PENGUATAN PERAN STRATEGIS PKn DALAM MEMBENTUK KEPATUHAN HUKUM SEBAGAI WUJUD TRANSFORMASI NILAI EMPAT PILAR KEBANGSAAN Sapto Budoyo & Wahyu Widodo
Abstrak Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran penting dalam membentuk kepatuhan hukum sebagai cerminan wujud transformasi nilai empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, sekaligus menjadi kontribusi penting mengatasi fenomena konflik dan kekerasan yang terjadi dan marak dewasa ini. Upaya pembentukan sikap kepatuhan terhadap hukum dari Pendidikan Kewarganegaraan nilai yang lebih baik lagi karena tidak memberikan prasyarat bagi seseorang untuk dapat menjadi lebih patuh terhadap hukum dengan terlebih dahulu harus berhadapan dengan hukum atau menjalani sanksi hukum. Pendidikan Kewarganegaraan lebih mengutamakan penguasaan dan pemahaman masalah-masalah tata cara hidup bersama-sama dalam sebuah entitas negara tanpa harus mengorbankan seseorang yang lain. Pendidikan Kewarganegaraan membantu membuka ranah kognitif, afektif dan psikomotorik seseorang yang mempelajarinya berkaitan dengan hak dan kewajiban kewarganegaraan , yang sekaligus mencerminkan proses penyadaran yang sangat humanistik, tak terkecuai dalam transformasi nilai empat pilar kebangsaan yang bermuara pada terbentuknya kepatuhan hukum warga negara. Penguatan peran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mutlak untuk terus dilakukan untuk mendorong kontribusi optimalnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kata kunci : Kepatuhan hukum, empat pilar kebangsaan, Peran PKn
Pendahuluan Pendidikan kewarganegaraan baik itu ditingkat pendidikan dasar, menegah maupun tinggi memiliki tujuan umum untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada peserta didik mengenai hubungan antara warga negara dengan negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Sedangkan tujuan khusus yang diembannya adalah agar peserta didik dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga negara republic Indonesia terdidik dan bertanggung jawab ( Kaelan, 2000:2). Tujuan umum dan khusus di atas dapat dijabarkan secara lebih kongkret lagi yaitu bahwa agar peserta didik dapat menguasai dan memahami berbagai masalah mendasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan
bertaggung jawab yang berlandaskan Pancasila. Selain itu agar peserta didik dapat memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban bagi nusa dan bangsa ( Kaelan, 200:2). Bertolak dari hal ini maka sesungguhnya Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran yang sangat strategis dalam membentuk watak dan perilaku warga negara. Berkaitan dengan itu pula maka terdapat tanggung jawab pula pada Pendidikan Kewarganegaraan untuk selalu mentransformasikan nilai-nilai dasar yang selama ini menjadi nilai-nilai panduan dan pegangan hidup dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Salah satu nilai yang harus ditransformasikan tersebut adalah nilai yang terdapat dalam empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Empat pilar kebangsaan menjadi nilai-nilai yang diperlukan untuk mengarahkan perjalanan bangsa ini bersama-sama dengan seluruh warga negara dalam hidup berbangsa dan bernegara karena empat pilar kebangsaan inilah yang juga menjadi identitas bangsa Indonesia. Selain fungsi lainnya sebagai sumber nilai dibentuknya tata aturan hukum di Indonesia. Salah satu peran yang dapat diambil oleh Pendidikan Kewarganegaraan salah satunya adalah bagaimana agar dapat membentuk kepatuhan hukum sebagai prasyarat penting bagi harmonisnya seluruh warga bangsa dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. Dengan kepatuhan hukum itu pula pula maka sebetulnya transformasi empat pilar kebangsaan dapat disebut telah berhasil tertanam dalam diri warga negara. Namun demikian apabila diterjemahkan secara sebaliknya kepatuhan hukum dapat di wujudkan ketika tranformasi nilai empat pilar kebangsaan telah dilakukan lebih dahulu. Kepatuhan hukum yang diwujudkan oleh warga negara akan berpengaruh terhadap rendahnya fenomena konflik dan fenomena kekerasan individual maupun kelompokdi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Oleh karena pentingnya kedua unsur tersebut yaitu kepatuhan hukum dan tranformasi nilai empat pilar kebangsaan maka tulisan ini akan megupas peran penting Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk kepatuhan hukum warga negara sebagai wujud tranformasi nilai empat pilar kebangsaan di Indonesia .
Norma Hukum Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Negara Indonesai adalah negara hukum, sebagaiman dinyatakan dalam konstitusi UUD 1945 pasal 1 ayat (3) yang dirumuskan dalam amandemennya yang ketiga, bulan Agustus 2001( Anshori, 2006:156). Oleh karenanya seluruh sendi kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara harus didasarkan pada norma-norma hukum. Hukum harus menjadi panglima dalam penyelesaian maslaah-maslaah yang berkenaan dengan individu, masyarakat dan negara. Hukum harus dipercaya sebagai satu-satunya solusi atas permasalahan yang terjadi. Ketidak patuhan terhadap hukum formal yang menjadi alat negara untuk menjamin dan melindungi hak dan kepentingan seluruh warga negara di dalamnya. Fenomena konflik yang berujung pada kekeraan merupakan salah satu bukti bagaiman hukum tidak dianggap sebagai alat bagi penyelesaian masalah.
Mansour Fakih, sebagaimana dikutip oleh Abdul Ghofur Anshori ( 2006:157), menyatakan bahwa konflik dan kekerasan merupakan salah satu proses dehumanisasi yang berjalan dengan sangat cepat yang diakibatkan salah satunya oleh kehancuran moral dan akhlak manusia. Manusia tidak lagi memiliki rasa empati terhadap manusia lainnya. Konflik yang berujung pada kekerasan menunjukkan ketidak percayaan pada hukum dan tidka diperhatikannya lagi nilai-nilia moral dan susila yang selama ini mapan. Sebagain masyarakat mengarah pada pemikiran yang formalistik, intoleransi, kebekuan dan kejumudan, fanatisme buta, serta semakin menguatnya paham otoriter dan fasisme. Kepatuhan hukum dapat dibentuk melalui penegakan hukum maupun upaya –upaya lain yang bersifat preventif. Pembentukan sikap kepatuhan pada hukum melalui upaya penegakan hukum dilakukan melalui mekanisme sanksi hukum bagi para pelaku-pelakunya. Sedangkan pembentukan kepatuhan hukum yang bersifat upaya-upaya preventif dilakukan melalui proses pembentukan kepribadian lewat pendidikan. Salah satunya melalui pendidikan Kewarganegaraan. Meskipun demikian penegakan hukum juga secara inheren mengandung pembelajaran yang sifatnya preventif bagi pelaku itu sendiri maupun orang lain yang melihat implikasi dari pengakan saksi hukum. Inherensitas penegakan hukum yang memiliki sisi preventif ini antara lain adalah : (1), bahwa hukum dapat memberikan efek jera seseorang yang diberi hukum, yang artinya bahwa hukuman mengandung efek preventif; (2) hukuman sebagai rehabilasi, member kesempatan pada terhukum untuk memperbaiki diri; (3) hukuman sebagai pendidikan moral, bersifat edukatif agar si terhukum menjadi taat hukum ( Anshori, 2006:155). Pada bagian upaya pembentukan sikap kepatuhan terhadap hukum dari Pendidikan Kewarganegaraan justru memiliki nilai yang lebih baik lagi Karena tidak memberikan prasyarat bagi seseorang untuk dapat menjadi lebih patuh terhadap hukum dengan terebih dahulu harus berhadapan dengan hukum atau menjalani sanksi hukum. Pendidikan Kewarganegaraan lebih mengutamakan penguasaan dan pemahaman masalah-masalah tata cara hidup bersama-sama dalam sebuah entitas negara tanpa harus mengorbankan seseorang yang lain. Pada prinsipnya kemudian Pendidikan Kewarganegaraan memberikan bukan saja bekal secara kognitif tentang bagaimana seseorang harus menjalankan kewajiban dan mengambil haknya sebagai warga negara, akan tetapi juga memberikan bekal afektif dan psikomotorik yaitu bagaiamana seseorang dapat melandaskan sikap empatiknya sebagai warga negara sekaligus menuntun perilakunya dalam menjalankan hak dan kewajiban kewarganegaraannya.
Hukum dan Transformasi Nilai Kebangsaan Demikian penting hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga mendorong upaya-upaya untuk mewujudkan hukum yang dapat menjamin kelestarian sebuah bangsa. Kepatuhan hukum hanya dapat diperoleh dari kesadaran yang tinggi dari warganegaranya untuk mematuhi hukum dengan dilandasi pemahaman yang kuat sehingga mengikat dirinya secara sadar untuk mematuhi hukum. Mematuhi hukum dalam kerangka kesadarn bahwa melalui hukumlah maka hak dan kewajiban sebagai warga negara dapat dilindungi dan di jamin.
Sumber nilai yang dapat menjadi landasan kesadaran dan kepatuhan hukum ini pada bangsa Indonesia adalah empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila adalah sumber nilai hukum yang tertinggi di Indoensia. Sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia maka Pancasila mengandung nilai-nilai filosofis yang tinggi tentang hukum. Pancasila sebagai tafsir ideologis kebangsaan memberikan pemahaman bahwa ia sekaligus sebagai norma dasar hukum positif karena dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam pembukaan UUD 1945. Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas sisal, ekonomi, politik akan tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas yang melekat padanya yaitu perpaduan asas-asas kulural, religious dan ass-asas kenegaraan yang unsurnya terdapat dlaam Pancasila( Kaelan, 2008:173). Kedudukan Pancasila ini tidak dapat terlepas dar UUD 1945 sebagai pilar kebangsaan yang kedua. Berdasarkan urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi yang bersumber kan pada nilai Pancasila atau degan katalain pancasila sebagai sumber tertib hukum Indonesia. UUD 1945 menempati posisi penting pula dalam membangun kesadarn hukum bagi warga negara. Posisi ini tampak dari posisinya UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi dasar penyelenggaraan negara Indonesia. Sebagai pilar kebangsaa Indonesia maka UUD 1945 memiliki peran penting dalam mengarahkan bagaiaman negara Indonesia akan melangsungkan kehidupan kenegaraannya. Sebagai hukum dasar tertulis maka rumusannya jelas, dan merupakan hukum positif yang mengikat pemerintah sebagai penyelenggara negara maupun mengikat bagi setiap warga negara. Sebagai hukum dasar tertulis , UUD 1945 memuat aturan-aturan yaitu aturan pokok yang selalu dapat mengikuti perkembangan jaman, dan juga memuat hak-hak asasi manusia ( Kaelan, 208:179). Dengan dimasukkannya masalah hak asasi inilah yang dapat mendorong pemahaman bahwa hak dan kewajiban kewarganegaraan diatur, diperjuangkan dan diupayakan terwujud. Pemahamn akan hal ini pula yang kemudian mengarahkan pada pemahaman bahwa kepatuhan erhadap hukum akan dapat menajmin terselanggaranya kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara berkeadilan sehingga masingmasing indvidu tergerak untuk melaksanakan apa yang menajdi kewajibannya dan dapat pula mengambil apa saja yang menjadi haknya secara bertanggung jawab. Dengan demikian pemahaman akan fungsi inilah yang kemudian akan dapat mendorong pemahaman kita bahwa kepatuhan hukum sangat diperlukan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, menghindari terlanggarnya hak orang lain atas nama apapun. Sikap patuh terhadap hukum juga menjadi salah satu indikator penting dipahaminya pilar kebangsaan Indonesia yang ketiga yaitu NKRI. NKRI dalam kaitan dengan hal ini adalah bahwa keterjaminan akan hak dan kewajiban serta keterlindungan keduanya dalam konstitusi membutuhkan peran negara sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengatur apa saja dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara baik oleh pemerintah maupun warga negaranya. Kehidupan hukum yang tertib tidak mungkin diwujudkan apabila negara sebagai entitas yang mengatasi segala hal dalam kehidupan sosial kewarganegaraan tidak hadir. Oleh karenanya, NKRI juga harus dilihat dalam aspek hukumnya yaitu bahwa Pancasila sebaai
pokok kaidah negara yang fundamental, yang menjelmakandirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia , dan Pancasila sebagai inti Pembukaan UD 1945 selalu melekat pada kelangsungan hidup NKRI ( Kaelan, 2008:173). NKRI menjadi sarana bagi upaya untuk mewujudkan tata kehidupan bernegara yang menjamin hak dan kepentingan semua warga negara tanpa kecuali, sekaligus memastikan perlindungan bagi warga negaranya. Melalui wadah NKRI inilah maka upaya mengembangkan budaya hukum dimasyarakat untuk menciptakan kesadaran hukum dan kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi hukum dan tegaknya negara hukum dapat tercapai ( Endang Jaelani Sukaya, 2002:156). NKRI sekaligus juga merupakan pemasti bahwa sebagai negara hukum jaminan atas keadilan hukum dapat diupaykan. Pemahaman akan hakikat NKRI sebagai negara hukum inilah yag dapat memebrikan penyadaran bagi generasi muda untuk menjunjung tinggi supremasi hukum , mematuhi hukum, dna memastikan tidak melanggar apa yang menajdiketentua hukum di Indonesia berlandaskan pada pemahaman pada penghormatan atas hak warga negara lainnya. Pilar kebangsaan ke empat yang dapat dihubungkan dengan pembentukan kepatuhan hukum bagi warga negara Indoensia adalah Bhineka Tunggal Ika. Secara filosofis dapat dimaknai bahwa hukum ada mengandaikan pada asumsi bahwa ada banyak kepentingan yang melibatkan banyak pihakyang secara bersamaan harus diakui , dihormati dan dilindungi. Asumsi hukumnya kemduain adlaah bahwa ada banyka kepentibgan yang harus diatur agar tidak melanggar hak ornag lain dlaam relasi kewarganegaraan, bahkan relasi anatar warga negara dengan pemerintah sebagai represenstasi penyelenggara negara sekalipun. Banyaknya kepentingan dari berbagai pihak ini pulalah yang dapat diasumsikan sebagai keberagaman atau kebhinekaan dalam dimensinya yang luas. Demikian juga dengan pemaknaan atas bhineka tunggal ika yaitu bahwa ada banyak kepentingan dan unsur dalam negara yang harus mendapatkan jaminan dan perlindungan. Awal konflik yang terjadi dalam relasi antar warga negara kebanyakan bersumber pada perbedaan atau keragaman usnur , baik pendapat maupun kepentingan. Konflik dan kekerasan dapat diredusir sedemikian rupa apabila kesadaran kebhinekaan ini telah ditanamkan dalam setiap pribadi warga negara Indonesia. Mustahil konflik dihilangkan dalam situasi kebhinekaan bangsa Indonesia, namun konflik yang dimaksud haruslah dapat di kelola sebagai konflik yang tidak mengarah kepada budaya kekerasan. Kebhinekaan adalah kodrrat dan reaitas yang ada pada bangsa Indonesia sehingga upaya pengenalan secara dini akan realitas ini kepada generasi bangsa akan dapat melahirkan Indonesia yang damai.
Penguatan Peran PKn Peran Pendidikan Kewarganegaraan begitu strategis kaitannya dengan pembentukan sikap kepatuhan hukum warga negara sekaligus kaitannya dengan tranformasi nilai empat pilar kebangsaan Indonesia. Peran Pendidikan Kewarganegaraan dapat terlihat dari aspek materi pembelajarannya. Aspek hukum dalam upaya pembentukan warga negara yang patuh hukum terlihat dari materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan mengenai hak dan kewajiban warga negara, dan hak asasi manusia. Perluasan dan penajaman materi tersebut akan membantu upaya transformasi nilai yang terkandung dalam empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika
Peran strategis yang lebih esensial dari Pendidikan Kewarganegaraan adalah perannya dalam hal penyadaran akan hak dan tanggung jawab kewarganegaraan berdasarkan pada prinsipprinsip kependidikan, yaitu membantu seseorang untuk memperoleh dan menginternalisasi nilai yang ditumbuhkan secara penuh kesadaran dan tanpa paksaan. Dengan demikian Pendidikan Kewarganegaraan membantu membuka ranah kognitif, afektif dan psikomotorik seseorang yang mempelajarinya berkaitan dengan hak dan kewajiban kewarganegaraan , yang sekaligus mencerminkan proses penyadaran yang sangat humanistik, tak terkecuai dalam transformasi nilai empat pilar kebangsaan yang bermuara pada terbentuknya kepatuhan hukum warga negara. Untuk itu penguatan peran Pendidikan Kewarganegaraan ini harus terus dilakukan dalam berbagai hal sehingga fenomena konflik dan kekerasan akan dapat dieliminir seiring dnegan menguatnya peran yang dimainkan. ***** Daftar Pustaka Anshori. Abdul Gahofur, Filsafat Hukum, Gadjah mada University Press, Yogyakarta Kaelan, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta. Sukaya. Endang Zaelani, 2002, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Paradigma, Yogyakarta. UUD 1945 Hasil Amandemen
*) Sapto Budoyo, SH., MH & Drs. Wahyu Widodo, SH.,M.Hum dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaran FPIPS IKIP PGRI Semarang