P age |1
KAJIAN PENDIDIKAN TINGGI : CARUT MARUT PENGELOLAAN PENDIDIKAN TINGGI DI INDONESIA #SOMASIMENRSITEKDIKTI
Disusun oleh : Koordinator Isu Pendidikan BEM SI
Koordinator Isu Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Surakarta 2016
P age |2
Kata Pengantar
Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat Indonesia! Bismillah Alhamdulillah asholatu wa salam ‘ala Rasulillah Muhammad ibni abdillah, wa ala alihi wa shohbihi wa ma walah. Segala puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam yang telah mengizinkan pembuatan kajian karya anak bangsa. Sebuah ukiran tinta sederhana berisikan istana kata, melalui analisa dari terkumpulnya data dan fakta. Hasil kajian ini merupakan bentuk kepedulian anak bangsa, sekumpulan mahasiswa yang berasal dari berbagai kampus, latar belakang, bahkan disiplin ilmu yang berbeda yang hari ini menyadari tentang peran pendidikan dalam membangun sebuah bangsa. Rekan-rekan mahasiswa, sejatinya pendidikan merupakan bagian yang tidak terlepas dari tujuan negara Indonesia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu, jelaslah sudah pendidikan menjadi poin terpenting setelah pertahanan dan keamanan negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Amanat konstitusi yang mulia inilah yang menggerakan hati kami untuk mengaji apakah sistem pendidikan Indonesia telah sesuai dengan cita-cita serta tujuan negara. Poin penting selanjutnya ialah cerdaskan kehidupan. Makna kehidupan disini bukan hanya merujuk pada individu, tetapi juga interaksi serta sistem pendidikan yang berlaku, harus cerdas secara total. Namun, faktanya kini pendidikan Indonesia, khususnya pendidikan tinggi menjadi ajang bergengsi untuk dikomersialisasi berkedok World Class University. Neokolonialisme ini merasuk ke sendi-sendi sistem pendidikan kita yang kelak akan memunculkan domain-domain tertentu dalam pendidikan. Sejatinya, secara konstitusi masalah pendidikan ini merupakan tanggung jawab negara dan menjadi amanah yang harus ditunaikan. Gengsi soal status World Class University bagi pengelola pendidikan tinggi ini memicu perguruan tinggi untuk meningkatkan pemasukan, tanpa pandang bulu, akhirnya mahasiswa pun dijadikan objek dalam peningkatan pemasukan perguruan tinggi dengan meningkatkan biaya kuliah. Terlebih, anggaran pendidikan dalam Kabinet Kerja kini diturunkan. Sebuah dogma yang dipaksakan serta bertolak belakang dengan tujuan negara. Kini pendidikan hanya menjadi milik sebagian orang. Bahkan tanggung jawab negara untuk membiayai
P age |3
pendidikan rakyat, kini dialihkan kepada pemilik modal. Negara ini benar-benar menjadi pasar bagi pemilik modal. Sudah sehina inikah bangsa kita ? Semoga kajian kami dapat membuka mata para pembaca, bahwa kenyamanan yang kita rasakan saat ini merupakan hijab besar atas akses kejahatan yang terorganisir untuk menghancurkan bangsa kita dari semua lini, khususnya pendidikan. Jika mahasiswa kini dibungkam, dibebankan dengan biaya kuliah yang sangat tinggi, terlebih kurikulum yang diperbanyak dan dipadatkan dalam jumlah hari, serta jumlah asignment yang sangat banyak, akan semakin membuat mahasiswa jauh dari rakyat dan cenderung bersikap apatis disebabkan tanggungan yang dibebankan kepadanya. Wahai sekalian mahasiswa se-Indonesia. Sadarilah dibalik peran kita terdapat kewajiban untuk mengabdi kepada masyarakat, berbakti pada rakyat. Jika kita menilik sejarah, maka jelaslah bahwa mahasiswa berasal dari rakyat, mahasiswalah yang mampu duduk dekat dengan rakyat, merasakan penderitaannya, kemudian dengan ikhlas meneriakannya di depan para penguasa. Kembalilah pada jalan sebenarnya wahai mahasiswa, karena sejatinya kita masih menuntut ilmu di kampus rakyat. Tidakah redup bintang peradaban kecuali ketika bintang tersebut sedang bersinar. Semoga idealisme kita sebagai mahasiswa tidak luntur hanya ketika kita sedang bersinar. Karena masyarakat ini harus diubah dan dipapah menuju jalan kebenaran. Dan tidaklah berubah sebuah peradaban, jika pola pendidikan sudah dikesampingkan dan hanya dimiliki oleh beberapa golongan. Ranah pendidikan yang mampu mengubah peradaban sebuah bangsa, hingga ke akarakarnya. Semoga kajian ini bermanfaat dan menjadi rujukan bagi riset dan kajian-kajian selanjutnya. Salam hangat perjuangan, Hidup Pendidikan Indonesia ! Jakarta, 29 April 2016
Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia Bagus Tito Wibisono
P age |4
Assalamu'alaykum wr wb. Hidup Mahasiswa! "Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia" -Nelson Mandela. Pendidikan akan selalu memiliki perannya sendiri untuk membuat suatu bangsa menemui kejayaannya. Pendidikan selalu mampu memposisikan dirinya sebagai hal penting yang mempengaruhi kemajuan suatu bangsa. Pendidikan mampu mengantarkan sebuah bangsa menjadi disegani di mata dunia. Dan pendidikan tidak pernah abstain dalam mencetak generasi bangsabangsa besar dunia yang mampu menjadi poros peradaban dunia. Itulah pendidikan, yang tidak menyediakan masa depan untuk pemuda namun ia mampu mempersiapka pemuda untuk masa depan. Itulah hal yang diyakini oleh bangsa-bangsa besar di dunia ini. Pendidikan menjadi prioritas pembangunan nasional melebih bidang lain karena pendidikan bukan layanan namun pembentuk penerus kejayaan. Dan itulah yang tidak diyakini oleh bangsa kita, bangsa besar dengan sejuta potensinya. Atau mungkin diyakini, namun tidak dimaknai apalagi direalisasi. Carut marut pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia telah mencapai ambang batas yang harus segera dihentikan. Sudah cukup caru marut ini memporak porandakan sistem pendidikan tinggi kita. Saatnya mengusaikan cerita tentang masyarakat yang tidak mampu memperoleh akses pendidikan tinggi. Dan juga inilah momentum kita mengakhiri cerita kampus yang menjadi tempat pengekangan dan penjajahan versi baru. Anggatan pendidikan tinggi disunat untui alasan infrastruktur, namun menteri berlaga seperti tak terjadi sesuatu. Subsidi pendidikan tinggi dalam bentuk BOPTN stagnan dan bahkan terancam turun. Biaya pendidikan naik melejit tanpa bersedia turun, akses masyarakat semakin tertutup. Sistem UKT membuat kacau balau pengelolaan pendidikan tinggi. Lebih parah, akses terhadap beasiswa semakin dikurangi, beberapa bahkan direduksi. Belum lagi, sistem akademik kampus yang memenjarakan kebebasan berpikir mahasiswa, diberikan beeban akademik utk membatasi akses mahasiswa belajar lebih di luar perkuliahan, menciptakan generasi pekerja untuk mengabdi pada bangsa lain. Dan yang paling mengkhawatirkan, usaham pemerintah untuk menjual
P age |5
dan mengkomersialisasi kampus-kampus di Indonesia, seakan pendidikan adalah ranah dagang baru untuk memenuhi syahwat pemerintah. Namun pada akhirnya, mahasiswa akan tetap melawan, mengakhiri semua cerita ini. Turun menyuarakan suara suci rakyat Indonesia yang merindukan pendidikan yang mampu dijangkau dan tetap memiliki kualitas. Di momentum Hari Pendidikan Nasional ini, untuk menanggapi caru marut pengelolaan pendidika
tinggi, mahasiswa siap menyampaikan SOMASI UNTUK
MENRISTEKDIKTI untuk segera memperbaiki pengelolaan pendidikan tinggi atau mundur secara terhormat sebagai menristekdikti. Sekali lagi, sudahi carut marut ini.
Bandung,29, April 2016
Doni Wahyu Prabowo Presiden BEM UNS Koordinator Isu Pendidikan BEM SI 2016
P age |6
Assalamualaikum wr.wb Sambut salam saya atas nama cinta dan perjuangan, Hidup Mahasiswa !!! “Jika ingin membangun peradaban, maka bangunlah SDM melalui Pendidikan.”-Rezky Hari ini, kembali mahasiswa merasakan kegelisahan-kegelisahan terhadap permasalahan dunia pendidikan tinggi yang tak kunjung usai. Turunnya anggaran pendidikan tinggi di APBNP menjadi sumber dari segala sumber permasalahan pendidikan tinggi. Dalih pemerintah untuk membangun infrastruktur ternyata memakan korban salah satunya pada sektor pendidikan yang harus mengalah demi ambisi pemerintah untuk mewujudkan misinya. Berawal dari kegelisahaan diatas, selaku koordinator isu pendidikan berinisiatif untuk mengkaji, mendiskusikan, mengumpulkan bahan dan data serta kajian dari perguruan tinggi lain, dan menjadikannya sebuah kajian yang komprehensif untuk membuka mata kita semua selaku para stakeholder pendidikan tinggi dalam hal ini khususnya adalah Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang dirasa paling bertanggung jawab atas pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia. Saya mengucapakan terima kasih kepada Desi, Emil, Dika, Ariska, Rike, Naufal, Yogi, Dinda, Arifin, Widi, Deni, Tami, Reza, Anggit, Dian, Asna, Nadiva, Mutia, Kaffa, Fira, Adni, dan Wisnu yang telah bekerja keras dengan mengorbankan semangat, tenaga, waktu dan pemikirannya agar kajian ini selesai dengan baik dan tepat waktu untuk memperingati peringatan hari pendidikan nasional yang jatuh pada tanggal 2 Mei 2016 mendatang. Akhir kata, semangat mahasiswa untuk mengurus dan mengawasi negeri ini tidak akan pernah padam. Walaupun semakin ditekan dibawah tekanan rezim represifpun, sejarah dan takdir telah menuliskan bahwa mahasiswa akan mampu kembali bangkit untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa.. Jangan pernah sekali-sekali meremehkan mahasiswa dalam panji, semangat, dan perjuangannya. Hidup Mahasiswa !!! Rezky Akbar Tri Novan
Menteri Kajian Strategis BEM UNS 2016
P age |7
Daftar Isi
Halaman Depan………………………………………………………………………...
1
Kata Pengantar #1…………………………………………………………………........ 2 Daftar Isi……………………………………………………………………………….. 7 Eksekutif Resume………………………………………………………………………
8
BAB 1: Pendahuluan…………………………………………………………………... 10 BAB 2: Hasil Kajian…………………………………………………………………… 13 A. Kajian Anggaran Pendidikan…………………………………………………... 14 B. Kajian Bantuan Operasional Pendidikan Tinggi…………………………….…. 25 C. Kajian Uang Kuliah Tunggal……………………………………………….….. 34 D. Kajian Beasiswa BBP-PPA & PPA……………………………………………. 49 E. Kajian Perguruan Tinggi Berbadan Hukum…………………………………… 59 BAB 3: Kesimpulan & Tuntutan………………………………………………………. 67 Daftar Pustaka………………………………………………………………………….
69
P age |8
EKSEKUTIF RESUME
Dunia pendidikan di Indonesia sampai saat tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan. Khususnya di pendidikan tinggi terdapat beberapa permasalahan yang sangat krusial sehingga menyangkut hajat hidup para civitas akademika di perguruan tinggi. Beragam permasalahan tersebut seperti menurunnya anggaran pendidikan tinggi dari tahun 2015 ke 2016, tetapnya angka BOPTN ditengah-tengah bertambahnya jumlah PTN, ditiadakannya beasiswa BBP-PPA & PPA, rencana naiknya UKT yang di legalkan oleh Menristekdikti, sampai isu komersialisasi dan liberalisasi pendidikan dengan yang dilegalkan atas nama PTNBH. Pendidikan telah diamanatkan dengan jelas di Pembukaan UUD 1945 & pasal 31 UUD1945 beserta perundang-undangan lainnya yang merupakan turunan dari UUD 1945. Namun pada prakteknya berbagai macam perundang-undangan dan kebijakan dibuat tidak sebagaimana mestinya, salah satu yang masih hangat adalah di hapuskannya UU No.9 tahun 2008 mengenai BHP oleh Mahkamah Konstitusi melalui Judicial Review. Selanjutnya, Anggaran Pendidikan Tinggi di Indonesia untuk pertama kalinya sejak 5 tahun terakhir mengalami penurunan pada tahun 2016. Penurunan kurang lebih sebesar 3 Triliun akibat dampak pengalihan fokus pemerintah ke sektor pembangunan infrastruktur membuat beragam dampak dan masalah baru di dunia pendidikan tinggi, seperti tetapnya anggaran BOPTN, dihilangkannya beberapa beasiswa bagi mahasiswa dan dosen serta rencana naiknya UKT sebagai kompensasi atas kurangnya anggaran pendidikan tinggi didalam APBN tahun 2016. BOPTN di tahun 2016 diusulkan turun oleh Kemenristekdikti dari 4,5 Triliun menjadi 3,7 Triliun, walaupun pada akhirnya jumlah anggaran untuk BOPTN tetap 4,5 Triliun di tahun 2016 ini. Namun sayangnya jumlah BOPTN yang tetap ternyata tidak memperhatikan faktor bertambahnya jumlah PTN baru di Indonesia, sehingga sekali lagi banyak PTN yang harus rela berbagi dan BOPTN di masing-masing perguruan tinggi harus berkurang sehingga menambah beban operasional yang ditanggung oleh masing-masing perguruan tinggi. Lalu dampak dari anggaran pendidikan dan BOPTN yang menurun menyebabkan munculnya rencana kenaikan UKT yang dilegalisasi oleh Menristekdikti melalui Surat Edaran Dirjen Dikti nomor 800/A.A1/KU/2016 tanggal 26 Februari 2016 kepada masing-masing PTN
P age |9
untuk menaikan UKT. Belum selesai sampai disana, UKT yang sudah mulai diterapkan sejak tahun 2012 ternyata masih menimbulkan berbagai macam permasalahan dalam pelaksanaanya seperti tidak adanya transparansi UKT, tidak jelasnya penggolongan UKT, dan yang terakhir dilegalkannya pungutan lain selain UKT didalam pasal 9 permenristekdikti no.22 tahun 2015. Selanjutnya anggaran pendidikan juga berdampak pada dihilangkannya anggaran untuk beasiswa BBP-PPA & PPA yang sudah membantu sebanyak 121.000 mahasiswa berprestasi dan tidak mampu namun berprestasi. Terakhir, isu komersialisasi dan liberalisasi pendidikan yang dapat dilihat dari usaha pemerintah untuk membuat suatu perguruan tinggi menjadi berbadan hukum, mulai dari status Badan Hukum Milik Negara (BHMN), Badan Hukum Pendidikan (BHP), sampai yang terakhir adalah Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Cara yang digunakan untuk melakukan Komersialisasi dan liberalisasi kampus semakin cerdik, di UU BHP yang sudah dinyatakan tidak berlaku, pemerintah lepas tangan sepenuhnya terhadap pendidikan mulai dari pendidikan rendah-menengah-tinggi. Setelah BHP gagal, langkah yang dilakukan yaitu dengan memberikan otonomi bagi kampus namun tetap mensubsidi kampus yang sudah PTNBH ditambah dengan embel-embel menuju World Class University. Berangkat dari 5 isu yang urgen dan krusial mengenai pendidikan tersebutlah maka dibuat kajian ini beserta 10 tuntutan yang di arahkan kepada para stakeholder Pendidikan Tinggi khususnya kepada Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang dirasa paling bertanggung jawab terhadap permasalahan Pendidikan Tinggi di Indonesia.
P a g e | 10
BAB 1 PENDAHULUAN
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan tertinggi yang harus dilalui oleh setiap manusia untuk mendapatkan gelar diploma, sarjana, doktor sampai dengan professor. Pendidikan tinggi mempunyai fungsi dan peranan penting dalam membangun sebuah peradaban suatu bangsa, karena pendidikan tinggi merupakan sebuah kawah candradimuka dimana mahasiswa-mahasiswa di tempa dan dibentuk serta dibekali oleh ilmu pengetahuan agar siap terjun ke masyarakat dan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat dengan keilmuannya tersebut. Pendidikan tinggi mempunyai 3 pedoman dasar yang harus dipegang oleh setiap insan civitas akademika, 3 pedoman dasar tersebut adalah tridharma perguruan tinggi yang terdiri dari Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Pedoman inilah yang menjadi kan pendidikan tinggi berbeda dengan pendidikan ditingkat dibawahnya seperti SD, SMP, dan SMA, karena di pendidikan tinggi, seluruh civitas akademika tidak hanya dituntut untuk melaksanakan pendidikan, namun ada juga penelitian dan pengabdian masyarkat sehingga dampak dari perguruan tinggi diharapkan besar terhadap masyarakat. Pengaturan terhadap pendidikan tinggi sudah diatur mulai dari Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, Pasal 31 UUD 1945, lalu UU Sisdiknas, dan yang paling baru adalah UU no.12 tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi beserta peraturan-peraturan turunan lainnya yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi. Namun sayangnya, pengaturan terhadap pendidikan tinggi yang dibuat oleh pemerintah seringkali menimbulkan banyak permasalahan terhadap keberjalanannya pendidikan tinggi itu sendiri, dapat dilihat berbagai macam permasalahan salah satunya adalah mekanisme pembayaran uang kuliah dari yang dulunya menggunakan sistem SPP namun sejak 2012 menjadi UKT yaitu Uang Kuliah Tunggal. Perubahan terhadap UKT menimbulkan banyak pro dan kontra, dan sudah tentu dapat diketahui bersama bahwa sudah 4 tahun sejak dilaksanakannya sistem UKT, sistem ini ternyata masih memiliki banyak sekali permasalahan yang tidak kunjung selesai seperti penggolongan, transparansi, kenaikan nilai UKT tiap tahunnya, sampai pengumutan uang selain
P a g e | 11
UKT seperti sumbangan pengembangan institusi (SPI) yang dilegalkan langsung melalui peraturan menteri. Permasalahan pendidikan tinggi semakin bertambah pelik tatkala melihat jumlah anggaran untuk pendidikan tinggi yang semakin tahun semakin berkurang jumlahnya, belum lagi anggaran untuk BOPTN yang diusulkan dalam APBN ternyata diusulkan turun oleh Menristekdikti padahal jumlah perguruan tinggi negeri semakin bertambah. Pengurangan terhadap BOPTN akan memunculkan dampak terhadap kenaikan UKT karena operasional perguruan tinggi semakin membengkak ditengah-tengah laju inflasi Indonesia yang cukup tinggi. Penurunan jumlah anggaran pendidikan tinggi juga tentu berdampak pada pemotongan program salah satunya adalah beasiswa BBP-PPA dan PPA yang kemungkinan besar ditahun ini tidak ada, walaupun sedang diajukan didalam APBN-P. tidak adanya beasiswa BBP-PPA & PPA yang telah membantu 121.000 Mahasiswa baik PTN maupun PTS disertai kenaikan UKT tentu menjadi ironi tersendiri bagi dunia pendidikan tinggi. Lalu kemana tanggung jawab pemerintah yang telah mengamanatkan pemberian beasiswa terhadap mahasiswa berprestasi dan mahasiswa tidak mampu namun berprestasi ? apakah pemerintah lebih suka lepas tanggung jawab terhadap dunia pendidikan tinggi dan lebih memilih membangun infrastruktur seperti tol laut dan kereta cepat yang mana pekerjanya didatangkan dari negara asing ? Selanjutnya masih ada juga permaslahan mengenai rencana komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi yang telah dilakukan pemerintah dengan beragam macam usahanya seperti membuat status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) di awal tahun 2000, lalu diubah menjadi BHP (Badan Hukum Pendidikan) melalui UU no.9 tahun 2008 mengenai BHP. Setelah UU BHP di Judicial Review dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena bertentangan dengan konstitusi ternyata tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk membuat sebuah status badan hukum baru bagi perguruan tinggi yaitu dengan cara memasukkan pasal PTNBH di salah satu pasal didalam UU No.12 tahun 2012 mengenai Pendidikan Tinggi. Agar PTNBH tidak terlalu terlihat sebagai usaha komersialisasi dan liberalisasi kampus maka pemerintah mengakali dengan tetap memberikan subsidi bagi perguruan tinggi serta memberi embel-embel cikal bakal World Class University bagi perguruan tinggi yang sudah menyandang status PTNBH. Padahal PTNBH sendiri memang memberikan kewenangan dan otonomi yang seluas-luasnya bagi perguruan tinggi untuk mengelola rumah tangganya, namun perlu juga diingat jika perguruan tinggi gagal memanfaatkan
P a g e | 12
tersebut untuk mencari dana dalam rangka menutupi biaya operasionalnya maka cara paling mudah adalah menarik biaya yang lebih besar dari mahasiswa untuk mendapatkan dana segar dengan cepat. Hal ini sudah tentu menjadikan komersialisasi pendidikan karena pendidikan tinggi hanya dapat diakses oleh calon mahasiswa yang mampu membayar uang kuliah yang ditetapkan setinggi langit tersebut, sedangkan calon mahasiswa tidak mampu silahkan menyingkir dan bekerja sebagai buruh-buruh di pabrik-pabrik ataupun pembantu rumah tangga. Beberapa permasalahan mengenai pendidikan tinggi diatas menimbulkan keresahan bagi siapapun. Belum lagi masih adanya permaslahan lain di seputar pendidikan tinggi yang tidak kalah pentingnya. Lalu mau dibawa kemanakah pendidikan tinggi di Indonesia ? kemanakah pemerintah selaku pihak yang harus bertanggung jawab dan berperan besar terhadap permasalahan ini ? bagaimana nantinya nasib anak bangsa yang seharusnya mendapatkan pendidikan namun tidak mampu lagi mengakses pendidikan tersebut ? dan bagaimana nasib bangsa ini saat sumber daya manusia nya yang melimpah ternyata tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya alamnya dan negaranya sendiri ? Oleh karena itu, berangkat dari kegelisahan-kegelisahan diatas maka diadakannya kajiankajian terkait beberapa isu pendidikan yang dianggap paling penting untuk diselesaikan terlebih dahulu. Harapannya kajian-kajian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para stakeholder pendidikan tinggi untuk membuka mata dan kembali concern pendidikan tinggi yang semakin hari semakin bermasalah.
terhadap dunia
P a g e | 13
BAB II HASIL KAJIAN
Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS) Surakarta selaku koordinator Isu pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) telah melakukan berbagai macam kajian dan diskusi publik terkait permasalahan-permasalah umum yang ada di tingkat perguruan tinggi. Hal ini merupakan sikap dan tindakan atas keresahan terhadap dunia pendidikan tinggi yang dikelola dengan setengah hati oleh Kemenristekdikti selaku badan ditingkat eksekutif yang mengurusi urusan pendidikan tinggi. Berbagai permasalahan utama seperti Anggaran pendidikan tinggi yang berkurang dari tahun 2015-2016, BOPTN yang jumlah nya tetap namun dengan jumlah perguruan tinggi negeri yang bertambah (bahkan usulan BOPTN ditahun 2016 sempat diusulkan turun oleh Kemenristekdikti), lalu Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang berdasarkan Surat Edaran dari Dikti diusulkan setiap masing-masing Universitas menaikkan UKT, padahal transpansi UKT belum jelas lalu belum adanya perbaikan signifikan baik infrastruktur penunjang pendidikan maupun kualitas tenaga pengajar menjadi pertanyaan kemanakah Uang Kuliah Tunggal yang dibayar mahal tiap semester ?, ada juga permasalahan mengenai beasiswa BBP-PPA & PPA yang tiap tahun jumlah nya selalu menurun dan bahkan isu ditiadakannya Beasiswa BBP-PPA & PPA di tahun 2016 semakin jelas sebagai dampak dari menurunnya anggaran pendidikan dari APBN, lebih lanjut lagi ternyata pemerintahan sekarang lebih gencar membangun infrastruktur seperti tol laut dan kereta cepat. Permasalahan terakhir namun bukan yang paling akhir adalah permasalahan PTNBH yaitu perguruan tinggi berbadan hukum yang memiliki kewenangan dan otonomi untuk mengurus sendiri rumah tangga universitas nya masing-masing. PTNBH memunculkan kekhawatiran akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi pendidikan karena munculnya PTNBH hanya berselang 2 tahun pasca digugurkannya UU No.9 tahun 2009 mengenai Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi melalui Judicial Review yang diajukan oleh masyarakat pada tahun 2010. Berdasarkan beberapa permasalahan utama tersebut, maka dibuatlah kajian yang komprehensif, jelas dan lugas mengenai isu-isu tersebut agar dapat menjadi bahan untuk
P a g e | 14
mengevaluasi dan mengingatkan pemerintah bahwa permasalahan di perguruan tinggi muncul akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus urusan pendidikan tinggi. A. KAJIAN ANGGARAN PENDIDIKAN
“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” – Nelson Mandela Anggaran Pendidikan merupakan dana yang diberikan Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Pendidikan itu sendiri merupakan suatu penilaian untuk menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dengan kualitas yang baik demi menunjang kualitas pengetahuan serta keterampilan sumber daya manusia nya. Seperti yang tertera di UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. UUD 1945 Pasal 31 (Pendidikan dan Kebudayaan) mengatur mengenai hak dan kewajiban sebagai warga negara Republik Indonesia khususnya dalam hal dunia pendidikan dan kebudayaan. Pada ayat 2, Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pada ayat 3, Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Pada ayat 4, Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Ternyata pasal diatas menegaskan bahwa negara dalam hal ini pemerintah berkewajiban membiayai pendidikan anak-anak bangsa ini. 1 Pengalokasian Dana Pendidikan berdasarkan Pasal 49 UU No. 20 Tahun 2003:
1
Pasal 31 Bidang Pendidikan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia.
P a g e | 15
(1) Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (2) Gaji guru dan dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (3) Dana pendidikan dari Pemerintah dan pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Dana pendidikan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Ketentuan mengenai pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 2 Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggungjawab terhadap pendanaan pendidikan dalam hal menyediakan sumber pendanaan pendidikan dengan prinsip keadilan, kecukupan, dan keberlanjutan serta pengarahannya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaan dana pendidikan, dan pengalokasian dana pendidikan minimal sebesar 20 % dari APBN, 20 % APBD dan hibah yang dialokasikan untuk dana penyelenggaraan pendidikan. Permasalahan yang penting untuk diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber daya alam baik yang berupa hayati, sumber energy, maupun barang tambang jumlahnya melimpah sangat besar. Akan tetapi, karena 2
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
P a g e | 16
selama ini penanganannya secara kapitalis, return dari kekayaan tersebut malah dirampas oleh para pemilik modal. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional sudah jelas bahwa anggaran 20% di luar gaji guru dan pendidikan kedinasan. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 49 ayat 1 bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pada Pasal 14 Undang-Undang No. 33 tahun 2004 menjelaskan tentang Pembagian Penerimaan Negara yang berasal dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut : e. Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1. 84,5% (delapan puluh empat setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2. 15,5% (lima belas setengah persen) untuk Daerah. f. Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 1. 69,5% (enam puluh sembilan setengah persen) untuk Pemerintah; dan 2. 30,5% (tiga puluh setengah persen) untuk Daerah. Serta pada Pasal 20 menjelaskan Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f, angka
P a g e | 17
2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.3 Kemudian pada Pasal 36 Undang-Undang No. 21 tahun 2001 dijelaskan Sekurangkurangnya 30% (tiga puluh persen) penerimaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf b angka 4) dan angka 5) dialokasikan untuk biaya pendidikan, dan sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) untuk kesehatan dan perbaikan gizi. Pada Pasal 182 (3) Undang-Undang No. 11 tahun 2006 dijelaskan Paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh. Pada UU APBN 2016 Pasal 1 no 41, Anggaran pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi pendidikan yang dianggarkan melalui Kementrian Negara/Lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan, termasuk gaji pendidik tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pasal 12 ayat 4 bagian a, Dana Alokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan untuk mendanai kegiatan Bidang Pendidikan sebesar Rp.2.665.340.000.000 (dua triliun enam ratus enam puluh miliar tiga ratus empat puluh juta rupiah). Dan Pasal 20 ayat 1 dan 2 dengan rincian dana sebagai berikut: 1.
Anggaran pendidikan direncanakan sebesar 419.176.412.756.000 (empat ratus sembilan belas triliun seratus tujuh puluh enam miliar empat ratus dua belas juta tujuh ratus lima puluh enam ribu rupiah)
3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah.
P a g e | 18
2.
Persentase Anggaran Pendidikan adalah sebesar 20,0%, yang merupakan
perbandingan alokasi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap total APBN sebesar 2.095.724.699.824.000 (dua kuadtriliun sembilan puluh lima triliun tujuh ratus dua puluh empat milyar enam ratus sembilan puluh sembilan juta delapan ratus dua puluh empat ribu rupiah). 4 POSTUR ANGGARAN PENDIDIKAN 2014-2016
KOMPONEN ANGGARAN PENDIDIKAN
TAHUN 2014 RAPBN
2015 RAPBN
Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah Pusat
130,279.57
154,236.30
KEMENDIKBUD
80,661.03
46,801,4
2016
88,3 09,1
RAPBN
PANJA
143,819.00 49,23 2.80 86,25 37,00 4,90 2.10 46,840.40
146,288.40 49,23 2.80 88,72 39,49 4,30 1.50 46,840.40
KEMENRISTEKDIKTI 41,507,7 KEMENAG 42,566.93 48,179.3 KEMENTRIAN/LEMBAGA LAIN 7,051.61 8,480.8 10,723.70 10,723.70 (sumber:http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/dokumen/posturanggaran2015/postur%20anggar an%202015.pdf)
4
Undang-Undang APBN Tahun 2016.
P a g e | 19
Anggaran Fungsi Pendidikan 2010-2015 (dalam triliun rupiah)
Sumber : http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/edef-seputar-list.asp?apbn=didik
Berdasarkan Pasal 49 UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa alokasi anggaran adalah alokasi pada sektor pendidikan. dalam istilah pengangggaran, sektor sepadan dengan fungsi dan hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran. Jika menurut fungsi, merinci anggaran belanja berdasarkan fungsi dan sub fungsi. Fungsi sendiri memiliki arti perwujudan pembangunan nasional. Subfungsi merupakan penjabaran lebih lanjut dari fungsi itu sendiri. Klasifikasi Anggaran menurut fungsi yang berlaku ini ada 11 fungsi, yaitu: 1. Pelayanan Umum 2. Pertahanan
P a g e | 20
3. Ketertiban dan Keamanan 4. Ekonomi 5. Lingkungan Hidup 6. Perumahan dan Fasilitas Umum 7. Kesehatan 8. Pariwisata 9. Agama 10. Pendidikan dan Kebudayaan 11. Perlindungan Sosial Anggaran Pendidikan per sub Fungsi Tahun 2008-2014
Sumber : Dasar-Dasar Praktik Penyusunan APBN di Indonesia Edisi II Hal 232
Anggaran pendidikan dasar mengalami kenaikan setiap tahunnya pada era pemerintahan SBY, dan mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 143.819 T dari tahun sebelumnya yang mencapai 154.236,30 T. Sementara anggaran pendidikan tinggi untuk kemenristekdikti pada tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami penurunan dari 41.507,7 T ke angka 39.491,50 T. Ada 17 Kementrian yang masuk kedalam anggaran pendidikan untuk Kementrian Negara/Lembaga lainnya.
P a g e | 21
Anggaran pendidikan dilakukan tiga jalur : a.
Anggaran Pendidikan Melalui belanja Pemerintah Pusat Alokasi ini digunakan untuk penyediaan beasiswa untuk siswa/mahasiswa kurang mampu, rehabilitasi ruang kelas, pembangunan unit sekolah baru dan ruang kelas baru, serta pembangunan prasarana pendukung dan pemberian tunjangan profesi guru.
b.
Anggaran pendidikan melalui Transfer ke Daerah Alokasi ini digunakan untuk : -
Bagian anggaran pendidikan dalam DBH terdiri atas bagian
DBH pertambangan minyak bumi dan gas bumi. Penghitungan DBH pendidikan tersebut berdasarkan pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 “Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar”. -
Bagian anggaran pendidikan dalam DAU terdiri atas DAU
untuk gaji pendidik dan DAU untuk non gaji. -
Bagian anggaran pendidikan dalam DAK ditetapkan
berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR. -
Bagian anggaran pendidikan dalam otonomi khusus dihitung
berdasarkan pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan pasal 182 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. -
Bagian anggaran pendidikan dalam dana penyesuaian antara
lain terdiri atas tunjangan profesi guru, dana tambahan penghasilan guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), dan bantuan operasional sekolah (BOS) yang penghitungannya bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta dana insentif daerah yang penggunaannya ditujukan
P a g e | 22
terutama untuk pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. -
Pemerintah pusat telah melaksanakan amanat UUD 1945
dan UU no.20 tahun 2003 yang mewajibkan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari belanja negara. -
Alokasi anggaran pendidikan merupakan alokasi anggaran
pada klasifikasi fungsi pendidikan yang terdiri dari sub fungsi Pendidikan anak usia dini, Pendidikan dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Non Formal dan Informal, Pendidikan kedinasan, Pendidikan Tinggi, Pelayanan Bantuan
Terhadap
Pendidikan,
Pendidikan
Keagamaan,
Litbang
Pendidikan, Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga dan Pendidikan Lainnya. -
Dalam penyaluran alokasi dana pendidikan dilakukan
melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan melalui transfer ke daerah, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran pembiayaan. Dari tahun 2010-2015, alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah juga mengalami perkembangan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp127,7 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp254,9 triliun pada tahun 2015. Alokasi anggaran pendidikan pada transfer ke daerah sebagian besar disalurkan melalui DAU, Tunjangan Profesi Guru dan BOS. c.
Anggaran Pendidikan melalui Pengeluaran Pembiayaan
Anggaran ini selanjutnya disebut sebagai Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) yang terdiri atas Dana Abadi Pendidikan (Endowment Funds) dan Dana Cadangan Pendidikan. Dana tersebut akan dikelola oleh BLU bidang pendidikan yaitu Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang merupakan satker dari KEMENKEU. Dasar hukum Pengelolaan DPPN tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Endowment Fund dan Dana Cadangan Pendidikan. Pengertian Dana Abadi Pendidikan (Endowment Fund) adalah Dana Pengembangan Pendidikan
P a g e | 23
Nasional yang dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equity). Dasar hukum Pengelolaan DPPN tersebut diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 238/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Endowment Fund dan Dana Cadangan Pendidikan. Pengertian Endowment Fund adalah Dana Pengembangan Pendidikan Nasional yang dialokasikan dalam APBN dan/atau APBN-P yang bertujuan untuk menjamin keberlangsungan program pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk pertanggungjawaban antargenerasi (intergenerational equity). 5 Berikut Rincian dana anggaran pendidikan tinggi yang digunakan Kemenristekdikti tahun 2016:
(sumber : kemenristekdikti)
5
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/20310-anggaranpendidikan-20-,-apakah-sudah-dialokasikan. Diakses 21 april 22.05
P a g e | 24
Jika dilihat dari tahun ke tahun, anggaran pendidikan memang mengalami kenaikan. Tahun 2013, Pemerintah menetapkan anggaran pendidikan sebedar Rp. 345,335 Trilun atau mengalami kenaikan dari sebelumnya sebesar Rp. 336,848 Triliun. Pada tahun 2014, anggaran fungsi pendidikan meningkat menjadi Rp. 371,2 Triliun. Anggaran terus naik pada tahun 2015 yang mencapai Rp. 404 Triliun dan pada saat itu, presiden berjanji pemerintah terus berupaya meningkatkan anggaran pendidikan setiap tahun nya. Dan pada laporan APBN 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendapatkan pagu anggaran Rp. 49,23 Triliun dari sebelumnya Rp. 53,27 Triliun. Kemudian, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang mendapatkan pagu anggaran sebesar Rp. 37,98 Triliun dari sebelumnya Rp. 43,79 Triliun. Kementerian Agama pun mengalami penurunan pagu anggaran menjadi Rp. 58,48 Triliun dari sebelumnya Rp. 60,28 Triliun. 6 Berdasarkan arah kebijakan dan sasaran-sasaran yang dikemukakan Presiden Joko Widodo (Jokowi), anggaran belanja negara dalam RAPBN tahun 2016 dialokasikan sebesar Rp2.121,3 triliun yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp1.339,1 triliun, yang mencakup belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp780,4 triliun dan belanja Non-Kementerian/Lembaga sebesar Rp558,7 triliun, serta alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp782,2 triliun. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan
infrastruktur tahun depan. Untuk itu, anggaran difokuskan lebih banyak pada kementerian teknis
yang
membangun infrastruktur tersebut. Pemerintah tetap
memfokuskan kepada program-program sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.7 Kebijakan untuk lebih fokus membangun infrastruktur ternyata menuai banyak kritik dari kalangan pendidikan. Dengan anggaran pendidikan yang menurun untuk tahun 2016, berdampak pada kenaikan UKT, anggaran beasiswa, dan banyak lagi dana pendidikan yang harus dinaikan dan dihilangkan karena pengurangan anggaran pendidikan sehingga banyak yang harus terkorbankan. Namun pemerintah tetap harus menyadari
6
http://news.okezone.com/read/2015/08/14/65/1196412/diguyur-rp49-23-triliun-porsi-anggaran-pendidikan2016-turun. 7 Ibid.
P a g e | 25
bahwa kemampuan dari setiap murid dan mahasiswa berbeda-beda dan anggaran pendidikan sangat membantu sekali untuk meringankan beban biaya pendidikan yang harus dibayarkan oleh murid dan mahasiswa. Pemerintah harus menyadari bahwa pendidikan penting adanya dan pendidikan yang membentuk karakter bangsa serta yang menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sebaiknya dana pendidikan tidak diturunkan mengingat jumlah sekolah dan perguruan tinggi yang setiap tahun nya bertambah serta jumlah siswa dan mahasiswa yang juga bertambah.
B. KAJIAN BANTUAN OPERASIONAL PERGURUAN TINGGI NEGERI (BOPTN) Setiap universitas yang ada di Indonesia pasti akan melakukan berbagai macam cara dalam mengembangkan, merawat dan menjaga kelangsungan proses belajar mengajar. Tentu dalam pengupayaan berbagai hal itu diperlukan dana yang besar pula. Dana yang besar ini berdampak pada mahasiswa, pasalnya mahasiswa diberatkan pada tanggungan biaya kuliahnya, terlebih pada golongan menengah kebawah. Salah satu upaya pemerintah dalam mengantisipasi mahalnya biaya pendidikan perguruan tinggi adalah menetapkan tidak adanya kenaikan uang kuliah (SPP) dan menggunakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada perguruan tinggi negeri yang mulai berlaku mulai tahun akademik 2012/2013. Selain itu pemerintah juga memberikan dana bantuan operasional kepada setiap universitas yang biasa disebut dengan BOPTN. BOPTN atau Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri merupakan bantuan biaya kuliah yang diberikan oleh Pemerintah kepada perguruan-perguruan tinggi negeri di Indonesia yang digunakan untuk membiayai kekurangan biaya operasional yang sesuai dengan standar pelayanan minimum. BOPTN merupakan bantuan pemerintah yang digunakan untuk membantu biaya pengeluaran Perguruan Tinggi yang memiliki dasar hukum, yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
P a g e | 26
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. 4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. 5. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. 6. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61/P Tahun 2011. 7. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. 8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 108 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun
2012
tentang
Bantuan
Operasional
Perguruan
Tinggi
Yang
Diselenggarakan Oleh Pemerintah. 9. Surat
Keputusan
Dirjen
Pendidikan
Tinggi
Kemdikbud
RI
Nomor
15/DIKTI/Kep/2013 tentang Pengelolaan Bantuan Operasional PTN untuk Penelitian. 10. Pasal 2 permenristekdikti no.6 tahun 2016 Berdasarkan kepada pasal 2 permenristekdikti no.6 tahun 2016 disebutkan bahwa BOPTN digunakan untuk : a. Pelaksanaan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, dimana diharapkan dengan diberikannya dana BOPTN ini akan memicu semangat para dosen untuk
P a g e | 27
semakin memperbanyak penelitian yang bermutu sesuai kompetensi sehingga akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. b. Biaya pemeliharaan pengadaan, termasuk pemeliharaan gedung, bangunan, lingkungan dan prasarana lain yang akan menunjang terjadinya proses belajar mengajar yang kondusif. c. Penambahan bahan praktikum/kuliah, dimana mencakup bahan habis pakai seperti di laboratorium, kelas, administrasi pendidikan, kegiatan akademik dan non akademik. d. Bahan pustaka, seperti memperbanyak buku-buku ilmiah dan jurnal-jurnal, pembelian CD ROM, langganan jurnal, dan sebagainya untuk semakin mempermudah dalam mencari referensi dan tambahan ilmu. e. Penjaminan mutu, dimana bertujuan untuk mencapai akreditasi A (Nasional) dan akreditasi Internasional, termasuk untuk biaya penyusunan dokumen, konsultan ISO dan sertifikasi ISO ke lembaga Sertifikasi. Bagi Perguruan tinggi yang terdapat program studi vokasi atau diploma, perlu melakukan sertifikasi kompetensi mahasiswa. f. Pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan, banyak kegiatan mahasiswa baik yang berhubungan dengan kepemimpinan maupun yang berhubungan dengan olah raga membutuhkan dana yang mencukupi jalannya kegiatan kemahasiswaan tersebut. kegiatan kemahasiswaan yang termasuk kewirausahaan bagi mahasiswa juga perlu untuk didukung dan didanai. g. Pembiayaan langganan daya dan jasa, seperti langganan listrik dan langganan internet. h. Pelaksanaan
kegiatan
penunjang,
seperti
pengembangan
kurikulum,
pengembangan SDM, pengembangan metode belajar, seminar, lokakarya, dan lain-lain memainkan peranan sangat penting bagi keberhasilan perguruan tinggi dalam memberikan layanan pendidikan tinggi yang memuaskan. i.
Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran, digunakan untuk pemeliharaan hardware, pengembangan software dan sistem jaringan, materi pembelajaran (handout, modul, animasi, audio visual) dan perangkat evaluasi (kuis, soal ujian, tugas mandiri, teleconference)
P a g e | 28
j.
Honor dosen dan tenaga kependidikan non pegawai negeri sipil,
k. Pengadaan dosen tamu l.
Pengadaan sarana dan prasarana sederhana, Belanja ini digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana dengan kriteria: 1. Melanjutkan atau menyelesaikan pembangunan gedung penunjang kegiatan tridharma perguruan tinggi dengan nilai maksimum Rp5.000.000.000,- per unit, maksimum 2 unit 2. Rehabilitasi atau pemeliharaan gedung dengan nilai maksimum Rp 5.000.000.000,- per paket, maksimum 2 paket 3. Perbaikan atau pembenahan tata ruang/halaman/taman dengan total nilai keseluruhan paket maksimum Rp 5.000.000.000,4. Pembelian peralatan laboratorium dengan total nilai keseluruan paket maksimum Rp 2.500.000.000,5. Untuk PTN dengan alokasi BOPTN sampai dengan Rp 50.000.000.000,- maka Total Nilai Sarpras Sederhana maksimum 20% dari Total Nilai BOPTN 6. Untuk PTN dengan alokasi BOPTN lebih besar Rp 50.000.000.000,-, tetapi lebih kecil Rp 100.000.000.000,-, maka Total Nilai Sarpras Sederhana maksimum 15 % dari Total Nilai BOPTN 7. Untuk PTN dengan alokasi BOPTN lebih besar Rp 100.000.000.000,- , maka Total Nilai Sarpras Sederhana maksimum 10% dari Total Nilai BOPTN
m. Satuan pengawas internal n. Pembiayaan rumah sakit perguruan tinggi negeri, dimana untuk menunjang proses belajar mengajar yang berkaitan dengan kedokteran, maka dana BOPTN dapat digunakan untuk membayar biaya rumah sakit miliki perguruan tinggi. o. Kegiatan lain yang merupakan prioritas dalam rencana strategis perguruan tinggi masing-masing Berdasarkan pasal 3 Permenristekdikti no.6 tahun 2016perana BOPTN ini Tidak Boleh digunakan untuk : a. Belanja modal dalam bentuk investasi fisik berupa gedung baru dan peralatan skala besar,
P a g e | 29
b. Tambahan insentif mengajar untuk pegawai negeri sipil c. Tambahan insentif dan honor untuk pejabat administrasi, pejabat fungsional, dan pejabat pimpinan tinggi yang berstatus pegawai negeri sipil d. Kebutuhan operasional untuk manajemen. Pemerintah memiliki dasar yang digunakan untuk mengalokasikan besaran BOPTN yang akan diberikan kepada setiap perguruan tinggi, yaitu : a. PNBP per mahasiswa (S1 dan Diploma) b. Proporsi Bidik Misi terhadap jumlah mahasiswa, sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah, maka setiap universitas wajib menyediakan kuota 20% dari total mahasiswa perguruan tinggi tersebut, maka pemberian besaran BOPTN juga didasarkan dari banyaknya jumlah mahasiswa suatu perguruan tinggi yang memperoleh bidik misi. c. Proporsi PNBP non tuition, besarnya PNBP menunjukkan kemampuan perguruan tinggi untuk mengelola dan menyediakan layanan pendidikan tinggi bagi stakeholder, maka besaran BOPTN juga didasarkan pada presentase tertentu besaran PNBP. d. Indeks terhadap Jenis/Karakteristik Prodi, kebutuhan biaya setiap program studi berbeda-beda sehingga untuk mempermudah pendekatan tersebut maka program studi telah dikelompokkan sebagai berikut, 1. Prodi dengan metode pembelajaran berbasis klinik seperti kedokteran, farmasi, dll. 2. Prodi dengan metode pembelajaran berbasis laboratorium seperti teknik, sains, kedokteran pre-klinik. 3. Prodi dengan metode pembelajaran berbasis laboratorium seperti studio, kuliah lapangan misalnya arsitektur, desain, dll. e. Akreditasi Program Studi,
Berdasarkan pasal 4 permenristekdikti nomor 6 tahun 2016, menetapkan BOPTN diberikan kepada perguruan tinggi negeri dengan mempertimbangkan kriteria:
P a g e | 30
a. biaya pendidikan yang dibutuhkan untuk mahasiswa program diploma dan program sarjana b. jumlah penerimaan negara bukan pajak yang bersumber dari mahasiswa program diploma dan program sarjana c. kinerja perguruan tinggi d. jumlah mahasiswa program diploma dan program sarjana. Dari penjelasan yang telah disebutkan, terdapat perbedaan pengalokasian dana BOPTN di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Walaupun terdapat beberapa alasan mengapa alokasi dana BOPTN berbeda-beda, namun status perguruan tinggi negeri juga mempengaruhi. Seperti yang diketahui, di Indonesia telah diterapkan system status perguruan tinggi negeri yang terbagi menjadi 3 yaitu Badan Layanan Umum (BLU), Satuan Kerja (SATKER), dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). BLU menurut Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 Pasal 1 adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Kemudian SATKER, memiliki pengertian bahwa Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program. Lalu status yag terakhir yakni PTN BH, yakni perguruan tinggi negeri yang berstatus badan hukum memiliki hak dan kekuasaan untuk menentukan arah penyelenggaraan pendidikan tinggi serta mempunyai kewenangan untuk mengelola keungannya secara otonom (mandiri) tanpa ada campur tangan pihak lain. Dana BOPTN ini pun juga akan terproporsi sesuai dengan masing-masing status perguruan tinggi tersebut. Proporsi tersebut mencangkup kebutuhan masing-masing kampus, pencapaian mutu, akreditasi, jumlah mahasiswa dan indeks kemahalan wilayah kampus. Selain itu, ada juga beberapa universitas yang digadang untuk masuk dalam prestasi dunia (World Class University), sehingga kucuran dana yang diterima akan lebih besar untuk mencapai target tersebut.
P a g e | 31
Dibawah ini akan dipaparkan beberapa perbandingan jumlah dana BOPTN yang diberikan kepada setiap perguruan tinggi dari masing-masing status ini, seperti berikut: No
Nama Universitas
Status
1
Universitas Negeri Jakarta
Badan
Jumlah BOPTN Layanan 2014 = 33 Milliar
Umum (BLU) 2
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Badan
2015 = 34,6 Milliar
Layanan 2012 = 26 Milliar
Umum (BLU)
2013 = 43 Milliar 2015 = 50,1 Milliar 2016 = 41,3 Milliar
3
4
Universitas Andalas Padang
Institute Teknologi Bandung (ITB)
Badan
Layanan 2015 = 71 Milliar
Umum (BLU)
2016 = 59 Milliar
PTNBH
2013 = 176,8 Milliar 2014 = 165 Milliar 2015 = 233 Milliar 2016 = 217 Milliar
5
Universitas Indonesia
PTNBH
2013 = 220 Milliar 2014 = 226,7 Milliar 2015 = 220 Milliar 2016 = 245 Milliar
Anggaran BOPTN setiap tahun selalu mengalami perubahan. Pada tahun 2013, besaran BOPTN yang diberikan sejumlah 1,5 Triliun Rupiah, sementara pada tahun 2014 sebesar 3 Triliun dan tahun 2015 sebesar 4,5 Triliun. Sedangkan untuk tahun ini, pemerintah
P a g e | 32
mengusulkan akan memberikan dana BOPTN sebesar 3,7 triliun, namun akhirnya di koreksi menjadi sama seperti tahun lalu yaitu sebesar 4,5 Triliun. Hal ini disebabkan oleh janji pemerintahan Jokowi-JK yang lebih mementingkan sektor infrastruktur seperti tol laut, pelabuhan baru, bandara, jaringan kereta api dan lain sebagainnya, sehingga menyebabkan banyaknya pengalihan alokasi anggaran kepada sektor infrastruktur salah satunya adalah anggaran pendidikan tinggi yang tahun ini berkurang sebesar 3 Triliun rupiah.
Anggaran BOPTN 5 4.5
4 3.5
3 2.5
Anggaran BOPTN
2 1.5 1 0.5 0 2013
2014
2015
2016
Rencana anggaran BOPTN pada tahun 2016 jika turun, dimana pada 3 tahun sebelumnya mengalami kenaikan akan mengakibatkan banyak dampak pada operasional Pendidikan Tinggi salah satunya adalah naiknya uang kuliah tunggal yang harus dibayarkan oleh mahasiswa. Rencana pemotongan sebesar 800 Miliar ini tentu akan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap jumlah BOPTN yang diperoleh oleh masing-masing perguruan tinggi. Pemotongan jumlah BOPTN akan berdampak pada pemotongan anggaran di setiap perguruan tinggi yang akan berpengaruh negatif terhadap kurangnya biaya diberbagai sektor. Beberapa alasan mengapa BOPTN tidak boleh turun yaitu :
P a g e | 33
1. Bila BOPTN turun, secara otomatis perguruan tinggi harus mencari biaya tambahan sendiri. Cara yang paling mudah bagi perguruan tinggi adalah dengan menaikkan uang kuliah tunggal mahasiswa dimana nilai UKT dapat naik drastis, padahal tidak semua mahasiswa mampu untuk membayar peningkatan tagihan bayaran ini, terutama untuk kalangan menengah ke bawah. 2. Perguruan tinggi akan mengomersialkan pendidikan dengan mengutamakan mahasiswa mampu. Hal ini semata-mata dalam rangka menutupi biaya operasional yang begitu minim dianggarkan oleh pemerintah pusat. Dengan demikian, akses bagi penduduk Indonesia khususnya untuk kaum ekonomi lemah untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi akan semakin sempit. Padahal sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 beserta UUD 1945 pasal 31, semua warga yang ada di Indonesia berhak untuk mengenyam pendidikan, karena pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah. 3.
BOPTN tak boleh turun terkait dengan 36 fasilitas perguruan tinggi baru yang akan dibangun pemerintah yang meliputi univeritas, institut, dan politeknik yang tersebar di seluruh Indonesia. Fasilitas pendidikan yang baru berdiri tentu membutuhkan bantuan dana untuk operasional dan riset.
4. Proses dan kebutuhan dalam keberlangsungan belajar mengajar akan terganggu,
pasalnya
dana
yang
berjalan
akan
dibatasi
dalam
penggunaannya, sehingga sarana prasarana akan serba terbatas. Hal ini akan berdampak pada kualitas pendidikan yang ada di perguruan tinggi, maka keinginan pemerintah agar ada universitas di Indonesia yang masuk dalam prestasi dunia akan terhambat. Melihat dampak yang akan ditimbulkan dari adanya pengurangan BOPTN ini, maka sudah selayaknya pemerintah menaikkan dana BOPTN pada setiap tahunnya atau disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
universitas
agar
tercapainya
P a g e | 34
C. KAJIAN UANG KULIAH TUNGGAL (UKT) Uang Kuliah Tunggal atau lazim disebut UKT merupakan suatu sistem pembayaran uang kuliah pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) pengganti dari sistem pembayaran dengan uang pangkal. Dimana penerapan uang pangkal pada setiap fakultas dan universitas berbeda-beda, perbedaaan signifikan terjadi antara mahasiswa regular dengan yang non regular. Pengalokasian dana dari uang pangkal yang tidak jelas juga menjadi alasan penghapusan uang pangkal. UKT adalah suatu sistem pembayaran uang kuliah yang dibebankan kepada mahasiswa untuk diringkas menjadi satu kali pembayaran tiap semester hingga lulus, tanpa ada pungutan lain selain pembayaran tertentu seperti pembayaran Kuliah Kerja Nyata (KKN), uang praktikum dan lain sebagainya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU PT) menjadi acuan pemerintah untuk menerapkan sistem pembayaran UKT. Berdasarkan ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Menteri berwenang menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi yang menjadi dasar perguruan tinggi negeri dalam menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. Sesuai dengan ketentuan ayat (4) Pasal 88 tersebut, bahwa biaya yang ditanggung oleh mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Dengan alasan meringankan beban mahasiswa terhadap pembiayaan pendidikan, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh pada 23 Mei 2013 telah mengeluarkan ketetapan mengenai besarnya Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). 8 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, menjadi produk hukum pertama dari
8
Muhammad Yuliawan, Download Permendikbud No.55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal, diakses dari http://amriawan.blogspot.co.id/2013/07/download-permendikbud-no55-tahun-2013.html pada tanggal 22 April 2016 pukul 17.32 WIB.
P a g e | 35
Kemendikbud yang mengatur permasalahan UKT. Dimana UKT ini merupakan sebagian dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Pada awal diberlakukannya kebijakan ini, sudah muncul pro dan kontra. Sekilas memang sistem pembayaran ini lebih ringan dibandingkan pembayaran uang pangkal yang terkesan lebih memberatkan di awal perkuliahan. Mahasiswa kurang mampu pun dapat tertolong karena tidak harus membayar uang pangkal yang tidak sesuai dengan keadaan ekonomi mereka Namun beberapa mahasiswa justru merasa sistem ini lebih memberatkan, karena dengan adanya UKT maka besaran uang kuliah per semester bertambah besar di mana biasanya hal ini hanya mereka alami di awal perkuliahan. Jika pada saat pembayaran dengan sistem uang pangkal mahasiswa membayar dengan jumlah besar di awal perkuliahan (dalam hitungan jutaan), kemudian per semester mereka tinggal membayar ratusan ribu atau paling tidak membayar dalam jumlah kecil. 9 Lebih jelasnya dalam Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 tersebut, menjelaskan mengenai apa itu BKT & UKT. Tertuang dalam Pasal 1, ada empat (4) penjelasan mengenai UKT yaitu: (1) Biaya kuliah tunggal merupakan keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri. (2) Biaya kuliah tunggal digunakan sebagai dasar
penetapan biaya yang
dibebankan kepada mahasiswa masyarakat dan Pemerintah. (3) Uang kuliah tunggal merupakan sebagian biaya kuliah tunggal yang ditanggung setiap mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. (4) Uang kuliah tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan biaya kuliah tunggal dikurangi biaya yang ditanggung oleh Pemerintah Dalam pelaksanaannya UKT dihitung berdasarkan BKT. BKT adalah Biaya Kuliah Tunggal yang berarti biaya yang diperlukan setiap mahasiswa dalam pelaksanaan
9
KASKUS KEMENJAKPUS BEM KM IPB, UKT = Uang Kuliah Tunggal, diakses dari https://kaskusbemkmipb.wordpress.com/2014/06/26/ukt-uang-kuliah-tunggal/, pada tanggal 22 April 2016 pukul 18.01 WIB.
P a g e | 36
pendidikan di setiap semesternya. Berdasarkan Permendikbud no. 55 tahun 2013 pada pasal 1 ayat 3 disebutkan juga bahwa UKT adalah sebagian dari BKT yang ditanggung mahasiswa berdasakan kemampuan ekonominya dan disampaikan pula di ayat lain bahwa UKT ditetapkan berdasarkan BKT dikurangi BOPTN, dengan BOPTN adalah biaya yang ditanggung pemerintah. Pengertian lain dari UKT adalah besarnya biaya kuliah yang ditanggung oleh setiap mahasiswa berdasarkan pada tingkat kemampuan ekonomi orang tuanya. Hal ini menyebabkan adanya sistem penggolongan UKT di mana ada pengelompokan besaran UKT sesuai dengan pengahasilan masing-masing orang tua.10 Dalam penerapan Uang Kuliah Tunggal sebagaimana dimaksud ditentukan berdasarkan kelompok kemampuan ekonomi masyarakat yang dibagi dalam 5 (lima) kelompok dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu Kelompok I, II, III, IV, dan V. Berikut penggolongan/pengelompokan UKT berdasarkan pendapatan : Kelompok I
: Penghasilan ≤ 500.000
Kelompok II
: 500.000 < Penghasilan ≤ 2.000.000
Kelompok III
: 2.000.000 < Penghasilan ≤ 3.500.000
Kelompok IV
: 3.500.000 < Penghasilan ≤ 5.000.000
Kelompok V
: Penghasilan > 5.000.000
Golongan UKT per semester tersebut memiliki besaran yang berbeda-beda tergantung pada tiap-tiap fakultas. 11 Kemungkinan drop out juga semakin lebar ketika mahasiswa tidak dapat membayar UKT di semester tersebut. Mahasiswa yang cuti dan tingkat atas juga tetap membayar UKT meskipun tidak mengambil mata kuliah. Untuk mahasiswa cuti membayar kisaran 25% sedangkan mahsiswa tingkat atas yang tinggal menunggu sidang misalnya harus membayar penuh UKT semester berikutnya. Tujuan pemerintah memberlakukan sistem ini memang untuk meringankan beban mahasiswa. Hal ini dilatarbelakangi dengan besaran uang pangkal yang sangat berbeda di setiap perguruan tinggi dan BOPTN yang diterima pun berbeda-beda ditambah lagi dengan
10
Ibid. Danang Dirgantara, Sistem Baru UKT, Orangtua Tak Perlu Takut Biaya Mahal di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), diakses dari http://simponydaun.blogspot.co.id/2015/01/orangtua-tak-perlu-takut-biaya-mahal-di.html pada tanggal 22 April 2016 pukul 18.27 WIB. 11
P a g e | 37
berubahnya status beberapa perguruan tinggi menjadi PTN-BH. Perubahan status ini membuat perguruan tinggi yang bersangkutan memiliki kebebasan dan wewenang untuk mengelola keuangannya sendiri termasuk menarik uang pangkal sesuai ketentuan mereka. Wewenang ini dimanfaatkan oleh pihak universitas untuk menarik uang dari mahasiswa sebesar-besarnya untuk memenuhi kebutuhan perguruan tinggi. Pegantian tahun membuat perlu adanya perubahan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal di Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 tersebut, Kemendikbud akhirnya mengundangkan peraturan menteri baru guna mengaturan permasalahan tersebut. Adalah Permendikbud Nomor 73 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Perubahan dalam pasal-pasal tersebut diantaranya membahas mengenai:
Pengaturan mengenai beberapa perubahan ketentuan;
Penambahan BKT dan UKT untuk tahun angkatan 2014/15;
Penambahan ketentuan mengenai BKT dan UKT bagi PTNBH pada tahun 2014/15; dan
Penambahan golongan dari V golongan menjadi VIII penggolongan. Dalam perkembangannya, Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semula diatur dalam
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) pada masa kabinet Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berubah pada tahun 2015 pada masa Kabinet Kerja (Kabinet Pemerintahan Presiden Jokowi), kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai Pendidikan Tinggi dicabut dan dialihkan ke Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Oleh karena hal tersebut, maka Kemenristekdikti mempunyai tugas dan wewenang untuk mengatur segala hal tentang Pendidikan Tinggi, tak terkecuali mengenai UKT. Pada 4 (empat) Agustus 2015, diundangkanlah Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah. Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 tersebut merupakan satu-satunya pengaturan mengenai BKT dan UKT pada PTN.
P a g e | 38
Biaya Kuliah Tunggal (BKT) adalah keseluruhan biaya operasional mahasiswa per semester pada program studi di PTN. BKT digunakan sebagai dasar penetapan biaya yang dibebankan kepada masyarakat dan Pemerintah. Penetapan UKT dengan memperhatikan Biaya Kuliah Tunggal, UKT tersebut terdiri atas beberapa kelompok yang ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Permen tersebut. Pengaturan kelompok/golongan dalam UKT diatur lebih jelas dalam Permenristekdikti ini, yaitu diatur dalam Pasal 3 ayat (2) yang berbunyi, “Pengelompokan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh PTN kepada Menteri untuk ditetapkan.” Sebelumnya dalam pengaturan UKT yang diatur dalam Permendikbud tidak mencantumkan perihal tersebut. Pada tahun ketiga penerapan UKT bagi PTN di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi ini penggolongan UKT masih seperti penggolongan UKT pada Permendikbud Nomor 73 Tahun 2014, yaitu sebanyak VIII golongan. Terjadi perubahan ketentuan mengenai pembagian golongan I dan II yang termuat dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi: (1) UKT kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN. (2) UKT kelompok II sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III diterapkan kepada paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN. Berbeda dengan pengaturan dalam peraturan-peraturan sebelumnya, dalam Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 ini mengubah ketentuan mengenai kelompok I dan II yang semula diterapkan paling sedikit 5 (lima) persen dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap perguruan tinggi negeri (baik dalam Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013 maupun Permendikbud Nomor 73 Tahun 2014) menjadi paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah mahasiswa yang diterima di setiap Program Studi pada setiap PTN. Namun kenyataannya saat ini PTN-PTN tidak terdapat kejelasan mengenai kuota 5% (lima persen) tersebut.
P a g e | 39
Mengenai terdapatnya kesalahan dalam pemberlakuan UKT, maka pemimpin masing-masing PTN dapat melakukan penatapan ulang terhadap kesalahan tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) Pemimpin PTN dapat melakukan penetapan ulang pemberlakuan UKT terhadap mahasiswa apabila terdapat: a. ketidaksesuaian kemampuan ekonomi mahasiswa yang diajukan oleh mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya; dan/atau b. pemutakhiran data kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya. Berbicara mengenai sistem keringanan UKT, sekarang hanya diatur menurut ketentuan dalam peraturan masing-masing PTN karena perbedaan dalam sistem tata kelola dan otonomi pada tiap-tiap PTN. Perbedaan penerapan BOPTN tiap PTN satuan kerja, PTN badan layanan umum (PTN BLU), dan PTN Badan Hukum (PTNBH) juga menjadi permasalahan dalam penerapan UKT yang berdampak juga dalam sistem keringanan UKT. Sistem keringanan UKT yang tidak jelas menyebabkan orang tua mahasiswa mengalami banyak kesulitan dalam membiayai biaya kuliah anaknya. Oleh karena itu perlu kiranya Kemenristekdikti membuat suatu ketentuan secara umum tentang bagaimanakah pengaturan keringanan UKT pada masing-masing PTN. Sehingga apabila ada mahasiswa yang sebelumnya mampu, namun dalam keberlangsungan perkuliahannya mengalami suatu masalah yang menyebabkannya kesulitan untuk membayar biaya perkuliahan bisa menjamin kepastian hukumnya. Seperti pertimbangan kemenristekdikti dalam membuat Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 poin c, yang menginginkan adanya kepastian hukum dalam penetapan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa. 12 Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 PTN dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diplom. Namun PTN menurut Pasal 9, diberi kewenangan untuk dapat memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT, dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma yang terdiri atas: a. mahasiswa asing; 12
Permenristekdikti Nomor 22 Tahun 2015 bagian Menimbang poin c, bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam penetapan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa perlu pengaturan mengenai biaya kuliah tunggal dan uang kuliah tunggal pada perguruan tinggi negeri.
P a g e | 40
b. mahasiswa kelas internasional; c. mahasiswa yang melalui jalur kerja sama; dan/atau d. mahasiswa yang melalui seleksi jalur mandiri. Dalam hal Uang Pangkal atau SPI (Sumbangan Pengembangan Institusi) ini, PTN masih dilarang memungut uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT dari mahasiswa baru Program Sarjana dan Program Diploma dari jalur undangan, SNMPTN dan SBMPTN. Namun PTN diberi wewenang oleh perundang-undangan untuk dapat memungut uang pangkal dari mahasiswa-mahasiswa baru program sarjana dan program diploma selain mahasiswa yang disebutkan dalam kalimat sebelumnya. PTN dapat memungut uang pangkal tersebut kepada mahasiswa-mahasiswa asing, kelas internasional, mahasiswa jalur kerja sama (pertukaran mahasiswa), dan mahasiswa seleksi jalur mandiri. Pemberlakuan uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT bagi mahasiswa baru dari seleksi jalur mandiri sepertinya perlu dikaji ulang. Pasalnya tidak semua mahasiswa baru dari seleksi jalur mandiri mampu secara ekonomi. Tidak sedikit para mahasiswa seleksi jalur mandiri merupakan mahasiswa-mahasiswa yang kurang beruntung dalam seleksi masuk lainnya, seperti SNMPTN, SBMPTN, bahkan ada yang kurang beruntung dalam seleksi bidikmisi. Tidak semua penanggung beban biaya perkuliahan mahasiswa seleksi jalur mandiri dari kalangan pengusaha sukses, pejabat, dan lain
P a g e | 41
sebagainya. Orang tua mahasiswa atau penanggung beban biaya perkuliahan mahasiswa ada yang bekerja sebagai petani. Seperti yang diketahui juga bahwa nilai tukar petani secara nasional pada Maret 2016 mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya sebesar 101,32. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan/daya beli petani khususnya di perdesaan semakin menurun. 13 Oleh karena itu sudah sepatutnya kemenristekdikti mengkaji ulang ketentuan tentang pemungutan uang pangkal dan/atau pungutan lain selain UKT bagi mahasiswa baru dari seleksi jalur mandiri, melihat tengah lesunya perekonomian di Indonesia sendiri. Sanksi akan diberikan apabila PTN melanggar ketentuan tersebut, pejabat yang bertanggung jawab di PTN tersebut akan dikenakan hukuman disiplin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pengaturan mengenai BKT dan UKT bagi PTN Badan Hukum diatur dengan Peraturan Menteri. Namun tetap saja masih terdapat kelemahan walaupun sudah berganti 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 3 tahun pemberlakuan sistem UKT ini, masih belum adanya transparansi dalam UKT dan belum diatur secara jelasnya pengaturan mengenai keringanan dalam UKT menjadi permasalahan yang belum selesai sampai saat ini. Namun dalam keberjalanannya pelaksanaan UKT di berbagai perguruan tinggi menimbulkan masalah dari tahun ke tahun. Permasalahan yang disoroti adalah Sistem penggolongan UKT yang dirasa belum tepat dan adil, transparansi anggaran yang sangat kurang, variabel penggolongan UKT yang kurang jelas, tingginya UKT dan kenaikan UKT dari tahun ke tahun yang sampai saat ini belum mendapat solusinya. Sejak diberlakukannya sistem ini pada tahun 2013 banyak mahasiswa berpendapat bahwa pelaksanaan UKT belum tepat seperti besaran UKT yang ternyata tidak sesuai dengan kemampuan mereka dan cenderung tidak adil antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lain. Hal ini disebabkan mekanisme UKT pada awal pelaksanaannya hanya menjadikan gaji kotor sebagai indikator utama penentuan UKT. Padahal terdapat faktor13
Bappenas, Perkembangan Ekonomi Minggu Ke-V Bulan Maret Tahun 2016, http://www.bappenas.go.id/index.php?cID=8802 pada tanggal 22 April 2016 pukul 19.21 WIB.
diakses
dari
P a g e | 42
faktor lain yang mesti dipertimbangkan, misalkan anggota keluarga yang mengalami sakit keras, kondisi keluarga yang mengalami musibah/bencana, kondisi keluarga yang tidak harmonis (broken home), dipecatnya orang tua dari pekerjaan (dinamika ekonomi), dan persoalan-persoalan lain yang tidak tercatat dalam
struk gaji. 14
Faktor-faktor inilah yang hendaknya menjadi pertimbangan universitas untuk pemberlakuan sistem dispensasi dan banding yang benar-benar bisa memperhatikan kondisi mahasiswa per semester. Beberapa universitas yang telah menerapkan sistem ini masih belum berjalan maksimal. Secara garis besar, evaluasi perumusan UKT dari berbagai PTN adalah grading yang dirasa masih menimbulkan kesenjangan. Masih banyak penepatan angka UKT di berbagai PTN yang tidak sesuai dan naik drastis dari satu tingkat angka ke tingkat lainnya. 15 Berbicara mengenai isu tentang kenaikan UKT pada tahun 2016, yang didasarkan pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 800/A.A1/KU/2016 tanggal 26 Februari 2016 yang didalamnya terdapat himbauan dari Dikti agar Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia menaikan dan menambahkan level UKT bagi mahasiswa tahun 2016, mendapat banyak protes dari para mahasiswa di seluruh Indonesia. Lagi-lagi berbicara mengenai kekuatan hukum Surat Edaran, dulu pernah hangat isu tentang adanya Surat Edaran Menristekdikti Nomor 01/M/SE/V/2015 yang salah satu isinya menunda implementasi Permendikbud Nomor 49 Tahun 2014 mengenai permasalahan masa kuliah 5 tahun yang akhirnya Menristekdikti membuat peraturan baru tentang masa kuliah yang tertuang dalam Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015. Perlu diketahui bahwa Surat Edaran tidak memiliki kekuatan hukum mengikat seperti hal nya Undang-Undang maupun Peraturan Menteri. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tidak ada bunyi atau ketentuan Surat Edaran secara eksplisit. Surat Edaran memang bukan peraturan
14
Forum Advokasi UGM 2014 dan Dema Fisipol UGM 2014, Kajian Seputar Permasalahan Perguruan Tinggi di Indonesia, 2014. 15 Septyo, Kabinet KM-ITB Bersama MWA-WM ITB Penuhi Undangan RPDU Komisi X DPR RI, diakses dari https://www.itb.ac.id/news/4944.xhtml pada tanggal 22 April 2016 pukul 20.14 WIB.
P a g e | 43
perundang-undangan (regeling), bukan pula keputusan tata usaha negara (beschikking), melainkan sebuah peraturan kebijakan, masuk dalam peraturan kebijakan (beleidsregel) atau peraturan perundang-undangan semu (pseudo wetgeving). Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 43 Permendagri Nomor 55 Tahun 2010 jo. Permendagri Nomor 42 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dijelaskan, Surat Edaran adalah naskah dinas yang berisi pemberitahuan, penjelasan dan/atau petunjuk cara melaksanakan hal tertentu yang dianggap penting dan mendesak. Mengingat isi Surat Edaran hanya berupa pemberitahun, maka dengan sendirinya materi muatannya tidak merupakan norma hukum sebagaimana norma dari suatu peraturan perundangan-undangan. Oleh karena itu Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir Peraturan Menteri, apalagi Perpres atau Peraturan Pemerintah (PP) tetapi semata-mata hanya untuk memperjelas makna dari peraturan yang ingin diberitahukan. Berikutnya adanya wacana PTN-PTN menaikan UKT yang nominalnya mencapai Rp 1.000.000,- (Satu juta rupiah). Kenaikan UKT ini akan semakin membuat sengsara orang tua mahasiswa. Selain harus membiayai kuliah anaknya, mereka juga harus memperhatikan biaya hidupnya sehari-hari. Ditengah belum menentunya perekonomian di Indonesia dan banyaknya pekerja yang di PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, yang kemungkinan pekerja tersebut adalah orang tua mahasiswa, seharusnya menjadi perhatian menteri terkait dan PTN untuk menaikkan UKT. Masih tingginya inflasi dan kenaikan harga komoditas bahan-bahan pokok seperti bawang merah yang disebabkan gagalnya panen petani. Permasalahan ekonomi tersebut juga bisa menjadi salah satu pertimbangan UKT tidak dinaikkan.
P a g e | 44
Tabel Harga Komoditas Bahan Pokok Domestik, sumber Bloomberg, Kementerian Perdagangan.
Selain permasalahan kenaikan UKT ada satu lagi permasalahan klasik dalam UKT, yaitu
keberadaan
transparansi
dalam
penerapan
UKT
maupun
pada
sistem
penggolongannya di PTN. Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.16 Transparan di bidang manajemen berarti adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Di lembaga pendidikan, bidang manajemen keuangan lembaga pendidikan, yaitu keterbukaan sumber keuangan dan jumlahnya, rincian penggunaan, dan pertanggungjawabannya harus jelas sehingga bias memudahkan pihakpihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. 17 Keterbukaan data dan informasi dalam UKT sangat berguna untuk mencegah terjadinya tindakan malapraktik dalam penarikan UKT di berbagai PTN. Transparansi keuangan sangat diperlukan dalam meningkatkan dukungan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan seluruh program pendidikan di sekolah. Transparansi ditujukkan untuk membangun suatu kepercayaan dan keyakinan
16
Muhammad Hamid. Tansparansi dan Lembaga. Sinar Harapan. Jakarta. 2007. Surya Darma. Manajemen Keuangan insitusi, Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. 2007 17
P a g e | 45
kepada pihak PTN bahwa PTN adalah suatu organisasi pelayanan pendidikan yang bersih dan berwibawa, bersih artinya tidak terdapat praktik korupsi, kolusi, maupun nepotisme (KKN) dan berwibawa artinya profesional. Transparansi bertujuan untuk menciptakan kepercayaan timbal balik antara pihak PTN dengan publik melalui informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat. Dengan adanya pengelolaan dana yang transparan akan membuat orang tua mahasiswa, masyarakat, dan pemerintah dapat mengetahui untuk apa saja dana tersebut itu digunakan. Terdapat indikatOr pengukur adanya prinsip transparansi menurut Surya Darma, yaitu: 1) mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses pelayanan publik; 2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik; 3) mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi dan penyimpanan tindakan aparat publik di dalam kegiatan melayani. Tranparansi ini didukung oleh UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah diterbitkan pada tanggal 30 April 2008. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan UndangUndang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik. 18 Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. 19
18 19
Pasal 1 angka 2 UU KIP. Pasal 1 angka 3 UU KIP.
P a g e | 46
Jika dikaitkan dengan UKT, maka transparansi UKT merupakan suatu informasi yang berguna bagi kepentingan publik dalam hal ini mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihak lain yang berkepentingan. PTN merupakan suatu badan publik karena juga mendapat dana dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Terdapat beberapa asas dalam UU KIP yang tersemat dalam Pasal 2 diantaranya, yaitu: (1) setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, kecuali informasi publik yang bersifat ketat dan terbatas. (2) informasi publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan undangundang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama bahwa menutup informasi publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya. Artinya apabila kepentingan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini informasinya dibuka. Maka suatu informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup tersebut harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu informasi, informasi tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau sebaliknya. Salah satu kegunaan keterbukaan informasi publik adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat
dipertanggungjawabkan;
mengembangkan
ilmu
pengetahuan
dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan lain sebagainya. 20 Menurut ketentuan Pasal 4 UU KIP, bahwa setiap orang berhak memperoleh informasi publik sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam Pasal 4 ayat (2) mengatur ketentuan mengenai hak setiap orang untuk memperoleh informasi publik, bahwa setiap orang berhak untuk: a. melihat dan mengetahui informasi publik;
20
Lebih lanjut lihat dalam Pasal 3 UU KIP.
P a g e | 47
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh informasi publik; c. mendapatkan salinan informasi publik melalui permohonan sesuai dengan undang-undang ini; dan/atau d. menyebarluaskan informasi publik sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dari ketentuan Pasal tersebut jelas bahwa mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan para pihak yang berkepentingan berhak memperoleh kejelasan mengenai biaya UKT yang dibebankan kepada mereka oleh PTN, digunakan untuk apa UKT tersebut, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, alangkah baiknya PTN memberikan keterbukaan data dan informasi ke publik dalam hal ini mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihak yang berkepentingan, guna mengetahui uang yang mereka bayarkan ke PTN dalam bentuk UKT tersebut digunakan untuk keperluan apa saja. Dari hal-hal diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang Kuliah Tunggal merupakan sistem yang diberlakukan pemerintah agar pendidikan merata di Indonesia. Namun masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya. Ketika mahasiswa mengeluhkan UKT yang terlampau besar dan tidak sesuai dengan keadaan ekonomi mereka, pihak universitas tak mampu mengupayakan keringanan dengan maksimal, justru menjadikan UKT sebagai sumber dana kampus. Ketika dana dari pemerintah tidak diberikan semestinya, mahasiswa lah yang harus menutupi kebutuhan kampus yang harusnya bersumber dari BOPTN. Besaran UKT sendiri didapatkan dari BKT dikurangi BOPTN, jika BOPTN berkurang sedangkan kebutuhan kampus terus bertambah, mahasiswa lah yag menjadi korbannya Perbedaan anggaran BOPTN untuk masing-masing kampus yang menunjukkan kesenjangan antara universitas memiliki nama besar dan universitas kecil. Hendaknya anggaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan universitas agar dapat mengembangakan potensi sebaik mungkin dan tidak merugikan mahasiswa.Jika kita melihat beberapa berita dan pernyataan pihak kampus di atas dengan mudah mereka
P a g e | 48
mengatakan kenaikan UKT itu biasa dan digunakan untuk mendukung perwujudan citacita Universitas menjadi World Class University. Pernyataan bahwa uang pangkal tidak akan berlaku untuk mahasiswa semester atas dan hanya untuk mahasiwa jalur mandiri mengisyaratkan adanya diskriminasi. Bahkan anak bangsa sendiri ‘diperlakukan’ sama dengan mahasiswa asing. Bagaimana pun juga mahasiswa jalur mandiri merupakan tanggung jawab pemerintah meskipun secara administrasi mereka tidak mendapat subsidi. Namun mereka tetaplah generasi muda yang wajib dijamin pendidikannya oleh negara. Mengenai status PTN BH yang menjadi salah satu ‘sebab’ universitas dengan mudah menarik uang dari mahasiswa rasanya sangat janggal. Status PTN BH seharusnya menjadikan universitas lebih leluasa untuk mencari dana melalui berbagai kegiatan usaha bukan lebih leluasa “memanfaatkan” uang mahasiswa. Dan yang terakhir mengenai cita-cita World Class University memang sangat baik, namun jika cita-cita tersebut tidak memperhatikan kondisi mahasiswa sebagai objek utama sebuah Universitas, label tersebut tak akan menjadi apa-apa. Saat ini banyak sekali universitas yang mengincar label tersebut, namun tidak memperhatikan hal-hal kecil yang harusnya menjadi tanggung jawab utama mereka. Tugas utama instansi pendidikan bukanlah membuat instansi tersebut berlabel internasional dan terlihat bagus di masyarakat, namun tugas yang sebenarnya adalah memberikan pendidikan dan pengajaran yang terbaik sehingga prestasi dan label itu akan mengikuti. Dengan memberikan kesempatan bagi anak bangsa menempuh pendidikan setinggi-tingginya dan tidak membebani mereka dengan biaya yang tinggi adalah salah satu upaya mewujudkan keadilan dalam pendidikan di Indonesia.
P a g e | 49
D. KAJIAN BEASISWA BBP-PPA & PPA Beasiswa BPP-PPA/PPA merupakan beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah guna membantu mahasiswa yang berprestasi dan orang tuanya kurang mampu untuk membiayai studinya. Sedangkan beasiswa PPA merupakan beasiswa yang dikeluarkan oleh pemerintah guna membantu mahasiswa yang memiliki prestasi baik akademik maupun non-akademik. BPP-PPA sangatlah diperlukan bagi sebagian mahasiswamahasiswa tersebut guna meringankan beban biaya kuliah yang ditanggungnya. Adapun tujuan PPA secara umum yaitu : •
Meningkatkan pemerataan dan kesempatan belajar bagi mahasiswa yang
mengalami kesulitan membayar pendidikan; •
Mendorong dan mempertahankan semangat belajar mahasiswa agar mereka
dapat menyelesaikan studi/pendidikan tepat waktunya; •
Mendorong untuk meningkatkan prestasi akademik sehingga memacu
peningkatan kualitas pendidikan. 21 Sasaran dari Beasiswa BBP-PPA/PPA: 1. Mahasiswa berprestasi pada bidang intra, ko dan atau ekstrakurikuler. 2. Mahasiswa berprestasi pada bidang intra, ko dan atau ekstrakurikuler yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi. 22 Pada tahun 2012 jumlah mahasiswa yang menerima beasiswa ini kurang lebih 240.000 mahasiswa. Dalam nota keuangan APBN tahun anggaran 2012 pemerintah kemendiknas mengelola 57,8 trilliun, di mana angka ini turun 9,923 T dari tahun sebelumnya yakni 67,741 T.
23
Jumlah penerima beasiswa ini pun semakin menurun dari
tahun ketahun. Penerima beasiswa PPA dan PPA-BBM tahun 2013 berjumlah 180.000 mahasiswa, dimana ini berkurang 60.000 mahasiswa dari tahun sebelumnya.
21
http://www.upi.edu/kemahasiswaan/beasiswa/persyaratan-beasiswa http://www.unhas.ac.id/bugismakassar/index.php/81-beasiswa/103-beasiswa-dan-bantuan-biaya-peningkatanprestasi-akademik 23 Makassar.tribun.news.com 22
P a g e | 50
Tahun 2014 istilah PPA-BBM berganti menjadi BBP-PPA. Pada tahun 2015 mahasiswa diresahkan dengan adanya surat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan nomor 43/E.E3/BD/2015 pada tanggal 26 Januari 2015 perihal Beasiswa/Bantuan Biaya Pendidikan PPA Tahun 2015. Berdasarkan surat tersebut disampaikan bahwa alokasi anggaran Beasiswa/Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) Tahun 2015 hanya untuk 50.000 mahasiswa di Perguruan Tinggi Swasta. Pada awal Tahun Anggaran 2015 Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi memperoleh APBNP untuk menambahkan alokasi dana Beasiswa/Bantuan Biaya Pendidikan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) untuk mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri, namun ternyata tambahan APBNP tersebut dialokasikan oleh Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk pembangunan Science & Techonology Park (STP).24 Namun pada tanggal 12 Februari 2015 Komisi X DPR mengadakan rapat kerja terbuka dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di mana keputusan yang dihasilkan menggugurkan SE nomor 43/E.E3/BD/2015 pada tanggal 26 Januari 2015. Dalam hasil keputusan rapat disebutkan bahwa Kemenristekdikti memberikan anggaran sebesar 298.200.000.000 untuk 71.000 mahasiswa dari PTN seluruh Indonesia ,sehingga total beasiswa PPA untuk tahun 2015 menjadi 121.000 mahasiswa. 25 Pada bulan September 2015 tersiar kabar bahwa kemenkeu menurunkan pagu anggaran kemenristekdikti tahun 2016 sekitar 5,6 T menjadi 38 T. Hal ini menimbulkan pro dan kontra termasuk adanya kritikan dari ketua komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harsya. Tokoh yang juga merupakan politikus Demokrat itu mengkritik langkah kemenkeu karena dinilai akan berdampak pada pengurangan alokasi anggaran prioritas pendidikan nasional, seperti beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA), beasiswa Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Tertinggal dan Terluar (SM3T). Selain itu, penurunan anggaran juga akan berdampak pada Biaya Operasional kepada Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), beasiswa dosen S2/S3 pendirian perguruan tinggi (PT) baru dan akademi komunitas. Dengan adanya pengurangan dana otomatis kuota yang tersedia untuk tahun 2016 pun akan mengalami penurunan. Dan diperkirakan dana untuk beasiswa PPA 2016 24
http://mahasiswa.ui.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=587:informasi-mengenaibeasiswabantuan-biaya-pendidikan-ppa-tahun-2015&catid=1:ppa-bbm&Itemid=12 25 http://beasiswa.hmtpundip.com/2015_02_01_archive.html
P a g e | 51
hanya dialokasikan bagi 50.000 mahasiswa. Kabar ini pun justru menimbulkan keresahan dan isu di kalangan mahasiswa bahwa beasiswa PPA tahun 2016 ditiadakan. Namun lagilagi
isu
ini
dipatahkan
dengan
beasiswapascasarjana.com yang menyatakan
adanya
pemberitahuan
pada
laman
PPA 2016 telah dibuka baik untuk PTS
maupun PTN Indonesia. Tetapi pemberian dana PPA tidak sama di setiap universitas. Untuk PTN BH pemerintah sudah memotong anggaran beasiswa ini, sehingga ada tidaknya beasiswa ini tergantung kebijakan dari masing-masing universitas yang berlebel PTN BH.26 Beasiswa BBP-PPA/PPA merupakan beasiswa yang diberikan pemerintah melalui kemenristek dikti yang diberikan kepada mahasiswa berprestasi yang bermanfaat agar para mahasiswa berprestasi dapat meningkatkan prestasinya dalam bidang akademik maupun non akademik. Namun beberapa tahun terakhir beasiswa ini mulai menimbulkan polemik dan permasalahan sendiri dikalangan mahasiswa mulai dari keterlambatan pemberian beasiswa, penurunan jumlah kuota hingga peniadaannya diawal tahun 2015 hal ini menyebabkan mahasiswa yang mengandalkan beasiswa ini menjadi kalang kabut untuk mencari biaya kuliah nya. Dan pada awal tahun ini muncul isu peniadaan BBP-PPA/PPA tahun 2016, isu ini pertama kali menyeruak di antara universitas yang berpredikat PTNBH sebab menristekdikti tidak memberikan anggaran ini kepada universitas PTNBH dan PTNBH harus mencari dana sendiri untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa. Isu ini terlanjur menyebar keseluruh universitas seluruh Indonesia yang bukan berpredikat PTNBH salah satunya UNS. Dari pengumuman di laman beasiswapascasarjana.com dapat dipastikan bahwa beasiswa BBP-PPA/ PPA tetap akan diadakan di tahun 2016 meskipun hingga saat ini dibeberapa PTN masih belum membuka pendaftaran untuk penerimaan beasiswa ppa ini dengan kata lain pada awal tahun ini bisa dikatakan bahwa beasiswa ini akan mengalami keterlambatan pencairan dana beasiswa PPA 2016. Salah satu penyebabnya beasiswa ppa diakhir tahun 2015 menurut beberapa mahasiswa penerimanya juga belum cair hal ini
26
http://www.beasiswapascasarjana.com/2015/04/beasiswa-ppa-bpp-ppa-pendaftaran.html?m=1
P a g e | 52
membuktikan pemerintah telah bertindak lamban dalam peningkatan pendidikan di Indonesia khususnya perguruan tinggi. 27 Dalam pengadaan beasiswa BBP-PPA dan PPA ini, masih mengalami beberapa kekurangan. Seperti jumlah kuota yang terus menurun, meskipun hal ini dapat ditampik dengan peningkatan penerima bidikmisi, sehingga terdapat asumsi bahwa pengurangan kuota PPA itu dialokasikan ke bidikmisi. Namun, dalam praktiknya peningkatan jumlah bidikmisi dari tahun 2010 hingga 2014 hanya berkisar pada angka 20.000 saja, sedangkan pengurangan kuota PPA mencapai angka 60.000. Peningkatan jumlah penerima bidikmisi paling besar adalah dari tahun 2014 ke 2015 yaitu sebesar 216.091, namun pada tahun yang sama keputusan peniadaan PPA juga dikeluarkan. 28 Selain itu langkah pemerintah mengurangi anggaran pendidikan merupakan salah satu upaya untuk menggenjot pembangunan infrastuktur , ekonomi kemaritiman, kedaulatan pangan dan penanaman modal Negara/suntikan dana ke APBN yang menjadi salah satu fokus pemerintahan Jokowi dirasa kurang tepat. BUMN yang seharusnya sudah menjadi badan yang mampu menghasilkan dana sendiri (go public) tidak perlu lagi meminta anggaran pada negara (kalaupun harus meminta tidak dengan jumlah yang terlalu besar), hingga mengorbankan dana pendidikan dan sektor publik lainnya. Dan untuk permasalahan STP , hendaknya pemerntah tidak muluk-muluk dalam menargetkannya. Karena semua itu membutuhkan tahapan dan proses yang perlu dipersiapkan secara matang. 29 Padahal beasiswa ini memiliki fungsi yang sangat beragam. Selain sebagai penunjang peningkatan prestasi, juga dapat berfungsi sebagai media edukasi bagi mahasiswa agar memiliki sikap yang mandiri. Beasiswa PPA juga dapat membawa kepuasan tersendiri bagi mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan dapat melatih mahasiswa untuk tidak menggantungkan kebutuhan bulanan kepada orang tua. Berkaca karena beasiswa PPA diperoleh harus dari kerja keras selama mengikuti perkuliahan, serta
27 28
Ibid. Sumber : http://belmawa.ristekdikti.go.id/dev/index.php/kemahasiswaan/
29
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/24/140400426/Suntik.BUMN.Go.Public.Rini.Soemarno.Diangga p.Hamburkan.Uang.Negara.
P a g e | 53
mengikuti beberapa kegiatan non-akademik untuk menunjang pertimbangan panitia seleksi. Adanya penjaringan beasiswa PPA maka akan memberikan harapan sebagai tindakan represif (pemaksaan) yang mampu menggugah sisi inovatif dan kreatif mahasiswa dalam berkompetisi. Beasiswa ini pun dianggap sangat membantu, terutama untuk mahasiswa tingkat akhir yang membutuhkan dana lebih untuk melakukan berbagai penelitiannya. Mahasiswa pun tidak merasa terbebani dalam belajar, karena beasiswa ini tidak menuntut feed back dari mahasiswa seperti beasiswa dari instansi swasta. Berdasarkan data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner tentang program beasiswa PPA dan BBP-PPA selama 6 hari, terhitung mulai tangga 24 – 30 Maret 2016, diperoleh responden sebanyak 1175 orang yang merupakan mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia. Survey yang terdiri dari 8 butir pernyataan ini menghasilkan kesimpulan, bahwa : 1. Sebanyak 85% mahasiswa telah mengetahui mengenai program beasiswa PPA dan BBP-PPA. Pengetahuan mengenai program beasiswa PPA & BBP-PPA
Ya Tidak
Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016
2. 80% mahasiswa merasakan pentingnya keberadaan dari program beasiswa PPA dan BBP-PPA.
P a g e | 54
1000 800 600 400
Pengadaan Beasiswa PPA & BBP-PPA
200
0 Sangat Setuju Tidak Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju
Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016
3. Sebanyak 47% mahasiswa merasakan kesulitan dalam memperoleh beasiswa ini, karena kurangnya informasi mengenai program beasiswa, kurangnya sosialisasi, daya saing yang cukup ketat, kuota yang sangat terbatas, kurang jelasnya informasi mengenai alur pendaftaran, urusan administrasi yang sulit, adanya perubahan prosedur, hilangnya beasiswa ini, hingga banyaknya nepotisme. Sebanyak 32% mahasiswa menyatakan kemudahan dalam memperoleh beasiswa ini, baik karena mudahnya syarat, prosedur yang jelas dan administrasi kemahasiswaan yang terbuka bagi mahasiswa. 600 400 200
Kesulitan dalam Memperoleh beasiswa
0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016
4. Sebanyak 64% mahasiswa menyatakan bahwa program beasiswa ini sangat memotivasi dalam meningkatkan prestasi akademik.
P a g e | 55
800 600 400 Beasiswa BBP-PPA & PPA akan meningkatkan Motivasi
200 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016
5. Sebanyak 99% mahasiswa menolak penghapusan program beasiswa PPA dan BBP-PPA ini
Ya Tidak
Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016 6. Sebanyak 97% mahasiswa tidak setuju adanya pengurangan kuota penerima beasiswa PPA dan BBP-PPA.
Ya Tidak
Sumber : Survey Kementerian Litbang BEM UNS 2016
P a g e | 56
7. Mahasiswa menganggap program beasiswa PPA dan BBP-PPA ini sangat penting.
Berdasarkan data hasil survey tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa menolak adanya penghapusan maupun pengurangan kuota beasiswa PPA dan BBP-PPA mengingat pentingnya program ini sebagai salah satu motivasi untuk meningkatkan prestasi akademik di universitas masing-masing. Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam memperoleh beasiswa ini karena berbagai alasan, baik karena kurangnya sosialisasi, daya saing yang cukup ketat, kuota yang sangat terbatas, kurang jelasnya informasi mengenai alur pendaftaran, urusan administrasi yang sulit, adanya perubahan prosedur, hilangnya beasiswa ini, hingga banyaknya nepotisme. Pemerintah seharusnya tetap menyediakan fasilitas BPP-PPA dan PPA setiap tahunnya, karena memang sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah untuk memberikan
layanan dan kemudahan bagi
mahasiswa
yang
kurang
mampu
danberprestasidengan memberikan beasiswa. Apabila pemerintah tidak menyediakan BPPPPA dan PPA maka pemerintah telah melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 12 ayat (1) huruf c bahwa Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya dan UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 76 ayat (2) huruf a dan b juga menyebutkan bahwa pemenuhan hak Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memberikan beasiswa kepada Mahasiswa berprestasi, serta bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan. Dalam undang-undang ini sudah tertera jelas bahwa pemerintah wajib memberikan beasiswa untuk pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu, apalagi mahasiswa tersebut berprestasi. Disamping itu, dana beasiswa juga telah dianggarkan dalam APBN dalam setiap tahunnya. APBN pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 2.039 T, untuk Anggaran Pendidikan yaitu sebesar Rp. 409.131 T dan untuk Anggaran Menristekdikti : Rp. 43,58 T. Kemudian APBN pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp. 2.095 T, untuk Anggaran Pendidikan : Rp. 419.176 T dan untuk Anggaran Menristekdikti : Rp. 40,63 T. APBN dari
P a g e | 57
tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu sebesar ≥ Rp. 56 T. Sedangkan Anggaran Pendidikan dari tahun 2015 ke tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu sebesar ≥ Rp.10 T. Anggaran Menristekdikti dari tahun 2015 ke tahun 2016 justru mengalami penurunan yaitu sebesar ≥ Rp. 3 T. Rincian Anggaran MENRISTEKDIKTI 2016 yaitu: 1.
Anggaran Pendidikan Rp. 39,66 T.
2.
layanan umum 0,97 T
3.
Beasiswa 345.300 mahasiswa
4.
BOPTN Rp. 4,5 T
5.
Beasiswa 11.930 dosen
6.
Sarana dan prasarana PT Rp. 1,8 T
7.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp. 10,1 T
8.
Gaji dan Tunjangan Dosen/Guru Besar/Pegawai Rp. 14,7 T
Dalam hal ini UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 89 ayat (1) huruf c juga telah menyebutkan bahwa Dana Pendidikan Tinggi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dialokasikan untuk mahasiswa, sebagai dukungan biaya untuk mengikuti Pendidikan Tinggi. Dalam Pasal 89 buruf c juga telah dengan jelas dijelaskan bahwa dukungan biaya untuk mengikuti Pendidikan Tinggi bagi Mahasiswa dapat diberikan dalam bentuk beasiswa, bantuan atau membebaskan biaya Pendidikan, dan/atau pinjaman dana tanpa bunga. Tak lepas dari UU, Peraturan Pemerintahpun juga dengan tegas menjelaskan bahwa pemerintah harus memberikan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang kurang mampu,apalagi mahasiswa tersebut adalah mahasiswa berprestasi. Seperti dalam PP Nomor 48 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat (1) dan (2), disana dijelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai
P a g e | 58
pendidikannya. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya dapat memberi beasiswa kepada peserta didik yang berprestasi. Selain itu, dalam Pasal 57 Ayat (5) juga telah dijelaskan bahwa hasil pengelolaan pokok dana pengembangan dapat digunakan untuk beasiswa bagi peserta didik, pendidik, dan/atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang bersangkutan. Pasal 44 ayat (1) juga menjelaskan bahwa Penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat memberi bantuan biaya pendidikan atau beasiswa kepada peserta didik atau orang tua atau walinya yang tidak mampu membiayai pendidikannya. Dalam PP ini juga telah dijelaskan bahwasanya anggaran untuk pengadaan beasiswa tersebut telah dianggarkan dalam APBN, seperti dalam Pasal 80 ayat (1) yang mengatakan bahwa anggaran belanja untuk melaksanakan fungsi pendidikan pada sektor pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran sekurang-kurangnya dialokasikan 20% (dua puluh perseratus) dari belanja negara. Pada intinya beasiswa BBP-PPA dan PPA harus tetap diadakan mengingat jumlah penerimanya yang sangat besar serta sangat membantu meringankan beban mahasiswa. Berbagai alasan, keperluan dan permasalahan yang sekiranya masih bisa ditunda dan diselesaikan dengan cara lain serta tidak mendesak hendaknya tidak mengorbankan anggaran dan dana yang menyangkut kepentingan publik adan langsung bersentuhan dengan mahasiswa.
P a g e | 59
E. KAJIAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BERBADAN HUKUM (PTNBH)
Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTNBH) adalah salah satu konsep penyelenggaraan perguruan tinggi selain Satuan Kerja (SatKer) dan Badan Layan Umum (BLU), dimana secara umum konsep ini membuat perguruan tinggi negeri (PTN) mempunyai otonomi lebih untuk mengatur diri mereka sendiri, dengan tujuan kampus tersebut memiliki keleluasaan dalam menyelenggarakan rumah tangganya. Dalam KBBI kata otonomi memiliki arti pemerintahan sendiri, atau suatu hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi bisa disimpulkan bahwa jika suatu PTN sudah diberikan otonomi lebih, maka PTN tersebut memiliki kewenangan untuk mengatur dirinya sendiri namun disesuaikan dengan perundang-undangan, namun bisa dilihat disini bahwa suatu UU merupakan produk hukum dari negara sehingga seharusnya negara tidak bisa lepas tangan dalam penyelenggaraan perguruan tinggi. Dalam pengelolaan Perguruan Tinggi, terdapat tiga model penyelenggaraan dimana ada Satuan Kerja, Badan Layanan Umum, Dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Lalu didalam tata kelola dan otonominya terdapat perbedaan dari beberapa aspek, diantaranya: TATA KELOLA DAN OTONOMI ASPEK
SATKER
Organisasi & Pola Satker
BLU
BADAN HUKUM
Pola Satker +
Mandiri
Negara
Dipisahkan
Tata kelola Aset
Negara
Alokasi
Mekanisme
APBN
melalui
Penetapan Tarif
APBN Mekanisme
Kemdikbud melalui
Kemdikbud atas
langsung
langsung
Kementerian & PTN
Didelegasikan Menkeu
APBN Mekanisme
subsidi
penyediaan
pelayan publik oleh Organ PTN ke
Kementerian & PTN
P a g e | 60
PNBH
PNBP
PNBH
digunakan Bukan PNBH
langsung Pelaporan
LKPP
Kepegawaian PNS
LKPP
Diintegrasi LKPP
PNS
Pegawai PTN + PNS diperbantukan
Akuntabilitas Menteri
Menteri + Menkeu
Pemangku kepentingan
Sumber: Bahan Sosialisasi UU DIKTI
Dan sampai 2016 ini terdapat 42 berbentuk SatKer, 26 BLU, dan 11 PTN yang sudah berbadan hukum. PTNBH
BLU
SATKER
1. UIN kalijaga
1. U. MALIKUSSALEH
2. IPB
2. Uin sayrif hidaytullah
2. U SAMUDRA
3. ITB
3. uin malang,
3. U SYIAH KUALA
4. UI
4.
1.
UNAIR
5. USU
uin
sunan
4. U TEUKU UMAR
djati,
5. UN MEDAN 6. UIN SUSKA
6. UPI
5.
unema
7. UGM
6.
univerisitas
8. UNHAS
gunung
negeri
7. U MARITIM RAJA ALI
alaudin,
HAJI
unbraw,
8. U JAMBI
9. UNDIP
7.
10. UNPAD
8. unnes,
9. UIN RADEN FATAH
11. ITS
9.
10. U BABEL
unesu,
10. universitas mulawarman,
11. ITSU 12. UPN JAKARTA
11. uns,
13. U SILIWANGI
12. unila,
14. U SINGA PERBANGSA
13. uny,
15. UIN WALI SONGO
14. un gorontalo,
16. UNTIDAR
P a g e | 61
15. un bengkulu,
17. UP YOGYA
16. unsri,
18. UIN SUNAN AMPEL
17. unj,
19. UNJEM
18. unand,
20. UNESA
19. unsoed,
21. U TRUNOJOYO
20. u haluoleo,
22. UPN JATIM
21. u riau,
23. Universitas
22. u udayana, 23. u
sultan
PENDIDIKAN
GANESHA agung
tirtayasa,
24. U NUSA CENDA 25. U TIMOR
24. u tadulako,
26. U TANJUNG PURA
25. u mataram,
27. U PALANG KARAYA
26. universitas padang.
negeri
28. Universitas
LAMBUNG
MANGKURAT 29. ITK 30. U BORNEO TARAKAN 31. UN MANADO 32. U SAMRATULANGI 33. UIN ALAUDIN 34. UN MAKASAR 35. UN 19 NOV 36. UN GORONTALO 37. UN SULBAR 38. U PATIMURA 39. U KHAIRUN 40. UNCEN 41. U MUSAMUS 42. U PAPUA
P a g e | 62
PTNBH sendiri adalah bagaimana pada awalnya Derektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dikti Depdiknas) mencanangkan suatu konsep yang mendorong akuntabilitas, transparansi, akreditasi, otonom, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan yang kemudian dibuatlah Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), namun pada 31 Maret 2010 Mahkamah Konstitusi (MK) mengugurkan UU BHP ini karena dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar dimana seharusnya sesuai amanat pembukaan UUD 45 beserta UUD 45 pasal 31, pendidikan merupakan tanggung jawab negara, namun pada prakteknya konsep BHP ini membuat seakan negara lepas tangan dari kewajiban tersebut. Lalu pada tahun 2012 terbitlah UU no.12/2012 tentang pendidikan tinggi, dimana dengan terbitnya UU tersebut membuat negara harus memastikan anak bangsa
mendapat pendidikan tinggi secara tidak deskriminatif dan berkeadilan melalui ketersediaan layanan pendidikan, keterjangkauan layanan pendidikan,
dan
jaminan
kepastian
bagi
mahasiswa
untuk
menyelesaikan studi tanpa diberatkan masalah ekonomi . Dan untuk mendukung UU tersebut dikeluarkan pula peraturan pemerintah no.4/2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi, serta PP no.58/2013 tentang bentuk dan mekanisme pendanaan PTNBH sebagai peraturan pelaksana ketentuan pasal 89 ayat (3) UU DIKTI. Dalam UU No.12 tahun 2012 pasal 63 di beberapa poin disebutkan mengenai pengelolaan perguruan tinggi, salah satunya adalah poin 3 dimana disebutkan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum tersebut memiliki : 1. Norma dan kebijakan diatur sepenuhnya oleh PTN bersangkutan 2. Kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah; 3. Tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri; 4. Unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi; 5. Hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel;
P a g e | 63
6. Wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kependidikan; 7. Wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi 8. Wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup Program Studi 9. Akuntabilitas dikontrol oleh pemangku kepentingan. Dalam poin-poin diatas dapat disimpulkan bahwa PTN badan hukum dapat mengatur dirinya sendiri dalam menentukan segala kebijakannya, pembangunan badan usaha, serta diharuskannya fungsi akuntabilitas serta transparansi terutama perihal dana. Namun segala poin diatas kemudian tidak lantas membuat adanya komersialisasi pendidikan serta berorientasi pasar yang hanya mengharapkan keuntungan sebanyakbanyaknya. Hal ini dilanjutkan pada ayat 4 dimana PTN badan hukum harus menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat. Namun dalam prakteknya, terdapat beberapa permasalahan dalam penyelenggaraan PTNBH tersebut karena setelah beberapa kampus beralih status menjadi PTNBH. Contohnya saja dalam perihal keuangan di Universitas Indonesia,
dimana negara
memberikan kewenangan lebih dalam pengaturannya maka Perguruan Tinggi tersebut dapat menyesuaikan keuangannya dengan lebih leluasa sesuai kabijakan Perguruan Tinggi tersebut. Dalam perkembangan di Universitas Indonesia (UI) sendiri telah terjadi peningkatan penarikan biaya pendidikan. Sebelum tahun 2008, UI menerapkan standar tunggal biaya pendidikan untuk seluruh mahasiswanya sebesar 1,75 juta rupiah per semester30. Lalu melalui UU No.12 Tahun 2012 pemerintah juga menerapkan suatu sistem yang disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT) dimana terdapat penggolongan biaya yang disesuaikan dengan kemampuan mahasiswa. Lalu setelah itu terbitlah surat Edaran Dirjen Dikti Nomor 97 E/KU/2013 yang dimana mengatur tentang pelaksanaan sistem UKT untuk
30
Sofian Effendi, “Strategi Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi,” pada Seminar Nasional “Pendidikan Tinggi di Era Pasar Bebas: Tantangan,Peluang dan Harapan”, diselenggarakan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta, 2 Mei 2005
P a g e | 64
PTN dan penghapusan uang pangkal bagi mahasiswa baru tahun akademik 2013/2014. dalam proses diatas diharapkan dengan adanya UKT serta penghapusan uang pangkal, pendidikan tinggi dapat dirasakan oleh mahasiswa secara merata dan berkeadilan. Namun faktanya
setelah
terbitnya
PERATURAN-REKTOR-UI-NO-003-Tentang-Biaya-
Pendidikan-TA-2015-2016-S1-Reguler yang menjabarkan bagaimana biaya pendidikan di universitas tersebut bisa dilihat bahwa biaya pendidikan yang ditanggung mahasiswa naik menjadi 7,5juta rupiah untuk progam eksakta dan 5juta rupiah untuk rumpun humaniora 31. Disini bisa kita lihat bagaimana naiknya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan mahasiswa setelah PTNBH malah justru meningkat. Dengan naiknya uang kuliah, maka akan semakin sulitnya masyarakat yang ada di lapisan bawah (miskin) untuk dapat mengakses pendidikan tinggi. Lalu apakah pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh mereka yang mempunyai uang selangit? Padahal pada dasarnya disebutkan pada pasal 67 ayat (4) UU.12 Tahun 2012 dimana PTN badan hukum harus menyelenggarakan fungsi pendidikan tinggi yang terjangkau oleh masyarakat Permasalahan biaya pendidikan ini merupakan buntut dari akar permasalahan liberalisme pendidikan tinggi yang diterapkan setelah Indonesia mennyetujui perjanjian WTO dimana Pada Mei 2005, Indonesia sebagai anggota WTO, terpaksa harus menandatangani General Agreement on Trade Service (GATS) yang mengatur liberalisasi perdagangan 12 sektor jasa, antara lain layanan kesehatan, teknologi informasi dan komunikasi, jasa akuntansi, pendidikan tinggi dan pendidikan selama hayat, serta jasajasa lainnya32. Dimana setelah disetujuinya perjanjian tersebut maka pemerintah harus segera melepaskan intervensinya kepada perguruan tinggi dan melepaskan Perguruan Tinggi tersebut dalam persaingan pasar secara bebas. Hal diatas didukung dengan fakta yang telah terjadi di Indonesia pasca era reformasi, seperti yang dipaparkan dalam diskusi UPI mengenai liberalisasi Pendidikan. seperti yang ada dibawah ini :
31
PERATURAN-REKTOR-UI-NO-003-Tentang-Biaya-Pendidikan-TA-2015-2016-S1-Reguler
P a g e | 65
“Kebijakan liberalisasi ini juga didukung oleh International Monetary Fund yang menjadi pencetus konsep deregulasi dan privatisasi sektor pendidikan di Indonesia setelah era reformasi. Sebelumnya, konsep privatisasi sector pendidikan telah dilakukan oleh Amerika Serikat, juga dengan mengubah bentuk universitas publik menjadi badan hukum dan memberikannya wewenang otonomi pengelolaan. Gerakan privatisasi pendidikan tinggi yang ditandai dengan mengubah universitas di AS menjadi badan hukum diikuti oleh Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia – yang dalam banyak kesempatan – menyatakan bahwa kuota hibah pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bagi universitas universitas yang dinilai mandiri harus dikurangi karena kuota APBN harus disebar ke institusi pendidikan tinggi Negeri di berbagai daerah di Indonesia.” (Muhammad Fauzan, 2016) Memang dalam hal ini terdapat konsekuensi dimana dengan berkurangnya intervensi pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi, diharapkan lebih leluasanya PTN dalam menjalankan rumah tangganya serta dapat melakukan akselerasi kemajuan lebih cepat. Namun dapat dipertanyakan dimana peran negara dalam mewujudkan cita-cita Indonesia dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa? Bukan
hanya
permasalahan
biaya
pendidikan
saja,
terdapat
lagi
permasalahan kurangnya keterlibatan mahasiswa selaku stakeholder terbesar dalam perumusan kebijakan kampus . Pada beberap kampus yang sudah PTNBH memang telah memastikan adanya unsur mahasiswa didalam Majelis Wali Amanat (MWA) namun MWA ini belum memiliki dasar hukum yang jelas dan pasti, selain itu
penempatan unsur mahasiswa didalam MWA sendiri dirasa kurang dan bahkan
Universitas Gadjah Mada sendiri sejak September 2015 sendiri sudah tidak memiliki mahasiwa didalam MWA-nya33. Hal ini dirasa sangat merugikan mahasiswa sendiri, karena dengan tidak adanya mahasiswa didalam MWA akan berdampak kepada diragukannya proses transparansi PTNBH.
33
Wawancara daring kepada Taufik Ismail selaku mentri koordinator kemahasiswaan BEM KM UGM pada tanggal 18 April 2016
P a g e | 66
Salah satu asas yang diharuskan didalam PTNBH itu sendiri adalah asas mandiri, transparan, serta akuntabel. Maka diharapkan dengan adanya unsur mahasiswa segala isu yang ada didalam pembuatan kebijakan kampus akan diketahui mahasiswa itu sendiri dan mahasiswapun dapat berkontribusi didalam pembuatan kebijakan kampus mereka sendiri.
P a g e | 67
BAB III KESIMPULAN DAN TUNTUTAN A. Simpulan Pendidikan tinggi di Indonesia saat ini memiliki beragam macam permasalahan utama dan krusial. Isu-isu seperti turunnnya anggaran pendidikan tinggi dalam APBN tahun 2016, tetapnya jumlah BOPTN padahal jumlah perguruan tinggi negeri bertambah, naiknya UKT tiap tahun ditambah tidak adanya transparansi UKT beserta adanya pungutan lain selain UKT yang dilegalkan oleh peraturan menteri, lalu dampak dari berkurangnya anggaran pendidikan sehingga beasiswa BBP-PPA & PPA yang sudah membantu 121.000 mahasiswa dari PTN dan PTS terancam ditiadakan, ditambah isu komersialisasi dan liberalisasi pendidikan atas nama Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Berbagai macam permasalahan pendidikan tinggi tersebut telah menimbulkan keresahan dikalangan pendidikan tinggi. Oleh karena itu berbagai macam permasalahan tersebut sudah seharusnya diselesaikan dengan segera oleh stakeholder terkait dalam hal ini pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi selaku pihak eksekutif yang paling bertanggung jawab dalam mengurus pendidikan tinggi di Indonesia. B. Tuntutan Berdasarkan kajian yang telah di paparkan diatas, maka selaku Koordinator Isu Pendidikan Tinggi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (Koorsu Pendidikan BEM SI) beserta segenap mahasiswa yang tergabung didalam BEM SI dari sabang-merauke menyampaikan somasi terhadap pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti dalam bentuk 10 tuntutan, yaitu : 1. Menuntut agar kemenristekdikti untuk serius mengurus pendidikan tinggi di Indonesia serta membuat kebijakan yang pro terhadap mahasiswa agar setiap anak bangsa dapat mengakses pendidikan tinggi di Indonesia. 2. Menuntut pemerintah dalam hal ini kemenristekdikti untuk mengajukan usulan anggaran pendidikan tinggi dan BOPTN yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan tinggi di Indonesia serta tidak mengajukan usulan anggaran dibawah jumlah anggaran tahun sebelumnya.
P a g e | 68
3. Menetapkan peraturan mengenai transparansi UKT dan sistem keringanan yang diatur secara umum oleh Kemenristekdikti dalam perundang-undangan guna menjamin kepastian hukum bagi mahasiswa, orang tua mahasiswa, dan pihakpihak yang berkepentingan lainnya. 4. Menolak kenaikan UKT dengan mempertimbangkan perekonomian didalam negeri yang tengah lesu. 5. menuntut penghapusan terhadap pasal 9 permenristekdikti no.22 tahun 2015 mengenai penarikan sumbangan lain oleh institusi/perguruan tinggi terhadap mahasiswa seleksi jalur mandiri. 6. Menuntut diadakannya kembali beasiswa BBP-PPA & PPA pada setiap tahun anggaran dengan jumlah yang selalu naik setiap tahunnya atau setidak-tidaknya tetap dari tahun lalu. 7. Menolak segala bentuk usaha komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi dalam bentuk Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum dengan dalih menuju World Class University. 8. Menuntut agar Kemenristek membuat peraturan dalam perundang-undangan yang mengatur kepastian adanya unsur mahasiswa didalam Majelis Wali Amanat (MWA). 9. Menyelesaikan segala bentuk permasalahan pendidikan tinggi dalam tempo sesingkat-singkatnya. 10. Jika Kemenristekdikti tidak mampu menyelesaikan segala permasalahan di Pendidikan tinggi, maka kami menuntut Menristekdikti yaitu Bp. M.Natsir untuk mundur dari jabatannya saat ini.
P a g e | 69
DAFTAR PUSTAKA
Alokasi Bantuan Operasional Ptn (Boptn) Tahun 2013 Bantuan Operasional Ptn (Transisi Menuju Ukt) Dirjen Dikti Rapat Dikti Dan Para Rektor Ptn Untuk Transisi Pembiayaan Operasional Ptn 2012 Dalam Rangka Penerimaan Mahasiswa Tahun Akademi 2012/2013 Bappenas. “Perkembangan Ekonomi Minggu Ke-V Bulan Maret Tahun 2016”. 22 April 2016. http://www.bappenas.go.id/index.php?cID=8802. Daya Sudrajat. 26 April 2016. “Mahalnya Biaya Kuliah Sebagai Konsekuensi Kebijakan Neoliberalisme:
Studi
Kasus
Universitas
Indonesia”.
http://indoprogress.com/2015/03/mahalnya-biaya-kuliah-sebagai-konsekuensi-kebijakanneoliberalisme-studi-kasus-universitas-indonesia/#_ftnref4 Darma, Surya. 2007. Manajemen Keuangan insitusi, Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Dirgantara, Danang. “Sistem Baru UKT, Orangtua Tak Perlu Takut Biaya Mahal di Perguruan Tinggi Negeri (PTN)”. 22 April 2016. http://simponydaun.blogspot.co.id/2015/01/orangtuatak-perlu-takut-biaya-mahal-di.html. Forum Advokasi UGM 2014 dan Dema Fisipol UGM 2014. “Kajian Seputar Permasalahan Perguruan Tinggi di Indonesia”. 2014. Hamid, Muhammad. 2007. Tansparansi dan Lembaga. Jakarta: Sinar Harapan.. https:// Luk.staff.ugm.ac.id https://thietisdyrahma.wordpress.com/2014/12/01/ptn-badan-hukum/ http://news.okezone.com/read/2013/11/13/373/896343/kenapa-boptn-tiap-kampus-beda http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=5&date=2015-10-19
P a g e | 70
http://www.unhas.ac.id/crisu/?p=482 http://m.riaupos.co/85044-arsip-maaf-uang-kuliah-bakal-naik-daftar-snm-ptn-pun-tak-gratis.html http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2012/08/biaya-kuliah-tahun-2013-turun-10-persendengan-boptn-561-561-561 http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2013/05/kemdikbud-undang-bem-si-sosialisasikanboptn-dan-bkt-1313-1313-1313 http://news.okezone.com/read/2012/08/07/373/674227/boptn-biaya-kuliah-ptn-dipangkas-20 Danang Pamungkas. 26 April 2016. “Komersialisasi dan Liberalisasi Sistem Pendidikan di Indonesia”.
http://www.kompasiana.com/sosialis/komersialisasi-dan-liberalisasi-sistem-
pendidikan-di-indonesia_54f7125aa33311612c8b46f5 Kementrian Kajian Strategis BEM UNS 2016. Idealkan Sistem UKT. 2016 KASKUS KEMENJAKPUS BEM KM IPB. “UKT = Uang Kuliah Tunggal”. 22 April 2016. https://kaskusbemkmipb.wordpress.com/2014/06/26/ukt-uang-kuliah-tunggal/. Penataan Akun dan Jumlah Penerimaan Perguruan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri tahun 2014 Septyo. “Kabinet KM-ITB Bersama MWA-WM ITB Penuhi Undangan RPDU Komisi X DPR RI”. 22 April 2016. https://www.itb.ac.id/news/4944.xhtml. Teuku Syaifullah. 26 April 2016. “Liberalisasi Pendidikan, Siapa Yang diuntungkan?”. http://www.unidayan.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=54:liberalisa si-pendidikan-siapa-yang-diuntungkan&catid=22:pendidikan&Itemid=57 Yuliawan, Muhammad. “Download Permendikbud No.55 Tahun 2013 Tentang Biaya Kuliah Tunggal
dan
Uang
Kuliah
Tunggal”.
22
April
http://amriawan.blogspot.co.id/2013/07/download-permendikbud-no55-tahun-2013.
2016.
P a g e | 71
Perundang-undangan dan lain-lain. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61/P Tahun 2011. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 2010 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 108 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2012 tentang Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Yang Diselenggarakan Oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 73 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal Dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Nomor 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Presiden Nomor 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana
P a g e | 72
telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara. Permendikbud no.139 tahun 2014 ttg pedoman statuta dan Organisasi PT permendikbud_tahun2014_nomor088 ttg perubahan PTN menjadi PTNBH permenristekdikti no.6 tahun 2016 Permintaan Usulan Tarif UKT Tahun Angkatan 2016. PP 26 Tahun 2015 ttg bentuk dan mekanisme pendanaan PTNBH PP-No-58-Tahun-2013-ttg-Bentuk-dan-Mekanisme-Pendanaan-PTN-BH Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Nomor 800/A.A1/KU/2016 Perihal Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud RI Nomor 15/DIKTI/Kep/2013 tentang Pengelolaan Bantuan Operasional PTN untuk Penelitian. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU No.12 Tahun 2012 Pendidikan Tinggi
P a g e | 73