PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MUDHARIBPADA AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Hukum Pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Fahmi Saifudin 8111410030
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap MudharibPada Akad Pembiayaan Mudharabah (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak)”, yang disusun oleh Fahmi Saifudin, NIM 8111410030, ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada : Hari
: Jum`at
Tanggal
: 19 Januari 2015
ii
PENGESAHAN KELULUSAN Skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap MudharibPada Akad Pembiayaan Mudharabah (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak)”, yang disusun oleh Fahmi Saifudin, NIM 8111410030, ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang pada : Hari
: Selasa
Tanggal
: 24 Februari 2015
Penguji Utama
Ubaidillah Kamal, S.Pd.,M.H NIP. 197505041999031001 Penguji I
Penguji II
Nurul Fibrianti, S.H., M.Hum
Baidhowi, S.Ag., M.Ag
NIP. 198302122008012008
NIP. 197307122008011010
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Mudharib Pada Akad Pembiayaan Mudharabah (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak)”, ini adalah hasil karya (peneliti dan tulisan) sendiri, bukan buatan orang lain, dan tidak menjiplak karya ilmiah orang lain, baik seluruhnya atau sebagian. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Semarang, 31 Desember 2014
Fahmi Saifudin NIM. 8111410030
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO Ibnu „Athiyah berkata, “ Musyawarah termasuk salah satu kaidah syariat dan penetapan hukum-hukum. Barang siapa yang tidak bermusyawarah dengan ulama, maka wajib diberhentikan (jika dia seorang pemimpin). “Janganlah mudah merasa puas, janganlah mudah merasa nyaman,” (Fahmi Saifudin)
PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan untuk : 1.
Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Drs. Maskuryadi S.H., M.Pd. dan Ibu Dra. Ammie Sulistyowati, M.Pd, yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk anaknya.
2.
Kakak tercinta Asyhuri Dachlan, S.T dan Aminudin A, S.T.
3.
Adik tercinta Mufti Adi Prakoso.
4.
Teman-teman Fakultas Hukum UNNES.
5.
Almamaterku Universitas Negeri Semarang.
v
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan pengikutnya. Berkat rahmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul : “Perlindungan Hukum Terhadap MudharibPada Akad Pembiayaan Mudharabah (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak)”, Skripsi ini diajukan UNTUK memenuhi tugas dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) di Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Ucapan terima kasih sedalam-dalamnya penulis sampaikan kepada semua yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dengan moral dan bantuan apapun yang sangat besar bagi penulis. Ucapan terima kasih terutama penulis sampaikan kepada : 1.
Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.
2.
Drs. Sartono Sahlan, M.H, selaku Dosen wali dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
3.
Drs. Suhadi, S.H., M.Si, selaku Pembantu Dekan 1 Bidang Akademik Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
4.
Drs. Herry Subondo, M.Hum, selaku Pembantu Dekan II Bidang Administrasi Umum Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
vi
5.
Ubaidillah Kamal, S.Pd., M.H, selaku Pembantu Dekan III Bidang kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dan sekaligus penguji utama yang telah membantu untuk menyempurnakan skripsi ini.
6.
Rofi Wahanisa, S.H., M.H selaku Ketua Bagian Perdata-Dagang Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang.
7.
Baidhowi, S.Ag., M.Ag. selaku Dosen Pembimbing dan sekaligus penguji kedua yang telah memberikan bimbingan, motivasi, bantuan, kritik dan saran yang dengan sabar dan sepenuh hati sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
8.
Nurul Fibrianti, S.H., M.Hum selaku penguji pertama yang telah membantu untuk menyepurnakan skripsi ini
9.
Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang..
10. Anwar Masdari, S.IP., M.M, selaku Manager di BMT Darussalam yang telah bersedia membatu beserta memberikan ijin dalam penelitian ini. 11. Seluruh pengurus BMT Darussalam yang telah mendampingi dalam penelitian ini. 12. Pemerintah Kabupaten Demak yang telah bersedia memberikan izin untuk melakukan penelitian untuk skripsi di BMT Darussalam Kabupaten Demak. 13. Kedua orang tuaku yang tercinta, Bapak Drs. Maskuryadi S.H., M.Pd. dan Ibu Dra. Ammie Sulistyowati, M.Pd, yang selalu memberikan dukungan dan doa untuk anaknya.
vii
14. Kakak Asyhuri Dachlan, S.T dan Aminudin S.T. serta adik Mufti Adi Prakoso yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini. 15. (Alm) Eyang Kusnendar dan Eyang Murti yang menjadi pedoman teladan kehidupan saya. 16. Keluarga besar yang selalu mendukung dan mensuport untuk mencari ilmu pengetahuan. 17. Semua pihak yang telah membantu dengan sukarela yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga seluruh bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan yang berlimpah dari Allah SWT. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu pengetahuan, dan wawasan bagi pembaca.
Semarang, 31 Desember 2014 Peneliti
Fahmi Saifudin NIM. 8111410030
viii
ABSTRAK
Saifudin, Fahmi. 2014. Perlindungan Hukum Terhadap MudharibPada Akad Pembiayaan Mudharabah (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak).Prodi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang. Dibimbing oleh Baidhowi, S.Ag., M.Ag. 138 Halaman. Kata Kunci: Perlindungan, Hukum, Mudharabah Baitul Mal wat Tamwil adalah lembaga keuangan dengan prinsip syariah. BMT senantiasa memperhatikan kesejahteraan anggotanya. Salah satu upayanyaadalah pembiayaan mudharabah, BMT Darussalam dalam menjalankan pembiayaan mudharabahmemiliki program khusus melindungi anggota yang sedang mengalami musibah atau kerugian yakni dengan menggunakan pemutihan. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah 1) Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadapmudharib pada akad pembiayaan mudharabah menurut Undang-Undang, 2) Bagaimana praktek perlindungan hukum dan pemutihan terhadap mudharib pada akad pembiayaan mudharabah di BMT Darussalam Kabupaten Demak. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis. Metode pengumpulan data melalui dokumentasi, pengamatan (observasi) dan wawancara (interview). Adapun falidasi data dengan metode triangulasi. Hasil dan pembahasan menjelaskan bahwa secara hukum BMT Darussalam telah melaksanakan perlindungan terhadap mudharib dalam berakad. Hal ini dibuktikan dengan kelengkapan BMT sebagai subjek yang berbadan hukum Kopontren/88/BH/XIV8/PAD/KDK/11-03/1/2008 sesuai dengan pasal 9 UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992. Sehingga BMT ini tidak ilegal (sudah legal). Demikian juga BMT Darussalam memiliki Dewan Pengawas Syariah yang diketuai oleh K. H. Drs. Suali M. S. yang berfungsi untuk menangani produkproduk yang dilakukan oleh BMT sesuai yang diamanatkan oleh pasal 38 UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992. Dalam hal ini Dewan Pengawas adalah Dewan Pengawas Syariah. Sedangkan jika terjadi nasabah mengalami kerugian dan belum mengembalikan modal sesui rencana, maka BMT berusaha menyelesaikan secara musyawarah (rapat anggota) sebagaimana amanat pasal 24 UU Perkoperasian No. 25 Tahun 1992. Hasil musyawarah ada tiga opsi. Opsi pertama jika mudharib masih ada kemampuan maka akan diberikan pendampingan dan pencerahan untuk memperbaiki usaha mudharib, penjadwalan ulang (rescdule) untuk melunasinya. Opsi kedua jika mudharib tidak mampu, dan masih ada usaha, mudharib diharapkan mengembalian pokok pinjaman tanpa ada nisbah. Opsi ke 3 jika mudharib sudah tidak mempunyai kemampuan maka BMT berupaya untuk memutihkan dengan alasan bahwa mudharib merupakan kategori mustahiq zakat yaitu gharim.
ix
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN ..............................................................
iii
PERNYATAAN ........................................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...........................................................
v
KATA PENGANTAR ...............................................................................
vi
ABSTRAK ................................................................................................
ix
DAFTAR ISI .............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah ..................................................
8
1.2.1 Identifikasi Masalah ..........................................................................
8
1.2.2 Pembatasan Masalah .........................................................................
9
1.3 Perumusan Masalah ..............................................................................
9
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................
9
1.4.1 Tujuan Penelitian ..............................................................................
9
1.4.2 Manfaat Penelitian ............................................................................
10
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ..............................................................
11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ....................................................................................
x
13
2.1.1
Tentang BMT .................................................................................
13
A. Makna dan Fungsi BMT .................................................................
13
B. Sejarah singkat BMT ......................................................................
14
C. Dasar Hukum BMT .........................................................................
15
D. Ciri - ciri BMT ................................................................................
18
E. Tujuan dan Analisa Pembiayaan BMT ...........................................
25
F. Prinsip BMT ...................................................................................
28
G. Sistem Pembiayaan BMT ...............................................................
30
H. Produk Pembiayaan BMT ..............................................................
31
I. Kendala dan Hambatan yang Dihadapi BMT ................................
47
2.2 Pembiayaan Mudharabah .....................................................................
49
2.2.1 Makna Pembiayaan Mudharabah ......................................................
49
2.2.2 Mudharabah dalam Perspektif Fiqih dan Perlindungan ....................
55
A. Syarat Mudharabah ........................................................................
59
B. Bentuk-bentuk akad Mudharabah ..................................................
62
C. Landasan Hukum Mudharabah ......................................................
64
D. Manfaaat sistem Mudharabah ........................................................
66
E. Kualitas Pembiayaan ......................................................................
73
2.3 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen atau Nasabah ...................
74
2.3.1 Perlindungan Hukum ........................................................................
74
2.3.2 Konsumen .........................................................................................
75
2.3.3 Nasabah dan Mudharib ......................................................................
75
2.3.5 Undang-Undang yang Mengatur .......................................................
77
xi
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Dasar Penelitian dan Metode Pendekatan ............................................
78
3.2 Lokasi Penelitian dan Fokusnya ..........................................................
78
3.3 Sumber Data .........................................................................................
80
3.4 Alat dan Teknik Pengumpulan Data ....................................................
81
3.4.1 Wawancara (interview) dan Observasi .............................................
81
3.4.2 Studi Kepustakaan dan Dokumen .....................................................
83
3.5 Keabsahan Data ....................................................................................
83
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................
86
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi BMT Darussalam ...............................................................
89
4.1.2 Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Mudharib BMT Menurut Undang-Undang ................................................................................
105
4.1.3 Praktek Perlindungan Hukum dan Pemutihan Terhadap Mudharib Pembiayaan Mudharabah di BMT Darussalam ................
109
4.2 Pembahasan 4.2.1 Perlindungan Hukum Terhadap Mudharib Pembiayaan Mudharabah Menurut Undang-Undang di BMT Darussalam ................................
121
4.2.2 Pratek Perlindungan Hukum dan Pemutihan Terhadap Mudharib Pembiayaan Mudharabah di BMT Darussalam ................................
127
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ..............................................................................................
xii
132
5.2 Saran .....................................................................................................
133
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
138
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran : 1. Surat ijin penelitian di BMT Darussalam Kabupaten Demak
2. Surat keterangan telah penelitian di BMT Darussalam Kabupaten Demak
3. Pedoman wawancara
4. Formulir Pembimbingan Penulisan Skripsi
5. Dokumen-dokumen BMT Darussalam Kabupaten Demak
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis didunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, bisnis perbankan tumbuh menjadi semakin beraneka ragam jenisnya. Beraneka ragam jasa-jasa dan semakin canggihnya fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh bank. Bank mempunyai peranan yang penting dalam sistem perekonomian di Indonesia. Jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat tersebut dapat mendukung laju pertumbuhan ekonomi dan dapat memperlancar kegiatan perekonomian. Dengan adanya kemajuan zaman dan adanya pertimbangan dari masyarakat luas, perbankan kini mengalami perkembangan baik dari produk, inovasi, sistem, prinsip operasional dan sebagainya. Perkembangan dan kemajuan zaman khususnya perkembangan ekonomi di Indonesia ditandai dengan banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar keberbagai pelosok tanah air, rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti. Hal ini nampak dari banyaknya lembaga keuangan mikro yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang lebih besar sering terabaikan, khususnya dalam pengembangan ekonomi masyarakat bawah. Padahal, lembaga keuangan mikro mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Dalam kondisi yang demikian inilah Baitul
1
2
Maal wa Tamwil (BMT) muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah (Ahmad Sumiyanto, 2008). Lembaga keuangan syari‟ah yang dikenal dengan nama Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ini merupakan cikal bakal lahirnya bank-bank syariah di Indonesia. Pembiayaan merupakan salah satu aktivitas penting dalam manajemen BMT yang sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT, karena seiring berhubungan langsung dengan rencana memperoleh pendapatan. Pembiayaan menjadi kegiatan utama lembaga ini, oleh karena itu memerlukan analisis yang cermat agar bisa menghasilkan keuntungan dan mendukung kelangsungan usaha lembaga tersebut. Sebagian besar dana operasi BMT dikelola dalam pembiayaan, keberhasilan BMT dalam mengelola pembiayaan merupakan keberhasilan bisnis BMT. Sebaliknya apabila BMT terjerat dalam masalah pembiayaan maka BMT akan menghadapi masalah besar, seperti resiko tak tertagihnya hutang atau pembiayaan bermasalah. Bank-bank di Indonesia terbukti pernah dan sering terjadi kredit bermasalah atau tidak terbayarnya tagihan sebagian bahkan seluruhnya, salah satu sebabnya yaitu analisis kredit atau pembiayaan yang tidak cermat. Begitu juga pada BMT yang harus selalu menggunakan prinsip kehati-hatian dalam mengelola pengoperasionalan dana dengan tujuan untuk meminimalkan risiko. Salah satunya yaitu dalam pemberian pembiayaan kepada calon debitur agar tidak terjadi pembiayaan bermasalah. Kenaikan pembiayaan bermasalah alias Non Performing Loan (NPL) sangat
3
mempengaruhi kinerja keuangan pada BMT. Dengan demikian perlu adanya peningkatan pengoperasian dana supaya kinerja keuangan BMT semakin baik, khususnya dalam pembiayaan pemberian persetujuan pembiayaan. Meningkatnya pemberian persetujuan pembiayaan baru dikarenakan 2 (dua) alasan yaitu dilihat dari sisi internal dan eksternal BMT. Dari sisi internal, permodalan BMT masih cukup kuat dan portofolio pembiayaan meningkat, sedangkan alasan eksternal BMT adalah membaiknya prospek usaha mudharib. Namun tidak menutup kemungkinan terjadinya pembiayaan yang bermasalah atau kredit bermasalah atas pembiayaan yang diberikan. Bahaya yang timbul dari pembiayaan atau kredit bermasalah adalah tidak terbayarnya kembali pembiayaan atau kredit tersebut, baik sebagian maupun seluruhnya (Rahman El Junusi, 2005: 3). Pembiayaan bermasalah atau kredit macet memberikan dampak yang kurang baik bagi negara, masyarakat, dan bank ataupun BMT. Bahaya atas pembiayaan bermasalah yakni tidak terbayarnya kembali pembiayaan yang diberikan, baik sebagian atau seluruhnya. Semakin besar pembiayaan yang bermasalah dihadapi oleh BMT maka akan menurun tingkat kesehatan BMT mempengaruhi tingkat likuiditas dan solvabilitas, yang dapat mempengaruhi kepercayaan para penitip dana. Semakin besar jumlah pembiayaan bermasalah, maka semakin besar jumlah dana cadangan yang harus disediakan semakin besar juga tanggungan BMT untuk mengadakan dana cadangan tersebut, karena kerugian yang ditanggung BMT akan mengurangi pendapatan dan menyedot modal sendiri. Dampak yang ditimbulkan oleh
4
pembiayaan bermasalah tersebut menguatkan keharusan BMT untuk berusaha mengupayakan penanggulangan ataupun pencegahan bahaya yang mungkin timbul akibat pembiayaan bermasalah tersebut. Sebelum BMT memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan pembiayaan kepada calon debitur maka perlu mengadakan evaluasi risiko dari para calon debitur. Adapun prinsip yang diterapkan dalam pemberian kredit adalah prinsip “5-C” yaitu: Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Conditions. Prinsip “5-C” tersebut kadang ditambahkan dengan “1-C” yaitu Constraint (Muhammad, 2006: 261) BMT dapat mengabulkan permohonan pembiayaan calon debitur apabila persyaratan yang ditetapkan BMT dapat terpenuhi. Terhadap kelengkapan data pendukung permohonan pembiayaan, BMT juga melakukan penilaian kelengkapan dan kebenaran informasi dari calon debitur dengan cara petugas BMT melakukan wawancara dan kunjungan (on the spot) ketempat usaha debitur. Diharapkan BMT mampu mewujudkan pemerataan kesempatan berusaha melalui pemberian pembiayaan kepada para pedagang atau pengusaha kecil di pedesaan melalui dana yang dihimpun dari masyarakat yang berupa tabungan dan deposito berjangka. Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi maka debitur pembiayaan BMT semakin diminati masyarakat. Seiring bertambahnya debitur pembiayaan, maka semakin sering terjadi transaksi pemberian pembiayaan. Hal ini memungkinkan terjadinya resiko pembiayaan tak tertagih semakin banyak.Diantara sekian banyak
5
lembaga keuangan syariah di Kabupaten Demak, salah satunya BMT. Dalam penelitian ini penulis tertarik pada BMT Darussalam, dimana dalam BMT Darussalam tersebut menawarkan berbagai macam produk pengumpulan dana dan penyaluran dana serta jasa keuangan lainnya. Salah satu produk yang ditawarkan adalah pembiayaan Mudharabah. BMT Darussalam menawarkan dua macam pembiayaan Mudharabah yaitu pembiayaan Mudharabah muqayyadah dengan jaminan (agunan) dan pembiayaan Mudharabah muqayyadah tanpa jaminan (agunan). Selama ini BMT Darussalam lebih dominan melayani mudharib masyarakat menengah kebawah seperti para pedagang yang berada di pasar tradisional dalam kawasan kota Demak. BMT Darussalam dalam membina mudharib dan berjalannya zakat, maka BMT Darussalam mempunyai sistem pemutihan atau penghapusan beban yaitu tanggungjawab sisa pembayaran mudharib ke BMT Darussalam. (Sumber: wawancara dengan pengurus BMT Darussalam Kab. Demak, Pada Tanggal 15 November 2014 Pukul 11.00). Penulis tertarik dengan sistem yang disebut pemutihan atau penghapusan beban yaitu tanggungjawab sisa pembayaran mudharib ke BMT Darussalam. Pembiayaan Mudharabah yang dilakukan bagi masyarakat menengah ke bawah ini merupakan pembiayaaan Mudharabahmuqayyadah atau tanpa jaminan.Nisbah (persentase) bagi hasil dan ketentuan-ketentuan lain ditetapkan sesuai kesepakatan dimuka yang disetujui oleh kedua belah pihak, tetapi tidak semua pembiayaan yang terjadi berjalan lancar, fakta riil dilapangan menunjukan bahwa tidak sedikit adanya berbagai macam kendala
6
yang
dihadapi
dalam
pembiayaan
Mudharabah
bermasalah
seperti
pembiayaan bermasalah, kecelakaan kerja, hingga wanprestasi. Penyelesaian pembiayaan bermasalahdapat dilakukan dengan cara mencari tahu alasan mengapa pengelola dana tersebut tidak bisa melunasinya. BMT akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya karena tidak adanya barang yang dijadikan jaminan (agunan), meskipun begitu BMT tetap melakukan usaha untuk menyelesaikannya. Hal ini dengan harapan mudharib tidak merasa dirugikan oleh pihak BMT semisal dari pihak mudharib belum mau melunasi atau menjalankan sesuai perjanjian dikarenakan suatu musibah sehingga BMT tidak boleh menindas mudharib dengan sewenang-wenang. Oleh karena itu diperlukan adanya payung atau landasan hukum yang merupakan bagian dan peranan penting sebagai adanya kepastian hukum dalam perlindungan antara kedua belah pihak. Sebab suatu perjanjian haruslah saling mengikat dan mampu untuk memenuhi perjanjian yang dinilai memenuhi cakap hukum sehingga proses ataupun berakhirnya perjanjian tidak menimbulkan suatu permasalah yang bisa menjadikan perselisihan yang lebih dari yang ingin diselesikan (Adiwarman A Karim, 2004:195). Perkembangan dan kemajuan BMT dalam masyarakat tumbuh sangat pesat, hal tersebut terjadi oleh karena mendirikannya sangat mudah. BMT sendiri memang ranahnya untuk masyarakat menengah kebawah. Tetapi dalam perjalanannya banyak kasus yang muncul seperti penggelapan dana mudharib oleh pengurus. Prosedur perlindungan dana mudharib BMT yang ada saat ini dibuat oleh masing-masing BMT sehingga setiap BMT memiliki
7
prosedur perlindungan yang berbeda-beda. Perlindungan terhadap dana mudharib lebih ke tindakan preventif yang dilakukan BMT itu sendiri. Belum terdapatnya regulasi yang jelas, sehingga saat ini BMT hanya mengupayakan langkah-langkah preventif dalam perlindungan dana mudharib dengan kata lain legalitas perlindungan dana mudharib BMT belum ada. BMT yang sudah tumbuh pesat, ternyata untuk melindungi dana mudharibnya mereka harus punya SOP sendiri yang bersifat preventif dalam kegiatan saving dan financing. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tiap BMT prosedurnya berbeda-beda (Tan Kamello, 2006: 23). Adanya fakta yang demikian maka disini pemerintah memiliki otoritas untuk mengawasi BMT karena termasuk dalam Koperasi. Kendati telah ada peraturan perundang undangan yang mengatur seperti Undang- Undang Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga OJK namun sifatnya masih bersifat umum. “BMT termasuk KJKS jadi pemerintah melalui dinas Koperasi dan Perindustrian disini mempunyai otoritas untuk mengawasi BMT itu sendiri. BMT belum diatur secara khusus, di undang-undang lembaga keuangan mikro sudah ada BMT tapi belum secara keseluruhan diatur” (Samsudin, 2004: 110). Sementara itu Maqdir Ismail, mengungkapkan dalam bukunya bahwa “Pengurus BMT pelaku penggelapan atau penipuan tidak bisa dikategorikan sebagai kejahatan perbankan Karena BMT tidak diatur dalam undang-undang perbankan. Ismail menambahkan, saat ini legalitas BMT diatur dalam undang-undang perkoperasian. Bisa menggunakan KUHP untuk menjerat
8
penggelapan dan penipuan itu. Kalau kejahatan perbankan sanksinya bisa jauh lebih berat seperti yang di atur di undang-undang perbankan”(Maqdir Ismail, 2009: 27). Demikianlah yang kemudian menuntut untuk segera direalisasikannya payung hukum yang mengatur secara khusus tentang operasional BMT yang kuat agar terciptanya kepastian hukum. Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya penulis tertarik sekali untuk mengetahui dan mengupas dasar hukum perjanjian atau kesepakatan antara mudharib dengan BMT Darussalam di Kabupaten Demak hal inilah yang mendorong peneliti untuk menulis skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MUDHARIB PADA AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH (Studi Analisis Terhadap Program Pemutihan di BMT Darussalam Kabupaten Demak) 1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1.2.aIdentifikasi Masalah Permasalahan yang akan menjadi pokok perhatian dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : a. Apa dasar hukum pemberian pembiayaan di BMT Darussalam. b. Apa faktor yang mempengaruhi pemberian pembiayaan di BMT Darussalam. c. Bagaimana perlindungan hukum dan pemutihan terhadap mudharib jika mengalami kerugian atau pailit di BMT Darussalam.
9
d. Bagaimana kemampuan Dewan Pengawas Syari‟ah ( DPS ) dan Pengurus BMT Darussalam dalam mengatasi permasalahan yang terjadi diantara para pihak. 1.2.b Pembatasan Masalah Sebagai lembaga keuangan yang baru dikenal, BMT menyimpan berbagai permasalahan terutama masalah – masalah hukum. Antara lain masalah bentuk usaha, organ / pengurus BMT, tanggung jawab para pihak dalam perjanjian dan perlindungan bagi mudharib sebagai konsumen. Namun karena luasnya permasalahan tersebut, maka peneliti hanya membatasi masalah bagaimana perlindungan hukum mudharib BMT, dan bagaimana
jika
mudharib
merugi
bahkan
bangkrut
pembiayaan
Mudharabah di BMT Darussalam Kab. Demak. 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, pokok permasalahan utama dalam tulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap mudharib BMT menurut Undang-Undang ? 2. Bagaimana praktek perlindungan hukum dan pemutihan terhadap mudharib pembiayaan Mudharabah di BMT Darussalam Kabupaten Demak ? 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
10
a. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap mudharib BMT Darussalam menurut Undang-Undang. b. Untuk mengetahui praktek pemutihan perlindungan hukum terhadap mudharib pembiayaan Mudharabah di BMT Darussalam Kabupaten Demak. 1.4.2
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi pengembangan teori ilmu hukum dan perbendaharaan pustaka masalah ilmu ekonomi Syari‟ah, khususnya bagi pihak BMT dalam memperhatikan analisis pembiayaan dalam hal pemberian pembiayaan Mudharabah kepada calon debitur. b. Manfaat Praktis Dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan pengetahuan Lembaga Keuangan Syari‟ah dan menjadi rujukan penelitian berikutnya tentang prosedur perlindungan hukum terhadap mudharib. Bagi BMT Darussalam, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan atau kebijakan pada saat pemberian pembiayaan dan memberikan pemutihan kepada mudharib.
11
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bagian yaitu : 1. Bagian Pendahuluan Bagian
pendahuluan
memuat
Sampul,
Lembar
Berlogo,
Judul,
Pengesahan Kelulusan, Pernyataan, Motto dan Persembahan, , Kata Pengatar, Sari (abstrak), Daftar Isi, dan Daftar Lampiran. 2. Bagian Isi Skripsi a. Bab I Pendahuluan Bab pendahuluan ini terdiri dari sub bab, yang dimulai dengan latar belakang penelitian, identifikasi dan pembatasan masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi b. Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan diuraikan mengenai penelaah kepustakaan atau kerangka teoritik, membicarakan tentang landasan atau konsep-konsep serta teori-teori yang mengandung pemecahan masalah, yang meliputi pengertian BMT, perlindungan hukum terhadap mudharib, pengertian pemberian Mudharabah serta berbagai teori tentang BMT. c. Bab III Metode Penelitian Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode yang akan digunakan
meliputi
metode
pendekatan
penelitian,
spesifikasi
penelitian, fokus penelitian, lokasi penelitian, sumber data, metode
12
pengumpulan data, metode pengolahan data, keabsahan data dan metode analisis data. d. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada bab ini terkait dijelaskan mengenai hasil penelitian yang dilakukan mengenai permasalahan. Dalam bab ini akan diuraikan deskripsi BMT Darussalam dan dalam berbagai sub, yakni : prosedur perlindungan hukum terhadap mudharib BMT Darussalam Kabupaten Demak, dan Pelaksanaan jika terjadi putusnya pemberian pembiayaan Mudharabah di BMT Darussalam Kabupaten Demak. e. Bab V Penutup Bab penutup ini akan berisikan tentang simpulan dan saran, penelitian akan mencoba menarik sebuah benang merah terhadap permasalahan yang diangkat. 3. Bagian Akhir Skripsi Bagian akhir Skripsi terdiri dari Daftar Pustaka dan Lampiran-lampiran
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tentang BMT A. Makna dan Fungsi BMT Menurut (Andri Soemitra, 2009:56) BMT adalah kependekan dari kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Maal Wat Tamwil, yaitu lembaga keungan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan menurut Muhammad (2004:32), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT)
merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa yang tidak menggunakan bunga tetapi menggunakan sistem bagi hasil yang produknya sendiri berlandaskan pada Al-Qura‟an dan Hadits Nabi SAW. Baitul maal wattamwil terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana non profit, seperti zakat, infaq dan shodaqoh. Baitul tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. Usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari baitul maal wattamwil sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syari‟ah (M. Sholahuddin, 2006: 75). Dari sini, secara operasional, BMT dapat didefinisikan sebagai lembaga keuangan syari‟ah yang memadukan fungsi pengelolaan ZIS 13
14
dan penyadaran umat akan nilai-nilai Islam dengan fungsi bisnis (ekonomi). Dalam perannya sebagai
baitul
maal,
BMT harus
menjalankan fungsi optimalisasi pengelolaan ZIS dan upaya-upaya penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya nilai-nilai Islam dalam semua aspek kehidupan (Ahmad Sumiyanto, 2008: 25). Secara garis besar BMT memiliki 2 fungsi utama (Heri Sudarsono, 2006: 96): 1. Baitul Maal: lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti halnya zakat, infaq, dan shadaqah. 2. Baitut Tamwil: lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial. B. Sejarah Singkat BMT Pengembangan BMT merupakan hasil prakarsa dari Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil dan Menengah (PINBUK) yang merupakan badan pekerja yang dibentuk oleh Yayasan Inkubasi Usaha Kecil dan Menengah (YINBUK). Menurut (A. Djazuli dan Yandi janwari, 2002) yang dikutip oleh (Andri Soemitra, 2009) PINBUK didirikan memiliki fungsi sebagai berikut: a. Mensupervisi dan membina teknis, administrasi, pembukuan, dan financial BMT-BMT yang terbentuk. b. Mengembangkan sumber daya manusia dengan melakukan inkubasi bisnis pengusaha baru dan penyuburan pengusaha yang ada.
15
c. Mengembangkan teknologi maju untuk para nasabah BMT sehingga meningkat nilai tambahnya. d. Memberikan penyuluhan dan latihan. e. Melakukan promosi, pemasaran hasil dan mengembangkan jaringan perdagangan usaha kecil. f. Memfasilitasi alat-alat yang tidak mampu dimiliki oleh pengusaha secara perorangan, seperti faks alat-alat promosi dan alat-alat pendukung lainnya. Sebagaimana umumnya lembaga keuangan Islami lainnya, BMT merupakan lembaga mediasi keuangan yang bertujuan meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. BMTdalam upaya merealisasikan konsep tersebut, dikembangkanlah sejumlah usaha bisnis yang dikembangkan secara swadaya dan professional. C. Dasar Hukum BMT Hingga saat ini BMT belum memiliki payung hukum yang jelas dan spesifik. Pengaturan yang digunakanmengacu pada berbagai peraturan yang ada, antara lain, KUH Perdata, KUH Dagang, UUNo. 10 tahun 1998 tentang
Perbankan,
UU
No.
25
tahun
1992
tentang
Koperasi
besertaPeraturan Pelaksananya, SK Menteri Negara Koperasi dan UKM, dan UU No. 40 Tahun2007 tentang Perseroan Terbatas. Digunakan pengaturan yang beragam ini menimbulkan masalah hukum, antara lainadanya ketidakkepastian hukum, berkaitan dengan bentuk hukum, proses pendirian,pengesahan, pembinaan dan pengawasan
16
BMT. Kebanyakan dasar hukum yang dipergunakan sebagi pijakan pendirian BMT adalah Koperasi. Lebih detail tentang ketentuan pengaturan koperasi BMT diatur dengan Keputusan Menteri Koperasi Usaha Kecil dan Menengah No.91 Tahun 2004 (Kepmen No. 91 /KEP /M.KUKM /IX /2004). Dengan ketentuan tersebut, maka BMT yang beroperasi secara sah di wilayah Republik Indonesia adalah BMT yang berbadan hukum koperasi yang izin operasionalnya dikeluarkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Usaha Menengah atau departemen yang sama di masingmasing wilayah kerjanya. Oleh karena itu BMT yang berbadan hukum koperasi harus juga tunduk dengan koperasi yaitu Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Sesuai dengan Perma No 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah, dalam pasal 49 Undang-undang No. 3 tahun2006 ini disebutkan bahwa “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antaraorang-orang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shodaqoh; dan i. ekonomi syariah. Pada bagian terakhir disebutkan ekonomi syariah. Artinya, lebih luas dari hanya sekedar menangani perbankan syariah. Adapun maksud dengan “antara orang-orang yang beragama Islam” diperluas pengertiannya termasuk orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama sesuai
17
ketentuan pasal ini (Ramdlon Naning,2008:30). Pengertian “ekonomi syariah” diperluas dan dirinci sebagai perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, meliputi: a. bank syariah; b. asuransi syariah; c. reasuransi syariah; d. reksadana syariah; e. obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; f. sekuritas syariah; g. pembiayaan syariah; h. pegadaian syariah; i. dana pensiun lembaga keuangan syariah; j. bisnis syariah; k.lembaga keuangan mikro syariah (Ramdlon Naning, 2008:30). KHES lahir untuk memenuhi upaya tersebut. Selain itu, KHES dilahirkan dalam upaya menyamakan dasar pijakan para hakim dalam memberikan keputusan hukum dalam ekonomi syariah. Sehingga BMT sebagai salah satu lembaga yang bergerak dibidang pembiayan syariah mengacu pada peraturan ini. Pada dasarnya pemutihan merupakan nama lain dari pembebasan utang, yang telah diatur dalam pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tepatnya pada pasal 1438 yaitu pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utang dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma- Cuma. Maka dari itu pasal 1438 KUHPerdata menekankan bahwa pembebasan Utang haruslah dibuktikan.
18
Mengenai pembebasan utang haruslah dilakukan semacam deklarasi dari kreditur kepada debitur yang prinsipnya membebaskan debitur dari kewajiban-kewajiban membayar utangnya. Sementara untuk sistem
deklarasi
yang
dimaksud
diatur
dalam
pasal
1439-1441
KUHPerdata. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa pernyataan kreditur itu dilakukan diluar ketentuan pasal-pasal tersebut, dengan cara lisan misalnya bisa saja dilakukan. Untuk itulah beban pembuktian pembebasan
utang
tersebut
menjadi
tanggungjawab
pihak
yang
memprasangkakan kebebasan utang itu.Pernyataan kebebasan yang dimaksud adalah dengan cara, pengembalian sepucuk tanda piutang, pembebasan hutang pada salah seorang kawan berhutang, pengambalian gadai, pembebasan yang berhutang utama, serta pembayaran dari penanggung. Atau dengan cara lain sesuai dengan Hukum Acara Perdata dan Undang-undang yang berlaku. D. Ciri-ciri BMT Baitul Maal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Visi dan misinya sosial. b. Mempunyai fungsi sebagai mediator. c. Tidak boleh mengambil profit apapun. d. Pembiayaan operasi diambil 12,5 persen dari total zakat yang diterima, yang merupakan bagian amil zakat. e. Penyalurannya dialokasikan pada mereka yang berhak menerima atau disebut Mustahik.
19
Sedangkan Baitut Tamwil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Visi dan misinya ekonomi dan profit motif. b. Dijalankan dengan prinsip ekonomi Islam. c. Berfungsi sebagai mediator atau financial intermediary antar pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. d. Merupakan wajib zakat. (M. Syafi‟i Antonio, 1999) Berdasarkan pada surat At Taubah ayat 58-60 tentang orang yangberhak menerima zakat, yaitu : "... Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, orang-orang yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang kehabisan bekal di perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." Jadi berdasarkan firman Allah Swt tersebut, terdapat 8 golongan yang berhak menerima zakat : 1. Fakir Fakir yaitu orang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak memintaminta. 2. Miskin Miskin adalah orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta. 3. Amil zakat Amil zakat merupakan orang yang melaksanakan segala urusan zakat berupa pengumpulan dan penjagaannya, serta menghitung keluar masuknya zakat
20
4. Golongan muallafMuallaf dalam berbagai referensi terbagi dalam beberapa macam golongan, diantaranya : Golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta keluarganya Golongan orang yang dikuatirkan kelakuan jahatnya Golongan orang yang baru masuk Islam Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat kafir.Pemimpin dan tokoh kaum Muslimin yang berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah.Kaum Muslimin yang tinggal di benteng-benteng dan daerah perbatasan
musuh.Kaum
Muslimin
yang
membutuhkannya
untuk
mengurus zakat orang yang tidak mau mengeluarkan, kecuali dengan paksaan.Sebagian besar orang biasanya mengartikan muallaf sebagai orangyang baru masuk islam 5. Memerdekakan budak belian ada beberapa cara untuk memerdekakan budak, diantaranya yaitu: a. menolong hamba mukatab, yaitu budak yang memiliki perjanjian dengan tuannya, misalnya : ia sanggup menghasilkan harta dengan nilaidan ukuran tertentu, maka dia dibebaskan b. Seseorang dengan harta zakatnya membeli seorang budak kemudian membebaskannya. 6. Gharimun Gharimun adalah orang yang berhutang. Dan kita boleh menyerahkan
21
zakat atas dasar fakirnya bukan karena hutangnya (Menurut Ibnu Humam dalam al Fath) Sebagaimana diketahui bahawa di antara delapan golongan asnaf yang berhak menerima zakat ialah Al-Gharimin itu orang yang berhutang. Tetapi perlulah diketahui bahawa tidak semua orang yang berhutang itu berhak menerima bantuan zakat bagi menyelesaikan hutanghutang yang ditanggung. Menurut Imam Al-Ghazali dalam Kitab Muhzatal Mu'min Min Ihya Ulumuddin, Al-Gharimin itu ialah orang yang dibebani hutang dan dia berhutang karena bertujuan ketaatan atau kerana sebab yang mubah (harus) seperti perbelanjaan ke atas anak isteri sedangkan orang yang berhutang itu dalam keadaan fakir dan miskin, dia tidak lagi sanggup atau berdaya untuk membayar hutangnya itu. Ketika itu bolehlah dia mengadu nasib kepada penguasa sehingga hutang itu dapat dibayar dengan zakat. Kiranya ia berhutang dengan tujuan maksiat, maka tiadalah dia diberikan dari bahagian zakat itu, melainkan jika dia telah bertaubat dengan sebenar-benar taubat. Kiranya orang yang berhutang itu seorang yang kaya atau mempunyai harta benda tiadalah boleh ditunaikan hutangnya itu dari bahagian zakat kecuali jika dia berhutang karena faedah dan maslahat orang ramai ataupun karena tujuan memadamkan fitnah atau huru-hara. Dari itu dapatlah dipahami bahwa orang yang berhutang disebabkan perbelanjaan yang tidak perlu maka tiadalah dia berhak menerima zakat. Selain itu juga telah dijelaskan dalam sebuah hadis berkenaan orang-orang yang berhak meminta wang zakat sebagaimana
22
yang diriwayatkan dari Imam Muslim yang menceritakan bahwa Qabisah bin Mukariq Al-Hilali pernah menanggung hutang untuk mendamaikan dua kabilah yang saling bersengketa. Lalu dia datang kepada Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam meminta bantuan kepada Baginda untuk membayar hutangnya itu, Baginda bersetuju dan menyuruhnya menunggu sehingga ada orang datang menghantar zakat dan akan menyerahkan zakat itu kepadanya nanti. Kemudian Baginda bersabda bahawa sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali tiga golongan : Pertama : Orang yang menanggung suatu tanggungan atau beban. Maka orang itu boleh meminta sehingga dia dapat membayar tanggungannya atau
bebanannya
itu
(tanggungan
karena
dia
berhutang
untuk
mendamaikan dua qabilah yang sedang bertikai itu). Maka apabila hutang itu telah selesai, maka tidak boleh lagi dia meminta-minta. Kedua : Orang ditimpa bencana sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sehingga dia memperoleh sumber kehidupan yang layak bagi dirinya. Ketiga : Orang yang ditimpa kemiskinan (disaksikan atau diketahui oleh orang yang dipercayai bahawa dia memang miskin) Orang itu boleh meminta-minta hingga memperolehi sumber kehidupan yang layak. Selain tiga golongan tersebut, haram baginya meminta-minta dan haram pula baginya memakan hasil perbuatan meminta-minta itu. Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala telah menetapkan rezeki yang berbeda-beda di antara hamba-hamba-Nya, ada yang hidup dalam
23
kesenangan dan ada pula yang hidup dalam serba kekurangan. Oleh itu dengan adanya pemberian zakat dapatlah membantu golongan yang memerlukan bantuan seperti fakir miskin dan Al-Gharimin yaitu orang yang berhutang. Maka sebagai orang yang menerima bagihan zakat hendaklah mensyukuri nikmat tersebut dan hendaklah mengetahui bahwa Allah Subhanahu Wata'ala mewajibkan pemberian zakat itu hanyalah untuk mencukupi keperluannya terutama dalam mengerjakan ketaatan. Uang zakat yang diterima hendaklah dimanfaatkan dan dibelanjakan dengan bijaksana dan berhemah seperti perbelanjaan harian dan perbelanjaan sekolah. Jika uang zakat itu digunakannya untuk maksiat, seolah-olah dia telah mengkufuri nikmat Allah yang diberikan kepadanya, dengan itu jauhlah dia dari rahmat Allah dan mendapat pula kutukkan dari Allah Subhanahu Wata'ala. Selain itu mereka hendaklah bersyukur kepada orang yang memberikan zakat serta mendoakan baginya kebaikan. Mereka juga hendaklah memelihara diri dari menerima zakat melainkan dalam kadar yang harus diterimanya yaitu sekadar keperluannya saja. Begitu juga, janganlah dia menerima melainkan sesudah dia yakin bahwa dia mempunyai salah satu sifat dari sifat-sifat asnaf yang berhak menerima zakat yang telah ditetapkan oleh agama Islam. 7. Mujahidin Mujahidin merupakan orang yang berjihad di jalan Allah. Didalam AlQuran digambarkan sasaran zakat yang ketujuh ini dengan firmanNya: "Di
24
jalan Allah". Sabil berarti jalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allah, baik akidah maupun perbuatan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang digunakan untuk bertakkarub kepada Allah, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam kebajikan lainnya. 8. Ibnu sabilIbnu sabil atau musafir Orang yang melakukan perjalanan dari suatu daerah ke daerah lain. Menurut pendapat beberapa ulama, ibnu sabil mempunyai hak zakat, walaupun dia kaya, jika ia terputus bekalnya (kehabisan bekal). Menurut (Muhammad, 2005) dalam rangka mencapai tujuannya, BMT berfungsi sebagai: a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota. b. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. d. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary) antara pemilik dana dengan dhuafa terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, sedekah, hibah dan lain-lain.
25
e. Menjadi perantara keuangan antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun sebagai penyimpan dengan pengguna dana untuk usaha pengembangan produktif. Sedangkan menurut (Andri Soemitra, 2009), fungsi dari BMT yaitu sebagai : a. Mengidenidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong, dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota muamalat (Pokusma) dan kerjanya. b. Mempertinggi kualitas SDM anggota dan Pokusma menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan global. c. Menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. E. Tujuan dan Analisis Pembiayaan BMT Berkembangnya lembaga perbankan/keuangan tentu menjadi bukti nyata dari tuntutan kebutuhan masyarakat. Tujuan pembiayaan yang diberikan BMT kepada pengusaha mikro dan kecil(Muhammad, 2004: 24), diberikan dalam rangka untuk : 1. Upaya memaksimalkan laba Artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitumenghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang cukup.
26
2. Upaya meminimalkan resiko Artinya: usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal,maka pengusaha harus mampu meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Resiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan. 3. Pendayagunaan sumber ekonomi Artinya:
sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan
melakukanmixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada, dansumber modal tidak ada. Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi. 4. Penyaluran kelebihan dana Artinya: dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang memiliki kelebihansementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan masalahdana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus) dana. Sehubungan dengan aktivitas BMT, maka pembiayaan merupakan sumberpendapatan bagi BMT. Oleh karena itu, tujuan pembiayaan yang dilaksanakan BMT adalah untuk memenuhi kepentingan stakeholder menurut (Muhammad, 2005: 27), yaitu:
27
1. Pemilik Dari sumber pendapatan di atas, para pemilik mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada BMT tersebut. 2. Pegawai Para pegawai mengharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari BMT yang dikelolanya. 3. Masyarakat a. Pemilik dana Sebagaimana pemilik, mereka mengharapkan dari dana yang diinvestasikan akan diperoleh bagi hasil. b. Debitur yang bersangkutan Para debitur, dengan penyediaan dana baginya, mereka terbantu guna menjalankan usahanya (sektor produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang diinginkannya (pembiayaan konsumtif) c. Masyarakat umumnya atau konsumen Mereka dapat memperoleh barang-barang yang dibutuhkannya. 4. Pemerintah Akibat penyediaan pembiayaan, pemerintah terbantu dalam
pajak
(berupa pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh BMT dan juga perusahaan perusahaan).
28
5. BMT Bagi BMT yang bersangkutan, hasil dari penyaluran pembiayaan, diharapkan BMT dapat meneruskan dan mengembangkan usahanya agar tetap bertahan dan meluas jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat dilayaninya. Menurut
Muhammad
(2005)
mengatakan
bahwa
analisis
pembiayaan yang diterapkanoleh para pengelola BMT yaitu: 1. Pendekatan jaminan, artinya BMT dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam. 2. Pendekatan karakter, artinya BMT mencermati secara sungguhsungguhterkait dengan karakter anggota. 3. Pendekatan
kemampuan
pelunasan,
artinya
BMT
menganalisis
kemampuan anggota untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil. 4. Pendekatan dengan studi kelayakan, artinya BMT memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh anggota peminjam. 5. Pendekatan
fungsi-fungsi
BMT,
artinya
BMT
memperhatikan
fungsinyasebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme danayang dikumpulkan dengan dana yang disalurkan. F. Prinsip BMT Menurut Ridwan (2004) dalam melaksanakan usahanya BMT, berpegang teguh pada prinsip utama sebagai berikut:
29
1. Keimanan
dan
ketaqwaan
mengimplementasikannya
kepada
kepada
Allah
prinsip-prinsip
SWT
dengan
Syari‟ah
dan
mu‟amalah Islam kedalam kehidupan nyata. 2. Keterpaduan, yakni nilai-nilai spiritual dan moral menggerakkan dan mengarahkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif adil dan berakhlaq mulia. 3. Kekeluargaan, yakni mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. 4. Kebersamaan, yakni kesatuan pola pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen BMT. 5. Kemandirian, yakni mandiri diatas semua golongan politik, tidak tergantung pada dana-dana pinjaman tetapi senantiasa proaktif untuk menggalang dana masyarakat sebanyak-banyaknya. 6. Profesionalisme, yakni semangat kerja yang tinggi, dengan bekal pengetahuan, dan keterampilan yang senantiasa ditingkatkan yang dilandasi keimanan. Kerja yang tidak hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan dan kepuasan rohani dan akherat. 7. Istiqomah, yakni konsisten, konsekuen, kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Arianti (2009) prinsip analisis pembiayaan BMT didasarkan pada rumus 5C, yaitu : 1. Character artinya sifat atau karakter anggota pengambil pinjaman.
30
2. Capacity artinya kemampuan anggota untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil. 3. Capital artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam. 4. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam kepada BMT. 5. Condition artinya keadaan usaha atau anggota prospek atau tidak. G. Sistem Pembiayaan BMT Menurut Antonio (2001: 53) pembiayaan merupakan salah satu tugas BMT, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu : a. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. b. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan. Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut: a. Pembiayaan modal kerja, kebutuhan.
yaitu pembiayaan untuk memenuhi
31
b. Pembiaayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu. H. Produk Pembiayaan BMT Produk penghimpunan (funding) dan penyaluran dana (financing) yang secara teknis-finansial dapat dikembangkan sebuah lembaga keuangan Islam termasuk BMT. Hal ini dimungkinkan karena sistem syari‟ah memberi ruang yang cukup untuk itu (Muhammad Ridwan, 2007: 154). Pemberian pembiayaan produktif, baik yang diperuntukkan sebagai modal kerja maupun investasi, masyarakat dapat memilih empat model pembiayaan BMT. Pola pembiayaan ini merupakan kontrak yang mendasari berbagai produk layananmasyarakat BMT dalam usahanya. Secara umum pembiayaan BMT tersebut dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori umum diantaranya ialah: 1. Produk Penghimpunan Dana a. Modal b. Simpanan Pokok Simpanan pokok simpanan yang harus dibayar saat menjadi anggota BMT. c. Simpanan Wajib Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir terus setiap waktu.
32
d. Wadliah Wadiah merupakan akad penitipan barang atau uang pada BMT. e. Tabungan Tabungan Mudharabah (tabungan biasa), Tabungan Pendidikan, Tabungan Idul Fitri, Tabungan Qurban, Tabungan Walimah f. Dan lain-lain, produk yang di kembangkan sesuai dengan lingkungannya. 2. Produk Penyalur Dana Aktivitas yang tidak kalah pentingnya dalam manajemen dana atau pembiayaan yang sering juga disebut dengan lending– financing. Istilah ini dalam keuangan konvensional dikenal dengan sebutan kredit. Pembiayaan sering digunakan untuk menunjukkan aktivitas utama BMT, karena berhubungan dengan rencana memperoleh pendapatan. Berdasarkan Undang-Undang Koperasi No. 17 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (14) : “Pinjaman adalah penyediaan uang oleh Koperasi Simpan Pinjam kepada Anggota sebagi peminjaman berdasarkan perjanjian, yang mewajibkan untuk melunasi dalam jangka waktu tertentu dan membayar jasa”. Sebagai upaya memperoleh pandapatan yang semaksimal mungkin, aktivitas pembiayaan BMT menganut asas syari‟ah yakni dapat berupa bagi hasil, keuntungan maupun jasa manajemen. Upaya ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan likuiditas dapat terjamin dan tidak banyak dana yang menganggur.
33
Adapun jenis produk penyaluran dana BMT yang dikembangkan adalah sebagai berikut: 1. Prinsip bagi hasil (syirkah) Syirkah dalam bahasa Arab berarti pencampuran atau interaksi atau membagi sesuatu antara dua orang atau lebih menurut hukum kebiasaan yang ada. Prinsip syirkah untuk produk pembiayaan BMT dapat dioperasikan dengan pola-pola sebagai berikut : a. Pembiayaan Mudharabah Mudharabah berasal dari kata dharaba yang berarti memukul atau berjalan. Sedang yang dimaksud dengan memukul atau berjalan, yaitu seseorang yang memukulkan tangannya untuk berjalan dimuka bumi dalam mencari karunia Allah SWT (Muhammad Ridwan, 2007: 96) Menurut (Ahmad Sumiyanto, 2008: 34) memberikan definisi mudharabahbahwa “Mudharabah yaitu kerjasama di mana shahibul maalmemberikan dana 100 % kepada mudharib yang adalah: - Jumlah modal yang diserahkan kepada anggota selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. - Apabila uang diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. - Hasil
dari
pengelolaan
pembiayaan
mudharabah
dapat
diperhitungkan dengan dua cara yaitu : pertama; hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada bulan atau waktu yang ditentukan.
34
BMT selaku pemilik modal menanggung seluruh kegiatan kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak pengusaha. Kedua; BMT berhak melakukan
pengawasan
terhadap
pekerjaan
namun
tidak
berhak
mencampuri urusan pekerjaan anggota. Jika anggota cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda kewajiban, maka dapat dikenakan sanksi administrasi. Akad mudharabah dapat dilihat pada gambar berikut. Keterangan Skema 1 : Akad Mudharabah Anggota
Tenaga Kerja
X % Nisbah
Akad Mudharabah
Proyek/ Usaha
Keuntungan
BMT
Modal
Y % Nisbah
(Sumber : ekahidayatullah77.blogspot.com yang telah di olah penulis pada tanggal 3 Desember 2014) Secara umum landasan dasar Syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat berikut ini :
….
35
…. Artinya: Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orangorang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah (Al- Muzzammil: 20) Ayat tersebut terdapat kata yadribun yang asal katanya sama dengan mudharabah, yakni dharaba yang berarti mencari pekerjaan atau menjalankan usaha. Mudharobah yakni hubungan kemitraan antara BMT dengan anggota atau nasabah yang modalnya 100% dari BMT. Atas dasar proposal yang diajukan nasabah, BMT akan mengevaluasi kelayakan usaha dan dapat menghitung tingkat nisbah yang dikehendaki. Jika terjadi risiko usaha, maka BMT akan menanggung seluruh kerugian modal selama kerugian tersebut disebabkan oleh faktor alam atau musibah di luar kemampuan manusia untuk menanggulanginya. Namun jika kerugian terjadi karena kelalaian manajemen atau kecerobohan anggota atau nasabah, maka mudharib yang akan menanggung pengembalian modalnya (Muhammad Ridwan, 2007: 170) Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul al maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal (Adiwarman Karim, 2006)
36
b. Pembiayaan Musyarakah Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik (Adiwarman Karim, 2006: 106). Komposisi modalnya tidak harus sama. Namun biasanya porsi modal dapat menjadi acuan dalam menentukan porsi nisbah bagi hasilnya. Keuntungan yang terjadi dari transaksi usaha ini dibagi antara para pihak dengan nisbah yang telah disepakati di awal. Sedangkan, munculnya kerugian akibat transaksi usaha ini ditanggung sesuai dengan porsi saham masing-masing pihak dalam komposisi modal yang di tanamkan dalam usaha tersebut. Perlu diperhatikan dalam transaksi ini adalah adanya objek akad di mana di situ harus jelas adanya usaha yang di jalankan, komposisi modal dan keahlian serta kesepakatan menaggung akan munculnya keuntungan dan kerugiannya (Sumber: Majalah ekonomi bisnis syariah, 2006: 38-39). Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian, kepemilikan, peralatan, kepercayaan/reputasi, atau barang-barang yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum kombinasi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel (Adiwarman Karim, 2006: 102).
37
Ketentuan umum dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut : -
Semua modal disatukan untuk menjadi modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama.
-
Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana usaha.
-
Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dengan tidak boleh melakukan tindakan seperti; menggabungkan dana proyek dengan dana pribadi, menjalankan proyek dengan pihak lain tanpa seizin pemilik modal lainnya, memberi pinjaman kepada pihak lain.
-
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
-
Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama bila; menarik diri dari perserikatan, meninggal dunia, menjadi tidak cakap hukum.
38
Biaya yang timbul dari pelaksanaan proyek jangka waktu proyek harus diketahui bersama dan proyek yang dijalankan harus disebutkan dalam akad. Akad musyarakah dapat dilihat pada Gambar berikut: Keterangan Skema 2 : Akad Musyarakah Akad Musyarakah
Anggota
BMT
Proyek/ Usaha Y % Nisbah
X % Nisbah Pembagian Keuntungan Pembagian Kerugian
(sumber : Adiwarman Karim, 2006: 102 diolah penulis pada tanggal 5 Desember 2014) b.1 Jenis-jenis Pembiayaan Musyarakah Terdapat dua jenis Al Musyarakah yaitu musyarakah kepemilikan dan musyarakah akad. Menurut (Muhammad Syafi‟i Antonio,2001: 91) jenis-jenis Al Musyarakah ialah: 1) Musyarakah Pemilikan Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, pemilikan dua orang atau
39
lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. 2) Musyarakah akad Tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberi modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi: al- inan, al-mufadhah, ala‟maal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Pembagian tersebut ialah: a. Syirkah al-inan Syirkah al-inan adalah kontrak dua orang atau lebih. Setiap orang memberi porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan bersama. b. Syirkah Mufawadhah Syirkah Mufawadhahadalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberi suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak
40
membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban hutang dibagi oleh masing-masing pihak. c. Syirkah A‟maal Syirkah A‟maal adalah kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berabagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-Musyarakah abdan atau sanaa‟i. d. Syirkah Wujuh Syirkah Wujuhadalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada pensuplai yang disediakan oleh pihak mitra. Jenia Al- musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang.
41
b.2 Manfaat Pembiayaan Musyarakah Al-Musyarakah dapat memberikan manfaat yang sangat berguna bagi pihak BMT maupun nasabah. (Muhammad Syafi‟i Antonia, 2001: 93) mengemukakan bahwa terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah ini, diantaranya sebagai berikut: 1) BMT akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat. 2) BMT tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu pada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapat/hasil usaha BMT, sehingga BMT tidak akan pernah mengalami negatif spread. 3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flowlarus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah. 4) BMT akan lebih selektif dan berhati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. 5) Prinsip bagi hasil ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana BMT akan menagih penerima pembiayaan (nisbah) atau jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
42
2. Prinsip Jual Beli Jual beli secara entimologi berarti menukar harta dengan harta, sedangkan secara terminologis artinya adalah transaksi penukaran selain fasilitas dan kenikmatan. Sedangkan prinsip jual beli dapat dikembangkan menjadi bentuk -bentuk pembiayaan sebagai berikut : a. Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah salah satu produk penyaluran dana yang cukup digemari BMT karena karakternya yang profitable, mudah dalam penerapan, serta dengan risk-factor yang ringan untuk diperhitungkan. Dalam penerapan, BMT bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual barang halal tertentu yang dibutuhkan nasabah. Besarnya keuntungan yang diambil oleh BMT atas transaksi murabahah bersifat konstan. Keadaan ini berlangsung sampai akhir pelunasan utang oleh anggota kepada BMT. Biasanya BMT langsung menunjuk nasabah sebagai wakilnya untuk membeli barang sebagaimana dimaksud kepada pihak ketiga dengan memanfaatkan fasilitas al-wakalah, yakni akad pemberian kewenangan/kuasa seseorang kepada pihak lain mengenai apa yang harus dilakukannya, dan penerima kuasa secara hukum menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan (Adiwarman Karim, 2006: 45 ).
43
Akad pembiayaan Murabahahdapat dilihat pada gambar berikut. Keterangan Skema 3 : Akad Murabahah NASABAH
Pembayaran
Supplier/ Produsen
BMT
AKAD
BMT
NASABAH
(sumber : Adiwarman Karim, 2006: 45 yang diolah pada tanggal 4 Desember 2014) Secara umum murabahah memiliki syarat-syarat : - BMT memberitahu biaya modal (harga pokok) kepada anggota. - Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. - Kontrak harus bebas dari riba. - Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. - Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian dilakukan secara hutang. b. Bai‟ as-salam Definisi Bai‟ as-Salam ialah akad pembelian barang yang mana barang
yang
dibeli
diserahkan
dikemudian
hari,
sedangkan
pembayarannya dilakukan secara tunai dimuka. Dalam transaksi ini ada kepastian tentang kualitas, harga dan waktu penyerahan (Ahmad
44
Sumiyanto, 2008: 156). Selain itu, transaksi juga harus memenuhi syarat dan rukun jual beli (Muhammad Ridwan, 2007: 180). Ketentuan umum dalam bai‟ as salam adalah : - Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. - Apabila hasil produksi diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, anggota harus bertanggung jawab. - Mengingat BMT tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan, maka BMT dimungkinkan melakukan akad salam dengan pihak ketiga. Keterangan Skema : Akad Istishna’ Rekanan BMT
Beli Barang
BMT
Antar Barang
Bayar Cicilan Jual Barang
Bayar Cicilan
(Sumber: Ahmad Sumiyanto, 2008 diolah oleh penulis pada tanggal 5 Desember) c. Bai bitsaman ajil (Jual beli cicilan) Yakni penyediaan barang BMT pihak pembeli (Anggota/Nasabah) harus membayar dengan cara mengangsur dalam jangka waktu tertentu sebesar pokok ditambah dengan keuntungan (Profit) yang disepakati. Dalam menentukan jumlah keuntungananya, BMT dapat berbeda-beda tergantung pada jangka waktu dan tingkat resiko. Karena bersifat jual
45
beli, maka transaksi ini harus memenuhi persyaratan dan rukun jual beli (Muhammad Ridwan, 2007: 179). d. Prinsip sewa Traksaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Objek transaksi dalam ijarah adalah jasa. Pada akhir masa sewa, BMT dapat saja menjual barang yang disewakan kepada anggota. Karena dalam kaidah Syari‟ah dikenal dengan nama ijarah mutahiyah bit tamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. e. Prinsip Jasa Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah ta‟awuni atau tolong-menolong. Berbagai pengembangan dalam akad ini meliputi: a. Al Wakalah Wakalah berarti BMT menerima amanah dari investor yang akanmenanam modalnya kepada anggota, investor menjadi percaya kepada anggota karena adanya BMT yang akan mewakilinya dalam penanaman investasi. Atas jasa ini, BMT dapat menerapkan management fee yang besarnya tergantung kesepakatan para pihak. b. Kafalah Kafalah berarti pengalihan tanggung jawab seseorang yang dijamin kepada orang lain yang menjamin. BMT dapat berperan sebagai penjamin atas transaksi bisnis yang dijalankan oleh
46
anggotanya. Rekan bisnis anggota dapat semakin yakin atas kemampuan anggota BMT dalam memenuhi atau membayar sejumlah dana yang terhutang. Atas jasa ini, BMT dapat menerapkan management fee sesuai kesepakatan. c. Hawalah Hawalah atau hiwalah berarti pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada si penanggung. Hawalah dapat terjadi kepada : -
Factoring atau
anjak
piutang,
yaitu
anggota
yang
mempunyai piutang mengalihkan piutang tersebut kepada BMT dan BMT membayarnya kepada nasabah, lalu BMT akan menagih kepada orang yang berhutang. -
Post date check, yaitu BMT bertindak sebagai juru tagih
atas piutang nasabah tanpa harus mengganti terlebih dahulu. -
Bill discounting, secara prinsip transaksi ini sama dengan
hawalah pada umumnya. d. Rahn Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya. Barang yang ditahan adalah barang-barang yang memiliki nilai ekonomis sesuai dengan standar
yang
ditetapkan.
Dalam
sistem
ini
orang
yang
menggadaikan barangnya tidak akan dikenai bunga tetapi BMT dapat menetapkan sejumlah fee atau biaya atas pemeliharaan,
47
penyimpanan dan administrasi. Besarnya fee sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya masa gadai dan jenis barangnya. C. Pembiayaan Non Profit Pembiayaan non profit di BMT biasanya berupa pembiayaan Qardul hasan, yakni pembiayaan yang diberikan kepada nasabah tanpa pungutan bagi hasil atau keuntungan dalam bentuk apapun. Nasabah hanya dibebani membayar biaya administrasi dalam jumlah yang wajar sebagai konsekuensi logis atas biaya-biaya yang otomatis dikeluarkan BMT untuk administrasi dan dalam rangka penyaluran pembiayaan tersebut. Baitul Maal merupakan bidang sosial dari kegiatan operasional BMT. Baitul Maal adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infak dan shadaqah (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al qur‟an dan sunah Rasul-Nya. I. Kendala dan Hambatan yang dihadapi oleh BMT Menurut Izza (2002) sebagai lembaga keuangan mikro yang mempunyai keperpihakan pada masyarakat golongan ekonomi lemah, banyak tantangan dan permasalahan yang timbul dan dihadapi dalam perkembangan BMT baik yang bersifat intern maupun ekstern BMT. Kendala yang bersifat intern antara lain : 1. Misi Misi sebagai lembaga sosial dan ekonomi menuntut pengelola BMT untuk teguh dalam membawa prinsip keadilan sesuai Syariat
48
Islam. Pembiayaan dan simpanan yang dilakukan harus dijaga secara ketat agar halal, sementara di sisi lain BMT juga harus profitable sehingga bisa mengambangkan ekonomi masyarakat. Sehingga selain kejujuran dan tekad yang kuat maka profesionalisme pengelola harus mendapat penekanan. 2. Istiqomah Istiqomah sebagai lembaga yang baru maka masyarakat belum begitu mengetahui prinsip bagi hasil yang diterapkan, masyarakat terutama nasabah penyimpan masih lebih percaya pada BMT konvensional yang memberikan bunga atau pendapatan atas modal mereka secara lebih pasti. 3. Likuiditas Likuiditas dengan modal yang terbatas dan sebagian besar ditanamkan pada pembiayaan maka likuiditas BMT menjadi sangat rentan. Sementara kendala dan hambatan yang berasal dari faktor ekstern BMT yang muncul antara lain : 1. Masih adanya anggapan dari sebagian masyarakat bahwa sebenarnya sistem bagi hasil tidak ada bedanya dengan sistem BMT bunga konvensional. Kedua hal ini mengakibatkan BMT dengan prinsipprinsip Syariah termasuk BMT masih belum bisa diterima secara luas oleh masyarakat di Indonesia.
49
2. Ketidakmampuan nasabah untuk menjalankan kewajiban-kewajiban kaitannya dengan pembiayaan. 3. Adanya pembiayaan yang bermasalah. Sebab utama pembiayaan yang bermasalah yaitu : -
Faktor internal yang adalah dalam usaha tersebut, penanganan awal yang dilakukan oleh BMT adalah ikut membantu dalam manajemen, karena usah kecil biasanya sangat lemah dalam manajerial. Kemudian melakukan pengawasan secara rutin sehingga benar-benar mengetahui akar permasalahan yang ada.
-
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar usaha misalnya bencana alam, krisis ekonomi secara nasional maupun perubahan kebijakan pemerintah yang merugikan usaha dan lain-lain.
2.2 Pembiayaan Mudharabah 2.2.1 Makna Pembiayaan Mudharabah Literatur fikih, terdapat dua istilah yang menunjukan pengertian mudharabah. Yang pertama istilah mudharabah itu sendiri dan yang kedua istilah Qiradh. Namun pengertian keduanya adalah sama saja. Istilah mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan kebanyakan digunakan oleh mazhabHanafi, Hanbali dan Zaydi dan Qiradh adalah bahasa istilah yang digunakan penduduk Hijaz dan kebanyakan digunakan oleh mazhab Maliki dan Syafi‟i (Abdullah Saeed, 2008: 91). Pengertian Mudharabah Istilah mudharabah berasal dari kata dharbfii al-ardb - orang yang berpergian diatas bumi (yadhirbuna fii al-
50
ardh) mencari karunia Allah (al-Muzzammil :20). Dimana proses pekerjaan yang menyebut bahwa mudhaarib berhak atas sebagian keuntungan usahanya. Sedangkan pembiayaan mudharabah atau qiradh adalah akad kerja sama usaha antara belah pihak dimana pihak pertama sebagai pemilik dana (sahibul mal) yang mana menyediakan modal 100%, sedangkan pihak lainya sebagai pengelola usaha (mudharib) (Sop Koperasi jasa Syariah, 22: 2007). Mudharabah berasal dari kata dharb, yang berarti secara harfiah adalah bepergian atau berjalan. Al-Qur‟an tidak secara langsung menunjuk istilah mudharabah, melainkan melalui akar kata d-r-b yang diungkapkan sebanyak lima puluh delapan kali. Dari beberapa kata inilah yang kemudian mengilhami konsep mudharabah (Abdullah Saeed, 2008: 92). Sementara dalam hadits, akar kata mudharabah (dharaba) pun banyak disebutkan, tetapi juga mengidentifikasikan makna yang bermacammacam. Misalnya hatta nadribal qoum, sehingga kami memerangi kaum tersebut. Contoh lain hadist yang berbunyi yaqdhi fil mudharibilla biqadla‟ain. Kata dharaba dalam hadist tersebut tidak menunjukan arti mudharabah yang sudah dikenal sekarang. Dengan demikian istilah mudharabah tidak disebutkan secara eksplisit dalam al-Qur‟an maupun alhadits sebagaimana pengertian yang ada sekarang. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai penyebutan yang ada dalam hadits. Hal ini
51
karena ada beberapa perilaku sahabat yang serupa dengan konsep mudharabah dan nabi membiarkannya. Istilah mudharabah diambil dari kata dharib, Dinamakan demikian karena dharib berhak untuk menerima bagian keuntungan atas dukungan dan kerjanya. Secara rinci mudharabah adalah suatu kontrak kemitraan (partnership) yang berlandaskan pada prinsip pembagian hasil dengan cara seseorang memberikan modalnya kepada yang lain untuk melakukan bisnis dan kedua belah pihak membagi keuntungan atau memikul beban kerugian berdasarkan isi perjanjian bersama (Afzalur Rahman, 1995: 380). Menurut Hanafiyah, mudharabah adalah suatu perjanjian untuk berkongsi di dalam keuntungan dengan modal dari salah satu pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain. Menurut Madzhab Maliki yaitu penyerahan uang dimuka oleh pemilik modal dalam jumlah uang yang ditentukan kepada seorang yang akan menjalankan usaha dengan uang itu dengan imbalan
sebagian
dari
keuntungannya.
Menurut
madzaab
Syafi‟i
mendefinisikan dengan pemilik modal menyerahkan sejumlah uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu usaha dagang dengan keuntungan menjadi milik bersama antara keduanya. Sedangkan menurut Madzhab Hambali yakni penyerahan suatu barang atau sejenisnya dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepada orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya (Muhammad, 2004: 8283).
52
Menurut Muhamad, salah satu hal yang mungkin terlupakanan dari definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli fikih klasik adalah bahwa kegiatan kerjasama mudharabah merupakan jenis usaha yang tidak secara otomatis mendatangkan untung/hasil. Oleh karena itu penjelasan mengenai untung dan rugi perlu di tambahi sebagai bagian yang integral dari sebuah definisi yang baik. Hal ini karena dalam mudharabah tidak saja mempertimbangkan aspek keuntungan dalam usahanya tersebut namun juga mempunyai konsekuensi untuk mengalami kerugian. Sehingga kerugian modal ditimpakan
kepada
penyedia
dan
kesempatan
keterampilan
modal
sedangkan
mendapat
laba
kerugian ditanggung
tenaga, oleh
pengusaha/pengelola. Sistem mudhorobah, terdapat beberapa unsur yang harus ada dalam transaksi tersebut yaitu: (Ahmad Sumiyanto, 2005: 3). 1. Pihak yang berakad: yaitu shahibul mal (investor) dan al-mudhorib (pengelola). 2. Obyek akad, hal ini terdiri dari ra‟sul mal (capital), al-„amal (usahabisnis), ar-robh (profit) dan al-waqt (masa). 3. As-Shighoh (Ijab qobul) atau Momerandum of Understanding (MoU). 4. Nisbah keuntungan. Menurut Adiwarman Karim, akad mudharabah merupakan “bentuk kontrak atau akad dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan
53
mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola olehpihak kedua, atau si pelaksana usaha dengan tujuan mendapatkan keuntungan”(Evita Isretno, 2007: 40). Berbeda pendapat dengan Y Sri Susilo (2000: 114) Al-Mudharabah yaitu: “Akad antara pihak pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib) untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau keuntungan tersebut dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal akad”. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan Mudharabah didanai sepenuhnya oleh penyandang dana (Shahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib) tinggal menjalankan usaha tanpa penanaman dana sesuai dengan kesepakatan dan keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati diawal akad. Keuntungan usaha dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan biasanya dalam bentuk nisbah (presentase). Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, kerugian itu ditanggung oleh shahibul mal sepanjang kerugian itu bukan kelalaian mudharib. Sedangkan mudharib menanggung kerugian atas upaya, jerih payah dan waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun jika kerugian itu diakibatkan karena mudharib, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mudharib.
54
Dalam bahasa hukum, mudharabah berarti suatu kontrak kerjasama dimana salah satu mitra yaitu pemilik berhak mendapatkan bagian keuntungan karena sebagai pemilik barang, ia disebut rabbil mal, pemilik barang (ras mal) dan mitra lainnya berhak memperoleh bagian keuntungan atas pekerjaannya, dan orang ini disebut dharb (pengelola) dari kedudukannya itu dia memperoleh keuntungannya dari pekerjaannya sendiri dan usahaanya (Muhammad, 2002: 281). Karena itu, pihak perBMTan syari‟ah dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara hal ini, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua belah pihak dimana BMT selagi pihak pertama yang menyediakan seluruh modal usaha, sedangkan nasabah selaku pengelola. Usaha dan keuntungan usaha dibagi diantara meraka sesuai yang dituangkan dalam akad (Ascarya, 2008: 12). Buku II tentang Akad dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) disebutkan bahwa pengertian Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan bagi hasil. Bab I Ketentuan Umum Pasal 20 angka (4) KHES Edisi Revisi. Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surah al-Muzzammil adalah kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Mengenai asal mula dan validitas historisnya, kata mudharabah berasal dari dharb fi al-„ard, yang artinya orang-orang yang bepergian di
55
atas bumi (yadribuna fi al-ard) mencari karunia Allah‟ (QS al- Muzzammil : 20). Karena pekerjaan dan perjalanannya, mudharib menjadi berhak atas sebagian keuntungan usaha. Dari segi sunah, para fuqaha bersandar pada preseden dari perjanjian mudharabah yang ditandatangani antara Nabi Saw dengan Khadijah sebelum pernikahannya, yang hasilnya adalah Nabi Saw mengadakan perjalanan ke Syiria. Jadi dalam mudharabah, modal yang diserahkan, disyaratkan harus diketahui. Dan penyerahan jumlah modal kepada mudharib (pengelola modal) harus berupa alat tukar, seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang, kecuali bila nilai tersebut dihitung berdasarkan nilai mata uang ketika terjadi akad (transaksi), sehingga nilai barang tersebut menjadi modal. 2.2.2 Mudharabah Dalam Perspektif Fiqih dan Perlindungan Menurut Ibnu Hazm, mudharabah merupakan bagian dari bahasan fiqih yang tidak mempunyai dasar acuan langsung dalam al-Qur‟an dan alhadist karena praktek Mudharabah ini sebenarnya telah dipraktekan sejak zaman sebelum Islam dan Islam mengakuinya dengan tetap ada dalam sistem Islam (Afzalur Rahman,1995: 395). Bahkan dalam hukum Italia, istilah mudhorobah dikenal dengan nama Comenda. Para ahli hukum Islam sendiri masih berbeda pendapat mengenai sifat, isi dan persyaratan tentang mudharabah. Namun demikian, terdapat kesepakatan bulat bahwa kemitraan antara pemberi modal ( mudharib,
56
atasan, atau penabung ) dan pemakain modal (dharib, manajer, pengusaha atau wakil) adalah halal di dalam Islam. Ketika harta yang dijadikan modal tersebut di pergunakan oleh Mudhorib / pengelola, maka harta tersebut sesungguhnya telah berada dibawah kekuasaan pengelola, sedangkan harta tersebut bukan miliknya, sehingga harta tersebut berkedudukan sebagai amanat ( titipan). Apabila harta tersebut rusak bukan karena kelalaian pengelola, ia wajib menanggungnya (Hendi Suhendi, 2007: 141). Begitu pula apabila kesepakatan-kesepakatan yang telah disepaati antara pemilik modal dengan pengelola telah diingkari oleh salah satu pihak, maka keadaan tersebut menyebabkan kecacatan dalam perjanjian tersebut sehingga pengelolaan dan penguasaan harta tersebut dianggap ghasab (Abdurrahman al-Jaziri, 2009: 42). Akad mudharabah sendiri terdapat ketentuan–ketentuan yang mendasari aktivitas mudharabah tersebut. Terkait modal, para ulama mengemukakan bahwa modal tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk sejumlah mata uang yang beredar sehingga para ulama melarang modal tersebut dalam berupa komoditi karena ketidak stabilan harganya. Para ulama mazhab yang empat melarang untuk menjadikan modal tersebut dijadikan hutang bagi pengelola terhadap pemilik modal. Hal ini karena
dapat
dipahami
bahwa
dengan
adanya
praktek
tersebut
dimungkinkan pemilik modal mendapatkan keuntungan dari pinjaman tersebut sementara hal tersebut termasuk ke dalam riba. Praktek tersebut
57
dapat menjadikan pengusaha tersebut terekploitasi manakala terjadi kerugian dalam usahanya tersebut sehingga merugikan pihak pengusaha. (Abdurrahman al-Jaziri, 2009: 78). Terkait
manajemen,
mudhorib
atau
pengusaha
mempunyai
kebebasan dalam mengelola usahanya. Dalam hal ini mudhorobah bersifat mutlak dalam arti pemilik modal tidak mengikat pengelolaan harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-waktu tertentu. Sehingga bila terdapat persyaratan-persyaratan mudhorobah tersebut tidak sah. Hal ini dikemukakan oleh ulama mazhab Syafi‟i dan Maliki sedangkan menurut Abu Hanifah
dan Ahmad bin
Hambal, mudhorobah yang terdapat persyaratan-persayratan masih tetap sah untuk dilaksankan (Hendi Suhendi, 2007: 140). Dilihat dari segi masa berlakunya kontrak, pengikut mazhab Maliki dan Syafi‟i berpendapat, berlakunya kontrak akan membuat kontrak batal. Namun pengikut mazhab Hanafi dan Hambali tetap memperkenankan klausa tersebut. Para ulama lebih banyak berpegang pada pendapat pertama, hal ini karena batasan waktu yang terdapat pada kontrak mudhorobah dapat menyebabkan kehilangan kesempatan emas bagi pihak mudhorib untuk dapat mengembangkan usahanya atau merusak rencanarencanaya, sebagai akibat mudhorib tidak dapat merealisasikan tujuan utama dari kontrak tersebut, yaitu mendapatkan keuntungan (profit) dari usaha yang dijalankannya (Abdullah Saeed, 2008:96).
58
Akad mudhorobah, pihak pemilik modal tidak dapat menuntut jaminan dari mudhorib atas usaha yang dijalankannya. Karena dalam kontrak mudhorobah pemilik modal dan mudhorib sama-sama harus menaggung resiko. Apabila pemilik modal menuntut adanya persyaratan tersebut maka menurut Imam Malik dan Imam Syafi‟i kontrak tersebut tidak sah (Ibnu Rusyd, 2007:179). Hal yang tidak kalah pentingnya dalam sitem mudhorobah adalah mengenai bagi hasil ( Profit and Loss Sharing ). Pada dasarnya, kerjasama dalam mudhorobah ini adalah untuk mendatangkan keuntungan yang kemudian keuntungan tersebut di bagikan kepada pemilik modal dan mudhorib sesuai dengan kesepakatan di awal mengenai persentase keuntungan yang didapat masing-masing. Pekerjaan, modal dan resiko menentukan sekali dalam menentukan keuntungan dalam sebuah kontrak mudhorobah. Pembagian keuntungan dilakukan melalui tingkat perbandingan ratio , bukan ditentukan dalam jumlah yang pasti. Menentukan jumlah keuntungan secara pasti kepada pihak yang terlibat dalam kontrak akan menjadikan kontrak tersebut tidak berlaku (Abdullah Saeed, 2008:98). Rukun mudharabah adalah ijab dan qobul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian. Tidak disyaratkan adanya lafadz tertentu, tetapi dapat dengan bentuk apa saja yang menunjukkan makna mudharabah. Karena yang dimaksudkan dalam akad ini adalah tujuan dan maknanya, bukan lafadz dan susunan kata. Menurut Sayyid Sabiq (hanafiyyah)
59
tersebut adalah madzhab Hanafi, bahwa rukun mudharabah yang paling mendasar adalah ijab dan qobul (offer andacceptence). Adapun rukun dan syarat dalam mudharabah menurut Sayyid Sabiq (hanafiyyah) : A. Rukun mudharabah 1) Pihak yang berakad : a) Pemilik modal (shahibul maal) b) Pengelola modal (mudharib) 2) Objek yang diakadkan : a) Modal b) Kegiatan usaha c) Keuntungan 3) Sighat/ akad : a) Serah b) Terima A. Syarat Mudharabaah 1) Pihak yang berakad, kedua belah pihak harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk kerjasama mudharabah. 2) Objek yang diakadkan : a) Harus dinyatakan dalam jumlah atau nominal yang jelas b) Jenis pekerjaan yang dibiayai dan jangka waktu kerjasama pengelolaan dananya
60
c) Nisbah (porsi) pembagian keuntungan telah disepakati bersama dan tata cara pembayaranya 3) Sighat atau akad : a) Pihak-pihak yang berakad harus jelas dan disebutkan b) Materi akad yang berkaitan dengan modal kegiatan usaha dan telah disepakati bersama saat perjanjian (akad). c) Resiko yang akan timbul dari proses kerjasama ini harus diperjelas pada saat ijab qobul (apabila terjadi kerugian usaha maka akan ditanggung oleh pemilik modal dan pengelola dalam tidak mendapat keuntungan dari usaha yang telah dilakukan). d) Untuk memperkecil resiko terjadinya kerugian usaha, pemilik modal dapat menyertakan persyaratan kepada pengelola dalam menjalankan usahanya dan harus disepakati secara besama (SOP Koperasi Jasa Keuangan, 2007). Sedangkan
(Sutan
Remi
Syahdeini,
2007:
48-52),
mengatakan syarat-syarat utama yang menyangkut perjanjian Mudharabah bagi perBMTan Islam adalah: 1. BMT menerima dana dari masyarakat atas dasar mudharabah. Tidak disyaratkan adanya pembatasan-pembatasan bagi BMT dalam menggunakan dana nasabah, baik yang menyangkut kegiatan yang dapat dilakukan BMT, jangka waktu, maupun alokasi kegiatan itu ( Mudharabah mutlaqah ).
61
2. BMT berhak menanamkan dana yang didepositkan oleh nasabah langsung dalam bentuk investasi dan untuk keperluan overhead cost dari BMT itu sendiri dan atau menawarkan dana itu kepada para pengusaha BMT. 3. BMT boleh menggabungkan keuntungan dan kerugian dari investasi-investasi lain dan berbagai keuntungan bersih dengan para penyimpan dana berdasarkan perbandingan yang sudah ditentukan sebelumnya. 4. Berbeda dengan perjanjian mudharabah antara nasabah penyimpan dana dan BMT yang melakukan mudharabah tidak terbatas. Dalam hal ini BMT sebagai pemberi dana (shahib almal) mempunyai hak untuk menentukan syarat-syarat atas penggunaan dana tersebut
yang menyangkut jenis dari
kegiatan-kegiatan itu, jangka waktu, lokasi dari proyek, dsb. 5. BMT tidak diperkenankan meminta jaminan apapun dari nasabah ( mudharib) yang bersangkutan, yang bertujuan untuk menjamin modal dalam hal terjadi kerugian. 6. Tanggung jawab dari BMT dalam kedudukannya sebagai shahib al-mal, terbatas hanya sampai pada modal yang disediakan. Sedangkan tanggung jawab nasabah dalam kedudukan sebagai mudharib terbatas semata-mata kepada kerja dan usahanya.
62
7. Nasabah berbagi keuntungan dengan BMT sesuai dengan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya, yaitu sebelum fasilitas mudharabah itu diberikan oleh BMT. 8. Sampai
investor
itu
menghasilkan
keuntungan,
BMT
diperbolehkan membayar gaji nasabah yang bersangkutan (demi menunjang gaji nasabah yang bersangkutan). Gaji tersebut ditentukan berdasarkan tingkat gaji yang berlaku di pasar. B. Bentuk-bentuk Akad Mudharabah a. Mudharabah Muthlaqah (unrestricted) Adalah salah satu akad mudharabah, dimana mudharib diberikan hak yang tidak terbatas untuk investasi oleh shahibulmal. Dengan kata lain transaksi mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. b. Mudharabah Muqayyadah Adalah salah satu akad mudharabah, dimana mudharib dibatasi haknya oleh sahibul mal, antara lain dalam hal jenis usaha,waktu dan tempat usaha (Ascarya, 2008:56). Berbeda pendapat dengan (Adiwarman A Karim, 2004: 201) bahwa pada prinsipnya, mudharabah sifatnya mutlak dimana shahib al-mal menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Bentuk mudharabah ini disebut mudharabah mutlaqah, atau
63
dalam bahasa Inggrisnya dikenal sebagai Unsertricted Investment Account (URIA). Namun demikian, apabila dipandang perlu shahib almal boleh menetapkan atau batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu guna menyelamatkan modalnya dari resiko kerugian. Syarat-syarat atau batasan-batasan ini harus dipenuhi oleh mudharib. Apabila mudharib melanggarnya, dia harus bertanggungjawab atas kerugian yang timbul. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah (mudharabah terbatas atau dalam bahasa Inggrisnya disebut (Restricted Investment Account). Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni mutlaqah dan muqayyadah. Namun demikian dalam praktik perBMTan syari‟ah modern, kini dikenal dua bentuk mudharabah muqayyadah, yakni yang on balance sheet dan off balance sheet. Misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan di sektor pertambangan, properti, dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor bisa saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja skema ini disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca BMT. (Adiwarman A Karim, 2004:201) Skema bentuk-bentuk mudharabah di BMT syariah sebagai berikut: Keterangan Skema : Muqayyadah (RIA: Restricted Investment Account
64
Off balance sheet
On balance sheet
Mudharabah Mutlaqah (URIA: Unrestricted Investment Account
Sumber : BMT Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan (Adiwarman A Karim, 2004:201) Akadmudharabah muqayyadah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada nasabah pembiayaan (yang dalam BMT konvensional disebut debitur). Disini, BMT syari‟ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di BMT dilakukan secara off balance sheet saja. Sedangkan bagi hasilnya hanya melibatkan investor dan pelaku usaha saja. Besaran bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. BMT hanya memperoleh arrranger fee. Skema ini disebut off balance sheet karena transaksi ini tidak dicatat dalam neraca BMT, tetapi hanya dicatat dalam rekening administrasi. “mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. C. Landasan Hukum Mudharabah Dalam Buku II tentang Akad dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah
(KHES)
disebutkan
bahwa
pengertian
Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam
65
modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan bagi hasil. Adapun landasan dasar syariah al-mudharabah antara lain sebagai berikut : A. Al-Qur‟an 1) Q.S. al-muzammil (73) : 20 Artinya : Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang dijalan Allah.....” 2) Q.S. an-Nisa (4) : 29 Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah engkau saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu...” 3) Q.S. al-Maidah (5) : 1 Artinya : “hai orang-orang yang beriman, penuhilah akadakad itu....” 4) Q.S.al-Baqarah (2) : 283 Artinya : “....akan tetapi jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunikan amanatnya (hutangnya) dan hendakalah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya....” B. Hadits 1) Hadits Riwayat Ad Daraquthni
66
Artinya: “Dari Hakim bin Kaizam r.a : sesungguhnya dia pernah menyaratkan kepada seseorang apabila dia memberi uang sebagai modal usaha kepadanya; bahwa kamu tidak boleh tempatkan harta saya dalam tempat yang basah, tidak boleh bawa dalam laut dan tidak boleh kamu menyeberangi sungai. Jika kamu berbuat sesuatu dari yang terlarang itu, maka kamu menanggung harta saya.” 2) Hadits Riwayat Ibnu Majah Artinya : “Dari Shuhaib r.a (katanya) : sesungguhnya Nabi S.A.W bersabda : ada tiga perkara yang ada berkah padanya : jual beli dengan tempo pembayaran, pemberian modal niaga kepada seseorang dan pencampuran gandum dengan sya‟ir (jenis beras) untuk rumah tangga, bukan untuk jual beli.” C. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Berhubungan dengan praktek pembiayaan mudharabah, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan penyaluran dana lembaga keuangan syari‟ah, termasuk perBMTan syari‟ah, maka Dewan Syari‟ah Nasional menetapkan fatwa mengenai pembiayaan mudharabah agar sesuai dengan ketentuan syari‟ah dan sekaligus dijadikan pedoman bagi lembaga keuangan syari‟ah dan dalam menjalankan operasionalnya sebagaimana disebutkan dalam fatwa DSN
Nomor
07/DSN-MUI/IV/2010
mudharabah (qirad).
tentang
pembiayaan
67
Berhubungan mudharabah,
Fatwa
dengan DSN
ketentuan Nomor
umum
pembiayaan
07/DSN-MUI/IV/2000
menetapkan sebagai berikut : a. Pembiayaan mudharaabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS (Lembaga Keuangan Syari‟ah) kepada pihak lain untuk usaha produktif. b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul mal (pemilik modal) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan pengusaha bertindak sebagai mudharib (pengelola usaha). c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dan pengusaha). d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai syari‟ah dan LKS tidak ikut serta dalam manajeman perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi aturan.
68
g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan,
namun
agar
mudharib
tidak
melakukan
penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang disepakati bersama dalam akad. h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan
diatur
oleh
LKS
dengan
memperhatikan fatwa DSN. i. Biaya operasional diperBMTan mudharib. j. Dalam hal penyandang dana, LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapatkan ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. Selain MUI/IV/2000
itu, juga
dalam
Fatwa
ditetapkan
DSN
dengan
Nomor rukun
07/DSN-
dan
syarat
pembiayaan mudharabah tersebut, yaitu : a. Penyedia dana (shahibul mal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. b. Persyaratan ijab dan qobul dinyatakan olah para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Dengan memperhatikan hal-hal berikut :
69
1) Penawaran
dan
permintaan
harus
secara
eksplisit
menunjukan tujuan kontrak (akad). 2) Penawaran dan permintaan dilakukan pada saat kontrak. 3) Akad dituangkan secara tertulis, mulai korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. c. Modal ialah sejumlah uang atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. 2) Modal dapat di bentuk uang atau bentuk barang yang bernilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus di nilai pada waktu akad. 3) Modal tidak dapat terbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. d. Keuntungan mudharobah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan ini harus memenuhi : 1) Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan untuk satu pihak. 2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak di sepakati dan
harus
dalam
bentuk
prosentase
(nisbah)
dari
70
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus sesuai kesepakatan. 3) Penyedia dana menaggung semua kerugian akibat dari mudharobah, dan pengelola tidak boleh menanggung kegiatan apapun kecuali di akibatkan dari kesalahan disengaja, kelainan, atau pelanggaran kesepakatan. e. Kegiatan
usaha
oleh
pengelola
(mudharib),
sebagai
pertimbangan (muqabi) modal yang disesuaikan penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut : 1) Kegiatan usaha adalah hak ekslusif
mudharib, tanpa
campur tangan penyedia dana, tetapi dia mempunyai hak pengawasan. 2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. 3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariat islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus memenuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. Fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 ditetapkan pula beberapa ketentuan hukum dari pembiayaan mudharabah tersebut, yaitu : a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
71
b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu‟allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. c. Pada dasarnya dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al amanah) kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan. d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan
melalui
Badan
Arbitrase
Syari‟ah setelah tidak tercapainya kesepakatan melalui musyawarah (Drs. H. M. Ichwan Sam, 2006: 39) D. Manfaat Sistem Pembiayaan Mudharabah Bila diperhatikan dengan seksama, manfaat sistem mudhorobah bagi perBMTan adalah: (M. Syafi‟I Antonio, 2001: 98) a. BMT akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. b. BMT tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan / hasil usaha BMT sehingga BMT tidak akan pernah mengalami negative spread.
72
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. d. BMT akan lebih selektif dan hati-hati ( prudent) mencari usaha yang benar benar halal, aman dan menguntungkan. e. Prinsip bagi hasil berbeda dengan bunga tetap dimana BMT akan menagih penerimaan pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi atau terjadi krisis ekonomi. Untuk membiayai mudhorobah bagi para mudhorib (dan juga jasa BMT Syari‟ah lainnya), tentu saja BMT harus banyak menampung dana dari masyarakat banyak. Namun perlu diakui saat ini tidak semua masyarakat Islam tertarik untuk menyimpan uangnya di BMT. Menurut Yoki Kuncoro, (Sumber: Republika Senin 22 September 2008) nasabah di Indonesia masih mengutamakan alasan keuntungan mendasar (Fungsional) sebagai alasan untuk membuka rekening. Alasan tersebut adalah keamanan, kemudahan akses dan banyaknya fasilitas yang memberikan kemudahan bertransaksi (pangsa regional). Firman Allah disebutkan:
73
Artinya: “Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya,….”(QS. Al Baqarah: 267).
Skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: Keterangan Skema 6 : Perjanjian bagi hasil
Mudharib
Shahibul Maal
Proyek/ Usaha
Pembagian Keuntungan
Modal (Sumber : pbsstainmetro.blogspot.com diunduh pada tanggal 4 Desember 2014 ) E. Kualitas Pembiayaan Pembiayaan merupakan jenis penanaman dana yang sering menjadi penyebab utama BMT menghadapi masalah besar, yaitu kemungkinan pihak debitur/pengelola dana (mudharib) lalai dalam
74
mengelola
dana
pembiayaan.
Setiap
fasilitas
pembiayaan
mempunyai tingkat kemungkinan realisasi pembiayaan kembali bagi hasil oleh debitur yang berbeda-beda atau tingkat kualitas yang berbeda-beda. Terutama untuk pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah, kualitasnya ditetapkan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu, lancar, kurang lancar, dan macet.
2.3 Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen / Nasabah 2.3.1 Perlindungan Hukum Kamus besar Bahasa Indonesia Perlindungan berasal dari kata lindung yang memiliki arti mengayomi, mencegah, mempertahankan, dan membentengi. Sedangkan Perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan, penjagaan, asilun, dan bunker. Beberapa unsur kata Perlindungan : a. Melindungi:
menutupi
supaya
tidak
terlihat/tampak,
menjaga,
memelihara, merawat, menyelamatkan. b. Perlindungan; (perbuatan)
proses,
cara,
memperlindungi
perbuatan
tempat
(menjadikan
berlindung,
atau
menyebabkan
berlindung). c. Pelindung: orang yang melindungi , alat untuk melindungi. d. Terlindung : tertutup oleh sesuatu hingga tidak kelihatan. e. Lindungan : yang dilindungi, tempat berlindung, perbuatan. f. Memperlindungi: menjadikan atau menyebabkan berlindung. g. Melindungkan: membuat diri terlindungi
hal
75
Pengertian perlindungan dalam ilmu hukum adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman, baik fisik maupun mental, kepada korban dan sanksi dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun yang diberikan pada tahap penyelidikan, penuntutan, dan atas pemeriksaan di sidang pengadilan. 2.3.2 Konsumen Menurut kamus bahasa Indonesia konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untukdijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. Pengertian Konsumen Menurut UU Perlindungan Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, "Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali." 2.3.3 Nasabah dan Mudharib A. Definisi nasabah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan bank dalam hal keuangan. B. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, nasabah adalah pihak yang
76
menggunakan jasa bank syariah dan atau Unit Usaha Syariah. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dalam bentuk simpanan berdasarkan akad antara bank syariah atau Unit Usaha Syariah dan nasabah yang bersangkutan. Nasabah investor adalah nasabah yang menempatkan dananya di Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dalam bentuk investasi berdasarkan akad antara Bank Syariah dan atau Unit Usaha Syariah dan nasabah yang bersangkutan. Nasabah penerima fasilitas adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan prinsip syariah. Dengan demikian setiap pemakai barang atau jasa yang tersedia di masyarakat sedangkan nasabah adalah pihak pengguna jasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumen dan nasabah pemakai produk atau jasa layanan. Dengan demikian penulis menarik kesimpulan yang sama anatara nasabah dan konsumen, selanjutnya nasabah dan konsumen dianggap sama. Pengertian mudharabah secara definisi adalah suatu bentuk perniagaan di mana pemilik modal (shahibul maal) menyetorkan modalnya kepada seorang pengusaha yang sering disebut dengan (mudharib), untuk diniagakan dengan keuntungan yang akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan terdapat kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal jika disebabkan olehnya, dan jika disebabkan oleh pengelola modal maka pengelola modal yang harus menanggung kerugian tersebut. Pada hakikatnya pengertian dari mudharabah adalah suatu bentuk kerja sama antara
77
shohibul maal dan mudhorib, dimana dana 100% dari shohibul maal. Sedangkan mudhorib hanya sebagai pengelola yang keuntungannya akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati di awal. Mudharabah adalah salah satu akad kerja sama kemitraan berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing principle), dilakukan sekurang-kurangnyaoleh dua pihak, dimana yang pertama memiliki dan menyediakan modal, disebut shohibul maal, sedang ke dua memiliki keahlian dan bertanggung jawab atas pengelolaan dana / menejemen usaha halal tertentu, disebut mudhorib. (Makhalul ilmi SM.Teori 2002. Hal. 32) 2.3.4 Undang-Undang yang Mengatur Undang-Undang Perkoprasian Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoprasian yang telah dibatalkan Mahkamam Konstitusi pada Tanggal 29 Mei 2014 dan menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoprasian sesuai dengan Pasal 60 ayat (2) Pemerintah memberikan bimbinngan, kemudahan dan perlindungan kepada Koperasi. Uraian pasal-pasal di atas peneliti ingin menyimpulkan bahwa nasabah dalam perBMTan dalam hal ini BMT merupakan salah satu konsumen atau anggota Koperasi, implikasi dari itu merupakan bahwa setiap nasabah/konsumen/anggota koperasi berada jelas berada pada posisi terlindungi
Undang-Undang. Sehingga jika
terdapat
hal-hal
merugikan sebagian atau seluruh dari hak-hak konsumen (mudharib).
yang
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Dasar Penelitian dan Metode Pendekatan Penelitian adalah terjemaahan dari bahasa Inggris “research” yang berasal dari kata “re” yang mempunyai arti kembali dan “to search” yang berarti mencari, dengan demikian arti sebenarnya “research” adalah mencari kembali. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif. Kirl dan Miller sebagaimana dikutip Moleong (2006:4) mendefinisikan “penelitian kualitatif adalah teradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya”. Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana dikutip Moleong (2006:4) mendefinisikan “metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Penelitian
pada
umumnya
bertujuan
untuk
menemukan,
mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti memperoleh sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan. Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam sesuatu yang sudah ada. Menguji kebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada masih menjadi diragu-ragukan kebenarannya. Oleh karena itu, setiap tahap dalam
78
79
penelitian harus didasari pada suatu metode penelitian yang berfungsi sebagai arah yang tepat untuk mencapai tujuan dari penelitian yang dilakukan. Cara-cara yang digunakan dalam melakukan penelitian diperlukan suatu metode tertentu yang harus tepat dan sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan serta sistematis dan konsisten. Dalam penelitian pelaksanaan perlindungan hukum terhadap nasabah BMT menurut Undang-Undang, maka metode pendekatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah penelitian Yuridis Sosiologis, Yuridis Sosiologis adalah penelitian hukum yang menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan, Meneliti efektivitas suatu UndangUndang dan Penelitian yang ingin mencari hubungan (korelasi) antara berbagai gejala atau variabel sebagai alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen, pengamatan (observasi), dan wawancara (interview) (Amiruddin, 2012). 3.2 Lokasi Penelitian dan Fokus Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilaksanakan atau tempat dimana seorang peneliti melakukan suatu penelitian. Penetapan lokasi penelitian sangat penting dalam rangka mempertanggungjawabkan data yang diperoleh. Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah BMT Darussalam Kab. Demak. Menurut Moleong penelitian dapat dilakukan dengan adanya fokus, pertama, suatu penelitian tidak dimulai dari sesuatu yang vakum atau kosong, kedua, fokus pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari
80
pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperoleh melalui kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya. Ketiga, tujuan penelitian pada dasarnya adalah memecahkan masalah yang telah dirumuskan. Keempat, fokus atau masalah yang ditetapkan bersifat persuatif, dapat diubah sesuai dengan situasi latar penelitian (Moleong, 2006: 97-98). Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penelitian, maka yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Mudharib Pembiayaan Mudharabah BMT menurut Undang-Undang ? 2. Bagaimana Praktek Pemutihan Terhadap Mudharib Pembiayaan Mudharabah di BMT Darussalam Kabupaten Demak ? 3.3 Sumber Data Menurut Arikunto (1998: 107) yang dimaksud sumber data penelitian adalah subyek darimana data dapat diperoleh, diambil dan dikumpulkan. Subyek penelitian adalah subyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Arikunto, 1998: 122). Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu : a. Sumber Data Primer Menurut Soemitro (1990: 52) sumber data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. Sedangkan menurut Moleong (2002: 12) sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan dari orangorang yang diwawancarai. Data primer ini digunakan sebagai data utama
81
dalam penelitian ini, dalam data ini berasal dari informan, yaitu para pengurus BMT Darussalam Kabupaten Demak. Responden yang digunakan adalah satu atau beberapa Pengurus BMT Darussalam Kabupaten Demak. b. Sumber data sekunder Menurut Lofland yang dikutip Moleong (2002: 112) bahwa selain kata-kata sebagai sumber data utama, data tambahan seperti dokumen dan lain-lain merupakan data sekunder. Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder yaitu jenis data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek penelitian atau nara sumbernya, data ini diperoleh melalui studi pustaka terhadap buku-buku literatur yang memuat teori-teori, pendapat para ahli, peraturan perundang-undangan maupun bahan-bahan pustaka lainnya yang berkaitan dengan masalah pokok penelitian untuk mendapatkan landasan teori guna penyusunan skripsi. 3.4 Alat dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini untuk dapat membahas sekaligus memahami masalah yang ada penulis mengumpulkandata dengan langkah-langkah sebagai berikut: 3.4.1
Wawancara (Interview) dan Observasi “Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung kepada yang diwawancarai” (Soemitro, 1988: 57). Dalam wawancara ini digunakan metode bebas terpimpin yaitu kebebasan masih dipertahankan, sehingga dapat dicapai maksimal dengan alat yang dipergunakan berupa catatan-catatan mengenai
82
pokok-pokok yang akan dipertanyakan. Catatan ini dipakai sebagai pedoman agar wawancara yang dilakukan terhadap informan yang dijadikan sampel tetap dapat terkendali dan tidak menyimpang dari pedoman yang telah ditetapkan. Selain itu masih dimungkinkan adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi pada saat wawancara berlangsung. Wawancara ini peneliti mempersiapkan pertanyaan terlebih dahulu. Pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan juga disesuaikan dengan situasi ketika wawancara untuk memperoleh informasi langsung dari narasumber atau subjek penelitian. Sedangkan Observasi menurut Sutrisno Hadi yang dikutip oleh Sugiyono (2011: 203) mengemukakan bahwa “observasi merupakan suatu proses yang komplek,suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologi dan psikologis”. Menurut Prof. Heru mengatakan bahwa “observasi adalah studi yang sengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah pada suatu tujuan dengan mengamati dan mencakup fenomena satu atau sekelompok orang dalam komplek kehidupan sehari-hari.
Dengan
demikian
hasil
dari
pengamatan
dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jadi pengertian observasi adalah suatu proses yang komplek yang disengaja dan dilakukan secara sistematis, terencana, terarah, pada suatu tujuan dengan mengamati dan mencakup fenomena satu
83
atau sekelompok orang dalam kompleks kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk melanjutkan peneliitan. 3.4.2
Studi Kepustakaan dan Dokumen Studi kepustakaan ini digunakan untuk mencari landasan teori berupa pendapat-pendapat dan tulisan para ahli atau penemuanpenemuan yang berhubungan dengan pokok permasalahan dan juga untuk memperoleh informasi baik dalam bentuk ketentuan formal maupun data melalui naskah resmi. “Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya” (Arikunto, 2002: 206). Metode dokumentasi
dilakukan dengan cara dimana peneliti
melakukan kegiatan perekaman dan pencatatan terhadap data-data yang dapat menperkuat apa yang terdapat di lapangan pada saat wawancara. 3.5 Keabsahan Data Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi untuk melakukan pengujian keabsahan data. “Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. (Moleong, 2006: 330). Menurut Denzin sebagaimana dikutip Moleong (2006:330-331) membedakan empat macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi
84
metode, triangulasi penyidik, dan triangulasi teori. Keempat triangulasi itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Triangulasi dengan sumber Menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong mengatakan “triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif”. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pendangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan rendah atau tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan; (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (2006: 330-331). 2. Triangulasi dengan metode Menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong (2006: 331), mengatakan dalam triangulasi ini terdapat dua strategi, yaitu: (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
85
3. Triangulasi dengan penyidik Menurut Moleong (2006: 331) “triangulasi dengan penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data” 4. Triangulasi dengan teori Menutut Lincoln dan Guba segaimana dikutip Moleong (2006: 331) mengatakan “berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori”. Sedangkan Patton sebagaimana dikutip Moleong (2006:331) berpendapat lain, yaitu hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu dinamakannya penjelasan banding (rival explanation). Menurut Moleong dalam hal ini, jika analisis telah menguraikan pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis, maka penting sekali untuk mencari tema atau penjelasan pembanding atau penyaring. Hal itu dapat dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian cara lainnya untuk mengorganisasikan data yang barangkali mengarah pada upaya penemuan penelitian lainnya. Secara logika dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis lainnya dan kemudian melihat apakah kemungkinan-kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data (2006: 331-332). Penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah menggunakan triangulasi dengan sumber. Triangulasi dengan sumber berarti “membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
86
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda” (Moleong, 2006: 330). Triangulasi sumber dapat dicapai dengan jalan: a. Membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan; b. Membandingkan apa yang dilakukan orang di depan umum dengan apa yang dilakukan secara pribadi; c. Membandingkan apa yang dilakukan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dilakukannya sepanjang waktu; d. Membandingkan keadaan dan perspektif seorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang pemerintahan; e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan; Dengan menggunakan triangulasi ini, peneliti dapat meneliti keabsahan data yang diambil antara sumber data melalui wawancara dengan informasi dan responden dengan
menggunakan catatan kecil
(block
membantu
note)
dan
alat
rekam
yang
peneliti
dalam
mendokumentasikan hasil wawancara. Setelah ini peneliti mengecek informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan dokumen seperti: buku, putusan, undang-undang, akta perjanjian dan data-data yang tertulis di BMT Darussalam Kabupaten Demak. 3.6 Metode Analisis Data Penelitian analisi data mempunyai kedudukan yang sangat penting. Menurut Patton sebagaimana dikutip Moleong (2006: 280) bahwa “analisi
87
data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”. Sedangkan menurut Moleong (2006: 280) “analisi data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data”. Menurut Miles dan Huberman (2007: 15-19) terdapat tahapan dalam melakukan analisis terhadap data-data yang didapatkan, yaitu: 1. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah kegiatan mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil wawancara di lapangan. 2. Reduksi data Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. 3. Penyajian Data Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 4. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam penarikan kesimpulan ini didasarkan pada
88
reduksi data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penulisan sebuah penelitian. Tahap analisis data dalam penelitian ini yakni pertama-tama peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara yang disebut tahap pengumpula data. Oleh karena banyaknya data yang dikumpulkan, maka diadakan reduksi data, setelah direduksi kemudian diadakan sajian data. Apabila ketiga tahapan tersebut selesai di lakukan, maka diambil kesimpulan atau verifikasi. Untuk mempermudah pemahaman tentang metode analisi tersebut. Miles dan Huberman menggambarkan siklus data interaktif, dimana setiap komponen
yang
ada
dalam
siklus
tersebut
saling
interaktif
mempergunakan satu sama lain (Miles dan Huberman, 2007:20). Keterangan Skema 8 : Pengumpulan data
Reduksi data
Kesimpulan-kesimpulan Penarikan atau Verifikasi Gambar: Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif
Penyajian data
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir dari penulisan skripsi ini peneliti membuat kesimpulan dan saran, adapun kesimpulan dan saran tersebut adalah sebagai berikut : 5.1
Simpulan Dari uraian dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Perlindungan hukum yang dilakukan oleh BMT nampak pada eksistensi lembaga BMT harus berbadan hukum, BMT dalam badan hukumnya sesuai dengan Pasal 9 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Selain itu BMT dalam menjalankan produknya harus sesuai dengan Undang-Undang No.
25 Tahun 1992 Tentang
Perkoperasian pada Pasal 38 UU Perkoperasian bahwa tentang Dewan Pengawasan dalam hal ini Dewan Pengawas Syariah. Sedangkan dalam memutuskan penyelesaian masalah dengan menggunakan metode musyawarah yang telah sesuai pada Pasal 24 UU Perkoperasian, BMT dalam mengambil keputusan akan dipertimbangkan yang pada awalnya dengan rapat anggota. 2. Praktek perlindungan hukum oleh BMT Darussalam telah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat bahwa BMT Darussalam dalam menjalankan apa yang diamanatkan olehPasal 9 Undang-Undang No.25 Tahun 1992, dalam hal ini BMT telah mempunyai Badan Hukum
133
134
KOPONTREN/88/BH/XIV8/PAD/KDK/11-03/1/2008.Sedangkan pada Pasal 38 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian BMT dalam menjalankan produk BMT Darussalam telah mempunyai Badan Pengawasan yaitu Dewan Pengawas Syariah yang diketuai oleh K. H. Drs. Suali M. S. Sedangkan dengan Pasal 24 UU Perkoperasian dalam menyelesaikan akad jika terdapat sengketa maka BMT Darussalam bersedia menyelesaikan masalahnya dengan pedoman musyawarah yang dilakukan dengan Rapat Anggota. Hasil musyawarah yaitu ada tiga opsi bagi mudharib yang mengalami kerugian/musibah, yang pertama diberikan pendampingan dan pencerahan, yang kedua penjadwalan ulang (rescdule), yang ketiga pengembalian pokok pinjaman, dan terakhir memutihkan atau menghapus pinjaman untuk mudharib yang dikategorikan sebagai mustahiq untuk mendapatkan zakat yaitu gharim.
5.2.Saran 1. Untuk BMT A. Hendaknya setiap transaksi keuangan yang dilakukan di lembaga keuangan (Koperasi atau BMT) sebaiknya di Notariskan sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. B. Demi rangka mengantisipasi kerugian antara pihak nasabah dan pihak BMT dalam akad mudharabah yang diakibatkan kejadian yang luar
135
biasa (Force Majeure) hendaknya setiap perjanjian (akad) di asuransikan atau diperkuat dengan optimalisasi pendampingan. C. Jika sengketa tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka sebaiknya dilaporkan kepada pihak kepolisian. 2. Untuk Anggota atau Mudharib A. Dalam
pelaksanaan
akad
mudharabah
hendaknya
nasabah
memperhatikan (mencermati) isi perjanjian (akad). B. Dalam rangka mengantisipasi kerugian pihak nasabah dalam akad mudharabah yang diakibatkan kejadian yang luar biasa (Force Majeure) maka anggota atau nasabah bersedia di asuransikan.
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku-buku
Antonio, Muhammad Syafi‟i. 2001. Bank Syariah :Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta : Central Bank of Indonesia and Tazkia Institute. Basu Swastha, 1999. Azas-Azas Marketing, Liberty, Yogyakarta. Ismail, Maqdir. 2009. Bank Indonesia dalam Perdebatan Politik dan Hukum, Navila. Junusi, El Rahmad. 2005. ‟‟Pengaruh Religiusitas dan Etika Kerja Islam Terhadap Kinerja Lembaga Keuangan Syariah” Penelitian, Semarang IAIN Walisongo. Karim, Adiwarman A. 2007. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo. Kamello, Tan. 2006. Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan antara Bank dan Nasabah, Pidato Guru Besar USU. Makhalul ilmi SM. Teori dan praktik lembaga mikro keuangan syari‟ah. Yogyakarta: press Yogyakarta. 2002. Hal. 32 Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Muhammad. 2004. Operasional Bank Syariah, Yogyakarta : UII Press. Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: (UPP) AMPYKPN. Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT),Yogyakarta: UII Press.
136
137
Saeed, Abdullah. 2004. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, Jakarta: Paramadina. Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodelogi Penelitian Hukum Dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia Indonesia. Sudarsono, Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia. Syafi‟i, Rahmat. 2004. Fiqh Muamalah, cet. II. Bandung: Pustaka Setia. Sumiyanto, Ahmad. 2008 Menuju Koperasi Modern (Panduan untuk Pemilik, Pengelola dan Pemerhati Baitul maal wat Tamwii dalam format Koperasi), Yogyakarta: Debeta. B.
Perundang-undangan dan Peraturan Lainnya
........, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) ........, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 dan perubahan tahap kedua dengan Undangundang Nomor 21 Tahun 2008, Tentang Perbankan Syariah ........, Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah ........, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris ........, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ........, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 yang telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia 17 Tahun 2012, Tentang Pengkoperasian Pasal 1234 KUHPerdata Tentang Wanprestasi Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata Tentang Kejadian Luar Biasa (Force Majeure)
138
Permenkop Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 Tentang Pedoman Standar Operasional Managemen Koperasi jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah Koperasi Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah FATWA DEWAN SYARI‟AH NASIONAL NO: 07/DSN-MUI/IV/2000, Tentang PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH) FATWADEWAN SYARI‟AH NASIONAL NO: 03/DSN-MUI/IV/2000, Tentang Deposito
C. Makalah dan Jurnal Karya Ilmiyah Budiharjo, Arief. MESS Jabar . Pengenalan BMT. Makalah disajikan pada…. Dst. Tanpa halaman Fauzi, Achmad. 2009. Urgensi Hukum Perikatan Islam Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah. Alumnus UII Yogyakarta Tim Penyusun Pedoman BMT Jaringan Muamalat CenterIndonesi., 2004 D. Majalah/Internet http://muhammadis.blogspot.com/2012/03/prinsip-hukum-ekonomiislam.html?view=flipcard http://kbbi.web.id/ http://mirsadakbar.blogspot.com/2013/09/antara-tabungan-wadiah-dan tabungan.html http://www.ussisulsel.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=91 http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8441 http://ekonomisyariah.site40.net/2008/10/baitul-maal-wa-tamwil-bmt
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 SURAT IJIN PENELITIAN
LAMPIRAN 2 SURAT KETERANGAN TELAH PENELITIAN
LAMPIRAN 3 PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN 4 FORMULIR PEMBIMBINGAN PENULISAN SKRIPSI
LAMPIRAN 5 DOKUMEN BMT DARUSSALAM