KAJIAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PENDIDIKAN KEWARNEGARAAN SEBAGAI SARANA TRANSFORMASI EMPAT PILAR KEBANGSAAN Rosalina Br. Ginting & Agus Sutono
Abstrak Fenomena konflik dan kekerasan merupakan perwujudan atas masalah hak asasi manusia sekaligus permasalahan bangsa. Oleh karenanya persoalan hak asasi manusia harus mendapat perhatian serius. Kajian HAM akan dapat menjadi sarana transformasi empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Tranformasi nilai ini akan menjadi kontribusi penting Pendidikan Kewarganegaraan dalam turut serta memecahkan persoalan bangsa. Empat pilar kebangsaan meneguhkan perannya dalam membangun bangsa yang penuh penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan dan HAM. Pancasila menyumbangkan konsep HAM melalui pemahaman tentang manusia monopluralis. UUD 1945 meneguhkan nilai HAM melalui jabaran tentang hak asasi manusia sebagaimana tertang dalam pasal-pasal di dalamnya. NKRI menjadi wadah perjuangan dalam mewujudkan hak asasi, serta Bhineka Tunggal Ika menjadi landasan semangat penghargaan atas keberagaman sebagai asumsi penghormatan atas hak-hak asasi orang lain. Kontribusi penting dari empat pilar kebangsaan dalam mengatasi potensi konflik dan kekerasan inilah yang harus ditransformasikan melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Pemahaman akan hak asasi akan dapat didudukkan secara proporsional apabila ditransformasikan dalam pendidikan yang menyeimbangkan kewajiban dan hak sebagai warga negara yang berarti pula menyeimbangkan pemenuhan hak asasi atas dasar kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran ini hanya dapat diambil secara strategis melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Kata kunci : HAM, Pendidikan Kewarganegaraan, empat pilar kebangsaan Pendahuluan Persoalan Hak Asasi manusia merupakan persoalan yang sangat penting dan paling banyak mendapatkan ruang pembicaraan saat ini. Karena berbicara hak asasi maka akan menyentuh persoalan yang menjadi kepentingan semua orang didunia ini. Hak asasi manusia menjadi salah satu kajian dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai basis kognitif dalam mewujudkan sumber daya yang memiliki pemahaman dan kesadaran tinggi untuk menempatkan martabat manusia sebagai hal yang utama dalam setiap tindakannya. Berkaitan dengan hal tulisan ini hendak memberikan perspektif baru sehingga kajian HAM sebagai 1
salah satu bagian dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat dijadikan sebagai sarana transformasi nilai empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Transformasi nilai ini akan menjadi poin penting dan strategis yang dapat diambil oleh Pendidikan Kewarnegaraan dalam rangka menunjukkan kontribusinya melahirkan generasi bangsa yang memiliki perpektif HAM yang sekaligus memiliki akar kebangsaan yang kuat.
HAM dan Sejarahnya Hak asasi adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya ( Endang Jaelani, 2002:11). Ketetapan MPR NO XVII/MPR / 1998 menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia secara kodrat, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan. Oleh karenanya hak asasi mencakup semua hal yang berkaitan dengan hak yang dimiliki seorang manusia, siapapun ia . Hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak kemerdekaan atau kebesasan, hak miliki dan hak dasar lain yang melekat dan tidak dapat diganggu gugat oleh orang lain, sebagai hak yang diberikan oleh Tuhan. Perkembangan hak asasi manusia pernah mengalami dinamika yang panjang, dimulai pada abad ke 13 di Inggris. Piagam Magna Charta ( 1215) menjadi penanda penting diakuinya hak-hak seseorang meskipun baru terbatas pada hak-hak yang melekat pada kaum bbangsawan dan gereja. Tahun 1928 terjadi pertentangan antara Raja Charles I dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakyat ( House of Sommons ) yang menghasilkan Petition of Rights. Petisi ini memuat ketentuan bahwa penetapan pajak dan hak-hak istimewa harus dengan izin parlemen, dan bahwa siapapun tidak boleh ditangkap tanpa tuduha-tuduhan yang sah ( Endang Jaelani, 2002:12). Tahun 1689 menjadi tahun yang secara nyata menjadi babak dramatis dengan ditanda tanganinya Bill of Rigths sebagai hasil dari The Glorious Revolution oleh Raja Willem II. Hal ini juga menandai dimulainya kehidupan demokrasi di Inggris yang ditandai dengan perpindahan kekuasaan dari tangan raja kepada parlemen sebagai wakil dari rakyat. Kebebasan bebicara dan kebebasan menjadi hak yang diakui. Perkembangan HAM juga terjadi di Perancis, ditandai dengan pembentukan Dewan Nasional. Pemerintahan otoriter diganti dengan pemerintahan rakyat. Lahirlah Declaration des Droits de l’Homme et du Citoyen atau pernyataan hak-hak asasi manusia dan warganegara , pada tahun 1789. Hal ini juga diisnpirasi oleh perkembangan HAM sebelumnya yang tejadi di amerika dengan lahirnya Declaration of Independence tahun 1776. Pernyataan hak asasi ini di dasari oleh teori hak asasi manusia dari John Locke, yaitu hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak miliki atau life, liberty, and property. Puncak dari perkembangan HAM terjdi di Amerika dengan lahirnya The Foru Freedoms oleh Presiden AS , Franklin D Roosevelt, yang antara lain berisi : 1. 2. 3. 4.
Freedom of Speech atau kebebasan berbicara Freedom of religion atau kebebasan beragama Freedom of fear atau kebebasan dari ketakutan Freedom from want atau kebebasan dari kemiskinan
Tahun 1946 PBB membentuk Komisi Hak-Hak Asasi Manusia yang membahas hakhak politik , sosial, dan ekonomi. Tahun 1948 PBB menerima secara bulat hasil kerja komisi 2
yang berupa Universal Declaration of Human Rights ( Pernyataan seduai tentang Hak-hak Asasi Manusia ). Pernyataan inilah yang sekaligus kemudian menandai penghormatan atas hak-hak asasi manusia sebagai prinsip dalam berkehidupan dan sejarah kemanusiaan di dunia.
HAM dalam Perpektif Empat Pilar Kebangsaan Penjelasan diatas juga memberikan pemahaman bahwa persoalan HAM sebetulnya merupakan masalah yang luar biasa penting dalam pola hubungan manusia dimanapun. Melalui pemahaman tentang hak-asasi manusia maka asumsi yang ditegakkan dalam hal ini bahwa penghormatan atas hak asasi akan mendorong pada tindakan manusia untuk menjaga martabat dan kehormatan orang lain sebagaimana seseorang juga menuntut hal tersebut terjadi pada dirinya. Pemahaman akan hak asasi manusia atau HAM yang paling ideal adalah transformasi nilai melalui pendidikan kewarganegaraan. Urgensi kajian HAM dalam pendidikan Kewarganegaraan akan menemukan kontekstualisasinya yang erat jika dikaitkan dengan upaya transformasi empat pilar kebangsaan di Indonesia yaitu ; Pancasila, UUD1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Kontekstualisasi yang pertama adalah, bahwa kajian mengenai HAM juga mengasumsikan mengkaji nilai Pancasila. Nilai-nilai dalam Pancasila jelas mengandung pemahaman tentang HAM. Bahkan Pancasila sebagai pilar kebangsaan pertama bagi bangsa Indonesia secara konseptual filosofis mendasarkan prinsip humanisme sebagai prinsip dasar dalam rangka berkehidupan kebangsaan. Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhana Yang Maha Esa , dan Sila kedua Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi landasan moral negara. Artinya bahwa moralitas dalam hal ini mengasumsikan pada pengakuan dan pemahaman yang mendasar tentang hak-hak asasi manusia. Fundamen moral inilah yang membawa pada pemehaman mengani konsep hak asasi sekalgus konsep kemanusiaan Pancasila sebagai manusia seutuhnya digunakan untuk memahami arti makna Pancasila sebagai ideologi pembangunan serta tujuan jangka panjang yang hendak dicapai bersama. Ideologi pembangunan bercorak “ antroposentrik” dalam arti manusia yang berada pada tempat yang sentral sebagai subjek berkehidupan berkembangsaan. Penghargaan akan nilainilai kemanusiaan dengan demikian menjadi roh dari Pancasila. Pancasila secara jelas memberikan cerminan akan hak-hak asasi dimana Pancasila mengajarkan konsep keseimbangan dalam tindakan dengan mengedepankan kepentingan orang lain tanpa harus meninggalkan apa yang juga menjadi kepentingan masing-masing pribadi. Konsep manusia monopluralias Pancasila menjadi pijakan dasar bahwa HAM merupakan hal yang dijunjung itnggi oleh Pancasila. KOnsep sederhana mengenia HAM yang didasarkan pada potret kodratiah manusia yaitu kodrat ketersusunan manusia sebagai makhluk berjiwa dan beraga; kodrat kesifatan manusia sebagai makhluk sosial dan individual; serta kodrat kedudukan mansuia sebagai makhluk mandiri dan makhluk Tuhan jiak dicermati secara jelas akan menuntun individu dalam hal prinsip penghormatan terhadap diri pihak atau orang lain , selalu memperhitungkan kepentingan sosial disekitarnya yang lebih besar, akan tetapi juga sadar pada kepentingan pribadinya yang tidak mungkin untuk ditinggalkan akan mampu mengurangi potensi masalah kemanusiaan yang ada. Konsep keseimbangan inilah yang juga memberikan pemaknaan pada bentuk penghormatan atas nilai-nilai kemanusiaan, tindakan kebaikan , rasa simpati , kehalusan budi dapat mencegah berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang menciderai rasa kemanusiaan . 3
Konsep keseimbangan yang mengedepankan HAM ini pula memiliki implikasi penting dalam tindakan pribadi dalam tindakannya sehari-hari yang mendasarkan pada prinsp imperatif kategoris yaitu bahwa melakukan perbuatan yang baik sebagai perbuatan yang seharusnya. Makna HAM dalam Pancasila akan mendorong seseorang untuk tidak akan melakukan perbuatan yang tidak baik dan merugikan orang lain karena pada prinsipnya mansuia dilahirkan sebagai pribadi yang memiilki tabiat dan sifat baik. Perbuatan baik merupakan kodrat manusia sebagai manusia yang memiliki budi baik, memiliki sisi kemanusiaan yang penuh rasa empatik dan simpatik serta memiliki segenap kemampuan serta potensi positif lainnya. Kajian HAM juga mendasarkan diri pada posisi manusia sebagai subjek sentral atau pusat relasi dalam kehidupan ini. Ditangan manusialah sebetulnya segala implikasi tindakan dapat terjadi. Segala hal yang baik dapat terjadi jika tindakan pribadi manusia juga baik, demikian pula implikasi negatif bisa terjadi apabila tindakan pribadi manusia juga negatif. Dengan demikian manusiaah yang akan memegang peran penting bagi perubahan yang lebih bagi asa depan kemanusiaan secara umum. Konsekuensinya manusia dituntut untuk mengembangkan seluruh potensinya bagi kemajuan dan kebaikan kehidupan , menciptakan sisi postif dalam konteks hubungan antar manusia lainnya. Dengan demikian empat pilar kebangsaan pertama yaitu Pancasila secara jelas membawa implikasi positif jika dapat ditransformasikan secara nyata melalaui pendidikan PKn di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Bahkan memiliki tingkat urgensi yang tinggi mengingat Pancasila sekaligus sebagai dasar negara dan dasar filosofis kebangsaan Indonesia yang harus terus ditranformasikan nilai-nilainya pada generasi muda. Kajian HAM sebagai salah satu point penting dalam PKn juga memiliki kontekstualisasi nyata pada empat pilar kebangsaan kedua yait UUD 1945. Bahkan AH mendapat tempat yang tinggi dalam UUD 1945 ini. Secara khusus UUD 1945 memberikan tempat dan mengatur tentang HAM pada BAB XA , yang terdiri atas Pasal 28 A tentang hak asasi untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya; Pasal 28 B tentang hak perkawinan dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi pada naka; Pasal 28 C tentang hak pemenuhan kebutuhan dasar dan pendidikan, serta hak untuk memperjuangkan haknya secara kolektif; Pasal 28D tentang pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, hak atas pekerjaan yang layak, kesempatan yang sama dalam pemerintahan, dan juga hak atas kewarganegaraan; Pasal 28E tentang hak beragama dan beribadah, kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28F tentang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi; Pasal 28G tentang hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu , serta hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia; Pasal 28H tentang hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan hak pelayanan kesehatan, hak jaminan sosial serta hak atas kepemilikan pribadi; Pasal 28I tentang Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, hak atas perlakuan yang tidak bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan , hak atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional, hak – hak tersebut tanggung jawab negara, terutama pemerintah melalui UU; Pasal 28J tentang kewajiban untuk menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, wajib untuk tunduk pada UU dan peraturan lainnya dalam menjalankan hak kebebasannya ( UUD1945). 4
Dari uraian tersebut jelas bahwa sebagai pilar kebangsaan UUD 1945 meneguhkan bagi siapa saja untuk menghormati hak asasi orang lain karena hak asasi merupakan tanggak martabat kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun. Dengan demikina transformasi nilai-nilai UUD 1945 juga berarti mentraformasikan nilai-nilai HAM dan kemanusiaan yang semenjak dini kepada generasi muda untuk dapat melahirkan generasi penerus yang selalau dapat menjunjung martabat kemanusiaan dna nilai-nilai HAM. Tranformasi pilar kebangsaan Indonesia yang ketiga adalah tranformas nilai kebangsaan berlandaskan semangat ke NKRI an. KOnsep NKRI harus ditransformasikan secara untuk sebagai sarana bagi perwujudan nilai-nilai HAM di Indonesia. Perwujudan nilai HAM akan sangat strategis dalam wadah organisasi negara. Hanya melalui pendekatan kelembagaan inilah harus dipahami bahwa perwujudan nilai-nilai HAM akan dapat diwujudkan. Karena melalui negara lah undang-undang dan peraturan bias dibuat dan memiliki sifat mengikat bagi individu-individu di dalamnya. NKRI adalah pilar kebangsaan Indonesia yang dipercaya dapat menjadi sarana mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) untuk memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, melalui Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemaknaan lebih lanjut dari hal ini adalah bahwa pemahaman atas peran NKRI inilah cinta-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan kehidupan kemanusiaan yang bermartabat dapat diupayakan secara baik. Hal demikian dapat terjadi karena sebetulnya NKRI sebagai wadah untuk mengimplementasikan nilai-nilai moral kebangsaan yang mencerminkan nilai-nilai HAM merupakan amanat Pembukaan UUD 1945 yang secara historis tidak bisa dilepaskan dari keberadaan bangsa dana negara Indoensia ini. Tetap menjaga keutuhan NKRI berarti pula menjamin kepastian bahwa nilai-nilai HAM dapat diupayakan. Transformasi nilai kejuangan dalam semangat ke NKRIan menjadi bukan saja perlu dalam rangka keberadaan bangsa Indonesia , akan tetapi juga dalam rangka memastikan bahwa nilai- nilai HAM mendapatkan tempat yang tinggi sebagai salah satu cita-cita bangsa untuk dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Penghormatan atas hak dan kewajiban , penghargaan atas hidup dan kehidupan menjadi bagian utama sehingga atas setiap bentuk pelanggaran atas nilai-nilai HAM atas kewenangan negara dapat dihindarkan atau dicegah. Penanaman nilai ini pada generasi muda dalam Pendidikan Kewarganegaraan dengan demikian tidak bisa ditawar-tawar lagi. Berkaitan dengan pilar kebangsaan Indonesia yang ke empat yaitu semangat Bhineka Tunggal Ika juga memiliki keterkaitan erat dengan penanaman nilai-nilai HAM . Semangat persatuan yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika menjadi platform untuk mengembangkan semangat penghargaan atas keberagaman atau kebhinekaan dalam kehidupan berbangsa ini. Dalam lintasan sejarah Indonesia semangat kebhinekaan dalam satu kesatuan ini tercatat dalam sejarah perumusan Pancasila. Bung Karno yang pada awalnya menyampaikan secara lisan dalam sidang pertama BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 tentang Pancasila yang mendasarkan diri pada prinsip kebhinekaan dalam satu kesatuan yaitu pada saat sidang sedang membicarakan dasar Negara Indoensia. Ketika Bung Karno menyebut lima prinsip untuk memberi nama dasar Negara, disebutkan kata Pancasila sebagai pilihan untuk member nama dasar Negara. Kebersamaan, gotong royong antara yang kaya dan tidak kaya, yang 5
Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia ( Sudharto, 2012) Itulah prinsip yang sejak awal menjiwai Pancasila yang sekaligus memberikan pelajaran penting bahwa keberagaman jika dimaknai secara positif akan menghasilkan kekuatan besar. Dari kebhinekaan itu pula pelajaran tentang semangat menghargai dan memartabakan pihak lain menajdi begitu terasa. Dengan demikian mentranformasikan nilai ini secara positif dan terus menerus akan menjadi daya pendorong bagi terciptanya generasi yang mampu menghadapi perbedaan dan kebhinekaan secara positif. Oleh karenanya melalaui Pendidikan Kewarganegaraan pula transformasi nilai ini dapat dilakukan.
Penutup Kontribusi penting dari tranformasi empat pilar kebangsaan yang secara filosis meneguhkan pemahaman dan pemartabatan atas nilai HAM sebagaimana tersebut di atas adalah penanaman secara mendasar bahwa empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika merupakan sumber rujukan yang ideal namun juga realities dalam menyikapi fenomen konflik dan kekerasan dewasa ini di tanah air. Pemahaman yang baik dan mendasar atas nilai- dalam empat pilar kebangsaan ini akan menjadi peredam atas potensi konflik yang mungkin muncul. Sumber rujukan atas HAM dengan demikian tidak perlu dicari diluar bangsa Indonesia ini sebab bangsa ini pun telah memiliki rujukan dan referensi filosofis atas nilai-nilai HAM yang sangat asli dan khas. Kontribusi penting dari empat pilar kebangsaan dalam mengatasi potensi konflik dan kekerasan inilah yang harus ditransformasikan melalui Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dan perguruan tinggi. Konflik dan kekerasan akan dapat direduksi jika pemahaman akan hak asasi ada pada individu. Pemahaman akan hak asasi akan dapat didudukkan secara proporsional apabila ditransformasikan dalam pendidikan yang menyeimbangkan kewajiban dan hak sebagai warga negara yang berarti pula menyeimbangkan pemenuhan hak asasi atas dasar kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peran ini hanya dapat diambil secara strategis melalui Pendidikan Kewarganegaraan. ****** Daftar Pustaka Endang Zaelani S, 2001, Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma, Yogyakarta Kaelan, M.S. 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta Soegito, AT, 2010, Pendidikan Pancasila, UNNES Press, Semarang Sudharto 2012 dalam “ Multikulturalisme Dalam Empat Pilar Kebangsaan” dalam Jurnal Ilmiah CIVIS Vol II No 1 Januari 2012, IKIP PGRI Press, Semarang UUD 1945 Hasil Amandemen *) Dra. Rosalina Br. Ginting, M.Si dan Dra. Rosalina Br. Ginting, M.Si dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran FPIPS IKIP PGRI Semarang *) kontak email :
[email protected],
[email protected] ;
[email protected]
6