perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN FEMINISME DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MIMI LAN MINTUNA KARYA REMY SYLADO
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Oleh Iis Suwartini S841108011
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN FEMINISME DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MIMI LAN MINTUNA KARYA REMY SYLADO
Oleh: Iis Suwartini S841108011
TESIS Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET commit to user 2013
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul “KAJIAN FEMINISME DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL MIMI LAN MINTUNA KARYA REMY SYLADO ” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seizin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini, maka Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapat sanksi akedemik yang berlaku. Surakarta, Desember 2012 Yang membuat pernyataan
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt. Tanpa karunia-Nya, tidak mungkin tesis ini bisa terselesaikan. Terselesaikannya tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Karena itu, ucapan terimaka kasih disampaikan kepada: 1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian;
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., Direktur PPs UNS yang telah memberikan izin dan kemudahan dalam melakukan penelitian; 3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan motivasi serta kemudahan sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan; 4.
Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum., yang
telah banyak memberikan
arahan, saran, dalam menyelesaikan tesis ini; 5.
Prof. Dr. Retno Winarni, M.Pd., yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, serta dorongan semangat sehingga tesis ini dapat terselesaikan;
6.
Bpk dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah menularkan ilmunya dan memudahkan dalam penyelesaian tesis ini; Akhir kata, penulis berharap agar tesis ini dapat membawa manfaat bagi
pembaca dan selanjutnya dapat menimbulkan minat untuk menulis buku dengan materi yang berbeda dan tentunya yang lebih baik. Surakarta, 1 januari commit to user
vi
IiS Suwartini
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IisSuwartini. S841108011. 2013. Kajian Feminisme Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel Mimi Lan Mintuna Karya Remy Sylado. TESIS.Pembimbing I: Dr. NugraheniEkoWardani, M.Hum.,Pembimbing II: Prof. Dr. RetnoWinarni, M.Pd., Pembimbing II: Program StudiPendidikanBahasa Indonesia Program Pascasarjana, UniversitasSebelasMaret Surakarta. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) emansipasi, (2) bentukketidakadilan gender, (3) faktor yang mempengaruhi eksistensi dan nilai-nilai pendidikan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata. Data penelitian ini adalah novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado. Penelitian ini menggunakan pendekatan feminisme untuk mendeskripsikan emansipasi, bentuk ketidakadilan gender, dan eksistensi perempuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik noninteraktif. Teknik pengumpulan data noninteraktif dengan melakukan pembacaan secara intensif dari novel dan melakukan pencatatan secara aktif dengan metode content analysis. Validitas data menggunakan trianggulasi data dan teknik analisis menggunakan model noninteraktif. Kesimpulan dari hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) emansipasi yang terdapat dalam novel Mimi Lan Mintuna meliputi: ketegaran, kebebasan, kemandirian, perjuangan, (2)bentuk ketidakadilan gender meliputi: (a) marginalisasi, merupakan proses pemiskinan yang terjadi di masyarakat eksploitasi dan gender, (b) subordinasi, merupakan sebuah anggapan bahwa kaum perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak penting,(c)stereotipe, merupkan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompokt ertentu, dan (d) kekerasan, merupakans uatu tindakan yang dapat mengakibatkan penderitaan bagi orang lain baik dalam bentukfisik, seksual, atau psikologis, (3) faktor yang mempengaruhi eksistensi wanita meliputi keluarga, budaya, dan pendidikan. Kata kunci:Novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado, Kajian Feminisme, dan Nilai Pendidikan
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IisSuwartini. S841108011. 2013. Feminism StudyandEducation Valuein Novel Mimi Lan Mintuna Authored Remy Sylado. TESIS.Pembimbing I: Dr. NugraheniEkoWardani, M.Hum.,Pembimbing II: Prof. Dr. RetnoWinarni, M.Pd., Pembimbing II: Program StudiPendidikanBahasa Indonesia Program Pascasarjana, UniversitasSebelasMaret Surakarta. ABSTRACT This research aims to describe and explain: (1) woman emancipation, (2) gender inequitability, (3) factor influencing woman existence and education values. This research use qualitativemethod. Qualitativemethod is a research procedure yielding descriptiondata in the form of words. This Research data is novel of Mimi LanMintuna masterpiece of Remy Sylado. This Research use feminism approach to describe emancipation, gender inequitability, and womanexistence. Data collecting technique which used in this research is noninteractivetechnique. The non-interactivedata collecting technique applied here by read the novel intensively and record-keeping actively with content analysismethod. Data validation use data triangulation and analysis technique use model of non-interactive. Conclusion from this research is: (1) emancipation represented in novel of Mimi LanMintuna including: obduracy, freedom, independence, struggle, (2) gender inequitabilityrepresented including: (a) marginalization, representedby process of emproverty that happened in society, exploitation and gender, (b) subordination, representedby description that woman placed in lower position, (c) stereotype, represented by labeling or denoting a certain group, and (d) violence, representedby action that result others grief in the form of physical, sexual, or psychological. (3) factor influencing woman existence such as family, culture, and education. Keyword: Novel Mimi Lan Mintuna masterpiece of Remy Sylado, Feminism studies, and Educationvalues
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Man jadda wa jadda Orang yang bersungguh-sungguh maka akan mendapatkannnya Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan ke surga (HR bukhari)
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Syukur Alhamdulillah Tesis ini saya persembahkan untuk Kedua orang tua saya, Bapak Sarman dan Ibu Wartini. Terima kasih atas doa, nasihat, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan semua yang telah ayah ibu berikan selama ini.
Tesis ini saya bingkiskan untuk 1
Adik-adikku tersayang Indi, Anis, Imbar. Terimakasih atas doa dan motivasinya. Semoga cita-cita kalian terwujud.
2
Hj. Lutfiah Baidowi selaku pengasuh Pondok Pesantren Ali Maksum komplek Gedung Putih Krapyak Yogyakarta. Terimakasih telah mendidik saya dan memberikan kasih sayang serta Ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat.
3
Rekan-rekan dosen Universitas Ahmad Dahlan, bersama kalian perjuangan terasa mudah.
4
Teman-teman tercinta: Pascasarjana UNS angkatan 2011, para santri komplek Gedung Putih, terimaksih atas motivasi dan kebersamaan kalian dalam suka maupun duka.
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
i
PERSETUJUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ii
PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iii
SURAT PERNYATAAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
iv
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
v
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vi
ABSTRACT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
vii
MOTTO. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
ix
DAFTAR LAMPIRAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xxx BAB I
PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . A. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . B. Rumusan Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . C. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . D. Manfaat Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 A. Kajian Teori. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 1. Hakikat Sastra . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 a. Pengertian Sastra. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 b. Jenis-jenis Sastra . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 c. Novel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 2. Hakikat Feminisme. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 a. Pengertian Feminisme. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 b. Aliran Feminisme. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 3. Bentuk ketidakadilan gender. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31 a. Marginalisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39 b. Subordinasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40 c. Stereotipe. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40 d. Kekerasan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41 4. Eksistensi dan faktor yang mempengaruhinya. . . . . . . . . . 46 a. Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47 b. Budaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48 5. Emansipasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50 6. Nilai-nilai pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52 a. Pengertian Nilai Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52 to user b. Nilai-nilaicommit Pendidikan dalam Karya Sastra . . . . . . . . . . 58
xi
1 1 5 5 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian yang Relevan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63 C. Kerangka Berpikir. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62 BAB III
BAB IV
METODE PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64 A. Tempat dan Waktu penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64 B. Pendekatan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65 C. Data dan Sumber Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65 D. Teknik Pengumpulan Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66 E. Validitas Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67 F. Teknik Analisis Data . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68 HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70 A. Hasil penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70 1. Bentuk Ketidakadilan Gender . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70 a. Marginalisasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 70 b. Subordinasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 74 c. Stereotipe . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 76 d. Kekerasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79 3. Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Wanita . . . . . . . . . 89 a. Budaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 90 b. Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 92 c. Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 93 4. Ide Emansipasi Wanita . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 93 a. b. c. d.
Ketegaran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 94 Kebebasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 95 Kemandirian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 97 Perjuangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 99
5. Nilai Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .100 a. b. c. d.
BAB V
Nilai Religius . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .101 Nilai Sosial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 103 Nilai Moral . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .106 Nilai Estetika . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .108
B. Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110 1. Bentuk Ketidakadilan Gender . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 110 2. Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Wanita . . . . . . . . 111 3. Emansipasi yang Diperjuangkan Tokoh Perempuan . . . . . 117 4. Nilai-nilai Pendidikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 121 SIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 129 A. Simpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 129 B. Implikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130 commit to user C. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 131
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 134 LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 138
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Kedudukan antara perempuan dan pria menjadi polemik, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia sastra. Sejak dahulu peran perempuan sudah menjadi problematika. Penempatan perempuan pada ranah domestik dan laki-laki pada ranah publik menjadi awal adanya ketidaksetaraan gender. Zaman dahulu masyarakat tradisional menganggap bahwa seorang gadis sudahlah cukup jika dia mempunyai keterampilan menulis, membaca, dan menghitung (Djajanegara, 2000:6). Anggapan tersebut menggambarkan bahwa perempuan tidak diperkenankan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan terbatas menjadikan perempuan hanya terorientasi pada ranah domestik. Hal ini memungkinkan adanya peluang kekuasaan kaum pria, sehingga menghambat perkembangan dan eksistensi perempuan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan (Fakih, 2008: 12).
Berbagai tuntutan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi hal yang penting diperjuangkan. Tuntutan tersebut merupakan bagian dari wujud emansipasi. Emansipasi merupakan perwujudan kaum feminis untuk menuntut kesetaraan gender terutama commit to userdalam ranah publik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 Fakih (2008: 12) menjelaskan bentuk-bentuk ketidakadilan gender itu meliputi
marginalisasi,
subordinasi,
pembentukan
stereotipe
melalui
pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi nilai peran gender. Pemberian posisi perempuan pada tempat yang lebih rendah tersebut ada karena patriarki (pemerintahan ayah) sebuah sistem yang memungkinkan laki-laki dapat mendominasi perempuan pada semua hubungan sosial (Ruthfen dalam Sofia, 2009: 12). Gagasan patriarki menyarankan dominasi universal tanpa asal usul dan dominasi kesejajaran. Dominasi ini merupakan suatu proses kompleks terdiri atas berbagai unsur yang harus dihubungkan. Unsur-unsur itu meliputi organisasi ekonomi rumah tangga dan ideologi kekeluargaan yang menyertainya, pembagian kerja dalam sistem ekonomi, sistem pendidikan dan pemerintahan, dan kodrat identitas jenis kelamin dan hubungan diantara reproduksi seksualitas dan biologis (Selden dalam Sofia, 2009: 12). Berbagai permasalahan yang timbul dalam diri perempuan membuat sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Sudah semestinya perempuan menyadari akan eksistensinnya. Eksistensi perempuan diwujudkan untuk mendapatkan pengakuan tentang keberadaan perempuan di masyarakat. Pada dasarnya perempuan penuh dengan berbagai pilihan. Pengambilan keputusan dalam segala hal, hendaknya tanpa adanya interverensi dari pihak lain. Selama ini laki-laki mendominasi dalam berbagai bidang kehidupan. Hal tersebut menyebabkan perempuan sulit menentukan nasibnya sendiri. to user oleh faktor budaya, keluarga, Eksistensi perempuan selamacommit ini dipengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 dan pendidikan. Budaya patriarkhi yang berkembang di masyarakat sangat mempengaruhi keberadaan perempuan dalam lingkup keluarga, masyarakat dan dunia kerja. Sistem norma yang berlaku di masyarakat sangat membatasi peran perempuan pada ranah publik. Oleh karena itu, perempuan perlu mewujudkan eksistansinya dengan melakukan perlawanan terhadap sistem norma yang merugikan perempuan. Realitas permasalahan yang dialami perempuan mendorong munculnya sebuah
gerakan
memperjuangkan perempuan,
serta
feminisme. persamaan
Gerakan
derajat
memperjuangkan
antara
feminisme kaum
kebebasan
bertujuan
laki-laki
perempuan
dan untuk
menentukan nasibnya sendiri. Melalui gerakan ini, sesungguhnya kaum perempuan berpeluang besar untuk mengembangkan diri dan terbuka untuk berupaya melawan perlakuan yang diskriminasi (Djajanegara, 2000: 4-9). Gerakan feminisme mendapat sambutan banyak pihak, terutama kaum perempuan. Adanya gerakan feminisme di berbagai belahan dunia merupakan wujud perjuangan perempuan untuk mewujudkan kesetran gender. Masalah gender dan feminisme mendorong munculnya emansipasi perempuan yang terus berkembang. Emansipasi perempuan bisa berarti keinginan kaum perempuan untuk melepaskan diri dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah dan dari pengekangan hukum yang menghambat kemajuan. Sebagai wujudnya adalah tuntutan agar perempuan diberi kebebasan untuk memajukan dirinya, tuntutan agar laki-laki menghargai perempuan, tuntutan pembagian kerja yang adil dalam rumah tangga dan sebagainya (Moeliono dalam Sugihastuti, 2005: 237). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 Emansipasi perempuan pada hakikatnya merupakan perjuangan untuk memperoleh pembebasan dari semua bentuk penindasan, pengekangan, perbedaan ras, tradisi, yang kurang menguntungkan, serta perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dalam segala bidang kehidupan. Fenomena seperti itu tidak hanya terjadi dalam dunia saja tetapi juga terjadi dalam karya sastra seperti novel dan cerpen. Penggambaran tokoh perempuan sering ditempatkan pada posisi yang kalah tanpa memperhatikan tokoh perempuan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Karya sastra sebagai dunia imajinatif dapat dijadikan media tumbuhya subordinasi perempuan (Sugihastuti, 2005:32). Belakangan ini kelemahan sosok perempuan justru menjadi objek kajian dalam karya sastra, mulai dari bentuk penindasan yang terjadi pada perempuan, permasalahan gender hingga masalah seksualitas pada perempuan yang digambarkan secara vulgar. Ilustrasi mengenai sosok perempuan di atas seolah mencerminkan citra perempuan yang kian mempesona untuk selalu di eksploitasi. Anwar
(2009:
63)
berpendapat
dunia
sastra
mengawali
permasalahan emansipasi perempuan, hal ini ditandai dengan novel-novel yang terbit pada tahun 1920-an. Contoh novel-novel tersebut antara lain: Azab dan Sengsara (1921), Siti Nurbaya (1922), Salah Asuhan (1928) Layar Terkembang (1937) dan Belenggu (1940). Hadirnya novel yang diterbitkan Balai Pustaka telah mengangkat berbagai permasalahan perempuan antara lain: kawin paksa, kesadaran perempuan akan eksistensinya dan upaya mengakhiri diskriminasi perempuan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 Kritik sastra feminis melibatkan perempuan, khususnya kaum feminis sebagai pembaca. Pusat perhatian pembaca adalah penggambaran perempuan serta stereotipee perempuan dalam suatu karya sastra. Karya sastra yang menghadirkan isu ketidaksetaraan gender layak untuk dikaji secara mendalam. Anggapan
masyarakat
terhadap gender
perlu
mendapat arahan agar dapat meminimalisir ketidakadilan gender. Peran pembaca sastra memiliki andil yang cukup besar dalam merealisasikan ide penulis dalam kehidupan. Dalam dunia pendidikan novel dibahas panjang lebar mengenai unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik. Namun, yang paling penting dalam materi novel di sekolah adalah nilai-nilai yang dapat dipetik yaitu nilai pendidikan. Nilai-nilai pendidikan dalam novel merupakan muatan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan pemelajaran dalam kehidupan. Pemelajaran memiliki peran sebagai sarana penyampai informasi, novel pun memiliki peran tersebut. Pemelajaran berperan sebagai pembentuk sikap dan kepribadian, novel berperan sebagai pembentuk jiwa, sifat, kebiasaan dan lain-lain. Ketika sebuah novel memiliki nilai mendasar bagi hidup manusia, saat itulah novel tidak hanya menjadi hiburan tetapi kebutuhan untuk menyelaraskan kehidupan. Nilai pendidikan dalam karya sastra menurut Waluyo (1992:28) menjelaskan bahwa nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. commit toMuatan user nilai dalam karya sastra pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika atau keindahan. Novel Mimi Lan Mintuna merupakan novel karya Remy Sylado yang diterbitkan pada tahun 2007. Novel tersebut merupakan salah satu novel yang mengangkat permasalahan gender. Konflik yang dimunculkan sangat menarik sehingga tidak monoton. Tidak hanya permasalahan dalam rumah tangga novel ini mengangkat trafficking. Kehadiran novel ini memberikan informasi kepada pembaca bahaya trafficking yang kerap terjadi di Indonesia. Tokoh perempuan dalam novel tersebut mengalami ketidakadilan gender dan berusaha memperjuangkan hak-hak mereka. Ketidakadilan gender yang dialami berupa marginalisasi, subordinasi, kekerasan, stereotipee dan beban kerja (burden). Novel Mimi Lan Mintuna banyak mengandung nilai-nilai pendidikan. Budaya jawa yang diangkat dalam novel tersebut memberikan dampak positif dan negatif. Budaya jawa yang menganut sistem patriarki dalam novel tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya ketidakadilan gender. Meskipun budaya jawa memberikan dampak negatif, novel tersebut juga menggambarkan dampak positif dari nilai-nilai luhur budaya jawa. Falsafah hidup yang diemban masyarakat jawa untuk sehidup semati seperti mimi dan mintuna, memberikan gambaran masyarakat jawa menjunjung tinggi kesetiaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 Bertolak dari fenomena di atas, pengarang berusaha menuangkan ide dalam karya sastranya sebagai upaya untuk meminimalisir ketidaksetaraan gender. Ide penulis tersebut, senada dengan pemikiran para aliran feminis. B. Rumusan Masalah 1.
Bagaimanakah bentuk ketidakadilan gender dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
2.
Bagaimanakah faktor yang mempengaruhi eksistensi perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
3.
Bagaimanakah bentuk emansipasi dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
4.
Bagaimanakah nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
C. Tujuan Penelitian 1.
Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk ketidakadilan gender dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
2.
Mendeskripsikan dan menjelaskan faktor yang mempengaruhi eksistensi perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
3.
Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk emansipasi dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado?
4.
Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 D. 1.
Manfaat Penelitian
Manfaat Teoretik Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khasanah pengetahuan dalam apresiasi ilmu sastra kepada mahasiswa pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tentang novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado pendekatan feminisme.
2.
Manfaat Praktis. a.
Bagi dosen dan guru Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan kontribusi materi pengetahuan dalam mengajarkan apresiasi sastra.
b.
Bagi pembaca Memberikan motivasi untuk melakukan penelitian pada novel Mimi Lan Mintuna dengan pendekatan dan teknik yang berbeda serta menambah wawasan, tentang pemahaman dan kesadarannya akan emansipasi perempuan dan bahaya trafficking.
c.
Bagi kalangan penulis Novel tersebut diharapkan dapat menginspirasi penulis untuk mengangkat isu feminisme dalam karyanya, sehingga dapat dijadikan media untuk menyadarkan pembaca untuk memahami kesetaraan gender
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Teori
1.
Hakikat Sastra a.
Pengertian Sastra Karya sastra pada hakikatnya adalah sebuah ekspresi individual. Oleh karena itu, sangat wajar jika beberapa ahli menyatakan bahwa sastra sulit didefinisikan. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi hal tersebut yaitu sebagai berikut. Pertama, sastra merupakan ekspresi pribadi sehingga tidak mungkin kita dapat menggeneralisasi seluruh pribadi dalam konteks penciptaan karya sastra. Sebagai pribadi, sastrawan tetap bertolak sebagai sastrawan yang otonom sehingga memungkinkan dirinya tidak terpengaruh oleh paradigma estetika sastra secara universal. Kedua, sastra bersifat unik. 1) Justifikasi terhadap karya sastra dan bukan sastra masih overlaping, apalagi dipandang dari sudut yang berlainan; 2) Sastra tidak diarahkan pada situasi pemakai atau pembaca sastra; 3) Orientasinya pada karya sastra barat; serta 4) Bertitik pangkal pada kenisbian historis. Ketiga, estetika karya satrawan dibangun dari keselarasan diri sastrawannya bukan karena yang lain, sehingga memungkinkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 sebuah karya sastra itu seragam dan tanpa adanya pertentangan paradigma estetika sastra. Sastra berasal dari bahasa sansekerta, yakni dari kata sas yang berarti mengarahkan, memberi petunjuk atau instruksi, sedang tra berarti alat atau sarana (Teeuw dalam Winarni, 2009:1). Pendefinisian sastra menurut Zainuddin Fananie (2000:6) berpendapat bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi
berdasarkan
luapan
emosi
spontan
yang
mampu
mengungkapkan aspek estetik yang didasarkan pada aspek kebahasaan maupun aspek makna. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hakikat sastra adalah sebuah ekspresi personal, ada proses penghayatan, memerlukan daya kreasi, dan bermedikan bahasa. Berdasarkan hal tersebut sastra dapat dipahami sebagai proses kegiatan kreatif manusia
yang
bermediakan
bahasa
yang
mengungkapkan
pengalaman, cita, rasa, dan karsa dalam kehidupannya. Karya sastra sebagai karya kreatif terbagi dalam berbagai jenis yaitu puisi, prosa, dan drama. Masing-masing jenis sastra mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. b. Jenis-jenis Sastra Karya sastra sebagai karya kreatif terbagi dalam berbagai jenis yaitu puisi, fiksi, dan drama. Masing-masing jenis karya sastra memiliki ciri-ciri yang khas.toMeskipun memiliki perbedaan, seluruh commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 jenis karya sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat sehingga mengandung nilai-nilai pendidikan. 1)
Puisi Menurut Waluyo (2010: 3) puisi adalah karya sastra yang paling tua dan mamiliki ciri-ciri khas kekuatan bahasa. Altenbernd
(dalam
Pradopo
2005:5)
puisi
merupakan
pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran dalam bahasa berirama. Lain halnya dengan Samuel Taylor Coleridge (dalam Pradopo 2005: 6) mengemukakan puisi merupakan kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Puisi merupakan ekspresi pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting,
digubah
dalam
wujud
yang
berkesan
(Pradopo,2005: 7). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa puisi itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Selain itu puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah commit to user dalam wujud yang paling berkesan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 2)
Fiksi Pengertian fiksi menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2010: 2) cerita khayalan yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan. Altenbernd (dalam Nurgiyantoro, 2010: 2) menjelaskan bahwa suatu cerita yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran. Fiksi umumnya ditandai dengan unsur plot, karakter, sudut pandang, konflik, dan sebagainya. Fiksi terbagi menjadi dua cerpan dan novel. Cerpen menurut Nurgiyantoro (2010: 10) suatu cerita yang bersal dari imajinasi pengarang dan pelukisan tokoh, latar dan seting dibatasi sehingga cerpen lebih pendek daripada novel. Adapun pengertian novel berasal dari bahasa itali novella (yang dalam bahasa jerman novelle). Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita panjang dalam bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 9). Lain halnya dengan Lukas (dalam Anwar 2009: 49) novel adalah kreasi realitas yang bertumpu pada konvensionalitas dunia objektif dan interioritas dunia subjektif pada sisi lainnya. Nurgiyantoro (2010:2) novel merupakan hasil kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dancommit kehidupan. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 Kemunculan novel dan kemunculan perempuan pada status sastra profesional saling terkait. Sejak awal, perempuan diasosiasikan dengan novel sentimental baik sebagai pembaca maupun sebagai penulis. (Moeres dalam Humm, 2009: 312). Novel sebagai salah satu media dalam perjuangan ideologi ditingkat kebudayaan dapat dijadikan sebuah dasar signifikan untuk memahami feminisme (Anwar, 2009: 48). Melalui novel penulis dapat menuangkan idenya berdasarkan realitas. Para penulis mulai menyuarakan ide feminis dan menuntut adanya kesetaraan gender. Realitas di masyarakat menjadi dasar untuk menilai kualitas karya sastra yang dicerminkannya. Konteks tersebut menegaskan adanya hubungan penciptaan novel dengan perubahan dalam dunia objektif dan sudut pandang subjektif pengarang terhadap dunianya (Fokkema dalam Anwar, 2009: 49). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya imajinasi yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang yang bertumpu pada realitas kehidupan yang dialami penulisnya. Novel dapat dijadikan salah satu media untuk memahami konsep feminisme melalui ide yang dituangkan para penulisnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 3)
Drama Drama berasal dari bahasa Yunani ‘dramoi’ yang atinya berbuat, berlaku, bertindak atau beraksi. Drama berarti perbuatan atau tindakan (action). Menurut buku praktis bahasa Indonesia (2008: 159) drama jenis sastra dalam bentuk puisi atau prosa yang bertujuan menggambarkan kehidupan lewat dialog para tokoh. Drama
sebagai
ragam
yang
ketiga
sesungguhnya
merupakan bagian dari prosa. Hal ini berlaku apabila drama dipandang sebagai teks sastra. Namun demikian, drama tidak hanya berhenti sebagai naskah tetapi harus dipentaskan. Tentunya ada beberapa kesamaan ciri antara drama dan prosa, tetapi ciri khusus drama yang tidak dimiliki oleh prosa pada umumnya yaitu akting, tata artistik, penyutradaraan dan sejenisnya. 2.
Hakikat Feminisme a.
Pengertian Feminisme Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial Selden (dalam Ratna, 2010: 184). Secara leksikal feminisme adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut commit to userpersamaan hak sepenuhnya antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 kaum perempuan dan laki-laki Moeliono, dkk (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 61). Menurut Goefe (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan 2010: 93) feminisme adalah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Menurut pendapat Humm (2007: 160) feminisme merupakan gerakan terorganisir untuk mencapai hak asasi perempuan dan sebuah ideologi transformasi sosial yang bertujuan untuk menciptakan dunia bagi perempuan melalui persamaan sosial.
Berkembangnya feminisme menjadikan perempuan kian berani menyuarakan haknya. Mereka menuntut adanya kesetaraan gender dalam segala bidang kehidupan. Terwujudnya kesetaraan gender akan meminimalisisr ketidakadilan yang kerap menimpa kaum perempuan. Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawianan, upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, tetapi upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan (Fakih, 2008: 78-79). Pada
dasarnya
feminisme
merupakan
gerakan
kaum
perempuan untuk memperoleh kebebasan dalam menentukan nasibnya. Adanya tuntutan persamaan gender untuk melepaskan diri dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah merupakan langkah awal yang dilakukan kaum feminis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Perjuangan serta usaha feminisme untuk mencapai tujuan ini mencakup berbagai cara. Salah satu caranya adalah memperoleh hak dan peluang yang sama dengan yang dimiliki laki-laki (Djajanegara, 2000: 4). Gerakan feminisme mempunyai relefansi yang sangat erat dengan tulisan-tulisan karya sastra khususnya novel. Menurut pendapat Beauvior (dalam Anwar, 2009: 50) menjelaskan bahwa melalui sastra, pengarang melakukan serangkaian refleksi atas mitos tentang perempuan. Dalam sastra, pria menciptakan imaji tentang perempuan dan memposisikan perempuan sebagai mitos-mitos kompensasi bagi pria. Jackson dan Jones (2009: 338) berpendapat bahwa fokus utama feminisme dalam karya sastra tahun 1980-an mengenai bahasa. Nyoman Kutha Ratna (2004: 192) mengatakan apabila dikaitkan dengan gerakan emansipasi, sastra feminis bertujuan untuk
membongkar,
mendekonstruksi
system
penilaian
terhadap karya sastra yang pada umumnya selalu ditinjau melalui pemahaman laki-laki, dengan konsekuensi logis perempuan selalu sebagai kaum yang lemah. Sebaliknya, lakilaki sebagai kaum yang lebih kuat. Menurut Showalter (dalam Jackson dan Jones, 2009: 342) berpijak pada perkembangan sastra feminis pada tahun 1980-an para kritikus feminis perlu memberikan perhatian pada perbedaan gender commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 dan seksual dalam teks-teks yang ditulis baik oleh laki-laki maupun perempuan. Menurut pendapat Endaswara (2008: 146) sasaran penting dalam analisis feminis ada beberapa hal, diantaranya: (1) mengungkap karya-karya penulis perempuan masa lalu dan masa kini; (2) mengungkap berbagai tekanan pada tokoh perempuan masa lalu dan masa kini; (3) mengungkap ideologi pengarang
perempuan
dan
pria,
bagaimana
mereka
memandang diri sendiri dalam kehidupan nyata; (4) megkaji aspek ginokritik, memahami proses kreatif kaum feminis; dan (5) mengungkap
aspek
psikoanalisa
feminis,
mengapa
perempuan lebih suka hal yang halus, emosional, penuh kasih sayang. Showalter (dalam Jackson dan Jones, 2009: 336) membagi kritik sastra feminis menjadi dua kategori yang berbeda: pertama berfokus kepada pembaca perempuan. Sedangkan yang kedua berfokus kepada penulis perempuan. Para kritikus feminis prancis mengadopsi istilah ecriture feminine (tulisan feminim) untuk menjelaskan gaya feminim yang tersedia baik bagi laki-laki maupun perempuan (Jackson dan Jones, 2009: 339). Ecriture feminine tidak harus berasal dari penulis perempuan, penulis laki-laki pun mempunyai hak yang sama dalam menuangkan ide feminisnya. Hal tersebut didukung oleh pendapat Anwar (2009: 6) seorang pria bisa menjadi feminis dalam arti mendukung posisi perempuan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 Selanjutnya muncullah istilah reading as a women, membaca sebagai perempuan, yang dicetuskan oleh Culler, maksudnya adalah membaca dengan kesadaran membongkar praduga dan ideology kekuasaan laki-laki yang patriarkhat. (Sugihastuti dan Suharto, 2005:19) Culler’s answer is brief and relatively problematic: “ to read asa a woman is to avoid reading as a man, to identify the specific defenses and distortions, he does provide some fundamental guidelines for such a reading. Accordingly, to read as a woman requires that one approach a work from a feminist vantage and therefore, not regard the work from the purview of patriarchy. Consequently, as a woman, one must query readings which suggest the only major figure in the novel, and alternately analyze the motivations of principal female characters who are thoroughly developed within the work. (leek, 2001: 2) Menurut
Culler
membaca
sebagai
perempuan
adalah
menghindari membaca seperti laki-laki. Culler menyediakan beberapa
panduan
Berdasarkan
hal
fundamental itu,
untuk
seperti membaca
sebuah sebagai
pemahaman. perempuan
membutuhkan sebuah pemahaman. Berdasarkan hal tersebut, untuk membaca sebagai perempuan membutuhkan sebuah pendekatan penelitian dari kaum feminis. Kaum perempuan perlu membaca dan mempelajari sikap dan perilaku tokoh perempuan dalam sebuah novel yang dapat memberikan motivasi bagi kemajuan perempuan. Menurut pendapat Yoder (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 5) membaca sebagai perempuan yaitu memandang sastra commitkesadaran to user bahwa ada jenis kelamin yang dengan kesadaran khusus,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 banyak berhubungan dengan budaya, sastra dan kehidupan. Laki-laki dan perempuan dapat membuat tulisan feminim serta menafsirkan karya sastra sebagai perempuan. Ecriture feminine (tulisan feminim) tidak berpengaruh terhadap jenis kelamin penulis, begitu juga dengan reading as a woman (membaca sebagai perempuan). Menurut Jafferson dan Robey (dalam Anwar, 2009: 7) terdapat empat bentuk definisi konseptual yang terkait dengan permasalahan perempuan, yaitu female, feminitas, feminim dan feminisme. Female berbagai bentuk pengalaman dan situasi perempuan. Feminitas merupakan suatu bentuk konstruksi kultural terhadap karakteristik perempuan. Feminim adalah konstruksi sosial yang mengacu pada seksualitas dan bentuk prilaku yang ditentukan oleh norma sosial dan kultural. Feminisme lebih terikat dengan posisi politik perempuan. Kemunculan awal paradigma feminisme ditandai dengan munculnya subjek gerakan feminisme di era 1960-1970-an. Gerakan feminisme dipelopori oleh Virgina Woolf yang fokus gerakannya terarah pada pengalaman-pengalaman perempuan di bawah naungan patriarkhi. Gerakan feminisme ditandai dengan lahirnya gelombang pertama feminism yang menitik beratkan perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan hak-hak perempuan dalam politik atau hak pilih. Lahirnya feminisme merupakan reaksi ketidakadilan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik ranah domesik maupun ranah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 publik. Reaksi terhadap ketidakadilan tersebut,
juga terjadi di
berbagai negara. Menurut Djajanegara (2000: 1) lahirnya feminisme di Amerika didasari oleh tiga hal penting diantaranya: Pertama, berkaitan dengan aspek politik. Misalnya, deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat
tahun 1776 hanya menyebutkan
bahwa semua laki-laki diciptakan sama. Sementara itu, konsep ini bagi kalangan perempuan dinilai sebagai suatu bentuk diskriminasi karena tidak menyebutkan dan mengakui posisi mereka. Kedua, aspek agama yang mendasari tumbuhnya gerakan feminisme
di
Amerika.
Agama
protestan
maupun
katolik
menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Kaum lelaki yahudi kuno ketika bersembahyang, yaitu selalu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan karena mereka tidak dilahirkan sebagai perempuan. Ketiga, hingga memasuki abad ke-20 perempuan belum sepenuhnya diberikan kesempatan untuk berkiprah di sektor publik secara proporsional. Para feminis berusaha agar diberi kesempatan bekerja di sektor publik sehingga memperkecil ketergantungan terhadap laki-laki. Ketiga aspek tersebut menjadi landasan gerakan feminisme di Amerika dalam melancarkan kegiatan-kegiatannya. Dari ketiga aspek tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjuangan para feminis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 Amerika tidak untuk mengungguli kaum laki-laki tetapi untuk menuntut kesetaraan gender dalam ranah publik. Feminisme menjadi gerakan politik yang terorganisasi dengan baik pada tahun 60an dengan membangun teori bahwa dominasi laki-laki dan subordinasi perempuan bukan fenomena yang bersifat biologis tetapi merupakan konstruksi sosial. Laki-laki yang membangun standar dan nilai yang berlaku di masyarakat baik dalam ranah domestik maupun ranah publik. Oleh karena itu, dominasi laki-laki terhadap perempuan dapat di hilangkan dengan peran serta seluruh lapisan masyarakat. “The emergence of the feminist movement is considered one of the most important developments in the history of literary criticism. Feminism, in their earlier theories, were preoccupied with the images of women characters and how these images are represented in literature ”(Deif: 2003). Gerakan feminisme menjadi dasar dari sejarah kritik sastra. Beberapa karya sastra banyak yang mengangkat permasalahan perempuan menjadi tema utama baik dalam novel maupun cerpen. Karya sastra yang bernuansa feminis dengan sendirinya akan bergerak pada emansipasi, kegiatan akhir dari perjuangan feminis adalah persamaan derajat, yang hendak mendudukan perempuan tidak sebagai objek. (Endaswara, 2008: 146) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 Berdasarkan uraian di atas, feminisme merupakan perjuangan kaum perempuan untuk memperoleh kesetaraan gender dan berupaya mewujudkan
eksistensi
di
segala
bidang
kehidupan
untuk
meminimalisir ketidakadilan gender yang kerap dialami perempuan. b. Aliran Feminisme Feminist thingking is really rethingking, an examination of the way certain assumptions about women and the female character enter into the fundamental assumption that organize all our thingking. Such radical skepticism is an ideal intellectual stance that can generate genuinely new understandings; that is, reconsideration of the relation between the whole set of such as- sociated dichotomics; heart and head, nature and history. But is also creates unusual difficulties (Jehlen, 1981: 1). Pemikiran feminis adalah benar-benar sebuah pemikiran ulang, mengenai asumsi tentang perempuan dan karakter perempuan yang masuk kedalam asumsi fundamental dan terorganisasi dalam pemikiran kita. Beberapa skeptis radikal adalah sebuah posisi intelektual yang berbeda yang bisa membuat pemahaman baru secara autentik, yaitu berdasar pada hubungan antara perempuan dan lakilaki. Oleh karena itu, kita dapat berpikir ulang bahwa diantara semua bentuk dikotomi asosiasi, alam dan sejarah dapat menimbulkan kesulitan yang tidak biasa. Perempuan dalam pandangan feminisme mempunyai aktivitas dan inisiatif sendiri untuk memperjuangkan hak dan kepentingan tersebut dalam gerakan untuk menuntut haknya sebagai manusia commit dalam to userAdib, 2009: 13). secara penuh (Kridalaksana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 Apabila dikaitkan dengan gerakan emansipasi, sastra feminis bertujuan
untuk
membongkar,
mendekonstruksi
syistem
penilaian terhadap karya sastra yang pada umumnya selalu ditinjau melalui pemahaman laki-laki, dengan konsekuensi logis perempuan selalu sebagai kaum yang lemah. Sebaliknya, lakilaki sebagai kaum yang lebih kuat (Ratna, 2010: 192).
Sastra feminis menghadirkan sosok perempuan tangguh yang memperjuangkan
kesetaraan
gender.
Perempuan
tidak
lagi
digambarkan sebagai sosok yang lemah. Tokoh-tokoh dalam sastra feminis menggambarkan perjuangan emansipasi yang sangat relevan dengan kehidupan. Pembagian teori feminisme terbagi menjadi delapan bagian yang meliputi feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme liberal, feminisme psikoanalsis, feminisme postmoderen, feminisme multikultural dan global, serta feminisme ekofeminisme (Arivia dalam Adib, 2009:13). 1) Feminisme Radikal Jagar (dalam Fakih, 2008: 85) mengemukakan bahwa feminisme radikal menganggap bahwa penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki, seperti hubungan seksual adalah bentuk dasar penindasan terhadap kaum perempuan. Menurut pendapat Eisenstein (dalam Fakih, 2008: 85) patriarkhi adalah dasar ideologi penindasan yang merupakan sistem hierarki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Feminis radikal meyakini bahwa sistem seks dan gender adalah penyebab fundamental dari opresi terhadap perempuan (Tong, 2010: 69). Kaum feminis radikal menganggap sistem seks dan gender merupakan penyebab ketidakadilan
dalam
segala bidang kehidupan. Penguasaan
fisik
perempuan
oleh
laki-laki,
seperti
hubungan seksual adalah bentuk penindasan terhadap kaum perempuan. Bagi penganut feminisme radikal, patriarki adalah dasar dari ideologi penindasan yang merupakan sistem hierarki sosial. Oleh karena itu, kaum feminis radikal berupaya menghilangkan sistem seks dan gender yang cenderung merugikan kaum perempuan. Guna menghilangkan penguasaan oleh laki-laki, perempuan dan laki-laki perlu menyadari bahwa mereka tidak ditakdirkan untuk menjadi aktif maupun pasif. Perbedaan gender terutama status peran dan seks harus dihilangkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa feminisme radikal merupakan suatu gerakan yang berjuang membebaskan diri dari penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki akibat sistem seks dan gender yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 merugikan perempuan, serta meyakini budaya patriarkhi sebagai dasar ideologi penindasan. 2) Feminisme marxis Feminisme
marxis
adalah
feminisme
sosialis
yang
menganggap analisis patriarki perlu dikawinkan dengan analisis kelas. Ragam feminis ini juga menganggap bahwa ketidakadilan bukan akibat dari perbedaan biolgis, melainkan karena penilaian anggapan terhadap perbedaan itu Ruthfen (dalam Adib, 2009:14). Kelompok feminis marxis menolak keyakinan feminis radikal yang menyatakan biologi sebagi dasar pembedaan
gender
Bagi
mereka
penindasan
perempuan adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan
produksi.
Penindasan
perempuan
merupakan kelanjutan dari sistem eksploitatif yang bersifat struktural. Oleh karena itu, mereka tidak menganggap
patriarkhi
ataupun
kaum
laki-laki
sebagai permasalahan, akan tetapi sistem kapitalisme yang
sesungguhnya
merupakan
penyebab
permasalahan (Fakih, 2008: 86-88).
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
feminis marxis merupakan suatu gerakan yang berupaya menghilangkan kelas-kelas dalam masyarakat guna membangun struktur sosial yang memungkinkan kedua gender untuk commitsecara to userpenuh. merealisasikan potensi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 3)
Feminis liberal Feminis liberal adalah feminis yang memandang adanya korelasi positif antara partisipasi dalam produksi dan status perempuan (Fakih dalam Adib, 2009:14). Menurut pendapat Arifia (dalam Sofia, 2009: 14) feminisme liberal memandang manusia dilahirkan sama dan mempunyai hak yang sama meskipun mengakui adanya perbedaan tugas antara laki-laki dan perempuan. Bagi feminisme liberal manusia adalah otonom dan dipimpin oleh akal (reason). Dengan akal manusia mampu memahami prinsip-prinsip moralitas dan kebebasan individu. Prinsip-prinsip ini juga menjamin hak individu (Arifia dalam Adib, 2009:14). Asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Dalam pemikiran feminis liberal tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Perbedannya hanya pembagian tugas antara lakilaki dan perempuan. Feminisme Liberal meyakini bahwa setiap manusia mempunyai hak yang sama dalam segala bidang kehidupan. Berdasarkan pendapat Mill (dalam Tong, 2010: 30) perempuan harus memiliki hak pilih agar dapat setara dengan laki laki.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 Feminisme liberal
berkeinginan
untuk
membebaskan
perempuan dari peran gender yang opresif yaitu, dari peranperan yang di gunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah, atau tidak memberikan tempat sama sekali, bagi perempuan, baik di dalam akademi, forum, maupun pasar (Tong, 2010: 48-49). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa feminisme liberal merupakan suatu gerakan untuk membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif dan menuntut hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. 4) Feminis sosialis Menurut Fakih (2008: 90) Feminis sosialis mulai dikenal tahun 1970-an. Feminis sosialis mengkritik asumsi umum, hubungan antara partisipasi perempuan dalam ekonomi memang perlu, tetapi tidak selalu akan menaikan status perempuan. Feminisme sosialis ialah feminis yang menganggap bahwa penindasan perempuan terjadi di kelas mana pun, bahkan revolusi sosialis ternyata tidak serta merta menaikan posisi perempuan (Jagar dalam Fakih, 2008: 90). Menurut Eisenstein (dalam Fakih, 2008: 90) feminis sosialis berpandangan bahwa ketidakadilan bukan akibat perbedaan biologis tetapi lebih karena penilaian dan anggapan serta manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 sosial. Tidak jauh berbeda dengan beberapa pendapat di atas Humm (2007: 230) berpendapat bahwa feminis sosialis ialah feminis yang menggambarkan pengetahuan sebagai konstruksi praktis yang dibentuk oleh konteks awal sosialnya. Berdasarkan uraian di atas feminis sosialis ialah feminis yang memandang ketidaksetaraan gender terjadi dalam segala bidang kehidupan yang dipengaruhi penilaian dan anggapan masyarakat. 5) Feminisme psikoanalsis Feminis
psikoanalisis
merupakan
feminisme
yang
menekankan penindasan perempuan pada psyche dan cara berpikir perempuan dengan menggunakan isu-isu drama psikoseksual Oedipus dan kompleksitas kastrasi Freud (Sofia, 2009: 14). Berdasarkan
uraian
di
atas
feminisme
psikoanalsis
merupakan feminisme yang menganggap bahwa pengekangan terhadap
cara
berpikir
perempuan
merupakan
bentuk
penindasan. 6) Feminisme postmoderen Feminisme postmoderen beranggapan bahwa the othernes tersebut tidak hanya dari kondisi inferioritas dan ketertindasan, melainkan juga cara berada, berpikir, berbicara, keterbukaan, pluralitas, diversitas, dan Dengan menekankan pada commit to perbedaan. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 kajian kultural, feminisme multikultural dan global meyakini bahwa selain dengan patriarki penindasan dapat dijelaskan melalui ras, etnistas, kolonialisme, serta dikotomi “dunia pertama” dan “dunia ketiga” Arivia (dalam Adib, 2009:14). 7)
Ekofeminisme Menurut
Megawangi
(dalam
Adib,
2009:15)
ekofeminisme merupakan aliran feminis yang melihat individu secara komprehensif, yaitu sebagian makhluk yang terikat dan berirentaksi dengan lingkungannnya. Ekofeminisme berupaya memberikan kesadaran pada para perempuan bahwa kualitas pengasuhan, pemeliharaan, dan cinta
adalah
fitrah
perempuan
dan
ia
berhak
untuk
mengaktualisiikannya di mana pun ia berada. 8) Feminisme Muslim Pada abad kedua puluh muncullah feminisme muslim. Feminisme muslim berusaha mengakaji ulang penafsiran terhadap beberapa ayat-ayat Al-Quran yang dipandang kurang tepat
dalam
menafsirkannya.
Beberapa
ayat
Al-Quran
ditafsirkan berdasarkan kepentingan suatu jenis kelamin sehingga berakibat pada ketidaksetraan gender. Menurut pendapat Ilyas (dalam Adib, 2009: 16) feminis muslim merupakan commit tokonsep user penciptaan perempuan, konsep
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 kepemimpinan rumah tangga, dan konsep kesaksian serta hak waris perempuan yang memperhatikan konteks ketika suatu ayat al-quran di tulis, komposisi tata bahasa suatu ayat serta menafsirkan keseluruhan ayat. Penafsiran Al-Quran tidak hanya ditafsirkan secara bahasa namun perlu mengkaji konteks ketika ayat tersebut diturunkan. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari kesalahan penafsiran sehingga relefan pada saat ini. Penafsiran terhadap ayat AlQuran pun secara keselurun, agar Al-quran memiliki makna secara utuh dan tidak ambigu. Feminis
muslim
merupakan
membongkar
historisitas
menyebabkan
ketidakadilan
feminis
akar dan
yang
berusaha
permasalahan berpendapat
yang bahwa
penafsiran ulang terhadap ayat-ayat Al-Quran diperlukan dalam rangka menjaga relevansinya dengan kehidupan manusia Baroroh (dalam Adib,2009:16).
Menurut pendapat Adib (2009: 16) feminisme muslim mempersoalkan
ajaran
islam
dan
peran
gender
dalam
hubungannya dengan keluarga dan masyarakat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas feminisme muslim merupakan feminis yang menuntut kesetaraan gender dalam ranah publik dan domestik dengan cara menafsirkan Al-Quran tidak hanya berdasarkan bahasa tetapi melalui konteks ketika suatu ayat al-quran di tulis dan menafsirkan keseluruhan ayat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 Berdasarkan uraian di atas, penelitian pada novel Mimi Lan Mintuna termasuk dalam konsep aliran feminis sosial. Hal ini didasarkan bahwa novel Mimi Lan Mintuna menggambarkan ketidakadilan gender yang dipengaruhi anggapan masyarakat yang menganggap perempuan berada di bawah kekuasaan kaum laki-laki. Ketidakadilan gender dalam novel Mimi Lan Mintuna menjadi
penyebab
munculnya konflik.
Budaya
patriarki
menjadikan laki-laki mempengaruhi kehidupan perempuan. Perempuan tidak diperkenankan berada di ranah publik dan menjadi korban kekerasan. 3.
Bentuk Ketidakadilan Gender Kehadiran gerakan feminisme dengan isu sentral kesetaraan gender telah menjadi persoalan kontemporer dan terus menimbulkan kontroversi (Carles Kurzman, 1998: 101). Hal ini nampak, bahwa isu kesetaraan gender sampai saat ini terus mengemuka bersamaan dengan berbagai asumsi banyaknya problema ketidakadilan yang dihadapi oleh kaum perempuan. Kaum feminis menganggap bahwa indikator ketidakadilan tersebut bisa disaksikan dalam berbagai bentuk tindakan diskriminatif yang dialami kaum perempuan. Dan indikator tersebut dijadikan landasan untuk mengangkat isu tersebut di berbagai kehidupan dan dijadikan program sosial yang didesain secara akademik serta disosialisasikan secara politis (Zarkasyi, 2010: 3). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 Sementara di sisi lain, isu tersebut masih menyimpan banyak problema, baik dari sisi konsep dan ideologi yang mendasarinya sampai pada apliksinya dalam kehidupan sosial. Istilah “gender” berasal dari bahasa Inggris, yang artinya “jenis kelamin”. Gender merupakan suatu konsep cultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakterisitik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Lain halnya dengan Sugihastuti dan Itsna (2010: 95) Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan
yang
dibentuk,
disosialisasikan,
diperkuat,
bahkan
dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. Senada dengan pemikiran tersebut Handayani dan Sugiarti (2008: 5) menjelaskan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan. Umar pun berpendapat sama bahwa gender merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa. Serupa dengan beberapa pendapat di atas Fakih (2008: 71) menjelaskan bahwa gender merupakan perbedaan perilaku (behavioral differences) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan kodrat atau bukan ketentuan Tuhan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 melainkan diciptakan oleh manusia (laki-laki dan perempuan) melalui proses sosial dan kultural yang panjang. Untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari cirri-ciri fisik biologis (Riant Nugroho, 2008:2-3). Sementara
itu,
seks
secara
umum
digunakan
untuk
mengindentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi, yang meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakter biologis lainnya. Maka, sebagaimana definisi di atas, dan menurut apa yang diyakini para feminis, bahwa tidak ada keragaman dan perbedaan esensial antara pria dan perempuan. Bila gender dimaknai sebagai hasil kontruksi social yang tidak ada kaitan dengan biologis, maka makna kesetaraan adalah suatu kondisi di mana antara laki-laki dan perempuan sama. Maka dari difinisi ini muncul pertanyaan, apakah laki-laki dan perempuan memang harus sama sehingga segalanya harus setara? Bagaimana dengan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang sering membawa kondisi ketidaksetaraan (Megawangi, 1998: 20). Ada dua kelompok besar dalam diskursus feminisme mengenai konsepkesetaraan gender, dan keduanya saling bertolak belakang. Pertama, adalah sekelompok feminis yang mengatakan bahwa konsep gender adalah konstruksi social, sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku gender dalam tataran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 social. Karenanya, segala jenis pekerjaan yang berbau gender, misalnya perempuan cocok untuk melakukan pekerjaan pengasuhan, dan pria sebagai pencarinafkah keluarga, harus dihilangkan dalam kehidupan social. Kalau tidak, akan sulitmenghilangkan kondisi ketidaksetaraan. Kedua, adalah sekelompok feminis lain yang menganggap perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap konstruksi konsep gender dalam kehidupan social, sehingga akan selalu ada jenis-jenis pekerjaan berstereotipe gender. Perbedaan keduanya didasari oleh landasan teori dan ideology berbeda. Kelompok pertama mengartikan kesetaraan tidak dibolehkan adanya perbedaan perlakuan berdasarkan gender. Berbeda halnya dengan para feminis kelompok kedua, mereka menganggap bahwa kesetaraan gender perlu memperhatikan kondisi biologis seseorang. Kesetaraan gender dimaknai dengan memberikan perlakuan sama kepada setiap manusia yang mempunyai kebutuhan berbeda, melainkan dengan memberikan perhatian sama kepada seluruh manusia agar kebutuhannya yang sesuai dengan masing-masing individu data terpenuhi. Fokus utama dari konsep kesetaraan kontekstual adalah memberikan perhatian dan kehormatan yang sama kepada setiap manusia, sedang perlakuan yang diberikan adalah disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks masing-masing individu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 Rae (dalam Megawangi, 1998: 56) berpendapat bahwa : “Equality is the simplest and most abstract of notions,yet the practices of the world are irremediably concrete and complex. How, imaginably,could the former govern the later”.14 (Kesetaraan adalah pernyataan yang paling simple dan abstrak, tetapi dalam praktiknya sulit dan kompleks untuk menjadi kenyataaan, dapatkah teori mengatur praktik?) Fakih (2008: 11) menjelaskan prasangka gender ditimbulkan oleh anggapan yang salah kaprah terhadap jenis kelamin dan gender. Dewasa ini terjadi pemahaman yang tidak
pada
tempatnya di masyarakat mengenai gender. Gender pada dasarnya merupakan konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan tuhan. Riant Nugroho (2008: 2-3) menjelaskan, untuk memahami konsep gender maka harus dapat membedakan antara kata gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian seks (jenis kelamin) merupakan pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis, yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Pendapat yang senada disampaikan Mansour Fakih (2008: 8) menjelaskan bahwa untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dan seks. Pengertian jenis kelamin merupakan penyifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, yang secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 Menurut
Handayani
dan
Sugiarti
(2008:
10)
faktor
yang
menyebabkan ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Sejak
dulu
banyak
mitos-mitos
yang
menjadi
penyebab
ketidakadilan gender seperti keperawanan, perempuan ideal dan laki-laki rasional sementara perempuan irasional. Kebanyakan mitos-mitos yang muncul di masyarakat akan menguntungkan kaum lelaki. Hal tersebut dikarenakan hukum patriarki yang berlaku di masyarakat. Patriarki menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak di dalam keluarga dan ini berlanjut dalam semua lingkup kehidupan. Sementara itu, seks secara umum digunakan untuk mengindentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi, yang meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakter biologis lainnya. (Umar, 2001: 35) Maka, sebagaimana uraian di atas kaum feminis menganggap bahwa tidak ada keragaman dan perbedaan esensial antara pria dan perempuan Seperti yang disebutkan di atas, bahwa untuk mewujudkan kesetaraan gender, para feminis sampai sekarang masih percaya bahwa perbedaan peran berdasarkan gender adalah karena produk budaya, bukan karena adanya perbedaan biologis atau perbedaan nature atau genetis. Oleh karenanya, mereka menuntut diperlakukan sama seperti laki-laki. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 Pada
kenyataannya, faham kesetaraan ini tetap saja menyimpan
berbagai problema yang rumit dan pelik. Sampai saat ini belum ada consensus mengenai apa yang disebut kesetaraan antara pria dan perempuan. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan ini adalah persamaan dalam hak dan kewajiban, yang tentunya masih belum jelas dalam hak dan kewajiban macam apa. Ada pula yang mengartikannya dengan konsep mitra kesejajaran antara pria dan perempuan yang juga masih belum jelas artinya. Sering juga diartikan bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan pria dalam aktualisasi diri, namun harus sesuai dengan kodratnya masisng-masing. Pernyataan ini juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang kodrat itu sendiri; apakah perbedaan kodrat tidak mengimplikasikan perbedaan perilaku dan peran antara pria dan perempuan? Namun secara umum para feminis menginginkan kesetaraan gender yang sama rata antara pria dan perempuan ditunjukkan dengan seringnya dipakai beberapa indikator statistik tentang perbandingan antara tingkat yang telah dicapai oleh kaum perempuan dalam berbagai bidang kehidupan relatif terhada pria. Sebagai contoh, dalam kehidupan individual, tidak bisa dinafikan bahwa masing-masing individu memiliki kemampuan atau kapasitas, aspirasi, kebutuhan, kecenderungan, harapan dan cita-cita yang jelas berbeda satu sama lain. Lebih-lebih antara laki-laki dan perempuan. Dalam kaitan social, khususnya masalah bekerja. Menurut beberapa feminis, tenaga kerja harus disebut pekerja, tanpa perlu melihat jenis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 kelamin, karena kedua jenis kelamin adalah sama-sama “pekerja”. Hal ini berarti setiap peraturan yang memuat hak dan kewajiban berlaku baik bagi
pekerja
pria atau
perempuan.
Tapi
mereka
justru
yang
mempersempit sendiri, yaitu hak gaji dan jenjang karier, harus diperlakukan sama. Tapi dipihak lain, ada para aktivis perempuan yang menuntut bahwa pekerja perempuan perlu diberikan perlakuan berbeda dengan pria, semisal pemberian cuti hamil, cuti haid, jam kerja malam, dan sebagainya. Hal ini adalah ironis, karena ini berarti pria dan perempuan adalah makhluk berbeda, sehingga ada dampak sosialnya, yaitu pria dan perempuanpun diberikan perlakuan berbeda. Para feminis sebenarnya mengakui bahwa kendala utama bagi perempuan untuk data berkiprah secara setara dengan pria, adalah karena “hanya perempuan saja yang dapat hamil” . Kesetaraan gender hanya dapat berlaku pada perempuan muda yang belum menikah (ini pun hanya sementara saja), atau perempuan yang tidak mempunyai anak atau perempuan yang benarbenar-benar menarik diri dari kehidupan keluarga dan mengabdikan 100 persen hidupnya untuk pengembangan karir. Namun berapa persen perempuan yang masuk dalam kategori ini? Para perempuan yang semula memutuskan hidupnya untuk berkarier (bukan bekerja untuk menyambung hidup), memang dapat mencapai psosisi yang tidak kalah dengan rekan prianya, bahkan dapat mengunggulinya. Namun kondisi ini berakhir ketika para perempuan tersebut telah mencapai commit usia di atas tiga puluh lima tahun, yaitu usia di to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 mana perempuan telah berpikir dalam –dalam tentang makna keperempuannnya. Banyak dari mereka yang akhirnya ingin mempunyai anak dan membina kehidupan keluarga. Itulah beberapa contoh problema kesetaraan yang memang tidak mungkin bisa diterapkan seratus persen seperti laki-laki. Problema ini diakibatkan terlepasnya mereka dari nilai-nilai agama, nilai-nilai kemanusiaan. Mereka menurut konstruksi ini memang berangkat dari Barat yang liberal. Sementara kesetaraan menurut Islam adalah meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Apapun istilah yang dimunculkan, apakah kesetaraan, kesejajaran ataupun keserasian. Yang jelas perempuan dan laki-laki itu memang berbeda. Perbedaan tersebutpun berimplikasi kepada perbedaan peran dan fungsi, tugas dan tanggungjawab. Berdasarkan beberapa pendapat di atas gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial, budaya dan agama sehingga melahirkan peran sosial dan budaya. Menurut Fakih ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan meliputi: marginalisasi, subordinasi, stereotipe dan kekerasan . a.
Marginalisasi Fakih (2008: 14) berpendapat bahwa marginalisasi merupakan sebuah proses pemiskinan yang commit to userterjadi di masyarakat dan negara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau eksploitasi dan gender. Marginalisasi terhadap perempuan dapat terjadi di dalam rumah tangga yakni dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Marginalisasi tersebut dapat juga diperkuat oleh sistem adat istiadat yang ada maupun dari tafsir keagamaan. Berdasarkan uraian di atas marginalisasi merupakan proses pemiskinan yang menimpa laki-laki dan perempuan yang dapat diakibatkan oleh berbagai kejadian dan gender. b.
Subordinasi Pandangan
gender
ternyata
bisa
menimbulkan
subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan
irrasional
atau
emosional
sehingga
perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi tidak penting. Anggapan itulah yang menjadi titik awal ketidakadilan dalam pemahaman gender dan menguatkan subordinasi (Fakih, 2008:15).
Berdasarkan uraian di atas subordinasi merupakan sebuah anggapan bahwa kaum perempuan di tempatkan pada posisi yang tidak penting, atau dengan kata lain pengelasduaan kaum perempuan atas laki-laki dalam segala bidang kehidupan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 c.
Stereotipe Streotipe merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu Fakih (2008: 16). Munculnya stereotipe mengakibatkan adanya penindasan atau ketidakadilan terutama dialami oleh kaum perempuan. Stereotipe dapat mengakibatkan berubahnya status sosial dan eksploitasi secara fisik. Salah satu jenis stereotipe bersumber dari pandangan gender. Ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu pada umumnya perempuan bersumber pada penandaan (stereotipe). Hal tersebut disebabkan peraturan pemerintah, aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan
masyarakat
yang dikembangkan
karena
stereotipe
tersebut. Berdasarkan dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan negatif terhadap seseorang maupun suatu kelompok tertentu yang dapat menimbulkan ketidakadilan dan merugikannya. d.
Kekerasan Menurut Saraswati (dalam Sugihastuti dan Itsna, 2010: 171) kekerasan merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakaukan terhadap pihak lain, yang pelakunya perseorangan atau lebih dan dapat megakibatkan penderitaan bagi pihak lain. Fakih (2008: 17) menerangkan bahwa kekerasan merupakan serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 Kekerasan
terhadap
perempuan
adalah
tindakan
seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan bersifat memaksa, mengancam, dan berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik La Pona dkk (dalam Sugihastuti dan Itsna, 2010: 172). Adapun kekerasan yang disusun dalam konferensi ke-4 tentang perempuan di beijing tahun 1995 sebagai berikut. Any act gender-based violence that result in, or is likely to result in, physical, seksual or Psychological harm or suffering to women, including threats of such acts, coersion or arbitrary deprivation of liberty, whether occuring in public or private life. Setiap aksi kekerasan yang didasarkan pada gender yang berakibat atau mengakibatkan kerusakan fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan perempuan, termasuk ancaman-ancaman dari aksi-aksi semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan dengan sewenan – wenang yang terjadi baik dalam kehidupan publik maupun kehidupan pribadi Via Djanah (dalam Sofia, 2009: 42). Secara struktural, kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi penundukan yang berbasis
kelas yang menempatkan
perempuan dalam posisi yang lebih inferior dibandingkan dengan laki-laki (Espritu dalam Sugihastuti dan Itsna, 2010: 177). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kekerasan
merupakan
tindak
kejahatan
yang
dapat
mengakibatkan penderitaan bagi korbannya baik dari segi fisik, emosional maupun ekonomi. Menurut Sugihastuti dan Itsna kekerasan terbagi kedalam beberapa bentuk diantaranya. 1) Kekerasan Domestik Kekerasan
domestik
merupakan
tindakan
kekerasan
terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga (Sugihastuti dan Itsna, 2010: 178). Dalam konteks inferioritas perempuan, ruang domestik merupakan wilayah pertama yang mengesankan perempuan diidentikan dengan fungsi sosialnya sebagai pekerja rumah tangga. Artinya perempuan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang termasuk urusan rumah tangga. Ruang publik didominasi oleh laki-laki karena fungsifungsi seperti pencarian sumber daya ekonomi dilakukan oleh mereka. Hal tersebut mengakibatkan laki-laki berkuasa dalam keluarga karena merasa memiliki tugas yang lebih berat dibandingkan dengan perempuan. Dampak dari hal ini salah satunya, ialah perlakuan yang tidak adil terhadap perempuan. Definisi perlakuan tidak adil terhadap perempuan dapat bermacam-macam salah satunya kekerasan domestik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahawa kekerasan domestik merupakan tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dan pelaku kekerasan memiliki hubungan kekerabatan dengan korbannya. 2) Kekerasan Emosional Kekerasan emosional adalah kekerasan yang melibatkan secara langsung
kondisi
psikologis
perempuan
yang
menjadi
korbannya (Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 178). Kekerasan
emosional
tidak
meninggalkan
bekas
sebagimana kekerasan fisik, tetapi berkaitan dengan harga diri perempuan. Pelanggaran komitmen, penyelewengan, teror mental dan teror pembunuhan, serta pengucapan kata-kata yang tidak menyenangkan (Sofia, 2009: 42). Berdasarkan uraian di atas kekerasan emosional merupakan tindak kekerasan yang merugikan kondisi psikologis seseorang dan dapat menimbulakan trauma bagi korbannya. 3) Kekerasan Fisik Menurut La Pona (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 179) kekerasan fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya. Sementara Meiyenti (dalam Sugihastuti dan Itsna, 2010: 179) berpendapat bahwa kekerasan fisik merupakan tindakan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 melibatkan penggunaan alat atau tubuh untuk melukai korbannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan
fisik
merupakan
tindak
kekerasan
yang
mengakibatkan penderitaan fisik dengan menggunakan alat atau anggota tubuh untuk melukai korbannya. 4) Kekerasan seksual Menurut Tong (1984: 66) kekerasan seksual sebagai tindakan yang disertai dengan ancaman kepada pihak lain untuk melakukan hubungan seksual. Meiyenti (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 173) berpendapat bahwa kekerasan seksual meliputi pemaksaan dalam melakukan hubungan seksual,
pemaksaan
selera
seksual
sendiri,
dan
tidak
memperhatikan pihak istri. Kekerasan seksual merupakan serangan seksual yang berakhir pada hubungan seksual secara paksa yang meliputi ancaman perkosaan disertai kekerasan dan pembunuhan (Atmasasmita dalam Sugihastuti dan Itsna hadi Saptiawan, 2010: 174). Berdasarkan uaraian di atas kekerasan seksual merupakan tindak kekerasan yang dilakukan dengan mengancam dan memaksa korbannya untuk melakukan hubungan seksual. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 4.
Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Keberadaan perempuan di masyarakat seringkali hanya menjadi objek, sehingga kurang mendapatkan tempat dalam ranah publik. Kurangnya perhatian terhadap eksistensi perempuan menjadikan mereka berusaha memperjuangkan kesetaraan gender. Eksistensi dalam bahasa Inggris berasal dari kata, exist artinya berada. Eksistensi merupakan “cara berada manusia” (Kierkegaard, dalam Delfagaauw terjemahan Soedjono Soemargono, 1988: 139). Kata berada
di
sini
berarti
manusia
mempunyai
kesadaran
untuk
merealisasikan dirinya dengan bebas. Manusia bereksistensi berarti bahwa ia mewujudkan diri sendiri di dalam kenyataan yang sudah ditentukan. Delfagaauw (dalam terjemahan Soedjono Soemargono, 1988: 142). Manusia membuat rencana yang bebas berdasarkan kekuatannya sendiri maupun situasi yang aktual. Menelaah
tentang
sebuah
eksistensi
manusia
berarti
mempermasalahkan keberadaan manusia itu sendiri. Manusia tidak bisa terlepas dari masyarakat lingkungan sekitarnya, karena manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Wacana feminis senantiasa terkait dengan persoalan sistem sosial dan budaya politik yang berlaku dalam suatu negara. Persoalan feminis merupakan refleksi realitas eksistensi perempuan dalam realitas sosial, kultural, dan politik (Stimpson, dalam Anwar, 2009: 1). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 Eksistensi manusia dibentuk oeh kapasitas nalar yang dimilikinya. Potensi nalar tersebut sekaligus juga sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kapasitas nalar ini manusia senantiasa menyadari keberadaannya serta mempertanyakan makna keberadaannya itu. Dengan potensi itu pula manusia dapat membuat pilihan-pilihan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya sebagai makhluk Tuhan. Hanya dalam situasi seperti itu perempuan dan laki-laki data mengembangkan diri (Tong, 2010:18).
Berdasarkan uraian di atas eksistensi perempuan merupakan keberadaan perempuan dalam merealisasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat dan berhak menentukan pilihan hidupnya sendiri. Untuk mewujudkan eksistensi perlu adanya kekuatan pada diri perempuan untuk merealisasikan dirinya. Weedon (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 6) berpendapat bahwa kekuatan kehidupan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat mencakup semua struktur kehidupan, keluarga, pendidikan, dan kebudayaan. Berpijak pada pendapat di atas struktur kehidupan, keluarga, pendidikan dan kebudayaan sangat mempangaruhi eksistensi perempuan. a.
Keluarga Keluarga dapat mempengaruhi segala tindakan perempuan. Adanya pengakuan tentang domestikasi perempuan membuat peran perempuan kian menyempit. Menurut Ilyas (2006: 175) domestika perempuan adalah membatasi peran perempuan dalam domestik semata.
commit to user
sektor
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 Peran domestik perempuan mempersempit ruang privat mereka dan menjadikan laki-laki dominan di ruang publik. Hal ini juga berdampak pada aktivitas perempuan di rumah, dalam kerangka kerja dan ruang tentunya. Bagi laki-laki, keuntungan ini berimbas pada banyaknya kegiatan di rumah yang bisa mereka kerjakan serta mobilitas dan akses longgar menuju ruang publik (Sugihastuti dan Itsa, 2010: 59).
Peran domestik juga membatasi alokasi waktu. Memberi makan, membersihkan, menyiapkan pakaian, dan tugas rumah tangga lain sangat memakan waktu (Sugihastuti dan itsna, 2010: 58) Perempuan tetap lebih utama dan lebih baik hanya berperan di dalam rumah. Dengan demikian, peranan keluarga yang menuntut pada domestikasi perempuan tentu dapat menghambat peran perempuan dalam mewujudkan eksistensi menjadi perempuan mandiri demi kesetaraan gender antara pria dan perempuan di segala bidang. b. Budaya Manusia tidak bisa hidup tanpa masyarakat sekitarnya. Sebagai makhluk sosial manusia tentu akan patuh terhadap norma, adat dan budaya yang ada di sekitarnya demi mewujudkan ketentraman hidupnya. Norma, adat dan budaya yang terdapat di masyarakat tidak selamanya
menjadi
pijakan
menguntungkan.
Budaya
merugikan dan menguntungkan kelompok tertentu,
dapat
Misalnya
budaya patriarki yang masih berpengaruh besar dalam kehidupan commit to user masyarakat. Budaya Patriarki dapat merugikan kaum perempuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 karena budaya tersebut menjadi faktor dominan penghalang eksistensi perempuan. Patriarki menurut Bhasin (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 93) merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki , sistem kontrol terhadap perempuan dimana perempuan dikuasai. Patriarki meletakan perempuan di bawah laki-laki atau memperlakukannya sebagai laki-laki yang inferior. Kekuatan tersebut digunakan secara langsung ataupun tidak langsung dalam kehidupan sipil dan rumah tangga untuk membatasi perempuan. Perempuan
tersubordinasi
oleh
faktor-faktor
yang
dikonstruksikan secara sosial. Banyak mitos dan kepercayaan yang menjadikan kedudukan perempuan berada lebih rendah dari pada lelaki. Hal tersebut dikarenakan perempuan dipandang dari segi seks bukan dari segi kemampuan, kesempatan sebagai manusia yang berakal, bernalar dan berperasaan. Bhasin (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 94) menguraikan bidang kehidupan perempuan yang berada dibawah kontrol patriarkhi meliputi: daya produktif atau tenaga kerja perempuan, reproduktif perempuan dan seksualitas perempuan. c. Pendidikan Pendidikan
sangatlah
penting
demi
kemajuan
bersama.
Pendidikan bukan semata ditujukan bagi kaum pria. Perlunya commithanya to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 pendidikan dalam segala bidang kehidupan baik formal maupun informal sangat mempengaruhi eksistensi perempuan. Masalah pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar. Apabila sistem pendidikan dan tujuan–tujuan pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara proposional dan efektif maka sangat mempengaruhi kesetaraan gender. Menurut Worsley (Sugihastuti, 2005: 211) bahwa kekurangan intelektualitas
kaum
perempuan
merupakan
akibat
dari
keterkekangan kehidupan mereka dan keterbatasan pendidikan formalnya. Perempuan
dalam
mengejar
ketertinggalan
mereka
dari
pendidikan kaum laki-laki justru lebih mengesankan. Jumlah perempuan buta huruf menurun secara drastis dibanding laki-laki Fakih (2008: 158). Berdasarkan beberapa pendapat di atas pendidikan mempunyai pengaruh yang besar untuk mewujudkan eksistensi perempuan dalam segala bidang kehidupan terutama dalam ranah publik. 5.
Emansipasi Emansipasi berasal dari kata latin emancipation yang berarti pembebasan Winkler Prins (dalam Syamsiah, 2009: 22). Pembebasan di sini, dimaksudkan mengadakan perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan penekanan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 Djajanegara (2000: 16) berpendapat bahwa emansipasi perempuan pada dasarnya merupakan embrio feminisme yaitu kelompok atau gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak dalam segala bidang kehidupan. Munculnya
emansipasi
perempuan
dilatarbelakangi
adanya
ketidakadilan gender dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya. Adanya
ketidakadilan
gender
dalam
segala
bidang
kehidupan
menghambat eksistensi perempuan. Menurut Moeliono (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 237) menyatakan bahwa ide emansipasi perempuan bisa berarti keinginan kaum perempuan untuk melepaskan diri dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah dan dari pengekangan hukum yang menghambat kemajuan. Tidak jauh berbeda dengan ketiga pendapat di atas Syamsiah (2009: 28) berpendapat bahwa perjuangan perempuan untuk mendapatkan hakhaknya sebagai bagian dari masyarakat merupakan perjuangan yang tidak kenal henti, gerakan inilah dikenal dengan istilah emansipasi. Emansipasi yang baik adalah melihat laki-laki bukan sebagai seteru, tetapi sebagai kawan seperjalanan (Syamsiah, 2009: 24). Apabila lakilaki dan perempuan saling menghargai satu sama lain maka emansipasi perempuan dapat mewujudkan hubungan yang harmonis antara sesama manusia. Perjuangan pembebasan ketertindasan perempuan bukanlah agenda perempuan semata, tetapi merupakan commit to user agenda emansipasi masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52 (Syamsiah, 2009: 24). Masyarakat perlu menyadari bahwa hubungan laki- laki dan perempuan merupakan mitra sejajar yang memiliki persamaan tingkat, derajat, hak dan kewajiban, kedudukan, peranan dan kesempatan dalm berbagai bidang. Oleh
karena
itu,
timbullah
emansipasi
perempuan
yang
memperjuangkan hak-hak yang sama dengan pria dalam perkawinan, kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan politik. Wujud emansipasi berupa ketegaran, kebebasan, kesabaran, kemandirian dan perjuangan. Sehingga muncullah gerakan feminis di berbagai belahan dunia. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa emansipasi merupakan perjuangan untuk memperoleh pembebasan dari semua bentuk penindasan, pengekangan, perbedaan ras, tradisi yang kurang menguntungkan, serta perjuangan untuk mendapatkan hak-hak dalam segala bidang kehidupan seperti politik, ekonomi, hukum, dan pendidikan.
6.
Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel a.
Pengertian nilai pendidikan Nilai adalah sifat-sifat, hal-hal yang penting dan berguna bagi kehidupan. Dengan kata lain nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain (Atar Semi, 1993: 54). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53 Nilai mempunyai peranan penting dalam masyrakat, karena dengan begitu terdapat aturan yang jelas mengenai sistem yang berlaku di dalam masyarakat. Sama halnya dengan karya sastra, terdapat nilai moral dan nilai pendidikan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan
sangatlah
penting
demi
kemajuan
bersama.
Pendidikan bukan semata hanya ditujukan bagi kaum pria. Perlunya pendidikan dalam segala bidang kehidupan baik formal maupun informal sangat mempengaruhi eksistensi perempuan. Undang-undang No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Bab I Ketentuan Umum pasal 1 disebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pemelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyrakat, bangsa dan negara. Pendidikan menemukan
secara
umum
hakikat
bertujuan
kemanusiaannya.
membantu Pendidikan
manusia harus
mewujudkan manusia seutuhnya. Dengan adanya pendidikan diharapkan manusia mampu menyadari potensi yang dimiliki sebagai makhluk yang bermartabat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 Masalah pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar. Apabila sistem pendidikan dan tujuan–tujuan pendidikan nasional dapat dilaksanakan secara proposional dan efektif maka sangat mempengaruhi kesetaraan gender. Menurut Worsley (Sugihastuti, 2005: 211) bahwa kekurangan intelektualitas kaum perempuan merupakan akibat dari keterkekangan kehidupan mereka dan keterbatasan pendidikan formalnya. Perempuan
dalam
mengejar
ketertinggalan
mereka
dari
pendidikan kaum laki-laki justru lebih mengesankan. Jumlah perempuan buta huruf menurun secara drastis dibanding laki-laki Fakih (2008: 158). pendidikan mempunyai pengaruh yang besar untuk mewujudkan eksistensi perempuan dalam segala bidang kehidupan terutama dalam ranah publik. Sementara itu, yang dimaksud dengan nilai pendidikan dalam karya sastra menurut Waluyo (1992: 28) menjelaskan bahwa nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. Muatan nilai dalam karya sastra pada umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial dan nilai estetika atau keindahan. Berdasarkan uraian di atas nilai pendidikan dalam karya sastra ialah
nilai-nilai
yang
memberikan
pengaruh
positif
dan
pembelajaran bagi pembacanya dalam menjalani kehidupan. Nilainilai tersebut berupa nilai religius (agama), nilai moral (etika), nilai commit to user estetis dan nilai sosial.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 b.
Nilai-nilai Pendidikan dalam Karya Sastra 1) Nilai religius (agama) Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan peneguh batin bagi pembacanya, termasuk didalamnya yang bersifat
keagamaan.
menjelaskan
bahwa
Burhan agama
Nurgiyantoro lebih
(2007:326)
menunjukkan
pada
kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum. Nilai religius termasuk di dalamnya
yang bersifat
keagamaan. Hal tersebut mungkin disebabkan banyaknya masalah kehidupan yang tidak sesuai dengan harapan kemudian mereka mencoba menawarkan sesuatu yang diidealkan (Dedy Sugono, 2003:115). Berdasarkan uraian di atas karya sastra dapat berfungsi untuk memperkuat keyakinan agama dan memperbaikai diri dalam menjalankan kehidupan. Karya sastra yang mengandung nilai religius dapat memberikan ketenangan batin bagi pembacanya. Oleh karena itu, hendaknya karya sastra yang baik didalamnya terkandung nilai religius. 2) Nilai Moral Karya sastra senantiasa menawarkan berhubungan memperjangkan
dengan hak
sifat-sifat dan
martabat
nilai moral yang
luhur
kemanusiaan,
manusia
(Burhan,
Nurgiyantoro, 2007: 332). Sifat-sifat luhur kemanusiaan tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 pada hakikatnya bersifat universal. Artinya sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenaranya oleh manusia. Secara etimologi (asal kata) moral berasal dari kata ‘mos’ atau ‘mores’ yang berarti tata cara, adat istiadat, kebiasaan, atau tingkah laku (Sudarsono, 1985:23). Sebuah karya sastra yang menawarkan nilai moral biasanya bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenali nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Nilai-nilai moral merupakan suatu peraturan yang perlu ditegakkan pada suatu masyarakat karena dapat dijadika ramburambu dalam kehidupan sehari-hari. Moral dihasilkan dari perilaku intelektual, emosi atau hasil berfikir setiap individu. Berlakunya nilai moral di masyarakat merupakan aturan yang dibentuk oleh masyarakat agar dapat membedakan yang baik dan buruk. 3) Nilai Sosial Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa ini, boleh dikatakan mengandung unsur nilai social
walau
dengan
intensitas
yang
berbeda
(Burhan
Nurgiyantoro, 2007: 330). Nilai sosial dalam karya sastra adalah penggambaran suatu masyarakat sosial oleh karya sastra dalam sebuah masyarakat. Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat direnungkan dalam commit to karya user sastra dengan ekspresinya. Pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap para pembacanya (Suyitno, 1986:31). Wujud kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacammacam seluas kehidupan sosial itu sendiri. Karya sastra merupakan cerminan kehidupan sosial yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Di dalam karya sastra disajikan manusia sebagai makhluk sosial dengan berbagai problemanya. 4) Nilai Estetika Dedy Sugono (2003:61) keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai sebagai berikut: a) Karya itu mampu menghidupkan atau memperbarui pengetahuan pembaca, menuntutnya melihat berbagai kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal yang dimilki. b) Karya itu mampu membangkitkan aspirasi pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan c) Karya itu memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan masa depan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 B. Penelitian yang Relevan
Dalam bagian ini akan dikemukakan hasil penelitian relevan yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini antara lain: 1. Primasari Wahyuni. 2010. Novel Menebus Impian Karya Abidah El Khalieqy dengan kajian feminisme dan nilai pendidikan. Tesis. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hasil
dari
penelitian
tersebut
memfokuskan
pada
eksistensi
perempuan, pokok-pokok pikiran feminisme liberal, dan keadaan feminis masyarakat serta mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Primasari Wahyuni dalam novel Menebus Impian dengan Mimi Lan Mintuna ialah samasama mengangkat permasalahan perempuan dan menuntut kesetaraan gender. Pendekatan yang digunakan sama-sama menggunakan pendekatan feminisme dan metode kualitatif. Perbedaan dari kedua penelitian tersebut terletak pada perbedaan data dan sumber. Selain itu penelitian novel Menebus Impian lebih menekankan pemikiran feminis liberal sedangkan penelitian novel Mimi Lan Mintuna lebih menekankan feminis sosialis dan nilai-nilai pendidikan. 2. Riries Rengganis dan Rachmat Djoko Pradopo dalam Saman dan Larung: Seksualitas Perempuan dalam Karya Sastra yang dimuat di Humanika Vol.18 No.4 Oktober 2005. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 Hasil dari penelitian tersebut membahas ketidakadilan gender yang dialami tokoh-tokohnya. Penelitian tersebut membahas perlunya kesetraan gender dalam segala bidang kehidupan termasuk masalah seksual. Hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan menjadi salah satu penyebab ketidakadilan gender. Perempuan dijadikan objek pemuas hasrat laki-laki. Mereka kehilangan hak atas tubuhnya sendiri. Persamaan penelitian yang dilakukan Ika Inayati ialah sama-sama mengangkat permasalahan perempuan dan menuntut kesetaraan gender. Pendekatan yang digunakan sama-sama menggunakan pendekatan
feminisme dan metode kualitatif. Perbedaan dari
penelitian tersebut terletak pada perbedaan data dan sumber. Selain itu penelitian novel Saman dan Larung lebih menekankan pemikiran feminis radikal sedangkan penelitian novel Mimi Lan Mintuna lebih menekankan feminis sosialis dan mengkaji nilai-nilai pendidikan. 3. Ika Inayati Feminisme dalam Novel Nayla Karya Djenar Maesa Ayu yang dimuat di Alayasastra Vol. 6 No. 1 Mei 2010. Djenar Maesa Ayu mengangkat realitas sosial yang ada di masyarakat khususnya tentang seksualitas perempuan. Dalam novel Nayla, terdapat pesan dan gagasan feminisme yang berlawanan dengan sistem partiarkat yang selama ini masih dianut oleh masyarakat Indonesia. Untuk mengungkap pesan dan gagasan ini, penelitian menggunakan pendekatan feminisme. Dalam penelitian ini, ditemukan pesan-pesan danto gagasan-gagasan feminisme tentang commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 seksualitas
perempuan,
inferioritas
perempuan,
domestikasi,
kemandirian perempuan, serta pandangan masyarakat terhadap karya sastra dan penulis perempuan. Persamaan penelitian yang dilakukan Ika Inayati ialah sama-sama mengangkat permasalahan perempuan dan menuntut kesetaraan gender. Pendekatan yang digunakan sama-sama menggunakan pendekatan
feminisme dan metode kualitatif. Perbedaan dari
penelitian tersebut terletak pada perbedaan data dan sumber data. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ika Inayati mengangkat permasalahan ketidakadilan gender terutama kekerasan seksual pada perempuan. Penelitian tersebut menggunakan pemikiran feminis radikal sedangkan penelitian novel Mimi Lan Mintuna lebih menekankan feminis sosialis dan mengkaji nilai-nilai pendidikan. 4.
Retty Isnendes and Dingding Haerudin. A Discourse of the Female Body in an Ancient Sundanese Literary Work of Lutung Kasarung: An Eco-Feminist. Tawarikh International Journal for Historical Studies, Vol 3. NO. 1 2011 This research investigates Sundanese narrative poems in ”Lutung Kasarung” (LK) with an eco-feminist theory. This research draws upon an analytical descriptive method of literary research with a data collection method and a feminist text analysis. The data sources were two texts of narrative poems of LK which had been converted into a story by Ahmad Bakricommit (1976) to anduser documents from an oral story which
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 had been rewritten by C.M. Pleyte (1910). This study reveals that: (1)there was an event that underlied the representation of the female body, there was a discourse that explored the female body, and the characters presented were related and formed an event in the social reality of the Kingdom of Pasirbatang; (2) a denialof Carolyn Merchant’s theory, particularly in the context of women and ecology as well as as of women and reproduction. The denial was represented by the character of Purba Rarang; and (3) there was injustice towards female characters, although it was hidden beneath the writer’s worship to women. Penelitian ini menyelidiki cerita Lutung Kasarung yang berasal dari Sunda. Lutung kasarung dikaji dengan pendekatan eco- feminis. Penelitian ini sangat menarik karena menganalisis perjungan hak wanita dalam karya sastra dengan metode analisis deskriptif. Sumber data terdiri dari dua teks syair dan puisi yang telah diubah menjadi cerita oleh Ahmad Bakri (1976) dan dokumen dari sumber lisan. Cerita yang telah ditulis ulang oleh C.M. Pleyte ( 1910). Studi ini mengungkapkan bahwa: ( 1) Terdapat suatu peristiwa yang mendasari penyajian tubuh perempuan. Tubuh perempuan dilihat dari karakter perempuan yang dikonstruksi secara sosial di dalam sistem Kerajaan Pasirbatang;
(2)
Suatu
pengingkaran
tentang
teori
Carolyn
Merchant’S. terutama sekali dalam konteks perempuan-perempuan dan
ekologi.
Seperti perempuan-perempuan commit to user
dan
reproduksi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 Pengingkaran telah diwakili oleh karakter tentang Purba Rarang; Dan ( 3) adanya ketidakadilan terhadap perempuan, walaupun perempuan dipuja Persamaan penelitian yang dilakukan Retty Isnendes and Dingding Haerudin ialah sama-sama mengangkat permasalahan perempuan dan menuntut kesetaraan
gender. Pendekatan yang
digunakan sama-sama menggunakan pendekatan
feminisme dan
metode kualitatif. Perbedaan dari penelitian tersebut terletak pada perbedaan data dan sumber data. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Retty Isnendes and Dingding Haerudin lebih menekankan citra perempuan di masyrakat Sunda. Penelitian tersebut menggunakan pemikiran eco feminis sedangkan penelitian novel Mimi Lan Mintuna menggunakan pemikiran feminis sosialis dan mengkaji nilai-nilai pendidikan. C. Kerangka Berpikir Adanya ketidaksetaraan gender dalam kehidupan menjadi topik yang menarik bagi penulis untuk mengekspresikan idenya kedalam karya sastra. Karya sastra khususnya novel, menjadi media bagi penulis untuk menyampaikan pesan moral yang terkandung di dalamnya. Penelitian ini menganalisis karya sastra yang berupa novel dengan kajian feminisme dan nilai pendidikan. Dasar pemikiran sastra berprespektif feminisme adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan untuk memperoleh commitkesetaraan to user gender. Peran dan kedudukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 perempuan tersebut menjadi sentral pembahasan penelitian sastra, memperhatikan ketimpangan dominasi laki-laki dan perempuan dan mencari nialai-nilai pendidikan dalam novel.
Novel Mimi Lan Mintuna Kajian feminisme dalam karya sastra
Nilai-nilai dalam karya sastra
1. Ide emansipasi dalam novel Mimi Lan Mintuna. 2. Faktor yang mempengaruhi eksistensi perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna.
Nilai-nilai pendidikan dalam novel Mimi Lan
3.Bentuk ketidakadilan gender dalam novel Mimi Lan Mintuna. 4.Nilai pendidikan dalam novel Mimi Lan Mintuna
kesimpulan 1. Mengetahui ide emansipasi dalam novel Mimi Lan Mintuna. 2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi eksistensi perempuan dalamBAB novel Mimi IV Lan Mintuna. 3.Mengetahui bentuk ketidakadilan gender dalam novel Mimi Lan Mintuna.
SIMPULAN
4. Mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam novel Mimi Lan
Gambar 1 skema kerangka berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan studi pustaka dan tidak terikat dengan tempat penelitian. Penelitian ini akan dilakukan selama lima bulan. Kegiatan
Bulan Juni
1
Juli
Agustus
September
Persiapan peneitian yang meliputi: a. Persiapan penelitian awal
b. Persetujuan judul c. Penyusunan proposal 2.
Pengumpulan Data, Meliputi a. Pengumpulan data dengan kartu data b. Analisa data c. Validitas data
4.
Penyusunan laporan penelitian a. penyusunan laporan awal b. perbaikan laporan c. penyusunan laporan akhir
Tabel 1 waktu dan tempat penelitian commit to user
Oktober
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 B. Bentuk dan Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Menurut Moleong (2007: 3) metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini menggunakan deskripsi berupa kata-kata tertulis. Penelitian ini menggunakan pendekatan feminisme untuk mengkaji nilai-nilai feminisme yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado, serta nilai-nilai pendidikan yang terkandung di dalamnya. Kedudukan
peneliti
dalam
penelitian
kualitatif
merupakan
perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pelapor hasil penelitiannya. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pembaca aktif, terus menerus membaca, mengamati, dan mengidentifikasi satuan-satuan tutur yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian menasirkan dan melaporkan hasilnya.
C. Data dan Sumber Data Sumber data berupa dokumen dari novel Mimi Lan Mintuna. Data dalam penelitian ini berupa hasil catatan telaah dokumen novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado. Catatan lapangan (fieldnote) yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian deskripsi dan bagian refleksi. Bagian deskripsi merupakan usaha commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 untuk merumuskan objek yang sedang diteliti, sedangkan bagian refleksi merupakan renungan pada saat penelaahan. Catatan yang dibuat antara lain; struktur pembangun karya sastra Mimi Lan Mintuna.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik noninteraktif. Dalam teknik noninteraktif, sumber data berupa benda atau manusia yang tidak mengetahui bila sedang diamati atau dikaji. Teknik pengumpulan data noninteraktif dengan melakukan pembacaan secara intensif dari novel dan melakukan pencatatan secara aktif dengan metode content analysis. Adapun aspek penting dari content analysis adalah bagaimana hasil analisis dapat diimplikasikan kepada siapa saja (Herman J.Waluyo, 2006:65) Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik content analysis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Menemukan data
Klasifikasi data
Prediksi/ analisis data
Gambar 2: Teknik Content Analysis Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik content analysis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Membaca berulang-ulang secara keseluruhan novel Mimi Lan Mintuna. 2. Mengumpulkan dan mempelajari beberapa teori yang relevan dengan tema penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 3. Mencatat dan menganalisis semua data yang berupa kutipan penting yang sesuai dengan permasalahan. E. Validitas Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu, peneliti memilih dan menentukan cara-cara tepat untuk mengembangkan validitas data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menururt Moloeng (2007: 33) teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Denzin dalam Moleong (2007: 330) membedakan 4 jenis teknik pemeriksaan keabsahan data, yakni trianggulasi sumber, trianggulasi data, trianggulasi metode, dan trianggulasi teori. 1. Triangulasi data (data triangulation) peneliti menggunakan beberapa data untuk mengumpulkan data yang sama. 2. Triangulasi
peneliti
(investor
triangulation)
yaitu
pengecekan
keabsahan data dengan memanfaatkan peneliti lain. 3. Triangulasi metode (methodological triangulation) yaitu pengecekan beberapa sumber data dengan metode sama. 4. Triangulasi teori (theoretical triangulation) yaitu mengecek data dengan menggunakan beberapa prespektif teori yang berbeda. Dari
keempat
teknik
triangguasi,
peneliti
menggunakan
trianggulasi data untuk mengumpulkan data yang sama. Artinya data yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Menurut Burhan Bungin (2005: 191) teknik trianggulasi data lebih mengutamakan efektifitas proses dan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, triangulasi dapat dilakukan dengan menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan baik.
F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data terdiri dari tiga unsur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama, yaitu reduksi data; proses menyeleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan; penyajian data: suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dillakukan; dan penarikan kesimpulan atau verifikasi: adalah penarikan kesimpulan dilaksanakan berdasarkan semua hal yang terdapat alam reduksi data dan penyajian data. Teknik analisis menggunakan model analisis interaktif dan berupa kegiatan yang bergerak terus pada ketiga alur kegiatan proses penelitian. Pada saat pengumpulan data, peneliti membuat reduksi data. Reduksi data berupa catatan yang diperoleh meliputi bagian deskripsi yaitu data yang telah digali dan dicatat. Setelah itu peneliti menyusun rumusan penelitian singkat, berupa pokok-pokok temuan penting dalam arti inti pemahaman segala peristiwa yang dikaji. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 Penyusunan data dilakukan setelah reduksi data yaitu berupa penyajian data dengan kriteria sistematis dan logis menggunakan suntingan penelitian supaya makna peristiwa yang ada dapat dipahami. Setelah penyajian data, dilakukan penarikan simpulan. Apabila simpulan yang diambil kurang sesuai, maka peneliti bisa mengnalisis ulang menggunakan teknik yang sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Bentuk Ketidakadilan gender Gender
merupakan
hasil
konstruksi
sosial
sehingga
dalam
penerapannya kerap menimbulkan ketidakadilan. Ketidakadilan gender kerap menimpa kaum perempuan. Bentuk ketidakadilan gender berupa marginalisasi, stereotipe, subordinasi dan kekerasan. a.
Marginalisasi Marginalisasi merupakan proses pemiskinan yang terjadi
di
masyarakat yang disebabakan oleh berbagai peristiwa, misalnya peristiwa
alam,
eksploitasi
dan
perbedaan
gender.
Bentuk
marginalisasi berupa eksploitasi dan perbedaan gender kerap menimpa kaum perempuan. Berikut ini merupakan bentuk marginalisasi yang terdapat dalam novel Mimi Lan Mintuna. a. Eksploitasi Maraknya trafficking yang menimpa masyarakat di berbagai negara merupakan salah satu bentuk marginalisasi. Sebagaian besar korban trafficking adalah perempuan. oleh budaya patriarkhi yang
Hal tersebut dipengaruhi
menanamkan kesadaran tentang
fungsi-fungsi sosial perempuan yang serba menguntungkan lakilaki. Oleh sebab itu, perempuan kerap menjadi sasaran eksploitasi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 Semua film yang diproduksinya adalah yang lazim disebut ‘film biru’. Pelakon-pelakonnya adalah permpuan-perempuan muda yang terkena tipu di Indonesia untuk menjadi selebriti. Setelah disuruh main dalam film porno, mereka dijual sebagai pelacur dari Bangkok ke Hongkong dan Tokyo. Dalam istilah LSM sekarang ini, mereka adalah korban ‘human trafficking’ (Sylado,2007: 17). Kutipan di atas menerangkan marginalisasi yang terjadi pada kaum perempuan yang berupa eksploitasi. Perempuan sering kali menjadi korban human trafficking. Human trafficking merupakan perekrutaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan yang
berupa
pemaksaan,
penculikan,
penipuan
serta
penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitasi. Perempuan tidak saja dieksploitasi untuk mencari nafkah tetapi juga untuk melayani dan penyaluran hasrat lelaki. Mereka dipekerjakan secara paksa tanpa upah sepeser pun. Pada mulanya perempuan tidak menyadari bahwa dirinya menjadi korban trafficking. Awalnya para perempuan dibujuk untuk menjadi selebriti, namun pada kenyataanya mereka justru dieksploitasi. Foto-foto posenya harus yang benar-benar sensual untuk iklan kita di majalah Forny edisi yang akan datang. Ini tugas Phornsuk. Bagaimana dengan melihat foto-foto itu saja peminatnya langsung ereksi dan telefon kita akan terus berbunyi sepanjang hari (Sylado, 2007: 83). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Pada kutipan novel di atas juga menjelaskan adanya eksploitasi yang menimpa kaum perempuan. Perempuan korban trafficking dipaksa menjadi model panas di berbagai majalah pria.Tubuh perempuan menjadi objek eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan seks para lelaki. Foto-foto sensual mereka dikomersilkan untuk meraih keuntungan semata. Hal tersebut sangat melanggar hak asasi manusia. Perempuan tidak hanya mengalami pemiskinan dan pembodohan tetapi juga mengalami pembunuhan karakter. Perempuan dipandang remeh dan hanya dijadikan pemuas hasrat lelaki. Kejujuran kalian soal perawan akan penting bagi kami untuk menjamin nilai kepercayaan terhadap orang kami (Sylado, 2007: 80). Pada kutipan novel di atas menjelaskan betapa pentingnya keperawanan dalam perdagangan perempuan.
Perempuan yang
masih perawan memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang tidak perawan. Sebagian besar lelaki lebih berhasrat pada perempuan yang masih perawan. Oleh sebab itu, perempuan yang masih perawan dijual dengan harga tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa perempuan mengalami pemiskinan secara keji. Mereka yang sudah dibeli oleh penyalur di Tokyo dan Hongkong dikelola tapi dengan standar rata-rata commit totersendiri, user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 sama dengan yang di Bangkok. Tarif untuk sekali “tuk” yang ditentukan berkisar antara US$ 2000 sampai US$2500. Untuk itu mereka memperoleh antara 30 sampai 40%-nya (Sylado, 2007: 103). Pada kutipan novel di atas semakin membuktikan bahwa marginalisasi
sangat
merugikan
perempuan.
Trafficking
merupakan perbudakan paling keji. Para perempuan dipekerjakan secara paksa dan hanya diberi upah minim bahkan ada yang tidak menerima upah seperser pun. Hal tersebut membuktikan perempuan tidak hanya mengalami pemiskinan ekonomi, harkat dan martabat mereka pun ditindas. Bentuk eksploitasi pada novel Mimi Lan Mintuna sangatlah kompleks. Pada kutipan di bawah ini, menerangkan berbagai eksploitasi yang menimpa korban trafficking. Babak pemotretan selesai, ganti dengan babak syuting: melakukan adegan yang dikatakan Sean PV sebagai perbuatan seni yang meniru perbuatan alami. Semua yang akan melakukannya terlebih dulu dirias sehabisnya untuk tampil jelita, sensual, merangsang (Sylado, 2007: 9). Perempuan yang mengalami trafficking di eksploitasi dalam berbagai hal. Mereka dijadikan model panas bahkan membintangi film porno. Mereka dipaksa untuk tampil cantik, sensual dan merangsang. Hal tersebut tentu saja sangat tidak manusiawi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 Perempuan dijadikan sebagai alat pemuas nafsu. Mereka tidak memiliki hak untuk menentukan hidupnya. b. Subordinasi Subordinasi merupakan penempatan kaum perempuan pada posisi tidak penting. Adanya asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa perempuan irrasional, emosional dan lemah menyebabkan perempuan kehilangan eksistensinya. Pasalnya perempuan tidak dipercaya menempati posisi penting apalagi dalam ranah publik. Perempuan hanya ditempatkan pada sektor domestik. Adanya subordinasi sangat merugikan kaum perempuan. Perempuan tidak memiliki wadah untuk menggali potensi. Bentuk subordinasi pada novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Perempuan adalah semata-mata konco wingking yang tempatnya melulu di dapur mengiris-iris brambang, nyulak-nyulaki kursi, nyapu-nyapu teras, ngosek-ngosek kakus, ngelus-ngelus burung (Sylado, 2007: 9). Pada kutipan di atas menerangkan adanya subordinasi, perempuan hanya di tempatkan pada ranah domestik. Pekerjaan perempuan hanya sebatas mengurus sumur kasur dan dapur. Sementara dalam menentukan kebijakan hanya kaum laki-laki yang mempunyai andil. Adanya
subordinasi
membatasi
ruang
gerak
perempuan.
Perempuan tidak mempunyai ruang commit to useruntuk menunjukkan eksistensinya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 Apabila perempuan ditempatkan pada ranah domestik, maka perempuan hanya dijadikan sebagai konco wingking. Hal tersebutlah yang menyebabkan perempuan dipandang sebelah mata. Budaya patriarkhi yang berkembang di Indonesia merupakan salah satu pemicu timbulnya subordinasi. Patriarkhi merupakan dasar ideologi ketidak setaraan gender. Laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Subordinasi dalam novel Mimi Lan Mintuna yang lebih tidak manusiawi dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Mulai hari ini gadis-gadis dari Manado-termasuk Indayanti dan Kalyana-sudah merasakan diperlakukan sebagai sekedar barang, sekedar stock, yang di jual dan dibeli. Tapi mereka pun dibuat yakin bahwa kerja akting memang menjual jasa bakat, dan seperti dikatakan Sean PV, adalah pekerjaan yang serius sekaligus santai (Sylado, 2007: 96). Pada kutipan novel di atas menjelaskan subordinasi yang menimpa perempuan korban trafficking. Tubuh mereka dieksploitasi untuk
menghasilkan
keuntungan.
Hal
tersebut
membuktikan
perempuan ditempatkan pada posisi yang rendah. Perempuan dengan segala keindahannya dijadikan pemuas hasrat lelaki. Mereka ditindas dan diperlakukan layaknya barang dagangan. Mereka dijual kepada laki-laki hidung belang dengan harga yang beragam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 c.
Stereotipe Stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan negatif terhadap seseorang atau sekelompok tertentu yang dapat menimbulkan ketidakadilan. Stereotipe dapat merubah status sosial, kondisi ekonomi dan budaya, dan eksploitasi fisik seseorang. Adanya stereotipe tersebut bersumber dari pandangan dan pemahaman gender dan jenis kelamin yang salah kaprah. Kita semua tahu, tidak ada perempuan jelek selama perempuanperempuan itu bisa bikin lelaki ereksi (Sylado, 2007: 82.) Pada kutipan di atas menjelaskan adanya stereotipe pada kaum perempuan. Perempuan ideal bagi mereka adalah perempuan yang dapat membuat laki-laki ereksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan hanya dipandang sebagai objek pemuas hasrat laki-laki. Adanya stereotipe sangat merendahkan harkat dan martabat kaum perempuan. Perempuan hanya dipandang sebelah mata. Harga diri seorang perempuan hanya diukur sebatas alat reproduksi. Adanya anggapan yang salah tentang penilaian diri perempuan, akan berdampak pada pola pikir masyarakat yang kian mengeksploitasi tubuh perempuan. Di seluruh dunia orang tahu, bahwa bintang-bintang film, selebriti sinema, para artis hidupnya berkaitan dengan vaginanya. Sebut saja biangnya Maria Schneider: last Tango in Paris, Sharon Stone: Basic Instinct, Angelina Jolie: Orginal Sin, Helle Berry: Monster’s Ball, dan seterusnya. Persisnya tidak ada beda antara keartisan dan commit to user kesundalan (Sylado, 2007: 24).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 Pada kutipan novel di atas menjelaskan stereotipe yang menimpa selebriti perempuan. Mereka kerap disamakan dengan pekerja seksual. Mereka tidak hanya berakting tetapi juga menjual vaginanya. Perbedaannya hanya terletak pada cara menjual tubuhnya. Para selebriti
menjual
tubuhnya
dengan
cara
terhormat
mereka
membintangi film kenamaan dengan beradegan intim dengan aktornya. Stereotipe yang menimpa pekerja seni identik dengan kaum perempuan, padahal laki-laki pun banyak yang membintangi film porno. Hal tersebut membuktikan bahwa hanya perempuan yang dipandang negatif. Stereotipe yang menimpa selebriti perempuan sangatlah tidak adil. Adanya pelabelan negatif didasari perbedaan jenis kelamin. Asumsi yang berkembang di masyarakat bahwa hanya tubuh perempuan yang dapat dieksploitasi menjadikan laki-laki luput dari pelabelan negatif. Bolehlah dikatakan, perusahaan-perusahaan kosmetik menjadi maju sebab barang-barangnya gincu, minyak wangi, bedak-pupur, cat kuku, bulu mata palsu dan seterusnya dipakai tiap hari oleh perempuan dalam rangka membentuk kecantikannya supaya dikagumi dan dipuji (Sylado, 2007: 14). Pada kutipan di atas menjelaskan adanya stereotipe terhadap kaum perempuan. Perempuan lebih banyak dilihat dari tubuh, sehingga segi intelektual perempuan dipandang sebelah mata. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 Kaum laki-laki beranggapan bahwa semua perempuan akan mempercantik diri untuk menarik perhatian mereka.
Hal tersebut
dimanfaatkan oleh industri kecantiakan untuk meraih untung sebanyak-banyaknya. Adanya anggapan tersebut membuat perempuan menjadi objek eksploitasi. Kutipan di bawah ini juga menjelaskan stereotipe pada perempuan korban trafficking. Harkat dan martabat mereka diinjak-injak dan dipandang sebelah mata. Mereka diperlakukan seperti robot, tenaga mereka
diperas
untuk
memuaskan
nafsu
laki-laki.
Mereka
diperlakukan semena-mena apabila tidak memberikan manfaat nyawa mereka menjadi taruhannya. Dalam hati Indayati muncul kata-kata berikut: “dasar laki-laki! Mereka menyukai tubuh yang mulus, mengabaikan hati yang tulus. Mereka cuma memandang perempuan dari sudut manfaat, bukan martabat. Mereka,
melulu berpikir tentang nikmat perempuan,
ketimbang hikmat perempuan. Mereka bukan memberdayakan tapi memperdayakan (Sylado, 2007: 104). Stereotipe pada kutipan di atas nampak pada pengalaman hidup Indayati.
selama
mengharapkan
ini
laki-laki
yang
datang
padanya
hanya
tubuh
Indayati
yang
mulus.
Mereka
hanya
memanfaatkan perempuan untuk melampiaskan nafsu. Laki-laki selalu mempunyai cara untuk menikmati perempuan. Mereka tidak memandang ketulusan hati dan budi pekerti yang terpenting adalah kepuasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 2. Kekerasan Kekerasan adalah bentuk ketidakadilan gender yang disebabkan serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber. Kekerasan
yang menimpa satu jenis kelamin tertentu terjadi
akibat anggapan gender yang salah. Bentuk kekerasan ini bisa disebut sebagai wujud nyata adanya penindasan kaum pria terhadap kaum perempuan. Jenis-jenis kekerasan diantaranya: kekerasan domestik, kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan emosional. 1)
Kekerasan domestik Kekerasan domestik merupakan tindak kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dan pelaku kekerasan memiliki hubungan kekerabatan dengan korbannya. Kekerasan domestik yang menimpa perempuan sebagian besar dilakukan oleh suami. Kekerasan domestik dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Kalau dia mabuk, dia selalu menyiksa aku. Lihat saja mulutku ini. Ini tamparan dia yang terakhir sebelum aku tinggalkan dia. Di banyak bagian tubuhku, ada lagi luka sundutan rokok. Lihat! Suamiku itu memang gila” (Sylado, 2007: 138). Kutipan di atas menerangkan adanya kekerasan domestik yang dialami Indayati. Indayati menjadi korban kekerasan dalam rumah commit user kasar kepadanya. Tidak hanya tangga. Suami Indayati keraptoberlaku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 menampar dan memukul, sekujur tubuh Indayati pun penuh dengan sundutan rokok. Kekerasan domestik yang kerap menimpa perempuan terkadang diabaikan. Pasalnya pelaku merupakan orang terdekat korban. Tidak banyak korban kekerasan domestik yang melaporkan masalah tersebut kepada pihak berwenang. Hal tersebut menyebabkan pelaku kekerasan luput dari jeratan hukum. Tak hirau akan kata-kata itu dengan tangan kanan yang lebih kuat lelaki ini memukul lagi. istrinya terhuyung. Membentur dinding, jengkang semaput (Sylado, 2007: 1). Kutipan di atas menggambarkan adanya kekerasan domestik yang dialami oleh tokoh Indayati. Indayati kerap mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh suaminya. Semenjak Petruk di PHK Indayati menjadi sasaran kemarahannya. Hal tersebut menunjukan
bahwa
perempuan
kerap
menjadi
pelampiasan
permasalahan yang dialami laki-laki. Kekerasan domestik yang kerap menimpa perempuan didasari adanya anggapan bahwa perempuan merupakan makhluk yang lemah. Oleh karena itu, seringkali perempuan kerap menerima perlakuan kasar dari orang-orang terdekatnya.
2)
Kekerasan fisik Kekerasan
fisik
merupakan
tindak
kekerasan
yang
commit to userpada korbannya. Kekerasan fisik mengakibatkan penderitaan fisik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 terjadi akibat adanya pemukulan baik menggunakan alat atau anggota tubuh untuk melukai korbannya. Kekerasan fisik dalam novel Mimi Lan Mintuna berupa penyekapan, penganiayaan, serta pembunuhan. 1. Penyekapan Penyekapan termasuk tindak kekerasan fisik karena selama dalam masa penyekapan korban diperlakukan semena-mena sehingga mempengaruhi keadaan fisik seseorang. Korban penyekapan pada umumnya tidak diberikan makanan yang layak bahkan kerap disiksa. Kekerasan fisik dalam novel Mimi Lan Mintuna yang Jarum suntik yang dipegang bunda secepatnya masuk ke daging Indayati sambil mencabut jarum suntik itu bunda mendorong, menghempaskan Indayati ke dalam kamar, dan perempuan ini pun terlengkup di atas ranjang (Sylado, 2007: 67). berupa penyekapan dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini.
Pada kutipan novel di atas Indayati menjadi korban penyekapan. Sebelum disekap di dalam kamar, Indayati terlebih dahulu dibius menggunakan jarum suntik. Tindakan penyekapan yang dialami Indayati termasuk jenis kekerasan fisik. Selama disekap Indayati diperlakukan semena-mena, ia kerap tidak diberi makan. Hal tersebut berdampak buruk terhadap fisik Indayati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 Pada novel Mimi Lan Mintuna selain Indayati terdapat beberapa tokoh yang mengalami penyekapan, salah satunya menimpa pada Kokom.
Di lantai tiga Indayati masih harus menjadi pesakitan di hadapan Sean PV yang menuding-nudingnya di belakang mejanya seraya berkata, “Pelanggaran yang kamu lakukan sudah termasuk sangat berat, mengerti? Makannya kamu hanya diberi makan satu piring nasi per hari. Kalau pelanggaranmu lebih berat, kamu akan diperlakukan seperti terhadap Kokom. Kamu tahu? Di dalam situ, kamu memang tidak bisa melihat, kakinya di rantai. Dan makannya cuma setengah piring bubur per harinya (Sylado, 2007: 181). Kokom merupakan salah satu korban trafficking, ia disekap karena berusaha melarikan diri. Ia sudah mengalami masa penyekapan 180 hari, kakinya dirantai dan hanya diberi setengah bubur per hari. Penyekapan juga pernah dialami oleh Kalyana. Kalyana dan Indayati pernah disekap karena mereka berusaha melarikan diri. Mereka tidak pernah mengira akan disekap dan dijual ke Bangkok. Penyekapan yang dialami mereka merupakan tindak kekerasan. Mereka diculik dan diperdagangkan sebagai pekerja seks komersial.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 Perempuan-perempuan muda dari Manado, ini termasuk astagfirullah Indayati dan Kalyana, akhirnya berangkat ke Bangkok dengan disekap di Jakarta selama tiga hari menunggu permainan pat-gulipat dalam mengurus suratsurat izin ke sana (Sylado, 2007: 58). 2. Penganiaayan Penganiayaan
merupakan salah satu bentuk kekerasan
fisik. Penganiayaan biasanya dilakukan dengan alat atau anggota tubuh
untuk
melukai
korbannya.
Penganiayaan
dapat
mengakibatkan seperti luka memar, kerusakan fungsi tubuh, bahkan kehilangan nyawa. Kekerasan fisik berupa penganiayaan dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Dull
Dower
menangkapnya,
menjambak
rambutnya,
menyeret keranjang. Di situ Indayati meronta-ronta lagi, menjerit-jerit,
menyerapah.
Dull
Dower
memuntir
tangannya ke belakang hingga lemas. Dan bersama itu Bunda menyuntik, membiusnya lalu mendorongnya jatuh ke atas ranjang (Sylado, 2007: 98). Pada kutipan di atas menjelaskan adanya tindak kekerasan fisik berupa penganiayaan terhadap Indayati. Tokoh Indayati diperlakukan semena-mena. Indayati kerap menerima perlakuan kasar di tampar, di jambak, di seret, bahkan di bius. Tindak kekerasan fisik yang dilakukan Dull Dower kepada Indayati termasuk tindak kriminal. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 Kekerasan fisik kerap menimpa perempuan terutama pada korban trafficking. Mereka tidak hanya dieksploitasi, mereka pun kerap menjadi sasaran pelampiasan emosi. Kekerasan fisik yang terjadi pada korban trafficking tidak hanya meninggalkan luka fisik tetapi juga trauma yang mendalam. Sean PV bertolak pinggang, memandang dengan sangat merendahkan terhadap gadis yang baru diseret ini. Katanya, “ Jangan membuat saya mengulang-ngulang bicara. Kerja kita serius. Jangan merasa ada beban, supaya kerja yang serius itu menjadi santai (Sylado, 2007: 97). 3. Pembunuhan Pembunuhan merupakan kekerasan fisik yang paling keji. membunuh berarti melakukan perampasan hak hidup manusia. Bentuk kekerasan fisik yang berupa pembunuhan dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Baik kata Sean PV, menarik laci mejanya, mengambil pistol, dan langsung menembak kepala Klyana. “dia sudah saya singkirkan sesuai janji. Dan kamu mendapat ganti satu, plus dua kali ongkos pulang-pergi Bangkok- Tokyo” (Sylado,2007: 110). Pada kutipan di atas menjelaskan adanya tindak kekerasan fisik yang berupa pembunuhan. Kalyana di bunuh lantaran Sean PV kecewa karena ia sudah tidak perawan lagi. Keperawanan commit to user menjadi faktor terpenting bagi pekerja seks. Perempuan korban
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 tarafficking apabila tidak dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan maka nyawa taruhannya. 3)
Kekerasan Seksual Kekerasan pada manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, salah satunya kekerasan seksual yang dipicu oleh relasi gender yang timpang dan diwarnai oleh ketidakadilan dalam hubungan antar jenis kelamin. Tindakan tersebut dapat berupa pemerkosaan maupun pelecehan seksual. Berdasarkan uraian di atas kekerasan seksual merupakan tindak kekerasan yang dilakukan dengan mengancam dan memaksa korbannya untuk melakukan hubungan seksual. Kekerasan seksual dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Sebelum berangkat ke hotel, perawan yang di pesan ini diberi lagi
suntikan
untuk
membuatnya
seperti
mengambang,
melayang, gliyang-gliyeng. Di dalam keadaan seperti itulah keperawanannya ditorpedo (Sylado, 2007: 104). Pada kutipan di atas dapat dilihat bentuk kekerasan seksual yang menimpa para perempuan. Para perempuan yang menjadi korban trafficking apabila enggan melayani pelanggan maka mereka akan diberi suntikan hingga tak sadarkan diri. Pada saat mereka kehilangan kesadaran, disaat itulah keperawanan mereka direnggut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 Hal tersebut menandakan adanya pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual. Kekerasan
seksual
merupakan
bentuk
penindasan
yang
didasarkan atas perbedaan jenis kelamin. Kekerasan seksual pada umumnya menimpa kaum perempuan. Tubuh perempuan menjadi objek pemuas hasrat lelaki. Oleh karena itu, perempuan kerap mengalami kekerasan seksual. Dikatakan bahwa lelaki-lelaki tua yang melakukannya rata-rata tidak punya kepekaan hitungan waktu. Mereka melakukannya dengan grusa-grusu, ganas, dan dengan itu mereka mengira bahwa mutu kejantananya mencapai tingkat sempurna jika perawan yang ditorpedonya itu merintih keperihan (Sylado, 2007: 105). Pada kutipan novel di atas kekerasan seksual berupa pemerkosaan.
Pemerkosaan
yaitu melakukan
paksaan
untuk
mendapatkan pelayanan seksual tanpa kerelaan yang bersangkutan. Hal tersebut bisa terjadi karena adanya unsur paksaan, ketakutan dan malu. Pemerkosaan yang menimpa perempuan korban trafficking terjadi
karena
adanya
ancaman.
Mereka
tidak
mempunyai
keberanian untuk melawan, karena nyawa menjadi taruhannya. 4)
Kekerasan emosional Kekerasan emosional melibatkan secara langsung kondisi psikologis. Kekerasan emosional commit to user dapat menimbulkan depresi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 sehingga
meninggalkan
trauma
bagi
korbannya.
Kekerasan
emosional dapat terjadi dalam ranah publik maupaun domestik. Kekerasan emosional dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Dia peluk anaknya itu. Menangis pula. Tanpa air mata. Luka dihati kiranya lebih perih pedih ketimbang luka di badan. Juga cadangan air matanya pun sudah kering, asa, gerangan tiada lagi harapan yang bisa membungkam batinnya (Sylado, 2007: 1). Kekerasan emosional yang menimpa Indayati diakibatkan perlakuan kasar suaminya. Petruk tidak memberikan nafkah lahir dan batin kepada Indayati dan anaknya. Pertengkaran dalam keluarga kerap terjadi dalam rumah tangga mereka. Kekerasan emosional pun kerap dialami Indayati. Kondisi
yang
dialami
Indayati
mempengaruhi
keadaan
psikologisnya. “Luka dihati kiranya lebih perih pedih ketimbang luka di badan.” Dari kutipan tersebut menggambarkan kekerasan emosional mempunyai dampak negatif yang cukup besar. Kekerasan emosional lebih menyakitkan ketimbang kekerasan fisik. Akibat kekerasan
emosional
yang
dialaminya,
Indayati
keputusasaan. Hal tersebut membuktikan bahwa emosional menghambat eksistensi perempuan.
commit to user
mengalami kekerasan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 Kekerasan emosional kembali dialami Indayati selama menjadi korban tarfficking. Kekerasan emosional tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Sebenarnya ada penyerahan diri tapi tidak ikhlas, ada kepasrahan ragawi, tapi itu terpaksa; ada keadaan nrimo, tapi itu dilatari rasa takut. Semuanya ada, karena itu berkaitan dengan cerita kematian Kalyana yang begitu megerikan (Sylado, 2007: 148). Selama menjadi korban trafficking Indayati kerap mengalami kekerasan emosional. Semenjak ia mendengar berita kematian kalyana, ancaman pembunuhan kerap menghantui pikirannya. Indayati mengalami krisis percaya diri, tak ada lagi semangat yang tumbuh dalam dirinya. Kematian Kalyana yang begitu mengerikan mempengaruhi kondisi psikologis Indayati. Ia hidup diliputi kecemasan akan kematian yang sewaktu-waktu dapat menimpa dirinya. Kekerasan emosional menjadi beban mental bagi Indayati. Kekerasan emosional yang dialami Indayati juga nampak pada kutipan di bawah ini. Indayati kerap di caci dan direndahkan martabatnya. Hal tersebutlah yang mempengaruhi kondisi psikologis Indayati. Keadaan itu lebih kentara tergambar di wajah Indayati. Apabila to user dia tersenyum, commit dia melakukannya dengan tidak intuitif, tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89 alamiah. Beban yang menggondel di sukmanya terasa berat sekali. Itu sebabnya sepanjang penerbangan dari negeri orang ke negeri sendiri, dia lebih banyak diam, termangu, menerawang melihat yang tak terlihat (Sylado, 2007: 283). Raut wajah Indayati tidak dapat berbohong meskipun ia tersenyum. Beban hidup dan rasa ketakutan nampak jelas dalam wajahnya. Ia seperti bunga yang layu sebelum berkembang tak ada harapan. Ia lebih banyak malamun seperti mati dalam kehidupan. Kekerasan emosional juga menimpa Kalyana keponakan Indayati. Pada kutipan di bawah ini, menjelaskan kekerasan emosional yang menimpa Kalyana. Kalyana berkeras tak mau berpisah. Takutnya tak terkatakan. Takutnya itu baru terkatakan, bahwa itu berhubungan dengan ketidakberanian bicara dan keenganan membuka diri setelah Kalyana di beli oleh Sito, seorang lelaki gendut asal Kyoto, jelek habis, mulutnya kayak kuda nil, tapi kayanya tidak terperi (Sylado, 2007: 105). Kalyana mengalami kekerasan emosional pasca dia di beli oleh Sito, laki-laki jelek kaya raya. “Kalyana berkeras tak mau berpisah. Takutnya tak terkatakan” Kalyana mengalami depresi hingga ia sulit membuka diri. Ia mengalami ketakutan yang luar biasa dan tidak ingin berpisah dengan Indayati. Kekerasan emosional pada kutipan di atas menggambarkan user pengaruh psikologiscommit yangto dialami Kalyana. Rasa takut dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90 kecemasan
yang
mencekam
menjadikannya
tidak
memiliki
keberanian untuk menjalani hidup. 2. Faktor yang mempengaruhi eksistensi Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa terlepas dari lingkungan masyarakat. Kehidupan manusia memerlukan adanya sebuah eksistensi, tak terkecuali perempuan. Eksistensi perempuan merupakan keberadaan perempuan dalam merealisasikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat. Perjuangan untuk mewujudkan eksistensi perempuan tidaklah mudah. Perlu adanya perjuangan untuk mewujudkannya. Hal tersebut dikarenakan adanya hambatan yang timbul akibat ketidaksetaraan gender. Eksistensi perempuan tidak dihargai
karena perempuan dianggap tidak memiliki
kualitas tertentu seperti yang dimiliki laki-laki. Perempuan disetereotipkan sebagai makhluk yang lemah, bodoh dan miskin. Ada beberapa hal yang mempengaruhi eksistensi perempuan diantaranya: keluarga, pendidikan, dan budaya. a. Budaya Manusia tidak bisa hidup tanpa masyarakat sekitarnya. Sebagai makhluk sosial manusia tentu akan patuh terhadap norma, adat dan budaya yang ada di sekitarnya demi mewujudkan ketentraman hidupnya. Norma, adat dan budaya yang terdapat di masyarakat tidak selamanya menjadi pijakan menguntungkan. Budaya dapat merugikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 dan menguntungkan kelompok tertentu, Misalnya budaya patriarkhi yang masih berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Budaya Patriarkhi dapat merugikan kaum perempuan apabila tidak melihat konteks kehidupan pada waktu sekarang. Budaya
memberikan
pengaruh
negatif
terhadap
kemajuan
eksistensi perempuan dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. “Salahnya juga lingkungan masyarakat tradisional di Indonesia yang membentuk pikiran suami untuk melarang istrinya bekerja. Inilah akibat-akibatnya (Sylado, 2007: 233). Budaya patriarkhi dalam kutipan novel di atas memberikan dampak negatif terhadap eksistensi perempuan. Petruk suami Indayati masih mempertahankan nilai-nilai budaya patriarkhi yang sudah tidak dapat diterapkan pada zaman sekarang. Selama menjadi istri Petruk, Indayati
tidak
diperbolehkan
untuk
bekerja.
Indayati
hanya
diperkenankan untuk berada diranah domestik. Kehidupan Indayati hanya sebatas sumur, kasur dan dapur. Hal tersebut sangatlah bertentangan dengan prinsip hidup Indayati. Indayati yang pernah mengenyam pendidikan Sekolah Asisten Apoteker
ingin
memanfaatkan
ilmu
yang
diperolehnnya.
Pendidikan yang diperolehnya merupakan sarana untuk mewujudkan eksistensinya di masyarakat. Pengaruh budaya patriarkhi yang menempatkan perempuan pada commit to user ranah domestik menghambat eksistensi perempuan. Pasalnya ruang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 gerak
perempuan
dibatasi
dan
tidak
memiliki
wadah
untuk
mengembangkan potensinya. Budaya patriarkhi sudah sepatutnya tidak membelenggu kebebasan perempuan. Perempuan yang berkiprah dalam ranah publik tidak selamanya merusak keharmonisan rumah tangga.
b. Keluarga Dulu, sebelum kawin dengan petruk, dia bekerja di apotek besar di Ungaran. Dia keluar dari situ, sebab setelah nikah dengan petruk, suaminya ini melarangnya bekerja (Sylado. 2007: 9). Pada kutipan di atas menerangkan adanya kekecewaan Indayati terhadap budaya patriarkhi. Budaya patriarkhi yang berkembang di Indonesia memberikan pengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat. Laki-laki menganggap budaya patriarkhi sebagai aturan yang harus ditaati. Aturan tersebut bersifat mengikat, meskipun tidak terdapat sanksi moral bagi yang melanggar. Budaya patriarkhi merupakan sistem norma yang mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia. Adanya budaya patriarkhi yang diturunkan secara turun temurun menjadikannya sebagai landasan untuk melegalkan dominasi laki-laki baik dalam ranah domestik maupun publik. Akibatnya keluarga justru menjadi penghambat eksistensi perempuan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 Dalam kutipan novel di atas suami Indayati termasuk laki-laki yang memegang teguh budaya patriarkhi. Petruk yang dibesarkan dalam keluarga Jawa memiliki pandangan bahwa kodrat perempuan hanya menjadi ibu rumah tangga. Oleh sebab itu, Indayati tidak diizinkan untuk bekerja.
c. Pendidikan Terpikir olehnya, siapa nyana ilmu yang dulu diperolehnya dari SAA, Sekolah Asisten Apoteker di Semarang, bisa memberinya pekerjaan sesuai bakatnya (Sylado, 2007: 9). Pendidikan merupakan faktor yang sangat mendukung eksistensi. Perempuan
yang
berpendidikan
akan
berusaha
menunjukkan
eksistensinya pada ranah publik. Pendidikan yang ditempuh perempuan merupakan salah satu cara untuk melegalkan bahwa perempauan memiliki kepandaian yang sama dengan laki-laki. Mereka pun dapat menjadi patner yang baik dalam bekerja. Hendaknya seluruh kaum perempuan menyadari betapa pentingnya pendidikan
dalam
membangun
kesetaraan
gender.
Pendidikan
merupakan salah satu cara bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94 3. Emansipasi Emansipasi
merupakan
gagasan
kaum
perempuan
untuk
melepaskan diri dari sebuah kekangan yang dapat menghambat kemajuan baik dalam ranah publik maupun domestik. Wujud emansipasi merupakan bentuk perjuangan gerakan feminisme dalam mewujudkan
kesetaraan
diungkapkan
oleh
gender.
tokoh-tokoh
Pada
umumnya,
profeminis,
yaitu
emansipasi tokoh
yang
memperjuangkan emansipasi perempuan. Perjuangan emansipasi dituangkan oleh penulis dalam karya sastra melalui karakter tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Karakter tokoh tersebut menggambarkan perjuangan emansipasi. Emansipasi yang diungkapkan tokoh perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna berupa ketegaran, kebebasan, kesabaran, kemandirian dan perjuangan. b.
Ketegaran Ketegaran perempuan dalam mengahadapi permasalahan hidup merupakan
landasan
utama
dalam
mewujudkan
emansipasi.
Permasalahan hidup yang dialami perempuan dapat menghambat eksistensi perempuan. Hal tersebut dikarenakan perempuan seringkali menganggap dirinya lemah dan tidak mampu mengatasi masalah yang menimpanya. Oleh karena itu, dibutuhkan ketegaran agar perempuan mampu berdikari dan melepaskan diri dari belenggu penindasan. Bentuk ketegaran dalam novel Mimi Lan Mintuna terdapat pada kutipan di bawah ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 Selama itu Indayati mencoba bertahan, menganggap hatinya adalah adonan berlian dan baja ditaburi semua kembang yang harum wangi. Dalam hal ini yang dia pikirkan anaknya (Sylado, 2007: 1). Kutipan di atas menggambarkan ketegaran tokoh Indayati dalam menghadapi permasalahan hidup. Banyaknya permasalahan hidup yang menimpanya tidak membuatnya menyerah pada keadaan. Kekerasan dalam rumah tangga hingga terperangkap dalam trafficking membuatnya semakin tegar. Indayati tidak begitu saja pasarah terhadap nasib yang menimpanya. Ketegaran Indayati dalam kutipan di atas merupakan wujud dari ide emansipasi. Emansipasi tidak akan pernah terwujud tanpa adanya ketegaran. Perlakuan semena-mena lelaki terhadapnya dijadikan cambuk untuk membangkitkan ketegaran. Ketegaran menjadikan perempuan memiliki kekuatan dalam menuntut
keadilan gender.
Indayati mencoba melakukan perlawanan terhadap perlakuan lelaki yang semena-mena terhadapnya. Indayati
tersenyum seperti selalu. Hanya jika orang menatap
sunguh-sungguh ke wajahnya, akan tampak di bibirnya bekas luka dari tamparan dan siksa Petruk selama ini (Sylado, 2007: 33). Pada kutipan di atas digambarkan betapa tegarnya tokoh Indayati. Perlakuan kasar yang selama ini kerap diterima menjadikannya semakin kuat. Ketegaran itu nampak pada perilaku Indayati yang selalu menghadirkan senyuman di wajahnya, meskipun bekas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 tamparan masih terlihat di pipinya. Tidak hanya fisik Indayati yang terluka tetapi batin pun tercabik-cabik. Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Indayati tidak serta merta membuatnya menyerah pada keadaan. Indayati hadir sebagai sosok perempuan yang sabar. Hal tersebut dapat menjadikan motivasi bagi kaum perempuan untuk tidak mengeluh dan tegar. c.
Kebebasan Setiap manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan nasibnya. Kebebasan perempuan terkadang terbelenggu oleh adat istiadat dan permasalahan yang dihadapinya. Adat istiadat disadari sebagai
kekuatan
yang
mengikat
perkembangan
kemandirian
perempuan. Budaya patriarkhi merupakan salah satu adat istiadat yang membatasi ruang gerak perempuan. Bentuk kebebasan perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini. Kebebasan
perempuan
dalam
menentukan
pilihan
hidup
dipengaruhi oleh faktor adat istiadat yang berkembang di masyarakat. Sebagian perempuan tidak berani menentukan pilihan hidupnya, apalagi jika bertentangan dengan adat istiadat. Apabila melakukan segala sesuatu yang bersifat tabu, maka akan mendapatkan sanksi moral. Pemberian sanksi moral menjadikan perempuan enggan menentukan pilihan hidupnya. Mereka cenderung mematuhi norma yang berlaku meskipun merugikan perempuan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 Tapi lama-lama, dirasa-rasa, dipikir-pikir, naga-naganya semakin hari-semakin buruk jua keadaannya. Maka inilah harinya indayati mesti mengucapkan di dalam hatinya pernyataan selamat tinggal bagi suaminya itu. Dia telah sampai pada rasa puncak tidak tahan lagi tinggal serumah dengan seorang suami yang menjadikannya tawanan (Sylado, 2007: 2). Pada kutipan di atas mencerminkan adanya kebebasan dalam menentukan pilihan hidup. Tokoh Indayati berani mengambil keputusan yang dinilai tabu oleh sebagian masyarakat. Ia memutuskan untuk meninggalkan suaminya dan hidup mandiri. Keputusan Indayati untuk mengakhiri rumah tangganya dengan Petruk tidak sesuai dengan adat istiadat jawa. Budaya patriarkhi yang berkembang pada masyarakat jawa menempatkan lelaki dalam menentukan kebijakan. Oleh karena itu, keputusan yang diambil Indayati tentulah dianggap salah. Bagi Indayati keputusannya merupakan langkah yang tepat, meskipun menjadi pergunjingan masyarakat. Selama hidup dengan suaminya Indayati tidak pernah diijinkan berada pada ranah publik. Usaha yang di tempuh Indayati menjadi seorang sarjana, hanya berujung pada ranah domestik. Kekecewaan Indayati semakin memuncak ketika petruk kerap menyiksanya. Hal tersebutlah yang melatarbelakngi keputusan Indayati dalam menentukan langkah hidupnya. d.
Kemandiran
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 Kemandirian perempuan merupakan wujud emansipasi dalam menuntut adanya kesetaraan gender. Kemandirian merupakan langkah awal dalam mewujudkan eksistensi perempuan. Budaya patriarkhi yang kerap membelenggu perempuan dalam segala hal dapat diatasi dengan perwujudan kemandirian perempuan. Kemandirian
pada
diri
perempuan
dapat
meminimalisir
ketidaksetaraan gender. Anggapan perempuan lemah sehinga tidak dapat hidup mandiri tidaklah benar. Perempuan memiliki kemampuan yang sama dengan laki-laki, hanya saja selama ini perempuan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan eksistensinya. Kemandirian yang dimiliki perempuan akan mewujudkan kesetaraan gender. Kemandirian perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna nampak pada beberapa kutipan di bawah ini. Makin bertambah hari, makin terasa pula tidak enaknya tinggal di rumah paman tanpa punya kegiatan-kegiatan produktif. Terpikir olehnya, siapa nyana ilmu yang dulu diperolehnya dari SAA, Sekolah Asisten Apoteker di Semarang, bisa memberinya pekerjaan yang sesuai bakatnya (Sylado, 2007: 9). Pada kutipan di atas menggambarkan kemandirian pada tokoh Indayanti. Tokoh Indayanti merasa tidak nyaman jika dia hanya berdiam diri di rumah. Oleh karena itu, ia mencoba memanfaatkan Ilmu yang dulu diperolehnya dari SAA. Indayati pun berniat mencari pekerjaan yang sesuai dengannya. Baginya perempuan tidaklah pantas commit to user jika hanya berada di ranah domestik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 Pada umumnya setiap perempuan memiliki kemampuan untuk menunjukkan eksistensinya. Kesadaran perempuan untuk berkiprah di ranah publi dikarenakan kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Kemandirian yang tercermin pada tokoh Indayati timbul dari keinginannya untuk melakukan kegiatan yang produktif. Baginya perempuan dapat memberikan manfaat disegala bidang kehidupan.
e.
Perjuangan Perjuangan perempuan dalam menuntut keadilan merupakan perwujudan ide emansipasi. Pada dasarnya setiap manusia memiliki hak yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Oleh karena itu, perempuan perlu memperjuangkan haknya. Salah satu bukti perjuangan perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat di lihat pada kutipan di bawah ini. Naam, begitulah, kalau kini timbul rasa keharusan untuk merebut hak itu, sebagaimana pula tekad itu berubah di harkat Indayati, mestilah dibilang akarnya sedang tumbuh diam-diam pada sumpah dan dendam dengan gagasan paling emosional (Sylado,2007: 156).
Pada kutipan tersebut Tokoh Indayati mencoba melakukan perlawanan terahadap agen Trafficking. Bagi Indayati perbuatan mereka telah merendahkan harkat dan martabat perempuan. Mereka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 telah memperbudak perempuan untuk meraih untung sebesarbesarnya. Perempuan korban trafficking tidak hanya di rampas haknya, mereka juga mendapat perlakuan kasar dan tidak manusiawi. Melalui tokoh Indayati pengarang menghadirkan perjuangan seorang perempuan dalam melawan penindasan. Sudah sekian lama Indayati ditindas, namun ia tetep gigih melakukan perlawanan. Tokoh Indayati pantang menyerah, meskipun ia selalu gagal membebaskan dirinya dari cengkraman mucikari. Baginya perjuangan telah menyatu dalam dirinya. Ia tidak akan menyerah pada keadaan. Perjuangan dalam novel Mimi Lan Mintuna juga tergambar dalam tokoh
Siti.
Siti
merupakan
seorang
polwan
yang
gigih
memperjuangkan nasib para korban trafficking. Kegigihan siti dalam memperjuangkan keadilan bagi kaum perempuan dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. Di sore yang sama ini Siti baru saja memutuskan untuk kembali ke Jl. Songwat, mencari gedung itu. Dia minta JJ menjemputnya pada jam 19.00. Agaknya dia percaya pada bisikan hatinya, bahwa harus ada pertalian antara tekad ‘mencari’ dan tekad menemukan dalam segala ikhtiar yang dilakukan manusia. Untuk itu dia tidak mau mengalah (Sylado, 2007: 235). Tekad Siti begitu besar sehingga ia berusaha sekuat tenaga untuk memerangi trafficking. Hal tersebut dapat di lihat pada kutipan di atas, ia memiliki tekad yang kuat untuk meringkus otak kejahatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 perdagangan perempuan. Segala upaya telah di tempuh Siti, meskipun belum menunjukkan hasil Siti tidak pernah menyerah. 4. Nilai pendidikan Karya sastra, terutama novel pasti mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi pendidikan batin pembacanya. Secara umum nilai-nilai didik yang terdapat dalam karya sastra yaitu: a) nilai religius (agama); b) nilai moral (etika): c) nilai estetis; d) nilai sosial.
a.
Nilai religius Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan peneguh batin bagi pembacanya. Nilai-nilai religius dapat dijadikan landasan untuk menjalani kehidupan. Nilai religius yang tertuang dalam karya sastra merupakan upaya penulis dalam menyampaikan amanat. Penerapan nilai religius dalam karya sastra diharapkan mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Nilai religius yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini. Paklik Naryo memberikan Eka Prakasa kepada putrinya Kalyana untuk digendong, sementara dia menenangkan gejolak dalam pikiran indayatai, menyuruhnya tawakal (Sylado, 2007: 2). Kutipan di atas mengajarkan bagaimana cara mengatasi permasalahan hidup yang dialami manusia. Permasalahan yang pelik terkadang membuat manusia lupa diri. Salah satu cara yang dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102 dilakukan yaitu dengan tawakal. Dengan berserah diri kepada Tuhan niscaya akan mendapatkan ketenangan batin dan berpikir jernih. Dalam kutipan novel di atas paklik Naryo merupaan figur yang bijaksana. Ia selalu memberi arahan kepada Indayati untuk tetap tawakal. Permasalah hidup yang dialami Indayati kerap membuatnya putus asa. Nilai–nilai religius yang diterapkan dalam keluarga paklik Naryo memberikan pengaruh positif terhadap Indayati. Sambil membalik diri, ibunya menengadah ke langit-langit, berkata tanpa di dengarnya sendiri, “Terpujilah Engkau, ya Tuhanku,
sebab
Engkau
sudah
mendengar
doa
seorang
perempuan” (Sylado, 2007: 51). Nilai religius yang dapat diperoleh dalam kutipan novel di atas yaitu mengajarkan kepada manusia untuk berdoa. Doa merupakan sarana untuk menjalin komunikasi dengan Tuhan. Doa merupakan tolak ukur keimaman seseorang. Manusia yang senantiasa berdoa menunjukan dirinya makhluk yang taat pada Tuhan. Doa juga merupakan sarana untuk meminta sesuatu kepada Tuhan. Ibu Petruk tak henti-hentinya memohonkan ampun untuk anaknya. Doa yang kerap dipanjatkannya dikabulkan oleh Tuhan. Ia selalu memohon agar petruk menjadai anak yang berbakti pada orang tua dan suami yang bertanggung jawab. Petruk yang memiliki tabiat buruk kini telah berubah. Ibu Petruk mengucapkan rasa syukur kepada tuhan “Terpujilah Engkau, ya Tuhanku, sebab Engkau sudah commit to user mendengar doa seorang perempuan”
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 “Tiliklah hatiku, Tuhan. Jangan lihat tubuhku. Aku memang melakukan dosa dengan tubuhku, tapi Kau tahu hatiku tidak pernah memberi izin. Jika aku sadar seperti ini, aku harus bertanya kapada-Mu: Kenapa Kau biarkan celaka menimpa tubuhku.
Sementara
dengan
hatiku
tempat
berlangsung
pengadilan-Mu aku tidak putus memohon pertolongan-Mu (Sylado, 2007: 231). Dalam kutipan novel di atas Indayati yang merasa dirinya penuh dosa memohon ampunan kepada tuhan. Tubuhnya yang sudah ternoda akibat menjadi korban taraficking tidak menjadikannya berpaling dari Tuhan. Ia senantiasa memohon ampun dan pertolongan dari Tuhan. Nilai religi
yang dapat diperoleh dari kutipan tersebut
mengajarkan kepada manusia untuk berdoa dan memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat. Tuhan sesungguhnya Maha Pemaaf dan Maha Pemurah. Pertolongan yang diberikan Tuhan akan datang pada saatnya. Untuk itu manusia hendaknya bersabar dan tidak putus asa. b. Nilai sosial Nilai sosial merupakan pencerminan kehidupan masyrakat suatu daerah. Nilai sosial mengandung nilai-nilai tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya. Dalam novel Mimi Lan Mintuna terdapat nilai-nilai sosial. Nilai-nilai sosial yang terkandung dalam novel tersebut dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini. Berkata mertuanya ketika indayati sempat pamit kepadanya to user sebelum pergi, “ commit kami tidak bisa menahanmu, Nduk. Kalaupun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104 yang kamu lakukan ini salah, kamu tetap benar. Sebagai orang tua, sebetulnya kami mengharapkan kalian: mimi lan mintuna” (Sylado, 2007: 2). Pada kutipan di atas nilai sosial tercermin dalam perkataan orang tua Indayati. “Sebagai orang tua, sebetulnya kami mengharapkan kalian: mimi lan mintuna.” Masyarakat jawa pada umumnya mengharapkan kehidupan rumah tangga layaknya mimi lan mintuna. Hendaknya sebagai pasangan hidup dalam menjalani biduk rumah tangga senasip sepenanggungan dan sehidup semati. Mimi dan mintuna sejenis hewan laut. Mimi adalah ‘unam’, sejenis siput laut, dan ‘mintuna itu adalah ‘belangkas’ sejenis ketam berekor. Mereka yang berbeda jenis ini bisa saling rukun bercinta dan terpisahkan satu dengan lainnya. Kalau mimi hilang, tertangkap manusia atau mati pasti mintuna mencarinya. Kalau tidak ketemu dia akan sengaja membiarkan dirinya mati di pasir pantai. Oleh karena itu, kesetiaan mimi dan mintuna dijadikan falsafah dalam kehidupan berumah tangga. Nilai sosial dalam novel Mimi Lan Mintuna juga nampak pada kutipan di bawah ini. Kata ibunya, “itu baik, Tole. Kalau benar-benar sudah sembuh, cepat kamu jemput istri-anakmu. Minta maaf kepada Indayati. Kalau perlu basuh kakinya dengan narwastu, dan harus cium kakinya itu” (Sylado, 2007: 9). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 Perkataan ibu Petruk mencerminkan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat Jawa. “Kalau perlu basuh kakinya dengan narwastu, dan harus cium kakinya itu.” tradisi masyarakat Jawa apabila melakukan kesalahan yang fatal maka dianjurkan untuk membasuh kaki bila perlu menciumnya. Hal tersebut merupakan simbol permohonan maaf yang tulus. Kesalahan yang dibuat Petruk kepada Indayati sangatlah fatal. Petruk kini menyesal atas perbuatan yang dilakukannya dulu. Petruk berusaha mencari Indayati dan anakanya untuk memohon maaf. Nilai sosial yang terkandung dalam kutipan di atas hingga kini masih dilakukan sebagian masyarakat. Nilai sosial tersebut mengandung nilai-nlai luhur budaya timur. Masyrakat timur terkenal dengan orang yang sabar dan pemaaf. Pada kutipan di bawah ini, terdapat nilai sosial yang perlu ditanamkan dalam kehidupan. Indayati menyesali perbuatannya, karena ia telah meninggalkan suaminya ketika dalam keadaan terpuruk. Kelakuan Petruk yang berubah menjadi tidak baik bukan semata-mata kesalahannya. Tabiat Petruk berubah menjadi tidak baik dikarenakan ia kehilangan rasa percaya dirinya. Selama Petruk kehilangan
pekerjaan,
Indayati
kerap
menghina
bahkan
meninggalkannya. Suami yang kehilangan rasa percaya diri harusnya dibangunkan kembali dengan welascommit asih dan kasih sayang, bukan mengomelinya, to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 merendahkannya, lantas meninggalkannya. Sekarang aku kira, harus berkata, bahwa suami menjadi jahat sebab istri gagal membangun rasa percaya dirinya (Sylado, 2007: 232). Sebagai seorang istri hendaknya dapat menjadi pengayom dalam rumah tangga. Istri memiliki kewajiban memberikan dukungan penuh terhadap suami dan membangkitkan semangatnya ketika rapuh. Indayati merasa menjadi istri yang gagal, ia tidak dapat menjalani kewajibanya dengan baik. c.
Nilai moral Nilai moral dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dilihat dari beberapa kutipan di bawah ini. Nilai moral yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat dijadikan pijakan untuk melakukan yang terbaik. Ketegasan tidak berarti kekerasan, Pak Tejo,” jawab Darminto. “Kita setuju Petruk harus di ajar supaya kapok. Dalam segi-segi tertentu ‘diajar’ mungkin bisa sama dengan ‘dihajar’. tapi, kalau boleh saya imbau, jangan sampai terjadi kekerasan” (hlm. 36). Pada kutipan di atas nilai moral nampak pada perkataan Darminto. Ia meminta warga untuk mengajarkan Petruk berbuat baik bukan menghajarnya. Dari perkataan tersebut mencerminkan perilaku yang bijak, bahwa permasalahan tidak diselesaikan dengan kekerasan. Darminto mengajak warga untuk berpikir jernih. Setiap manusia pasti commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 pernah melakukan kesalahan, dan setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk mengarahkannya. Nilai moral dalam kutipan di atas dapat di implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Apabila
dalam
setiap
permasalahan
diselesaikan dengan cara yang baik, maka pertikaian tidak akan terjadi. Kehidupan masyarakat yang harmonis pun akan terwujud. Pada kutipan novel di bawah ini, terdapat nilai moral yang dapat dijadikan teladan dalam kehidupan. Kebahagiaan yang diinginkan setiap orang memerlukan pengorbanan. “Malam ini aku nyomlo di depan cermin, memandang aku sebagai anak domba yang terhilang, nylondoh di bawah airmata yang sudah kering, mengakui betapa bodohnya aku. Sampai kapan jalan rekasa ini, yang dipenuhi onak duri, menusuk kakiku yang telanjang, mesti aku tempuh? Apakah ini wragad dari tekadku meraih kebebasan yang memabukan harapan? (Sylado,2007: 182). Kebahagiaan yang diharapkan Indayati tidak serta-merta terwujud begitu saja. Indayati harus mengalami kehidupan yang pelik dan penuh dengan penderitaan untuk mewujudkan kebahagiaannya. Indayati begitu merindukan kebebasan, selama menjadi korban trafficking ia kehilangan segalanya. Pada kutipan novel di bawah ini terkandung nilai moral tentang keteladaan seorang ibu. Kasih sayang dan perjuangan seorang ibu tercermin dalam tokoh Indayati. Indayati merupakan seorang ibu yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 begitu mencintai putranya. Rasa cinta yang besar terhadap putranya membuatnya mampu bertahan dalam menghadapi cobaan hidup. Seorang perempuan, disadari Indayati boleh bohong tentang ketulusan kasih-sayang kepada laki-laki yang menjadi suaminya sebagai jantung hati, tapi tidak boleh bohong tentang ketulusan cinta- kasih sayang kepada lelaki yang menjadi putranya sebagai buah hati. Itulah tanggung jawab masa depan yang elok, yang tak boleh lekang dalam roh dan jiwa kendatipun diketahui Indayati, tubuhnya ditindas, dihisap, diperdayakan seperti sekarang ini dari sisa masa lalu yang cacat (Sylado, 2007: 231). Peribahasa “Kasih anak sepanjang galah kasih ibu sepanjang jalan” tergambar jelas dalam diri Indayati. Bagi Indayati rasa cinta terhadap suami dapat hilang, namun rasa cinta terhadap buah hatinya akan kekal. Indayati memiliki tanggung jawab yang besar untuk masa depan anaknya. Semangat Indayati tidak pernah padam, meskipun ia ditindas dan diperlakukan semena-mena. d. Nilai estetika Nilai estetika mampu menghidupkan pengetahuan pembaca dan membangkitkan aspirasi pembaca untuk melakukan yang terbaik. Nilai estetika memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, dan keagamaan yang relevan dengan kehidupan masa kini maupun masa yang akan datang. Nilai estetika dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat di lihat pada beberapa kutipan di bawah ini. Justru ketika hayat masih dikandung badan, dan badan masih mengeluarkan peluhnya entah di susah entah di senang, maka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 sadarlah Indayati terhadap semua peristiwa dari bagian-bagian kehidupan selalu ada waktu-waktunya masing-masing. Indayati tidak berhenti berharap pada segala waktu yang gaib berubah di rodanya (hlm.160). Nilai estetika dalam kutipan di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan selalu ada waktunya masingmasing. Manusia tidak perlu mengeluh karena dalam kehidupan pasti akan merasakan kesedihan dan kebahagiaan. Segala peristiwa yang dialami manusia layaknya roda yang berputar. Indayati menyadari bahwa kesusahan yang menimpanya pasti akan berakhir bahagia. Hal tersebut yang mendorong Indayati tidak berhenti berharap akan datangnya kebahagiaan. Pada kutipan novel di bawah ini terdapat nilai estetika yang dapat dijadikan perenungan untuk merubah diri menjadi lebih baik. Tokoh Indayati menyadari bahwa penyesalan tidak ada gunanya kecuali merubahnya dengah tekad. Segala sesuatu yang terjadi tidak akan pernah bisa diulang. Kegagalan tidak perlu disesali tetapi perlu diperbaiki. Dalam diam barangkali ada 1000 kata sesal yang bisa disembuhkan. Namun ada 1000 kata sangkal yang menyadarkan indrayati bahwa sudah terjadi dalam perbuatan, takkan bisa lagi dihapus dengan stip kecuali menggantikannya dengan tekad untuk mengubah nasib pada hari-hari mendatang (Sylado, 2007: 182). Pada mulanya Indayati kerap menyesali nasip yang menimpanya, commit to user namun ia menyadari bahwa masih ada harapan untuk merubahnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 Nilai estetika pada kutipan di atas memberikan pencerahan batin, bahwa penyesalan harus dijadikan motivasi untuk menjadi lebih baik. Kutipan novel di bawah ini mengandung nilai estetika yang dapat dijadikan arahan untuk memperbaikai diri. Kesalahan yang dilakukan orang lain akan membawa hikmah bagi orang-orang disekitar. Kata ayahnya, yang takkan pernah dilupakannya, “Kesalahan memang bisa melahirkan kejahatan. Semua bersumber pada keputusan hati sendiri. Jadi jangan salahkan orang lain, tilik dulu kesalahan sendiri. Untuk semua hal, yang penting adalah berpikir dan bertindak semadyannya. Dengan memilih jalan itu, hidup manusia akan selalu laras” (Sylado, 2007: 282). Perkataan ayah Petruk pada kutipan di atas mengandung makna bahwa sebelum menilai buruk orang lain introspeksi diri terlebih dahulu.
Kesalahan memang dapat melahirkan kejahatan, namun
semua itu dapat dikendalikan dengan pikiran yang jernih. Kesalahan yang dilakukan seseorang hendaknya dapat dijadikan pelajaran berharga, baik diri sendiri maupun lingkungan masyarakat. Oleh karena itu, kesalahan yang diperbuat orang lain hendaknya dapat diambil hikmahnya. Belajar dari kesalahan orang lain membuat kita berpikir dan bertindak lebih bijak. Nilai estetika yang dapat diambil dalam kutipan di bawah ini menerangkan
betapa
pentingnya
perjuangan
dalam
melawan
keraguan. Ketidakyakinan dalam hidup merupakan hambatan besar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111 untuk melangkah menjadi lebih maju. Oleh karena itu, perlu adanya keyakinan dalam diri untuk menjalani kehidupan. Apakah hidup itu hanya satu perpanjangan waktu terhadap kematian yang pasti ataukah hidup itu adalah perlawanan yang mati-matian terhadap keyakinan yang tidak pasti (Sylado, 2007: 78). B. Pembahasan 1. Bentuk Ketidakadilan Gender Menurut Fakih (2008:14) ketidakadilan gender termanifestasikan dalam
berbagai
bentuk
ketidakadilan
meliputi:
marginalisasi,
subordinasi, stereotipe dan kekerasan e.
Marginalisasi Menurut pendapat Fakih (2008:14) marginalisasi merupakan sebuah proses pemiskinan yang terjadi di masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya penggusuran, bencana alam atau eksploitasi dan gender. Marginalisasi kerap menimpa kaum perempuan baik di dalam rumah tangga maupaun ranah publik. Marginalisasi diperkuat oleh sistem adat istiadat maupaun tafsir keagamaan. Marginalisasi dalam novel Mimi Lan Mintuna Karya Remy Syladoberupa ekspoitasi perempuan. Marginalisasi menimpa tokoh Indayati, Kalyana dan Kokom. Mereka bertiga merupakan korban commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 trafficking, tubuh mereka dieksploitasi untuk kepentingan suatu kelompok. Selama menjadi korban trafficking mereka di paksa untuk membintangi filem porno dan dijadikan pekerja seks. Mereka kerap dianiaya bahkan tidak mendapat upah sepeser pun. f.
Subordinasi Berdasarkan pendapat Fakih (2008:15) subordinasi merupakan penempatan kaum perempuan pada posisi yang tidak penting. Subordinasi dikarenakan adanya anggapan bahwa perempuan irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin. Subordinasi dalam novel Mimi Lan Mintuna dialami tokoh Indayati.
Pernikahannnya
dengan
Petruk
membuat
Indayati
kehilangan eksistensinya. Suami Indayati masih memegang teguh budaya Jawa. Bagi Petruk kodrat perempuan ialah mengurus rumah tangga sehingga ia tidak memperbolehkan Indayati bekerja. Kultur budaya Jawa yang menempatkan perempuan sebagai konco wingking, membatasi ruang gerak perempuan. Perempuan hanya di tempatkan pada ranah domestik mengurusi sumur, kasur dan dapur. Sebagian masyarakat masih mengangagap tabu apabila perempuan berada pada ranah publik. Kultur budaya yang tidak mendukung kaum perempuan merealisasikan eksistensi. commit to user
menjadikan penghambat dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113 Adanya anggapan bahwa hanya laki-laki yang dapat menjadi pemimpin dan menempati posisi penting dalam segala aspek kehidupan dipengaruhi oleh budaya patriarkhi. Budaya patriarkhi cenderung
menempatkan
pria
pada
posisi
tertinggi
dan
menomorduakan kaum perempuan dalam segala bidang kehidupan. g.
Stereotipe Menurut pendapat Fakih (2008:16) Stereotipe merupakan pelabelan atau penandaan negatif terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe dapat mengakibatkan berubahnya status sosial dan eksploitasi secara fisik. Munculnya stereotipe mengakibatkan adanya penindasan atau ketidakadilan terutama dialami oleh kaum perempuan. Stereotipe dalam novel Mimi Lan Mintuna menimpa Indayati dan perempuan korban trafficking. Perempuan hanya dipandang sebagai objek pemuas hasrat lelaki. Mereka hanya dipandang dari segi fisik dan sebatas alat reproduksi. Harga diri perempuan diremehkan layaknya barang dagangan.
h.
Kekerasan Menurut La Pona (dalam Sugihastuti dan Itsna, 2010: 172).kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan seorang lakilaki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114 perempuan, termasuk tindakan bersifat memaksa, mengancam, dan berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi di ruang domestik dan publik. Kekerasan ketidakadilan
terhadap
gender
yang
perempuan paling
merupakan
merugikan.
Hal
bentuk tersebut
dikarenakan korban mengalami penderitaan secara lahir dan batin. Menurut Sugihastuti dan Itsna kekerasan terbagi kedalam beberapa bentuk diantaranya. 5) Kekerasan Domestik Menurut Sugihastuti dan Itsna (Sugihastuti dan Itsna, 2010: 178).kekerasan domestik merupakan tindakan kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga dan pelaku memiliki hubungan kekeluargaan. Dampak dari kekerasan domestik salah satunya perlakuan tidak adil terhadap perempuan. Definisi perlakuan tidak adil terhadap perempuan dapat bermacam-macam salah satunya penganiayaan. Kekerasan domestik dalam novel Mimi Lan Mintuna di alami oleh tokoh Indayati. Petruk suami Indayati kerap melakukan kekerasan terhadapnya, baik kekerasan fisik maupun batin. Indayati kerap dianiaya oleh suaminya ia kerap dicaci, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115 dipukul, dijambat, bahkan sekujur tubuhnya penuh dengan sundutan rokok. Salah satu pemicu kekerasan domestik dikarenakan sistem patriarkhi yang kurang tepat dalam penerapannya. Patriarkhi menjadikan laki-laki penguasa dalam ranah publik maupun domestik. Sehingga istri kerap menjadi pelampiasan emosional suami. Penganiayaan yang kerap dilakukan sumi Indayati berdampak terhadap kondisi psikologis. Tidak adanya rasa nyaman dalam rumah tangga membuat Indayati memilih berpisah dengan suaminya. 6) Kekerasan Emosional Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan (Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 178). kekerasan emosional adalah kekerasan yang melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya. Kekerasan emosional dalam novel Mimi Lan Mntuna menimpa tokoh Indayati, Kalyana, dan Kokom. Tokoh Indayati kerap mengalami penghinaan baik dari suaminya maupun Sean PV dan anak buahnya ketika terperangkap dalam trafficking. Begitu juga dengan Kalyana dan Kokom kekerasan emosional di terimanya ketika menjadi korban trafficking. Kata kata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 kasar,cacian bahkan ancaman pembunuhan sering kali mereka terima. Menurut Sofia meskipun kekerasan emosional tidak meninggalkan
bekas
sebagimana
kekerasan
fisik,
tetapi
berkaitan dengan harga diri perempuan. Pelanggaran komitmen, penyelewengan, teror mental
dan teror pembunuhan, serta
pengucapan
tidak
kata-kata
yang
menyenangkan
dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang. Kekerasan emosional yang menimpa korban trafficking membuat
mereka
kehilangan
semangat
hidup.
Kondisi
psikologis mereka pun terganggu mereka kerap dibayangi kematian. Adanya ancaman terhadap para korban trafficking, membuat mereka hidup di bawah tekanan. 7) Kekerasan Fisik Menurut La Pona (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 179) kekerasan fisik adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya. Kekerasan fisik dalam novel Mimi Lan Mintuna dialami Indayati, kokom dan Kalyana. Mereka mengalami kekerasan fisik ketika menjadi korban trafficking. Tidak hanya siksaan yang berupa pukulan, tamparan, jambakan salah satu dari mereka pun di bunuh dengan keji. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117 Kokom merupakan salah satu korban trafficking yang mengalami kekerasan. Ia disekap selama 180 hari hanya di beri makan setengah piring bubur
dan kakinya dipasung hingga
lumpuh. Tubuhnya tinggal kulit pembalut tulang tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Nasib tragis dan mengenaskan justru dialami Kalyana ponakan Indayati. Nasib Kalyana tidak seberuntung Indayati dan Kokom, meskipun di siksa setidaknya mereka tidak dihabisi nyawanya. Setelah disiksa Kalyana ditembak kepalanya dan jasadnya di buang ke laut. Bentuk kekerasan fisik sangat melanggar hak asasi manusia. Karena tidak hanya merusak anggota tubuh saja bahkan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu kekerasan fisik merupakan tindakan yang paling keji. 8) Kekerasan Seksual Berdasarkan pendapat Atmasasmita (Atmasasmita dalam Sugihastuti dan Itsna hadi Saptiawan, 2010: 174). Kekerasan seksual merupakan serangan seksual yang berakhir pada hubungan seksual secara paksa yang meliputi ancaman perkosaan disertai kekerasan dan pembunuhan. Pendapat Atmasasmita tergambar pada kehidupan tokoh Indayati, Kokom, dan Kalyana serta para korban trafficking lainnya. Merekacommit dipaksatountuk user melayni laki-laki hidung belang.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118 Jika mereka menolak maka siksaan bahkan pembunuhan akan menimpa mereka. Para korban trafficking di jadikan objek pemuas hasrat lelaki. Mereka dieksploitasi secara terorganisir dan dijadikan bintang filem porno tanpa upah sepeser pun. Mereka diperlaakukan seperti budak yang diperas tenaganya. 2. Faktor yang Mempengaruhi Eksistensi Menurut pendapat Kierkegaard dalam Delfagaauw terjemahan Soedjono Soemargono, 1988: 139). Eksistensi merupakan cara berada manusia. Kata berada di sini berarti manusia mempunyai kesadaran untuk merealisasikan dirinya dengan bebas. Manusia bereksistensi berarti bahwa ia mewujudkan diri sendiri di dalam kenyataan yang sudah ditentukan. Eksistensi merupakan wujud dari perjuangan perempuan untuk merealisasikan dirinya menjadi makhluk yang bermartabat dan bermanfaat dalam segala bidang kehidupan. Weedon berpendapat bahwa kekuatan kehidupan antara laki-laki dan perempuan di masyarakat mencakup semua struktur kehidupan, keluarga, pendidikan, dan kebudayaan. Berpijak pada pendapat di atas struktur kehidupan, keluarga, pendidikan dan kebudayaan sangat mempangaruhi eksistensi perempuan. a)
Keluarga Keluarga dapat mempengaruhi segala tindakan perempuan. commit to user Adanya pengakuan tentang domestikasi perempuan membuat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 peran perempuan kian menyempit. Menurut Ilyas (2006: 175) domestikasi perempuan adalah membatasi peran perempuan dalam sektor domestik semata. Peran domestik perempuan mempersempit ruang privat mereka dan menjadikan laki-laki dominan di ruang publik. Hal ini juga berdampak pada aktivitas perempuan di rumah. Suami Indayati masih memiliki anggapan bahwa perempuan lebih utama dan lebih baik hanya berperan pada ranah domestik. Dengan demikian, peranan keluarga yang menuntut pada domestikasi
perempuan
tentu
dapat
menghambat
peran
perempuan dalam mewujudkan eksistensinya di ranah publik. Dalam novel Mimi Lan Mintuna keluarga memberikan anggapan negatif tentang perempuan yang berada pada ranah publik. Oleh karena itu, Indayati terpaksa menuruti perkataan suaminya untuk berhenti bekerja di apotek besar di Ungaran. Ilmu yang diperolehnya selama di SAA (sekolah Asisten Apoteker) kini tidaklah berarti. Indayati hanya berada pada ranah domestik mengurusi rumah tangganya tanda dapat berkiprah pada ranah publik. Hal tersebutlah menjadi salah satu faktor perempuan yang menyebabkan perempuan sulit mewujudkan eksistensinya dalam segala bidang kehidupan. b) Budaya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 Norma, adat dan budaya yang terdapat di masyarakat tidak selamanya menjunjung tinggi kesetaraan gender. Budaya dapat merugikan dan menguntungkan kelompok tertentu. Salah satu contoh budaya yang masih di pegang teguh oleh masyarakatnya yaitu budaya patriarkhi. Menurut pendapat Bhasin (dalam Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, 2010: 93) bidang kehidupan perempuan yang berada dibawah kontrol patriarkhi meliputi: daya produktif atau tenaga kerja perempuan, reproduktif perempuan dan seksualitas perempuan. Berdasarkan pendapat di atas patriarkhi mempengaruhi eksistensi perempuan. Patriarkhi menjadi sebuah sistem yang mengontrol perempuan dalam menjalani aktifitasnya. Patriarkhi meletakan perempuan di bawah laki-laki. Sehingga perempuan tersubordinasi oleh faktor-faktor yang dikonstruksikan secara sosial. Budaya patriarkhi dalam novel Mimi Lan Mintuna memberikan
pengaruh
negatif
terhadap
perkembangan
perempuan terutama dalam ranah publik. Kultur budaya Jawa yang masih memegang teguh sistem patriarkhi menjadikan perempuan terbelenggu oleh adat istiadat. Pandangan masyarakat tentang keberadaan perempuan yang lebih pantas berada commit todalam user ranah domestik memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121 pengaruh yang besar terhadap pola pikir seseorang. Asumsi yang berkembang di masyarakat membuat Indayati terbelenggu oleh adat istiadat. Adanya anggapan bahwa perempuan hanya dijadikan konco wingking dan pekerjaan mereka hanya sebatas masak, macak, dan manak
membuat perempuan kehilangan
eksistensinya. Indayati merasa kesulitan mewujudkan eksistensinya di ranah publik. Hal tersebut dikarenakan masyarakat masih menganggap tabu perempuan yang berkiprah dalam ranah Publik. Budaya seharusnya dapat
menyesuaikan
dengan
perkembangan zaman dan tidak bersifat monotan. Sehingga tidak
membatasi
ruang
gerak
perempuan
untuk
mengaktualisasikan dirinya. c) Pendidikan Pendidikan sangat mempengaruhui pola pikir seseorang. Eksistensi perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat dapat dipengaruhi oleh pendidikan yang diperoleh. Perlunya pendidikan
baik formal maupun informal dalam berbagai
bidang dapat mewujudkan eksistensi. Perempuan yang berpendidikan tentu akan berusaha memperjuangkan
nasibnya
dan
melepaskan
diri
dari
ketidakadilan gender. Perempuan yang berpendidikan tidak akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122 mudah mengeluh jika ditimpa musibah ia akan mencari jalan keluar yang terbaik. Tokoh Indayati merupakan perempuan yang besar dalam lingkungan pendidikan sehingga ia sangat tegar dan tidak putus asa dalam menjalani permasalahan kehidupan. 3. Emansipasi Menurut Moeliono (dalam Sugihastuti dan Suharto, 2005: 237) emansipasi merupakan keinginan kaum perempuan untuk melepaskan diri dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah dan dari pengekangan hukum yang menghambat kemajuan. Kaum perempuan berusaha untuk menuntut kesetaraan gender dan menunjukkan eksistensi dalam segala bidang kehidupan. Masalah gender dan feminisme mendorong munculnya emansipasi perempuan yang terus berkembang. Karya sastra merupakan
media seni
bagi
pengarang untuk
mengungkapkan fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra menjadi salah satu cara bagi pengarang untuk menuangkan ide emansipasi. Melihat fenomena yang terjadi dan realitas yang dihadapi menjadi sumber inspirasi pengarang dalam penciptaan karyanya. Oleh karena itu, emansipasi tidak hanya terjadi dalam dunia saja, tetapi juga terjadi dalam karya sastra seperti novel dan cerpen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 Emansipasi dalam novel Mimi Lan Mintuna Karya Remy Sylado berupa ketegaran, kebebasan, perjuangan dan kemandirian yang tercermin dalam karakter tokoh perempuan. a.
Ketegaran Ketegaran sangat diperlukan perempuan dalam menghadapi permasalahan. Permasalahan terus berkembang dan kian kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai permasalahan yang timbul dalam diri perempuan membuat sulit mendefinisikan dirinya sendiri. Ketegaran nampak pada karakter tokoh Indayati yang gigih memperjuangkan nasibnya. Indayati merupakan seorang gadis yang tumbuh di lingkungan berpendidikan.
Setelah tamat dari SAA,
Sekolah Asisten Apoteker ia bekerja di Apotek besar di Uangaran. Pernikahannya dengan Petruk justru meembuat karirnya terhenti. Indayati tidak diperbolehkan bekerja, ia pun menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah tangga. Tidak beberapa lama kemudian pernikahan Indayati bagai di ujung tanduk. Petruk suami Indayati kerap melakukan tindak kekerasan terhadapnya. Pada awalnya Indayati mencoba bertahan dan berharap keadaan rumah tangganya akan membaik. Perlakuan suaminya yang semakin tidak manusiawi membuatnya memilih untuk hidup sendiri. Perjuangnnya membesarkan anak seorang diri tidak lah mudah. Terlepas dari kekejaman commitsuaminya to user Indayati justru masuk dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 perangkap trafficking. Berbagai cobaan yang datang dalam hidupnya tidak menjadikannya putus asa. Indayati mencoba tegar dan mengahadapi segala cobaan yang telah merenggut kebahagiannya. Ketegaran yang dihadirkan pengarang melalui tokoh Indayati merupakan bukti emansipasi. Ketegaran yang dimiliki perempuan merupakan langkah awal untuk mewujudkan emansipasi. Perempuan yang tegar akan berjuang sekuat tenaga untuk memeperoleh kesetaraan gender dan mengakhiri penindasan. b.
Kebebasan Hal itu disebabkan karena pengaruh berbagai anggapan yang berkembang dalam masyarakat yang cenderung menomorduakan perempuan. Masyarakat perlu menyadari bahwa hubungan
laki- laki dan
perempuan merupakan mitra sejajar yang memiliki persamaan tingkat, derajat, hak dan kewajiban, kedudukan, peranan dan kesempatan dalm berbagai bidang. 4. Nilai Pendidikan Berdasarkan pendapat Waluyo (1992: 28) nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra seseorang. Nilai pendidikan dalam karya sastra mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembaca dalam kehidupannya. Nilai-nilai pendidikan dalam novel Mimi Lan Mintuna berupa nilai religius (agama), nilai moral (etika), commit to nilai user estetis dan nilai sosial.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 c.
Jenis-jenis nilai pendidikan dalam karya sastra 5) Nilai religius (agama) Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan peneguh batin bagi pembacanya. Pendapat Burhan Nurgiyantoro yang menjelaskan bahwa agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum. Berdasarkan pendapat Burhan Nurgiantoro penerapan nilai agama dalam karya sastra diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi pembacanya sehingga dapat menghindari perbuatan yang berdampak negatif. Nilai agama dalam novel Mimi Lan Mintuna tercermin dalam prilaku keseharian tokoh-tokoh protagonis. Tokoh Indayati dan keluarga paklik Naryo masih memegang teguh ajaran agama.
Dalam setiap kesulitan yang dialami mereka
tidak pernah putus asa,
doa ikhtiar dan tawakal selalu
diterapkan dalam kehidupan. Tokoh Indayati meyakini bahwa Tuhan maha pengasih dan pemaaf. Ia yakin segala cobaan yang dialaminya merupakan bukti kasih sayang Tuhan terhadapnya. Nasib buruk yang menimpa Indayati mulai dari kekerasan rumah tangga, hingga menjadi korban trafficking tidak menjadikannnya putus asa. Indayati selalu berdoa agar Tuhan menunjukkan jalan yang terbaik dan memaaafkan commit tokesalahnnya. user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126 6) Nilai Sosial Karya
sastra
merupakan
cerminan
kehidupan
sosial
masyarakat. Di dalam karya sastra disajikan manusia sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Nilai sosial dalam karya sastra menggambarkan tata nilai sosial masyarakat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Nilai sosial tersebut digambarkan melalui tokoh-tokohnya baik secara tersirat maupun tersurat. Nilai sosial dalam novel Mimi Lan Mintuna tergambar dalam kehidupan masyarakatnya yang masih memegang teguh tradisi masyarakat Jawa. Masyarakat jawa masih menganggap sakral hubungn pernikahan. Pernikahan hendaknya seperti mimi dan mintuna selalu hidup rukun sehidup semati. Perceraian dalam rumah tangga masih dianggap tabu, sehingga banyak yang menyayangkan keretakan rumah tangga Indayati. Indayati pun dihinggapi perasaan bersalah, tidak bisa mempertahankan keharmonisan rumah tangganya. Rasa penyesalan pun tergambar pada tokoh Petruk. Setelah sekian lama melakukan tindak kekerasan terhadap istrinya ia pun menyesal. Petruk berusaha mencari Indayati dan bila perlu ia akan mencium kaki istrinya. 7) Nilai Moral
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127 Berpijak
pada
pendapat
Burhan
Nurgiantoro
yang
menyatakan bahwa karya sastra senantiasa menawarkan nilai moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia. Oleh karena itu, dalam setiap karya sastra termasuk novel mengandung nilai moral baik tersirat maupun tersurat. Nilai moral dalam novel di harapkan mampu mengajak pembaca untuk menerapkannya dalam kehidupan. Nilai-nilai moral dibentuk sebagai kontrol sosial agar dapat memahami mana yang baik dan mana yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna tercermin dalam keseharian tokoh-tokohnya. Dalam novel tersebut digambarkan bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan kepala dingin. Kemarahan penduduk akibat ulah Petruk dapat diredam oleh sebagian masyarakat yang berpandangan bahwa ketegasan tidak harus berujung kekerasan. Tindakan Petruk selama ini memang salah, tapi bukan berarti harus diselesaikan dengan cara kekerasan. Petruk yang kerap berjudi, dan merampas harta milik orang lain akhirnya terselamatkan dari amukan masa. Mereka pun memberikan kesempatan pada Petruk untuk merubah diri. Kebikan warga terhadap Petruk mampu merubah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128 perangai buruknya. Petruk kini tidak lagi berprilaku buruk terhadap masyrakat. Nilai moral lainnya nampak pada tokoh Indayati yang berusaha menjadi Ibu yang baik. Ungkapan kasih anak sepanjang galah dan kasih ibu sepanjang jalan tercermin pada tokoh Indayati. Meskipun dalam keadaan menderita sekalipun Indayati tetap memikirkan nasib anaknya. Kasih sayang Indayati begitu besar terhadap anaknya. Indayati tidak pernah putus asa untuk melepaskan diri dari trafficking. Eka buah hatinya merupakan salah satu alasan bagi Indayati untuk bertahan menjalani kehidupannya yang pahit.
8) Nilai Estetika Berpijak pada pendapat Dedy Sugono bahwa nilai estetika dalam karya sastra yaitu mampu memperbarui pengetahuan pembaca
memperlihatkan
peristiwa
kebudayaan,
sosial,
keagamaan, yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan masa depan. Nilai estetika dalam novel Mimi Lan Mintuna mengajarkan pembaca untuk sabar dalam menjalani kehidupan, karena kebahagiaan dan kesedihan sudah ada waktunya masing-masing. Penyesalan tidak akan menghabus kesalahan, tapi dengan tekad yang kuat nasib commit buruk dapat dirubah. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129 Nilai estetika yang terdapat dalam novel tersebut sangat relevan dengan kehidupan masa kini maupun masa yang akan datang. Pembaca dapat memahami permasalahan hidup dan memiliki orientasi baru terhadap masa depan. Oleh karena itu, novel perlu mengandung nilai estetika agar pembaca dapat berpikir dan berkarya lebih baik lagi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SASARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam novel Mimi Lan Mintuna Karya Remy Sylado, dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1.
Emansipasi yang terdapat pada novel Mimi Lan Mintuna antara lain: (1) kebebasan menentukan pilihan hidup (2) kemandirian pada diri perempuan, (3) ketegaran seorang perempuan, (4) dan keadilan bagi kaum perempuan.
2.
Ketidakadilan gender kerap menimpa kaum perempuan, bentuk ketidakadilan gender tersebut tercermin dalam novel Mimi Lan Mintuna diantaranya: (1) marginalisasi berupa diskriminasi perempuan di bidang pekerjaan,
(2)
subordinasi
berupa
kedudukan
perempuan
yang
menempati posisi kedua dalam pekerjaan, (3) stereotipe berupa pelabelan negatif terhadap perempuan (4) kekerasan yang berupa: kekerasan seksual, kekerasan emosional dan kekerasan fisik. 3.
Faktor yang mempengaruhi eksistensi tokoh perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna berasal
dari keluarga budaya dan pendidikan
masyarakat Jawa. 4.
Nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Mimi Lan Mintuna diantaranya: nilai agama, nilai moral, nilai sosial, dan (d) nilai estetika commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131 B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, dapat dibuat rumusan implikasi hasil penelitian. Novel merupakan gambaran kehidupan yang didalamnya terkandung nilai-niai pendidikan. Nilai -nilai pendidikan dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat direalisasikan dalam kehidupan dan dapat dijadikan bahan ajar dalam dunia pendidikan. Novel Mimi Lan Mintuna yang dikaji dengan menggunakan pendekatan feminisme dapat dijadikan acuan dalam mengkaji karya sastra. Pemelajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi karya sastra, yang meliputi kemampuan untuk menikmati, menghayati dan memahami karya sastra. Pendekatan feminisme dalam novel Mimi Lan Mintuna dapat diterapkan di lingkup Sekolah Menengah Atas (SMA) dan perguruan tinggi (PT). Novel Mimi Lan Mintuna dapat digunakan untuk mempelajari apresiasi sastra dikalangan pelajar maupun mahasiswa. Novel Mimi Lan Mintuna memberikan pengetahuan pentingnya kesetaraan gender dan menerapkan nilai-nilai pendidikan. Pemelajaran novel digunakan sebagai wahana untuk mencapai berbagai macam tujuan dapat dicapai seperti: mencerdaskan siswa, membentuk kepribadian atau mengembangkan keterampilan tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi yang diperolehnya. Kemampuan ini membutuhkan kritis, sistematis, analogis, commit topemikiran user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132 logis dan kreatif. Oleh karena itu pendekatan feminisme dalam karya sastra khususnya novel perlu dipelajari dalam rangka membentuk siswa yang kritis, aktif, inovatif dan berbudi pekerti luhur. Pemelajaran telaah novel dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif
dan
aspek
kepribadian
peseerta
didik.
Aspek
kognitif
perkembangannya melalui peningkatan pengetahuan, dan perluasan bahasa. Aspek kognitif yang dapat diperoleh dari pemelajaran sastra yaitu mampu mengatasi berbagai konflik yang terjadi sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Aspek afektif menyangkut peningkatan emotif dan perasaan untuk meningkatkan rasa solidaritas terhadap sesama. Aspek kepribadian yang dapat diperoleh dari kegiatan mengkaji novel adalah nilai pendidikan yang termuat di dalam novel yang ditelaah. C. Saran Berdasarkan hasil serta implikasi penelitian di atas, maka diajukan saran sebagai berikut. 1.
Bagi pembaca a.
Kajian feminisme dalam novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado terdapat nilai-nilai feminis yang bermanfaat bagi pembaca oleh karena itu dapat dijadikan referensi bacaan yang bermutu.
b.
Novel Mimi Lan Mintuna menceritakan kisah korban trafficking yang mengalami berbagai bentuk ketidakadilan gender. Novel tersebut memberikan amanat bagi pembaca untuk mewaspadai bahaya traffickingcommit yang dapat terjadi di lingkungan sekitar. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133 c.
Ide emansipasi yang diungkapkan tokoh perempuan dalam novel Mimi Lan Mintuna yang berupa ketegaran, kebebasan, kesabaran, kemandirian dan perjuangan dalam menghadapi cobaan hidup dapat dijadikan motivasi untuk memperbaikai diri.
d.
Novel Mimi Lan Mintuna memberikan amanat kepada pembaca untuk menjalani biduk rumah tangga seperti mimi dan mintuna. Binatang laut yang selalu hidup rukun dan sehidup semati.
2.
Bagi pendidik a. Nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Mimi Lan Mintuna sangat baik untuk dijadikan tersebut
mengandung
bahan pemelajaran sastra. Novel
nilai-nilai
pendidikan
yang
dapat
diaplikasikan dalam kehidupan. b. Pendidik dianjurkan untuk memberikan arahan sejak dini mengenai kesetaraan gender agar tidak terjadi kesalahpahaman. Gerakan feminisme bukan untuk memerangi kaum laki-laki, namun merupakan perjuangan untuk menunjukan eksistensinya agar dapat menjadi patner bagi laki-laki. 3.
Bagi peneliti sastra a.
Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk mengkaji novel dengan menggunakan pendekatan feminisme.
b.
Para peneliti apabila mengkaji novel Mimi Lan Mintuna hendaknya menggunakan
pendekatan lainnya, sehingga dapat
menambah khazanah penelitian commit to usersastra.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134 4.
Bagi Siswa a.
Dalam memaknai kandungan isi novel, hendaknya siswa dapat mengambil nilai-nilai positif sehingga dapat mengamalkannya dalam kehidupan.
b.
Bagi siswa perempuan, sikap dan prilaku tokoh perempuan yang mandiri dan tegar dalam menghadapi cobaan hidup dapat dijadikan motivasi untuk mewujudkan eksistensi.
c.
Bagi siswa laki-laki penelitian ini memberikan gambaran pentingnya kesetaraan gender dan menghargai hak-hak wanita untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis.
5.
Bagi sekolah Sekolah hendaknya mulai menggunakan media novel sebagai pe mbelajaran kesetaraan gender. Salah satunya menggunakan novel Mimi Lan Mintuna karya Remy Sylado. Hal tersebut merupakan upaya untuk meminimalisir ketidakadilan.
commit to user