900 120300 126200 120500 126100 116100 108600 109000 140000 138800 116000 127600 142400 152400 137100 130140 105500 135580 152000 150000 137100 121300 115000 110000
127853 127784 127715 127646 127578 127509 127440 127371 127302 127234 127165 127096 127027 126958 126889 126821 126752 126683 126614 126545 126477 126408 126339 126270 126201 126133 126064 125995
Forecasts Period 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
Forecast 125926 125857 125788 125720 125651 125582 125513 125444 125376 125307 125238 125169
-4652.8 166.0 -22515.2 -10946.4 17322.4 -7208.8 -1240.0 -6871.2 -1202.3 -11133.5 -18564.7 -18095.9 12972.9 11841.7 -10889.5 779.3 15648.2 25717.0 10485.8 3594.6 -20976.6 9172.2 25661.0 23729.9 10898.7 -4832.5 -11063.7 -15994.9
Lanjutan lampiran 9
Trend Analysis Plot for data Linear Trend Model Yt = 130330 - 68.8129*t
Variable Actual Fits Forecasts
150000
data
140000
Accuracy Measures MAPE 9 MAD 11488 MSD 182494692
130000 120000 110000 100000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Lampiran 10. Proses pengolahan data dengan metode pemrograman linear menggunakan perangkat lunak LINDO
Min16539P1+16539P2+16539P3+16539P4+16539P5+16539P6+16539P7+16539 P8+16539P9+16539P10+16539P11+16539P12+5969R1+5969R2+5969R3+5969 R4+5969R5+5969R6+5969R7+5969R8+5969R9+5969R10+5969R11+5969R12 +391SS1+391SS2+391SS3+391SS4+391SS5+391SS6+391SS7+391SS8+391SS 9+391SS10+391SS11+391SS12+11502L1+11502L2+11502L3+11502L4+11502 L5+11502L6+11502L7+11502L8+11502L9+11502L10+11502L11+11502L12 St P1-SS1=119929 P2+SS1-SS2=127541 P3+SS2-SS3=126460 P4+SS3-SS4=118633 P5+SS4-SS5=116454 P6+SS5-SS6=123043 P7+SS6-SS7=123281 P8+SS7-SS8=124641 P9+SS8-SS9=120199 P10+SS9-SS10=119145 P11+SS10-SS11=120342 P12+SS11-SS12=121140 SS1>=13093 SS2>=12754 SS3>=12646 SS4>=11863 SS5>=11645 SS6>=12304 SS7>=12328 SS8>=12646 SS9>=12020 SS10>=11915 SS11>=12034 SS12>=12114 SS1<=96000 SS2<=96000 SS3<=96000 SS4<=96000 SS5<=96000 SS6<=96000 SS7<=96000
SS8<=96000 SS9<=96000 SS10<=96000 SS11<=96000 SS12<=96000 R1+I1=167 R2+I2=160 R3+I3=160 R4+I4=160 R5+I5=165 R6+I6=160 R7+I7=172 R8+I8=160 R9+I9=167 R10+I10=160 R11+I11=160 R12+I12=160 R1+L1-I1-0.001233SS1=147.88 R2+L2-I2+0.001233SS1-0.001233SS2=157.26 R3+L3-I3+0.001233SS2-0.001233SS3=155.93 R4+L4-I4+0.001233SS3-0.001233SS4=146.27 R5+L5-I5+0.001233SS4-0.001233SS5=143.59 R6+L6-I6+0.001233SS5-0.001233SS6=151.71 R7+L7-I7+0.001233SS6-0.001233SS7=152.01 R8+L8-I8+0.001233SS7-0.001233SS8=153.68 R9+L9-I9+0.001233SS8-0.001233SS9=148.21 R10+L10-I10+0.001233SS9-0.001233SS10=146.91 R11+L11-I11+0.001233SS10-0.001233SS11=148.38 R12+L12-I12+0.001233SS11-0.001233SS12=149.37 1.24L1-1.24I1-0.000296SS1<=35.498 1.25L2-1.25I2+0.000308SS1-0.000308SS2<=39.282 1.25L3-1.25I3+0.000308SS2-0.000308SS3<=38.949 1.25L4-1.25I4+0.000308SS3-0.000308SS4<=36.538 1.242L5-1.242I5+0.000297SS4-0.000297SS5<=34.586 1.25L6-1.25I6+0.000308SS5-0.000308SS6<=37.897 1.232L7-1.232I7+0.000285SS6-0.000285SS7<=35.135 1.25L8-1.25I8+0.000308SS7-0.000308SS8<=38.389 1.24L9-1.24I9+0.000296SS8-0.000296SS9<=35.578 1.25L10-1.25I10+0.000308SS9-0.000308SS10<=36.696 1.25L11-1.25I11+0.000308SS10-0.000308SS11<=37.065 1.25L12-1.25I12+0.000308SS11-0.000308SS12<=37.311 End
LP OPTIMUM FOUND AT STEP
4
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
0.2442952E+11
VARIABLE VALUE P1 133022.000000 P2 127202.000000 P3 126352.000000 P4 117850.000000 P5 116236.000000 P6 123702.000000 P7 123305.000000 P8 124959.000000 P9 119573.000000 P10 119040.000000 P11 120461.000000 P12 121220.000000 R1 165.511841 R2 158.421005 R3 157.898422 R4 152.652283 R5 154.160599 R6 156.261276 R7 162.019791 R8 157.036041 R9 157.219070 R10 153.390274 R11 154.263367 R12 154.734314 SS1 13093.000000 SS2 12754.000000 SS3 12646.000000 SS4 11863.000000 SS5 11645.000000 SS6 12304.000000 SS7 12328.000000 SS8 12646.000000 SS9 12020.000000 SS10 11915.000000 SS11 12034.000000 SS12 12114.000000 L1 0.000000 L2 0.000000 L3 0.000000 L4 0.000000 L5 0.000000
REDUCED COST 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000
L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.488165 1.578994 2.101582 7.347720 10.839397 3.738726 9.980204 2.963953 9.780929 6.609733 5.736637 5.265680
8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 -16539.000000 3) 0.000000 -16539.000000 4) 0.000000 -16539.000000 5) 0.000000 -16539.000000 6) 0.000000 -16539.000000 7) 0.000000 -16539.000000 8) 0.000000 -16539.000000 10) 0.000000 -16539.000000 11) 0.000000 -16539.000000 12) 0.000000 -16539.000000 13) 0.000000 -16539.000000 14) 0.000000 -391.000000 15) 0.000000 -391.000000 16) 0.000000 -391.000000 17) 0.000000 -391.000000 18) 0.000000 -391.000000 19) 0.000000 -391.000000 20) 0.000000 -391.000000 21) 0.000000 -391.000000 22) 0.000000 -391.000000 23) 0.000000 -391.000000 24) 0.000000 -391.000000 25) 0.000000 -16933.679688 26) 82907.000000 0.000000 27) 83246.000000 0.000000 28) 83354.000000 0 .000000
29) 30) 31) 32) 33) 34) 35) 36) 37) 38) 39) 40) 41) 42) 43) 44) 45) 46) 47) 48) 49) 50) 51) 52) 53) 54) 55) 56) 57) 58) 59) 60) 61) 62) 63) 64) 65) 66) 67) 68) 69) 70) 71) 72) 73)
84137.000000 84355.000000 83696.000000 83672.000000 83354.000000 83980.000000 84085.000000 83966.000000 83886.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 41.218853 41.151333 41.542713 45.481483 47.983784 42.773380 47.437450 42.191887 47.521053 44.925823 44.272446 43.917740
NO. ITERATIONS=
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 -2984.500000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 4
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: OBJ COEFFICIENT RANGES VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE P1 16539.000000 INFINITY 391.000000 P2 16539.000000 391.000000 391.000000 P3 16539.000000 391.000000 391.000000 P4 16539.000000 391.000000 391.000000 P 16539.000000 391.000000 391.000000 P6 16539.000000 391.000000 391.000000 P7 16539.000000 391.000000 391.000000 P8 16539.000000 391.000000 391.000000 P9 16539.000000 391.000000 391.000000 P10 16539.000000 391.000000 391.000000 P11 16539.000000 391.000000 391.000000 P12 16539.000000 391.000000 16933.679688 R1 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R2 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R3 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R4 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R5 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R6 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R7 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R8 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R9 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R10 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R11 5969.000000 17035.000000 634225.500000 R12 5969.000000 17035.000000 27467446.000000 SS1 391.000000 INFINITY 391.000000 SS2 391.000000 INFINITY 391.000000 SS3 391.000000 INFINITY 391.000000 SS4 391.000000 INFINITY 391.000000 SS5 391.000000 INFINITY 391.000000 SS6 391.000000 INFINITY 391.000000 SS7 391.000000 INFINITY 391.000000 SS8 391.000000 INFINITY 391.000000 SS9 391.000000 INFINITY 391.000000 SS10 391.000000 INFINITY 391.000000 SS11 391.000000 INFINITY 391.000000 SS12 391.000000 INFINITY 16933.679688 L1 11502.000000 INFINITY 8517.500000 L2 11502.000000 INFINITY 8517.500000 L3 11502.000000 INFINITY 8517.500000 L4 11502.000000 INFINITY 8517.500000 L5 11502.000000 INFINITY 8517.500000 L6 11502.000000 INFINITY 8517.500000
L7 L8 L9 L10 L11 L12 I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10 I11 I12
ROW 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 26 27 28
11502.000000 11502.000000 11502.000000 11502.000000 11502.000000 11502.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 634225.500000 27467446.000000
8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 8517.500000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000 17035.000000
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 119929.000000 INFINITY 133022.000000 127541.000000 INFINITY 127202.000000 126460.000000 INFINITY 126352.000000 118633.000000 INFINITY 117850.000000 116454.000000 INFINITY 116236.000000 123043.000000 INFINITY 123702.000000 123281.000000 INFINITY 123305.000000 124641.000000 INFINITY 124959.000000 120199.000000 INFINITY 119573.000000 119145.000000 INFINITY 119040.000000 120342.000000 INFINITY 120461.000000 121140.000000 INFINITY 121220.000000 13093.000000 2413.893555 2561.222412 12754.000000 2561.222412 3408.892334 12646.000000 3408.892334 11918.442383 11863.000000 11918.442383 11863.000000 11645.000000 17582.154297 6064.438965 12304.000000 6064.438965 4807.709961 12646.000000 807.709961 12646.000000 12020.000000 15865.253906 10721.383789 11915.000000 10721.383789 9305.168945 12034.000000 9305.168945 8541.249023 12114.000000 8541.249023 12114.000000 96000.000000 INFINITY 82907.000000 96000.000000 INFINITY 83246.000000 96000.000000 INFINITY 83354.000000
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
96000.000000 96000.000000 96000.000000 96000.000000 96000.000000 96000.000000 96000.000000 96000.000000 96000.000000 167.000000 160.000000 160.000000 160.000000 165.000000 160.000000 172.000000 160.000000 167.000000 160.000000 160.000000 160.000000 147.880005 157.259995 155.929993 146.270004 143.589996 151.710007 152.009995 153.679993 148.210007 146.910004 148.380005 149.369995 35.498001 39.282001 38.949001 36.537998 34.585999 37.896999 35.134998 38.389000 35.577999 36.695999 37.064999 37.311001
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 2.976331 3.157987 4.203164 14.695439 21.678795 7.477453 19.960407 5.927906 19.561857 13.219465 11.473273 10.531360 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
84137.000000 84355.000000 83696.000000 83672.000000 83354.000000 83980.000000 84085.000000 83966.000000 83886.000000 2.976331 3.157987 4.203164 14.695439 21.678795 7.477453 19.960407 5.927906 19.561857 13.219465 11.473273 10.531360 331.023682 316.842010 315.796844 305.304565 308.321198 312.522552 324.039581 314.072083 314.438141 306.780548 308.526733 309.468628 41.218853 41.151333 41.542713 45.481483 47.983784 42.773380 47.437450 42.191887 47.521053 44.925823 44.272446 43.917740