KAJIAN PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU BERDASARKAN POTENSI SUMBERDAYA DI KABUPATEN KUDUS
SKRIPSI FIQY HILMAWAN
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 1
RINGKASAN Fiqy Hilmawan. D14060911. 2010. Kajian Pengembangan Ternak Kerbau Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Kudus. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Lucia Cyrilla, E.N.S.D, M.Si Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si Kabupaten Kudus merupakan wilayah dengan tingkat permintaan daging kerbau yang tinggi. Hal ini terkait tradisi sosial masyarakatnya yang merasa tabu apabila mengonsumsi daging sapi. Namun, tingginya permintaan tersebut tidak sebanding dengan total populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus yang masih rendah dan cenderung menurun tiap tahunnya. Adanya permintaan yang tinggi terhadap daging kerbau dan masih rendahnya populasi ternak kerbau memberi peluang untuk dikembangkan populasi ternak kerbau di wilayah Kabupaten Kudus. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi sumberdaya peternakan yang mendukung upaya pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumberdaya peternakan pendukung serta menganalisis wilayah basis dan nonbasis serta kapasitas tampung ternak ruminansia termasuk ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pengambilan data pada bulan Februari 2010. Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan peternak dan aparat dinas serta melakukan observasi langsung di lapangan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus, Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis Location Quotient (LQ) dan analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa kondisi iklim, luas lahan pertanian sebagai penyedia pakan, tingkat permintaan daging kerbau, fasilitas infrastruktur dan program pemerintah memiliki potensi yang mendukung dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Namun, ketersediaan aparat pemerintah (penyuluh lapang pertanian), kelembagaan khususnya kelompok ternak dan permodalan harus lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena merupakan salah satu kendala yang dihadapi oleh Kabupaten Kudus. Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa Kabupaten Kudus memiliki tiga wilayah kecamatan yang tingkat kepemilikan ternak kerbau relatif lebih baik dibanding wilayah kecamatan lainnya (LQ>1). Hasil analisis KPPTR menunjukkan bahwa Kabupaten Kudus masih dapat ditingkatkan populasi ternak ruminansia sebesar 9.110,65 ST dan untuk ternak kerbau sebesar 1.572,86 ST. Kata-kata kunci
: kerbau, Location Quotient, KPPTR
i
ABSTRACT Study Development of Buffalo Based on Resources Potency in Kudus District Hilmawan, F., L. Cyrilla and H. Nuraini The objectives of this study were to identify animal husbandry resources, analyze area that can be developed as buffalo base and have potency to developing of buffalo based on feeds availability. Data was collected on February 2010. The primary data was collected from interviewed the farmers and official governments using questioner and observation. The secondary data was collected from animal husbandry official, Statistic Center Board (BPS), and Board of Regional Development Planning (BAPPEDA). This study used descriptive analyzes, Location Quotient (LQ) analyzes, and Capacity of Additional Ruminant Population (KPPTR) analyzes. The result showed that climate condition, demand of meat, agricultural area as supplier feed for animal, facilities, and government policy still have the potency to support the buffalo development in Kudus district. However, the official government (agricultural extension agent), organization and capital investment must be increased. Based on result of calculation LQ, showed that Kudus district had three sub districts (LQ>1), that the livestock (buffalo) possession better than the other sub districts. Estimation of KPPTR showed that Kudus district’s KPPTR values were positive (9,110.65 AU). It means that the population of ruminant in Kudus district still get increased and especially for the buffalo about 1,572.86 AU. Keywords
: buffalo, Location Quotient, KPPTR
ii
KAJIAN PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU BERDASARKAN POTENSI SUMBERDAYA DI KABUPATEN KUDUS
FIQY HILMAWAN D14060911
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
iii
Judul : Kajian Pengembangan Ternak Kerbau Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Kudus Nama : Fiqy Hilmawan NIM : D14060911
Menyetujui, Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
(Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si) NIP. 19630705 198803 2 001
(Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si) NIP. 19640202 198903 2 001
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004
Tanggal Ujian : 2 Agustus 2010
Tanggal Lulus :
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Juli 1988 di Kudus, Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ali Musthofa dan Ibu Ani Khalimah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di MI NU Attarbiyah Islamiyah Kudus dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SMPN 1 Gebog. Penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Kudus pada tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) periode 2008-2009 sebagai staf Sosial Lingkungan Masyarakat. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Kudus Bogor Menara Kota (KKB MK) di IPB sebagai Ketua Divisi INFOKOM periode 2009-2010. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2008/2009 dan 2009/2010. Penulis juga pernah menjadi asisten Mata Kuliah Teknik Penanganan dan Pengolahan Hasil Ikutan Ternak pada semester genap tahun ajaran 2009/2010.
v
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, kekuatan serta kemudahan dari setiap masalah yang penulis hadapi sehingga proses penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Kajian Pengembangan Ternak Kerbau Berdasarkan Potensi Sumberdaya di Kabupaten Kudus” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Adapun tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui potensi pengembangan usahaternak kerbau berdasarkan ketersediaan sumberdaya alam (hijauan pakan), sumberdaya manusia, fasilitas infrastruktur, kelembagaan dan penerapan teknologi pemeliharaan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai aspek pendukung dalam pengembangan ternak kerbau terkait wilayah mana saja yang menjadi basis populasi ternak kerbau dan melihat kemampuan wilayah pengembangan guna meningkatkan total populasi ternak berdasarkan kemampuan penyediaan hijauan pakan ternak. Skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu bahan pertimbangan untuk pelaksanaan pengembangan usahaternak kerbau di Kabupaten Kudus dan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya tentang ternak kerbau serta bagi para pengusaha atau investor yang akan mengembangkan ternak kerbau di Kabupaten Kudus pada khususnya. Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna, karena penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk menjadi lebih baik ke depannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk dunia ilmu pengetahuan dan meningkatkan optimisme membangun masa depan yang lebih baik.
Bogor,
Agustus 2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ........................................................................................
i
ABSTRACT ...........................................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ................................................................................
v
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI ..........................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xi
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ............................................................................ Tujuan ........................................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
4
Kerbau ......................................................................................... Peranan Kerbau bagi Masyarakat Petani ..................................... .. Potensi Ternak Kerbau........................................................... ........ Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau .......................................... .. Usahaternak Kerbau ........................................................... ........... Analisis Location Quotient........................................................... .. Analisis KPPTR............... ............................................................
4 4 5 8 9 11 12
MATERI DAN METODE ......................................................................
13
Lokasi dan Waktu ....................................................................... Materi ......................................................................................... Prosedur ...................................................................................... Rancangan dan Analisis Data ....................................................... Analisis Deskriptif ........................................................... Analisis Location Quotient ............................................... Analisis KPPTR ...............................................................
13 13 13 14 14 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
16
Kondisi Umum Kabupaten Kudus ............................................... Letak Geografis dan Luas Wilayah ................................... Iklim ............................................................................... Topografi dan Penggunaan Lahan .................................... Sumberdaya Manusia ....................................................... Sektor Ekonomi................................................................
16 16 16 16 17 18
vii
Wilayah Pembangunan ..................................................... Sektor Peternakan............................................................. Sumberdaya Pendukung Peternakan ............................................. Sumberdaya Alam ............................................................ Kondisi Iklim ........................................................ Lahan ................................................................... Populasi Ternak Kerbau ........................................ Sumberdaya Manusia ....................................................... Karakteristik Peternak........................................... Karakteristik Aparat.............................................. Fasilitas Infrastruktur ....................................................... Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau .......................................... Pemeliharaan Ternak Kerbau............................................ Perkandangan .................................................................. Peralatan ......................................................................... Pemberian Pakan dan Minum ........................................... Penanggulangan Penyakit ................................................. Pemasaran ....................................................................... Kelembagaan ................................................................... Peran Pemerintah Kabupaten Kudus ............................................ Wilayah Basis dan Nilai KPPTR .................................................. Wilayah Basis (LQ) .......................................................... Nilai KPPTR .................................................................... Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Kerbau ..................... Kelompok Wilayah I ........................................................ Kelompok Wilayah II ....................................................... Kelompok Wilayah III ......................................................
20 20 23 23 23 24 25 27 27 30 30 32 32 34 35 36 37 37 38 40 41 41 42 45 45 46 47
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
50
Kesimpulan.................................................................................. Saran ..........................................................................................
50 50
UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
52
LAMPIRAN .........................................................................................
55
viii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Luas Lahan Menurut Penggunaannya Tahun 2008 ......................
17
2. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2008 ..................................................................................
18
3. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kudus Tahun 2003-2007 ...........................................
19
4. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Kudus Tahun 2003-2007 .......
19
5. Total Populasi Ternak Tiap Kecamatan Kabupaten Kudus Tahun 2008 .................................................................................
21
6. Populasi Ternak Kerbau Per Kecamatan Tahun 2004-2008 .........
22
7. Produksi Hasil Ternak Kabupaten Kudus Tahun 2004-2008 ........
22
8. Komposisi Ternak Kerbau Berdasarkan Umur Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus ...................................................................
26
9. Karakteristik Peternak Kerbau di Kabupaten Kudus ....................
28
10. Rincian Pegawai Peternakan di Kabupaten Kudus .......................
30
11. Kelompok Ternak Kerbau di Kabupaten Kudus ..........................
39
12. Nilai LQ untuk Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus .................
41
13. Nilai KPPTR Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus ..................
43
14. Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Kudus........................................................................
45
ix
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Taman Ternak di Kabupaten Kudus ............................................
32
2. Penggembalaan Ternak Kerbau ....................................................
34
3. Situasi Pemasaran Ternak Kerbau di Pasar Ternak Kudus ...........
38
4. Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Nilai LQ di Kabupaten Kudus .........................................................................................
42
5. Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Nilai KPPTR di Kabupaten Kudus ........................................................................
44
x
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Profil Umum Peternak di Tiga Kecamatan Terpilih .....................
56
2. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Kudus .......................
57
3. Perhitungan Nilai LQ Kerbau di Kabupaten Kudus ....................
57
4. Peta Kabupaten Kudus di Provinsi Jawa Tengah .........................
58
5. Peta Lokasi Penelitian di Kabupaten Kudus .................................
58
6. Peta Wilayah Kabupaten Kudus……………………… ................
59
7. Nilai LQ Ternak Ruminansia per Kecamatan di Kabupaten Kudus .........................................................................................
59
8. Perkiraan Konsumsi Daging Sapi dan Kerbau Kabupaten Kudus Tahun 2003-2008 (kg) ......................................................
60
9. Kapasitas Penambahan Ternak Ruminansia di Kabupaten Kudus ..........................................................................................
60
10. Perhitungan Kapasitas Tampung Wilayah ..................................
61
xi
PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan salah satu bidang yang berperan besar dalam peningkatan pendapatan peternak, meningkatkan populasi dan produksi ternak sebagai
modal dalam penyediaan pangan terutama pangan asal hewan bagi
masyarakat. Melihat kondisi demikian, sub sektor peternakan perlu dibangun dan dikembangkan sebagai salah satu usaha agribisnis peternakan dan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam sehingga upaya pengembangan peternakan dapat ditingkatkan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan petanipeternak pada khususnya. Seiring dengan era otonomi daerah, suatu wilayah dituntut untuk berusaha dalam merancang dan mengembangkan wilayahnya menjadi lebih baik. Pengembangan potensi ternak potong di suatu wilayah akan sangat membantu upaya pemenuhan kebutuhan protein hewani terutama daging yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Selain membantu dalam pemenuhan protein hewani, pengembangan potensi ternak tersebut juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat daerah. Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah ternak asli daerah panas dan lembab, khususnya daerah belahan utara tropika (Departemen Pertanian, 2008). Kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging. Populasi ternak kerbau di Indonesia masih rendah dan cenderung menurun tiap tahunnya. Populasi kerbau di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 2,4 juta ekor dan menurun menjadi 1,93 juta ekor pada tahun 2008, sedangkan pada tahun 2008 populasi ternak sapi potong dan sapi perah mencapai 12,7 juta ekor (BPS, 2009). Penurunan populasi kerbau diduga berkaitan dengan sistem pemeliharaan yang masih dilakukan secara tradisional, tingginya tingkat pemotongan, terbatasnya pakan dan padang penggembalaan alami serta penampilan produksi dan reproduksi yang belum maksimal. Kabupaten Kudus merupakan salah satu daerah perindustrian terutama industri rokok di Provinsi Jawa Tengah. Selain sebagai pusat industri rokok, Kabupaten
Kudus
memiliki
sumberdaya
yang
masih
mencukupi
untuk
pengembangan pertanian. Berdasarkan sumberdaya alam, fasilitas infrastruktur dan sumberdaya manusia yang dimilikinya menjadikan Kabupaten Kudus memiliki
1
peluang untuk dikembangkan sebagai penghasil ternak kerbau. Ternak kerbau di Kabupaten Kudus lebih terkenal dibanding ternak sapi mengingat tingginya tingkat permintaan konsumsi daging dari daging kerbau yaitu sebesar 718.462 kg pada tahun 2008 (Lampiran 8). Produksi daging yang dipasok dari kerbau menduduki peringkat tertinggi melebihi produksi daging dari ternak sapi dan kambing/domba yaitu sekitar 412.673 kg pada tahun 2008. Latar belakang tingginya konsumsi daging kerbau terkait dengan budaya masyarakat Kudus. Menurut kepercayaan orang Kudus tabu menyembelih sapi sehingga ternak kerbau merupakan sumber daging utama. Namun, tingginya konsumsi dan produksi daging kerbau di Kabupaten Kudus tidak seimbang dengan jumlah populasi yang ada. Populasi ternak kerbau pada tahun 2008 baru mencapai 1.794 ekor dan daging kerbau yang dikonsumsi masyarakat selain dari dalam wilayah juga didatangkan dari luar wilayah Kabupaten Kudus. Selain itu potensi hijauan makanan ternak yang besar, wilayah dan sumber daya manusia yang sangat mendukung dan investasi sarana/prasarana peternakan yang terbuka besar cukup mendukung pengembangan wilayah Kabupaten Kudus sebagai salah satu sentra produksi ternak kerbau (Pemkab Kudus, 2009). Melihat hal ini, maka peluang pengembangan peternakan kerbau di Kabupaten Kudus masih cukup besar dan berpotensi untuk dikembangkan karena masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat petani peternak. Potensi wilayah Kabupaten Kudus sebagai daerah produksi kerbau memiliki target dan sasaran yaitu guna menjadikan Kabupaten Kudus sebagai daerah penghasil kerbau di samping bidang perindustrian tentunya dengan jumlah produksi yang stabil dan kualitas ternak yang dihasilkan baik sesuai dengan kondisi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya
yang dimiliki.
Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan identifikasi dan analisis secara detail guna mengetahui potensi sumberdaya pendukung, wilayah basis pengembangan serta wilayah yang berpotensi dalam penambahan daya tampung ternak kerbau terhadap penyediaan pakan yang dapat mendukung usaha pengembangan ternak kerbau di wilayah Kabupaten Kudus.
2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi sumberdaya peternakan Kabupaten Kudus dalam upaya pengembangan ternak kerbau 2. Menganalisis wilayah basis pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus 3. Menganalisis wilayah Kabupaten Kudus yang berpotensi dalam penambahan daya tampung ternak kerbau terhadap ketersediaan lahan penghasil hijauan pakan ternak di Kabupaten Kudus.
3
TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovinae yang berkembang di banyak bagian di dunia dan diduga berasal dari India. Kerbau domestikasi yang ada pada saat ini berasal dari spesies Bubalus arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah Bubalus mindorensis, Bubalus depressicornis dan Bubalus cafer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau sungai (river buffalo) dan kerbau rawa (swamp buffalo). Kerbau (Bubalus bubalis Linn.) adalah ternak ruminansia besar yang memiliki potensi tinggi dalam penyediaan daging. Kerbau ditinjau dari habitatnya digolongkan dalam dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp buffalo) yang habitatnya di area rawa dan berlumpur dan kerbau sungai (river buffalo) yang habitatnya di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai atau kolam yang dasarnya keras. Kerbau sungai umumnya merupakan tipe kerbau penghasil susu, sedangkan kerbau rawa merupakan tipe penghasil daging. Kerbau rawa memiliki ciri-ciri berbadan pendek, besar, bertanduk panjang, memiliki konformasi tubuh yang berat dan padat, biasanya berwarna abu-abu dengan warna yang lebih cerah pada bagian kaki (Fahimuddin, 1975). Kerbau rawa dapat hidup sampai usia 25 tahun dan memiliki nilai conception rate sebesar 63% ( Cockrill, 1974). Dewasa kelamin dicapai pada umur 2-3 tahun dan mampu menghasilkan anak 10-15 ekor selama hidupnya (Lendhani, 2005). Memiliki siklus berahi selama 21 hari selama 32 jam (Mongkopunyu, 1980). Guzman (1980) menyatakan rata-rata lama bunting selama 320-325 hari dan memiliki rataan calf crop sangat rendah yaitu 33%. Mongkopunyu (1980) menyatakan lama bunting kerbau rawa adalah 336 hari. Perbedaan lama kebuntingan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim (Toelihere, 1981). Selang beranak kerbau rawa berkisar antara 1-3 tahun atau rataan 1,5 tahun (Guzman, 1980). Peranan Ternak Kerbau bagi Masyarakat Petani Ternak kerbau bagi masyarakat tani di pedesaan merupakan sumber kekayaan, status sosial dan untuk pesta perayaan yang nilainya sulit ditentukan secara obyektif. Ternak kerbau di Indonesia pada umumnya mempunyai beberapa
4
kegunaan, yaitu : 1) sebagai ternak penggarap sawah, 2) sebagai ternak penarik beban, 3) sebagai ternak penghasil daging, 4) sebagai ternak penghasil susu, 5) sebagai ternak penghasil pupuk kandang (Departemen Pertanian, 1986). Selain sebagai ternak penghasil daging, peranan dan fungsi ternak kerbau sebagai sumber tenaga kerja serta pupuk kandang masih akan selalu dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat/petani, meskipun mekanisasi pertanian dan pupuk organik sudah mulai banyak digunakan. Kondisi demikian sangat dimungkinkan mengingat : 1) usaha pertanian masih merupakan pertanian rakyat, 2) sekitar 60-70% penduduk masih bermukim di pedesaan dengan matapencaharian utama pada sektor pertanian, 3) topografi, 4) daya beli masyarakat/petani terbatas, 5) penggunaan traktor membutuhkan keterampilan yang lebih khusus dan memerlukan biaya eksploitasi untuk bahan bakar, pelumas, suku cadang dan lain-lain, 6) penggunaan pupuk anorganik dalam jangka waktu yang lama dan panjang dapat berakibat jelek pada struktur tanah dan tekstur tanah (Ditjen Peternakan, 1995). Perihal tenaga kerja, kerbau mampu mengolah tanah seluas 216 m2/jam. Kehadiran traktor dan sapi Peranakan Ongole (PO) menyebabkan fungsi kerbau semakin berkurang (Rukmana, 1979). Potensi Ternak Kerbau Ternak kerbau memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan ternak sapi. Keunggulan tersebut di antaranya dapat berkembang baik dalam kondisi lingkungan yang sangat luas dan lingkungan dengan kondisi basah sampai dengan kondisi kering. Kondisi lingkungan yang kering terutama bila pakan yang tersedia berkualitas rendah, pertumbuhan kerbau dapat menyamai atau bahkan lebih baik serta dapat berkembang biak dengan baik dibandingkan dengan sapi (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006). Populasi ternak kerbau di Indonesia pada tahun 2004 adalah 2,4 juta ekor dan pada tahun 2008 menurun menjadi 1,93 juta ekor (Badan Pusat Statistik, 2009). Hal ini serupa dengan penurunan populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus sebanyak 1.899 ekor pada tahun 2007 menjadi 1.794 ekor pada tahun 2008 (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Penurunan populasi ternak kerbau ini disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya tingginya pemotongan betina produktif, penampilan reproduksi ternak kerbau masih rendah karena ada anggapan bahwa ternak ini lebih lambat pubertasnya
5
dibanding ternak sapi atau herbivora lainnya, ketersediaan pejantan unggul sangat terbatas dikarenakan banyak pejantan umur produktif yang dikebiri (Muthallib, 2006). Upaya menuju swasembada daging nasional pada tahun 2014, tidak luput dari adanya peranan ternak kerbau sebagai penyedia daging. Kontribusi daging sapi dalam memasok kebutuhan daging nasional sekitar 23% dan sekitar 2,5% di antaranya berasal dari daging kerbau. Hal ini berarti bahwa sekitar 10% dari total produksi daging sapi berasal dari daging kerbau. Selain itu di beberapa wilayah di Indonesia daging kerbau justru lebih disukai dan terkenal dibandingkan dengan daging sapi. Kawasan di Indonesia yang memiliki populasi kerbau cukup padat adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Selatan (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006). Dilihat dari potensi ekonomi, meningkatnya harga sapi bakalan impor dan semakin sulitnya memperoleh sapi bakalan lokal membuat beberapa perusahaan peternakan penggemukkan mulai memilih alternatif komoditas kerbau sebagai ternak untuk penggemukan. Beberapa kajian menunjukkan bahwa usaha penggemukkan kerbau ternyata mampu memberikan keuntungan yang memadai, sekitar Rp 300-600 ribu/ekor. Kondisi pemeliharaan yang intensif ternyata kerbau tetap memerlukan tempat untuk berkubang, seperti dalam kehidupan bebasnya. Usaha penggemukkan yang dikaitkan dengan adat istiadat/budaya dapat memberikan keuntungan lebih dibandingkan yang dipergunakan hanya untuk diambil dagingnya (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006). Kerbau yang digemukkan dan ditujukan sebagai komponen untuk keperluan ritual (sosial budaya) masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan
memberikan
keuntungan yang lebih besar yaitu sebesar Rp 1,5–3 juta per tahun (Sariubang et al., 1998). Permintaan kerbau belang untuk keperluan sosial budaya di Sulawesi Selatan sangat tinggi, sehingga mendorong peternak untuk melakukan usaha yang lebih serius, karena harga jual yang sangat tinggi. Dalam menghasilkan seekor kerbau belang kelas satu diperlukan ratusan kelahiran, yang ini berarti akan mendorong peningkatan kelahiran dan populasi (Diwyanto dan Handiwirawan, 2006).
6
Menurut Suhubdy (2007) kendala umum dalam pengembangan ternak kerbau antara lain : 1) ternak kerbau belum dibudidayakan secara intensif , 2) industri pakan yang berkembang di Indonesia (bahkan di dunia) masih didominasi oleh kebutuhan ternak unggas dan sapi perah, 3) petani (miskin) sebagai basis pemilik kerbau, relatif belum memahami pengetahuan tentang kebutuhan pakan berkualitas, penyusunan ransum serasi dan pola penyediaan lahan khusus untuk penanaman tanaman pakan unggul serta tidak dimilikinya modal yang memadai untuk hal tersebut, 4) perhatian pemerintah, pengusaha/pebisnis dan ilmuwan, masih sangat kurang terhadap perkembangan ternak kerbau, 5) padang penggembalaan khusus untuk pemeliharaan ruminansia tidak tersedia, 6) adanya anggapan tradisional (traditional image) yaitu kebanyakan petani menyatakan bahwa ternak herbivora harus disajikan pakan yang segar dan berwarna hijau (dedaunan rerumputan, leguminosa dan/atau pepohonan), menjadi kendala dalam pemanfaatan limbah pertanian dan industri sebagai sumber pakan, 7) adopsi hasil penelitian oleh peternak dan petani terhadap teknologi perbaikan mutu pakan berbasis limbah pertanian yang telah diupayakan oleh berbagai lembaga penelitian peternakan baik di dalam maupun di luar negeri masih sangat sedikit, 8) khusus bagi petani-peternak yang bermukim di kawasan Timur Indonesia, yang kondisi lahan dan agroklimatnya kurang bersahabat, menjadikan budidaya peternakan kerbau mendapat sedikit tantangan terutama terhadap ketersediaan sumber air baik untuk ternak maupun padang penggembalaan, 9) kebijakan otonomi daerah (otoda) yang sedang bergulir, dapat menjadi sandungan dan/atau pendorong pengembangan usahaternak kerbau ini, 10) kepercayaan para petani bahwa ternaknya dapat mencari makan dan minum sendiri (self-service feeding) menyebabkan peternak enggan mengusahakan fasilitas berkaitan dengan kebutuhan ternaknya, 11) peran serta pihak swasta/pebisnis dan lembaga keuangan terutama nonpemerintah masih sangat terbatas terutama dalam hal pembiayaan (penyaluran kredit) terhadap usaha ternak kerbau. Hal ini mungkin juga dipengaruhi oleh anggapan mereka bahwa tidak ada jaminan pemerintah yang tegas dalam memproteksi usahanya. Beberapa potensi bagi pengembangan agribisnis peternakan kerbau antara lain :1) tersedianya tenaga kerja peternak/petani, 2) keunggulan ternak lokal yang
7
dimiliki, 3) status bebas beberapa penyakit hewan menular, 4) besarnya permintaan ternak dan produk asal ternak
serta 5) daya dukung lahan yang masih luas
(Muthalib, 2006). Menurut Madjid (2005) beberapa peluang yang dapat dijadikan pendorong dalam pengembangan ternak kerbau antara lain :1) permintaan ternak dan produk asal ternak meningkat, 2) produksi ternak dan produk olahan secara kuantitas dan kualitas belum optimal. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain: 1) sistem pemeliharaan ternak oleh masyarakat masih ekstensif tradisional, 2) terbatasnya ketersediaan pakan sepanjang tahun serta 3) terbatasnya dana/modal. Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau Sistem pemeliharaan dapat dibagi menjadi tiga yaitu pemeliharaan ekstensif, pemeliharaan intensif dan pemeliharaan semiintensif. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan yang melakukan aktivitas perkawinan, pembesaran dan penggemukan di lahan penggembalaan. Pemeliharaan intensif yaitu pemeliharaan ternak dengan cara dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara cut and carry (Parakassi, 1999). Penerapan sistem cut and carry, peternak memiliki kontrol yang lengkap terhadap pakan yang dimakan oleh ternak dan berapa banyak yang dimakan (Chaniago et al.,1991). Pemeliharaan intensif ini bertujuan untuk mendapatkan performa dari ternak yang optimal, namun biaya yang dikeluarkan tinggi. Pemeliharaan semiintensif yaitu pemeliharaan ternak yang pada siang hari digembalakan di lahan penggembalaan, kemudian pada malam hari dikandangkan. Pemeliharaan semiintensif inilah yang banyak diterapkan pada masyarakat petani peternak kerbau di Indonesia. Pemeliharaan ternak kerbau secara tradisional pada umumnya cenderung mengabaikan perkandangan yang baik. Hal seperti ini sangat merugikan, tidak hanya bagi kerbau tetapi juga peternak dan lingkungannya. Kandang bagi ternak kerbau berfungsi sebagai : 1) perlindungan dari teriknya matahari, angin dan hujan, 2) memudahkan pemberian makanan dan minuman, 3) pengawasan, pencegahan dan pengobatan penyakit dapat terkontrol, 4) seleksi dan pemilihan bibit lebih mudah dilakukan dan 5) memudahkan membersihkan dan mengumpulkan kotorannya (Departemen Pertanian, 1986). Kandang pada ternak kerbau dapat dibuat dari bahanbahan yang sederhana dan murah, tetapi harus dengan konstruksi yang cukup kuat. Sistem lantai pada kandang ternak juga harus diperhatikan. Sosroamidjojo dan
8
Soeradji (1990) menyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat lantai kandang di antaranya tidak terlalu mahal, tahan lama, berbidang rata, tidak licin, tidak terlalu keras dan kasar, tidak becek dan mudah untuk dibersihkan. Terdapat dua sistem perkawinan yang biasa dilakukan masyarakat peternak di Indonesia untuk pengembangbiakan ternak kerbau yaitu perkawinan yang diatur (hand mating) dan perkawinan alam di padang rumput (pasture mating). Perkawinan yang diatur dapat meliputi perkawinan dengan menggunakan pejantan langsung dan secara inseminasi buatan. Perkawinan sistem pasture mating yaitu perkawinan bebas di padang rumput secara alamiah dengan rasio pejantan dan betina 1:10 (Departemen Pertanian, 1986). Kerbau merupakan ternak yang dapat hidup dengan makanan yang sangat sederhana atau dengan kata lain kerbau memiliki kemampuan tinggi dalam mengubah makanan yang bermutu rendah menjadi daging. Perlu diketahui bahwa kebutuhan makanan ternak kerbau terdiri atas kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Bahan makanan yang umum diberikan pada ternak kerbau dapat berupa hijauan yang berupa hijauan segar dan hijauan awetan, makanan penguat dan makanan tambahan (Departemen Pertanian, 1986). Bahan pakan hijauan pada umumnya diberikan sebanyak 10% dari berat badan sedangkan bahan pakan penguat cukup 1% dari bobot badan ternak. Perihal pemberian pakan ke ternak kerbau ada tiga cara yaitu :1) pemberian pakan di kandang, 2) pemberian pakan di padang penggembalaan dan 3) pemberian pakan di kandang dan di padang penggembalaan (Departemen Pertanian, 1986). Upaya pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya dengan pemanfaatan kandang karantina, menjaga kebersihan ternak dan kandangnya
serta melakukan vaksinasi berkala. Pemanfaatan kandang karantina
bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi ternak untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang baru serta memonitor adanya suatu kelainan yang tidak tampak hanya dengan melihat penampilan fisik di pasar hewan. Usahaternak Kerbau Usaha peternakan di Indonesia pada umumnya masih dikelola secara tradisional oleh masyarakat peternak. Hal itu juga termasuk pada usaha peternakan kerbau. Peternakan kerbau umumnya hanya merupakan suatu usaha sampingan
9
dalam rumah tangga. Menurut Saragih (2000), tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut : 1.
Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya kurang dari 30%.
2.
Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya 30-69,9% (semikomersil atau usaha terpadu).
3.
Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditas pertanian lainnya sebagai usaha sambilan, dengan tingkat pendapatan usahaternak 70-99,9%.
4.
Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100%. Kerbau merupakan salah satu jenis ternak ruminansia besar yang umum
dibudidayakan di Indonesia yang memiliki manfaat ganda. Ternak kerbau merupakan salah satu sumberdaya penyedia produk pangan hewani dan sekaligus sebagai ternak kerja. Produk pangan hewani dari kerbau berupa daging yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat. Produk ikutan dan samping dari ternak kerbau pun dapat dimanfaatkan seperti kulit, kotoran, tulang dan tanduk. Pemanfaatan ternak kerbau di daerah pedesaan yang utama adalah sebagai alat transportasi dan sumber tenaga untuk mengolah tanah (Chantalakana dan Skunmun, 2002). Kerbau digunakan sebagai penarik bajak untuk membajak sawah sebagai pengganti traktor. Hal ini cukup efektif terutama di daerah dengan topografi lahan yang tidak merata seperti daerah pegunungan. Kepemilikan ternak kerbau bagi sebagian masyarakat di Indonesia dapat juga terkait status sosial budaya seperti di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat. Adanya kepemilikan ternak kerbau yang banyak memberikan makna bahwa keluarga tersebut memiliki status yang tinggi di mata masyarakat. Menurut Gurnadi (1998) menyatakan bahwa usaha untuk mencapai tujuan pengembangan ternak dapat dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu 1) pendekatan teknis dengan meningkatkan kelahiran, menurunkan kematian, mengontrol pemotongan ternak dan perbaikan genetik ternak, 2) pendekatan terpadu yang
10
menerapkan teknologi produksi, manajemen ekonomi, pertimbangan sosial budaya yang tercakup dalam sapta usaha peternakan serta pembentukan kelompok peternak yang bekerja sama dengan instansi-instansi terkait dan 3) pendekatan agribisnis, dengan tujuan untuk mempercepat pengembangan peternakan melalui integrasi dari keempat aspek agribisnis yaitu input produksi (lahan, pakan, plasma nutfah dan sumberdaya manusia), proses produksi, pengolahan hasil dan pemasaran. Pemeliharaan ternak merupakan salah satu komponen dalam usahatani yang akan berintegrasi dengan komoditas lain yang diusahakan oleh petani. Bila usahaternak dalam skala kecil yang berorientasi pada usaha keluarga maka program pengembangan didasarkan pada sistem pertanian terpadu. Sistem pertanian terpadu adalah suatu usaha dalam bidang pertanian dimana terjadi keterkaitan antara input dan output antar komoditas pertanian, keterkaitan antara kegiatan produksi dengan praproduksi dan pascaproduksi serta antara kegiatan pertanian dengan kegiatan manufaktur dan jasa (Rusono, 1999). Beberapa manfaat integrasi ternak pada usaha pertanian antara lain :1) meningkatkan pemberdayaan sumberdaya lokal, 2) optimalisasi hasil usaha, 3) penciptaan produk-produk baru hasil diversifikasi usaha, 4) penciptaan kemandirian petani dan 5) meningkatkan pendapatan petani peternak. Pengembangan sistem usahatani terpadu merupakan salah satu pendekatan dalam memanfaatkan keragaman sumberdaya alam. Bila dikembangkan dengan tepat maka sistem usahatani terpadu dapat menjadi pilar pertanian modern dan berkelanjutan. Suatu sistem usahatani dapat berkembang, maka aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah : 1) sifat usahatani, 2) sumberdaya manusia, 3) skala usaha, 4) sarana dan prasarana, 5) kemitraan dan hubungan antara subsistem agribisnis, 6) orientasi usaha dan 7) kelestarian sumberdaya lingkungan (Rusono, 1999). Analisis Location Quotient (LQ) Menurut Budiharsono (2001), metode Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui penggolongan suatu sektor ke dalam sektor basis dan nonbasis. Daryanto dan Hafizrianda (2010) menyatakan bahwa Location Quotient merupakan suatu indikator sederhana yang dapat menunjukkan kekuatan atau besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah di atasnya atau wilayah acuan. Apabila LQ suatu sektor bernilai lebih dari satu (>1), maka sektor
11
tersebut merupakan sektor basis dimana menjadi kekuatan di wilayah tersebut untuk mengekspor produknya ke luar wilayah yang bersangkutan, sedangkan bila LQ suatu sektor kurang dari 1 (< 1), maka sektor tersebut merupakan sektor nonbasis dimana wilayah tersebut cenderung menjadi pengimpor. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Metode Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merupakan suatu pendekatan untuk menunjukkan kapasitas wilayah dalam penyediaan makanan ternak sehingga diketahui potensi wilayahnya. Metode ini merujuk pada metode “Pengembangan Pemetaan Potensi Wilayah” (Ditjen Peternakan, 1985). Pendekatan perhitungan potensi wilayah penyebaran dan pengembangan ternak ruminansia kerbau didasarkan pada pengertian sebagai berikut : a.
Potensi peningkatan populasi ternak ruminansia memiliki pengertian dinamis, artinya berubah-ubah mengikuti waktu.
b.
Ternak ruminansia adalah sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing dan domba yang telah dikonversikan dalam Satuan Ternak (ST).
c.
Potensi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia suatu wilayah dianggap sebagai sistem tertutup, dengan pengertian potensi yang ada disuatu daerah hanya untuk memenuhi kebutuhan ternak di wilayah tersebut.
d.
Variabel penentu dari potensi sumberdaya lahan adalah lahan garapan (LG), padang rumput (PR) dan rawa (R) yang dianggap sebagai proksi penyedia hijauan makanan ternak. Nilai variabel kepala keluarga (KK) dianggap sebagai suatu proksi pemelihara ternak ruminansia. Populasi riil ternak adalah populasi yang ada pada saat penelitian.
e.
Skala prioritas wilayah hanya didasarkan atas nilai kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) efektif dengan memperlakukan peubah lain sebagai peubah kebijakan (Ditjen Peternakan, 1985).
12
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah yaitu di Kecamatan Jati, Jekulo dan Kaliwungu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2010. Materi Materi dan instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis, alat dokumentasi dan lembar kuesioner yang digunakan untuk mewawancarai peternak. Prosedur Data primer diperoleh dari wawancara dengan daftar pertanyaan di kuesioner kepada peternak terpilih (sampel) dan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui gambaran umum peternakan kerbau di Kabupaten Kudus. Penentuan sampel dilakukan secara bertahap yaitu : 1. Tahap pertama mengambil secara purposive tiga kecamatan dengan populasi ternak tinggi/banyak yaitu Kecamatan Jati, Jekulo dan Kaliwungu. 2. Tahap kedua mengambil secara purposive dua desa dari masing-masing kecamatan terpilih. 3. Tahap ketiga mengambil lima peternak dari masing-masing desa terpilih dengan teknik convenience sampling yaitu berdasarkan kesediaan untuk diwawancarai dan kemudahan untuk ditemui saat pelaksanaan penelitian. Penilaian wilayah yang potensial untuk pengembangan ternak kerbau dilakukan dengan pengumpulan data sekunder dari instansi terkait di Kabupaten Kudus seperti Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Badan Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta kantor pemerintahan terpilih.
13
Rancangan dan Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis dekriptif digunakan pada penelitian ini untuk menggambarkan keadaan umum peternakan kerbau di Kabupaten Kudus yaitu mengenai kondisi sumberdaya
alam,
sumberdaya
manusia,
fasilitas
infrastruktur,
teknologi
pemeliharaan, kelembagaan dan profil Kabupaten Kudus. Analisis Location Quotient Location Quotient (LQ) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis keadaan suatu wilayah apakah wilayah tersebut merupakan sektor basis atau nonbasis, dalam hal ini khususnya untuk populasi ternak kerbau. Tepatnya metode ini digunakan untuk menentukan wilayah yang termasuk sentra populasi ternak kerbau. Menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) metode LQ dirumuskan sebagai berikut :
Dimana : vi
= populasi ternak kerbau di kecamatan
vt
= total populasi ternak ruminansia di kecamatan
Vi
= populasi ternak kerbau di kabupaten
Vt
= total populasi ternak ruminansia di kabupaten
Bila diperoleh LQ>1, maka kecamatan tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai wilayah sentra ternak kerbau. Analisis Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Perhitungan KPPTR ini didasarkan pada metode “Pengembangan Pemetaan Potensi Wilayah” (Ditjen Peternakan, 1985) yang dilihat dari dua sumberdaya yaitu lahan dan tenaga kerja, dengan persamaan sebagai berikut : a. PMSL = a.LG + b.PR + c.R PMSL = Potensi maksimum (ST) berdasarkan sumberdaya lahan, yaitu lahan garapan (LG), padang rumput (PR) dan rawa (R).
14
LG
= Lahan garapan tanaman pangan (ha) yaitu hasil penjumlahan dari luas lahan sawah (basah dan kering), tegalan/ladang dan perkebunan.
a
= Koefisien yang dihitung sebagai nisbah populasi ternak ruminansia (ST) dengan luas lahan garapan (ha). Nilai a dalam perhitungan ini adalah nilai berdasarkan keluaran Direktorat Jenderal Peternakan tahun 1985, yaitu 0,8 ST/ha LG.
PR
= Luas padang rumput (ha).
b
= Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung padang rumput alam, yaitu 0,5 ST/ha.
R
= Luas rawa (ha). Rawa di Kabupaten Kudus merupakan rawa air tawar.
c
= Koefisien yang dihitung sebagai kapasitas tampung rawa air tawar yaitu 2 ST/ha.
b. PMKK = d x KK PMKK = Potensi maksimum (ST) berdasarkan kepala keluarga. K
= Kepala keluarga.
d
= Koefisien yang dihitung berdasarkan jumlah satuan ternak yang dipelihara oleh satu KK. Nilai d adalah 3ST/KK.
c. KPPTR (SL) = PMSL–POPRIL KPPTR (SL) = Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (ST) berdasarkan sumberdaya lahan. POPRIL
= Populasi riil ternak ruminansia (ST) pada tahun tertentu.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kabupaten Kudus Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Kudus sebagai salah satu Kabupaten di Jawa Tengah, terletak 51 km di sebelah Timur Ibukota Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Kudus tercatat sebesar 425,17 km². Secara astronomi Kabupaten Kudus terletak antara 110 o36’ dan 110o50’ Bujur Timur dan antara 6 o51’ dan 7o16’ Lintang Selatan. Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 16 km dan dari Utara ke Selatan 22 km. Secara administratif Kabupaten Kudus berbatasan dengan : Sebelah Utara
: Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati
Sebelah Selatan
: Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Pati
Sebelah Barat
: Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak
Sebelah Timur
: Kabupaten Pati
Kabupaten Kudus memiliki sembilan kecamatan yang terbagi ke dalam 123 desa dan sembilan kelurahan (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Iklim Kabupaten Kudus memiliki iklim tropis basah dengan temperatur sedang. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Kudus berkisar antara 19,9oC sampai dengan 27,6 oC dan memiliki kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 71,7 % sampai dengan 81,7 %. Kabupaten Kudus bercurah hujan relatif rendah rata-rata di bawah 2.000 mm/tahun dan memiliki hari hujan rata-rata 97 hari/tahun (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Topografi dan Penggunaan Lahan Kabupaten Kudus memiliki ketinggian rata-rata 55 m di atas permukaan laut. Secara geologi, sebagian besar jenis tanah di Kabupaten Kudus adalah aluvial coklat tua sebesar 32,12 % dari luas tanah di Kabupaten Kudus. Luas lahan Kabupaten Kudus tercatat sebesar 42.516 ha yang terdiri atas 20.687 ha (48,66 %) merupakan lahan pertanian sawah dan 7.563 ha (17,79 %) adalah lahan pertanian bukan sawah. Sisa lahan lainnya berupa lahan bukan pertanian sebesar 14.266 ha (33,55 %). Rincian penggunaan lahan di Kabupaten Kudus dapat dilihat pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Luas Lahan Kabupaten Kudus Menurut Penggunaannya Tahun 2008 Jenis Penggunaan Tanah
Luas (ha)
Persentase (%)
20.687
48,66
a. Irigasi Teknis
3.973
9,30
b. Irigasi Setengah Teknis
6.128
14,40
c. Irigasi Sederhana
3.360
7,90
862
2,00
e. Tadah Hujan
6.364
15,00
II. Lahan Bukan Sawah
21.829
51,34
a. Tegal/Ladang/Kebun
6.265
14,70
b. Pekarangan/Bangunan
9.142
21,50
c. Perkebunan
112
0,26
d. Hutan Rakyat
123
0,29
e. Tambak/Kolam/Empang
4
0,00
f. Padang Rumput
1
0,00
1.882
4,43
60
0,14
4.240
10,73
I. Lahan Sawah
d. Irigasi Desa (bukan PU)
g. Hutan Negara h. Rawa-Rawa i. Lainnya (Sungai, Jalan, Kuburan dan lain-lain) Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk Kabupaten Kudus pada akhir tahun 2008 adalah sebesar 752.921 jiwa, terdiri atas 372.761 jiwa laki-laki (49,51 %) dan 380.160 jiwa perempuan (50,49 %) dengan rata-rata kepadatan penduduk mencapai 1.771 jiwa/ km2. Jumlah penduduk Kabupaten Kudus berdasarkan Kepala Keluarga (KK) adalah sebesar 183.672 KK (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 2.
17
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Kudus yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2008 Jenis Lapangan Pekerjaan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Petani
59.268
Buruh Tani
42.704
Pengusaha
7.876
Buruh Pabrik dan Bangunan
117.373
Pedagang
46.120
PNS/ABRI
12.588
Angkutan
7.894
Pensiun
1.792
Lainnya
31.743
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
Sektor Ekonomi Salah satu indikator dalam melihat keberhasilan pembangunan adalah diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Adanya PDRB menggambarkan kemampuan daerah mengelola SDM yang dimiliki oleh suatu daerah untuk menghasilkan suatu produk melalui proses produksi, oleh karena itu besarnya PDRB yang dihasilkan oleh suatu daerah bergantung pada persediaan faktor-faktor produksi. Perkembangan PDRB Kabupaten Kudus tahun 2003-2007 disajikan pada Tabel 3 dan pendapatan per kapita disajikan pada Tabel 4. Terlihat pada Tabel 3 bahwa kontribusi PDRB sebagian besar berasal dari sektor industri. Besarnya kontribusi dari sektor industri menunjukkan bahwa sektor ini memegang peranan penting dalam menopang perekonomian di Kudus, Kontribusi dari sektor pertanian sendiri hanya menduduki peringkat III setelah komoditas perdagangan, hotel dan restoran. Namun kontribusi dari sektor pertanian memiliki potensi untuk ditingkatkan mengingat lebih dari 50% luas lahan di Kabupaten Kudus merupakan lahan pertanian. Tingkat pendapatan per kapita termasuk ke dalam indikator sektor perekonomian. Berdasarkan Tabel 4, tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita Kabupaten Kudus dari tahun 2003 sampai tahun 2007 mengalami peningkatan.
18
Tabel 3. Nilai PDRB atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha Kabupaten Kudus Tahun 2003–2007 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pertanian
427.041,17
441.564,81
446.634,64
527.005,27
572.201,71
4.429,69
5.458,30
6.390,96
7.347,51
8.380,38
9.202.712,71
10.631.715,43
12.844.125,26
13.992.851,76
15.616.390,95
63.553,93
73.888,35
74.875,78
83.444,04
89.051,89
146.980,84
193.203,90
246.809,77
270.997,53
319.534,84
Perdagangan, Hotel, Restoran
3.682.050,90
4.262.112,37
5.122.551,11
5.334.635,50
5.633.600,01
Pengangkutan dan Komunikasi
207.638,05
239.365,46
293.616,56
323.498,78
340.685,13
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
253.632,57
293.208,16
373.489,86
419.347,63
467.249,16
Jasa-Jasa
335.352,93
363.512,09
414.300,37
470.202,69
524.910,93
14.323.392,79
16.504.028,87
19.822.794,31
21.429.330,71
23.572.005,00
Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan
Total PDRB
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
Tabel 4. Pendapatan Per Kapita Kabupaten Kudus Tahun 2003–2007 (Rupiah) Tahun
Pendapatan Per Kapita
2003
10.818.021,59
2004
11.645.139,50
2005
14.344.909,06
2006
15.591.863,37
2007
16.233.123,66
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
19
Wilayah Pembangunan Pembagian wilayah pembangunan Kabupaten Kudus yang didasarkan atas penyebaran kegiatan ekonomi, potensi dan kondisi wilayah dibagi menjadi lima Sub Wilayah Pembangunan (SWP). Kelima SWP tersebut adalah Sub Wilayah Pembangunan I (SWP I) yang meliputi wilayah Kecamatan Kota, Kecamatan Jati, Kecamatan Bae dan Kecamatan Mejobo. Pusat pengembangan wilayah ini terdapat pada Kecamatan Kota. Wilayah ini dikonsentrasikan sebagai pusat kantor pemerintahan, perindustrian, permukiman perkotaan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi, sebagian kawasan pertanian lahan basah serta wilayah peternakanperikanan (kecuali Kecamatan Kota). Sub Wilayah Pembangunan II (SWP II) meliputi wilayah Kecamatan Jekulo dengan pusat pengembangannya berada pada Kecamatan Jekulo. Wilayah ini dikonsentrasikan sebagai wilayah yang sebagian sebagai lahan pertanian basah dan lahan kering, wilayah hutan produksi, wilayah pertambangan, wilayah peternakanperikanan serta sebagian sebagai wilayah perindustrian. Sub Wilayah Pembangunan III (SWP III) yang meliputi wilayah Kecamatan Gebog dan Kecamatan Dawe dengan pusat pengembangan di Kecamatan Dawe. Wilayah ini dikonsentrasikan sebagai wilayah perkebunan, peternakan-perikanan, sebagian sebagai lahan pertanian basah dan kering, sebagian sebagai perindustrian dan sebagai wilayah pariwisata. Sub Wilayah Pembangunan IV (SWP IV) yang meliputi wilayah Kecamatan Undaan dengan pusat pengembangannya di Kecamatan Undaan. Wilayah ini dikonsentrasikan sebagai wilayah pertanian lahan basah dan sebagian wilayah peternakan-perikanan. Sub Wilayah Pembangunan V (SWP V) yang meliputi wilayah Kecamatan Kaliwungu dengan pusat pengembangan di Kecamatan Kaliwungu. Wilayah ini dikonsentrasikan sebagai wilayah permukiman, pertanian lahan basah, peternakanperikanan dan sebagian wilayah perindustrian. Sektor Peternakan Peternakan merupakan hal yang berperan penting dalam penyediaan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Sektor peternakan di Kabupaten Kudus masih didominasi oleh peternakan rakyat dimana masyarakat hanya mengusahakan
20
ternak sebagai usaha sambilan. Sektor peternakan terutama ternak ruminansia dan unggas banyak dibudidayakan oleh masyarakat Kabupaten Kudus terutama yang berdomisili di wilayah pedesaan. Hal itu dikarenakan masyarakat pedesaan yang umumnya sebagai petani mengusahakan ternak yang diintegrasikan dengan lahan pertanian yang ada. Populasi ternak di Kabupaten Kudus tahun 2008 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Total Populasi Ternak Tiap Kecamatan Kabupaten Kudus Tahun 2008 (ekor) Kecamatan
Sapi Perah 2
Sapi Potong 3
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
4
5
6
7
24
236
407
12
3.737
426
43.518
77.550
2.555
0
Kota
146
272
19
3
356
130
8.741
30.899
519
750
Jati
1 Kaliwungu
Ayam Buras 8
Ayam Ras 9
Itik
Puyuh
10
11
10
124
268
9
1.287
110
68.937
69.509
1.742
0
Undaan
0
938
86
20
672
3.674
72.393
24.750
9.781
0
Mejobo
43
282
67
15
1.770
445
35.789
0
1.015
600
Jekulo
1
438
405
52
3.046
3.394
51.689
771.000
5.841
3.900
56
819
178
11
7.369
1.059
20.432
115.000
973
0
Bae Gebog
0
755
185
22
10.962
576
49.054
709.000
3.197
15.125
Dawe
10
3.441
179
27
11.020
10.808
57.586
1.292.590
6.330
32.700
Total
290
7.305
1.794
171
40.219
20.622
408.139
3.090.298
31.953
53.075
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
Kabupaten Kudus memiliki ternak yang terkenal di kalangan masyarakatnya, yaitu ternak kerbau. Ternak kerbau di Kabupaten Kudus banyak dimanfaatkan sebagai penyedia pangan hewani. Hal ini dikarenakan adanya aneka produk olahan kuliner yang khas yang berbahan dasar daging kerbau yang menjadikan ciri khas dari Kabupaten Kudus. Adanya aneka olahan kuliner dari daging kerbau ini terkait tradisi dimana masyarakat merasa tabu apabila mengonsumsi daging sapi. Rincian populasi ternak kerbau per Kecamatan
tahun 2004–2008 dan produksi hasil ternak
Kabupaten Kudus tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus mengalami penurunan meskipun sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2005 (1.802 ekor) dan tahun 2007 (1.899 ekor). Penurunan populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus ini terjadi karena beberapa faktor di antaranya tingginya tingkat pemotongan betina produktif, sistem reproduksi yang tergolong lamban
serta
berkurangnya minat masyarakat untuk beternak kerbau.
21
Tabel 6. Populasi Ternak Kerbau per Kecamatan tahun 2004–2008 (ekor) Kecamatan
2004
2005
2006
2007
2008
Kaliwungu
679
680
585
789
407
Kota
19
19
19
7
19
Jati
258
276
244
166
268
Undaan
138
73
94
89
86
Mejobo
172
145
162
33
67
Jekulo
798
132
232
266
405
56
56
59
69
178
Gebog
284
322
337
158
185
Dawe
96
99
72
322
179
Total
2.503
1.802
1.804
1.899
1.794
Bae
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
Tabel 7. Produksi Hasil Ternak Kabupaten Kudus Tahun 2004–2007 Komoditas
2004
2005
2006
2007
2008
21.311
51.440
117.693
267.641
120.960
Kerbau (kg)
625.200
662.774
792.400
481.000
412.673
Kambing/domba (kg)
433.826
383.167
580.726
160.582
233.186
13.750
18.095
17.435
15.785
16.500
3.101.475
3.130.614
2.854.967
3.340.264
3.752.037
22.923
37.993
40.170
18.230
45.666
5.588
35.790
51.022
15.621
30.944
202.824
793.152
822.567
764.981
611.262
Ayam Ras
494.640
1.917.870
1.803.071
1.689.345
1.371.695
Ayam Buras
230.750
401.299
199.567
863.209
253.045
Itik
77.156
168.139
247.680
257.969
407.486
Puyuh
17.417
61.862
47.302
69.191
64.364
Sapi (kg)
Babi (kg) Ayam ras/buras (kg) Itik (kg) Kulit (lbr) Susu (ltr) Telur (kg)
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009)
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa di Kabupaten Kudus tidak ada peternakan babi, namun di Tabel 7 terdapat produksi daging babi. Pasokan daging babi tersebut
22
berupa karkas atau ternak babi hidup yang berasal dari daerah lain. Khusus ternak babi hidup dipotong oleh jagal babi sebanyak 300 ekor di Kecamatan Kota (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Berdasarkan Tabel 7 pula dapat dilihat bahwa produksi daging yang dipasok oleh ternak ruminansia terbesar dipasok oleh daging kerbau. Pasokan daging kerbau tersebut berasal dari dalam wilayah kabupaten dan kiriman dari luar wilayah kabupaten. Sebagian besar pasokan daging kerbau berasal dari ternak kerbau yang didatangkan dari luar daerah mengingat populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus masih sedikit, kemudian dipotong di RPH pemerintah atau jagaljagal milik swasta/perorangan di dalam Kabupaten Kudus. Daging yang diperoleh tersebut didistribusikan ke pasar-pasar tradisional di dalam wilayah Kabupaten Kudus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Kudus. Sumberdaya Pendukung Peternakan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam yang mendukung pengembangan peternakan kerbau meliputi kondisi iklim, lahan penyedia hijauan makanan ternak dan populasi ternak. Kondisi Iklim. Kabupaten Kudus merupakan wilayah dengan iklim tropis basah temperatur sedang. Suhu udara rata-rata di Kabupaten Kudus berkisar antara 19,9oC sampai dengan 27,6 oC dan memiliki kelembaban udara rata-rata bervariasi dari 71,7% sampai dengan 81,7%. Kabupaten Kudus bercurah hujan relatif rendah ratarata di bawah 2.000 mm/tahun (1.913 mm/tahun) dan memiliki hari hujan rata-rata 97 hari/tahun (BPS Kabupaten Kudus, 2009). Curah hujan ini erat kaitannya dengan ketersediaan air dan ketersediaan hijauan pakan. Tingkat suhu udara dan kelembaban udara ini berpengaruh terhadap penampilan dari ternak kerbau. Saat kondisi lingkungan panas kerbau akan mengalami cekaman panas sehingga kerbau akan melakukan termoregulasi dengan cara berkubang dan lebih banyak minum. Kerbau biasanya berkubang di tempat yang banyak air seperti sungai dan rawa. Tujuan kerbau berkubang adalah untuk menjaga kondisi suhu tubuh tetap stabil, karena jika hal tersebut terganggu maka akan berpengaruh terhadap produktivitas dari ternak kerbau tersebut. Kendala yang dimiliki pada sumberdaya alam di Kabupaten Kudus adalah saat rawan bencana. Bencana yang biasa melanda beberapa wilayah di Kabupaten
23
Kudus adalah banjir dan kekeringan. Saat banjir biasanya ternak kerbau terpaksa direlokasi ke tempat-tempat yang lebih tinggi seperti di kawasan tanggul pelindung desa. Hal ini karena kawasan sentra peternakan kerbau di Kabupaten Kudus banyak terdapat di wilayah dengan topografi rendah yang rawan banjir. Saat kemarau, terjadi kekeringan sehingga terjadi kelangkaan sumber pakan yaitu hijauan dan kebutuhan air bagi ternak. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap daya adaptasi ternak kerbau terutama kerbau rawa yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Kudus. Air bagi ternak kerbau sangatlah penting karena ternak kerbau merupakan ternak semiaquatic yang memiliki kebiasaan berkubang karena kebiasaan hidupnya di lingkungan dengan kondisi relatif kering. Kerbau rawa ini harus mendapat air dalam jumlah banyak untuk mempertahankan agar dirinya tetap sejuk (Williamson dan Payne, 1993). Saat kemarau tiba, perihal pakan bagi ternak kerbau bukanlah merupakan permasalahan yang serius bagi peternak karena ternak kerbau dapat diberi hijauan pakan dalam kondisi kurang berkualitas (hijauan protein sangat rendah dan banyak serat kasarnya). Hal ini dimungkinkan karena karakteristik fisiologi pencernaan dan kapasitas perut ternak kerbau yang relatif besar (Suhubdy, 2007). Lahan. Lahan dapat berfungsi sebagai tempat terselenggaranya kegiatan produksi pertanian seperti bercocok tanam, pemeliharaan ternak dan budidaya ikan. Lahan bagi peternakan ruminansia banyak dimanfaatkan sebagai lokasi perkandangan, tempat penggembalaan dan penanaman tanaman sumber pakan ternak. Kabupaten Kudus masih memiliki lahan penghasil hijauan pakan. Potensi sumber hijauan pakan dapat dilihat dari kapasitas tampung ternak ruminansia di tiap wilayah kecamatan di Kabupaten Kudus. Pakan hijauan ternak kerbau di Kabupaten Kudus sebagian besar berasal dari lahan pertanian. Kabupaten Kudus sendiri hanya memiliki luasan padang rumput yang minim hanya seluas satu hektar. Minimnya luasan padang rumput di Kabupaten Kudus disebabkan para peternak kerbau tidak memiliki lahan khusus untuk bertanam kebun hijauan makanan ternak. Para peternak memperoleh hijauan pakan ternak berupa hijauan hasil samping pertanian dan rumput dari padang rumput, lahan sawah bera, galengan sawah, tegalan dan sebagainya. Melihat kepada sumber keterkaitan pasokan pakan, maka sudah selayaknya diupayakan pemanfaatan lahan lain di luar sub sektor peternakan untuk
24
diintegrasikan dengan ternak, misalnya ternak dengan perkebunan kelapa, ternak dengan kehutanan dapat dibuatkan suatu areal silvopastural. Selain itu, perlu melakukan reformasi di bidang pertanahan (agraria) untuk menjamin tersedianya lahan untuk padang penggembalaan, maupun lahan untuk sumber pakan, seperti misalnya areal pertanaman jagung untuk pakan ternak (corn beef) (Dilaga, 2006). Populasi Ternak Kerbau. Populasi ternak kerbau yang ada di Kabupaten Kudus adalah kerbau rawa untuk produksi daging. Populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus tergolong masih sedikit dan jauh di bawah populasi ternak sapi potong bahkan mengalami penurunan. Beberapa penyebab menurunnya populasi ternak kerbau ini antara lain :1) semakin tingginya pemotongan kerbau terkait permintaan konsumsi masyarakat yang tidak diimbangi dengan peningkatan populasi ternak, 2) keterbatasan lahan penggembalaan bagi ternak kerbau, 3) sistem reproduksi yang tergolong lamban dan 4) kecenderungan masyarakat yang lebih tertarik berbudidaya ternak sapi potong terkait perputaran modal yang cepat. Kusnadi et al. (2005) menyatakan bahwa penurunan populasi kerbau diduga disebabkan oleh berkurangnya fungsi dan peranan kerbau dalam sistem usahatani dan berkurangnya lahan baik sebagai garapan petani maupun lahan sebagai sumber pakan ternak kerbau. Selain itu ada kemungkinan bahwa pemeliharaan kerbau kurang menguntungkan sehingga petani kurang bergairah untuk memelihara kerbau dalam jumlah yang relatif banyak. Adanya keterbatasan lahan penggembalaan ini dapat diatasi dengan sistem pemeliharaan intensif yang dapat memperpendek selang beranak menjadi 13 bulan dan pertambahan bobot badan harian sekitar 1 kg/ekor/hari (Talib, 2008). Kerbau rawa yang merupakan tipe kerbau yang dibudidayakan di Kabupaten Kudus memiliki berbagai keunggulan dibanding ternak ruminansia lainnya. Keunggulan tersebut adalah mampu bertahan hidup dengan baik di daratan yang kering, memiliki kemampuan memanfaatkan pakan berkualitas rendah seperti rumput kering dengan kadar nutrisi rendah dan serat kasar tinggi serta memiliki kapasitas yang cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang ekstrim. Rincian populasi ternak kerbau berdasarkan umur di setiap kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2008 disajikan pada Tabel 8.
25
Tabel 8. Komposisi Ternak Kerbau Berdasarkan Umur di Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus Tahun 2008 Kecamatan
Jumlah Ternak Kerbau Anak Ekor
Kaliwungu
Muda ST
Ekor
Dewasa ST
Ekor
ST
87
21,75
112
56,0
208
208
Kota
4
1,00
5
2,5
10
10
Jati
57
14,25
74
37,0
137
137
Undaan
18
4,50
24
12,0
44
44
Mejobo
14
3,50
19
9,5
34
34
Jekulo
86
21,50
112
56,0
207
207
Bae
38
9,50
49
24,5
91
91
Gebog
40
10,00
51
25,5
94
94
Dawe
38
9,50
50
25,0
91
91
382
95,50
496
248
916
916
TOTAL
Sumber : BPS Kabupaten Kudus (2009) (diolah)
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus masih sedikit sebesar 1.259,5 ST. Hal ini berlawanan dengan permintaan pasokan daging kerbau di Kabupaten Kudus. Permintaan konsumsi daging kerbau Kabupaten Kudus relatif tinggi (718.462 kg) karena terkait selera masyarakat Kudus yang lebih menyukai daging kerbau daripada daging ternak ruminansia lainnya. Tingginya permintaan konsumsi daging kerbau di Kabupaten Kudus terkait dengan tradisi masyarakat Kudus yang sudah turun-temurun yakni merasa tabu apabila mengonsumsi daging sapi. Adanya hal demikian menyebabkan masyarakat Kudus lebih cenderung mengonsumsi daging kerbau sebagai pengganti daging sapi. Permintaan konsumsi daging kerbau di Kabupaten Kudus tidak sepenuhnya dipenuhi dari populasi ternak di dalam kabupaten mengingat populasinya yang masih sedikit, melainkan didatangkan dari luar wilayah Kabupaten Kudus berupa ternak hidup maupun karkas kerbau. Pemasukan ternak kerbau hidup tiap bulannya pada tahun 2009 adalah berasal dari Bandung sebanyak 32 ekor, Magelang 142 ekor dan berupa karkas kerbau dari Demak sebanyak 150 kuintal (Dinas Pertanian, Perikanan, Kehutanan Kudus, 2010).
26
Sumberdaya Manusia Karakteristik Peternak. Karakteristik peternak merupakan salah satu aspek yang mendukung keberhasilan usaha peternakan kerbau, sehingga karakteristik peternak perlu diketahui untuk mendukung pengembangan ternak kerbau. Karakteristik peternak yang diamati dalam penelitian ini meliputi usia, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pengalaman beternak dan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik peternak kerbau di Kabupaten Kudus disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan Tabel 9 sebesar 50% peternak berada pada usia 48 sampai 58 tahun. Rata-rata usia peternak adalah 46,8 tahun. Hal ini serupa dengan karakteristik peternak kerbau di Kabupaten Pandeglang dimana rata-rata usia peternak adalah 47,3 tahun (Ketaren, 1999). Usia peternak kerbau tersebut tergolong usia produktif. Sebagian besar usia peternak berada di usia tua (50%) dikarenakan golongan muda cenderung kurang berminat berusaha di bidang peternakan. Golongan muda lebih cenderung memilih bekerja di pabrik atau merantau ke luar kota sebagai buruh bangunan. Tingkat pendidikan formal peternak masih tergolong rendah yaitu 70% hanya sampai pada tingkat sekolah dasar (SD). Sebanyak 23,33% dan 6,67% peternak berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Hal ini serupa dengan karakteristik peternak kerbau di Kalimantan Selatan dimana pendidikan peternak dominan lulusan sekolah dasar (Qomariah et al.,2005). Pendidikan formal peternak kerbau di Kabupaten Kudus dominan lulusan SD (70%) dikarenakan anggapan peternak yang lebih memilih langsung bekerja sebagai petanipeternak yang mendatangkan uang daripada melanjutkan sekolah. Adanya tingkat pendidikan peternak kerbau yang rendah tidak memberikan pengaruh negatif terhadap kinerja aparat dinas mengenai bantuan ternak yang akan diberikan kepada peternak. Pihak dinas dalam memberikan bantuan ternak kepada peternak tidak mengharuskan peternak memiliki pendidikan formal tinggi, namun lebih melihat kriteria tingkat ekonomi peternak, pengalaman dan kejujuran peternak mengingat adanya pemberlakuan sistem bagi hasil antara peternak dengan pemerintah. Adanya pendidikan formal peternak yang rendah, tidak menghalangi usaha pengembangan ternak kerbau karena pendidikan nonformal terutama pelatihan teknis budidaya ternak kerbau jauh lebih penting dibandingkan pendidikan formal. Selain itu,
27
keterbatasan pendidikan formal peternak justru dapat memacu kinerja para aparat dinas (penyuluh lapang) dalam memperkenalkan teknologi baru (inovasi) kepada para peternak. Tabel 9. Karakteristik Peternak Kerbau di Kabupaten Kudus No Uraian 1
2
27 – 37
3
10,00
38 – 47
12
40,00
48 – 58
15
50,00
21
70,00
SMP/sederajat
7
23,33
SMA/sederajat
2
6,67
17
56,67
Buruh Tani
6
20,00
Buruh Pabrik
2
6,67
Pedagang
2
6,67
Wiraswasta
2
6,67
PNS/Pegawai
1
3,33
3 - 11
10
33,33
12 – 21
8
26,67
22 – 30
12
40,00
0–2
2
6,67
3–5
21
70,00
6–8
7
23,33
Pendidikan Formal
Mata Pencaharian Petani
4
5
Persentase (%)
Usia (tahun)
SD/sederajat
3
Jumlah (orang)
Pengalaman Beternak (tahun)
Jumlah Tanggungan (orang)
Sebesar 56,67% dan 20% peternak bermatapencaharian utama sebagai petani dan buruh tani. Matapencaharian peternak kerbau sebagian besar petani karena peternak memiliki dan mengelola lahan pertanian yang telah diturunkan dari orang 28
tua peternak. Matapencaharian utama para peternak cukup bervariasi dan menunjukkan bahwa ternak kerbau masih diminati berbagai kalangan. Hal ini disebabkan ternak kerbau dianggap dapat memberikan tambahan pendapatan dan dapat diintegrasikan dengan pertanian mengingat sebagian besar matapencaharian utama peternak sebagai petani. Pengalaman beternak juga berpengaruh terhadap keberhasilan usaha peternakan. Semakin tinggi pengalaman beternak akan semakin memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan manajemen usaha ternak. Pengalaman beternak ini diukur sejak awal peternak mengusahakan peternakan kerbau sampai penelitian dilakukan. Sebanyak 40% peternak memiliki pengalaman beternak selama 22 sampai 30 tahun dan 33,33% memiliki pengalaman selama tiga sampai 11 tahun dengan rata-rata pengalaman selama 18,3 tahun. Hal ini hampir serupa dengan rata-rata pengalaman peternak kerbau di Kabupaten Pandeglang yaitu selama 21,7 tahun (Ketaren, 1999). Pengalaman peternak kerbau yang tinggi ini dikarenakan peternak memulai usaha beternak sejak masih kecil yaitu sejak lulus SD dan lebih cenderung bekerja sebagai petani-peternak. Sebagian besar usaha pemeliharaan ternak kerbau merupakan usaha turun-temurun dan sebagai usaha sampingan. Jumlah tanggungan keluarga peternak kerbau cukup bervariasi. Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga peternak termasuk di dalamnya istri, anak kandung atau saudara lainnya yang biaya hidupnya ditanggung peternak. Jumlah tanggungan keluarga peternak kisaran nol sampai dua orang sebesar 6,67%, kisaran tiga sampai lima orang sebesar 70% dan kisaran enam sampai delapan orang sebesar 23,33%. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga peternak sebesar empat orang. Hal ini sesuai dengan jumlah terbanyak dari tanggungan keluarga peternak yang berada pada kisaran tiga sampai lima orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga peternak tergolong kecil. Jumlah tanggungan keluarga yang kecil berpengaruh terhadap tingkat pengeluaran keluarga. Hal ini karena jumlah tanggungan keluarga yang kecil maka pengeluaran peternak juga kecil sehingga peternak dapat mengalokasikan pendapatan yang diperoleh untuk keperluan usaha ternak kerbau.
29
Karakteristik Aparat. Sumberdaya manusia yang mendukung pengembangan peternakan kerbau di Kabupaten Kudus tidak hanya meliputi peternak, namun adanya keikutsertaan aparat pemerintah (aparat dinas). Aparat dinas peternakan di Kabupaten Kudus ini bernaung di bawah Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus. Aparat dinas ini berfungsi sebagai pelaksana kebijakan dalam pengembangan peternakan secara umum dan pengembangan peternakan kerbau di Kabupaten Kudus secara khusus. Rincian total pegawai peternakan di Kabupaten Kudus disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Rincian Pegawai Peternakan di Kabupaten Kudus Jabatan
Total (orang)
Kepala Sub Dinas
1
Kepala Seksi (Produksi dan Usaha Peternakan)
2
Mantri Hewan
9
Administrasi
1
Staf Teknis
6
Penyuluh Pertanian Lapang
66
Total
85
Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan, Kehutanan Kab. Kudus (2010)
Aparat dinas bagian peternakan di Kabupaten ada 19 orang dan 66 orang sebagai penyuluh pertanian lapang. Penyuluh pertanian lapang di Kabupaten Kudus memiliki tugas yang multifungsi yaitu dapat memberikan penyuluhan mengenai bidang pertanian, peternakan, maupun perikanan. Tiap pegawai penyuluh pertanian ini bertanggung jawab terhadap dua desa/kelurahan di Kabupaten Kudus. Fasilitas Infrastruktur Kabupaten Kudus memiliki beberapa fasilitas infrastruktur pendukung peternakan. Fasilitas tersebut di antaranya adanya Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pasar Ternak, Pusat Kesehatan Hewan dan Reproduksi Ternak serta Taman Ternak. Kepemilikan rumah pemotongan hewan (RPH) di Kabupaten Kudus berada di pihak
pemerintah dan swasta (TPH). Rumah Pemotongan Hewan milik
pemerintah merupakan tipe RPH kelas D yang terdapat di Kecamatan Jati dan Kecamatan Bae yang
melayani pemotongan kerbau sebanyak tiga sampai lima 30
ekor/hari, namun tidak menutup kemungkinan untuk pelayanan pemotongan ternak ruminansia lainnya. Tempat Pemotongan Hewan (TPH) yang diusahakan pihak perorangan/swasta terdapat di setiap rumah jagal yang tersebar di beberapa kecamatan. Rumah Pemotongan Ayam (RPA) umumnya terdapat di rumah-rumah maupun pasar-pasar. Kegiatan TPH dan RPA ini dikenai biaya retribusi serta berada di bawah pantauan bagian peternakan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus. Pasar ternak yang ada di Kabupaten Kudus terdapat di beberapa kecamatan dan yang terbesar terdapat di Kecamatan Jati (Pasar Ternak Kudus). Pasar Ternak Kudus ini terjadi aktivitas jual-beli ternak sapi potong, kerbau, kambing dan domba serta hanya buka di tiap pasaran kliwon menurut kalender Jawa. Ternak kerbau yang diperjualbelikan di pasar ini berasal dari peternak dalam kabupaten maupun dari luar kabupaten. Pasar ternak lainnya yang tersebar di beberapa kecamatan umumnya hanya memperjualbelikan ternak ruminansia kecil dan hanya buka tiap hari pasaran tertentu. Fasilitas lainnya adalah Pusat Kesehatan Hewan dan Reproduksi Ternak serta Taman Ternak yang terdapat di Kecamatan Gebog. Adanya Pusat Kesehatan Hewan dan Reproduksi Ternak ini berperan dalam
pelayanan kesehatan dan
reproduksi ternak seperti program inseminasi buatan. Inseminasi buatan khusus ternak kerbau sendiri saat ini sudah sangat jarang. Terakhir kali dilakukan inseminasi buatan pada kerbau dilaksanakan pada tahun 2006. Taman Ternak memiliki fungsi sebagai demplot (demonstration plot) atau media penyuluhan ke peternak. Info-info tentang budidaya ternak tersedia juga di Taman Ternak. Infrastruktur Taman Ternak disajikan pada Gambar 1. Selain fasilitas infrastruktur tersebut, fasilitas infrastruktur lainnya seperti sarana transportasi, layanan jangkauan listrik dan telekomunikasi yang terjangkau ke pelosok wilayah dan ketersediaan pasar dapat dijadikan sebagai peluang investasi peternakan di Kabupaten Kudus. Kabupaten Kudus belum memiliki pabrik pakan baik untuk unggas maupun ruminansia. Ketiadaan pabrik pakan ternak di Kabupaten Kudus ini memberikan peluang untuk dikembangkan baik untuk pabrik pakan mini maupun besar. Selama ini persediaan pakan ternak di Kabupaten Kudus dipasok dari pabrik pakan terdekat seperti PT. Charoen Pokphand Semarang.
31
Gambar 1. Taman Ternak di Kabupaten Kudus Tatalaksana Budidaya Ternak Kerbau Peternakan Kerbau di Kabupaten Kudus pada umumnya diusahakan secara tradisional dan merupakan peternakan rakyat. Teknologi yang digunakan masih sederhana dan terbatas. Pola usaha yang diterapkan peternak kerbau di Kabupaten Kudus masih bertumpu pada skala kecil/sambilan dan bahkan hanya sebagai aset atau usahatani campuran berbasis tanaman pangan. Saragih (2000) menyatakan peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya kurang dari 30%. Peternakan kerbau di Kabupaten Kudus umumnya dimiliki masyarakat petani-peternak yang diintegrasikan dengan lahan pertanian. Beberapa manfaat integrasi ternak pada usaha pertanian antara lain :1) meningkatkan pemberdayaan sumberdaya lokal, 2) optimalisasi hasil usaha, 3) penciptaan produk-produk baru hasil diversifikasi usaha, 4) penciptaan kemandirian petani dan 5) meningkatkan pendapatan petani-peternak (Rusono, 1999). Pemeliharaan Ternak Kerbau Sistem pemeliharaan ternak kerbau yang dilakukan oleh peternak di Kabupaten Kudus ada dua macam yaitu secara semiintensif dan intensif. Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada sistem pemeliharaan ternak kerbau secara ekstensif di Kabupaten Kudus. Sebanyak 26,67% peternak memelihara kerbau secara intensif dan 73,33% secara semiintensif. Hal ini serupa dengan sistem pemeliharaan kerbau di Kabupaten
32
Brebes dimana ternak kerbau dipelihara secara semiintensif dengan memberikan hijauan di kandang dan sore hari dibawa ke sungai (kandang kerbau terletak di tepi sungai) (Zulbardi dan Kusumaningrum, 2005). Pemeliharaan semiintensif umumnya dilakukan oleh peternak di sekitar persawahan bera atau bantaran sungai yang memiliki lahan rerumputan sebagai areal penggembalaan. Pemeliharaan intensif dilakukan oleh peternak kerbau yang di sekitar perkandangan tidak memiliki lahan penggembalaan. Sistem pemeliharaan semiintensif dan intensif ini terkait dengan adanya penggembalaan ternak dan pemandian ternak kerbau. Sebesar 59,1% peternak menggembalakan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari, sedangkan 40,9% menggembalakan saat sore hari. Ternak kerbau perlu dimandikan atau diguyang untuk mendapatkan produktivitas yang optimal. Ternak kerbau yang memiliki kebiasaan dimandikan atau berkubang karena merupakan ternak semiaquatic. Kebiasaan dimandikan atau berkubang ini terkait dengan kondisi fisiologis kerbau dimana memiliki pori-pori keringat yang lebih kecil dibanding dengan sapi. Peternak kerbau di Kabupaten Kudus umumnya memandikan kerbau di sungai atau di kandang. Penggembalaan dan pemandian kerbau dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Peternak yang memelihara kerbau secara intensif, pemandian kerbau dilakukan dengan menyiramkan air ke tubuh kerbau di dalam kandang. Ternak kerbau di Kabupaten Kudus umumnya tidak dilakukan identifikasi ternak. Kepemilikan ternak kerbau bervariasi mulai dari dua ekor sampai 13 ekor. Hal ini berbeda dengan kondisi di Provinsi Banten, dimana kepemilikan ternak kerbau di Kabupaten Lebak berkisar antara 10-16 ekor dan di Kabupaten Pandeglang berkisar 4-8 ekor (Mayunar, 2006). Sistem perkawinan ternak kerbau oleh peternak di Kabupaten Kudus berupa kawin alam (pasture mating) dan tidak diatur oleh peternak. Program inseminasi buatan (IB) untuk ternak kerbau sendiri belum terlaksana secara optimal. Pelayanan IB pada kerbau di Kabupaten Kudus terakhir diadakan tahun 2006. Menurunnya permintaan layanan IB kerbau oleh peternak ini terkait berkurangnya minat peternak dalam mengawinkan kerbaunya lewat IB dan kurang pengetahuan peternak terkait sistem reproduksi ternak kerbau yang tergolong lamban dan sulit. Inseminasi buatan mulai digunakan pada kerbau di Indonesia sejak awal tahun 1982 melalui proyek percontohan di Kabupaten Serang (Banten) dan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah).
33
Kendala utama yang dirasakan menghambat pelaksanaan inseminasi buatan (IB) pada kerbau yaitu sulitnya deteksi berahi karena gejala berahi umumnya tidak jelas (berahi tenang/silent heat/quiet ovulation/suboestrus). Akibatnya peternak tidak mengetahui kalau kerbaunya sedang berahi, sehingga inseminasi tidak dilakukan tepat waktu.
Gambar 2. Penggembalaan Ternak Kerbau Kendala yang dihadapi oleh peternak kerbau di Kabupaten Kudus antara lain perbedaan musim dan terbatasnya lahan penggembalaan. Saat musim kemarau peternak merasa sulit dalam memperoleh hijauan pakan ternak sehingga harus mencari ke tempat lain, sedangkan saat musim penghujan terkadang mengalami kebanjiran mengingat lokasi peternak merupakan wilayah yang rawan banjir sehingga ternak kerbau turut direlokasi ke tempat yang lebih tinggi. Menyempitnya lahan pertanian di Kabupaten Kudus terkait semakin meningkatnya pembangunan sarana infrastruktur sehingga mengurangi luasan lahan penggembalaan dan lahan pertanian sebagai salah satu penyedia hijauan pakan bagi ternak kerbau. Perkandangan Tipe kandang peternak di Kabupaten Kudus adalah tipe kandang koloni. Kandang umumnya beratap genteng, berdinding kayu/bambu, berlantai tanah dan sebagian besar tidak memiliki tempat pakan. Sebesar 43,33% peternak memperoleh bahan baku perkandangan dari membeli di penjual dan hanya 10% yang memperoleh dari sisa bangunan. Penggunaan atap dari genteng pada perkandangan kerbau di
34
Kabupaten Kudus dikarenakan mudah diperoleh, tahan lama dan murah. Kabupaten Kudus sendiri terdapat sentra industri genteng yang terdapat di Kecamatan Bae, Jati dan Kaliwungu. Penggunaan lantai tanah yang dipadatkan sebagai alas kandang dilakukan karena kerbau memiliki teracak yang besar dan kuat, apabila digunakan alas semen dalam perkandangan dikhawatirkan terjadi kerusakan alas dan memperbesar biaya produksi. Sosroamidjojo dan Soeradji (1990) menyatakan bahwa persyaratan yang harus dipenuhi untuk membuat lantai kandang di antaranya tidak terlalu mahal, tahan lama, berbidang rata, tidak licin, tidak terlalu keras dan kasar, tidak becek dan mudah untuk dibersihkan. Alasan peternak membangun kandang adalah supaya memudahkan dalam pengawasan dan pemeliharaan ternak terutama saat pemberian pakan dan minum serta pengawasan kesehatan ternak kerbau. Adanya perkandangan maka akan memudahkan sistem perkawinan kerbau baik secara alami maupun buatan (inseminasi buatan) sehingga produktivitas ternak akan optimal. Jarak permukiman peternak dengan perkandangan bervariasi. Sebanyak 50%, jarak antara permukiman peternak dengan perkandangan sekitar satu sampai lima meter dan 40% berjarak 100–500 meter. Lokasi perkandangan di Kecamatan Jati terletak jauh dari lokasi permukiman penduduk/peternak dan terletak di wilayah khusus kandang ternak kerbau yang menempati lahan milik bagian pengairan. Sebagian besar peternak melakukan kegiatan pembersihan kandang tiap hari. Pembersihan umumnya dilakukan saat pagi dan sore hari atau saat kerbau digembalakan. Pembersihan dilakukan dengan mencangkul kotoran kerbau dan menyapu sisa pakan serta menumpuknya di samping kandang. Kotoran kerbau yang menumpuk tersebut dimanfaatkan sebagai pupuk kandang atau dijual kepada pengumpul di bawah kendali kelompok ternak. Peralatan Peralatan yang digunakan peternak dalam pemeliharaan ternak kerbau antara lain sabit untuk mencari rumput, karung untuk menampung rumput/jerami, sepeda motor/kayuh untuk transportasi peternak dalam mengangkut rumput/jerami dan ember sebagai tempat minum ternak. Cangkul dan sapu digunakan untuk membersihkan kandang, selang plastik dan pompa air untuk memandikan kerbau di kandang. Saat penggembalaan ternak kerbau, peternak umumnya menggunakan
35
tongkat untuk mempermudah penggembalaan. Peralatan tersebut umumnya dimiliki secara pribadi oleh peternak. Pemberian Pakan dan Minum Peternak kerbau di Kabupaten Kudus memberikan pakan berupa hijauan dengan sistem cut and carry dan kombinasi antara sistem cut and carry dan penggembalaan. Kombinasi antara sistem cut and carry dan penggembalaan ini diterapkan bagi peternak yang memelihara kerbau secara semiintensif dimana pakan diberikan saat kerbau digembalakan dan berada di kandang. Sistem cut and carry diterapkan bagi para peternak yang memelihara ternak kerbau secara intensif dengan memberikan hijauan pakan hanya di dalam kandang. Hijauan pakan diperoleh peternak dari jerami sisa pertanian dan lahan pertanian seperti sawah bera, bantaran sungai, padang rumput kultivar dan sebagainya. Jerami sisa pertanian umumnya diperoleh saat musim panen mengingat jumlah jerami tersebut sangat melimpah. Adanya sistem cut and carry, peternak memiliki kontrol yang lengkap terhadap pakan yang dimakan oleh ternak dan berapa banyak yang dimakan (Chaniago et al.,1991). Pemberian minum diberikan saat kerbau dimandikan di sungai dan bagi peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan intensif diberikan dengan ember di dalam kandang. Sumber air bagi pemelihara sistem intensif berasal dari sumur dan diberikan saat siang hari. Para peternak kerbau di Kabupaten Kudus umumnya masih menggunakan pakan hijauan sebagai pakan utamanya dan sangat jarang yang mengombinasikannya dengan pakan konsentrat. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pemeliharaan ternak kerbau. Suhubdy (2007) menyatakan bahwa salah satu kendala beternak kerbau adalah adanya anggapan tradisional (traditional image) yaitu kebanyakan petani menyatakan bahwa ternak herbivora harus disajikan pakan yang segar dan berwarna hijau (dedaunan rerumputan, leguminosa dan/atau pepohonan). Rendahnya pemakaian pakan konsentrat pada peternak kerbau ini disebabkan kurangnya pengetahuan peternak dan adanya anggapan bahwa ternak kerbau hanya mampu mengonsumsi pakan hijauan. Hal lain adalah ketiadaan pabrik pakan di Kabupaten Kudus.
36
Penanggulangan Penyakit Penyakit yang umumnya menyerang ternak kerbau di Kabupaten Kudus adalah kembung, kudisan dan cacingan. Kembung dan cacingan pada kerbau disebabkan adanya kebiasaan peternak dalam menggembalakan ternak kerbau pada pagi hari dimana rumput masih dalam kondisi basah. Penanggulangannya yaitu dengan memberikan obat cacing atau pengobatan tradisional yaitu dengan membuat perasapan di perkandangan yang dipercaya dapat mengatasi kembung. Penyakit kudisan disebabkan oleh ektoparasit (Sarcoptes scabei) akibat kondisi perkandangan yang tidak bersih. Kudisan umumnya menyerang kerbau anakan. Penanggulangannya dengan pemberian obat dari mantri hewan (salep), pengolesan minyak tanah, minyak kelapa, atau oli bahkan ada yang terpaksa dijual tentunya dengan harga yang rendah. Pemberian dan pembelian obat dilakukan oleh peternak sendiri dan terkadang berdasarkan anjuran petugas. Pemasaran Peternak kerbau di Kabupaten Kudus memasarkan ternaknya lewat bantuan pihak lain seperti belantik yang berasal dari kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Kudus. Para belantik tersebut membeli langsung dengan mendatangi lokasi peternak. Peternak umumnya menjual kerbau miliknya saat ada kebutuhan besar dan mendesak seperti untuk pesta hajatan, biaya renovasi rumah, biaya sekolah, membeli kendaraan, atau ternaknya terjangkit penyakit. Situasi pemasaran ternak kerbau dapat dilihat pada Gambar 3. Harga jual kerbau pun bervariasi tergantung permintaan. Apabila mendekati Idul Fitri dan Idul Adha harga satu ekor kerbau dewasa dapat mencapai Rp 15 juta, namun pada hari biasa hanya mencapai Rp 7-8 juta per ekor. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Lita (2009) dimana harga ternak kerbau di Kabupaten Kutai Kartanegara berkisar antara Rp 7,5-12 juta dan memiliki harga pasaran tinggi tiap waktu tertentu. Harga pemasaran ternak kerbau di Kabupaten Kudus masih tergantung para belantik sehingga posisi tawar peternak terhadap harga kerbau rendah. Qomariah et al. (2005) menyatakan posisi tawar (bargaining position) peternak kerbau di Kalimantan Selatan terhadap harga kerbau masih rendah karena kurangnya informasi pasar dan penjualan hanya berdasar taksiran berat daging serta akses pemasaran
37
terbatas hanya pada pedagang pengumpul. Posisi tawar peternak kerbau yang rendah ini dapat diatasi dengan keberadaan pihak yang memiliki keilmuan tentang peternakan di tengah masyarakat peternak atau dengan adanya peranan kelompok ternak kerbau yang kuat. Adanya pihak-pihak tersebut dapat menjadikan peternak memiliki kekuatan tersendiri dalam penentuan posisi tawar saat pemasaran ternak. .
Gambar 3. Situasi Pemasaran Ternak Kerbau di Pasar Ternak Kudus Para belantik kerbau umumnya memasarkan kerbau ke RPH pemerintah atau para jagal di beberapa wilayah Kabupaten Kudus atau dijual di Pasar Ternak Kudus. Pemasaran ternak kerbau ke luar wilayah Kabupaten Kudus tidak dilakukan mengingat Kabupaten Kudus sendiri masih mendatangkan ternak kerbau dari luar wilayah kabupaten terkait kebutuhan konsumsi masyarakat yang besar. Kelembagaan Dukungan lain yang dapat menunjang pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus adalah adanya kelembagaan ternak. Kelembagaan ternak yang mendukung usaha peternakan kerbau di Kabupaten Kudus belum tersebar di setiap kecamatan. Kelembagaan ternak ini dapat dilihat dari adanya kelompok ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Kelompok ternak kerbau di Kabupaten Kudus masih sedikit dan hanya berkembang di wilayah yang merupakan pusat pengembangan kerbau serta yang memiliki populasi kerbau tinggi. Kelompok ternak kerbau di Kabupaten Kudus disajikan pada Tabel 11.
38
Tabel 11. Kelompok Ternak Kerbau di Kabupaten Kudus Kelompok Ternak
Lokasi
Kecamatan
Mahesa Ndanu
Desa Setrokalangan
Kaliwungu
Mahesa Suro
Desa Pasuruhan Lor
Jati
Desa Bulungcangkring
Jekulo
Mahesa Cangkring
Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan, Kehutanan Kab. Kudus (2010)
Kelompok ternak ini berada di bawah binaan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Kudus. Kelompok ternak ini memiliki kegiatan rutin setiap 35 hari sekali. Kegiatannya meliputi pengarahan dari petugas dinas terkait teknologi pemeliharaan, info-info peternakan terbaru dan saling berbagi info antar peternak. Adanya kelompok ternak ini memberikan keuntungan bagi peternak terkait adanya pengarahan/penyuluhan dan terkadang bantuan teknis seperti obat-obatan. Awalnya keberadaan kelompok ternak kerbau di Kabupaten Kudus terdapat di beberapa kecamatan selain di ketiga wilayah kecamatan pengembangan, namun seiring dengan menurunnya populasi ternak kerbau maka keberadaan beberapa kelompok ternak tersebut lambat laun tidak aktif. Melihat kondisi demikian, diperlukan upaya untuk menghidupkan kembali kelompok ternak di beberapa wilayah sebagai salah satu strategi dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Permodalan bibit ternak yang dialokasikan untuk ternak kerbau di Kabupaten Kudus sampai saat ini belum terealisasikan meskipun sudah diwacanakan. Permodalan bibit yang ada masih didominasi oleh ternak sapi potong seperti bantuan kredit lunak dari Bank Pemerintah. Rencananya pada tahun 2010, pemerintah provinsi akan memberikan bantuan ternak kerbau sebanyak 25 ekor. Minimnya bantuan permodalan bibit dari pemerintah mengenai ternak kerbau dapat menjadi kendala dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Hal ini tidak sebaik dengan kondisi di Kabupaten Kutai Kartanegara dimana pihak Pemda telah memberikan bantuan bibit ternak kerbau melalui bantuan presiden (BANPRES) kepada peternak (Lita, 2009).
39
Peran Pemerintah Kabupaten Kudus Populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus masih rendah dan cenderung menurun
tiap
tahunnya
pengembangannya.
memerlukan
Kabupaten
Kudus
adanya yang
peran
memiliki
pemerintah visi
dalam
pembangunan
Terwujudnya Masyarakat Sejahtera yang Religius, Berkeadilan dan Mandiri dalam Hubungan yang Kondusif, Didukung Industri, Perdagangan dan Pertanian Berwawasan Lingkungan merupakan salah satu strategi yang ditempuh dalam upaya memberdayakan segala potensi sumberdaya untuk mencapai tujuan pembangunan daerah. Tujuan dari visi dan misi pemerintah daerah di bidang pertanian adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dalam arti luas dimana sub sektor peternakan termasuk di dalamnya. Kebijakan dari visi dan misi dari bidang pertanian adalah meningkatkan produktivitas dan daya saing hasil-hasil tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan (Bappeda Kudus, 2008). Sub sektor peternakan di Kabupaten Kudus yang berada di bawah naungan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan memiliki program sebagai realisasi kebijakan daerah tersebut dalam upaya pengembangan ternak kerbau. Upaya tersebut saat ini lebih difokuskan pada penyelamatan populasi ternak kerbau yang semakin menurun tiap tahun. Program dinas tersebut di antaranya :1) memperbaiki dan meningkatkan sarana-prasarana peternakan seperti pembangunan jalan usaha ternak, yang ditujukan untuk meningkatkan akses menuju kawasan peternakan, 2) penambahan populasi ternak kerbau (dengan pemberian gaduhan dari pemerintah, rencana adanya bantuan ternak kerbau dari pemerintah provinsi sebanyak 25 ekor pada tahun 2010), 3) peningkatan pembinaan intensifikasi budidaya dan memperbaiki teknologi pakan, 4) penciptaan lokasi wilayah (cluster) khusus ternak kerbau seperti di Desa Pasuruhan Lor, 5) penciptaan kawasan sentra ternak kerbau lainnya (cluster) seperti di wilayah Kecamatan Jekulo dan Kecamatan Mejobo yang merupakan wacana tahun 2010, 6) kiriman semen beku kerbau Murrah dari Balai Inseminasi Buatan (BIB) Ungaran yang merupakan wacana tahun 2010, 7) berusaha memantau pemotongan betina produktif. Adapun program dari pihak pemerintah propinsi adalah dengan penyelenggaraan kompetisi performa ternak kerbau seProvinsi Jawa Tengah di Kabupaten Brebes tahun 2009 dimana Kabupaten Kudus meraih peringkat II.
40
Wilayah Basis Ternak Kerbau (LQ) dan Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) di Kabupaten Kudus Wilayah Basis (Location Quotient) Wilayah basis dapat ditunjukkan dengan adanya nilai Location Quotient (LQ). Berdasarkan perhitungan nilai LQ diperoleh bahwa dari kesembilan wilayah kecamatan di Kabupaten Kudus diketahui terdapat tiga wilayah kecamatan yang memiliki nilai LQ>1 dan terdapat enam wilayah kecamatan yang memiliki nilai LQ<1. Wilayah kecamatan dengan nilai LQ>1 antara lain Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Jati dan Kecamatan Jekulo, sedangkan wilayah kecamatan dengan nilai LQ<1 antara lain Kecamatan Kota, Kecamatan Mejobo, Kecamatan Undaan, Kecamatan Gebog, Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe. Nilai LQ untuk tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Location Quotient untuk Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus No Kecamatan
Nilai Location Quotient
1
Jati
4,45
2
Kaliwungu
3,23
3
Jekulo
2,36
4
Mejobo
0,94
5
Bae
0,79
6
Gebog
0,71
7
Undaan
0,54
8
Kota
0,36
9
Dawe
0,27
Wilayah kecamatan yang memiliki nilai LQ>1 menandakan bahwa wilayah kecamatan tersebut memiliki jumlah populasi ternak kerbau yang relatif lebih banyak daripada kecamatan yang lain, sehingga dapat dinyatakan sebagai wilayah basis untuk peternakan kerbau. Adanya nilai LQ>1 tersebut menggambarkan bila tingkat kepemilikan ternak kerbau di kecamatan tersebut relatif lebih baik daripada tingkat kepemilikan ternak kerbau di keseluruhan wilayah kecamatan di Kabupaten Kudus. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Kudus memiliki tiga wilayah yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra produksi ternak kerbau bila dikaji
41
dari jumlah populasi ternak kerbau. Berdasarkan nilai LQ, komoditas-komoditas ternak yang menjadi basis di wilayah-wilayah tertentu dapat dijadikan sebagai ternak unggulan. Hal ini terkait dengan jumlah populasi dan kecenderungan kebiasaan masyarakat dalam memelihara jenis ternak yang menjadi basis tersebut. Wilayah kecamatan dengan nilai LQ<1 menandakan bahwa wilayah kecamatan tersebut tingkat kepemilikan ternak kerbau relatif tidak sebaik tingkat kepemilikan ternak kerbau secara keseluruhan di Kabupaten Kudus. Hal ini karena wilayah
tersebut
memang
lebih
dikonsentrasikan
sebagai
wilayah
pusat
pemerintahan, permukiman, perindustrian dan perdagangan atau kondisi sosial masyarakatnya yang lebih cenderung beternak ruminansia
selain ternak kerbau.
Pembagian wilayah berdasarkan nilai LQ dapat dilihat di Gambar 4.
Wilayah Basis/ LQ>1 Wilayah Non Basis/LQ<1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kecamatan Jati Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Jekulo Kecamatan Mejobo Kecamatan Bae Kecamatan Gebog Kecamatan Undaan Kecamatan Kota Kecamatan Dawe
Gambar 4. Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Nilai LQ di Kabupaten Kudus Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Total populasi ternak ruminansia di Kabupaten Kudus tahun 2008 adalah sebesar 12.659,45 ST dengan total daya tampung ternak ruminansia sebesar 21.770,10 ST. Hasil perhitungan nilai total Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Kabupaten Kudus adalah
9.110,65 ST dan kapasitas
42
peningkatan ternak kerbau sebesar 1.572,86 ST. Nilai KPPTR tiap kecamatan Kabupaten Kudus dapat dilihat di Tabel 13. Tabel 13. Nilai KPPTR Tiap Kecamatan di Kabupaten Kudus (ST)
1
Undaan
Populasi Riil 1.136,32
4.800,80
3.664,485
Peningkatan Populasi Kerbau 195,10
2
Jekulo
1.211,52
4.439,20
3.227,685
757,96
3
Mejobo
503,505
1.527,20
1.023,695
95,56
4
Kaliwungu
888,345
1.788,00
899,655
289,39
5
Gebog
1.824,79
2.684,80
860,010
61,03
6
Jati
425,03
962,40
537,370
238,00
7
Kota
376,465
180,00
-196,465
-7,04
8
Dawe
4.697,50
4.451,10
-243,395
-5,25
9
Bae
1.595,99
933,60
-662,390
-51,88
Total
12.659,45
21.770,10
9.110,65
1.572,86
No.
Kecamatan
Nilai PMSL
Nilai KPPTR
Keterangan : PMSL = Potensi Maksimum Sumberdaya Lahan KPPTR = Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia
Pada awal Pelita IV (1985) Kabupaten Kudus masih dapat ditingkatkan populasi ruminansia sebesar 15.082 ST dan pada tahun 2008 hanya 9.110,65 ST. Menurunnya kapasitas penambahan populasi ini terkait karakter dari KPPTR yakni potensi peningkatan populasi ternak ruminansia memiliki pengertian dinamis yaitu dapat berubah sewaktu-waktu (Ditjen Peternakan, 1985). Adanya nilai KPPTR yang positif menunjukkan bahwa Kabupaten Kudus masih memiliki peluang untuk ditingkatkan populasi ternak ruminansianya sebesar nilai KPPTR tersebut. Berdasarkan analisis KPPTR diperoleh terdapat enam kecamatan yang memiliki nilai KPPTR positif yang berarti keenam kecamatan tersebut masih dapat ditingkatkan populasi ternak ruminansia berdasar nilai KPPTR tersebut. Wilayah yang memiliki nilai KPPTR negatif berarti jumlah populasi ternak ruminansianya dalam hal ini adalah kerbau, sudah tidak dapat ditingkatkan lagi karena terdapat kelebihan populasi sebesar nilai KPPTR tersebut. Lahan di ketiga kecamatan tersebut sudah dimanfaatkan secara optimal. Solusinya adalah wilayah dengan nilai KPPTR negatif tersebut dapat dijadikan sebagai wilayah usaha ternak kerbau siap potong atau penggemukan kerbau. Pemilihan solusi sebagai wilayah penggemukan atau usaha kerbau siap potong karena keberadaan ternak kerbau di wilayah tersebut hanya
43
sementara sehingga tidak akan mengganggu daya dukung lahan dalam penyediaan pakan bagi ternak ruminansia. Wilayah yang memiliki nilai KPPTR negatif, perluasan lahan garapan sudah tidak dimungkinkan kembali demikian pula luasan padang rumput atau rawa. Beberapa solusinya antara lain : 1) mendatangkan pakan dari daerah lain, 2) intensifikasi misalnya usaha penggemukan, memanfaatkan sumber pakan inkonvensional seperti lahan hutan, perkebunan dan sebagainya (Ditjen Peternakan, 1985). Pemanfaatan lahan hutan bagi wilayah yang ber-KPPTR negatif hanya dapat diterapkan di wilayah Kecamatan Dawe mengingat wilayah ini masih memiliki wilayah hutan seluas 858 ha yang terdiri atas kawasan hutan rakyat dan hutan negara. Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa penyebaran ternak ruminansia di Kabupaten Kudus tidak merata sehingga dapat menjadikan adanya wilayah-wilayah yang memiliki kepadatan populasi tinggi sedangkan kemampuan wilayah untuk menghasilkan hijauan makanan ternak menjadi berkurang. Pengelompokkan wilayah kecamatan berdasarkan nilai KPPTR di Kabupaten Kudus disajikan pada Gambar 5.
Wilayah KPPTR Positif (+) Wilayah KPPTR Negatif (-)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kecamatan Undaan Kecamatan Jekulo Kecamatan Mejobo Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Jati Kecamatan Kota Kecamatan Gebog Kecamatan Bae Kecamatan Dawe
Gambar 5. Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Nilai KPPTR di Kabupaten Kudus
44
Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Kerbau di Kabupaten Kudus Kelompok wilayah pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus dapat dilihat dari nilai LQ dan nilai KPPTR untuk dapat diketahui potensinya guna dapat dikembangkan sebagai suatu sentra produksi ternak kerbau. Kabupaten Kudus yang memiliki sembilan kecamatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok wilayah pengembangan ternak kerbau. Pengelompokkan ini didasarkan atas nilai LQ dan nilai KPPTR tiap kecamatan. Kelompok wilayah pengembangan ternak kerbau dapat dilihat pada Tabel 14 Tabel 14. Kelompok Wilayah Pengembangan Ternak Kerbau Kabupaten Kudus Kelompok I
II
III
Kecamatan
LQ
KPPTR (ST)
KPPTR positif,
Jati
4,45
537,370
Peningkatan Populasi Kerbau (ST) 238,00
LQ>1
Kaliwungu
3,23
899,655
289,39
Jekulo
2,36
3.227,685
757,96
KPPTR positif,
Undaan
0,54
3.664,485
195,10
LQ<1
Gebog
0,71
860,010
61,03
Mejobo
0,94
1.023,695
95,56
KPPTR negatif,
Bae
0,79
-662,390
-51,88
LQ<1
Dawe
0,27
-243,395
-5,25
Kota
0,36
-196,465
-7,04
Kriteria
Kelompok Wilayah I Kelompok wilayah I adalah kelompok wilayah dengan nilai KPPTR positif dan LQ>1. Kelompok wilayah ini meliputi wilayah Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Jekulo dan Kecamatan Jati. Hal ini berarti bahwa wilayah kecamatan di kelompok ini memiliki ketersediaan hijauan makanan ternak yang cukup untuk mengimbangi peningkatan populasi ternak sebesar nilai KPPTR tersebut. Selain itu tingkat kepemilikan ternak kerbau di ketiga kecamatan tersebut relatif lebih baik daripada tingkat kepemilikan ternak kerbau secara keseluruhan di Kabupaten Kudus. Kepemilikan ternak kerbau di ketiga kecamatan ini relatif lebih baik dibanding kecamatan lainnya di Kabupaten Kudus. Tingginya populasi ternak kerbau di ketiga kecamatan ini terkait dengan tradisi masyarakat setempat yang telah turun temurun dalam beternak kerbau dan adanya kelembagaan ternak kerbau (kelompok ternak). Kecamatan Jati dilengkapi fasilitas berupa pasar ternak terbesar yang ada di
45
Kabupaten Kudus sehingga masyarakat sekitar akan lebih mudah untuk mendapatkan ternak kerbau untuk dipelihara. Kelompok wilayah ini masih memiliki lahan garapan pertanian sebagai proksi penyedia hijauan pakan yang masih dapat menampung pertambahan populasi ternak ruminansia karena dari segi perwilayahan wilayah kecamatan ini merupakan wilayah pertanian lahan basah dan lahan kering, wilayah peternakan-perikanan serta khusus Kecamatan Jati sebagian dikonsentrasikan sebagai wilayah perindustrian. Kecamatan Jekulo masih dapat ditingkatkan populasi ternak kerbau sebesar 757,96 ST. Kapasitas peningkatan populasi ternak kerbau di Kecamatan Kaliwungu sebesar 289,39 ST dan Kecamatan Jati sebesar 238 ST. Ketiga kecamatan ini merupakan konsentrasi pemerintah daerah untuk pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Secara keseluruhan kelompok wilayah ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai wilayah produsen bibit ternak kerbau maupun penggemukkan ternak kerbau terkait adanya ketersediaan lahan pertanian sebagai penyedia hijauan pakan. Kelompok Wilayah II Kelompok wilayah II adalah kelompok wilayah dengan nilai KPPTR positif dan LQ<1. Kelompok wilayah ini meliputi wilayah Kecamatan Undaan, Kecamatan Gebog dan Kecamatan Mejobo. Hal ini berarti bahwa kecamatan-kecamatan di kelompok ini memiliki ketersediaan hijauan makanan ternak yang cukup untuk mengimbangi peningkatan populasi ternak sebesar nilai KPPTR tersebut. Namun, tingkat kepemilikan ternak kerbau di kecamatan ini tidak sebaik tingkat kepemilikan secara keseluruhan di Kabupaten Kudus. Hal ini karena masyarakat Kecamatan Undaan, Kecamatan Gebog dan Kecamatan Mejobo lebih cenderung beternak ruminansia selain kerbau serta ada yang beternak kerbau namun dalam jumlah yang rendah. Dalam wilayah Kabupaten Kudus sendiri, Kecamatan Undaan merupakan basis ternak sapi potong dan domba, Kecamatan Mejobo merupakan basis ternak sapi perah dan kambing serta Kecamatan Gebog sebagai basis ternak kambing mengingat tingginya populasi ternak tersebut. Kecamatan Undaan masih dapat ditingkatkan populasi ternak kerbau sebesar 195,10 ST. Kapasitas peningkatan ternak kerbau di Kecamatan Mejobo sebesar 95,56 ST dan Kecamatan Gebog sebesar 61,03 ST. Kecamatan Undaan selain sebagai sentra basis pertanian pangan, be serta Kecamatan Mejobo dari sektor peternakan
46
sendiri merupakan sentra andalan ternak sapi potong sehingga kedua kecamatan ini belum dikonsentrasikan sebagai wilayah pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus. Sebagian wilayah Kecamatan Gebog merupakan wilayah pegunungan yang sarat dengan lahan pertanian sebagai penghasil hijauan makanan ternak. Ketersediaan lahan pertanian ini dapat dijadikan sebagai penyedia hijauan makanan ternak baik berupa rerumputan maupun hijauan hasil sisa pertanian yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk penambahan kapasitas tampung ternak ruminansia. Solusi untuk wilayah yang demikian adalah dengan memperluas lahan garapan atau memanfaatkan potensi sumberdaya padang rumput dengan pemeliharaan yang ekstensif (Ditjen Peternakan, 1985). Kelompok wilayah kecamatan ini dapat diarahkan sebagai wilayah penyangga bagi penyediaan komoditas ternak dan daya dukung lahan, misalnya kegiatan perdagangan, pembibitan dan/atau bahkan penyediaan pakan bagi dalam kecamatan sendiri maupun kecamatan lainnya di dalam lingkup Kabupaten Kudus. Belum adanya perhatian pemerintah dalam pengembangan ternak kerbau di kelompok wilayah ini menyebabkan populasi ternak kerbau tidak sebaik di wilayah kecamatan lainnya seperti Kecamatan Kaliwungu, Jati dan Jekulo. Adanya kepemilikan ternak kerbau di kelompok wilayah ini namun dalam jumlah yang sedikit dan minimnya kelembagaan ternak kerbau menyebabkan budidaya ternak kerbau di Kecamatan Undaan, Kecamatan Gebog dan Kecamatan Mejobo belum optimal, namun masih memiliki potensi untuk dilakukan peningkatan populasinya mengingat daya dukung lahan penyedia pakan masih besar. Kelompok Wilayah III Kelompok wilayah III adalah kelompok yang memiliki nilai KPPTR negatif dan LQ<1. Kelompok wilayah ini meliputi wilayah Kecamatan Bae, Kecamatan Kota dan Kecamatan Dawe. Hal ini berarti bahwa ketersediaan hijauan makanan ternak di wilayah ini telah dimanfaatkan secara optimal, bahkan terjadi kelebihan populasi (overload) sebesar nilai KPPTR tersebut. Ketersediaan hijauan makanan ternak di wilayah kecamatan ini kurang dan tingkat kepemilikan ternak kerbau tidak sebaik tingkat kepemilikan secara keseluruhan di Kabupaten Kudus. Kepemilikan ternak kerbau di wilayah ini relatif tidak sebaik kepemilikan secara keseluruhan di Kabupaten Kudus sehingga tidak menjadi sektor basis ternak
47
kerbau. Kecamatan Kota dan Kecamatan Bae sendiri dari sektor peternakan merupakan basis ternak sapi perah karena adanya perusahaan pemerahan sapi perah di wilayah kecamatan ini dibanding dengan usaha beternak kerbau. Kecamatan Dawe sendiri merupakan salah satu basis ternak sapi potong dan domba mengingat banyaknya populasi sapi potong dan domba di wilayah kecamatan ini daripada keberadaan ternak kerbau. Hal ini terkait adanya beberapa usaha pembibitan rakyat tentang ternak sapi potong di Kecamatan Dawe dibanding dengan usaha pembibitan kerbau. Dilihat dari segi perwilayahan (lahan garapan pertanian) sebagai penyedia hijauan pakan ternak, kelompok wilayah ini sudah tidak dapat ditingkatkan lagi populasi ternak ruminansianya. Kecamatan Dawe merupakan wilayah pegunungan di Kabupaten Kudus yang sarat dengan lahan pertanian. Namun adanya lahan pertanian tersebut yang pada dasarnya sebagai penyedia hijauan pakan ternak tidak mencukupi bagi kebutuhan ternak mengingat total populasi ternak ruminansia yang berlebih sebesar nilai KPPTR wilayah tersebut. Tingginya populasi ternak ruminansia di wilayah kecamatan ini terkait dengan mayoritas mata pencaharian penduduknya yaitu sebagai petani. Masyarakat petani mengintegrasikan usaha ternak dengan lahan pertanian yang mereka miliki. Rusono (1999) menyatakan bahwa bila usahaternak dalam skala kecil yang berorientasi pada usaha keluarga maka program pengembangan didasarkan pada sistem pertanian terpadu. Kecamatan Kota dan Kecamatan Bae dalam pola pemanfaatan ruang Kabupaten Kudus termasuk sub wilayah pembangunan I. Wilayah ini merupakan wilayah perkotaan yang dikonsentrasikan sebagai pusat kantor pemerintahan, perindustrian, permukiman perkotaan, pelayanan sosial, kegiatan ekonomi dan memiliki lahan garapan pertanian yang sangat kecil sehingga memiliki keterbatasan dalam penyediaan hijauan pakan. Daya dukung hijauan pakan wilayah Kecamatan Kota, Kecamatan Bae dan Kecamatan Dawe yang rendah membuat para peternak harus mencari hijauan pakan ternak dari wilayah kecamatan lain. Wilayah seperti ini perluasan lahan garapan tidak mungkin demikian pula padang rumputnya/rawa sudah terbatas. Beberapa alternatif penyediaan pakan bagi wilayah ini adalah dengan mendatangkan pakan dari daerah lain, intensifikasi misalnya usaha penggemukan, memanfaatkan sumber pakan inkonvensional seperti lahan hutan, perkebunan dan
48
sebagainya (Ditjen Peternakan, 1985). Pemanfaatan lahan hutan dan perkebunan hanya dapat diterapkan di wilayah Kecamatan Dawe mengingat wilayah ini masih memiliki wilayah hutan seluas 858 ha dan lahan perkebunan seluas 110 ha. Syamsu (2007) menyatakan bagi wilayah yang bernilai KPPTR negatif diperlukan upaya pemanfaatan sumber hijauan lain selain yang bersumber dari padang penggembalaan seperti pemanfaatan dan penanaman leguminosa pohon, pemanfaatan limbah pertanian, industri pertanian, perkebunan, atau sumber hijauan pakan lainnya. Pemanfaatan dan penanaman leguminosa pohon serta pemanfaatan limbah pertanian lebih tepat diterapkan di wilayah Kecamatan Dawe mengingat wilayah ini merupakan wilayah pegunungan yang masih memiliki wilayah garapan pertanian. Pemanfaatan limbah industri pertanian dapat diterapkan di wilayah Kecamatan Dawe dan Bae mengingat wilayah ini merupakan sentra industri gula tumbu. Industri gula tumbu ini menghasilkan produk ikutan berupa pucuk tebu dan ampas tebu yang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia khususnya ternak kerbau. Khusus wilayah Kecamatan Kota, upaya pemanfaatan sumber hijauan pakan lainnya sudah tidak dapat diterapkan mengingat wilayah ini merupakan kawasan perindustrian nonpertanian dan dalam pola pemanfaatan ruang sudah ditetapkan sebagai kawasan perkotaan dan kawasan nonpeternakan. Adanya keterbatasan lahan penghasil hijauan pakan ternak dan tingginya populasi ternak ruminansia ini maka kelompok wilayah ini (Kecamatan Dawe, Bae dan Kota) akan lebih sesuai bila dijadikan sebagai wilayah industri pengolahan hasil ternak, pengolahan pakan ternak dan perdagangan ternak.
49
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1.
Sumberdaya peternakan yang menjadi potensi dalam pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Kudus antara lain adalah kondisi agroklimat dan lahan pertanian sebagai penyedia pakan, tingkat permintaan masyarakat, fasilitas infrastruktur dan kebijakan/program pemerintah. Adapun sumberdaya yang dapat menjadi kendala di antaranya adalah kelembagaan (kelompok ternak), permodalan dan ketersediaan aparat dinas yang memadai (penyuluh lapang).
2.
Berdasarkan analisis LQ, Kabupaten Kudus memiliki tiga kecamatan dengan tingkat kepemilikan ternak kerbau yang tinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Ketiga kecamatan tersebut adalah Kecamatan Jati, Kecamatan Kaliwungu dan Kecamatan Jekulo.
3.
Kabupaten Kudus masih dapat ditingkatkan populasi ternak kerbau sebesar 1.572,86 ST. Kecamatan yang masih memiliki daya tampung ternak ruminansia terutama ternak kerbau adalah Kecamatan Undaan, Kecamatan Jekulo, Kecamatan Mejobo, Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Gebog dan Kecamatan Jati. Saran
1.
Perlu adanya program perbibitan ternak kerbau guna mengatasi penurunan populasi ternak kerbau di Kabupaten Kudus.
2.
Peningkatan jumlah dan kompetensi di bidang peternakan dari aparat yang ada (penyuluh
lapang)
guna
meningkatkan
program
penyuluhan
yang
berkesinambungan agar kegiatan-kegiatan yang bermanfaat di bidang peternakan dapat terus dilaksanakan. 3.
Peternak perlu diarahkan ke usaha penggemukkan kerbau untuk mengurangi kecenderungan beralihnya ke usaha peternakan yang lain (sapi pedaging).
4.
Diharapkan adanya bantuan permodalan dari pemerintah untuk peternakan kerbau.
50
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, M.Si sebagai pembimbing utama dan Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si sebagai pembimbing anggota atas segala bimbingan, arahan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Rini H. Mulyono, M.Si sebagai pembimbing akademik atas segala motivasi dan nasehatnya selama perkuliahan. Kepada Ir. Dwi Joko Setyono, MS sebagai dosen pembahas seminar serta tak lupa kepada Prof. Dr. Ir. Pollung H. Siagian, MS dan Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si sebagai penguji sidang atas saran, masukan dan kritik yang bermanfaat bagi penulisan skripsi. Terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada Ibunda dan Ayahanda tercinta, Ani Khalimah dan Ali Musthofa atas segala motivasi, dukungan, kasih sayang dan doa yang tak pernah terputus bagi penulis. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada Ibu Dwi Listiyani, Bapak Ali Hamidi dan seluruh pegawai bagian peternakan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kudus atas izin dan bantuannya selama penelitian. Kepada Bapak H. Warsimun dan Ibu Hj. Samiati Rossi serta teman-teman Wisma Gizi Abadi (Exval, Elhaq, Ryan, Yadin, Aab, Ari, Mahesa, Firdaus, Budi dan Khosim) terima kasih atas kekeluargaannya selama ini. Kepada rekan-rekan Keluarga Kudus Bogor (Asti, Devi, Aeni, Putri, Rauf, Iit, Rizka, Baihaqi, Fahrul, Zify) terima kasih atas kekeluargaannya. Terima kasih kepada Khusnul dan Gozali atas bantuan selama penelitian turun lapang. Terima kasih disampaikan juga kepada rekan-rekan seperjuangan IPTP 43 atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama perkuliahan. Turut pula saya ucapkan terima kasih kepada staf AJMP Fakultas Peternakan dan seluruh civitas akademika Fakultas Peternakan.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
51
DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus. 2008. Rencana pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten Kudus tahun 2005-2025. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kudus. Kudus. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus. 2009. Kudus dalam Angka 2008. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kudus. Kudus. Badan Pusat Statistik. 2009. Statistika Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dengan Lautan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Chaniago,T.D, M.W. Tomaszewska, I. K. Sutama, & I. G. Putu. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku dan Reproduksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Chantalakhana, C. dan P. Skunmun. 2002. Sustainable Smallholder Animal System in The Tropics. Kasetsart University Press. Bangkok. Cockriil, W. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo: The Buffalo of Indonesia. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome. Daryanto, A. danY. Hafizrianda. 2010. Model-Model Kuantitatif untuk Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah : Konsep dan Aplikasi. PT. Penerbit IPB Press cetakan I, Bogor. Departemen Pertanian. 1986. Beternak Kerbau. Departemen Pertanian Balai Informasi Pertanian. Ungaran. Departemen Pertanian. 2008. Road Map Perbibitan Ternak. Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta. Dilaga, S.H. 2006. Ketahanan pakan menuju swasembada daging 2010. Prosiding Seminar Pengkajian Ilmu dan Teknologi Peternakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Mataram. Dinas Pertanian, Perikanan, Kehutanan Kabupaten Kudus. 2010. Laporan Tahunan 2009. Kudus. Direktorat Jenderal Peternakan. 1985. Peta Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan Ruminansia Sapi dan Kerbau Potong. Kerjasama antara Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan IPB, Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan. 1995. Panduan Lokakarya Nasional Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia Tahun 1995-1996. Direktorat Bina Program. Jakarta Juni 1995.
52
Diwyanto, K & E. Handiwirawan. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau (aspek penjaringan dan distribusi). Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Fahimudin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Oxford and IBH Publishing. Co. G. Joupath, New Delhi. Gurnadi, E. 1998. Livestock development in Indonesia. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Peternakan di Indonesia. Jakarta. Guzman, M.R 1980. An overview of recent development in buffalo research and management in Asia. In: Buffalo Production for Small Farmas. ASPAC, Taipei. Hasinah, H. & E. Handiwirawan. 2006. Keragaman genetik ternak kerbau di Indonesia. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Ketaren, G. W.1999. Perencanaan pengembangan ternak kerbau di Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusnadi, U., D.A. Kusumaningrum., R.G.Sianturi & E. Triwulaningsih. 2005. Fungsi dan peranan kerbau dalam sistem usahatani di Propinsi Banten. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 316. (Abstr.). Lendhanie, U.U. 2005. Karakteristik reproduksi kerbau rawa dalam kondisi lingkungan peternakan rakyat. Kalimantan Selatan. Bioscientiae. Vol. 2 No. 1. Januari :43-48. Lita, M. 2009. Produktivitas kerbau rawa di Kecamatan Muara Muntai Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Madjid, I.A. 2005. Lalu lintas dan perdagangan usaha ternak kerbau :(peluang dan kendala). Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Pepehani Kabupaten Sumbawa. Mayunar. 2006. Status dan prospek pengembangan ternak kerbau di Provinsi Banten. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Banten. Mongkopunyo, K. 1980. Reproductive Failures in Swamp Buffaloes in Thailand. In : Buffalo Production for Small Farms. ASPAC, Taipei. Muthalib,H.A. 2006. Potensi sumberdaya ternak kerbau di Nusa Tenggara Barat. Prosiding Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging Sapi. Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Parakassi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
53
Pemerintah Kabupaten Kudus. 2009. Semarak 460 Kabupaten Kudus: peternakan. http://kuduskab.go.id [23 Desember 2009]. Qomariah, R, E.S. Rohaeni & A. Hamdan. 2005. Studi permintaan pasar kerbau rawa dalam menunjang pengembangan lahan rawa dan program kecukupan daging di Kalimantan Selatan. Jurnal. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Banjarbaru. Rukmana, M. P. 1979. Microhaematocrit Method as a New Technology in Diagnosing Surra and its Relevancy to Livestock Socio-Economics. Thesis, Padjajaran University Bandung. Rusono, N. 1999. Sinergis antar sub sektor dalam pengembangan pertanian terpadu. Seminar Nasional dalam rangka lustrum Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saragih, B. 2000. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Berbasis Peternakan. USESE foundation dan Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sariubang, M., D. Pasambe & R. Haryani. 1998. Analisis biaya dan pendapatan dari usaha penggemukan kerbau Toraja di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Sosroamidjojo, M.S. & Soeradji. 1990. Peternakan Umum. CV Yasaguna, Jakarta. Suhubdy. 2007. Strategi penyediaan pakan untuk pengembangan usaha ternak kerbau. Jurnal. Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Penggembalaan Kawasan Tropis Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Mataram. Syamsu, J.A. 2007. Padang gembalaan sebagai penyedia hijauan makanan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan. Makalah Sosialisasi Pengelolaan Lahan dan Air. Makassar. Talib, C. 2008. Kerbau, ternak potensial yang dianaktirikan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Sinar Tani Edisi :18-24 Juni 2008. Toelihere, M.R. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung. Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan : Darmadja D. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Zulbardi, M & D.A. Kusumaningrum. 2005. Penampilan produksi ternak kerbau lumpur (Bubalus bubalus) di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Profil Umum Peternak di Tiga Kecamatan Terpilih No Usia (tahun) Responden 1 55 2 39 3 38 4 43 5 52 6 45 7 40 8 27 9 48 10 55 11 45 12 58 13 50 14 45 15 32 16 45 17 42 18 35 19 56 20 56 21 39 22 47 23 46 24 56 25 49 26 52 27 54 28 49 29 55 30 50 Rata-rata 46,77
Pendidikan SD SMP SD SMP SD SMP SMA SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SMP SD SD SMP SD SMA SD SD SD SD SD SD SMP
Pengalaman beternak (tahun) 30 10 10 13 25 20 24 10 30 30 3 30 5 30 9 7 15 20 30 30 10 15 11 25 13 13 11 15 30 25 18,3
Jumlah ternak (ekor) 4 4 6 4 6 5 3 13 3 3 3 6 2 9 4 8 6 5 4 2 4 4 3 6 4 4 3 5 8 5 4,87
56
Lampiran 2. Populasi Ternak Ruminansia di Kabupaten Kudus Tahun 2008 (ST) Kecamatan Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe TOTAL
Sapi Potong 171,25 197,25 90,00 680,00 204,50 317,75 594,00 547,50 2.495,00 5.297,25
Kerbau 285,75 13,50 188,25 60,50 47,00 284,50 125,00 129,50 125,50 1.259,50
Sapi Perah 19,50 118,50 8,25 35,25 10,00 45,25 8,25 236,00
Kambing 373,765 35,630 128,695 67,200 176,995 304,675 736,995 1096,270 1102,080 4022,305
Domba 38,080 11,585 9,835 328,615 39,760 303,590 94,745 51,520 966,665 1.837,795
Total (ST) 888,345 376,465 425,030 1.136,315 503,505 1.211,515 1.595,990 1.824,790 4.697,495 12.659,450
Lampiran 3. Perhitungan Nilai LQ Ternak Kerbau Kabupaten Kudus Tahun 2008 Kecamatan
57
Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe TOTAL
Populasi kerbau Total ruminansia kecamatan (ST) kecamatan (ST) (vi) (vt) 285,75 888,345 13,50 376,465 188,25 425,03 60,50 1.136,315 47,00 503,505 284,50 1.211,515 125,00 1.595,99 129,50 1.824,79 125,50 4.697,495 1.259,50 12.659,45
Populasi kerbau kabupaten (ST) (Vi) 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5 1259,5
Total ruminansia kabupaten (ST) (Vt) 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45 12.659,45
vi/vt (1)
Vi/Vt (2)
0,32166 0,03586 0,44291 0,05324 0,09334 0,23483 0,07832 0,07097 0,02672 1,35786
0,09949 0,09949 0,09949 0,09949 0,09949 0,09949 0,09949 0,09949 0,09949 0,09949
LQ (1) : (2) 3,23 0,36 4,45 0,54 0,94 2,36 0,79 0,71 0,27 1,52
57
Lampiran 4. Peta Kabupaten Kudus di Provinsi Jawa Tengah
Lampiran 5. Lokasi Penelitian di Kabupaten Kudus
= Lokasi Penelitian = Bukan Lokasi Penelitian Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kecamatan Jati Kecamatan Kaliwungu Kecamatan Jekulo Kecamatan Mejobo Kecamatan Bae Kecamatan Gebog Kecamatan Undaan Kecamatan Kota Kecamatan Dawe
58
Lampiran 6. Peta Wilayah Kabupaten Kudus
Lampiran 7. Nilai LQ Ternak Ruminansia per Kecamatan di Kabupaten Kudus No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kecamatan Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe TOTAL
Sapi Potong Kerbau Sapi Perah Domba Kambing 0,46 3,23 1,18 0,29 1,32 1,25 0,36 16,88 0,21 0,30 0,51 4,45 1,04 0,16 0,95 1,43 0,54 0,00 1,98 0,19 0,97 0,94 3,76 0,54 1,11 0,63 2,36 0,04 1,72 0,79 0,89 0,79 1,52 0,41 1,45 0,72 0,71 0,00 0,19 1,89 1,27 0,27 0,09 1,41 0,74 0,90 1,52 2,72 0,77 0,97
59
Lampiran 8. Perkiraan Konsumsi Daging Sapi dan Kerbau Kabupaten Kudus Tahun 2003-2008 (kg)
Komoditas Daging Sapi Daging Kerbau
Tahun 2005 2006
2003
2004
215.335
200.810
230.940
810.011
930.990
968.564
2007
2008
297.191
447.621
279.628
1.098.190
786.798
718.462
Lampiran 9. Kapasitas Penambahan Ternak Ruminansia di Kabupaten Kudus No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kaliwungu Kota Jati Undaan Mejobo Jekulo Bae Gebog Dawe TOTAL
Sapi Potong 173,43 -102,94 113,79 2.192,92 415,77 846,54 -246,53 258,14 -129,27 3.521,85
Sapi Kerbau Perah 38,56 289,39 -6,04 -7,045 10,43 238,00 0,00 195,10 71,67 95,56 2,66 757,96 -18,78 -51,88 0,00 61,03 -0,43 -5,25 98,06 1.572,86
Kambing
Domba
TOTAL
378,52 -18,59 162,71 216,71 359,85 811,71 -305,88 516,66 -57,1 2.064,59
38,56 -6,04 12,43 1.059,74 80,84 808,82 -39,32 24,28 -50,10 1.929,20
899,65 -196,46 537,36 3.664,47 1.023,69 3.227,69 -662,39 860,11 -243,39 9.110,65
Contoh perhitungan : Kapasitas penambahan/ternak = [∑ ternak i (ST) x ∑ KPPTR wilayah (ST)] : ∑ ruminansia wilayah Kapasitas penambahan ternak di Kecamatan Mejobo a. Sapi potong = [204,5 ST x 1.023,695ST] : 503,505 ST
= 415,77 ST
b. Sapi perah = [35,25 ST x 1.023,695 ST] : 503,505 ST
= 71,67 ST
c. Kerbau
= [47,00 ST x 1.023,695 ST] : 503,505 ST
= 95,56 ST
d. Kambing
= [176,995 ST x 1.023,695 ST] : 503,505 ST
= 359,85 ST
e. Domba
= [39,76 ST x 1.023,695 ST] : 503,505 ST
= 80,84 ST
TOTAL
= 1.023,69 ST
60
Lampiran 10. Perhitungan Kapasitas Tampung Wilayah No
Kecamatan
1
Kaliwungu
2
Kota
Tegalan (ha) 251
Ladang (ha) 0
Sawah (ha) 1.984
Perkebunan (ha) 0
49
0
176
2.235
P.Rumput (ha) 0
Rawa (ha) 0
a.LG (ha) 1.788
0
225
0
0
LG (ha)
b. PR
c.R
PMSL
POPRIIL
KPPTR
0
0
1.788
888,345
899,665
180
0
0
180
376,465
-196,465
3
Jati
0
165
1.038
0
1.203
0
0
962,4
0
0
962,4
425,03
537,37
4
Undaan
196
0
5.805
0
6.001
0
0
4.801
0
0
4.800,8
1.136,32
3.664,485
5
Mejobo
0
156
1.753
0
1.909
0
0
1.527
0
0
1.527,2
503,505
1.023,695
6
Jekulo
1.090
0
4.307
2
5.399
0
60
4.319
0
120
4.439,2
1.211,52
3.227,685
7
Bae
286
0
881
0
1.167
0
0
933,6
0
0
933,6
1.595,99
-662,39
8
Gebog
1.304
0
2.052
0
3.356
0
0
2.685
0
0
2.684,8
1.824,79
860,01
Dawe
2.768
0
2.689
110
5.567
1
0
4.454
0.5
0
4.454,1
4.697,5
-243,395
TOTAL
5.944
321
20.685
112
27.062
1
60
21.650
0.5
120
21.770,1
12.659,45
9.110,66
sumberdaya
lahan
9
Keterangan : LG
= Luas lahan garapan ; a = 0,8 ; b = 0,5 ; c = 2
PMSL =
Potensi
maksimum
61
61