JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 2 Nomor 11 (2013) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja © Copyright 2013
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB BUKAN ANGGOTA DALAM AKAD MUDHARABAH KOPERASI SERBA USAHA SYARIAH MANDIRI TELADAN Wasis Basuki1 (
[email protected]) Abstrak Permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini adalah permasalahan yang menyangkut mengenai kedudukan mudharib bukan anggota dalam akad mudharabah koperasi syariah mandiri teladan; dan mengenai kekuatan hukum akad mudharabah antara mudharib bukan anggota dengan koperasi syariah mandiri teladan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan mudharib bukan anggota dalam akad mudharabah koperasi serta mengetahui kekuatan hukum akad mudharabah antara mudharib bukan anggota dengan koperasi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan. Hasil yang telah dicapai dalam penelitian ini yaitu tidak terdapat perbedaan status kedudukan antara peminjam anggota dan bukan anggota dalam pembuatan akad dengan koperasi, hal ini didasarkan pada dokumen akad yang ternyata sama mengenai ketentuan yang harus dipatuhi bagi peminjam, serta sama mengenai hak dan kewajiban begitupun untuk perlakuan jika terjadi sengketa. Sedangkan kekuatan hukum akad mudharabah tersebut sesudah diteliti telah memenuhi syarat-syarat sah sebuah perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tetapi belum memenuhi salah satu syarat akad dalam syariah sehingga terdapat cacat hukum dalam konteks syariah. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kedudukan mudharib bukan anggota sama dengan mudharib anggota. Serta kekuatan hukum sah dalam konteks perdata nasional, tetapi terdapat cacat hukum dalam konteks hukum syariah. Saran bagi koperasi, hendaknya anggaran dasar dan rumah tangga segera diamandemen. Serta jika ingin membuat akad mudharabah maka hendaknya koperasi mengacu pada ketentuan yang telah digariskan oleh lembaga yang berwenang seperti Majelis Ulama Indonesia dan Dewan Syariah Nasional. Kata kunci
1
: Koperasi, Akad, Pembiayaan Mudharabah
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
LEGAL STUDY ON STATUS MUDHARIB NOT A MEMBER IN CONTRACT BUSINESS MUDARABA COOPERATIVE SERBA USAHA SYARIAH MANDIRI TELADAN Wasis Basuki
[email protected] Abstract Problems in the lift in this study are issues concerning the position mudharib not a member of the cooperative mudharabah standalone syaria model, and the force of law between mudharib mudharabah not members of the cooperative standalone syaria model. This study aims to determine the position mudharib not members of the cooperative as well mudharabah mudharabah know the force of law between mudharib not members of the cooperative. This research is a normative approach legislation. Results achieved in this research that there is no difference between the borrower's position status members and non-members in making the contract with the cooperative, it's based on documents that were the same contract provisions that must be followed regarding the borrower, as well as the same rights and responsibilities as are for treatment in the event of a dispute. While the legal power mudharabah been studied after meeting the terms of a legal agreement governed by Article 1320 Civil Code, Civil Code, but do not meet one of the requirements in the contract so that there are defects syaria law in the syaria context. The conclusion of this study is not a member of the same mudharib notch with mudharib members. As well as the legitimate force of law in the context of national civil, but there is a legal flaw in the context of syaria law. Suggestions for cooperatives, and the statutes should be immediately amended the household. And if you want to create a cooperative mudharabah it should refer to the regulations established by regulatory authorities such as the Indonesian Ulema Council and the National Sharia Board. Keywords: Cooperative, Agreement, Mudaraba Financing
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11
Pendahuluan Ada banyak jenis usaha yang dilakukan oleh koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Salah satu yang paling populer dan paling banyak yang dikeluarkan oleh koperasi syariah mandiri teladan adalah produk pembiayaan
mudharabah atau bagi hasil karena dengan bisnis mudharabah ini akan lebih banyak mendatangkan keuntungan bagi koperasi dan peminjam. Sering dijumpai bahwa pihak koperasi mengadakan akad mudharabah dengan pihak bukan anggota.
Pada hakikatnya akad yang dilakukan dengan pihak bukan anggota
belum diatur secara jelas di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Padahal dalam melakukan usaha pembiayaan, koperasi harus mengacu kepada ketentuan yang telah ditetapkan. Akad yang dibuat oleh kedua belah pihak juga terdapat indikasi bahwa ada salah satu syarat dalam hukum syariah yang belum dipenuhi dalam akad mudharabah tersebut. Indikasi belum terpenuhinya salah satu syarat akad mudharabah adalah dapat kita lihat dalam dokumen akad tersebut mengenai hal dalam pembagian keuntungan margin bagi kedua belah pihak yang disebutkan dalam bentuk nominal dan bukan dengan bentuk persentase. Didalam hukum syariah akad mudharabah dalam penentuan keuntungan bagi hasil harus ditentukan dalam bentuk persentase dan bukan dalam bentuk nominal. Hal ini jelas tidak berkesesuaian dengan hukum syariah yang telah ditentukan dalam ketentuan syariah, yaitu mengenai salah satu syarat pembuatan dalam akad mudharabah. Mudharabah sendiri menemukan dasar hukumnya berupa keputusan menteri Negara koperasi dan usaha kecil menengah Republik 2
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB (Wasis Basuki) Indonesia Nomor : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah sekaligus didalam keputusan itu mendefinisikan pembiayaan mudharabah. Menurut keputusan itu Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama permodalan usaha dimana Koperasi sebagai pemilik modal (Sahibul Maal) menyetorkan modalnya kepada anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya sebagai pengusaha (Mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan pembagian keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan (nisbah), dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan.2 Permasalahan yang diangkat adalah mengenai bagaimana kedudukan
mudharib bukan anggota dalam akad mudharabah koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Bagaimana kekuatan hukum akad mudharabah antara mudharib bukan anggota dengan koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan mudharib bukan anggota dalam akad mudharabah koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Untuk mengetahui kekuatan hukum akad mudharabah antara mudharib bukan anggota dengan koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan pendekatan per undangundangan.
2
Keputusan menteri Negara koperasi dan usaha kecil menengah Republik Indonesia Nomor : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah
3
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11
Pembahasan Kedudukan mudharib bukan anggota dalam akad mudharabah koperasi serba usaha syariah mandiri teladan, Jenis usaha koperasi syariah Mandiri Teladan meliputi pembiayaan-pembiayaan murabahah, ijarah, dan mudharabah yang organnya terdiri dari Pengurus, Pengawas serta penasihat yang diatur oleh anggaran dasar. Dari dua alur tahapan diatas bahwa perbedaanya hanya terletak pada pengisian formulir keanggotan, bagi pihak mudharib bukan anggota ketika akan membuat akad dengan pihak koperasi harus mengisi formulir keanggotaan, maka dalam hal ini pihak bukan anggota tersebut akan dianggap sebagai calon anggota koperasi tersebut, yang kemudian setelah itu akan diberikan penilaian oleh pihak koperasi apakah mudharib bukan anggota yang bersangkutan layak dijadikan sebagai anggota tetap koperasi atau tidak. Serta syarat-syarat yang telah ditentukan dalam dokumen akad mudharabah tersebut adalah sama mengenai hak dan kewajiban maupun jika terjadi sengketa. Tidak ada perbedaan sama sekali dalam klausul yang sudah ditentukan didalam koperasi tersebut agar dapat dipatuhi oleh mudharib anggota maupun bukan anggota.3 Jika kedua mudharib tersebut dalam hal ini adalah
mudharib anggota dan bukan anggota, telah sama-sama memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pihak koperasi serba usaha syariah mandiri teladan, seperti syarat-syarat yang tertera didalam klausul akad mudharabah serta telah pula terpenuhinya syarat sah sebuah perjanjian didalam kitab Undang-undang Hukum Perdata maka secara prinsip tidaklah ada perbedaan. 3 Di dasarkan pada dokumen akad mudharabah antara mudharib anggota dan bukan anggota dengan koperasi serba usaha syariah mandiri teladan
4
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB (Wasis Basuki) Mengenai dampak jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti dalam hal pembayaran kredit macet oleh mudharib maka langkah-langkah tindakan yang diambil oleh pihak koperasi untuk menyelamatkan keuangan koperasi pun sama tidak ada perbedaan didalamnya seperti sama-sama mengambil barang-barang yang dijaminkan dalam pembiayaan serta sama-sama dilakukan tindakan hukum apabila diperlukan terhadap kedua belah pihak yaitu mudharib. Kemudian dari semua dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan untuk mencari perbedaan dalam hal kedudukan serta perlakuan antara mudharib anggota dan mudharib bukan anggota tidak terdapat perbedaan secara prinsip antara kedua mudharib tersebut, hal ini telah diperkuat oleh berbagai dokumen akad mudharabah kedua
mudharib yang telah diteliti sebelumnya, juga dalam hal saksi, mudharib anggota mencantumkan nama saksi, begitu pula dengan mudharib bukan anggota juga mencantumkan nama saksi didalam dokumen akad mudharabah mereka. Hanya saja yang membedakan jika mudharib anggota mutlak merupakan mudharib yang sudah diatur didalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. sedangkan mudharib bukan anggota belum sepenuhnya diatur didalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga koperasi. Dari paparan yang sudah disebutkan diatas didalam syarat-syarat untuk bisa membuat akad dengan koperasi, baik itu mudharib anggota maupun
mudharib bukan anggota sudah bisa memberi penegasan bahwa kedudukan mudharib bukan anggota sama dengan mudharib yang sudah menjadi anggota baik itu dilihat dari segi dokumen akad mudharabah, pasal-pasal yang mengatur didalam perjanjian, syarat-syarat administrasi, mengenai hal perlakuan dan lain-
5
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11
lain semuanya tidak ada yang membedakan atau bisa dikatakan sama dalam hal kedudukan. Kekuatan Hukum akad mudharabah antara mudharib bukan anggota dengan koperasi serba usaha syariah mandiri teladan, Pembahasan rumusan masalah yang kedua, jika ditinjau dalam kajian pustaka serta dikolaborasikan dengan penelitian lapangan maka dapat dibahas sebagai berikut : didalam kitab undang-undang hukum perdata yang berlaku menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat agar perjanjian itu sah dimata hukum diantaranya.4 A. Kesepakatan, B. Kecakapan, C. Hal tertentu D. Sebab yang diperbolehkan. Ketika kita lihat mengenai syarat sahnya suatu perjanjian yang sudah diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang sudah disebutkan diatas, maka dari hasil lapangan yang berhasil peneliti peroleh,
mudharib bukan anggota telah menyatakan sepakat dengan pihak koperasi syariah mandiri teladan untuk mengadakan perjanjian pembiayaan mudharabah, begitu pula pihak koperasi juga telah menyatakan sepakat dengan pihak
mudharib bukan anggota, tanpa ada unsur paksaan. Kemudian jika kita membahasnya dari syarat sah perjanjian dari aspek kecakapan, maka dapat kita lihat pada dokumen perjanjian mudharabah tersebut, pihak mudharib non anggota merupakan pihak yang sudah cakap hukum untuk membuat perjanjian dengan pihak lain, begitu juga dengan pihak koperasi, jadi dapat disimpulkan bahwa dalam hal kecakapan kedua belah pihak sudah memenuhi. 4
6
Libertus Jehani, “Pedoman Praktis menyusun surat perjanjian”, Visimedia, Jakarta, 2008.
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB (Wasis Basuki) Kemudian dari segi hal tertentunya dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian tersebut hal tertentu disini merupakan pembiayaan mudharabah tersebut yang dibuat dalam perjanjian, jadi dalam hal ini aspek hal tertentu sudah terpenuhi dalam perjanjian tersebut. Dalam syarat yang selanjutnya ialah syarat sesuatu yang diperbolehkan, untuk hal ini kedua belah pihak membuat perjanjian pembiayaan yaitu mudharabah atau bagi hasil dan akad seperti ini menurut berbagai sudut pandang hukum merupakan perbuatan legal dan malah dianjurkan dalam berbisnis seperti ini dan tidak dilarang oleh hukum, jadi dalam hal ini syarat yang terakhir ini sudah terpenuhi. Selain dilihat dari aspek Kitab Undang-undang hukum perdata yang berlaku, karena ini merupakan sebuah akad yang merupakan sebuah perjanjian tertulis yang telah diatur didalam syariah islam, maka penulis perlu juga mengkajinya dari aspek hukum syariah yaitu mengenai rukun dan syarat sahnya sebuah akad mudharabah supaya sah dimata hukum islam, rukun mudharabah adalah pemodal, pengelola, modal, nisbah keuntungan dan shighat atau akad yang sudah dipaparkan dalam tinjauan pustaka. Syarat-syarat mudharabah adalah sebagai berikut.5 a. Pemodal dan Pengelola 1)
Pemodal dan Pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
2)
Keduanya harus mampu bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak.
5 Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
7
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11
3)
Shigat yang dilakukan bisa secara eksplisit dan implisit yang menunjukkan tujuan akad.
4)
Sah
sesuai
dengan
syarat-syarat
yang
diajukan
dalam
penawaran, dan akad bisa dilakukan secara lisan atau verbal, secara tertulis maupun ditandatangani. b. Modal Modal adalah adalah sejumlah uang yang diberikan oleh penyedia dana kepada pengelola untuk tujuan menginvestasikannya dalam aktivitas mudharabah. Untuk itu, modal disyaratkan harus: 1)
Dinyatakan dengan jelas jumlah dan jenisnya (yaitu mata uang). Apabila modal berbentuk barang, maka barang tersebut harus dihargakan dengan harga semasa dalam uang yang beredar (atau sejenisnya);
2)
Harus berbentuk tunai bukan piutang (namun sebagian ulama membolehkan modal mudharabah berbentuk aset perdagangan.
3)
harus diserahkan kepada mudharib untuk memungkinkannya melakukan usaha.
c. Keuntungan Adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Keuntungan adalah tujuan akhir mudharabah keuntungan dipersyaratkan sebagai berikut.
8
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB (Wasis Basuki) 1)
Harus dibagi untuk kedua belah pihak.
2)
Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam persentase dari keuntungan yang mungkin dihasilkan nantinya.
3)
Rasio persentase (nisbah) harus dicapai melalui negosiasi dan dituangkan dalam kontrak.
4)
Waktu pembagian keuntungan dilakukan setelah mudharib mengembalikan seluruh (atau sebagian) modal kepada Shahibul
mal 5)
Jika jangka waktu akad mudharabah relatif lama, nisbah keuntungan dapat disepakati untuk ditinjau dari waktu ke waktu.
6)
Jika penentuan keuntungan dihitung berdasarkan keuntungan kotor, biaya-biaya yang timbul disepakati oleh kedua belah pihak, karena dapat mempengaruhi nilai keuntungan.
Setelah dilihat didalam dokumen akad mudharabah yang telah dilakukan antara pihak koperasi syariah mandiri teladan dengan pihak mudharib bukan anggota ternyata didalam sistem pembagian hasil di koperasi serba usaha syariah mandiri teladan tersebut telah terlebih dahulu menentukan nilai nominal didalam akad mudharabah. Sedangkan menurut rukun dan syarat yang sudah disebutkan diatas mengenai bagian keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk persentase bukan dengan nominal. Jika penentuan bagi hasil dalam bentuk nominal yang mana sudah dilakukan oleh pihak koperasi syariah mandiri teladan dengan mudharib bukan anggota didalam akad tersebut maka tidaklah sesuai dengan pola syariah yang sudah ditentukan didalam syarat
9
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11
akad mudharabah. Padahal didalam pola syariah mengenai bagi hasil ini telah ditentukan bahwa penentuan keuntungan harus disebutkan dalam bentuk persentase bukan disebutkan dalam nilai nominal. Nilai nominal ini telah disebutkan diawal akad mudharabah koperasi syariah mandiri teladan tersebut. Setelah dilihat dari perspektif syarat akad, maka akad yang telah dibuat oleh pihak koperasi syariah dengan pihak mudharib bukan anggota belumlah memenuhi sebagian dari pada syarat dan rukun akad beserta asas-asasnya, dengan kata lain ada terdapat cacat didalam akad mudharabah koperasi serba usaha syariah mandiri teladan. Akad mudharabah yang telah dibuat oleh pihak koperasi serba usaha syariah mandiri teladan dengan mudharib bukan anggota merupakan akad yang masih belum didasarkan pada hukum syariah karena belum terpenuhinya salah satu syarat akad. akan tetapi memenuhi syarat sah perjanjian di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Untuk rumusan masalah yang kedua dapat kita berikan jawaban bahwa mengenai kekuatan hukum akad tersebut tidak ada masalah dan sah dimata hukum perdata nasional yang artinya tidak mengandung cacat hukum, hal ini didasarkan pada telah terpenuhinya syarat-syarat sah sebuah perjanjian yang telah ditentukan didalam Kitab Undang-undang hukum perdata yang masih berlaku yang sudah dibahas sebelumnya.
Namun
dilihat
dari
perspektif
hukum
syariah
maka
akad
mudharabah yang telah dibuat oleh para pihak belum memenuhi salah satu syarat yang telah ditentukan di dalam hukum syariah yang diinginkan oleh hukum islam.
10
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB (Wasis Basuki) Penutup Kesimpulan Setalah membahas dari berbagai sudut pandang hukum, dimana hukum itu telah menjadi pondasi untuk melakukan suatu tindakan hukum maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kedudukan mudharib bukan anggota sama dengan mudharib anggota dengan alasan bahwa didalam dokumen akad mudharabah tersebut tidak ada perbedaan dalam hak dan kewajiban, serta sama dalam hal syaratsyarat yang telah ditentukan oleh koperasi syariah dalam mengadakan akad untuk peminjaman dana dengan pihak koperasi serta tidak ada perlakuan yang membedakan ketika terjadi persengketaan hubungan diantara kedua belah pihak baik itu dengan pihak mudharib anggota maupun dengan pihak mudharib bukan anggota dalam akad mudharabah tersebut. 2. Akad mudharabah yang telah dilakukan oleh para pihak antara koperasi syariah dengan mudharib bukan anggota belum mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dari perspektif hukum syariah karena belum terpenuhinya salah satu syarat dan asas dalam hukum syariah. sedangkan dari perspektif Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akad tersebut mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, karena telah terpenuhinya syarat-syarat sah sebuah perjanjian yang diatur didalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
11
Jurnal Beraja Niti, Volume 2 Nomor 11
Saran Saran yang kiranya dapat diberikan untuk dapat memberi sebuah kontribusi yang positif
bagi pihak-pihak yang terkait dan masyarakat pada
umumnya sesuai pembahasan dan kesimpulan ialah : 1. Maka anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai konstitusi dari pada koperasi syariah tersebut segera diamandemen agar jelas dalam merumuskan pasal-pasal mengenai keanggotaan, atau koperasi segera mengeluarkan peraturan khusus untuk mudharib bukan anggota serta memberi pengawasan terhadap mudharib bukan anggota tersebut, dengan maksud disesuaikan dengan kebutuhan seperti mengadakan hubungan dengan pihak ketiga untuk tujuan menambah keuntungan bagi koperasi, sehingga ketika pihak ketiga mengadakan akad dengan pihak koperasi serba usaha syariah mandiri teladan, maka pihak ketiga ini telah terlebih
dulu
mendapat
kepastian
status
kedudukan
sebelum
mengadakan ikatan kontraktual dengan koperasi didalam anggaran dasar, anggaran rumah tangga maupun peraturan khusus koperasi serba usaha
syariah mandiri teladan. 2. Saran yang kedua adalah hendaknya koperasi dalam membuat akad
mudharabah kedepannya wajib mengacu dan memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan peraturan yang berlaku seperti : a. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) b. Keputusan Dewan Syariah Nasional (DSN) c. Kompilasi untuk ekonomi Syariah serta Buku dan literatur yang terkait dengan pembuatan akad mudharabah.
12
KAJIAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN MUDHARIB (Wasis Basuki) Daftar Pustaka Arifin Bustanil, 1987, Kedudukan Koperasi Dalam Sistem Ekonomi Pancasila dan Kebijaksanaan Pembangunan, Aksara Pratama, Jakarta. Ayub Muhammad, 2009, Understanding Islamic Finance Keuangan Syariah, Cetakan Pertama, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fathurrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2012 Libertus Jehani, “Pedoman Praktis menyusun surat perjanjian ”, Visimedia, Jakarta, 2008. Muljadi, Kartini, dan Gunawan Wijdaja, 2003. Seri Hukum Perikatan:Perikatan pada Umumnya. Raja Grafindo, Jakarta. Keputusan menteri Negara koperasi dan usaha kecil menengah Republik Indonesia Nomor : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah
13