KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI
SKRIPSI
I.K. MARLA LUSDA F34080035
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
EXPOSURE STUDY ON BISPHENOL-A FROM POLYCARBONATE MILK BOTTLE IN BREAST MILK AND WATER FOR BABY
Endang Warsiki 1)*, Hari Wijayanto 2), dan I.K. Marla Lusda 1) 1)
Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia 2) Department of Statistics, Faculty of mathematics and natural sciences, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, Box 220, Bogor, West Java, Indonesia e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Polycarbonate bottles milk is one of the packaging used to store breast milk. Polycarbonate is the result of polymerization of phosgene and bisphenol A (BPA) that can make plastic to be more transparent, stronger and moreimpact resistant. BPA is carcinogenic and then it can give bad damage for human health even if it is used in very small doses. The study was conducted to determine distribution of respondents who use polycarbonate bottles in Indonesia. It is also to find the effect of bottles pre-treatment before use, including method of sterilization, time and temperature to store the milk and method of milk preparing. Data of the average of baby food intake and baby drinking frequency was recorded and the value of the existing BPA exposure was estimated. From the calculated, it is known that the value of BPA exposure is about 0,00005 mg/kg body weight / day and 0,000002 mg/kg body weight / day for into breast milk water respectively. This value is still below standard tolerances established by the International European Food Safety Authority (EFSA) in 2006 amounted to 0,05 mg / kg body weight / day as Tolerable Daily Intake. Keywords:Bisphenol-A, Polycarbonate, Breast Milk Dairy, Milk Bottles
ABSTRAK Botol susu polikarbonat adalah salah satu kemasan yang digunakan untuk menyimpan ASI dan air. Polikarbonat merupakan hasil polimerisasi fosgen dan bisphenol A (BPA) yang dapat membuat plastik menjadi transparan, lebih kuat dan tahan terhadap benturan. BPA adalah zat karsinogenik dan menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia meskipun digunakan dalam dosis yang sangat kecil. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran responden yang menggunakan botol susu polikarbonat di Indonesia. Dalam penelitian ini juga dikaji pengaruh perlakuan botol sebelum digunakan terhadap paparan BPA dari PC. Pra perlakuan tersebut meliputi cara sterilisasi, kondisi tempat penyimpanan dan lamanya penyimpanan botol, serta cara penyiapan. Rata-rata jumlah konsumsi pangan dan frekuensi minum bayi dicatat kemudian nilai paparan BPA diestimasi. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai paparan BPA dari botol susu PC adalah sebesar 0.00005 mg/kg berat badan/hari dan pada air sebesar 0,000002 mg/kg berat badan/hari. Nilai tersebut masih di bawah standar toleransi BPA yang dibuat oleh Badan Internasional European Food Safety Authority (EFSA) pada tahun 2006 sebesar 0,05 mg/kg berat badan/hari. Kata kunci: Bispenol-A, Polikarbonat, ASI, Botol Susu
I.K. Marla Lusda. F34080035. Kajian Paparan Bisphenol-A dari Botol Susu Polikarbonat dalam ASI dan Air pada Bayi. Di bawah bimbingan Endang Warsiki dan Hari Wijayanto. 2012.
RINGKASAN Salah satu kemasan yang digunakan untuk menyimpan ASI adalah botol polikarbonat (PC) yang merupakan hasil polimerisasi fosgen dan bisphenol A (BPA). BPA yang terkandung dalam PC dapat membuat plastik menjadi lebih transparan, lebih kuat dan tahan terhadap benturan sehingga digunakan dalam pembuatan botol susu. Kandungan BPA dalam dosis yang sangat kecil dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia. Hal ini perlu dipertimbangkan karena pengguna utama botol susu polikarbonat adalah bayi yang rentan terhadap residu. Hal inilah yang membuat beberapa negara mengambil kebijakan dengan melarang penggunaan produk yang mengandung BPA seperti eropa, amerika dan beberapa negara lain. Di Indonesia sendiri belum ada lembaga berwenang yang melakukan uji toksisitas terhadap BPA sehingga peredaran produk yang mengandung BPA tersebut belum dilarang. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2012 ini BPOM RI melakukan kajian paparan bisphenol A untuk mengetahui nilai dan jumlah migrasi BPA dari polikarbonat khususnya dalam asi dan air. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji besarnya paparan BPA pada air dan ASI dari botol susu polikarbonat dan mengkaji hubungan perilaku pengguna botol dan perlakuan yang diterima botol terhadap kadar migrasi BPA dalam ASI dan air. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survei langsung terhadap pengguna botol. Kemudian dari data yang ada dilakukan perhitungan nilai estimasi paparan BPA. Dari hasil survei diketahui gambaran sebaran responden. Responden yang paling banyak menyimpan air dan ASI dalam botol dilihat dari tingkat pendidikannya adalah S1. Jika dilihat dari pekerjaannya adalah ibu rumah tangga dan karyawan swasta. Botol susu yang paling banyak digunakan adalah brand A. Sebagian besar responden mensterilisasi botol dengan cara direbus selama 5 sampai 10 menit setelah air mendidih dan menyimpan botol di tempat tertutup. Berdasarkan cara penyiapan ASI, hampir seluruh responden menyiapkan ASI dengan cara merendamnya di air panas. Dilihat dari jenis kelamin, sebaran anak yang menggunakan botol susu polikarbonat adalah anak perempuan. Berdasarkan usianya, anak yang minum air menggunakan botol adalah anak usia 7 sampai 12 bulan, dan anak yang minum ASI berusia dibawah 6 bulan. Berdasarkan berat badan, anak yang minum air menggunakan botol adalah anak dengan berat 10 sampai 12 kg, dan anak yang minum ASI memiliki berat 7 sampai 9 kg. Berdasarkan frekuensi minumnya, anak minum menggunakan botol sebanyak 5 kali dalam sehari dengan menggunakan volume botol 60 ml untuk ASI dan 120 ml untuk air. Berdasarkan lama minum, anak menghabiskan ASI selama 5 menit dan air selama 6 sampai 15 menit. Perilaku anak terhadap penggunaan botol seperti jumlah porsi konsumsi, frekuensi, dan lama waktu minum anak mempengaruhi nilai kadar migrasi BPA dalam ASI dan air. Semakin besar porsi konsumsi dan semakin sering frekuensi anak minum akan mengakibatkan nilai paparan BPA yang semakin tinggi pula. Semakin lama waktu minum anak, juga menyebabkan semakin lama kontak terjadi sehingga semakin banyak BPA yang terpapar ke dalam pangan. Perlakuan pada botol seperti cara sterilisasi, kondisi tempat penyimpanan dan lamanya penyimpanan botol, serta cara penyiapan pangan mempengaruhi kadar migrasi BPA dalam ASI dan air. Cara sterilisasi yang lama dan dalam suhu yang tinggi akan menyebabkan lepasnya monomer BPA dari botol. Kondisi tempat penyimpanan yang terbuka dan mudah terpapar matahari juga memberi kemungkinan monomer BPA akan terlepas. Perlakuan penyiapan ASI setelah disimpan di kulkas dengan cara merendam botol di air panas juga dapat menyebabkan terlepasnya paparan BPA dari botol susu.
KAJIAN PAPARAN BISPHENOL-A DARI BOTOL SUSU POLIKARBONAT DALAM ASI DAN AIR PADA BAYI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh I.K. MARLA LUSDA F34080035
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Kajian Paparan Bisphenol-A dari Botol Susu Polikarbonat dalam ASI dan Air pada Bayi Nama : I.K. Marla Lusda NRP : F34080035
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si)
(Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si)
NIP 19710305 199702 2 001
NIP 19650421 199002 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001
Tanggal lulus : 5 Desember 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Paparan Bisphenol-A dari Botol Susu Polikarbonat dalam ASI dan Air pada Bayi adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 5 Desember 2012 Yang membuat pernyataan
I.K. Marla lusda F34080035
BIODATA PENULIS
I.K. Marla Lusda. Lahir di Lahat, Palembang, Sumatera Selatan, dari ayah I.K. Chandra dan ibu Sofia, sebagai putri ketiga dari empat bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA Negeri 5 Palembang dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi anggota Himalogin pada tahun 2008-2012. Pada tahun 2009-2010 penulis menjadi sekretaris Organisasi Mahasiswa Daerah “Ikatan Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI)’. Penulis melaksanakan Praktik Lapang di PT PG Rajawali II Unit Tersana Baru, Cirebon, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari Teknik Penyimpanan dan Penggudangan Komoditi Gula di PT PG Rajawali II Unit Tersana Baru, Cirebon, Jawa Barat”.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Paparan Bisphenol-A dari Botol Susu Polikarbonat dalam ASI dan Air pada Bayi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan sekaligus penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih disampaikan antara lain kepada: 1. Dr. Endang Warsiki, S.TP, M.Si dan Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingannya. 2. Ir. Ade Iskandar, M.Si selaku dosen penguji atas kritikan dan masukannya. 3. Dra. Ani Rohmaniyati, M.Si dari BPOM atas saran dan bantuan moril yang diberikan. 4. Seluruh karyawan BPOM deputi 3 atas bantuan yang diberikan kepada penulis. 5. Ayah, ibu, dan keluarga besar penulis atas dukungan dan semangatnya baik berupa doa, moril, dan material. 6. Serta teman-teman TIN 45 dan IKAMUSI atas dukungan dan semangat selama menjalani penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang agroindustri.
Bogor, 5 Desember 2012 I.K. Marla Lusda
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................................. iii DAFTAR ISI ................................................................................................................................ iv DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................... vii I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .................................................................................................................... 1 1.2. Tujuan.................................................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................... 3 2.1. Polikarbonat, BPA dan Migrasi BPA .................................................................................. 3 2.2. ASI (Air Susu Ibu) .............................................................................................................. 7 2.3. Purposive Sampling ............................................................................................................. 8 III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................................ 10 3.1. Waktu dan Tempat ............................................................................................................ 10 3.2. Metode Penelitian .............................................................................................................. 10 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................. 12 4.1. Survei Konsumsi Pangan .................................................................................................... 12 4.2. Estimasi Nilai Paparan ...................................................................................................... 38 V. KESIMPULAN ...................................................................................................................... 41 5.1. Kesimpulan......................................................................................................................... 41 5.2. Saran .................................................................................................................................. 42 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 43
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Tingkat pendidikan responden .................................................................................... 12 Tabel 4.2. Jenis pekerjaan responden ........................................................................................... 14 Tabel 4.3. Merk botol susu polikarbonat ...................................................................................... 15 Tabel 4.4. Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol terhadap pemilihan brand botol susu polikarbonat ........................................... 17 Tabel 4.5. Cara sterilisasi botol susu polikarbonat ....................................................................... 18 Tabel 4.6. Sterilisasi botol secara spesifik.................................................................................... 19 Tabel 4.7. Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI terhadap pemilihan cara sterilisasi botol susu polikarbonat ....................................... 21 Tabel 4.8. Tempat penyimpanan ASI perah ................................................................................... 22 Tabel 4.9. Cara penyiapan ASI yang dilakukan responden ............................................................ 23 Tabel 4.10. Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden terhadap pemilihan cara penyiapan ASI perah .................................................................................................. 25 Tabel 4.11. Usia anak yang menggunakan botol susu polikarbonat............................................... 27 Tabel 4.12. Berat badan anak yang menggunaka botol susu polikarbonat ..................................... 29 Tabel 4.13. Frekuensi konsumsi air dan ASI anak dalam satu hari ................................................ 30 Tabel 4.14. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap frekuensi anak minum air ........................................................................................... 32 Tabel 4.15. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap frekuensi anak minum ASI ......................................................................................... 32 Tabel 4.16. Volume botol susu polikarbonat yang digunakan ....................................................... 33 Tabel 4.17. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap volume botol susu yang digunakan untuk minum air ................................................. 34 Tabel 4.18. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usiadan berat badan anak terhadap volume botol susu yang digunakan anak untuk minum air dan ASI ....................................... 34 Tabel 4.19. Lama minum anak ....................................................................................................... 35 Tabel 4.20. Lama penyiapan ASI dalam botol susu polikarbonat .................................................. 36 Tabel 4.21. Lama penyimpanan ASI dalam botol susu polikarbonat ............................................. 37
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Struktur polimer polikarbonat ..................................................................................... 3 Gambar 2.2. Proses pembentukan polikarbonat ............................................................................... 4 Gambar 4.1. Sebaran tingkat pendidikan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat ..................................................................................................... 13 Gambar 4.2. Sebaran jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat ..................................................................................................... 14 Gambar 4.3. Sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air dan ASI........................................................................................................................... 16 Gambar 4.4. Sebaran cara sterilisasi botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air dan ASI ................................................................................................................ 19 Gambar 4.5. Sebaran sterilisasi botol dengan perebusan ............................................................... 20 Gambar 4.6. Sebaran sterilisasi botol dengan perendaman dalam air panas .................................. 21 Gambar 4.7. Sebaran cara penyiapan ASI dalam botol susu polikarbonat ..................................... 24 Gambar 4.8. Sebaran jenis kelamin anak yang mengkonsumsi air dan ASI dalam botol susu polikarbonat ............................................................................................................. 26 Gambar 4.9. Sebaran rentang usia konsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat ................. 27 Gambar 4.10. Sebaran berat badan konsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat ................ 29 Gambar 4.11. Frekuensi anak minum dengan menggunakan botol polikarbonat........................... 31 Gambar 4.12. Sebaran lama waktu minum anak ............................................................................ 35 Gambar 4.13. Sebaran lama waktu penyiapan ASI ........................................................................ 36 Gambar 4.14. Sebaran lama penyimpanan ASI.............................................................................. 37
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuisioner survei konsumsi pangan ............................................................................ 46 Lampiran 2. Rekapan hasil survei konsumsi ASI ........................................................................... 49 Lampiran 3. Rekapan hasil survei konsumsi air .............................................................................. 60
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam UU Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2003, pemerintah menetapkan cuti melahirkan selama tiga bulan. Sedangkan cuti menyusui hanya dilakukan oleh sedikit instansi dan kebijakan mengenai dispensasi menyusui selama bekerja belum mendapatkan perhatian yang serius. Padahal agar bisa memberikan ASI secara eksklusif, sebaiknya perempuan pekerja diberikan cuti melahirkan selama 6 bulan (Bararah, 2012). Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan pemberian ASI eksklusif sangat penting dan mendasar bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan, perkembangan, kesehatan dan kebutuhan gizi bayi. Hal ini dilanjutkan dengan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan tetap dilanjutkan dengan ASI. Pemberian ASI eksklusif dengan cara menyusui tidak hanya memberikan berbagai nutrisi yang diperlukan oleh bayi, tapi juga dapat mempererat hubungan emosional (bonding) antara ibu dan bayi (Bararah, 2012). Sempitnya masa cuti menyebabkan kesempatan memberikan ASI eksklusif sangat terbatas. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan bayinya, perempuan pekerja memilih alternatif menyimpan ASI di dalam kemasan botol. Salah satu kemasan yang digunakan untuk menyimpan ASI adalah botol polikarbonat (PC). Plastik polikarbonat adalah hasil polimerisasi fosgen dan bisphenol A (BPA) atau hasil pertukaran ester antara BPA dan difenil karbonat. BPA ini merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengikat dari monomer-monomer karbonat. Plastik polikarbonat yang menggunakan BPA merupakan polimer yang sangat transparan dan memiliki beberapa keunggulan seperti lebih kuat dan tahan terhadap benturan, memiliki tingkat kecerahan plastik yang lebih baik, serta lebih mudah dibentuk pada suhu ruang. Keunggulan tersebut membuat plastik polikarbonat ini lebih disukai untuk digunakan pada kemasan makanan, botol susu, botol air, bahkan pipa-pipa saluran air. Penggunaan BPA sudah cukup luas, tidak hanya digunakan untuk kemasan pangan tetapi juga dapat digunakan sebagai bahan penambal gigi, pembuatan kepingan CD atau DVD, dan kacamata (Aschberger, 2010; Bailey dan Hoekstra, 2010). Karena keunggulan tersebut, BPA sangat diminati sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kemasan polikarbonat. Penggunaan BPA sebagai bahan kemasan ternyata menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia meskipun digunakan dalam dosis yang sangat kecil. Hal ini dikarenakan ikatan kimia yang terjadi diantara monomer BPA pada polimer plastik tidak stabil sehingga dapat menyebabkan migrasi apabila kemasan kontak dengan produk. Migrasi BPA dari kemasan polikarbonat tergantung dari waktu kontak, suhu, dan jenis makanan. Dari beberapa kutipan diketahui bahwa BPA dapat menyebabkan kanker prostat, kanker payudara, pubertas lebih awal, obesitas, diabetes, perubahan sistem imun, mengganggu hormon tiroid, dan lain sebagainya. Hal ini perlu dipertimbangkan karena pengguna utama botol susu polikarbonat adalah bayi yang tubuhnya baru berkembang dan sistem detoksifikasi pada hati belum sempurna. Berdasarkan European Food Safety Authority (EFSA) pada 2006, menetapkan bahwa asupan harian BPA yang dapat ditoleransi oleh tubuh manusia (Tolerable Daily Intake) sebesar 0,05 mg/kg berat badan/hari. Apabila BPA masuk dan terakumulasi dalam tubuh akan membahayakan kesehatan. Hal inilah yang membuat beberapa negara mengambil kebijakan dengan melarang penggunaan atau peredaran produk-produk yang mengandung BPA. Komisi Eksekutif Uni Eropa telah melarang pembuatan botol susu polikarbonat yang mengandung senyawa BPA sejak Maret 2011. Pelarangan juga dilakukan di negara-negara seperti Denmark, Perancis dan Kanada. Sementara di Amerika dan Jepang hanya menghimbau agar industri secara sukarela menghentikan produksi botol susu yang menggunakan BPA
dan mengembangkan alternatif penggantinya. Di Indonesia sendiri belum ada lembaga berwenang yang melakukan uji toksisitas terhadap BPA sehingga peredaran produk yang mengandung BPA tersebut belum dilarang. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 2012 ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia melalui Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya melakukan kajian paparan bisphenol A untuk mengetahui nilai dan jumlah migrasi bisphenol A dari polikarbonat.
I.2. Tujuan Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji besarnya paparan bisphenol-A pada air dan ASI yang dikemas dengan botol susu polikarbonat. Sedangkan secara khusus, bertujuan untuk: (i) Mengetahui sebaran responden botol susu polikarbonat dengan melakukan pengelompokan responden dari hasil survei tingkat pendidikan responden, pekerjaan responden, cara sterilisasi botol, brand botol, tempat penyimpanan botol, cara penyiapan ASI, jenis kelamin anak, usia anak, berat badan anak, frekuensi dan lama minum anak, serta volume botol yang digunakan. (ii) Mengestimasi paparan bisphenol-A dari botol susu polikarbonat ke dalam ASI dan air berdasarkan porsi konsumsi dan frekuensi minum anak. (iii) Mengetahui hubungan antara perlakuan pada botol polikarbonat terhadap paparan bisphenol-A dalam ASI dan air.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Polikarbonat, BPA dan Migrasi BPA Polikarbonat (PC) adalah suatu kelompok polimer termoplastik, mudah dibentuk dengan menggunakan panas (easily thermoformed). PC digunakan secara luas dalam industri kimia karena memiliki ketahanan termal dibandingkan dengan plastik jenis lain. Keunggulan lain dari PC adalah sangat bening dan tahan terhadap benturan. Meski memiliki ketahanan yang tinggi terhadap benturan, namun PC cukup mudah tergores. PC terdiri dari polimer dengan gugus karbonat (-O-(C=O)-O-) dalam rantai molekuler yang panjang. Struktur polimer PC dapat dilihat pada Gambar 2.1. PC dibuat dengan menggunakan bisfenol A dan fosgen (karbonil diklorida, COCl 2 ). Dalam struktur molekul PC, terdapat dua gugus fenil dan dua gugus metil. Kehadiran gugus fenil dalam rantai molekul dan dua gugus metil ini berkontribusi terhadap kekekaran PC. Ketertarikan antar gugus fenil antara molekul yang satu dengan yang lain akan membuat kebebasan molekul individual berkurang, akibatnya PC memiliki ketahanan termal yang baik. Kebebasan molekul individual yang sedikit tersebut juga membuat PC menjadi tidak fleksibel serta mencegah PC menjadi struktur crystalline yang menjadikan PC bersifat transparan (Callister, 2007).
Gambar 2.1.Struktur polimer polikarbonat (Sun CL, 2003). Plastik yang terbuat dari PC sangat ringan dan memiliki keseimbangan yang baik antara kekekaran, stabilitas dimensi, dan transparansi secara optikal. Plastik yang terbuat dari PC juga memiliki ketahanan terhadap panas sehingga banyak digunakan dalam berbagai macam produk seperti peralatan elektronik, bahan konstruksi, perlengkapan keselamatan olah raga, serta berbagai peralatan rumah dan dapur yang melibatkan kontak langsung dengan makanan dan minuman, contohnya wadahwadah penampung makanan dan minuman seperti botol susu bayi, gelas anak balita, botol minuman, dan kaleng susu formula (Hadinata, 2010). Hadinata (2010) juga menjelaskan bahwa ikatan kimia antar BPA pada polimer plastik tidak stabil seiring dengan lamanya waktu penggunaan plastik. Penggunaan dan perawatan botol plastik PC yang kurang tepat dapat menyebabkan pelepasan ikatan BPA yang cukup signifikan. Misalnya dalam proses sterilisasi botol plastik PC dengan cara mendidihkan air selama 10 menit, kemudian dituang ke dalam botol plastik PC. Proses sterilisasi semacam ini akan melepaskan 6 mg/L BPA. Dalam proses produksinya, plastik polikarbonat dihasilkan melalui proses kondensasi antara BPA dengan karbonil klorida (Gambar 2.2.) (Sun CL, 2003). BPA ini merupakan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengikat dari monomer-monomer karbonat. Aplikasi BPA dalam pembuatan resin epoksi banyak digunakan dalam bahan pelapis logam seperti kaleng makanan, botol air minum, kertas thermal, pelapis pelindung, alat kesehatan, laminasi listrik dan elektronik, dan saluran air (Aschberger, 2010; Bailey dan Hoekstra, 2010). Penggunaan BPA dalam pembuatan plastik polikarbonat cukup digemari oleh industri karena menjadikan botol tahan lama dan tampil lebih mengkilat. Bisphenol A (2,2-bis(4-hydroxyphenyl)propane) atau BPA merupakan bagian terpenting
dalam pembuatan plastik terutama dalam pembuatan plastik polikarbonat dan beberapa untuk pembuatan resin epoksi. Perbandingan produksi BPA untuk pembuatan resin epoksi dan polikarbonat masing-masing 21% dan 72% (Chapin et al, 2007). Selain digunakan untuk polikarbonat dan resin epoksi, BPA juga digunakan untuk flame retardants, resin poliester tak jenuh, resin polisulfon (PS) dan polyetherimides (PEI) (CEH, 2010). Lebih dari 95% konsumsi BPA dunia pada tahun 2009 digunakan untuk resin PC dan epoksi resin. Dengan demikian, penggunaan BPA memang lebih banyak diaplikasikan untuk resin PC dan epoksi resin daripada yang lain (Bailey dan Hoekstra, 2010).
Bisphenol A
Carbonyl Chloride Polycarbonate formation
Gambar 2.2. Proses pembentukan polikarbonat (Sun CL, 2003). BPA memiliki persamaan dengan senyawa kimia diethyl sylbestrat (DES) dan hormon estrogen. DES ini ternyata merupakan senyawa yang kurang baik karena dapat menyebabkan kanker dan masalah yang berhubungan dengan reproduksi. Karena senyawa kimianya yang memiliki persamaan dengan hormon estrogen, BPA dapat digunakan sebagai hormon buatan yang bekerja seperti hormon estrogen untuk mengatai masalah kehamilan. Apabila digunakan dalam jumlah yang tidak teratur dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan. Sehingga beberapa tahun terakhir ini mulai berkembang isu bahaya penggunaan BPA pada berbagai kemasan. Beberapa penelitian telah berhasil mengetahui bahaya BPA bagi kesehatan. Saat ini banyak badan-badan kesehatan negara yang melihat potensi resiko kesehatan yang disebabkan oleh BPA. Oleh karena itu, negara-negara yang telah membuktikan bahaya BPA mulai melarang penggunaan bahan tersebut pada berbagai bentuk kemasan. Pusat Riset Toksikologi Nasional FDA bekerja sama dengan National Toxicology Program (NTP) saat ini melakukan kajian yang mendalam untuk mengklarifikasi dugaan tersebut. Sementara itu, US-FDA mengambil langkah-langkah pencegahan untuk mengurangi paparan BPA pada makanan, seperti mendorong industri untuk berhenti memproduksi botol bayi yang mengandung BPA dan peralatan makan bayi untuk pasar AS, memfasilitasi pengembangan alternatif untuk BPA, dan mendukung upaya untuk mengganti atau meminimalkan tingkat BPA dalam pelapis kaleng makanan (Lailya, 2010). Di lain sisi, Badan Kesehatan Kanada (The Health Canada) memilih kebijakan untuk mengambil tindakan pencegahan dan menyimpulkan bahwa BPA harus dianggap sebagai zat atau bahan yang dapat menimbulkan bahaya pada kehidupan atau kesehatan manusia. Sebagai langkah awal pemerintah Kanada berencana untuk membuat peraturan untuk melarang import, iklan, dan penjualan botol bayi berbahan polikarbonat. (Joaquim Maia et al, 2010; Joaquim Maia et al, 2009). Selanjutnya, WHO melalui forum panel yang beranggotakan 30 pakar dari Kanada, Eropa, dan Amerika Serikat pada 10 November 2010 di Ottawa, Kanada, menyampaikan bahwa kadar BPA yang terkandung dalam urin seseorang ternyata relatif sama dengan kadar BPA yang masuk ke dalam tubuh orang tersebut. Hal ini berarti sebagian besar atau bahkan mungkin semua BPA dapat diekskresikan secara alamiah dari dalam tubuh. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa berbagai penelitian yang telah dilakukan membuktikan meskipun dalam kadar yang rendah, BPA tetap dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan (Anonim, 2010). Menurut Sun CL (2003), terdapat korelasi antara BPA dengan
4
masalah biologis pada laki-laki dan perempuan. Pada laki-laki, dapat terjadi penurunan produksi sperma, penambahan berat prostat, dan kanker testis. Sementara pada perempuan dapat menyebabkan perkembangan endometrium yang tidak normal sehingga dapat menimbulkan infertilitas dan meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Sun juga memaparkan bahwa bayi dan anak-anak juga akan terkena dampak negatif dari BPA ini. Pada anak-anak, terutama pada bayi yang masih dalam kandungan maupun bayi yang baru lahir, dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon yang dapat berdampak selama periode emas pertumbuhan anak, meskipun akibatnya tidak langsung tampak. Menurut Balai Besar Kimia dan Kemasan (2011), migrasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu migrasi global dan migrasi spesifik. Migrasi global atau migrasi total merupakan hasil perpindahan komponen dari kemasan, dimana komponen tersebut tidak dibedakan antara yang berbahaya (toksik) dengan yang tidak berbahaya (non-toksik) pada kesehatan. Migrasi global ini dinyatakan dalam satuan mg bahan yang berpindah per satuan luas (mg/dm2) atau mg/kg bahan kemasan. Sementara migrasi spesifik merupakan proses perpindahan komponen-komponen dalam kemasan yang telah diketahui dapat membahayakan kesehatan manusia. Nasiri et al (2009) menyatakan bahwa jumlah migrasi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu kontak, peningkatan waktu kontak, peningkatan kandungan bahan kimia dalam kemasan, peningkatan luas permukaan kontak, dan peningkatan agresifitas pangan yang dikemas. Suhu dan waktu kontak yang semakin meningkat akan mempercepat proses migrasi bahan kimia ke bahan makanan sehingga nilai migrasi yang dihasilkan akan lebih tinggi. Mudahnya terjadi migrasi BPA kepada makanan atau minuman dikarenakan ikatan kimia antar monomer BPA dalam polimer plastik sangat lemah dan tidak stabil. Ikatan yang tidak stabil ini dapat menyebabkan sejumlah kecil BPA terlepas ke dalam pangan yang menjadi isi suatu kemasan yang mengandung BPA. Dan pada akhirnya lepasan BPA ini kemudian dapat tertelan oleh manusia. Pelepasan BPA akan terjadi semakin banyak saat botol bayi atau botol air terkena panas seperti saat direbus atau disterilisasi (Barnes et al. 2007 dalam Retno, 2010). BPA ini dapat bekerja dalam konsentrasi yang sangat kecil baik dalam ppb (parts per billion) atau ppt (parts per trillion) sekalipun sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Umumnya paparan BPA pada tingkat yang rendah terjadi karena memakan makanan atau meminum air yang disimpan dalam wadah yang mengandung BPA. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (The Centers for Disease Control and Prevention) menyatakan bahwa anak kecil mungkin terpapar secara manual yaitu melalui tangan ke mulut atau dapat pula oral langsung (mulut) saat kontak dengan bahan yang mengandung BPA (CDC, 2010). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengamati potensi migrasi BPA dari produk-produk PC ke dalam makanan dan minuman. Studi-studi ini telah secara konsisten menunjukkan bahwa potensi migrasi BPA ke dalam makanan dan minuman sangat kecil, rata-rata lebih rendah dari 5 ppb dalam kondisi ruang. Penelitian The Japanese National Institute of Health Sciences (Kawamura et al, 1998) melakukan studi sensitif terhadap botol-botol bayi. Karena senyawa yang digunakan dalam prosedur analitik adalah campuran 20%-etanol, 4%-asam asetat dan heptan, limit pendeteksian BPA ditetapkan 0,5 ppb. Uji dilakukan selama 30 menit pada temperatur 95oC dan dilanjutkan dengan 24 jam pada temperatur kamar. Hasil menunjukkan migrasi BPA lebih kecil dari 1 ppb dan tidak ada BPA yang terdeteksi pada limit deteksi 0,5 ppb. Pengecualian hanya terjadi pada botol baru yang belum dicuci. Jumlah BPA yang termigrasi 3,9 ppb. Setelah pencucian, migrasi BPA turun hingga limit deteksi. Penelitian yang sama dilakukan oleh United Kingdom’s Department of Trade and Industry (DTI) (Earls et al, 2000). Studi tersebut mengamati 21 botol bayi baru yang dibeli dari berbagai macam merk. Botol-botol tersebut dicuci dan disterilisasi, diisi dengan air mendidih atau 3% larutan asam asetat, kemudian dimasukkan ke dalam kulkas selama 24 jam pada temperatur 15oC. Setelah itu,
5
botol-botol dihangatkan dan dianalisis menggunakan metode dengan limit deteksi 10 ppb dan tidak ada BPA yang terdeteksi pada 21 isi botol-botol tersebut. Dalam studi US FDA, air dari beberapa botol PC dianalisis dengan limit deteksi 0,05 ppb. Air tersebut disimpan selama 39 minggu. BPA hanya terdeteksi pada level yang sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,1 sampai 4,7 ppb. Botol-botol tersebut dinyatakan aman karena migrasi BPA yang kecil. Jumlah BPA yang termigrasi mencapai 4,7 ppb dikarenakan waktu penyimpanan air-air tersebut sangat lama, yaitu 39 minggu. Dengan demikian, penggunaan botol plastik PC dalam jangka waktu yang tidak lama tidak berbahaya. NIHS Jepang juga telah melakukan studi evaluasi untuk beberapa mug dan mangkok. Sama seperti penelitian terhadap botol bayi, senyawa yang digunakan untuk menganalisis adalah air dan 20%-etanol dengan limit deteksi 0,5 ppb. Hasilnya adalah tidak ada BPA yang terdeteksi setelah 3 dari 5 produk dikontakkan dengan air selama 30 menit pada temperatur 95oC dan dengan 20%-etanol selama 30 menit pada temperatur 60oC. Migrasi BPA terdeteksi pada dua produk lainnya, tapi tetap pada jumlah di bawah 5 ppb (Earls et al, 2000). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui migrasi senyawa kimia yang berasal dari plastik polikarbonat, yaitu senyawa Bisphenol A (BPA). Biedermann-Brem dan Grob (2009) mempelajari pengaruh suhu terhadap migrasi BPA dalam air ledeng, hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi BPA dalam air ledeng pada suhu 50°C sebesar <0.0001 mg/l meningkat menjadi 0.0006 mg/l ketika air mendidih. Kemudian konsentrasi BPA dalam air pada pH 9.5 (50oC) sebesar <0.002 mg/l meningkat menjadi 0.033 mg/l ketika air mendidih. Menurut Biles et al. (1997), konsentrasi terbesar migrasi BPA dari kemasan polikarbonat dalam air deionisasi dan air ledeng adalah sebesar 1 mg/l pada suhu 65°C selama 10 hari. BPA akan sangat mudah bermigrasi apabila suhunya dinaikkan atau dipanaskan. Sementara botol susu dalam penggunaannya selalu bersentuhan panas baik untuk sterilisasi dengan cara direbus, dipanaskan dengan microwave, hingga dituangi air mendidih atau air panas. Pemanasan botol, kondisi makanan yang panas dalam botol, atau keberadaan makanan/minuman asam, serta pencucian yang berulang pada botol PC dapat meningkatkan lepasnya monomer BPA dari botol. Penelitian lain dilakukan oleh Sung-Hyun Nam et al. (2010) yang menghitung kadar migrasi BPA dari botol bayi baru berbahan PC. Pada penelitiannya botol akan diisi dengan air bersuhu 40oC hingga 100oC dimana penggunaannya diulang hingga 100 kali penggunaan. Konsentrasi BPA diukur dengan menggunakan alat GC-MS yang dipadukan dengan Modus Pemantauan Ion. Konsentrasi migrasi BPA yang terukur pada air suhu 40°C dan 95°C masing-masing adalah 0,03 ppb dan 0,13 ppb. Kemudian masih menggunakan botol yang sama namun setelah digunakan selama 6 bulan menunjukan konsentrasi migrasi yang terukur pada suhu 40°C dan 95°C masing-masing adalah 0,18 ppb dan 18,47 ppb. Tingkat migrasi akan semakin meningkat ketika suhu air lebih dari 80oC. Sun C.L juga melakukan penelitian mengenai migrasi BPA dalam botol susu bayi. Dalam penelitiannya digunakan simulan pangan berupa minyak dan etanol 10%. Inkubasi dilakukan pada suhu tinggi selama 8 jam, 72 jam, dan 240 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah migrasi BPA dalam minyak berkisar antara ND (not detected) hingga 0.37 mg/inch2, sedangkan jumlah migrasi BPA dalam etanol 10 % berkisar ND hingga 1.92 mg/inch2 (Sun CL, 2003). Kemudian, mendukung hasil penelitian Sun C.L, peneliti dari University of Cincinnati juga menemukan bahwa air mendidih menyebabkan pelepasan BPA lebih tinggi 55 kali daripada air dingin atau air temperatur normal. Penelitian Calafat (2008) menunjukan tingkatan BPA yang berbeda pada beberapa generasi, yaitu level rendah pada orang dewasa, level menengah pada remaja, dan level tinggi pada anak-anak. Jumlah paparan pada manusia sangat berbeda-beda tergantung kandungannya pada makanan yang dikonsumsinya. Dugaan terbesar terkait paparan BPA pada suatu populasi dicerminkan dalam berat
6
badan bayi atau anak kecil melalui makanan yang kontak dengan botol bayi dari bahan PC. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan Eropa terhadap kandungan BPA, sekitar 0,2 µg/kg berat badan ditemukan pada bayi yang masih disusui, 2,3 µg/kg berat badan pada bayi yang diberi susu formula dalam botol non-PC, sedangkan pada bayi yang diberi susu formula dalam botol PC ditemukan sebesar 11 µg/kg dan pada orang dewasa hanya 1,5 µg/kg berat badan. Pengujian terhadap paparan BPA dilakukan melalui populasi umum dengan mengukur kandungan BPA dalam urin.
2.2. ASI (Air Susu Ibu) ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa, dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu, yang berguna bagi bayi. ASI merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu melalui proses menyusui. Menurut Yamina (2005), usia cukup bagi bayi manusia untuk mendapat makanan lain selain air susu ibu adalah setelah enam bulan karena usus bayi usia belum siap mencerna makanan selain air susu ibu. Pemberian ASI eksklusif adalah pemberian ASI murni tanpa tambahan lain seperti cairan air putih, teh, madu, buah-buahan, maupun makanan tambahan seperti bubur susu. Menurut hasil penelitian, pemberian ASI eksklusif sampai usia bayi enam bulan membuat bayi mendapat nutrisi terbaiknya sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan kecerdasan bayi, serta dapat meningkatkan jalinan kasih (bonding) antara ibu dan bayi. ASI kaya akan sari makanan yang mempercepat proses pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem syaraf. Penelitian menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI akan terhindar dari penyakit karena ASI mengandung zat-zat kekebalan tubuh. Meskipun kaya zat gizi, ASI sangat mudah dicerna oleh sistem pencernaan bayi yang masih rentan (Khamzah, 2012). ASI merupakan makanan yang telah dirancang khusus untuk bayi. Bagaimanapun kondisi bayi ketika lahir, maka kandungan gizi ASI ibunya akan disesuaikan dengan kebutuhan bayi tersebut. Pada bayi yang lahir secara prematur, ASI ibunya akan mengandung lebih banyak lemak, protein, natrium, klorida, dan zat besi. Menurut hasil penelitian, bayi yang diberi ASI memiliki kemungkinan lebih kecil mengidap penyakit jantung karena ASI mengandung protein adinopectin yang tinggi. Kadar adinopectin yang tinggi dalam darah dapat menurunkan resiko serangan jantung (Khamzah, 2012). ASI yang diproduksi ibu setelah persalinan, mengandung kolostrum. Kolostrum berbentuk cairan berwarna bening hingga jingga yang lengket dan kental. Kolostrum hanya keluar selama beberapa hari setelah persalinan. Hingga hari kelima setelah persalinan, kolostrum masih aman disimpan selama 1224 jam setiap kali perah dalam suhu ruang kurang dari 25oC. Setelah lewat masa produksi kolostrum, ASI matang yang akan diproduksi. Kolostrum mengandung 15% protein yang terdiri dari laktalbumin, laktaglobulin, dan kasein yang semuanya bermanfaat untuk membantu percernaan bayi. Kolostrum juga mengandung berbagai zat antibodi yang memberikan kekebalan terhadap berbagai penyakit (Fazriyati, 2010). ASI perah adalah ASI yang diambil dengan cara diperas dari payudara untuk kemudian disimpan dan nantinya diberikan pada bayi. Menurut Roesli (2005), sampai waktu tertentu dan dengan penyimpanan yang benar, ASI tidak akan basi. ASI tahan disimpan dalam suhu ruang sampai enam jam. Jika disimpan di termos yang diberi es batu, bisa tahan hingga 24 jam. Bahkan, kalau disimpan di kulkas ketahanannya meningkat hingga dua minggu dengan suhu kulkas yang bervariasi. Jika disimpan di frezeer yang tidak terpisah dari kulkas, dan sering dibuka, ASI tahan 3-4 bulan. Sedangkan pada frezeer dengan pintu terpisah dari kulkas dan suhu bisa dijaga dengan konstan, maka ketahanan ASI dapat mencapai enam bulan. Dalam menyimpan ASI perah, faktor perubahan suhu maupun tempat penyimpanan perlu diperhatikan. Hal ini menentukan batas waktu ASI yang masih layak dikonsumsi oleh bayi. Fazriyati
7
(2010) menjelaskan bahwa ASI beku yang sudah disimpan dalam jangka waktu tertentu di dalam freezer sebaiknya dicairkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Batas maksimal penyimpanan ASI beku dalam suhu ruangan adalah empat jam. ASI beku yang sudah dicairkan sebaiknya langsung diminum. Jika terdapat sisa ASI yang tidak habis dikonsumsi selama empat jam, jangan masukan kembali ASI tersebut ke dalam tempat penyimpanan karena nutrisi yang terkandung didalamnya telah rusak. Semakin lama disimpan di dalam suhu dingin, zat antibodi di dalam ASI akan mengalami kerusakan. ASI juga tidak bersifat homogen, sehingga apabila disimpan, ASI akan mengalami proses pemisahan dimana lemak yang terkandung dalam ASI akan naik ke atas dan membentuk lapisan krim. Oleh karena itu, sebaiknya ASI dikonsumsi sesuai dengan hari dan tanggal yang paling lama disimpan terlebih dahulu.
2.3. Purposive Sampling Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti yang dianggap dapat mewakili pengamatan. Ukuran dan keragaman sampel menjadi penentu baik tidaknya sampel yang diambil. Terdapat dua cara pengambilan sampel, yaitu pengambilan sampel secara acak (random) dan tidak acak (non-random). Pengambilan sampel secara acak (random sampling) artinya setiap anggota dari populasi memiliki kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel sedangkan pengambilan sampel secara tidak acak merupakan cara pengambilan sampel dimana masing-masing anggota tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih sebagai anggota sampel akibat adanya kriteria tertentu yang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian (Neuman, 2006). Neuman (2006) menjelaskan bahwa pengambilan sampel secara tidak acak (non-random sampling) terbagi menjadi empat, antara lain pengambilan sesaat (accidental/haphazard sampling), pengambilan menurut jumlah (quota sampling), pengambilan menurut tujuan (purposive sampling) dan pengambilan beruntun (snow-ball sampling). Pengambilan sampel sesaat merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan tiba-tiba berdasarkan siapa yang ditemui oleh peneliti. Kelebihan dari pengambilan sesaat ini adalah kepraktisan dalam pemillihan anggota sampel sedangkan kekurangannya adalah belum tentu responden memiliki karakteristik yang dicari oleh peneliti. Pengambilan sampel menurut jumlah (quota sampling) merupakan pengambilan anggota sampel berdasarkan jumlah yang diinginkan oleh peneliti. Kelebihan dari pengambilan menurut jumlah ini adalah praktis karena jumlah sudah ditentukan dari awal sedangkan, kekurangannya adalah bias, belum tentu mewakili seluruh anggota populasi. Pengambilan sampel menurut tujuan (purposive sampling) merupakan pemilihan anggota sampel yang didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Kelebihan dari pengambilan menurut tujuan ini adalah tujuan dari peneliti dapat terpenuhi sedangkan kekurangannya adalah belum tentu mewakili keseluruhan variasi yang ada. Pengambilan sampel beruntun (snow-ball sampling) merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan sistem jaringan responden, yaitu dimulai dari mewawancarai satu responden kemudian responden tersebut akan menunjukkan responden lain dan responden lain akan menunjukkan responden berikutnya. Hal ini dilakukan secara terus-menerus sampai dengan terpenuhinya jumlah anggota sampel yang diingini oleh peneliti. Kelebihan dari pengambilan sampel beruntun ini adalah bisa mendapatkan responden yang kredibel di bidangnya sedangkan kekurangannya adalah memakan waktu yang cukup lama dan belum tentu mewakili keseluruhan variasi yang ada. Purposive sampling merupakan pemilihan anggota sampel yang kriterianya didasarkan atas tujuan dan pertimbangan tertentu dari peneliti. Kelebihan dari penggunaan teknik ini adalah dapat memenuhi tujuan peneliti, dan keuntungan lain dari sisi ekonomi, yaitu tidak perlunya mengeluarkan
8
biaya yang besar untuk melakukan pengamatan terhadap seluruh populasi jika dengan mengamati sebagian kecil populasi saja telah diperoleh informasi yang mewakili. Gulo (2002) menyatakan bahwa purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel non probability dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Penarikan sampel dengan non probability pada umumnya dilakukan untuk suatu penelitian yang populasinya tidak diketahui. Menurut Sugiyono (2010), purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dimana sampel dipilih dengan cermat hingga relevan dengan desain penelitian sehingga dianggap cukup representatif. Sampel yang dipilih adalah individu yang menurut pertimbangan peneliti dapat didekati dan memenuhi kriteria.
9
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Kajian awal paparan Bisphenol A dari botol susu polikarbonat dalam ASI dan air untuk bayi ini dilakukan mulai dari bulan Maret 2012 sampai Oktober 2012 di RSIA/RSAB, Rumah Sakit, Klinik dan Puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Bogor. Keenam wilayah ini dipilih karena termasuk kota-kota besar di Indonesia.
3.2. Metode Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari tiga tahapan. Kegiatan tersebut, antara lain pengumpulan data, pengolahan data dan estimasi nilai paparan. Masing-masing tahap dijelaskan sebagai berikut: 3.2.1. Pengumpulan Data Data utama yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data konsumsi pangan yang diperoleh dengan melakukan survei berupa wawancara langsung terhadap responden. Metode wawancara yang dilakukan menggunakan kuisioner yang berfungsi sebagai pedoman dalam pengumpulan informasi dari responden. Kuisioner yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1. Kuisioner digunakan untuk membantu mengarahkan responden agar informasi tidak melenceng dari yang diharapkan. Responden tidak diperkenankan mengisi kuisioner untuk menjaga keabsahan informasi yang diperoleh. Pencarian responden dilakukan dengan metode purposive sampling dimana karakterisasi responden telah ditetapkan sebelumnya dengan pertimbangan tertentu dari peneliti, sehingga tujuan dari penelitian dapat terpenuhi. Responden dalam kegiatan ini adalah ibu yang memiliki anak antara 0-3 tahun yang menggunakan botol susu polikarbonat sebagai wadah ASI dan air putih. Kegiatan survei ini dilakukan di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Bogor. Survei ini dilakukan di beberapa titik di setiap lokasi, antara lain RSIA/RSAB, Rumah Sakit, Puskesmas, dan klinik. Penentuan titik pengambilan sampel ini berdasarkan pendugaan bahwa pengguna botol polikarbonat lebih banyak berkumpul di titik-titik tersebut. Selain data konsumsi pangan, informasi terkait mengenai perlakuan pada botol polikarbonat juga dibutuhkan dalam perhitungan nilai paparan bisphenol-A. 3.2.2. Pengolahan Data Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden kemudian diolah menjadi data. Pengolahan data-data yang ada dalam kuisioner akan dilakukan dengan pengelompokan berdasarkan tingkat pendidikan responden, pekerjaan responden, cara sterilisasi botol, brand botol, tempat penyimpanan botol, cara penyiapan ASI, jenis kelamin anak, usia anak, berat badan anak, frekuensi dan lama minum anak, serta volume botol. Data-data ini kemudian digunakan untuk mengkaji besarnya paparan bisphenol-A pada air dan ASI yang dikemas dengan botol susu polikarbonat. Pengelompokan data bertujuan untuk memberi gambaran seberapa besar sebaran penggunaan botol susu polikarbonat dalam penyimpanan ASI dan air. Data ini digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi paparan bisphenol-A dari polikarbonat terhadap ASI dan air. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan dengan perhitungan statistika untuk mengetahui hubungan antara variabel yang ada.
3.2.3. Estimasi Nilai Paparan Dalam pengolahan data juga dilakukan penghitungan konsumsi pangan harian yang digunakan sebagai dasar estimasi nilai paparan BPA. Estimasi nilai paparan BPA adalah perkiraan seberapa besar senyawa BPA yang masuk ke dalam tubuh akibat mengkonsumsi pangan dari botol susu polikarbonat yang mengandung BPA. Estimasi nilai paparan ini dihitung untuk memberikan informasi seberapa besar paparan bisphenol-A dari botol polikarbonat. Kajian paparan zat kimia toksik seperti bisphenolA harus menggunakan asumsi-asumsi yang menghasilkan nilai estimasi paparan yang lebih tinggi dari sebenarnya atau merupakan kasus terburuk bagi kesehatan sehingga penghitungan estimasi nilai paparan ini menggunakan asumsi bahwa telah terjadi migrasi bisphenol-A 100%. Kadar zat yang digunakan dalam estimasi nilai paparan ini menggunakan literatur dari beberapa penelitian terdahulu. Nilai paparan bisphenol-A diperoleh dari hasil estimasi yaitu jumlah dari kadar residu bisphenol-A yang bermigrasi dikalikan konsumsi pangan per hari kemudian dibagi berat badan anak. Hasil estimasi nilai paparan dalam penelitian ini kemudian dievaluasi terhadap nilai TDI (Tolerable Daily Intake) sehingga diperoleh gambaran konsumsi bisphenol-A dalam pangan melebihi nilai batas yang ditoleransi atau tidak. Persamaan umum untuk kajian paparan dapat dilihat berikut ini:
11
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Survei Konsumsi Pangan Hal yang diharapkan dari survei konsumsi pangan ini adalah data konsumsi pangan yang digunakan untuk menghitung estimasi besarnya paparan bisphenol-A (BPA) pada air dan ASI dalam botol susu polikarbonat yang menjadi tujuan utama dari penelitian ini. Survei konsumsi pangan ini juga memberi gambaran informasi sebaran responden yang menggunakan botol polikarbonat untuk menyimpan ASI dan air untuk bayi. Rekapan hasil survei untuk responden yang menyimpan ASI dan air dalam botol polikarbonat dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Informasi mengenai pengguna atau pengkonsumsi ASI dan air dalam botol susu polikarbonat dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan responden, pekerjaan responden, cara sterilisasi botol, brand botol, tempat penyimpanan botol, cara penyiapan ASI, jenis kelamin anak, usia anak, berat badan anak, frekuensi dan lama minum anak, serta volume botol yang digunakan. Pengelompokan ini dilakukan untuk mempermudah melihat sebaran pengguna botol susu polikarbonat. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam upaya antisipasi terjadinya migrasi BPA yang melebihi batas konsumsi tubuh anak. 4.1.1. Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan Hasil survei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa 91 responden menyimpan air di dalam botol susu polikarbonat. Dari 91 responden tersebut didapat beragam tingkat pendidikan, sehingga perlu dilakukan pengelompokan untuk memudahkan analisa tingkat pendidikan responden terhadap penggunaan botol susu polikarbonat. Dari hasil survei tersebut, didapat jumlah responden dengan tingkat pendidikan SD sebanyak satu orang, SMP sebanyak lima orang, SLTA sebanyak 28 orang, S0 (D1 dan D3) sebanyak 25 orang, S1 sebanyak 29 orang, dan S2 sebanyak tiga orang. Selanjutnya, di wilayah yang sama dilakukan juga survei terhadap responden yang menyimpan ASI di dalam botol susu polikarbonat. Survei tersebut menghasilkan 72 responden dengan tingkat pendidikan SLTA, S0, S1, dan S2. Responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 19 orang, S0 sebanyak 13 orang, S1 sebanyak 36 orang, dan S2 sebanyak empat orang. Data sebaran tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Tingkat pendidikan responden Pendidikan Responden SD SMP SLTA S0 S1 S2 Total
Pengguna botol PC untuk menyimpan air (orang) 1 5 28 25
1 6 31 27
Pengguna botol PC untuk menyimpan ASI (orang) 0 0 19 13
Persentase pengguna botol PC untuk menyimpan ASI (%) 0 0 26 18
29 3
32 3
36 4
50 6
91
100
72
100
Persentase pengguna botol PC untuk menyimpan air (%)
Dari data tersebut, dapat diketahui sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikannya. Persentase tingkat pendidikan responden yang menyimpan air antara lain, responden dengan tingkat pendidikan SD sebesar 1%, SMP sebesar 6% SLTA sebesar 31%, S0 sebesar 27%, S1 sebesar 32% dan S2 sebesar 3%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa responden yang paling banyak menyimpan air di dalam botol susu polikarbonat adalah responden dengan tingkat pendidikan S1. Pada survei terhadap responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, didapat persentase tingkat pendidikan responden antara lain, responden dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar 26%, S0 sebesar 18%, S1 sebesar 50% dan S2 sebesar 6%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa responden yang paling banyak menyimpan ASI di dalam botol susu polikarbonat adalah responden dengan tingkat pendidikan S1, selanjutnya adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTA dan S0. Sebaran tingkat pendidikan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Sebaran tingkat pendidikan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa yang paling banyak menggunakan botol susu polikarbonat untuk menyimpan air dan ASI adalah responden dengan tingkat pendidikan S1. Persentase sebesar 32% untuk responden S1 yang menyimpan air putih dalam botol susu polikarbonat dan sebesar 50% untuk responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi tidak memberi jaminan untuk bebas dari resiko paparan zat berbahaya BPA yang terkandung dalam polikarbonat. Tingkat pendidikan yang tinggi seharusnya mempengaruhi pemahaman terkait penggunaan polikarbonat. Akan tetapi ketidakpedulian masyarakat terhadap isu BPA yang terkandung dalam botol dan juga terjangkaunya harga botol susu polikarbonat menyebabkan penggunaan botol susu polikarbonat masih sangat umum. Untuk itu diperlukan penyuluhan terhadap semua kalangan, baik kalangan berpendidikan maupun masyarakat luas mengenai bahaya paparan BPA yang terkandung dalam botol susu polikarbonat. 4.1.2. Sebaran responden berdasarkan pekerjaan Berdasarkan hasil survei, terdapat beragam jenis pekerjaan pengguna botol PC, antara lain ibu rumah tangga, karyawan, guru, perawat, dosen, pegawai bank, dan pedagang sehingga perlu dilakukan pengelompokan untuk memudahkan analisa jenis pekerjaan responden terhadap penggunaan botol
13
susu polikarbonat. Jenis pekerjaan responden kemudian dikelompok menjadi empat kelompok, yaitu ibu rumah tangga, karyawan swasta, PNS dan wiraswasta. Dari hasil survei terhadap 91 responden yang menyimpan air dalam botol susu polikarbonat, didapat jumlah responden dengan jenis pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 49 orang, karyawan swasta sebanyak 18 orang, PNS sebanyak 16 orang dan wiraswasta sebanyak delapan orang. Survei juga dilakukan terhadap responden yang menyimpan ASI di dalam botol susu polikarbonat. 72 responden tersebut juga dikelompokkan menjadi empat kelompok pekerjaan, yaitu ibu rumah tangga, karyawan swasta, PNS dan wiraswasta. Dari hasil survei didapat jumlah responden ibu rumah tangga yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat sebanyak 20 orang, karyawan swasta sebanyak 25 orang, PNS sebanyak 16 orang, dan wiraswasta sebanyak 11 orang. Data sebaran jenis pekerjaan responden dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Jenis pekerjaan responden Pekerjaan Responden
Pengguna botol PC untuk menyimpan air (orang)
Persentase pengguna botol PC untuk menyimpan air (%)
Pengguna botol PC untuk menyimpan ASI (orang)
Persentase pengguna botol PC untuk menyimpan ASI (%)
Ibu Rumah Tangga Swasta PNS Wiraswasta
49
54
20
28
18 16 8
20 17 9
25 16 11
35 22 15
Total
91
100
72
100
Dari data tersebut, dapat diketahui persentase jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dalam botol susu polikarbonat antara lain, responden ibu rumah tangga sebesar 54%, karyawan swasta sebesar 20%, PNS sebesar 17% dan wiraswasta sebesar 9%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa responden yang paling banyak menyimpan air putih di dalam botol susu polikarbonat adalah responden ibu rumah tangga, selanjutnya adalah responden yang bekerja sebagai karyawan swasta dan PNS. Pada survei terhadap responden pengguna ASI dalam botol susu polikarbonat, didapat persentase jenis pekerjaan responden antara lain, responden ibu rumah tangga sebesar 28%, karyawan swasta sebesar 35%, PNS sebesar 22% dan wiraswasta sebesar 15%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa responden yang paling banyak menyimpan ASI di dalam botol susu polikarbonat adalah karyawan swasta, selanjutnya ibu rumah tangga dan PNS. Sebaran jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Sebaran jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat
14
Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa yang paling banyak menggunakan botol susu polikarbonat untuk menyimpan air adalah ibu rumah tangga sebesar 54%, dan 46% sisanya adalah ibu pekerja yang 20%-nya merupakan karyawan swasta, sedangkan yang paling banyak menggunakan botol susu polikarbonat untuk menyimpan ASI adalah ibu pekerja sebesar 72% dimana 35 %-nya merupakan karyawan swasta, selanjutnya adalah ibu rumah tangga sebesar 28%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang bekerja di luar rumah maupun yang tidak bekerja di luar rumah memiliki kemungkinan yang sama untuk terkontaminasi paparan zat berbahaya BPA yang terkandung dalam polikarbonat. Kekurangtahuan masyarakat mengenai bahaya BPA dan penjualan botol susu polikarbonat yang menyebar di Indonesia menyebabkan penggunaan botol susu polikarbonat dianggap hal yang biasa. Dari sisi ekonomi, harga botol susu polikarbonat yang murah dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat juga menyebabkan konsumsi terhadap botol susu jenis ini lebih diminati oleh masyarakat kecil sampai masyarakat dengan tingkat penghasilan menengah keatas. Untuk itu penyuluhan mengenai bahaya paparan BPA yang terkandung dalam botol susu polikarbonat perlu dilakukan secara menyeluruh, baik di kantor-kantor maupun di perumahan masyarakat untuk menghindarkan masyarakat dari penggunaan botol susu polikarbonat. 4.1.3. Sebaran branded botol susu polikarbonat Brand atau merk dagang merupakan hal yang sangat penting dalam penjualan suatu produk. Merk dagang adalah suatu identitas perusahaan yang dibuat untuk membedakan produknya dengan produk pesaing. Pencitraan dari perusahaan pembuat produk akan mempengaruhi pamor produk tersebut. Semakin baik citra perusahaan atau semakin terkenal nama perusahaan, maka merk dagang yang digunakan oleh perusahaan tersebut juga akan lebih dipercaya oleh konsumen. Kepercayaan konsumen terhadap merk dagang suatu produk akan mempengaruhi keinginan konsumen dalam mengkonsumsi produk tersebut. Oleh karena itu, merk dagang sangat mempengaruhi tingkat penjualan produk. Pada penelitian ini akan dilihat sebaran merk dagang botol susu polikarbonat yang biasa dikonsumsi oleh responden. Untuk mempermudah analisa, merk dagang botol susu akan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu botol susu dengan merk A, merk B dan merk C. Berdasarkan hasil survei, dari 91 responden yang menggunakan botol untuk menyimpan air, didapat jumlah botol susu polikarbonat yang digunakan dengan merk dagang A sebanyak 70 botol, merk dagang B sebanyak 17 botol, dan merk dagang C sebanyak empat botol. Survei juga dilakukan terhadap 72 responden yang menyimpan ASI di dalam botol susu polikarbonat. Dari hasil survei didapat jumlah botol susu polikarbonat dengan merk dagang A yang digunakan untuk menyimpan ASI sebanyak 50 botol, merk dagang B sebanyak 20 botol, dan merk dagang C sebanyak dua botol. Data sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Merk botol susu polikarbonat
70 17 4
Persentase botol PC yang digunakan untuk menyimpan air (%) 77 19 4
Jumlah botol PC yang digunakan untuk menyimpan ASI (buah) 50 20 2
Persentase botol PC yang digunakan untuk menyimpan ASI (%) 69 28 3
91
100
72
100
Merk Botol
Jumlah botol PC yang digunakan untuk menyimpan air (buah)
A B C Total
15
Dari data tersebut, persentase botol susu polikarbonat yang banyak digunakan responden untuk menyimpan air adalah botol susu dengan merk dagang A sebesar 77%, merk dagang B sebesar 19%, dan merk dagang C sebesar 4%. Sedangkan persentase botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan ASI antara lain, botol susu dengan merk dagang A sebesar 69%, merk dagang B sebesar 28% dan merk dagang C sebesar 3%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa botol susu polikarbonat yang paling banyak digunakan responden adalah botol susu dengan merk dagang A. Sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan responden untuk menyimpan air dan ASI dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Sebaran merk botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air dan ASI Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa botol susu polikarbonat yang paling banyak digunakan, baik untuk menyimpan air, maupun untuk menyimpan ASI adalah botol susu polikarbonat dengan merk dagang A sebesar 77% dan 69%. Hal ini menunjukkan bahwa merk dagang A merupakan botol susu polikarbonat dengan tingkat kepercayaan konsumen yang cukup baik. Selain tingkat kepercayaan masyarakat yang baik terhadap merk dagang ini, harga yang ditawarkan juga terjangkau, sehingga mayoritas masyarakat menggunakan botol susu polikarbonat dengan merk dagang A. Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase sebaran tingkat pendidikan dan pekerjaan responden terhadap pemilihan brand botol. Persentase tingkat pendidikan dan pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol terhadap pemilihan brand botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Tabel 4.4. Brand botol A paling banyak digunakan untuk menyimpan air. Responden yang memilih brand A untuk menyimpan air memiliki beragam tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Mulai dari tingkat pendidikan SD sampai tingkat pendidikan S2. Namun mayoritas responden yang menggunakan brand A, jika dilihat dari tingkat pendidikannya adalah tingkat pendidikan S1. Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, mayoritas responden yang menggunakan brand A adalah responden dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Brand botol A paling banyak digunakan untuk menyimpan ASI. Responden yang memilih brand A untuk menyimpan ASI, memiliki tingkat pendidikan yang beragam, mulai dari tingkat pendidikan SLTA sampai tingkat pendidikan S2. Namun mayoritas responden yang menggunakan brand A, jika dilihat dari tingkat pendidikannya adalah tingkat pendidikan S1. Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, mayoritas responden yang menggunakan brand A adalah responden karyawan swasta. Dari Tabel dapat diketahui bahwa responden penyimpan air dalam botol susu polikarbonat yang memilih brand A adalah responden dengan tingkat pendidikan S1 sebesar 33% dan pekerjaan ibu rumah tangga sebesar 53%. Untuk responden penyimpan ASI dalam
16
botol susu polikarbonat yang memilih brand A adalah responden dengan tingkat pendidikan S1 sebesar 50% dan karyawan swasta sebesar 40%. Tabel 4.4. Tingkat pendidikan dan pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol terhadap pemilihan brand botol susu polikarbonat Merk Botol PC untuk Air
Merk Botol PC untuk ASI Total
S2 S1 S0 Pendidikan SLTA SMP SD Total Ibu RT Swasta Pekerjaan PNS Wiraswasta Total
A (n) (%) 3 4 23 33 20 29 20 29 3 4 1 1 70 100 37 53 15 21 13 19 5 7 70 100
B C (n) (%) (n) (%) 5 4 6 2
29 24 35 12
1 1 2
25 25 50
17 100 10 58 3 18 1 6 3 18 17 100
4 2
100 50
2
50
4
100
3 29 25 28 5 1 91 49 18 16 8 91
A B (n) (%) (n) (%) 4 8 25 50 10 50 8 16 5 25 13 26 5 25
C (n)
(%)
1
50
1
50
50 100 20 100 14 28 5 25 20 40 5 25 10 20 5 25 6 12 5 25 50 100 20 100
2 1
100 50
1
50
2
100
Total
4 36 13 19
72 20 25 16 11 72
4.1.4. Sebaran responden berdasarkan cara sterilisasi botol susu Sterilisasi botol susu dilakukan untuk menghindari kontaminasi bakteri dari pangan yang tersisa didalam botol. Biasanya sterilisasi ini dilakukan dengan pemanasan pada suhu tertentu untuk mematikan bakteri yang ada. Ada banyak cara untuk mensterilisasi botol susu antara lain, dengan mencuci botol susu menggunakan sabun, merebus botol susu, merendam botol susu dalam air panas, atau menggunakan uap panas dari mesin seperti steamer. Suhu dan lama waktu sterilisasi mempengaruhi terjadinya pengikisan lapisan plastik polikarbonat pada botol susu. Hal ini harus diperhatikan mengingat kikisan tersebut dapat terlarut dalam air dan ASI. Biedermann-Brem dan Grob (2009) mempelajari pengaruh suhu terhadap migrasi BPA dalam air ledeng, hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi BPA dalam air ledeng pada suhu 50°C sebesar <0.0001 mg/l meningkat menjadi 0.0006 mg/l ketika air mendidih. Kemudian konsentrasi BPA dalam air pada pH 9.5 (50oC) sebesar <0.002 mg/l meningkat menjadi 0.033 mg/l ketika air mendidih. Menurut Biles et al. (1997), konsentrasi terbesar migrasi BPA dari kemasan polikarbonat dalam air deionisasi dan air ledeng adalah sebesar 1 mg/l pada suhu 65°C selama 10 hari. BPA akan sangat mudah bermigrasi apabila suhunya dinaikkan atau dipanaskan. Sementara botol susu dalam penggunaannya selalu bersentuhan panas baik untuk sterilisasi dengan cara direbus, dipanaskan dengan microwave, hingga dituangi air mendidih atau air panas. Pemanasan botol, kondisi makanan yang panas dalam botol, atau keberadaan makanan atau minuman asam, serta pencucian yang berulang pada botol polikarbonat dapat meningkatkan lepasnya monomer BPA dari botol. Untuk mempermudah analisis, cara sterilisasi botol susu polikarbonat kemudian dikelompokkan menjadi tiga cara, yaitu dengan cara merebus botol dalam air dengan suhu 100 ºC, merendam botol ke dalam air panas dengan suhu sekitar 70ºC, dan sterilisasi dengan menggunakan steamer. Dari hasil survei terhadap 91 responden yang menggunakan botol susu polikarbonat untuk
17
menyimpan air, didapat sebanyak 75 orang responden yang mensterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara direbus, sebanyak 12 orang dengan cara merendam botol dalam air panas dengan suhu sekitar 70ºC, dan empat orang sisanya menggunakan steamer. Selanjutnya, dari 75 responden yang menggunakan botol susu polikarbonat untuk menyimpan ASI, didapat sebanyak 52 orang responden yang mensterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara direbus, sebanyak 14 orang dengan cara merendam botol dalam air panas dengan suhu sekitar 70ºC, dan enam orang menggunakan steamer. Data cara sterilisasi botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Cara sterilisasi botol susu polikarbonat
83 13 4
Jumlah botol PC untuk menyimpan ASI (buah) 52 14 6
Persentase botol PC untuk menyimpan air (%) 72 20 8
100
72
100
Cara Sterilisasi Botol
Jumlah botol PC untuk menyimpan air (buah)
Persentase botol PC untuk menyimpan air (%)
Direbus Direndam air panas Steamer
75 12 4
Total
91
Dari data tersebut didapat persentase sebaran responden berdasarkan cara sterilisasi botol susu polikarbonat. Botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air, sebesar 83% disterilisasi dengan cara direbus, sebesar 13% disterilisasi dengan cara direndam dalam air panas, dan sebesar 4% disterilisasi dengan menggunakan steamer. Botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan ASI, sebesar 72% disterilisasi dengan cara direbus, sebesar 20% disterilisasi dengan cara direndam dalam air panas, dan sebesar 8% disterilisasi dengan menggunakan steamer. Dari sebaran tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mensterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara merebusnya. Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa cara sterilisasi botol susu polikarbonat yang paling banyak dilakukan adalah direbus. Persentase sebesar 83% untuk botol yang digunakan untuk menyimpan air dan sebesar 72% untuk botol yang digunakan untuk menyimpan ASI. Cara sterilisasi botol dengan merebusnya merupakan cara yang umum dilakukan untuk menghilangkan bakteri dari pangan yang tersisa didalam botol. Perlakuan ini sebenarnya cara paling baik karena bakteri pembawa penyakit dapat mati jika dipanaskan pada suhu 100ºC. Akan tetapi, yang perlu dihindari bukan bakteri saja. Bahaya paparan BPA dalam botol susu polikarbonat juga harus dihindari. Cara sterilisasi dengan merebus botol pada suhu 100ºC dapat menyebabkan terlepasnya BPA dari botol.Sebaran cara sterilisasi botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air dan ASI dapat dilihat pada Gambar 4.4. Berdasarkan perilaku responden secara spesifik, sterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara direbus kemudian dibedakan lagi menjadi dua, yaitu botol direbus selama 5-10 menit setelah air mendidih dan botol dimasak bersama air sampai air mendidih. Sterilisasi botol dengan cara direndam air panas juga dispesifikasi lagi menjadi dua, yaitu perendaman botol dalam air panas dan pengocokan botol dengan air panas. Data sterilisasi botol susu polikarbonat berdasarkan perilaku responden dapat dilihat pada Tabel 4.6.
18
Gambar 4.4. Sebaran cara sterilisasi botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air dan ASI
Tabel 4.6. Sterilisasi botol secara spesifik Persentase Cara Botol PC botol PC Sterilisasi Suhu Keterangan Cara untuk air untuk air Botol (buah) (%) Botol direbus selama 5 – 10 menit 42 56 setelah air mendidih Direbus 100 Botol sekaligus dimasak hingga air 33 44 mendidih Total 75 100 Air mendidih, Direndam kompor dimatikan, 9 75 70 air panas lalu botol direndam Botol dikocok 3 25 dengan air panas Total 12 100 Menggunakan Steamer 100 4 steamer Total responden 91
Botol PC untuk ASI (buah)
Persentase botol PC untuk ASI (%)
29
56
23
44
52
100
10
72
4
28
14
100
6 72
Pada botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air, dari 75 responden yang melakukan sterilisasi botol dengan cara perebusan, 56% responden atau sebanyak 42 pengguna botol merebus botol selama 5-10 menit setelah air mendidih dan 44% responden atau sebanyak 33 pengguna botol merebus botol bersamaan dengan air sampai air mendidih. Pada botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan ASI, dari 52 responden yang melakukan sterilisasi botol dengan cara perebusan, 56% responden atau sebanyak 29 pengguna botol merebus botol selama 5-10 menit setelah air mendidih dan 44% responden atau sebanyak 23 pengguna botol merebus botol bersamaan dengan air sampai air mendidih. Perilaku merebus air bersamaan dengan botol sampai air mendidih ini merupakan perilaku yang sangat ekstrim karena botol akan mengalami kontak dengan air panas lebih lama mulai dari air dimasak sampai air tersebut mendidih. Dibandingkan dengan perilaku merebus botol selama 5-10 menit setelah air mendidih, akumulasi panas yang diterima oleh botol yang
19
mengalami perilaku perebusan dari air dimasak sampai air mendidih akan lebih besar, sehingga kemungkinan BPA terpapar karena panas juga lebih besar.
Gambar 4.5. Sebaran sterilisasi botol dengan perebusan Selanjutnya, pada keterangan sterilisasi botol susu dengan perendaman dalam air panas yang suhunya diperkirakan 70ºC, 75% responden atau sebanyak sembilan pengguna botol polikarbonat yang menyimpan air dalam botol dan 72% responden atau sebanyak 10 pengguna botol yang menyimpan ASI merendam botol setelah air mendidih. 25 % responden atau sebanyak tiga orang pengguna yang menyimpan air dalam botol dan 28% responden atau sebanyak empat orang pengguna yang menyimpan ASI dalam botol melakukan sterilisasi botol dengan mengocok botol yang berisikan air panas. Perilaku responden yang mensterilisasi botol susu polikarbonat dengan mengocok botol yang berisi air panas lebih beresiko terpapar BPA. Hal ini disebabkan pada saat pengocokan, air panas dan dinding botol mengalami gesekan secara berulang. Pada suhu tinggi, kekuatan plastik akan melemah atau melentur dan gesekan yang terjadi secara berulang dapat menggores dinding plastik sehingga BPA yang terkandung di dalamnya dapat terpapar. Cara sterilisasi lainnya dengan menggunakan steamer, yaitu pencucian botol susu polikarbonat secara otomatis dengan menggunakan uap panas (suhu 100ºC) . Cara sterilisasi dengan menggunakan steamer ini tergolong jarang digunakan karena dari segi harga, steamer termasuk barang yang tidak bisa dijangkau oleh semua kalangan. Sebaran sterilisasi botol susu polikarbonat dengan cara direndam air panas dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Sebaran sterilisasi botol dengan perendaman dalam air panas
20
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Michels (2008) di Sekolah Kesehatan Masyarakat Harvard (HSPH), menunjukkan bahwa air yang disimpan selama seminggu didalam botol polikarbonat dapat terkontaminasi BPA. Hal ini akan meningkat dua sampai tiga kali lipat apabila botol dipanaskan. Penelitian lain juga menyatakan bahwa botol susu polikarbonat yang mengalami perlakuan perebusan pada suhu 100ºC selama satu jam, pencucian dan penyikatan secara berulang akan mengakibatkan nilai paparan BPA pada botol meningkat (Brede et al, 2003). Menurut Biedermann-Brem dan Grob (2009), proses sterilisasi yang biasa diperlakukan pada botol bayi akan mempengaruhi konsentrasi BPA yang dilepaskannya. Botol bayi yang disterilkan dengan steamer selama 5 menit dapat menyebabkan lepasnya BPA dari botol bayi sebanyak 3-10 µg/L. Besarnya konsentrasi BPA yang lepas dari botol bayi tergantung dari lamanya sterilisasi, semakin lama waktu sterilisasi semakin banyak BPA yang terlepas. Sedangkan mensterilisasi botol dengan merebusnya selama 10 menit akan menyumbang BPA sebanyak 6 µg/L. Kemudian dilakukan perhitungan persentase tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden terhadap cara sterilisasi botol susu polikarbonat pada responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol. Persentase tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol terhadap pemilihan cara sterilisasi botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Tabel 4.7. Dari Tabel dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang menggunakan botol susu polikarbonat, baik untuk menyimpan air maupun ASI, mensterilisasi botol polikarbonat dengan cara perebusan. Responden pengguna botol polikarbonat untuk air yang mensterilisasi botol dengan perebusan memiliki beragam tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Jika dilihat dari tingkat pendidikannya, mayoritas responden yang melakukan perebusan adalah responden dengan tingkat pendidikan SLTA sebesar 34%. Jika dilihat dari pekerjaannya, mayoritas responden yang melakukan perebusan adalah ibu rumah tangga sebesar 56%. Untuk responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, pengguna yang melakukan sterilisasi dengan perebusan jika dilihat dari tingkat pendidikannya adalah S1 sebesar 53%. Jika dilihat dari jenis pekerjaannya, mayoritas responden yang melakukan sterilisasi dengan perebusan adalah karyawan swasta sebesar 33%. Tabel 4.7. Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol terhadap pemilihan cara sterilisasi botol susu polikarbonat Sterilisasi Botol PC untuk Air Sterilisasi Botol untuk ASI Direndam Direndam Direbus Steamer Total Direbus Steamer air panas air panas (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) S2 3 4 3 6 1 7 3 S1 23 31 5 42 1 25 29 27 53 5 33 4 66 S0 17 23 5 42 3 75 25 7 14 4 27 2 34 Pendidikan SLTA 26 34 2 16 1 14 27 5 33 SMP 5 7 28 SD 1 1 5 Total 75 100 12 100 4 100 91 51 100 15 100 6 100 Ibu RT 42 56 7 58 49 14 27 5 34 1 17 Swasta 13 17 3 26 2 50 18 17 33 6 40 2 33 Pekerjaan PNS 13 17 1 8 2 50 16 12 24 1 6 3 50 Wiraswasta 7 10 1 8 8 16 3 20 8 Total 75 100 12 100 4 100 91 51 100 15 100 6 100
Total
4 36 13 19
72 20 25 16 11 72
21
4.1.5. Sebaran responden berdasarkan tempat penyimpanan botol Tempat penyimpanan botol susu polikarbonat dibedakan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan yang terbuka dan tempat penyimpanan yang tertutup. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap 91 responden yang menggunakan botol susu polikarbonat untuk menyimpan air, 66% responden atau sebanyak 60 pengguna menyimpan botol di tempat tertutup dan 34% responden atau sebanyak 31 pengguna menyimpan botol di tempat terbuka. Pada 72 responden menggunakan botol susu polikarbonat untuk menyimpan ASI, 64% responden atau sebanyak 46 pengguna menyimpan botol di tempat tertutup dan 36% responden atau sebanyak 26 pengguna menyimpan botol di tempat terbuka. Artinya, secara keseluruhan responden menyimpan botol susu polikarbonat di tempat tertutup. Botol susu polikarbonat sebaiknya memang di simpan di tempat tertutup yang bersih, kering, dan tidak lembab. Penyimpanan botol susu di tempat tertutup yang bersih dan tidak lembab dapat mencegah botol terkontaminasi debu dan bakteri, selain itu, tempat tertutup dapat menghindari botol dari paparan sinar matahari secara langsung. Paparan sinar matahari secara langsung memang tidak secara instan menyebabkan lapisan plastik polikarbonat terkikis, akan tetapi semakin lama botol disimpan di tempat yang terpapar sinar matahari, kemungkinan plastik polikarbonat terkikis akan semakin besar. Untuk itu, penyimpanan botol susu polikarbonat sebaiknya di tempat yang tidak terpapar sinar matahari secara langsung. Pada 72 responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat dilakukan survei lagi mengenai tempat penyimpanan ASI perah. Data survei tempat penyimpanan ASI perah dapat dilihat pada Tabel 4.8. Dari data diketahui bahwa responden menyimpan ASI perah di freezer dan lemari pendingin. 12 % responden atau sebanyak delapan pengguna menyimpan ASI perah di freezer kulkas dua pintu dan 88% responden atau sebanyak 64 pengguna menyimpan ASI perah di lemari pendingin. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan untuk menyimpan ASI perah di lemari pendingin. Pemilihan keputusan responden untuk menyimpan ASI perah di lemari pendingin karena ASI yang disimpan tidak untuk jangka waktu yang panjang. Pada suhu rendah, kemungkinan BPA terkikis dari plastik sangat kecil, akan tetapi semakin lama ASI disimpan dalam botol susu polikarbonat, tidak menutup kemungkinan bahwa BPA juga akan menkontaminasi ASI. Tabel 4.8. Tempat penyimpanan ASI perah Botol PC Tempat penyimpanan ASI perah (buah) Freezer kulkas dua pintu 8 Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu 32 Lemari pendingin satu pintu 32 Total
72
Persentase botol PC (%) 12 44 44 100
Penyimpanan ASI perah dilakukan untuk menghindari kerusakan pada ASI. Organisasi laktasi internasional, Lalecheleague, menetapkan kisaran waktu penyimpanan ASI perah pada suhu ruang (19ºC-22ºC) dapat bertahan selama 4-10 jam, penyimpanan pada kulkas bagian bawah yang bersuhu 0ºC-4ºC dapat bertahan selama 2-3 hari, penyimpanan pada freezer kulkas satu pintu dengan suhu variatif < 4ºC dapat bertahan selama dua minggu, penyimpanan pada freezer kulkas dua pintu dengan suhu variatif < 4 ºC dapat bertahan selama 3-4 bulan, dan penyimpanan pada freezer khusus dengan suhu -19 ºC dapat bertahan selama 6 bulan atau lebih. Interval waktu tersebut tergantung kondisi dari lokasi penyimpanan. Perbedaan rentang waktu antara freezer kulkas satu pintu dengan freezer kulkas dua pintu disebabkan pada freezer dua pintu, suhu akan konstan karena bagian freezer kulkas tidak selalu dibuka dan ditutup. (http://www.lalecheleague.org/NB/NBJulAug98p109.html).
22
Bila ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam, maka ASI tidak perlu di simpan di lemari pendingin. Akan tetapi disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari 3 atau 4 jam untuk mencegah ASI dari kontaminasi bakteri. Sebaiknya ASI disimpan di lemari pendingin bagian tengah atau di bagian terdalam freezer, karena lokasi-lokasi tersebut memiliki temperatur yang lebih dingin dan konstan. ASI yang disimpan pada rak yang menempel di pintu lemari pendingin akan mengalami perubahan suhu karena temperatur di tempat tersebut mudah berubah ketika pintu dibuka dan ditutup. Khamzah (2012) menjelaskan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan ASI perah antara lain pemberian label keterangan waktu perah pada botol yang digunakan untuk menampung ASI, tidak mengisi botol penampung ASI dengan penuh karena ASI akan memuai saat membeku. Masa penyimpanan ASI yang paling lama adalah tidak lebih dari enam bulan dalam keadaan beku, jika disimpan lebih lama dari 6 bulan, komposisi yang terkandung dalam ASI bila terurai. Hal ini disebabkan pembekuan yang lama (lebih dari 6 bulan) dapat mengubah komposisi kimia ASI, seperti terjadi penguraian beberapa senyawa lemak dan hilangnya beberapa senyawa yang berfungsi melawan organisme berbahaya. Membekukan ASI akan merusak beberapa antibodi dalam ASI sehingga sebaiknya sedapat mungkin menggunakan ASI segar. 4.1.6. Sebaran responden berdasarkan cara penyiapan ASI ASI yang telah disimpan untuk waktu tertentu oleh responden, sebelum dikonsumsi oleh anak, perlu melalui beberapa tahap penyiapan ASI. Tahap penyiapan ASI dikelompokkan menjadi tiga cara antara lain dengan mendiamkan botol di suhu ruang selama 30 menit, merendam botol dengan air panas, dan dengan menggunakan steamer. Dari hasil survei terhadap 72 responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, terdapat empat responden yang menyiapkan ASI dengan cara mendiamkan botol di suhu ruang, sebanyak 62 responden menyiapkan ASI dengan merendam botol dalam air panas, dan sisanya sebanyak enam orang menyiapkan ASI dengan menggunakan steamer. Sebaran penyiapan ASI yang dilakukan responden dapat dilihat pada Tabel 4.9. Dari data tersebut, diketahui sebaran cara penyiapan ASI yang dilakukan oleh responden dengan persentase sebesar 86% responden menyiapkan ASI dengan cara merendam botol susu polikarbonat dalam air panas, sebesar 8% responden menyiapkan ASI dengan menggunakan steamer dan 6% responden menyiapkan ASI dengan mendiamkan botol di suhu ruang. Sebaran cara penyiapan ASI dalam botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Gambar 4.7. Tabel 4.9. Cara penyiapan ASI yang dilakukan responden Botol PC Persentase Cara penyiapan ASI perah (buah) botol PC (%) Didiamkan di suhu ruang 4 6 Direndam air panas 62 86 Menggunakan steamer 6 8 Total
72
100
23
Gambar 4.7. Sebaran cara penyiapan ASI dalam botol susu polikarbonat Hal ini menunjukkan kecenderungan responden untuk merendam botol ASI sebelum memberikannya pada anak untuk dikonsumsi. Cara ini dilakukan agar anak tidak mengkonsumsi ASI yang masih dalam keadaan dingin saat botol dikeluarkan dari tempat penyimpanan ASI. Perlakuan ini menyebabkan perubahan suhu yang sangat ekstrim bagi botol susu polikarbonat. Perubahan suhu yang mendadak selain dapat menyebabkan kerusakan kandungan vitamin dalam ASI, juga dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan plastik polikarbonat. Hal ini sangat memungkinkan BPA dari polikarbonat terpapar ke dalam ASI. Sebaiknya, untuk menyiapkan ASI yang disimpan dalam waktu satu atau dua hari di lemari pendingin, tidak perlu dilakukan pemanasan botol dengan merendam botol dalam air panas. Botol yang dikeluarkan dari lemari pendingin cukup didiamkan saja pada suhu ruang selama kurang lebih 30 menit sampai ASI dalam botol mencapai suhu normal. Hal ini dirasa lebih baik untuk mencegah terpaparnya BPA dari botol susu polikarbonat. Menurut Biedermann-Brem dan Grob (2009), cara penyiapan ASI dengan merebus botol susu dapat menyebabkan pelepasan BPA tidak lebih dari 0.5 µg/L. Khamzah (2012) menjelaskan bahwa setelah penyimpanan, saat ASI akan diberikan kepada anak perlu penanganan khusus, seperti pemberian ASI sebaiknya berdasarkan waktu pemerahan dimana yang pertama diperah harus dikonsumsi lebih dulu. Untuk ASI yang disimpan di lemari pendingin cukup dihangatkan dengan cara meletakkan botol di wadah berisi air hangat selama 15 menit, sambil dikocok secara perlahan. Untuk ASI beku, keluarkan botol susu yang berisi ASI beku. Setengah jam sebelum dikonsumsi oleh anak, rendamlah di dalam wadah berisi air hangat, atau pindahkan ASI beku ke lemari pendingin bagian bawah semalam sebelum dikonsumsi. ASI tidak boleh dipanaskan dengan suhu tinggi karena akan merusak kandungan vitamin dalam ASI. Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden terhadap cara penyiapan ASI. Persentase tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden yang menyimpan ASI perah terhadap pemilihan cara penyiapan ASI perah dapat dilihat pada Tabel 4.10. Dari Tabel dapat diketahui bahwa mayoritas responden menyiapkan ASI perah dengan cara merendam botol dalam air panas. Jika dilihat dari tingkat pendidikan responden yang menyiapkan ASI perah dengan merendam botol dalam air panas, responden paling banyak dengan tingkat pendidikan S1 sebesar 50%. Jika dilihat dari jenis pekerjaan yang menyiapkan ASI perah dengan cara merendam botol dalam air panas, responden paling banyak adalah karyawan swasta sebesar 35%.
24
Tabel 4.10. Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan responden yang menyimpan ASI dalam botol terhadap pemilihan cara penyiapan ASI perah
Didiamkan di suhu ruang (n) (%) Pendidikan
S2 S1 S0 SLTA Total Pekerjaan Ibu RT Swasta PNS Wiraswasta Total
1 1 2 4 2 1 1
25 25 50 100 50 25 25
4
100
Cara Penyiapan ASI Direndam air Steamer panas (n) (%) (n) (%) 4 6 31 50 4 67 10 16 2 33 17 27 100 62 6 100 17 27 1 17 22 35 2 33 13 21 2 33 10 17 1 17 100 100 62 6
Total
4 36 13 19 72 20 25 16 11 72
4.1.7. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin anak Hasil survei pada 91 responden yang menyimpan air putih di dalam botol susu polikarbonat, menunjukkan sebaran jenis kelamin anak yang mengkonsumsi air putih dengan menggunakan botol susu polikarbonat sebanyak 45 anak laki-laki dan 46 anak perempuan dengan persentase 49% anak yang berjenis kelamin laki-laki dan 51% anak yang berjenis kelamin perempuan. Sebaran jenis kelamin anak yang mengkonsumsi air putih dari botol polikarbonat ini cenderung seimbang. Sedangkan dari 72 responden yang menyimpan ASI dalam botol polikarbonat, jenis kelamin anak yang mengkonsumsi ASI dengan menggunakan botol polikarbonat adalah sebanyak 27 anak berjenis kelamin laki-laki dan 45 anak yang berjenis kelamin perempuan. Gambaran sebaran jenis kelamin anak yang mengkonsumsi air dan ASI dalam botol polikarbonat dapat dilihat pada Gambar 4.8. Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa yang paling banyak mengkonsumsi air dan ASI dengan menggunakan botol susu polikarbonat adalah anak perempuan. Persentase sebesar 51% untuk anak perempuan yang mengkonsumsi air dalam botol susu polikarbonat dan sebesar 63% untuk anak perempuan yang mengkonsumsi ASI dalam botol susu polikarbonat. Sebenarnya baik anak laki-laki maupun anak perempuan, keduanya memiliki kemungkinan yang sama untuk terkontaminasi paparan BPA apabila orang tuanya tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap bahaya botol susu polikarbonat. Banyaknya persentase anak perempuan dalam hal ini disebabkan oleh tingkat kelahiran anak perempuan yang lebih tinggi daripada anak laki-laki. Berdasarkan data statistik tahun 2009, menunjukkan bahwa tingkat kelahiran bayi perempuan di Indonesia adalah 51,5% (BPS, 2010). Penelitian yang dilakukan mengenai keterkaitan paparan BPA terhadap jenis kelamin dilakukan di Korea dengan pengukuran berdasarkan sampel urin. Hasilnya, konsentrasi BPA yang terpapar pada urin pria dan wanita tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan paparan BPA (Yang et al., 2006). Kang et al. (2006) menambahkan bahwa nilai konsentrasi BPA yang terpapar dalam tubuh manusia sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup dan pemakaian produk yang mengandung BPA.
25
Gambar 4.8. Sebaran jenis kelamin anak yang mengkonsumsi air dan ASI dalam botol susu polikarbonat 4.1.8. Sebaran responden berdasarkan usia anak Menurut Depkes (2000), pertumbuhan dan perkembangan pada masa anak-anak terjadi dengan sangat cepat, terutama pada periode tertentu yang disebut dengan periode kritis pertumbuhan otak. Masa ini merupakan masa yang sangat penting tidak hanya pada pertumbuhannya, tetapi juga pada perkembangan kecerdasan dan keterampilan motorik, mental, sosial, dan emosional anak. Periode masa kritis ini terjadi pada usia 3 bulan menjelang kelahiran anak sampai tiga tahun pertama. Menurut Khamzah (2012), tahapan pertumbuhan tubuh anak sangat dipengaruhi oleh asupan gizinya. Dari penelitian di Honduras ditemukan bahwa bayi yang mendapat ASI eksklusif selama enam bulan, dapat merangkak dan duduk lebih dulu dibandingkan bayi yang mendapat makanan pendamping pada usia empat bulan. Hal ini disebabkan ASI mengandung LCPUFAs (Arachidonic Acid / AA dan Docosahexanoic Acid / DHA) dalam jumlah yang memadai untuk pertumbuhan otak anak. Untuk itu, ASI sangat penting dalam tumbuh kembang optimal anak. Pada survei ini, usia anak dikelompokkan menjadi 5 kelompok antara lain, usia kurang dari enam bulan, usia 7-12 bulan, 13-18 bulan, 19-24 bulan dan 25-36 bulan. Menurut Hermawan (2011), pada tahun pertama hingga ketiga usia anak merupakan periode emas kehidupan anak untuk bertumbuh dan berkembang. Pada usia tersebut, anak sedang dalam proses membentuk dirinya. Pengembangan kognisi serta emosi pada usia tersebut dapat menciptakan fondasi paling hakiki bagi anak. Anak membutuhkan nutrisi yang lengkap dan seimbang untuk dapat mencapai perkembangan mental dan daya kognisi yang optimal. Tumbuh adalah adanya peningkatan secara kuantitas dan mudah diukur, yang sifatnya irreversible atau tidak diulang. Seperti penambahan tinggi badan dan berat badan. Kembang adalah adanya peningkatan secara kualitas, yang sifatnya reversible atau bisa diulang. Misalnya, kemampuan anak mengingat bentuk benda atau menyebutkan warna. Dari hasil survei yang dilakukan pada 91 responden yang menyimpan air dalam botol susu polikarbonat, sebanyak 15 anak yang berusia kurang dari enam bulan mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat, sebanyak 31 anak yang berusia 7-12 bulan, sebanyak 21 anak yang berusia 13-18 bulan, sebanyak 21 anak yang berusia 19-24 bulan, dan sebanyak tiga anak yang berusia 25-36 bulan. Hal yang sama juga dilakukan pada 72 responden yang menyimpan ASI dalam botol polikarbonat. dari hasil survei, sebanyak 30 anak yang berusia kurang dari enam bulan mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat, sebanyak 22 anak yang berusia 7-12 bulan, sebanyak 10 anak yang berusia
26
13-18 bulan, sebanyak delapan anak yang berusia 19-24 dan sebanyak dua anak yang berusia 25-36 bulan. Data usia anak dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Usia anak (bulan) Kurang dari 6 7 - 12 13 – 18 19 – 24 25 – 36 Total
Tabel 4.11. Usia anak yang menggunakan botol susu polikarbonat Bayi yang Persentase bayi Bayi yang Persentase bayi mengkonsumsi air yang mengkonsumsi yang dalam botol PC mengkonsumsi ASI dalam botol mengkonsumsi ASI (orang) air dalam PC (%) PC (orang) dalam PC (%) 15 17 30 42 22 30 31 34 21 23 10 14 21 23 8 11 3 3 2 3 91
100
72
100
Dari data tersebut, dapat diketahui persentase rentang usia anak yang mengkonsumsi air dalam botol susu polikarbonat antara lain, rentang usia anak kurang dari enam bulan sebesar 17%, rentang usia 7-12 bulan sebesar 34%, rentang usia 13-18 bulan sebesar 23%, rentang usia 19-24 bulan sebesar 23% dan rentang usia 25-36 bulan sebesar 3%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa rentang usia anak 7-12 bulan paling banyak mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat, selanjutnya adalah rentang usia 13-28 bulan dan rentang usia 19-24 bulan sebesar 23%. Pada survei terhadap responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, didapat persentase rentang usia anak yang mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat antara lain, rentang usia kurang dari enam bulan sebesar 42%, rentang usia 7-12 bulan sebesar 30%, rentang usia 13-18 bulan sebesar 14%, rentang usia 19-24 bulan sebesar 11% dan rentang usia 25-36 bulan sebesar 3%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa rentang usia kurang dari enam bulan paling banyak mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat, selanjutnya adalah rentang usia 7-12 bulan. Sebaran rentang usia anak yang mengkonsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Sebaran rentang usia konsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa rentang usia 7-12 bulan yang paling banyak mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat dengan persentase sebesar 34%, sedangkan rentang usia kurang dari enam bulan yang paling banyak mengkonsumsi ASI dari botol
27
susu polikarbonat dengan persentase sebesar 42%, selanjutnya adalah rentang usia 7-12 bulan sebesar 30%. Hal ini menunjukkan bahwa rentang usia 7-12 bulan merupakan rentang usia yang rawan kontaminasi BPA dari botol susu polikarbonat. Pada rentang usia 7-12 bulan, kemampuan motorik anak sedang berkembang pesat dimana anak pada usia tersebut telah dapat duduk, mengangkat kepala, memiliki banyak kosa kata yang bisa diucapkan, dan sudah dapat memegang botol minumnya sendiri (Khamzah, 2012). Karena berkembangnya kemampuan motorik anak sehingga anak sudah dapat memegang botol minumnya sendiri, ada kemungkinan anak akan melempar botol minumnya setelah selesai diminum. Untuk menghindari bahaya dari pecahnya botol susu anak, maka orang tua cenderung memilih botol susu polikarbonat yang tidak riskan pecah karena mengandung bahan tambahan penguat plastik berupa BPA. Hal ini menyebabkan anak dengan rentang usia 7-12 bulan memiliki resiko terpapar BPA dari botol susu polikarbonat. Anak dengan rentang usia kurang dari enam bulan juga merupakan titik rawan terkontaminasi BPA melalui ASI yang disimpan dalam botol susu polikarbonat. Hal ini disebabkan konsumsi ASI memang sangat dibutuhkan pada usia kurang dari enam bulan. Menurut Khamzah (2012), Bayi yang diberi ASI selama enam bulan memiliki daya perlindungan yang lebih tinggi terhadap penyakit. Untuk memenuhi kebutuhan ASI ekslusif pada bayi tersebut, maka orang tua menyiapkan stok cadangan ASI perah apabila suatu ketika dihadapkan pada kondisi tidak dapat menyusui anak secara langsung. Penyimpanan ASI perah sebaiknya menggunakan botol kaca. Akan tetapi karena harga botol susu polikarbonat yang lebih terjangkau dan penyebarannya yang lebih luas, maka pemilihan botol susu polikarbonat untuk menyimpan ASI perah masih sangat marak. Dengan kondisi seperti ini, maka rentang usia anak kurang dari enam bulan memiliki kemungkinan terpapar BPA dari polikarbonat. Semakin sering anak mengkonsumsi pangan dari botol susu polikarbonat, maka semakin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi BPA. 4.1.9. Sebaran responden berdasarkan berat badan anak Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi. Pada masa bayi, berat badan dapat digunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi. Sediaoetama (1996) menjelaskan bahwa parameter untuk mengukur kemajuan pertumbuhan yang biasa dipergunakan ialah berat dan tinggi badan. Pola pertumbuhan anak biasanya diukur secara periodik. Fase pertumbuhan anak tidak berbentuk kurva garis lurus, melainkan terdiri dari beberapa fase tumbuh dengan kecepata tinggi dan diselingi fase tumbuh dengan kecepatan yang lambat. Menurut Khomsan (2001), pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor gizi. Kondisi kurang gizi anak pada awalnya mempengaruhi berat badan anak. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir yang rendah (BBLR) kurang dari 2,5 kg memiliki kemungkinan pengecilan otak yang dapat mempengaruhi kecerdasannya. Pada survei ini, berat badan anak dikelompokkan menjadi lima kelompok antara lain, rentang berat kurang dari 3 kg, 4-6 kg, 7-9 kg, 10-12 kg, dan berat diatas13 kg. Hasil survei pada 91 responden, menunjukkan bahwa anak yang mengkonsumsi air dari botol minum polikarbonat sebanyak delapan orang yang memiliki rentang berat badan 4-6 kg, sebanyak 32 orang yang memiliki rentang berat badan 7-9 kg, sebanyak 35 orang yang memiliki rentang berat badan 10-12 kg dan sebanyak 16 orang yang memiliki rentang berat badan di atas 13 kg. Survei yang sama dilakukan pada 72 responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat. Hasil survei menunjukkan bahwa anak yang mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat sebanyak 20 orang yang memiliki rentang berat badan 4-6 kg, sebanyak 25 orang yang memiliki rentang berat badan 7-9 kg, sebanyak 19 orang yang memiliki rentang berat badan 10-12 kg dan sebanyak delapan orang yang memiliki rentang berat badan di atas 13 kg. Data ini dapat dilihat pada Tabel 4.12.
28
Tabel 4.12. Berat badan anak yang menggunakan botol susu polikarbonat Bayi yang Persentase bayi Bayi yang Persentase bayi Berat badan mengkonsumsi air yang mengkonsumsi yang anak (kg) dalam botol PC mengkonsumsi air ASI dalam botol mengkonsumsi ASI (orang) dalam PC (%) PC (orang) dalam PC (%) 4–6 8 9 20 28 7–9 32 35 25 35 10 – 12 19 26 35 38 Di atas 13 16 18 8 11 Total
91
Rata-rata
10 kg
100
72
100
8,5 kg
Dari data tersebut, dapat diketahui persentase rentang berat badan anak yang mengkonsumsi air dalam botol susu polikarbonat antara lain, rentang berat badan anak 4-6 kg sebesar 9%, rentang berat badan 7-9 kg sebesar 35%, rentang berat badan 10-12 kg sebesar 38% dan rentang berat badan diatas 13 kg sebesar 18%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa rentang berat badan anak 10-12 kg yang paling banyak mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat, selanjutnya adalah rentang berat badan 7-9 kg sebesar 35%. Pada survei terhadap responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, didapat persentase rentang berat badan anak yang mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat antara lain, rentang berat badan anak 4-6 kg sebesar 28%, rentang berat badan 7-9 kg sebesar 35%, rentang berat badan 10-12 kg sebesar 26% dan rentang berat badan diatas 13 kg sebesar 11%. Persentase tersebut memberi gambaran bahwa rentang berat badan anak 7-9 kg yang paling banyak mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat, selanjutnya adalah rentang berat badan 1012 kg sebesar 26%. Sebaran rentang berat badan anak yang mengkonsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10. Sebaran berat badan konsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat Secara keseluruhan, dari responden yang disurvei di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa anak dengan rentang berat badan 10-12 kg yang paling banyak mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat dengan persentase sebesar 38%, selanjutnya adalah anak dengan rentang berat badan 7-9 kg sebesar 35%, sedangkan rentang berat badan anak yang paling banyak mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat adalah 7-9 kg dengan persentase sebesar 35%, selanjutnya adalah rentang berat badan
29
10-12 kg sebesar 26%. Hal ini menunjukkan bahwa rentang berat badan 7-9 kg dan 10-12 kg merupakan rentang berat badan anak yang rawan kontaminasi BPA dari botol susu polikarbonat. Menurut Khamzah (2012), rentang berat badan 7-12 kg adalah rata-rata berat badan normal bayi yang berusia 7-12 bulan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa pada rentang usia 7-12 bulan, kemampuan motorik anak sedang berkembang pesat. Perkembangan ditandai dengan semakin besarnya konsumsi pangan yang dibutuhkan oleh anak. Semakin besar konsumsi anak terhadap pangan yang disimpan dalam botol susu polikarbonat, maka akan semakin besar juga resiko anak terkontaminasi paparan BPA dari botol susu polikarbonat. 4.1.10. Sebaran responden berdasarkan frekuensi minum anak Frekuensi minum anak adalah berapa kali anak minum menggunakan botol susu polikarbonat dalam satu hari. Menurut survei yang dilakukan terhadap 91 responden yang menyimpan air dan 72 responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, rata-rata frekuensi anak mengkonsumsi air dalam botol susu polikarbonat adalah sebanyak 5 kali dalam satu hari. Hal ini dapat diketahui dari data, angka yang paling sering muncul (modus) adalah 5, artinya, frekuensi anak paling sering mengkonsumsi air dan ASI dari botol adalah sebanyak 5 kali. Dari data juga dapat dilihat bahwa anak mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat minimal satu kali sehari, dan anak mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat minimal dua kali sehari. Frekuensi maksimal anak mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat adalah sebanyak 12 kali dalam satu hari, dan frekuensi anak mengkonsumsi ASI dari botol susu polikarbonat adalah 10 kali dalam satu hari. Data sebaran frekuensi anak mengkonsumsi air dan ASI selama satu hari dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.11.
Frekuensi (kali) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 12 Total
Tabel 4.13. Frekuensi konsumsi air dan ASI anak dalam satu hari Persentase Persentase bayi Bayi yang Bayi yang bayi yang yang mengkonsumsi air mengkonsumsi mengkonsumsi mengkonsumsi dalam botol PC ASI dalam botol air dalam PC ASI dalam PC (orang) PC (orang) (%) (%) 11 12 0 0 8 9 9 13 18 20 10 14 4 4 4 5 21 14 9 3 1 1 1
23 16 10 3 1 1 1
21 13 5 7 0 3 0
29 18 7 10 0 4 0
91
100
72
100
30
Gambar 4.11. Frekuensi minum anak dengan menggunakan botol polikarbonat Frekuensi minum anak ditentukan sendiri oleh kemampuan dan keinginan anak untuk mengkonsumsi minuman. Rendahnya frekuensi minum anak dapat menyebabkan anak mengalami kondisi gagal tumbuh. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya frekuensi minum anak antara lain, faktor endogenous (organik) seperti masalah sistem pencernaan anak dan faktor eksogenous (non organik) seperti ketidakmampuan fisik ibu untuk memproduksi ASI yang cukup (Mukkada et al., 2010). Menurut Khamzah (2012), ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain, seperti buang air, kepanasan dan kedinginan. Rata-rata ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Karena kemampuan mencernanya sedang dalam keadaan yang sangat baik. Semakin besar frekuensi minum anak dengan menggunakan botol susu polikarbonat, maka akan semakin besar juga kemungkinan anak terpapar BPA. Hal ini disebabkan semakin sering penggunaan botol susu polikarbonat, maka akan semakin cepat rusak lapisan plastik pada botol susu karena pencucian dan penyikatan berulang pada botol. Selanjutnya dilakukan perhitungan secara statistik untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara usia dan berat badan terhadap frekuensi minum anak. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode Spearman. Toleransi data eror atau taraf signifikansi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sebesar 0,1. Hal ini berarti tingkat kepercayaan terhadap hasil perhitungan adalah sebesar 90%. Dari hasil perhitungan, didapat nilai signifikansi hubungan sebesar 0,000 atau lebih kecil dari taraf signifikansi pada variabel usia dan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa usia dan berat badan anak berhubungan sangat erat satu sama lain. Kedua variabel tersebut juga memiliki keterkaitan terhadap frekuensi minum anak. Hal ini ditunjukkan pada perhitungan signifikansi hubungan antar variabel yang menghasilkan nilai lebih kecil dari taraf signifikansi 0,1. Pada Tabel 4.14, terdapat keterkaitan yang positif dari ketiga variabel tersebut, artinya semakin tua usia anak berhubungan dengan semakin beratnya berat badan anak, serta semakin seringnya frekuensi anak minum air dalam satu hari. Pada Tabel 4.15, terdapat keterkaitan dalam hubungan yang negatif antara usia anak dengan frekuensi minum ASI. Artinya semakin tua usia anak, maka intensitas minum ASI pada anak akan menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti produksi ASI ibu yang menurun atau kebutuhan gizi anak yang meningkat, sehingga anak cenderung lebih sering mengkonsumsi makanan pendamping ASI seperti susu formula. Signifikansi hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap frekuensi minum air dan ASI pada anak dapat dilihat pada Tabel 4.14. dan Tabel 4.15.
31
Tabel 4.14. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap frekuensi anak minum air Usia (bulan) Usia (bulan)
Koefisien korelasi
1.000
0.710
0.181
Nilai P
.
0.000
0.086
Jumlah
91
91
91
0.710
1.000
0.329
0.000
.
0.001
91
91
91
Koefisien korelasi
0.181
0.329
1.000
Nilai P
0.086
0.001
.
Jumlah
91
91
91
Berat Koefisien korelasi Badan (kg) Nilai P Jumlah Frekuensi (kali)
Berat Badan (kg) Frekuensi (kali)
Tabel 4.15. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap frekuensi anak minum ASI
Usia (bulan) Koefisien Korelasi Nilai P Jumlah
Berat Badan (kg)
Frekuensi (kali)
1.000
0.753
-0.197
.
.000
0.097
72
72
72
0.753
1.000
-0.137
0.000
.
0.251
72
72
72
Koefisien Korelasi
-0.197
-0.137
1.000
Nilai P
0.097
0.251
.
Jumlah
72
72
72
Berat Badan Koefisien Korelasi (kg) Nilai P Jumlah Frekuensi (kali)
Usia (bulan)
4.1.11. Sebaran volume botol susu polikarbonat yang digunakan Survei juga dilakukan untuk mengetahui volume botol yang paling banyak digunakan oleh responden untuk menyimpan air dan ASI. Volume botol dibagi menjadi tiga kelompok antara lain, botol dengan volume kecil, yaitu 60 mL, botol dengan volume sedang, yaitu 120 mL, dan botol dengan volume besar, yaitu 240 mL. Dari hasil survei, diketahui bahwa volume botol yang paling banyak digunakan responden untuk menyimpan air adalah botol dengan volume 120 mL sebanyak 45 anak, selanjutnya adalah botol dengan volume 60 mL. Untuk responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, botol susu yang paling banyak digunakan adalah botol dengan volume 60 mL. Data sebaran volume botol susu polikarbonat yang digunakan untuk menyimpan air dan ASI dapat dilihat pada Tabel 4.16.
32
Volume botol susu (ml) 60 120 240 Total responden
Tabel 4.16. Volume botol susu polikarbonat yang digunakan Bayi yang Persentase bayi Bayi yang mengkonsumsi air yang mengkonsumsi dalam botol PC mengkonsumsi air ASI dalam botol (orang) dalam PC (%) PC (orang) 41 45 45 24 45 50 5 5 3 91
100
72
Persentase bayi yang mengkonsumsi ASI dalam PC (%) 62,5 33,5 4 100
Volume botol susu yang digunakan anak untuk mengkonsumsi air paling banyak adalah volume 120 ml atau botol sedang sebesar 50%. Penggunaan botol sedang banyak digunakan untuk anak dengan usia diatas 6 bulan karena volume botol sedang dianggap pas untuk memenuhi kebutuhan minum anak. Berbeda dengan botol penampung air, 62,5% responden menyimpan ASI pada botol susu dengan volume kecil atau 60 ml. Hal ini dikarenakan anak yang mengkonsumsi ASI biasanya pada usia di bawah 6 bulan. Volume botol kecil atau 60 ml sudah mencukupi kebutuhan minum bayi. Selain itu, penggunaan volume botol yang kecil untuk menyimpan ASI adalah agar ASI yang diminum bisa langsung dihabiskan. ASI yang tersisa dalam satu botol tidak dapat diminum lagi untuk periode minum berikutnya karena memiliki kemungkinan besar terkontaminasi bakteri. Untuk itu, ASI perah sebaiknya disimpan dalam jumlah sedikit atau cukup untuk sekali minum anak, yaitu 60 ml. Semakin besar volume botol susu yang digunakan anak untuk minum, artinya semakin banyak volume minuman yang masuk dalam tubuh anak. Apabila diasumsikan bahwa BPA terpapar kedalam pangan yang dikemas oleh botol polikarbonat, artinya, semakin besar volume pangan yang tertelan oleh anak, maka akan semakin banyak juga kandungan BPA yang masuk ke dalam tubuh anak. Kandungan BPA dalam plastik polikarbonat juga disesuaikan dengan besarnya volume botol susu yang akan dibuat. Semakin besar volume botol susu yang dibuat, maka membutuhkan semakin banyak BPA juga sebagai bahan penguat plastiknya. Untuk mengetahui keterkaitan hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap penggunaan volume botol susu, dilakukan perhitungan secara statistik dengan menggunakan metode Pearson. Dari hasil perhitungan korelasi, diketahui usia dan berat badan anak menghasilkan nilai korelasi lebih kecil dari nilai toleransi, yang berarti kedua variabel tersebut berhubungan sangat erat satu sama lain. Selanjutnya, pada perhitungan korelasi antara usia anak dan volume botol yang digunakan untuk minum, menunjukkan nilai korelasi sebesar 0,094 dan 0,021. Kedua nilai tersebut lebih kecil daripada nilai toleransi yang ditetapkan. Artinya, usia anak memiliki keterkaitan terhadap volume botol susu polikarbonat yang digunakan anak. Terdapat keterkaitan yang positif dari ketiga variabel tersebut, artinya semakin tua usia anak berhubungan dengan semakin beratnya berat badan anak, serta semakin besarnya volume yang digunakan anak untuk minum. Usia anak yang semakin besar tentunya membutuhkan asupan gizi yang juga banyak. Untuk itu, anak membutuhkan porsi minum yang besar juga. Data korelasi antara usia dan berat badan anak terhadap volume botol susu yang digunakan anak untuk minum air dan ASI dapat dilihat pada Tabel 4.17 dan Tabel 4.18.
33
Tabel 4.17. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap volume botol susu yang digunakan anak untuk minum air
Usia (bulan) Berat badan (kg) Frekuensi (kali) Usia (bulan)
Koefisien Korelasi
1.000
0.710
0.181
Nilai P
.
0.000
0.086
Jumlah
91
91
91
Berat badan
Koefisien Korelasi
0.710
1.000
0.329
(kg)
Nilai P
0.000
.
.001
Jumlah
91
91
91
0.181
0.329
1.000
Nilai P
0.086
0.001
.
Jumlah
91
91
91
Frekuensi (kali) Koefisien Korelasi
Tabel 4.18. Nilai P hasil pengujian hubungan antara usia dan berat badan anak terhadap volume botol susu yang digunakan anak untuk minum ASI
Usia (bulan) Berat badan (kg) Frekuensi (kali) Usia (bulan)
Koefisien Korelasi
1.000
0.753
-0.197
Nilai P
.
0.000
0.097
Jumlah
72
72
72
Berat badan
Koefisien Korelasi
0.753
1.000
-0.137
(kg)
Nilai P
0.000
.
0.251
Jumlah
72
72
72
-0.197
-0.137
1.000
Nilai P
0.097
0.251
.
Jumlah
72
72
72
Frekuensi (kali) Koefisien Korelasi
4.1.12. Sebaran responden berdasarkan lama waktu kontak Lamanya waktu kontak dapat mengidentifikasi seberapa besar resiko BPA akan terpapar ke dalam air dan ASI. Semakin lama air dan ASI disimpan dalam botol susu polikarbonat, maka akan semakin banyak pula residu BPA yang mengkontaminasinya. Lama waktu kontak air dengan botol susu polikarbonat dilihat dari lama penyiapan dan lama minum anak sedangkan lama waktu kontak ASI dengan botol susu polikarbonat dilihat dari lama penyiapan ASI, lama minum anak, dan lama penyimpanan ASI. Dari hasil survei, kemudian dapat diketahui lama waktu minum anak. Seperti dijelaskan diatas, lama minum anak dipengaruhi seberapa besar volume botol yang digunakan anak untuk minum. Karena beragamnya waktu lama minum anak, maka dikelompokkan menjadi 0-5 menit,
34
6-15 menit, 16-30 menit, 31-60 menit, dan diatas satu jam. Rata-rata lama waktu anak menghabiskan air dalam botol susu polikarbonat adalah 5 menit sedangkan rata-rata lama waktu anak yang menghabiskan ASI dalam botol susu polikarbonat adalah 6-15 menit. Sebaran lama minum anak dapat dilihat pada Tabel 4.19. dan Gambar 4.12.
Lama Minum Anak (menit) 0-5 6-15 16-30 31-60 Diatas 1 jam Total
Tabel 4.19. Lama minum anak Persentase bayi Bayi yang Bayi yang yang mengkonsumsi ASI mengkonsumsi mengkonsumsi dalam botol PC air dalam botol air dalam botol (orang) PC (orang) PC (%) 3 53 59 22 24 44 12 13 22 1 1 1 3 3 2 91
100
72
Persentase bayi yang mengkonsumsi ASI dalam botol PC (%) 4 61 31 1 3 100
Gambar 4.12. Sebaran lama waktu minum anak Selanjutnya dilakukan survei untuk mengetahui lama penyiapan air dan ASI. Dari hasil survei, responden hanya membutuhkan waktu 1-2 menit untuk menyiapkan air dalam botol susu polikarbonat, akan tetapi dibutuhkan waktu yang lebih beragam bagi responden untuk menyiapkan ASI dalam botol susu polikarbonat. Karena beragamnya waktu yang dibutuhkan responden, maka data dikelompokkan menjadi 0-5 menit, 6-15 menit, 16-30 menit, 31-60 menit, dan diatas satu jam untuk penyiapan ASI. Cara penyiapan ASI dalam botol susu polikarbonat telah dijelaskan pada sub bab 4.1.6. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk menyiapkan ASI adalah 6-15 menit. Lama penyiapan ASI ini dipengaruhi keputusan responden terhadap penyiapan ASI yang disimpan dan tempat penyimpanan ASI. Keputusan responden untuk berapa lama merendam botol ASI perah sebelum diberikan kepada anaknya sangat mempengaruhi lama waktu penyiapan ASI, selain itu, ASI yang
35
disimpan di bagian freezer kulkas juga membutuhkan waktu lebih lama untuk disiapkan. Data lama penyiapan ASI dapat dilihat pada Tabel 4.20. Tabel 4.20. Lama penyiapan ASI dalam botol susu polikarbonat Lama Penyiapan ASI Pengguna ASI dalam Persentase pengguna (menit) botol PC (orang) ASI dalam botol PC (%) 0-5 19 26 6-15 42 59 16-30 8 11 31-60 2 3 Di atas 1 jam 1 1 Total
72
100
Dari data diatas dapat diketahui sebaran lama waktu penyiapan ASI yang dibutuhkan oleh responden. Persentase lama penyiapan ASI antara lain, 26% responden memerlukan waktu 0-5 menit untuk menyiapkan ASI, 59% responden memerlukan waktu 6-15 menit untuk menyiapkan ASI, 11% responden memerlukan waktu 16-30 menit untuk menyiapkan ASI, 3% responden memerlukan waktu 31-60 menit untuk menyiapkan ASI, dan 1% responden memerlukan waktu di atas satu jam untuk menyiapkan ASI. Sebaran lama waktu yang dibutuhkan responden untuk menyiapkan ASI dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13. Sebaran lama waktu penyiapan ASI Pada responden yang menyimpan ASI dalam botol susu polikarbonat, juga dilakukan survei terhadap lama penyimpanan ASI. Lama penyimpanan ASI tergantung tempat penyimpanannya. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab 4.1.5, ASI yang disimpan di bagian freezer kulkas dapat bertahan lebih lama daripada yang disimpan hanya di lemari pendingin. Dari hasil survei diketahui bahwa responden paling banyak menyimpan ASI selama satu hari. Jumlah responden yang menyimpan ASI selama satu hari sebanyak 45 orang. Artinya diatas 50% responden lebih memilih menyimpan ASI selama satu hari. Penyimpanan ASI selama satu hari ini dilakukan responden hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya apabila responden sedang bekerja. Kebanyakan responden tidak ingin menyimpan ASI terlalu lama karena responden menginginkan anaknya mengkonsumsi ASI yang masih dalam keadaan segar. Terlalu lama menyimpan ASI juga akan menyebabkan
36
perubahan struktur lemak dalam ASI akibat perubahan suhu yang mendadak sehingga kerja enzim lipase terganggu. Data lama penyimpanan ASI dapat dilihat pada Tabel 4.21. Tabel 4.21. Lama penyimpanan ASI dalam botol susu polikarbonat Lama penyimpanan ASI Pengguna ASI dalam Persentase pengguna ASI (hari) botol PC (orang) dalam botol PC (%) 1 45 62,5 2 11 15 3 9 12,5 5 7 10 Total
72
100
Dari data di atas, dapat diketahui sebaran lama penyimpanan ASI dalam botol susu polikarbonat. 62,5% responden menyimpan ASI dalam botol selama satu hari, 15% responden menyimpan ASI dalam botol selama dua hari, 12,5% responden menyimpan ASI dalam botol selama tiga hari, dan 10% responden menyimpan ASI selama lima hari. Sebaran lama penyimpanan ASI dalam botol dapat dilihat pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Sebaran lama penyimpanan ASI Selanjutnya dilakukan perhitungan lama waktu kontak pangan dengan botol susu polikarbonat. Waktu kontak adalah lama waktu pangan bersentuhan (kontak) langsung dengan botol polikarbonat. Lama waktu kontak air dengan botol susu polikarbonat dilihat dari lama responden menyiapkan air ke dalam botol dan lama minum anak menggunakan botol. Rata-rata lama penyiapan air ke dalam botol adalah satu menit, sedangkan rata-rata lama minum anak adalah lima menit. Artinya, rata-rata waktu kontak air dengan botol susu polikarbonat adalah 6 menit. Lama waktu kontak ASI dengan botol susu polikarbonat dilihat dari lama responden menyimpan dan menyiapkan ASI, serta lama waktu minum anak menggunakan botol. Rata-rata lama waktu anak minum ASI adalah 15 menit, rata-rata waktu yang dibutuhkan responden untuk menyiapkan ASI adalah 15 menit, dan rata-rata lama penyimpanan ASI yang dilakukan oleh responden adalah selama satu hari. Jika waktu kontak dihitung dalam satuan menit, maka lama penyimpanan ASI yang dilakukan oleh responden adalah 1440 menit. Artinya ratarata waktu kontak antara ASI dengan botol susu polikarbonat adalah 1470 menit.
37
Rata-rata waktu kontak ASI jauh lebih lama daripada rata-rata waktu kontak air disebabkan oleh lamanya penyimpanan ASI didalam kulkas. ASI yang disimpan tersebut disebut ASI perah. Penyimpanan ASI perah ini biasanya disebabkan oleh kesibukan ibu sehingga tidak memiliki waktu untuk menyusui anaknya secara langsung, atau karena produksi ASI ibu yang melimpah sehingga ASI disimpan sebagai stok cadangan jika disaat darurat ibu tidak dapat menyusui anaknya. Menurut Sulistyoningsih (2011), keputusan ibu untuk menggunakan ASI perah adalah untuk memenuhi hak anak dalam mendapatkan ASI eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan memperoleh semua kelebihan ASI serta terpenuhi kebutuhan gizinya secara maksimal sehingga akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah terkena alergi, dan lebih jarang sakit. Sebagai hasilnya, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pertumbuhan dapat dilihat dari penambahan berat badan, tinggi badan, ataupun lingkar kepala, sedangkan perkembangan yang optimal dapat dilihat dari adanya peningkatan kemampuan motorik, psikomotorik dan bahasa. Semakin lama waktu kontak antara botol polikarbonat dengan air dan ASI, semakin besar juga resikonya terhadap paparan BPA. Hal ini disebabkan semakin lama waktu kontak, semakin banyak pula residu BPA yang dapat mengkontaminasi pangan. Selain lama waktu kontak, faktor suhu, jenis pangan, besar volume botol, cara sterilisasi botol dan tempat penyimpanan botol juga berpengaruh terhadap besarnya paparan.
4.2.
Estimasi Nilai Paparan BPA
Estimasi nilai paparan adalah nilai migrasi yang diperkirakan terjadi dari kemasan ke dalam pangan terkemas dan kemudian dikonsumsi oleh tubuh. BPA dikatakan terpapar ke dalam pangan apabila dalam pangan yang dikemas ditemukan kandungan BPA. BPA sendiri merupakan salah satu bahan tambahan dalam pembuatan plastik yang digunakan untuk menguatkan plastik polikarbonat. Botol susu yang dibuat dari plastik polikarbonat juga menggunakan BPA sebagai bahan baku pembentuknya. BPA dalam botol susu polikarbonat ini bukan tidak mungkin dapat terlepas dan mengkontaminasi pangan yang disimpan dalam botol susu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terlepasnya BPA dari polikarbonat, seperti perlakuan pencucian botol, frekuensi pemakaian botol, dan perlakuan pemanasan pada botol. Kontaminasi BPA dari botol susu polikarbonat ini dapat dihitung melalu estimasi nilai paparan BPA. Beberapa hal yang mempengaruhi nilai paparan BPA, antara lain besarnya porsi dan frekuensi konsumsi dengan menggunakan botol polikarbonat, jenis pangan yang dikonsumsi dari botol, kadar residu BPA yang bermigrasi ke pangan, dan berat badan pengkonsumsi. Porsi dan frekuensi konsumsi berbanding lurus dengan nilai paparan. Artinya, semakin besar porsi dan frekuensi konsumsi terhadap penggunaan botol, maka nilai paparan BPA dari botol pun akan semakin tinggi dan sebaliknya, semakin kecil porsi dan semakin jarangnya frekuensi konsumsi, maka nilai paparan juga akan semakin rendah. Berat badan berbanding terbalik dengan nilai paparan, semakin besar berat badan pengkonsumsi air dan ASI dari botol susu polikarbonat, maka akan semakin rendah nilai paparan BPAnya. Estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat kemudian dihitung berdasarkan jenis pangan yang dikonsumsi. 4.2.1. Estimasi nilai paparan BPA pada air Estimasi nilai paparan BPA pada air atau paparan diet harian dihitung dengan cara mengkalikan besar konsumsi pangan dengan batas residu BPA terhadap berat badan anak yang mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat. Besar konsumsi pangan didapat dari frekuensi minum anak dalam satu hari dan seberapa besar porsi sekali minum. Batas residu BPA untuk air yang
38
digunakan sebesar 0,1µg/L atau setara dengan 0,1 ppb. Penentuan batas ini berdasarkan penelitian Brede (2003) yang berjudul Increased migration levels of bisphenol A from polycarbonate baby bottles after dishwashing, boiling and brushing dimana pengujian dilakukan dengan menggunakan GCMS terhadap botol susu yang diisi dengan air, menghasilkan nilai migrasi spesifik air pada BPA sebesar 0,1µg/L atau sebesar 0,0001 ppm. Dalam estimasi nilai paparan ini, diasumsikan bahwa telah terjadi 100% migrasi BPA ke dalam pangan yang dikonsumsi untuk menunjukkan kemungkinan terburuk dari terlepasnya paparan BPA. Dari hasil survei yang dilakukan di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pangan (air) adalah 0,232 liter dalam satu hari. Berat badan rata-rata anak yang mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat sebesar 10 kg. Dari informasi tersebut, kemudian dilakukan perhitungan nilai paparan diet sehingga didapat estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat ke dalam air sebesar 0,000002 ppm atau setara dengan 0,000002 mg/kg berat badan/hari. Berdasarkan peraturan Kepala Badan POM tahun 2012, batas toleransi BPA adalah 0,029 mg/kg berat badan/hari. Nilai paparan BPA pada air jauh lebih kecil dibandingkan standar toleransi atau Total Daily Intake (TDI) yang ditetapkan oleh BPOM RI. Menurut standar internasional yang dibuat oleh European Food Safety Authority (EFSA) pada tahun 2006, harga asupan harian yang dapat ditoleransi oleh tubuh atau tolerable daily intake (TDI) BPA sebesar 0,05 mg/kg berat badan/hari. Jika dibandingkan dengan standar EFSA, nilai estimasi paparan BPA pada air juga jauh lebih kecil. Artinya penggunaan botol susu polikarbonat untuk air masih aman digunakan Studi menunjukkan bahwa pada dosis yang sangat rendah, 6µg/L atau setara dengan 6 ppb atau 0,006 ppm BPA dapat mengakibatkan pertumbuhan abnormal sel endometrium diluar rahim, yang dapat mengakibatkan kemandulan pada wanita. Pada Laki-laki, BPA dapat menyebabkan berkurangnya produksi sperma dan kanker testis. BPA sangat beresiko pada anak-anak yang kemampuan hormonnya masih belum seimbang. Ditambah lagi konsumen BPA terbesar adalah anakanak, karena penggunaan BPA banyak terdapat pada botol susu anak. Batas migrasi BPA yang ditetapkan di uni eropa untuk botol susu bayi adalah 3 mg/kg (ppm) pangan (Sun, C.L., 2003). 4.2.2. Estimasi nilai paparan BPA pada ASI Estimasi nilai paparan BPA pada ASI dihitung dengan cara yang sama dengan perhitungan estimasi nilai paparan BPA pada air. Hal yang membedakan hanya nilai batas residu BPA yang digunakan. Sebuah penelitian mengenai migrasi BPA yang dilakukan di Inggris, menganalisa kandungan BPA pada botol susu polikarbonat yang telah disterilisasi sebanyak 50 kali dengan menggunakan dishwasher. Pengujian dilakukan dengan menginkubasi botol yang berisi etanol 10% selama satu jam pada suhu 70°C. Larutan etanol 10% diasumsikan sebagai simulan pangan pengganti susu. Setelah dilakukan tiga kali pengulangan inkubasi, migrasi spesifik BPA yang terdeteksi sebanyak kurang dari 1,1 µg/L (CSL, 2004). Atas dasar penelitian yang telah dilakukan CSL (2004), maka nilai residu BPA pada ASI yang digunakan adalah sebesar 1,1 µg/L atau 1,1 ppb yang setara dengan 0,0011 ppm. Dari hasil survei yang dilakukan, rata-rata konsumsi pangan (ASI) dalam satu hari adalah sebesar 0,38 liter. Berat badan rata-rata anak yang mengkonsumsi air dari botol susu polikarbonat sebesar 8,5kg. Dari informasi tersebut, kemudian dilakukan perhitungan paparan diet sehingga didapat estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat ke dalam ASI sebesar 0,00005 ppm atau setara dengan 0,00005 mg/kg berat badan/hari. Sama seperti nilai estimasi BPA pada air, nilai estimasi BPA pada ASI juga lebih kecil dibandingkan standar EFSA dan BPOM RI. Artinya penggunaan botol susu polikarbonat untuk ASI masih dalam batas aman digunakan. Akan tetapi,
39
kemungkinan BPA terpapar juga tetap ada, meski hanya dalam jumlah kecil. Hal ini disebabkan perlakuan sterilisasi dan penyiapan serta penyimpanan ASI yang mengharuskan ASI mengalami kontak dengan botol susu polikarbonat untuk waktu yang lama dan suhu yang ekstrim. Suhu sterilisasi yang ekstrim dan lama kontak yang lama dapat memicu BPA terpapar. Beberapa studi menunjukkan keterkaitan antara BPA dengan beberapa penyakit berbahaya yang dapat merusak fungsi normal sel, gangguan otak, kardiovaskuler, abnormalitas jantung, dan lainnya. Walaupun jumlah resiko paparannya masih diperdebatkan, akan tetapi beberapa negara telah melakukan pengurangan penggunaan BPA dalam industri plastik. Terdapat banyak negara yang telah dengan tegas melakukan pelarangan produksi plastik polikarbonat dari BPA, antara lain Amerika Serikat, Minnesota, dan Chicago. Kanada adalah negara yang pertama kali melarang penjualan botol plastik yang mengandung BPA. Sementara Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (US FDA) merekomendasikan untuk tidak menggunakan botol plastik polikarbonat yang mengandung BPA untuk menampung susu atau pangan lain untuk bayi. Beberapa negara lainnya masih mentoleransi penggunaan botol polikarbonat selama jumlah paparannya di bawah batas Tolerable Daily Intake (TDI). Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Toxicology Program European Commission (1997), BPA juga ditemukan pada susu formula bayi. Diperkirakan sumbernya berasal dari migrasi botol susu polikarbonat. Akan tetapi jumlahnya masih dianggap dalam kategori aman, karena berada di bawah nilai Tolerable Daily Intake (TDI), yang nilainya sebesar 0,05 mg/kg berat badan. Menurut Wheteril et al., (2007), paparan BPA bahkan dengan kadar rendah sekalipun tetap berpotensi mengubah fungsi sel tubuh. BPA juga terbukti dapat mengendap di dalam hati, usus, dan ginjal untuk jangka waktu beberapa hari. Untuk meminimalisir pelepasan BPA pada botol susu polikarbonat, sebaiknya perlu dilakukan penyuluhan agar masyarakat tidak memanaskan air di dalam botol polikarbonat saat menyiapkan ASI perah atau susu formula dan menghindari mengisi air panas langsung ke dalam botol. Dalam proses pencucian botol, sebaiknya menggunakan cairan sabun yang memang khusus diperuntukkan untuk peralatan bayi karena sabun khusus tersebut telah dibuat dengan pH yang disesuaikan terhadap produk bayi. Penggunaan sabun cuci yang sembarangan sangat berbahaya, karena cairan sabun yang keras akan memicu lepasnya BPA dari botol. Penyikatan botol saat pencucian juga perlu diperhatikan. Sebaiknya menggunakan sikat yang halus agar gesekan yang terjadi antara sikat dengan botol tidak sampai menyebabkan lepasnya BPA. Sebaiknya, perlu dilakukan juga penyuluhan agar masyarakat lebih memilih menggunakan botol susu BPA free.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Hasil survei konsumsi pangan yang dilakukan di wilayah Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Bogor menunjukkan gambaran responden yang menyimpan air dan ASI dalam botol susu polikarbonat yang paling banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan S1. Berdasarkan pekerjaan responden, ibu rumah tangga paling banyak menggunakan botol untuk menyimpan air, sedangkan responden yang paling banyak menggunakan botol untuk menyimpan ASI adalah karyawan swasta. Berdasarkan brand, botol susu yang digunakan paling banyak adalah brand A. Berdasarkan cara sterilisasi botol, populasi responden yang menggunakan botol susu polikarbonat untuk air dan ASI mensterilisasi botol dengan cara direbus selama 5 sampai 10 menit setelah air mendidih. Berdasarkan tempat penyimpanan botol, responden paling banyak menyimpan botol di tempat tertutup. Untuk ASI perah, sebagian besar responden menyimpannya di lemari pendingin. Berdasarkan cara penyiapan ASI, hampir seluruh responden menyiapkan ASI dengan cara merendamnya di air panas. Berdasarkan jenis kelamin anak, sebaran anak yang menggunakan botol susu polikarbonat kebanyakan berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan usia, sebagian besar anak yang minum air menggunakan botol adalah anak usia 7 sampai 12 bulan, dan anak yang minum ASI berusia dibawah 6 bulan. Berdasarkan berat badan, sebagian besar anak yang minum air menggunakan botol adalah anak dengan berat 10 sampai 12 kg, dan anak yang minum ASI memiliki berat 7 sampai 9 kg. Berdasarkan frekuensi minum, anak paling sering minum air dan ASI menggunakan botol sebanyak 5 kali dalam sehari. Berdasarkan volume botol yang digunakan, responden paling banyak menggunakan volume botol 60 ml untuk menyimpan ASI dan volume 120 ml untuk menyimpan air. Berdasarkan lama minum, sebagian besar anak menghabiskan ASI selama 5 menit dan air selama 6 sampai 15 menit. Sebagian besar responden menyiapkan ASI selama 6 sampai 15 menit. Berdasarkan waktu penyimpanan, sebagian besar responden menyimpan ASI perah selama satu hari. Perilaku anak terhadap penggunaan botol susu seperti jumlah porsi konsumsi, frekuensi, dan lama waktu minum anak mempengaruhi nilai kadar migrasi bisphenol-A dalam ASI dan air. Porsi konsumsi dan frekuensi anak minum menggunakan botol sebanding dengan nilai paparan BPA. Semakin besar porsi konsumsi dan semakin sering frekuensi anak minum akan mengakibatkan nilai paparan BPA yang semakin tinggi pula. Semakin lama waktu minum anak, juga menyebabkan semakin lama kontak antara pangan dengan botol. Semakin lama kontak yang terjadi, akan semakin banyak BPA yang terpapar ke dalam pangan. Berdasarkan perhitungan estimasi nilai paparan, nilai paparan BPA yang terkandung dalam air sebesar 0,000002 mg BPA/kg berat badan/hari dan dalam ASI sebesar 0,00005 mg BPA/kg berat badan/hari. Perlakuan pada botol susu seperti cara sterilisasi, kondisi tempat penyimpanan dan lamanya penyimpanan botol, serta cara penyiapan pangan mempengaruhi kadar migrasi bisphenol-A dalam ASI dan air. Perlakuan seperti cara sterilisasi yang lama dan dalam suhu yang tinggi akan menyebabkan lepasnya monomer BPA dari botol. Kondisi tempat penyimpanan yang terbuka dan mudah terpapar matahari juga memberi kemungkinan monomer BPA akan terlepas. Perlakuan penyiapan ASI setelah disimpan di kulkas dengan cara merendam botol di air panas juga dapat menyebabkan terlepasnya paparan BPA dari botol susu.
5.2. Saran Penelitian ini hanya memberikan estimasi nilai paparan BPA dari botol susu polikarbonat berdasarkan nilai residu BPA yang didapat dari beberapa literatur. Pada penelitian ini juga diasumsikan semua brand botol memiliki nilai paparan yang sama. Oleh karena itu, untuk mengetahui nilai paparan yang mendekati nilai sebenarnya, maka perlu dilakukan pengujian nilai residu BPA pada setiap brand botol susu polikarbonat yang beredar di Indonesia. Dalam perhitungan estimasi nilai paparan yang dilakukan, baik untuk data secara individu, maupun data keseluruhan, tidak ditemukan nilai paparan yang melebihi nilai Tolerable Daily Intake yang ditetapkan. Namun hal ini belum bisa dikatakan mewakili keadaan sebenarnya, karena kadar residu BPA yang digunakan juga tidak mewakili botol yang benar-benar digunakan oleh responden.
42
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2011. Ancaman Racun BPA di Struck Pembayaran Belanja. http://www.smallcrab.com/kesehatan/829-ancaman-racun-bpa-di-struk-pembayaran-belanja. [06 Maret 2012] Aschberger K, Castello P. 2010. Bisphenol A and baby bottles: challenges and perspectives. Eur 24389 EN. Luxembourg: Office for Official Publications of the European Communities. AsiBayi. 2010. Mengenal Material Plastik Botol Susu Bayi BPA Free. http://AsiBayi.com [17 Oktober 2012]. Badan Pusat Statistik. 2010. Kondisi Perempuan dan Anak Di Indonesia. Jakarta: CV. Asprindo Pelangi Nusa. Bailey AB dan Hoekstra EJ. 2010. FAO/WHO Expert Meeting on Bisphenol A (BPA): Sources and Occurrence of Bisphenol A Relevant for Exposure of Consumers. http://www.who.int/foodsafety/chem/chemicals/2_source_and_occurrence.pdf. [08 maret 2012]. Bararah, Vera Farah. 2012. Demi ASI Eksklusif, Ibu Bekerja di Indonesia Harus Dapat Cuti 6 Bulan. http://health.detik.com/read/2012/07/31/12/demi-asi-eksklusif-ibu-bekerja-di-indonesia-harusdapat-cuti-6-bulan. [31 Juli 2012]. Barnes, K.A., C.R. Sinclair and D.H. Watson (Eds.). 2007. Chemical Migration and Food Contact Material. Woodhead Publishing Ltd., Cambridge, England. [dalam] Retno, Pratiwi. 2010. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan Analisis Migrasi DEHP ke Dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan Makanan, BPOM RI. [Skripsi] Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Industri Pertanian. Balai Besar Kimia dan Kemasan. 2011. Quality Control on Food Packaging. URL http://www.bbkklitbang.go.id/ind/ [09 Februari 2012]. Biedermann-Brem S, Grob K. 2009. Release of bisphenol A from polycarbonate baby bottles: water hardness as the most relevant factor. Eur Food Res Technol. 228:679–684. Biles JE, McNeal TP, Begley TH, Hollifield HC, 1997. Determination of Bisphenol-A in Reusable Polycarbonate Food-Contact Plastics and Migration to Food-Simulating Liquids. Journal of Agricultural and Food Chemistry 45 3541-3544. Bisphenol A Global Industry Group. 2002. Bisphenol A: Information Sheet, Environmental Safety. http://www.bisphenol-a.org/pdf/M4.pdf. [ 1 April 2012]. Brede C, Fjeldal P, Skjevrak I, Herikstad H. 2003. Increased migration levels of bisphenol A from polycarbonate baby bottles after dishwashing, boiling and brushing. Food Additives and Contaminants 20:684–689. Calafat, A.M. 2008. Environmental Health Perspectives. Vol. 116, pp. 39–44. Callister, William D. 2007. Material Science and Engineering : An Introduction 7ed. New York : John Wiley& Sons, Inc. Halaman 526, 550 [CDC] The Centers for Disease Control. 2010. Bisphenol A (BPA). http://www.cdc.gov/exposurereport/pdf/BisphenolA_FactSheet.pdf [01 april 2012]. CEH. 2010. Chemical Economics Handbook (CEH) Marketing Research Report—Bisphenol A (July 2010; 619.5000A-619.5002D). Chapin RE et al. 2007. NTP-CERHR expert panel report on the reproductive and developmental toxicity of bishpenol A. http://www.cerhr.niehs.nih.gov/chemicals/bisphenol/BPAFinalEPVF112607.pdf. [17 Februari 2012].
CSL (2004). A study of the migration of bisphenol A from polycarbonate feeding bottles into food simulants. Central Science Laboratory Test Report L6BB-1008 for the Boots Group; http://www.boots-plc.com/environment/library/250.pdf. Depkes RI. 2000. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan, Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat, Direktorat Kesehatan Keluarga. EFSA 2006. Opinion of the Scientific Panel on food additives, flavourings, processing aids and materials in contact with food on a request from the commission related to 2,2-bis(4hydroxyphenyl) propane (Bisphenol A). Question number EFSA-Q-2005–100. The EFSA Journal 428:1–75. Fazriyati, Wardah. 2010. Jangan Asal Simpan ASI Perah, Ikuti Metodenya. Kompas.com. [5 Oktober 2012]. Gulo W. 2002. Metode Penelitian. Jakarta : Grasindo. Hadinata, Ivan. 2010. Polikarbonat. http://ivanhadinata.blogspot.com/2010/01/polikarbonat.htm [5 Oktober 2012]. J. Maia, José Manuel Cruz. 2010. Effect of amines in the release of bisphenol A from polycarbonate baby bottles. Food Research International Volume 43 (2010), Issue 5, June 2010, Pages 1283– 1288. Kang JH, Kondo F, Katayama Y. 2006. Human exposure to bisphenol A. Toxicology 226:79–89. Kawamura Y, Koyama Y, Takeda Y, Yamada T. 1998. Migration of bisphenol A from poly-carbonate products. Journal of the Food Hygienic Society of Japan 99:206–212. Khamzah, Siti Nur. 2012. Segudang Keajaiban ASI yang Harus Anda Ketahui. Yogyakarta: Flashbooks. Khomsan, A. 2001. Gizi, Kecerdasan dan Pertumbuhan Anak. Makalah disajikan pada seminar nasional keluarga, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Bogor, 29 September. [dalam] Agustina. 2002. Pola Asuh Berdasarkan Gender, Tumbuh Kembang Anak Balita dan Faktor yang Mempengaruhinya pada Keluarga Masyarakat Gayo. Lalecheleague, Common Concerns When Storing Human Milk, by Cindy Scott Duke, From: New Beginnings, Vol. 15 No. 4, July August 1998, p. 109 (http://www.lalecheleague.org/NB/NBJulAug98p109.html) Laiyla. 2010. Kontroversi Bisphenol A. http://lailyalay.blogspot.com/2010/11/kontroversibisphenol.html [02 Februari 2012]. Mukkada VA, Haas A. 2010. Feeding dysfunction in children with eosinophilic gastrointestinal diseases. Pediatrics. 2010 Sep;126(3):e672-7. Epub 2010 Aug 9. Nasiri, S.J.A., Suyatma N.E., dan Warsiki E. 2009. Pedoman Uji Migrasi Kemasan Pangan. BPOM RI, Jakarta. Neuman, W.Lawrence. 2006. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approach. USA:University of Wisconsin. Page 227-234. Riduwan, M. 2009. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis. Bandung: Alfabeta. Roesli, Utami. 2005. ASI Peras, Solusi Buat Ibu Bekerja. Tabloid Ibu dan Anak [5 Oktober 2012]. Sediaoetama, A.D. 1996. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi: Jilid I. Dian Rakyat, Jakarta. [dalam] Agustina. 2002. Pola Asuh Berdasarkan Gender, Tumbuh Kembang Anak Balita dan Faktor yang Mempengaruhinya pada Keluarga Masyarakat Gayo. Specifications and Standards, for Food, Food Additive, etc under Food Sanitation act. 2008. Japan’s Specifications Standards Food Additive. Seventh Edition. Published by The Ministry of Health and Welfare.
44
Sun
CL. 2003. Migration of Bisphenol A (BPA) in Baby Milk Bottles. http://www3.ntu.edu.sg/eee/urop/congress2003/Proceedings/abstract/NUS_FoS/Chemistry/Sun% 20Cuilian.pdf. [08 maret 2012]. Sung-Hyun Nam, Young-Min Seo, Man-Goo Kim,. 2010. Bisphenol A migration from polycarbonate baby bottle with repeated use. Chemosphere Volume 79, Issue 9, May 2010, Pages 949–952 Wetherill, Y.B., Akingbemi, B.T., Kanno, J., McLachlan, J.A., Nadal, A., Sonnenschein, C., Watson, C.S., Zoeller, R.T., Belcher, S.M. 2007. In vitro molecular mechanisms of bisphenol A action. Reproductive Toxicology 24:178-198. Yamina, Dewi. 2005. Kiat Memberi ASI Eksklusif Pasca Cuti. Tabloid Ibu dan Anak [5 Oktober 2012]. Yang M, Kim SY, Chang SS, Lee IS, Kawamoto T. 2006. Urinary concentrations of bisphenol A in relation to biomarkers of sensitivity and effect and endocrine-related health effects. Environ Mol Mutagen 47:571–578.
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Kuisioner survei konsumsi pangan
Survei Konsumsi ASI / Pengganti Air Susu Ibu/ Makanan Pendamping ASI yang Diwadahi Menggunakan Botol Susu Plastik Polikarbonat
Responden : Nama Lengkap No Urut Responden Pekerjaan Pendidikan Formal
: ................................................................................................. : ................................................................................................. : ................................................................................................. : .................................................................................................
Anak : Nama Anak Jenis Kelamin Anak Umur Anak Tanggal Lahir Anak Berat Badan Anak
: ................................................................................................. : Perempuan Laki-laki : ................................ (bulan) : ................................ (tanggal/bulan/tahun) : ................................ kg
Tempat Wawancara Alamat Kecamatan Kab / Kota Provinsi
: ................................................................................................. : ................................................................................................. : ................................................................................................. : ................................................................................................. : .................................................................................................
Nama Surveyor Tanggal Wawancara
: ................................................................................................. : .................................................................................................
47
Lampiran 1. Kuisioner survei konsumsi pangan (lanjutan)
A. Kosumsi ASI/ Pengganti ASI/ Makanan Pendamping ASI menggunakan Botol Susu Plastik Polikarbonat : 24 Hours Recall Petunjuk pengisian 24 Hours Recall: Surveyor harus melaksanakan wawancara/ menanyakan langsung dan mencatat semua jenis pangan (baik berupa ASI, pengganti ASI, makanan pendamping ASI (MPASI)) yang menggunakan botol susu plastik polikarbonat yang dikonsumsi oleh anak dalam satu hari. Surveyor harus sabar dan dapat mengarahkan responden untuk mengingat pangan yang dimakan atau diminum dalam satu hari sebelumnya. Agar komunikasi dapat berjalan dengan baik, disarankan agar surveyor melakukan pendekatan kepada responden terlebih dahulu. Kuisioner ini tidak boleh diisi oleh responden!
Kode
1 2 3 4 5 6
Daftar Pangan
Merk Pangan
Porsi Sekali Minum (ml)
Frekuensi Per Hari
Lama Kontak Lama Waktu Penyiapan di Lama Waktu Dalam Botol Sampai Siap Anak Minum Diminum
Merk Botol
Volume Botol (ml)
ASI Susu Formula Air Putih Teh Jeruk Peras Strawberry Peras
Keterangan Suhu Sterilisasi: Suhu jika direbus : 100 oC Suhu rendaman air panas : 70 oC Suhu desinfektan : 30 oC Suhu steamer : 100 oC
47
Lampiran 1. Kuisioner survei konsumsi pangan (lanjutan) Cara Sterilisasi
Cara Sterilisasi: A. Direbus B. Direndam Air Panas C. Dituang Desinfekta n D. Steamer E. Lainnya
Lama Perebusan/ /Lama Kontak (menit)
Suhu Sterili sasi (oC)
Keterangan
Cara Sterilisasi
Cara Penyimpanan Botol Susu Setelah Sterilisasi: A. Tempat Tertutup B. Tempat Terbuka
Cara Penyiapan ASI Perah: A. Direndam air panas B. steamer C. Lainnya
Wadah Penampung ASI Perah Jenis wadah yang digunakan untuk menampung ASI: A. botol Merk susu wadah polikarbonat penampung B. Botol ASI polipropilen C. botol kaca D. Wadah plastik khusus ASI E. Lainnya
Wadah Penyimpan ASI Perah Jenis wadah yang digunakan untuk menyimpan ASI: A. botol susu polikarbonat B. Botol polipropilen C. botol kaca D. Wadah plastik khusus ASI E. Lainnya
Merk wadah penyimpan ASI
Lama Penyim panan ASI Perah
Tempat Penyimpanan ASI Perah: A. Freezer kulkas satu pintu B. Freezer kulkas dua pintu C. Lemari pendingin bagian bawah kulkas satu pintu D. Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu
48
Lampiran 2. Hasil rekapan data survei konsumsi ASI 1
2
3
4
SLTA
Ibu RT
5
6
7
8
Ulfa
P
15
9
1.
Rini
2.
Esti Malia
S1
Swasta
Fakhrizqi
L
16
10
3.
Emila Zola
S0
Ibu RT
Alissya
P
9
8,2
4.
Isti
S2
PNS
Ryza
L
24
9,8
5.
Rita M
S2
PNS
Waode
P
14
10
6.
Hemi
SLTA
Ibu RT
Adinda
P
11
9
7.
Linawaty
S0
Swasta
Fairah
P
18
12,2
8.
Pricil
S1
Swasta
Mario
L
19
15
9.
Imran R
S1
Wirasw asta
Lintang
P
2,5
5,1
10.
Dian I
S1
Swasta
Aisyah
P
24
12
11.
Maryati
S1
Ibu RT
Maysah
P
31
27
S1
Swasta
Lanang
L
9
10
SLTA
Ibu RT
Imanuella
P
4,5
6,5
12. 13.
Sari Handoko Linus Saban
14.
Hotmaria
S0
Swasta
Ruth
P
30
15
15.
Wahyu Ningsi
S1
Swasta
Sandra
P
17
11
16.
Yuhana
SLTA
Ibu RT
Sabrina
P
6
6,1
17.
Murli
S0
Ibu RT
Zahra
P
15
10
9 RS Pelni Petamburan Jl. KS Tubun Jakbar RSIA Tambak Jl. Tambak Jakpus RSCM Jl. Diponegoro Jakpus RSPAD Gatot Soebroto Jl. Abd. Rachman Saleh Jakpus RSPAD Gatot Soebroto Jl. Abd. Rachman Saleh Jakpus Puskesmas Pegangsaan Jl. Tambak Jakpus Puskesmas Pegangsaan Jl. Tambak Jakpus RSIA Bunda Jl. Teuku Cik Ditiro 28 Jakpus RS Pertamina JL. Kyai Maja Jaksel RB Chodijah Jl. Bangka XI Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RSIA Siaga raya Jl. Siaga Raya Kafling 4-8 RS Agung Jl. Sultan Agung Jaksel RS Yadika Jl. Pahlawan Revolusi RS Islam Pondok Kopi Jl. Raya Pondok Kopi
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
120
2
20
15
35
A
120
0,0011
0,24
0,00029
100
2
10
5
15
A
120
0,0011
0,2
0,00022
100
2
15
5
20
A
100
0,0011
0,2
0,00026
100
8
20
15
35
A
120
0,0011
0,8
0,00089
60
7
10
10
20
A
60
0,0011
0,42
0,00046
110
4
10
20
30
A
120
0,0011
0,44
0,00053
60
6
8
10
18
A
60
0,0011
0,36
0,00032
60
6
10
10
20
A
100
0,0011
0,36
0,00026
50
4
10
90
100
A
60
0,0011
0,2
0,00043
120
2
30
60
90
A
120
0,0011
0,24
0,00022
60
8
180
30
210
A
60
0,0011
0,48
0,00019
120
6
15
10
25
A
120
0,0011
0,72
0,00079
60
4
20
15
35
A
60
0,0011
0,24
0,00041
120
5
15
10
25
A
120
0,0011
0,6
0,00044
60
5
15
5
20
A
60
0,0011
0,3
0,00003
60
5
10
5
15
A
60
0,0011
0,3
0,00054
120
3
30
60
90
A
120
0,0011
0,36
0,00004
49
18.
Haryanti
S1
Ibu RT
Aqila
P
7
7
19.
Agustina
S1
Swasta
Resti M
P
24
17
20.
Sisca
SLTA
Ibu RT
Early
P
14
8,5
21.
Natalinar S
S1
Swasta
Geofanni
L
19
15
22.
Annisa F
S1
Swasta
Syadza
P
16
9
23.
Winta Amza
S1
PNS
Shifa A
P
4
7
24.
Sumarwat i
S1
Wirasw asta
Adit P
L
8
9,3
25.
Rejeki E.
S1
Wirasw asta
Zahra
P
2
3,8
26.
Wenefrida
S0
Ibu RT
Kinanti
P
3
4,2
27.
Feni
SLTA
Ibu RT
Aditya
L
13
10
28.
Putri P
SLTA
Wirasw asta
Natasya
P
7
6
29.
Risna M
SLTA
Ibu RT
Dinda D
P
9
10
30.
Eni Okta
S1
PNS
Adam B
L
19
11
31.
Adinda
S1
Wirasw asta
Rasyha
P
5
9,5
32.
Nuraeni
S1
PNS
Darrah
P
7
6
RSIA Bunda Aliyah Jl. Pahlawan Revolusi Jaktim RSUD Koja Jl. Deli Jakut Puskesmas Koja Jl. Walang Permai Jakut Puskesmas Kec. Tanjung Priok Jl. Bugis Jakut Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor
120
8
5
10
15
B
120
0,0011
0,96
0,00015
60
5
10
10
20
A
120
0,0011
0,3
0,00002
125
3
5
10
15
C
125
0,0011
0,37 5
0,00005
60
7
10
10
20
A
60
0,0011
0,42
0,00003
60
4
30
10
40
A
60
0,0011
0,24
0,00003
240
2
120
30
150
A
240
0,0011
0,48
0,00007
120
2
30
30
60
B
120
0,0011
0,24
0,00003
120
5
20
5
25
A
120
0,0011
0,6
0,00017
60
5
10
5
15
B
60
0,0011
0,3
0,00007
120
3
30
30
60
A
120
0,0011
0,36
0,00004
60
5
15
10
25
A
60
0,0011
0,3
0,00005
120
10
30
5
35
B
120
0,0011
1,2
0,00013
120
3
10
5
15
A
120
0,0011
0,36
0,00004
60
5
20
10
30
B
60
0,0011
0,3
0,00003
60
5
30
20
50
A
60
0,0011
0,3
0,00005
50
33.
Sani
SLTA
Ibu RT
Widya
P
12
8
34.
Suryanti
SLTA
Ibu RT
Dafa
L
12
10
35.
Nidya Hastuti
S1
PNS
Putri A
P
2
3,4
36.
Yuliana
SLTA
Ibu RT
Naila A
P
24
14
37.
Anggi
SLTA
Ibu RT
Kevin
L
9
8
38.
Fitri Y
SLTA
Swasta
Nadia G
P
10
10
39.
Putri K
SLTA
Ibu RT
Fathur
L
7
9
40.
Aulia A
S1
Wirasw asta
M.Giandr a
L
11
7
41.
Fina D
S2
Wirasw asta
M. Lutfan
L
4
5,5
42.
Yusrini P
S2
PNS
Rara
P
7
8,3
43.
Dwi Utari
S1
PNS
Akila
P
4
5
44.
Swita A
S1
Swasta
Kayyasah
P
4
5,2
45.
Indah S
S1
Swasta
Kamila
P
6
8
46.
Melianti
S1
PNS
Nuzulfali
L
1,5
3,5
47.
Rakhma Y
S1
PNS
Namira
P
19
12
48.
Putri
S1
PNS
Syafiq
L
2
4
Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor RSIA Hermina Bogor Jl. Ring Road Yasmin RSIA Hermina Bogor Jl. Ring Road Yasmin Bogor RSIA Hermina Bogor Jl. Ring Road Yasmin Bogor RSIA Hermina Bogor Jl. Ring Road Yasmin Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti
60
2
20
1
21
B
60
0,0011
0,12
0,00001
60
2
15
10
25
A
60
0,0011
0,12
0,00001
60
5
15
15
30
B
60
0,0011
0,3
0,00009
60
3
10
15
25
A
60
0,0011
0,18
0,00001
60
6
15
15
30
A
60
0,0011
0,36
0,00005
60
5
10
10
20
B
60
0,0011
0,3
0,00003
60
5
15
10
25
A
60
0,0011
0,3
0,00003
120
5
15
15
30
A
120
0,0011
0,6
0,00009
40
8
15
15
39
A
60
0,0011
0,32
0,00006
60
5
20
10
30
A
60
0,0011
0,3
0,00004
120
6
30
20
50
C
120
0,0011
0,72
0,00015
150
8
30
30
60
A
150
0,0011
1,2
0,00025
20
10
20
15
35
A
60
0,0011
0,2
0,00003
20
5
10
15
25
B
60
0,0011
0,1
0,00003
120
7
5
5
10
A
120
0,0011
0,84
0,00007
60
6
15
15
30
B
60
0,0011
0,36
0,00099
51
49.
Sri M
SLTA
Swasta
Intan P
P
3
5
50.
Syanti
S1
PNS
Rafa A
L
3,5
6,8
51.
Uswatun H
S1
PNS
M. Annas
L
1
3,4
52.
Yulianti
S1
Swasta
A. Aflah
L
5
3,5
53.
Dini H
S1
Swasta
Adinda M
P
4
5
54.
Anggi A
S0
Swasta
Naila R
P
5
9,6
55.
Budiarti
SLTA
Ibu RT
M. Fairus
L
12
8,5
56.
Yuliani
SLTA
Ibu RT
Askia
P
9
10
57.
Arfinur R
SLTA
Wirasw asta
Deyhan
L
3,5
6,4
58.
Putri K
S0
Ibu RT
Farras
P
3,5
6,4
59.
Kemala D
S0
Farhan R
L
13
12
60.
Hastuti
S0
Nayla M
P
5
5,8
61.
Dewi R
S1
PNS
Yesi
P
12
14
62.
Aminah
S1
PNS
Suci A
P
2
5
63.
Dina M
S0
PNS
Rizki A
P
11
8,5
64.
Fika H
S0
Swasta
Annisa
P
4,5
8
65.
Rosmala
S1
Swasta
M. Syarif
L
9
9,5
66.
Nunung
S1
Swasta
Sifa A
P
3
5,3
67.
Asri R
S1
Swasta
Hapis A
L
3
5,3
68.
Apriliyant i
S1
Swasta
Ilham A
L
4
4,6
Wirasw asta Wirasw asta
RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Bidan Siti Jl. Babakan Lebak Bogor RB Katili Jl. Raya Dramaga Bogor RB Katili Jl. Raya Dramaga Bogor RB Katili Jl. Raya Dramaga Bogor RB Katili Jl. Raya Dramaga Bogor RB Katili Jl. Raya Dramaga RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor
60
7
10
15
25
A
60
0,0011
0,42
0,00009
120
3
60
15
75
B
120
0,0011
0,36
0,00006
20
10
15
10
25
A
60
0,0011
0,2
0,00006
60
7
15
10
25
A
60
0,0011
0,42
0,00013
60
3
20
5
25
B
60
0,0011
0,18
0,00004
60
5
15
15
30
B
60
0,0011
0,3
0,00003
60
3
15
10
25
B
60
0,0011
0,18
0,00002
60
3
10
10
20
A
60
0,0011
0,18
0,00002
60
5
15
5
20
B
120
0,0011
0,3
0,00005
60
6
15
5
20
A
60
0,0011
0,36
0,00006
60
6
20
5
25
A
60
0,0011
0,36
0,00003
60
6
15
10
25
B
60
0,0011
0,36
0,00006
60
6
10
10
20
A
60
0,0011
0,36
0,00002
60
8
10
10
20
B
60
0,0011
0,48
0,0001
120
3
20
5
25
A
120
0,0011
0,36
0,00004
60
6
10
10
20
A
60
0,0011
0,36
0,00005
60
5
15
10
25
A
60
0,0011
0,3
0,00003
60
6
10
5
15
A
60
0,0011
0,36
0,00007
120
5
30
5
35
A
120
0,0011
0,6
0,00012
60
8
15
5
20
B
60
0,0011
0,48
0,00011
52
69.
Sherly
S1
Swasta
Dias S
L
5
7,2
70.
Atika
S1
Swasta
Nadiah
P
6
7,3
71.
Herma N
S0
Swasta
Wahyu
L
11
8,6
72.
Lilis S
S0
M. Alpatir
L
9
8
Keterangan: 1. Nomor Urut 2. Nama Responden 3. Pendidikan Responden 4. Pekerjaan Responden 5. Nama Anak
Wirasw asta Rata-rata
6. Jenis Kelamin Anak 7. Usia Anak (bulan) 8. Berat Badan Anak (kg) 9. Tempat Wawancara 10. Porsi Minum Anak (mL)
RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor
60
6
10
10
20
A
60
0,0011
0,36
0,00005
60
5
15
10
25
A
60
0,0011
0,3
0,00004
60
2
15
5
20
B
60
0,0011
0,12
0,00001
60
5
20
10
30
B
60
0,0011
0,3
0,00004
0,0011
0,38
0,00005
8,5
11. Frekuensi Minum Anak (kali) 12. Lama Minum Anak (menit) 13. Lama Penyiapan (menit) 14. Total Lama Waktu Kontak (menit) 15. Merk Botol
16. Volume Botol (mL) 17. BPA yang Termigrasi Per L pangan (mg/L) 18. Konsumsi Pangan Per Hari (L/hari) 19. Nilai Paparan Per Hari (mg/kg/hari)
53
Lampiran 2. Hasil rekapan data survei konsumsi ASI (lanjutan) No
Nama Responden
1.
Rini
2.
Cara Sterilisasi
Lama
Suhu (oC)
Direbus
10
100
Esti Malia
Direndam air panas
5
70
3.
Emila Zola
Direbus
15
100
4.
Isti
Direbus
10
100
5.
Rita M
Direbus
10
100
6.
Hemi
Direbus
15
100
7.
Linawaty
Direbus
5
100
8.
Pricil
Direndam air panas
15
70
9.
Imran R
Direbus
15
100
10.
Dian I
steamer
30
100
11.
Maryati
Direbus
5
100
12.
Sari H
Direndam air panas
15
70
13.
Linus Saban
Direbus
15
100
Penyimpanan Botol
Cara Penyiapan ASI
Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup
Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Menggunakan steamer Menggunakan steamer Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas
Merk Wadah Penampung ASI
Merk Wadah Penyimpan ASI
Lama Penyimpanan ASI (hari)
A
A
1
A
A
2
A
A
3
A
A
2
A
A
1
A
A
1
B
B
1
A
A
1
A
A
1
A
A
0,5
A
A
0,167
A
A
5
A
A
1
Tempat penyimpanan ASI
Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin dua pintu Lemari pendingin dua pintu Lemari pendingin dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu
54
Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup
Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Menggunakan steamer Direndam air panas
70
Tempat tertutup
5
100
Direbus
30
100
Winta Amza
Direbus
2
100
24.
Sumarwati
Direbus
30
100
25.
Rejeki E.
Direbus
5
100
26.
Wenefrida
Direbus
15
100
27.
Feni
Direbus
30
28.
Putri P
Direbus
5
14.
Hotmaria
Direbus
15
100
A
A
1
15.
Wahyu N
Direbus
5
100
A
A
3
16.
Yuhana
Direbus
10
100
A
A
1
17.
Murli
Direndam air panas
1
70
A
A
1
18.
Haryanti
steamer
10
100
B
B
1
19.
Agustina
Direbus
5
100
A
A
1
20.
Sisca
Direndam air panas
15
Direndam air panas
C
C
1
21.
Natalinar S
Direbus
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
22.
Annisa F
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
3
23.
Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka
Didiamkan di suhu ruang Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas
A
A
1
B
B
3
A
A
1
B
B
1
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
5
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu
55
29.
Risna M
Direbus
15
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
3
30.
Eni Okta
steamer
10
100
Tertutup
Steamer
A
A
2
31.
Adinda
Direbus
5
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
32.
Nuraeni
Direbus
30
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
5
33.
Sani
Direbus
5
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
B
B
1
34.
Suryanti
Direbus
30
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
1
35.
Nidya H
Direbus
10
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
B
B
1
36.
Yuliana
Direbus
20
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
2
37.
Anggi
Direbus
5
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
3
38.
Fitri Y
Direbus
15
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
B
B
3
39.
Putri K
Direndam air panas
10
70
A
5
Aulia A
Direbus
30
100
A
A
1
41.
Fina D
Direndam air panas
5
70
Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas
A
40.
Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat tertutup
A
A
2
Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu
56
Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup
Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas Direndam air panas
100
Tempat terbuka
5
100
Direbus
10
Dini H
Direndam air panas
54.
Anggi A
55.
Budiarti
42.
Yusrini P
Direbus
10
100
A
A
1
43.
Dwi Utari
Direbus
30
100
C
C
1
44.
Swita A
Direbus
30
100
A
A
5
45.
Indah S
Direbus
15
100
A
A
5
46.
Melianti
steamer
10
100
B
B
1
47.
Rakhma Y
Direbus
5
100
A
A
2
48.
Putri
Direbus
30
100
B
B
5
49.
Sri M
Direbus
10
100
A
A
3
50.
Syanti
Direbus
15
Direndam air panas
B
B
2
51.
Uswatun H
Direbus
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
3
52.
Yulianti
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
2
53.
15
70
Tempat tertutup
Direndam air panas
B
B
1
Direndam air panas
20
70
Tempat tertutup
Didiamkan di suhu ruang
B
B
1
Direndam air panas
15
70
Tempat terbuka
Didiamkan di suhu ruang
B
B
1
Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin satu pintu Freezer kulkas dua pintu Freezer kulkas dua pintu Freezer kulkas dua pintu Freezer kulkas dua pintu Freezer kulkas dua pintu Freezer kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu
57
56.
Yuliani
Direbus
5
100
Tempat tertutup
Didiamkan di suhu ruang
A
A
1
57.
Arfinur R
Direndam air panas
5
70
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
1
58.
Putri K
Direndam air panas
5
70
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
1
59.
Kemala D
Direndam air panas
5
70
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
1
60.
Hastuti
Direbus
30
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
1
61.
Dewi R
Direndam air panas
10
70
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
1
62.
Aminah
Direbus
5
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
1
63.
Dina M
steamer
5
100
Tempat tertutup
Menggunakan steamer
A
A
1
64.
Fika H
Menggunak an steamer
5
100
Tempat terbuka
Menggunakan steamer
A
A
2
65.
Rosmala
Direbus
10
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
66.
Nunung
Direbus
5
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
67.
Asri R
Direbus
10
100
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin satu pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas
58
68.
Apriliyanti
Direbus
10
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
2
69.
Sherly
Direbus
5
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
A
A
1
70.
Atika
Direndam air panas
20
70
Tempat tertutup
Direndam air panas
A
A
1
71.
Herma N
Direbus
5
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
1
72.
Lilis S
Direbus
15
100
Tempat terbuka
Direndam air panas
B
B
2
dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Lemari pendingin bagian bawah kulkas dua pintu Freezer kulkas dua pintu
59
Lampiran 3. Hasil rekapan data survei konsumsi air 1
2
3
4
5
6
7
8
1.
Rosma
SLTA
Ibu RT
Detha
P
12
11
2.
Nur Afni
SLTA
Ibu RT
Wisnu
L
19
12
3.
Juwita
SLTA
Ibu RT
Arya
L
10
9
4.
Herfina
S1
Ibu RT
David
L
10
8,5
5.
Ade K
SLTA
Ibu RT
Wahyu
L
10
7,8
6.
Yuli R
S0
Ibu RT
Celine
P
12
9,8
7.
Harun
S2
PNS
Reiner
L
19
12
8.
Aminah E
S0
PNS
Almira
P
6
10
9.
Sonya
SLTA
Ibu RT
Sheilla
P
22
13
10.
Syamsiah
S0
Ibu RT
Alfa R
L
22
18
11.
Yusmaini
S0
Ibu RT
Fahry
L
13
11,2
12.
Fitri
SLTA
Ibu RT
Dwi A
P
9
7
9 RS Pelni Petamburan Jl. KS Tubun Jakbar RS Pelni Petamburan Jl. KS Tubun Jakbar RS Sumber Waras Jl. Kiai Tapa 1 Jakbar RS Sumber Waras Jl. Kiai Tapa 1 Jakbar RSIA Tambak Jl. Tambak Jakpus RSCM Jl. Diponegoro Jakpus RSCM Jl. Diponegoro Jakpus Jakpus RSCM Jl. Diponegoro Jakpus RSCM Jl. Diponegoro Jakpus RSCM Jl. Diponegoro Jakpus Puskesmas Johar Baru Jl. Tanah Tinggi Jakpus Puskesmas Johar
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
30
5
5
1
6
A
120
0,0001
0,15
0,000001
60
6
5
1
6
A
120
0,0001
0,36
0,000003
120
2
1
1
2
A
120
0,0001
0,24
0,000002
110
2
3
2
5
A
120
0,0001
0,22
0,000002
30
7
5
2
7
A
60
0,0001
0,21
0,000002
100
5
10
1
11
A
120
0,0001
0,5
0,000005
30
5
2
1
3
A
120
0,0001
0,15
0,000001
30
7
5
1
6
A
120
0,0001
0,21
0,000002
50
7
5
2
7
A
60
0,0001
0,35
0,000002
50
7
3
1
4
A
120
0,0001
0,35
0,000002
20
6
5
2
7
B
120
0,0001
0,12
0,000001
20
6
5
1
6
B
60
0,0001
0,12
0,000001
60
13.
Linda
SLTA
Ibu RT
Alma
P
12
11,2
14.
Andi M
SMP
Wirasw asta
Arjuna
L
24
7,2
15.
Ivone
S1
Ibu RT
Fadlan
L
3
6
16.
Sari N
S0
PNS
Batricia
P
19
12
17.
Yenni R
S1
Ibu RT
Afran
L
8
8
18.
Aryani
S0
Ibu RT
Kemal
L
18
11
19.
Isti
S2
PNS
Ryza
L
24
9,8
20.
Rita M
S2
PNS
Waode
P
14
10
21.
Ade R
S0
Ibu RT
Diofan
L
16
20
22.
Eka J
SLTA
Ibu RT
M. Farid
L
30
13
23.
Linawaty
S0
Swasta
Fairah
P
18
12,2
Baru Jl. Tanah Tinggi Jakpus Puskesmas Johar Baru Jl. Tanah Tinggi Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd RSPAD Gatot Subroto Jl. Abd Rahman Jakpus RS Thamrin Jl. Salemba Tengah Jakpus Puskesmas Pegangsaan
20
5
5
1
6
A
120
0,0001
0,1
0,000001
30
5
5
1
6
A
120
0,0001
0,15
0,000001
20
7
5
1
6
A
60
0,0001
0,14
0,000001
25
7
5
1
6
A
120
0,0001
0,17 5
0,000001
30
8
5
1
6
B
120
0,0001
0,24
0,000002
30
6
5
1
6
A
120
0,0001
0,18
0,000001
30
7
5
1
6
A
120
0,0001
0,21
0,000002
20
9
5
1
6
A
60
0,0001
0,18
0,000002
50
12
5
1
6
A
60
0,0001
0,6
0,000003
120
5
15
1
16
A
180
0,0001
0,6
0,000004
50
5
3
2
5
A
60
0,0001
0,25
0,000002
61
24.
Astuti
SMP
Swasta
Dimas
L
16
11,5
25.
Nur Afni
S0
Swasta
Rommi
L
20
14
26.
Pricil
S1
Swasta
Mario
L
19
15
27.
Imran R
S1
Wirasw asta
Lintang
P
2, 5
5,1
28.
Meti
SD
Ibu RT
Sabil
L
11
7,5
29.
Sari H
S1
Swasta
Lanang
L
9
10
30.
Theresia
S1
Swasta
Bima
L
5
6,7
31.
Linus S
SLTA
Ibu RT
Immanu ela
P
4, 5
6,5
32.
Andreas
S1
Ibu RT
Indah
P
12
10
33.
Mei W
SLTA
Ibu RT
Marcelo
L
11
6,3
34.
Friska
S0
PNS
Zefayan a
P
33
12
35.
Sari
S1
PNS
Naila
P
6
7,2
36.
Ramdania
S1
PNS
Haydan
L
14
11
37.
Yanti
S0
Ibu RT
Syaima
P
30
11
38.
Murli
S0
Ibu RT
Zahra
P
15
10
39.
Eni M
S0
Ibu RT
Aditya
L
16
10
Puskesmas Pegangsaan Jl. Tambak Jakpus RSIA Bunda Jl. Teuku Cik RSIA Bunda Jl. Teuku Cik Ditiro RS Pertamina Jl. Kiai Maja Jaksel RB Chodijah Jl. Bangka Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RSIA Budhi Jaya Jl. Dr. Saharjo Jaksel RS Agung Jl. Sultan Agung Jaksel RS Yadika Jl. Pahlawan Revolusi RS Islam Pondok Kopi Jaktim RS Islam Pondok Kopi RS Islam Pondok Kopi Jaktim RS Islam Pondok Kopi Jaktim Puskesmas Duren Sawit Jl. H. Dogol
40
3
5
2
7
B
60
0,0001
0,12
0,000001
50
5
10
2
12
A
60
0,0001
0,25
0,000002
30
6
5
2
7
A
120
0,0001
0,18
0,000001
60
3
10
1
11
A
60
0,0001
0,18
0,000001
120
1
5
2
7
A
120
0,0001
0,12
0,000001
30
10
5
2
7
A
120
0,0001
0,3
0,000003
20
7
5
2
7
B
120
0,0001
0,14
0,000002
20
5
5
2
7
A
120
0,0001
0,1
0,000001
25
5
5
2
7
A
120
0,0001
0,12 5
0,000001
20
8
5
2
7
B
120
0,0001
0,16
0,000001
20
3
5
1
6
C
120
0,0001
0,06
0,000001
60
2
10
1
11
A
120
0,0001
0,12
0,000001
120
2
30
1
31
A
120
0,0001
0,24
0,000002
120
1
5
1
6
A
120
0,0001
0,12
0,000001
120
3
120
1
121
A
120
0,0001
0,36
0,000003
80
1
15
1
16
A
120
0,0001
0,08
0,000001
62
S1
Ibu RT
Shifa
P
8
7,4
Umaiyah
SLTA
Ibu RT
Saskia
P
6
9
42.
Martinah
SLTA
Ibu RT
Azalia
P
2
4
43.
Khoiriyah
SLTA
Ibu RT
Khonisa
P
10
7,2
44.
Arta M
S0
Ibu RT
Yoshua
L
8
8
45.
Linda N
SLTA
Ibu RT
Nizam
L
9
9
46.
Esti P
S1
Ibu RT
Aurelia
P
15
8,5
47.
Vivi
S1
Ibu RT
Ziko
L
14
9,6
48.
Ade M
S0
Ibu RT
Kansa
P
4
5
49.
Makhria
S0
Swasta
Arqiyah
P
18
13
50.
Tati
SLTA
Ibu RT
Zahika
P
22
13
51.
Lena
SLTA
Ibu RT
Marcela
P
12
12
52.
Agustina
S1
Swasta
Resti
P
24
17
53.
Sri M
SMP
Ibu RT
Joko A
L
21
10
Apotik Prima Mandiri Jl. Pahlawan Revolusi Apotik Prima Mandiri Jl. Pahlawan Revolusi Apotik Prima Mandiri Jl. Pahlawan Revolusi Apotik Prima Mandiri Jl. Pahlawan Revolusi RSIA Bunda Aliyah RSIA Bunda Aliyah Jl. Pahlawan Revolusi Jaktim Klinik Anggrek Jl. Waringin Raya Apotik Sukma Sakti Jl. Pemuda Jaktim RSUD Koja Jl. Deli Jakut RSUD Koja Jl. Deli Jakut RSUD Koja Jl. Deli Jakut RSUD Koja Jl. Deli Jakut RSUD Koja Jl. Deli Jakut RSUD Koja Jl. Deli Jakut
54.
Satria
SMP
Wirasw
M Satria
L
13
8,2
RSUD Koja Jl. Deli
40.
Jani M
41.
60
3
15
1
16
A
60
0,0001
0,18
0,000001
60
2
120
1
121
A
60
0,0001
0,12
0,000001
30
1
300
1
301
A
60
0,0001
0,03
0,000001
60
3
1
1
2
C
60
0,0001
0,18
0,000002
60
5
5
1
6
A
60
0,0001
0,3
0,000003
90
3
10
1
11
A
120
0,0001
0.18
0,000001
120
3
30
1
31
A
120
0,0001
0,36
0,000004
60
5
10
1
11
B
60
0,0001
0,3
0,000003
30
6
5
1
6
A
120
0,0001
0,18
0,000004
20
6
3
1
4
A
120
0,0001
0,12
0,000001
20
5
3
1
4
B
60
0,0001
0,1
0,000001
20
6
3
1
4
A
60
0,0001
0,12
0,000001
30
6
3
1
4
A
120
0,0001
0,18
0,000001
60
8
3
1
4
A
120
0,0001
0,48
0,000005
210
3
20
1
21
B
210
0,0001
0,63
0,000007
63
asta 55.
Enike
SLTA
Ibu RT
Zebunis a
56.
Sisca
SLTA
Ibu RT
Early
P
14
8,5
57.
Sofi
SLTA
Ibu RT
Bilqys
P
11
8
58.
Agustine
S1
Ibu RT
Tata
P
24
16
59.
Valentina
S1
PNS
Alexand ra
P
18
10,5
60.
Dessy
SMP
Ibu RT
Nadia
P
13
10
61.
Halimah
SLTA
Ibu RT
Rafah
P
10
9
62.
Dewi
SLTA
Ibu RT
Rehan
L
20
14
63.
Suwardi
S0
Swasta
Acmira
P
24
14
64.
Natalinar
S1
Swasta
Geofani
L
19
15
65.
Wasti
SLTA
Ibu RT
Aisyah
P
22
10
P
18
8
Jakut RSUD Koja Jl. Deli Jakut Puskesmas Koja Jl. Walang Permai Jakut Puskesmas Koja Jl. Walang Permai Jakut Puskesmas Koja Jl. Walang Permai Jakut Klinik Anakku Kelapa Gading Jakut Puskesmas Penjaringan Jl. Teluk Gong Raya Jakut Puskesmas Penjaringan Jl. Teluk Puskesmas Penjaringan Jl. Teluk Gong Raya Jakut Puskesmas Penjaringan Jl. Teluk Gong Raya Jakut Puskesmas Tj Priok Jakut Puskesmas Tj Priok
60
5
5
1
6
A
60
0,0001
0,3
0,000003
125
4
30
2
32
C
120
0,0001
0,5
0,000006
30
7
5
1
6
B
60
0,0001
0,21
0,000003
60
5
5
1
6
A
60
0,0001
0,3
0,000002
100
4
30
1
31
C
120
0,0001
0,4
0,000004
30
6
5
1
6
A
60
0,0001
0,18
0,000001
30
5
5
1
6
A
60
0,0001
0,15
0,000001
60
6
5
1
6
B
60
0,0001
0,36
0,000002
40
4
5
1
6
A
60
0,0001
0,16
0,000001
40
4
5
1
6
A
120
0,0001
0,16
0,000001
100
3
5
1
6
A
240
0,0001
0,3
0,000003
64
66.
Ambar
S0
Swasta
Kezia
P
24
12
67.
Dewi K
S1
Ibu RT
Herman syah
L
14
12
68.
Annisa F
S1
Swasta
Syadza
P
16
9
69.
Winta A
S1
PNS
Shifa
P
4
7
70.
Sumarwat i
S1
Wirasw asta
Adit
L
8
9,3
71.
Wenefrida
S0
Ibu RT
Kinanti
P
3
4,2
72.
Feni
SLTA
Ibu RT
Aditya
L
13
10
73.
Putri P
SLTA
Wirasw asta
Natasha
P
7
6
74.
Eni O
S1
PNS
Adam
L
19
11
75.
Nuraeni
S1
PNS
Darrah
P
7
6
76.
Yuliana
SLTA
Ibu RT
Naila
P
24
14
RS Sukmul Jl. Tawes Jakut RS Sukmul Jl. Tawes Jakut Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Babakan Lebak Bogor Puskesmas Pembantu Jl. Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan
60
3
5
1
6
A
60
0,0001
0,18
0,000001
40
5
5
1
6
A
60
0,0001
0,2
0,000001
120
5
30
2
32
A
120
0,0001
0,6
0,000006
240
1
60
2
62
A
240
0,0001
0,24
0,000003
120
3
30
2
32
B
120
0,0001
0,36
0,000004
60
1
10
1
11
B
60
0,0001
0,06
0,000001
120
3
30
2
32
A
120
0,0001
0,36
0,000003
60
2
10
1
11
A
60
0,0001
0,12
0,000001
120
3
10
1
11
A
120
0,0001
0,36
0,000003
60
1
30
2
32
A
60
0,0001
0,06
0,000001
60
3
10
1
11
A
60
0,0001
0,18
0,000001
65
77.
Fitri Y
SLTA
Swasta
Nadia G
P
10
10
78.
Aulia A.
S1
Wirasw asta
Giandra
L
11
7
79.
Indah S
S1
Swasta
Kamila
P
6
8
80.
Rakhma Y
S1
PNS
Namira
P
19
12
81.
Syanti
S1
PNS
Rafa
L
3, 5
6,8
82.
Yulianti
S1
Swasta
Aflah
L
5
3,5
83.
Budiarti
SLTA
Ibu RT
Fairus
L
12
8,5
84.
Yuliani
SLTA
Askia
P
9
10
85.
Kemala D
S0
Ibu RT Wirasw asta
Farhan
L
13
12
86.
Dewi R
S0
PNS
Yesi
P
12
14
87.
Dina M
S0
PNS
Rizki
P
11
8,5
88.
Fika H
S0
Swasta
Annisa
P
4, 5
8
89.
Rosmala
S1
Swasta
Syarif
L
9
9,5
90.
Herma H
S0
Swasta
Wahyu
L
11
8,6
Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor Puskesmas Tanah Sereal Jl. Kesehatan Bogor RSIA Hermina Jl. Ring road Bogor RB Bidan Siti Jl. Balumbang Jaya Bogor RB Bidan Siti Jl. Balumbang Jaya Bogor RB Bidan Siti Jl. Balumbang Jaya Bogor RB Bidan Siti Jl. Balumbang Jaya Bogor RB Bidan Siti Jl. RB Katili Jl. Raya Dramaga Bogor RB Katili Jl. Raya Dramaga Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS PMI Jl. Pajajaran Bogor RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor
60
5
10
1
11
A
60
0,0001
0,3
0,000003
120
1
5
1
6
A
120
0,0001
0,12
0,000001
20
1
15
1
16
A
60
0,0001
0,02
0,000001
120
2
5
2
7
A
120
0,0001
0,24
0,000002
120
3
10
1
11
B
120
0,0001
0,36
0,000005
60
1
15
1
16
A
60
0,0001
0,06
0,000001
60
3
15
1
16
B
60
0,0001
0,18
0,000002
60
1
10
1
11
A
60
0,0001
0,06
0,000001
60
6
20
1
21
A
60
0,0001
0,36
0,000003
60
6
10
1
11
A
60
0,0001
0,36
0,000002
120
2
20
2
22
A
120
0,0001
0,24
0,000003
60
6
10
1
11
A
60
0,0001
0,36
0,000004
120
3
15
2
17
A
120
0,0001
0,36
0,000004
30
5
5
1
6
B
30
0,0001
0,15
0,000002
66
91.
Lilis S
S0
Wirasw asta Rata-rata
Keterangan: 1. Nomor Urut 2. Nama Responden 3. Pendidikan Responden 4. Pekerjaan Responden 5. Nama Anak
Alpatir
L
9
8
RS Salak Jl. Jendral Sudirman Bogor
60
5
20
10
6. Jenis Kelamin Anak 7. Usia Anak (bulan) 8. Berat Badan Anak (kg) 9. Tempat Wawancara 10. Porsi Minum Anak (mL)
11. Frekuensi Minum Anak (kali) 12. Lama Minum Anak (menit) 13. Lama Penyiapan (menit) 14. Total Lama Waktu Kontak (menit) 15. Merk Botol
1
21
B
60
0,0001
0,3
0,000003
0,0001
0,23 2
0,000002
16. Volume Botol (mL) 17. BPA yang Termigrasi Per L pangan (mg/L) 18. Konsumsi Pangan Per Hari (L/hari) 19. Nilai Paparan Per Hari (mg/kg/hari)
67
Lampiran 3. Hasil rekapan data survei konsumsi air (lanjutan)
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Nama Responden Rosma Nur Afni Juwita Herfina Ade K Yuli R Harun Aminah E Sonya Syamsiah Yusmaini Fitri Linda Andi M Ivone Sari N Yenni R Aryani Isti Rita M Ade R Eka J Linawaty Astuti Nur Afni Pricil Imran R
Cara Sterilisasi Botol
Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direndam air panas Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direndam air panas Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direndam air panas Direbus Direbus Direbus Menggunakan steamer
Lama (menit)
Suhu (oC)
5 5 5 5 5 15 10 5 5 5 15 10 10 10 20 10 5 5 10 10 20 10 5 3 15 15 15
100 100 100 100 100 100 100 70 100 100 100 100 100 100 100 100 70 100 100 100 100 100 70 100 100 100 100
Tempat Penyimpanan Botol
Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup
68
28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
Meti Sari H Theresia Linus S Andreas Mei W Friska Sari Ramdania Yanti Murli Eni M Jani M Umaiyah Martinah Khoiriyah Arta M Linda N Esti P Vivi Ade M Makhria Tati Lena Agustina Sri M Satria Enike Sisca Sofi Agustine Valentina Dessy
Direndam air panas Direbus Direbus Direndam air panas Direndam air panas Direbus Direndam air panas Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direndam air panas Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direndam air panas Direbus Direbus
10 15 15 15 15 5 10 60 10 10 1 10 15 15 15 10 15 10 5 5 5 10 5 5 5 5 5 5 15 10 5 15 5
70 100 100 70 70 100 70 100 100 100 100 100 70 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 70 100 100
Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup
69
61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91.
Halimah Dewi Suwardi Natalinar Wasti Ambar Dewi K Annisa F Winta A Sumarwati Wenefrida Feni Putri P Eni O Nuraeni Yuliana Fitri Y Aulia A. Indah S Rakhma Y Syanti Yulianti Budiarti Yuliani Kemala D Dewi R Dina M Fika H Rosmala Herma H Lilis S
Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Menggunakan steamer Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direbus Direndam air panas Direbus Direndam air panas Direndam air panas Menggunakan steamer Menggunakan steamer Direbus Direbus Direbus
5 3 2 5 2 3 5 30 2 30 15 30 5 10 30 20 15 15 30 15 5 10 15 5 5 10 5 5 10 5 15
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 70 100 70 70 100 100 100 100 100
Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat tertutup Tempat terbuka Tempat terbuka
70