KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah1, Suparman1, W.A. Nugroho1, Harmini1 dan Umi Pudji Astuti2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
ABSTRAK Lahan lebak merupakan lahan yang berpotensi untuk pengembangan pertanian jika dilakukan pembangunan jaringan tata air yang efektif. Kajian ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi usahatani lahan lebak dangkal di Kabupaten Katingan diperlukan karena masih dilakukan secara tradisional, yaitu tanpa aplikasi pemupukan, kendala pengembangan karet karena genangan air, dan belum termanfaatkannya limbah jerami padi untuk pakan ternak. Kajian dilakukan selama 3 (tiga tahun) 2009 – 2011 di SP1 Desa Buntut Bali Kecamatan Pulau Malan Kabupaten Katingan. Kajian dilakukan dengan memperkenalkan pemupukan padi, dan memperkenalkan teknologi tukungan untuk pengembangan tanaman karet di lahan lebak dangkal dengan karet unggul PB260 dan IRR39, serta pemanfaatan limbah jerami untuk pakan ternak. Hasil menunjukkan bahwa pemupukan 200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl mampu menghasilkan antara 2,5 – 3,7 t/ha GKP, sedangkan tanpa pupuk antara 1,9 – 2,9 t/ha GKP. Pemberian pupuk organik limbah sapi 9 t/ha menghasilkan sebesar 5,20 t/ha GKG, diikuti 12 t/ha pupuk organik dengan produksi 4,51 t/ha GKG, dan terendah tanpa pemberian pupuk organik menghasilkan 3,06 t/ha GKG. Kajian penggunaan Pupuk Gambut (Pugam) menunjukkan bahwa perlakuan Pugam T mencapai produksi sebanyak 3,84 t/ha GKG. Teknologi penanaman karet klon unggul PB 260 dan IRR 39 mampu hidup jika dibuatkan tukungan saat tanam, sedangkan jika tidak menggunakan tukungan bibit karet tertekan dan mati karena genangan air. Pemberian silase meningkatkan pertambahan bobot badan sapi pada bulan pertama perlakuan mencapai 8,11 kg/bulan dibandingkan tanpa pemberian silase yang hanya 3,3 kg, sedangkan pada bulan ketiga perlakuan tercapai penambahan bobot badan sapi mencapai 14,39 kg dibandingkan 3,69 kg. Kata Kunci: lahan lebak, oryza sativa, hevea brasiliensis, silase, pertambahan bobot badan sapi
PENDAHULUAN Lahan lebak merupakan lahan cekungan yang memiliki kendala kelebihan air di waktu musim hujan dan kering disaat musim kemarau dan tidak dipengaruhi oleh gerakan air pasang surut. Kondisi lahan yang marginal tersebut dikarenakan ketersediaan air yang tidak dapat dikelola dengan baik. Lahan lebak merupakan lahan potensi tinggi untuk pengembangan padi, dan juga sumber pakan untuk ternak saat terjadi musim banjir. Namun demikian kondisi masyarakat asli Kalimantan Tengah masih terbatas pemanfaatan lahan lebak untuk penanaman padi sekali setahun dan juga keinginan untuk perluasan mengembangkan tanaman karet di lahan lebak karena sebagai mata pencaharian utama. Lahan lebak merupakan lahan rawa yang perkembangannya tertinggal dibandingkan dengan lahan rawa pasang surut (Noor, 1996). Lahan lebak di Kalimantan Tengah mencapai luasan 324.920 hektar, sedangkan potensi luasan sawah lebak di Kabupaten Katingan sebesar 61.251 hektar (Nugroho dan Budiman, 2006). Umumnya lahan lebak selain dimanfaatkan untuk tanaman padi, juga dimanfaatkan untuk hortikultura, palawija maupun kenaf (Anwar dan Widjaja-Adhi, 1997), namun demikian belum banyak yang mengembangkan untuk tanaman tahunan yang akan mengalami genangan dengan waktu yang cukup lama seperti tanaman karet. Tujuan pengkajian ini adalah melakukan integrasi pemanfaatan lahan lebak dangkal di Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah untuk usahatani padi, karet dan sapi secara terintegrasi, dengan cara pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak.
BAHAN DAN METODA Lokasi pengkajian dilakukan di lahan lebak dangkal di SP1 Desa Buntut Bali Kecamatan Pulau Malan, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Pelaksanaan pengkajian dilakukan mulai MT Okmar 2009 hingga MT Okmar 2011. Terdapat tiga komoditas yang diintegrasikan, antara lain: 1) Rakitan Paket Teknologi Budidaya padi menggunakan pemupukan anorganik dan pengkajian pemupukan organik limbah sapi di lahan lebak mineral, serta pengkajian penggunaan Pugam di lahan lebak gambut, 2) Teknologi pengembangan tanaman karet unggul di lahan lebak mineral menggunakan berbagai dimensi tukungan, dan 3) Pemanfaatan jerami padi sebagai silase untuk pakan sapi. Rakitan paket teknologi budidaya padi lahan lebak menggunakan pemupukan anorganik, dilakukan pada MT Okmar 2009, perlakuan yang digunakan adalah paket pemupukan 200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl; dan tanpa pemupukan (pola petani). Varitas padi yang digunakan adalah varietas lokal. Luas setiap petak percobaan 0,5 ha yang dilakukan oleh tiga petani kooperator. Pengamatan meliputi jumlah anakan dan produksi. Rakitan paket teknologi budidaya padi lahan lebak mineral menggunakan pemupukan organik limbah sapi. Pupuk organik yang dikaji adalah dosis pupuk kandang sapi, antara lain: 0 t/ha (P0), 3 t/ha (P1), 6 t/ha (P2), 9 t/ha (P3), dan 12 t/ha (P4). Pengkajian ini dilakukan di lahan lebak sela tukungan karet, setiap petak percobaan memiliki ukuran 15x20 m dan diulang sebanyak tiga kali. Pemupukan anorganik yang digunakan dengan dosis 200 kg/ha urea, 150 kg/ha SP-36 dan 50 kg/ha KCl. Varietas yang digunakan adalah varietas lokal Embang Parukat dengan usia panen 5 bulan. Pengkajian penggunaan Pugam di laksanakan di MT Okmar 2011 yang terletak di lahan lebak gambut dalam. Perlakuan adalah pemberian Pugam A dan Pugam T, masing-masing sebanyaks 400 kg/ha, sedangkan kontrol tanpa pemberian Pugam. Luas tiap demplot perlakuan baik Pugam A, Pugam T dan Kontrol adalah 25 x 100 m. Dolomit diberikan sebanyak 400 kg/ha, pupuk anorganik Urea sebanyak 150 kg/ha dan pupuk NPK Ponskha sebanyak 150 kg/ha. Varitas padi yang digunakan adalah Inpara-5. Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah malai dan produksi gabah kering giling. Teknologi pengembangan tanaman karet unggul di lahan lebak mineral menggunakan berbagai dimensi tukungan, yang dibedakan berdasarkan kedalaman genangan air saat musim hujan. Dimensi panjang dan lebar tukungan berukuran masing-masing 1 m, namun tinggi tukungan dibedakan berdasarkan 50%, 100%, dan 150% dari kedalaman genangan air rata-rata sebesar 50 cm. Parameter yang diamati adalah lingkar batang maupun tinggi tanaman, serta tanaman yang dapat bertahan pada kondisi tersebut. Pengkajian pemanfaatan limbah jerami padi untuk pakan ternak diintroduksikan dengan pembuatan silase. Silase yang digunakan berasal dari bahan limbah jerami padi hasil panen demplot Inpara 5 pada perlakuan Pugam A, Pugam T, dan Kontrol yang telah dicacah, gula merah, dedak, air dan EM-4 peternakan. Peralatan yang digunakan adalah 1 unit APO, kantong plastik hitam besar, terpal, meteran. Sebelum perlakuan diaplikasikan setiap sapi diberikan feed supplement mineral sebagai mineral tambahan. Setiap bulan para petani akan mengukur lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan. Silase diberikan sebanyak 35% dari bobot badan sapi, dan silase diberikan setiap hari. Sebelum diberikan pada ternak terlebih dahulu silase di angin – anginkan. Parameter pengukuran dilakukan pada pertambahan berat badan sapi antara yang diberi silase dan tidak diberi silase. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengkajian Pemupukan Anorganik Tanaman Padi Lahan Lebak di Sela Karet Penanaman padi di lahan lebak dangkal lokasi penelitian masih dilakukan satu kali dalam satu tahun. Hal tersebut utamanya disebabkan karena belum sempurnanya pengelolaan tata air, sehingga kebanjiran saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau. Menurut Ar-Riza dan Rina (2004) untuk meningkatkan produktivitas lahan lebak dangkal dengan penerapan pola tanam padi dua kali setahun diperlukan pembangunan jaringan tata air yang efektif.
Pemberian pupuk anorganik untuk mengenalkan kepada petani bahwa budidaya padi lebak memerlukan tambahan unsur hara. Hasil menunjukkan bahwa pemberian pupuk memberikan pengaruh positif pada parameter pertumbuhan dan produksi. Padi yang dipupuk menunjukkan jumlah anakan yang lebih banyak yaitu 16 – 24 anakan produktif, dibandingkan tanpa pemberian pupuk yaitu 14 – 16 anakan produktif. Pada parameter produksi, bahwa pemupukan mampu menghasilkan GKP (Gabah Kering Panen) antara 2,5 – 3,7 t/ha, sedangkan tanpa pupuk antara 1,9 – 2,9 t/ha. Analisis finansial menunjukkan bahwa pemberian pemupukan masih menguntungkan dibandingkan tanpa pemupukan, pada perlakuan pemupukan dengan rata-rata produksi padi 683 kg GKG/0,25 ha dengan harga gabah Rp. 2.500,-/kg menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1.707.000,dan tanpa pemupukan mendapatkan produksi 533 kg GKG/0,25 ha mendapatkan penerimaan Rp. 1.332.500.-. yang berarti memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp. 377.000,-/0,25 ha tanaman padi. Pengkajian Pemupukan Organik Limbah Sapi di Lahan Lebak Sela Karet Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik limbah sapi 9 t/ha menghasilkan sebesar 5,20 t GKG, diikuti 12 t/ha pupuk organik dengan produksi 4,51 t/ha dan terendah tanpa pemberian pupuk organik menghasilkan 3,06 t/ha GKG (Gambar 1). Menurut Raihan et all., (2003) pengaruh bahan oganik termasuk pupuk kandang sapi menjadikan tanah gembur, memperbaiki aerasi tanah dan mampu meningkatkan produksi tanaman secara berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, karena pupuk organik lebih lama mengendap didalam tanah dibandingkan pupuk kimia.
Gambar 1. Peningkatan produksi padi hasil pemberian pupuk organik limbah sapi pada lahan lebak disela karet.
Pengkajian Aplikasi Pupuk Gambut di Lahan Lebak Gambut Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jumlah malai tertinggi ada pada perlakuan pupuk gambut (Pugam) A sebesar 1.434 helai/6,25 m2. Sedangkan GKG tertinggi pada perlakuan Pugam T sebanyak 3,84 t/ha GKG (Gambar 2). Kondisi rendahnya perlakuan Pugam A meskipun memiliki jumlah malai lebih besar dari perlakuan lainnya terutama Pugam T, ternyata malai pugam T lebih berat dan bernas dibandingkan perlakuan Pugam A yang banyak hampa. Hal ini menunjukkan bahwa Pugam T yang bersifat lebih cepat bereaksi mampu memperbaiki tanah gambut dibandingkan Pugam A yang lambat bereaksi.
GKG (t/ha)
GKG (t/ha), Kontrol , 3.44
GKG (t/ha), Pugam A, 2.56
GKG (t/ha), Pugam T, 3.84
Perlakuan Amelioran Gambar 2. Peningkatan produksi perlakuan pupuk gambut padi Inpara 5 di lahan lebak gambut
Pengkajian Pengembangan Karet di Lahan Lebak (Inovasi Teknologi Tukungan) Hasil pengkajian menunjukkan bahwa menanam karet klon unggul PB 260 dan IRR 39 mampu hidup di lahan lebak dangkal jika dibuatkan tukungan saat tanam, sedangkan jika tidak menggunakan tukungan kebanyakan bibit karet tertekan dan mati (Tabel 1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternyata pembuatan tukungan 50% dari ketinggian genangan air sudah cukup untuk mempertahankan pertumbuhan bibit karet PB260, sedangkan untuk IRR39 yang terbaik jika tinggi tukungan 100% dari genangan di lahan lebak dangkal. Tabel 1. Keragaan agronomis karet di rawa lebak kabupaten katingan dengan inovasi teknologi tukungan (16 BST). Tinggi tukungan (% dari genangan) 0 50 100 150
Diameter batang (mm) IRR-39 PB-260 0,00 3,07 3,35 3,20
0,00 2,98 2,36 3,58
Tinggi tanaman (cm) IRR-39 PB-260 0 260 298 224
0 290 220 226
Keterangan: BST = Bulan Setelah Tanam; 0 = bibit karet mati.
Pengkajian Pemanfaatan Silase Limbah Jerami untuk Pakan Sapi
PBB (kg/bl)
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pemberian silase jerami dapat meningkatkan rata-rata berat sapi dibandingkan tanpa pemberian silase (Gambar 3). Pada ternak sapi tanpa diberi silase jerami terjadi penurunan pertambahan berat badan sapi pada bulan ketiga, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh ketersediaan pakan pada musim kemarau serta daya cerna sapi yang berkurang. Kondisi ini terjadi dikarenakan hilangnya energi, mineral dan protein yang terkandung dalam hijauan atau rerumputan akibat kekurangan air untuk bertumbuh. Sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan sapi yang sudah dewasa yang dapt menyebabkan berat badannya menurun atau kurus (Sampurna, 2009).
Bl-2, Tanpa Bl-3, Tanpa Bl-1, Tanpa Silase, 5.7 Silase, 3.69 Silase, 3.3
Bl-3, Diberi Silase, 14.39 Bl-2, Diberi Bl-1 Bl-1, Diberi Silase, 10.02 Silase, 8.11 Bl-2 Bl-3
Perlakuan Gambar 3. Pemberian silase meningkatkan pertambahan bobot badan sapi dibandingkan tanpa pemberian silase.
KESIMPULAN 1. Pemberian pupuk anorganik 200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, dan 50 kg/ha KCl pada padi lokal meningkatkan produksi. Pada parameter produksi, bahwa pemupukan mampu menghasilkan GKP (Gabah Kering Panen) antara 2,5 – 3,7 t/ha, sedangkan tanpa pupuk antara 1,9 – 2,9 t/ha. 2. Dosis kotoran sapi yang memberikan hasil produksi tertinggi dengan rata-rata 5 t/ha GKG adalah penambahan kotoran sapi 9 t/ha. 3. Perlakuan Pugam T lebih tinggi dibandingkan Pugam A, masing-masing 3,84 t/ha, 2,56 sedangkan kontrol 3,44 t/ha GKG 4. Pembuatan tukungan 50% dari ketinggian genangan air sudah cukup untuk mempertahankan pertumbuhan bibit karet PB260, sedangkan untuk IRR39 yang terbaik jika tinggi tukungan 100% dari genangan air di lahan lebak dangkal. 5. Pemberian silase meningkatkan pertambahan bobot badan sapi pada bulan pertama perlakuan pemberian silase mencapai 8,11 kg dibandingkan tanpa pemberian silase yang hanya 3,3 kg, sedangkan pada perlakuan pemberian silase bulan ketiga mencapai 14,39 kg dibandingkan 3,69 kg. DAFTAR PUSTAKA Anwar, E.A. dan I.P.G. Widjaja-Adhi. 1997. Tampilan Potensi Usahatani Di Lahan Lebak. Prosd. Simposium Nasional dan Konggres VI Peragi. Jakarta 25-27 Juni 1996. Perhimpunan Agronomi Indonesia Nasional. Jakarta. ;35-49. Ar-Riza, I. dan Y. Rina. 2004. Optimasi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak Untuk Meningkatkan Produksi Padi. Prosd. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumberdaya Tanah dan Iklim. Bogor 14-15 Oktober 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. ;257-272. Noor, M. 1996. Padi Lahan Marjinal. Penerbi PT. Penebar Swadaya. Jakarta. ;213 Nugroho, K. dan C. Budiman. 2006. Arahan Tata Ruang Pertanian. 1.3. Provinsi Kalimantan Tengah. Edisi Pertama. BBP2SDLP. Bogor. Sampurna, I. 2009. Pakan Sapi Bali. Universitas Udayana. Denpasar. Raihan, S., N. Fauziati dan Y. Raihana. 2003. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Sifat Fisik dan Kimia Tanah Serta Hasil Jagung Di Lahan Lebak. Prosd. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Buku II. Cisarua, 6-7 Agustus 2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. ;189-204