i
PELAKSANAAN AKAD MUDHARABAH DI BMT TARUNA SEJAHTERA GUNUNG PATI (ANALISA FATWA DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Lilis Setiyowati NIM: 21411011
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
ii
iii
iv
v
MOTO PENULIS
“Semua orang tidak perlu menjadi malu karena pernah berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana daripada sebelumnya.” (Alexander Pope) “Teman sejati adalah ia yang meraih tangan anda dan menyentuh hati anda.” (Heather Pryor) “Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan kenyakinan yang teguh.” (Evelyn Underhill)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini kepada : 1. Kedua orang tuaku Bapak Memeng Karsimin dan Ibu Khotimah tercinta, yang telahmendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini. 2. Adikku Muhammad Feriyanto dan Ahmad Fatkhurroziqin, yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini. 3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulissayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan penuhkesabaran. 4. Almamater
Tercinta
penulisbanggakan.
Fakultas
Syari‟ah
IAIN
Salatiga
yang
vii
KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena berkatrahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang
diharapkan.Penulis
juga
yang telah diberikan oleh-Nya
bersyukur
sehingga
atas
penulis
rizki
dan
dapat menyusun
kesehatan penulisan
skripsiini. Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih, Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan nanti. Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul:“Pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati (Analisa Fatwa DSN-MUI No.07/DSNMUI/IV/2000
Tentang
Pembiayaan
Mudharabah)”.Penulis
mengakui
bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN Salatiga.
viii
3. BapakIlya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar dan baik. 4. Ibu Evi Ariyani, SH.,M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ahdi IAIN Salatiga dan selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuaiyang diharapkan. 5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan. 6. Bapak Arbain, selaku Manager BMT Taruna Sejahtera cabang Gunung Pati yang telah berkenan memberikan izin penelitian diBMT Taruna Sejahtera Gunung Pati serta jajaran pegawai yang telah memberikan informasi berkaitan penulisan skripsi. 7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan apapun. 8. Sahabat-sahabatku Yessi Widhi Astuti, Tri Subiyanti yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
ix
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ahangkatan 2011 di IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan demi enaknya penulisan skripsiini dibaca dan dipahami. Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga,01 September 2015
Penulis.
x
ASBTRAK Setiyowati, Lilis. 2015.Pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati (Analisa Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Evi Ariyani, SH.,M.H. Kata Kunci : Pembiayaan, Mudharabah, Fatwa DSN-MUI BMT Taruna Sejahtera merupakan salah satu lembaga keuangan syari‟ah dalam bentuk perbankan syari‟ah yang banyak mengeluarkan produk penghimpunan dana. Salah satunya yaitu penghimpunan dana dengan produk simpanann berkah plus yang menggunakan akad mudharabah. Salah satu syarat mudharabah adalah keuntungan harus diketahui kadarnya. Tujuannya diadakannya akad mudharabah adalah untuk memperoleh keuntungan, apabila keuntungannya tidak jelas maka akibatnya akad mudharabah menjadi fasid, karena tujuan akad yaitu keuntungan tidak tercapai. Dalam hal ini penulis mengkaji tentang analisisfatwa DSN-MUI no.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mudharabah pada produk simpanan berkah plus di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1)Bagaimanakah pelaksanaan Akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati? (2) Apakah pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati sesuai dengan fatwa DSN-MUI no.07/DSN-MUI/IV/2000?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan normatif yang bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan akad mudharabah dalam BMT sudah sesuai apa belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa,pertama:Pelaksanaan akad mudharabah dalam produk simpanan berkah plus pemberian bonus yang dilakukan di BMT ini diberikan di awal karena pemberian bonus di awal sangat disukai nasabah karena menurut nasabah pembagian bonus di awal sebagai bentuk pembagian keuntungan yang jelas. Kedua: Praktik dalam pembagian bonus di BMT Taruna Sejahtera sudah berjalan dengan baik. Namun belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 yaitu bonus seharusnya diberikan di akhir periode simpanan itu berakhir atau selesai bukan diberikan di awal periode. Karena dalam DSN-MUI tertulis bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
xi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................... i NOTA PEMBIMBING............................................................................... ii PENGESAHAN.......................................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................. iv MOTO......................................................................................................... v PERSEMBAHAN......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR...............................................................................
vii
ABSTRAK.................................................................................................
x
DAFTAR ISI.............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...................................................................
1
B. Rumusan Masalah............................................................... 6 C. Tujuan Penelitian................................................................ 6 D. Kegunaan Penelitian........................................................... 7 E. Penegasan Istilah................................................................
8
F. Tinjauan Pustaka................................................................
9
G. Metode Penelitian............................................................... 11 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian..................................
11
2. Kehadiran Peneliti.......................................................
11
3. Lokasi Penelitian.........................................................
11
4. Sumber Data................................................................
12
5. Prosedur Pengumpulan Data.......................................
12
6. Analisis Data...............................................................
13
xii
H. Sistematika Penulisan......................................................... 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Mudharabah dalam Perspektif Fiqih................................... 16 1. Pengertian Mudharabah............................................... 16 2. Dasar Hukum Mudharabah.......................................... 19 3. Rukun dan Syarat Mudharabah...................................
23
4. Jenis-Jenis Mudharabah..............................................
25
5. Sifat Akad Mudharabah..............................................
25
6. Hukum Pelaksanaan Mudharabah..............................
26
7. Kedudukan Mudharabah............................................
27
8. Biaya pengelolaan Mudharabah.................................
28
9. Tindakan setelah Pemilik modal Meninggal..............
29
10. Pembatalan Mudharabah............................................
30
11. Dampak Sosial Ekonomi Mudharabah.......................
32
B. Mudharabah dalam Fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/ IV/2000 .............................................................................
33
1. Ketentuan Pembiayaan................................................
33
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan....................................
34
3. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan...................
37
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum BMT Taruna Sejahtera........................
38
1. Sejarah BMT Taruna Sejahtera...................................
38
2. Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera.........................
41
3. Produk-produk BMT Taruna Sejahtera.......................
44
a. Simpanan Amanah................................................
44
b. Simpanan Berkah..................................................
45
c. Pembiayaan Manfaat............................................
47
d. Simpanan Berkah Plus..........................................
48
e. Strategi Pemasaran Produk Simpanan Berkah Pus 49
xiii
B. Hasil Penelitian................................................................. 52 1. Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus.............
52
a. Ketentuan yang Berlaku........................................ 55 b. Pengelolaan Dana.................................................. 57 c. Praktek Pembagian Keuntungan........................... 58 BAB IV ANALISIS A. Analisis Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus....... 63 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.......................................................................... 73 B. Saran.................................................................................... 74 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Tabel 3.1 Struktur Organisasi BMT Taruna Sejahtera................................. 41
xv
DAFTAR GAMBAR Tabel 3.2 Jumlah Keanggotaan BMT Taruna Sejahtera............................. 43
1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dunia perbankan di Indonesia mulai menunjukkan kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat setelah diberlakukannya Paket Kebijakan Oktober 1998 (Pakto 1998), yang memberikan kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk mendirikan bank-bank yang telah ada untuk membuka kantor-kantor cabang, sehingga banyak berdiri bank-bank baru maupun bank-bank lama yang membuka cabang di seluruh Indonesia. Kehadiran lembaga keuangan Syariah di Indonesia tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat yang tidak menghendaki adanya bunga traksaksi perbankan. Indonesia dewasa ini dapat dikatakan sudah memasuki era ekonomi syariah yang ditandai dengan bermunculnya berbagai lembaga bisnis dan keuangan yang memakai prinsip berkeadilan yang bebas bunga. Kehadiran Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1992, telah memberikan inspirasi untuk membangun kembali sistem keuangan yang lebih mampu menyentuh kalangan bawah. Meskipun misi keumatan cukup tinggi, namun realitas dilapangannya mengalami banyak hambatan, baik dari sisi prosedur, plafon pembiayaan maupun lingkungan bisnisnya. Di dalam Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan, menjadi penghalang BMI untuk memberikan pelayanan dikalangan bawah.
2
Untuk memberikan pelanyanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah, dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Harapan kepada BPRS untuk mampu menjangkau ekonomi kecil sangat besar, meningkat cakupan bisnis bank ini lebih kecil. Nama perkreditan menjadi kendala, karena nama tersebut sesungguhnya tidak tepat, karena banyak bank islam tidak melanyani perkreditan tetapi pembiayaan, sehingga penggunaan nama perlu dipertimbangkan. Istilah perkreditan menjadikan makna pembiayaan menjadi kabur. Kendala lain dalam realitanya sistem bisnis BPRS juga terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelintir orang, yakni para pemilik modal. Komitmen untuk membantu meningkatkan derajat hidup masyarakat bawah mengalami kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari sisi hukum, prosedur peminjaman bank umum dengan BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis. Padahal disinilah kendala utama pengusaha kecil. Sehingga harapan besar pada BPRS hanya menjadi idealita. Dari persoalan diatas mendorong munculnya lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagian kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan anggota yang meminjam mayoritas usaha kecil dan mikro serta kekayaannya terdistribusi secara adil dan merata. Lembaga yang tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi
3
membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama yaitu Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). BMT sebagai lembaga keuangan yang ditumbuhkan dari peran masyarakat luas, tidak ada batasan ekonomi, sosial bahkan agama. Semua komponen masyarakat dapat berperan aktif dalam membangun sebuah sistem keuangan yang lebih adil dan yang lebih penting mampu menjangkau lapisan pengusaha yang kecil sekalipun. Peran BMT dalam menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil dilingkungannya merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan nasional. Bank yang diharapkan mampu menjadi perantara keuangan ternyata hanya mampu bermain pada lefel menengah keatas. Sementara lembaga keuangan non formal yang mampu menjangkau pengusaha mikro, tidak mampu meningkatkan kapitalisasi usaha kecil. Maka BMT diharapkan tidak terjebak pada dua kutup ekonomi yang berlawanan tersebut. BMT tidak digerakkan dengan motif laba semata, tetapi juga motif sosial. Karena beroperasi dengan pola syariah, sudah barang tentu mekanisme kontrolnya tidak saja dari aspek ekonomi saja atau kontrol dari luar tetapi agamanya menjadi faktor pengontrol dari dalam yang lebih dominan. Untuk dapat menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan, BMT perlu melakukan kegiatan penghimpunan dana, istilah penghimpunan dana dapat diartikan sebagai kegiatan usaha untuk mengelola dana dari
4
masyarakat dalam rangka melakukan kegiatan pembiayaan di bidang ekonomi. Untuk dapat melakukan kegiatan penghimpunan dana secara syar‟i, harus ada akad-akad syariah yang perlu ditetapkan dalam produknya. Yaitu akad Wadi‟ah, akad Mudharabah, akad Musyarakah dan seterusnya. Pengertian akad secara etimologi berarti perikatan, perjanjian. Sedangkan secara terminologi akad adalah suatu perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya. Sedangkan mudharabah berasal dari kata dharaba yang berarti memukul atau berjalan. Yang dimaksud memukul atau berjalan yaitu seseorang yang memukulkan tangannya untuk berjalan dimuka bumi dalam mencari karunia Allah SWT. Jadi akad mudharabah merupakan akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan. Kemudian apabila terjadi kerugian, resiko dana akan ditanggung oleh pemilik modal selama bukan karena kelalaian pihak pengelola. Namun, apabila kerugian disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian pihak pengelola, maka mereka harus mempertanggung jawabkan atas kerugian tersebut. Salah satu syarat mudharabah yaitu keuntungan harus diketahui kadarnya. Tujuannya diadakannya akad mudharabah adalah untuk memperoleh keuntungan, apabila keuntungannya tidak jelas maka
5
akibatnya akad mudharabah bisa menjadi fasid. Apabila seseorang menyerahkan modal kepada pengelola sebesar Rp 10.000.000 dengan ketentuan mereka bersekutu dalam keuntungan, maka akad semacam ini hukumnya sah, dan keuntungan dibagi rata setengah-setengah. Hal tersebut dikarenakan syirkah atau persekutuan menghendaki persamaan (Muslich,2010:375). Apabila dibuat syarat yang menyebabkan ketidakjelasan dalam keuntungan maka mudharabah menjadi fasid, karena tujuan akad yaitu keuntungan tidak tercapai. Akan tetapi, jika syarat tersebut tidak menyebabkan keuntungan menjadi tidak jelas maka syarat tersebut batal, tetapi akadnya tetap sah. Misalnya, pemilik modal mensyaratkan kerugian ditanggung oleh mudharib atau oleh mereka berdua maka syarat tersebut batal, tetapi akad mudharabah tetap sah, sedangkan kerugian tetap ditanggung oleh pemilik modal. Apabila disyaratkan dalam akad mudharabah bahwa keuntungan semuanya untuk mudharib, maka menurut Hanafiah dan Hanabilah, akad berubah menjadi qardh (utang piutang) bukan mudharabah. Sedangkan menurut Syafi‟iyah mudharabah semacam itu adalah mudharabah yang fasid. Dalam hal ini amil diberi upah atau imbalan sesuai dengan pekerjaannya. Menurut Malikiyah, apabila disyaratkan keuntungan semuanya untuk mudharib atau untuk pemilik modal maka hal itu dibolehkan, karena ini merupakan tabarru‟ atau sukarela.
6
Keuntungan harus merupakan bagian yang dimiliki bersama dengan pembagian secara nisbah atau presentase, misalnya setengahsetengah, sepertiga dan dua pertiga atau 40% : 60%, 35% : 65% dan seterusnya. Apabila keuntungan dibagi dengan ketentuan yang pasti, seperti pemilik mendapat Rp 100.000 dan sisanya untuk pengelola (mudharib), maka syarat tersebut tidak sah, dan mudharabah menjadi fasid. Hal ini oleh karena karakter mudharabah menghendaki keuntungan dimiliki bersama, sedangkan penentuan syarat dengan pembagian yang pasti menghalangi kepemilikan bersama tersebut (Muslich,2010:376). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mengungkap tentang pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati? 2. Apakah pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati sesuai dengan
fatwa DSN-MUI No.07/DSN-
MUI/IV/2000 ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati.
7
2. Untuk mengetahui pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati itu sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000. D. Kegunaan Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya. Kegunaan yang diharapkan dapat dipetik adalah: 1. Manfaat Bagi Penulis Dengan melakukan penelitian tentang pelaksanaan akad di BMT Taruna Sejahtera, penulis akan mengetahui bagaimana pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera. 2. Manfaat Bagi BMT Taruna Sejahtera Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
kontribusi
pemikiran bagi pihak lembaga BMT Taruna Sejahtera sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan dan sebagai masukan dalam meningkatkan pelayanan kepada anggotanya agar sesuai dengan syariah. 3. Manfaat Bagi Pihak Lain Sedangkan bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan baik secara teori maupun secara praktis dan bisa dijadikan sebagai salah satu bahan referensi dan rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
8
E. Penegasan Istilah Agar terdapat kejelasan tentang judul skripsi di atas, dan tidak terjadi beda penafsiran kata-kata dalam judul, maka perlu penulis menjelaskan makna yang terdapat pada judul. Menurut Muhammad Abu Zahrah pengertian akad menurut bahasa adalah untuk menggabungkan antara ujung sesuatu dan mengikatnya. Sedangkan menurut istilah ada dua pengertian yaitu arti umum dan arti khusus. Pengertian umum akad adalah segala sesuatu yang diniatkan oleh seseorang untuk dikerjakan, baik timbul karena satu kehendak, seperti wakaf, pembebasan, talak dan sumpah, maupun yang memerlukan kepada dua kehendak didalam menimbulkannya, seperti jual beli, sewa-menyewa, pemberian kuasa dan gadai. Menurut Muslich (2010:111) yang mengutip dari Wahbah Zuhaili arti khusus akad adalah pertalian antara ijab dngan qabul menurut ketentuan syara‟ yang menimbulkan akibat hukum pada obyeknya atau dengan redaksi yang lain, Keterkaitan antara pembicaraan salah seorang yang melakukan akad dengan yang lainnya menurut syara‟ pada segi yang tampak pengaruhnya pada obyek. Mudharabah adalah akad antara dua belah pihak (orang ) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan (Suhendi, 2010:136).
9
F. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang akad mudharabah sebenarnya banyak dilakukan. Penelitian tentang akad mudharabah ini pernah dilakukan oleh Ngatirin dengan judul “Analisis Implementasi Prinsip-prinsip Perjanjian Akad Mudharabah Pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Tumang Boyolali”. Penetian ini memfokuskan pada terjadinya ingkar janji atau wanprestasi dalam akad mudharabah di BMT Tumang Boyolali karena pelanggaran isi perjanjian yang telah disepakati dan kurang adanya sifat kejujuran dan kelalaian dari nasabah dalam menjalankan usaha dan pengelolaannya. (Ngatirin,tt:nn) Skripsi Alexander Leo Mandala Putra dengan judul “Pelaksanaan Jaminan Fidusia Pada Akad Mudharabah Di Bank Nagari Syariah Padang”. Penelitian ini menjelaskan tentang peraturan bank indonesia (PBI) adalah peraturan yang di keluarkan oleh bank indonesia untuk mengawasi dan membina semua Bank yang berbadan hukum indonesia atau beroperasi di indonesia (Putra,2011:nn). Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Akad
Mudharabah pada
Produk di Bank Nagari Syariah Cabang Padang Panjang”.Penelitian ini berisi akibat hukum bagi para pihak baik itu dari nasabah maupun bank dalam pelaksanaan akad mudharabah pada Bank Nagari Syariah cabang Padang Panjang yaitu pembagian keuntungan dan kerugian serta hak dan kewajiban para pihak, serta mengenai sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan para pihak yang telah diatur Undang-Undang Nomor 21 tahun
10
2008 tentang perbankan syariah pasal 63 dan juga yang telah diatur dalam akad tersebut yaitu pembayaran ganti kerugian (Andra,2010:nn). Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (Mudharabah) pada BMT Agam Madani Nagari Sungai Pua Kabupaten Agam”.Penelitian ini berisi pelaksanaan pembiayaan di BMT tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku , yaitu UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dan pasal 6 Peraturan Bank Indonesia No:7/46/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, namun ada beberapa kendala, yaitu dalam pengelolaan usaha adanya anggota yang belum mampu mengelola usahanya secara baik. Kondisi ekonomi yang tidak stabil pada saat ini (Sani,2011:nn). Skripsi dengan judul “Analisa Pelaksanaan Akad Mudharabah Terhadap Investasi Dinar”.Yang berisi praktik pembiayaan mudharabah yang dilakukan BMT Artha Kencana Mulia Semarang belumlah sempurna dengan aturan hukum islam. Hal-hal ini dikarenakan dalam proses penentuan bagi hasil , pihak BMT tidak diperkenankan menjanjikan pemberian keuntungan tetap perbulan dalam jumlah tertentu dengan sistem persentase
sebagaimana lazim
berlaku
dalam
tatanan
perbankan
konvensional (Fumiaty,2012:93). Dari telaah pustaka yang deperoleh penulis, maka mengenai Pelaksanaan Akad Mudharabah di BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati menurut Fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 sangat menarik
11
untuk dikaji, dan memang belum secara khusus dibahas dalam referensireferensi tersebut. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan normatif yang bersifat deskriftif analitis. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai bidang tertentu. Pendekatan normatif digunakan
untuk
mengetahui
hukum
dari
pelaksanaan
akad
mudharabah dalam perbankan syariah sesuai dengan fatwa DSN-MUI. 2. Kehadiran Peneliti Peneliti bertindak sebagai instrument sekaligus pengumpul data yang mana penulis langsung mewawancarai masyarakat yang sudah menjadi nasabah di perbankan syariah. Kehadiran penelitian diketahui pelaksanaannya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. 3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Ungaran dan di daerah gunung pati yaitu BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati. Karena tempat BMT Taruna Sejahtera tersebut sangat strategis. Jadi mudah untuk di jangkau semua orang.
12
4. Sumber Data Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi: a. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukur atau alat pengambilan data langsung dari subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Dalam hal ini keterangan diperoleh dari karyawan-karyawan yang bekerja di BMT Taruna Sejahtera dan nasabah yang melakukan transaksi dan pihak BMT Taruna Sejahtera. b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari fihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia. Peneliti menggunakan buku-buku, jurnal serta fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000. 5. Prosedur Pengumpula Data a. Metode wawancara Metode wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara
untuk
memperoleh
informasi
dari
terwawancara. Adapun metode wawancara yang dilakukan dengan tanya jawab lisan mengenai masalah-masalah yang ada dengan berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah
13
dirumuskan sebelumnya. Wawancara ini dilakukan terhadap nasabah yang melakukan transaksi di perbankan syariah. b. Metode Observasi Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung mengenai obyek penelitian. Metode ini penulis gunakan sebagai awal untuk mengetahui kondisi objektif mengenai obyek penelitian. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkrip , buku,surat kabar, majalah dan sebagainya. Metode ini sumber datanya masih tetap, dan belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang diamati bukan benda hidup tetapi benda mati. Dokumentasi dapat dianggap sebagai materi tertulis atau sesuatu yang menyediakan informasi tentang suatu subyek. Dokumentasi dapat berisi tentang deskripsi-deskripsi, penjelasanpenjelasan, daftar-daftar, cetakan hasil komputer, contoh-contoh obyek dari sistem informasi. Adapun yang digunakan oleh peneliti yaitu perjanjian antara nasabah dengan perbankan syariah. 6. Analisis Data Analisis data merupakan hal yang penting dalam metode ilmiah karena dengan analisa data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna untuk menyelesaikan masalah penelitian. Ada tiga tahap
14
dalam analisa ini yaitu Reduksi. Reduksi adalah memilih atau memisahkan data, dari data yang telah didapatkan. Menyajikan data adalah menyajikan data yang telah pilih tadi. Yang terakhir adalah menyimpulkan yaitu menyimpulkan data yang telah disajikan untuk dimasukkan de dalam analisis tersebut. Dalam analisa ini penulis menggunakan analisis deskriptif yang mendeskripsikan fatwa DSNMUI No.07/DSN-MUI/IV/2000. H. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yang lebih lanjut dan lebih jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlah sistematika penulisan penelitian ini sebagai berikut: Bab I pendahuluan : Bab ini berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian, Kehadiran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, dan Sistematika Penulisan. Bab II Tinjauan Umum Tentang Akad Mudharabah. Bab II berisi pembahasan
tentang:
Pengertian
mudharabah,
dasar
hukum
mudharabah,rukun dan syarat mudharabah, jenis-jenis mudharabah, sifat akad mudharabah, hukum pelaksanaan akad mudharabah, kedudukan mudharabah, biaya pelaksanaan mudharabah, tindakan setelah pemilik meninggal, pembatalan mudharabah, dampak sosial ekonomi mudharabah dan Mudharabah menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000.
15
Bab III Gambaran umum tentang BMT Taruna Sejahtera.. Bab ini berisi tentang sejarah BMT Taruna Sejahtera, Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera, produk-produk BMT Taruna Sejahtera, dan Operasional Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera. Bab IV Analisis. Bab ini berisi tentang analisis strategi pemasaran produk simpanan berkah plus menurut fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut Hukum Islam, analisis pengelolaan dana produk simpanan berkah plus menurut fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut Hukum Islam, analisis prosedur pembagian keuntungan prodk simpanan berkah plus menurut fatwa No. 07/DSN-MUI/IV/2000 dan menurut Hukum Islam. Bab V Penutup: berisi kesimpulan dan saran.
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. MUDHARABAH DALAM PERSPEKTIF FIQIH 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah adalah bahasa penduduk Irak dan qirahd atau muqaradhah bahasa penduduk Hijaz. Namun, pengertian qiradh dan mudharabah adalah satu makna. Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiah adalah berpergian atau berjalan (Hendi, 2010:135). Sebagaimana firman Allah:
artinya: “Dan yang lainnya, berpergian di muka bumi mencari karunia Allah” ( Al Muzamil:20). Selain al-dharb, disebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuangannya (Azzam, 2010: 245). Ada pula yang menyebut mudharabah atau qiradh dengan muamalah. Jadi, menurut bahasa mudharabah atau qiradh berarti al-qath’u (potongan), berjalan dan berpergian. Para fuqaha dan sebagian para sejarahwan muslim secara umum mendefinisikan mudharabah sebagai kerja sama antar dua pihak, yaitu pihak pertama memberikan fasilitas modal dan pihak kedua memberikan tenaga atau kerja. Perhitungan labanya akan dibagi dua dan kerugiannya ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal. Dari definisi ini, dapat
17
disimpulkan bahwa kerja sama model mudharabah ini muncul ketika terdapat dalam sebuah masyarakat keinginan untuk bekerja sama antara anggotanya
dalam
rangka
meningkatkan
taraf
hidup
ekonomi
(Muhammad, 2008: 27). Menurut istilah, mudharabah dikemukakan oleh para ulama sebagai berikut: a. Menurut Zuhaily mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak. Pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai pengelola dana (mudharib). Keuntungan yang didapatkan dari akad mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak dan biasanya dalam bentuk presentase (nisbah) (Nawawi, 2012: 141). b. Menurut para fuqaha, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. c. Menurut Harfiyah, mudharabah adalah memandang tujuan dua pihak yang berakad yang berserikat dalam keuntungan (laba), karena harta diserahkan kepada yang lain dan yang lain punya jasa mengelola harta itu. d. Malikiyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad perwakilan, di mana pemilik harta mengeluarkan hartanya kepada yang lain untuk
18
diperdagangkan dengan pembayaran yang ditentukan (emas dan perak). e. Imam Hanabillah berpendapat bahwa mudharabah ialah ibarat pemilik harta menyerahkan hartanya dengan ukuran tertentu kepada orang yang berdagang dengan bagian dari keuntungan yang diketahui. f. Ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa mudharabah ialah akad yang menentukan seseorang menyerahkan hartanya kepada yang lain untuk ditijarahkan. g. Syaikh Syihab al-din al-qalyubi dan Umarah berpendapat bahwa mudharabah ialah seseorang menyerahkan harta kepada yang lain untuk ditijarahkan dan keuntungan bersama-sama. h. Al-bakri Ibn al-arif Billah al-sayyid Muhammad syata berpendapat bahwa mudharabah ialah seseorang memberikan masalahnya kepada yang lain dan didalamnya diterima penggatian. i. Sayyid Sabiq berpendapat, mudharabah ialah akad antara dua belah pihak untuk salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang untuk diperdagangkan dengan syarat keuntungan dibagi dua sesuai dengan perjanjian. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, di mana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama.
19
Dengan perkataan lain dapat dikemukakan bahwa mudharabah adalah kerja sama antara modal dengan tenaga atau keahlian. Dengan demikian, dalam mudharabah ada unsur syirkah atau kerja sama, hanya saja bukan kerja sama antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta dengan tenaga. Di samping itu, juga terdapat unsur syirkah (kepemilikan bersama) dalam keuntungan. Namun apabila terjadi kerugian maka kerugian tersebut ditanggung pemilik modal, sedangkan pengelola tidak dibebani kerugian, karena ia telah rugi tenaga tanpa keuntungan (Muslich, 2010: 366-367). Setelah diketahui beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama di atas, kiranya dapat difahami bahwa mudharabah atau qiradh adalah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan (Hendi, 2010:136-138). 2. Dasar Hukum Mudharabah Melakukan mudharabah hukumnya jaiz (boleh) dengan ijma‟ (Sabiq,1987:31). Dalam al-qur‟an: QS.
al-Jumu‟ah:
10 mendorong
umat
Muslimin untuk melakukan upaya perjalanan usaha atau mencari karunia Allah yang tersebar di bumi.
20
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Al-Jumuah:10).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. Aqad (perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan sesamanya. (QS.Al-maidah:1)
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”. (Al-Baqarah: 198) Landasan dasar penerapan sistem mudharabah pada prinsipnya terbagi kepada dua landasan hukum, yaitu landasan berdasarkan hukum Islam (Alqur‟an, hadis, ijma‟ dan qiyas) dan landasan berdasarkan Undang-Undang perbankan yang berlaku di Indonesia (Sahrani dan Abdullah, 2011: 190). Ijma‟ Diriwayatkan oleh sejumlah sahabat menyerahkan (kepada orang,
mudharib) harta anak yatim sebagai
mudharabah
dan tidak
seorangpun mengingkari mereka. Karenannya, hal itu dipandang sebagai ijma‟ (Zuhaily, 1989: 838). Qiyas Transaksi mudharabah diqiyaskan dengan transaksi musaqah (mengambil
upah
untuk
menyiram
tanaman).
Ditinjau dari segi
kebutuhan manusia, karena sebagian orang ada yang kaya dan ada yang
21
miskin,
terkadang
sebagian
orang
memiliki
harta tetapi
tidak
berkemampuan memproduktifkannya dan ada juga orang yang tidak mempunyai harta tetapi mempunyai kemampuan memproduktifkannya. Karena itu, syariat membolehkan muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya (Zuhaily, 1989: 838). Dasar hukum mudharabah ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda: “Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi modal dan mencampur gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk dijual”. Zuhaily mengemukakan kesepakatan ulama tentang bolehnya mudharabah. Diriwayatkan sejumlah sahabat melakukan mudharabah dengan menggunakan harta anak yatim sebagai modal dan tidak ada seorang pun dari mereka menyanggah atau menolak. Jika praktik para sahabat dalam suatu praktik amalan tertentu yang disaksikan sahabat yang lain tidak ada satu pun yang menyanggah maka hal itu merupakan ijma‟. Ketentuan ijma‟ ini secara sharih mengakui keabsahan praktik pembiayaan mudharabah dalam sebuah perniagaan. Di samping mengemukakan dalil ijma‟ ulama juga mengemukakan qiyas mudharabah dengan analogi terhadap transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan penyiraman, pemeliharaan, merawat isi
22
perkebunan, mendapat bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan dari hasil perkebunan (Nawawi, 2012: 142). Diriwayatkan dari Daruquthni bahwa Hakim Ibn Hizam apabila memberi modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “harta jangan digunakan untuk membeli binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai. Apabila kamu melakukan salah satu larangan-larangan itu, maka kamu harus bertanggung jawab pada hartaku” (Hendi, 2010:138). Menurut Rasyid yang saya kutip dalam (Hendi, 2010:139) mengatakan dalam al-Muthawaththa’ Imam Mali, dari al-A‟la Ibn Abd alRahman Ibn Ya‟qub, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia pernah mengerjakan harta Utsman r.a. sedangkan keuntungannya dibagi dua. Qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar telah ada sejak zaman Rasulullah, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad telah melakukan qiradh.Rasulullah pernah melakukan mudharabah dengan Khadijah , dengan modal daripadanya (Khadijah). Beliau pergi ke Syam dengan membawa modal tersebut untuk diperdagangkan. Ini sebelum beliau diangkat sebagai Rasul. Pada zaman jahilliyah, mudharabah telah ada dan setelah datang agama islam. Al-Hafiz Ibnu Hajar mengatakan: Mudharabah telah terjadi pada masa Rasulullah, beliau mengetahui dan menetapkannya. Kaulah tidak
23
demikian (terlarang) tentu Rasulullah tidak membiarkannya (Sabiq, 1987:31-32). 3. Rukun dan Syarat Mudharabah Menurut ulama Syafi‟iyah rukun-rukun qiradh ada enam, yaitu: a. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya. b. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang. c. Aqad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang. d. Mal, yaitu harta pokok atau modal. e. Amal, yaitu pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan laba. f. Keuntungan. Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah adalah ijab dan qabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat mudharabah adalah: a. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batangan, mas hiasan atau barang dagangan lainnya, mudharabah tersebut batal. b. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tasharruf, maka dibatalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila dan orang-orang yang berada di bawah pengampuan. c. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari perdagangan
24
tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. d. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga atau seperempat. e. Melafazkan ijab dari pemilik modal, misalnya aku serahkan uang ini kepadamu untuk dagang jika ada keuntungan akan dibagi dua dan qabul dari pengelola. f. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barangbarang tertentu, pada waktu-waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering menyimpang dari tujuan akad mudharabah, yaitu keuntungan. Bila dalam mudharabah ada persyaratan-persyaratan maka mudharabah tersebut menjadi rusak (fasid) menurut pendapat al-Syafi‟i dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn Hanbal, mudharabah tersebut sah (Hendi, 2010:140). 4. Jenis-jenis mudharabah Pembiayaan mudharabah terbagi menjadi dua jenis berdasarkan tujuan alokasi pembiayaan kepada nasabah. Kedua jenis pembiayaan mudharabah tersebut adalah:
25
a. Mudharabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul mal dengan mudharib dimana tidak ada batasan tertentu mengenai usaha yang akan dilakukan oleh mudharib. b. Mudharabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dengan mudharib dimana shahibul maal menentukan batasan usaha yang akan dilakukan oleh mudharib baik dari segi jenis, waktu dan tempat usaha (Karim, 2006: 212-213). 5. Sifat Akad Mudharabah Para ulama telah sepakat bahwa sebelum dilakukannya kegiatan usaha oleh pengelola, akad mudharabah sifatnya tidak mengikat (ghair lazim), dan masing-masing pihak boleh membatalkannya. Akan tetapi, mereka (para ulama) berbeda pendapat apabila pengelola (mudharib) telah memulai kegiatan usahanya. Menurut Imam Malik, akad mudharabah menjadi akad yang mengikat (lazim) setelah pengelola memulai kegiatan usahanya. Dengan demikian, akad tersebut tidak bisa dibatalkan sampai barang-barang dagangan berubah menjadi uang. Di samping itu akad tersebut juga bisa diwaris. Dengan demikian apabila mudharib memiliki anak-anak yang dapat dipercaya, mereka bisa bekerja dalam kerangka mudharabah seperti bapaknya. Akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah, Syafi‟i dan Ahmad, meskipun mudharib telah memulai kegiatan usahanya akad tersebut tetap tidak mengikat (ghair lazim) sehingga setiap saat bisa dibatalkan. Di samping itu akad mudharabah tersebut tidak bisa diwariskan (Muslich, 2010: 372).
26
6. Hukum Pelaksanaan Mudharabah Hukum-hukum dalam mudharabah adalah sebagai berikut: a. Mudharabah harus dilakukakan sesama kaum Muslimin yang diperbolehkan bertindak. Mudharabah juga boleh dilakukan antara kedua orang Muslim dengan orang kafir dengan syarat modalnya dari orang kafir dan yang bekerja adalah orang Muslim, karena orang kafir tidak bisa dijamin meninggalkan interaksi dengan riba atau mengambil harta dengan haram. b. Modalnya harus diketahui. c. Bagian dari pekerja terhadap keuntungan harus ditentukan. Jika tidak ditentukan ia berhak mendapatkan uang atas kerjanya dan pemilik modal berhak atas seluruh keuntungan. Tapi jika keduanya berkata “ keuntungan menjadi milik kita bersama”, keuntungannya dibagi dua untuk keduanya. d. Jika kedua belah pihak tidak sepakat tentang bagian yang disyaratkan apakah seperempat atau setengah, ucapan yang diterima ialah ucapan pemodal dengan disuruh bersumpah. e. Pekerja (peminjam) tidak boleh melakukan mudharabah dengan orang lain jika merugikan harta orang pertama, kecuali jika orang pertama mengizinkannya, karena menimpakan kerugian kepada sesama kaum Muslimin itu diharamkan.
27
f. Keuntungan tidak dibagi selama akad masih berlangsung, kecuali jika kedua belah pihak rela dan sepakat melakukan pembagian keuntungan (Hirsanuddin, 2008: 25). g. Modal itu selamanya diambilkan (dipotong) dari keuntungan. Jadi pekerja tidak berhak sedikit pun atas keuntungan kecuali setelah modal diambil dari keuntungan. Ini jika keuntungan belum dibagi. h. Jika mudharabah telah selesai, sedang sebagian harta berbentuk barang atau utang di orang, kemudian pemodal meminta penjualan barang tersebut agar menjadi uang kontan dan meminta pelunasan utang maka pekerja harus melakukannya. i. Jika pekerja mengaku modal habis dan mengalami kerugian, ucapannya diterima jika tidak ada bukti yang membatalkan pengakuannya. Jika ia mengaku modal habis, mengalami kerugian dan mengajukan bukti-buktinya, ia bersumpah dan pengakuannya diterima (Nawawi, 2012: 143-144). 7. Kedudukan Mudharabah Hukum mudharabah berbeda-beda karena adanya perbedaan keadaan. Maka kedudukan harta yang dijadikan modal dalam mudharabah juga tergantung pada keadaan. Karena pengelola modal perdagangan mengelola modal tersebut atas izin pemilik harta, maka pengelola modal merupakan wakil pemilik barang dalam pengelolaannya dan kedudukan modal adalah sebagai wikalah‟alaih (obyek wakalah) (Hendi, 2010:141).
28
Ketika harta ditasharrufkan oleh pengelola, harta tersebut berada dibawah kekuasaan pengelola, sedangkan harta tersebut bukan miliknya. Sehingga harta tersebut berkedudukan sebagai amanat (titipan). Apabila harta itu rusak bukan karena kelalaian pengelola, ia tidak wajib menggantinya. Bila kerusakan timbul karena kalalaian pengelola, ia wajib menanggungnya. Ditinjau dari segi akad, mudharabah terdiri atas dua pihak. Bila ada keuntungan dalam pengelolaan uang, laba itu dibagi dua dengan persentase yang telah disepakati. Karena bersama-sama dalam keuntungan, maka mudharabah juga sebagai syirkah. Ditinjau dari segi keuntungan yang diterima oleh pengelola harta, pengelola mengambil upah sebagai bayaran dari tenaga yang dikeluarkan, sehingga mudharabah dianggap sebagai ijarah (upah-mengupah atau sewa menyewa) (Hendi, 2010:141). Apabila
pengelola
modal
mengingkari
ketentuan-ketentuan
mudharabah yang telah disepakati kedua belah pihak. Maka telah terjadi kecacatan dalam mudharabah. Kecacatan yang terjadi menyebabkan pengelolan dan penguasaan harta tersebut dianggap ghasab. 8. Biaya Pengelolaan Mudharabah Biaya bagi mudharib diambil dari hartanya sendiri selama ia tinggal di lingkungannya sendiri, demikian juga bila ia mengadakan perjalanan untuk kepentingan mudharabah. Bila biaya mudharabah diambil dari keuntungan, kemungkinan pemilik harta tidak akan
29
memperoleh bagian dari keuntungan karena mungkin saja biaya tersebut sama besar atau bahkan lebih besar daripada keuntungan. Namun jika pemilik modal mengizinkan pengelola untuk membelanjakan modal mudharabah guna keperluan dirinya di tengah perjalanan atau karena penggunaan tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka ia boleh menggunakan modalnya. Imam Malik berpendapat bahwa biaya-biaya baru boleh dibebankan kepada modal, apabila modalnya cukup besar sehingga masih memungkinkan mendatangkan keuntungankeuntungan (Hendi, 2010:142). Kiranya dapat dipahami bahwa biaya pengelolaan mudharabah pada dasarnya dibebankan kepada pengelola modal. Namun tidak masalah biaya diambil dari keuntungan apabila pemilik modal mengizinkannya. Menurut Imam Malik menggunakan modal pun boleh apabila modalnya besar sehingga memungkinkan memperoleh keuntungan berikutnya (Hendi, 2010:142). 9. Tindakan setelah Pemilik Modal Meninggal Menurut Sabiq (1987: 41) jika pemilik modal menginggal dunia, mudharabah menjadi fasakh (batal). Bila mudharabah telah batal pengelola modal tidak berhak mengelola modal mudharabah lagi. Jika pengelola bertindak menggunakan modal tersebut, sedangkan ia mengetahui bahwa pemilik modal telah meninggal dan tanpa izin para ahli warisnya. Maka perbuatan ini dianggap sebagai ghasab. Ia wajib mengembalikannya kemudian jika modal itu menguntungkan keuntungannya harus dibagi dua.
30
Jika mudharabah telah batal, sedangkan modal berbentuk barang dagangan, pemilik modal dan pengelola modal menjual atau membaginya karena yang demikian itu adalah hak kedua belah pihak. Jika pelaksana setuju dengan penjualan, sedangkan pemilik modal tidak setuju, pemilik modal dipaksa menjualnya, karena pengelola mempunyai hak dalam keuntungan dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan menjualnya, demikian pendapat Mazhab Syafi‟i dan Hanbali (Hendi, 2010:142). 10. Pembatalan Mudharabah Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut: a. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan. Maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagi upah, karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal. Karena pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya. b. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian.
31
c. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal (Hendi, 2010:143). d. Salah satu pihak terserang penyakit gila Menurut jumhur ulama selain Syafi‟iyah, apabila salah satu pihak terserang penyakit gila yang terus- menerus. Maka mudharabah menjadi batal. Hal ini dikarenakan gila menghilangkan kecakapan (ahliyah). e. Pemilik modal murtad Apabila pemilik modal murtad (keluar dari Islam), lalu ia meninggal atau dihukum mati karena riddah atau ia berpindah ke negeri bukan Islam (dar al-harb) maka mudharabah menjadi batal, semenjak hari ia keluar dari Islam menurut Abu Hanifah. Akan tetapi, apabila mudharib yang murtad maka akaf mudharabah tetap berlaku karena ia memiliki kecakapan (ahliyah). f. Harta mudharabah rusak di tangan mudharib Apabila modal rusak atau hilang di tangan mudharib sebelum ia membeli sesuatu maka mudharabah menjadi batal. Hal tersebut dikarenakan sudah jelas modal telah diterima oleh mdharib untuk kepentingan akad mudharabah. Dengan demikian, akad mudharabah menjadi batal karena modalnya hilang atau rusak. Demikian pula halnya, mudharabah dianggap batal, apabila modal diberikan kepada
32
orang lain atau dihabiskan sehingga tidak ada sedikit pun untuk dibelanjakan (Muslich, 2010: 389-390). Kemudian jika modal itu menguntungkan, maka keuntungannya dibagi dua. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Dengan cara inilah Amirulmukminin Umar Ibnu Al Khaththab menghukumkan kasus harta yang diambil oleh kedua putranya dari baitul mal, mereka memperdangkannya sebelum terlebih dahulu meminta hak, maka kemudian Umar menjadikannya sebagai
mudharabah” (Sabiq,
1987:36-37). 11. Dampak sosial ekonomi mudharabah Dari kerja sama permodalam, ada dua manfaat bagi pemilik modal, yaitu: a. Mendapatkan pahala besar dari Allah SWT. Karena ia adalah penyebab lenyapnya kemiskinan dari orang-orang miskin. Karena kalau tanpa Dia orang-orang miskin tersebut akan tetap dalam kemiskinan. Tetapi orang miskin tersebut harus pandai bekerja agar keduanya saling bisa tukar menukar kepentingan. b. Berkembangnya harta dan semakin benyaknya kekayaan akibat dari pengembangan bisnis yang dilakukan sesuai dengan bidangnya masing-masing (Nawawi, 2012: 149).
33
B. MUDHARABAH
DALAM
FATWA
DSN-MUI
NO.07/DSN-
MUI/IV/2000 Menurut fatwa DSN-MUI yang ditandatangani oleh K.H. Ali Yafie (ketua) dan Nazim Adlani (sekretaris) pada tanggal 1 April 2000 tentang bagi hasil dengan cara mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak. Pihak pertama (malk, shabib,al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal sedangkan pihak kedua („amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. 1. Ketentuan Pembiayaan a. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha) sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesempatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan LKS tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
34
e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai bukan piutang. f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian. g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. h. Kriteria
pengusaha,
prosedur
pembiayaan
dan
mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. j. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan (Anshori,2007:91).
2. Rukun dan Syarat Pembiayaan a. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
35
b. Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1) Penawaran
dan
penerimaan
harus
secara
eksplisit
menunjukkan tujuan kontrak (akad). 2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. 3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. c. Modal adalah sejumlah uang dan atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: 1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. 2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. 3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. d. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: 1) Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
36
2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan
harus
dalam
bentuk
prosentasi
(nisbah)
dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. 3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan desengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan. e. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib) sebagi perimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melalukan pengawasan. 2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. 3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu (Anshori,2007:91-92).
37
3. Beberapa ketentuan hukum pembiayaan a. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. b. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu‟allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. c. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan. d. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan
di
antara
kedua
belah
pihak,
maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah (Anshori,2007:92).
38
BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum BMT Taruna Sejahtera 1. Sejarah BMT Taruna Sejahtera Krisis Moneter tahun 1997-1998 yang mengakibatkan fluktiatif harga bahan makanan dan input pertanian sejak pertengahan tahun 1997. Selama periode puncak harga krisis pangan di pasar ritel meningkat pada tingkat yang lebih tinggi hingga 3-25 kali lipat pertumbuhan harga sebelum krisis, telah mendorong sekelompok pemuda kota Ungaran untuk membentuk lembaga usaha yang bertujuan untuk meringankan beban rakyat kecil akibat himpitan ekonomi dampak krisis moneter. Sehingga pada tanggal 24 Agustus 1998 setelah peringatan kemerdekaan RI ke 53 telah berdiri Lembaga Usaha yang diberi nama Koperasi Warung Taruna Sejahtera dengan kegiatan usaha penyaluran sembako khususnya penjualan beras murah dan telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari Kementrian Koperasi Pengusaha kecil
dan
Menengah
Kabupaten
Semarang
No.:
007/BH/KWK.11.1/IX/1998 tanggal 23 September 1998. Tetapi pada perkembangannya usaha tersebut tidak dapat berjalan dengan baik dan mengalami kerugian terus menerus. Sehingga pada tahun 2000 koperasi menutup usaha penyaluran sembako dan memilih fokus pada usaha simpan pinjam dengan
39
sistem syariah. Yang bertujan untuk memberikan pelayanan penguatan modal usaha mikro dan kecil yang diberi nama BMT Taruna Sejahtera yang mendapatkan pengesahan Akte perubahan Badan Hukum No.:019/BH/PAD/KDK/11.1/II/2000 tanggal 18 Febuari 2000. Usaha Simpan Pinjam dengan pola syariah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan Koperasi. Tetapi usaha tersebut belum dapat beroperasi dengan baik dan Koperasi tidak mengalami pertumbuhan. Sehingga pada awal tahun 2011 Koperasi melakukan perubahan besar yang meliputi perubahan Manajemen kepegawaian dengan menerapkan IMS (Incentive Manajemen
System).
Perubahan
sistem
Akuntasi
dengan
mengimplemasikan Aplikasi Core Banking IBS Realtime serta memperluas jaringan kerja dengan membuka Kantor Kas diseluruh wilayah Kabupaten Semarang. Pada saat yang bersamaan diterbitkan pula produk-produk baru BMT seperti Simpanan Amanah yang berhadiah menarik, Simpanan Berkah dengan bagi hasil yang kompetitif, Simpanan Berkah bonus berupa Kendaraan baik Sepeda Motor maupun Mobil dan Pembiayaan Manfaat. Perubahan dari Pola Operasional lama ke Pola Operasional Baru membawa dampak pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini
40
dapat dilihat dari pertumbuhan Asset yang semula pada awal tahun 2011 sebesar 1 Milyar menjadi 14 Milyar di akhir bulan Mei 2013. Disamping perubahan Pola Operasional, pada RAT tahun 2012 pada tanggal 27 April 2013 dalam rangka menyesuaikan dengan Undang-Undang No 17 tahun 2012 BMT yang semula bernama Koperasi Warung Taruna Sejahtera di Li. HOS Cokroaminoto di rubah menjadi Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Taruna Sejahtera dan alamatnya pindah di Jl. Gatot Subroto No.133 Mutiara Ungaran Square Kav.3 Ungaran. BMT Taruna Sejahtera sudah memiliki banyak kantor cabang. Pada tahun 2014, BMT Taruna Sejahtera telah memiliki 18 kantor cabang. Salah satu cabang BMT Taruna Sejahtera dengan alamat Jl. Pasarsari No.72 Gunung Pati- Semarang. Berikut adalah nama-nama pengelola, pengawas dan pengelola BMT Taruna Sejahtera berdasarkan hasil RAT tahun tutup buku 2013 adalah sebagai berikut: a. Pengawas BMT Taruna Sejahtera meliputi: Ketua
: Munawar, Spd.
Anggota: M. Ircham,SE. Dan Moh. Makmun,SH.
41
Tabel 3.1 Struktur Organisasi General Manager General Manager
Manager
General Manager General Manager Kepala Kas Boja General Manager General Manager General Manager General Manager General Manager Kasir/Teller General Manager Account cGeneral Manager General Manager General ManagerGeneral ManagerGeneral Manager cGeneral Manager Officer General ManagerGeneral Manager General Manager
Sumber: buku rapat anggota tahunan 2014 BMT Taruna Sejahtera General Manager
General ManagercGeneral ManagerGeneral Manager b. Pengurus BMT Taruna Sejahtera meliputi: General Manager General Manager General Manager Ketua : Yahsun, S.E. Manager General cGeneral Manager c General Manager Sekretaris : JakaGeneral Santosa Manager cGeneral Manager Bendahara : Supriyadi
c. Pengelola BMT Taruna Sejahtera Cabang Gunung Pati meliputi: General Manager : Yahsun, SE Manager Cabang : M. Arbain Kepala kas Boja : Agus Marwanto Account officer (AO): M.Yumroni, Ubaidillah, Misbakhul Munir Kasir atau Teller
: Yohana Prahesti
42
2. Visi dan Misi BMT Taruna Sejahtera Visi BMT Taruna Sejahtera Mewujudkan BMT Taruna Sejahtera sebagai Lembaga Keuangan Syariah yang mampu melayani kebutuhan Modal usaha bagi Anggota guna menunjang kesejahteraan bersama yang diridhoi Allah SWT. Misi BMT Taruna Sejahtera a. Pemberdayaan Usaha ummat di wilayah Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Semarang. b. Menyelenggarakan usaha Simpan Pinjam untuk melayani Anggota sesuai prinsip-prinsip Koperasi. c. Menjalankan Usaha Simpan Pinjam yang sesuai prinsip syariah dengan effektif, effisien dan transparan. Adapun keuntungan menjadi anggota BMT Taruna Sejahtera, yaitu: a. Kenyamanan dan ketentraman hati, karena Operasional BMT Taruna Sejahtera berdasarkan Syariah dengan sistem bagi hasil. b. Kemudahan dalam pelayanan, karena penyetoan, penarikan dan angsuran dapat dilayani ditempat (Rumah, Toko atau pasar). c. Anggota bisa mendapatkan fasilitas pembiayaan (pinjaman) untuk memperkuat modal usaha. d. Anggota dapat memperoleh informasi saldo pada setiap hari kerja melalui telepon atau HP.
43
Berdasarkan
data
BMT
Taruna
Sejahtera per
31
Desember 2013 keanggotaan BMT Taruna Sejahtera mengalami kenaikan sebagai berikut: Tabel 3.2: Jumlah Keanggotaan BMT Taruna Sejahtera Jumlah Anggota Tahun 2012 Tahun 2013 Anggota 791 3.288 Calon Anggota 1.060 Sumber: buku rapat anggota tahunan 2014 BMT Taruna Sejahtera Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah anggota BMT Taruna
Sejahtera
mengalami kenaikan
yang
sangat signifikan. Hal ini terlihat dari jumlah anggota di tahun 2012 sebanyak 791, kemudian di tahun 2013 menjadi 3.288 anggota kerena jumlah anggota bertambah 2.497 di tahun 2013. Jadi,
dapat
disimpulkan
bahwa
BMT
Taruna
Sejahtera
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini dikarenakan perubahan operasional dari pola lama ke pola baru yang dikelola berdasarkan prinsip syariah. Selain itu, jumlah keanggotaan BMT Taruna Sejahtera juga mengalami kenaikan yang sangat signifikan karena BMT Taruna Sejahtera memberikan banyak keuntungan kepada nasabah berupa kenyamanan dan kemudahan dalam pelayanannya.
44
3. Produk-produk BMT Taruna Sejahtera a. Simpanan Amanah Simpanan dapat melakukan
Amanah
adalah
penyetoran
dan
simpanan
anggota
yang
penarikan
sewaktu-waktu
pada jam kerja BMT sesuai kebutuhan anggota, yang dikelola secara
halal
diperuntukkan
sesuai syariah. untuk
Dana
simpanan
membiayai berbagai
amanah
macam
usaha
produkif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. Adapun persyaratan untuk membuka rekening Simpanan Amanah adalah sebagai berikut: 1) Mengisi formulir aplikasi permohonan Simpanan Amanah. 2) Melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku). 3) Setoran pertama minimal Rp 10.000. Setoran selanjutnya minimal Rp 5.000. Menyetorkan setoran pokok sebesar Rp. 100.000 (dapat diangsur 10 kali). Fasilitas
yang
ditawarkan
pada
produk
Simpanan
Amanah adalah sebagai berikut: 1) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan sewaktu-waktu pada jam kerja BMT Taruna Sejahtera. 2) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan ditempat (rumah/warung/pasar).
45
Sedangkan keuntungan yang ditawarkan pada produk Simpanan Amanah adalah sebagai berikut: 1) Dikelola
dengan
akad
mudharabah,
bebas
riba,
menentramkan dan menenangkan hati. 2) Memperoleh bagi hasil yang menarik dan kompetitif setiap bulan yang akan ditambahkan pada saldo simpanan. 3) Berhadiah menarik (mobil, sepeda motor, TV, kulkas, mesin cuci, dll) yang diundi setiap 6 (enam) bulan, setiap kelipatan saldo Rp 500.000 mendapatkan 1 (satu) kupon undian, saldo minimal Rp 1.000.000,.
Gratis biaya
administrasi (saldo simpanan tidak akan berkurang). b. Simpanan Berkah Simpanan Berkah adalah simpanan berjangka anggota merupakan investasi dengan waktu 1,3,6, dan 12 bulan. Diperuntukkan bagi anggota BMT
yang
ingin
berinvestasi
secara halal sesuai dengan syariah. Dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. Adapun persyaratan untuk membuka rekening Simpanan Berkah adalah sebagai berikut: 1) Mengisi formulir aplikasi permohonan Simapanan Berkah 2) Melampirkan foto kopi KTP ( yang berlaku)
46
3) Setoran minimal Rp 1.000.000. Menyetorkan setoran pokok sebesar Rp 1.000.000. Menyetorkan setoran pokok sebesar Rp 100.000 (dapat diangsur 10 kali) bagi anggota baru. Fasilitas
yang
ditawarkan
pada
produk
Simpanan
Berkah adalah sebagai berikut: 1) Jangka waktu 1,3,6 dan 12 bulan. 2) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan ditempat (rumah/ warung/ pasar). 3) Dapat diperpanjang secara otomatis (Automatic Roll Over). 4) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan (pinjaman) di BMT Taruna Sejahtera. Adapun keuntungan yang ditawarkan bagi nasabah pada produk Simpanan Berkah adalah sebagai berikut: 1) Dikelola dengan akad mudharabah, bebas riba, menentramkan dan menenangkan hati. 2) Memperoleh bagi hasil yang menarik dan kompetitif setiap
bulan
yang
lansung
dibukukan
pada
Simpanan Amanah. I.
Jangka waktu 1-3 bulan, nisbah 33,34 atau setara 12,00%
II.
Jangka waktu 6 bulan, nisbah 36,67 atau setara 13,20%
47
III.
Jangka waktu 12 bulan, nisbah 40,00 atau setara 14,40%
3) Gratis biaya administrasi. c. Pembiayaan Manfaat Pembiayaan Manfaat adalah fasilitas pembiayaan atau pinjaman guna memenuhi kebutuhan modal anggota untuk usaha produktif maupun konsumtif yang dikelola secara halal sesuai syariah yaitu dengan akad murabahah (Ba‟i Bitsaman Ajil) dan Qardul Hasan(Qardul Hasan adalah pembiayaan yang bersifat sosial (non profit oriented) dimana nasabah tidak diberikan kewajiban memberikan bagi hasil atau mark up atas pembiayaan yang diberikan). Adapun persyaratan pada produk Pembiayaan Manfaat adalah sebagai berikut: 1) Mengisi formulir aplikasi permohonan pembiayaan. 2) Foto kopi KTP suami/ istri dan foto kopi KK. 3) Foto kopi rekening listrik atau rekening telepon (bulan terakhir). 4) Slip gaji bulan terakhir (karyawan). 5) Kartu jamsostek (karyawan). 6) Buku tabungan Bank dan kartu ATM. 7) Jaminan: a) Sertifikat SHM dan PBB.
48
b) BPKB dan foto copy STNK. Jadi dapat disimpulkan bahwa produk yang ditawarkan BMT Taruna Sejahtera meliputi
produk
penghimpunan
dan
penyaluran dana. Masing-masing produk memiliki persyaratan, fasilitas dan keuntungan yang berbeda. Sehingga
nasabah
memiliki
banyak
pilihan
untuk
menentukan produk yang ditawarkan. d. Simpanan Berkah Plus Simpanan
Berkah
anggota, merupakan
Plus
investasi
adalah secara
simpanan halal
sesuai
berjangka dengan
syariah dengan waktu 12,24 dan 60 bulan. Produk simpanan ini, diperuntukkan bagi anggota BMT yang ingin mendapatkan bonus mobil atau sepeda motor. Dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. Adapun persyaratan untuk membuka rekening Simpanan Berkah Plus adalah sebagai berikut: 1) Mengisi formulir aplikasi permohonan Simpanan Amanah. 2) Melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku). 3) Setoran minimal Rp 60.000.000. Menyetorkan setoran pokok sebesar Rp 100.000,- (dapat diangsur 10 kali) bagi anggota baru.
49
Fasilitas
yang
ditawarkan
pada
produk
Simpanan
Berkah Plus adalah sebagai berikut: 1) Jangka waktu 12, 24 dan 60 bulan. 2) Dapat melakukan penyetoran dan penarikan ditempat (rumah/ warung/ pasar). 3) Dapat diperpanjang secara otomatis (automatic roll over). 4) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan (pinjaman) di BMT Taruna Sejahtera Adapun keuntungan yang ditawarkan bagi nasabah pada produk Simpanan Berkah adalah sebagai berikut: 1) Dikelola
dengan
akad
mudharabah,
bebas
riba,
menentramkan dan menenangkan hati. 2) Memperoleh bonus berupa mobil atau sepeda motor. 3) Gratis biaya administrasi. e. Strategi Pemasaran Produk Simpanan Berkah Plus. Secara umum, strategi pemasaran yang digunakan BMT Taruna Sejahtera dalam mensosialisasikan produk-produk yang ditawarkan adalah dengan strategi jemput bola. BMT Taruna Sejahtera Gunung Pati melakukan sosialisasi produk-produknya di pasar-pasar dan masyarakat yang ada di Kabupaten Semarang khususnya di daerah Gunung Pati dan sekitarnya. Strategi jemput bola yang digunakan oleh BMT Taruna Sejahtera adalah dengan
50
cara menerjunkan pegawai ke lapangan terutama ke pasar-pasar tradisional
dengan
memberikan brosur
dan memberikan
informasi secara lisan tentang produk-produk yang ditawarkan. Dengan cara jemput bola ini diharapkan para calon nasabah dapat memperoleh informasi secara rinci mengenai produk produk yang ada di BMT Taruna Sejahtera, sehingga nantinya nasabah dapat tertarik untuk menyimpan dananya ataupun mengajukan pembiayaan
di
BMT Taruna Sejahtera Cabang Gunung Pati,
Semarang. Menurut Kepala Kantor Kas Boja, Strategi pemasaran produk Simpanan Berkah Plus adalah dengan meyebarkan brosur dan ditujukan kepada orang-orang tertentu yang sudah memiliki kedekatan hubungan dengan pihak BMT. Hal ini karena masih banyak masyarakat yang belum percaya
atau
menyetorkan
dan dengan
modalnya
dalam
jumlah banyak
takut
jangka waktu yang lama kepada pihak BMT. Inilah yang merupakan kendala BMT dalam memasarkan produk Simpanan Berkah Plus. Strategi
pemasaran
khusus
yang
digunakan
BMT
Taruna Sejahtera dalam memasarkan produk Simpanan Berkah Plus adalah dengan menawarkan bonus berupa mobil atau motor sebagai bagi hasilnya. Menurut manager BMT Taruna
51
Sejahtera hal ini dilakukan untuk memaksimalkan penggalangan dana yang nantinya akan berpengaruh pada asset BMT. Berdasarkan data yang diambil dari neraca per 31 Desember 2013 dan menunjukkan
2012,
peningkatan
simpanan berjangka yang signifikan
yaitu
anggota dari
Rp.8.407.807.831 menjadi Rp.22.139.612.847. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa masyarakat
merespon positif dengan adanya produk simpanan berjangka yang ditawarkan BMT (Simpanan Berkah maupun Simpanan Berkah Plus). Lebih lanjut dikatakan bahwa pada produk ini tidak dikenai denda apabila nasabah mengambil uang depositonya sebelum masa deposito berakhir dengan alasan darurat dan tidak berpengaruh pula pada bonus yang telah diberikan. Hal ini dilakukan karena bonus yang telah diberikan sudah menjadi hak deposan dan tidak akan diambil lagi oleh pihak BMT Taruna Sejahtera.
Pemberlakuan
denda
baru
diberlakukan
kepada
nasabah yang mengambil uang depositonya sebelum masa berakhir tanpa alasan darurat. Selain itu, menurut Kepala Kantor Kas Boja BMT Taruna Sejahtera, teknis penyerahan bonus dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir sesuai permintaan nasabah atau bonus dapat juga diberikan dalam bentuk uang tiap bulannya. Pemberian bonus yang dipraktekkan di BMT Taruna Sejahtera
52
Cabang Gunung Pati adalah bonus diserahkan di awal sesuai permintaan nasabah karena nasabah lebih menyukai pemberian bonus yang diberikan di awal yang menurutnya sebagai bentuk pembagian keuntungan yang jelas. B. Hasil Penelitian 1. Pelaksanaan
Produk
Simpanan
Berkah
Plus
(Deposito
Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera. Kegiatan
utama
sebuah
lembaga
keuangan
adalah
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Semakin banyak jumlah nasabah, maka semakin banyak pula dana yang dihimpun dan semakin banyak pula dana yang dapat disalurkan. Sehingga keberadaan lembaga keuangan semakin kuat.
Salah satu cara
untuk
adalah
menghimpun dana dari masyarakat
dengan
menyediakan produk deposito. Salah satu produk deposito yang ditawarkan BMT Taruna Sejahtera adalah produk Simpanan Berkah Plus. Untuk menjadi nasabah produk simpanan berkah plus di BMT Taruna Sejahtera harus mempunyai simpanan amanah. Simpanan Amanah adalah simpanan anggota
yang dapat
melakukan penyetoran dan penarikan sewaktu-waktu pada jam kerja BMT sesuai kebutuhan anggota, yang dikelola secara halal sesuai syariah. Setelah nasabah memiliki simpanan amanah nasabah langsung bisa mempunyai simpanan berkah plus karena
53
salah satu syarat menjadi nasabah simpanan berkah plus adalah harus memiliki simpanan amanah terlebih dahulu. Simpanan Berkah Plus adalah simpanan berjangka anggota, merupakan investasi secara halal sesuai dengan syariah dengan waktu 12,24 dan 60 bulan. Produk simpanan ini diperuntukkan bagi nasabah BMT yang ingin mendapatkan bonus mobil atau sepeda motor. Dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. Adapun syarat-syarat untuk menjadi nasabah simpanan berkah plus yaitu harus memiliki simpanan amanah dahulu, kalau sudah memiliki simpanan amanah langsung saja mendaftarkan menjadi nasabah simpanan berkah plus dengan melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku), dengan menyetorkan uang minimal Rp. 60.000.000 (dapat diangsur 10 kali) setiap bulannya dan menyetorkan setoran pokok sebesar Rp.100.000 setiap bulan bagi anggota baru. Apabila nasabah terlambat menyetorkan uangnya maka pihak BMT tidak mengenakan denda kepada nasabahnya karena dalam produk ini tidak di kenai denda, tetapi kalau sudah 3 kali terlambat menyetorkan uangnya maka nasabah akan dikenakan surat peringatan (teguran) dari pihak BMT. Akad yang digunakan dalam simpanan berkah plus ini adalah akad mudharabah. Akad mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik dana (shahibul
54
maal) dengan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil (keuntungan atau kerugian) menurut kesepakatan (Susanto, 2008: 265). Adapun ketentuan-ketentuan dalam akad tersebut yaitu bahwa pada produk ini tidak dikenai denda apabila
nasabah
mengambil
uang
depositonya sebelum masa deposito berakhir dengan alasan darurat
(seperti sakit yang harus segera dioperasi) dan
berpengaruh
pula
pada
tidak
bonus yang telah diberikan. Hal ini
dilakukan karena bonus yang telah diberikan sudah menjadi hak deposan dan tidak akan diambil lagi oleh pihak BMT Taruna Sejahtera. Pemberlakuan
denda
baru
diberlakukan
kepada
nasabah yang mengambil uang depositonya sebelum masa berakhir tanpa alasan darurat. Selain itu, teknis penyerahan bonus dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir sesuai permintaan nasabah atau bonus dapat juga diberikan dalam bentuk uang tiap bulannya. Pemberian bonus yang dipraktekkan di BMT Taruna
Sejahtera adalah
bonus diserahkan
di
awal
sesuai
permintaan nasabah karena nasabah lebih menyukai pemberian bonus yang diberikan di awal yang menurutnya sebagai bentuk pembagian keuntungan yang jelas. Adapun pelaksanaan Simpanan Berkah Plus
di
BMT
Taruna Sejahtera meliputi: pengelolaan dana produk Simpanan Berkah
Plus
dan pembagian
keuntungan
produk Simpanan
55
Berkah Plus di BMT Taruna Sejahtera akan diterangkan di bawah ini: a. Ketentuan yang Berlaku pada Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera: 1) Ketentuan yang Berlaku pada Produk Simpanan Berkah
Plus (Deposito Mudharabah). Berikut
adalah ketentuan yang berlaku pada produk Simpanan Berkah Plus (deposito mudharabah): a) Pembagian
keuntungan
Simpanan
Berkah
Plus (deposito mudharabah) dibagikan dalam bentuk bonus berupa motor atau mobil. b) Untuk simpanan berjangka yang telah jatuh tempo, secara otomatis akan di perpanjang kembali
untuk
jangka
waktu
yang sama
(perpanjangan otomatis). Terjadi seperti itu jika pemilik tidak mengkonfirmasi untuk berhenti atau melanjutkan simpanan berjangka tersebut, maka simpanan berjangka tersebut akan di perpanjang secara otomatis. Namun apabila nasabah menkonfirmasi untuk berhenti dalam simpamnan berjangka tersebut, maka simpanan berjangka tersebut akan diberhentikan oleh
56
pihak BMT dengan persetujuan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. c) Untuk
setiap
simpanan
berjangka
diperpanjang seperti pada butir
dua
yang diatas,
tidak diterbitkan sertifikat simpanan berjangka baru. d) Pada waktu permintaan pembayaran kembali, sertifikat ini harus diserahkan dengan
dibubuhi
tanda
pada
tangan
BMT pemilik
sebagai bukti pembayaran simpanan berjangka. e) Sertifikat simpanan berjangka tidak dapat dipindahtangankan, apabila pemilik meninggal dunia maka akan dibayarkan pada ahli waris yang sah. f) Jika sertifikat berjangka ini dimiliki oleh Badan
Hukum/
Badan Usaha/
Lembaga
Organisasi, maka bila terjadi penggantian pengurus, uang simpanan dibayarkan kepada pengurus baru yang sah dengan melampirkan: (1) Surat resmi tentang Penggantian Pengurus (Berita Acara serah terima dll). (2) Sertifikat Simpanan Berjangka.
57
g) Perubahan Nama, Alamat dan Tanda tangan dan hal-hal yang menyimpang dari ketentuan dan
keterangan-keterangan
yang diberikan
oleh BMT harus segera diberitahukan secara tertulis kepada BMT Taruna Sejahtera. b. Pengelolaan Dana Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) Dalam
mengelola
terkumpul,
termasuk
(deposito
mudharabah),
dana
yang
telah
dana Simpanan Berkah Plus BMT
Taruna
Sejahtera
mengelolanya dengan cara menyalurkan melalui produk Pembiayaan Manfaat kepada pihak ketiga dengan akad murabahah
(Ba‟i
Bitsaman Ajil) dan Qardul Hasan
(Qardul Hasan adalah pembiayaan yang bersifat sosial (non profit oriented) dimana nasabah tidak diberikan kewajiban memberikan bagi hasil atau mark up atas pembiayaan yang diberikan. Pembiayaan nasabah ini diberikan kepada nasabah yang mempunyai Kriteria tertentu) (Antonio: 2000, 131). Dana terkumpul
diperuntukkan untuk
yang
telah
membiayai berbagai
macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. BMT dapat memaksimalkan dana
tersebut
untuk
memperoleh
keuntungan
dari
pengelolaan dana simpanan deposito tersebut. Keuntungan
58
tersebut
akan
dibagikan
antara
BMT dengan para
nasabah pembiayaan dan memberikan keuntungan pula kepada
nasabah
simpanan
Berkah
Plus
(deposito
mudharabah).
c. Praktek Pembagian Keuntungan Produk Simpanan Berkah Plus (Deposito Mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera Praktek pembagian keuntungan produk Simpanan Berkah Plus (deposito mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera adalah dengan pemberian bonus berupa sepeda motor atau mobil. Dan jenis bonus yang diberikan telah ditentukan dan diberikan seluruhnya kepada nasabah. Untuk mencapai kesepakatan dalam pembagian keuntungan atau bonus di BMT Taruna Sejahtera tersebut melalui musyawarah atau kesepakatan antara shahibul maal dengan mudharib terlebih dahulu. Untuk mencapai mufakat antara kedua belah pihak. Setelah mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak, maka di ambillah kesepakatan tersebut. Namun pada akhirnya ketentuan BMT lah yang digunakan dalam pembagian keuntungan tersebut. Yang penting sudah gugur kewajiban pihak BMT untuk melakukan kesepakatan pembagian
keuntungan
antara
kedua
belah
pihak.
59
Pembagian keuntungan yang biasa dipakai di BMT Taruna Sejahtera adalah 40:60. Teknis penyerahan bonus yang dipraktekkan di BMT Taruna Sejahtera Cabang Gunung Pati adalah di awal.
Perhitungan pemberian bonus didasarkan pada
nisbah bagi hasil yang ditetapkan tiap bulan, namun bagi hasil diberikan seluruhnya di awal dengan sebutan pemberian bonus. Adapun
rincian
bonus
yang
diberikan
pada
produk Simpanan Berkah Plus (deposito mudharabah) di BMT Taruna Sejahtera adalah sebagai berikut: 1) Setoran deposito Rp 60.000.000,- jangka waktu 24 bulan mendapatkan bonus Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW. 2) Setoran deposito Rp 70.000.000,- jangka waktu 24 bulan mendapatkan bonus Honda Vario Techno CBS atau Supra X 125 CW. 3) Setoran deposito Rp 105.000.000,- jangka waktu 12 bulan mendapatkan bonus Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW. 4) Setoran deposito Rp 125.000.000,- jangka waktu 12 bulan mendapatkan bonus Honda Vario Techno CBS atau Supra X 125 CW.
60
5) Setoran deposito Rp 400.000.000,- jangka waktu 60 bulan mendapatkan bonus mobil Toyota Avanza E.1,3 Manual. 6) Setoran deposito Rp 420.000.000,- jangka waktu 60 bulan mendapatkan bonus mobil Toyota Avanza G.1,3 Manual. 7) Setoran deposito Rp 460.000.000,- jangka waktu 60 bulan mendapatkan bonus mobil Toyota Avanza Velos 1,5 Manual. Jenis bonus yang diberikan diatas bersifat fleksibel. Maksudnya, meskipun telah ditentukan jenis bonus di awal, namun deposan boleh memilih jenis bonus yang diinginkan. Apabila jenis bonus yang ditentukan harganya kurang dari bonus yang diinginkan, maka nasabah harus menambah harga bonus yang diinginkan. Misalnya, deposito Rp.100.000.000,jangka waktu 12 bulan seharusnya mendapatkan bonus berupa Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW. Tetapi deposan menginginkan bonus berupa Honda Vario Techno CBS atau Supra X 125 CW, maka deposan harus menambah harga untuk mendapatkan bonus yang diinginkan (Honda Vario Techno CBS atau Supra X 125 CW). Contoh perhitungan bagi hasil produk Simpanan Berkah Plus (deposito mudharabah) adalah sebagai berikut:
61
1) Seorang
nasabah
mendepositokan
uangnya
Rp
100.000.000,- melalui produk Simpanan Berkah Plus yang ditawarkan BMT Taruna Sejahtera dengan jangka waktu selama 12 bulan. Pembagian keuntungan yang didapatkan nasabah adalah pemberian bonus berupa Honda Revo
CW
atau
Honda
Beat
F1
CW.
Rincian
perhitungannya adalah sebagai berikut: 2) Untuk deposito dengan jangka waktu 12 bulan, nisbah 40,00 atau setara 14,40%. Jadi, 14,40% x nominal deposito. 3) Atau setiap deposito Rp 100.000.000,- akan mendapat bagi hasil Rp 1.200.000./ bulan. Apabila
nasabah
mendepositokan
uangnya
Rp.100.000.000,-akan mendapat bagi hasil Rp 1.200.000/ bulan. Jika jangka waktu deposito 12 bulan, maka Rp.1.200.000 x 12 = Rp.14.400.000,-. Atau setiap deposito dengan jangka waktu 12 bulan, maka nisbah adalah 40,00 atau setara 14,40%. Jadi, 14,40% x Rp.100.000.000 = Rp.14.400.000,-. Nominal bagi hasil inilah yang nantinya diberikan dalam bentuk pemberian bonus berupa Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW yang diberikan di awal akad.
62
1) Seorang
nasabah
mendepositokan
uangnya
Rp.
60.000.000,- melalui produk Simpanan Berkah Plus yang jangka
ditawarkan waktu
BMT selama
Taruna Sejahtera 24
bulan.
dengan
Pembagian
keuntungan yang didapatkan nasabah adalah pemberian bonus berupa Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW. Apabila
nasabah
mendepositokan
uangnya
Rp.
60.000.000, dengan jangka waktu 24 bulan, akan mendapat bagi hasil 14,40% x Rp 60.000.000 = Rp. 8.640.000,- /tahun. Karena jangka waktu deposito dua tahun, maka Rp. 8.640.000,x 2 = Rp. 17.280.000,- jadi, nasabah mendapatkan bagi hasil Rp. 17. 280.000,-. Nominal bagi hasil inilah yang nantinya diberikan dalam bentuk pemberian bonus berupa Honda Revo CW atau Honda Beat F1 CW yang diberikan di awal akad.
63
BAB IV ANALISIS Analisis Pelaksanaan Produk Simpanan Berkah Plus Islam
menganjurkan
dan
membolehkan
mudharabah
karena
mengandung manfaat di dalamnya. Seseorang terkadang mempunyai harta banyak tetapi tidak berkemampuan untuk mengelolanya. Sebaliknya, ada pula orang yang tidak memiliki harta tetapi ia mempunyai kemampuan untuk mengelolanya. Sehingga syariat membolehkan sistem ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya dengan berbagi hasil atas usaha kerjasama tersebut. Visi lembaga keuangan syariah adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Kesediaan masyarakat untuk menyerahkan dananya pada pihak lembaga keuangan syariah dilandasi oleh rasa kepercayaan. Jika kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah hilang, maka dapat menimbulkan efek domino bagi lembaga keuangan syariah yang lain dan secara keseluruhan akan mengalami kesulitan. Sehingga sangat penting bagi lembaga keuangan syariah untuk tetap menjaga kepercayaan sehingga visi dan misi tersebut dapat tercapai. Sebagimana visi BMT Taruna Sejahtera sebagai lembaga keuangan syariah non bank yang mampu melanyani kebutuhan modal usaha bagi anggota guna menunjang kesejahteraan bersama yang di ridhoi Allah SWT. Sehingga dalam menjalankan usaha simpan pinjam sesuai prinsip syariah dengan sistem
64
bagi hasil. Salah satu produk penghimpun dana yang ditawarkan adalah produk Simpanan Berkah Plus dan salah satu aspek penting yang terkait akad mudharabah adalah pembagian keuntungannnya. Dalam mengelola dana yang telah terkumpul, termasuk dana Simpanan Berkah Plus BMT Taruna Sejahtera mengelolanya dengan cara menyalurkan melalui produk pembiayaan manfaat kepada pihak ketiga dengan akad mudharabah (Ba‟i Bitsaman Ajil) dan Qardul Hasan (Qardul Hasan adalah pembiayaan yang bersifat sosial (non profit oriented) dimana nasabah diberikan kewajiban memberikan bagi hasil atau mark up atas pembiayaan yang diberikan. Pembiasaan nasabah ini diberikan kepada nasabah yang mempunyai kriteria tertentu) (Antonio: 2000, 131). Dana yang telah terkumpul diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. BMT dapat memaksimalkan dana tersebut untuk memperoleh keuntungan dari pengelola dana simpanan deposito tersebut. Keuntungan tersebut akan dibagikan antara BMT dengan para nasabah pembiayaan dan memberikan keuntungan pula kepada nasabah simpanan berkah plus (deposito mudharabah). Adapun ketentuan-ketentuan dalam akad tersebut adalah bahwa produk ini tidak dikenai denda apabila nasabah mengambil uang depositonya sebelum masa deposito berakhir dengan alasan darurat (seperti sakit yang harus segera diopeasi) dan tidak berpengaruh pula dengan bonusnya. Karena bonus tersebut sudah menjadi hak deposan dan tidak akan diambil oleh pihak BMT. Tetapi itu tidak berlaku apabila nasabah mengambil uang depositonya tanpa alasan darurat, maka
65
nasabah akan dikenakan denda. Dan denda tersebut sudah ditentukan oleh pihak BMT. Dengan pernyataan di atas bahwa pernyataan tersebut sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena dalam fatwa tersebut menerangkan bahwa penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung karugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan. Produk Simpanan Berkah Plus merupakan simpanan berjangka anggota atau investasi secara halal sesuai dengan syariah dengan waktu 12, 24 dan 60 bulan. Produk simpanan ini, diperuntukkan bagi anggota BMT yang ingin mendapatkan bonus mobil atau sepeda motor. Dana tersebut diperuntukkan untuk membiayai berbagai macam usaha produktif dan konsumtif yang bermanfaat untuk kepentingan umat. Produk ini dikelola berdasarkan prinsip mudharabah. Bahwa mudharabah terdiri dari dua jenis, yakni yang bersifat tidak terbatas
(mudharabah mutlaqah, unrestricted)
dan
yang
bersifat
terbatas
(mudharabah muqayyadah, restricted). Terkait dengan jenis akad mudharabah yang digunakan pada produk Simpanan Berkah Plus, dapat diketahui bahwa produk Simpanan Berkah Plus ini termasuk jenis mudharabah mutlaqah. Hal ini
dikarenakan pemilik dana (nasabah Simpanan Berkah Plus) memberikan
otoritas
dan
hak
sepenuhnya
menginvestasikan atau
memutar
kepada uangnya
BMT
Taruna
dengan
Sejahtera
tujuan
untuk
mendapatkan
keuntungan. Dengan kata lain pihak pengelola diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan atau gangguan apapun urusan yang
66
berkaitan dengan proyek itu dan tidak terkait dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan dan pelanggan. Dengan pernyataan di atas bahwa pernyataan tersebut sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah dan Lembaga Keuangan Syariah tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. Tentang Deposito Mudharabah bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang dijalankan berdasarkan prinsip mudharabah. Selanjutnya ketentuan nisbah keuntungan dalam akad mudharabah adalah sebagai berikut: a. Prosentase, artinya nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase,
bukan dinyatakan
dalam
nilai
nominal
tertentu (Karim: 2011, 206). Dalam pembagian keuntungan boleh sepakat bahwa 40 persen dari keuntungan riil menjadi bagian shahibul maal dan 60 persen menjadi bagian mudharib atau sebaliknya (Ascarya: 2012, 64). Pernyataan di atas sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena di dalam fatwa juga berbunyi bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak juga harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan
sesuai
kesepakatan.
berdasarkan kesepakatan.
Perubahan
nisbah
harus
67
b. Bagi
untung
dan
bagi
rugi,
artinya
dalam
kontrak
mudharabah, yang temasuk ke dalam kontrak investasi (Natural Uncertainty
Contacts) return dan timing cash flow tergantung
kepada kinerja sektor riilnya. Jika laba bisnisnya besar, maka kedua belah pihak mendapatkan bagian yang Natural Uncertainty Contracts adalah suatu kontrak yang berkarakter tidak pasti. Dikatakan demikian karena kotrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return) , baik dari segi jumlah (amount) maupun waktunya (timing) besar pula. Namun, jika laba bisnisnya kecil, mereka mendapatkan bagian laba yang kecil pula. Jadi, besarnya keuntungan yang diperoleh bersifat fluktuatif. Filosofi ini hanya dapat berjalan jika nisbah keuntungan ditentukan dalam tertentu.
bentuk Jika
prosentase, bisnis
dalam
bukan akad
dalam
bentuk nominal
mudharabah
mengalami
kerugian dan kerugian yang terjadi hanya murni diakibatkan oleh resiko bisnis (business risk) bukan akibat kelalaian maupun kecurangan mudharib,
maka
pembagian
kerugian
bukan
didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masingmasing pihak. Kalau pernyataan di atas dilakukan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak dan tidak ada paksaan maka pernyataan tersebut sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07.DSN-MUI/IV/2000 karena didalam fatwa tersebut juga
68
tertulis bagian keuntungan bagi setiap pihak harus diketahui dan disepakati pada waktu kontrak dan keuntungan sesuai kesepakatan. c. Menentukan
besarnya
nisbah,
artinya
besarnya
nisbah
ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah muncul sebagai hasil tawar menawar antara shahibul maal dan mudharib. Dengan demikian, angka nisbah bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, dan lain-lain. Namun, para ahli fiqh sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan (Ascarya: 2012, 207). Dalam praktiknya, di perbankan modern, tawar menawar nisbah antara pemilik modal dengan bank syariah hanya terjadi bagi deposan dengan jumlah besar. Kondisi ini disebut sebagai spesial nisbah. Sedangkan untuk deposan kecil, biasanya tawar menawar tidak terjadi. Bank syariah hanya akan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, setelah itu deposan boleh setuju atau tidak. Bila deposan setuju maka ia akan melanjutkan menabung. Bila ia tidak setuju, maka deposan dipersilakan untuk mencari bank syariah lain yang menawarkan nisbah yang lebih menarik. Seharusnya antara deposan besar maupun deposan kecil harus melalui tawarmenawar nisbah, karena semua deposan memiliki hak yang sama atas tawar-menawar nisbah tersebut. Tetapi biasanya pihak BMT sudah melakukan kesepakatan antara kedua belah pihak namun dengan kesepakatan baku. Kalau semua calon nasabah yang akan
69
melakukan transaksi di BMT harus melakukan kesepakatan bersama maka akan memerlukan banyak waktu. Jadi biasanya para calon nasabah melakukan kesepakatan dengan kesepakatan baku karena hal itu bisa lebih mempersingkat waktu. Pernyataan di atas belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena di dalam fatwa tersebut tertulis keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Dan syaratnya adalah harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak, bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam prosentase nisbah dari keuntungan
sesuai
kesepakatan.
Perubahan
nisbah
harus
berdasarkan kesepakatan. Diketahui bahwa sumber dana yang digunakan untuk pemberian bonus kepada nasabah produk Simpanan Berkah Plus adalah bersumber dari bagi hasil. Perhitungan bagi hasil untuk pembelian bonus pada produk Simpanan Berkah Plus adalah tetap untuk setiap bulannya. Kemudian akumulasi bagi hasil yang dipraktekkan di BMT Taruna Sejahtera bahwa bagi hasil tersebut diberikan seluruhnya atau sekaligus dalam bentuk bonus dan diberikan di awal. Dasar perhitungannya adalah nisbah dikalikan dengan nominal deposito. Lebih lanjut dijelaskan bahwa nasabah tidak akan mendapatkan bagi hasil kecuali pemberian bonus yang sudah ditetapkan dan diberikan seluruhnya di awal. Pernyataan tersebut belum sesuai dengan ajaran islam karena dalam ajaran
70
islam dengan prinsip syariah pemberian bonus seharusnya diberikan pada akhir periode setelah deposito tersebut akan diambil atau selesai. Karena kalau diberikan di awal maka perhitungannya belum tahu apakah nanti akan mengalami keuntungan atau kerugian. Kalau bonusnya diberikan di akhir maka sudah tahu apakah mengalami keuntungan atau kerugian. Pernyataan di atas juga belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 karena didalam fatwa tertulis bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. Dengan demikian terjadi peralihan atau perubahan penamaan dari istilah bagi hasil menjadi istilah bonus karena sumber bonus berasal dari bagi hasil. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan istilah bonus adalah hanya sebagai sales marketing untuk menarik minat nasabah yang diharapkan dapat memaksimalkan penggalangan dana yang nantinya akan berpengaruh pada asset BMT. Dari hasil penelitian pengelolaan simpanan berjangka di BMT Taruna Sejahtera ini, dari ketentuan pembiayaan sampai ketentuan hukum pembiayaan yang ada di dalam BMT ini belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI N0.07/DSNMUI/IV/2000. Karena masih banyak syarat dan ketentuan yang belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI tersebut. Yaitu keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Dengan syarat harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak,
71
bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. Hal tersebut masih akan berlangsung, jika tidak atau belum ada perbaikan syarat atau ketentuan yang telah dibuat dari pihak BMT untuk nasabahnya. Hal tersebut juga akan menghambat terwujudnya suatu akad mudharabah yang sempurna dan sesuai dengan ketentuan fatwa yang ada. Berdasarkan analisis data diatas menurut peneliti yang menjadi faktor penghambat dalam terlaksanakannya akad mudharabah tersebut adalah kurangnya sosialisasi tentang fatwa-fatwa yang mengatur tentang pembiayaan mudharabah. Dalam hal penyampaian fatwa-fatwa disini kurangya mensosialisasikan kepada masyarakat. Hambatan bagi pihak BMT sendiri adalah sulitnya menerangkan aturan-aturan yang ada untuk diketahui oleh masyarakat luas. Atau lebih tepatnya minimnya pengetahuan dan informasi dari masyarakat. Menurut peneliti seharusnya shahibul maal (pihak bank) bekerja ekstra untuk menjelaskan atau mengasihkan informasi dengan jelas kepada masyarakat tentang peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah agar masyarakat bisa mengetahui peraturan yang sudah ada. Pihak bank (pemilik dana) juga dapat menjalankan kewajibannya sesuai dengan fatwa DSN-MUI N0.07/DSN-MUI/IV/2000. Jika selama ini dalam menjalankan kewajibannya kurang maksimal. Dengan cara tersebut diharapkan pemilik dana akan lebih cepat berkembang sehingga tujuan dari akad tersebut tidak perlu mengalami hambatan lagi.
72
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: 1. Pelaksanaan akad mudharabah di BMT Taruna Sejahtera yaitu pelaksanaan produk simpanan berkah plus (deposito mudharabah). Untuk menjadi nasabah produk tersebut harus mempunyai simpanan amanah dahulu,kalau sudah memiliki simpanan amanah langsung saja mendaftarkan menjadi nasabah simpanan berkah plus dengan melampirkan foto kopi KTP (yang berlaku), dengan menyetorkan uang minimal Rp.60.000.000 (dapat diangsur 10 kali) setiap bulannya dan menyetorkan setoran pokok sebesar Rp.100.000 setiap bulan bagi nasabah baru. Apabila nasabah terlambat menyetorkan uangnya maka pihak BMT tidak mengenakan denda kepada nasabahnya karena dalam produk ini tidak dikenai denda, tetapi kalau sudah 3 kali terlambat maka nasabah akan dikenakan surat peringatan (teguran). Teknis penyerahan bonus dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir sesuai dengan permintaan nasabah atau bonus dapat juga diberikan dalam bentuk uang tiap bulannya. Pemberian bonus yang dilakukan di BMT ini yaitu dilakukan di awal karena pemberian bonus di awal sangat disukai nasabah karena menurutnya pembagian bonus di awal sebagai bentuk pembagian keuntungan yang jelas.
73
2. Praktik dalam pembagian bonus di BMT Taruna Sejahtera sudah berjalan dengan baik. Namun belum sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO.07/DSN-MUI/IV/2000 yaitu bonus seharusnya diberikan di akhir periode simpanan itu berakhir atau selesai bukan diberikan di awal periode. Karena dalam DSN-MUI tertulis bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi nisbah dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. B. SARAN Adapun saran-saran dari penulis, yaitu: 1. Bagi BMT Taruna Sejahtera dalam melaksanakan akad mudharabah lebih memperhatikan lagi dengan aturan yang sudah ada. Agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang telah ditentukan. 2. Dalam membagi keuntungan sebaiknya dilakukan di akhir jatuh tempo saja. Karena strategi marketing untuk menarik nasabah harus tetap mengikuti ketentuan akad yang digunakan sebagaimana yang telah digariskan dalam Islam. 3. Bagi nasabah dan masyarakat dalam melakukan transaksi di Lembaga Keuangan
Syariah
harus
memperhatikan
peraturan-peraturan
pemerintah agar nasabah mengetahui bahwa lembaga tersebut apakah sudah melaksanakan peraturan yang sudah ditentukan oleh pemerintah apa belum.
74
4. Bagi nasabah dan masyarakat harus lebih mencari informasi-informasi agar tidak buta informasi. 5. Bagi nasabah harus pintar dalam melakukan kesepakatan dengan pihak BMT agar tidak terjerumus dalam peraturan baku yang telah dibuat oleh pihak BMT.
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim. Anshori, Abdul Ghofur. 2007. Payung Hukum Perbankan (UU di bidang perbankan, fatwa DSN-MUI dan peraturan bank Indonesia). Yogyakarta: UII Press. Antonio, Syafi‟i. 2000. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani. Arifin, Zaenul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Alvabet. Ascarya. 2012. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ash-Shiddiqieqy, Hasbi. 1974. Pengantar Fiqh Muamalat. Jakarta: Bulan Bintang. Azzam, Abdul Aziz Muhammad. 2010. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam.Jakarta: Amzah. Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah. Fani,Faridha, 2008. Analisis Kelayakan Pembiayaan Mudharabah Pada BMT ( Studi pada BMT Tanjung Sejahtera dan BMT Al- Kautsar). Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah. Fumiaty, Fenty. 2012. Analisa Pelaksanaan Akad Mudharabah terhadap Investasi Dinar. Semarang. Skripsi. Hirsanuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia (Pembiayaan Bisnis dengan Prinsip Kemitraan).Yogyakarta: Genta Press.
76
Karim, Adiwarman A. 2006. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan.Jakarta: Rajawali Press. Karim, Adiwarman A. 2011. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Grafindo Persada. Muhammad. 2008. Manajemen Pembiayaan Mudharabah Di Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers. Muslich, Ahmad Wardi.2010. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah. Moleong, J. Lexy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Surabaya: Ghalia Indonesia. Rapat Anggota Tahunan. Ungaran: Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT Taruna Sejahtera Badan Hukum: 019/BH/PAD/KDK.11.1/II/2000. Ridwan, Muhammad. 2007. Konstruksi Bank Syariah Indonesia.Yogyakarta: Pustaka SM. Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah Jilid 12.Bandung: PT Al-Ma‟arif. Sahrani, Sohari & Abdullah Ru‟fah. 2011. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Salatiga: STAIN Salatiga. Suhendi, Hendi.2010. Fiqh Muamalah. Jakarta : Rajawali Press. Susanto, Burhanuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia.Yogyakarta: UII Press.
77
Zuhaily, Wahbah. 1989. Fiqih Islam 7, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie alKattani, dkkdalam “al-Fiqh al-Islam wa Adilatuhu” jilid IV. Damaskus: Darul Fikr.