Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
KAJIAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MUTU JALAN DI DAERAH PROVINSI BANDAR LAMPUNG Tedy Murtejo Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 email:
[email protected]
ABSTRAK Dalam pasal 37 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan bahwa hasil penyelenggaraan jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi.Pedoman penetapan SPM untuk jalan sangat diperlukan Provinsi dan Kabupaten dalam menetapkan kebijakan penyelenggaraan jalan di wilayahnya masing-masing karena menyangkut komitmen kepada publik untuk mencapainya dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan, prioritas, keuangan, kemampuan kelembagaan dan SDM daerah. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung dengan tujuan agar dapat tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayahnya sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya satu petunjuk teknis yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah daerah Lampung dalam batas waktu pencapaian tertentu. Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Dengan Indeks aksesibilitas Kebutuhan suplai jaringan jalan sangat tergantung dari setting tata ruang wilayah, sehingga penyediaan dokumen RTRW menjadi sangat penting keberadaan, kesesuaian, dan kebenarannya.Spektrum kondisi geografi, demografi, ekonomi, dan kemampuan keuangan daerah merupakan variabel penentu dalam melakukan setting target pencapaian SPM di setiap wilayah. Kata kunci : Standar Pelayanan Minimal, aksesibilitas dan mobilitas
1. PENDAHULUAN Pedoman penyusunan SPM jalan wilayah pernah ditetapkan melalui Kep.Men. Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001, di mana terdapat 5 aspek pelayanan yang ditetapkan SPMnya yakni 3 aspek terkait penyediaan jaringan jalan (aksesibilitas, mobilitas, dan kecelakaan) dan 2 aspek terkait dengan penyediaan ruas jalan (kondisi jalan dan kondisi pelayanan). Pada dasarnya, aspek pelayanan untuk ruas jalan lebih jelas ukurannya, dimana kondisi fisik suatu ruas jalan minimal adalah mantap, yakni tidak rusak (mantap fisik) dan tidak macet (mantap ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 88
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
pelayanan). Peraturan Pemerintah RI No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyuunan dan Penerapan SPM menyebutkan di beberapa pasal bahwa SPM disusun oleh Menteri dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib Daerah Propinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km2 termasuk pulaupulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sumatera, dan dibatasi oleh:Propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, di Sebelah Utara, Selat Sunda, di Sebelah Selatan, Laut Jawa, di Sebelah Timur dan Samudra Indonesia, di Sebelah Barat. Pada tahun 1999 wilayah Propinsi Lampung dimekarkan menjadi 7 kabupaten/kota, kemudian dengan diundangkannya UU No.12 Tahun 1999 dimekarkan lagi menjadi 10 kabupaten/kota. Luas wilayah Propinsi Lampung 3.528.835 Ha, dengan masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Luas Wilayah Propinsi Lampung Menurut Kabupaten/Kota No.
Kabupaten/Kota
Luas (Ha)
1
Lampung Barat
495.040
2
Tanggamus
335.661
3
Lampung Selatan
318.078
4
Lampung Timur
433.789
5
Lampung Tengah
478.982
6
Lampung Utara
272.563
7
Way Kanan
392.163
8
Tulang Bawang
777.084
9
Bandar Lampung
19.296
10
Metro
6.179
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2006
Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar. SPM untuk jaringan jalan perlu dikaji mendalam, karena menyangkut kebutuhan dasar masyarakat akan akses terhadap fasilitas sosial dan ekonomi. Kebutuhan penyediaan jaringan jalan di Provinsi Lampung dan sekitarnya dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya intensitas dan distribusi populasi, jenis dan skala kegiatan ekonomi, dan konfigurasi tata ruang wilayah, dll. 1.2 MAKSUD, TUJUAN Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan suatu kajian SPM untuk Jalan Daerah yang memperhatikan standar pelayanan dasar dan realitas penyediaan prasarana jalan yang ada di Lampung.Adapun tujuannya adalah tersedianya suatu pedoman bagi Provinsi dan Kabupaten ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 89
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
untuk menilai pencapaian SPM jalan di wilayah Lampung sesuai kebutuhan dan kemampuannya.
1.3 RUANG LINGKUP Dalam melaksanakan lingkup penelitian ini maka beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara lain: a. Pekerjaan Persiapan, yaitu kegiatan menyusun rencana kerja dan metode pendekatan kajian dengan cara mengumpulkan data sekunder/informasi awal yang diperlukan yang ada di Direktorat Bina Program dan instansi lainnya di lingkungan Pemerintah Daerah Lampung dan kajian pustaka dan literatur terhadap kajian-kajian yang relevan untuk keperluan kegiatan survei maupun untuk keperluan kompilasi data untuk langkah analisis pada kegiatan berikutnya. b. Pengumpulan Data Sekunder c. Pengumpulan Data Primer antara lain: Survei Wawancara, Survei Kondisi Jalan dan Survei Volume Lalu Lintas dan Kecepatan di wilayah Pemerintah Daerah Lampung d. Analisa Data dengan cara menganalisis semua data yang telah dikumpulkan.
2. METODE PENELITIAN Dalam hal ini penyusunan SPM prasarana jalan merupakan pelaksanaan salah satu fungsi Ditjen Prasarana Wilayah tersebut, sehingga dalam penyusunan SPM ini harus dipastikan posisinya dalam hirarki kebijakan NSPM, sehingga muatannya tidak berbenturan dengan produk
peraturan
pada
hirarki yang
berlainan.Dalam
perangkat
pelaksanaan
tugas
kepemerintahan Standar merupakan bagian dari sistem NSPM (Norma, Standar, Pedoman, dan Manual) Dalam penyelenggaraan jalan, Norma (N) berisi aturan normatif dan cenderung kualitatif yang mendasari konsep penyelenggaraan jalan, kemudian dalam Standar (S) aspek normatif tersebut dicoba dikuantifisir dan dispesifikasi besarannya. Dalam melakukan kegiatan yang diharapkan mampu memenuhi standar secara kuantitatif dan konsep secara normatif, diperlukan suatu Pedoman (P) yang mengatur mekanisme implementasi dalam strategi dan penyusunan program yang dalam Manual (M) didetailkan lebih lanjut dalam men-delivery kegiatan.
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 90
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Gambar 2.1 Hirarki NSPM
2.1. Konsep penyusunan SPM PRASARANA JALAN Definisi kata standar dalam penjelasan pasal 3 PP No. 25 Tahun 2000 adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Pelayanan (service) menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan memberikan bantuan dan halhal segala urusan yang diperlukan.Kata minimum menurut kamus Besar Bahasa Indonesia adalah batasan paling kecil atau sekurang-kurangnya. Sehingga dalam konjungsi kata pelayanan minimum dapat diartikan sebagai batasan sekurang-kurangnya dari akomodasi (bantuan) yang diberikan. Prasarana (infrastructure) merupakan definisi teknis yang besar dan sampai saat ini masih dalam perdebatan oleh para ahli. Ir. Ewoud Verhoef (TU Delft, Belanda) melakukan serangkaian kajian pustaka mengenai definisi prasarana menyimpulkan bahwa definisi dari prasarana adalah sebagai berikut:“An infrastructure is a large-scale technological system, consisting of immovable physical facilities and delivering (an) essential public or private service(s) through the storage, conversion and/or transportation of certain commodities. The infrastructure includes those parts and subsystems necessary for fulfilling the primary storage, transportation and/or conversion function(s) as well as those supporting a proper execution of the primary function(s)”. Jalan (dalam UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006) didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 91
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air. Dengan merujuk kepada definisi-definisi di atas maka SPM prasarana jalan dapat diterjemahkan sebagai berikut: SPM Prasarana Jalan adalah suatu spesifikasi teknis penyediaan prasarana jalan yang sekurang-kurangnya disediakan pada suatu wilayah untuk keperluan lalulintas agar fungsi dari jaringan jalan dalam memberikan dukungan pelayanan bagi kegiatan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. SPM prasarana jalan akan terdiri dari 2 induk besaran : (1) kuantitas dan (2) kualitas prasarana jalan.
Gambar 2.2. Identifikasi Awal Variabel SPM Prasarana Jalan
Sedangkan jika SPM jalan ini dikaitkan dengan kewenangan maka untuk setiap jenjang pemerintahan (Pusat, Propinsi, dan Kab/Kota) harus disediakan SPM-nya. Sehingga kemungkinan format SPM tersebut akan meliputi beberapa hal sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Spektrum SPM Prasarana Jalan dalam Aspek dan Kewenangan Kewenangan
Aspek
Pusat
Propinsi
Kab/Kota
(Jalan Nasional)
(Jalan Propinsi)
(Jalan Kab/Kota)
Kuantitas: - Aksesibilitas - Mobilitas Kualitas: - Kondisi jalan - Keselamatan - Kecepatan
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 92
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
2.2. Aspek Kuantitas dalam SPM Prasarana Jalan Prinsip utama dalam penyediaan kuantitas prasarana jalan adalah: -
Sesuai dengan prinsip ekonomi optimum dimana penyediaan panjang jalan tidak berlebihan (over-supply) namun tetap mencukupi untuk menjadi terpenuhinya kebutuhan dasar sosialekonomi masyarakat tetap dapat memberikan impuls bagi pengembangan ekonomi wilayah,
-
Merata dan menjangkau seluruh wilayah dengan baik sesuai dengan kondisi geografis, penyebaran penduduk dan pemusatan kegiatan ekonomi (well-distributed/spacing)
-
jalan harus terhirarki dengan benar sesuai fungsinya (A/K/L dan primer/sekunder) dan membentuk jaringan jalan yang utuh (tidak terputus) (networking by hierarchy)
Untuk simplifikasi maka minimal dalam SPM harus ditentukan lebar badan jalan minimal untuk setiap jenis fungsi jalan baik Arteri, Kolektor, Lokal (A, K, L). Sehingga pada dasarnya dengan mengacu kepada konsep aksesibilitas dan mobilitas tersebut di atas, dapat ditentukan persyaratan untuk setiap jenjang kewenangan jalan sebagaimana disampaikan pada Tabel 2.2. Secara umum aksesibilitas wilayah diwakilkan oleh variabel panjang jalan/km2 area Tabel 2.2 Syarat Aksesibilitas dan Mobilitas sesuai Kewenangan Pada Jalan Nasional dan Propinsi
No.
1
2
Jenis Jalan Jalan Nasional (ref: ps 9 (2) UU No. 38/2004)
Jalan Propinsi (ref: ps 9 (3) UU No. 38/2004)
Syarat Aksesibilitas a. Menghubungkan semua PKN dan antara PKN dengan PKW (ref: ps 7(2) UU No. 38/2004) b. Menghubungkan semua Ibukota Propinsi yang merupakan PKW dan/atau (ref: ps 9 (2) dan ps 9 (4) UU No. 38/2004) c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis Nasional (ref: ps 9 (2) UU No. 38/2004) a. Menghubungkan antara Ibukota Propinsi dengan Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) b. Menghubungkan antar Ibukota Kab/Kota yang merupakan PKW dan/atau PKL (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) c. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis propinsi
3
Jalan Kabupaten (ref: ps 9 (4) UU No. 38/2004)
ISBN : 978-979-1165-74-7
a. Menghubungkan antar PKW dan antara PKW dengan PKL yang bukan Ibukota Propinsi dan Ibukota Kab/Kota (ref: ps 10 (2) PP No. 34/2006) b. Menghubungkan antara PKN dengan PKL, PKW dgn PKL, antar PKL, antara PKL dgn persil & antar persil (ref: ps 10(3) PP No. 34/2006)
XI - 93
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
c. Menghubungkan KWP dengan KWS I, antar KWS I, KWS I dengan KWS II, antar KWS II, KWS II dengan KWS III, KWS I dengan perumahan, KWS II dengan perumahan, KWS III dengan perumahan (ref: ps. 11 (1,2,3,) PP No. 34/2006) d. Menghubungkan wilayah/lokasi strategis lokal (ref: penjelasan ps. 6(3) RUU) 4
Jalan Kota (ref: ps 9 (5) UU No 38/2004)
a. Menghubungkan semua KWP, KWS I, KWS II, KWS III, dan perumahan di dalam wilayah Kota (ref: ps. 11(1,2,3) PP No. 34/2006)
2.3. Aspek Kualitas Dalam SPM Prasarana Jalan Kualitas prasarana jalan harus memenuhi syarat kualitas minimal, yakni siap/dapat dioperasikan/ digunakan setiap saat. Secara ekonomi maka kualitas jalan minimal harus memberikan pelayanan yang minimal dengan biaya perjalanan yang relatif murah ditinjau dari konsumsi waktu, BBM, komponen BOK, dlsb.Secara umum kualitas pelayanan jalan dapat dijamin dengan: (1)
Kualitas fisik jalan yang cukup, atau tidak rusak,
(2)
Kualitas operasional yang memadai, misalnya dengan variabel kecepatan, biaya operasi kendaraan, dan keselamatan,
2.3.1. Kualitas Fisik Jalan Kualitas fisik jalan yang umum digunakan dalam menilai kondisi adalah IRI (yang menyangkut riding-quality) dan RCI (yang menyangkut structural-quality). Secara lebih sederhana maka syarat kondisi fisik jalan adalah tidak rusak. Dalam terminologi penyelenggaraan jalan maka terdapat suatu korelasi antara klasifikasi kondisi fisik jalan (baik, sedang, rusak, rusak berat) dengan kebutuhan penanganan jalan.Sebagai contoh untuk jalan standar hubungan tersebut digambarkan sebagaimana pada Gambar 2.3. Klasifikasi kondisi minimal perkerasan jalan dikaitkan dengan lalulintas dan fungsi jalannya secara umum disampaikan pada Tabel 2.3. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum syarat IRI untuk semua fungsi jalan adalah maksimum 8 m/km dan RCI minimal 5,5. Namun hal ini akan juga dipengaruhi oleh lebar aktual jalan dan volume aktual jalan, yang secara umum membutuhkan syarat IRI dan RCI yang lebih baik, sebagaimana disampaikan dalam SPM versi Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001. Namun sebagai batasan maksimal angka IRI < 8.0 dan RCI>5.5 sudah cukup memberikan kualitas fisik jalan yang dapat menjamin berfungsinya jalan secara minimal.
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 94
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
P EMILIHARAAN BERKALA 4,5 < IRI < 8
RUSAK RINGAN 8 < IRI << 12
RUSAK BERAT 12 < IRI IRI>12
P ENINGKATAN Po
BATAS KONTRUKSI JALAN Pt LINTASAN IDEAL BATAS KRITIS
Iri < 4,5
PPemeliharaan emeliharaan Rutin
Iri < 4,5
Iri < 4,5
PPemeliharaan emeliharaan Rutin Rutin
P emeliharaan Rutin
BATAS MASA P ELAYANAN
JIKA JIKA TANP TANPA A PPROGRAM ROGRAM PPENINGKATAN ENINGKATAN JALAN JALAN TIDAK MAMP U LAGI MELAYANI LOS LOS YANG YANG ADA ADA
Keterangan: Po : Service Ability Indeks Aw al (P HO) : Service Ability Indeks Akhir (Batas Umur Pt P elayanan) Nilai P o dan P t tergantung pada klasifikasi Jalan (N, P , K) danLHR
Gambar 2.3. Hubungan antara Kondisi Fisik Jalan dan Kebutuhan Penanganan Jalan Keterangan: RCI = Road Condition Index
Tabel 2.3. Syarat Minimal Kondisi Jalan Menurut Fungsi Jalan Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan) 11 m
Minimal Volume Lalulintas Jam Puncak (MKJI 1997) smp/jam Diatas 450
LHR = VJP/k (MKJI 1997) smp/hari
Diatas 4100
Syarat Minimal IRI & RCI Jalan (Kepmenkimpraswil No. 543/KPTS/M/2001) IRI<8,0 dan RCI>5,5
9m
300-350
2750-3250
IRI<8,0 dan RCI>5,5
Lokal Primer
7,5 m
200-250
1750-2250
IRI<8,0 dan RCI>5,5
Arteri Sekunder
11 m
Diatas 500
Diatas 5500
IRI<8,0 dan RCI>5,5
Kolektor Sekunder
9m
300-350
3250-4000
IRI<8,0 dan RCI>5,5
7,5 m
150-200
1500-2250
IRI<8,0 dan RCI>5,5
Fungsi Jalan
Arteri Primer Kolektor Primer
Lokal Sekunder
2.3.2. Kualitas Pelayanan/Operasional Jalan a. Kecepatan Operasi Sedangkan dari kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh tingkat pelayanan jalan sesuai dengan kecepatan tempuh yang dihasilkan sebagai trade-offs antara kapasitas jalan dengan volume lalulintas.Contoh pengukuran kualitas pelayanan jalan pernah juga disampaikan
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 95
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
oleh Morlok (1991) yang terdiri dari 6 tingkatan A, B, C, D, E, dan F. Gambar 2.4 ditunjukkan hubungan antara kecepatan, tingkat pelayanan dan rasio volume terhadap kapasitas jalan
Tabel 2.4. Klasifikasi Kualitas Pelayanan Jalan V/C
Tingkat
Keterangan
Pelayanan
< 0,60
A
Arus lancar, volume rendah, kecepatan tinggi
0,6–0,7
B
Arus stabil, volume sesuai untuk jalan luar kota, kecepatan terbatas
0,7-0,8
C
Arus stabil, volume sesuai jalan kota, kecepatan dipengaruhi oleh lalu-lintas
0,8-0,9
D
Mendekati arus tidak stabil, kecepatan rendah
0,9-1,0
E
Mendekati arus tidak stabil, volume pada/mendekati kapasitas, kecepatan rendah
> 1,00
F
Arus terhambat, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas, banyak berhenti
Sumber : Morlok (1991)
Dalam MKJI 1997 lalulintas berada pada kondisi normal jika VCR < 0,85, klasifikasi minimalnya D
K ecep atan O p erasi T ingkat P ela ya n a n A T ingkat P ela ya n a n B T ingkat P ela ya na n C T ingkat P ela ya na n D T ingkat P ela ya na n E
T ingkat P ela ya n a n F
0
R asio V olu m e p er kap asitas
1,0
S u m b er : M orlo k, 1 9 91
Gambar 2.4 Kecepatan Operasi dan V/C
Dengan demikian dapat disampaikan bahwa:”syarat kecepatan operasi minimal untuk setiap fungsi ruas jalan dalam SPM Jalan tidak boleh lebih tinggi dari kecepatan rencana minimal dalam RPP Jalan dan juga tidak boleh lebih rendah dari kecepatan operasi minimal dari syarat lebar masing-masing fungsi jalan”. Perhitungan mengenai kecepatan operasi minimal dan rekomendasi SPM untuk aspek kecepatan operasi disampaikan pada Tabel 2.5
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 96
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Tabel 2.5 Syarat Minimal Kecepatan Operasi setiap Fungsi Jalan Fungsi Jalan
Lebar Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)
Kecepatan Dasar (2/2 UD) Minimal (MKJI 1997)
Minimal Kecepatan Arus Bebas (MKJI 1997)
Kecepatan Rencana Minimal (PP No. 34/2006 Jalan)
Maksimal Kecepatan Operasi (V/C = 0,85)
Rekomendasi Kecepatan Minimal dalam SPM
Arteri Primer
11 m 9m
Lokal Primer
7,5 m
Arteri Sekunder
11 m
65 km/jam 57 km/jam 50 km/jam 58 km/jam 49 km/jam 41 km/jam
60 km/jam 40 km/jam 20 km/jam 30 km/jam 20 km/jam 10 km/jam
33 km/jam 29 km/jam 25 km/jam 29 km/jam 25 km/jam 20 km/jam
35 km/jam
Kolektor Primer
68 km/jam 65 km/jam 61 km/jam 61 km/jam 55 km/jam 50 km/jam
KolektorSekunder 9 m Lokal Sekunder
7,5 m
30 km/jam 25 km/jam 30 km/jam 25 km/jam 20 km/jam
b. Aspek Keselamatan Selanjutnya sebagaimana disampaikan dalam PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan terdapat aspek kualitas operasional yang perlu di SPM-kan, yakni keselamatan lalulintas. Dalam kaitannya
dengan
bertanggungjawab
kewenangan, untuk
maka
menyediakan
Departemen/Dinas
prasarana
jalan
yang
Kimpraswil layak
hanyalah
operasi
dengan
memperhatikan aspek keselamatan. Sebenarnya jika jalan didesain dengan mengikuti standar perencanaan geometrik jalan yang berlaku serta dilengkapi dengan kelengkapan jalan yang memadai (rambu, marka, penerangan, dll) maka secara umum dapat dikatakan bahwa jika kecelakaan terjadi lebih disebabkan oleh faktor non prasarana jalan, misalnya: faktor pengemudi, faktor kendaraan, dll. 2.4. Beberapa Pertimbangan Penetapan SPM Lainnya Jika SPM prasarana jalan yang dikembangkan harus dikaitkan dengan spektrum variasi kondisi wilayah di Indonesia, maka beberapa sifat dari SPM harus diperhatikan, antara lain: -
Dinamis: Bahwa faktor sosial-ekonomi wilayah selalu berkembang, sehingga SPM harus dinamis sifatnya dan
-
Adjustable: dapat disesuaikan dengan demand-setting setempat,
-
Bertahap: Pemenuhan SPM melalui program penanganan harus dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan
Selanjutnya syarat variabel SPM agar dapat diutilisasi dalam kebijakan dan penyusunan program tahunan penanganan dan pengembangan prasarana jalan, haruslah: -
Quantitative atau terukur, Simple atau sederhana
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 97
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
-
General/common indicators atau indikator yang sifatnya umum
-
Operative atau mudah dibentuk dan digunakan.
SPM harus dikembangkan dalam kerangka tujuan (objectives) yang benar, sehingga penetapannya akan memberikan dampak yang positif bagi perbaikan penyediaan prasarana jalan di Indonesia. Beberapa prinsip umum tersebut antara lain: -
Ekonomi optimum/efficient use of resources: suplai prasarana jalan harus tetap berada pada koridor optimasi biaya,
-
Pemerataan: dalam jangka panjang SPM diharapkan dapat mengurangi kesenjangan regional (regional disparity) dalam penyediaan jalan di Indonesia,
-
Sustainability: mendorong manajemen pengelolaan jalan untuk dapat menjamin kuantitas dan kualitas penyediaan jalan,
-
Realistis: target SPM hendaknya dinamis,
realistis sesuai dengan kemampuan
pendanaan. Penyelenggaraan jalan di beberapa negara, khususnya negara-negara maju, umumnya didasarkan kepada suatu standar kinerja pelayanan yang harus dipenuhi. Kinerja pelayanan tersebut umumnya diukur dengan suatu indikator kinerja (performance indicators). US FHWA (institusi yang menangani jalan Nasional di Amerika) menyampaikan kinerja (performance) jalan yang diajukan terdiri dari 5 komponen, yakni: keselamatan, mobilitas, produktivitas, lingkungan, manusia, dan alam, serta keamanan nasional yang dapat dilihat pada Tabel 2.6. Tabel 2.6 US FHWA Performance Plan for Fiscal Year2001 Performance
Strategic goal
Performance goal
Performance indicators
Keselamatan
Secara kontinu memperbaiki tingkat keselamatan dalam jaringan jalan
Mereduksi jumlah kecelakaan dan fatalitas yang berkaitan dengan jalan
Tingkat fatalitas yang terkait dengan jalan per 100 juta mil perjalanan kendaraan
Mobilitas
Secara kontinu meningkatkan akses publik terhadap aktivitas, barang & jasa sepanjang preservasi, peningkatan, dan perluasan sistem transportasi jalan dan penyempurnaan operasi, efisiensi, dan koneksi inter-moda
Menaikkan %-km jaringan jalan nasional yang sesuai dengan syarat kualitas perke-rasan IRI <2,68 m/km
%-km jaringan jalan nasional yang meme-nuhi syarat IRI <2,68 m/km
Produktivitas
Secara kontinu meningkatkan efisiensi ekonomi dari jaringan jalan nasional untuk meningkatkan posisi negara dalam percaturan ekonomi global
Mengurangi biaya perjalanan barang dan orang
Biaya perjalanan per orang atau per ton barang untuk setiap satuan panjang perjalanan
Lingkungan manusia dan alam
Melindungi dan memperbaiki lingkungan alam dan manusia yang terpengaruh oleh transportasi jalan
Memperbaiki tingkat peme-nuhan keinginan publik akan sistem & proyek jaringan jalan
%-tingkat pemenuhan keinginan komunitas
Keamanan nasional
Memperbaiki mobilitas bagi pertahanan nasional
Memperbaiki akses diantara beberapa instalasi militer yang penting
Indikator akan dikembangkan pada tahun 2000 ini
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 98
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Tabel 2.7. Proposed Performance Indicators For African Roads (World Bank, 2000) Perspective Dimension
Government Ministry
Road Administration
Road User
Comments
Accessibility Mobility
1. Average road user cost (car, truck, trailer truck)
2. Road Network
1. Three part: producer price, tax and tariff for road administration 2. Km/sq. km of arable land or population by region; separately for functionally classified (FC) and community roads.
Safety
3. Accident risk: fatality and injury accidents/veh-km
4. Unprotected road user risk
3. No. of fatalities and injuries 4. Nonmotorized fatalities and injuries
Environment
5. Environmental Policy or Program
Equity Community
6. Percentage of population within 10 km of a classified road
Program Development
8. Rolling multi-year program for construction, maintenance, and operations 9. Percent completion of annual work program
Program Delivery
5. Yes or No; elaboration required (e.g. phasing in of non-leaded fuel; treatment of polluting vehicles; etc.) 7. Processes in place 6. Or within 2 hrs. walking time. for customer/road user 7. Yes or No; a method to obtain information of social benefits and feedback costs.
10. Data bank for FC roads 11. PMS system distribution of funds by region, functional class, and for prioritizing and rehabilitation and maintenance actions
8. Yes or No; elaboration required 9. By program (construction/ maint./oper.) 10. Yes, or no: elaboration required on data collection methods and updating. 11. Yes or No; elaboration of principles
12. Forecast values of road costs 14. Percent of gravel 12. By FC and program (construction, maintenance, operations). vs. the actual costs roads formed twice or 13. A measure of competition 13. Percent of work done by direct more times a year labor and parastatals
Program Performance
15. Value of assets
16. Paved road roughness (IRI) 17. Bearing capacity/deflection 18. Thickness of gravel surface 19. Defective bridge deck area
20. No . road closings 15-17. By FC and road closing days 18. Gravel roads only 20. Percent links and percent time closed by FC
Final Conditions
Possible descriptors are: (1) population (urban/rural); (2) GDP; (3) vehicle fleet by type; (4) fleet without emission control; (5) current road administration budget by program ; (6) veh and ton km of travel and traffic volumes by FC (weighted by link length); (7) modal split for passenger and freight (all road modes); (8) congestion: weighted road-km with Volume/Capacity >1 by FC
Selain itu, World Bank (1995) mengajukan sejumlah indikator kunci untuk menilai kinerja sektor transportasi. Indikator tersebut disarankan digunakan hanya sebagai petunjuk dalam mengembangkan indikasi kinerja sistem transportasi (salah satu bagiannya adalah sistem jaringan jalan).Yang menarik dari indikator tersebut adalah mengenai aksesibilitas (kuantitas jalan) yang juga diukur dengan menggunakan satuan jumlah jalan beraspal per km2 area, yang ternyata perlu dikonfirmasikan dengan distribusi dan kepadatan penduduk. Untuk kualitas pelayanan jalan diukur dengan dua variabel utama, yakni: kecepatan lalulintas dan % kondisi jalan yang perlu perbaikan/rusak. Dari beberapa indikator kinerja yang dikembangkan di beberapa negara, terlihat bahwa terdapat beberapa variabel yang dapat digunakan sebagai
pertimbangan dalam menyusun SPM
prasarana jalan di Indonesia. Beberapa hal yang pantas dicatat dari kajian di beberapa negara tersebut antara lain: (1) Aspek aksesibilitas yang terkait dengan jumlah supply jaringan jalan umumnya muncul dalam indikator kinerja, yang biasanya diwakili oleh variabel km/km2, dengan catatan nilainya harus ditetapkan dengan memperhatikan: a. Jumlah dan penyebaran penduduk, b. Karakteristik dan penyebaran guna lahan, c. Klasifikasi fungsional jaringan jalan, (2) Aspek kualitas pelayanan jalan umumnya diindikasi oleh beberapa variabel berikut: a. Kondisi fisik jalan (IRI jalan, % jalan rusak) b. Kualitas pelayanan jalan (kecepatan perjalanan) ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 99
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
c. Keselamatan operasi jalan (jumlah kecelakaan) (3) Aspek mobilitas umumnya diukur sebagai kemudahan bergerak yang diwakili oleh variabel yang beragam, seperti kecepatan, biaya perjalanan, dan kondisi jalan, namun tidak satupun yang mengaitkannya dengan penyediaan panjang jalan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pengolahan data survey yang telah dilaksanakan, maka didapatlah indeks mobilitas diwilayah Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.1 dan untuk nilai aksesibilitas Jalan Kabupaten di propinsi Lampung seperti yang terlihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.1 Karakteristik Penyediaan Prasarana Jalan di Propinsi Lampung No
Kabupaten/Kota
Kepadatan
PDRB konstan'93
PDRB per kapita
(jiwa/Km2)
1 Lampung Barat
Indeks Mobilitas (Km/1000 jiwa)
82
1.238.966
3.452.406
1.18
2 Tanggamus
256
2.795.479
4.493.507
0.65
3 Lampung Selatan
394
4.156.670
4.870.692
0.72
4 Lampung Timur
219
3.538.206
5.721.471
1.66
5 Lampung Tengah
243
4.674.847
6.027.780
0.15
6 Lampung Utara
214
2.539.578
6.169.842
2.09
7 Way Kanan
100
1.083.499
3.940.952
1.21
8 Tulang Bawang
105
3.590.696
7.089.688
1.39
4,377
4.763.166
8.272.667
0.56
2,220
427.014
4.601.487
0.32
9 Bandar Lampung 10 Metro
Mobilitas masyarakat di Propinsi Lampung ditunjang dengan sarana perhubungan darat, laut, dan udara. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas pun masih terdapat yang belum memenuhi persyaratan SPM.
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 100
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
Tabel 3.2 Aksesibilitas Jalan Kabupaten di Propinsi Lampung No. Kabupaten/Kota Kepadatan (jiwa/km2) 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10
Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Bandar Lampung Metro
82 256 394 219 243 214 100 105 4377 2220
Indeks Aksesibilitas (km/km2) Eksisting Minimum 0,24 0,33 0,00 0,43 0,00 0,51 0,38 0,41 0,00 0,42 0,77 0,41 0,31 0,34 0,18 0,34 2,90 2,91 5,24 1,61
+/-
Deviasi
+ +
0,09 0,43 0,51 0,03 0,42 0,36 0,03 0,16 0,01 3,63
Keterangan: Nilai Indeks Berdasarkan Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 Berdasarkan hasil membandingkan antara kondisi real dilapangan dengan batasan minimum untuk masing-masing wilayah di daerah Propinsi Lampung, maka pencapaian SPM Jaringan jalan Kabupaten di Propinsi Lampung untuk indeks aksesibilitas masih dibawah persyaratan SPM, hanya 2 kabupaten saja yang telah memenuhi indeks aksesibilitas diatas SPMnya, yaitu Kabupaten Lampung Utara dan Metro.
4. KESIMPULAN SPM prasarana jalan merupakan instrumen kebijakan yang digunakan untuk menjamin tersedianya pelayanan jalan bagi masyarakat dalam era otonomi daerah. Tugas Pusat (pasal 2 (4) butir b. PP No. 25 Tahun 2000) adalah menyediakan pedoman SPM yang kemudian diacu oleh daerah untuk menetapkan SPM di daerahnya masing-masing sesuai dengan spektrum kondisi ekonomi, geografi, dan demografi wilayah serta memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan penting, yakni: 1. SPM sebagai suatu standar harus sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya UU dan PP tentang Jalan sehingga ketentuan atau besaran yang ditetapkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang ada pada aturan yang lebih tinggi. 2. Karena penyelenggaraan jalan di Indonesia dilakukan secara berjenjang maka pedoman SPM harus disediakan untuk masing-masing kewenangan penyelenggaraan jalan, yakni: Pedoman SPM Jalan Nasional, Pedoman SPM Jalan Propinsi, Pedoman SPM Jalan Kabupaten, dan Pedoman SPM Jalan Kota. 3. Penetapan SPM prasarana jalan tidak boleh melampaui batas-batas kewenangan dan tugas penyelenggara jalan, artinya variabel yang digunakan hanya terbatas kepada nilainilai yang memang merupakan besaran output dari penyelengaraan jalan (seperti: panjang jalan, kondisi fisik jalan, geometrik jalan), serta indikasi kecukupannya dibandingkan dengan lalulintas jalan (seperti: V/C dan kecepatan). ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 101
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008
4. Sarana perhubungan darat pada tahun 2005 terdiri dari 1.004,16 km jalan negara dan 2.369,97 km jalan propinsi. Dari total jalan tersebut yaitu sepanjang 3.359,25 km, 32,41 persen dalam kondisi baik, 31,69 persen kondisi sedang, dan 25,80 persen kondisi rusak. Sedangkan menurut jenis penggunaannya, 85,23 persen merupakan jalan beraspal, 11,55 persen jalan agregat, dan 4,57 persen jalan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat ruas jalan yang belum memenuhi persyaratan SPM dari aspek kondisi jalan, serta aspek aksesibilitas dan aspek mobilitas masih ada yang belum memenuhi persyaratan SPM. DAFTAR PUSTAKA _________,1997, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia _________, 2000. PP No. 25 Tahun 2000 __________, 2001, Kepmenkimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 __________, 2004, Badan Pertanahan Nasional Propinsi Lampung __________,2004, Panjang Jalan Provinsi SK Men. Kimpraswil No. 375/KPTS/M/2004, __________, 2004, Panjang Jalan Nasional SK Men.Kimpraswil No.376/KPTS/M/2004
________,2004, UU No. 38 tahun 2004 maupun dalam PP No. 34 tahun 2006 _________,2006. PP No. 34 tahun 2006 __________,2006, Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
Ebby, H, Ismanto,B, JBPTITBPP / 2005 Kajian Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Jalan Di Jawa Barat, Master theses ITB, Bandung Ewoud V. Verhoef, 2002, Design and management of the waste infrastructure, Disertasi Program Doctoral TU-Delft, Belanda Morlock, E. 1991. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi. Erlangga. Jakarta. www.fhwa.dot.gov, Performance Administration,US
Plan
for
Fiscal
Year
2001,
Federal
Highway
www.worldbank.org., Proposed Performance Indicators For African Roads, SSATP-UNECA www.pu.go.id, Kebijakan Dan Peraturan Departemen Pekerjaan Umum (Pusdata.pu).
ISBN : 978-979-1165-74-7
XI - 102