II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1
Kuda Kuda merupakan salah satu jenis ternak besar yang termasuk hewan herbivora
non ruminansia. Ternak ini bersifat nomadic, kuat, dan mampu berjalan sejauh 16 km dalam sehari untuk mencari makan dan air (Kilgour dan Dalton, 1984). Blakely dan Bade (1991) menyatakan bahwa klasifikasi zoologis kuda adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Mammalia
Ordo
: Perissodactyla
Family
: Equidae
Genus
: Equus
Spesies
: Equus caballus Kuda hidup berkelompok dan sering kali membentuk sebuah keluarga yang
terdiri atas satu pejantan, satu atau beberapa betina dan keturunannya. Kelompok jantan muda biasanya membentuk kelompok yang terdiri atas satu hingga delapan jantan muda. Kuda jantan yang memimpin dan menguasai sekelompok betina, akan melindungi kuda betina dewasa yang merupakan bagian kelompoknya dari gangguan kuda jantan lain khususnya selama masa estrus (Kilgour dan Dalton, 1984). Selanjutnya dikemukakan bahwa kuda berkomunikasi dengan cara mengeluarkan suara, menggerakan tubuhnya seperti ekor, telinga, mulut, kepala, dan leher atau
7
8 mengeluarkan bau yang berasal dari kotorannya untuk menandakan teritori. Kuda memiliki indera penciuman dan pendengaran yang kuat. Menurut Blakely and Bade (1998) beberapa istilah yang digunakan untuk menyatakan umur, jenis kelamin atau keadaan seekor kuda yaitu: a. Stallion adalah istilah untuk kuda jantan yang belum kawin berumur lebih dari tiga tahun. b. Stud adalah kuda jantan yang digunakan untuk perkawinan. c. Mare adalah kuda betina dewasa. d. Filly adalah kuda betina muda sampai umur tiga tahun yang dipersiapkan untuk perkawinan. e. Gelding adalah anak kuda jantan yang di kastrasi f. Colt adalah kuda jantan sampai umur tiga tahun g. Foal adalah kuda jantan atau betina yang berumur dibawah satu tahun. h. Weanling adalah kuda jantan atau betina yang baru disapih. 2.2
Sejarah Kuda Kavaleri Angkatan bersenjata Indonesia memiliki pasukan kavaleri yang sebelumnya
dikenal dengan Pasukan Kuda Beban (PKB) yang digunakan untuk mengangkut peluru, mortir dan alat-alat peperangan lain di daerah operasi. Kavaleri berasal dari bahasa Latin, caballus dan bahasa Perancis chevalier yang berarti kuda.
Istilah
kavaleri mengacu kepada pasukan berkuda, namun dalam perkembangan zaman, kavaleri bertempur dengan menggunakan lapis baja (Pussenkav TNI-Angkatan Darat, 2010).
9 Kuda dipakai sebagai sarana dalam perang, diantaranya untuk tunggangan para prajurit dan untuk mengangkut peralatan perang, seperti pelanting batu atau sekelompok pasukan pemanah (Soehardjono, 1990). Kuda Kavaleri TNI AD sejak awal keberadaannya adalah merupakan kuda unggul dengan tinggi pundak rata-rata diatas 150 cm, sangat jauh dibandingkan dengan kuda asli Indonesia yang rata-rata dibawah 130 cm. Menurut Edward (1994), bahwa kuda lokal Indonesia digolongkan kedalam kuda poni, karena tinggi pundak kuda di Indonesia berkisar antara 1,15 1,35 m atau 115 - 135 cm. Postur kuda untuk kebutuhan Satuan Kavaleri antara lain harus memenuhi syarat sebagai berikut: a.
Warna bulu gelap, warna bulu putih untuk kegiatan protokoler.
b.
Tinggi Pundak minimal 150 cm.
c.
Berat badan 400 kg.
d.
Kemampuan bawa beban 100 kg.
e.
Tidak cacat/baik.
f.
Mempunyai daya tahan endurance minimal 80 - 120 km/hari.
g.
Dilihat dari jarak dekat cara berdiri kuda harus tegak dan tenang.
h.
Koordinasi setiap sisi/bagian tubuh kuda baik dan seimbang.
i.
Konformasi tiap-tiap bagian tubuh kuda harus dapat bekerja secara harmonis saat kuda bergerak.
j.
Ukuran kepala tidak terlalu besar atau terlalu kecil dan terlihat cerdas serta serasi dengan leher kuda.
k.
Bahu (shoulder) harus terlihat berotot, bentuknya panjang dan agak miring (45%), bentuk ini menunjang fleksibilitas joint dan langkah yang panjang
10 serta memberikan langkah yang lunak bila ditunggang, bila bahu lurus terasa kasar bila ditunggang (increase concussion). l.
Lingkar dada harus bulat dan dalam (a good grith).
m.
Sudut permukaan dinding kuku dan solle antara 45 - 50 derajat untuk kaki depan sedangkan 50 - 55 derajat untuk kaki belakang. Berdasarkan ciri-ciri kuda kavaleri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
seekor kuda kavaleri wajib memiliki kriteria speed (kecepatan), power (kekuatan), endurance (daya tahan), dan kelincahan pada saat kuda kavaleri tersebut berlari (Pussenkav TNI-Angkatan Darat, 2010). Detasemen Kavaleri Berkuda (Denkavkud) Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav) TNI-AD Parongpong Lembang Kabupaten Bandung Barat merupakan salah satu kesatuan militer di Indonesia yang memanfaatkan kuda setelah lulus latihan atau remonte sebagai kuda kavaleri. Populasi kuda di Denkavkud dibagi ke dalam dua kelompok yaitu Kompi Kavaleri (Kikav) dan Kompi Peternakan (Kinak). Kuda yang termasuk ke dalam Kikav adalah kuda yang telah lulus pendidikan tahap remonte dasar sehingga kuda tersebut relatif sudah jinak dan mudah diatur. Performans kuda agar tetap baik, semua kuda jantan Kikav dikebiri dan kuda betina tidak diperbolehkan bunting.
Pengebirian pada kuda jantan bertujuan untuk
mengoptimalkan performans kuda agar tetap baik. Begitupun dengan kuda betina, tidak diperbolehkan kawin karena jika bunting kuda tersebut tidak dapat digunakan secara optimal sebagai kuda tunggang. Kuda yang termasuk ke dalam Kinak adalah kuda yang belum lulus remonte, anak kuda, induk kuda, kuda dewasa betina dan pejantan. Kuda dewasa betina merupakan sebutan untuk kuda yang berumur lebih
11 dari tiga tahun, namun tidak pernah lulus remonte, memiliki cacat atau sifat yang tidak baik sehingga tidak memenuhi kriteria dijadikan sebagai induk. Selain itu, kuda tersebut tidak dimasukkan ke dalam kandang afkir karena umurnya yang masih tergolong muda. Kuda yang masuk kandang afkir adalah kuda tua dan sudah tidak produktif, biasanya berumur lebih dari 20 tahun. Saat ini, kebanyakan kuda yang berada di Denkavkud merupakan hasil persilangan antara kuda lokal dengan pejantan yang didatangkan dari luar negeri. Pejantan tersebut sengaja didatangkan dari Australia, Kazakhstan dan Arab. Pada saat pemerintahan Presiden Soeharto, tepatnya tanggal 16 Oktober 1996 didatangkan dua ekor pejantan dari Kazakstan.
Kemudian pada tanggal 27 November 2008
pemerintah mendatangkan kuda Thoroughbred dari Australia sebanyak delapan ekor yaitu dua ekor pejantan (Monaco dan Sir Tristan), tiga ekor induk, satu induk bunting dan dua anak kuda. Remonte merupakan program pelatihan kuda yang menitikberatkan pada pendayagunaan kuda agar dapat ditunggang dan memiliki kemampuan militer dengan baik.
Penyelenggaraan pembinaan dan pendidikan kuda militer di Denkavkud
dilakukan dalam dua tahap yaitu remonte dasar (agar memiliki kemampuan tunggang) selama enam bulan, kemudian remonte lanjutan (agar memiliki kemampuan militer) selama tiga bulan. Syarat kuda mengikuti remonte diantaranya memiliki fisik yang baik, sempurna dan tidak cacat, memiliki warna bulu yang polos, umur minimal tiga tahun dan tinggi badan minimal 140 cm. Materi pendidikan dalam remonte dasar meliputi pengenalan dan pemasangan alat remonte, longeing, pembebanan punggung kuda, pengenalan air, bunyi-bunyian (ledakan), sinar (kilat
12 cahaya), api dan asap, serta melintasi rintangan dasar (kavaleti).
Materi yang
dipelajari saat remonte lanjutan adalah melintasi rintangan (rintangan buatan dari bambu, api, dan alam), pengenalan keramaian (siang dan malam hari), pelatihan baris-berbaris, penanganan huru-hara, tiarap kuda, ketahanan, renang, dan pembiasaan gerakan taktik kavaleri (Pussenkav TNI-Angkatan Darat, 2010). 2.3
Proses Latihan Kuda Latihan pada kuda merupakan upaya memodifikasi tingkah laku dan
pembelajaran.
Latihan adalah faktor penting yang perlu diperhatikan dalam
pemeliharaan kuda.
Latihan harus dilakukan secara cukup dan teratur untuk
menambah tingkat kesehatan tubuh pada aktivitas yang tinggi, seperti balapan pada kuda pacu (Gibbs dkk., 2004). Sementara itu, Frape (1986) menjelaskan bahwa latihan pada kuda, bertujuan untuk mengubah gerakan otot dan seluruh metabolisme, sehingga dapat berfungsi dengan efisiensi yang maksimum dan kelelahan yang minimum ketika berlari cepat atau menempuh jarak yang telah diatur sebelumnya. Program pemeliharaan kuda harus dilakukan dengan menyusun waktu yang banyak untuk latihan yang dibutuhkan. Meskipun demikian, pelatih kuda pacu harus mencegah terjadinya over training karena dapat menyebabkan kuda tidak menampilkan performa terbaiknya (Gibss dkk., 2004).
Hal ini sesuai dengan
pendapat Parakkasi (1986) yang menyatakan bahwa latihan akan menaikkan efisiensi kerja. Aktivitas latihan yang tidak terbiasa maka menyebabkan lebih banyak otot yang harus bekerja. Pada kuda pacu, di samping dibutuhkan latihan bagi kudanya, juga diperlukan pula latihan bagi penunggangnya.
13 Hickman (1987) menjelaskan lebih lanjut bahwa pengembangan metode baru dalam latihan pada kuda tergantung dari pengetahuan akan kebutuhan metabolik dari gerakan-gerakan khusus dan bagaimana pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk mempermudah tubuh kuda dalam memenuhi kebutuhan metaboliknya.
Program
latihan kuda yang telah disusun dapat diteliti untuk mengetahui metode terbaik dalam memenuhi kebutuhan kuda. Program latihan dapat dibentuk dengan tiga tahap dasar latihan, yaitu tahap permulaan (initial stage), tahap pengembangan (development stage), dan tahap pemeliharaan (maintenance stage).
Waktu yang diperlukan untuk kuda agar
mencapai kondisi puncak tergantung dari umur, potensi genetik, dan pekerjaan yang akan dilakukan oleh kuda (Kim dan Baker, 1998). Program pemeliharaan kuda dimulai dengan menentukan tujuan yang akan dicapai. Latihan terdiri dari berjalan (walking), lari derap lambat (slow trotting), pengenalan pada lari derap yang panjang (extended trot), berlari (cantering), dan berlari cepat (galloping).
Tipe latihan seperti itu dikategorikan sebagai aerobik
karena denyut jantung kuda akan selalu berada di bawah 150 kali per menit (Gibbs dkk., 2004). Gerakan yang teratur dan efektif tergantung dari integrasi antara sistem-sistem di dalam tubuh, termasuk sistem otot dan saraf yang sangat esensial untuk pergerakan efektif. Sistem kardiovaskular dan respirasi sangat esensial dalam mempertahankan gerakan dengan membantu memberikan energi untuk kerja otot, pembuangan produk sisa, dan menghilangkan panas yang muncul akibat aktivitas otot yang intens (Hickman, 1987).
14 Selama hari-hari pertama latihan, pelatih kuda dapat mulai melatih kejinakan dan meningkatkan mobilitas sendi dan tendon pada kuda.
Kondisi rangka dan
kekuatan tulang akan hilang jika tidak dilakukan. Latihan aerobik pada kuda dapat memungkinkan lemak yang tersimpan dalam tubuh untuk dikerahkan dan dibakar sebagai sumber energi. Oleh karena itu, bagi kuda yang kurus, latihan harus diiringi pula oleh pemberian makanan yang berisi suplemen lemak. Waktu yang cukup dan memadai dalam latihan dapat membuat dasar yang kuat bagi kuda untuk melakukan aktivitas otot lebih yang tinggi lagi (Gibbs dkk., 2004). Menurut pendapat Cunha (1991), proses dalam mengembangkan seekor kuda tergantung dari sejauh mana pemilik kuda memahami fisiologi latihan dan sebaik apa teknologi yang disediakan untuk kuda dalam mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Hal ini meliputi latihan yang cukup, ransum, tata laksana, dan pemeliharaan kesehatan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dari makanan dan latihan yang baik pada kuda sedang berada dalam masa pengembangan. Gibbs dkk (2004) menjelaskan bahwa setiap periode kerja yang dilakukan oleh kuda harus dimulai dengan penilaian pra-penunggangan (pre-ride assessment) untuk menentukan sejauh mana kuda dapat memberikan respon yang baik terhadap latihan.
Penilaian tersebut meliputi penghitungan denyut jantung dan frekuensi
respirasi. Pengamatan visual terhadap cara berjalan dan berlari derap harus dilakukan pula, baik di dalam maupun di luar kandang. Kim dan Baker (1998) menjelaskan bahwa program latihan tradisional yang biasanya dilakukan oleh pelatih kuda terdiri dari lima hari dalam satu minggu. Kuda ditunggang dalam tahap aktivitas aerobik pada hari pertama dan kelima. Hari kedua,
15 ketiga dan keempat ditambah latihan intensif selama 20 menit untuk mencapai tahap anaerobik dari aktivitas fisik. Dalam pola latihan enam hari, latihan tahap aerobik dilakukan pada hari pertama dan keempat kemudian latihan intensif pada hari kedua dan kelima, selanjutnya hari ketiga dan keenam kuda ditunggangi untuk jogging selama 20 menit. Cunha (1991) menjelaskan bahwa kunci dari berbagai jenis latihan pada kuda adalah konversi dari energi kimia menjadi energi yang dibutuhkan untuk pergerakan otot.
Keseluruhan proses metabolisme energi sangat kompleks dan melibatkan
reaksi-reaksi kimia yang rumit.
Latihan yang cukup untuk tujuan khusus
membutuhkan peningkatan kapasitas dari kuda untuk memanfaatkan energi dan performans. 2.4
Lingkar Dada Lingkar dada kuda merupakan hal penting di dalam tingkat produktivitas,
sebab lingkar dada dapat menduga bobot badan kuda tesebut. Seekor kuda yang melakukan aktivitas ringan mungkin tidak akan tergantung pada konformasi dada yang membatasi volume/kapasitas paru-paru, tapi kuda lain akan melakukan aktivitas yang membutuhkan kecepatan, kekuatan, atau daya tahan yang membutuhkan ruang paru-paru untuk berkembang secara maksimal. (Wikipedia, 2010).
Pengukuran
lingkar dada dilakukan untuk mengetahui kemampuan pergerakan atau aktivitas organ – organ di dalam rongga dada. Menurut Ensminger (1962) lingkar dada kuda yang besar menunjukan tempat yang luas untuk organ-organ vital seperti jantung dan paru-paru. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sasimowski (1987) yang menyatakan
16 bahwa ukuran dada yang besar menunjukan organ respirasi dan sirkulasi yang besar untuk metabolisme energi. Pertambahan ukuran lingkar dada merupakan manifestasi dari pertumbuhan tulang rusuk dan jaringan otot yang melekat pada tulang rusuk. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin dewasa seekor ternak, maka kedua sisi tubuhnya akan tumbuh lebih besar, sehingga mempengaruhi ukuran lingkar dada (Budianto, 2002). Pertumbuhan ternak jantan pada umumnya lebih cepat dibandingkan ternak betina.
Hal tersebut dapat disebabkan oleh hormon steroid yang terlibat dalam
pengaturan pertumbuhan dan bertanggung jawab atas perbedaan komposisi tubuh antara ternak jantan dan betina (Hammond dkk., 1984). 2.5
Status Faali Sistem faali yang meliputi respirasi, pulsus atau yang biasa disebut dengan
denyut jantung, dan temperatur rektal yang dapat mewakili dari suhu tubuh adalah suatu parameter yang digunakan untuk mengetahui kondisi atau keadaan kesehatan suatu ternak serta dapat dilakukan melalui percobaan langsung (Galem et. al., 2012). Kondisi status faali ternak merupakan indikasi dari kesehatan dan adaptasi ternak terhadap lingkungannya. Ternak akan selalu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya, apabila lingkungan dengan suhu dan kelembapan tinggi maka dapat menyebabkan stress (cekaman) karena sistem pengaturan panas tubuh dengan lingkungannya menjadi tidak seimbang, sehingga untuk menyeimbangkan keadaan temperatur tubuh dengan perbedaan lingkungan luar tubuh ternak akan melakukan proses homeostasis.
17 2.6.1 Respirasi Respirasi merupakan semua proses kimia maupun fisika berupa pertukaran udara dengan lingkungannya yang dilakukan oleh organisme.
Respirasi
menyangkut dua proses, yaitu respirasi eksternal dan respirasi internal. Terjadinya pergerakan karbon dioksida ke dalam udara alveolar ini disebut respirasi eksternal. Respirasi internal dapat terjadi apabila oksigen berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung pada pergerakan udara kedalam paru-paru (Frandson, 1992). Respirasi berfungsi sebagai parameter yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengetahui fungsi organ tubuh bekerja secara normal. Fungsi utama pada respirasi yaitu menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil karbondioksida dari darah, pengukuran terhadap parameter fisiologis bisa dilakukan dengan pengukuran respirasi, denyut jantung dan temperatur tubuh (Schmidt and Nielsen, 1997).
Laju respirasi yang tinggi merupakan salah satu mekanisme
pelepasan beban panas yang diproduksi tubuh dengan proses evaporasi (Yousef, 1985). Menurut Kelly (1984), frekuensi respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran tubuh, umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, gangguan saluran pencernaan, kondisi kesehatan hewan, dan posisi hewan. Frekuensi respirasi merupakan upaya ternak untuk mengurangi panas tubuh yang disebabkan oleh lingkungan (Arifin dkk., 2013).
Selanjutnya menurut
Purwanto dkk (1995) menjelaskan bahwa kenaikan temperatur lingkungan dapat meningkatkan aktivitas penguapan melalui keringat dan peningkatan jumlah panas yang dikeluarkan per satuan luas permukaan tubuh.
18 2.6.2 Denyut jantung Jantung dalam kenyataannya merupakan dua pompa yang menerima darah ke dalam bilik-bilik atrial (atria) dan kemudian memompakan darah tersebut dari ventrikel menuju ke jaringan dan kemudian kembali lagi. Katup-katup jantung terbuka dan tertutup mengikuti ritme yang tepat agar darah mengalir ke satu arah. Bagian terbesar dari tenaga yang digunakan untuk mendorong darah berasal dari kerja otot jantung itu sendiri (Frandson, 1996). Menurut Dukes (1995) kecepatan denyut jantung dapat dipengaruhi oleh temperatur ternak, aktivitas tubuh, letak geografis dan penyakit/stres. Rosenberger (1979) menyatakan bahwa frekuensi jantung juga dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara. Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Anderson, 1983). Untuk pemeriksaan denyut jantung dapat dilakukan dengan menempatkan tangan dan meraba dada di belakang ujung dari elbow dekat kaki depan kiri di posisikan kira-kira satu per tiga di depan kaki kanan atau dengan menggunakan stetoskop pada bagian rongga dada sebelah kiri kuda tepatnya di antara os coste pertama dan keenam (Munoz,1995). 2.6.3 Suhu tubuh Temperatur tubuh merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran panas tubuh. Salah satu cara untuk mengetahui temperatur dalam tubuh hewan dapat dilakukan dengan memasukkan termometer rektal ke dalam
19 rektum. Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan ternak (Frandson, 1996). Hickman (1987) menjelaskan bahwa suhu tubuh hewan dapat meningkat disebabkan oleh aktivitas metabolik internal atau karena pengaruh dari lingkungan eksternal. Tingkat produksi panas dalam otot tergantung dari intensitas latihan karena intensitas latihan yang lebih tinggi akan membutuhkan ATP yang lebih tinggi pula. Hal itu sesuai dengan pendapat Brown dan Smith (1984) yang menyatakan bahwa aktivitas otot dalam tubuh kuda dapat meningkatkan suhu tubuh. Muthalib (2002) menyatakan bahwa suhu lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh ternak, kegiatan merumput (makan), selain itu ternak yang terkena suhu tinggi akan lebih banyak minum dan mengurangi makan karena untuk menyeimbangkan suhu tubuhnya, sehingga efisiensi ransum jadi menurun serta mengganggu aktifitas organ-organ tubuh.
Menurut Esmay (1978), untuk
menurunkan kenaikan suhu tubuh agar mencapai suhu tubuh normal adalah dengan melakukan pembuangan panas dari tubuh yang dilakukan dengan peningkatan frekuensi respirasi dan denyut jantung. 2.7
Hubungan Status Faali Dengan Aktivitas Hickman (1987) mengungkapkan bahwa produksi panas disebabkan oleh
aktivitas metabolik internal. Mekanisme pengaturan panas tubuh tergantung dari sistem sirkulasi dan sistem respirasi meskipun perannya kecil. Selain itu, tergantung pula dari sistem arus balik negatif (negative feedback sistem) antara sensor-sensor suhu, pusat integrator (pengaturan suhu tubuh) dan organ-organ efektor (kelenjar-
20 kelenjar keringat).
Perubahan suhu tubuh tergantung dari organ-organ di dalam
tubuh. Mempertahankan temperatur
tubuh
melakukan respirasi dalam frekuensi tinggi.
normal
dapat
dilakukan dengan
Siklus Krebs harus dijaga dengan
mengoksidasi koenzim (NaDH2 dan FADH2) dalam pernafasan atau rantai transport elektron melalui kehadiran oksigen (Hickman, 1987). Selanjutnya Kibler dan Brody (1943) dalam Bandiati (1990) menjelaskan bahwa konsumsi oksigen sangat tergantung pada bobot badan. Jantung dan paru-paru merupakan dua organ tubuh yang berperan dalam perubahan suhu tubuh pasca latihan.
Frape (1986) menyatakan bahwa jantung
bekerja seperti pompa dengan fungsi untuk mengedarkan darah ke sejumlah jaringan dan organ-organ tubuh, sehingga nutrien dan oksigen tersampaikan, produk sampingan terkumpulkan, dan panas disebarkan kembali.
Sependapat dengan
penyataan tersebut, Hickman (1987) menjelaskan bahwa mekanisme pengaturan suhu tubuh dapat bekerja dengan mengedarkan darah ke bagian kulit, sedangkan Loving (2006) berpendapat bahwa kesehatan dan sirkulasi yang baik sangat penting untuk penurunan panas agar lebih efisien. Paru-paru dapat membantu mempertahankan suhu tubuh ketika penurunan suhu tubuh oleh proses sirkulasi tidak berjalan sempurna.
Panas tubuh dapat
menurun dengan memasukkan oksigen secara cepat berulang kali melalui lubang hidung dan pada bagian atas saluran pernafasan. Pengeluaran panas membutuhkan peningkatan ventilasi alveolar (Hickman, 1987).
Sementara itu Loving (2006)
21 menjelaskan bahwa pada suhu tubuh yang tinggi, otot dan jaringan-jaringan lainnya membutuhkan oksigen. Kesempurnaan proses sirkulasi dan respirasi dapat dilihat dari lingkar dada. Sasimowski (1987) menjelaskan bahwa lingkar dada dengan bentuk sempurna, baik untuk bagian depan rusuk sampai bahu dengan dengan dada yang lebar, menunjukkan organ respirasi dan sirkulasi yang besar. Lingkar dada yang besar juga menunjukkan pergerakan cepat dan proses keluar masuknya udara lebih lancar.
Hal serupa
diungkapkan oleh Kibler dan Broody (1943) dalam Bandiati (1990) bahwa kuda yang memiliki lingkar dada yang besar cenderung untuk memiliki organ respirasi yang sempurna. Metode penurunan panas yang paling penting pada kuda adalah dengan evaporasi melalui keringat. Kelenjar-kelenjar keringat dapat ditemukan di seluruh area kulit yang memiliki folikel rambut. Air yang disertai elektrolit dan konstituen lainnya dikeluarkan dalam bentuk keringat untuk mengatur suhu tubuh pada kuda (Hickman, 1987).
Hasil penelitian Carlson (1983) yang dikutip Frape (1986)
menjelaskan bahwa latihan ringan selama satu jam akan menyebabkan hilangnya cairan sebanyak 15 liter. Oleh karena itu, bobot badan akan berkurang 5-9% karena evaporasi cairan, tergantung dari kesehatan kuda, ketersediaan air dan elektrolit selama latihan. 2.8
Analisis Korelasi Analisis korelasi adalah studi yang membahas tentang derajat hubungan
antara variabel-variabel (Sudjana, 2005). Ukuran yang dipakai untuk mengetahui
22 derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif dinamakan koefisien korelasi (r). Besarnya koefisien korelasi dapat diketahui berdasarkan penyebaran titik-titik pertemuan antara dua variabel X dan Y, apabila titik-titik itu berada dalam satu garis maka koefisien korelasinya adalah +1 dan -1 sedangkan jika titik-titik itu membentuk lingkaran maka koefisien korelasinya adalah nol (Gasperz, 1995).
Korelasi
dinyatakan positif apabila variabel X dan Y cenderung akan berubah secara bersamaan dalam arah yang sama sedangkan korelasi dinyatakan negatif apabila variabel X dan Y cenderung akan berubah secara bersamaan dalam arah yang berlawanan.