DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
NIIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010
Niin NIM A156080134
ABSTRACT NIIN. Spatial Dynamic Land Use in Katingan District and Palangka Raya City Central Kalimantan Province. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL MUNIBAH. Since 1957, Palangka Raya City has been established as the capital of Central Kalimantan. Between 1957 and 2000, Palangka Raya City showed a slow growth caused by lacking of transportation facilities. Since 2000, the development of transportation facilities both road and aerial networks, ignited economic development of the Palangka Raya City rapidly. These developments changed social and economic structure of the society and development priorities, therefore influence land use changes in the surrounding area. Katingan is one of the autonomous regions established under the decree No. 5 year 2002, located adjacent to the provincial capital that affected by the impact. One of the approach to rapidly assess land use change is by using remote sensing technology. This research aims : 1). To analyze land use change in 1990-2006; 2). To Identify regional development before and after decentralization and 3). To understand the drivers of land use changes. Land use was extracted from Landsat images in 1990, 2006 and 2000 and the logistic regression analysis was employed to identify factors causing changes in land use. The results show that forest is the dominant land use Katingan; served in 1990, 2000 and 2006 as 81.6%, 72.1% and 69.4% respectively. Similarly, land use of Palangka Raya City was dominated by forest in 1990, 2000 and 2006 with the percentage 73.0%, 57.1% and 54.2% respectively. It is identified the percentage of forest land use continues to decrease by the time in both regions. Base on District Development Index (IPK) the autonomous regions of Katingan and Palangka Raya City has increasing “the developments of area”. It was shown that land’s physical factors was the most consistent variable influencing land use change of forest to other usage, followed by land use policy factors and socioeconomic factors. Keyword: land use change, remote sensing, logistic regression
RINGKASAN NIIN. Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH. Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat besar pada daerah untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya daerahnya. Sebagai konsekuensinya daerah harus mempunyai tanggung jawab besar dalam menjaga kelestarian pemanfaatan sumber daya wilayah yang dimilikinya. Kota Palangka Raya sejak berdiri tahun 1957 hingga tahun 2000 menunjukkan perkembangan yang lambat akibat belum terbangunnya sarana transportasi darat dan udara yang memadai. Sejak dibangunnya sarana transportasi darat dan udara yang baik menjelang tahun 2000 terjadi perkembangan Kota Palangka Raya yang pesat. Perkembangan ini menyebabkan terjadinya perubahan struktur sosial dan ekonomi masyarakat serta perubahan prioritas-prioritas pembangunan yang membawa dampak pada perubahan penggunaan lahan. Perkembangan Kota Palangka Raya yang cukup pesat sejak tahun 2000 membawa pengaruh terhadap wilayah di sekitarnya termasuk Kabupaten Katingan yang merupakan salah satu daerah otonom yang dibentuk berdasarkan UU No. 5 tahun 2002 dan terletak berbatasan dengan ibu kota provinsi. Berdasarkan RTRW dan kondisi aktual yang ada menunjukkan bahwa penggunaan lahan hutan cenderung berkurang dari tahun ke tahun sementara pemutakhiran dan analisis perubahan penggunaan lahan di tingkat kecamatan sebagai bahan pengendalian belum dilakukan. Dari berbagai fenomena ini perlu mendapat perhatian dan dikaji sejauh mana perubahan penggunaan lahan dan penyebaran yang terjadi di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya, bagaimanakah keterkaitan perkembangan wilayah dalam mempengaruhi perubahan penggunaan lahan serta sejauh mana faktor fisik lahan, faktor sosial ekonomi atau faktor kebijakan penggunaan lahan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Salah satu cara untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan secara cepat adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan : 1) Menganalisis tingkat perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya periode tahun 1990 – 2006; 2) Mengidentifikasi perkembangan wilayah sebelum dan setelah otonomi daerah dan 3) Menganalisis faktor-faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan. Interpretasi citra dan deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan menggunakan citra Landsat tahun 1990, 2000 dan 2006, selanjutnya dilakukan identifikasi pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan dengan analisis Location Quotient (LQ). Perkembangan wilayah dianalisis dengan metode skalogram berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana wilayahnya. Data yang digunakan dalam analisis skalogram adalah data potensi desa (Podes) tahun 2000 dan 2006. Keluaran dari analisis skalogram adalah Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dan hirarki wilayah. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara LQ, peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan(IPK).
Faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan diidentifikasi dengan metode regresi logistik. Variabel bebas dikelompokkan pada tiga kategori yaitu fisik, sosial ekonomi dan kebijakan. Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit terlihat bahwa hutan mendominasi penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 dengan penyebaran di seluruh wilayah Kabupaten dan Kota. Persentase luasan hutan di Kabupaten Katingan berturut-turut adalah 81,6 %, 72,1 % dan 69,4 % dan di Kota Palangka Raya adalah 73,0 %, 57,1 % dan 54,2 %. Luasan hutan di kedua wilayah tersebut cenderung mengalami penurunan yang nyata selama periode 16 tahun. Penggunaan lahan lain yang dominan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya adalah semak belukar/tanah terbuka dengan persentase tahun 1990, 2000 dan 2006 berturut-turut di Kabupaten Katingan 12,9 %, 21,5% dan 22,3 % dan di Kota Palangka Raya adalah 17,6 %, 33,6 % dan 32,1 %. Luasan Penggunaan lahan jenis yang lain relatif kecil yaitu kurang dari 5 % dari luasan wilayah. Wilayah kecamatan di Kabupaten Katingan yang menjadi pusat pengurangan penggunaan lahan hutan (LQ>1) tahun 1990-2000 adalah Kecamatan Katingan Hulu, Katingan Tengah, Pulau Malan, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan dan Katingan Kuala. Periode tahun 20002006 masih terjadi pengurangan hutan dengan pusat pengurangan pada Kecamatan Katingan Tengah, Pulau Malan, Katingan Hilir, Tasik Payawan dan Kamipang. Pemusatan pengurangan penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya periode tahun 1990-2000 adalah Kecamatan Bukit Batu dan Jekan Raya, sementara periode tahun 2000-2006 pada Kecamatan Rakumpit. Bukit Batu dan Pahandut. Hasil analisis skalogram menunjukkan bahwa wilayah kecamatan yang berada di pusat pemerintahan dan dekat dengan pusat pemerintahan memiliki hirarki yang lebih tinggi dibandingkan kecamatan-kecamatan yang lebih jauh sebelum dan setelah otonomi daerah. Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memiliki kecenderungan mengalami perkembangan wilayah ditandai dengan meningkatkan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) hampir disemua wilayah kecamatan setelah otonomi daerah. Berdasarkan analisis korelasi didapatkan hubungan yang rendah antara LQ, peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan nilai IPK di Kabupaten Katingan. Sementara di Kota Palangka Raya hubungannya cukup erat, sehingga dikatakan bahwa perkembangan wilayah di Kabupaten Katingan tidak mencerminkan dinamika penggunaan lahan sebaliknya di Kota Palangka Raya perkembangan wilayah cukup mencerminkan dinamika penggunaan lahan. Setelah otonomi daerah, perkembangan permukiman di Kabupaten Katingan cenderung menuju Kota Palangka Raya, hal ini terkait dengan letak dan aksesibilitas jalan maupun ekonomi yang lebih berkembang ke arah Kota Palangka Raya. Di sisi lain, perkembangan permukiman di Kota Palangka Raya adalah menyebar ke arah daratan mengikuti perkembangan jalan. Perkembangan permukiman di Kabupaten Katingan tahun 2006 yang mengarah ke Kota Palangka Raya menunjukkan kuatnya pengaruh Kota Palangka Raya terhadap perkembangan Kabupaten Katingan.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan peubah-peubah yang mempunyai pengaruh nyata sebagai faktor yang menurunkan peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan adalah kemiringan lereng 15 – 25 %, jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan jalan kecamatan, sedangkan kepadatan penduduk kecamatan merupakan faktor yang meningkatkan peluang perubahan lahan hutan menjadi pertanian. Faktor yang secara nyata mempengaruhi peningkatan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya yaitu kebijakan penggunaan lahan budidaya kehutanan dan elevasi < 100 m dpl. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi meningkatnya peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan adalah elevasi > 100 – 500 m dpl, sementara tidak ada faktor yang bersifat menurunkan peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan. Di Kota Palangka Raya faktor-faktor yang berpengaruh nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman adalah elevasi kurang dari 100 mdpl, kebijakan penggunaan lahan dan Indeks Perkembangan Kecamatan tahun 2000. Faktor-faktor yang secara nyata menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan adalah kemiringan lereng > 15 – 25 %, elevasi < 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya non kehutanan dan kerapatan jalan kecamatan, sementara faktor yang berpengaruh nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan adalah elevasi > 100 m dpl, jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan penduduk kecamatan. Faktor-faktor yang secara nyata menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Palangka Raya adalah kerapatan jalan kecamatan, sementara kebijakan penggunaan lahan, elevasi dan jarak ke ibukota merupakan faktor-faktor yang secara nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka. Kata kunci : perubahan penggunaan lahan, penginderaan jauh, regresi logistik
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tesis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
DINAMIKA SPASIAL PENGGUNAAN LAHAN DI KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
NIIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Tesis Nama NIM
:
Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah : Niin : A156080134
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Ketua
Dr. Khursatul Munibah, MSc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 08 Maret 2010
Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dyah Retno Panuju, SP, MS
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009 ini ialah Dinamika Spasial Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc dan Ibu Dr. Khursatul Munibah, MSc selaku pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan kepada penulis. Bappenas atas bantuan pembiayaan selama masa perkuliahan. dihaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Tidak lupa
rekan-rekan di Dinas
Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah atas bantuan datanya. Staf di lingkungan program studi perencanaan wilayah serta rekan-rekan PWL angkatan 2008 atas dukungan moril yang tidak ternilai selama ini. Bapak, ibu serta seluruh keluarga atas segala bantuan dan doanya. Semoga Allah SWT membalasnya dengan yang lebih baik. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan semua civitas akademik dan pemerintah, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan bidang perencanaan wilayah di masa mendatang.
Bogor,
Maret 2010
Niin
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1973 dari pasangan Bapak Entong dan Ibu Arnih Ali. Penulis merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 49 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI) IPB. Penulis memilih Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB di Bogor dan lulus tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2008 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Pada tahun 1998 - 1999 penulis bekerja disebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit di Provinsi Kalimantan Tengah. Penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah (Kanwil) Departemen Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah dpk. Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2000 dan ditempatkan sebagai staf pada bagian perencanaan sampai sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .. ......................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xix
PENDAHULUAN Latar Belakang ....... ............................................................................. Perumusan Masalah ............................................................................. Tujuan Penelitian ... ............................................................................. Manfaat Penelitian . .............................................................................
1 4 5 5
TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan ........................................... Perubahan Penggunaan Lahan ............................................................. Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan ......................................... Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan ...................... Penginderaan Jauh . ............................................................................. Sistem Informasi Geografis ................................................................. Hirarki Wilayah ..... .............................................................................
6 7 7 8 10 14 16
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran ............................................................................ Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .............................................. Bahan dan Alat ...... ............................................................................. Pengumpulan Data . ............................................................................. Analisis dan Pengolahan Data ............................................................. Mozaik dan Pemotongan Batas Area Penelitian ............................. Rektifikasi Citra ............................................................................. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan .................. Pengujian Hasil Klasifikasi ............................................................. Identifikasi Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan ................. Analisis Perkembangan Wilayah .................................................... Analisis Hubungan antara Pemusatan Perubahan Penggunaan Lahan (LQ) dengan Perkembangan Wilayah ............. Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan................. ............................................................................. Analisis Peluang perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian, Permukiman atau Semak Belukar/Tanah Terbuka ............. ............................................................................. KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi........... ............................................................................. Kependudukan ....... ............................................................................. Aktivitas Perekonomian.......................................................................
17 20 20 20 21 21 21 22 23 24 25 26 27
28
31 31 33
xi
Karakteristik Fisik Wilayah ................................................................. Topografi........... ............................................................................. Tanah................. ............................................................................. Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW ................................................. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Perubahan Penggunaan Lahan .................................... Karakteristik Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ................................................................. Struktur Penggunaan Lahan Tahun 1990, 2000 dan 2006 .............. Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 1990 - 2006 ........................................ Identifikasi Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ........................... Kesesuaian antara Penggunaan Lahan dengan RTRW ................... Perkembangan Wilayah ....................................................................... Hirarki Wilayah dan Indeks Perkembangan Kecamatan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 2000 ........... Perkembangan Hirarki Wilayah Kecamatan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 2000 – 2006 ................. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hirarki dan Nilai IPK Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 2000-2006.. Hubungan antara Pemusatan Perubahan Penggunaan Lahan (LQ) dengan Perkembangan Wilayah ............................................. Arah Perkembangan Permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ................................................................. Perbandingan Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ................................................. Faktor-faktor Penyebab Utama Perubahan Penggunaan Lahan .......... Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Pertanian ................................................................. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Permukiman ........................................................... Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Semak Belukar/Tanah Terbuka ............................. Peluang Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Menjadi Pertanian, Permukiman atau Semak Belukar/Tanah Terbuka ........
37 37 41 43
45 45 56 57 69 80 83 83 86 90 91 94 100 105 105 109 112 118
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ............ ............................................................................. Saran ...................... .............................................................................
123 124
DAFTAR PUSTAKA ..... .............................................................................
125
LAMPIRAN .................... .............................................................................
128
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan .........
10
2.
Data teknis Landsat TM-5 dan ETM-7 ..................................................
13
3.
Kegunaan masing-masing saluran spektral ............................................
13
4.
Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2000 .........................
24
5.
Arah perubahan penggunaan lahan ........................................................
24
6.
Nilai penentuan hirarki wilayah .............................................................
26
7.
Nilai penentuan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka .........................................................
28
Matrik tujuan, variabel, data dan sumber data, metode/analisis dan keluaran hasil penelitian ..................................................................
29
Penduduk per kecamatan Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 .........
32
10. Penduduk per kecamatan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006..........
32
11. Persentase peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Katingan tahun 2000-2006 .....................................................................
34
12. Persentase peranan sektor dalam perekonomian Kota Palangka Raya tahun 2000-2006 ...........................................................................
35
13. Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Katingan ..................................
37
14. Kemiringan lereng wilayah Kota Palangka Raya ..................................
37
15. Sebaran kelas elevasi Kabupaten Katingan ...........................................
38
16. Sebaran kelas elevasi Kota Palangka Raya ............................................
38
17. Luas jenis tanah Kabupaten Katingan ....................................................
41
18. Luas jenis tanah Kota Palangka Raya ....................................................
41
19. Luas peruntukan lahan Kabupaten Katingan .........................................
43
20. Luas peruntukan lahan Kota Palangka Raya..........................................
43
21. Penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 1990, 2000 dan 2006.......................... .............................................................................
54
22. Penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 ....
54
23. Laju perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ................ .............................................................................
59
24. Laju perubahan penggunaan lahan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ................ .............................................................................
62
8 9.
xiii
25. Matrik perubahan penggunaan lahan Kabupaten Katingan Tahun 1990-2000 ..... .............................................................................
64
26. Matrik perubahan penggunaan lahan Kabupaten Katingan Tahun 2000-2006 ..... .............................................................................
65
27. Matrik perubahan penggunaan lahan Kota Palangka Raya Tahun 1990-2000 ..... .............................................................................
66
28. Matrik perubahan penggunaan lahan Kota Palangka Raya Tahun 2000-2006 ..... .............................................................................
68
29. LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan Kabupaten Katingan tahun 1990-2000 ..................................................
69
30. LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan Kabupaten Katingan tahun 2000-2006 ..................................................
70
31. Luas perubahan penggunaan lahan hutan per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ..............................................
70
32. Luas perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ......................
71
33. Luas perubahan penggunaan lahan tanaman tahunan per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ..............................................
72
34. Luas perubahan penggunaan lahan permukiman per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ..............................................
73
35. Luas perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ......................
74
36. LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan Kota Palangka Raya tahun 1990-2000 ...................................................
75
37. LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan Kota Palangka Raya tahun 2000-2006 ...................................................
75
38. Luas perubahan penggunaan lahan hutan per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2006............................................................
75
39. Luas perubahan penggunaan lahan tanaman tahunan per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ...............................................
76
40. Luas perubahan penggunaan lahan permukiman per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ...............................................
77
41. Luas perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ......................
78
42. Luas perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ......................
79
43. Sebaran pengggunaan lahan tahun 2006 terhadap RTRW Kabupaten Katingan . .............................................................................
80
xiv
44. Sebaran pengggunaan lahan tahun 2006 terhadap RTRW Kota Palangka Raya . .............................................................................
80
45. Hirarki wilayah kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 2000 ...........
84
46. Hirarki wilayah kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 2000 ............
84
47. Perbandingan hirarki wilayah kecamatan di Kabupaten Katingan Tahun 2000 dan 2006 .............................................................................
86
48. Perbandingan hirarki wilayah kecamatan di Kota Palangka Raya Tahun 2000 dan 2006 .............................................................................
87
49. Hubungan antara LQ, peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di Kabupaten Katingan ..........................................................................
93
50. Hubungan antara LQ, peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di Kota Palangka Raya ...........................................................................
93
51. Pergeseran titik tengah (centroid) permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ............................
100
52. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan ............................................
106
53. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya .............................................
106
54. Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan ..........................................................................
108
55. Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya ...........................................................................
109
56. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan .......................................
110
57. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya ........................................
110
58. Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan ..........................................................................
112
59. Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya ...........................................................................
112
60. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan ..............
113
xv
61. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kota Palangka Raya ..............
114
62. Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan..............................................................
115
63. Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kota Palangka Raya ..............................................................
115
64. Faktor-faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan ................
116
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Tampilan pengamatan metode penginderaan jauh dengan satelit ..........
12
2.
Bagan alir kerangka pemikiran ..............................................................
18
3.
Bagan alir tahapan penelitian .................................................................
19
4.
Diagram alir pengolahan data penginderaan jauh dengan klasifikasi terbimbing (supervised classification)..................................
22
Perkembangan penduduk Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ...........................................................................
32
6.
Peta lokasi penelitian Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ...
36
7.
Peta kemiringan lereng Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ......................... .............................................................................
39
8.
Peta elevasi Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ..................
40
9.
Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ......................... .............................................................................
42
10. Peta RTRW Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ..................
44
11. Penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya .......... .............................................................................
46
12. Penggunaan lahan tanaman tahunan berupa kebun campuran dan perkebunan kelapa sawit .................................................................
47
13. Permukiman tradisional di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya .......... .............................................................................
48
14. Penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering .................................
48
15. Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dan rencana pengalihan penggunaannya menjadi pertanian ......................................
49
16. Penampakan penutupan tubuh air di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ........................................................................
50
17. Peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990 ...... .............................................................................
51
18. Peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2000 ...... .............................................................................
52
19. Peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2006 ...... .............................................................................
53
20. Persentase luas penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 1990, 2000 dan 2006 ....................................................................
55
5.
xvii
21. Persentase luas penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 ....................................................................
55
22. Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 ...... .............................................................................
59
23. Luas perubahan penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ...... .............................................................................
62
24. Perbandingan nilai IPK kecamatan di Kabupaten Katingan sebelum dan setelah otonomi daerah .....................................................
88
25. Perbandingan nilai IPK kecamatan di Kota Palangka Raya sebelum dan setelah otonomi daerah .....................................................
89
26. Ilustrasi perkembangan permukiman di jalur utama Ibukota Kabupaten Katingan dan sebagian Kota Palangka Raya tahun 1990 (a), tahun 2000 (b) dan tahun 2006 (c) .........................................
96
27. Ilustrasi perkembangan permukiman pusat Kota Palangka Raya tahun 1990 (a), tahun 2000 (b) dan tahun 2006 (c) ................................
98
28. Perbandingan perubahan jumlah penduduk di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 ...........................
101
29. Perbandingan perubahan areal non hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 ...........................
102
30. Perbandingan perubahan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 ............
104
31. Peta peluang perubahan hutan menjadi pertanian Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ............................
120
32. Peta peluang perubahan hutan menjadi permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ............................
121
33. Peta peluang perubahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006 ...... .............................................................................
122
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Tanggal akuisisi citra Landsat tahun 1990, 2000 dan 2006 Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ......................................
129
Akurasi dan nilai kappa klasifikasi terbimbing (supervised classification ) citra mozaik Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990 .....................................................................
129
Akurasi dan nilai kappa klasifikasi terbimbing (supervised classification ) citra mozaik Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2000 .....................................................................
129
Akurasi dan nilai kappa klasifikasi terbimbing (supervised classification ) citra mozaik Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2006 .....................................................................
130
Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2000 menurut kecamatan di Kabupaten Katingan ........................................................
130
Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 menurut kecamatan di Kabupaten Katingan ........................................................
134
Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2000 menurut kecamatan di Kota Palangka Raya .........................................................
138
Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 menurut kecamatan di Kota Palangka Raya .........................................................
140
Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2000 Kabupaten Katingan ..................................................
142
10. Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 Kabupaten Katingan ..................................................
144
11. Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2000 Kota Palangka Raya ...................................................
146
12. Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 Kota Palangka Raya ...................................................
147
13. Kerapatan jalan kecamatan di Kabupaten Katingan ..............................
148
14. Kerapatan jalan kecamatan di Kota Palangka Raya...............................
148
15. Jenis data yang digunakan dalam analisis skalogram ............................
149
16. Peta jaringan jalan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya .......
151
2.
3.
4.
5. 6. 7. 8. 9.
xix
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan UU No. 32 tahun 2004 yang merupakan revisi dari UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, memberikan kewenangan yang sangat besar pada daerah untuk mengelola pemerintahan dan sumber daya daerahnya. Sebagai konsekuensinya daerah harus mempunyai tanggung jawab besar dalam menjaga kelestarian pemanfaatan sumber daya wilayah yang dimilikinya. Wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Kalimantan Tengah awalnya merupakan bagian wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Pada saat Provinsi
Kalimantan Tengah terbentuk, di provinsi ini telah ada daerah yang dikategorikan sebagai kota yaitu Kuala Kapuas, Muara Teweh, Buntok, Sampit dan Pangkalan Bun, dimana kelima kota ini berlomba untuk menjadi ibukota provinsi, tetapi tidak tercapai kesepakatan. Solusinya diputuskan suatu daerah yang berada di antara kelima kota tersebut. Disamping itu, Presiden RI saat itu Ir. Soekarno dengan program Nation Building-nya, juga berkeinginan menciptakan kota yang bebas dari sisa-sisa kolonial Belanda. Berdasarkan kedua hal tersebut dipilihlah lahan dekat Kampung Pahandut sebagai ibukota provinsi yang dalam perkembangannya bernama Palangka Raya yang ditetapkan pada tanggal 17 Juli 1957. Sejak ditunjuk sebagai ibukota provinsi sampai dengan tahun 2000 perkembangan Kota Palangka Raya masih berjalan dengan lambat, hal ini disebabkan belum berkembangnya sarana transportasi yang memadai.
Jalur
transportasi dari dan ke Kota Palangka Raya sebelum tahun 2000 lebih banyak memakai jalur transportasi sungai yang memerlukan waktu tempuh yang lama sementara jalur darat dan udara belum berkembang.
Jalur darat yang
menghubungkan Kota Palangka Raya dengan Kota Banjarmasin (Ibukota Kalimantan Selatan) yang merupakan kota perdagangan dan industri yang menopang perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah sebelum tahun 2000 sebenarnya sudah dibangun, tetapi pemanfaatannya belum optimal terutama apabila memasuki musim penghujan jalur darat tersebut tidak dapat digunakan
2
karena terputus akibat banjir. Jalur udara yang ada sebelum tahun 2000 juga belum berkembang, dimana penerbangan dari Palangka Raya ke Jakarta hanya dilayani satu maskapai penerbangan dengan jadwal sekali penerbangan setiap harinya. Perkembangan Kota Palangka Raya terlihat sejak tahun 2000 dimana pembangunan jalur darat dan udara mulai dikembangkan dengan baik. Jalur darat yang menghubungkan Kota Palangka Raya dengan Kota Banjarmasin sudah tidak mengalami kendala dan dapat digunakan sepanjang tahun. Sementara itu jalur udara juga cukup berkembang dengan bertambahnya maskapai penerbangan yang melayani route Palangka Raya-Jakarta menjadi 3 (tiga) maskapai dengan ditambah tujuan ke Kota Surabaya. Berkembangnya sarana transportasi darat dan udara menyebabkan terjadinya perkembangan struktur sosial
dan ekonomi
masyarakat serta perubahan prioritas-prioritas pembangunan yang membawa dampak pada perubahan penggunaan lahan. Penduduk Kota Palangka Raya tahun 2000 adalah 148.197 jiwa dan tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 182.614 jiwa. Perkembangan penduduk yang tumbuh dengan cepat memerlukan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dalam kehidupan perkotaan.
Hal ini diwujudkan dalam visi Kota
Palangka Raya yaitu Terwujudnya Kota Palangka Raya sebagai pusat pelayanan publik, pemukiman yang nyaman dan tertata, pemerintahan yang bersih, pengembangan sumber daya manusia, dunia usaha dan pariwisata, tanpa menghilangkan
budaya
daerah
dan
Misi
Kota
Palangka
Raya
yaitu
1). Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan pelayanan publik; 2). Meningkatkan
kualitas
pembangunan
permukiman
dan
perkotaan
serta
pengelolaan pertanahan dan penataan ruang; 3). Menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan otonomi daerah; 4). Meningkatkan kualitas pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan latihan; 5). Meningkatkan kemampuan dan pengembangan kegiatan dunia usaha dalam arti luas dan 6). Mengembangkan pariwisata sebagai pintu gerbang masuknya wisatawan ke Provinsi Kalimantan Tengah. Perkembangan Kota Palangka Raya yang cukup pesat sejak tahun 2000 membawa pengaruh terhadap wilayah di sekitarnya termasuk Kabupaten Katingan
3
yang merupakan salah satu daerah otonom yang dibentuk berdasarkan UU No. 5 tahun 2002 dan terletak berbatasan dengan ibu kota provinsi. Sebagai daerah otonom yang baru, berbagai perkembangan telah terjadi yang menimbulkan banyak perubahan dan diperkirakan akan terus berlanjut sebagai wujud perkembangan
struktur
sosial
ekonomi
dan
masyarakat,
perkembangan
pembangunan sektor-sektor yang dianggap mampu meningkatkan pertumbuhan wilayah. Perkembangan Kabupaten Katingan juga diikuti dengan pertambahan penduduk dimana tahun 2000 berjumlah 117.549 jiwa dan tahun 2006 bertambah menjadi 130.090 jiwa. Sebagai daerah otonom dan dalam rangka menjalankan pembangunan Kabupaten Katingan juga mempunyai visi dan misi yang akan dijalankan. Visi Kabupaten Katingan yaitu Terwujudnya masyarakat Kabupaten Katingan yang maju, mandiri dan produktif dalam suasana lingkungan yang sehat dan Misinya yaitu 1). Meningkatkan kualitas sumber daya manusia; 2). Meningkatkan kemampuan ekonomi rakyat melalui penyediaan sarana dan prasarana serta pengembangan komoditas unggulan; 3). Mengelola sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan; dan 4). Menciptakan kepemerintahan yang baik dan bersih (good governance) melalui kebijakan otonomi daerah. Kota Palangka Raya dan Kabupaten Katingan dalam rangka pelaksanaan visi dan misinya akan berdampak pada perubahan penggunaan lahan yang karakteristiknya berbeda dan apabila perubahan berlangsung dengan cepat tanpa dilakukan upaya pengendalian maka tujuan pemanfaatan lahan yang dimaksudkan untuk mencapai optimalisasi produksi, keseimbangan penggunaan dan kelestarian pemanfaatan lahan akan terancam. Petit et al. (2001) menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengetahui secara cepat alih fungsi lahan adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Teknik analisisnya secara efisien dapat menggunakan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Lebih lanjut Irianto (2004) menyatakan bahwa penggunaan citra satelit dengan resolusi dan waktu pengambilan yang proporsional multitemporal sangat diperlukan untuk zonasi, karakterisasi, adaptasi dan mitigasi alih fungsi lahan. Sementara itu, model perubahan penggunaan lahan dapat digunakan sebagai alat untuk memahami dan menjelaskan penyebab dan konsekuensi dari dinamika penggunaan lahan.
4
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka pertanyaannya adalah bagaimana gejala perubahan penggunaan lahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya serta perkembangan wilayah di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya terkait dengan perubahan penggunaan lahan. Perumusan Masalah Perubahan penggunaan lahan bersifat dinamis dan tidak dapat dihindari karena merupakan refleksi dari perubahan struktur perekonomian, preferensi penduduk dan dinamika pembangunan. Kecepatan terjadinya perubahan penggunaan lahan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya akan berbeda tergantung pada faktor-faktor dominan baik secara fisik, sosial, ekonomi maupun kelembagaan. Perkembangan Kota Palangka Raya yang cukup pesat sejak tahun 2000 karena berkembangnya sarana transportasi darat maupun udara menyebabkan meningkatnya permintaan penggunaan lahan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan bagi penduduknya sehingga tekanan terhadap lahan tidak dapat dihindarkan begitu pula yang terjadi di Kabupaten Katingan. Berdasarkan RTRW peruntukan kawasan hutan di Kabupaten Katingan adalah 80 % dari luas wilayah dan kawasan non hutan 20 % dan peruntukan kawasan hutan di Kota Palangka Raya adalah 70 % dari luas wilayah dan 30 % areal non hutan. Berdasarkan penutupan lahan tahun 2000 di Kabupaten Katingan luas penutupan hutan adalah 75 % dan non hutan 25 % sementara tahun 2005 penutupan hutan 70 % dan non hutan 30 %. Luas penutupan hutan tahun 2000 di Kota Palangka Raya adalah kurang lebih 60 % dan non hutan 40 % dan tahun 2005 penutupan hutan adalah kurang lebih 56 % dan non hutan 44 %. Peranan sektor primer di Kabupaten Katingan seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan dan pertambangan masih menjadi sumber pendapatan utama daerah dimana sektor ini pada tahun 2006 menyumbang sebesar 44,83 % PDRB Kabupaten, sementara sektor sekunder menyumbang 9,99 % dan sektor tersier 45,18 %.
Di Kota Palangka Raya
sumbangan sektor terbesar terhadap PDRB adalah sektor tersier mencapai 76,34 %, sektor primer 8,20 % dan sektor sekunder 15,47 %.
5
Berdasarkan RTRW Kota/Kabupaten dan kondisi faktual yang ada di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya ada beberapa permasalahan yang terjadi dalam pemanfaatan ruang di wilayah studi, yakni penggunaan lahan hutan di kedua wilayah tersebut terus mengalami penurunan sementara penggunaan lahan non hutan mengalami peningkatan, dimana kecenderungan ini diduga akan terus berlangsung pada tahun-tahun selanjutnya seiring dengan perkembangan wilayah di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Berlakunya otonomi daerah tahun 2002 di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya menyebabkan terjadinya perubahan struktur ekonomi, orientasi perkembangan wilayah dan perubahan penggunaan lahan ditingkat kecamatan maupun kabupaten. Di lain pihak sampai saat ini belum ada pemutakhiran data penggunaan lahan dan analisis perubahan penggunaan lahan di tingkat kecamatan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Berbagai fenomena di atas perlu mendapat perhatian dan dikaji sejauh mana perubahan penggunaan lahan dan penyebaran yang terjadi di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya, bagaimanakah keterkaitan perkembangan wilayah dalam mempengaruhi perubahan penggunaan lahan serta sejauh mana faktor fisik lahan, faktor sosial ekonomi atau faktor kebijakan penggunaan lahan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis tingkat perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya periode tahun 1990 – 2006. 2. Mengidentifikasi perkembangan wilayah sebelum dan setelah otonomi daerah. 3. Menganalisis faktor-faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan. Manfaat Penelitian Informasi tentang sejauh mana dinamika penggunaan lahan dan faktorfaktor yang mempengaruhinya dapat digunakan sebagai masukan dalam penataan dan penyusunan kebijakan pemanfaatan/penggunaan lahan bagi pemerintah daerah serta mengarahkan ke penggunaan lahan sesuai peruntukan.
6
TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan lahan dan penutupan lahan dapat memiliki pengertian yang sama untuk hal-hal tertentu, tetapi sebenarnya mengandung penekanan yang berbeda. Penggunaan lahan (land use) terkait aktivitas pemanfaatan lahan oleh manusia sedangkan penutupan lahan (land cover) lebih bernuansa fisik. Sejalan dengan hal tersebut Lillesand dan Kiefer (1990) mendefinisikan penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan, sedangkan penutup lahan (land cover) lebih merupakan perwujudan fisik obyek-obyek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Arsyad (2000) mengelompokkan penggunaan lahan ke dalam dua bentuk yaitu (1) penggunaan lahan pertanian yang dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut; (2) penggunaan lahan non pertanian seperti penggunaan lahan pemukiman kota atau desa, industri, rekreasi dan sebagainya.
Sebagai
wujud kegiatan manusia, maka di lapangan sering dijumpai penggunaan lahan baik bersifat tunggal (satu penggunaan) maupun kombinasi dari dua atau lebih penggunaan lahan.
Dengan demikian sebagai keputusan manusia untuk
memperlakukan lahan ke suatu penggunaan tertentu selain disebabkan oleh faktor permintaan dan ketersediaan lahan demi meningkatkan kebutuhan dan kepuasan hidup, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karakteristik fisik lahan (suitability), perilaku manusia, teknologi maupun modal, faktor ekonomi (feasibility) yang dipengaruhi oleh lokasi, aksesibilitas, sarana dan prasarana, faktor budaya masyarakat (culture) dan faktor kebijakan pemerintah (policy). Menurut FAO (1976) penggunaan lahan dibedakan atas dua kelompok yaitu (1) penggunaan lahan secara umum (major kind of land use) adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan, pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan atau daerah rekreasi, (2) penggunaan lahan secara terperinci atau dikenal sebagai Land Utilization Type (LUT) adalah tipe penggunaan lahan yang diperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu
7
daerah dengan keadaan fisik dan sosial ekonomi tertentu. Contohnya “Tanaman pangan tadah hujan dengan padi sebagai tanaman utama,
modal kecil,
pengolahan lahan dengan ternak, banyak tenaga kerja dan luas bidang lahan kecil 2 – 5 ha”. Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara, dan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat permanen dan tidak dapat kembali (irreversible) tetapi jika beralih guna menjadi perkebunan biasanya bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat (Winoto et al, 1996 ). Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan Pusat-pusat
perubahan
penggunaan
lahan
menggunakan analisis Location Quotient (LQ).
dapat
dideteksi
dengan
Analisis LQ ini merupakan
analisis yang dapat menjelaskan lokasi atau daerah mana yang dapat dijadikan sebagai pemusatan aktivitas penggunaan lahan dan lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi aktivitas perubahan penggunaan lahan tertentu. Teknik LQ ini dilakukan secara berjenjang, dimulai dari unit administrasi terkecil (kecamatan) untuk setiap wilayah kabupaten, kemudian dilakukan pada unit kabupaten (Rustiadi et al, 2009).
8
Persamaan analisis LQ dalam penelitian ini adalah :
LQ
ij
X /X X /X ij
i.
.j
..
Dimana : Xij : penggunaan lahan ke-j di kecamatan ke-i Xi. : total luas perubahan penggunaan lahan di kecamatan ke-i X.j : total luas perubahan penggunaan lahan ke-j di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya X.. : total luas perubahan penggunaan lahan di kabupaten Interpretasi hasil analisis LQ, adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQij > 1, maka hal ini menunjukkan terjadinya konsentrasi suatu aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i, sehingga dapat diketahui bahwa suatu wilayah administrasi terkecil yang dianalisis merupakan wilayah yang menjadi pusat perubahan penggunaan lahan jenis pemanfaatan tertentu. - Jika nilai LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai konsentrasai aktifitas di wilayah ke-i sama dengan rata-rata total wilayah. - Jika nilai LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai aktifitas lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Beberapa penelitian dan kajian telah dilakukan untuk melihat faktor-faktor pendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Rustiadi et al. (2002) yang melakukan kajian pemanfaatan ruang Jabotabek menganalisis struktur keterkaitan antar faktor-faktor yang diduga sebagai penentu perubahan penggunaan lahan di Jabotabek yaitu (1) struktur penggunaan lahan, (2) struktur
pendidikan
masyarakat, (3) struktur aktivitas perekonomian masyarakat dan (4) kelengkapan dan daya dukung fasilitas di setiap wilayah. Analisis peubah ganda berupa analisis faktor (factor analysis) atau analisis komponen utama (principal component analysis) serta analisis regresi komponen utama dan best subset regression menghasilkan faktor-faktor penentu perubahan penggunaan lahan yang merupakan faktor non kelembagaan seperti faktor infrastruktur wilayah, faktor
9
aktivitas masyarakat dan faktor penggunaan lahan hanya mampu diterangkan oleh model sebesar maksimum 25 % dibandingkan faktor kelembagaan. Hasil tersebut memperkuat kajian yang dilakukan oleh Winoto et al. (1996) bahwa persepsi para penentu kebijakan pengendalian alih guna lahan menganggap bahwa faktor kelembagaan berupa peraturan-peraturan penataan ruang mempunyai pengaruh sekitar 70 % dalam pengendalian perubahan penggunaan lahan dibandingkan dengan faktor non kelembagaan seperti produktifitas lahan dan aspek pasar yang berpengaruh sebesar 30 %. Saefulhakim et al. (1999) melakukan kajian terhadap struktur-struktur utama yang berkaitan langsung dengan perubahan penggunaan lahan, dengan alat analisis multinomial logit model dihasilkan faktor-faktor yang secara nyata menentukan perubahan penggunaan lahan yaitu tipe penggunaan lahan sebelumnya, status kawasan dalam kebijakan tata ruang, status perijinan penguasaan lahan, karakteristik fisik lahan, karakteristis sosial ekonomi wilayah dan karakteristik interaksi spasial aktivitas sosial ekonomi internal dan eksternal wilayah.
Vagen (2006) juga menggunakan analisis multinomial logit model
untuk melihat faktor-faktor yang menyebabkan perubahan lahan hutan di Madagaskar dengan hasil bahwa faktor aksesibilitas (jarak dari desa/kampung dan jalan yang paling dekat) dan ketinggian tempat mempunyai pengaruh yang lebih kuat dalam mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan dibandingkan perubahan kepadatan penduduk dan lereng. Gaona-Ochoa dan Gonzales-Espinosa (2000) mengkaji penggunaan lahan dan deforestasi di Dataran Tinggi Ciapas, Mexico hasilnya menunjukkan bahwa kelas lereng berpengaruh terhadap pengurangan kerapatan habitat hutan akibat deforestasi, sedangkan faktor jenis tanah tidak berpengaruh. Berdasarkan pada kajian beberapa pustaka dan penelitian faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan pada ringkasan perbandingan hasilnya.
Tabel 1 disajikan
10
Tabel 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan No. 1.
Faktor-faktor Pengaruh
Sumber
Faktor jarak dari pusat kota adalah merupakan faktor utama yang
Nagashima et al.
mempengaruhi perubahan lahan hutan selain faktor produktivitas
2002
lahan. 2.
Faktor tingkat kelerengan 0 – 3 % dan ketinggian 250 – 400 m
Carolita, 2005
mempunyai pengaruh nyata terhadap perubahan lahan menjadi urban, sedangkan faktor jenis tanah, jarak dari pusat CBD ke pusat desa, kepadatan penduduk, penggunaan lahan sebelumnya dan arahan penggunaan lahan secara statistik tidak signifikan sebagai faktor penyebab perubahan penggunaan lahan menjadi urban. 3.
Faktor fisik yang secara signifikan mempengaruhi perubahan
Andriyani, 2007
penggunaan lahan menjadi pemukiman adalah kelerengan. Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya adalah jarak dari pusat desa ke ibukota Kabupaten Serang, jarak pusat desa ke ibukota Cilegon, pertambahan penduduk/luas desa dan indeks perkembangan desa tahun 2003. 4.
Faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan hutan menjadi
Munibah, 2008
pertanian adalah bentuk lahan, kemiringan lereng, jenis tanah dan jarak dari jalan raya, sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan lahan pertanian menjadi pemukiman adalah elevasi, jarak dari jalan raya, kepadatan penduduk. Adapun jarak dari jalan raya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kedua tipe penggunaan lahan tersebut. 5.
Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan kegiatan
Rustiadi et al. 2009
ekonomi membawa konsekuensi tekanan terhadap permintaan (demand) lahan untuk berbagai keperluan penggunaan lahan.
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1990). Pendeteksian
data
penggunaan
lahan
dan
perubahannya
dengan
menggunakan penginderaan jauh berupa citra satelit sudah umum dilakukan oleh berbagai kalangan, karena berbagai manfaat yang dimilikinya antara lain :
11
1. Membantu mengumpulkan informasi dari daerah yang sulit dijangkau dan memungkinkan untuk meneliti daerah yang luas sekaligus dalam waktu yang hampir bersamaan (synoptic view), sehingga hubungan antar wilayah dapat dianalisis. 2. Memungkinkan melakukan ulangan pengamatan (repetitive) dengan cermat, dimana rekaman mengenai obyek, area atau kejadian yang sama dapat diulang dengan hasil yang dapat diperbandingkan. 3. Mampu merekam informasi secara kontinyu dan real time dimana informasi tersebut dikirimkan ke stasiun pengolahan bumi menghasilkan data foto dan digital, sehingga memungkinkan dapat diolah secara statistik. 4. Mempunyai kemampuan melihat lebih baik dari pada mata manusia, karena dapat menangkap panjang gelombang tak tampak oleh mata. 5. Biaya operasional relatif murah (cost effective) dibandingkan dengan survei secara langsung ke lapangan. Cara memperoleh obyek dalam penginderaan jauh adalah dengan mendeteksi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh masing-masing obyek yang datang padanya, sehingga energi pantulan atau pancaran yang diterima oleh sensor dapat dipergunakan sebagai ciri pengenalan obyek, daerah atau fenomena yang sedang diteliti (Lillesand dan Kiefer 1990). Oleh karena itu
untuk kegiatan mengindera obyek di permukaan bumi
memerlukan peralatan seperti kamera, radiometer, skener (scanner) atau sensor lainnya yang diterima oleh suatu wahana pengangkut (platform). Prahasta (2008) menyatakan bahwa pada dasarnya sistem penginderaan jauh terdiri dari beberapa komponen dasar sebagaimana yang tersaji dalam Gambar 1 yaitu : (1) target (obyek atau material yang diamati); (2) sumber energi terutama matahari yang menyinari atau menyediakan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik bagi obyek; (3) sensor (alat perekam intensitas radiasi yang dibawa oleh platform dan (4) jalur transmisi. Keempat komponen ini bekerjasama untuk mengukur, mengamati dan merekam informasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik mengenai target atau obyek.
12
Gambar 1 Tampilan pengamatan metode penginderaan jauh dengan satelit. Salah satu aplikasi teknik penginderaan jauh yang dapat digunakan untuk memantau perubahan penggunaan lahan adalah citra Land Satellite (LANDSAT). Menurut Lillesand dan Kiefer (1990) satelit landsat digunakan untuk merekam data sumber daya alam, dengan cara sistematik, berulang dengan resolusi sedang. Sistem satelit landsat berbentuk kupu-kupu dengan tinggi ± 3 meter, berdiameter 1,5 meter dengan panel matahari yang melintang 4 meter dengan berat satelit ± 815 kg. Sistem pengoperasian satelit landsat ini mempunyai tiga tipe sensor yaitu : (1) RBV (Return Beam Vision) seperti landsat 1,2 dan 3; (2) TM (Thematic Mapper) seperti landsat 4 dan 5; dan (3) ETM (Enhancend Thematic Mapper) seperti Landsat 6 dan 7. Adapun karakteristik Landsat TM-5 dan ETM-7 disajikan pada Tabel 2 dan kegunaan masing-masing saluran (band) disajikan pada Tabel 3.
13
Tabel 2
Data teknis Landsat TM-5 dan ETM-7
No 1. 2.
Jenis Data Ketinggian orbit Sifat orbit
TM-5 705 Km Selaras matahari (sun synchronous) 185 x 185 Km2 16 hari 0,45 – 0,52 µm : saluran satu 0,52 – 0,60 µm : saluran dua 0,63 – 0,69 µm : saluran tiga 0,76 – 0,90 µm : saluran empat 1,55 – 1,75 µm : saluran lima 10,4 – 12,5 µm : saluran enam 2,08 – 2,35 µm : saluran tujuh
3. 4. 5.
Cakupan satuan citra Resolusi temporal Resolusi spektral
6.
Resolusi spasial
Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m2 Saluran 6 : 120 x 120 m2
7.
Resolusi radiometrik
8 bit
ETM-7 705 Km Selaras matahari (sun synchronous) 185 x 185 Km2 16 hari 0,45 – 0,52 µm : saluran satu 0,52 – 0,60 µm : saluran dua 0,63 – 0,69 µm : saluran tiga 0,76 – 0,90 µm : saluran empat 1,55 – 1,75 µm : saluran lima 10,4 – 12,5 µm : saluran enam 2,08 – 2,35 µm : saluran tujuh 0,52 – 0,90 µm : saluran pan Saluran 1-5 dan 7 : 30 x 30 m2 Saluran 6 : 60 x 60 m2 Saluran pan : 15 x 15 m2 8 bit
Sumber : Lillesand dan Kiefer (1990), Prahasta (2008)
Tabel 3 Kegunaan masing-masing saluran spektral Saluran 1
Spektral Biru
2
Hijau
3
Merah
4
Inframerah dekat Inframerah pendek Inframerah thermal
5 6
7
Inframerah pendek
Kegunaan Dirancang untuk meningkatkan penetrasi ke dalam tubuh air, mendukung analisis sifat khas pengggunaan lahan, tanah dan vegetasi Dirancang untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak di antara dua saluran spektral serapan klorofil, penilaian kesuburan dan kenampakan budidaya manusia Memisahkan vegetasi, memperkuat kontras antara kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi dan menajamkan kontras antara kelas vegetasi Membantu mengidentifikasi tanaman, kandungan biomass dan akan memperkuat kontras antara tanaman-tanah dan lahan-air Untuk penentuan jenis tanaman, kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah Untuk mengklasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pemisahan kelembaban tanah dan sejumlah gejala lain yang berhubungan dengan panas Untuk pemisah formasi batuan (mineral dan jenis batuan)
Sumber : Lillesand dan Kiefer (1990)
Menurut Sutanto (1996) hasil analisis citra landsat dapat disajikan dalam bentuk peta maupun sistem informasi manual dan dapat menyadap tujuh dari sebelas kategori penutup/penggunaan lahan dengan menggunakan paduan warna (color composite) berskala 1 : 250.000. Ketujuh kategori yang menonjol dan mudah diinterpretasikan oleh seorang peneliti adalah : (1) air, (2) hutan, (3) lahan
14
pertanian, (4) lahan rawa, (5) lahan perdagangan, (6) lahan pemukiman dengan bangunan bertingkat tinggi, dan (7) lahan pemukiman dengan bangunan bertingkat rendah.
Lo (1995) mengemukakan bahwa skema klasifikasi
penggunaan lahan yang baik harus sederhana dalam penggunaan dan tidak ambisius di dalam menjelaskan setiap kategori penggunaan lahan dan penutup lahan.
Klasifikasi harus dapat membuat derajat kedetailan yang diberikan.
Dengan kata lain, level kecermatan peta hasil berhubungan erat dengan skema klasifikasi yang mempertimbangkan skala peta akhir. Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan USGS disusun berdasarkan kriteria berikut : (1) tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85 persen, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategorisasi harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahannya, (6) sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci ke dalam sub kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survei lapangan, (8) pengelompokkan kategori harus dapat dilakukan, (9) harus dimungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutup lahan pada masa akan datang, dan (10) lahan multiguna harus dapat dikenali bila mungkin. (Lillesand dan Kiefer, 1990). Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis merupakan suatu teknologi informasi yang berkaitan dengan pengumpulan dan pengolahan data bereferensi spasial dan berkoordinat geografis (Barus dan Wiradisastra, 2000). Menurut Prahasta (2005) serta Barus dan Wiradisastra (2000) SIG mempunyai empat komponen utama dalam menjalankan prosesnya antara lain : 1. Data input : komponen ini bertugas mengumpulkan dan mempersiapkan data spasial dan atribut dari berbagai sumber serta bertanggung jawab mengkonversi atau mentransformasikan data ke dalam format yang diminta
15
perangkat lunak, baik dari data analog maupun data digital lain atau dari bentuk data yang ada menjadi bentuk yang dapat dipakai dalam SIG. 2. Data manajemen : Komponen ini mengorganisasikan baik data spasial maupun non spasial (atribut) ke dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan pemanggilan, pemutakhiran (updating) dan penyuntingan (editing). 3. Data manipulasi dan analisis : Komponen ini melakukan manipulasi dan permodelan data untuk menghasilkan informasi sesuai dengan tujuan. Komponen perangkat lunak yang memiliki kedua fungsi tersebut merupakan kunci utama dalam menentukan keandalan sistem SIG yang digunakan. Kemampuan analisis data spasial melalui algoritma atau pemodelan secara matematis merupakan pembeda suatu SIG dengan sistem informasi yang lain. 4. Data output : Komponen ini berfungsi menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data dalam bentuk (a) cetak lunak (softcopy) berupa produk pada tampilan monitor monokrom atau warna, (b) cetak keras (hardcopy) yang bersifat permanen dan dicetak pada kertas, mylar, film fotografik atau bahanbahan sejenis, seperti peta, tabel dan grafik dan (c) elektronik berbentuk berkas (file) yang dapat dibaca oleh komputer. Menurut Barus dan Wiradisatra (2000) aplikasi SIG telah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti pengelolaan dalam penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan dan kehutanan. Di bidang bisnis dan perencanaan pelayanan seperti analisis wilayah pasar dan prospek pendirian suatu bisnis baru. Di bidang lingkungan aplikasi SIG digunakan dalam analisis erosi dan dampaknya, analisis daerah rawan banjir, kebakaran atau lahan kritis dan analisis kesenjangan.
Seperti juga penginderaan jauh yang telah diaplikasikan oleh
berbagai kalangan dan kepentingan, maka aplikasi SIG telah digunakan baik oleh kalangan swasta, perguruan tinggi maupun pemerintah daerah.
Aplikasi SIG
untuk tugas dan kewenangan pemerintah daerah sebagian besar berkaitan dengan data geografis dengan memanfaatkan keandalan SIG antara lain : kewenangan di bidang pertanahan, pengembangan ekonomi, perencanaan penggunaan lahan, kesehatan, perpajakan, infrastruktur (jaringan jalan, perumahan, transportasi), informasi kependudukan, pengelolaan darurat dan pemantauan lingkungan.
16
Hirarki Wilayah Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional (Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007). Menurut Tarigan (2005) hirarki suatu wilayah sangat terkait dengan hirarki fasilitas kepentingan umum di masing-masing wilayah. Hirarki wilayah dapat membantu untuk menentukan fasilitas apa yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing wilayah. Fasilitas kepentingan umum bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga kapasitas pelayanan dan kualitasnya. Jenis fasilitas itu mungkin harus ada di seluruh wilayah, tetapi kapasitas dan kualitas pelayanannya harus berbeda. Makin maju suatu wilayah, semakin beragam fasilitas yang disediakan sehingga makin luas wilayah pengaruhnya. Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa secara teoritis hirarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah yang ditunjukkan oleh kapasitas secara totalitas yang tidak terbatas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga
kapasitas
kelembagaan,
sumberdaya
manusia
serta
kapasitas
perekonomiannya. Secara historik, pertumbuhan suatu pusat atau kota ditunjang oleh hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki spesifik yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan (regional services capacity) yang dimaksud adalah kapasitas sumberdaya suatu wilayah (regional resources), yang mencakup kapasitas sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya sosial (social capital) dan sumberdaya buatan (man-made resources/infrastructure). Di samping itu, kapasitas pelayanan suatu wilayah dicerminkan pula oleh magnitude (besaran) aktivitas sosial-ekonomi masyarakat yang ada di suatu wilayah. Secara fisik dan operasional, sumberdaya yang paling mudah dinilai dalam
penghitungan kapasitas pelayanan adalah sumberdaya
buatan (sarana dan prasarana pada pusat-pusat wilayah). Secara sederhana, kapasitas pelayanan infrastruktur atau prasarana wilayah dapat diukur dari : (1) jumlah sarana pelayanan, (2) jumlah jenis sarana pelayanan yang ada, serta (3) kualitas sarana pelayanan.
17
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penggunaan lahan masa lalu dan penggunaan lahan masa kini sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek yang saling berhubungan antara lain peningkatan jumlah penduduk (aspek sosial), perkembangan ekonomi (aspek ekonomi), arah kebijakan penggunaan lahan (aspek kebijakan) dan ketersediaan aksesibilitas/ jaringan jalan yang semuanya memerlukan ketersediaan lahan yang cukup. Kenyataan menunjukkan bahwa ketersediaan lahan adalah tetap sehingga tekanan terhadap lahan semakin bertambah. Pengetahuan mengenai penggunaan masa lalu dan penggunaan masa kini dapat digunakan sebagai bahan untuk melihat dinamika penggunaan lahan. Pola
dan
struktur
penggunaan
lahan
dapat
diidentifikasi
dengan
menganalisis perubahan penggunaan lahan, perkembangan wilayah dan faktorfaktor penyebabnya baik faktor fisik, sosial ekonomi maupun kebijakan. Selanjutnya pusat-pusat perubahan penggunaan lahan dapat digunakan sebagai dasar penyusunan rekomendasi untuk pemerintah daerah dalam mengarahkan penggunaan lahan yang sesuai dengan peruntukan dan kemajuan wilayah yang kondusif.
Kerangka pemikiran secara skematis digambarkan sebagai sebuah
bagan alir sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2, sedangkan tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.
18
Aspek ekonomi dan sosial Aspek biofisik Kebijakan pemanfaatan lahan Aksesibilitas/jaringan jalan
Penggunaan Lahan Masa Lalu
Penggunaan Lahan Masa Kini
Dinamika Penggunaan Lahan
Perubahan Pola dan Struktur Penggunaan Lahan
Identifikasi Perkembangan Wilayah
Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan Tingkat Kecamatan
Faktor-faktor Dominan Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan
Arahan dan Bahan Pengendalian Penggunaan Lahan
Gambar 2 Bagan Alir Kerangka Pemikiran.
19
Citra Landsat Tahun 1990
Citra Landsat Tahun 2000
Citra Landsat Tahun 2006
Peta RTRW Peta jenis tanah Peta elevasi Peta lereng
Koreksi Geometri
Pra-Klasifikasi
Survey Lapangan
Digitasi
Klasifikasi
Basis Data (Peta Digital)
Post-Klasifikasi Peta Penggunaan Lahan Th 1990
Perubahan Penggunaan Lahan
Peta Penggunaan Lahan Th.2000
Data PODES Thn 2000 dan 2006
Peta Penggunaan Lahan Th.2006
Data Sosial Ekonomi
Skalogram
Data Atribut
Hasil Perubahan Penggunaan Lahan
Perkembangan Wilayah
Pemusatan perubahan penggunaan lahan
Faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan
Arahan dan Bahan Pengendalian Penggunaan Lahan
Gambar 3 Bagan alir tahapan penelitian.
Binomial Logit Model
Peluang perubahan penggunaan lahan hutan
20
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Katingan sebagai salah satu kabupaten hasil pemekaran wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai luas 19.931,21 Km2 (1.993.121 Ha), secara geografis terletak pada posisi 112o 0’ – 113o 45’ Bujur Timur dan 0o20’ LU - 3o30’ Lintang Selatan dan Kota Palangka Raya yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah mempunyai luas 2.682,80 Km2 (268.280 Ha) secara geografis terletak pada 113° 30’ – 114° 04’ Bujur Timur dan 1° 30’ – 2° 24’ Lintang Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai Desember 2009. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra Landsat TM-5 da ETM-7 pada 3 titik tahun (1990, 2000 dan 2006), Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI), Peta RTRW, Peta Administrasi, Peta Penutupan Lahan Tahun 2002 dan 2007, Peta Tanah, Peta Lereng dan Peta Elevasi, Data Potensi Desa (Podes) Tahun 2000 dan 2006 dari Badan Pusat Statistik. Alat yang digunakan adalah GPS, kamera digital dan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software : ERDAS Imagine, Arc GIS, Google Earth, Statistica dan Microsoft Excel. Pengumpulan Data Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara menginventarisir dan penelusuran data, baik pada buku, peta, internet, peraturan perundang-undangan, penelitian terdahulu maupun dari beberapa instansi terkait baik instansi pemerintah di daerah maupun pusat atau instansi/lembaga independen lainnya. Sumber data primer diperoleh dari hasil survei/cek di lapangan terutama terkait dengan ketepatan hasil analisis citra Landsat dengan kondisi sesungguhnya di lapangan.
21
Analisis dan Pengolahan Data Mozaik dan Pemotongan Batas Area Penelitian Pemotongan batas area penelitian diperlukan untuk melakukan clip citra landsat untuk memperoleh wilayah yang akan dianalisis,
sebelum dilakukan
pemotongan, citra-citra lokasi penelitian digabungkan terlebih dahulu (mozaik) untuk memperoleh satu kesatuan citra yang terpadu. Data vektor sebagai peta pemotong digunakan peta administrasi kecamatan yang akan menjadi acuan dalam penentuan luas pada analisis selanjutnya. Rektifikasi Citra Rektifikasi/koreksi geometrik citra landsat dilakukan untuk mengurangi distorsi geometrik selama akuisisi citra seperti pengaruh rotasi bumi, kelengkungan bumi, kecepatan scanning dari beberapa sensor yang tidak normal dan efek panoramik yang menyebabkan posisi citra tidak sama posisinya dengan posisi geografis yang sebenarnya. Citra yang mempunyai kesalahan geometri memberikan implikasi terhadap variasi jarak, luas, arah, sudut dan bentuk di semua bagian citra sehingga perlu dikoreksi terlebih dahulu untuk dapat digunakan sebagai peta. Rektifikasi citra mentah bertujuan agar citra dapat semaksimal mungkin sesuai dengan keadaan aslinya di lapangan. Proses koreksi geometri dapat dilakukan dengan menentukan fungsi transformasi dan resampling citra. Penentuan Ground Control Point (GCP) sebagai titik-titik koreksi dapat diacu dari peta topografi seperti peta RBI ataupun dengan memanfaatkan satelit GPS.
Rektifikasi citra yang umum digunakan
adalah fungsi transformasi Polinomial dengan tingkatan ordo. Contoh fungsi transformasi Polinomial Orde 1 memiliki rumus fungsi sebagai berikut : x = a0 + a1X + a2X + a3XY y = b0 + b1X + b2Y + b3XY Dimana : x, y X, Y
: :
koordinat baris, kolom pada image yang belum terkoreksi koordinat kolom pada image yang sudah terkoreksi (GCP)
22
Hal terpenting dari koreksi geometri adalah keakuratan hasil koreksi yang ditunjukkan dengan nilai RMSE (Root Mean Squared Error) yang kecil yaitu dengan memilih GCP yang kesalahan geometrinya kecil dan membuang GCP yang menyebabkan nilai RMSE besar. Menurut Purwadhi (2001) nilai akurasi hasil koreksi geometrik citra seharusnya adalah ± satu piksel, jika kesalahan lebih besar dari persyaratan maka koordinat pada citra dan peta dicek kembali. Sementara Jaya (2009) mengemukakan bahwa nilai RMSE hasil koreksi geometri pada umumnya tidak lebih dari 0,5 piksel. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan Deteksi Perubahan Klasifikasi penggunaan lahan terdiri atas 5 (lima ) tipe yaitu hutan, tanaman tahunan, permukiman, pertanian pangan lahan kering dan semak belukar/tanah terbuka serta 1 (satu) penutupan lahan yaitu tubuh air. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine yaitu dengan menggunakan metode klasifikasi secara terbimbing (supervised classification) pada kombinasi band 5, 4 dan 2 (RGB). Tahapan klasifikasi disajikan pada Gambar 4.
Citra Landsat
Persiapan Citra : 1. Mozaik Citra 2. Komposit Citra dengan Band 542 3. Koreksi Geometri 4. Subset Citra dengan Peta Administrasi
Klasifikasi Citra (Metode Terbimbing / Supervised Classification): 1. Membuat training area. 2. Evaluasi training area 3. Klasifikasi dengan metode maximum likelihood. 4. Melakukan recoding-clump-eleminite- filtering (majority). 5. Penyuntingan (editing) 6. Informasi spasial liputan lahan tentatif 7. Cek lapangan 8. Penyuntingan (editing) dan revisi
Menghitung akurasi pengklasifikasian.
Sesuai (Kappa > 80%)
Konversi data raster ke data vektor
Peta penggunaan lahan per wilayah kecamatan
Gambar 4 Diagram alir pengolahan data penginderaan jauh dengan klasifikasi terbimbing (Supervised classification).
23
Pengujian Hasil Klasifikasi Pengujian kualitas hasil klasifikasi penggunaan lahan dengan melakukan verifikasi dan validasi data. Verifikasi dilakukan melalui tahapan pengecekan lapangan (ground truth) untuk mengecek kebenaran, ketepatan atau kenyataan di lapangan. Verifikasi dilakukan pada daerah sampel.
Validasi yang sering
digunakan untuk menguji kualitas hasil klasifikasi penggunaan lahan berbasis data penginderaan jauh ini adalah overall accuracy dan kappa accuracy.
Overall
accuracy hanya mempertimbangkan commission (diagonal), sedangkan Kappa accuracy telah mempertimbangkan commission (diagonal) dan omission. Hal ini menyebabkan hasil akurasi dengan overall accuracy cenderung lebih tinggi dari pada kappa accuracy. Adapun rumus dari overall dan kappa accuracy, sebagai berikut (Jensen 1996) :
Overall Accuracy =
Kappa Accuracy = Dimana : Xii Xi+ X+i N r
: luas tipe penggunaan lahan ke-i hasil klasifikasi yang bersesuaian dengan luas tipe penggunaan lahan ke-i dari data referensi (diagonal). : luas tipe penggunaan lahan ke-i hasil klasifikasi : luas tipe penggunaan lahan ke-i dari data referensi : luas semua tipe penggunaan lahan : jumlah tipe penggunaan lahan
Analisis deteksi perubahan penggunaan lahan tiap titik tahun dilakukan setelah diperoleh peta penggunaan lahan pada masing masing tahun dengan cara membuat matrik transformasi yang dapat mendeteksi perubahan penggunaan lahan ke perubahan lainnya termasuk luas dan sebarannya. Matrik perubahan sebagaimana Tabel 4.
24
Tabel 4 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1990 - 2000
Luas Tahun 1990 (Ha)
Penggunaan Lahan Kab.Katingan / Kota Palangka Raya
Luas Tahun 2000 (Ha) Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Smk/Tan.Tbk
TbhAir
Total (Ha)
Hutan (Htn)
1
2
3
4
5
6
Htn 1990
Tanaman Tahunan (Tan.Thn)
7
8
9
10
11
12
Tan.Thn 1990
Permukiman (Pmk)
13
14
15
16
17
18
Pmk 1990
19
20
21
22
23
24
PPlk 1990
25
26
27
28
29
30
Smk/Tan.Tbk 1990
31
32
33
34
35
36
TbhAir 1990
Htn 2000
Tan.Thn 2000
Pmk 2000
PPlk 2000
Smk/Tan.Tbk 2000
TbhAir 2000
Pertanian Pangan Lahan Kering (PPlk) Semak Belukar/Tanah Terbuka (Smk/Tan.Tbk) Tubuh Air (TbhAir) Total (Ha)
Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 juga menggunakan bentuk matrik sebagaimana Tabel 4 tersebut di atas. Arah
perubahan
penggunaan
lahan
dari
satu
penggunaan
lahan
ke penggunaan lahan lain sebagaimana tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Arah perubahan penggunaan lahan
Luas (Ha)
Penggunaan Lahan Kab.Katingan / Kota Palangka Raya
Luas (Ha) Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Smk/Tan.Tbk
TbhAir
Total (Ha)
Hutan (Htn)
0
1
1
1
1
0
Htn
Tanaman Tahunan (T.Thn)
1
0
1
1
1
0
Tan.Thn
Permukiman (Pmk)
0
0
0
0
0
0
Pmk
1
1
1
0
1
0
PPlk
1
1
1
1
0
1
Smk/Tan.Tbk
0
0
0
0
1
0
TbhAir
Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Smk/Tan.Tbk
TbhAir
Pertanian Pangan Lahan Kering (Pplk) Semak Belukar/Tanah Terbuka (Smk) Tubuh Air (TbhAir) Total (Ha)
Keterangan :
0
: Tidak berubah ke penggunaan lahan lain
1
: Berubah ke penggunaan lain
Identifikasi Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan Identifikasi pusat-pusat perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan melalui analisis spasial. Pusat-pusat perubahan penggunaan lahan yang dianalisis adalah unit administrasi kecamatan dengan melihat perubahan penggunaan lahan secara spasial maupun dengan melihat data atributnya.
Selain secara spasial
25
penentuan pusat-pusat perubahan dilengkapi dengan analisis Location Quotient (LQ). LQ ini merupakan analisis yang dapat menjelaskan lokasi atau daerah mana yang dapat dijadikan sebagai pemusatan aktivitas penggunaan lahan dan lokasi atau daerah mana yang menjadi konsentrasi aktivitas perubahan penggunaan lahan tertentu. Teknik LQ ini dilakukan secara berjenjang, dimulai dari unit administrasi terkecil (kecamatan) untuk setiap wilayah kabupaten, kemudian dilakukan pada unit kabupaten (Rustiadi et al, 2009). Identifikasi pusat-pusat perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan analisis LQ telah dilakukan oleh Andriyani (2007) dan Muis (2009). Analisis Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah didekati dengan melihat hirarki dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) menggunakan analisis skalogram berbobot. Analisis dilakukan pada unit wilayah kecamatan. Input data yang digunakan adalah data Podes tahun 2000 dan 2006 dengan parameter yang diukur meliputi : bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Data Podes tahun 2000 digunakan sebagai pendekatan perkembangan wilayah sebelum otonomi daerah yaitu periode tahun 1990 – 2000 mengingat data tahun 1990 yang tidak tersedia. Prosedur kerja pembuatan hirarki dan nilai IPK berdasarkan infrastruktur dengan menggunakan skalogram adalah sebagai berikut (Saefulhakim, 2005) : a. Melakukan pemilihan terhadap data podes sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif; b. Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan; c. Melakukan pembobotan terhadap setiap variabel dengan cara membandingkan ketersediaan fasilitas di setiap kecamatan dengan keseluruhan kecamatan yang ada di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Pembobotan secara relatif terhadap keseluruhan kecamatan menghasilkan proporsi ketersediaan jumlah fasilitas setiap kecamatan/total kecamatan, sehingga menunjukkan bobot kelangkaan fasilitas tersebut.
26
d. Melakukan standardisasi data terhadap variabel-variabel tersebut dengan menggunakan rumus : Yij =( Xij – Xjmin) / Sj Dimana : Yij Xij Xj min Sj
: : : :
variabel baru untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j nilai minimum untuk jenis sarana ke-j simpangan baku untuk jenis sarana ke-j
e. Menentukan Indeks Perkembangan Kecamatan ( IPK) serta kelas hirarkinya. Pada penelitian ini IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang) dan hirarki III (rendah).
Data jarak
aksesibilitas untuk penentuan IPK adalah rata-rata jarak aksesibilitas ditingkat desa. Kelas hirarki didasarkan pada nilai rataan dan nilai standar deviasi dari indeks perkembangan wilayah, sebagaimana yang terlihat pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai penentuan hirarki wilayah No 1 2 3
Hirarki 1 2 3
Nilai IPK X > rataan + St Dev X = rataan X < rataan
Tingkat Hirarki Tinggi Sedang Rendah
Analisis Hubungan antara Pemusatan Perubahan Penggunaan Lahan (LQ) dengan Perkembangan Wilayah Hubungan antara
pemusatan perubahan penggunaan lahan
(LQ) dan
perkembangan wilayah dapat dilihat dengan menggunakan analisis korelasi. Parameter yang digunakan adalah nilai LQ, jumlah peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Analisis ini mencoba mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah demikian melalui sebuah bilangan yang disebut koefisien korelasi yang dilambangkan dengan huruf r. Apabila r mendekati +1 atau -1 hubungan antara kedua peubah itu kuat dan dikatakan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Akan tetapi, bila r mendekati nol, hubungan linier antara X dan Y sangat lemah atau tidak ada sama sekali. Koefisien determinasi contoh (r2) merupakan bilangan yang menyatakan proporsi keragaman total nilai-
27
nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah X melalui hubungan linier tersebut (Walpole, 1993). Ukuran hubungan linier antara dua peubah X dan Y diduga dengan koefisien korelasi r, yaitu :
Dimana : r : koefisien korelasi n : jumlah pengamatan X : peubah X Y : peubah Y Analisis Faktor-faktor Penyebab Perubahan Penggunaan Lahan Faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan didekati dengan menggunakan persamaan regresi logistik biner (binary logit model). Data hasil peta perubahan penggunaan lahan ditumpang tindihkan dengan data dari petapeta yang diduga dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan baik data yang bersifat nominal maupun ordinal. Setiap tipe perubahan penggunaan lahan ke tipe penggunaan lahan lain dicari peluang perubahannya dengan persamaan umum logit model yaitu :
Dimana : Pi/r
:
β0r βjr
:
r Xj
: :
peluang lahan ke-i berubah menjadi penggunaan lahan jenis ke-r, dalam hal ini perubahan penggunaan lahan (Pi/r) yang dianalisis adalah : a) hutan menjadi pertanian nilai 0, bila tidak terjadi perubahan dari hutan ke pertanian nilai 1, bila terjadi perubahan dari hutan ke pertanian b) hutan menjadi permukiman nilai 0, bila tidak terjadi perubahan dari hutan ke permukiman nilai 1, bila terjadi perubahan dari hutan ke permukiman c) hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka nilai 0, bila tidak terjadi perubahan dari hutan ke semak belukar/tanah terbuka nilai 1, bila terjadi perubahan dari hutan ke semak belukar/tanah terbuka parameter intersep untuk perubahan lahan menjadi penggunaan jenis ke-r parameter koefisien variabel ke-j untuk perubahan menjadi penggunaan jenis ke-r penggunaan lahan jenis ke-1, ke 2, ke-3 dst variabel bebas
28
Variabel bebas dikelompokkan pada tiga kategori yaitu fisik, sosial ekonomi dan kebijakan. Variabel fisik terdiri atas kelas kemiringan lereng, elevasi, jenis tanah dan kerapatan jalan di tingkat kecamatan, sementara variabel sosial ekonomi terdiri atas Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dan kerapatan jumlah penduduk kecamatan, sedangkan variabel kebijakan terdiri atas kebijakan penggunaan lahan/RTRW (kawasan hutan lindung, kawasan budidaya kehutanan dan kawasan non budidaya kehutanan). Analisis Peluang Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Pertanian, Permukiman atau Semak Belukar/Tanah Terbuka Hasil analisis binomial logit selanjutnya dipetakan dengan memasukkan variabel-variabel yang menjadi faktor-faktor penyebab perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka. Peta peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria yaitu peluang perubahan tinggi, sedang dan rendah dengan ketentuan sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Tabel 7
Nilai penentuan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka
Kode 1 2 3
Nilai Peluang X > rataan + St Dev rataan≤ X
Tingkat Perubahan Tinggi Sedang Rendah
Ringkasan tujuan, variabel, data dan sumber data, metode/analisis dan keluaran yang ingin dicapai disajikan dalam Tabel 8.
29
Tabel 8 Matrik tujuan, variabel, data dan sumber data, metode/analisis dan keluaran hasil penelitian Tujuan (1) 1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan (unit analisis polygon penggunaan lahan)
Variabel (2) Tipe penggunaan lahan
Data dan Sumber Data (3) Citra landsat 1990, 2000 dan 2006 Peta Rupa Bumi Indonesia Peta Administrasi Kecamatan Peta RTRW Sumber data : Biotrop dan Dept. PSL IPB Bappeda Kab.Katingan dan Kota Palangka Raya
2. Mengidentifikasi perkembangan wilayah sebelum dan setelah otonomi daerah
Infrastruktur Jumlah penduduk Aksesibilitas Tipe penggunaan lahan permukiman
Data PODES tahun 2000 dan 2006 Hasil Analisis Citra Sumber data : BPS Pusat Data hasil analisis
Metode/Analisis (4)
Keluaran (5)
Interpretasi citra dengan menggunakan software pengolah citra Verifikasi akurasi dengan : Ground check lapangan menggunakan GPS Peta penutupan lahan Penutupan lahan dari Google Earth Tumpang tindih peta Analisis Location Quotient (LQ)
Peta penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2006 Matrik perubahan penggunaan lahan Pemusatan perubahan penggunaan lahan Matrik inkonsistensi penggunaan lahan aktual dengan RTRW
Analisis Skalogram Analisis Korelasi Deskripsi Peta
Hirarki dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Hubungan antara LQ, peningkatan jumlah sarana prasarana, jumlah penduduk dan IPK tahun 2006 Arah perkembangan permukiman di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya
29
30
Tabel 8 Lanjutan (1) 3. Mengetahui faktor-faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan
(2) Perubahan penggunaan lahan Jenis tanah Kemiringan lereng Elevasi Kebijakan penggunaan lahan/RTRW Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Kerapatan jalan kecamatan Jarak kecamatan ke ibu kota Kerapatan penduduk kecamatan
(3) Hasil Analisis Citra Hasil Analisis Skalogram Peta Tanah Peta Administrasi Kecamatan Peta Lereng Peta Elevasi Peta RTRW Peta Jaringan Jalan
(4)
(5)
Tumpang tindih (Overlay) Binomial Logit Model
Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan Peta peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka
Sumber data : Bappeda Kab.Katingan dan Kota Palangka Raya Dishut Provinsi Kalimantan Tengah Puslitanak Bogor
30
31
KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan Katingan Hilir. Wilayah Kabupaten Katingan sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas, Kota Palangka Raya dan Kabupaten Pulang Pisau, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur. Kota Palangka Raya yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah terbagi ke dalam 5 kecamatan. Kota Palangka Raya secara administratif berbatasan sebelah Utara dan Timur dengan Kabupaten Gunung Mas, sebelah Selatan dengan Kabupaten Pulang Pisau dan sebelah Barat dengan Kabupaten Katingan. Kependudukan Jumlah penduduk Kabupaten Katingan pada tahun 2006 mencapai 130.090 jiwa yang terdiri dari 67.625 laki-laki dan 62.465 perempuan dengan ratio jenis kelamin 108,26 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 108 laki-laki. Kepadatan penduduk Kabupaten Katingan adalah 6,53 orang per Km2. Tabel 9 memperlihatkan perkembangan penduduk Kabupaten Katingan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2006. Jumlah penduduk Kota Palangka Raya pada tahun 2006 mencapai 182.614 jiwa yang terdiri dari 90.414 laki-laki dan 92.200 perempuan dengan ratio jenis kelamin 98,06 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 98 laki-laki. Kepadatan penduduk Kota Palangka Raya adalah 68,07 orang per Km 2. Tabel 10 memperlihatkan perkembangan penduduk Kota Palangka Raya dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2006.
32
Tabel 9
Penduduk per kecamatan Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2006 Kecamatan
Katingan Hulu Marikit Sanaman Mantikei Katingan Tengah Pulau Malan Tewang S.Garing Katingan Hilir Tasik Payawan Kamipang Mendawai *) Katingan Kuala Jumlah
Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 8.217 9.548 9.894 4.486 6.003 5.597 10.144 12.370 12.990 13.562 16.058 19.257 7.000 7.474 6.757 8.207 8.610 9.276 11.229 13.166 20.985 5.138 6.164 6.404 6.070 7.858 7.168 7.275 9.073 25.478 23.023 22.689 99.531 117.549 130.090
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah Keterangan : *) Bersatu dengan Kecamatan Katingan Kuala
Tabel 10 Penduduk per kecamatan Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2006 Kecamatan Pahandut Sebangau Jekan Raya Bukit Batu Rakumpit Jumlah
Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 110.421 63.273 67.784 *) 8.393 11.049 *) 62.730 91.053 7.676 11.672 10.886 **) 2.129 1.842 118.097 148.197 182.614
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah Keterangan : *) Bersatu dengan Kecamatan Pahandut **) Bersatu dengan Kecamatan Bukit Batu 200.000 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0
Katingan
Palangka Raya
Tahun 1990
Tahun 2000
Tahun 2006
Katingan
99.531
117.549
130.090
Palangka Raya
118.097
148.197
182.614
Tahun
Gambar 5 Perkembangan penduduk Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 1990 – 2006.
33
Berdasarkan Tabel 9 dan Tabel 10 di atas, diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk rata-rata pertahunnya selama kurun waktu 16 tahun di Kabupaten Katingan adalah 1,92 % dengan laju pertambahan tertinggi terjadi pada periode tahun 1990-2000 yaitu sebesar 1,81 %. Sementara Kota Palangka Raya laju pertumbuhan penduduknya adalah 3,41 % dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada periode tahun 2000 - 2006 sebesar 3,87 %. Aktivitas Perekonomian Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah seringkali merupakan gambaran yang lebih spesifik terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan wilayah. Manurut Parr dalam Nugroho dan Dahuri (2004), pertumbuhan dan perkembangan wilayah senantiasa disertai dengan perubahan struktural dan dapat diketahui melalui teori sektor (sector theory). Dalam teori tersebut dikatakan bahwa berkembangnya wilayah dihubungkan dengan transformasi struktur ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni primer (pertanian, pertambangan dan penggalian), sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas, air bersih dan bangunan) dan sektor tersier (perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan jasa-jasa).
Perkembangan ditandai oleh
penggunaan sumber daya dan manfaatnya yang menurun di sektor primer meningkat di sektor tersier dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di sektor sekunder. Peranan sektor pertanian di Kabupaten Katingan seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan sejak tahun 2000-2006 masih menjadi sumber pendapatan utama daerah tersebut walaupun persentase dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan seiring dengan perkembangan sektor lain terutama sektor tersier tetapi persentasenya masih relatif dominan sebagai sumber pendapatan daerah. Sementara itu Kota Palangka Raya lebih banyak mengandalkan sektor tersier sebagai pendapatan utama atau sumber PDRB hal ini menandakan bahwa struktur sosial ekonomi masyarakat Kota Palangka Raya adalah struktur sosial masyarakat perkotaan sementara Kabupaten Katingan masih dominan struktur sosial ekonomi perdesaan.
34
Tabel 11 dan 12 memperlihatkan peranan sektor yang mempunyai konstribusi terhadap PDRB wilayah Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Tabel 11 Persentase peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Katingan tahun 2000 – 2006 Lapangan Usaha
Tahun 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
I. Sektor Primer
54,21
51,42
50,35
49,23
48,35
45,72
44,83
1. Pertanian
49,87
47,10
46,24
45,33
44,48
42,15
41,36
a. Tanaman Bahan Makanan
7,55
7,65
7,69
7,59
7,56
7,40
8,19
14,18
14,03
14,93
15,39
15,94
15,20
18,21
3,01
2,73
3,25
3,22
3,14
3,06
3,67
d. Kehutanan
17,49
15,34
13,69
12,58
11,22
10,06
4,80
e. Perikanan
7,64
7,36
6,68
6,55
6,63
6,42
6,50
4,34
4,32
4,11
3,90
3,87
3,57
3,47
a. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
b. Pertambangan tanpa Migas
3,63
3,53
3,35
3,09
3,02
2,72
2,59
c. Penggalian
b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
2. Pertambangan dan Penggalian
0,71
0,79
0,75
0,81
0,84
0,85
0,88
II. Sektor Sekunder
9,24
9,36
10,41
9,55
9,46
10,12
9,99
3. Industri Pengolahan
6,29
7,18
8,06
7,26
7,30
7,94
7,61
a. Industri Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
b. Industri Tanpa Migas **)
6,29
7,18
8,06
7,26
7,30
7,94
7,61
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
0,14
0,17
0,19
0,19
0,20
0,19
0,21
a. Listrik
0,08
0,10
0,11
0,12
0,12
0,11
0,12
b. Gas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
c. Air Bersih
0,06
0,07
0,08
0,08
0,08
0,08
0,09
2,81
2,01
2,15
2,09
1,97
1,99
2,17
III. Sektor Tersier
36,55
39,22
39,24
41,22
42,18
44,16
45,18
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
17,42
18,85
18,98
19,82
19,44
20,30
19,04
a. Perdagangan Besar & Eceran
5. Bangunan
15,35
16,77
16,91
17,85
17,39
18,23
16,96
b. Hotel
0,50
0,51
0,46
0,44
0,44
0,43
0,43
c. Restoran
1,57
1,58
1,62
1,53
1,62
1,64
1,66
10,68
10,50
9,84
9,85
9,75
11,17
13,41
1,55
1,73
1,73
1,74
1,71
1,71
1,69
6,89
8,14
8,69
9,82
11,28
10,98
11,04
a. Pemerintahan Umum
5,87
7,06
7,57
8,72
10,18
9,87
9,89
b. Swasta
1,03
1,09
1,12
1,10
1,10
1,12
1,15
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa
Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah
35
Tabel 12 Persentase peranan sektor dalam perekonomian Kota Palangka Raya tahun 2000 – 2006 Lapangan Usaha
Tahun 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
I. Sektor Primer
7,38
6,64
6,95
6,97
8,29
8,17
8,20
1. Pertanian
5,72
4,88
5,24
5,26
6,47
6,39
6,66
a. Tanaman Bahan Makanan
0,53
0,47
0,53
0,55
0,54
0,47
0,51
b. Tanaman Perkebunan
0,17
0,15
0,15
0,13
0,13
0,09
0,10
c. Peternakan dan Hasil-hasilnya
3,08
2,34
2,58
2,57
3,43
3,29
3,57
d. Kehutanan
0,34
0,36
0,32
0,23
0,17
0,13
0,10
e. Perikanan
1,59
1,55
1,66
1,77
2,21
2,41
2,38
1,67
1,76
1,71
1,71
1,82
1,78
1,54
a. Minyak dan Gas Bumi
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
b. Pertambangan tanpa Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
c. Penggalian
1,67
1,76
1,71
1,71
1,82
1,78
1,54
13,73
13,56
14,29
15,28
15,74
15,76
15,47
5,13
5,00
5,02
5,03
5,23
5,28
5,29
a. Industri Migas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
b. Industri Tanpa Migas **)
5,13
5,00
5,02
5,03
5,23
5,28
5,29
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
1,27
1,50
1,89
2,19
2,46
2,74
3,12
a. Listrik
1,00
1,13
1,49
1,71
1,79
1,99
2,22
b. Gas
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
c. Air Bersih
0,27
0,36
0,40
0,48
0,67
0,75
0,90
7,34
7,07
7,38
8,06
8,05
7,74
7,05
III. Sektor Tersier
78,88
79,80
78,76
77,75
75,97
76,08
76,34
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
14,16
14,44
14,67
16,09
15,65
15,21
15,00
a. Perdagangan Besar & Eceran
9,38
9,42
9,71
11,20
10,71
10,84
11,15
b. Hotel
1,09
1,26
1,39
1,36
1,30
1,11
0,95
c. Restoran
3,69
3,76
3,57
3,53
3,64
3,25
2,90
24,34
22,09
20,94
18,01
17,41
18,75
21,61
5,75
4,98
5,04
4,78
5,10
5,40
5,06
34,63
38,29
38,11
38,89
37,80
36,72
34,66
31,37
34,67
34,49
34,98
33,87
32,26
30,62
3,26
3,62
3,62
3,91
3,93
4,46
4,04
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
2. Pertambangan dan Penggalian
II. Sektor Sekunder 3. Industri Pengolahan
5. Bangunan
7. Pengankutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa a. Pemerintahan Umum b. Swasta Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Tengah
36
Palangka Raya
Kab.Katingan
Gambar 6 Peta lokasi penelitian Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
37
Karakteristik Fisik Wilayah Topografi Kemiringan lereng di wilayah Kabupaten Katingan cukup bervariasi, antara 0 – 40 %. Daerah bagian selatan dan tengah Kabupaten Katingan didominasi oleh kemiringan lereng yang lebih landai dibandingkankan dengan daerah bagian utara yang cenderung lebih terjal.
Wilayah Kabupaten Katingan didominasi oleh
kemiringan lereng < 8 % yang mencapai lebih dari 57 % dari total luasan. Sementara untuk kelas kelerengan lainnya adalah > 40 % mencapai 23,3 %, 15 – 25 % mencapai 12,9 %, 8-15 % mencapai 5,5 % dan kemiringan lereng terendah adalah kelas 25-40 % mencapai 1,3 %. Variasi kemiringan lereng di Kota Palangka Raya relatif lebih seragam dibandingkan dengan Kabupaten Katingan, dimana kemiringan lereng di Kota Palangka Raya didominasi oleh kelas lereng 0-8 % yang mencapai lebih dari 99 % dari total areal Kota Palangka Raya dan sisanya di kelas lereng > 40 % yang hanya 0,3 %. Sebaran kemiringan lereng Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 13, 14 dan dan Gambar 7. Tabel 13 Kemiringan lereng wilayah Kabupaten Katingan No 1 2 3 4 5 6
Kelas Lereng 0-3 % 3-8 % 8 – 15 % 15 – 25 % 25 – 40 % > 40 % Jumlah
Luas (Ha) 827.941 309.821 108.934 256.154 26.431 463.840 1.993.121
Persentase (%) 41,5 15,5 5,5 12,9 1,3 23,3 100,0
Sumber : diolah dari peta
Tabel 14 Kemiringan lereng wilayah Kota Palangka Raya No 1 2 3 4 5 6
Kelas Lereng 0-3 % 3-8 % 8 - 15 % 15 - 25 % 25 - 40 % > 40 % Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Luas (Ha) 185.289 82.313 678 268.280
Persentase (%) 69,1 30,6 0,0 0,0 0,0 0,3 100,0
38
Bentuk topografi wilayah Kabupaten Katingan pada umumnya meliputi permukaan yang datar di daerah bagian selatan dan tengah dan sedikit bergelombang dan bergunung di bagian utara. Ketinggian wilayah Kabupaten Katingan bervariasi antara 0 – 1500 meter di atas permukaan laut dengan sebaran puncak tertinggi berada pada areal Taman Nasional Bukit Raya-Bukit Baka yang mencapai tinggi lebih dari 1500 meter dpl. Wilayah Selatan Kabupaten Katingan mempunyai ketinggian yang rendah dengan variasi ketinggian antara 0 – 100 m dpl. Berdasarkan luasan di peta 54,9 % wilayah Kabupaten Katingan mempunyai elevasi < 100 meter dpl, 21,9 % pada elevasi 100 – 500 m dpl, 13,9 % pada elevasi 500 – 1000 meter dpl dan 9,3 % berada pada elevasi lebih dari 1000 meter dpl. Bentuk topografi Kota Palangka Raya juga relatif datar yang menyebar hampir di seluruh wilayah Kota Palangka Raya, dengan sebaran ketinggian 92,44 % berada pada elevasi 0 – 100 meter dpl, 7,5 % pada elevasi 100 – 500 meter dpl dan 0,1 % berada pada elevasi > 500 meter dpl. Tabel 15, 16 dan Gambar 8, memperlihatkan sebaran elevasi di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Tabel 15 Sebaran kelas elevasi Kabupaten Katingan No 1 2 3 4 5 6
Kelas Elevasi (M Dpl)) 0 - 25 25 - 100 100 - 500 500 - 1000 1000 - 1500 > 1500 Jumlah
Luas (Ha) 494.431 599.198 437.379 277.346 182.700 2.067 1.993.121
Persentase (%) 24,8 30.1 21,9 13,9 9,2 0,1 100,0
Sumber : diolah dari peta
Tabel 16 Sebaran kelas elevasi Kota Palangka Raya No 1 2 3 4 5
Kelas Elevasi (M Dpl)) 0 - 25 25 - 100 100 - 500 500 - 1000 > 1000 Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Luas (Ha) 23.982 224.007 20.155 136 268.280
Persentase (%) 8,9 83,5 7,5 0,1 0,0 100,0
39
Gambar 7 Peta kemiringan lereng Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
40
Gambar 8 Peta elevasi Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
41
Tanah Jenis tanah yang dijumpai di daerah penelitian adalah Inseptisol, Entisol, Histosol, Ultisol dan Alfisol. Namun demikian terdapat perbedaan penyebaran jenis tanah antara Kabupaten Katingan dengan Kota Palangka Raya. Penyebaran jenis tanah di wilayah Kabupaten Katingan berturut-turut adalah Ultisol (36,38 %), Entisol (27,0 %), Histosol (21,2 %), Inseptisol (15,5 %) dan Alfisol (0,01%). Sementara itu penyebaran jenis tanah di Kota Palangka Raya didominasi oleh jenis tanah Entisol (83,8 %) diikuti oleh jenis tanah Histosol (8,4 %), Inseptisol (7,6 %) dan Ultisol (0,2 %). Luas jenis tanah di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya disajikan pada Tabel 17, 18 dan sebaran spasialnya disajikan pada Gambar 9. Tabel 17 Luas jenis tanah Kabupaten Katingan No 1 2 3 4 5
Jenis Tanah Inseptisol Entisol Ultisol Histosol Alfisol Jumlah
Luas (Ha) 308.069 537.418 725.153 422.224 257 1.993.121
Persentase (%) 15,4 27,0 36,4 21,2 0,0 100,0
Sumber : diolah dari peta
Tabel 18 Luas Jenis Tanah di Kota Palangka Raya No 1 2 3 4
Jenis Tanah Inseptisol Entisol Ultisol Histosol Jumlah
Sumber : diolah dari peta
Luas (Ha) 20.401 224.741 534 22.603 268.280
Persentase (%) 7,6 83,8 0,2 8,4 100,0
42
Gambar 9 Peta sebaran jenis tanah Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
43
Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW Sampai saat ini Provinsi Kalimantan Tengah belum mempunyai Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang definitif. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang dijadikan acuan adalah Peta RTRW berdasarkan PERDA No. 8 tahun 2003 tentang RTRWP yang juga dipakai oleh seluruh Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah sampai peta RTRW Kabupaten definitif disahkan. Berdasarkan
analisis
spasial
diperoleh
alokasi
sebaran
kebijakan
penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 19, 20 dan Gambar 8. Tabel 19 Luas peruntukan lahan Kabupaten Katingan No 1 2 3
Fungsi Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Kehutanan Kawasan Budidaya Non Kehutanan Jumlah
Luas (Ha) 186.044 1.435.738 371.339 1.993.121
Persentase (%) 9,3 72,1 18,6 100,0
Sumber : Bappeda Kabupaten Katingan (2006) (digeneralisasi)
Tabel 20 Luas peruntukan lahan Kota Palangka Raya No 1 2 3
Fungsi Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Kehutanan Kawasan Budidaya Non Kehutanan Jumlah
Luas (Ha) 1.049 186.800 80.431 268.280
Persentase (%) 0,4 69,6 30,0 100,0
Sumber : Bappeda Kota Palangka Raya (2004) (digeneralisasi)
Tabel 19 dan 20 memperlihatkan bahwa Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memiliki kawasan budidaya kehutanan yang sangat luas mencapai 72,0 % di Kabupaten Katingan dan 69,6 % di Kota Palangka Raya dari luasan seluruh areal, sehingga menjadikan ketersediaan sumberdaya hutan di kedua wilayah tersebut sangat luas.
Kawasan budidaya kehutanan meliputi hutan
produksi, hutan produksi terbatas dan hutan tanaman industri. Kawasan lindung meliputi : hutan lindung, cagar alam dan hutan pendidikan dan pelatihan. Sedangkan kawasan budidaya non kehutanan meliputi : kawasan pemukiman dan penggunaan lainnya, kawasan pengembangan produksi, areal transmigrasi dan taman wisata.
44
Gambar 10 Peta RTRW Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
45
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Perubahan Penggunaan Lahan Hasil analisis interpretasi citra Landsat pada Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya diperoleh kelas-kelas penggunaan lahan sementara dan setelah diverifikasi lapangan kemudian ditentukan kelas-kelas penggunaan lahan. Pengecekan hasil interpretasi penggunaan lahan menggunakan data cek lapangan, informasi dari google earth dan peta penutupan lahan yang ada. Keluaran peta hasil post klasifikasi menghasilkan luasan peta penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2006 dengan nilai overall accuracy berturut-turut 84,62 %, 85,52 % dan 88,38 % dan nilai kappa accuracy berturut-turut 81,07 %, 81,24 % dan 85,33 %. Nilai overall accuracy dan kappa accurasi yang bernilai > 80 % menunjukkan hasil klasifikasi yang cukup baik, dimana hasil lengkapnya ditunjukkan pada lampiran 1, 2 dan 3. Nilai perubahan penggunaan lahan 3 titik tahun didapatkan dengan melakukan perbandingan terhadap penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2006, sedangkan secara spasial dilakukan proses tumpang tindih (overlay) antara ketiga peta tersebut. Karakteristik Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya dikelompokkan menjadi 5 (lima) kelas yaitu hutan (Htn), tanaman tahunan (TanThn), permukiman (Pmk), pertanian pangan lahan kering (PPlk), semak belukar/tanah terbuka (Smk/TanTbk) dan 1 (satu) penutupan lahan yaitu tubuh air (TbhAir). Pembagian kelas ini didasarkan pada pembagian kelas penggunaan dan penutupan lahan yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan Tahun 2001 yang digeneralisasi. Deskripsi masing-masing jenis penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya hasil analisis citra Landsat dan hasil pengamatan lapangan serta hasil studi literatur adalah sebagai berikut :
46
a) Penggunaan lahan hutan Penggunaan lahan hutan di dalam citra Landsat ditemukan dengan bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran yang cukup luas, menyebar dan terkadang bergerombol, berwarna hijau tua sampai gelap dengan tekstur relatif kasar. Karakteristik penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya adalah tidak berbeda jauh. Hutan di kedua wilayah ini merupakan hutan tropis yang sebagian besar didominasi tanaman Shorea, Dipterocarpus, Hopea dan Dryobalanops terutama di wilayah sebelah utara yang berpotensi tinggi sebagai penghasil kayu. Wilayah bagian selatan didominasi oleh jenis tanaman rawa seperti Ramin. Gambar 11 memperlihatkan jenis penggunaan lahan hutan yang dijumpai di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya
Gambar 11 Penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. b) Penggunaan lahan tanaman tahunan Kenampakan penggunaan lahan tanaman tahunan terutama kebun campuran di citra Landsat, memiliki tekstur kasar, berwarna hijau tua dengan pola tidak teratur membentuk suatu kelompok dengan berbagai ukuran yang menyebar dan berbaur menjadi satu kelompok dengan permukiman. Tanaman tahunan yang berupa perkebunan biasanya membentuk petak-petak teratur dengan warna hijau gelap. Tanaman tahunan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memiliki jenis yang hampir sama yaitu tanaman karet, sawit dan tanaman buah-buahan seperti durian, mangga dan rambutan.
Tanaman karet dan sawit merupakan
komoditas utama yang mulai dikembangkan di Kabupaten Katingan maupun Kota
47
Palangka Raya dalam bentuk perkebunan besar maupun perkebunan rakyat, sementara jenis tanaman buah-buahan biasanya merupakan jenis tanaman tahunan yang menyatu dengan permukiman masyarakat. Gambar 12 memperlihatkan penggunaan lahan tanaman tahunan.
Gambar 12 Penggunaan lahan tanaman tahunan berupa kebun campuran dan perkebunan kelapa sawit. c) Penggunaan lahan permukiman Permukiman merupakan kriteria administratif (penduduk) yang sering digunakan untuk membedakan antara kota dan desa. Penampakan permukiman pada citra berwarna magenta tua, bertekstur halus-kasar dengan pola teratur memanjang mengikuti jalan atau sungai, berbentuk kotak-kotak dan pola tidak teratur membentuk polygon yang berbaur menjadi satu kelompok dengan vegetasi.
Permukiman yang mempunyai pola tidak teratur biasanya disebut
perkampungan/perdesaan sedangkan permukiman yang sama dengan pola yang teratur disebut perumahan. Karakteristik permukiman di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya secara umum mempunyai kemiripan yaitu sebagian besar merupakan permukiman tradisional yang berada di tepi sungai, sementara permukiman perkotaan mulai dibangun mengikuti jalur jalan. Selain permukiman tradisional di Kota Palangka Raya dan Kabupaten Katingan juga telah ditemukan adanya permukiman perumahan yang bentuknya seragam dan teratur. Gambar 13 memperlihatkan permukiman tradisional di Kabupaten dan Kota Palangka Raya.
48
Kabupaten Katingan
Kota Palangka Raya
Gambar 13 Permukiman tradisional di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. d) Penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering Penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering merupakan areal yang ditanami tanaman sejenis/tumpangsari seperti umbi-umbian, kacang-kacangan dan sebagainya yang pada umumnya terletak di daerah yang datar.
Penampakan
penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering pada citra Landsat berwarna coklat kehijauan dengan tekstur kasar, berpola tidak teratur dan menyebar. Letak penggunaan lahan ini biasanya berdekatan dengan permukiman. Di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya lebih banyak dijumpai penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering dibandingkan penggunaan lahan pertanian lahan basah, hal ini terkait dengan kebiasaan masyarakatnya yang lebih mengusahakan sistem pertanian berpindah dengan menerapkan sistem bera. Jenis tanaman yang umumnya diusahakan adalah padi gogo, jagung, kacang-kacangan dan singkong. Gambar 14 memperlihatkan areal pertanian pangan lahan kering yang sedang ditanami jagung bercampur dengan kacang-kacangan.
Gambar 14 Penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering
49
e) Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka Semak belukar adalah lahan yang ditumbuhi rerumputan, tanaman kecil yang ketinggiannya kurang dari 2 meter dan juga paku-pakuan serta tumbuhan menjalar. Tanaman ini cukup padat dan menutupi permukaan tanah sehingga dapat berfungsi sebagai penahan erosi dan mempertinggi resapan air (Arsyad, 2000). Penampakan penggunaan lahan semak belukar pada citra Landsat adalah berwarna coklat kemerahan dengan tekstur kasar, berpola tidak teratur dan menyebar. Tanah terbuka penampakan pada citra Landsat berwarna putih kemerahan, bertekstur halus dengan luas relatif kecil. Semak belukar/tanah terbuka merupakan salah satu jenis penggunaan lahan yang cukup dominan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Penggunaan lahan ini biasanya merupakan peralihan dari penggunaan lahan yang satu ke penggunaan lahan lainnya misalnya pertanian.
Jenis tanaman semak
belukar di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya secara umum adalah sama yaitu berupa alang-alang/rumput dan tanaman perdu serta tanaman vegetasi rendah yang mulai tumbuh di daerah bekas tebangan. Gambar 15 memperlihatkan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dan rencana perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka menjadi penggunaan lahan pertanian.
Gambar 15 Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dan rencana pengalihan penggunaannya menjadi pertanian
50
f) Penutupan lahan tubuh air Tubuh air dalam klasifikasi ini merupakan penutupan lahan yang terdiri dari sungai, danau dan rawa yang selalu tergenang. Penutupan tubuh air ini untuk selanjutnya tidak dilakukan pembahasan mengingat penutupan lahan tubuh air merupakan penampakan secara fisik lahan tanpa adanya aktifitas manusia terhadap lahan tersebut. Penambahan maupun pengurangan tubuh air yang terjadi sebagian besar adalah pada penutupan lahan rawa yang berubah menjadi semak belukar/tanah terbuka sementara sungai dan danau relatif tidak berubah luasannya. Penampakan tubuh air pada citra Landsat biasanya berwarna biru tua/kehitaman dan memiliki bentuk memanjang yang lebarnya berbeda-beda dan berkelok-kelok. Gambar 16 memperlihatkan penampakan penutupan tubuh air berupa sungai dan rawa yang tergenang.
Gambar 16 Penampakan penutupan tubuh air di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya
51
Gambar 17 Peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990.
52
Gambar 18 Peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2000.
53
Gambar 19 Peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2006.
54
Tabel 21 Penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 1990, 2000 dan 2006 Penggunaan Lahan
Tahun 1990 Luas (Ha)
Tahun 2000
%
Luas (Ha)
Tahun 2006
%
Luas (Ha)
Perubahan Tahun 1990-2000 *) Luas (Ha) %
%
Perubahan Tahun 2000-2006 *) Luas (Ha) %
Perubahan Tahun 1990-2006 *) Luas (Ha) %
Hutan Tanaman Tahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/Tanah Terbuka Tubuh Air
1.626.529 13.695 637 58.845
81,6 0,7 0,0 3,0
1.436.453 21.038 2.675 66.400
72,1 1,1 0,1 3,3
1.383.274 56.587 4.345 64.912
69,4 2,8 0,2 3,3
-190.076 7.343 2.038 7.555
-11,7 53,6 319,9 12,8
-53.179 35.549 1.670 -1.488
-3,7 169,0 62,4 -2,2
-243.255 42.892 3.708 6.067
-15,0 313,2 582,1 10,3
257.503
12,9
428.722
21,5
444.131
22,3
171.219
66,5
15.409
3,6
186.628
72,5
35.912
1,8
37.833
1,9
39.872
2,0
1.921
5,4
2.039
5,4
3.960
11,0
Jumlah
1.993.121
100,0
1.993.121
100,0
1.993.121
100,0
Keterangan : *) : Persentase perubahan terhadap luasan tahun sebelumnya.
Tabel 22 Penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 Penggunaan Lahan
Hutan Tanaman Tahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/Tanah Terbuka Tubuh Air Jumlah
Tahun 1990 Luas (Ha) 195.913 8.088 2.289 5.387
Tahun 2000
% Luas (Ha) 73,0 153.165 3,0 9.793 0,9 5.643 2,0 2.435
Tahun 2006
% 57,1 3,7 2,1 0,9
Luas (Ha) 145.294 9.145 12.081 5.986
% 54,2 3,4 4,5 2,2
Perubahan Tahun 1990-2000 *) Luas (Ha) % -42.748 -21,8 1.705 21,1 3.354 146,5 -2.952 -54,8
Perubahan Tahun 2000-2006 *) Luas (Ha) % -7.871 -5,1 -648 -6,6 6.438 114,1 3.551 145,8
Perubahan Tahun 1990-2006 *) Luas (Ha) % -50.619 -25,8 1.057 13,1 9.792 427,8 599 11,1
47.112
17,6
90.077
33,6
86.029
32,1
42.965
91,2
-4.048
-4,5
38.917
82,6
9.491 268.280
3,5 100,0
7.167 268.280
2,7 100,0
9.745 268.280
3,6 100,0
-2.324
-24,5
2.578
36,0
254
2,7
Keterangan : *) : Persentase perubahan terhadap luasan tahun sebelumnya.
54
55
Thn 1990 P e r s e n t a s e
Thn 2000
Thn 2006
90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 -
L u a s
Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Smk/Tan. Tbk
TbhAir
Thn 1990
81,6
0,7
0,0
3,0
12,9
1,8
Thn 2000
72,1
1,1
0,1
3,3
21,5
1,9
Thn 2006
69,4
2,8
0,2
3,3
22,3
2,0
Penggunaan/Penutupan Lahan
Gambar 20 Persentase luas penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 1990, 2000 dan 2006.
80,0 P e r s e n t a s e
Thn 1990
Thn 2000
Thn 2006
70,0 60,0 L u a s
50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Smk/Tan. Tbk
TbhAir
Thn 1990
73,0
3,0
0,9
2,0
17,6
3,5
Thn 2000
57,1
3,7
2,1
0,9
33,6
2,7
Thn 2006
54,2
3,4
4,5
2,2
32,1
3,6
Penggunaan /Penutupan Lahan
Gambar 21 Persentase luas penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006.
56
Struktur Penggunaan Lahan Tahun 1990, 2000 dan 2006 Sebaran penggunaan lahan secara spasial di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006 disajikan pada Gambar 17, 18 dan 19 dan Tabel 21, 22. Grafik struktur luas penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2006 kedua wilayah tersebut disajikan pada Gambar 20 dan 21. Gambar 20 memperlihatkan struktur luas penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dari tahun 1990 – 2006. Struktur luas penggunaan lahan di Kabupaten Katingan tahun 1990 adalah hutan (81,6 %), semak belukar/tanah terbuka (12,9 %), pertanian pangan lahan kering (3,0 %), tanaman tahunan (0,7 %) dan permukiman (0,03 %). Tahun 2000 adalah hutan (72,1 %), semak belukar/tanah terbuka (21,5 %), pertanian pangan lahan kering (3,3 %), tanaman tahunan (1,1 %) dan permukiman (0,1 %) dan tahun 2006 adalah hutan (69,4 %), semak belukar/tanah terbuka (22,3 %), pertanian pangan lahan kering (3,3 %), tanaman tahunan (2,8 %) dan permukiman (0,2 %). Melihat struktur luas penggunaan lahan di Kabupaten Katingan yang tidak mengalami perubahan urutan terutama penggunaan lahan permukiman yang sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 berada pada urutan terakhir menandakan bahwa wilayah Kabupaten Katingan belum cukup berkembang hal ini terkait dengan jumlah penduduk yang masih rendah yaitu kepadatan penduduk tahun 2006 hanya 6,53 orang per Km2. Berbeda dengan Kabupaten Katingan, perkembangan Kota Palangka Raya yang cukup pesat terutama setelah tahun 2000 juga merubah struktur urutan luas penggunaan lahan terutama penggunaan lahan permukiman sebagaimana Gambar 21. Adapun struktur luas penggunaan lahan di Kota Palangka Raya tahun 1990 adalah hutan (73,0 %), semak belukar/tanah terbuka (17,6 %), tanaman tahunan (3,0 %), pertanian pangan lahan kering (2,0 %) dan permukiman (0,9 %). Tahun 2000 terjadi pergeseran struktur luas penggunaan lahan di Kota Palangka Raya dimana penambahan permukiman lebih besar daripada penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering sehingga urutannya menjadi hutan (57,1 %), semak belukar/tanah terbuka (33,6 %), tanaman tahunan (3,7 %), permukiman (2,1 %) dan pertanian pangan lahan kering (0,9 %). Sementara tahun 2006 peningkatan luas penggunaan lahan permukiman terus bertambah sehingga urutan luas
57
penggunaan lahan tahun 2006 adalah hutan (54,2 %), semak belukar/tanah terbuka (32,1 %), permukiman (4,5 %), tanaman tahunan (3,4 %) dan pertanian pangan lahan kering (2,2 %). Penambahan luasan permukiman yang melebihi penambahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering dan tanaman tahunan di Kota Palangka Raya menunjukkan bahwa telah terjadi perkembangan wilayah yang cukup pesat di Kota Palangka Raya terutama sejak tahun 2000. Peningkatan penggunaan lahan permukiman di Kota Palangka Raya yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Katingan disebabkan jumlah penduduk di Kota Palangka Raya yang lebih besar dimana kepadatan tahun 2006 mencapai 68,07 orang per Km2. Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 1990 – 2006. Tabel 21 memperlihatkan bahwa hutan mendominasi penggunaan lahan di Kabupaten Katingan, baik pada tahun 1990, 2000 maupun 2006, masing-masing sebesar 81,6 %, 72,1 % dan 69,4 %. Secara spasial hutan menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Katingan dan merupakan sumber penghasilan utama wilayah tersebut dengan penyebaran terbesar untuk tiga periode waktu tersebut pada Kecamatan Sanaman Mantikei, Kamipang, Marikit, Katingan Hulu dan Mendawai. Semak belukar/tanah terbuka merupakan penggunaan lahan yang berada pada urutan kedua, baik pada tahun 1990, 2000 maupun 2006 masing-masing sebesar 12,9 %, 21,5 % dan 22,3 %. Penyebaran semak belukar/tanah terbuka ini menyebar merata di seluruh wilayah Kabupaten Katingan dengan luasan yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Pada umumnya, semak belukar/tanah
terbuka ini merupakan penggunaan lahan transisi sebelum dialokasikan untuk penggunaan lahan yang lebih bermanfaat terutama untuk lahan pertanian pangan lahan kering maupun tanaman tahunan. Penggunaan lahan yang menduduki urutan berikutnya adalah pertanian pangan lahan kering dengan luasan berturut-turut dari tahun 1990, 2000 dan 2006 adalah 3,0 %, 3,3 % dan 3,3 %. Secara umum sejak periode tahun 1990-2006 luasan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering tidak mengalami
58
peningkatan luas, mengingat pengusahaan pertanian pangan lahan kering di wilayah ini sebagian besar adalah berupa sistem pertanian berpindah dengan menerapkan masa bera. Tubuh air dalam klasifikasi ini merupakan penutupan lahan bukan sebagai penggunaan lahan mengingat tidak adanya pemanfaatan lahan oleh manusia tetapi lebih bersifat fisik, dimana tubuh air luasnya menempati urutan keempat tahun 1990 dan 2000 dengan persentase berturut-turut 1,8 % dan 1,9 %. Tahun 2006 tubuh air menempati urutan kelima dengan persentase 2,0 % hal ini disebabkan meningkatnya luasan tanaman tahunan. Secara umum penambahan luasan tubuh air memang kecil sekali yaitu kurang dari 1 % mengingat tubuh air biasanya merupakan penutupan lahan yang bersifat permanen terutama tubuh air yang berupa danau atau sungai, sedangkan tubuh air yang berubah biasanya berupa lahan rawa dan perubahannya cenderung ke penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka. Tanaman tahunan berada pada urutan kelima pada tahun 1990 dan 2000 dan urutan keempat pada tahun 2006, dengan persentase berturut-turut 0,7 %, 1,1 % dan 2,8 %. Jenis tanaman tahunan yang dominan adalah sawit, karet dan tanaman buah-buahan terutama durian, rambutan dan mangga. Perkembangan tanaman tahunan
terus
mengalami
peningkatan
terutama
sawit
mengingat
nilai
ekonomisnya yang tinggi. Penggunaan lahan permukiman menduduki urutan terakhir baik pada tahun 1990, 2000 maupun 2006 masing-masing 0,03 %, 0,1 % dan 0,2 %. Kawasan permukiman di Kabupaten Katingan lebih banyak dijumpai di pinggir sungai dengan bangunan rumah tradisional tetapi perkembangan selanjutnya telah mengarah pada penyebaran permukiman ke wilayah daratan (pinggir jalan) dengan bentuk kompleks perumahan terutama dengan telah terbangunnya komplek perkantoran ke arah Kota Palangka Raya.
59
200.000
171.219
150.000
Luas Perubahan (Ha)
100.000 35.549
50.000 7.343
0
7.555
2.038
15.409
2.039
-1.488
1990-2000
-50.000
Htn
1.670
1.921
TanThn Pmk
2000-2006 -53.179
PPlk
-100.000
Smk/TanTbk
-150.000
TbhAir
-200.000
-190.076
-250.000
Periode Tahun
Gambar 22 Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 19902006. Tabel 23 memperlihatkan laju perubahan penggunaan lahan per tahun di Kabupaten Katingan. Tabel 23 Laju perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2006 Penggunaan Lahan
Perubahan
Perubahan
Tahun 1990-2000
Tahun 2000-2006
Luas (Ha) Hutan
Laju/Thn (Ha)
Luas (Ha)
Laju/Thn (Ha)
-190.076
-19.008
-53.179
-8.863
Tanaman Tahunan
7.343
734
35.549
5.925
Permukiman
2.038
204
1.670
278
Pertanian Pangan Lahan Kering
7.555
756
-1.488
-248
171.219
17.122
15.409
2.568
Semak Belukar/Tanah Terbuka
Sumber : Hasil Analisis Keterangan : tanda (-) terjadi pengurangan luasan
Dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan kurun waktu 1990 sampai dengan tahun 2000 adalah pengurangan luasan hutan sebesar 190.076 ha atau 11,7 % dari luasan tahun 1990 dengan laju pengurangan sebesar 19.008 ha/tahun, sedangkan kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 pengurangan hutan sebesar 53.179 ha atau 3,7 % dari luasan tahun 2000 dengan laju pengurangan sebesar 8.863 ha/tahun.
Penurunan luas penggunaan lahan
hutan tahun 1990-2000 yang cukup besar disebabkan pada periode tersebut aktivitas penebangan hutan oleh perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan masih besar, sementara periode tahun 2000-2006 adanya aturan yang menetapkan
60
besarnya quota produksi tebangan turut mempengaruhi persentase pengurangan hutan menjadi lebih sedikit walaupun sektor ini masih merupakan salah satu sumber PDRB Kabupaten Katingan. Secara umum pengurangan hutan selama periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 di Kabupaten Katingan adalah 243.255 ha atau 15,0 % dari luasan tahun 1990. Sebaliknya penggunaan lahan tanaman tahunan dan permukiman mengalami peningkatan yang cukup besar. Periode tahun 1990-2000 penambahan tanaman tahunan sebesar 7.343 ha atau 53,6 % dari total luasan tahun 1990 dengan laju penambahan 734 ha/tahun. Penambahan tanaman tahunan periode tahun 2000-2006 adalah 35.549 ha atau 169 % dari luasan tahun 2000 dengan laju penambahan 5.925 ha/tahun dan secara umum dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 penambahan luasan tanaman tahunan adalah sebesar 42.892 ha atau 313,2 % dari luasan tahun 1990. Penambahan luasan tanaman tahunan terutama periode tahun 2000-2006 khususnya setelah otonomi daerah disebabkan berubahnya sumber pendapatan daerah yang semula lebih banyak mengandalkan sektor kehutanan terutama hasil hutan kayu dari hutan produksi mengarah pada hasil perkebunan terutama perkebunan sawit. Penggunaan lahan permukiman pada periode tahun 1990-2000 juga mengalami penambahan luas sebesar 2.038 ha atau 319,9 % dari luasan tahun 1990 dengan laju penambahan 204 ha/tahun dan periode tahun 2000-2006 mengalami peningkatan sebesar 1.670 ha atau 62,4 % dari luasan tahun 2000 dengan laju penambahan sebesar 278 ha/tahun.
Total penambahan luasan
permukiman dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 adalah 3.708 ha atau 582,1 % dari luasan tahun 1990. Peningkatan luasan permukiman ini menandakan bahwa wilayah Kabupaten Katingan terus mengalami perkembangan. Kurun waktu 1990 sampai dengan 2000 penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka mengalami peningkatan sebesar 171.279 ha atau 66,5 % dari luasan tahun 1990 dengan laju penambahan sebesar 17.128 ha/tahun sedangkan periode tahun 2000-2006 penambahan semak belukar/tanah terbuka relatif kecil sebesar 15.409 ha atau 3,6 % dari luasan tahun 2000 atau 2.568 ha/tahun. Hal ini juga beriringan dengan penurunan luasan hutan yang relatif kecil pada periode tersebut.
61
Secara umum pengurangan penggunaan lahan hutan selalu dibarengi oleh peningkatan lahan semak belukar/tanah terbuka hal ini terkait dengan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka merupakan penggunaan lahan transisi sebelum digunakan untuk penggunaan lainnya. Tabel 22 memperlihatkan penggunaan lahan di Kota Palangka Raya dimana hutan menduduki urutan pertama penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2006 berturut-turut 73,0 %, 57,0 % dan 54,2 %. Secara spasial hutan menyebar di seluruh kecamatan Kota Palangka Raya dengan persentase terbesar berada pada Kecamatan Rakumpit, Bukit Batu dan Sebangau. Semak belukar/tanah terbuka berada pada urutan kedua baik pada tahun 1990, 2000 dan 2006 masing-masing sebesar 17,6 %, 33,6 % dan 32,1 %. Secara spasial semak belukar/tanah terbuka juga menyebar di seluruh wilayah Kota Palangka Raya dengan persentase yang relatif seragam kecuali pada Kecamatan Pahandut. Jenis tanaman semak belukar hampir sama dengan semak belukar di Kabupaten Katingan yaitu berupa alang-alang/rumput dan tanaman perdu serta tanaman vegetasi rendah yang mulai tumbuh di daerah bekas tebangan. Penggunaan lahan permukiman tahun 1990 berada pada urutan terakhir dengan persentase 0,9 % dan tahun 2000 berada pada urutan ke-5 dengan persentase 2,1 %, sementara tahun 2006 mengalami peningkatan dan berada pada urutan ketiga dengan persentase luasan 4,5 %.
Peningkatan permukiman ini
menandakan bahwa wilayah Kota Palangka Raya yang merupakan ibukota provinsi sejak periode tahun 2000 mengalami perkembangan yang relatif cepat hal ini juga ditandai dengan berkembangannya permukiman kompleks perumahan yang merupakan ciri wilayah perkotaan. Tubuh air pada tahun 1990 berada diurutan ketiga dengan persentase 3,5 % pada tahun 2000 dan 2006 berada pada urutan keempat dengan persentase berturut-turut 2,7 % dan 3,6 %.
Keberadaan tubuh air ini sama dengan di
Kabupaten Katingan yaitu berupa sungai, danau dan rawa yang tergenang air. Tanaman tahunan pada tahun 1990 berada pada urutan keempat yaitu sebesar 3,0 % dan meningkat urutannya menjadi ketiga pada tahun 2000 dengan persentase 3,7 % dan tahun 2006 berada pada urutan kelima dengan persentase 3,4 %. Jenis tanaman tahunan yang banyak diusahakan di Kota Palangka Raya
62
adalah tanaman karet dan kebun campuran berupa tanaman buah-buahan seperti durian, mangga dan rambutan. Pertanian pangan lahan kering pada tahun 1990 dan 2000 berada pada urutan kelima dengan persentase 2,0 % dan 0,9 % dan pada tahun 2006 berada pada urutan terakhir dengan persentase 2,2 %. Jenis tanaman yang diusahakan adalah padi gogo, jagung, kacang-kacangan, singkong dan ubi jalar. Pertanian di Kota Palangka Raya secara spasial menyebar di seluruh wilayah kecamatan dengan perkembangan yang cukup pesat berada pada Kecamatan Sebangau yang saat ini merupakan pemasok utama produksi pertanian di Kota Palangka Raya selain Kecamatan Bukit Batu yang merupakan areal transmigrasi pertanian. 50.000
42.965
40.000
Luas Perubahan (ha)
30.000 20.000 10.000
Htn 6.438 3.551
1.705 3.354
0
-2.952
1990-2000
-10.000
-648
-2.324
2.578
TanThn Pmk
-4.048
PPlk
2000-2006 -7.871
Smk/TanTbk
-20.000
TbhAir
-30.000 -40.000 -50.000
-42.748
Periode Tahun
Gambar 23 Luas perubahan penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 19902006. Tabel 24 Laju perubahan penggunaan lahan di Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2006 Penggunaan Lahan Hutan Tanaman Tahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/Tanah Terbuka
Perubahan Perubahan Tahun 1990-2000 Tahun 2000-2006 Luas (Ha) Laju/Thn (Ha) Luas (Ha) Laju/Thn (Ha) -42.748 -4.275 -7.871 -1.312 1.705 171 -648 -108 3.354 335 6.438 1.073 -2.952 -295 3.551 592 42.965
Sumber : Hasil Analisis Keterangan : tanda (-) terjadi pengurangan luasan
4.297
-4.048
-675
63
Penggunaan lahan hutan periode tahun 1990-2000 di Kota Palangka Raya mengalami penurunan seluas 42.748 ha atau 21,8 % dari luasan tahun 1990 dengan laju perubahan 4.275 ha/tahun. Penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering periode tahun ini juga mengalami penurunan luasan dan 2.952 ha atau 54,8 % dari luasan tahun 1990 dengan laju pengurangan 295 ha/tahun. Penggunaan lahan yang lain mengalami peningkatan luasan yaitu penggunaan lahan permukiman naik seluas 3.354 ha atau 146,5 % dari luasan tahun 1990 dengan laju penambahan 335 ha/tahun, semak belukar/tanah terbuka 42.965 ha atau 91,2 % dari luasan tahun 1990 dengan laju 4.297 ha/tahun dan tanaman tahunan 1.705 ha atau 21,1 % dari luasan tahun 1990 dengan laju 171 ha/tahun. Periode tahun 2000 sampai dengan 2006 penggunaan lahan hutan juga mengalami penurunan sebesar 50.619 ha atau 5,1 % dari luasan tahun 2000 dengan laju 1.312 ha/tahun diikuti oleh penurunan tanaman tahunan (648 ha atau 6,6 % dengan laju 108 ha/tahun) dan semak belukar/tanah terbuka (4.048 ha atau 4,5 % dengan laju 675 ha/tahun) dari luasan tahun 2000. Sebaliknya penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah permukiman sebesar 6.438 ha atau 114,1 % dari luasan tahun 2000 dengan laju penambahan 1.073 ha/tahun dan pertanian pangan lahan kering sebesar 3.551 ha atau 145,8 % dari luasan tahun 2000 dengan laju 592 ha/tahun. Namun demikian sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 penggunaan lahan yang mengalami pengurangan adalah hutan sebesar 50.619 ha atau 25,8 % dari luasan tahun 1990, sedangkan penggunaan lahan yang lain mengalami peningkatan luasan yaitu tanaman tahunan 1.057 ha atau 13,1 %, permukiman 9.792 ha atau 427,8 %, pertanian pangan lahan kering 599 ha atau 11,1 % dan semak belukar 38.917 ha atau 82,6 % dari luasan tahun 1990. Pengurangan penggunaan lahan hutan periode tahun 1990 – 2000 yang cukup besar di Kota Palangka Raya menggambarkan bahwa sektor kehutanan terutama hasil hutan kayu memang merupakan sumber pendapatan utama Kota Palangka Raya,
hal ini juga ditandai dengan masih aktifnya perusahaan-
perusahaan HPH di Kota Palangka Raya sampai menjelang tahun 2000. Sejak tahun 2000 di Kota Palangka Raya perusahaan-perusahaan HPH sudah tidak ada lagi sehingga pengurangan penggunaan lahan hutan cukup rendah. Perubahan
64
penggunaan lahan hutan lebih banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian, tanaman tahunan maupun permukiman. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya dapat digambarkan dalam sebuah matrik perubahan penggunaan lahan ke penggunaan lahan lainnya dari tahun 1990 – 2000 dan tahun 2000 – 2006 yang ditunjukkan pada Tabel 25 sampai dengan 28. Tabel 25 memperlihatkan bahwa luas penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan yang tidak berubah periode tahun 1990 – 2000 adalah 1.325.219 ha. Pengurangan luas hutan disebabkan perubahan ke penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka 267.944 ha, pertanian pangan lahan kering seluas 21.753 ha, tanaman tahunan 10.865 ha permukiman 748 ha. Sementara penambahan luas hutan dari perubahan tanaman tahunan 6.353 ha, pertanian pangan lahan kering 13.968 ha dan semak belukar 90.913 ha.
Luas Tahun 1990 (Ha)
Tabel 25 Matrik perubahan penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 19902000 Perubahan Penggunaan Lahan 1990 - 2000 Hutan (Htn) Tanaman Tahunan (Tan.Thn) Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering (PPlk) Semak Belukar/ Tanah Terbuka (Smk/Tan.tbk) Tubuh Air (Tbh Air) Jumlah Tahun 2000
Luas Tahun 2000 (Ha)
-
Jumlah Tahun 1990 1.626.529 13.695
22.841
-
637 58.845
25.670
128.410
5.787
257.503
-
-
3.866
32.046
35.912
2.675
66.400
428.722
37.833
1.993.121
Tan.Thn
Pmk
1.325.219 6.353
10.865 878
748 24
21.753 779
Smk/ Tan.tbk 267.944 5.661
13.968
3.532
637 306
18.198
90.913
5.763
960
-
-
1.436.453
21.038
Htn
PPlk
Tbh Air
Sumber : Hasil Analisis
Penambahan luas tanaman tahunan diperoleh dari perubahan hutan 10.865 ha, pertanian pangan lahan kering 3.532 ha dan semak belukar/tanah terbuka 5.763 ha. Perubahan tanaman tahunan ke penggunaan lain adalah hutan 6.353 ha, semak belukar/tanah terbuka 5.661 ha, pertanian pangan lahan kering 779 ha dan permukiman 24 ha.
Penggunaan lahan tanaman tahunan yang tidak berubah
sebesar 878 ha. Penambahan luas pertanian pangan lahan kering diperoleh dari hutan 21.753 ha, semak belukar 25.670 ha dan tanaman tahunan 779 ha. Penggunaan pertanian pangan lahan kering yang berubah ke penggunaan lain adalah hutan 13.968 ha,
65
tanaman tahunan
3.532 ha, permukiman 306 ha, semak belukar 22.841 ha,
sedangkan luas pertanian pangan lahan kering yang tidak berubah seluas 18.198 ha. Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka mengalami penambahan dari hutan 267.944 ha, tanaman tahunan 5.661 ha, pertanian lahan kering 22.841 ha dan tubuh air 3.866 ha. Sedangkan perubahan semak belukar/tanah terbuka menjadi penggunaan lahan lain adalah hutan 90.913 ha, tanaman tahunan 5.763 ha, permukiman 960 ha, pertanian pangan lahan kering 25.670 ha dan tubuh air 5.787 ha. Luas semak belukar/tanah terbuka yang tidak mengalami perubahan adalah seluas 128.410 ha.
Luas Tahun 2000 (Ha)
Tabel 26 Matrik perubahan penggunaan lahan Kabupaten Katingan tahun 2000 2006 Perubahan Penggunaan Lahan 2000-2006 Hutan (Htn) Tanaman Tahunan (Tan.Thn) Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering (PPlk) Semak Belukar/ Tanah Terbuka (Smk/Tan.tbk) Tubuh Air (Tbh Air) Jumlah Tahun 2006
Luas Tahun 2006 (Ha)
-
Jumlah Tahun 2000 1.436.453 21.038
30.783
-
2.675 66.400
27.559
264.358
6.509
428.722
-
-
5.277
32.556
37.833
4.345
64.912
444.131
39.872
1.993.121
Tan.Thn
Pmk
1.261.266 4.207
27.026 6.009
361 163
12.628 2.118
Smk/ Tan.tbk 135.172 8.541
10.762
2.575
2.675 371
21.909
108.683
20.838
775
-
-
1.383.274
56.587
Htn
PPlk
Tbh Air
Sumber : Hasil Analisis
Periode tahun 2000 – 2006 luas penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan yang tidak berubah adalah 1.261.266 ha. Pengurangan luas penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan adalah menjadi semak belukar/tanah terbuka seluas 135.172 ha, tanaman tahunan 27.026 ha, pertanian pangan lahan kering seluas 12.628 ha dan permukiman 361 ha. Penambahan luas tanaman tahunan diperoleh dari hutan seluas 27.026 ha, semak belukar/tanah terbuka 20.838 ha dan pertanian pangan lahan kering 2.575 ha. Sedangkan perubahan dari tanaman tahunan ke penggunaan lain adalah hutan 4.207 ha, semak belukar/tanah terbuka 8.541 ha, pertanian pangan lahan kering 2.118 ha dan permukiman 163 ha. Penggunaan lahan tanaman tahunan yang tidak berubah sebesar 6.009 ha.
66
Permukiman di Kabupaten Katingan pada periode ini mengalami peningkatan yang diperoleh dari perubahan hutan 361 ha, tanaman tahunan 163 ha, pertanian pangan lahan kering 371 ha dan semak belukar/tanah terbuka 775 ha. Pertanian pangan lahan kering periode tahun 2000 – 2006 di Kabupaten Katingan mengalami penurunan.
Perubahan pertanian pangan lahan kering
ke penggunaan lain adalah hutan 10.762 ha, tanaman tahunan 2.575 ha, permukiman 371 ha, semak belukar/tanah terbuka 30.783 ha dan tubuh air seluas 200 ha. Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka mengalami penambahan dari hutan seluas 135.172 ha, tanaman tahunan 8.541 ha, pertanian pangan lahan kering 30.783 ha dan tubuh air 5.277 ha. Perubahan semak belukar/tanah terbuka ke penggunaan lainnya adalah menjadi hutan 108.683 ha, tanaman tahunan 20.838 ha, permukiman 775 ha, pertanian pangan lahan kering 27.559 ha dan tubuh air 6.509 ha. Luas semak belukar/tanah terbuka yang tidak mengalami perubahan adalah seluas 264.358 ha.
Luas Tahun 1990 (Ha)
Tabel 27 Matrik perubahan penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2000 Perubahan Penggunaan Lahan 1990-2000 Hutan (Htn) Tanaman Tahunan (Tan.Thn) Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering (PPlk) Semak Belukar/ Tanah Terbuka (Smk/Tan.tbk) Tubuh Air (Tbh Air) Jumlah Tahun 2000
Luas Tahun 2000 (Ha)
-
Jumlah Tahun 1990 195.913 8.088
2.610
-
2.289 5.387
1.074
29.559
1.450
47.112
-
-
3.774
5.717
9.491
5.643
2.435
90.077
7.167
268.280
143.330 882
2.892 1.781
233 297
281 171
Smk/ Tan.tbk 49.177 4.957
567
1.045
2.289 256
909
8.386
4.075
2.568
-
-
153.165
9.793
Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Tbh Air
Sumber : Hasil Analisis
Luas penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya yang tidak berubah periode tahun 1990 – 2000 adalah 143.330 ha. Pengurangan luas penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya menjadi semak belukar/tanah terbuka 49.177 ha, tanaman tahunan 2.892 ha, pertanian pangan lahan kering 281 ha dan permukiman 233 ha.
Penambahan luas penggunaan lahan hutan dari semak
67
belukar/tanah terbuka 8.386 ha, tanaman tahunan 882 ha dan pertanian pangan lahan kering 567 ha. Penambahan luas tanaman tahunan diperoleh dari hutan 2.892 ha, pertanian pangan lahan kering 1.045 ha dan semak belukar/tanah terbuka 4.075 ha. Sedangkan perubahan dari tanaman tahunan ke penggunaan lain adalah hutan 882 ha, semak belukar/tanah terbuka 4.957 ha, pertanian pangan lahan kering 171 ha dan permukiman 297 ha. Penggunaan lahan tanaman tahunan yang tidak berubah sebesar 1.781 ha. Perkembangan Kota Palangka Raya sebagai Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah terus mengalami kenaikan penggunaan lahan permukiman dimana penambahan luas lahan ini diperoleh dari perubahan hutan 233 ha, tanaman tahunan 297 ha, pertanian pangan lahan kering 256 ha dan semak belukar/tanah terbuka 2.568 ha. Pertanian pangan lahan kering periode tahun 1990 – 2000 mengalami penurunan dimana perubahannya menjadi hutan 567 ha, tanaman tahunan 1.045 ha, permukiman 256 ha dan semak belukar/tanah terbuka 2.610 ha. Luas penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering yang tidak berubah adalah 909 ha. Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka mengalami penambahan dari hutan seluas 49.177 ha, tanaman tahunan 4.957 ha, pertanian lahan kering 2.610 ha dan tubuh air 3.774 ha. Perubahan semak belukar/tanah terbuka adalah menjadi hutan 8.386 ha, tanaman tahunan 4.075 ha, permukiman 2.568 ha, pertanian pangan lahan kering 1.074 ha dan tubuh air 1.450 ha. Luas semak belukar/tanah terbuka yang tidak mengalami perubahan adalah 29.559 ha. Tabel 28 memperlihatkan luas penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya yang tidak berubah periode tahun 2000-2006 adalah 135.938 ha. Pengurangan luas penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya adalah menjadi tanaman tahunan 1.764 ha, permukiman 9 ha, pertanian pangan lahan kering seluas 495 ha dan semak belukar/tanah terbuka 14.959 ha. Penggunaan lahan lain yang menjadi hutan adalah semak belukar/tanah terbuka 8.712 ha, tanaman tahunan 1.085 ha dan pertanian pangan lahan kering 15 ha.
68
Luas Tahun 2000 (Ha)
Tabel 28 Matrik perubahan penggunaan lahan Kota Palangka Raya tahun 2000 2006 Perubahan Penggunaan Lahan 2000-2006 Hutan (Htn) Tanaman Tahunan (Tan.Thn) Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering (PPlk) Semak Belukar/ Tanah Terbuka (Smk/Tan.Tbk) Tubuh Air (Tbh Air) Jumlah Tahun 2006
Luas Tahun 2006 (Ha)
-
Jumlah Tahun 2000 153.165 9.793
705
-
5.643 2.435
3.491
63.656
4.498
90.077
-
-
2.606
4.561
7.167
12.081
5.986
86.029
9.745
268.280
135.938 1.085
1.764 2.565
9 748
495 1.292
Smk/ Tan.Tbk 14.959 4.103
15
116
5.643 863
736
8.712
4.902
4.818
-
-
145.294
9.145
Htn
Tan.Thn
Pmk
PPlk
Tbh Air
Sumber : Hasil Analisis
Periode tahun 2000 – 2006 penggunaan lahan tanaman tahunan di Kota Palangka Raya mengalami penurunan karena berubahnya penggunaan lahan tanaman tahunan menjadi hutan 1.085 ha, permukiman 748 ha, pertanian pangan lahan kering 1.292 ha dan semak belukar/tanah terbuka 4.103 ha. Luas penggunaan lahan tanaman tahunan yang tidak berubah 2.565 ha. Perkembangan Kota Palangka Raya setelah era tahun 2000-an mengalami peningkatan areal permukiman lebih dari dua kali lipatnya. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya sarana transportasi darat dan udara sejak tahun 2000-an. Penambahan luas lahan permukiman ini diperoleh dari perubahan hutan 9 ha, tanaman tahunan 748 ha, pertanian pangan lahan kering 863 ha dan semak belukar/tanah terbuka 4.818 ha. Pertanian pangan lahan kering periode tahun ini mengalami kenaikan yang diperoleh dari perubahan hutan 495 ha, tanaman tahunan 1.292 ha dan semak belukar/tanah terbuka 3.491 ha. Luas pertanian pangan lahan kering yang tidak berubah 736 ha. Penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka periode tahun 2000-2006 di Kota Palangka Raya mengalami pengurangan akibat perubahan semak belukar/tanah terbuka menjadi hutan
8.712 ha, tanaman tahunan 4.902 ha,
permukiman 4.818 ha, pertanian pangan lahan kering 3.491 ha dan tubuh air 4.498 ha, sementara penambahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dari penggunaan lainnya tidak sebesar pengurangannya yang didapat dari hutan seluas 14.959 ha, tanaman tahunan 4.103 ha, pertanian lahan kering 705 ha dan
69
tubuh air 2.606 ha. Luas semak belukar/tanah terbuka yang tidak mengalami perubahan adalah 63.656 ha. Secara umum perubahan penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya adalah hampir sama dengan di Kabupaten Katingan yaitu penggunaan lahan hutan sebagian besar awalnya berubah menjadi semak belukar/tanah terbuka selanjutnya baru berubah menjadi penggunaan lahan lainnya yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi sebagaimana Gambar 23 dan Tabel 27, 28. Periode tahun 2000 - 2006 perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka ke penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering, tanaman tahunan dan permukiman lebih besar dibandingkan periode tahun 1990-2000 sehingga luasan semak belukar/tanah terbuka di Kota Palangka Raya mengalami penurunan seluas 4.048 ha. Identifikasi Pusat-pusat Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya
Hasil analisis spasial dan perhitungan indeks Location Quotient (LQ) dapat mengetahui pemusatan suatu perubahan penggunaan lahan di tingkat kecamatan yang diidentifikasi dari nilai LQ >1. Tabel 29 LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2000
No Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Katingan Hulu M arikit Sanaman M antikei Katingan Tengah Pulau M alan Tewang S. Garing Katingan Hilir Tasik Payawan Kamipang M endawai Katingan Kuala
Pengurangan Hutan LQ *) 1,46 0,60 0,35 2,06 1,98 2,19 2,63 1,42 0,41 0,51 1,56
Tanaman Tahunan LQ 0,04 0,03 0,06 3,71 1,31 0,13 0,42 0,86 1,20 1,96 1,47
Penggunaan Lahan Penambahan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering LQ LQ 0,15 1,16 0,35 1,09 1,36 1,14 2,73 2,94 4,10 0,46 0,92 0,38 4,99 0,13 0,04 0,76 0,16 0,03 0,71 0,78 0,21 0,57
Sumber : Hasil Analisis Keterangan : *) Penggunaan lahan mengalami pengurangan luasan
Semak Belukar/ Tanah Terbuka LQ 1,36 0,57 0,30 1,82 2,08 2,29 2,57 1,42 0,51 0,51 1,87
70
Tabel 30 LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan Kabupaten Katingan tahun 2000 – 2006
No Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Katingan Hulu M arikit Sanaman M antikei Katingan Tengah Pulau M alan Tewang S. Garing Katingan Hilir Tasik Payawan Kamipang M endawai Katingan Kuala
Penggunaan Lahan Pengurangan Penambahan Hutan Pertanian Pangan Tanaman Permukiman Semak Belukar/ Lahan Kering Tahunan Tanah Terbuka LQ *) LQ *) LQ LQ LQ 0,48 1,52 0,36 0,01 1,30 0,67 1,48 0,33 0,56 0,75 0,71 1,15 0,21 0,87 0,72 2,48 2,64 9,82 1,72 0,82 1,14 0,52 1,46 0,10 0,72 0,67 0,62 1,12 2,86 0,56 2,26 0,18 1,77 12,69 1,95 1,51 0,87 1,14 0,48 1,46 2,08 0,05 0,20 0,33 0,60 0,53 1,08 0,13 0,76 1,46 0,18 0,16 0,02 0,12 1,66
Sumber : Hasil Analisis Keterangan : *) Penggunaan lahan mengalami pengurangan luasan
Tabel 31 Luas perubahan penggunaan lahan hutan per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2006 No Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha)
(Ha)
(Ha)
1
Katingan Hulu
235.667
186.476
187.421
-49.191
945
2
M arikit
199.701
195.343
195.239
-4.358
-104
3
Sanaman M antikei
332.586
335.639
327.602
3.053
-8.037
4
Katingan Tengah
96.793
63.517
46.909
-33.276
-16.608
5
Pulau M alan
82.008
58.091
56.946
-23.917
-1.145
6
Tewang S. Garing
52.587
33.620
37.979
-18.967
4.359
7
Katingan Hilir
52.610
31.396
23.669
-21.214
-7.727
8
Tasik Payawan
71.938
58.295
52.605
-13.643
-5.690
9
Kamipang
251.005
248.863
243.009
-2.142
-5.854
10 M endawai
183.582
183.009
169.680
-573
-13.329
11 Katingan Kuala Jumlah
(Ha)
(Ha)
68.052
42.204
42.215
-25.848
11
1.626.529
1.436.453
1.383.274
-190.076
-53.179
Sumber : Hasil Analisis
Secara spasial perubahan penggunaan lahan yang mudah dideteksi adalah perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya mengingat sangat luasnya luasan hutan di Kabupaten Katingan. Dinamika pengurangan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan menyebar di seluruh wilayah kabupaten dengan kecepatan perubahan yang cukup tinggi pada periode tahun 1990-2000. Secara spasial wilayah-wilayah kecamatan di bagian tengah dan utara umumnya mempunyai laju pengurangan hutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah-wilayah di bagian selatan. Tabel 29 dan 31 memperjelasnya dimana pengurangan lahan hutan di Kabupaten Katingan periode ini sebesar
71
190.076 ha. Pusat-pusat perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya yang didekati dengan nilai LQ>1 yaitu Kecamatan Katingan Hulu, Katingan Tengah, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir, Tasik Payawan dan Katingan Kuala. Wilayah-wilayah yang mempunyai LQ>1 memang merupakan kecamatan-kecamatan yang mengalami pengurangan penggunaan lahan hutan terbesar. Pengurangan penggunaan lahan hutan tahun 1990 – 2000 di Kabupaten Katingan secara spasial sebagian besar adalah berubah menjadi semak belukar/tanah terbuka.
Hal ini juga didukung oleh Tabel 29 dan 32 yang
memperlihatkan besarnya penambahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dengan nilai LQ>1. Pusat-pusat penambahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka adalah pada kecamatan-kecamatan yang merupakan pusat pengurangan penggunaan lahan hutan yaitu Kecamatan Katingan Hulu, Katingan Tengah, Tewang Sanggalang Garing,
Katingan Hilir, Tasik Payawan dan
Katingan Kuala. Penambahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka periode tahun ini adalah 171.219 ha. Tabel 32 Luas perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka perkecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2006 No Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 Katingan Hulu 34.904 78.427 79.907 43.523 1.480 2 M arikit 31.868 35.244 36.327 3.376 1.083 3 Sanaman M antikei 37.276 28.004 36.570 -9.272 8.566 4 Katingan Tengah 20.913 43.649 31.513 22.736 -12.136 5 Pulau M alan 7.058 34.680 26.395 27.622 -8.285 6 Tewang S. Garing 4.930 25.341 17.083 20.411 -8.258 7 Katingan Hilir 6.240 27.504 32.809 21.264 5.305 8 Tasik Payawan 11.777 25.649 29.272 13.872 3.623 9 Kamipang 35.447 42.143 47.236 6.696 5.093 10 M endawai 34.946 28.834 49.615 -6.112 20.781 11 Katingan Kuala 32.144 59.247 57.404 27.103 -1.843 Jumlah 257.503 428.722 444.131 171.219 15.409
Sumber : Hasil Analisis
Periode tahun 2000-2006 pengurangan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan sebesar 53.179 ha. Pusat pengurangan penggunaan lahan hutan periode tahun ini berada pada Kecamatan Katingan Tengah, Pulau Malan, Katingan Hilir, Tasik Payawan dan Kamipang. Pengurangan luasan penggunaan lahan hutan periode tahun ini masih dominan berubah menjadi semak
72
belukar/tanah terbuka tetapi sebagian besar dikembalikan lagi ke penggunaan lahan hutan dan penggunaan lainnya sebagaimana Tabel 26, sehingga penambahan penggunaan semak belukar/tanah terbuka mengalami
penurunan
walaupun dari segi luasan masih cukup besar. Peningkatan penggunaan lahan tanaman tahunan secara spasial yang mudah dilihat adalah peningkatan penggunaan lahan tanaman tahunan di Kecamatan Katingan Tengah mengingat di kecamatan ini peningkatan luas tanaman tahunan mencapai lebih dari 30.000 ha, sementara di kecamatan lain di Kabupaten Katingan perubahan yang terjadi lebih menyebar dan dalam luasan yang tidak terlalu besar hal ini juga didukung oleh persentase penggunaan lahannya yang kecil (< 5 %). Tabel 33 Luas perubahan penggunaan lahan tanaman tahunan per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990 - 2006 No Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 Katingan Hulu 997 104 2.470 -893 2.366 2 M arikit 1.554 81 1.979 -1.473 1.898 3 Sanaman M antikei 1.322 270 2.032 -1.052 1.762 4 Katingan Tengah 2.484 4.793 34.896 2.309 30.103 5 Pulau M alan 773 1.373 3.734 600 2.361 6 Tewang S. Garing 732 766 1.864 34 1.098 7 Katingan Hilir 1.572 1.574 3.027 2 1.453 8 Tasik Payawan 1.691 1.718 2.998 27 1.280 9 Kamipang 820 3.868 2.636 3.048 -1.232 10 M endawai 993 4.601 878 3.608 -3.723 11 Katingan Kuala 757 1.890 73 1.133 -1.817 Jumlah 13.695 21.038 56.587 7.343 35.549
Sumber : Hasil Analisis
Periode tahun 1990 – 2000 terjadi penambahan tanaman tahunan di Kabupaten Katingan sebesar 7.343 ha dengan pusat-pusat penambahan penggunaan lahan tanaman tahunan adalah kecamatan-kecamatan yang berada di selatan yaitu Kecamatan Katingan Kuala, Mendawai dan Kamipang dan 2 (dua) kecamatan bagian tengah yaitu Kecamatan Katingan Tengah dan Pulau Malan. Periode tahun 2000 – 2006 terjadi penambahan tanaman tahunan sebesar 35.549 ha dengan penambahan terbesar pada Kecamatan Katingan Tengah, hal ini juga ditandai dengan nilai LQ yang tertinggi. Selain di Kecamatan Katingan Tengah pusat penambahan penggunaan lahan tanaman tahunan dengan nilai LQ>1 adalah
73
Kecamatan Pulau Malan, Tewang Sanggalang Garing, Katingan Hilir dan Tasik Payawan. Tabel 34 Luas perubahan penggunaan lahan permukiman per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2006 No Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 Katingan Hulu 10 58 60 48 2 2 M arikit 40 136 248 96 112 3 Sanaman M antikei 115 707 982 592 275 4 Katingan Tengah 64 454 633 390 179 5 Pulau M alan 39 244 252 205 8 6 Tewang S. Garing 26 92 241 66 149 7 Katingan Hilir 164 525 1.191 361 666 8 Tasik Payawan 29 33 69 4 36 9 Kamipang 76 135 221 59 86 10 M endawai 56 243 388 187 145 11 Katingan Kuala 18 48 60 30 12 Jumlah 637 2.675 4.345 2.038 1.670
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 29 dan 34 memperlihatkan bahwa periode tahun 1990-2000 dan 20002006 di Kabupaten Katingan secara umum mengalami peningkatan jumlah permukiman yang menyebar di seluruh wilayah kecamatan. Peningkatan terbesar periode tahun 1990-2000 di Kecamatan Sanaman Mantikei diikuti oleh Kecamatan Katingan Tengah, Katingan Hilir dan Pulau Malan, hal ini juga ditandai dengan nilai LQ>1 di wilayah tersebut. Periode tahun 2000-2006 terjadi pergeseran peningkatan penggunaan lahan permukiman, dimana peningkatan terbesar adalah di Kecamatan Katingan Hilir yang merupakan pusat pemerintahan. Kecamatan lain yang merupakan pusat peningkatan penggunaan lahan permukiman dengan LQ>1 adalah Kecamatan Katingan Tengah dan Tewang Sanggalang Garing yang merupakan wilayah kecamatan yang relatif dekat dengan ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Katingan Hilir.
74
Tabel 35 Luas perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering per-kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 1990 – 2006 No Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 1 Katingan Hulu 1.793 7.980 3.425 6.187 -4.555 2 M arikit 4.684 7.147 3.796 2.463 -3.351 3 Sanaman M antikei 4.436 11.280 8.881 6.844 -2.399 4 Katingan Tengah 2.242 9.918 8.372 7.676 -1.546 5 Pulau M alan 7.022 2.466 9.703 -4.556 7.237 6 Tewang S.Garing 2.981 1.294 3.247 -1.687 1.953 7 Katingan Hilir 717 211 545 -506 334 8 Tasik Payawan 2.243 1.715 2.570 -528 855 9 Kamipang 9.720 329 2.164 -9.391 1.835 10 M endawai 5.143 7.134 4.093 1.991 -3.041 11 Katingan Kuala 17.864 16.926 18.116 -938 1.190 Jumlah 58.845 66.400 64.912 7.555 -1.488
Sumber : Hasil Analisis
Periode tahun 1990-2000 perkembangan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering lebih banyak berada pada wilayah bagian utara yaitu Kecamatan Katingan Hulu, Marikit, Sanaman Mantikei dan Katingan Tengah ditandai dengan nilai LQ>1. Penambahan luasan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering tertinggi pada Kecamatan Katingan Tengah sebesar 7.676 ha dengan nilai LQ tertinggi.
Periode tahun 2000 – 2006 terjadi pengurangan
penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering di Kabupaten Katingan sebesar 1.488 ha. Pusat pengurangan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering dengan nilai LQ>1 adalah Kecamatan Katingan Hulu, Marikit dan Katingan Tengah. Secara umum kecamatan di Kabupaten Katingan yang paling dinamis dari tahun 1990 – 2006 adalah Kecamatan Katingan Tengah dan Kecamatan Katingan Hilir, terlihat dari hampir semua perubahan penggunaan lahan kedua kecamatan ini merupakan pusat perubahan. Kecamatan yang kurang dinamis di Kabupaten Katingan tahun 1990-2006 adalah Kecamatan Marikit dan Sanaman Mantikei.
75
Tabel 36 LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990-2000 Penggunaan Lahan No Kecamatan
1 2 3 4 5
Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut
Pengurangan Penambahan Hutan Pertanian Pangan Tanaman Permukiman Semak Belukar/ Lahan Kering Tahunan Tanah Terbuka LQ *) LQ *) LQ LQ LQ 0,61 0,84 0,48 0,08 0,56 1,63 0,94 1,48 0,35 1,47 0,95 0,26 0,36 0,30 1,10 1,50 1,01 1,58 1,41 1,49 0,10 6,45 4,75 1,73 0,62
Sumber : Hasil Analisis Keterangan : *) Penggunaan lahan mengalami pengurangan luasan
Tabel 37 LQ pemusatan perubahan penggunaan lahan tingkat kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 2000-2006 Penggunaan Lahan No Kecamatan
1 2 3 4 5
Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut
Hutan LQ *) 1,37 1,03 0,59 0,51 1,09
Pengurangan Penambahan Tanaman Semak Belukar/ Permukiman Pertanian Pangan Tahunan Tanah Terbuka Lahan Kering LQ *) LQ *) LQ LQ 0,45 0,65 0,10 0,31 1,41 1,06 0,53 0,91 0,54 1,05 0,71 1,34 1,70 1,60 3,75 1,93 4,19 1,77 4,51 3,02
Sumber : Hasil Analisis Keterangan : *) Penggunaan lahan mengalami pengurangan luasan
Tabel 38 Luas perubahan penggunaan lahan hutan per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990- 2006 No Kecamatan 1 2 3 4 5
Rakumpit Bukit Batu Sebangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) 89.606 82.129 77.127 -7.477 -5.002 42.112 24.983 24.104 -17.129 -879 41.489 31.560 30.474 -9.929 -1.086 22.352 12.916 12.769 -9.436 -147 354 1.577 820 1.223 -757 195.913 153.165 145.294 -42.748 -7.871
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 36 dan 38 memperlihatkan bahwa periode tahun 1990 – 2000 terjadi pengurangan penggunaan lahan hutan sebesar 42.748 ha dengan penyebaran yang merata di seluruh wilayah kecamatan. Pengurangan lahan hutan terbesar di Kecamatan Bukit Batu yang sekaligus merupakan pusat pengurangan penggunaan lahan hutan dengan nilai LQ>1. Kecamatan lain yang mengalami pengurangan penggunaan lahan hutan cukup besar adalah Kecamatan Jekan Raya
76
dengan nilai LQ>1, sehingga kecamatan ini juga merupakan pusat perubahan penggunaan lahan hutan. Periode tahun 2000-2006 penggunaan lahan hutan mengalami pengurangan sebesar 7.871 ha. Pengurangan penggunaan lahan hutan terbesar pada Kecamatan Rakumpit, Kecamatan Bukit Batu dan Pahandut. Ketiga kecamatan ini merupakan pusat pengurangan penggunaan lahan hutan periode tahun 2000-2006. Tabel 39 Luas perubahan penggunaan lahan tanaman tahunan per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2006 No Kecamatan 1
Rakumpit
2
Tahun 1990
Tahun 2000
Tahun 2006
(Ha)
(Ha)
(Ha)
Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha)
(Ha)
306
1.595
2.474
1.289
879
Bukit Batu
2.666
3.018
3.064
352
46
3
Sebangau
1.342
947
568
-395
-379
4
Jekan Raya
2.678
2.374
2.211
-304
-163
5
Pahandut
1.096
1.859
828
763
-1.031
Jumlah
8.088
9.793
9.145
1.705
-648
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 39 memperlihatkan bahwa sebagian besar wilayah Kota Palangka Raya mengalami peningkatan luas tanaman tahunan yaitu tertinggi pada Kecamatan Rakumpit diikuti oleh Kecamatan Pahandut dan Bukit Batu, sementara Kecamatan Jekan Raya dan Sebangau mengalami penurunan tanaman tahunan.
Periode tahun 2000 – 2006 Kecamatan Pahandut yang semula
mengalami peningkatan luas penggunaan tanaman tahunan kini berkurang selain berubah menjadi semak belukar/tanah terbuka sebagian besar perubahan penggunaan lahan tanaman tahunan adalah menjadi permukiman dan pertanian pangan lahan kering. Begitu pula yang terjadi pada Kecamatan Jekan Raya dan Sebangau.
Pemusatan penambahan tanaman tahunan di Kota Palangka Raya
periode tahun 1990 – 2000 terjadi di Kecamatan Bukit Batu dan Pahandut, sementara walaupun nilai LQ>1 di Kecamatan Jekan Raya bukan merupakan pusat penambahan penggunaan lahan tanaman tahunan karena di kecamatan ini mengalami penurunan penggunaan lahan tanaman tahunan. Periode tahun 2000-2006 di Kota Palangka Raya terjadi pengurangan penggunaan lahan tanaman tahunan seluas 648 ha, sebagian besar perubahan ini adalah menjadi penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering. Pusat
77
pengurangan penggunaan lahan tanaman tahunan adalah Kecamatan Pahandut dan Jekan Raya sementara walaupun nilai LQ>1 Kecamatan Bukit Batu bukan merupakan permusatan pengurangan tanaman tahunan karena kecamatan ini mengalami penambahan tanaman tahunan. Tabel 40 Luas perubahan penggunaan lahan permukiman per-kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2006 No Kecamatan
Tahun 1990
Tahun 2000
(Ha)
(Ha)
Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha)
(Ha)
(Ha)
1
Rakumpit
47
152
407
105
2
Bukit Batu
315
928
1.657
613
729
3
Sebangau
145
678
1.701
533
1.023
4
Jekan Raya
1.068
2.558
5.714
1.490
3.156
5
Pahandut
714
1.327
2.602
613
1.275
2.289
5.643
12.081
3.354
6.438
Jumlah
255
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 40 memperlihatkan bahwa semua wilayah kecamatan di Kota Palangka Raya periode tahun 1990 – 2000 dan tahun 2000 – 2006 mengalami peningkatan penggunaan lahan permukiman dimana yang terbesar di kedua periode tersebut adalah Kecamatan Jekan Raya diikuti oleh Kecamatan Pahandut. Pusat penambahan penggunaan lahan permukiman periode tahun 1990-2000 di Kota Palangka Raya dengan nilai LQ>1 adalah Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut. Wilayah yang lebih berkembang permukimannya di Kota Palangka Raya memang berada pada wilayah kecamatan yang merupakan pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yaitu Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut. Periode tahun 2000-2006 Kecamatan yang mengalami penambahan cukup besar adalah Kecamatan Jekan Raya di ikuti Kecamatan Pahandut. Seperti periode tahun 1990 – 2000 kedua Kecamatan ini juga merupakan pusat perubahan penambahan penggunaan lahan permukiman dengan LQ>1. Tabel 41 memperlihatkan bahwa periode tahun 1990-2000 penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering mengalami pengurangan di semua kecamatan dengan penurunan terbesar adalah di Kecamatan Rakumpit dan Pahandut. Periode tahun 1990-2000 ini memang secara perekonomian Kota Palangka Raya belum terlalu mengandalkan sektor pertanian tetapi masih bertumpu pada sektor kehutanan. Pusat pengurangan penggunaan lahan pertanian periode ini adalah
78
Kecamatan Pahandut. Periode tahun 2000-2006 terjadi perubahan dimana sektor pertanian mulai dikembangkan terlihat dengan meningkatnya luasan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering di semua wilayah kecamatan terutama kecamatan yang sekarang ini menjadi sentra pertanian yaitu Kecamatan Sebangau yang juga merupakan pusat penambahan dengan LQ>1 diikuti oleh Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut. Tabel 41 Luas perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering perkecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2006 No
Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06
1
Rakumpit
1.547
390
831
-1.157
441
2
Bukit Batu
1.471
951
1.276
-520
325
3
Sebangau
294
251
1.630
-43
1.379
4
Jekan Raya
695
623
1.411
-72
788
5
Pahandut
1.380
220
838
-1.160
618
Jumlah
5.387
2.435
5.986
-2.952
3.551
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 42 memperlihatkan bahwa periode tahun 1990-2000 penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka mengalami penambahan yang cukup besar dengan penambahan terbesar pada Kecamatan Bukit Batu dan Sebangau. Penambahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka ini diakibatkan oleh besarnya aktivitas pengurangan penggunaan lahan hutan.
Sementara periode
tahun 2000-2006 penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka mengalami pengurangan hampir di semua kecamatan dengan pengurangan tertinggi di Kecamatan Jekan Raya dan Sebangau, hal ini karena meningkatnya aktivitas penggunaan lahan yang lainnya seperti permukiman, pertanian pangan lahan kering dan tanaman tahunan. Semak belukar/tanah terbuka di Kecamatan Rakumpit periode tahun 2000-2006 masih mengalami peningkatan yang disebabkan oleh pengurangan lahan hutan masih cukup
besar di kecamatan
tersebut. Pusat perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka tahun 1990-2000 adalah Kecamatan Bukit Batu, Sebangau dan Jekan Raya, sementara tahun 2000-2006 adalah Kecamatan Bukit Batu, Sebangau, Jekan Raya dan Pahandut.
79
Tabel 42 Luas perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka perkecamatan di Kota Palangka Raya tahun 1990 – 2006 No
Kecamatan
Tahun 1990 Tahun 2000 (Ha)
(Ha)
Tahun 2006 Perubahan 90-00 Perubahan 00-06 (Ha)
(Ha)
(Ha)
1
Rakumpit
11.736
18.800
21.412
7.064
2.612
2
Bukit Batu
9.950
26.102
25.552
16.152
-550
3
Sebangau
10.641
23.218
21.427
12.577
-1.791
4
Jekan Raya
7.328
16.279
12.565
8.951
-3.714
5
Pahandut
7.457
5.678
5.073
-1.779
-605
Jumlah
47.112
90.077
86.029
42.965
-4.048
Sumber : Hasil Analisis
Dinamika spasial penggunaan lahan di Kota Palangka Raya yang paling dinamis adalah di kecamatan yang merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian yaitu Kecamatan Pahandut dan Jekan Raya yang mengalami pengurangan maupun penambahan hampir di seluruh penggunaan lahan dengan nilai LQ > 1 atau sebagai pemusatan. Kecenderungan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 berkembang di seluruh wilayah sehingga memerlukan upaya-upaya konkrit dari pemerintah daerah melalui kebijakan-kebijakan yang secara efektif dapat mengatur, mengawasi dan mengendalikan kegiatan perubahan penggunaan lahan. Menurut Rustiadi (2001) proses-proses alih fungsi lahan harus selalu ditempatkan dalam perspektif perencanaan jangka panjang, minimal merupakan bagian dari perencanaan jangka menengah. Melihat perkembangan penggunaan lahan periode terakhir (tahun 20002006) sebagaimana Tabel 21 dan 22 dan Tabel 29 sampai dengan Tabel 42, bahwa di Kabupaten Katingan penggunaan lahan yang potensial dikembangkan adalah tanaman tahunan karena memiliki penambahan yang terbesar yaitu hampir mencapai 170 % dari tahun sebelumnya, dimana dapat dikembangkan di kecamatan-kecamatan yang berada pada bagian tengah terutama Kecamatan Katingan Tengah yang memiliki penambahan penggunaan lahan tanaman tahunan terbesar yaitu lebih dari 30.000 ha selain tetap mempertahankan kecamatan yang mempunyai luasan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering yang besar yaitu Kecamatan Katingan Kuala. Sementara di Kota Palangka Raya penggunaan lahan yang potensial dikembangkan adalah permukiman dan pertanian pangan
80
lahan kering. Permukiman dapat dikembangkan di Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut.
Sementara pertanian pangan lahan kering dapat dikembangkan di
Kecamatan Sebangau. Kesesuaian antara Penggunaan Lahan dengan RTRW Bila penggunaan lahan hasil analisis tahun 2006 ditumpang tindihkan dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya, nampak adanya ketidaksesuaian antara keduanya seperti disajikan pada Tabel 43 dan 44. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan penggunaan lahan yang ada dengan RTRW yang telah ditetapkan. Tabel 43 Sebaran penggunaan lahan tahun 2006 terhadap RTRW Kabupaten Katingan RTRW Danau Cagar Alam Hutan Lindung Hutan Pendidikan Hutan Produksi Hutan Prod.Terbatas HTI KPP KPPL Transmigrasi Jumlah
Persentase Penggunaan Lahan Tahun 2006 (%) Smk/ Htn Tan.Thn Pmk PPlk Tan.Tbk TbhAir 0,0 0,1 0,0 8,7 0,3 0,2 0,1 27,8 1,1 0,1 1,5 11,5 0,4 24,4 0,1 0,1 3,9 0,8 0,3 0,1 3,7 1,0 0,1 0,5 3,6 0,5 4,2 0,3 0,1 0,6 2,7 0,3 0,0 0,4 0,5 0,2 0,0 69,4 2,8 0,2 3,4 22,3 2,0
Jumlah 0,0 0,1 9,0 0,3 42,3 29,3 0,4 9,3 8,2 1,1 100,0
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 44 Sebaran penggunaan lahan tahun 2006 dengan RTRW Kota Palangka Raya RTRW Hutan Pendidikan
Persentase Penggunaan Lahan Tahun 2006 (%) Smk/ Tan.Tbk TbhAir Jumlah Htn Tan.Thn Pmk PPlk 0,4 0,4
Hutan Produksi
36,1
1,6
1,5
0,8
16,8
1,4
58,3
Hutan Prod.Terbatas
10,4
-
-
-
0,9
-
11,4
KPP
4,7
1,2
1,6
0,7
6,5
0,4
15,1
KPPL
2,3
0,5
1,3
0,7
6,9
1,8
13,3
Transmigrasi
0,2
0,1
0,0
0,1
0,9
0,0
1,3
Taman Wisata
0,0
0,1
0,1
0,1
0,1
-
0,3
Jumlah
54,2
3,4
4,5
2,2
32,1
3,6
100,0
Sumber : Hasil Analisis
81
Hutan di Kabupaten Katingan tersebar pada lahan yang diperuntukan sebagai cagar alam (0,1 %), hutan lindung (8,7 %), hutan pendidikan (0,2 %), hutan produksi (27,8 %), hutan produksi terbatas (24,4 %), hutan tanaman industri (0,3 %), kawasan pengembangan produksi/KPP (3,7 %), kawasan permukiman dan penggunaan lainnya/KPPL (4,2 %) dan transmigrasi (0,02 %). Penggunaan lahan hutan secara umum sampai saat ini masih sesuai dengan RTRW mengingat peruntukan lahan di Kabupaten Katingan sebagian besar adalah sebagai kawasan hutan. Penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya tersebar pada lahan yang diperuntukan sebagai hutan pendidikan (0,4 %), hutan produksi (36,1 %), hutan produksi terbatas (10,4 %), kawasan pengembangan produksi (4,7 %), kawasan permukiman dan pengembangan lainnya (2,3 %), transmigrasi (0,2 %) dan taman wisata (0,01 %). Seperti Kabupaten Katingan, penggunaan lahan hutan di Kota Palangka Raya juga masih sesuai RTRW dimana peruntukan lahan di Kota Palangka Raya sebagian besar juga sebagai kawasan hutan. Tanaman tahunan di Kabupaten Katingan tersebar pada lahan yang diperuntukan sebagai hutan produksi (1,1 %), hutan produksi terbatas (0,1 %), kawasan pengembangan produksi (1,0 %), kawasan permukiman dan penggunaan lainnya (0,3 %) dan transmigrasi (0,4 %). Sebagian besar penggunaan lahan tanaman tahunan di kabupaten Katingan sesuai dengan RTRW, hanya sebagian kecil (1,2 %) tanaman tahunan yang tersebar tidak pada peruntukannya. Sementara di Kota Palangka Raya tanaman tahunan tersebar pada lahan yang diperuntukan sebagai hutan produksi (1,6 %), kawasan pengembangan produksi (1,3 %), kawasan permukiman dan penggunaan lainnnya (0,5 %), transmigrasi (0,1 %) dan taman wisata (0,1 %). Penyebaran penggunaan tanaman tahunan yang tidak sesuai RTRW adalah sebesar 1,6 % dimana jenis pengelolaan yang terjadi biasanya berupa tanaman karet yang berasosiasi dengan semak belukar. Permukiman di Kabupaten Katingan
menyebar pada lahan
yang
diperuntukan sebagai hutan produksi (0,1 %), kawasan pengembangan produksi (0,1 %) dan kawasan permukiman dan penggunaan lainnya (0,1 %).
Sifat
permukiman di Kabupaten Katingan yang lebih banyak berada di tepi sungai dimana sebagian besar merupakan peruntukan lahan untuk KPP atau KPPL menyebabkan ketidaksesuaian permukiman di Kabupaten Katingan kecil sekali.
82
Sementara itu ketidaksesuaian penggunaan lahan permukiman terhadap peruntukan lahan di Kota Palangka Raya lebih besar yaitu sebesar 1,5 % di hutan produksi.
Penyebaran
permukiman
yang
sesuai
menyebar
di
kawasan
pengembangan produksi (1,6 %), kawasan permukiman dan penggunaan lainnya (1,3 %) dan transmigrasi (0,02 %). Pertanian pangan lahan kering tersebar pada lahan yang diperuntukan sebagai hutan produksi (1,5 %), hutan produksi terbatas (0,1 %), kawasan pengembangan produksi (0,5 %), kawasan permukiman dan penggunaan lainnya (0,6 % ) dan transmigrasi (0,5 %). Sementara di Kota Palangka Raya pertanian pangan lahan kering tersebar pada hutan produksi (0,8 %), kawasan pengembangan produksi (0,7 %), kawasan permukiman dan penggunaan lainnya (0,7 %), transmigrasi (0,1 %) dan taman wisata (0,1 %). Penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering yang tidak sesuai peruntukannya di Kabupaten Katingan sebesar 1,6 % dan Kota Palangka Raya sebesar 0,8 % dimana sifat pertanian yang usahakan biasanya adalah ladang berpindah. Semak belukar/tanah terbuka baik di Kabupaten Katingan maupun Kota Palangka Raya menyebar hampir di seluruh peruntukan lahan. Semak belukar /tanah terbuka dalam RTRW tidak dialokasikan tetapi kenyataannya sering dijumpai, karena semak belukar/tanah terbuka biasanya merupakan penggunaan lahan transisi sebelum dimanfaatkan menjadi penggunaan lahan lainnya yang lebih ekonomis. Secara umum persentase penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya yang tidak sesuai dengan peruntukannya adalah relatif kecil mengingat penggunaan lahan di luar areal hutan yang kecil tetapi apabila dilihat lebih jauh per penggunaan lahan ketidaksesuaian antara kondisi riil dengan RTRW terutama tanaman tahunan, permukiman dan pertanian pangan lahan kering adalah cukup besar yaitu mencapai lebih dari 30 %. Penggunaan lahan yang tidak sesuai tidak dapat dibiarkan begitu saja tetapi memerlukan perhatian dan tindakan pemerintah untuk mengatasinya.
83
Perkembangan Wilayah Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah seringkali lebih spesifik dengan pertumbuhan ekonomi dan senantiasa disertai dengan perubahan struktur penggunaan lahan. Perkembangan suatu wilayah dapat diketahui dengan menganalisa pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator perkembangan pembangunan infrastruktur bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan dengan metode skalogram berbobot. Analisis skalogram berbobot berfungsi untuk memberikan gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah dengan menunjukkan struktur pusat pelayanan berdasarkan tingkat hirarki wilayah yang dianalisa tersebut. Wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi atau wilayah yang lebih maju akan membutuhkan sarana dan prasarana terutama di bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi dengan jumlah dan kualitas yang lebih baik dibandingkan wilayah dengan kepadatan penduduk rendah atau belum maju. Salah satu indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah adalah nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dengan asumsi semakin tinggi IPK maka semakin berkembang atau maju kecamatan tersebut, sehingga dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah yang memiliki nilai IPK lebih rendah. Hirarki Wilayah dan Indeks Perkembangan Kecamatan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 2000 Penggunaan data potensi desa (podes) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik tahun 2000 dimaksudkan untuk melihat tingkat perkembangan wilayah sebelum otonomi daerah. Hasil analisis skalogram berbobot terhadap kecamatankecamatan yang berada di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya disajikan dalam Tabel 45 dan Tabel 46.
84
Tabel 45 Hirarki wilayah kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Katingan Hulu Marikit Sanaman Mantikei Katingan Tengah Pulau Malan Tewang Sanggalang Garing Katingan Hilir Tasik Payawan Kamipang Mendawai Katingan Kuala
IPK 23,00 21,91 22,12 44,90 25,57 51,31 82,21 37,39 16,23 25,05 54,07
Hirarki 3 3 3 2 3 2 1 2 3 3 2
Sumber : Hasil analisis data podes 2000, BPS
Tabel 46 Hirarki wilayah kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 2000 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu Jekan Raya Pahandut Sebangau
IPK 20,26 35,60 54,50 53,49 29,96
Hirarki 3 3 1 2 3
Sumber : Hasil analisis data podes 2000, BPS
Hirarki wilayah berdasarkan hasil analisis skalogram terhadap data potensi desa tahun 2000 di kecamatan-kecamatan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi, pendidikan dan kesehatan dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Wilayah yang termasuk dalam hirarki 1 merupakan kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang berada pada hirarki lebih rendah. Pada tahun 2000 yang masuk hirarki 1 terdapat 1 kecamatan di Kabupaten Katingan yaitu Katingan Hilir dengan IPK 82,21 dan 1 kecamatan di Kota Palangka Raya yaitu Jekan Raya dengan IPK 54,50. Kecamatan-kecamatan ini memang merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian di kedua wilayah tersebut sehingga memiliki tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas umum yang lebih memadai terutama di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi
dibandingkan
jumlah
penduduknya
serta
memiliki
tingkat
aksesibilitas yang lebih mudah untuk menjangkau pusat pelayanan lainnya.
85
b. Wilayah yang termasuk dalam hirarki 2 merupakan kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang sedang dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Kecamatan-kecamatan ini mempunyai tingkat perkembangan kecamatan yang lebih rendah dibanding dengan kecamatan pada hirarki 1, namun lebih baik tingkat perkembangan kecamatannya dibandingkan dengan kecamatan pada hirarki 3. Pada tahun 2000 berdasarkan analisis yang dilakukan, kecamatan-kecamatan yang masuk dalam hirarki 2 di Kabupaten Katingan terdapat 4 kecamatan, yaitu Katingan Tengah dengan nilai IPK 44,90, Tewang Sanggalang Garing dengan nilai IPK 51,31, Tasik Payawan dengan nilai IPK 37,39 dan Katingan Kuala dengan nilai IPK 54,07. Kecamatan yang berada pada hirarki 2 di Kota Palangka Raya yaitu Pahandut dengan nilai IPK 53,49. Kecamatan-kecamatan ini pada tahun 2000 memiliki tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas umum yang lebih rendah terhadap jumlah penduduk dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan hirarki 1. Khusus untuk Kecamatan Pahandut di Kota Palangka Raya jumlah penduduk merupakan faktor utama yang menyebabkan lebih rendahnya hirarki kecamatan ini dibandingkan Kecamatan Jekan Raya mengingat dari segi sarana dan prasarana kecamatan ini memiliki jumlah yang terbesar tetapi jumlah penduduknya juga terbesar. c. Wilayah yang termasuk dalam hirarki 3 merupakan kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan wilayah yang paling rendah dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Pada tahun 2000 kecamatan di Kabupaten Katingan yang masuk dalam hirarki 3 terdapat 6 kecamatan yaitu Katingan Hulu dengan nilai IPK 23,00, Marikit dengan nilai IPK 21,91, Sanaman Mantikei dengan nilai IPK 22,12, Pulau Malan dengan nilai IPK 25,57, Kamipang dengan nilai IPK 16,23 dan Mendawai dengan nilai IPK 25,05. Sementara di Kota Palangka Raya kecamatan-kecamatan yang masuk hirarki 3 terdapat 3 kecamatan yaitu Rakumpit dengan nilai IPK 20,26, Bukit Batu dengan nilai IPK 35,60 dan Sebangau dengan nilai IPK 29,96. Kecamatan-kecamatan ini pada tahun 2000 memiliki ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas umum yang relatif
86
kurang terhadap jumlah penduduk, serta memiliki tingkat aksesibilitas yang juga relatif jauh untuk menjangkau pusat pelayanan lainnya yang tidak terdapat di kecamatan-kecamatan tersebut. Perkembangan Hirarki Wilayah Kecamatan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2000 – 2006 Pada kurun waktu tahun 2000 – 2006 dengan adanya otonomi daerah dan perbaikan sarana transportasi darat dan udara di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya, terjadi beberapa perubahan struktur hirarki di antara kecamatankecamatan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Perubahan hirarki kecamatan ini lebih dipengaruhi oleh faktor jumlah penduduk terhadap kecukupan sarana dan prasarana. Tabel 47, 48 dan Gambar 18, 19 memperlihatkan perbandingan hirarki kecamatan dan perubahan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan tahun 2000 dan 2006 di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Tabel 47 Perbandingan hirarki wilayah kecamatan di Kabupaten Katingan tahun 2000 dan 2006 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Katingan Hulu Marikit ** Sanaman Mantikei Katingan Tengah * Pulau Malan Tewang Sanggalang Garing Katingan Hilir Tasik Payawan Kamipang Mendawai ** Katingan Kuala
Tahun 2000 IPK Hirarki 23,00 3 21,91 3 22,12 3 44,90 2 25,57 3 51,31 2 82,21 1 37,39 2 16,23 3 25,05 3 54,07 2
Keterangan : *) mengalami penurunan hirarki **) mengalami kenaikan hirarki Sumber : Hasil analisis data podes 2000 dan 2006, BPS
Tahun 2006 IPK Hirarki 36,60 3 57,40 2 40,19 3 40,56 3 48,04 3 56,16 2 98,81 1 68,32 2 26,33 3 55,42 2 54,26 2
87
Tabel 48 Perbandingan hirarki wilayah kecamatan di Kota Palangka Raya tahun 2000 dan 2006 No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu ** Jekan Raya * Pahandut ** Sebangau
Tahun 2000 IPK Hirarki 20,26 3 35,60 3 54,50 1 53,49 2 29,96 3
Tahun 2006 IPK Hirarki 41,71 3 57,36 2 64,84 2 70,19 1 49,02 3
Keterangan : *) mengalami penurunan hirarki **) mengalami kenaikan hirarki Sumber : Hasil analisis data podes 2000 dan 2006, BPS
Tabel 47 dan 48 memperlihatkan perubahan struktur hirarki kecamatan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya periode tahun 2000 dan 2006, dimana Kecamatan Marikit mengalami kenaikan IPK dari 21,91 menjadi 57,40 yang menyebabkan hirarki kecamatan ini berubah dari hirarki 3 menjadi hirarki 2. Begitu pula Kecamatan Mendawai yang mengalami kenaikan IPK dari 25,05 menjadi 55,42 sehingga kecamatan ini berubah dari hirarki 3 menjadi hirarki 2. Sementara itu Kecamatan Katingan Tengah mengalami penurunan nilai IPK dari 44,90 menjadi 40,56 sehingga kecamatan ini mengalami penurunan hirarki dari hirarki 2 menjadi hirarki 3. Kecamatan yang mengalami kenaikan hirarki di Kota Palangka Raya adalah Pahandut dan Bukit Batu. Kecamatan Pahandut mengalami kenaikan IPK dari 53,49 menjadi 70,19 sehingga hirarki kecamatan ini berubah dari hirarki 2 menjadi hirarki 1. Kecamatan Bukit Batu mengalami kenaikan IPK dari 35,60 menjadi 57,36 sehingga kecamatan ini berubah dari hirarki 3 menjadi hirarki 2. Sementara Kecamatan Jekan Raya mengalami penurunan hirarki dari hirarki 1 menjadi hirarki 2 meskipun kecamatan ini mengalami peningkatan nilai IPK dari 54,50 menjadi 64,84, tetapi peningkatan ini tidak sebanding dengan pertambahan penduduknya. Kecamatan-kecamatan lainnya baik itu di Kabupaten Katingan maupun Kota Palangka Raya meskipun semuanya mengalami kenaikan nilai IPK tetapi tidak merubah posisi hirarki kecamatan-kecamatan tersebut. Gambar 24 memperlihatkan bahwa pada kurun waktu 2000-2006 di Kabupaten Katingan hampir semua kecamatan mengalami kenaikan nilai IPK, kecuali Kecamatan Katingan Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Katingan
mengalami
perkembangan
wilayah
setelah
otonomi
daerah.
Berdasarkan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) didapatkan kecamatan
88
yang mempunyai nilai IPK tertinggi dan terendah tahun 2000 dan 2006 di Kabupaten Katingan adalah sama yaitu tertinggi Kecamatan Katingan Hilir dan terendah Kecamatan Kamipang. Besarnya nilai IPK di Kecamatan Katingan Hilir tahun 2000 dan 2006 adalah 82,21 dan 98,81 sementara besar IPK di Kecamatan Kamipang adalah 16,23 dan 26,33. Sementara itu kecamatan yang mengalami peningkatan nilai IPK tertinggi adalah Kecamatan Marikit dengan peningkatan IPK sebesar 35,48, tetapi dilihat lebih jauh ternyata peningkatan IPK di Kecamatan Marikit bukan semata-mata hanya disebabkan oleh meningkatnya fasilitas-fasilitas di daerah tersebut tetapi karena menurunnya jumlah penduduk dari tahun 2000 – 2006 yaitu dari 6.003 orang menjadi 5.597 orang atau berkurang lebih dari 400 orang. Sementara itu Kecamatan Katingan Tengah mengalami penurunan IPK hal ini disebabkan penambahan fasilitas di kecamatan tersebut masih lebih rendah dibandingkan peningkatan jumlah penduduk dimana periode tahun 2000 – 2006 kenaikan jumlah penduduk di Kecamatan Katingan Tengah adalah mencapai 3.199 orang yaitu berada pada urutan ke-2 setelah Kecamatan Katingan Hilir.
IPK
Tahun 2000 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 -
Tahun 2006
Katingan Hulu
Marikit
Sanaman Mantikei
Katingan Tengah
Pulau Malan
Twg Sanggalang G
Katingan Hilir
Tasik Payawan
Kamipang
Mendawai
Katingan Kuala
Tahun 2000
23,00
21,91
22,12
44,90
25,57
51,31
82,21
37,39
16,23
25,05
54,07
Tahun 2006
36,60
57,40
40,19
40,56
48,04
56,16
98,81
68,32
26,33
55,42
54,26
Kecamatan
Gambar 24 Perbandingan nilai IPK kecamatan di Kabupaten Katingan sebelum dan setelah otonomi daerah. Gambar 25 memperlihatkan bahwa kurun waktu 2000-2006 di Kota Palangka Raya semua kecamatan mengalami kenaikan nilai IPK.
Hal ini
menunjukkan bahwa Kota Palangka Raya mengalami perkembangan wilayah setelah tahun 2000 dan otonomi daerah. Berdasarkan nilai Indeks Perkembangan
89
Kecamatan (IPK) didapatkan kecamatan yang mempunyai nilai IPK tertinggi tahun 2000 adalah Jekan Raya dengan nilai IPK 54,60 dan tahun 2006 Kecamatan Pahandut dengan nilai IPK 70,19. Kecamatan Rakumpit merupakan kecamatan yang memiliki nilai IPK terendah untuk kurun waktu tahun 2000 dan 2006 dengan nilai IPK berturut-turut 20,26 dan 41,71. Kecamatan yang mengalami peningkatan nilai IPK tertinggi adalah Bukit Batu yang nilai IPK-nya meningkat sebesar 21,76, sementara penduduknya mengalami penurunan sebesar 786 orang, sehingga peningkatan nilai IPK Kecamatan Bukit Batu bukan semata-mata karena peningkatan fasilitas yang besar tetapi lebih dipengaruhi oleh berkurangnya jumlah penduduk. Berbanding terbalik dengan Kecamatan Bukit Batu, peningkatan nilai IPK Kecamatan Jekan Raya adalah yang terendah hal ini karena peningkatan jumlah penduduk Kecamatan Jekan Raya periode tahun 2000 – 2006 mencapai 28.323 orang tertinggi di Kota Palangka Raya. Walaupun Kecamatan Jekan Raya mempunyai kenaikan IPK yang terendah tetapi nilai IPK Kecamatan Jekan Raya adalah sebanding dengan Kecamatan Pahandut yang mempunyai nilai IPK tertinggi dimana kedua wilayah ini merupakan pusat pemerintahan dan
IPK
perekonomian di Kota Palangka Raya. Tahun 2000
Tahun 2006
Pahandut
Jekan Raya
Bukit Batu
Sebangau
Rakumpit
Tahun 2000
53,49
54,60
35,60
29,96
20,26
Tahun 2006
70,19
64,84
57,36
49,02
41,71
80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 -
Kecamatan
Gambar 25 Perbandingan nilai IPK kecamatan di Kota Palangka Raya sebelum dan setelah otonomi daerah.
90
Berdasarkan hirarki kecamatan dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan tahun 2006 di Kabupaten Katingan kecamatan-kecamatan yang berada di bagian selatan umumnya mempunyai hirarki yang lebih tinggi dibandingkan kecamatankecamatan yang berada di bagian utara. Selain itu terlihat juga bahwa pada kecamatan-kecamatan yang mempunyai hirarki dan nilai IPK tinggi adalah kecamatan-kecamatan yang berada pada pusat pemerintahan dan dekat dengan pusat pemerintahan yaitu Kecamatan Katingan Hilir, Tewang Sanggalang Garing dan Tasik Payawan. Begitu pula yang terjadi di Kota Palangka Raya kecamatan yang memiliki hirarki dan IPK tinggi adalah kecamatan yang merupakan pusat pemerintahan dan ekonomi yang ditunjang oleh kemudahan aksesibilitas yaitu Kecamatan Jekan Raya, Pahandut dan Bukit Batu. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hirarki dan Nilai IPK Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 2000 – 2006 Kenaikan ataupun penurunan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) dalam analisis skalogram berbobot ini dipengaruhi beberapa faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah infrastruktur dan jarak menuju ke fasilitas terdekat apabila di kecamatan yang bersangkutan tidak terdapat infrastruktur dimaksud. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kenaikan dan penurunan hirarki wilayah adalah nilai IPK suatu kecamatan dibandingkan dengan rataan nilai IPK dan standar deviasinya.
Apabila nilai IPK suatu kecamatan lebih besar dari nilai rataan
ditambah standar deviasi, maka kecamatan tersebut masuk ke dalam hirarki 1. Apabila nilai IPK sama dengan nilai rataan ditambah standar deviasi maka kecamatan tersebut akan masuk ke dalam hirarki 2 dan sisa kecamatan yang lain masuk ke dalam hirarki 3.
Faktor utama penyebab terjadinya kenaikan dan
penurunan hirarki wilayah dan nilai IPK adalah kecukupan fasilitas terhadap jumlah penduduk. Berdasarkan kecukupan fasilitas terhadap jumlah penduduk tersebut menyebabkan nilai IPK tertinggi di Kabupaten Katingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IPK tertinggi Kota Palangka Raya tidak mencerminkan bahwa Kabupaten Katingan lebih berkembang daripada Kota Palangka Raya mengingat jumlah penduduk Kota Palangka Raya adalah jauh lebih besar
91
dibandingkan dengan Kabupaten Katingan yaitu tahun 2000 berjumlah 148.197 orang dan Kabupaten Katingan 117.549 orang. Penduduk Kota Palangka Raya tahun 2006 berjumlah 182.614 orang dan Kabupaten Katingan 130.090 orang. Hubungan antara Pemusatan Perubahan Penggunaan Lahan (LQ) dengan Perkembangan Wilayah Tabel
49
memperlihatkan
hubungan
antara
pemusatan
perubahan
penggunaan lahan (LQ) dengan peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di Kabupaten Katingan. Berdasarkan analisis korelasi didapatkan nilai koefisien korelasi linier (r) berturutturut sebesar 0,25, 0,52 dan 0,29. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara LQ dengan peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) adalah sangat kecil karena nilai r yang mendekati nol. Berdasarkan nilai koefisien determinasi contoh (r2) didapatkan nilai berturut-turut adalah 0,063, 0,27 dan 0,083 yang bermakna bahwa total keragaman nilai LQ dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan ketiga parameter tersebut sebesar 6,3 %, 27,0 % dan 8,3 %. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) tahun 2006 sangat kecil pengaruhnya terhadap dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Katingan. Secara sederhana dari Tabel 49 memang terlihat bahwa kecamatan yang mempunyai dinamika perubahan penggunaan lahan tertinggi yaitu Kecamatan Katingan Tengah bukanlah merupakan kecamatan yang mengalami peningkatan jumlah sarana tertinggi, jumlah penduduk terbesar dan nilai IPK tinggi. Begitu pula dengan Kecamatan Pulau Malan, Katingan Hulu dan Tasik Payawan bukanlah kecamatan yang mempunyai peningkatan sarana tertinggi,
jumlah
penduduk besar dan nilai IPK tinggi meskipun memiliki dinamika perubahan yang cukup besar. Pengecualian pada Kecamatan Katingan Hilir yang merupakan ibukota kabupaten dimana kecamatan ini juga memiliki dinamika perubahan penggunaan lahan yang besar didukung oleh peningkatan jumlah sarana yang besar, jumlah penduduk yang tertinggi dan nilai IPK yang tertinggi. Hal ini dapat
92
dimaklumi bahwa sebagai pusat pemerintahan proses pembangunan dan daya tariknya juga besar sehingga penambahan jumlah penduduk relatif besar. Tabel
50
memperlihatkan
hubungan
antara
pemusatan
perubahan
penggunaan lahan (LQ) dengan peningkatan sarana prasarana, peningkatan jumlah penduduk dan nilai IPK di Kota Palangka Raya. Berdasarkan analisis korelasi menghasilkan nilai korelasi (r) berturut-turut sebesar 0,89, 0,78 dan 0,99 dengan koefisien determinasi (r2) berturut-turut adalah 0,80, 0,60 dan 0,99,
yang
bermakna bahwa total keragaman nilai LQ di Kota Palangka Raya dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan ketiga parameter tersebut sebesar 80,0 %, 60,0 % dan 99,0 %.
Hasil ini menunjukkan bahwa dinamika perubahan
penggunaan lahan di Kota Palangka Raya yang besar cenderung terjadi pada kecamatan-kecamatan yang memiliki peningkatan sarana prasarana tinggi, jumlah penduduk tinggi dan nilai IPK yang tinggi yaitu Kecamatan Pahandut, Jekan Raya dan Bukit Batu. Berdasarkan Tabel 50 memang terlihat bahwa ketiga kecamatan ini merupakan wilayah yang mempunyai jumlah penduduk besar dengan penambahan sarana prasarana sejak tahun 2000-2006 besar dan nilai IPK yang juga besar. Berdasarkan hasil analisis korelasi tersebut dapat dikatakan bahwa perkembangan wilayah mempunyai pengaruh dalam meningkatkan dinamika penggunaan lahan di Kota Palangka Raya. Dinamika spasial penggunaan lahan di Kabupaten Katingan yang tidak tercermin dari besar kecilnya nilai IPK, peningkatan sarana prasarana besarnya jumlah penduduk
dan
disebabkan rasio jumlah penduduk terhadap luas
wilayah yang masih sangat rendah yaitu kurang lebih 6 orang per km 2 artinya masih banyak areal-areal yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lahan penduduk di kabupaten tersebut. Secara umum seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya periode tahun 2000-2006 mengalami kenaikan infrastruktur/sarana prasarana sehingga dapat dikatakan bahwa kedua wilayah tersebut mengalami kemajuan akibat proses pembangunan tetapi pembangunan yang terjadi masih belum merata untuk seluruh wilayah.
Pembangunan yang dilakukan masih
berpusat pada ibukota atau pusat pemerintahan dan ekonomi sehingga wilayahwilayah yang jauh relatif masih tertinggal.
93
Tabel 49 Hubungan antara LQ, peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di Kabupaten Katingan LQ>1 No
Kecamatan
1990-2000
2000-2006
Jumlah
Jumlah Sarana
LQ >1
2000
2006
P enduduk +/-
2000
2006
IP K +/-
2000
2006
Urutan +/-
IP K
Htn (-) T.Thn (+) P mk (+) P P lk (+) Smk (+) Htn (-) T.Thn (+) P mk (+) P P lk (-) Smk (+)
2006
1
Katingan Hulu
√
-
-
√
√
-
-
-
√
√
5
99
178
79
9.548
9.894
346
23,00
36,60
13,61
10
2
Marikit
-
-
-
√
-
-
-
-
√
-
2
53
166
113
6.003
5.597
-406
21,91
57,40
35,48
3
3
Sanaman Mantikei
-
-
√
√
-
-
-
-
√
-
3
66
227
161 12.370 12.990
620
22,12
40,19
18,07
9
4
Katingan Tengah
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
9
128
201
73 16.058 19.257
3.199
44,90
40,56
5
P ulau Malan
√
√
√
-
√
√
√
-
-
-
6
56
141
85
7.474
6.757
-717
25,57
48,04
22,47
7
6
Tewang S. Garing
√
-
-
-
√
-
√
√
-
-
4
73
125
52
8.610
9.276
666
51,31
56,16
4,85
4
7
Katingan Hilir
√
-
√
-
√
√
√
√
-
√
7
98
478
380 13.166 20.985
7.819
82,21
98,81
16,60
1
8
Tasik P ayawan
√
-
-
-
√
√
√
-
-
√
5
52
164
112
6.164
6.404
240
37,39
68,32
30,93
2
-4,34
8
9
Kamipang
-
√
-
-
-
√
-
-
-
-
2
42
72
30
7.858
7.168
-690
16,23
26,33
10,09
11
10
Mendawai
-
√
-
-
-
-
-
-
√
√
3
42
177
135
7.275
9.073
1.798
25,05
55,42
30,37
5
11
Katingan Kuala
√
√
-
-
√
-
-
-
-
√
4
141
325
184 23.023 22.689
-334
54,07
54,26
0,18
6
Tabel 50 Hubungan antara LQ, peningkatan sarana prasarana, jumlah penduduk dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) di Kota Palangka Raya LQ>1 No
Kecamatan
1990-2000
2000-2006
Jumlah
Jumlah Sarana
LQ >1
2000
2006
P enduduk +/-
2000
2006
IP K +/-
2000
2006
Urutan +/-
Htn (-) TanThn (+) P mk (+) P P lk (+) Smk (+) Htn (-) T.Thn (-) P mk (+) P P lk (+) Smk (-) 1
Rakumpit
-
-
-
-
-
√
-
-
2
Bukit Batu
√
√
-
-
√
√
√
3
Sebangau
-
-
-
-
√
-
-
4
Jekan Raya
-
√
√
-
√
-
5
P ahandut
√
√
√
√
-
√
IP K 2006
-
-
1
42
112
-
-
√
6
105
407
-
√
√
3
74
139
√
√
√
√
7
278
√
√
√
√
9
346
70
2.129
1.842
302 11.672 10.886
-287
20,26
41,71
21,45
5
-786
35,60
57,36
21,76
3
2.656
29,96
49,02
10,24
4
885
607 62.730 91.053 28.323
54,60
64,84
16,69
2
854
508 63.273 67.784
53,49
70,19
19,05
1
65
8.393 11.049
4.511
Keterangan : ± : Penambahan/pengurangan , Htn : Hutan, T.Thn : Tanaman tahunan, Pmk : Permukiman, PPlk : Pertanian pangan lahan kering dan Smk : Semak belukar/tanah terbuka.
93
94
Arah Perkembangan Permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Salah
satu
indikator
terjadinya
perkembangan
wilayah
adalah
berkembangnya luas lahan permukiman, begitu pula yang terjadi di wilayah Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup, yakni lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Pengertian permukiman secara luas mempunyai arti perihal tempat tinggal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal dan secara sempit berarti daerah tempat tinggal atau bangunan tempat tinggal (Yunus 1987). Menurut Rustiadi et al. (2009) bahwa peta penggunaan lahan dan peta penutupan lahan adalah bentuk deskripsi terbaik di dalam menggambarkan pola pemanfaatan ruang.
Terkait dengan hal tersebut maka untuk melihat arah
perkembangan permukiman di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya juga dapat dilihat secara deskriptif melalui peta penggunaan lahan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya. Gambar 26 dan 27 memperlihatkan ilustrasi perkembangan dan arah permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006, dimana arah permukiman yang dilihat adalah permukiman yang dilewati jalur utama /jalan nasional.
Hal ini dimaksudkan
untuk lebih melihat ke arah mana perkembangan permukiman Ibukota Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
95
Sampit Ke Palangka Raya
(a)
Sampit Ke Palangka Raua
(b)
96
Sampit Ke Palangka Raya
(c) Gambar 26 Ilustrasi perkembangan permukiman di jalur utama Ibukota Kabupaten Katingan dan sebagian Kota Palangka Raya tahun 1990 (a), tahun 2000 (b) dan tahun 2006 (c). Gambar 26 memperlihatkan bahwa sebelum otonomi daerah arah permukiman yang berkembang di Ibukota Kabupaten Katingan yaitu Katingan Hilir adalah permukiman yang mengarah ke ibu kota kabupaten induk yaitu Kota Sampit hal ini terlihat dari pergeseran arah pemusatan permukiman tahun 1990 ke tahun 2000.
Setelah otonomi daerah perkembangan permukiman di wilayah
Kabupaten Katingan lebih mengarah ke Kota Palangka Raya terlihat dari pergeseran pusat permukiman yang mengarah ke Kota Palangka Raya. Hal ini juga terkait dengan letak dan aksesibilitas jalan maupun ekonomi yang lebih berkembang ke arah Kota Palangka Raya. Selain terjadi penambahan jumlah permukiman di sepanjang jalur tersebut permukiman yang sudah ada juga terjadi perluasan terlihat dari poligon permukiman yang bertambah besar dan menyatu. Permukiman
yang
ke
arah
Sampit
juga
mengalami
perluasan
tetapi
perkembangannya masih di bawah perkembangan permukiman yang ke arah Palangka Raya. Perkembangan permukiman di Ibukota Kabupaten Katingan yang mengarah ke Kota Palangka Raya menandakan bahwa kemajuan Kota Palangka
97
Raya mempunyai cukup daya tarik untuk mendekatkan arah pembangunan di Kabupaten Katingan ke Kota Palangka Raya dengan mengikuti jalan utama, walaupun secara umum lokasi permukiman di Kabupaten Katingan masih berada di tepi sungai sesuai dengan budaya yang lebih dahulu berkembang yaitu permukiman mengikuti alur sungai mengingat sarana transportasi yang lebih dahulu berkembang adalah transportasi sungai. Wilayah Kecamatan Bukit Batu dan Rakumpit yang merupakan bagian dari Kota
Palangka
Raya
juga
memperlihatkan
perkembangan
dan
arah
permukimannya, dimana sebelum otonomi daerah permukiman berkembang menuju pusat kecamatan. Setelah otonomi daerah permukiman lebih berkembang ke arah Ibukota Palangka Raya dan ukuran poligon permukimanpun bertambah besar terutama
permukiman tahun 2006
hal
ini
menandakan
adanya
perkembangan permukiman di kedua wilayah tersebut. Perkembangan dan arah permukiman pusat Kota Palangka Raya sebagaimana Gambar 27 berikut :
(a)
98
(b)
(c) Gambar 27 Ilustrasi perkembangan permukiman pusat Kota Palangka Raya tahun 1990 (a), tahun 2000 (b) dan tahun 2006 (c)
99
Gambar 27 memperlihatkan bahwa perkembangan permukiman di pusat Kota Palangka Raya mengalami perkembangan yang cukup besar terutama periode tahun 2000 – 2006 terlihat dari ukuran polygon permukiman yang bertambah besar. Bertambahnya jumlah penduduk dan pembangunan aktivitas kota sebagai pusat pelayanan sosial pemerintahan dan ekonomi menyebabkan percepatan perkembangan lahan terbangun di pusat Kota Palangka Raya yaitu Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut terlihat semakin meluas keluar kawasan pengembangan awalnya mengikuti perkembangan jalan. Hal ini menunjukkan adanya penyebaran perkembangan perekonomian di pusat ibukota tersebut. Wilayah kecamatan yang berada di pusat Kota Palangka Raya yaitu Kecamatan Jekan Raya dan Pahandut adalah wilayah yang mempunyai IPK tinggi hal ini menandakan bahwa peningkatan IPK adalah sejalan dengan perkembangan permukiman. Kecamatan Sebangau yang merupakan hinterland dari pusat kota Palangka Raya juga mengalami perkembangan yang cukup besar terutama sejak tahun 2000, dimana wilayah kecamatan ini juga merupakan pusat perkembangan pertanian.
Secara umum perkembangan dan arah permukiman di Ibukota
Kabupaten Katingan (Kecamatan Katingan Hilir) dan Kota Palangka Raya adalah mengikuti jalan utama menuju pusat pemerintahan dan perekonomian dimana hal ini sesuai dengan pendapat Suhandak (1995) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan permukiman adalah jarak terhadap jalan utama, jarak dari pusat aktivitas, kenaikan harga lahan dan jumlah penduduk dan menurut Saefulhakim (1999) faktor-faktor seperti sarana dan prasarana, aksesibilitas dan jarak terhadap jalan dapat mempengaruhi perkembangan dan perluasan kawasan permukiman. Secara ringkas pergeseran pusat permukiman tahun 1990, 2000 dan 2006 adalah sebagaimana disajikan pada Tabel 51.
100
Tabel 51 Pergeseran titik tengah (centroid) permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Tahun 1990 – 2006 No
Kecamatan
Tahun 1990
Tahun 2000
Tahun 2006
X
Y
X
Y
X
Y
1
Kec.Katingan Hilir
765222
9789832
763886
9789189
765834
9790190
2
Kec.Rakumpit
799879
9796047
798024
9797739
798656
9797920
3
Kec.Bukit Batu
808065
9771750
804762
9777672
804884
9776799
4
Kec.Jekan Raya
818387
9759189
817979
9757065
818682
9759221
5
Kec.Pahandut
827147
9754938
828076
9754023
827528
9757036
6
Kec.Sebangau
834796
9748257
836128
9749333
837541
9749206
Sumber : Hasil Analisis
Perbandingan Dinamika Penggunaan Lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya Aktivitas penggunaan lahan merupakan bentuk fisik dari aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu wilayah yang semakin berkembang dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu perubahan penggunaan lahan berkaitan erat dengan
dinamika orientasi masyarakat dalam perekonomian dan kependudukan. Proses perubahan penggunaan lahan dapat diidentifikasi sesuai tuntutan dinamika pembangunan dan keberadaan fisik terbangun. Berdasarkan hasil analisis perubahan penggunaan lahan terdapat beberapa perbedaan perkembangan penggunaan lahan antara Kabupaten Katingan dengan Kota Palangka Raya antara lain : 1. Perubahan struktur luas penggunaan lahan tahun 1990, 2000 dan 2006 2. Laju perubahan penggunaan lahan non hutan tahun 1990, 2000 dan 2006. 3. Laju perubahan penggunaan lahan hutan tahun 1990, 2000 dan 2006. Perkembangan Kota Palangka Raya yang berlangsung dengan cepat sejak tahun 2000 menyebabkan perubahan struktur luas penggunaan lahan permukiman, dimana pada tahun 2000 penggunaan lahan ini meningkat dengan pesat melebihi penggunaan pertanian pangan lahan kering dan tahun 2006 luasannya melebihi penggunaan lahan tanaman tahunan dan pertanian pangan lahan kering. Salah satu faktor yang menyebabkan berkembangnya penggunaan lahan permukiman yang cepat di Kota Palangka Raya adalah peningkatan jumlah penduduk yang cukup besar. Jumlah penduduk Kota Palangka Raya pada tahun 1990 adalah 118.097 orang (kepadatan 44,02 orang/km2), tahun 2000 meningkat menjadi
101
148.197 orang (55,24 orang/km2) dan tahun 2006 menjadi 182.614 (68,07 orang/km2). Kabupaten Katingan yang merupakan salah satu daerah otonom juga mengalami perkembangan tetapi karena jumlah penduduk yang masih rendah menyebabkan belum berubahnya struktur luas penggunaan lahan sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2006, dimana urutan luas penggunaan lahan masih didominasi oleh penggunaan lahan hutan, diikuti oleh semak belukar/tanah terbuka, pertanian pangan lahan kering, tanaman tahunan dan urutan terakhir adalah permukiman. Adapun jumlah penduduk di Kabupaten Katingan tahun 1990 adalah 99.531 orang (kepadatan 4,99 orang/km2), tahun 2000 meningkat menjadi 117.549 orang (5,90 orang/km2) dan tahun 2006 meningkat menjadi 130.090 orang (6,53 orang/km2).
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Katingan 200.000 180.000 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 -
Palangka Raya
1990
2000
2006
Katingan
99.531
117.549
130.090
Palangka Raya
118.097
148.197 Tahun
182.614
Gambar 28 Perbandingan perubahan jumlah penduduk di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006. Gambar 28 memperlihatkan perbandingan perubahan jumlah penduduk Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya dimana jumlah penduduk di kedua wilayah tersebut sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 menunjukkan grafik yang meningkat secara linier seiring dengan waktu. Namun demikian berdasarkan slope perubahan terlihat kecepatan penambahan penduduk di Kota Palangka Raya adalah lebih besar dibandingkan Kabupaten Katingan. Laju penambahan penduduk periode tahun 1990-2000 di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya adalah 1.801 orang/tahun dan 3.010 orang/tahun. Periode tahun 2000-2006
102
laju penambahan penduduk di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya adalah 2.090 orang/tahun dan 5.736 orang/tahun.
Luas Areal Non Hutan (ha)
Katingan
Palangka Raya
600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 -
1990
2000
2006
Katingan
330.680
518.835
569.975
Palangka Raya
64.866
107.948
115.247
Tahun
Gambar 29 Perbandingan perubahan areal non hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006. Berdasarkan kepadatan penduduk terhadap luas wilayah non hutan, Kabupaten Katingan memiliki tingkat kepadatan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan Kota Palangka Raya yaitu berturut-turut dari tahun 1990, 2000 dan 2006 adalah 30,10 orang/km2, 22,66 orang/km2 dan 22,82 orang/km2, sementara kepadatan Kota Palangka Raya berturut-turut adalah 187,83 orang/km2, 137,29 orang/km2 dan 158,45 orang/km2. Tetapi berdasarkan slope peningkatan areal non hutan terlihat bahwa kecepatan penambahan areal non hutan di Kabupaten Katingan adalah lebih besar dibandingkan Kota Palangka Raya ditandai dengan slope yang lebih tajam sebagaimana Gambar 29. Adapun laju penambahan areal non hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya periode tahun 1990-2000 adalah 18.815 ha/tahun dan 4.308 ha/tahun sementara periode tahun 2000-2006 kenaikan areal non hutan di Kabupaten Katingan sebesar 8.523 ha/tahun dan di Kota Palangka Raya sebesar 1.216 ha/tahun. Periode tahun 1990-2000 Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya masih mengandalkan pendapatan dari sektor kehutanan yang cukup besar hal ini menyebabkan laju pengurangan hutan periode ini sangat besar dibandingkan periode tahun 2000-2006. Laju pengurangan hutan di Kabupaten Katingan periode
103
tahun 1990-2000 adalah mencapai 19.008 ha/tahun sementara di Kota Palangka Raya mencapai 4.275 ha/tahun. Pengurangan penggunaan lahan hutan periode tahun 1990-2000 diikuti oleh peningkatan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dengan laju penambahan di Kabupaten Katingan sebesar 17.122 ha/tahun dan di Kota Palangka Raya sebesar 4.297 ha/tahun. Periode tahun 2000-2006 Kabupaten Katingan juga masih mengandalkan sektor kehutanan sebagai sumber pendapatan utama wilayah ini sehingga laju pengurangan penggunaan lahan hutan periode ini juga masih cukup besar walaupun mengalami pengurangan mencapai 8.863 ha/tahun, sementara Kota Palangka Raya yang tidak lagi mengandalkan sektor kehutanan sebagai sumber pendapatan utama juga masih mengalami pengurangan penggunaan lahan hutan tetapi laju pengurangannya sudah jauh berkurang yaitu 1.312 ha/tahun. Pengurangan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan masih diikuti oleh peningkatan semak belukar/tanah terbuka dengan laju penambahan sebesar 2.568 ha/tahun sementara di Kota Palangka Raya perubahan lahan hutan periode tahun 2000-2006 tidak diikuti penambahan semak belukar/tanah terbuka hal ini terlihat dari terjadinya pengurangan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka dengan laju 675 ha/tahun. Berkurangnya penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka disebabkan meningkatnya penggunaan lahan yang bernilai ekonomis yaitu permukiman dan pertanian pangan lahan kering. Gambar 30 memperlihatkan grafik perubahan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya, dimana terlihat perubahan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan jauh lebih besar dibandingkan dengan Kota Palangka Raya terutama periode tahun 1990-2000 ditandai dengan slope yang lebih curam.
Periode tahun 2000-2006 laju pengurangan hutan
Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya cenderung mengalami pengurangan dengan slope yang lebih mendatar.
104
Luas Lahan Hutan (Ha)
Katingan 1.800.000 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 -
Katingan Palangka Raya
Palangka Raya
1990
2000
2006
1.626.529
1.436.453
1.383.274
195.913
153.165
145.294
Tahun
Gambar 30 Perbandingan perubahan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990, 2000 dan 2006. Walaupun
Kabupaten Katingan masih mengandalkan sektor kehutanan
sebagai penggerak utama perekonomian daerah, namun seiring dengan perkembangan wilayah sektor-sektor lain di luar kehutanan sudah mulai dikembangkan terutama setelah Kabupaten ini menjadi daerah otonom. Kabupaten Katingan yang visi dan misinya lebih menekankan pada pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dalam perjalanannya juga mulai mengembangkan sektor-sektor yang mendukung visi dan misinya tersebut terutama sektor perkebunan yang memang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Katingan selain tetap mengandalkan sumber daya hutan.
Kondisi
penggunaan lahan terakhir menunjukkan hal tersebut dimana laju penambahan penggunaan tanaman tahunan mencapai 5.925 ha/tahun. Kota Palangka Raya yang merupakan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah dalam perkembangannya lebih berorientasi kepada pembangunan perkotaan hal ini terlihat pada periode tahun 2000-2006 laju peningkatan penggunaan lahan permukiman cukup besar yaitu mencapai 1.073 ha/tahun disamping sektor pertanian yang mulai berkembang dengan laju 592 ha/tahun. Perkembangan penggunaan lahan permukiman yang pesat ini juga terkait dengan visi dan misi Kota Palangka Raya yang lebih menekankan pada pembangunan perkotaan. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Kota Palangka Raya sudah tidak mengandalkan sektor kehutanan sebagai penyumbang terbesar PDRB tetapi lebih
105
mengandalkan sektor sekunder dan tersier sebagai penggerak ekonomi wilayahnya, meskipun secara luasan penggunaan lahan hutan masih mendominasi. Perkembangan Kota Palangka Raya sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian yang begitu pesat sejak tahun 2000, mempengaruhi orientasi perkembangan permukiman di Kabupaten Katingan yaitu yang semula mengarah ke ibukota kabupaten induknya beralih menjadi mengarah ke Kota Palangka Raya hal ini dilakukan untuk lebih mendekatkan ke pusat perekonomian.
Faktor-faktor Penyebab Utama Perubahan Penggunaan Lahan Hasil analisis statistik dengan menggunakan binomial logit model dengan program Statistica 7.0 diperoleh peluang nilai penduga (estimate) koefisien peubah yang berpengaruh terhadap pola perubahan penggunaan lahan berupa variabel biner (berubah - tidak berubah) berdasarkan variabel-variabel yang diduga memiliki pengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan. Nilai koefisien positif menggambarkan pendugaan pengaruh variabel yang diukur bersifat meningkatkan probabilitas terjadinya perubahan dari jenis penggunaan lahan tertentu ke penggunaan lainnya. Sebaliknya, nilai koefisien negatif bersifat menurunkan probabilitas perubahan. Analisis penyebab utama perubahan penggunaan lahan dikhususkan pada perubahan lahan hutan menjadi penggunaan pertanian, permukiman dan semak belukar/tanah terbuka, mengingat perubahan pengurangan penggunaan lahan hutan merupakan perubahan yang paling dominan terjadi di Kabupaten Katingan maupun Kota Palangka Raya periode tahun 19902006. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Pertanian Secara umum peluang perubahan lahan hutan menjadi pertanian mempunyai nilai negatif untuk beberapa peubah, seperti Tabel 52 dan 53. Hasil perhitungan statistik Tabel 52 menggambarkan perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian secara umum di Kabupaten Katingan dipengaruhi oleh beberapa peubah dengan nilai penduga signifikan baik bernilai positif maupun negatif.
Nilai penduga negatif menandakan pengaruhnya bersifat
106
menurunkan probabilitas perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan, sedangkan nilai penduga positif menandakan pengaruhnya bersifat menaikan probabilitas perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan. Tabel 52 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan Peubah yang mempengaruhi
Nilai penduga (B) 17,752
Wald
Nilai p
Intersept 328,745 *0,0000 Jenis Tanah Entisol -2,205 36,570 *0,0000 Histosol -1,667 10,053 **0,0015 Ultisol -2,227 109,691 *0,0000 Inseptisol -2,868 Kemiringan Lereng (%) 0–8 -0,023 0,012 0,9111 >8 – 15 -0,021 0,006 0,9361 >15 – 25 -0,845 12,989 **0,0003 Elevasi (m dpl) < 100 0,194 0,280 0,5968 100 – 500 0,164 0,374 0,5409 500 – 1000 0,253 0,710 0,3994 Fungsi Kawasan Kaw. Budidaya Non Kehutanan -5,746 2.871,890 *0,0000 Kaw. Budidaya Kehutanan -4,912 Jarak ke Ibukota Kabupaten -0,029 27,039 *0,0000 Kerapatan Jalan Kecamatan -0,270 11,417 *0,0007 IPK tahun 2006 -0,005 0,296 0,5861 Kepadatan Penduduk Kecamatan 0,275 20,040 *0,0000 Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % (0,01) dan ** Nyata pada taraf α = 5 % (0,05) Sumber : Hasil Analisis
Exp(B) = odd ratio
0,123 0,189 0,107 0,057 0,977 0,979 0,430 1,213 1,178 1,288 0,003 0,972 0,764 0,995 1,317
Tabel 53 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya Peubah yang mempengaruhi Jenis Tanah Entisol Inseptisol Elevasi (m dpl) < 100 100 – 500 Fungsi Kawasan Kaw. Budidaya Kehutanan Jarak ke Ibukota Kabupaten Kerapatan Jalan Kecamatan Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % (0,01) Sumber : Hasil analisis
Nilai penduga (B)
Wald
Nilai p
Exp(B) = odd ratio
-5,261 -7,008
0,000 0,000
0,9965 0,9954
0,005 0,001
10,387 -5,117
58,166 -
*0,0000 -
32.441,864 0,005
0,704 -0,024 -0,513
21,287 2,322 1,733
*0,0000 0,1275 0,1880
2,023 0,976 0,599
107
Beberapa peubah yang mempunyai pengaruh nyata sebagai faktor yang menurunkan peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan adalah kemiringan lereng 15 – 25 % dengan nilai penduga -0,845. Menurut Agresti (1990) odd ratio diinterpetasikan sebagai resiko relatif kejadian dari satu peubah respon terhadap peubah respon yang lain. Berdasarkan nilai odd ratio menunjukkan bahwa besarnya resiko konversi penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian pada kemiringan lereng 15-25 % adalah 0,43 kali lebih kecil dibandingkan kemiringan lereng > 25 %. Hal ini memang terkait dengan budaya yang ada di Katingan, dimana pembukaan areal pertanian biasanya berada pada bantaran sungai yang mempunyai lereng relatif datar, sehingga dengan bertambahnya lereng maka peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian juga berkurang.
Faktor jenis tanah baik yang
berpengaruh nyata maupun yang tidak terukur sama-sama mempunyai nilai negatif, hal ini berarti bahwa faktor jenis tanah merupakan faktor yang tidak dapat diduga pengaruhnya sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian. Menurut Hardjowigeno (2003) bahwa tanah Entisol hanya 5 % yang potensial dapat digarap, Inseptisol < 5%, Ultisol 40 % dan Histosol < 5 %, dimana pemanfaatan tanah-tanah tersebut memerlukan usaha yang cukup berat sehingga faktor tanah di Kabupaten Katingan tidak mempunyai pengaruh terhadap perubahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian. Kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya non kehutanan yang bersifat nyata pengaruhnya dan kebijakan penggunaan lahan yang tidak terukur sama-sama mempunyai nilai negatif, hal ini diinterpretasikan bahwa faktor kebijakan penggunaan lahan tidak dapat diduga pengaruhnya sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian. Faktor-faktor lain yang menurunkan peluang perubahan lahan hutan menjadi pertanian adalah jarak ke ibukota kabupaten dengan nilai penduga 0,029 dan kerapatan jalan kecamatan dengan nilai penduga -0,270. Sementara itu faktor yang meningkatkan peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian adalah kepadatan penduduk kecamatan dengan nilai penduga 0,275, hal ini mengindikasikan bahwa semakin padat penduduk suatu kecamatan maka tekanan terhadap hutan juga semakin besar dalam rangka memenuhi kebutuhan lahan untuk pertanian. Berdasarkan nilai intersep yang bernilai positif
108
dan berpengaruh nyata dapat diinterpretasikan bahwa peluang perubahan lahan hutan menjadi pertanian akan meningkat sebesar 17,752 walaupun faktor-faktor fisik, sosial ekonomi maupun kebijakan bersifat tetap. Tabel 53 memperlihatkan bahwa hanya 1 (satu) faktor yang mempengaruhi secara nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya yaitu kebijakan penggunaan lahan budidaya kehutanan dengan nilai penduga sebesar 0,704. Nilai odd ratio menunjukkan resiko konversi penggunaan lahan hutan menjadi lahan pertanian di kawasan budidaya kehutanan adalah 2,023 kali lebih besar dibandingkan pada kawasan budidaya non kehutanan. Hal ini mengindikasikan telah terjadi penyimpangan penggunaan lahan di kawasan budidaya kehutanan yang dikonversi menjadi areal pertanian. Wilayah Kota Palangka Raya lebih dari 90 % berada pada ketinggian < 100 m dpl, sehingga faktor ketinggian ini memang secara nyata dapat mempengaruhi peningkatan perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan pertanian hal ini juga sesuai dengan karakteristik lahan pertanian yang berada di daerah yang relatif datar. Khusus untuk Kota Palangka Raya faktor lereng tidak diperhitungkan dalam perhitungan mengingat wilayah Kota Palangka Raya hampir 100 % berada pada kemiringan lereng 0 – 8 %. Hasil perhitungan goodness of fit perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memberikan hasil scaled deviance sebesar 0,65 dan 1,03, nilai Pearson Chi 0,98 dan 0,90 dengan nilai loglikelihood -1.469,20 dan -193,56 diartikan bahwa hasil estimasi ini hampir sama dengan kondisi yang ada di lapangan dan model dikatakan baik mengingat nilai loglikelihood yang sangat kecil. Tabel 54 Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan Statistic of goodness of fit (perubahan hutan – pertanian) Distribution : BINOMIAL Link function : LOGIT Df Stat. STAT Deviance 4.494 2.938,39 Scaled Deviance 4.494 2.938,39 Pearson Chi² 4.494 4.406,13 Scaled P. Chi² 4.494 4.406,13 Loglikelihood -1.469,20 Sumber : Hasil Olahan
Stat/Df 0,65 0,65 0,98 0,98
109
Tabel 55 Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya Statistic of goodness of fit (perubahan hutan – pertanian) Distribution : BINOMIAL Link function : LOGIT Df Stat. STAT Deviance Scaled Deviance Pearson Chi² Scaled P. Chi² Loglikelihood
373 373 373 373
Stat/Df
387,12 387,12 336,801 336,801 -193,558
1,04 1,04 0,90 0,90
Sumber : Hasil Olahan
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Permukiman Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan mempunyai nilai penduga negatif yang berarti menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman, sebagaimana yang tersaji pada Tabel 56. Tabel 56 memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi
berkurangnya
peluang
perubahan
lahan
hutan
menjadi
permukiman di Kabupaten Katingan adalah elevasi > 100 – 500 m dpl dengan nilai penduga -1,82. Hal ini memang menjelaskan bahwa semakin tinggi tempat maka perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman semakin kecil. Berdasarkan nilai odd ratio resiko konversi penggunaan lahan hutan menjadi permukiman pada elevasi > 100 – 500 m dpl adalah 0,161 kali lebih kecil dibandingkan dengan elevasi > 1000 m dpl. Faktor jenis tanah dan kebijakan penggunaan lahan baik yang berpengaruh nyata maupun yang tidak terukur samasama mempunyai nilai negatif. Hal ini berarti bahwa faktor jenis tanah dan kebijakan penggunaan lahan merupakan faktor yang tidak dapat diduga pengaruhnya sebagai penyebab perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian Andriyani (2007) yang menganalisis faktor penyebab perubahan lahan di Kabupaten Serang dan Carolita (2005) yang menganalisis faktor penyebab perubahan lahan di Jabotabek, yang menghasilkan analisis dan kesimpulan bahwa faktor jenis tanah tidak berpengaruh terhadap perubahan lahan menjadi permukiman dan urban.
110
Berdasarkan nilai intersep yang bernilai positif dan berpengaruh nyata dapat diinterpretasikan bahwa peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman akan meningkat sebesar 14,414 walaupun faktor-faktor fisik, sosial ekonomi maupun kebijakan bersifat tetap. Tabel 56 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan Peubah yang mempengaruhi
Nilai penduga (B) 14,414
Wald
Nilai P
Intercept 38,263 *0,0000 Jenis Tanah Entisol -1,783 3,146 0,0761 Histosol -2,124 2,227 0,1356 Ultisol -3,001 6,0154 **0,0141 Inseptisol -2,268 Kemiringan Lereng (%) 0–8 0,121 0,025 0,8740 >8 – 15 0,566 0,477 0,4896 >15 – 25 -1,595 3,303 0,0691 Elevasi (m dpl) < 100 0,705 0,468 0,4941 100 – 500 -1,821 10,405 *0,0013 500 - 1000 0,413 0,165 0,6842 Fungsi Kawasan Kaw. Budidaya Kehutanan -4,632 283,102 *0,0000 Kaw.Budidaya Non Kehutanan -5,869 Jarak ke Ibukota Kabupaten -0,014 1,077 0,2993 Kerapatan Jalan Kecamatan 0,278 2,430 0,1190 IPK Tahun 2000 -0,028 0,198 0,6562 IPK Tahun 2006 -0,010 0,194 0,6593 Kerapatan Penduduk (Jiwa/Km2) -0,079 0,378 0,5385 Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % (0,01) dan ** Nyata pada taraf α = 5 % (0,05) Sumber : Hasil analisis
Exp(B) = odd ratio
0,168 0,120 0,050 0,103 1,128 1,761 0,202 2,023 0,161 1,511 0,010 0,002 0,986 1,321 0,972 0,991 0,924
Tabel 57 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya Peubah yang mempengaruhi
Nilai penduga (B)
Jenis Tanah Entisol Inseptisol Elevasi (m dpl) < 100 Fungsi Kawasan Kaw. Budidaya Kehutanan Kerapatan Jalan Kecamatan IPK Tahun 2000 Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % (0,01) Sumber : Hasil analisis
Wald
Nilai p
Exp(B) = odd ratio
-5,799 -6,726
0,000 0,000
0,9962 0,9956
0,003 0,001
10,968
68,394
*0,0000
57.985,303
0,941 -0,054 0,574
35,713 0,025 28,521
*0,0000 0,8747 *0,0000
2,563 0,948 0,652
111
Tabel 57 memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya adalah semuanya bernilai positif artinya faktor-faktor tersebut mempengaruhi peningkatan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman yaitu elevasi kurang dari 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan berupa kawasan budidaya kehutanan dan nilai Indek Perkembangan Kecamatan (IPK) tahun 2000 dengan nilai penduga berturut-turut 10,968, 0,941 dan 0,574. Berdasarkan nilai odd ratio resiko konversi penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya pada elevasi < 100 m dpl adalah 57.985,303 kali lebih besar dibandingkan elevasi > 100 m dpl. Faktor elevasi memang sesuai dengan persentase luasan elevasi < 100 m dpl yang besar di Kota Palangka Raya, sementara faktor kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya kehutanan yang dijadikan sebagai areal permukiman mengindikasikan bahwa banyak penggunaan lahan di Kota Palangka Raya yang dibangun tidak sesuai peruntukannya. Wilayah kecamatan di Kota Palangka Raya
yang mempunyai IPK tinggi adalah
kecamatan-kecamatan yang mempunyai luasan penggunaan lahan permukiman yang besar hal ini mengindikasikan bahwa perubahan lahan menjadi permukiman memang di pengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Hasil perhitungan goodness of fit perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memberikan hasil scaled deviance sebesar 0,15, nilai pearson Chi 0,55 dengan nilai loglikelihood -276,902 diartikan bahwa hasil estimasi ini kurang baik atau kurang menggambarkan kondisi yang ada di lapangan tetapi model dikatakan baik mengingat nilai loglikelihood yang sangat kecil. Sementara hasil perhitungan goodness of fit perubahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya memberikan hasil scaled deviance sebesar 0,95, nilai Pearson Chi 0,90 dengan nilai loglikelihood -174,588 diartikan bahwa hasil estimasi ini sama dengan kondisi yang ada di lapangan dan model dikatakan baik mengingat nilai loglikelihood yang sangat kecil.
112
Tabel 58 Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan Statistic of goodness of fit (perubahan hutan – permukiman) Distribution : BINOMIAL Link function : LOGIT Df Stat. STAT Deviance Scaled Deviance Pearson Chi² Scaled P. Chi² Loglikelihood
3659 3659 3659 3659
Stat/Df
553,803 553,803 2018,738 2018,738 -276,902
0,15 0,15 0,55 0,55
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 59 Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya Statistic of goodness of fit (perubahan hutan – permukiman) Distribution : BINOMIAL Link function : LOGIT Df Stat. STAT Deviance 368 349,177 Scaled Deviance 368 349,177 Pearson Chi² 368 330,517 Scaled P. Chi² 368 330,517 Loglikelihood -174,588
Stat/Df 0,95 0,95 0,90 0,90
Sumber : Hasil Analisis
Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan Hutan menjadi Semak Belukar/Tanah Terbuka Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan mempunyai nilai parameter negatif yang berarti menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka sebagaimana yang tersaji pada Tabel 60.
113
Tabel 60 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan Peubah yang mempengaruhi
Nilai penduga ) 3,423
Wald
Nilai p
Intercept 38,656 *0,0000 Jenis Tanah Entisol -2,254 119,014 *0,0000 Histosol -1,828 40,816 *0,0000 Ultisol -3,252 293,358 *0,0000 Inseptisol -2,608 Kemiringan Lereng (%) 0–8 -0,073 0,318 0,5726 >8 – 15 -0,260 2,359 0,1246 >15 – 25 -0,343 5,525 **0,0187 Elevasi (m dpl) < 100 -0,783 12,088 *0,0005 100 – 500 0,477 6,893 **0,0087 500 – 1000 0,406 15,283 *0,0001 Fungsi Kawasan Kaw. Budidaya Non Kehutanan -0,400 15,283 *0,0001 Kaw. Budidaya Kehutanan -0,161 3,000 0,0850 Jarak ke Ibukota Kabupaten 0,024 46,341 *0,0000 Kerapatan Jalan Kecamatan -0,286 38,294 *0,0000 Kerapatan Penduduk (Jiwa/Km2) 0,082 5,998 *0,0143 Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % (0,01) dan ** Nyata pada taraf α = 5 % (0,05) Sumber : Hasil Analisis
Exp(B) = odd ratio
0,105 0,161 0,039 0,930 0,771 0,710 0,457 1,611 1,500 0,670 0,851 1,024 0,751 1,085
Tabel 60 memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan dengan nilai penduga negatif adalah kemiringan lereng > 15 – 25 %, elevasi < 100 m dpl, kawasan budidaya non kehutanan dan kerapatan jalan kecamatan dengan nilai penduga berturut-turut -0,343, -0,783, -0,400 dan -0,286.
Berdasarkan nilai odd ratio didapatkan resiko konversi
penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka pada kemiringan lereng >15-25 % adalah 0,710 kali lebih kecil dibandingkan kemiringan > 25 %, elevasi < 100 m dpl adalah 0,457 kali lebih kecil dibandingkan elevasi > 1000 m dpl dan kawasan budidaya non kehutanan adalah 0,670 kali lebih kecil dibandingkan dengan kawasan lindung.
Faktor jenis tanah baik yang bersifat
nyata maupun tidak terukur mempunyai nilai negatif sehingga faktor jenis tanah ini tidak dapat dijadikan sebagai faktor penduga bertambah atau berkurangnya peluang perubahan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka. Hasil ini sejalan dengan pendapat Gaona et al (2000) yang mengemukakan bahwa faktor kelas lereng lebih berpengaruh terhadap deforestasi dibandingkan faktor jenis tanah. Faktor-faktor yang meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan
114
hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka adalah elevasi 100-500 m dpl, elevasi 500-1000 m dpl, jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan penduduk kecamatan dengan nilai penduga berturut-turut 0,477, 0,406, 0,024 dan 0,082.
Resiko
konversi penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka berdasarkan nilai odd ratio pada elevasi 100-500 m dpl dan 500-1000 m dpl adalah 1,611 dan 1,500 kali lebih besar dibandingkan elevasi lebih dari 1000 m dpl. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas dapat dikatakan bahwa semakin rendah elevasi resiko perubahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka semakin tinggi, begitu pula dengan jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan penduduk kecamatan, dimana semakin jauh jarak dari ibukota kabupaten dan semakin rapat penduduk suatu kecamatan resiko merubah hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka meningkat. Berdasarkan nilai intersep yang bernilai positif dan berpengaruh nyata dapat diinterpretasikan bahwa peluang perubahan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka akan meningkat sebesar 3,423 walaupun faktor-faktor fisik, sosial ekonomi maupun kebijakan bersifat tetap. Tabel 61 Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kota Palangka Raya Peubah yang mempengaruhi
Nilai penduga (B)
Wald
Nilai p
Jenis Tanah Entisol -0,249 0,229 0,6321 Inseptisol -0,972 1,577 0,2091 Elevasi (m dpl) < 100 1,926 5,107 **0,0238 100 – 500 -0,748 2,003 0,1570 Fungsi Kawasan Kaw. Budidaya Kehutanan 0,586 22,587 *0,0000 Jarak ke Ibukota Kabupaten 0,031 7,268 *0,0070 Kerapatan Jalan Kecamatan -0,570 4,078 **0,0434 Keterangan : * Nyata pada taraf α = 1 % (0,01) dan ** Nyata pada taraf α = 5 % (0,05) Sumber : Hasil analisis
Exp(B) = odd ratio 0,779 0,378 6,863 0,473 1,797 0,969 0,565
Tabel 61 memperlihatkan faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kota Palangka Raya adalah kerapatan jalan kecamatan dengan nilai penduga -0,570. Faktor-faktor yang meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka adalah elevasi < 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan budidaya kehutanan dan jarak ke ibukota dengan nilai penduga
115
berturut-turut 1,926, 0,586 dan 0,031.
Besarnya resiko konversi perubahan
penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka yang ditunjukkan dari nilai odd ratio didapatkan bahwa elevasi < 100 m dpl mempunyai resiko 6,863 kali lebih besar dibandingkan elevasi > 500 m dpl dan kebijakan penggunaan lahan budidaya kehutanan mempunyai resiko konversi 1,797 kali lebih besar dibandingkan pada kawasan non budidaya kehutanan. Hasil perhitungan goodness of fit perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memberikan hasil scaled deviance sebesar 1,16 dan 1,22, nilai Pearson Chi 0,98 dan 1,13 dengan nilai loglikelihood -3.054,56 dan -331,47 diartikan bahwa hasil estimasi ini hampir sama dengan kondisi yang ada di lapangan dan model dikatakan baik mengingat nilai loglikelihood yang sangat kecil. Tabel 62 Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan Statistic of goodness of fit (perubahan hutan – semak belukar/tanah terbuka) Distribution : BINOMIAL Link function : LOGIT Df Stat. Stat/Df STAT Deviance Scaled Deviance Pearson Chi² Scaled P. Chi² Loglikelihood
5.329 5.329 5.329 5.329
6.207,80 6.207,80 5.247,06 5.247,06 -3.103,90
1,16 1,16 0,98 0,98
Sumber : Hasil Analisis
Tabel 63 Perhitungan goodness of fit faktor yang mempengaruhi perubahan penggunan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kota Palangka Raya Statistic of goodness of fit (perubahan hutan – semak belukar/tanah terbuka) Distribution : BINOMIAL Link function : LOGIT Df Stat. Stat/Df STAT Deviance 545 662,955 Scaled Deviance 545 662,955 Pearson Chi² 545 615,200 Scaled P. Chi² 545 615,200 Loglikelihood -331,477 Sumber : Hasil Analisis
1,22 1,22 1,13 1,13
116
Tabel 64 memperlihatkan variabel-variabel yang konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya. Tabel 64 Faktor-faktor penyebab utama perubahan penggunaan lahan hutan No 1
Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian
2
Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman
3
Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka
Faktor-faktor Penyebab Di Kabupaten Katingan : Kemiringan lereng, jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan jalan kecamatan (+) Kepadatan penduduk kecamatan Di Kota Palangka Raya : (+) Kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya kehutanan (-)
Di Kabupaten Katingan : (-) Elevasi 100-500 m dpl Di Kota Palangka Raya : (+) Elevasi < 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya kehutanan dan IPK tahun 2000.
Di Kabupaten Katingan (-) Kemiringan lereng >15-25 %, elevasi < 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya non kehutanan dan kerapatan jalan kecamatan (+) Elevasi 100-1000 m dpl, jarak ke ibukota kabupaten dan kepadatan penduduk kecamatan Di Kota Palangka Raya (-) Kerapatan jalan kecamatan (+) Elevasi < 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya kehutanan dan jarak ke ibukota Keterangan : (-) : Faktor yang menurunkan perubahan penggunaan lahan hutan (+) : Faktor yang meningkatkan perubahan penggunaan lahan hutan
Peubah-peubah yang mempunyai pengaruh nyata sebagai faktor yang menurunkan
peluang terjadinya perubahan lahan hutan menjadi pertanian di
Kabupaten Katingan adalah kemiringan lereng 15 – 25 %, jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan jalan kecamatan, sementara kepadatan penduduk kecamatan merupakan faktor yang meningkatkan peluang perubahan lahan hutan menjadi pertanian. Faktor yang secara nyata mempengaruhi peningkatan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kota Palangka Raya yaitu kebijakan penggunaan lahan budidaya kehutanan dan elevasi < 100 m dpl. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi meningkatnya peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan adalah elevasi > 100 – 500 m dpl, sementara tidak ada faktor yang bersifat menurunkan
117
peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman di Kabupaten Katingan. Di Kota Palangka Raya faktor-faktor yang berpengaruh nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman adalah elevasi kurang dari 100 mdpl, kebijakan penggunaan lahan dan Indeks Perkembangan Kecamatan tahun 2000, faktor yang berpengaruh nyata menurunkan peluang perubahan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya tidak ada. Faktor-faktor
yang
secara
nyata
menurunkan
peluang
perubahan
penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan adalah kemiringan lereng > 15 – 25 %, elevasi < 100 m dpl, kebijakan penggunaan lahan kawasan budidaya non kehutanan dan kerapatan jalan kecamatan, sementara faktor yang berpengaruh nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan adalah elevasi > 100 m dpl, jarak ke ibukota kabupaten dan kerapatan penduduk kecamatan. Faktor-faktor yang secara nyata menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka di Palangka Raya adalah kerapatan jalan kecamatan, sementara kebijakan penggunaan lahan, elevasi dan jarak ke ibukota merupakan faktor-faktor yang secara nyata meningkatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka. Tabel 64 tersebut di atas secara ringkas juga memperlihatkan bahwa di Kabupaten Katingan sebagian besar faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pengggunaan lainnya adalah faktor fisik lahan seperti kemiringan lereng dan elevasi. Sementara di Kota Palangka Raya faktor kebijakan penggunaan lahan merupakan variabel yang cukup konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya. Berdasarkan kelompok peubah ternyata variabel fisik lahan merupakan faktor yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya diikuti variabel kebijakan penggunaan lahan dan terakhir adalah variabel sosial ekonomi.
118
Peluang
Perubahan
Penggunaan
Lahan
Hutan
Menjadi
Pertanian,
Permukiman atau Semak Belukar/Tanah Terbuka Hasil analisis binomial logit dapat dipetakan menjadi peta peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka sebagaimana disajikan pada Gambar 31, 32 dan 33. Gambar 31 memperlihatkan peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian dengan peluang rendah, sedang dan tinggi dan kisaran peluangnya berturut-turut > 0 - 0,15, 0,15-0,49 dan > 0,49-0,99. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya sebagian besar adalah masuk ke dalam kriteria peluang rendah. Adapun kecamatan yang memiliki peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian dengan peluang perubahan tinggi di Kabupaten Katingan adalah Kecamatan Katingan Hilir, Tewang Sanggalang Garing, Tasik Payawan dan Katingan Kuala. Sementara Kecamatan Katingan Tengah yang mengalami peningkatan tanaman tahunan yang cukup besar terutama setelah tahun 2000 memiliki peluang perubahan hutan menjadi pertanian rendah sampai sedang, tetapi secara spasial luasannya cukup besar. Di Kota Palangka Raya peluang perubahannya menyebar di seluruh wilayah kecamatan dengan kelas peluang rendah sampai dengan sedang. Peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman mempunyai selang peluang perubahan dari rendah sampai tinggi, dimana nilainya berturut-turut >0-0,18, 0,18-0,55 dan > 0,55-0,99 sebagaimana yang tersaji pada Gambar 32. Secara spasial dengan menggunakan skala peta yang ada terlihat bahwa peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman cukup sulit dilihat mengingat luasannya yang sangat kecil. Hal ini memang terkait dengan rasio jumlah penduduk terhadap luasan wilayah yang sangat rendah baik itu di Kabupaten Katingan maupun Kota Palangka Raya. Peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi permukiman di Kota Palangka Raya yang terlihat adalah di Kecamatan Jekan Raya dan Bukit Batu dengan kriteria peluang perubahan tinggi, sementara di Kecamatan Rakumpit mempunyai peluang perubahan dengan kriteria sedang.
119
Peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka disajikan pada Gambar 33 dengan peluang perubahan dari rendah sampai tinggi dan besarnya selang peluang berturut-turut adalah >0-0,04, ≥ 0,04-0,18 dan >0,18-0,99. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka menyebar di seluruh kecamatan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya dengan peluang perubahan dominan adalah masuk kriteria rendah.
Di
Kabupaten Katingan hampir semua wilayah yang mengalami perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka adalah masuk ke dalam kriteria rendah.
Sementara di Kota Palangka Raya, kecamatan yang
mempunyai peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka yang masuk kriteria sedang dengan luasan cukup besar adalah Kecamatan Rakumpit.
Sementara yang masuk kriteria peluang tinggi
adalah Kecamatan Rakumpit, Bukit Batu dan Sebangau.
120
Gambar 31 Peta peluang perubahan hutan menjadi pertanian Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006.
121
Gambar 31 Peta peluang perubahan hutan menjadi permukiman Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006.
122
Gambar 31 Peta peluang perubahan hutan menjadi semak belukar/tanah terbuka Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990-2006.
123
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan analisis perubahan penggunaan lahan wilayah di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya pada periode tahun 1990 – 2006 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1.
Penggunaan lahan hutan mendominasi penggunaan lahan di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya dengan kecenderungan terus menurun, dimana dari tahun 1990–2006 pengurangan penggunaan lahan hutan di Kabupaten Katingan mencapai 15 %. Di sisi lain penggunaan lahan yang mengalami peningkatan adalah tanaman tahunan 313,2 %, permukiman 582,1 %, pertanian pangan lahan kering 10,3 % dan semak belukar 72,5 %. Sementara di Kota Palangka Raya penggunaan lahan hutan mengalami penurunan luasan sebesar 25,8 %. Penggunaan lahan yang lain mengalami peningkatan yaitu tanaman tahunan 13,0 %, permukiman 427,8 %, pertanian pangan lahan kering 11,1 % dan semak belukar/tanah terbuka 82,6 %.
2.
Struktur luas penggunaan lahan di Kabupaten Katingan periode tahun 1990 – 2006 tidak mengalami perubahan urutan yaitu hutan, semak belukar/tanah terbuka, tanaman tahunan, pertanian pangan lahan kering dan permukiman, sementara di Kota Palangka Raya sejalan dengan perkembangan wilayahnya terjadi perubahan urutan luas penggunaan lahan terutama penggunaan lahan permukiman yang meningkat dengan pesat.
3.
Berdasarkan salah satu indikator perkembangan wilayah, Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya memiliki perkembangan wilayah yang cenderung
meningkat
ditandai
dengan
meningkatnya
Perkembangan Kecamatan (IPK) setelah otonomi daerah.
Nilai
Indeks
Di Kabupaten
Katingan perkembangan wilayah tidak mempunyai hubungan yang erat dengan dinamika penggunaan lahan sebaliknya perkembangan wilayah Kota Palangka Raya mempunyai hubungan yang erat dengan dinamika penggunaan lahan di wilayah tersebut.
124
4.
Faktor fisik lahan merupakan variabel yang paling konsisten mempengaruhi perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya diikuti faktor kebijakan penggunaan lahan dan faktor sosial ekonomi.
5.
Secara spasial peluang perubahan penggunaan lahan hutan menjadi pertanian, permukiman atau semak belukar/tanah terbuka di Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya sebagian besar adalah masuk ke dalam kriteria peluang perubahan rendah diikuti peluang perubahan tinggi dan sedang. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan telah terjadi
perubahan penggunaan lahan di seluruh wilayah Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya.
Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah
daerah agar tidak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan, untuk itu disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1.
Penempatan setiap aktivitas pembangunan secara tepat dan akurat didasarkan pada potensi dan keunggulan masing-masing wilayah sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam yang terus mengalami penurunan.
2.
Peningkatan meningkatkan
pembangunan aksesibilitas
sarana dan
perhubungan/jalan
keterkaitan
antar
untuk
wilayah
lebih
sehingga
pemerataan pembangunan dapat tercapai. 3.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan di kedua wilayah tersebut
mengenai
prediksi penggunaan lahan ke depan sehingga penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi dapat dipantau secara dini.
125
DAFTAR PUSTAKA Agresti A. 1990. Categorical Data Analysis. John Wiley and Sons, Inc. USA. Andriyani. 2007. Dinamika Spasial Perubahan penggunaan Lahan dan Faktorfaktor Penyebabnya di Kabupaten Serang Provinsi Banten. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Barus B dan Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi. Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. 1991. Kalimantan Tengah dalam Angka. Palangka Raya. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Tengah. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur. 1996. Kotawaringin Timur dalam Angka. Sampit. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kota waringin Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur. 2003. Katingan dalam Angka. Sampit. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur. [BPS] Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya. 2006. Kota Palangka Raya dalam Angka. Palangka Raya. Badan Pusat Statistik Kota Palangka Raya. Carolita I. 2005. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Jabotabek. [Tesis] Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Dahuri R dan Nugroho I. 2004. Pembangunan Wilayah : Perspektif Ekonomi Sosial dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1976. A Frame Work for Land Evaluation. FAO Soil Bull. No. 32, Rome, 72 p; and ILRI Publication No. 22 Wageningen. 87 p. Firdaus M. Aplikasi Metode Kuantitatif Terpilih untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor. IPB Press. Gaona-Ochoa S, Gonzales-Espinosa M. 2000. Land Use and Deforestation in The Highlands of Chiapas, Mexico. Applied Geography 20 (2000) 17-42. 0143-6228/00/$-see front matter © 2000 Elsevier Science Ltd. Hardjowigeno S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta. Akademika Pressindo.
126
Irianto G. 2004. Alih Fungsi Lahan : Dampaknya Terhadap Produksi Air DAS dan Banjir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian. Jaya INS. 2009. Analisis Citra Digital : Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Fakultas Kehutanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Jansen JR. 1996. Introduction Digital Image Processing, A Remote Sensing Perspective 2nd Edition, Prentice-Hall, Inc. USA. Lillesand MT, Kiefer RW. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Lo CP. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta : UI-Press. Muis A. 2009. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi. [Tesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Munibah K, 2008. Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten). [Disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Nagashima K, Sand R, Whyte A.G.D, Bilek E.M, Nakagoshi N. 2002. Regional Landscape Change as a Consequence of Plantation Forestry Expansion : an Example in the Nelson Region, New Zealand. Forest Ecolgy and Management 163 (2002) 245-261. Elsevier. Petit C, Scudder T, and Lambin E. 2001. Quantifying Processes of Land-Cover Change by Remote Sensing : Resettlement and Rapid Land-Cover Changes in South-Eastern Zambia. International Journal Remote Sensing Vol:22 No:17, 3435-3456 Prahasta E. 2005. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Penerbit Informatika. Purwadhi HSF. 2001. Interpretasi Citra Digital. Widiasarana Indonesia.
Jakarta : PT. Gramedia
Rustiadi E. 2001. Alih Fungsi Lahan dalam Perspektif Perdesaan. Makalah disampaikan pada Lokakarya Penyusunan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Lingkungan Kawasan Perdesaan pada tanggal 10-11 Mei 2001 di Cibogo Bogor. Rustiadi E et al. 2002. Kajian Pemanfaatan Ruang Jabotabek. Bogor : Lembaga Penelitian IPB bekerja sama dengan Bappeda Propinsi DKI Jakarta.
127
Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Saefulhakim S, Panuju DR, Rustiadi E, Suryaningtyas DT. 1999. Pengembangan Model Sistem Interaksi Antar Aktifitas Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Seminar BPPT. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Saefulhakim S. 2005. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi Wilayah. Bogor. PS Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor. Sutanto. 1996. Penginderaan Jauh untuk Penggunaan Lahan. Geografi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Fakultas
Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah: Edisi Revisi. PT. Bumi Aksara.
Jakarta :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Setneg: Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman. Biro Hukum dan Perundang-undangan : Jakarta. Vagen TG. 2006. Remote Sensing of Complex Land Use Change Trajectories a Case Study from the Highlands of Madagascar. Agriculture, Ecosystem and Environment 115 (2006) 219-228. Elsevier. Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika: Edisi ke-3. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Winoto J, Selari M, Saefulhakim S, Santoso DA, Achsani NA dan Panuju DR. 1996. Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Bogor : Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Pertanahan BPN. Yunus HS. 1987. Geografi Permukiman dan Permasalahan Permukiman di Indonesia. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
128
LAMPIRAN
129
Lampiran 1 Tanggal akuisisi citra Landsat tahun 1990, 2000 dan 2006 Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Path/Row
Tahun 1990
118/061 118/062 119/060 119/061 119/062 120/060 120/061
Tanggal Akuisisi Citra Tahun 2000
Tahun 2006
16 Juli 2000 16 Juli 2000 26 Nop 2000 26 Nop 2000 15 Jan 2000 1 Juli 2001 14 Mei 2001
3 Sep 2006 3 Sep 2006 29 Jan 2006 29 Jan 2006 29 Jan 2006 2 Juli 2007 2 Juli 2007
1 Maret 1990 28 Maret 1990 11 Des 1990 7 Feb 1990 7 Feb 1990 24 Mei 1990 24 Mei 1990
Hutan
Tan.Tahunan
Permukiman
Pertanian lhn Kering
Semak belukar/ tan. terbuka
Tubuh Air
Reference Totals
Classified Totals
Number Correct
Producers Accuracy
User Accuracy
Kappa
Background Hutan Tan. Tahunan Permukiman Pertanian lhn kering Semak belukar/tan.terbuka Tubuh air Total
Background
Lampiran 2 Akurasi dan nilai kappa klasifikasi terbimbing (supervised classification) citra mozaik Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 1990
0 0 0 0 0 0
0 11 0 0 0 0
0 1 4 0 0 0
0 0 0 7 0 0
0 1 2 0 7 3
0 1 0 0 1 15
0 0 0 0 0 1
0 11 5 7 13 17
0 14 6 7 8 19
0 11 4 7 7 15
-100,00 % 80,00 % 100,00 % 53,85 % 88,24 %
-78,57 % 66,67 % 100,00 % 87,50 % 78,95 %
-0,7421 0,6389 1,0000 0,8438 0,7149
0 0
0 11
0 5
0 7
0 13
0 17
11 12
12 65
11 65
11 55
91,67 %
100,00 %
1,0000
Overall Classification Accuracy = 84,62 % Overall Kappa Statistics = 0,8107
Semak belukar/ tan. terbuka
Tubuh Air
0 0 9 0 0 0
0 0 0 15 1 6
0 0 1 0 11 2
0 2 1 1 0 45
0 1 1 0 0 1
0 35 12 16 12 55
0 33 9 24 14 50
0 32 9 15 11 45
-96,97% 100,00% 62,50% 78,57 % 90,00%
-91,43% 75,00% 93,75% 91,67% 81,82%
-0,8890 0,7335 0,9251 0,9078 0,7225
0 0
0 33
0 9
2 24
0 14
1 50
12 15
15 145
15 145
112 124
80,00%
80,00%
0,7769
Overall Classification Accuracy = 85,52 % Overall Kappa Statistics = 0,8124
Kappa
Pertanian lhn Kering
0 32 0 0 0 1
User Accuracy
Permukiman
0 0 0 0 0 0
Producers Accuracy
Tan.Tahunan
Number Correct
Hutan
Classified Totals
Background Background Hutan Tan. Tahunan Permukiman Pertanian lhn kering Semak belukar/tan.terbuka Tubuh air Total
Reference Totals
Lampiran 3 Akurasi dan nilai kappa klasifikasi terbimbing (supervised classification) citra mozaik Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2000
130
Tan.Tahunan
Permukiman
Pertanian lhn Kering
Semak belukar/ tan. terbuka
Tubuh Air
Reference Totals
Classified Totals
Number Correct
Producers Accuracy
User Accuracy
4 0 0 0 0 0
0 27 1 0 0 3
0 1 16 0 0 3
0 1 0 60 0 2
0 0 1 0 12 2
0 1 0 5 1 59
0 0 0 2 0 2
4 31 20 65 15 67
4 30 18 67 13 71
4 27 16 60 12 59
-87,10% 80,00% 92,31% 80,00% 88,06%
-90,00% 88,89% 89,55% 92,31% 83,10%
10 0,8852 0,8788 0,8569 0,9180 0,7659
0 4
0 31
0 20
2 65
0 15
1 67
35 39
39 241
38 241
35 213
89,74%
92,11%
0,9058
Kappa
Hutan
Background Hutan Tan. Tahunan Permukiman Pertanian lhn kering Semak belukar/tan.terbuka Tubuh air Total
Background
Lampiran 4 Akurasi dan nilai kappa klasifikasi terbimbing (supervised classification) citra mozaik Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya tahun 2006
Overall Classification Accuracy = 88,38 % Overall Kappa Statistics = 0,8533
Lampiran 5 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1990 - 2000 menurut kecamatan di Kabupaten Katingan Kecamatan Katingan Kuala Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
39.098
1.542
9
1.388
26.015
-
68.052
77 1.373
39 66
18 -
151 9.960
490 6.465
-
757 18 17.864
1.601
234
21
4.952
24.114
1.222
32.144
42.149
1.881
48
16.451
2.163 59.247
3.433 4.655
5.596 124.431
Kecamatan Mendawai Perubahan Pengggunaan Hutan T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Lahan 1990 - 2000 T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka (Ha) Hutan 166.108 1.029 472 15.973 T anaman T ahunan 479 75 33 406 Permukiman 56 Pertanian Pangan 826 533 34 2.831 919 Lahan Kering Semak Belukar/ 15.770 2.871 153 3.854 11.479 819 T anah T erbuka T ubuh Air 57 2.623 Jumlah Tahun 183.183 4.508 243 7.190 28.834 3.442 2000
Jumlah Tahun 1990 183.582 993 56 5.143 34.946 2.680 227.400
131
Kecamatan Kamipang Perubahan Pengggunaan Hutan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan 232.185 T anaman T ahunan 409 Permukiman Pertanian Pangan 2.736 Lahan Kering Semak Belukar/ 13.271 T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 248.601 2000
T anaman T ahunan
Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Lahan Kering T anah T erbuka
76 74 2.386
3 76 38
43 13 478
18.698 324 4.082
-
1.306
18
199
18.262
2.391
3.842
135
733
777 42.143
15.455 17.846
Jumlah Tahun 1990 251.005 820 76 9.720 35.447 16.232 313.300
Kecamatan Tasik Payawan Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
52.734 519 1.128
645 158 174
29 -
1.213 57 163
17.346 957 778
-
3.941
745
4
382
6.455
250
58.322
1.722
33
1.815
113 25.649
1.759 2.009
Jumlah Tahun 1990 71.938 1.691 29 2.243 11.777 1.872 89.550
Kecamatan Katingan Hilir Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan
Lahan Kering
T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
27.657 881 529
1.058 271 8
91 2 164 10
153 20
23.651 418 150
-
52.610 1.572 164 717
2.342
244
258
50
3.209
137
6.240
31.409
1.581
525
223
76 27.504
1.261 1.398
1.337 62.640
132
Lampiran 5 Lanjutan Kecamatan Tewang Sanggalang Garing Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar / T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
Jumlah Tahun 1990
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
31.983 186 808
669 22 42
31 26 26
323 50 783
19.581 474 1.322
-
52.587 732 26 2.981
717
37
9
174
3.897
96
4.930
33.694
770
92
1.330
67 25.341
867 963
934 62.190
Kecamatan Pulau Malan Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
52.323 381 2.425
966 62 235
122 39 56
823 15 1.479
27.774 315 2.827
-
82.008 773 39 7.022
2.979
107
27
259
3.670
16
7.058
58.108
1.370
244
2.576
94 34.680
1.716 1.732
1.810 98.710
Kecamatan Katingan Tengah Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
57.257 955 364
4.562 120 6
120 6 64 98
2.876 222 957
31.978 1.181 817
-
96.793 2.484 64 2.242
4.999
103
166
5.869
9.603
173
20.913
63.575
4.791
454
9.924
70 43.649
1.334 1.507
1.404 123.900
133
Lampiran 5 Lanjutan Kecamatan Sanaman Mantikei Perubahan Pengggunaan Hutan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan 312.588 T anaman T ahunan 964 Permukiman Pertanian Pangan 2.434 Lahan Kering Semak Belukar/ 19.432 T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 335.418 2000
T anaman T ahunan
Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
166 21 24
268 12 115 31
3.850 97 701
15.714 228 1.246
-
332.586 1.322 115 4.436
59
281
6.616
10.655
233
37.276
270
707
11.264
161 28.004
1.904 2.137
2.065 377.800
Kecamatan Marikit Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
178.046 1.095 1.165
52 3 -
72 3 40 12
4.374 66 708
17.157 387 2.799
-
199.701 1.554 40 4.684
15.060
29
9
1.959
14.645
166
31.868
195.366
84
136
7.107
256 35.244
1.097 1.263
1.353 239.200
Kecamatan Katingan Hulu Perubahan Pengggunaan
Jumlah Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air
Lahan 1990 - 2000
T ahunan
Lahan Kering
T anah T erbuka
Tahun 1990
(Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan
175.349
100
32
6.130
54.056
-
235.667
428 -
2
-
86
481
-
997
-
10
-
-
-
10
209
-
-
148
1.436
-
1.793
10.815
4
16
1.631
22.272
166
34.904
-
-
-
-
182
447
629
186.801
106
58
7.995
78.427
613
274.000
Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
134
Lampiran 6 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 menurut kecamatan di Kabupaten Katingan Kecamatan Katingan Kuala Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman T ahunan
Jumlah Tahun 2000
Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Lahan Kering T anah T erbuka
32.277 272 368
21 6 11
5 2 48 -
847 90 9.447
9.054 1.520 7.100
-
42.204 1.890 48 16.926
9.500
41
5
7.870
38.736
3.095
59.247
42.417
79
60
18.254
994 57.404
3.122 6.217
4.116 124.431
Kecamatan Mendawai Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman T ahunan
Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering
Semak Belukar/ T ubuh Air T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
160.143 1.432 472
618 190 18
10 50 243 10
41 224 2.545
22.197 2.705 4.089
-
183.009 4.601 243 7.134
7.534
102
75
1.237
19.708
178
28.834
169.581
928
388
4.047
916 49.615
2.663 2.841
3.579 227.400
Kecamatan Kamipang Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan T ahunan Lahan Kering
Semak Belukar/ T ubuh Air T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
234.656 370 72
674 949 34
16 48 135 2
520 742 32
12.997 1.759 189
-
248.863 3.868 135 329
9.456
895
20
785
30.240
747
42.143
244.554
2.552
221
2.079
2.051 47.236
15.911 16.658
17.962 313.300
135
Lampiran 6 Lanjutan Kecamatan Tasik Payawan Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
46.823 333 459
1.321 386 4
33 -
528 146 255
9.623 853 997
-
58.295 1.718 33 1.715
5.174
1.250
36
1.558
17.451
180
25.649
52.789
2.961
69
2.487
348 29.272
1.792 1.972
2.140 89.550
Kecamatan Katingan Hilir Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
Jumlah T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Tahun T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka 2000
19.362 518 49
1.841 240 25
142 58 525 15
72 33 5
9.979 725 117
-
31.396 1.574 525 211
3.809
929
451
440
21.788
87
27.504
23.738
3.035
1.191
550
200 32.809
1.230 1.317
1.430 62.640
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
Kecamatan Tewang Sanggalang Garing Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
30.079 192 344
418 68 146
5 92 19
655 131 575
2.463 375 210
-
33.620 766 92 1.294
7.360
1.190
125
1.862
13.933
871
25.341
37.975
1.822
241
3.223
102 17.083
975 1.846
1.077 62.190
136
Lampiran 6 Lanjutan Kecamatan Pulau Malan Perubahan Pengggunaan Hutan T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Lahan 2000-2006 T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka (Ha) Hutan 48.504 736 4 3.136 5.711 T anaman T ahunan 680 70 379 244 Permukiman 244 Pertanian Pangan 318 200 1.515 433 Lahan Kering Semak Belukar/ 7.470 2.708 4 4.479 19.972 47 T anah T erbuka T ubuh Air 35 1.821 Jumlah Tahun 56.972 3.714 252 9.509 26.395 1.868 2006
Jumlah Tahun 2000 58.091 1.373 244 2.466 34.680 1.856 98.710
Kecamatan Katingan Tengah Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
37.453 161 1.004
19.634 4.126 1.112
46 454 39
1.337 385 3.806
5.047 121 3.957
-
63.517 4.793 454 9.918
8.289
10.000
94
2.692
22.325
249
43.649
46.907
34.872
633
8.220
63 31.513
1.506 1.755
1.569 123.900
Kecamatan Sanaman Mantikei Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
312.981 108 2.525
624 2 465
20 707 100
2.938 8 3.152
19.076 152 5.038
-
335.639 270 707 11.280
11.861
927
155
2.827
12.112
122
28.004
327.475
2.018
982
8.925
192 36.570
1.708 1.830
1.900 377.800
137
Lampiran 6 Lanjutan Kecamatan Marikit Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
181.744 26
705 -
2.228
Jumlah Tahun 2000
983 -
11.906 55
-
198
5 136 10
547
4.164
-
195.343 81 136 7.147
11.260
1.073
97
2.272
20.144
398
35.244
195.258
1.976
248
3.802
58 36.327
1.191 1.589
1.249 239.200
Kecamatan Katingan Hulu Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
157.244 76 2.982
500 3 107
58 -
1.620 3 202
27.112 22 4.689
-
186.476 104 58 7.980
26.989
1.857
2
1.609
47.728
242
78.427
187.291
2.467
60
3.434
356 79.907
599 841
955 274.000
138
Lampiran 7 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 1990-2000 menurut kecamatan di Kota Palangka Raya Kecamatan Sebangau Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
30.258 185 13
268 190 60
14 22 145 -
55 33
10.794 945 188
-
41.389 1.342 145 294
720
328
497
94
8.429
573
10.641
31.176
846
678
182
2.862 23.218
2.947 3.520
5.809 59.620
Kecamatan Pahandut Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
116 131 238
30 156 394
13 56 714 29
108
195 753 611
-
354 1.096 714 1.380
1.104
1.263
515
191
4.043
341
7.457
1.589
1.843
1.327
299
76 5.678
693 1.034
769 11.770
Kecamatan Jekan Raya Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
12.121 209 16
775 644 141
55 187 1.068 38
105 123 99
9.296 1.515 401
-
22.352 2.678 1.068 695
478
748
1.210
305
4.509
78
7.328
12.824
2.308
2.558
632
558 16.279
361 439
919 35.040
139
Lampiran 7 Lanjutan Kecamatan Bukit Batu Perubahan Pengggunaan Hutan T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air Lahan 1990 - 2000 T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka (Ha) Hutan 23.838 1.543 80 61 16.590 T anaman T ahunan 243 499 24 30 1.870 Permukiman 315 Pertanian Pangan 60 183 180 564 484 Lahan Kering Semak Belukar/ 1.205 838 329 296 7.094 188 T anah T erbuka T ubuh Air 64 772 Jumlah Tahun 25.346 3.063 928 951 26.102 960 2000
Jumlah Tahun 1990 42.112 2.666 315 1.471 9.950 836 57.350
Kecamatan Rakumpit Perubahan Pengggunaan Lahan 1990 - 2000 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2000
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 1990
77.101 63 211
276 68 325
71 1 47 10
168 7 85
11.990 167 916
-
89.606 306 47 1.547
4.874
917
23
174
5.521
227
11.736
82.249
1.586
152
434
206 18.800
952 1.179
1.158 104.400
140
Lampiran 8 Matrik perubahan penggunaan lahan tahun 2000-2006 menurut kecamatan di Kota Palangka Raya Kecamatan Sebangau Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
Jumlah Tahun 2000
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
29.280 42 -
76 74 2
28 68 678 41
171 138 21
2.005 625 187
-
31.560 947 678 251
1.145
426
886
1.308
16.961
2.492
23.218
30.467
578
1.701
1.638
1.649 21.427
1.417 3.909
3.066 59.720
Kecamatan Pahandut Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
751 33 -
148 516 3
20 310 1.327 105
61 395 103
597 605 9
-
1.577 1.859 1.327 220
131
183
840
260
3.608
656
5.678
915
850
2.602
819
254 5.073
855 1.511
1.109 11.770
Kecamatan Jekan Raya Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
11.760 210 -
171 751 59
3 278 2.558 400
19 446 41
963 689 123
-
12.916 2.374 2.558 623
801
1.238
2.475
899
10.716
150
16.279
12.771
2.219
5.714
1.405
74 12.565
216 366
290 35.040
141
Lampiran 8 Lanjutan Kecamatan Bukit Batu Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
Jumlah Tahun 2000
21.165 394 1
456 822 175
30 928 190
83 305 213
3.279 1.467 372
-
24.983 3.018 928 951
2.663
1.647
509
664
20.067
552
26.102
24.223
3.100
1.657
1.265
367 25.552
1.001 1.553
1.368 57.350
Kecamatan Rakumpit Perubahan Pengggunaan Lahan 2000-2006 (Ha) Hutan T anaman T ahunan Permukiman Pertanian Pangan Lahan Kering Semak Belukar/ T anah T erbuka T ubuh Air Jumlah Tahun 2006
Hutan
T anaman Permukiman Pertanian Pangan Semak Belukar/ T ubuh Air T ahunan Lahan Kering T anah T erbuka
72.877 473
898 327
13
Jumlah Tahun 2000
174 18
8.170 773
-
56
10 4 152 20
178
123
-
82.129 1.595 152 390
3.982
1.336
221
470
12.047
744
18.800
77.345
2.617
407
840
299 21.412
1.035 1.779
1.334 104.400
142
Lampiran 9 Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 1990 2000 Kabupaten Katingan 9. a. Perubahan hutan menjadi penggunaan lainnya Perubahan Hutan ke- (Ha) No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
Smk/
T hn 1
Katingan Hulu
-
2
Marikit
-
3
Sanaman Mantikei
-
4
Katingan T engah
-
5
Pulau Malan
-
6
T wg S. Garing
7
Katingan Hilir
8 9
Luas
PPlk
Jumlah
Kecamatan
T an.T bk
100
LQ
(Ha)
32
6.130
54.056
60.704
274.000
1,46
52
72
4.374
17.157
21.761
239.200
0,60
166
268
3.850
15.714
20.105
377.800
0,35
4.562
120
2.876
31.078
38.743
123.900
2,06
966
122
823
27.774
29.758
98.710
1,98
-
669
31
323
19.581
20.690
62.190
2,19
-
1.058
91
153
23.651
25.065
62.640
2,63
T asik Payawan
-
645
-
1.213
17.346
19.314
89.550
1,42
Kamipang
-
76
3
43
18.698
19.721
313.300
0,41
10 Mendawai
-
1.029
-
472
15.973
17.684
227.400
0,51
11 Katingan Kuala
-
1.542
9
1.388
26.015
29.436
124.431
1,56
-
10.865
748
21.645
267.043
302.981
1.993.121
Jumlah
9.b.
Perubahan lahan menjadi tanaman tahunan Perubahan Lahan Menjadi T anaman T ahunan (Ha)
No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
PPlk
T hn 1
Katingan Hulu
2
Marikit
3
Sanaman Mantikei
4
Katingan T engah
5
Smk/
Luas Jumlah
T an.T bk
Kecamatan
LQ
(Ha)
100
-
-
-
4
104
274.000
0,04
52
-
-
-
29
81
239.200
0,03
166
-
-
24
59
249
377.800
0,06
4.562
-
-
6
103
4.671
123.900
3,71
Pulau Malan
966
-
-
235
107
1.311
98.710
1,31
6
T wg S. Garing
669
-
-
42
37
748
62.190
0,13
7
Katingan Hilir
1.058
-
-
8
244
1.316
62.640
0,42
8
T asik Payawan
645
-
-
174
745
1.568
89.550
0,86
9
Kamipang
76
-
-
2.386
1.306
3.810
313.300
1,20
10
Mendawai
1.029
-
-
533
2.871
4.526
227.400
1,96
11
Katingan Kuala
1.542
-
-
66
234
1.863
124.431
1,47
10.865
-
-
3.474
5.739
20.247
1.993.121
Jumlah
143
9.c. Perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Katingan Hulu Marikit Sanaman Mantikei Katingan T engah Pulau Malan T wg S. Garing Katingan Hilir T asik Payawan Kamipang Mendawai Katingan Kuala Jumlah
Perubahan Lahan Menjadi Permukiman (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk 32 16 72 3 12 9 268 12 31 281 120 6 98 166 122 3 235 107 31 26 9 91 2 10 258 4 3 38 18 34 153 9 21 748 26 484 1.042
Luas Kecamatan (Ha) 274.000 239.200 377.800 123.900 98.710 62.190 62.640 89.550 313.300 227.400 124.431 1.993.121
Jumlah 48 96 592 390 467 66 361 4 59 187 30 2.300
LQ 0,15 0,35 1,36 2,73 4,10 0,92 4,99 0,04 0,16 0,71 0,21
9.d. Perubahan penggunaan lahan menjadi pertanian pangan lahan kering No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Perubahan Lahan Menjadi Pert.Pgn Lhn Kering (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk Katingan Hulu 6.130 86 1.631 Marikit 4.374 66 1.959 Sanaman Mantikei 3.850 97 6.616 Katingan T engah 2.876 222 5.869 Pulau Malan 823 15 259 T wg S. Garing 323 50 174 Katingan Hilir 153 50 T asik Payawan 1.213 57 382 Kamipang 43 13 199 Mendawai 472 33 3.854 Katingan Kuala 1.388 151 4.952 Jumlah 21.645 790 25.945 Kecamatan
Jumlah 7.860 6.458 10.648 9.007 1.123 584 204 1.671 266 4.359 7.032 49.212
Luas Kecamatan (Ha) 274.000 239.200 377.800 123.900 98.710 62.190 62.640 89.550 313.300 227.400 124.431 1.993.121
LQ 1,16 1,09 1,14 2,94 0,46 0,38 0,13 0,76 0,03 0,78 0,57
9.e. Perubahan penggunaan lahan menjadi semak belukar/tanah terbuka No
Kecamatan
Penggunaan Lhn Menjadi Semak Belukar /T nh T bk (Ha) Htn
T an.
Pmk
PPlk
T hn
Smk/
T ubuh
T an.T bk
Air
Luas Jumlah
Kecamatan
LQ
(Ha)
1
Katingan Hulu
54.056
481
-
1.436
-
182
56.155
274.000
1,36
2
Marikit
17.157
387
-
2.799
-
256
20.599
239.200
0,57
3
Sanaman Mantikei
15.714
228
-
1.246
-
161
17.349
377.800
0,30
4
Katingan T engah
31.978
1.181
-
817
-
70
34.046
123.900
1,82
5
Pulau Malan
27.774
315
-
2.827
-
94
31.010
98.710
2,08
6
T wg S. Garing
19.581
474
-
1.322
-
67
21.444
62.190
2,29
7
Katingan Hilir
23.651
418
-
150
-
76
24.295
62.640
2,57
8
T asik Payawan
17.346
957
-
778
-
113
19.194
89.550
1,42
9
Kamipang
18.698
324
-
4.082
-
777
23.881
313.300
0,51
10 Mendawai
15.973
406
-
919
-
57
17.355
227.400
0,51
11 Katingan Kuala
26.015
490
-
6.465
-
2.163
35.133
124.431
1,87
267.943
5.661
-
22.841
-
4.016
300.461
1.993.121
Jumlah
144
Lampiran 10
Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 2000 2006 Kabupaten Katingan
10. a. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Katingan Hulu Marikit Sanaman Mantikei Katingan T engah Pulau Malan T wg S. Garing Katingan Hilir T asik Payawan Katingan Kuala Kamipang Mendawai Jumlah
Htn -
Perubahan Hutan ke- (Ha) T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk 500 1.620 9.054 705 5 983 11.906 624 20 2.938 19.076 19.634 46 1.337 5.047 736 4 3.136 5.711 418 5 655 2.463 1.841 142 72 9.979 1.321 528 9.623 21 5 847 21.112 674 16 520 12.997 618 10 41 22.197 27.092 253 12.677 129.165
Jumlah 11.174 13.599 22.658 26.064 9.587 3.541 12.034 11.472 21.985 14.207 22.866 169.187
Luas Kecamatan (Ha) 274.000 239.200 377.800 123.900 98.710 62.190 62.640 89.550 124.431 313.300 227.400 1.993.121
LQ 0,48 0,67 0,71 2,48 1,14 0,67 2,26 1,51 2,08 0,53 0,18
10.b. Perubahan pengggunaan lahan menjadi tanaman tahunan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan
Perubahan Lahan Menjadi T anaman T ahunan (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk Katingan Hulu 500 107 1.857 Marikit 705 198 1.073 Sanaman Mantikei 624 465 927 Katingan T engah 19.634 1.112 10.000 Pulau Malan 736 200 2.708 T wg S. Garing 418 146 1.190 Katingan Hilir 1.841 25 929 T asik Payawan 1.321 4 1.250 Kamipang 674 34 895 Mendawai 618 18 102 Katingan Kuala 21 11 41 Jumlah 27.092 2.320 20.972
Jumlah 2.464 1.976 2.016 30.746 3.644 1.754 2.795 2.575 1.603 738 73 50.384
Luas Kecamatan (Ha) 274.000 239.200 377.800 123.900 98.710 62.190 62.640 89.550 313.300 227.400 124.431 1.993.121
LQ 0,36 0,33 0,21 9,82 1,46 1,12 1,77 1,14 0,20 0,13 0,02
10.c. Perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan
Katingan Hulu Marikit Sanaman Mantikei Katingan T engah Pulau Malan T wg S. Garing Katingan Hilir T asik Payawan Kamipang Mendawai Katingan Kuala Jumlah
Perubahan Lahan Menjadi Permukiman (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk 2 5 10 97 20 100 155 46 39 94 4 4 5 19 125 142 58 15 451 36 16 48 2 20 10 50 10 75 5 2 5 253 158 195 1.064
Jumlah 2 112 275 179 8 149 666 36 86 145 12 1.670
Luas Kecamatan (Ha) 274.000 239.200 377.800 123.900 98.710 62.190 62.640 89.550 313.300 227.400 124.431 1.993.121
LQ 0,01 0,56 0,87 1,72 0,10 2,86 12,69 0,48 0,33 0,76 0,12
145
10.d. Perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering menjadi pengggunaan lain No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan
Perubahan Pertanian Pangan Lahan Kering ke- (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk Katingan Hulu 2.982 107 4.689 Marikit 2.228 198 10 4.164 Sanaman Mantikei 2.525 465 100 5.038 Katingan T engah 1.004 1.112 39 3.957 Pulau Malan 318 200 433 T wg S. Garing 344 146 19 210 Katingan Hilir 49 25 15 117 T asik Payawan 459 4 997 Kamipang 72 34 2 189 Mendawai 472 18 10 4.089 Katingan Kuala 368 11 Jumlah 10.821 2.320 195 23.883
Jumlah 7.778 6.600 8.128 6.112 951 719 206 1.460 297 4.589 379 37.219
Luas Kecamatan (Ha) 274.000 239.200 377.800 123.900 98.710 62.190 62.640 89.550 313.300 227.400 124.431 1.993.121
LQ 1,52 1,48 1,15 2,64 0,52 0,62 0,18 0,87 0,05 1,08 0,16
10.e. Penggunaan lahan menjadi semak belukar/tanah terbuka Penggunaan Lhn Menjadi Semak Belukar /T nh T bk (Ha) No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
PPlk
T hn
Smk/
T ubuh
T an.T bk
Luas Jumlah
Air
Kecamatan
LQ
(Ha)
1
Katingan Hulu
27.112
22
-
4.689
-
356
32.179
274.000
1,30
2
Marikit
11.906
55
-
4.164
-
58
16.183
239.200
0,75
3
Sanaman Mantikei
19.076
152
-
5.038
-
192
24.458
377.800
0,72
4
Katingan T engah
5.047
121
-
3.957
-
63
9.188
123.900
0,82
5
Pulau Malan
5.711
244
-
433
-
35
6.423
98.710
0,72
6
T wg S. Garing
2.463
375
-
210
-
102
3.150
62.190
0,56
7
Katingan Hilir
9.979
725
-
117
-
200
11.021
62.640
1,95
8
T asik Payawan
9.623
853
-
997
-
348
11.821
89.550
1,46
9
Kamipang
12.997
1.759
-
189
-
2.051
16.996
313.300
0,60
10 Mendawai
22.197
2.705
-
4.089
-
916
29.907
227.400
1,46
9.054
1.520
-
7.100
-
994
18.668
124.431
1,66
135.165
8.531
-
30.983
-
5.315
179.994
1.993.121
11 Katingan Kuala Jumlah
146
Lampiran 11 Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 1990 2000 Kota Palangka Raya 11.a. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lainnya No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
Perubahan Hutan ke- (Ha) T an. Pmk PPlk T hn 276 71 168 1.543 80 61 268 14 55 775 55 105 30 13 2.892 233 389
Htn -
Smk/ T an.T bk 11.990 16.590 10.794 9.296 195 48.865
Luas Kecamatan (Ha) 104.400 57.350 59.720 35.040 11.770 268.280
Jumlah 12.505 18.274 11.131 10.231 238 52.379
LQ 0,61 1,63 0,95 1,50 0,10
11.b. Perubahan penggunaan lahan menjadi tanaman tahunan Perubahan Lahan Menjadi T anaman T ahunan (Ha) No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
PPlk
Smk/
T hn 1
Rakumpit
2
Bukit Batu
3
Luas Jumlah
Kecamatan
T an.T bk
LQ
(Ha)
276
-
-
325
917
1.518
104.400
0,48
1.543
-
-
183
838
2.564
57.350
1,48
Sabangau
268
-
-
60
328
656
59.720
0,36
4
Jekan Raya
775
-
-
141
748
1.664
35.040
1,58
5
Pahandut
30
-
-
394
1.263
1.687
11.770
4,75
Jumlah
2.892
-
-
1.103
4.094
8.089
268.280
11.c. Perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman Perubahan Lahan Menjadi Permukiman (Ha) No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
PPlk
Smk/
T hn
Luas Jumlah
T an.T bk
Kecamatan
LQ
(Ha)
1
Rakumpit
71
1
-
10
23
105
104.400
0,08
2
Bukit Batu
80
24
-
180
329
613
57.350
0,35
3
Sabangau
14
22
-
-
497
533
59.720
0,30
4
Jekan Raya
55
187
-
38
1.210
1.490
35.040
1,41
5
Pahandut
13
56
-
29
515
613
11.770
1,73
Jumlah
233
290
-
257
2.574
3.354
268.280
11.d. Perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering menjadi penggunaan lainnya No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
Perubahan Pertanian Pangan Lahan Kering ke- (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk 211 325 10 916 60 183 180 484 13 60 188 16 141 38 401 238 394 29 611 538 1.103 257 2.600
Jumlah 1.462 907 261 596 1.272 4.498
Luas Kecamatan (Ha) 104.400 57.350 59.720 35.040 11.770 268.280
LQ 0,84 0,94 0,26 1,01 6,45
147
11.e. Perubahan penggunaan lahan menjadi semak belukar/tanah terbuka No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
Perubahan Lhn Menjadi Semak Belukar/T nh T bk (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T ubuh T hn T an.T bk Air 11.990 167 916 206 16.590 1.870 484 64 10.794 945 188 2.862 9.296 1.515 401 558 195 753 611 76 48.865 5.250 2.600 3.766
Luas Kecamatan (Ha) 104.400 57.350 59.720 35.040 11.770 268.280
Jumlah 13.279 19.008 14.789 11.770 1.635 60.481
LQ 0,56 1,47 1,10 1,49 0,62
Lampiran 12 Nilai Location Quotient (LQ) perubahan penggunaan lahan tahun 2000 2006 Kota Palangka Raya 12.a. Perubahan penggunaan lahan hutan menjadi penggunaan lahan lainnya No 1 2 3 4 5
Kecamatan
Htn
Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
-
Perubahan Hutan ke- (Ha) T an. Pmk PPlk T hn 898 10 174 456 83 76 28 171 171 3 19 148 20 61 1.749 61 508
Smk/ T an.T bk 8.170 3.279 2.005 963 597 15.014
Jumlah 9.252 3.818 2.280 1.156 826 17.332
Luas Kecamatan (Ha) 104.400 57.350 59.720 35.040 11.770 268.280
LQ 1,37 1,03 0,59 0,51 1,09
12.b. Perubahan penggunaan lahan tanaman tahunan menjadi penggunaan lahan lainnya No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
Perubahan T anaman T ahunan ke- (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T hn T an.T bk 473 4 18 773 394 30 305 1.467 42 68 138 625 210 278 446 689 33 310 395 605 1.152 690 1.302 4.159
Jumlah 1.268 2.196 873 1.623 1.343 7.303
Luas Kecamatan (Ha) 104.400 57.350 59.720 35.040 11.770 268.280
LQ 0,45 1,41 0,54 1,70 4,19
12.c. Perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman Perubahan Lahan Menjadi Permukiman (Ha) No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
PPlk
T hn 1
Rakumpit
2
Bukit Batu
3
Sabangau
4
Jekan Raya
5
Pahandut Jumlah
61
Smk/
Luas Jumlah
T an.T bk
Kecamatan
LQ
(Ha)
10
4
-
20
221
255
104.400
0,10
-
30
-
190
509
729
57.350
0,53
28
68
-
41
886
1.023
59.720
0,71
3
278
-
400
2.475
3.156
35.040
3,75
20
310
-
105
840
1.275
11.770
4,51
690
-
756
4.931
6.438
268.280
148
12.d. Perubahan penggunaan lahan pertanian pangan lahan kering menjadi penggunaan lainnya Perubahan Pertanian Pangan Lahan Kering ke- (Ha) No
Kecamatan
Htn
T an.
Pmk
PPlk
Smk/
T hn 1
Rakumpit
2
Bukit Batu
3
Sabangau
4
Jekan Raya
5
Pahandut Jumlah
Luas Jumlah
Kecamatan
T an.T bk
LQ
(Ha)
174
18
-
-
470
662
104.400
0,31
83
305
-
-
664
1.052
57.350
0,91
171
138
-
-
1.308
1.617
59.720
1,34
19
446
-
-
899
1.364
35.040
1,93
61
395
-
-
260
716
11.770
3,02
508
1.302
-
-
3.601
5.411
268.280
12.e. Perubahan penggunaan lahan semak belukar/tanah terbuka menjadi penggunaan lahan lainnya No 1 2 3 4 5
Kecamatan Rakumpit Bukit Batu Sabangau Jekan Raya Pahandut Jumlah
Perubahan Lahan Semak Belukar/T anah T erbuka ke- (Ha) Htn T an. Pmk PPlk Smk/ T ubuh T hn T an.T bk Air 3.982 1.336 221 470 744 2.663 1.647 509 664 552 1.145 426 886 1.308 - 2.492 801 1.238 2.475 899 150 131 183 840 260 656 8.722 4.830 4.931 3.601 - 4.594
Jumlah 6.753 6.035 6.257 5.563 2.070 26.678
Luas Kecamatan (Ha) 104.400 57.350 59.720 35.040 11.770 268.280
Lampiran 13 Kerapatan jalan kecamatan di Kabupaten Katingan
Kamipang Katingan Hilir Katingan Hulu Katingan Kuala Katingan Tengah Marikit Mendawai Pulau Malan Sanaman Mantikei Tasik Payawan Tewang S. Garing
Luas Kecamatan (ha) 313.300 62.640 274.000 124.431 123.900 239.200 227.400 98.710 377.800 89.550 62.190
Panjang Jalan (m) 838.274 163.649 1.067.034 12.010 790.792 408.341 406.854 452.452 1.042.480 209.011 101.681
Kerapatan Jalan (m/ha) 2,70 2,61 3,89 0,10 6,38 1,71 1,80 4,58 2,76 2,33 1,64
Lampiran 14 Kerapatan jalan kecamatan di Kota Palangka Raya
Bukit Batu Jekan Raya Pahandut Rakumpit Sebangau
Luas Kecamatan (ha) 57.350 35.040 11.770 104.400 59.720
Panjang Jalan (m) 185.920 268.653 61.770 139.498 229.175
Kerapatan Jalan (m/ha) 3,24 7,68 5,25 1,34 3,84
LQ 0,65 1,06 1,05 1,60 1,77
149
Lampiran 15 Jenis data yang digunakan dalam analisis skalogram No 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Jenis Variabel 2 Jumlah Penduduk Jarak ke sekolah TK Negeri dan Swasta terdekat (Km) Jarak ke sekolah SMU dan yang sederajat Negeri dan Swasta terdekat (Km) Jarak ke sekolah SMK Negeri dan Swasta terdekat (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Sarana Kesehatan Rumah Sakit Bersalin (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Sarana Kesehatan Poliklinik/Balai Pengobatan (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Sarana Kesehatan Puskesmas (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Sarana Kesehatan Puskesmas Pembantu (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Tempat Prakter Dokter (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Tempat Prakter Bidan (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Posyandu (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Polindes (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Apotik (Km) Jarak dari Desa/Kelurahan ke Toko Khusus Obat/Jamu (Km) Jarak dari Kecamatan Ibu Kota Kabupaten (km) Waktu Tempuh Dari Kecamatan ke Ibukota Kabupaten (Menit) Rata-rata ongkos angkutan umum yang dikeluarkan penduduk dari Kecamatan ke Ibukota Kabupaten (Rp.000) Jarak Dari Kecamatan ke Ibu Kota Kabupaten /Kota lain terdekat (km) Waktu Tempuh Dari Kecamatan ke Kabupaten/Kota lain terdekat (Menit) Rata-rata ongkos angkutan umum yang dikeluarkan penduduk dari desa ke Ibu Kota Kabupaten (Rp.000) Jarak ke kelompok pertokoan terdekat (Km) Jarak ke pasar terdekat (Km) Jarak terdekat ke Pos Polisi (Km) Jumlah Keluarga yang menggunakan Listrik PLN dan Non PLN (keluarga) Jumlah TK Swasta (Unit) Jumlah SD dan yang sederajat Negeri dan Swasta (Unit) Jumlah SLTP dan yang sederajat Negeri dan Swasta (unit) Jumlah SMU dan yang sederajat Negeri dan Swasta (unit) Jumlah SMK Negeri dan Swasta (unit) Jumlah Akademi/PT dan yang sederajat Negeri dan Swasta (unit) Jumlah Sekolah Luar Biasa Negeri dan Swasta (unit) Jumlah Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah Swasta (unit) Jumlah Lembaga pendidikan keterampilan Jumlah Rumah Sakit (Unit) Jumlah Rumah Sakit Bersalin (Unit) Jumlah Poliklinik/ Balai Pengobatan (Unit) Jumlah Puskesmas (Unit) Jumlah Puskesmas Pembantu (Unit) Jumlah Tempat Praktek Dokter (Unit) Jumlah Tempat Praktek Bidan (Unit) Jumlah Posyandu(Unit) Jumlah Polindes (Unit) Jumlah Apotik (Unit) Jumlah Toko Khusus Obat/Jamu (Unit) Dokter yang tinggal di Desa/Kelurahan ini (Orang) Mantri Kesehatan yang tinggal di Desa/Kelurahan ini (Orang)
150
Lampiran 15 Lanjutan 1 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76
2 Bidan yang tinggal di Desa/Kelurahan (Orang) Dukun Bayi yang tinggal di Desa/Kelurahan (Orang) Jumlah Sarana Peribadahan Jenis Sarana Olahraga Jumlah Terminal Penumpang Kendaraana Bermotor Roda 4 atau Lebih (unit) Jumlah Keluarga yang berlangganan telepon Kabel (Keluarga) Wartel/Kiospon/Warpostel/ Warparpostel (unit) Warung internet (Warnet) (unit) Kios sarana produksi pertanian milik KUD dan Non KUD(unit) Jumlah industri besar (≥ 100 Pekerja) (unit) Jumlah industri sedang (20-99 pekerja) (unit) Industri/Kerajinan yang merupakan Industri Kecil (5 – 19 pekerja) /Kerajinan Rumah Tangga (1- 4 pekerja) (unit) Perusahaan listrik Non PLN (unit) Pasar tanpa bangunan permanen (unit) Super market/ pasar swalayan/toserba/mini market (unit) Restoran/rumah makan (unit) Warung/ kedai makanan minuman (unit) Toko/Warung kelontong (unit) Hotel (unit) Penginapan(hostel/motel/losmen/wisma) (unit) Fasilitas Bank (Bank Umum, BPR, ATM) Jumlah Koperasi KUD, Industri kecil, kerajinan Rakyat, simpan pinjam, KUD lainya (unit) Bengkel/reparasi kendaraan bermotor (mobil/motor) (unit) Bengkel/reparasi alat-alat elektronik (Radio/Tape/TV/Kulkas/AC dll) (unit) Usaha foto kopi (photo copy) (unit) Biro/Agen perjalanan wisata (Tour and Travel) (unit) Tempat pangkas rambut (barber shop) (unit) Salon kecantikan/tata rias wajah/pengantin (unit) Bengkel las (membuat pagar besi, tralis dll) (unit) Persewaan alat-alat pesta (unit)
151
Lampiran 16 Peta jaringan jalan Kabupaten Katingan dan Kota Palangka Raya