Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
Kajian Moralitas Tokoh dalam Novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo Oleh: Dewi Rahayu Program setudi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) struktur pembangun dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo, (2) nilai-nilai moralitas yang terkandung dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo. Jenis penelitian: deskriptif kualitatif. Sumber data: novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo. Data: kutipan-kutipan yang mengandung moralitas dan struktur pembangun. Teknik pengumpulan data: teknik pustaka, teknik simak dan catat. Instrumen penelitian: peneliti sendiri, instrumen tambahan: nota pencatat, alat tulis, novel Ibu dan buku-buku pengkajian sastra yang relevan. Teknik keabsahan data: validitas semantis dan uji kredibilitas. Analisis data: Teknik analisis isi (content analysis). Teknik penyajian data: metode informal. Hasil penelitian ini meliputi: (1) unsur pembangun novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo meliputi: (a) tema: kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya dan ketabahan dalam menjalani ujian hidup; (b) tokoh utama: Prawita, tokoh tambahannya: Minarni, Lukita, Raden Ayu Bratapranata, Muji, Ibu Jiami, Pak Marta Ranti, Ibu Marta Ranti, Usreg, Penjual minuman, Pak Parta Rebo, Raden Mas Drajat, Pramana, dan Rustiningsih; (c) alur cerita: tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian; (d) latar tempat: kamar tidur, dapur, pertigaan jalan besar, Desa Putatse Lawe, tepi jalan, jembatan sungai teguhan, pasar Paron, Desa Mardiasri, halaman, kereta api, Surabaya, dan Desa Soka Gemarang, latar waktu: hari Sabtu, jam setengah lima, jam enam, jam sepuluh lebih, dan jam satu siang, sedangkan latar sosialnya: Prawita, Raden Mas Drajat, Raden Ayu Bratapranata, dan Pramana memiliki status sosial tinggi sedangkan Minarni, berstatus sosial rendah; (e) pusat pengisahan: pengarang sebagai orang ketiga (pengamat); (2) nilai moralitas meliputi: (a) hubungan manusia dengan diri sendiri: sikap sabar, ikhlas, semangat, percaya diri, dan bahagia; (b) hubungan manusia dengan sesama manusia seperti: sikap bijaksana, peduli, ramah, menghormati, rendah hati, tanggungjawab, patuh pada aturan negara, patuh pada perintah orang tua, dermawan, berbakti kepada suami, dan bersilaturrahim; (c) hubungan manusia dengan Tuhan seperti: percaya dengan adanya Tuhan, berbaik sangka kepada Tuhan, bersyukur, percaya kepada takdir Tuhan, dan berdo’a kepada Tuhan. Kata Kunci: kajian moralitas, novel Ibu
Pendahuluan Karya sastra bertemakan moral berkembang seiring dengan berkembangnya permasalahan krisis moral yang dihadapi anak muda. Karya sastra menjadi sarana untuk menyampaikan pesan tentang kebenaran. Novel merupakan karya sastra yang diminati oleh pembaca terutama novel yang bertemakan tentang cinta dan yang memiliki pesan-pesan moral. Nilai moral dalam diri seseorang akan mampu menanamkan etika dan budi pekerti. Sementara itu kondisi moral bangsa saat ini
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
1
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
sangat menurun, hal tersebut terbukti dengan banyaknya media masa yang memberitakan tentang semakin banyaknya anak muda yang membantah perkataan orang tuanya, pergaulan bebas, dan anak sekolahan yang hamil di luar nikah. Oleh karena itu, pencetakan kader bangsa yang tangguh dan mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakatnya menjadi mutlak untuk dilaksanakan agar generasi muda dapat tumbuh dan berkembang dengan terarah, sehingga dapat memberikan pondasi kepribadian yang kuat pada diri anak. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai-nilai moral adalah dengan memberikan bacaan yang mengandung nilai moral baik. Peneliti memilih novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo dikarenakan novel tersebut menggunakan bahasa yang baik untuk bacaan anak bangsa sehingga pembaca dapat mengambil hikmahnya dari moralitas tokoh-tokoh yang ada dalam cerita. Selain mengangkat tokoh seorang Ibu sebagai pemersatu dalam sebuah keretakan rumah tangga, novel ini memilki unsur ekstrinsik dan intrinsik yang sangat menarik untuk dikaji, karena cerita di dalam novel ini seakan merupakan rangkaian peristiwa realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, sepengetahuan peneliti secara ilmiah belum pernah dikaji secara moralitas oleh peneliti terdahulu.
Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian yang digambarkan dengan katakata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut jenisnya untuk memperoleh suatu kesimpulan (Ismawati, 2011: 112), dengan metode ini data disajikan dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata tertulis, sesuai dengan rumusan masalah, yaitu: (1) struktur pembangun meliputi tema, alur cerita, tokoh, penokohan, latar dan pusat pengisahan dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo (2) nilai-nilai moralitas yang terkandung dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pustaka, teknik simak dan catat. Teknik pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis guna memperoleh data sedangkan teknik simak dan catat adalah melakukan penyimakan terhadap pemakaian
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
2
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
bahasa lisan yang bersifat spontan dan mengadakan pencatatan terhadap data relevan yang sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian (Subroto, 1992: 41-42). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi atau content analysis. Menurut Ismawati (2011: 81), Content Analyisis (analisis isi) merupakan teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara objektif, sistematis, dan kuantitatif isi komunikasi yang tampak (manifest). Pemilihan kata dan ‘nampak’(manifest) untuk menjamin supaya pengkodean (coding) data dalam content analysis diverifikasi secara intersubjektif dan handal.Teknik penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode informal. Sudaryanto (1993: 145) menjelaskan bahwa teknik informal adalah perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang sifatnya teknis.
Hasil Penelitian 1.
Unsur-unsur Pembangun Novel Ibu Krya Poerwadhie Atmodiharjo Unsur-unsur pembangun dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo meliputi, tema, alur atau plot, tokoh, penokohan, latar, dan pusat pengisahan. a.
Tema: kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut ini: “Pancen, Pram, nalika semana Ibu nyarujuki banget kersane suwargi, jalaran Ibu durung pirsa babrpisan yen adhimu Prawita wis duwe sir-siran dhewe. Ngertose Ibu ya lagi iku, nalika suwargi ndangu bab genah lan orane sasambungan antarane adhimu karo bocah Paron kuwi. Ngadhepi kahanan sing kaya kuwi lan ngemuti marang ngendhikane suwargi sing kaya ngan kae, Ibu sigeg. Yen ngono adhimu dakpeksa milih Sri Hastari, sing tegese ndherek kersane bapakmu suwargi, atine adhimu njur rasane kaya kasiksa, jalaran kapeksa kudu nurut dalan sing satemene ora dadi panujuning atine. Kajaba kuwi, ing saupama ngonoa, apa ing tembe bakal bisa urip mulya lair-batin, apa anggone omah-omah bisa langgeng?” (Ibu: 88) ‘Memang, Pram, ketika itu Ibu sangat setuju dengan keinginan almarhum, karena Ibu sama sekali belum tahu kalau adikmu Prawita sudah memiliki calon sendiri. Ibu tahunya juga pada saat itu, ketika almarhum berbicara tentang pasti dan tidak hanya hubungan
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
3
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
Prawita dengan gadis Paron itu. Menghadapi keadaan yang seperti itu Ibu berhenti. Jika adikmu dipaksa memilih Sri Hastari, yang artinya mengikuti keinginan almarhum, hati adikmu kemudian rasanya tersiksa, karena terpaksa harus mengikuti jalan yang sebenarnya tidak menjadi tujuan hatinya. Selain itu, jika seperti itu apa akhirnya bisa hidup bahagia lahir-batin, apa rumah tangganya bisa langgeng?’ Dari kutipan di atas terlihat bahwa Ibu Prawita membela anaknya Prawita dari kemarahan ayahnya. Prawita mendapatkan murka dari ayahnya karena tidak mau menuruti apa yang diinginkan oleh ayahnya, yaitu menikah dengan Sri Hastari. Ibu Prawita pada mulanya sangat setuju dengan niat ayahnya untuk menikahkan Prawita dengan Sri Hastari, namun setelah mengetahui bahwa Prawita sudah memiliki pilihan, Ibu Prawita tidak ikutikutan memaksa anaknya tersebut, karena ibu Prawita mengetahui bahwa jika Prawita menikah dengan gadis yang bukan pilihannya dia bakalan tersiksa dan kehidupan rumah tangganya juga belum pasti akan bisa langgeng. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa seorang Ibu sangat menyayangi dan memahami keadaan anaknya, tidak semena-mena memaksakan kehendak orang tua kepada anaknya. b.
Tokoh dan penokohan Tokoh utama: Prawita (rendah hati), tokoh tambahannya: Minarni (sabar), Lukita (cerewet), Raden Ayu Bratapranata (bijaksana) , Muji (ramah), Ibu Jiami (setia), Pak Marta Ranti (ramah), Ibu Marta Ranti (dermawan), Usreg (baik hati), Penjual minuman (dermawan), Pak Parta Rebo (suka menasehati), Raden Mas Drajat (pemarah), Pramana (serakah), dan Rustiningsih (penakut).
c.
Alur/plot Alur merupakan rangkaian kejadian atau peristiwa yang ada di dalam sebuah cerita yang tersusun secara (logis) atau masuk akal. Di dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo tahapan alur atau plot adalah sebagai berikut. 1) Tahap penyituasian, mencertitakan tentang Prawita yang terbangun dari tidurnya karena perasaan hatinya yang tidak menentu. Ketika itu langit
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
4
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
masih gelap, keadaan masih sangat sepi, istri dan kedua anaknya masih tertidur lelap, 2) Tahap pemunculan konflik, diawali pada saat tokoh Prawita akan menjenguk orangtuanya di Ngawi. Prawita berniat akan berangkat saat matahari belum terbit dengan tujuan supaya sampai di Ngawi masih pagi dan kakaknya yang tinggal bersama Ibunya sudah pergi bekerja. Minarni, istri Prawita merasa keberatan dengan niat Prawita tersebut karena mereka tidak memiliki uang untuk bekal perjalanan dan untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang di rumah. Selain itu, Prawita akan mengajak Lukita, anak mereka yang paling kecil. Ia khawatir anaknya tersebut tidak akan kuat untuk melakukan perjalanan sejauh itu, dan kalau sudah capek pasti bakalan rewel 3) Tahap peningkatan konflik, diawali dengan Pramana, kakak Prawita mengetahui Prawita berkunjung ke rumahnya untuk menjenguk Ibunya. Pramana marah kepada Ibu Jiami karena dianggapnya membela Prawita yang sudah jelas salah, selain itu Pramana juga takut kalau barang-barang dirumahnya hilang dicuri oleh Prawita. Jika hal itu terjadi, Ibu Jiami juga akan dia laporkan ke kantor polisi. Di sinilah konflik mulai memuncak 4) Tahap klimaks, diawali dengan Pramana, kakak Prawita mengetahui Prawita berkunjung ke rumahnya untuk menjenguk Ibunya. Kemudian datang ke paviliun menemui adik dan ibunya. Pramana marah-marah dan menyuruh ibunya untuk mengusir Prawita dari rumah tersebut. Di sinilah konflik mencapai puncak 5) Tahap penyelesaian; setelah Pramana mengetahui kedatangan adiknya, Dia sangat marah dan sangat tidak rela. Pramana tidak bisa mengontrol emosinya, bahkan Dia sampai berani menyuruh Ibu yang sangat dihormatinya untuk mengusir adiknya dengan menggunakan kata-kata yang kurang sopan. Raden Ayu Brata yang saat itu berada ditempat kejadian segera melerai pertikaian tersebut. Banyak nasehat-nasehat yang disampaikan oleh Ibunya itu sehingga membuat semua yang ada di
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
5
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
tempat itu menyadari kesalahan mereka masing-masing. Akhirnya, Pramana mau memaafkan kesalahan adiknya, bahkan kemudian mengantarkan Prawita dan Lukita kembali ke rumahnya di Paron. Rasa bahagia dirasakan oleh seluruh keluarga Minarni dan Prawita karena sudah bisa menjadi keluarga yang utuh tanpa permusuhan dan kebencian. d. Latar Latar atau landasan tumpu yaitu menyaran pada tempat,waktu, pada peristiwa yang ada di dalam cerita yang berkaitan dengan di mana, kapan, dan bagaimana suasana peristiwa itu berlangsung. Latar dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo meliputi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar terdapat di kamar tidur, dapur, pertigaan jalan besar, Desa Putatse Lawe, tepi jalan, jembatan sungai teguhan, pasar Paron, Desa Mardiasri, halaman, kereta api, Surabaya, dan Desa Soka Gemarang. e.
Pusat pengisahan: menggunakan pusat pengisahan pengarang sebagai orang ketiga (pengamat).
2.
Nilai Moralitas dalam Novel Ibu Karya Poerwadhie Atmodihardjo Nilai moral dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo mencangkup tiga hal yaitu nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri yaitu: sabar ikhlas, semangat, percaya diri, dan bahagia. Nilai moralitas hubungan manusia dengan sesama manusia yaitu: bijaksana, peduli, ramah, menghormati, rendah hati, tanggungjawab, patuh pada aturan negara, patuh pada perintah orang tua, dermawan, berbakti kepada suami, dan bersilaturrahim. Nilai moralitas hubungan manusia dengan Tuhan yaitu: percaya dengan adanya Tuhan, berbaik sangka kepada Tuhan, bersyukur, percaya kepada takdir Tuhan, dan berdo’a kepada Tuhan. a. Nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri Nilai moralitas hubungan manusia dengan diri sendiri seperti sabar, sabar merupakan ketahanan seseorang dalam menghadapi cobaan, tidak
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
6
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
lekas patah hati, marah, maupun putus asa. Sabar adalah hal yang paling mudah diucapkan namun sulit untuk diterapkan di dalam kehidupan. Minarni dan Prawita selalu sabar dalam menghadapi ujian hidupnya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. “Nanging sanajan ing saben dinane tansah kudu kajungkir genthong balapan karo playune butuh, prandene ing sasuwene iku rasaning atine tansah tentrem. Bekaning kahanan mung tinemu ana ing gelaring lair sing bisa dikentasi sarana adus kringet lan ngulir budi”. (Ibu: 9) ‘Akan tetapi walaupaun dalam kesehariannya harus jungkir balik karena kebutuhan yang harus dipenuhi, namun selama itu, rasa dihatinya selalu tentram. Bukankah keadaan itu hanya akan bisa dilewati dengan mandi keringat dan bersabar’. Dari kutipan di atas terlihat bahwa Minarni dan Prawita selalu berusaha keras dan bersabar dengan ujian hidup yang dialaminya. Hal itu tampak pada kutipan “sarana adus kringet lan ngulir budi” (‘dengan mandi keringat dan bersabar’) Nilai moral yang dapat diambil dari perilaku Minarni dan Prawita adalah sabar. b. Nilai Moralitas hubungan manusia dengan sesama manusia Nilai Moralitas hubungan manusia dengan sesama manusia seperti: sikap peduli, peduli merupakan tindakan yang dilakukan seseorang untuk memperhatikan, mengindahkan, menghiraukan keadaan orang lain, biasanya berwujud bantuan baik harta maupun tenaga. Minarni menunjukkan sikap pedulinya kepada Lukita ketika hendak pergi ke Ngawi. Hal ini tampak pada kutipan berikut. “Maem dhisik, ben ra masuk angin ngko na dalan,” ujare Minarni karo ngesrogake piring seng isi sarapan sega wadhang sapucuk centhong”. (Ibu: 7) ‘Makan dulu, supaya tidak masuk angin nanti di jalan, kata Minarni sambil menaruh piring seng berisi sarapan nasi kemarin sepucuk centong’.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
7
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
Kutipan di atas menceritakan Minarni yang sedang membujuk anaknya untuk makan terlebih dahulu sebelum melakukan perjalanan ke Ngawi dengan tujuan supaya tidak masuk angin. Hal itu tampak pada kutipan “Maem dhisik, ben ra masuk angin ngko na dalan,” (‘Makan dulu, supaya tidak masuk angin nanti di jalan’). Nilai moral yang dapat di ambil dari perilaku Minarni ini adalah kepedulian terhadap orang lain. c. Nilai Moralitas hubungan manusia dengan Tuhan Nilai Moralitas hubungan manusia dengan Tuhan seperti berdo’a kepada Tuhan. Doa adalah permohonan, puji-pujian kepada Tuhan. Berdo’a kepada Tuhan dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo terdapat pada kutipan yang bercetak tebal berikut ini. “…Rina wengi Ibu tansah nunuwun muga-muga yen mbesuk Ibu seda, sedane bisa makam, bisa nyeplesi ucap-ucapan innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Lha, apa iki mbesuk kalakon, apa ora, Ibu ora pirsa, jalaran Ibu piyambak ya durung nate nindaki”. (Ibu: 84) ‘…Setiap malam Ibu selalu berdo’a memohon supaya Ibu bisa meninggal dengan baik, bisa mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi roji’un. Semua ini besok akan bisa tercapai atau tidak Ibu juga tidak tahu, karena Ibu belum pernah melakukannya’. Dari kutipan di atas terlihat bahwa Raden Ayu Brata selalu brdo’a setiap malam supaya bisa meninggal dunia dengan baik dan khusnul khotimah. Hal itu tampak pada kutipan “…Rina wengi Ibu tansah nunuwun muga-muga yen mbesuk Ibu seda, sedane bisa makam” (‘Setiap malam Ibu selalu berdo’a memohon supaya Ibu bisa meninggal dengan baik’). Nilai moral yang dapat diambil dari perilaku Raden Ayu Brata ini adalah selalu berdo’a meminta yang baik kepada Tuhan.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
8
Vol. / 07 / No. 02 / Oktober 2015
Simpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah peneliti lakukan terhadap “Kajian Moral dalam novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo” dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur pembangun novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo meliputi: (a) tema: kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya (b) tokoh utama: Prawita sedangkan tokoh tambahannya, yaitu: Minarni, Lukita, Raden Ayu Bratapranata, Muji, Ibu Jiami, Pak Marta Ranti, Ibu Marta Ranti, Usreg, Penjual minuman, Pak Parta Rebo, Raden Mas Drajat, Pramana, dan Rustiningsih; (c) alur cerita: tahap penyituasian, tahap pemunculan konflik, tahap peningkatan konflik, tahap klimaks, dan tahap penyelesaian; (d) latar terdapat di kamar tidur, dapur, pertigaan jalan besar, Desa Putatse Lawe, tepi jalan, jembatan sungai teguhan, pasar Paron, Desa Mardiasri, halaman, kereta api, Surabaya, dan Desa Soka Gemarang; (e) pusat pengisahan: pengarang sebagai orang ketiga (pengamat). Nilai Moralitas dalam Novel Ibu karya Poerwadhie Atmodihardjo meliputi: (a) hubungan manusia dengan diri sendiri seperti: sikap sabar ikhlas, semangat, percaya diri, dan bahagia; (b) hubungan manusia dengan sesama manusia seperti: sikap bijaksana, peduli, ramah, menghormati, rendah hati, tanggungjawab, patuh pada aturan negara, patuh pada perintah orang tua, dermawan, berbakti kepada suami, dan bersilaturrahim; (c) hubungan manusia dengan Tuhan seperti: percaya dengan adanya Tuhan, berbaik sangka kepada Tuhan, bersyukur, percaya kepada takdir Tuhan, dan berdo’a kepada Tuhan.
Daftar Pustaka Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa & Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka. Subroto, Edi.1992. Pengantar Metoda Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana Univercity Press.
Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo
9