1
KAJIAN PERCEPATAN REKONSTRUKSI PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Eko Rhoma D, Budisantoso W., Erwin Widodo Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail :
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak— Tsunami adalah gelombang laut yang terjadi karena adanya gangguan impulsif pada laut. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan bentuk dasar laut secara tiba-tiba dalam arah vertikal (Pond and Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and Satake, 1995). Perubahan tersebut disebabkan oleh tiga sumber utama, yaitu gempa tektonik, letusan gunung api, atau longsoran yang terjadi di dasar laut (Ward, 1982). Dari ketiga sumber tersebut, di Indonesia gempa merupakan penyebab utama (Puspito dan Triyoso, 1994). Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Ketinggian gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami. Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi.
Data menunjukan bahwa 90% tsunami terjadi adalah akibat gempa bumi bawah laut (Ryanzu, 2011). . Kata Kunci: gempa bumi, tsunami, sistem dinamik, rekonstruksi, lingkungan fisik I. PENDAHULUAN Indonesia, selain negara kepulauan dan maritim yang terkenal akan keindahannya juga rawan terjadi bencana gempa bumi dan tsunami. Hal ini dikarenakan letak geografis dan geodinamika yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi menimbulkan aktivitas vulkanik dan kegempaan yang tinggi. Selain itu, dipengaruhi juga oleh bentuk relief Indonesia yang bervariasi, mulai dari pengunungan hingga pantai yang kesemuanya rentan akan terjadinya bencana alam seperti gempa buni dan tsunami. Pada tanggal 25 Oktober 2010, gempa yang berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR menurut USGS) mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Pada bidang manajemen pengurangan risiko bencana, Tirahmah (2008) melakukan analisis peta resiko bencana dengan menggunakan Geological Information System (GIS) untuk mengetahui tingkat risiko bencana pada daerah di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Wijatmiko (2009) menggunakan GIS untuk mengidentifikasi area evakuasi dan resiko pada rute evakuasi yang dilalui. Sedangkan Rand (2009) melakukan penelitian mengenai keadaan
2
lingkungan dan kesehatan pada kamp pengungsian, serta Sadisun (2007) menambahkan mengenai peran dan fungsi Standard Operational Procedure (SOP) dalam mitigasi bencana alam. Aplikasi GIS dalam penelitian lain mengenai bencana dilakukan oleh Shigenobu (2009) dengan menggunakan Tsunami Hazard Map (THM) untuk mendukung pengurangan risiko berkelanjutan dan utilisasi. Pada Bidang Kesiapsiagaan, Sakamoto (2008) melakukan penelitian mengenai persepsi dan tingkah laku yang berhubungan dengan bencana pada masyarakat Aceh. Penelitian ini mengulas apa yang dilakukan oleh orang aceh saat terjadi bencana dengan metode kualitatif dan wawancara. Penduduk aceh cenderung mengungsi ke tempat ibadah kemudian baru mencari sanak saudara yang hilang dari informasi mulut ke mulut. Masjid merupakan tempat berlindung dan memulihkan kondisi psikologi dari pengungsi yang ada. Pada Bidang Simulasi dan Modeling, Ontowirjo (2008) melakukan pemodelan mengenai gelombang tsunami yang mengalami kenaikan tinggi menuju ke pantai (run-up modeling). Rizal (2009) juga melakukan simulasi sirkulasi air di Aceh dengan Model Numerik 3-D. Sedangkan Kusuma (2008) memodelkan arus dua dimensi dari gelombang propagasi tsunami yang terjadi di Aceh. Thuy (2008) menggunakan simulasi numerik untuk menginvestigasi dampak ruangan terbuka pada hutan pantai dalam upaya meminimasi dampak tsunami. Saat ini telah terdapat beberapa penelitian mengenai bencana dimana menggunakan pendekatan sistem dinamik dalam metodologinya. Putra (2012) melakukan penelitian yang bertujuan membangun model simulasi rencana kontinjensi bencana Tsunami guna memprediksi waktu recovery, serta menciptakan skenario untuk mempercepat waktu recovery berdasarkan hasil simulasi model yang telah divalidasi. Sedangkan Alfian (2012) melakukan penelitian tekait bencana gempa bumi dan tsunami yang bertujuan untuk memodelkan rencana tanggap darurat pasca bencana gempa bumi yang dan tsunami menggunakan metode sistem dinamik dengan tujuan mengetahui tindakan prioritas yang harus
dilakukan pada saat tanggap darurat,guna memprediksi efektivitas pelaksanaan tanggap darurat yang di tinjau dari waktu tanggap darurat serta membuat rekomendasi rencana point-point penting untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami. Dalam hal Disaster Prevention System, Ho (2006) melakukan penelitian mengenai sistem pertahanan bencana gempa bumi pada kota Taichung, Taiwan yang meliputi 7 Urban Disaster Prevention System yaitu populasi, transportasi, pemukiman, industri, life supporting, lingkungan, dan fasilitas publik. Penelitian ini mengeliminasi indikator yang menyusun 7 Urban Disaster Prevention System tersebut ketika bernilai dibawah threshold 25% dengan fuzzy-delphi method. Hal ini kurang tepat karena pada prinsipnya sistem dinamik mengakomodasi semua variabel yang berpengaruh tanpa ada pengurangan. Pengurangan dapat dilakukan ketika dalam simulasi, variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan pada output model. Untuk meningkatkan ketahanan bencana, maka terdapat beberapa rekomendasi seperti training untuk mitigasi, meningkatkan area terbuka untuk evakuasi, memperkuat life supporting system hingga kebutuhan penduduk terpenuhi, dan mengurangi polusi lingkungan dari hasil pembuangan limbah industri. Tabel I Rincian Kerusakan dan Kerugian Pada Sektor Ekonomi Produktif (Rp. Juta)
(Sumber : Penilaian Tim Gabungan BNPB, Bappenas, Pemda Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, 22 November 2010)
3
Mengacu pada data dan informasi yang didapatkan maka upaya prioritas tindakan dalam penanggulangan bencana sangat dibutuhkan dalam pengambilan suatu kebijakan, baik dalam upaya rehabilitasi maupun rekonstruksi agar dapat berjalan cepat, efektif, terkoordinasi, dan tepat sasaran sehingga mampu mengembalikan kondisi masyarakat baik secara fisik, mental, sosial, dan ekonomi seperti sebelum terjadinya bencana. Mampu meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap ancaman-ancaman bencana yang terjadi di masa mendatang sesuai butir ke tiga tujuan strategis Hyogo Framework for Action. Implementasi rencana upaya prioritas tindakan penanggulangan bencana selalu mengalami perubahan seiring dengan waktu dan karakteristik bencana, sehingga menjadikan efektifitas rencana yang disusun tidak dapat diketahui jika dijabarkan dalam bentuk konseptual dan matematis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui waktu rekonstruksi, dimana terdapat interaksi yang kompleks dan hubungan sebab akibat pada saat terjadi bencana serta perubahan pola sistem seiring dengan berubahnya waktu menjadikan permasalahan dalam penelitian ini permasalahan yang komplek yang mempunyai banyak variabel yang saling terkait. Sistem dinamik adalah metode yang dapat mengakomodasi interaksi antarvariabel pada sistem yang kompleks dan mampu menunujukka perilaku variabel dalam sistem. A. DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN Sumatra Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera dengan ibu kota Padang. Sumatera barat berbatasan langsung dengan Samudara Hindia di sebelah barat, provinsi Jambi dan provinsi Bengkulu di sebelah selatan, provinsi Riau di sebelah timur, dan provinsi Sumatera Utara di sebelah utara. Berdasarkan data dari BPS provinsi ini memiliki luas 42.297,30 km terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan jumlah penduduk lebih dari 4.800.000 jiwa. Sumatera Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang rawan terhadap gempa bumi dan tsunami, disebabkan letaknya yang secara tektonik berada diantara pertemuan dua lempeng
benua besar yaitu lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia dan patahan Semangko dan ditambah aktivitas gunung berapi yang masih aktif. Kabupaten Kepulauan Mentawai merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat dengan posisi geografis yang terletak diantara 0O55’00” - 3O21’00” Lintang Selatan dan 98O35’00” - 100O32’00” Bujur Timur dengan luas wilayah sebesar 6.011,35 km2 dan garis pantai sepanjang 1.402,66 km. Secara geografis, daratan Kabupaten Kepulauan Mentawai ini terpisahkan dari Provinsi Sumatera Barat oleh Laut, yaitu dengan batas sebelah utara adalah Selat Siberut, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, sebelah timur berbatasan dengan selat Mentawai, serta sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Bencana gempa bumi berkekuatan 7,2 SR (atau 7,5 SR menurut USGS) kembali terjadi di Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 25 Oktober 2010 telah memicu terjadinya gelombang tsunami. Kedalaman gempa bumi yang cukup dangkal dan terletak pada zona subduksi dibawah dasar laut tersebut telah memicu terjadinya gelombang tsunami yang menurut informasi dari BPBD Provinsi Sumbar ketinggian gelombang mencapai 3 meter telah menghasilkan landaan tsunami sejauh 1 km ke arah daratan. Guncangan gempa dan gelombang tsunami tersebut telah menyebabkan kerusakan dan kerugian di 4 wilayah kecamatan di Kepulauan Mentawai, yaitu Kecamatan Pagai Utara, Pagai Selatan, Sipora Selatan, dan Sikakap.Wilayah Kecamatan Pagai Selatan dan Kecamatan Pagai Utara merupakan daerah yang paling parah terkena dampak gempa bumi dan gelombang tsunami yang mengakibatkan banyak korban jiwa dan kerusakan bangunan rumah serta sarana dan prasarana. Hal ini juga turut dipengaruhi oleh letak geografis wilayah Kecamatan Pagai Selatan yang berada dekat dengan pusat kejadian gempa dan terletak di pesisir pantai barat. Dengan demikian berdasarkan data sejarah gempa bumi di Sumatera, dalam 100 tahun terakhir, sudah sekitar 20 gempa besar dan merusak zona patahan ini. Berdasarkan penelitian, aktivitas gempa bumi di patahan
4
Semangko rata-rata sekitar 5 tahun sekali. Meskipun gempa bumi di zona patahan ini magnitudonya relatif kecil, namun dampaknya bisa sangat berbahaya disebabkan sumbernya berdekatan dengan kawasan pemukiman.(BNPB,2011). Dalam status kehidupan normal, masyarakat Sumatera Barat harus mewaspadai adanya ancaman gempa tektonik yang sewaktu-waktu bisa terjadi, dimana oleh para pakar geologi dikatakan bahwa daerah Sumatera Barat adalah daerah rawan terjadi tsunami. Hal ini berdampak pada timbulnya rasa kecemasan dan bahaya bagi pemukiman padat penduduk yang terletak di sepanjang pantai barat pulau Sumatera. Sehingga dalam penelitian kali ini akan dimodelkan bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Sumatera Barat dan Kepulauan Mentawai dengan mengacu data dari rekapitulasi badan organisasi yang terkait, seperti berikut ini: Tabel 2 Hasil rekapitulasi keadaan fasilitas sebelum dan selama terjadi bencana
yang ada, untuk menjamin hasil rekonstruksi yang memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap bencana di masa yang akan datang, baik di tingkat masyarakat, komunitas lokal dan individu, dan pemerintahan. 4. Mengutamakan solusi jangka panjang daripada penyelesaian masalah-masalah yang bersifat sementara.
DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
[7] Sumber : Diolah dari berbagai sumber (BNPB, BPS, Departemen Perhubungan, dll)
KESIMPULAN 1. Melibatkan partisipasi masyarakat sebesar mungkin, baik yang terkena bencana maupun masyarakat secara umum, melalui proses memberdayakan masyarakat dalam berbagai kegiatan penyelenggaraan rekonstruksi, melalui mekanisme pelibatan secara sederhana. 2. Memanfaatkan kearifan lokal berdasarkan pada kondisi aktual di lapangan, melalui program yang mengacu kepada kebijakan pemerintah dengan memperhatikan kondisi soaial dan budaya masyarakat. 3. Mendorong pengembangan kapasitas dalam pelaksanaan rekonstruksi, baik ketika perencanaan, pelaksanaan, monitoring, maupun penegakan peraturan-peraturan
[8]
[9]
[10]
[11] [12]
[13]
[14]
Alfian, Q., 2012. Upaya Percepatan Waktu Tanggap Darurat Terhadap Penanggulangan Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami. Barlas, Y., 1996. Format Aspect of Model Validity and Validation in System Dynamics. System Dynamics Review., pp.12(3), 183-210. BNPB, 2008. Pedoman Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. BNPB, 2010. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana, Serta Percepatan Pembangun Wilayah Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatra Utara Tahun 2011-2012 Deegan, M.A., 2006. Defining the Policy Space for Disaster Management: A System Dynamics Approach to U.S. Flood Policy Analysis. Proceeding of International System Dynamics Conference. Deegan, M.A., 2006. Developing Causal Map Codebooks to Analyze Policy Recommendations: A preliminary content analysis of floodplain management recommendations following the 1993 Midwest Floods. Proceeding of International System Dynamics Conference. Deegan, M.A., 2007. Exploring U.S. Flood Mitigation Policies: A Feedback View of System Behavior. Proceeding of International System Dynamics Conference. Goncalvez, 2008. System Dynamics Modelling of Humanitarian Relief Operation. Proceeding of International System Dynamics Conference. Kusuma, M.S.B..M.B.A.M.F., 2008. Modeling Two Dimension Inundation Flow Generated by Tsumani Propagation in Banda Aceh City. Aceh Tsunami Digital Repository. Mauter, M., 2004. MODELING COMMUNITY GOAL DYNAMICS: A SYSTEM DYNAMICS APPROACH TO INCREASING THE GOAL OF SAFETY WITHOUT THE STIMULUS OF DISASTER. Proceeding of International System Dynamics Conference. Ontowirjo, B.V.A., 2008. Tsunami Run-Up Induced Scouring. Aceh Tsunami Digital Repository. Purnomo, S., 2011, Pengantar Sistem Dinamik. [Online] at: Available http://labsistemtmip.files.wordpress.com/2011/05/pengant ar-sistem-dinamik.pdf [Accessed 11 January 2012]] Putra, A.S., 2011, Model Simulasi Rencana Kontinjensi Tsunami Dan Pengaruh Terhadap Waktu Recovery Pasca Bencana (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik) Ramezankhani, A.M.N., 2006. A System Dynamics Approach on Post-Disaster Management : A Case Study of Bam Earthquake, Desember 2003
5
[15] Rand, E.C., 2009. Environmental health in post-tsunami Villages versus relocation shelters. Aceh Tsunami Digital Repository. [16] Rizal, S.I.S.Y.I., 2009. Simulation of Aceh Waters Circulation with a 3-D Numerical Model. Aceh Tsunami Digital Repository. [17] Sadisun, I.A., 2007. Peran dan Fungsi Standard Operation Procedure (SOP) dalam Mitigasi dan Penanganan Bencana Alam di Jawa Barat. Aceh Tsunami Digital Repository. [18] Sakamoto, M.Y.K.M.M., 2008. Disaster Perception and Behavior of Tsunami Affected People in Banda Aceh. Aceh Tsunami Digital Repository. [19] Schreckengost, R.C., 1985. Dynamics Simulation Model : How Valid Are They? Wahington D.D.: US. Goverment Printing Office. [20] Shigenobu, T.D.I.D.K., 2009. Sustainable tsunami risk reduction and utilization of tsunami hazard map (THM). Aceh Tsunami Digital Repository. [21] Thuy, N.B.N.T.a.K.T., 2008. Investigation the Effect of Open Gap in Coastal Forest on Tsunami Reduction by Experiment and Numerical Simulation. Aceh Tsunami Digital Repository. [22] Tirahmah, 2008. Analisis Resiko Bencana Geologi Menggunakan GIS Di Nanggroe Aceh Darussalam. Management of GeoRisk NAD. [23] UU No. 11, 2008. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA. Jakarta: LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 11. [24] Wijatmiko, I.K.M., 2009. Determining Evacuation Service Areas and Evacuation Route Risk Level as Disaster Mitigation Plan using GIS. Aceh Tsunami Digital Repository. [25] Yufeng Ho, C.L.H.-L.W., 2006. Dynamic model for earthquake disaster prevention system: a case study of Taichung City, Taiwan. Proceeding of International System Dynamics Conference.