perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NOVEL CERITA CINTA ENRICO KARYA AYU UTAMI : KAJIAN FEMINISME DAN NILAI PENDIDIKAN
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Peryaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
oleh: Purnamaningsih Handayani NIM S841302027
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PEMBIMBING
NOVEL CERITA CINTA ENRICO KARYA AYU UTAMI: KAJIAN FEMINISME DAN NILAI PENDIDIKAN
TESIS
Oleh: Purnamaningsih Handayani S841302027
Komisi Pembimbing
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I Dr. Suyitno, M. Pd NIP 19520122 198003 1 001
__________ Agustus 2014
Pembimbing II Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd NIP 19461208 198203 1 001
__________ Agustus 2014
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal ___ Agustus 2014
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. NIP 19620407 198713 commit to user 1 003
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis berjudul: “NOVEL CERITA CINTA ENRICO KARYA AYU UTAMI KAJIAN FEMINISME DAN NILAI PENDIDIKAN” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memeroleh gelar akademik dan tidak terdapat karya atau pandapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini serta disebutkan dalam sumber acuan dan daftar pustaka. Jika di kemudian waktu terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas Nomor 17, tahun 2010). 2. Publikasi sebagian keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seizin dan menyertakan tim pembimbing sesuai author dan Program Pascasarjana (PPs) Universitas Sebelas Maret (UNS) sebagai institusinya. Jika saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan tesis ini dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis), Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia (Prodi PBI) PPs UNS berhak memublikasikan pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi PBI PPs UNS. Jika saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, saya bersedia mandapat sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Agustus 2014 Mahasiawa,
Purnamaningsih Handayani S841302027
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Berangkat dengan penuh keyakinan Berjalan dengan penuh keikhlasan Istiqomah dalam menghadapi cobaan “YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH. (TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid).
Kita dilahirkan untuk sukses, bukan untuk gagal. (Henry David Thoreau).
Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi, dan saya menang. (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada: 1. Kedua orang tuaku Almarhum Bapak Sukardi Prabowo dan Ibu Sri Wulansih. 2. Suamiku
tercinta
Tri
Widodo
dan
anakku tersayang Bayu Dzaki Suryo Nugroho. 3. Almamaterku,
Program
Universitas Sebelas Maret.
commit to user
vi
Pascasarjana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat, karunia, nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Kajian Feminisme dan Nilai Pendidikan. Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita, Rasulullah Muhammad Swt. yang telah menuntun kepada jalan kebenaran serta telah memberikan suri tauladan yang baik. Penyusunan tesis ini dimaksudkan untuk melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat untuk menyelesaikan program studi S-2 (strata) Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret. Dalam penyusunan tesis ini penulis merasa mendapat banyak bantuan, petunjuk, dan saran dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan pada program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diberikan kesempatan untuk menggunakan fasilitas yang ada di lingkungan kampus, 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku direktur Program Pascasarjana to usermemberikan kesempatan kepada Universitas Sebelas Maret commit yang telah
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penulis untuk mengikuti studi lanjut Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, 3. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan pengesahan tesis ini, 4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd. dan Prof. Dr. Andayani, M.Pd. selaku Ketua dan Sekertaris Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi sehingga tesis ini dapat diselesaikan, 5. Dr. Suyitno, M. Pd. Selaku Pembimbing I yang dengan sabar dan baik hati telah memberikan bimbingan, nasihat, dan saran-saran yang sangat penting sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini, 6. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. selaku Pembimbing II yang telah sabar meluangkan pemikiran dan waktunya untuk memberikan arahan, petunjuk, dan bimbingan dalam proses penyusunan tesis ini, 7. Pihak pengelola perpustakaan Pascasarjana dan perpustakaan pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyediakan dan meminjamkan buku-buku sebagai literatur dalam penyempurnaan tesis ini, Kepada mereka semua, hanya ungkapan terima kasih dan doa yang dapat penulis persembahkan semoga semua yang telah mereka berikan kepada penulis sebagai ibadah yang ternilai harganya dimata masyarakat maupun penulis sendiri.
Sepertihalnya pribahasa tak ada padi yang bernas setangkai, sehingga Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, penulis commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, __ Agustus 2014
Penyusun,
PH
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN DEPAN .................................................................................. PENGESAHAN PEMBIMBING................................................................ ii PENGESAHAN PENGUJI ......................................................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS ................... iv MOTTO....................................................................................................... v PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR IS ................................................................................................ Ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv ABSTRAK .................................................................................................. xv ABSTRACT .................................................................................................. xvi BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................... 8 C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9 D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9 1. Manfaat Teoritis ................................................................ 9 2. Manfaat raktis ................................................................... 9 commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II : KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA ERPIKIR ..................................................................................... 11 A. Kajian Pustaka ........................................................................... 11 B. Landasan Teori .......................................................................... 14 1. Hakikat Novel .................................................................... 14 2. Hakikat Feminisme ............................................................ 31 3. Nilai Pendidikan ................................................................. 41 C. Kerangka Berpikir ..................................................................... 46
BAB III : METODE PENELITIAN ........................................................... 49 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 49 B. Pendekatan Penelitian ........................................................... 49 C. Data dan Sumber Data .......................................................... 50 D. Teknik Pengumpulan Data.................................................... 51 E. Validitas Data........................................................................ 52 F. Teknik Analisis Data ............................................................. 53
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 56 A. Hasil Penelitian ..................................................................... 56 1. Struktur Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utam ... 56 2. Eksistensi Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami ....................................................................... 78 3. Nilai Pendidikan yang Terdapat dalam Novel Cerita Cinta commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Enrico karya Ayu Utami ................................................. 84 B. Pembahasan .......................................................................... 90 1. Struktur Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami .. 90 2. Eksistensi Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami ....................................................................... 95 3. Nilai Pendidikan yang Terdapat dalam Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami ................................................. 84
BAB V : SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ................................... 104 A. Simpulan ................................................................................. 104 B. Implikasi ................................................................................. 107 C. Saran ....................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 112 LAMPIRAN ................................................................................................ 115
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Skema kerangka berpikir..............................................................39 2. Gambar 2 Jadwal kegiatan penelitian............................................................40 3. Gambar 3 Teknik analisis data......................................................................44
commitLAMPIRAN to user DAFTAR
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1. Sampul Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami Lampiran 2. Sinopsis Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Lampiran 3. Biografi Pengarang Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Lampiran 4. Korpus Data Nilai pendidikan Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Lampiran 5. Korpus Data Nilai Pendidikan Novel Si Parasit Lajang karya Ayu Utami Lampiran 6. Korpus Data Nilai Pendidikan Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Purnamaningsih Handayani, S841302027. 2013. Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami Kajian Feminisme dan Nilai Pendidikan. TESIS. Pembimbing 1: Dr. Suyitno, M. Pd., II. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M. Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) Struktur Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami; (2) Eksistensi perempuan dan feminisme yang terdapat dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami; (3) Nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel Cerita Cinta Enrico karya ayu Utami. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata. Data penelitian ini adalah novel Cerita Cinta Enrico. Penelitian ini menggunakan pendekatan feminisme untuk mendeskripsikan eksistensi perempuan, pokok-pokok pikiran feminisme yang terdapat dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah membaca novel dan analisis dokumen. Validasi data menggunakan triangulasi data, dan teknik analisis data menggunakan model interaktif. Hasil penelitian ini sebagai berikut: (1) Struktur novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami, yang meliputi: (a) Tema; (b) Tokoh dan Penokoham; (c) Setting atau latar; (d) Alur atau Plot; (e) Sudut Pandang Pengarang; (f) amanat; (2) Eksistensi perempuan dan feminisme novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami, meliputi: (a) kebebasan memilih bagi perempua; (b) perjuangan kesetaraan gender; (c) kemandirian tokoh perempuan; (d) analisis feminisme liberal dalam novel; (3) nilai pendidikan yang terdapat dalam Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami, antara lain: (a) nilai pendidikan agama; (b) nilai pendidikan moral; (c) nilai pendidikan sosial; (d) nilai pendidikan budaya. Hasil penelitian ini merupakan model kajian secara feminisme yang dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran apresiasi sastra, khususnya apresiasi prosa fiksi. Selain itu penelitian ini dapat digunakan sebagai langkah awal untuk meneliti lebih lanjut tentang feminisme yang tidak hanya terfokus pada karya sastra tetapi juga digunakan dalam mkehidupan bermasyarakat. Para peneliti sastra dapat mengembangkan penelitian sejenis ini dengan sampel yang lebih banyak, analisis yang lebih mendalam, serta dapat menerapkannya dalam realitas kehidupan. Saran untuk penelitian ini ditujukan kepada para pendidik, peserta didik, peneliti sastra, dan para pembaca sebagai bahan pertimbangan dalam mengabdikan tugas-tugas mereka di bidangnya masing-masing.
Kata kunci: novel Cerita Cinta Enrico, kajian feminisme, nilai pendidikan commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Purnamaningsih Handayani, S841302027. 2013. Novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami, a Study on Feminism and Education Value. Thesis. First Counselor: Dr. St. Y. Slamet, M.Pd. Indonesian Language Education Study Program of Postgraduate Program, Sebelas Maret University. ABSTRACT This research aimed to describe and to explain: (1) the structure of Novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami; (2) the existence of women and feminism existing in novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami; and (3) education values existing in novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami. This research employed a qualitative method. The qualitative method was the research procedure yielding descriptive data in the form of words. The data of research was novel Cerita Cinta Enrico. This study employed feminism approach to describe the existence of women, the main idea of feminism existing in novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami. Techniques of collecting data used in this research were reading novel and document analysis. The data validation employed data triangulation, and technique of analyzing data used was an interactive model of analysis. The results of research were as follows. (1) The structure of novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami included: (a) Theme; (b) Character and Characterization; (c) Setting; (d) Plot; (e) Author’s perspective; (f) message. (2) The existence of women and feminism in novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami included: (a) the freedom to vote for women; (b) struggle for gender equality; (c) women character’s independency; (d) liberal feminism analysis in the novel; (3) education value existing in novel Cerita Cinta Enrico by Ayu Utami, included: (a) religion education value; (b) moral education value; (c) social education value; and (d) cultural education value. The result of research was a feministic model of study that could be used as one of literary appreciation learning model, particularly fiction prose appreciation. In addition, this study could be used as the initial measure to study further the feminism not only focusing on literary work but also used in living within the society. The literary researchers could develop such this research with larger sample, more in-depth analysis, and could apply it to life reality. The recommendation of research was intended to educators, students, literary researchers, and readers as the matter of consideration in dedicating their duties in their own field. Keywords: Novel Cerita Cinta Enrico, feminism study, education value.
commit to user
xvi
digilib.uns.ac.id1
perpustakaan.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang feminisme, tentu saja berbicara tentang perempuan. Karena perempuan merupakan bagian dari masyarakat, maka setiap yang dilakukannya akan selalu terkait dengan konteks sosial budaya, yaitu setiap aktivitasnya akan terkait dengan manusia lain yang ada disekitarnya . Perempuan dengan segala keunikannya seakan menjadi sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis. Kehidupan perempuan ternyata menarik untuk dibicarakan. Perempuan adalah sosok yang begitu unik. Di satu sisi, perempuan adalah keindahan yang bisa membuat laki-laki tergila-gila. Akan tetapi di sisi lain, ia dianggap makhluk yang lemah dan harus tunduk pada laki-laki. Dan kelemahan tersebut dijadikan alasan oleh laki-laki jahat untuk mengeksploitasi keindahannya. Bahkan ada anggapan bahwa perempuan itu hina, manusia kelas dua yang walaupun cantik, tetapi tidak diakui eksistensinya. Salah satu filosof Aristoteles, Thomas Aquinas menyatakan bahwa wanita adalah laki-laki yang tidak sempurna (Sugihastuti dan Suharto, 2013: 32). Hal tersebut di atas merupakan gambaran kebudayaan di Indonesia yang masih memperlihatkan secara jelas keberpihakannya kepada kaum laki-laki. Salah satunya kebudayaan Jawa yang menempatkan perempuan sebagai yang kedua. Hal tersebut tercermin dalam ungkapan-ungkapan yang sangat meninggikan derajat laki-laki, misalnya wanita yang berarti wani ditata atau berani dan bersedia ditata atau diatur dan swarga nunut neraka katut yang berarti bahwa kebahagiaan atau penderitaan istri hanya tergantung pada suami merupakan contoh ketiadaan peran perempuan dalam keluarga. Perempuan rata-rata memiliki banyak kesulitan dalam menemukan kedudukannya atau mungkin bahkan takut karena merekacommit berfikir to bahwa user yang mencari nafkah adalah lakilaki, dan dalam menentukan sikap memecahkan kesulitan masalah-masalah yang muncul
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id2
dalam kehidupannya. Di satu sisi, perempuan dihadapakan dengan persoalan rumah tangga, di sisi yang lain, ia dihadapkan pada masalah-masalah yang yang berhubungan dengan hak, kewajiban dan hukum. Perempuan yang ingin menemukan eksistensinya terkadang dipandang sebagai bentuk pembangkangan oleh sebagian orang yang masih dilingkupi pemikiran patriarkis. Padahal, perempuan hanya ingin menemukan jati dirinya, membentuk, dan mengembangkan kesadaran bahwa ada potensi nonfisik yang harus dikembangkan dalam eksistensi dirinya sebagai manusia. Dalam sistem patriarki, hubungan antara laki-laki dan perempuan bersifat hierarkis, yaitu kaum laki-laki berada dalam kedudukan puncak dan mendominasi kaum perempuan, sedangkan kaum perempuan berada pada kedudukan di bawahnya atau subordinat. Kaum laki-laki berhak menentukan kedudukan kaum perempuan, sebaliknya kaum perempuan tidak dapat menentukan kedudukan kaum laki-laki. Adanya hubungan yang bersifat hierarki tersebut menimbulkan kerugian di pihak kaum perempuan. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang panjang dan disebabkan oleh beberapa faktor, seperti dibentuk, diperkuat, disosialisasikan, dan dikonstruksikan secara sosial dan kultur melalui ajaran keagamaan maupun negara. Perbedaan gender pada dasarnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities (ketidakadilan gender). Akan tetapi, yang menjadi masalah adalah ternyata perbedaan gender telah menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan. Hal ini terjadi karena masyarakat kurang mengerti perbedaan gender dan perbedaan jenis kelamin. Proses yang panjang menyebabkan sosialisasi gender tersebut, akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang seolah-olah bersifat biologis dan tidak dapat diubah lagi. Perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat perempuan dan kodrat laki-laki yang secara perlahan-lahan mempengaruhi kondisi biologis commit to 10). user masing-masing jenis kelamin tersebut (Fakih, 2012:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id3
Berbagai persoalan perempuan yang berhubungan dengan masalah kesetaraan gender ini selanjutnya mengundang simpati yang cukup besar dari masyarakat luas karena dianggap erat kaitannya dengan persoalan keadilan sosial dalam arti lebih luas (Nugroho, 2008: 28). Dewasa ini, berbagai ketimpangan gender yang dialami oleh kaum perempuan tersebut tengah dipersoalkan an digempur oleh suatu gerakan yang disebut gerakan feminisme. Gerakan ini berupaya melakukan pembongkaran terhadap ideologi penindasan atas nama gender, pencaian akar ketertindasan perempuan, hingga upaya penciptaan pembebasan perempuan. Oleh karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa feminisme merupakan sebuah ideologi pembebasan perempuan, karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyakinan bahwa perempuan mengalami ketidakadilan karena jenis kelaminnya (Humm, 2002: 158). Dalam kaitannya dengan karya sastra dan dalam penelitian ini adalah novel, feminisme berkaitan erat dengan kritik sastra feminisme yakni kajian karya sastra yang mendasarkan pada pandangan feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Pengkritik memandang sastra dengan kesadaran, khusus adanya jenis kelamin yang berhubunga dengan sastra, budaya, dan kehidupan (Djajanegara, 2000: 22). Ketidakadilan gender tidak hanya terjadi dalam kehidupan sehari-hari saja, tetapi juga dalam dunia sastra. Seringkali perempuan dijadikan tokoh yang menjadi objek kekerasan dalam karya sastra tersebut. Karya sastra sebagai dunia imajinatif merupakan media tumbuhnya subordinasi perempuan. Karya sastra seolah-olah hanya ditujukan untuk pembaca laki-laki. Kalaupun ada pembaca perempuan, ia dipaksa membaca sebagai seorang laki-laki (Sugihastuti dan Suharto, 2013: 32). Bentuknya dapat berupa pornografi dan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini merupakan petunjuk adanya anggapan yang negatif terhadap commit dengan to user menggunakan standar yang dimiliki perempuan atau adanya pendefinisian perempuan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id4
laki-laki. Hal ini berhubungan dengan adanya salah kaprah tentang konsep gender dan jenis kelamin. Salah satu gambaran ketertindasan perempuan Indonesia dituturkan secara jelas oleh Pramudya Ananta Toer dalam novel “Bumi Manusia”. Dalam novel tersebut, Pramudya mengisahkan seorang perempuan pribumi bernama Sanikem. Ayah Sanikem yang bernama Sastrotomo adalah seorang juru tulis desa, yang bercita-cita menjadi juru bayar pabrikgula yakni suatu jabatan paling tinggi bagi seorang pribumi di desa pada waktu itu. Akhirnya dengan segala cara dilakukannya untuk mendapatkan jabatan tersebut, termasuk menjual anaknya Sanikem kepada administrator pabrik gula seharga 25 gulden. Sejak saat itu sanikem menjadi seorang Nyai Ontosoroh, yakni seorang perempuan yang menjadi istri yang tidak sah, bergantung dan tidak berdaya di bawah laki-laki Belanda yang berkuasa secara ekonomi dan politik (Nugroho, 2008: 43). Tokoh perempuan dalam novel tersebut dapat dikatakan sebagai simbol perempuan yang mengalami marginalisasi dalam bentuk tidak dipunyainya hak hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Berdasarkan ilustrasi tentang keadaan perempuan yang disebutkan dalam paragraf di atas, tidak mengherankan bila pembicaraan mengenai wacana perempuan seolah tidak pernah habis digali. Dalam berbagai wilayah kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, agama, maupun budaya, posisi perempuan selalu dan masih saja dimarginalkan di bawah dominasi superioritas kaum laki-laki. Kondisi yang telah mapan inilah yang hendak akan dirubah para aktivis perempuan yang merasa peduli dengan nasib sesamanya yang pada akhirnya memunculkan gerakan feminisme. Pemikiran tentang gerakan feminisme (pembebasan) perempuan ini turut pula berimbas pada berbagai ranah kehidupan sosial, budaya, dan termasuk karya sastra yang notabene merupakan salah satu wujud kebudayaan. Hal ini dapat dimaklumi karena sebuah to userberbagai peristiwa yang berkecamuk karya sastra bisa dikatakan wadah untuk commit menanggapi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id5
dalam kehidupan nyata yang sekaligus sebagai kritik sosial dari sang pengarang. Seperti yang dikemukakan oleh Wellek dan Austin (2014: 98) “...sastra menyajikan kehidupan, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga meniru alam dan subjektif manusia”. Seiring perkembangan zaman memunculkan suatu perubahan responsi dari masingmasing perempuan sebagai individu. Kenyataan yang tampak adalah adanya kesadaran bahwa mereka ingin tumbuh sebagai manusia yang mempunyai peranan besar dalam menentukan kehidupannya sendiri dan dalam masyarakat. Dalam karya sastra, munculnya novel Saman dan Larung karya Ayu Utami, Djenar Mahesa Ayu, Fira Basuki, menjadi tonggak bangkitnya sastrawan tahun 2000. Mereka menawarkan warna lain dalam karya sastra dengan memunculkan tokoh perempuan yang “memegang kendali” atas diri pribadi, bahkan untuk mampu “mengendalikan” tokoh-tokoh lain, termasuk tokoh laki-laki dalam karya itu. Jika sebelumnya dalam sastra perempuan digambarkan sebagai sosok yang tertindas, korban kekerasan, perkosaan, dan bahkan pengucilan, maka melalui tokoh-tokoh dalam kedua novel tersebut Ayu Utami menunjukkan emansipasi kaum perempuan dengan menuntut adanya persamaan derajat antara kaum perempuan dan laki-laki baik dalam bidang sosial, politik, maupun seks. Secara umum, semua novel yang dihasilkan pengarang-pengarang perempuan yang telah disebutkan di atas adalah sebuah upaya untuk memberi peranan lebih kaum perempuan. Begitu juga cerita yang tergambar dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. Melalui tokoh perempuan yang ada dalam novel tersebut, novel ini mengangkat kehidupan tokoh perempuan dalam kaitannya dengan pilihan hidupnya untuk menentukan takdirnya sendiri. Ayu Utami yang nama lengkapnya Justina Ayu Utami dikenal sebagai novelis commit to user pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama. Ia dilahirkan di Bogor, Jawa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id6
Barat, 21 November 1968. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Bernadeta Suhartina.Ia berasal dari keluarga Katolik. Pendidikan terakhirnya adalah S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994). Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995) dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999). Ayu menggemari cerita petualangan, seperti Lima Sekawan, Karl May, dan Tin Tin. Selain itu, ia menyukai musik tradisional dan musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah Femina, urutan kesepuluh. Namun, ia tidak menekuni dunia model. Ayu pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang memasok senjata dan bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia masuk dalam dunia jurnalistik dan bekerja sebagai wartawan Matra, Forum Keadilan, dan D & R. Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis. Selama 1991, ia aktif menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana. Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi, sebagai kurator. Ia anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di Institut Studi Arus Informasi. Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, Ayu kemudian menulis novel. Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam sastra Indonesia.Karyanya yang berupa commit to useresai kerap dipublikasikan di Jurnal
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id7
Kalam. Karyanya yang lain, Larung, yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca. Emansipasi perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini telah membawa perempuan pada kesetaraannya dengan laki-laki untuk memperoleh pendidikan sampai tingkat tertinggi. Dalam diri perempuan itu muncul keinginan untuk berprestasi dalam mewujudkan kemampuan dirinya sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya. Perempuan menginginkan berkiprah di ranah publik dalam rangka mengaktualisasikan diri. Kartini berkeyakinan bahwa pendidikan merupakan salah satu pilar utama untuk membebaskan perempuan dari bentuk keterbelakangannya. Meskipun kartini belum berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan patriarki karena menerima untuk dinikahkan pada usia yang sangat muda untuk laki-laki yang bukan pilihannya, tetapi gagasan-gagasannya merupakan pembaharuan untuk kemajuan perempuan. Perkembangan feminisme sangat pesat ini menggeser sedikit demi sedikit perbedaan gender. Hal ini melibatkan tokoh perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. Mereka lebih menerima kelebihan dan kekuatan lain yang dimiliki oleh perempuan. Novel ini tidak lagi menganggap bahwa perempuan lemah, tetapi walaupun begitu tidak meninggalkan sifatnya sebagai seorang perempuan yang menikah dan menjadi istri bagi suaminya, serta ibu yang menyayangi anak-anaknya. Saat ini bagaimana agar sebuah karya sastra dapat menjadi pelopor perjuangan perempuan yang efektif untuk terbebas dari kebodohan, kemiskinan, dan penindasan kaum laki-laki. Tetapi, harus diingat bukan berarti perempuan bebas dari aturan norma, batasan tabu, etika seksual dan kodratnya. Hal ini untuk mendorong proses perubahan social kaum perempuan, perempuan pelopor yang mampu membebaskan kaumnya dari kebodohan, kemiskinan, dan penindasan kaum laki-laki. Ini semua semua belum banyak karya sastra commit to user yang menyentuhnya.
digilib.uns.ac.id8
perpustakaan.uns.ac.id
Pemilihan novel Cerita Cinta Enrico sebagai objek penelitian didasarkan pada beberapa hal, di antaranya Cerita Cinta Enrico merupakan novel terbaru Ayu Utami yang sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dikaji dengan pendekatan feminisme. Persoalan yang dibicarakan adalah tentang perempuan yang masih aktual dan memiliki relevansi dengan kehidupan masa kini, serta dipandang bermanfaat untuk menata kehidupan masa depan yang lebih baik, khususnya bagi perempuan Meninjau novel Cerita Cinta Enrico berdasarkan sudut pandang feminisme dalam penelitian ini akan mengangkat struktur novel, eksistensi perempuan, dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel. Pendekatan feminisme ini adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra, bagaimana pandangan pengarang terhadap tokoh wanita dalam suatu karya sastra. Adanya gerakan perubahan peranan sosial persamaan kedudukan perempuan sebagai tokoh emansipasi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah struktur novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami? 2.
Bagaimanakah eksistensi tokoh perempuan novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami dalam persepektif feminisme?
3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami?
commit to user
digilib.uns.ac.id9
perpustakaan.uns.ac.id C. Tujuan Penelitian 1.
Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur dalam novel Cerita Cinta Enricokarya Ayu Utami.
2.
Mendeskripsikan dan Menjelaskan Eksistensi perempuan novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami dalam perspektif feminisme.
3.
Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel Cerita Cinta Enricokarya Ayu Utami. D. Manfaat Penelitian Ada dua manfaat penelitian yang dapat diperoleh dalam penelitian ini yaitu:
1.
Manfaat Teoritis a.
Memberi sumbangan bagi Ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian sastra.
b.
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu contoh penerapan pendekatan feminism dalam penelitian bidang sastra.
c.
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap keilmuan dalam mengapresiasi novel dan memberikan semangat kepada penikmat sastra secara mendalam.
2. Manfaat Praktis a.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan guru bahasa dan sastra Indonesia dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya novel yang beraliran feminisme.
b.
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa dan guru bahasa dan sastra Indonesia, serta peneliti sastracommit sebagaitobahan user bacaan untuk menambah wawasan tentang kajian feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami.
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id c.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai wahana pembelajaran apresiasi sastra, dalam hal ini siswa dapat menganalisis karya sastra dengan pendekatan feminisme.
d.
Hasil penelitian ini dapat mengefektifkan proses pembelajaran sastra dalam hal ini adalah novel Cerita Cinta Enrico yang beraliran feminisme.
commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id BAB II
KAJIAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka Dalam bagian ini akan dikemukakan kajian kepustakaan tentang hasil penelitian yang relevan, yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini antara lain: Hughes (2011: 8) menganalisis peranan perempuan sebagai sheriff, hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa dengan adanya pemimpin perempuan dalam lembaga penegak hukum akan mendapatkan suatu keuntungan, struktur organisasi penegak hukum perlu lebih fleksibel, serta mendefinisikan posisi kepemimpinan untuk tidak memihak salah satu gender, perempuan dalam penegakkan hukum secara struktural diskriminasi melalui pengobatan yang berbeda. Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada bagian kajian perempuan terhadap persamaan kedudukan gender. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini lebih fokus kepada nilai pendidikan dan feminisme dalam novel, sedangkan Patrick J. Hughes lebih pada ranah penegak hukum. Gaus (2011: 175) meneliti tentang faktor yang menghalangi guru perempuan dalam memegang posisi utama di sekolah-sekolah dasar di Makassar, temuan menunjukkan bahwa kurangnya perwakilan guru perempuan di posisi kepemimpinan di sekilah dasar di Makassar berasal dari masalah baik sosial budaya dan institusional. Diharapkan hasil penelitian ini dapat
membantu
untuk
menjelaskan
tentang
representasi
kaumperempuan
dalam
kepemimpinan sekolah dasar di Makassar dan untuk memberikan indikasi dari arah yang bisa ditempuh untuk mengatasi ketidakseimbangan ini. Hasil juga dapat memberikan indikasi apa langkah tambahan mungkin perlu diambil untuk mengatasi motivasi guru untuk mengejar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
kepemimpinan mereka. Untuk otoritas hasilnya dapat digunakan untuk revisikebijakan dalam sistem pendidikan Makassar. Kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada bagian kajian perempuan dan pendidikan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini lebih fokus kepada nilai pendidikan dan feminisme dalam novel dan Nurdiana Gaus memeriksa faktor menghalangi guru perempuan dari memegang posisi utama di sekolah-sekolah dasar di Makassar. Johnson (2012: 1) berpendapat bahwa mulai tahun 70-an perempuan memiliki tempat dan kedudukan politik yang tinggi. Perbedaan latar belakang sangat mempengaruhi kehidupan. Persamaan dengan penelitian ini sama-sama membahas tentang upaya perempuan dalam mencapai persamaan hak dengan kaum laki-laki, dan samasama beraliran feminisme liberal. Perbedaannya terletak pada obyek yang diteliti. Mishra (2012: 1) mengkaji tentang kontribusi perempuan terhadap pekerjaan yang mulai jalan kembali selama Perang dunia Pertama ketika mereka mewakili dan bekerja bersama laki-laki dan berpartisipasi aktif dalam memberikan layanan mereka ke negara itu. Perempuan melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati dan mendapat tepuk tangan dari semua orang untuk layanan khusus mereka. Masuknya perempuan ke dunia profesional dipandang sebagai ancaman sistem patriarki, yang berpendapat bahwa seorang perempuan harus memberikan pelayanan sebagai istri, ibu atau anak perempuan. Jika mereka terlibat dengan dunia luar dan bekerja di luar rumah, mereka dituduh amoral dan merupakan ancaman akan meninggalkan keluarga yang ditinggaal di rumah, ini merupakan alasan utama bagi munculnya gerakan feminisme. Hasil yang di dapat dari kajian tersebut adalah bahwa kontribusi perempuan terhadap dunia usaha telah secara signifikan meningkat dan cukup berhasil untuk mengeksplorasi to user penyebab feminis. Oleh karena itu dia commit memiliki penekanan fakta bahwa pemberdayaan
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
perempuan adalah suatu keharusan bagi setiap perempuan, dan perempuan harus berdiri untuk memperjuangkan tujuan mereka dan mereka tidak boleh didiskriminasi atas dasar seks mereka. Penelitian ini berpendapat bahwa feminisme adalah gerakan yang menganjurkan untuk menetapkan dan membela hak-hak yang sama bagi perempuan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan politik, ekonomi, hak sosial untuk mereka. Para aktivis yang memperjuangkan hak-hak ini disebut adalah feminis. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang perjuangan perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya. Perempuan dapat membuktikan bahwa ia mampu mengatasi persoalan hidup yang disebabkan oleh kaum laki-laki. Perbedaannya terletak pada kajiannya. Das dan Hazarika (2014:1) mengkaji tentang feminisme liberal, hasil yang di dapat adalah feminisme liberal menjadi landmark utama dalam sejarah feminisme dan berdampak jauh dari pertumbuhan dan perkembangan gerakan pembebasan perempuan. Tapi keluhan tertentu diajukan terhadap feminisme liberal di jalan waktu, oleh karena itu, feminisme radikal, feminisme marxis, feminisme kosong, dan feminisme ketiga dunia dan banyak lagi. Sekolah feminisme muncul sebagai kritik feminisme liberal. Feminisme radikal menegaskan bahwa feminisme liberal telah gagal untuk membangun sebuah teori yang sistematis tentang perkembangan perempuan. Menurut feminisme radikal, feminisme liberal gagal untuk memahami bagaimana perempuan tertindas dan diskriminasi dalam sistem patriarki. Di sisi lain, kaum feminis sosialis juga setuju bahwa sekolah feminis liberal cenderung untuk melestarikan dan melindungi sistem patriarki melalui memperkaya sistem kapitalis. Meskipun feminisme liberal tidak bebas dari kritik tertentu, peran penting dalam userdapat diabaikan. Ini adalah gerakan pertumbuhan dan perkembangan gerakan commit feministotidak
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
feminis liberal merupakan jalan baru dan cakrawala perempuan menuju gerakan emansipasi. Ini membuka pintu pemikiran pembebasan perempuan dari segala macam perbudakan dan pembudakan. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji tentang feminisme liberal. Perbedaannya terletak pada objek yang diteliti, penelitian Has dan Hazarika hanya meneliti tentang feminisme liberal. Sedangkan penelitian ini tidak hanya mengkaji feminisme liberal tetapi juga mengkaji nilai pendidikan yang ada pada novel. B. Landasan Teori 1. Hakikat Novel a. Pengertian Novel Cerita fiksi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: roman, cerpen, dan novel. Dalam tulisan ini yang akan diuraikan hanya pengertian novel karena objek penelitian yang ditulis adalah novel. Sastra mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Untuk mempertegas keberadaan genre prosa, ia sering dipertentangkan dengan genre yang lain, misalnya dengan puisi, walau pertentangan itu sendiri hanya bersifat teoritis. Karya fiksi, seperti halnya dalam kesastraan Inggris dan Amerika, menunjuk pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek (Nurgiyantoro, 2012: 9). Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Berhubung novel merupakan karya fiksi, maka novel adalah sebuah karya imajinatif. Meskipun novel bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Kebenaran dalam dunia fiksi, tidak harus sama dan tidak perlu disamakan dengan kebenaran commit to user dalam dunia nyata. Dalam dunia fiksi dikenal dengan adanya licentia poetica,
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
sehingga seorang pengarang dapat berkreasi maupun memanipulasi berbagai masalah kehidupan yang dialami dan diamati menjadi kebenaran yang hakiki dan universal dalam karyanya, walaupun secara faktual merupakan hal yang salah. Novel merupakan salah satu bentuk prosa fiksi di samping roman dan cerpen. Secara etimologis, kata novel berasal dari novella (yang dalam bahasa Jerman: novella) yang berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’ (Nurgiyantoro, 2012: 9). Dikatakan baru karena dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya seperti puisi dan drama (Waluyo, 2011: 5). Jenis novel dalam sastra Inggris dan Amerika biasa disebut roman, sedangkan yang disebut novelette dalam bahasa Inggris dan Amerika disebut novel (Tarigan, 1985: 174). Dewasa ini istilah novella dan novella mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novellete), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2012: 9) menjelaskan bahwa novel dan cerita pendek merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian pengertian fsinonim dengan fiksi. Dengan demikian pengertian fiksi sama seperti pengertian novel yaitu sebagai cerita rekaan. Novel, sebagai salah satu genre sastra, merupakan suatu sarana pengungkapan keyakinan, kebenaran, ide, gagasan, sikap dan pandangan hidup pengarang, dan lain-lain yang tergolong unsur isi dan sebagai sesuatu yang ingin disampaikan. Waluyo (2011: 6) mendefinisikan bahwa dalam novel terdapat: (1) perubahan nasib dari tokoh cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; (3) biasanya tokoh utamanya tidak commit sampai mati. to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nurgiyantoro (2012: 4) memberikan pengertian bahwa novel adalah karya fiksi yang menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner yang dibangun melalui beberapa unsur intrinsik seperti peristiwa, plot, penokohan, latar, sudut pandang, yang semuanya tentu bersifat imajiner. Abrams (1981: 110) menjelaskan bahwa novel merupakan cerita pendek yang diperpanjang. Istilah novel diterapkan untuk berbagai tulisan yang indah dan hanya dikembangkan dalam karya fiksi prosa. Sebagai cerita naratif yang berkembang, novel dibedakan dari cerita pendek dan dari hasil karya yang agak panjang yang dinamakan novellet. Dilihat dari segi panjang cerita, novel lebih panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal itu mencakup unsur cerita yang membangun novel itu (Nurgiyantoro, 2012: 13). Penjelasan novel lebih panjang daripada cerpen dipertegas dengan pendapat Kenny (1966: 105 ), yaitu subtitusi dalam novel kompleks, maka cerita dalam novel mengembang, sehingga novel bukan dibaca sekali duduk. Sejalan dengan pendapat Kenny, Semi (1993: 32) juga menyatakan bahwa novel mengungkapkan konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas yang disajikan dengan halus. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah bentuk prosa fiksi baru yang lebih panjang daripada cerpen yang menyuguhkan commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
serangkaian peristiwa dan watak melalui alur cerita yang memiliki nilai instrinsik dan ekstrinsik serta mengandung nilai-nilai estetika. b. Unsur-unsur Intrinsik novel Novel merupakan sebuah totalitas, suatu keseluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Pembagian unsur yang dimaksud adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2012: 23). Lebih lanjut Nurgiyantoro (2012: 23) menjelaskan, bahwa unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya jika dilihat dari sudut pembaca, unsur-unsur inilah yang dimaksud, untuk menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur dalam (intrinsik) adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa (Semi, 1993: 35). Setiap karya sastra, baik karya sastra dengan jenis yang sama maupun berbeda, memiliki unsur-unsur yang berbeda. Meskipun demikian perlu dikemukakan unsur-unsur pokokyang terkandung dalam ketiga jenis karya, yaitu: prosa, puisi, dan dya, yaitu: prosa, puisi, dan drama. Unsur-unsur prosa diantaranya: tema, peristiwa atau kejadian, latar atau seting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan gaya bahasa (Ratna, 2004: 93) commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendapat senada juga disampaikan oleh Winarni, (2009: 92) yang mengatakan bahwa unsur-unsur yang bisa mengembangkan makna keseluruhan itu adalah keterkaitan dari jalinan yang padu antara watak, plot, sudut pandang, latar, dialog, dan lain-lain. Berikut ini dipaparkan beberapa unsur intrinsik novel: 1) Tema Tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi (Waluyo, 2011: 7). Biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja akan tetapi disertakan pula jalan keluar atau pemecahan untuk menghadapi persoalan tadi. Tema cerita mungkin dapat diketahui oleh pembaca melalui judul atau petunjuk setelah judul, namun yang banyak ialah melalui proses pembacaan karya sastra yang mungkin perlu dilakukan beberapa kali, karena belum cukup dilakukan dengan sekali baca (Waluyo, 2011: 7). Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian cerita. Tema dalam banyak hal bersifat “mengikat” kehadiran atau ketidak hadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu, termasuk pila berbagai unsur intrinsik yang lain. Waluyo (2011: 8) mengklasifikasikan tema menjadi lima jenis, yaitu: a. Tema yang Bersifat Fisik Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id b. Tema Organik
Tema yang bersifat organik atau moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tatacara, dan sebagainya. c. Tema Sosial Tema yang bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. d. Tema Egoik (reaksi pribadi). Tema egoik atau reaksi individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang berlebihan dan pertentangan individu. e. Tema Divine (Ketuhanan). Sedangkan tema divine (ketuhanan) menyangkut renungan yang bersifat religius hubungan manusia dengan sang Khalik. Sayuti (2000: 97) menyatakan bahwa tema adalah makna cerita, gagasan sentral, atau dasar cerita. Pendapat yang hampir sama diungkapkan oleh Panuti Sudjiman (1988: 51) yang menyatakan bahwa tema adalah gagasan yang mendasari karya sastra. Nurgiyantoro (2012: 74) berpendapat bahwa sebuah tema baru akan menjadi makna cerita jika ada dalam keterkaitannya dengan unsur-unsur cerita lain. Tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung, melainkan “hanya” secara implisit melalui cerita. Di pihak lain, unsur-unsur tokoh, plot, latar, dan cerita, dimungkinkan menjadi padu dan bermakna jika diikat oleh sebuah tema. Tema bersifat memberi koherensi dan makna terhadap keempat unsur tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
Lebih jelas Nurgiyantoro (2012: 77) mengkategorikan tema berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu penggolongan dikhotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional, penggolongan dilihat dari tingkat pengalaman jiwa menurut Shipley, dan penggolongan dari tingkat keutamaannya, sebagai berikut: a. Tema Tradisional dan Nontradisional Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk kepada tema yang hanya “itu-itu” saja, dalam arti ia telah lama dipergunakan dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita termasuk cerita lama. b. Tingkatan Tema Shipley Tingkatan tema ini sudah dibahas di atas, seperti yang telah diungkapkan oleh Waluyo yang mengklasifikasikan tema menjadi lima jenis, yaitu: 1. Tema yang Bersifat Fisik Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya. 2. Tema Organik Tema yang bersifat organik atau moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tatacara, dan sebagainya. 3. Tema Sosial Tema yang bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. commit to user 4. Tema Egoik (reaksi pribadi).
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Tema egoik atau reaksi individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang berlebihan dan pertentangan individu. 5. Tema Divine (Ketuhanan). Sedangkan tema divine (ketuhanan) menyangkut renungan yang bersifat religius hubungan manusia dengan sang Khalik. 6. Tema Utama dan Tema Tambahan Tema utama disebut tema mayor, artinya makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya. Tema tambahan disebut tema minor, merupakan makna yang hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita saja. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide atau gagasan utama serta pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi penciptaan sebuah karya sastra dan tema dapat bermakna jika terkait dengan unsur-unsur cerita yang lain. 2) Tokoh dan Penokohan Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam cerita fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Oleh karena itu, dalam sebuah fiksi tokoh hendaknya dihadirkan secara alamiah. Dalam arti tokoh-tokoh itu memiliki “kehidupan” atau berarti “hidup”, atau memiliki derajat lifelikeness (keseprtihidupan), (Sayuti, 2000: 68). Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abraham 1981 cit. Nurgiyantoro, 2012: 164). Lebih rinci lagi, Nurgiyantoro (2012: 176) menjelaskan tentang tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh protagonis dan tokoh antagonis, tokoh sederhana dan tokoh bulat, tokoh statis dan tokoh berkembang, serta tokoh tipikal dan tokoh netral, sebagai berikut: a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2012: 177). Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung (Nurgiyantoro, 2012: 177). b. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya
secara
populer
disebut
hero,
tokoh
yang
merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan commit to user harapan-harapan pembaca (Nurgiyantoro, 2012: 178).
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
Tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis (Nurgiyantoro, 2012: 1179). c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli, adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sifat dan tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu (Nurgiyantoro, 2012: 181) Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana, adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh ini lebih sulit dipahami, terasa kurang familiar karena yang ditampilkan adalah tokohtokoh yang kurang akrab dan kurang dikenal sebelumnya (Nurgiyantoro, 2012: 183). d. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan akibat adanya peristiwa yang terjadi (Altenberd dan Lewis 1996 cit. Nurgiyantoro, 2012: 188). Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan (Nurgiyantoro, 2012: 188) commit to user e. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan dan kebangsaannya atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili (Nurgiyantoro, 2012: 190). Tokoh netral adalah tokoh tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi (Nurgiyantoro, 2012: 191). Wellek dan Werren (1977: 187) lebih menjelaskan cara mengetahui bahwa seorang tokoh dalam novel dapat dilihat melalui sifat-sifat “luar” dan “dalam”. Bentuk penokohan yang paling sederhana adalah pemberian nama. Setiap “sebutan” adalah sejenis cara memberi kepribadian atau menghidupkan. Nama merupakan suatu cara ekonomis untuk mencirikan watak tokoh. Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut, ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh-tokoh tersebut (Suroto: 1989: 92-93). Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinanya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti berjalan secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagai unsur lain, misalnya dengan unsur plot dan tema, atau unsur latar, sudut pandang, gaya, amanat, dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2012: 172). Yang dimaksud perwatakan commit to userpengarang menampilkan tokoh-tokoh atau penokohan di sini adalah bagaimana
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut. Ini berari ada dua hal yang penting, yang pertama yang berhubungan dengan teknik penyampaian dan yang kedua berhubungan dengan watak atu kepribadian tokoh. Untuk mengenal watak tokoh dan penciptaan citra tokoh terdapat beberapa cara, yaitu: 1) Melalui apa yang diperbuat oleh tokoh dan tindakantindakannya, terutama sekali bagaimana ia bersikap dalam situasi kritis, 2) Melalui ucapan-ucapan yang dilontarkan tokoh, 3) Melalui penggambaran fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita, 4) Melalui jalan pikirannya, terutama untuk mengetahui alasan-alasan tindakannya, 5) Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbedan fisik tokoh. Penggambaran bentuk tubuh, wajah dan cara berpakaian, dari sini dapat ditarik sebuah pendiskripsian penulis tentang tokoh cerita, 6) Melalui
jalan
pikirannya,
terutama
untuk
mengetahui
alasan-alasan
tindakannya, 7) Melalui penerangan langsung dari penulis tentang watak tokoh ceritanya. Hal itu tentu berbeda dengan cara tidak langsung yang mengungkap watak tokoh lewat perbuatan, ucapan, atau menurut jalan pikirannya (Sumardjo dan Saini K.M, 1997: 65-66) Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan dapat dilihat dari eksistensi dan jalan cerita, jadi tokoh dan penokohan sangat erat kaitannya dengan unsur-unsur cerita yang lain. 3) Latar Dalam analisis novel, latar juga merupakan unsur yang sangat penting commit to user pada penentuan nilai estetik karya sastra. Latar sering disebut sebagai atmosfer
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
karya sastra (novel) yang turut mendukung masalah, tema, alur, dan penokohan. Oleh karena itu, latar merupakan salah satu fakta cerita yang harus diperhatikan, dianalisis, dan dinilai (Sugihastuti dan Suharto, 2013: 54). Latar memiliki fungsi untuk memberi konteks cerita. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sebuah cerita terjadi dan dialami oleh tokoh di suatu tempat tertentu, pada suatu masa, dan lingkungan masyarakat tertentu (Wiyatmi, 2006: 40). Setting atau latar adalah tempat kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan aspek psikis. Namun setting juga dapat dikaitkan dengan tempat dan waktu. Jika dikaitkan dengan tempat, dapat dirinci dari tempat yang luas, misalnya negara, propinsi, kota, desa, di dalam rumah, di luar rumah, di jalan, di sawah, di sungai, di tepi laut, dan sebagainya. Yang berkaitan dengan waktu,dapat dulu, sekarang, tahun berapa, bulan apa, hari apa, dan jam berapa, siang atau malam, dan seterusnya (Waluyo, 2011: 23). Nurgiyantoro (2012: 216) menyatakan bahwa latar adalah segala keterangan, petunjuk, pangacuan, yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa, dalam cerita. Latar meliputi penggambaran letak geografis (termasuk topografi, pemandangan, perlengkapan, ruang), pekerjaan atau kesibukan tokoh, waktu berlakunya kejadian, musim, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh. Kenney, (1966: 40) menyebutkan tiga fungsi latar, yaitu: a) Membaca secara keseluruhan, dara keseluruhan, dari cerita, setting ini mendasari waktu, tempat watak pelaku, dan peristi cerita, setting ini mendasari waktu, tempat watak pelaku, dan peristiwa yang terjadi. b) Sebagai commit to user atmosfer atau kreasi yang lebih memberi kesan tidak hanya sekedar mr memberi
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
tekanan pada sesuatu. Penggambaran terhadap sesuatu dapat ditambahkan denngan ilustrasi tertentu. c) Sebagai unsur yang dominanyang mendukung plot dan perwatakan, dapat dalam hal waktu dan tempat. Tak jauh beda dengan pendapat Semi (1993: 46) yang mengatakan bahwa latar atau landas tumpu (setting) adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam hal ini adalah tempat atau ruang yang dapat diamati. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar merupakan tempat kejadian cerita yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya dalam cerita. 4) Alur atau Plot Alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tidak sedikit orang yang menganggapnya sebagai hal yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang lain. Kejelasan alur, kejelasan tentang kaitan antarperistiwa yang dikisahkan secara linear, akan mempermudah pemahaman pembaca terhadap cerita yang dibacanya (Nurgiyantoro: 2012: 110). Alur atau plot sering disebut kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang tersusun dalam urutan waktu yang menunjukkan hubungan sebab ddan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang (Waluyo, 2011: 9). Alur atau plot merupakan penyajian secara linear tentang berbagai hal yang berhubungan dengan tokoh, maka pemahaman pembaca terhadap cerita amat ditentukan oleh plot (Nurgiyontoro, 2012: 75). Plot, di pihak lain berkaitan dengan tokoh cerita. Plot pada hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh tokoh dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
peristiwa apa yang terjadi dan dialami tokoh (Kenney 1966 cit. Burhan Nurgiyantoro, 2012: 75). Pada prinsipnya, ada tiga jenis alur, yaitu (1) alur garis lurus atau alur progresif atau alur konvensional dan (2) alur” flasback” atau sorot balik, atau alur regresif . Di samping kedua jenis alur tersebut, masih terdapat jenis alur ketiga, yaitu, (3) alur campuran, yaitu pemakaian alur garis lurus atau flashback sekaligus di dalam cerita fiksi (Waluyo, 2011: 13). Selain pembedaan plot di atas, Nurgiyantoro (2012: 153) mengkategorikan plot ke dalam beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang berbeda pula. Pembedaan plot tersebut didasarkan pada tinjauan dari kriteria urutan waktu, jumlah, kepadatan, dan isi. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan kerangka sebuah cerita. 5) Sudut Pandang Pengarang (point of View) Sudut pandang merupakan salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan. Sudut pandang mempunyai hubungan psikologis dengan pembaca. Pembaca membutuhkan persepsi yang jelas
tentang sudut pandang cerita.
Pemahaman pembaca terhadap sebuah novel akan dipengaruhi oleh kejelasan sudut pandangnya. Sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2012: 248) disebut juga Point of view, mengarah pada sebuah cerita dikisahkan, merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi commit to user kepada pembaca.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sementara Wiyatmi (2006: 41) menjelaskan ada dua macam sudut pandang, yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Masingmasing sudut pandang tersebut kemudian dibedakan lagi menjadi: a) Sudut pandang first person central atau akuan sertaan, b) sudut pandang first person peripheral atau akuan tak sertaan, c) sudut pandang third person omniscient atau diaan maha tahu, dan d) sudut pandang third person limited atau diaan terbatas. Pendapat hampir sama disampaikan Waluyo dan Wardani (2008: 37) yang membedakan sudut pandang menjadi dua macam, yaitu sebagai orang pertama (juru cerita) atau sebagai orang ketiga (menyebut pelaku sebagai dia). Berdasarkan bentuk persona tokoh cerita, Nurgiyantoro, (2012: 256) membedakan sudut pandang pengarang menjadi dua macam, yaitu: persona pertama dan persona ketiga. Kedua sudut pandang tersebut lebih jelas dapat didefinisikan sebagai berikut: a. Sudut Pandang Persona Ketiga: “Dia” Pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona ketiga, gaya “dia”, narator adalah seseorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, mereka. Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak pengarang, narator, dapat bebas menceritakan segala sesuatu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan “pengertian” terhadap tokoh “dia” yang diceritakan, jadi hanya selaku pengamat saja (Nurgiyantoro, 2012: 256-257).
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id b. Sudut Pandang Persona Pertama: “Aku”.
Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama, first-person point of view, “aku”, jadi: gaya “aku” tokoh yang terkisah,
mengisahkan
kesadaran
dirinya
sendiri,
self
conciousness,
mengisahkan peristiwa dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2012: 262). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semua unsur-unsur cerita sangat berkaitan. Tema novel akan bermakna jika ada jalinan dengan unsurunsur lain. Demikian juga dengan unsur yang lain akan berfungsi jika saling berkaitan. 6) Amanat Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita bisa berupa nasehat, anjuran, atau larangan untk melakukan/tidak melakukan sesuatu. Amanat berhubungan dengan makna, yaitu sesuatu yang kias, umum dan subyektif, sehingga harus dilakukan penafsiran. Melalui penafsiran itu dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat antar satu pembaca dengan pembaca lain. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, biasanya dalam hal kebaikan (Nurgiyantoro, 2012: 335) mengatakan bahwa amanat dalam fiksi mungkin bersifat langsung atau tidak langsung. Pengarang dalam menyampaikan amanat tidak secara serta-merta, tersirat dan commit to user terserah pembaca dalam menafsirkan amanat tersebut. Amanat dalam sebuah
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
karya sastra dapat memberikan manfaat bagi pembaca karya sastra dalam kehidupan nyata. 2. Hakikat Feminisme a. Pengertian Feminisme Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (women), berarti perempuan (tunggal), yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial (Ratna, 2004: 184). Feminisme muncul sebagai upaya perlawanan dan pemberontakan atas berbagai kontrol dan dominasi kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang dilakukan berabad-abad lamanya. Gerakan feminisme ini pada awalnya berasal dari asumsi yang selama ini dipahami bahwa perempuan bisa ditindas dan dieksploitasi dan dianggap makhluk kelas dua. Feminisme diyakini merupakan langkah untuk mengakhiri penindasan tersebut (Fakih, 2012: 99). Weedon (1987) dalam Sugihastuti dan Suharto (2013: 6) menjelaskan tentang faham feminis dan teorinya, bahwa feminis adalah politik, sebuah politik langsung mengubah hubungan kekuatan kehidupan antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat. Kekuatan ini mencakup semua struktur kehidupan, segi-segi kehidupan, keluarga, pendidikan, kebudayaan, dan kekuasaan. Segi-segi kehidupan itu menetapkan siapa, apa, dan untuk siapa serta akan menjadi apa perempuan itu. Faham feminis ini lahir dan mulai berkobar pada sekitar 1960-an di Barat, dengan beberapa faktor penting yang mempengaruhinya. Gerakan ini mempengaruhi banyak segi kehidupan dan mempengaruhi setiap aspek kehidupan perempuan (Sugihastuti dan Suharto, 2013: 6) Menurut para feminis, rendahnya kedudukan dan derajat kaum perempuan commit to user disebabkan oleh nilai-nilai tradisional. Nilai-nilai itu, antara lain perempuan harus
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjaga kesalehan dan kemurnian, bersikap positif dan menyerah, rajin mengurus rumah tangga. Nilai-nilai ini yang menghambat perkembangan perempuan untuk menjadi manusia seutuhnya (Djajanegara, 2000: 5). Dengan adanya pandangan tersebut, maka muncullah sebuah gerakan perempuan atau gerakan feminisme. Feminisme menurut Waluyo (2011: 190) merupakan gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dalam pengertian yang lebih sempit yaitu sastra feminis dikaitkan dengan cara-cara memahami karya sastra baik dalam kaitannya dengan produksi maupun resepsi. Emansipasi wanita dengan demikian merupakan salah satu aspek dalam kaitannya dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai gerakan “kesetaraan gender”. Dari paparan di atas feminisme dapat diidentikkan dengan gerakan perempuan yang bertujuan meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki di bidang apapun tanpa bertujuan menindas kaum laki-laki. b. Aliran-aliran Feminisme Menurut Fakih (2012: 80-106), ada beberapa perspektif yang digunakan dalam menjawab permasalahan perempuan, yaitu feminis liberal, feminis marxis, feminis radikal, dan feminis sosialis. Aliran-aliran feminis tersebut mempunyai kesamaan dalam fokus mengenai penindasan wanita itu, serta cara-cara pemecahan yang ditawarkannya bagi perubahan sosial atau individual (Moore, 1996: 20). Keempat macam feminis tersebut dibahas sebagai berikut: 1) Feminis Liberal
commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Feminis liberal muncul sebagai aliran kritik pada politik liberal yang menunjukkan tinggi otonomi, persamaan, dan nilai-nilai moral serta kebebasan individu, namun dianggap mendeskriminasi kaum perempuan. Fakih (2012: 81) menjelaskan asumsi dasar feminisme liberal berakar pada pandangan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Sugihastuti dan Saptiawan (2007: 97) menjelaskan bahwa aliran feminisme liberal menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini diharapkan mampu membawa kesetaraan bagi perempuan dalam semua institusi publik dan untuk memperluas penciptaan pengetahuan bagi perempuan agar isu-isu tentang perempuan tidak diabaikan. Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pokok pikiran aliran feminisme liberal adalah bahwa setiap manusia, laki-laki maupun perempuan, diciptakan seimbang dan serasi, karena itu semestinya tidak terjadi penindasan. Jadi tuntutan feminisme liberal adalah perempuan harus diberi kesempatan dalam institusi-institusi pendidikan dan ekonomi agar sejajar dengan laki-laki. 2) Feminis Marxis Karl Marx melihat bahwa kaum perempuan kedudukan identik dengan kaum proletar pada masyarakat barat. Adapun pemikiran ini masyarakat kapitalis menjelaskan bahwa perempuan memegang ranah domestik (rumah tangga), sedangkan sektor di luar rumah adalah didominasi para suami atau laki-laki. Hal ini menyebabkan anggapan bahwa laki-laki lebih produktif dan memiliki materi lebih karena di luar sedangkan istri (perempuan) tidak bernilai apa-apa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
Djajanegara (2000: 30) menjelaskan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi karena adanya pembedaan kelas dalam masyarakat. Kaum perempuan disamakan dengan kelas buruh yang hanya memiliki modal tenaga dan tidak memiliki modal uang atau alat-alat produksi. Kaum perempuan ditindas dan diperas tenaganya oleh kaum laki-laki yang disamakan dengan pemilik modal dan alat-alat produksi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penindasan kaum perempuan terjadi akibat adanya pembagian kelas dalam masyarakat yakni perempuan dianggap kaum proletar sedangkan kaum laki-laki dianggap sebagai kaum borjuis. Adapun jalan keluar menurut aliran ini adalah dengan cara menghilangkan pembagian kelas dalam masyarakat. Menurut pemikiran ini, penindasan terhadap perempuan bukanlah hasil dari bias, tetapi lebih dikarenakan oleh adanya struktur politik, sosial, dan bahkan ekonomi yang tidak seimbang akibat berlakunya sistem kapitalis. 3) Feminis Sosialis Menurut Fakih (2012: 92) asumsi yang digunakan dalam feminis sosialis adalah bahwa perempuan tidak dapat meraih keadilan sosial tanpa membubarkan patriarki dan kapitalis. Feminis aliran ini berpendapat bahwa penindasan terhadap kaum perempuan terjadi di kelas maanapun. Ketidak adilan tidak semata disebabkan oleh kegiatan produksi atau reproduksi dalam masyrakat, melainkan karena manifestasi ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi sosial. Djajanegara (2000: 30) menjelaskan feminis aliran ini meneliti tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialuan ini meneliti tokoh-tokoh perempuan dari commit to yaitu user kelas-kelas masyarakat. Pengkritik sudut pandang sosialis, yaitu kelas-is,
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
felas masyarakat. Pengkritik feminis ini mencoba mengungkapkan bahwa kaum perempuan merupakan kelas masyarakat yang tertindas. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa feminis sosialis memandang
ketertindasan
perempuan
terjadi
akibat
adanya
manifestasi
ketidakadilan gender yang merupakan konstruksi soaila dalam masyarakat. Feminisme sosial merupakan gerakan untuk membebaskan kaum perempuan melalui perubahan struktur patriarkat. Perubahan tersebut bertujuan agar kesetaraan gender dapat terwujud. 4) Feminis Radikal Menurut Fakih (2012: 103) feminis radikal berpendapat bahwa penindasan terhadap kaum perempuan berakar pada kaum laki-laki. Penguasaan fisik perempuan oleh laki-laki adalah bentuk dasar penindasan dan patriarki adalah sistem hierarki seksual dimana laki-laki memiliki kekuasaan superior dan privilege ekonomi. Jadi, sesungguhnya mereka historik, karena menganggap patriarki universal dan akar segala penindasan. Sugihastuti dan Saptiawan (2007: 129) berpendapat bahwa feminisme radikal bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kaum laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianism), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. Nugroho (2008: 67) berpendapat bahwa ada dua sistem kelas sosial dalam feminis radikal, yaitu sistem kelas ekonomi yang didasarkan pada hubungan commit to user produksi dan sistem kelas seks yang didasarkan pada hubungan reproduksi. Sistem
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
kedualah yang menyebabkan penindasan terhadap perempuan, sedangkan konsep patriarki berujuk pada sistem kelas kedua ini, pada kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan yang didasarkan pada penilikan dan kontrol kaum lakilaki atas kapasitas reproduksi perempuan. Oleh karena itu, kaum perempuan secara psikologis dan fisik tergantung pada laki-laki. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa feminisme radikal memandang penguasaan kaum laki-laki terhadap perempuan dari sudut seksualitas merupakan bentuk penindasan perempuan. Waluyo (Jurnal Wanodya, 2000: 1) menyampaikan konsepnya tentang aliran dalam pendekatan feminisme, yaitu: Feminisme liberal memandang bahwa menurut kodratnya, perempuan itu lemah dan kapasitasnya terbatas. Oleh karena itu, perempuan disisihkan dari dunia publik (pendidikan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya), sehingga tidak dapat berkembang dan hak-haknya menjadi terbatas. Perempuan tidak mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi secara adil dengan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme liberal menganjurkan gugatan agar tindakan pengendalian agar perempuan tidak dirugikan. Feminisme radikal memandang bahwa perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan menjadi sumber opresi dan subordinasi perempuan yang membedakan dari laki-laki. Oleh karena itu, pembebasan perempuan harus diusahakan dengan revolusi biologis-teknologi. Perempuan tidak mengalami penderitaan berkepanjangan karena harus menderita dalam KB, kehamilan, pengasuhan anak, melayani suami, dan urusan “perempuan” yang sebenarnya commit to userdalam sistem reproduksi perempuan adalah urusan bersama. Dominasi laki-laki
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus dihindarkan karena semua hal tersebut berkaitan dengan perempuan. Institusi sosial budaya dan struktur legalitas politis harus ditumbangkan dari dominasi lakilaki. Perempuan harus bebas memutuskan kapan ia mau atau tidak mau menggunakan alat kontrasepsi, hamil, bayi tabung, ataupun kontrak kehamilan. Bukan laki-laki yang menentukan semua itu. Feminisme
Psikoanalitisk
(Freud),
memandang
bahwa
akar
opresi
perempuan adalah pada jiwa perempuan itu sendiri. Anak lelaki dibuat sangat tergantung pada ayahnya. Anak laki-laki kemudian mampu melepaskan dominasi ibu dan berintregasi pada budaya ayah untuk menguasai alam dan perempuan, karena sama-sama memiliki “penis”, sementara anak perempuan yang tidak memiliki selalu tergantung pada orang lain karena intregasinya tidak sempurna. Perempuan selalu berada pada perbatasan budaya, tidak dapat menguasai tetapi selalu dapat dikuasai, bahkan perempuan takut akan kekuatannya sendiri. Feminisme sosialis memandang bahwa kondisi perempuan ditentukan oleh struktur produksi, reproduksi, seksualitas, dan sosialisasi masa kanak-kanaknya. Kalau perempuan ingin memperoleh kebebasan, maka status dan fungsinya dalam struktur harus diubah. Sikap rendah diri perempuan harus diubah untuk memperoleh kepercayaan diri dalam melepaskan pemikirannya dari cara pandang patriarkal. Feminisme Eksistensialis memandang perempuan sebagai the other karena ia bukan perempuan. Perempuan tidak bebas menentukan makna laki-laki. Oleh karena itu, perempuan harus mendobrak definisis, label, dan esensi yang membatasi eksistensinya dan berusaha untuk dirinya sendiri. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
38 digilib.uns.ac.id
Feminisme Pasca Modern berpandangan bahwa perempuan berbeda menurut kelas, ras, dan budayanya. Dogma patriarkal harus ditentang melalui penolakan terhadap pemikiran-pemikiran yang tunggal dan simplitis. Postmodern adalah sebuah ekspansi yang melangsungkan motto feminisme secara luas. Personal adalah politik, untuk memuaskan motto epistemik adalah politik. Sangat menarik untuk menggaris bawahi bahwa feminisme melalui kebersamaan terhadap postmodern masih kritis, jika tidak ingin dikatakan sarkatis, melalui beberapa konsepnya. Sebenarnya bukan suatu hal buruk bahwa laki-laki elit barat berkulit putih memproklamasikan kematian subjek pada momen sebelumnya yang mana mungkin itu berbagai status dengan perempuan dan orang pada ras yang berbeda dan kelas yang memulai tantangan pada supremasinya. Feminisme mungkin ‘menggunakan’ post modernisasi untuk kepentingan mereka sendiri. Dengan mencoba mengingat catatan kritis, yang menyertakan penelitian awal feminisme. Feminisme Moderat memandang bahwa kodrat perempuan dan laki-laki memang berbeda yang harus dibuat sama adalah hak, kesempatan, dan perlakuan. Oleh karena itu, yang penting dalam hubungan laki-laki dan perempuan adalah terciptanya hubungan kemitrasejajaran. Kemitrasejajaran ini merupakan pandangan pokok dari gender. Berdasarkan penjelasan tentang beberapa konsep-konsep tersebut di atas, maka konsep feminis liberal dijadikan sebagai titik pijak atau titik tolak dalam menganalisis eksistensi perempuan dan pokok-pokok feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico. Ada beberapa hal yang menguatkan anggapan bahwa novel ini menganut paham feminis commit liberal,toyaitu user penekanan pada pendidikan dan kesempatan yang sama dengan laki. Cerita Cinta Enrico bisa mewujudkan dirinya
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
sebagai manusia intelek, dapat bekerja dan disamping itu karena ada kesempatan yang diberikan kepadanya. c. Kritik Sastra Feminis Kritik sastra feminis berawal dari hasrat para feminis untuk mengkaji karya penulis-penulis wanita di masa silam dan untuk menunjukkan citra wanita dalam karya penulis-penulis pria yang menampilkan wanita sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkal yang dominan (Djajanegara, 2000: 27). Feminisme mempunyai pengaruh sangat besar terhadap studi-studi kesusastraan akademik. Fenomena tersebut dengan melihat feminisme sebagai bentuk literal, sebuah cara membaca baik teks maupun kehidupan sehari-hari dengan sudut pandang tertentu dan menulis sebagai bagian dari proses perlawanan (Sarah, 2010: 163). Sugihastuti dan Suharto (2013: 140) berpendapat secara sederhana kritik sastra feminis adalah sebuah kritik sastra yang memandang sastra dengan kesadaran khusus akan adanya jenis kelamin yang banyak berhubungan dengan budaya, sastra, dan kehidupan manusia. Jenis kelamin itu banyak membuat banyak perbedaan, di antaranya semuanya dalam sistem kehidupan manusia. Ada asumsi perempuan mempunyai persepsi yang berbeda dengan laki-laki dalam membaca sastra. Sugihastuti dan Suharto (2002: 140) kritik sastra feminis bertujuan untuk menunjukkan gambaran perempuan dalam karya penulis-penulis laki-laki yang menampilkan perempuan sebagai makhluk yang dengan berbagai cara ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh tradisi patriarkhal yang dominan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kritik sastra feminisme commit to user merupakan kajian karya sastra yang berdasarkan pada pandangan feminisme yang
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menginginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra-karya sastranya. Pengkritik memandang sastra dengan kesadaran khusus adanya jenis kelamin yang berhubungan dengan sastra, budaya, dan kehidupan. d. Eksistensi Perempuan Persoalan eksistensi perempuan, sesungguhnya sama halnya dengan eksistensi manusia secara umum, yakni terkait dengan persoalan-persoalan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana cara perempuan menghadapi masalah dalam usaha memunculkan eksistensi dirinya dari masyarakat yang selalu tidak bersahabat atau bahkan memperlakukannya sebagai objek yang tidak memiliki kebebasan untuk menentukan langkahnya sendiri. Feminisme adalah suatu gerakan yang memusatkan perhatian pada perjuangan perempuan dalam menempatkan eksistensinya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama dan sejajar dengan kedudukan dan derajat laki-laki (Djajanegara, 2000: 4). Eksistensi perempuan pada hakikatnya sama dengan eksistensi manusia secara umum. Eksistensi manusia dibentuk oleh kapasitas nalar yang dimilikinya. Potensi nalar tersebut sekaligus juga sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya. Dengan kapasitas nalar ini manusia senantasa manyadari keberadaannya serta mempertanyakan makna keberadaannya itu. Dengan potensi itu pula manusia dapat membuat pilihan-pilihan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidupnya sebagai makhluk Tuhan. Hanya dalam situasi seperti itu perempuan dan laki-laki dapat mengembangkan diri (Rosemarie Tong, 2006: 18). commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Eksistensi adalah cara manusia “berada” di dunia ini. Cara manusia “berada” itu berarti merencanakan, berbuat dan menjadi manusia seutuhnya. Eksistensi manusia bukan eksistensi yang statis, tetapi eksistensi yang dinamis. Hanya dengan berbuat, manusia diakui eksistensinya. Sutrisna (1997: 63) menyatakan bahwa nilai-nilai dari sebuah karya sastra dapat tergambar melalui tema-tema besar mengenai siapa manusia, keberadaannya di dunia dan di dalam masyarakat, apa itu kebudayaannya dan proses pendidikannya, semua itu dipigurakan dalam refleksi konkret fenomenal berdasar fenomena eksistensi manusia dan direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa eksistensi perempuan yang dimaksud dalam penelitian ini terwujud dalam pilihan-pilihan perempuan dalam mencapai cita-citanya meraih persamaan hak dengan kaum laki-laki. 3. Nilai Pendidikan a. Hakikat Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai sebagai kualitas yang independen akan memiliki ketetapan yaitu tidak berubah yang terjadi pada objek yang dikenai nilai. Persahabatan sebagai nilai (positif/baik) tidak akan berubah esensinya manakala ada penghianatan antara dua yang bersahabat. Artinya nilai adalah suatu ketetapan yang ada bagaimanapun keadaan di sekitarnya berlangsung. Nilai menurut Ahmadi dan Uhbiyati (1991: 69) merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan antara yang satu dengan lainnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Nilai adalah sifat-sifat, hal-hal yang penting dan berguna bagi kehidupan. Dengan kata lain nilai adalah aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi, dikehendaki dari yang lain (Semi: 1993: 54). Lebih lanjut Atar Semi mengatakan bahwa nilai juga menyangkut masalah bagaimana usaha untuk menentukan sesuatu itu berharga dari yang lain, serta apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan segala sesuatu tentang baik dan buruk yang memiliki sifat-sifat yang berguna untuk manusia. b. Hakikat Pendidikan Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan hakikat kemanusiaannya. Maksudnya, pendidikan harus mewujudkan manusia seutuhnya. Dengan adanya pendidikan diharapkan manusia mampu menyadari potensi yang dimiliki sebagai makhluk yang berpikir. Soedono (2003: 18) menjelaskan pengertian pendidikan adalah bentuan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran dan pelatiihan yang dilakukan. Pendapat berbeda disampaikan oleh Tilaar (2002: 28) pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memastarakat dan membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional serta global. Menurut Marimba (1989: 19) seorang pakar filsafat pendidikan merumuskan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau tuturan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama. Dari pendapa-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah commit to user suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat dan
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membudidaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, memasyarakat dan membudidaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional, serta global terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menujuserta global terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama. Pendidikan secara umum bertujuan membantu manusia menemukan hakikat kemanusiaannya atau mewujudkan manusia seutuhnya. c. Nilai Pendidikan Dalam Novel Atar Semi (1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagian masalah dalam kehidupan masyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan menolongnya mengambil suatu keputusan apabila ia menghadapi suatu masalah. Waluyo (1992: 28) berpendapat bahwa makna nilai dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya seseorang. Hal ini bahwa dalam karya sastra pada dasarnya selalu mengandung nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk pembaca. Muatan nilai-nilai yang tersirat dalam karya sastra pada umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial, dan nilai estetika atau kehidupan. Selain itu juga terdapat nilai budaya atau adat. 1) Nilai Religius (agama) Sastra bukan sebuah khotbah agama, tetapi tempat konsultasi nasehat, tetapi secara hakiki, sifat pendidikannya mempunyai peran dan fungsi yang sejalan dengan nilai agama. Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan peneguh batin bagi pembacanya, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nurgiyantoro (2012: 326) menjelaskan bahwa agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-hukum yang resmi. Seorang religius adalah orang yang mencoba memahami dan menghayati hidup dan kehidupan ini lebih dari sekedar yang lahiriah saja. Religius
adalah
keterkaitan
antara
manusia
dengan
Tuhan.
Koentjaraningrat (1985: 145) menyatakan bahwa makin seseorang taat menjalankan syariat agama, maka makin tinggi pula tingkat religiusitasnya. Bardasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa nilai agama merupakan nilai-nilai dalam kehidupan manusia yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan. 2) Nilai Moral Secara etimologis (asal kata) moral berasal dari kata “mos” atau “mores” yang berarti tata cara, adat istiadat, kebiasaan, atau tingkah laku Koentjaraningrat (1985: 23). Sebuah karya sastra yang menawarkan nilai moral biasanya bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai estetika dan budi pekerti. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2012: 321). Lebih lanjut Nurgiyantoro (2012: 322) menjelaskan bahwa sebuah karya fiksi yang menawarkan pesan moral yang bersifat universal pula dan memungkinkan untuk menjadi sebuah karya yang bersifat sublim dan ditentukan oleh berbagai unsur intrinsik lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian baik. Pesan moral sastra tidak harus sejalan dengan hukum agama sebab sastra memang bukan agama. 3) Nilai Sosial Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa ini, boleh dikatakan mengandung unsur nilai sosial walau dengan intensitas yang berbeda (Nurgiyantoro, 2012: 330). Tata nilai sosial tertentu akan mengungkapkan sesuatu hal yang dapat direnungkan dalam karya sastra dengan ekspresinya. Pada akhirnya dapat dijadikan cermin atau sikap para pembacanya (Suyitno, 1986: 31). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai sosial dapat dilihat dari hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat. 4) Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya menurut Rosyadi (1995: 74) merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Nilai budaya merupakan tingkat yang paling abstrak dari adat, hidup dan berakar dalam alam pikiran masyarakat, dan sukar diganti dengan nilai budaya lain dalam waktu singkat. Uzey (2009: 1) berpendapat mengenai pemahaman tentang nilai budaya dalam kehidupan manusia diperoleh karena manusia memaknai ruang dan waktu. Makna itu akan bersifat intersubyektif karena commit to user ditumbuh-kembangkan secara individual, namun dihayati secara bersama,
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diterima, dan disetujui oleh masyarakat hingga menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan. Sistem nilai budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan mempengaruhi dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari kehidupan manusi yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan bendabenda sebagai kesatuan material.
Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-
konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu, suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat tersebut sistem nilai budaya menempatkan pada posisi sentral dan penting dalam kerangka suatu kebudayaan yang sifatnya abstrak dan hanya dapat diungkapkan atau dinyatakan melalui pengamatan pada gejala-gejala yang lebih nyata seperti tingkah laku dan benda-benda material sebagai hasil dari penuangan konsep-konsep nilai melalui tindakan berpola. Adapun nilai-nilai budaya yang terkandung dalam novel dapat diketahui melalui penelaahan terhadap karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita. C. Kerangka Berpikir Penelitian ini menganalisis karya sastra yang berupa novel, dengan pendekatan feminisme. Karya sastra yang dikaji adalah novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. Penelitian ini terlebih dahulu mengkaji struktur teks atau unsur-unsur pembangun dalam novel. Dalam penelitian ini pengkajian unsur-unsur pembangun hanya pada unsur-unsur intrinsik novel. Unsur-unsur yang dikaji dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami to user ini meliputi tema, tokoh dan penokohan, commit latar, alur atau plot, sudut pandang pengarang dan
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
amanat. Pengkajian unsur-unsur pembangun novel ini bertujuan untuk mengetahui hakikat novel yang sebenarnya. Penelitian ini merupakan kajian dengan pendekatan feminisme dengan tujuan untuk mengetahui eksistensi dan pokok-pokok pikiran dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. Pendekatan feminisme dalam penelitian ini merupakan pendekatan feminisme liberal. Penelitian ini juga membahas nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami yaitu nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id Berikut alur berpikir dalam penelitian ini:
Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami
Pendekatan Feminisme
Nilai pendidikan dalam novel
1. Struktur dalam novel
1. Nilai agama
2. Eksistensi perempuan dalam novel
2. Nilai moral
3. Pokok-pokok pikiran feminisme
3. Nilai sosial
dalam Novel
4. Nilai budaya
Simpulan: 1. Mengetahui Struktur Novel 2. Mengetahui eksistensi perempuan 3. Nilai-nilai pendidikan yang ada dalam novel Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilaksanakan dengan studi pustaka dan tidak terkait dengan tempat penelitian. Penelitian ini dilakukan bulan Januari 2014 sampai dengan Juli 2014 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :
No.
Waktu
Kegiatan
1
Penyusuan Proposal
2
Seminar Proposal
3
Perbaikan Proposal
4
5
6
7
8
9
Bulan Januari 1 2 3 4
Februari 1 2 3 4
1
Maret 2 3
4
1
April 2 3
4
1
Mei 2 3
4
1
Juni 2 3
4
1
2
Juli 3
4
Pengumpulan Data Penelitian Analisis Data Penyusun-an Laporan Penelitian Seminar Hasil Pene-litian Perbaikan Hasil PeneLitian Sidang Penelitian dan Perbaikan
B. Pendekatan Penelitian Mengkaji karya sastra dengan menggunakan pendekatan feminisme ini termasuk penelitian jenis kualitatif. Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data verbal, yaitu paparan bahasa dari pernyataan tokoh yangtoberupa commit user dialog dan monolog, serta narasi
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ada dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Metode kualitatif dalam penelitian ini berupa penelaahan dokumen (Moleong, 2007: 9). Pendekatan kualitatif diarahkan pada latar individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Peneliti dalam penelitian kualitatif ini berkedudukan sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pembaca yang aktif, terus menerus membaca, mengamati, dan mengidentifikasi satuan-satuan tutur yang sesuai dengan tujuan penelitian, kemudian menafsirkan dan melaporkan hasilnya. Berdasarkan uraian diatas, kajian novel Cerita Cinta Enricodalam karya Ayu Utami dengan pendekatan feminisme dalam penelitian kualitatif di sini mengkaji gambaran feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico dalam karya Ayu Utami. C. Data dan Sumber Data Data verbal dalam penelitian ini berupa hasil telaah dokumen Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami.Catatan lapangan (fieldnote) yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian deskripsi dan bagian refleksi. Bagian deskripsi merupakan usaha untuk merumuskan objek yang sedang diteliti, sedangkan bagian refleksi merupakan renungan pada saat penelaahan. Catatan lapangan yang dibuat antara lain : gambaran feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico dalam karya Ayu Utami, dan nilai pendidikan novel tersebut.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik noninteraktif. Dalam teknik noninteraktif, sumber data berupa benda atau manusia yang tidak mengetahui bila sedang diamati atau dikaji. Teknik pengumpilan data noninteraktif dengan melakukan pembacaan secara intensif dari novel dan melakukan pencatatan secara aktif dengan metode content analysis. Adapun aspek penting dari content analysis adalah bagaimana hasil analisis dapat diimplikasikan kepada siapa saja (Waluyo, 2006: 65). Content analysis adalah strategi untuk menangkap pesan karya sastra (Endraswara, 2003: 161). Tujuan content analysis adalah membuat inferensi. Inferensi diperoleh melalui identifikasi dan penafsiran. Penelitian ini merupakan cara strategis untuk mengungkap dan memahami fenomena sastra, terutama untuk membuka tabir-tabir sastra yang berupa simbol. Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik content analysis penelitian ini sebagai berikut: 1. Membaca berulang-ulang secara keseluruhan maupun sebagian novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami. 2. Mengumpulkan dan mempelajari beberapa teori dengan tema penelitian. 3. Mencatat dan menganalisis semua data yang berupa kutipan penting yang sesuai dengan permasalahan. Adapun isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi (Ratna, 2011: 48). Dengan kata lain, isi komunikasi pada dasarnya juga mengimplikasikan isi laten, tetapi belum tentu sebaliknya.
commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Objek formal metode analisis data ini adalah isi komunikasi. Analisis terhadap isi laten yang akan menghasilkan arti, sedangkan analisis terhadap isi komunikasi akan menghasilkan makna. Dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi interaksi simbolik pesan-pesan, yaitu pesan pengarang kepada pembaca. Selain itu untuk memudahkan penelitian, peneliti juga mengumpulkan buku-buku referensi, beberapa informasi tentang pengarang melalui internet. E. Validitas Data Data yang telah berhasil digali,dikumpulkan, dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Oleh karena itu peneliti memilih dan menentukan
cara-cara
yang
tepat
untuk
mengembangkan
validitas
data
yang
dikumpulkandalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moloeng (2007: 33) teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Denzim dalam Moloeng (2007: 330) membedakan 4 jenis teknik pemeriksaan keabsahan data, yakni: 1) Triangulasi data (data triangulation) peneliti menggunakan beberapa data untuk mengumpulkan data yang sama; 2) Triangulasi
peneliti
(investor
triangulation)
yaitu
pengecekan
keabsahan
dengan
memanfaatkan peneliti lain; 3) Triangulasi metode (methodological triangulation) yaitu pengecekan beberapa sumber data dengan metode sama; 4) Triangulasi teori (theoretical triangulation) yaitu mengecek data dengan menggunakan beberapa perspektif teori yang ada. Dari keempat macam triangulasi, peneliti menggunakan trianggulasi data untuk mengumpulkan data yang sama. Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantab kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian, apa yang diperoleh dari sumber yang satu lebih teruji jika dibandingkan dengan data yang sejenis commit to user yang diperoleh dari sumber lain yang berbeda.
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang penting dalam penelitian ilmiah karena dengan menganalisis data yang diteliti dapat dicari arti dan maknanya. Makna inilah yang akan mendatangkan manfaat sebagai pemecahan masalah. Analisis data melibatkan upaya mengidentifikasi ciri-ciri sesuatu objek dan kejadian oleh anggota-anggota budaya (Moleong, 2012: 237). Teknik analisis data terdiri tiga unsur kegiatan yang terjadi secara bersama-sama, yaitu reduksi data; proses menyeleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data kasar yang ada dalam catatan lapangan; penyajian data: suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan; dan penarikan kesimpulan atau verivikasi: adalah penarikan kesimpulan dilaksanakan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan penyajian data. Teknik analisis menggunakan model analisis interaktif dan berupa kegiatan yang bergerak terus pada ketiga alur kegiatan proses penelitian.
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id Kegiatan analisis interaktif dapat digambarkan sebagai berikui:
Pengumpulan Data
Reduksi data
sajian data
Penarikan kesimpulan Atau verifikasi
Gambar 4 : Teknik Analisis Data Milles & Huberman (Soetopo, 2002: 120) Bertolak dari gambar di atas dapat dijelaskan, bahwa pada waktu pengumpulan data, selalu dibuat reduksi data dan sajian data. Data yang berupa catatan lapangan yang terdiri dari deskripsi dan refleksinya, adalah data yang telah digali dan dicatat. Dari dua bagian data tersebut, peneliti menyusun rumusan pengertiannya secara singkat, berupa pokok-pokok temuan yang penting, yang disebut reduksi data. Kemudian dilakukan penyusunan sajian data yang berupa cerita sistematis dan logis dengan suntingan peneliti supaya makna peristiwanya commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadi jelas dipahami. Dari sajian data tersebut dilakukan penarikan kesimpulan sementara dilanjutkan verifikasi. Simpulan dalam penelitian dirasa masih kurang mapan karena kurangnya rumusan data dalam reduksi maupun sajian datanya, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan pengumpulan data yang sudah berfokus untuk mencari pendukung simpulan yang telah dikembangkan sebagai usaha pendalaman data. Begitu berulang-ulang hingga mendapat simpulan yang memuaskan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan gambaran feminisme, keadaan sosial masyarakat, dan nilai pendidikan dalam novel Cerita Cinta Enrico dalam karya Ayu Utami. Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian yang dimaksud adalah pendekatan feminisme. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah; (a) merumuskan masalah; (b) mengumpulkan data; (c) mengelompokan data dan menganalisis data. Langkahlangkah yang dilakukan peneliti adalah pengumpulan data, reduksi data, verifikasi data, simpulan. Langkah menganalisis data adalah sebagai berikut; terlebih dahulu cerita dibaca secara keseluruhan sampai memperoleh gambaran umum tentang isi cerita. Menganalisis isi cerita yaitu penguraian karya sastra atas unsur-unsurnya untuk memahami pertalian antara unsur-unsurnya tersebut dengan masalah yang membangun karya sastra itu. Driskripsi yaitu menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terinci memberika kesan atau pendapat akhir tentang hasil analisis yang merupakan perpaduan antara tanggapan subjektif dengan hasil analisis secara objektif.
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Struktur Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami a. Tema
Tema merupakan pokok pikiran dari suatu cerita. Tema ,merupakan pokok permasalahan yang menjadi bahan utama atau latar belakang sebuah cerita. Tema dapat bermakna jika terkait dengan unsur-unsur cerita yang lain. Tema dalam sebuah karya fiksi dapat ditemukan dengan cara menyimpulkan keseluruhan cerita, tidak hanya bagian-bagian tertentu saja. Cerita Cinta Enrico adalah novel yang mengisahkan perjalanan hidup Enrico sebagai tokoh utama. Cerita dalam novel ini dimulai dari Enrico lahir hingga dia memiliki pasangan hidup. Tema dalam novel ada tema utama dan juga tema tambahan. 1) Tema Utama Tema utama novel Cerita Cinta Enrico adalah cinta. Sesuai dengan judul yang diberika Ayu Utami pada novel ini yaitu “Cerita Cinta Enrico”. Cinta di sini berarti luas, pertama yang dibahas adalah cinta seorang anak yang bernama Enrico terhadap ibunya, pada awalnya Enrico adalah anak yang selalu di puji oleh ibunya karena ia rajin membantu ibunya. Aku akan merona ketika Ibu memuji pekerjaanku. Hatiku berdebar-debar manakala ia mengenakan pantovel itu di kakinya. (Ayu Utami, 2012: 31) Sebagai laki-laki, dengan bangga aku akan membawakan segala yang berat-berat: kelapa, yang dimasa itu dibeli sebutir, biasanya utuh dengan airnya; kacang hijau, kacang merah, kedelai, dan bebijian yang lain; gula pasir, gula merah; buahcommit to user buahan ... pokoknya segala yang berat (Ayu Utami, 2012: 42)
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa Enrico sangat menyayangi ibunya. Dia bangga bisa menyemir sepatu Syrnie dan dia selalu membantunya untuk membantunya untuk membawakan barang belanjaan dari pasar. Dari cuplikan di atas pula dapat diambil tema utama yaitu cinta, cinta si anak pada ibu. Selain cinta kepada si Ibu (Syrnie) dalam novel Cerita Cinta Enrico juga membahas masalah patah hati. Sebuah drama percintaan, cinta memiliki dua sisi yang berbeda. Salah satunya dinamakan patah hati. Pada suatu saat Enrico merasa sakit hati pada Syrnie, karena ia terlalu membatasi Enrico dan tak pernah memuji Enrico lagi, meskipun Enrico telah membantu dan berbuat baik kepada Syrnie. Hal ini terjadi setelah Syrnie teringat akan kematian putri sulungnya, Sanda. Sanda meninggal karena penyakit asma yang kambuh setelah bermain di pantai bersama Irsad. Ibu menahan sedih dalam diam. Seperti yang ia pelajari dari kelahiranku. Kukira sebetulnya ia tak bisa menyalahkan Ayah atas kematian Sanda...(Ayu Utami: 51). Pelan-pelan aku mulai kehilangan ibuku yang dulu. Natal dengan cemara dari makam Sanda dulu adalah Natal pertama dan terakhir yang bisa kuingat (Ayu Utami: 52). Dengan pucat pasi aku melaporkan kegagalanku pada ibu. Ia tidak bereaksi. Ia tidak memarahi aku, tapi tidak juga membesarkan hatiku. Sikapnya yang dingin membuat aku merasa jadi orang gagal (Ayu Utami: 68).
Sikap dingin ibu membuat Enrico patah hati dan kecewa, sehingga ia ingin bebas dari jeratan ibunya. Enrico mendapatkan kebebasan yang diinginkannya. Enrico ingin kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Dari kehidupannya di Bandung, Enrico berkenalan dengan si A. Ayu Utami mengakhiri ceritanya dengan mempertemukan Enrico dengan si A, yang kini menjadi cinta terakhir Enrico. Di akhir novel Cerita Cinta Enrico, Ayu Utami membongkar sedikit inisial si A, yakni Justin A. commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di kapel Regina Pacis yang mungil manis, di kota hujan Bogor, Joakhim Prasetya Riksa menikahi pengganti ibunya. Begitu juga Justina A menikahi pengganti ibunya. (Ayu Utami: 234)
Dari cuplikan-cuplikan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa tema utama yang diusung Ayu Utami adalah cinta,
cinta anak kepada ibu dan
kekasihnya. Tatkala cinta itu juga butuh patah hati. Itulah tema yang ingin disampaikan Ayu Utami. 2) Tema Tambahan Dalam novel Cerita Cinta Enrico terdapat banyak tema tambahan. Tema tambahan tersebut antara lain: pengorbanan, kasih sayang ibu terhadap anak, kenakalan anak, kebebasan, dan percintaan (seks). Tema tambahan ini didapat dari beberapa cerita yang menjadi sebbab di dalam novel tersebut. a) Pengorbanan Tema pengorbanan di dapatkan dari beberapa cuplikan isi novel. Namun secara umum, tema ini terlihat dari peristiwa gerilya pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), ibu Enrico yaitu Syrnie Masmirah mengorbankan dirinya untuk ditukar dengan bahan makanan karena bahan makanan pasukan gerilya semakin menipis. Namun berkat keberaniannya dan sikap yang tak maumeninggalkan suaminya membuat ia tetap ikut bergerilya dan pasukan gerilya tetap mendapatkan bahan makanan. Di titik yang ditentukan, di sebuah lapangan yang membatasi dua hutan, kurir pasukan Yani telah menaruh perbekalan yang dijanjikan. Mereka berdiam di hutan sebelah, menunggu Syrnie Masmirah muncul dari hutan yang berhadapan, bersama satu bayi, satu balita, dan satu pengasuh anak. Menitmenit berlalu. Jam-jam lewat. Tapi ibuku tak pernah muncul, padahal pasukan gerilya telah mengambil perbekalan yang dijadikan alat tukar (Ayu Utami: 25)
Pengorbanan Syrnie tak hanya itu saja. Ia rela kehilangan seperempat puting kirinya demi menyusui anaknya, Enrico. Pengorbanan seorang ibu yang commit to user sangat patut untuk ditiru.
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Ia baru kehilangan seperempat puting kirinya ketika revolusi akhirnya dikalahkan dengan telak oleh pasukan Yani (Ayu Utami: 26).
Jadi, pengorbanan Syrnie dapat dijadikan sebagai tema tambahan karena dalam subbab novel Cerita Cinta Enrico cerita pengorbanan sangat ditekankan dan diulang beberapa kali. b) Kasih Sayang Ibu terhadap Anak Di awal cerita kasih sayang ibu terhadap anak sangat terllihat. Terlebih saat ibu belum teringat kembali pada anak sulungnya yang telah meninggal. Enrico menjadi anak tunggal. Dia sering diajak pergi dan selalu dipuji oleh ibu ketika selesai melakukan suatu pekerjaan. Aku akan merona ketika ibu memuji pekerjaanku. Hatiku berdebar-debar manakala ia mengenakan pantovel itu di kakinya (Ayu Utami: 31).
Pujian seorang ibu terhadap anak adalah salah satu tanda bahwa ibu sayang terhadap anaknya. Selain itu ibu juga menghargai usaha Enrico yang telah membantunya menyemir sepatu. c) Kenakalan Anak Sebagai seorang anak, terkadang Enrico ingin bermain dengan temantemannya. Teman-teman Enrico adalah segerombolan anak yang biasa disebut dengan anak kolong. Setelah berteman dengan mereka, Enrico berubah menjadi sosok anak yang nakal. Dan, sejak itu, aku selalu mengingat ia kerap berkata: ia percaya umurnya tak akan panjang lagi sebab Rico telah jadi kelewat nakal (Ayu Utami: 89). Aku bahkan mulai terlibat perkelahian antar kelompok. Aku juga mulai mengerahkan anak asrama tatkala aku bermusuhan dengan orang yang sewenang-wenang (Ayu Utami: 89).
Enrico berubah menjadi anak yang nakal dikarenakan sikap ibunya yang dingin terhadapnya. Hal ini membuat Enrico sedikit frustasi sehingga dia commit to user salah memilih teman bergaul.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id d) Kebebasan
Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari kekangan seorang ibu. Ibu Enrico mengekangnya karena sangat sayang dan tak mau kehilangan anak satu-satunya yang dimiliki. “Aku mau belajar ke ITB , Pay.” Ayahku mengangguk. Tapi kami sama-sama tahu bahwa ibuku memberi satu syarat untuk ia merestui kepergianku ke Jawa. Aku harus dibaptis sebagai Saksi Yehuwa (Ayu Utami: 122).
Pada akhirnya ibu Enrico memperbolehkan anaknya belajar di ITB, namun Enrico harus dibaptis sebagai Saksi Yehuwa sebelum ke sana. ITB lah yang membuat Enrico terbebas dari ibunya. setelah itu hidup Enrico yang terlalu bebas membuat ia menjadi sosok yang tidak mau dikekang oleh siapapun termasuk terikat perkawinan dengan seorang perempuan. Seseorang yang tidak menuntutku untuk menjadi ayah bagi anak-anaknya (Ayu Utami: 170).
Dari cuplikan-cuplikan di atas dapat disimpulkan bahwa kebebasan yang diinginkan adalah kebebasan yang membuat Enrico menjadi seseorang yang tak mau menikah dengan seorang perempuan. e) Percintaan Setelah Enrico terbebas dari ibunya, ia memulai petualangan cintanya kepada perempuan. Ia berhubungan dengan banyak gadis dan gadis-gadis itu hanya ia butuhkan dan gadis-gadis itu hanya ia butuhkan sebagai teman tidur saja.sebagai teman tidur saja.
Ia tak mau dituntut lebih karena ia sangat
mendambakan kebebasan. Aku menginginkan perempuan sebatas teman tidur. Itupun, kalau bisa, jangan dengan terjatuh tidur betulan. Kecuali bila pacarku menginap di rumah, sebisa mungkin aku tidak mau tidur betulan dengan pacar (Ayu Utami: 168).
Percintaan Enrico bukan percintaan biasa, menurutnya perempuan commit to user hanya digunakan sebagai teman tidur saja. Selebihnya ia sangat takut jika
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus bertanggung jawab terhadap perempuan-perempuan yang telah ditidurinya. b. Tokoh dan Penokohan Tokoh merupakan pelaku dalam karya sastra. Penokohan tidak dapat lepas dari tokoh. Istilah tokoh merujuk pada pelaku, sedangkan penokohan menunjukkan pada sifat, watak, atau karakter tokoh. Berdasarkan segi peranannya tokoh dibagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Hakikat tokoh utama adalah tokoh yang terus menerus muncul dalam setting sebuah karya sastra,sedangkan tokoh tambahan yaitu tokoh yang hanya sesekali muncul. Tokoh utama memiliki porsi lebih banyak dalam cerita dibandingkan tokoh tambahan. Porsi tokoh tambahan dalam cerita lebih sedikit daripada tokoh utama. Dalam novel Cerita Cinta Enrico, terdapat beberapa tokoh yang sangat berperan penting. Tokoh-tokoh tersebut antara lain: Enrico, Ibu (Syrnie Masmirah), ayah (Muhamad Irsad), Sanda (kakak Enrico), dan si A. 1) Enrico Dalam novel Cerita Cinta Enrico, tokoh Enrico merupakan tokoh utama, karena Enrico mendominasi cerita dari awal sampai akhir. Enrico memiliki banyak watak yang sangat membuat pembaca kagum, antara lain: a) Rajin Setiap hari aku memompa air untuk mengisi tanki rumah kami. Setiap pagi aku melepas bebek-bebek dan sorenya mengandangi mereka lagi ... (ayu Utami: 93). Dan tak usah diingat-ingat bahwa aku juga membersihkan pispot ibuku, menanak nasi dan menyiapkan lauk, ya, di umurku tujuh tahun ... (Ayu Utami: 93).
b) Kuat Aku telah mengalahkan ibu dalam hal renag. Ia hanya berenang menyebrang lebar kolam, sementara aku telah bolak-balik panjangnya (Ayu Utami: 37).
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id c) Suka Membantu
Sebagai laki-laki, dengan bangga aku akan membawakan segala yang beratberat: kelapa, yang di masa itu dibeli sebutir, biasanya utuh dengan airnya; kacang hijau; kacang merah, kedelai, dan bebijian yang lain; gula pasir, gula merah; buah-buahan... pokoknya segala yang berat. (Ayu Utami: 42).
d) Berbakti Kepada Orangtua Para penjual yang dilanggani ibu selalu memujiku, katanya, si Rico anak tampan. Atau Rico anak baik. Atau Rico anak berbakti (Ayu Utami: 42-43).
e) Sayang Kepada Ibu Yang pertama kuingat adalah ibuku. Selalu ibu yang pertama kuingat. Aku akan mempersembahkan sukun ini untuk ibu (Ayu Utami: 45).
f) Lalai Tapi, sebagai anak tujuh tahun, aku bisa lalai jika tiba-tiba aku bertemu sesuatu yang sangat menarik hatiku (Ayu Utami: 89).
g) Nakal Dan, sejak itu, aku selalu mengingat ia kerap berkata: ia percaya umurnya tak akan panjang lagi sebab Rico telah jadi kelewat nakal (Ayu Utami: 89).
h) Jujur Persisnya begini: dalam suatu rencana perjalanan sepanjang empat jam, senior kami bertanya siapa yang ingin naik truk dan siapa yang ingin jalan kaki. Tentu saja aku jujur, aku ingin naik truk. Toh itu Cuma sisa perjalanan pendek. Tak ada yang dikorbankan. Ternyata terdengar bisik-bisik bahwa itu jebakan untuk menguji kekompakan. Mereka yang semula mengacung bersama aku pun satu per satu menurunkan tangan lagi. Akhirnya, Cuma empat orang yang dengan jujur ingin naik truk (Ayu Utami: 143).
i) Setia Kawan Tidak ada atasan bawahan. Tak ada yunior yang harus taat pada senior. Kesetiakawanan tidak usah diuji dengan tes buatan. Kesetiakawanan akan tumbuh dengan sendirinya (Ayu Utami: 145).
j) Tidak Kompromi ... setelah semua itu, aku ternyata tidak lulus Mahawarman karena persis di hari terakhir aku menghunus pisau dan mengancam pelatihku. Sungguh mati aku merasa pelatihku itu mau menembak aku. Saksi mata mengatakan bahwa ia tidak mancabut senjata. Tapi sumpah, aku merasa ia memang akan menembakku, makanya kuambil pisauku dan kuacungkan padanya (AyuUtami: 142).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
63 digilib.uns.ac.id
k) Memiliki Ingatan yang Tajam 1958 Februari 15. Aku lahir. Bersama dengan kelahiran saudara kembarku pemberontakan PRRI yang berkaki kecil... 1968 adalah tahun kebahagiaanku. Aku pindah ke rumah baru yang bagus ... Tahun 1968 lahir benih angin pembaruan. Di blok timur ada peristiwa Musim semi di Praha... Tahun 1978 aku telah minggat ke Bandung dan bebas dari ibuku tapi itu tahun yang agak menyedihkan. Itulah era ketika suara-suara kebebasan yang masih muda ini dibungkam dengan kekerasan... Sepuluh tahun berikutnya, 1998 rezim otoriter Soeharto juga runtuh, setelah 32 tahun. Soeharto lengser keprabon setelah demonstrasi mahasiswa besar-besaran di gedung MPR/DPR... (Ayu Utami: 225-228).
2) Ayah (Muhamad Irsad) Muhamad Irsad atau ayah Enrico adalah tokoh yang sangat berperan penting dalam cerita ini. Meskipun begitu tokoh ayah hanya sebagai tokoh tambahan. Ayah memiliki watak yang baik, antara lain: a) Setia Ia hanyalah prajurit yang setia (Ayu Utami: 17)
b) Mau Bekerja Keras Ayah pergi ke kota besar, mencari pekerjaan. Tapi agaknya sejauh ini hasilnya tidak menjanjikan, sementara uang keluarga kami semakin menipis (Ayu Utami: 10).
c) Tegas Sejak itu ayah tidak mengijinkan ibuku berlagak seperti wanita kampung: mengenakan baju kurung dan menyunggi dagangan di kepala, dan meninggalkan anak-anak sendirian di rumah (Ayu Utami: 10).
d) Bersikap Positif dan Optimis Tapi dalam disiplin militer ia dilatih untuk bersikap positif dan optimis, maka dengan segera ia membalik spekulasi takhayul menjadi kepastian yang menguntungkan (Ayu Utami: 15)
e) Jujur to user Atasannya pun tahu, ia commit lebih jenis lelaki jujur daripada jenis lelaki berdarah perang, sekalipun Madura tempat kelahirannya dianggap pulau yang beradatkan clurit (Ayu Utami: 17).
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id f) Tegar
Irsad tetap mencoba berdiri dengan sikap tegap seutuhnya, dengan kehormatan penuh, meskipun hatinya hancur ketika perwira pasukan Yani melucuti tanda pangkatnya (Ayu Utami: 27).
3) Ibu Enrico (Syrnie Masmirah) Syrnie Masmirah adalah ibu Enrico. Syrnie adalah tokoh tambahan seperti ayah Enrico namun demikian kehadiran ibu sangat penting dalam cerita. Ibu memiliki beberapa watak yang unik, antara lain: a) Berpendidikan Modern Ibu bisa membaca bahasa Jerman dan Inggris, bisa menunggang kuda, bermain polo, tenis, mengetik, mencatat dengan steno, bermain akordeon, membaca koran dan buku-buku tebal (Ayu Utami: 5).
b) Tangguh Sebelum luka-luka persalinannya sembuh, ibu telah mengembara sebagai keluarga gerilya menempuh liku-liku hutan dan ngarai dengan berjalan kaki (Ayu Utami: 5).
c) Giat Bekerja Ia berjalan pergi sambil menyunggi sesuatu di atas kepelanya. Sesuatu itu adalah telur. Lusinan telur, untuk dijual ke ibukota propinsi yang jaraknya setengah hari perjalanan dengan kereta api (Ayu Utami: 9).
d) Tak Mau Kalah Berdebat Istrinya telah menyiapkan nama untuk anak itu, yang ia tak setuju Enrico. Dari Enrico Caruso, seorang penyanyi tenor Italia yang sesungguhnya sudah meninggal dunia lama sebelum ibuku lahir. Letda Irsad keberatan dengan nama itu karena kebarat-baratan. Tapi istrinya memang masuk sekolah zending, sehingga ayahpun membantah dengan alasan lain (Ayu Utami: 13)
e) Setia Ia telah menunjukkan bahwa ia selalu mendampingi lelaki yang dicintainya apapun yang terjadi (Ayu Utami: 28).
f) Tegar Ia telah menunjukkan bahwa ia tidak menangis, sebab begitulah yang ia sendiri tafsirkan dari kelahiranku, di hari kelahiran revolusi juga meskipun hampir bisa dipastikan aku tidak memaksudkannya sama sekali (Ayu Utami: 28).
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id g) Suka Memuji
Aku akan merona ketika ibu memuji pekerjaanku. Hatiku berdebar-debar manakala ia mengenakan pantovel itu di kakinya (Ayu Utami: 31).
h) Serba Bisa Ibu membuat segala hal sendiri. Makanan hingga baju renang kami dibikinnya sendiri (Ayu Utami: 36). Aku selalu mengenakan kemeja dan celana yang dibuat sendiri oleh ibu dengan mesin jahit Pfaffnya yang berjasa besar (Ayu Utami: 41).
4) Sanda Sanda juga merupakan pemain tambahan. Sanda memiliki watak sayang terhadap adiknya dan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut. Lalu kakak perempuanku, yang tak jauh lebih besar dari aku, bangkit dan mencoba mengusir ayam itu. Aku mendengar kakakku menggusah-gusah (Ayu Utami: 8).
5) Si A (Kekasih Enrico) A adalah tokoh tambahan yang menjadi kekasih Enrico. A memiliki watak berpengetahuan luas dan jujur. Sosok A yang berpengetahuan luas dan jujur dapat dilihat pada kutipan di bawah ini. a) Berpengetahuan Luas “aku suka Agustinus seperti aku suka Freud”, kata A. Keduanya menjengkelkan karena patriakalnya. Tapi keduanya sangat berani dan jujur untuk mencoba memahami sisi gelap bawah sadar manusia. Keduanya juga sangat tajam dan imajinatif dalam menggambarkan struktur jiwa manusia, pada konteksnya masing-masing. Agustinus merumuskan dosa asal, Freud merumuskan libido. Dua-duanya menyentak (Ayu Utami: 208).
b) Jujur Akhirnya ia berkata, “aku mau bilang sesuatu.” “Aku bersetubuh dengan orang lain, “ujarnya (Ayu Utami: 212).
c. Setting atau Latar Setting /latar
adalahcommit tempat terjadinya suatu peristiwa, di dalam to user
setting/latar terdapat tempat dan waktu dalam cerita. Setting meliputi tempat
perpustakaan.uns.ac.id
66 digilib.uns.ac.id
terjadinya peristiwa dan juga menunjukkan waktu peristiwa tersebut terjadi. Semi (1993: 46) berpendapat bahwa latar/setting merupakan lingkungan terjadinya peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu peristiwa terjadi. hal tersebut berarti bahwa latar meliputi tempat ataupun waktu terjadinya peristiwa dalam cerita. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 216), latar/setting disebut juga landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Setting dalam novel Cerita Cinta Enrico terdiri atas tiga setting, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. 1) Latar Tempat Novel Cerita Cinta Enrico banyak mempunyai setting tempat. Ada yang bersetting di Sumatra, ada juga yang bersetting di Jawa. a) Hutan Belantara Di awal Ayu Utami menceritakan ingatan yang dialami Enrico tentang hutan belantara. Di hutan itu para PRRI melakukan gerilya. Ayu Utami juga menjelaskan dalam novelnya bahwa Enrico mengingat hutan adalah pohon raksasa yang maha besar. Ia harus mengitari pohon tersebut untuk berbelok menuju tempat aman yang baru. Inilah ingatan pertamaku dalam hidup: sebuah pohon maha besar. Aku memandang pohon raksasa itu, teduh dan menjulang dihadapanku, dan satu-satunya yang kurasakan adalah takjub (Ayu Utami: 3).
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa setting yang dipakai adalah hutan belantara dari kata pohon raksasa dan hutan. Pohon raksasa hanya ada di dalam hutan yang masih belum banyak disentuh oleh manusia. b) Di Rumah Rumah adalah setting yang banyak dipakai dalam novel Cerita Cinta commit to user Enrico. Banyak kejadian yang terjadi di rumah, antara lain: tempat berkumpul
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keluarga, tempat bercerita pengalaman yang terjadi seharian. Di bawah ini ada beberapa kutipan yang menyatakan bahwa rumah menjadi setting di dalam novel tersebut. Lalu ibuku mengunci pintu, meninggalkan aku dan kakakku di dalam rumah. Ia berjalan sambil menyunggi sesuatu di atas kepalanya. Sesuatu itu adalah telur. (Ayu Utami: 9). Aku menerobos ke dalam rumah sambil kedua tanganku tertenteng menyodorkan buah istimewa itu. Kulihat wajah ibuku: terkejut, terharu, dan bangga (Ayu Utami: 45). Ia bolak-balik di dalam rumah dan pekarangan beberapa saat lagi (Ayu Utami: 98).
Dari ketiga kutipan di atas, dapat diketahui bahwa beberapa peristiwa terjadi di rumah. Hal ini dapat dilihat dari kata “pintu, pekarangan, dan rumah”. Kamar merupakan salah satu bagian dari setting rumah. Kamar tak kalah penting karena di kamar, Enrico melakukan sebagian aktifitasnya. Misalnya: saat ibunya marah dan akan memukulnya, ia masuk ke dalam kamar dan bersembunyi di bawah ranjang. Berikut kutipan yang berhubungan dengan kamar tidur. Suatu siang aku sedang mencelik-celikkan burungku di kamar (Ayu Utami: 82). Akhirnya aku lari ke kolong ranjang. Ibuku agaknya sangat geram. Ia membungkuk untuk meraihku. Aku bersembunyi semakin ke sudut (Ayu Utami: 87). Si gadis badung itu menelusup ke ranjangku tanpa kata-kata. Ia nakal sekali. Setelah selesai, ia menciumku lalu pergi (Ayu Utami: 149).
Dari ketiga kutipan di atas dapat diketahui bahwa terjadi beberapa peristiwa di kamar. Hal ini dapat dilihat pada penggunaan kata “ranjang dan kamar”. commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ada juga dapur yang menunjukkan bagian dari rumah dan menjadi tempat terjadinya suatu peristiwa. Kutipan di bawah ini akan menunjukkan bahwa dapur menjadi salah satu latar tempat dalam cerita. Sebuah dapur yang gelap. Dapur masa lalu yang penuh jelaga. Ada jendela kecil yang terlalu tinggi untuk diraih. Dari situlah cahaya masuk. Ada banyak kuali besar berpantat hitam, yang rasanya cukup untuk masuk dan bersembunyi (Ayu Utami: 7).
Dari kutipan di atas, dapat diketahui secara langsung bahwa setting yang digunakan adalah dapur. Pengarang secara langsung menulis kata “dapur” dan ada juga benda-benda yang biasanya hanya terdapat di dapur, yaitu kuali. Selain dapur ada juga setting kandang ayam yang juga bagian dari rumah. Enrico memelihara banyak ayam di belakang rumahnya. Berikut kutipan yang menunjukkan bahwa kandang ayam menjadi setting dalam cerita tersebut. Aku mengambil beras tanpa izin ibuku, dan kami membikin keributan di dekat kandang ayam (Ayu Utami: 87). Lalu aku akan masuk ke dalam kandang, terbungkuk-bungkuk karena kandang itu begitu sempit, membersihkan alasnya yang telah keras, lalu menggantinya dengan adonan baru (Ayu Utami: 93).
Kedua kutipan tersebut menunjukkan bahwa kandang ayam memang menjadi setting dalam cerita tersebut. Hal ini terbukti dari adanya kata “kandang”. c) Di Rumah Sakit Setting tempat lainnya yang melatari novel Cerita Cinta Enrico adalah rumah sakit. Rumah sakit dipakai pada saat kelahiran Enrico. Itu menakutkan, bagi ibuku maupun dokter dan jururawat yang membantu kedatanganku ke dunia. Orok yang tidak menangis berarti tidak memulai nafas pertamanya. Dokter menepuk-nepuk pantatku, aku tutup mulut. Perawat menarik-narik ceker ayamku, mulutku terus terkatup (Ayu Utami: 20).
commit to user
Lalu, terjadilah pemandangan yang mengerikan ini: Dokter rumah sakit itu menyuruh suster menyediakan dua kuali. (Ayu Utami: 21).
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kedua kutipan di atas sama-sama menunjukkan rumah sakit sebagai latar yang ada dalam novel Cerita Cinta Enrico.
Hal
ini
terbukti
dari
adanya dokter dan jururawat pada kutipan di atas, selain itu ada peristiwa yang biasanya terjadi di rumah sakit yaitu melahirkan seorang bayi. d) Di Lapangan yang Membatasi Hutan Ada juga setting di sebuah lapangan. Sebuah lapangan yang membatasi hutan. Peristiwa ini terjadi saat pasukan gerilya ingin menukarkan Syrnie dan anaknya dengan perbekalan makanan bagi pasukan gerilya. Di lapangan yang sama dengan lapangan yang seharusnya menjadi titik di mana ibuku dijemput, ya lapangan di mana dulu istrnya menunjukkan kemenangannya, di situlah ia harus menunjukkan kekalahan. Lapangan diantara dua hutan. Hutan musuh, yang menjanjikan daging rusa dan buahbuahan, di sebrang sana. Hutan kami di sebelah sini, menjanjikan harimau dan segala macam ular berbisa. (Ayu Utami; 27).
e) Di Kolam Renang Kolam renang menunjukkan beberapa peristiwa yang dialami oleh Enrico. Yang pertama adalah saat dia berenang di kolam teratai dan yang kedua adalah saat dia dibaptis sebagai Saksi Yehuwa. Aku dan ibu pergi berdua saja ke kolam renang teratai dari rumah kami di asrama militer belakang tangsi. Kami berjalan bergandengan tangan mesra (Ayu Utami: 37).
Kutipan di atas, menunjukkan latar tempat yaitu kolam renang teratai yang terletak di jalan Sudirman. Kolam renang yang paling bagus kala itu. Selain itu, ada juga kolam renang yang menjadi tempat saat Enrico dibaptis sebagai Saksi Yehuwa. Tempat ini menjadi tempat yang bersejarah bagi Enrico. Berikut kutipan tersebut: Di hari pembaptisanku, di sebuah kolam renang di Medan, di tahun yang seharusnya aku tertawa keras karena hari kiamat melengos entah kemana, aku bersumpah itu adalah terakhir kalinya aku mengangguk, mematuk commit to useribuku (Ayu Utami: 125). dedak dan jagung yang disediakan
perpustakaan.uns.ac.id
70 digilib.uns.ac.id
f) Di Pinggir Pantai Pantai adalah tempat yang tak kalah bersejarah bagi Enrico. Setting pantai menjadi penting karena terjadi beberapa peristiwa yang tak dapat dilupakan oleh Enrico dan keluarganya. Di pantai asma kakaknya kambuh dan akhirnya meninggal lalu di pantai Enrico mendapat pengalaman pertamanya bersama seorang perempuan. Konon aku dan Sanda sangat gembira ketika ayah menaikkan kami ke boncengan sepeda dan ayah mengayuh sepeda itu ke pantai Padang di mana ada reruntuhan benteng Jepang dan fosil Malin Kundang (Ayu Utami: 49).
Kutipan di atas menunjukkan pinggir pantai yang dalam cerita membuat asma Sanda kambuh dan akhirnya Sanda meninggal dunia. Hal ini membuat Ibu Enrico selalu mengingat kejadian tersebut. Ada juga kutipan saat Enrico mendapatkan pengalaman yang tidak terlupakan di hidupnya. Berikut kutipan tersebut: Ada satu cewek cantik yang sangat bagak. Aku ciuman dengannya di tepi laut di atas motorku suatu malam minggu, dan ia tidak memakai beha (Ayu Utami: 127).
Kutipan di atas, menunjukkan saat Enrico mendapat pengalaman pertamanya bersama seorang perempuan. Hal tersebut yang membuat Enrico menjadi anak yang nakal. g) SMA Conforti SMA Conforti adalah SMA Katolik yang digunakan para pengikut Saksi Yehuwa untuk berhimpun. Saksi Yehuwa menggunakan SMA Conforti untuk berhimpun karena mereka tidak memiliki gereja sendiri. Dinding depannya dilabur kapur dan bagian dalamnya disekat-sekat menjadi kelas-kelas. Itu adalah bangunan SMA Conforti, sebuah sekolah commit to user Katolik. Pada Zaman itu misionaris Katolik dikenal memiliki pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
yang sangat bermutu. Tapi SMA Conforti bukan yang paling bergengsi di antara sekolah-sekolah Katolik yang mereka punya (Ayu Utami: 57).
h) Gereja Kemudian ada peristiwa yang berlatarkan di gereja. Gereja digunakan sebagai tempat untuk meminta rekomendasi sekolah yang murah. Kutipan di bawah ini akan menunjukkan peristiwa tersebut. Ia pergi mengunjungi pastor gereja di sebelah tangsi kami, meminta rekomendasi untuk anaknya belajar di sekolah Katolik terdekat. Tapi sekolah swasta ini juga dikenal mahal (Ayu Utami: 58).
Selain di gereja ada juga di halaman gereja. Seperti dalam kutipan berikut ini. Di halaman gereja, mereka memelihara seekor sapi perah. Ibu menyuruhku belajar memerah susu dan membantu di sana. Aku senang melakukannya, terutama karena ada dua anak perempuan cantik keturunan Italia yang membimbingku (Ayu Utami: 77).
i) Bandar Buat Bandar Buat adalah sebuah tempat yang ada di sana ada jalur lori gantung pengangkut semen dari pabrik besar di Indarung. Kutipan di bawah ini akan menunjukkan Bandar Buat tersebut. Kami harus pergi ke Bandar Buat, yang jaraknya sekitar delapan kilometer ... di Bandar Buat ada jalur lori gantung pengangkut semen dari pabrik besar di Indarung. Karena kota kecil ini terletak dekat puncak bukit, maka jalur kereta gantung tidak terlalu tinggi dari tanah (Ayu Utami: 84).
j) Kampus ITB Kampus ITB menjadi setting yang sangat penting karena dalam novel Cerita Cinta Enrico, Enrico sekolah sampai ITB dan menjadi aktivis di sana. Apapun, kami memutuskan untuk mempertahankan kampus. Dengan cara berbaring di jalan di pintu masuk! (Ayu Utami: 134). Di gerbang Rene Louis Conrad pada suatu pagi aku merasa hidupku akan berakhir dalam beberapa menit lagi. Prasetya Riksa, mahasiawa tambang ITB angkatan 77, ketua Badan Perwakilan Anggota, mati dilindas panser (Ayu Utami: 133). commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kedua kutipan di atas, menunjukkan setting yang sama yaitu kampus ITB. Hal ini dibuktikan dengan adanya kata “gerbang Rene Louis Conrad”. Gerbang tersebut adalah nama gerbang pintu masuk pada kampus ITB. k) Teater Utan Kayu Teater Utan Kayu (TUK) adalah tempat bersejarah bagi Enrico karena di sana dia bertemu dengan si A yang pada akhir cerita si A menjadi istrinya. Namanya Teater Utan Kayu, TUK terletak disalah satu sudut jalan Utan Kayu (Ayu Utami: 172) Jadi, aku suka ke Teater Utan Kayu, berharap bisa tak sengaja bertemu si A (Ayu Utami: 174) Esoknya kami bertemu di kedai di TUK (Ayu Utami: 175).
Ketiga kutipan di atas menunjukkan latar tempat yaitu Teater Utan Kayu (TUK). Pengarang menunjukkan secara langsung bahwa TUK merupakan latar tempat dan banyak terjadi peristiwa di sana. 2) Latar Waktu Selain latar tempat, dalam novel Cerita Cinta Enrico juga ada latar waktu. Yang termasuk latar waktu antara lain: pagi, siang, sore, dan malam. Berikut kutipan tersebut. Malam itu kami berempat berkumpul lagi. Aku merasa sangat bahagia karena keluarga kami utuh (Ayu Utami: 10). Pada hari H-1 komandan membiarkan Letda Irsad menghabiskan malam terakhir berdua dengan isterinya saja, tanpa diganggu anggota pasukan yang lain (Ayu Utami: 24)
Dari dua kutipan di atas, dapat diketahui bahwa latar waktu yang digunakan dalam cerita adalah malam. Hal ini ditunjukkan dengan penggunaan kata “malam” di dalam latar waktu yang ditemukan pada kutipan di atas. Selain latar waktu malam ada juga latar waktu pagi. Latar waktu pagi dapat ditunjukkan melalui kutipan berikut.
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hari pertama itu, pagi-pagi, setelah sarapan, kulihat ia berganti pakaian (Ayu Utami: 161). Aku selalu senang memandangi A ketika ia berpakaian kembali di pagi hari. Sinar matahari masuk dari jendela kecil dan ia duduk di depannya. Sudut itu satu-satunya yang mendapat cahaya, seperti dalam lukisan (Ayu Utami: 196).
Kedua kutipan di atas menunjukkan latar waktu pagi. Hal ini dibuktikan dengan adanya kata “sarapan dan sinar matahari” pada kutipan di atas. Selain latar waktu malam dan pagi, ada juga latar siang dan sore. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut: Suatu siang aku mencelik-celikkan burungku di kamar (Ayu Utami: 82). Sore-sore, menjelang waktu wedangan, ia memakai lagi baju rapinya (Ayu Utami: 161).
Kutipan pertama menunjukkan latar waktu siang, dengan menggunakan kata “siang” pada kutipan tersebut. Pada kutipan kedua menunjukkan latar waktu sore, hal ini dapat dilihat dari kata “sore-sore”. 3) Latar Sosial Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal lain yang tergolong latar spiritual. Dalam novel Cerita Cinta Enrico terdapat beberapa latar sosial antara lain: a) Latar Sosial Seorang Perempuan Kota Novel Cerita Cinta Enrico memiliki latar sosial perempuan kota. Latar sosial perempuan kota berhubungan dengan cara berpakaian dan penampilan ibunya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Sebetulnya ia memiliki tangan dan kaki yang kuat juga, tetapi perempuan kota seperti dia tidak terlatih berjalan kaki kilo-kilometer masuk keluar hutan sambil membawa dua anak kecil (Ayu Utami: 4).
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dan di dalam penampilannya yang berbeda itu, ibuku juga fasih berbahasa Belanda ... ibuku bisa membaca bahasa Jerman dan Inggris, bisa menunggang kuda, bermain polo, tenis, mengetik, mencatat dengan steno, bermain akordeon, membaca koran dan buku-buku tebal (Ayu Utami: 9).
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat diketahui latar sosial perempuan kota antara lain: tidak mampu berjalan berkilo-kilometer, pandai berbahasa asing, dan serba bisa. b) Latar Sosial Seorang Perempuan Kampung Dalam novel Cerita Cinta Enrico, selain terdapat latar sosial perempuan kota, terdapat pula latar sosial perempuan kampung. Latar sosial perempuan kampung dapat dilihat dari kutipan di bawah ini. Rambutnya segar, tidak seperti rambut kebanyakan perempuan lain, yang cepal oleh minyak dan menyimpan kutu (Ayu Utami: 31). Jika berkelahi satu sama lain, mereka memaki dengan bahasa Jawa yang sungguh kampungan dan, ya ampun, mereka suka menyingkap atau melorotkan kain, memperlihatkan bokong mereka pada musuhnya. Jika bisa, kurasa mereka akan kentut juga untuk menyatakan kebencian. Ibu teman-temanku banyak yang tak bisa baca tulis (Ayu Utami: 39-40).
Dari kutipan di atas, dapat diketahui bahwa perempuan kampung biasanya berambut panjang dan berkutu. Selain itu, jika mereka berkelahi satu sama lain, mereka memaki dan memperlihatkan bokong mereka kepada musuh dan kala itu perempuan kampung tidak baca tulis. c) Latar Sosial Kehidupan Masyarakat Kampung Selain latar sosial perempuan kampung, terdapat pula latar sosial kehidupan masyarakat kampung dalam novel Cerita Cinta Enrico. Hal ini dapat dilihat pada kutipan berikut. Ia tahu bahwa telur tak bisa dijual oleh perempuan dengan rok dan sepatu. Rok dan sepatu apalagi pantovel nan hebat terlalu terpelajar untuk mempersembahkan telur. Maka ia mengenakan baju yang biasa dikenakan para inang pedagang (Ayu Utami: 10).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
Kutipan di atas, menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat kampung, terutama perempuan adalah tidak pernah memakai rok dan sepatu pantovel. d. Alur atau Plot Alur cerita merupakan rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik antartokoh dalam suatu cerita fiksi. Dalam novel Cerita Cinta Enrico pengarang menggunakan alur campuran, yaitu alur maju sebagai alur utama dan juga menggunakan alur mundur atau flashback sebagai alur tambahan. Cerita dimulai saat Enrico kecil mengingat-ingat masa lalunya ketika bergerilya dan diakhiri dengan pernikahannya dengan si A. Berikut kutipan tersebut. Inilah ingatan pertamaku dalam hidup: sebuah pohon maha besar. Aku memandang pohon raksasa itu, teduh dan menjulang di hadapanku, dan satusatunya yang kurasakan adalah takjub ... (Ayu Utami: 4).
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa Enrico membayangkan masa lalunya dengan menggunakan kata-kata “ingatan pertamaku”. Hal tersebut menunjukkan bahwa alur yang dipakai adalah alur mundur. Selanjutnya ada alur maju yang merupakan alur utama yang digunakan pengarang dalam novel Cerita Cinta Enrico. 17 Agustus 2011. Di seluruh Indonesia berkibar bendera merah putih. Di kapel Regina Pacis yang mungil manis, di kota hujan Bogor, Joakhim Riksa menikahi pengganti ibunya. Begitu juga Justina A menikahi pengganti ibunya (Ayu Utami: 234).
Kutipan di atas, menggambarkan pernikahan Enrico dengan si A seperti yang diceritakan diakhir cerita. Sebagai pengarang, Ayu Utami memadukan alur maju dan mundur dengan sangat baik, sehingga pembaca tertarik untuk mengikuti kelanjutan cerita dari awal sampai akhir. e. Sudut Pandang Pengarang Sudut pandang adalah cara pengarang memposisikan dirinya dalam sebuah cerita. Dalam novel Cerita Cinta Enrico Ayu Utami menggunakan sudut pandang commit to user orang pertama sebagai pelaku utama. Hal ini dapat dilihat dari kata ganti yang banyak
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan. Kata ganti yang banyak digunakan dalam novel Cerita Cinta Enrico adalah kata ganti “aku”. Inilah ingatan pertamaku dalam hidup: sebuah pohon maha besar. Aku memandang pohon raksasa itu, teduh dan menjulang di hadapanku, dan satusatunya yang kurasakan adalah takjub. Tak ada yang lain. Aku berada dalam gendongan ... (Ayu Utami: 3). Aku menjerit dan menangis geru-geru sebab aku yakin aku akan dimakan oleh ayam ganas itu. Lalu kakak perempuanku, yang tak jauh lebih besar dari aku, bangkit dan mencoba mengusir ayam itu. Aku mendengar kakakku menggusahgusah (Ayu Utami: 8).
Berdasarkan kedua kutipan di atas, pengarang menggunakan kata ganti “aku” yang menunjukkan sudut pandang orang pertama. Dalam hal ini, Enrico sebagai tokoh utama menceritakan kisah hidupnya kepada pembaca. f. Amanat Amanat merupakan hal yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Waluyo (2011: 28) menyebutkan bahwa amanat bersifat kias, umum, dan subjektif, sehingga penafsiran penikmat karya sastra dapat bervariasi. Amanat yang ingin disampaikan oleh Ayu Utami melalui novelnya yang berjudul Cerita Cinta Enrico antara lain: 1) Cinta dan Kasih Sayang Cinta dan kasih sayang terhadap seseorang membuat seseorang mau melakukan apa saja untuk seseorang yang dicintai. Hal ini memperluas makna cinta, bahwa cinta tidak melulu berkaitan dengan kasih sayang sepasang insan, namun juga kesetiaan dan pengorbanan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini. Sebagai laki-laki, dengan bangga aku akan membawakan segala yang beratberat; kelapa, yang masa itu dibeli sebutir, biasanya utuh dengan airnya; kacang hijau, kacang merah, kedelai, dan bebijian yang lain: gula pasir, gula merah; buah-buahan.. pokoknya segala yang berat (Ayu Utami: 42).
commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id 2) Pengorbanan
Pengorbanan yang dilakukan seseorang untuk orang yang dicintai itu tulus tanpa mengharapkan balasan apapun. Hal ini tercermin dari kutipan di bawah ini. Di titik yang ditentukan, di sebuah lapangan yang membatasi dua hutan, kurir pasukan Yani telah menaruh perbekalan yang dijanjikan. Mereka berdiam di hutan sebelah, menunggu Syrnie Masmirah muncul dari hutan yang berhadapan, bersama satu bayi, satu balita, dan satu pengasuh anak. Menit-menit berlalu. Jam-jam lewat. Tapi ibuku tak pernah datang muncul, padahal pasukan gerilya telah mengambil perbekalan yang dijadikan alat tukar (Ayu Utami: 25).
3) Kasih Sayang Ibu kepada Anaknya Kasih sayang seorang ibu terhadap anak akan membuat anak bangga dan selalu menuruti semua perintah orang tua. Hal tersebut nampak pada kutipan di bawah ini. Aku akan merona ketika ibu memuji pekerjaanku. Hatiku berdebar-debar manakala ia mengenakan pantovel itu di kakinya (Ayu Utami: 31).
4) Kurangnya Perhatian Orang Tua kepada Anak Sikap dingin dan kurangnya pewrhatian terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan dirinya dan membuat anak berubah menjadi nakal. Jadi jangan pernah bersikap dingin kepada anak. Didiklah anak menjadi anak yang baik. Pantau anak dengan siapa dia bergaul dan pahami kondisi anak. Amanat tersebut didukung oleh kutipan di bawah ini. Dengan pucat pasi aku melaporkan kegagalanku pada ibu. Ia tidak bereaksi. Ia tidak memarahi aku, tapi tidak juga membesarkan hatiku. Sikapnya yang dingin membuat aku merasa jadi orang gagal (Ayu Utami: 68).
5) Jangan Terlalu Mengekang Anak Jangan terlalu mengekang anak, karena suatu saat pasti anak akan memberontak. Tapi, sejak niatku masuk ITB telah bulat, aku tak tertarik lagi pada perempuan. Tujuan hidupku Cuma satu: lepas dari SANG PEREMPUAN (Ayu Utami: 127).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
2. Eksistensi Tokoh Perempuan novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami dalam Perspektif Feminisme Eksistensi perempuan dan Feminisme novel Cerita Cinta Enrico adalah tujuan yang akan disampaikan oleh Ayu Utami. Hal ini terlihat dari pengarang sendiri yang menuntut adanya persamaan derajat dengan laki-laki. Karakter tokoh perempuan dari lingkungan ekonomi menengah ke atas memiliki karakter yang tegas, mandiri, berkeinginan untuk maju, setia pada komitmen untuk maju menjadi orang terpelajar. a. Eksistensi Perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico Eksistensi perempuan pada hakikatnya sama seperti eksistensi manusia pada umumnya. Eksistensi merupakan cara seseorang berada di dunia. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan merencanakan, berbuat dan menjadi manusia seutuhnya. Hanya dengan berbuat itulah manusia diakui eksistensinya. 1) Kebebasan Memilih bagi Perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico Manusia memiliki hak untuk menentukan pilihan dalam hidupnya. Demikian juga seorang wanita, ia bebas menentukan pilihan. Tokoh Syrnie Masmirah dalam novel Cerita Cinta Enrico merupakan tokoh perempuan yang berani menentukan pilihan. Ia jalani pilihan tersebut meskipun banyak rintangan. Syrnie Masmirah memilih ikut dengan suaminya bergerilya di hutan belantara daripada dijemput oleh pasukan Yani. Hal tersebut ia pilih karena ia merasa mampu mengikuti suaminya dan berusaha menjadi istri yang setia terhadap suami. Hal ini terungkap dalam kutipan berikut: Matahari terbit. Operasi Bayi Gerilya. Di titik yang ditentukan, di sebuah lapangan yang membatasi dua hutan, kurir pasukan Yani telah menaruh perbekalan yang dijanjikan. Mereka berdiam di hutan sebelah, menunggu Syrnie Masmirah muncul dari hutan yang berhadapan, bersama satu bayi, satu balita, dan satu pengasuh anak. Menit-menit berlalu. Jam-jam lewat. Tapi ibuku tak pernah muncul, padahal pasukan gerilya telah mengambil perbekalan yang dijadikan alat tukar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
Syrnie Masmirah tidak hanya berani menentukan pilihan hidupnya sebagai istri gerilya tapi dia sudah membuktikan bahwa dia setia terhadap pilihan hidupnya. Dengan kedua anaknya yang masih bayi dan balita, syrnie berjuang di hutan belantara bersama dengan para gerilyawan, namun Syrnie Masmirah tetap konsisten dengan pilihan hidupnya. Kutipan di atas, menunjukkan bahwa Syrnie Masmirah merupakan tokoh perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico yang berani menentukan pilihan hidup. Demikian halnya dengan tokoh A, seorang perempuan yang pada mulanya memilih untuk tidak menikah karena beberapa alasan. Dia menyebut 10 + 1 alasan untuk tidak menikah alasan itu diantaranya adalah: 1) Memangnya harus menikah; 2) Tidak merasa perlu; 3) Tidak peduli; 4) Amat peduli; 5) Trauma; 6) Tidak berbakat; 7) Kepadatan penduduk; 8) Seks tidak identik dengan perkawinan; 9) Sudah terlanjur asyik melajang; 10) Tidak mudah percaya; + 1. Dan kenapa dia menceritakan semua ini, karena dia sadar ketika menjalani hidup sebetulnya semua mengalir begitu saja, tapi ketika ditanya, kita seperti dipaksa untuk menyadari dan merumuskan. Lantas, semula terasa wajar menjelma sikap politik. Dengan 10 + 1 alasan tadi A memilih untuk tidak menikah, tetapi seiring berjalannya waktu dia bertemu dengan seseorang yang mempunyai jalan pikiran yanmg sama, seorang laki-laki yang ingin bebas dari bentuk komitmen dengan pasangan yaitu si Enrico. Ternyata A mencari sosok ibunya dalam diri pasangannya. Hal ini terungkap dalam kutipan berikut: Ketika itulah kesadaranku tiba-tiba terbukakan begitu saja padaku. Mendadak aku tahu, bahwa yang diinginkan A terhadap aku bukan menggantikan ayahnya. commit Tetapi menggantikan ibunya! dulutoAuser frustasi, ia tidak ingin jadi ibuku. Sebab, ia juga ingin jadi anak-anak terus. Kanak-kanak dalam dirinya tidak membutuhkan
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ayah-sebab, kata dia, darah monster ayahnya sudah mengalir pada dirinya. (Ayu Utami: 222).
Dari kutipan diatas, terlihat bahwa A mencari sosok ibu dalam diri pasangannya, setelah dia memutuskan untuk tidak menikah dan membuat 10 + 1 alasan utuk tidak menikah, dia bertemu dengan seseorang yang bisa membuat dia benar-benar nyaman dengan pilihan hidupnya serta yang bisa menggantikan sosok ibunya yang akhirnya membuat A memutuskan untuk menikah dengan laki-laki tersebut. 2) Perjuangan Kesetaraan Gender Kesetaraan gender menuntut adanya persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Pemikiran patriarkhat harus dihentikan. Pilihan hidup perempuan tidak lagi bergantung pada laki-laki. Derajat laki-laki dan perempuan sama, perempuan harus meningkatkan kualitas dirinya agar dapat mengimbangi kemampuan lakilaki. Kesetaraan gender dalam novel Cerita Cinta Enrico terlihat dari Syrnie Masmirah yang pada kala itu sudah mempunyai karir walaupun dia seorang perempuan, dia merupakan perempuan terpelajar kala itu. Dia sudah tidak hanya bergantung pada laki-laki, dia mencari uang sendiri dengan banyak keahlian yang dia miliki. Hal ini diperkuat dengan kutipan berikuit: Di tempat tugasnya di Semarang Ayah jatuh cinta pada seorang perempuan yang berambut pendek, memakai rok selutut, dan bersepatu pantovel—yang baginya adalah perwujudan modernitas dan ketepelajaran. Sekretaris Pak Mayor ini suka membaca, —yang baginya adalah perwujudan modernitas dan ketepelajaran. Sekretaris Pak Mayor ini suka membaca, naik kuda, bermain tenis dan akordeon (Ayu Utami: 106).
Dari kutipan di atas terlihat jelas bahwa Syrnie merupakan perempuan yang bisa mandiri dan tidak tergantung dengan laki-laki. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pokok-pokok Pikiran Feminisme dalam Novel Cerita Cinta Enrico 1) Kemandirian Tokoh Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico Dalam konteks rumah tangga, yang dilakukan istri untuk menunjukkan kemampuannya
dan
membentuk
sifat
kemandirian
dan
menghindari
ketergantungan hidup kepada suami. Kemandirian dalam konteks ini dapat dipahami sebagai keadaan atau kondisi seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Seseorang disebut mandiri apabila yang bersangkutan dengan rasa tanggung suami. Kemandirian dalam konteks ini dapat dipahami sebagai keadaan atau kondisi seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Seseorang disebut mandiri apabila yang bersangkutan dengan rasa tanggung jawab menjalani jawab menjalani hidupnya sendiri berdasarkan kemampuannya tanpa menggantungkan hidupnya kepada pihak lain. Syrnie Masmirah dan A adalah tokoh-tokoh perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico yang memiliki kemandirian yang menonjol. a) Syrnie Masmirah Setelah pemberontakan selesai dan keluarga Enrico kembali dari hutan, ayah Enrico yaitu Muhamad Irsad telah kembali menjadi pasukan desertir yang kalah, pangkatnya dilucuti ia bukan lagi Pak Letnan. Dengan demikian keuangan keluarga Enrico menjadi tersendat. Maka dari itu ibu Enrico yaitu Syrnie Masmirah memutuskan untuk membantu suaminya mencari nafkah dengan berjualan telur ayam. Dalam penggalan novel dapat kita lihat sebagai berikut. Ayah pergi ke kota besar, mencari pekerjaan, sementara uang keluarga kami semakin tipis. Maka, ibuku memutuskan untuk mulai menjual telur dari ayam-ayam yang selama ini dipelihara Ayah untuk kebutuhan kami seharihari. Telur kami tak menemukan pembelinya di Bukittinggi. Hanya toko di Padang yang bisa membeli committelur-telur to user itu. Maka ibuku berangkat ke sana, sekitar seratus kilometer jauhnya (Ayu Utami: 10).
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh Syrnie berusaha mandiri secara ekonomi dengan berjualan telur. Sifat mandiri itu sendiri merupakan ekspresi dari kesetiaan kepada suami dan kepada keluarganya. Dia tidak hanya berpangku tangan melihat suaminya tidak bekerja setelah pangkatnya dilucuti, dengan bekal keinginan yang dimilikinya, ia mampu menjalankan usahanya dan dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hal itu berarti perempuan dapat memperoleh keuntungan materi yang dapat digunakan untuk menghidupi diri sendiri. b) A A sebagai seorang perempuan muda mempunyai semangat kemandirian yang tinggi. Kemandirian A terlihat dalam penggalan novel berikut. Aku masih kuliah. Tapi aku juga sudah mencoba kerja sebagai sekretaris di sebuah kantor pemasok keperluan angkatan bersenjata, di daerah Krekot Bunder. Aku mencari kerja sebab aku mulai tahu mutu pengetahuan yang kudapat di Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia masa itu. Pemerintah masih sangat curiga pada Uni Soviet sehingga bukubuku kami hanya berasal dari tahun 50-an. Itu masih era Perang Dingin. Informasi tidak semudah sekarang. Bagaimana mungkin aku kuliah dengan materi yang sama dengan yang dipelajari oleh generasi ayah-ibuku setengah abad silam? Aku hanya akan menjadi sarjana dengan pengetahuan nol. Karena itu aku mau lulus plus pengalaman kerja. Konsekuensinya, akupun mulai punya gaji. Meski kecil, itu gajiku sendiri. Bulan pertama, dengan bangga aku mentraktir Nik bukan uang jajan pemberian orang tuaku. Kami makan di satu restoran shabu-shabudi Pacenongan (Ayu Utami: 50).
Kutipan di atas, menggambarkan bahwa A merupakan wanita yang sangat mandiri dan suka bekerja keras dia tidak ingin hidupnya tergantung dengan orang lain. 2) Analisis Feminisme Liberal dalam Novel Cerita Cinta Enrico Keterlibatan perempuan di sektor publik menjadi harapan bagi feminisme liberal karena keterlibatan tersebut dapat memperkecil kekerasan terhadap user dengan pandangn mereka bahwa perempuan di ruang domestik.commit Hal ituto sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
untuk menjadi partner, dan bukan menjadi budak dari suaminya, perempuan harus mempunyai penghasilan dari pekerjaan di luar rumah. Keterlibatan perempuan di ruang publik, menurut feminis liberal, harus diiringi oleh keterlibatan laki-laki di dunia privat. Hal ini sama pentingnya dengan laki-laki untuk mengembangkan dunia personal, seperti perempuan di dunia publik. Laki-laki yang menyadari hal ini berarti menyadari akan pembebasan perempuan dan laki-laki karena laki-laki tidak dibebani sepenuhnya sebagai pencari nafkah. Dalam novel Cerita Cinta Enrico, peran dan kedudukan tokoh perempuan disampaikan melalui tokoh perempuannya. Tokoh tersebut tercermin melalui tokoh Syrnie Masmirah. Perjalanan Syrnie Masmirah menunjukkan usaha untuk mewujudkan sosok perempuan yang mandiri dan sukses di bidang publik. Syrnie Masmirah merupakan wanita yang maju dan terpelajar dia bekerja untuk menghidupi kebutuhannya sebelum menikah dengan Muhamad Irsad. Itu menunjukkan bahwa dia dapat disetarakan dengan kaum
laki-laki. Hal ini
diperkuat dengan kutipan berikut: Di tempat tugasnya di Semarang Ayah jatuh cinta pada seorang perempuan yang berambut pendek, memakai rok selutut, dan bersepatu pantovel—yang baginya adalah perwujudan modernitas dan ketepelajaran. Sekretaris Pak Mayor ini suka membaca, —yang baginya adalah perwujudan modernitas dan ketepelajaran. Sekretaris Pak Mayor ini suka membaca, naik kuda, bermain tenis dan akordeon (Ayu Utami: 106).
Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Syrnie Masmirah merupakan wanita modern yang berpendidikan tinggi dan mempunyai berbagai keahlian. Hal tersebut menunjukkan bahwa wanita tidak kalah dengan laki-laki, wanita bisa sejajar dengan laki-laki. Tetapi kisah percintaannya dengan Muhamad Irsad tidak disetujui oleh orang tua Muhamad Irsad,dikarenakan commit to userSyrnie berbeda keyakinan dengan keluarga Muhamad Irsad. Hal ini diperkuat dengan kutipan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
Sayangnya perempuan ini Kristen. Maka, dalam rivalitas Antar keluarga itu, nilai Muhamad Irsad pun melorot. Ia tak lagi anak sulung yang sempurna. Perkawinannya yang setengah lari karena tanpa restu keluarga dengan Syrnie Masmirah itu menurunkan angkanya terhadap Laksmana, sang saingan (Ayu Utami: 106).
Kutipan di atas menggambarkan Syrnie ingin menunjukkan bahwa ia berhak mendapatkan kebebasannya sebagai makhluk hidup yang memiliki perasaan cinta kepada orang lain. 3. Nilai Pendidikan yang Terdapat dalam Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Karya sastra pada dasarnya selalu mengandung nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat untuk pembaca. Muatan nilai-nilai yang tersirat dalam karya sastra pada umumnya adalah nilai religius, nilai moral, nilai sosial, nilai estetika, dan nilai adat/budaya. Nilai pendidikan merupakan hal penting bagi kehidupan manusia untuk meningkatkan dan menegakkan harkat dan martabat manusia sehingakkan harkat dan martabat manusia sehingga dapat mewujudkan manusia berbudaya. Nilai-nilai pendidikan sangat erat kaitannya dengan karya sastra. Setiap karya sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapkan yang dimaksud dapat menyangkut nilai pendidikan moral, agama, sosial, maupun estetis (keindahan). Nilai didik dalam karya sastra memang banyak diharapkan dapat menjadi solusi atas sebagian masalah dalam kehidupan masyarakat. Sastra merupakan alat penting bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca apabila ia menghadapi masalah. Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami adalah nilai agama, moral, nilai sosial, dan nilai budaya/adat. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam dialog-dialog antar pelaku baik secara tersirat maupun tersurat. Novel Cerita Cinta Enrico memberikan gambaran pada pembaca bagaimana pentingnya beragama dengn menjalankan perintah commit to userdan menjauhi laranganNya. Melalui tokoh utama dan tokoh tambahan, Ayu Utami sebagai penulis novel memberikan
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
gambaran berupa contoh moral pada tokoh dalam mengkaji tentang agama. Selain itu nilai pendidikan sosial dan budaya/adat juga terdapat dalam novel Cerita Cinta Enrico melalui tokoh utama dan tokoh-tokoh tambahan. a. Nilai Pendidikan Agama Nilai religius (agama) dalam sebuah karya sastra merupakan peneguh batin bagi pembacanya, termasuk di dalamnya yang bersifat keagamaan. Hubungan Manusia dan Tuhan mencerminkan nilai keagamaan manusia.nilai agama yang terwujud dari perilaku dan pembicaraan dituangkan Ayu Utami malalui tokoh-tokoh yang ada dalam novel Cerita Cinta Enrico. Nilai-nilai agama bertujuan untuk mendidik manusia agar menjadi lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Dalam novel Cerita Cinta Enrico, terdapat beberapa kutipan yang berisi nilai agama dan dapat diteladani. Hal tersebut antara lain: Kini, agama barunya membuat ia menjauhi hiburan duniawi, apalagi yang diciptakan manusia dengan khayalan-khayalan kasar (Ayu Utami: 92).
Nilai agama yang dapat diteladani dari kutipan di atas adalah bahwa hiburan duniawi itu bersifat sementara, maka jangan lupa untuk tetap beribadah kepada Tuhan. Selain kutipan di atas, masih ada kutipan lain yang berkaitan dengan nilai agama. Berikut kutipan tersebut: Aneh bin ajaib, Ayah sembuh dan segar bugar! Dan tentu saja ibuku menggunakan cerita kesembuhan ini sebagai dongeng mukjizat dalam kesaksian dan pengkabaran imannya (Ayu Utami: 164).
Kutipan di atas, mengajarkan bahwa mukjizat dari Tuhan itu nyata, jadi sebagai orang yang beragama kita wajib percaya kepada Tuhan yang telah menciptakan alam dan seisinya. Ia membawaku kembali pada ibuku. Ibu ingin aku jadi anak yang religius. Tapi baru sekarangcommit aku mau to percaya user bahwa Tuhan itu relevan, meski tak harus disembah-sembah (Ayu Utami: 229).
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan kalimat di atas dapat diambil pelajaran bahwa Tuhan itu memang ada dan jangan melupakan Tuhan, karena kuasa Tuhan, karena kuasa Tuhan itu banyak sekali tanda-tandanya. b. Nilai Pendidikan Moral Nilai moral mencerminkan pandangan hidup seseorang. Nilai moral merupakan pandangan hidup tentang nilai-nilai kebenaran. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep moral, yakni aturan-aturan dalam bertingkah laku sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan oleh masyarakat. Karya fiksi juga merupakan sarana bagi pengarang untuk menyampaikan pesan moral. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai pandangan pengarang tentang moral. Melalui peristiwa yang disuguhkan dalam alur cerita serta tingkah laku tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel, pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesanmoral yang disampaikan. Berikut adalah kutipan yang mengandung nilai moral dalam novel Cerita Cinta Enrico: Bahasa kekuasaan tidak mempan. Lihat diplomasi ibumu (Ayu Utami: 59).
Nilai moral yang dapat diambil dari kutipan di atas, adalah bahwa diplomasi lebih berarti daripada kekuasaan. Jadi sebagai orang yang baik jangan menjadikan kekuasaan untuk berbuat sewenang-wenang. Maka aku belajar untuk tidak mengharapkan pujian dan senyum manisnya yang dulu (Ayu Utami: 74).
Dari kutipan di atas, dapat diambil nilai moral bahwa dalam membantu orang haruslah ikhlas, jangan mengharapkan apapun, baik itu pujian ataupun hal-hal yang berupa materi. Seluruh waktuku kupakai untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk. Aku tak pernah bermain lagi dengan teman-teman. Tak pernah cari commit to user pacar lagi. Kerjaku hanya belajar, dari pukul tujuh malam hingga empat pagi (Ayu Utami: 127-128).
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai moral yang dapat diambil dari kutipan di atas, adalah untuk mendapatkan apapun yang diinginkan, seseorang harus berusaha sekuat tenaga. Ayu utami menggambarkan Enrico menjadi anak yang rajin saat ia akan masuk ke perguruan tinggi yang ia cita-citakan. Sampai-sampai Enrico hanya belajar dan terus belajar untuk mendapatkan hal yang ia cita-citakan tersebut. Justru karena kita semua berdosa, seharusnya kita tidak lagi terobsesi pada dosa dan tidak dosa dan lebih menggunakan energi untuk berbuat baik bagi orang lain (Ayu Utami: 205).
Nilai moral yang dapat diambil pada kutipan di atas, adalah jika seseorang mengetahui apa yang dilakukannya tidak baik, maka seharusnya hal tersebut tidak diulanginya lagi. Jadi daripada mengulang hal yang tidak baik itu lebih baik digunakan untuk menolong orang lain. Dulu, dalam satu demonstrasi di era reformasi, aktivis PRD Dhyta Caturani dipukul dan diinjak-injak polisi sampai babak belur. Ia tergolek tak berdaya di jalan. Seorang aktivis lain, yang wajahnya mirip Lexy Rambadeta, mencoba menolongnya tapi susah payah. Ketika fotografer lain terus memotreti dia seperti objek yang menggiurkan, kamu memandang seputarmu dengan ganjil. Seperti gelisah. Lalu kamu melepaskan kameramu dan membantu aktivis itu membopong Dhyta dan mencari kendaraan ke rumah sakit (Ayu Utami: 233).
Dari kutipan di atas, dapat diteladani nilai moral yaitu apapun pekerjaan seseorang, jika melihat orang lain yang sedang kesusahan maka sebagai makhluk sosial kita wajib mambantu orang tersebut. Jangan hanya dilihat dan didiamkan saja. Pada kasus di atas, para fotografer mengorbankan Dhyta Caturani dan tidak mau membantunya karena tidak ingin kehilangan berita yang mereka anggap bagus. c. Nilai Pendidikan Sosial Nilai sosial terlihat dari penggambaran kehidupan masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Manusia tidak akan mampu hidup sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia akan selalu berinteraksi dengan orang lain. Oleh commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena itu hubungan antara manusia dengan manusia lain harus terjalin dengan baik, meskipun seringkali sifat mengutamakan kepentingan pribadi muncul. Dalam novel Cerita Cinta Enrico terdapat nilai sosial yang ingin disampaikan pengarang. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut ini: Mereka menikah di kantor catatan sipil, tanpa upacara adat ataupun agama. Sebab Irsad dari keluarga muslim Madura. Syrnie dibesarkan di keluarga zending. Untuk meredam ketegangan dalam keluarga, mereka sepakat menjauhkan diri dari sanak saudara, mencari penugasan di luar Jawa (Ayu Utami: 64).
Dari kutipan di atas, nilai sosial yang dapat diteladani adalah tenggang rasa atau pluralistik, yakni menghormati dan menghargai agama lain dalam kehidupan seharihari. Muhamad Irsad dan Syrnie Masmirah memiliki keyakinan yang berbeda. Irsad beragama Islam dan Syrnie beragama Katolik. Meskipun berbeda keyakinan mereka dapat hidup bersama hingga akhir hayat memisahkan. Selain itu terdapat kutipan lain yang mengajarkan tentang pernikahan. Apalagi untuk status-status sosial semacam perkawinan dan tanda-tanda kemapanan lain (Ayu Utami: 158). Di sana hanya ditulis bahwa perkawinan adalah perikatan diantara lelaki dan perempuan dengan perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali. Keduanya mendapatkan tanggung jawab yang sama (Ayu Utami: 231).
Nilai sosial yang dapat diambil dari kutipan-kutipan di atas, adalah pernikahan. Menikah adalah salah satu nilai sosial yang ada di dalam masyarakat. Pernikahan adalah menyatukan dua orang dengan satu janji yang suci dan tidak dapat ditarik kembali. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua orang, baik laki-laki maupun perempuan pasti ingin menikah dan mendapat pendamping hidup. d. Nilai Pendidikan Budaya Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku bangsa yang belum tentu dipandang baik pula commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh kelompok masyarakat atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan karakteristik pada satu masyarakat dan kebudayaan. Nilai budaya merupakan nilai yang berasal dari kebiasaan yang turun temurun dan berkembang dalam masyarakat. Meskipun ditengah kehidupan modern, masih ada tokoh dalam novel ini yang digambarkan memegang kepercayaan terhadap sesuatu hal. Dalam novel Cerita Cinta Enrico terdapat nilai budaya yang ingin disampaikan pengarang. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut: “Hore! Kiamat tidak jadi datang, jadi aku bisa nonton film 17 tahun ke atas”, kataku mengejek ibu (Ayu Utami: 121).
Dari kutipan di atas, nilai budaya yang dapat diambil adalah budaya menonton film. Budaya jaman dahulu adalah jika seseorang telah berumur 17 tahun maka ia dapat melihat atau menonton film 17 tahun ke atas. Dari budaya tersebut, maka dapat diambil pelajaran bahwa sebelum berusia 17 tahun, jangan menonton film dewasa karena dapat merusak moral anak bangsa. Kami, para lelaki, sering melakukan sesuatu demi kegagahan. Tapi kaum perempuan demi kehidupan. Lelaki sering berbuat untuk egonya sendiri, sedang perempuan berbuat untuk orang lain (Ayu Utami: 135).
Nilai budaya yang dapat diambil dari kutipan di atas, adalah budaya seorang laki-laki sering berbuat untuk egonya sendiri daripada untuk adalah budaya seorang laki-laki sering berbuat untuk egonya sendiri daripada untuk orang lain. Sedangkan perempuan sering berbuat untuk orang lain daripada untuk egonya sendiri. Dari penjelasan tersebut maka dapat orang lain. Sedangkan perempuan sering berbuat untuk orang lain daripada untuk egonya sendiri. Dari penjelasan tersebut maka dapat diambil pendidikan bahwa sebagai seorang laki-laki janganlah berbuat untuk egonya sendiri, contoh kaum perempuan yang melakukan segala sesuatu untuk orang lain dan tidak egois.
commit to user Guruku tampaknya juga sudah tahu adat kemenakannya dan membiarkan waktuku tersita tak hanya untuk belajar. Malam itu pintu kamarku diketuk.
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Si gadis badung itu menelusup ke ranjangku tanpa kata-kata. Ia nakal sekali. Setelah selesai, ia menciumku lalu pergi. Tak lama kemudian, pintuku diketuk lagi. Kali ini aku merasa dikerjai. Cewek ketiga muncul dan tentu saja aku harus kerja lagi. Tentu saja, lagi-lagi setelah selesai ia juga menciumku lalu pergi (Ayu Utami: 149).
Berdasarkan kutipan di atas, nilai budaya yang dapat diambil adalah budaya berganti pasangan dalam sebuah hubungan. Budaya ini adalah budaya luar yang biasanya disebut dengan budaya liberal/bebas. Budaya liberal kurang diterima di Indonesia karena negara Indonesia memiliki budaya yang sopan dan baik. Namun saat ini banyak kaum muda yang terjebak pada budaya liberal yang sebenarnyan merusak moral mereka sebagai generasi muda. Sebagai generasi penerus bangsa, generasi muda harus memiliki iman yang kuat agar tidak terpengaruh oleh budaya liberal ini. A. Pembahasan 1. Struktur Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Pengkajian struktur pada novel ini menekankan pada tema, tokoh dan penokohan, latar, alur dan sudut pandang pengarang. a. Tema Tema merupakan pokok persoalan atau sesuatu pemikiran sebuah cerita. Tema merupakan ide sentral atau pernyataan tentang kehidupan. Biasanya tema disampaikan secara eksplisit oleh tokoh cerita. Tema tersebar melalui berbagai peristiwa yang terdapat dalam cerita. Menurut Waluyo (2011: 7) tema adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Dengan membaca cerita tema itu dapat diketahui pembaca. Terkadang sebuah novel mempunyai beberapa tema. Novel Cerita Cinta Enrico memiliki tema yang sangat menarik yaitu cinta. Cinta si anak pada ibu. Selain cinta kepada si Ibu (Syrnie), novel Cerita Cinta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
91 digilib.uns.ac.id
Enrico juga membahas masalah patah hati. Sebuah drama percintaan, kata cinta memiliki dua sisi yang berbeda. Salah satunya dinamakan patah hati. b. Tokoh dan Penokohan Dalam sebuah fiksi, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi. Istilah “tokoh” menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan dan karakterisasi menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Atau dapat dikatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2012: 164). Tokoh dalam novel Cerita Cinta Enrico ada dua, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama yang menjadi pusat cerita adalah Enrico, ia memiliki watak rajin, kuat, suka membantu, berbakti pada orang tua, sayang kepada ibu, lalai, dan memiliki ingatan yang tajam. Selain itu ada beberapa tokoh tambahan yang berperang sangat penting dalam cerita, antara lain: (1) Muhamad Irsad (Ayah) yang memiliki watak setia, mau bekerja keras, tegas, jujur, dan tegar; (2) Syrnie Masmirah (Ibu) yang memiliki watak berpendidikan modern, tangguh, giat bekerja, tak mau kalah berdebat, setia, tegar, suka memuji, dan serba bisa; (3) Sanda (Kakak Enrico) memiliki watak bertanggung jawab dan sayang terhadap adik; (5) Si A (Kekasih Enrico) memiliki watak berpengetahuan luas, dan jujur. Ayu Utami (2013: I) berpendapat bahwa Enrico itu orang yang berbakti pada orang tua, jujur, setia kawan, dan tidak kompromi. Tapi Enerico dewasa tidak berbakti pada orang tua lagi. Dia kabur. Dia sudah merasakan rasanya berbakti, tak punya kebebasan, dan dia tidak mau itu lagi. Dia tidak mau terjebak dalam ikatan berbakti bagi keluarga lagi. Seperti ditulis: Ia adalah anak kecil yang baik, tapi bukan orang dewasa yang baik.
Keberadaan tokoh memiliki commit peran to userdalam keutuhan cerita fiksi juga berpengaruh dalam totalitas karya tersebut. Hal senada diungkapkan Nurgiyantoro
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2012: 172). Penokohan mempunyai peran yang besar dalam menentukan keutuhan dan keartistikan sebuah fiksi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberadaan tokoh, terutama tokoh utama memberikan keutuhan terhadap jalan cerita. Penggambaran yang jelas mengenai tokoh membuat pembaca mudah memahami cerita dalam novel Cerita Cinta Enrico. c. Latar/setting Latar merupakan salah satu unsur fiksi, sebagai fakta cerita, yang bersama unsur-unsur
lain
membentuk
cerita.
Latar
berhubungan
langsung
dan
mempengaruhi pengaluran dan penokohan. Latar sering disebut sebagai atmosfer (Nurgiyantoro, 2012: 240). Latar dalam novel Cerita Cinta Enrico terdiri atas tiga latar, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. 1) Latar Tempat Ayu Utami sebagai penulisnovel Cerita Cinta Enrico menggunakan banyak latar tempat, antara lain: hutan belantara, rumah, rumah sakit, lapangan, kolam renang, pinggir pantai, SMA Conforti, gereja Bandar Buat, Kampus ITB, dan Teater Utan Kayu. 2) Latar Waktu Latar waktu menunjukkan waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang dialami tokoh. Latar waktu yang ada pada novel Cerita Cinta Enrico antara lain: pagi, siang, sore, dan malam. 3) Latar Sosial Nurgiyantoro (2012: 233) berpendapat bahwa latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu commit tempat tertentu. Latar sosial yang adatodiuser dalam novel Cerita Cinta Enrico yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
latar sosial seorang perempuan kota, latar sosial perempuan kampung, dan latar sosial kehidupan masyarakat kampung. Penggunaan latar yang banyak dapat mendukung kebutuhan cerita dalam novel. Hal tersebut juga didukung dengan penggambaran latar yang jelas dan perpaduan latar satu dengan yang lain saling berkaitan, sehingga dapat mendukung jalan cerita. Seperti yang diungkapkan Andrianto (2009: 119) bahwa pemilihan latar kurang tepat akan berpengaruh pada unsur cerita lain, misalnya penokohan, sehingga cerita menjadi kurang meyakinkan. Hal senada juga diungkapkan Waluyo (2011: 28) bahwa fungsi latar berkaitan erat dengan unsur-unsur fiksi yang lain, terutama penokohan dan perwatakan. Dengan demikian latar memberikan gambaran secara jelas pada pembaca tentang isi cerita dan memudahkan pembaca masuk dalam cerita, sekaligus memberikan keutuhan untuk memahami jalan cerita yang ada pada novel Cerita Cinta Enrico. d. Alur Alur atau plot berkaitan dengan tokoh cerita. Plot pada hakikatnya adalah apa yang dilakukan oleh tokoh peristiwa yang terjadi dan dialami tokoh (Kenny, 1996: 95). Penafsiran terhadap tema memerlukan informasi dari plot. Dalam kaitannya dengan tokoh, yang dipermasalahkan tak hanya apa yang dilakukan dan dialami oleh tokoh cerita, melainkan juga apa jenis aktivitas atau kejadiannya itu sendiri yang mampu memunculkan konflik. Cerita Cinta Enrico menggunakan alur campuran, yakni perpaduan antara alur maju dan mundur (flashback). Dalam alur ceritanya terdapat beberapa alur sorot balik yaitu mengingat masa lalu. Mengingat masa lalu adalah untuk menceritakan commit user kejadian yang dialami tokohnya di masa to lalu.
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Alur digunakan untuk mempermudah pembaca memahami jalan cerita dalam novel. Hal senada juga diungkapkan oleh Andrianto (2009: 113) bahwa pada dasarnya alur merupakan penyajian secara linier berbagai hal yang berhubungan dengan tokoh, maka pemahaman kita terhadap cerita sangat ditentukan oleh alur. Dengan demikian, alur sangat mempengaruhi jalan cerita dalam novel Cerita Cinta Enrico. Jika alurnya jelas, maka pembaca akan mudah untuk mengikuti jalan cerita dalam sebuah novel. e. Sudut Pandang Pengarang Sudut pandang dalam karya fiksi mempersoalkan: siapa menceritakan, atau: dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. (Nurgiyantoro, 2012: 246). Sudut pandang merupakan hal yang harus diperhatikan dalam mengkaji sebuah novel. Sudut pandang atau point of vew, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams cit. Nurgiyantoro 2012: 248). Nurgiyantoro (2012: 256) berpendapat bahwa sudut pandang dalam cerita dibedakan atas dua macam persona, persona pertama “gaya aku” dan persona ketiga “gaya dia” atau kombinasi antar keduanya. Sudut pandang yang digunakan Ayu Utami dalam novel Cerita Cinta Enrico adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama, yakni pengarang menggunakan “gaya aku” dan terdapat kata ganti “aku” dalam novel tersebut.
commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nurgiyantoro (2012: 251) menyatakan bahwa pemahaman pembaca terhadap sebuah novel dipengaruhi kejelasan sudut pandang. Sudut pandang merupakan sarana terjadinya koherensi dan kejelasan penulis dalam menyajikan cerita. f. Amanat Setiap karya sastra mengandung amanat, baik langsung atau tidak langsung. Nurgiyantoro (2012: 173) menyatakan secara umum amanat dapat dikatakan bentuk penyajian nilai dalam fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tidak langsung. Berdasarkan pendapat di atas, ada beberapa amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca yakni: (1) cinta dan kasih sayang terhadap seseorang membuat seseorang mau melakukan apa saja untuk seseorang yang dicintai; (2) pengorbanan yang dilakukan seseorang untuk orang yang dicintai itu tulus tanpa mengharapkan balasan apapun; (3) kasih sayang ibu terhadap anak akan membuat anak bangga dan selalu menuruti semua perintah orang tua; (4) sikap dingin terhadap anak dapat mempengaruhi perkembangan dirinya dan membuat anak berubah menjadi nakal; (5) jangan terlalu mengekang anak, karena suatu saat pasti anak akan memberontak. 2. Eksistensi Tokoh Perempuan Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami dalam Perspektif Feminisme a. Eksistensi Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami Setiap manusia selalu berusaha melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Manusia dengan caranya masing-masing berusaha untuk dapat bertahan hidup. Manusia selalu berusaha untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini merupkan bagian dari eksistensi manusia. Tidak hanya laki-laki, perempuan juga berencana, berbuat dan berani melakukan perubahan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
Eksistensi perempuan pada dasarnya sama halnya dengan eksistensi manusia secara umum, yakni terkait dengan persoalan-persoalan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Cara perempuan mengatasi persoalan yang dihadapi memunculkan eksistensi dirinya dari masyarakat yang terkadang tidak bersahabat bahkan cenderung melawannya. Usaha tokoh dalam mengatasi persoalan merupakan proses untuk menuju ke arah perbaikan. Proses tersebut dalam penelitian ini disebut sebagai eksistensi. 1) Kebebasan Memilih bagi Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico. Setiap manusia pasti pernah dihadapkan pada suatu pilihan. Hanya saja terkadang mereka tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihan tersebut. Hal ini sering dialami perempuan dalam budaya patriarki. Budaya yang menganggap bahwa keturunan laki-lakilah yang berkuasa. Termasuk berkuasa untuk menentukan segala hal. Perempuan hanya disuruh untuk menurut. Selain itu, perempuan dianggap tidak punya modal produksi. Tenaga kerja perempuan sering sekali tidak dihargai. Kebebasan memilih bagi perempuan tercermin dalam novel Cerita Cinta Enrico. Dalam novel tersebut Syrnie Masmirah akan dijemput pasukan Yani dari hutan belantara karena bujukan kakak tiri Syrnie Masmirah sendiri yaitu Sastridikoro. Sastrodikoro berpikir bahwa Syrnie Masmirah hanya terseret ke dalam huru hara sejarah karena ia hanya seorang perempuan. Pasukan Yani menawarkan perbekalan untuk pasukan gerilyawan untuk ditukar dengan Syrnie Masmirah, anak serta pengsuhnya. Tapi Syrnie memutuskan untuk tetap ikut bergerilya bersama suaminya apapun yang terjadi. Pilihan Syrnie menunjukkan sebagai upaya perempuan untuk membebaskan commit to user batasan antara laki-laki dan perempuan yang merugikan bagi kaum perempuan
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
yang terasa merugikan kaum perempuan mampu mereka atasi. Perempuan yang sering dicitrakan sebagai makhluk pasif ternyata ditentang oleh Syrnie Masmirah. Pilihan dia mencerminkan bahwa arti kemerdekaan bagi perempuan adalah bagaimana perempuan diakui hak-haknya sebagai manusia utuh yang sederajat dengan laki-laki sehingga tidak ada kekerasan dan pelecehan yang terjadi. 2) Perjuangan Kesetaraan Gender Kesetaraan gender menuntut adanya persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Pemikiran patriarkhat harus dihentikan. Pilihan hidup perempuan tidak lagi bergantung pada laki-laki. Derajat laki-laki dan perempuan sama, perempuan harus meningkatkan kualitas dirinya agar dapat mengimbangi kemampuan laki-laki. Perjuangan kesetaraan gender ini terkadang masih dipandang sebagai suatu “perlawanan perempuan” dalam dunia patriarki. Kurangnya pendidikan sering membuat perempuan tidak berani melakukan perubahan demi kesetaraan gender. Kesetaraan gender dalam novel Cerita Cinta Enrico terlihat dari Syrnie Masmirah yang pada kala itu sudah mempunyai karir walaupun dia seorang perempuan, dia merupakan perempuan terpelajar kala itu. Dia sudah tidak hanya bergantung pada laki-laki, dia mencari uang sendiri dengan banyak keahlian yang dia miliki. b. Pokok-Pokok Pikiran Feminisme Liberal dalam Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami Dalam situasi ketidakberdayaan untuk melakukan perlawanan secara langsung, perempuan akhirnya membentuk kekuatan sendiri, yakni menciptakan to user kepada laki-laki (suami). Untuk situasi agar hidupnya tidakcommit tergantung
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghindari sikap ketergantungannya, perempuan akhirnya berupaya untuk mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya sebagai pribadi mandiri. Dengan demikian,
kemandirian
yang
dilakukan
perempuan
dengan
tidak
menggantungkan hidupnya kepada suaminya merupakan perwujudan dari perlawanan mereka terhadap kesewenang-wenangan laki-laki dalam rumah tangga. Kemandirian seorang istri untuk turut bertanggung jawab menegakkan ekonomi keluarga tidak selamanya dipengaruhi oleh kekerasan yang dilakukan suaminya. Biasanya, kemandirian yang dilakukan seorang istri karena ia memiliki rasa tanggung jawab bersama atas kelangsungan ekonomi rumah tangganya. Tanggung jawab bersama antara suami dan istri dalam menegakkan ekonomi keluarga, tentunya dengan tujuan untuk mencapai keluarga yang sejahtera secara ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut, istri senantiasa turut berusaha mencari sumber lain untuk menambah pendapatan yang diperoleh suaminya. Dorongan ekonomi sebagai penyebab utama perempuan mengambil peran di sektor publik tercermin dalam novel yang dianalisis ini. Peran tersebut terlihat pada tokoh perempuan Syrnie Masmirah. Tokoh tersebut berinisiatif melakukan pekerjaan menjual telur dikarenakan untuk membantu perekonomian keluarga yang sudah tidak stabil karena pangkat suaminya dilucuti sehingga pemasukan keluarga berkurang. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa dalam situasi kritis, perempuan dapat menunjukkan jati dirinya sebagai pribadi tangguh dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Jika terjadi kesulitan ekonomi dalam commit to hadir user sebagai penopang utama dalam rumah tangga, perempuan biasanya
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengatasi kesulitan tersebut. Hal ini dilakukan perempuan karena secara gender, mereka diberi tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan yang berkaitan dengan rumah tangga sehingga perempuanlah secara langsung yang merasakan kesulitan tersebut. Keterlibatan perempuan di sektor publik tersebut setidaknya menjadi harapan bagi feminisme liberal karena keterlibatan tersebut dapat memperkecil kekerasan terhadap perempuan di ruang domestik. Hal itu sesuai dengan pandangan mereka bahwa untuk menjadi partner, dan bukan menjadi budak dari suaminya, perempuan harus mempunyai penghasilan dari pekerjaan di luar rumah. Keterlibatan perempuan di ruamg publik, menurut feminis liberal, harus diiringi oleh keterlibatan laki-laki di dunia privat. Hal ini sama pentingnya dengan laki-laki untuk mengembangkan dunia personal, seperti perempuan di dunia publik. Laki-laki yang menyadari hal ini berarti menyadari akan pembebasan perempuan dan laki-laki karena laki-laki tidak dibebani sepenuhnya sebagai pencari nafkah utama. Mengacu pada masalah tersebut dapat dipahami bahwa jika selama ini ada anggapan laki-laki bertugas di bidang yang berkaitan dengan sektor publik, sedangkan perempuan menerima peran publik, ternyata tidak ada dasarnya. Batasan seperti itu hanya berlaku pada masyarakat tradisional karena tuntutan yang sifatnya kondisional yang mengharuskan adanya pembagian kerja berdasarkan seksual. Bisa dari hal-halPembagian tersebut tidak berlaku pada masyarakat modern. Tugas rumah tangga merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan istri.
commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Nilai Pendidikan dalam Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami a. Nilai Pendidikan agama Nilai merupakan suatu yang dipandang baik, benar atau berharga bagi seseorang. Setiap masyarakat atau individu memiliki nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Bagi masyarakat atau individu bila nilai dijadikan landasan, alasan, motivasi, dalam segala perbuatan maka nilai itu mengandung kekuatan untuk berbuat dan bertindak. Nilai yang terdapat dalam karya sastra sangat bergantung pada persepsi dan pengertian yang diperoleh pembaca. Nilai pendidikan yang diambil dari sebuah karya sastra (novel), bisa dari hal-hal yang bersifat positif ataupun negatif. Kedua hal tersebut perlu disampaikan agar kita dapat memperoleh banyak teladan yang bermanfaat. Hal ini dimaksudkan agar pembaca, dapat membedakan mana baik dan mana yang buruk. Novel Cerita Cinta Enrico mengandung nilai-nilai pendidikan yang bermanfaat bagi pembaca. Nilai-nilai tersebut antara lain: nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan budaya. a) Nilai Pendidikan Agama Nilai agama merupakan peerwujudan hubungan manusia dengan Tuhan. Agama merupakan wujud ikatan antara manusia dengan Tuhan. Manusia senantiasa membutuhkan Tuhan karena setiap saat manusia membutuhkan pertolongan dan perlindungan dari Tuhan. Agama sering dimiliki manusia sejak lahir. Hal ini karena penanaman agama dimulai dari lingkungan keluarga. Agama anak sebagian besar sesuai dengan agama orang tua. Karena orang tua merasa wajib menanamkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
pendidikan agama kepada anak-anaknya. Meskipun ada juga yang memperoleh pendidikan agama dari lingkungan luar. Dalam novel Cerita Cinta Enrico nilai agama sangat terlihat tertanam pada diri tokoh dalam novel, mereka percaya pada Tuhan bahwa hiburan duniawi hanya bersifat sementara, maka kita harus rajin beribadah. Selain itu mereka juga percaya adanya mukjizat dari Tuhan,hal itu terlihat ketika Muhamad Irsad sembuh dari sakitnya, mereka percaya bahwa itu adalah mukjizat Tuhan dan kita wajib percaya kepada Tuhan, karena kuasa Tuhan itu banyak sekali tandatandanya. b) Nilai Pendidikan Moral Nilai pendidikan moral berkaitan dengan budi pekerti yang tercermin melalui tingkah laku seseorang. Moral merupakan tingkah laku manusia dipandang dari nilai baik buruk, benar dan salah berdasarkan adat kebiasaan dalam masyarakat. Moral dalam karya sastra atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis maupun protagonis, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak secara demikian. Sikap dan tokoh tersebut hanyalah model. Model yang kurang baik, yang sengaja ditampilkan agar tidak diikuti oleh pembaca. Karya sastra senantiasa menawarkan pesan moral melalui tokoh-tokoh di dalamnya. Nilai moral yang terdapat dalam novel Cerita Cinta Enrico diantaranya 1) Membantu orang harus ikhlas, jangan mengharapkan imbalan; 2) to userkekuasaan untuk berbuat sewenangJadi orang yang baik jangancommit menjadikan
perpustakaan.uns.ac.id
102 digilib.uns.ac.id
wenang; 3) Untuk mendapatkan apapun yang diinginkan, seseorang harus berusaha sekuat tenaga; 4) Jika seseorang mengetahui apa yang dilakukannya tidak baik, maka seharusnya hal tersebut tidak diulanginya lagi. Jadi daripada mengulang hal yang tidak baik itu lebih baik digunakan untuk menolong orang lain; 5) Apapun pekerjaan seseorang, jika melihat orang lain yang sedang kesusahan maka sebagai makhluk sosial kita wajib membantu orang tersebut. Jangan hanya dilihat dan didiamkan saja. c) Nilai Pendidikan Sosial Nilai pendidikan sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai pendidikan sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga saat ini mengandung unsur nilai sosial. Nilai-nilai sosial yang terdapat pada novel Cerita Cinta Enrico diantaranya diwujudkan ketika Muhamad Irsad dan syrnie Masmirah memiliki keyakinan berbeda tetapi mereka dpat hidup bersama hingga akhir hayat memisahkan. Nilai pendidikan lain terlihat dari pernikahan. Menikah adalah salah satu nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Pernikahan adalah menyatukan dua orang dengan satu janji yang suci dan tidak dapat ditarik kembali. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua orang, baik laki-laki maupun perempuan pasti ingin menikah dan mendapatkan pendamping hidup yang artinya tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. d) Nilai Pendidikan Budaya Nilai pendidikan budaya yang terlihat dalam novel Cerita Cinta Enrico to jaman user dahulu adalah jika seseorang telah adalah budaya menonton film.commit Budaya
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berumur 17 tahun ke atas maka ia dapat melihat atau menonton film 17 tahun ke atas. Dari budaya tersebut, maka dapat diambil pelajaran bahwa sebelum berusia 17 tahun, jangan menonton film dewasa karena dapat merusak moral anak bangsa. Selain hal di atas juga terdapat budaya seorang laki-laki sering berbuat untuk egonya sendiri daripada untuk orang lain. Sedangkan perempuan sering berbuat untuk orang lain daripada untuk egonya sendiri. Maka laki-laki janganlah berbuat untuk egonya sendiri, contoh kaum perempuan yang melakukan segala sesuatu untuk orang lain dan tidak egois. Nilai budaya yang dapat diambil dari novel Cerita Cinta Enrico selain hal di atas adalah budaya bergantin pasangan dalam sebuah hubungan. Budaya ini adalah budaya luar yang biasanya disebut dengan budaya liberal/bebas. Budaya liberal kurang berterima di Indonesia karena negara Indonesia memiliki budaya yang sopan dan baik. Namun saat ini banyak kaum muda yang terjebak pada budaya liberal yang sebenarnya merusak moral mereka sebagai generasi muda. Sebagai generasi penerus bangsa, generasi muda harus memiliki iman yang kuat agar tidak terpengaruh oleh budaya liberal ini.
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN B. Simpulan
Simpulan merupakan penarikan penegasan dari analisis yang sudah dilakukan, pembahasan hasil penelitian, serta menjawab rumusan masalah penelitian. Adapun simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Struktur Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami a. Tema Novel Cerita Cinta Enrico memiliki tema cinta, dan beberapa tema tambahan misalnya: pengorbanan, kasih sayang ibu terhadap anak, kenakalan anak, kebebasan percintaan. Hal ini dibuktikan dalam kalimat-kalimat yang disampaikan pengarang melalui diaolog dan narasi dalam novel. b. Tokoh dan Penokohan Novel Cerita Cinta Enrico karya ayu Utami menggunakan penokohan sesuai dengan kadar keutamaannya yang dikategorikan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama yang menjadi pusat cerita adalah Enrico, selain itu ada beberapa tokoh tambahan yang berperan penting dalam cerita, antara lain: Muhamad Irsad (Ayah), Syrnie Masmirah (Ibu), Sanda (Kakak Enrico), si A (Kekasih Enrico). c. Latar Latar dalam novel Cerita Cinta Enrico dibagi menjadi tiga yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat yang ada pada novel Cerita Cinta Enrico cukup banyak, yakni: hutan belantara, rumah, rumah sakit, lapangan, kolam renang, pinggir pantai, SMA Conforti, gereja, Bandar Buat, kandang ayam, kampus ITB, dan commit to user Teater Utan Kayu. Sementara itu latar waktu yang ada dalam novel Cerita Cinta
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Enrico adalah pagi, siang, sore, malam, dan hari Minggu. Selanjutnya latar sosial seorang perempuan kota, latar sosial perempuan kampung, dan latar sosial kehidupan masyarakat kampung. d. Alur Cerita Cinta Enrico menggunakan alur campuran, yakni perpaduan antara alur maju dan mundur (flashback). Dalam alur ceritanya terdapat beberapa alur sorot balik yaitu mengingat masa lalu. Mengingat masa lalu adalah untuk menceritakan yang dialami tokohnya di masa lalu. e. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel Cerita Cinta Enrico adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Hal ini terbukti dengan penggunaan kata ganti “aku” yang terdapat dalam novel Cerita Cinta Enrico. Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami membuktikan bahwa novel tersebut merupakan novel yang baik karena mengandung plausibility, surprise, unity, subplot, dan ekspresi. f. Amanat Amanat yang dapat diambil dari novel Cerita Cinta Enrico adalah cinta dapat membuat seseorang melakukan apa saja untuk seseorang yang dicintai, pengorbanan yang dilakukan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, dan kasih sayang seorang ibu terhadap anak akan membuat anak menuruti semua perintah orang tua. 2. Eksistensi Tokoh Perempuan novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami dalam Perspektif Feminisme a. Eksistensi Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico Karya ayu Utami 1) Kebebasan menentukan pilihan bagi perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico.
commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kebebasan menentukan pilihan dalam novel Cerita Cinta Enrico terlihat pada sosok Syrnie Masmirah yang memilih untuk tetap mengikuti suaminya bergerilya di hutan belantara daripada dijemput pasukan Yani. Dia rela hidup menderita dengan suami yang dipilihnya walaupun pangkatnya dilucuti dan penghasilannya berkurang. 2) Perjuangan Kesetaraan Gender Perjuangan kesetaraan gender dalam Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami dituangkan oleh pengarang melalui tokoh Syrnie Masmirah. b. Pokok-pokok Pikiran Feminisme dalam Novel Cerita Cinta Enrico Karya ayu Utami Pokok-pokok pikiran feminisme dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami meliputi: 1) Kemandirian Tokoh Perempuan dalam Novel Cerita Cinta Enrico Tokoh perempuan dalam novel Cerita Cinta Enrico mampu membuktikan bahwa perempuan tidak selalu bergantung pada suami. 2) Analisis Feminisme Liberal dalam Novel Cerita Cinta Enrico Feminisme liberal dalam novel Cerita Cinta Enrico tampak pada tokoh Syrnie Masmirah yang menunjukkan usaha untuk mewujudkan sosok perempuan yang mandiri dan sukses di bidang publik. Syrnie merupakan wanita yang maju dan terpelajar dia bekerja untuk menghidupi kebutuhannya di saat suaminya sedang dalam kesulitan. 3. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Cerita Cinta Enrico Karya Ayu Utami Novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami sarat akan nilai-nilai pendidikan diantaranya: (a) Nilai Pendidikan Agama; (b) Nilai Pendidikan Moral; (c) Nilai Pendidikan Sosial; (d) Nilai Pendidikan Budaya. commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id C. Impilkasi
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, dapat dibuat rumusan implikasi hasil penelitian. Novel merupakan gambaran kehidupan yang didalamnya terkandung nilainilai pendidikan. Nilai-nilai pendidikan dalam novel Cerita Cinta Enrico dapat direalisasikan dalam kehidupan dan dapat dijadikan bahan ajar dalam dunia pendidikan. Novel Cerita Cinta Enrico yang dikaji dengan menggunakan pendekatan feminisme dapat dijadikan acuan dalam mengkaji karya sastra. Pembelajaran sastra ditujukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam apresiasi karya sastra, yang meliputi kemampuan untuk menikmati, menghayati dan memahami karya sastra. Tetapi dihadapkan pada permasalahan yang terdapat di dalam novel tersebut, di harapkan siswa dapat menemukan mana yang dapat dipakai sebagai panutan dalam pergaulan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan baik dan buruk, untung-rugi, dan akibat perbuatan yang dilakukannya. Perubahan paradigma pernovelan Indonesia, merupakan fenomena yang dapat direalisasikan pemanfaatannya dalam dunia pendidikan. Novel Cerita Cinta Enrico yang menjadi bahan penelitian dengan pendekatan feminisme, akan mampu membuka wawasan manusia yang memiliki kepekaan jiwa dan pikiran jika dibaca dengan penuh pemahaman. Ide-ide pokok feminisme disampaikan dalam novel melalui pola hidup dan perilaku tokoh. Ide pokok tentang sikap mandiri tokoh perempuandengan tetap mempertahankan sifat. Hal itu dilakukan agar dapat meninjau bahwa perempuan harus memiliki keberanian mengambil sikap dan berani berkata tidak jika hal itu memang bertentangan dengan hati nuraninya. Selain itu menunjukkan bahwa perempuan bukan hanya dijadikan obyek saja dalam setiap permasalahan melainkan mampu sebagai subjek yang aktif dan mandiri serta memiliki kemampuan untuk menempatkan dirinya sebagai individu dengan kemampuan memiliki pilihan hidup sendiri.
commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Novel Cerita Cinta Enrico sangat tepat jika dijadikan bacaan siswa. Dalam novel tersebut kaya dengan nilai pendidikan. Siswa dapat mengambil nilai-nilai atau ajaran yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai pendidikan tersebut antara lain: pengetahuan keagamaan, pemahaman tentang moral budi pekerti, kompleksitas kehidupan sosial, serta pemahaman berbagai budaya. Tinjauan feminisme pada citra perempuan sangat baik dibaca oleh siswa. Siswa akan mendapat tambahan tentang pengalamannya dalam menilai citra perempuan mana yang sesuai dengan dirinya dan zamannya. Sedangkan bagi siswa pria dapat mengetahui berbagai ragam citra perempuan dari hasil membaca novel Cerita Cinta Enrico sehingga dapat memiliki gambaran perempuan yang bagaimana yang menjadi idolanya. Pada bagian lain dalam novel ini, tokoh berbicara tentang nilai agama. Agama sudah menjadi pegangan dan keyakinan dalam hidup sehari-hari. Pelaksanaan agama Islam digambarkan dalam taraf melaksanakan shalat lima waktu, Agama Katolik digambarkan dengan pergi kebaktian ke Gereja. Pemahaman terhadap agama belum sampai pada hal-hal yang sangat religius. Dalam hal ini siswa diharapkan mendapatkan contoh dan teladan tentang penerapan kehidupan beragama dalam novel yang dibacanya, kemudian dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengarang juga menyampaikan gambaran kehidupan moral dalam hubungannya dengan sesama manusia, yang ditunjukkan dengan pelaku utama yang berprofesi sebagai fotografer lebih memilih menolong orang yang sekarat karena kerusuhan daripada menjadikan obyek fotonya. Hal tersebut dapat diambil pelajaran bahwa kita harus lebih mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan sendiri. Pengarang juga
menyampaikan
gambaran
kehidupan
sosial
seperti
dalam
hubungannya dengan saudara, teman, hidup bertetangga, maupun sikap tokoh utama yang commitPengarang to user memiliki sifat suka menolong pada temannya. novel telah memberi gambaran
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
kepada para siswa bagaimana kompleknya permasalahan sosial yang dihadapi dalam kehidupan sosial di dalam negeri sendiri maupun di luar negeri dengan berbagai karakter manusia yang dihadapi. Pembaca maupun para siswa khususnya dapat mengambil pelajaran dari cara penilaian yang positif dari penggambaran kehidupan sosial yang ada dalam novel, kemudian disesuaikan dengan kehidupan sosial siswa sebagai pembaca. Implikasi secara teoritis bahwa dengan banyaknya sastra dengan berbagai pendekatan, kajian sastra dengan pendekatan feminisme ini dapat memperkaya masalah telaah sastra. Telaah novel dengan pendekatan feminisme dapat pula menjadi salah satu model pembelajaran apresiasi sastra, khususnya apresiasi prosa fiksi. Implikasi secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukan telaah sastra dalam rangka memperbaiki pembelajaran apresiasi sastra di sekolah-sekolah. Kajian novel dengan pendekatan feminisme Kajian novel dengan pendekatan feminisme ini merupakan salah satu kajian novel yang menelaah dan mengapresiasikan satu karya novel. Pendekatan ini merupakan salah satu kajian novel yang menelaah dan mengapresiasikan satu karya novel. Pendekatan feminisme, dalam telaah ini analisis yang utama sesuai dengan bahasan adalah eksistensi perempuan dan pokok pikiran feminisme dalam novel tersebut. Dalam dunia pendidikan, pendekatan feminisme ini dapat dilakukan untuk pembelajaran apresiasi sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dapat diawali dengan melakukan kajian cerpen, novel, atau puisi. Dalam rangka pembenahan pembenahan sastra, apresiasi sastra tidak hanya sekedar memberikan teori-teori sastra saja. Kegiatan apresiasi sastra harus mampu mendorong peserta didik lebih mencintai, mampu berkreasi melalui bahan ajar sastra yang diberikan guru. Model demikian akan membentuk kepribadian peserta didik memiliki ketangguhan jiwa yang mandiri, utuh, dan berbudi luhur. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2003 bahwa pendidik dianggap mampu commit to user agar peserta didik secara aktif mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, menelaah karya sastra dengan pendekatan feminisme dapat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan amanat Undang-Undang Sisdiknas tersebut. Pembelajaran telaah novel dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan aspek kepribadian peserta didik. Aspek kognitif perkembangannya melalui peningkatan pengetahuan, dan perluasan bahasa. Aspek kognitif yang dapat diperoleh dari pembelajaran kajian sastra adalah pengetahuan sastra dan pengetahuan berbagai konflik yang terjadi. aspek afektif, pengembangannya menyangkut peningkatan emotif atau perasaan. Aspek kepribadian yang dapat diperoleh dari kegiatan mengkaji novel adalah nilai pendidikan yang termuat di dalam novel yang ditelaah. D. Saran Saran ini terutama ditujukan kepada para pendidik, peserta didik, peneliti sastra, dan para pembaca sebagai bahan pertimbangan dalam mengabdikan tugas-tugas mereka di bidangnya masing-masing. 1. Untuk Pendidik a. Nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Cerita Cinta Enrico sangat baik bagi siswa SMA. Nilai keagamaan, moral, sosial, budaya sangat baik hendaknya ditanamkan kepada generasi muda. b. Guru dianjurkan untuk memberikan bimbingan dan arahan tentang keadilan gender sejak dini sehingga bias gender dapat dihindarkan. c. Guru bahasa dan sastra Indonesia hendaknya menghadirkan novel-novel yang beraliran feminisme sebagai bahan pembelajaran sastra. 2. Untuk Peserta Didik commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Para siswa hendaknya dapat memilih dan memilah dalam rangka memaknai kandungan isi novel. Nilai-nilai positif yang terdapat di dalam novel bisa diteladani dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang Kan nilai negatif apabila ditemukan cukup diambil hikmahnya, kemudian disingkirkan. b. Meneladani tokoh-tokoh yang terdapat di dalam novel, watak tokoh yang baik bisa digunakan sebagai inspirasi dalam kehidupan nyata. 3. Untuk Peneliti Penelitian sastra yang dilakukan hanyalah sebagian kecil dari banyaknya penelitian dan pengkajian sastra di Indonesia. Masih banyak pendekatan pengkajian yang dapat dilakukan. Oleh karena itu, para peneliti sastra diharapkan dapat mengkaji karya sastra dengan pendekatan yang lainnya, sehingga dapat menemukan sendi-sendi kesastraan dan dapat memperkaya khasanah penelitian sastra.
commit to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA
Abrams. M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston. Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Das and Hazarika. 2014. “A Theoretical Appraisal On Liberal Feminism”. Golden Research Thougts Vol: 3, Issue: 12, pp. 1-2. Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Fakih, Mansour. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Gaus, Nurdiana. 2011. “Women and School Leadership: Factors deterring female teachers from holding principal positions at elementay schools in Makassar”. Advancing Women in Leadership Vol: 31, pp. 45-56. Hadi, Soedono. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press. Hughes, Patrick J. 2011. “A New Sherriff in Town: The Barriers of Structural Discrimination Facing Women Leaders”. Advancing Women in Leadership vol. 31, pp. 8-13. Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminism. Terjemahan Mundi Rahayu. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Johnson, Leight. 2012. “Separated by Their Sex: Women in Public and Private in the Colonial Atlantic World.” Aphraben Posted. Marymount University. Issue 2, pp.1. Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press. Koentjaraningrat. 1985. Budaya, Mentalitas, dan pembangunan. Jakarta: Gramedia. Mishra, Deepanjali. 2012. “A Feminist Study with Reference to Shobha De’s Novels”. The Criterion An Internasional Journal in English.Vol. III. Issue 1, pp 1. Moleong, Lexy J. 2007. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamanya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pradopo, Racmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
113 digilib.uns.ac.id
Ratna, Nyoman Kutha, 2004. TeoriMetode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Sarah, Gamble. 2010. Feminisme & Postfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra. Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sugihastuti dan Suharto. 2013. Kritik Sastra Feminis Teori dan aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suroto, 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar, Teori, dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : UNS Press. Suyitno. 1986. Sastra. Tata Nilai dan Aksesoris Baru Indonesia. Jogjakarta: Hanindita. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A. 1984.Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Tilaar, HAR. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo. Tong, Rosemarie. 2006. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra. Utami, Ayu. 2012. Cerita Cinta Enrico. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ----------. 2013. Parasit Lajang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ----------. 2013. Pengakuan Eks Parasit Lajang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. ---------. 1992. Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Waluyo, Herman J dan Nugraheni Eko Wardhani. 2008. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Widya Sari. Wellek, Rene dan Austin Werren. 1997. commit Theory to of user Literature. New York: United States of Amerika.
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
----------. 2014. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia. Winarni, Retno. 2009. Kajian Sastra. Salatiga: Widyasari. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian sastra. Yogyakarta: Pustaka.
commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id LAMPIRAN 1
commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id LAMPIRAN 2 Sinopsis Novel Cerita Cinta Enrico
Enrico merupakan seorang anak yang lahir bertepat pada hari revormasi dimana pemberontakan militer pecah. Ketika itu dia baru orok merah berumur sehari dan harus dibawa mengungsi dan masuk hutan untuk bergelirya. Ayahnya bernama Letda Muhamad Irsad seorang Letnan Angkatan Darat yang lahir di Pulau Madura beragama muslim dan ibunya yang bernama Syrnie Masmirah yang lahir di Pulau Jawa tepatnya di Kudus beragama non muslim (kristen katolik). Enrico memiliki kakak perempuan yang bernama Sanda. Sanda meningal ketika berumur masih sangat muda karena penyakit asma. Ibu Enrico merupakan seorang peternak ayam petelur yang ulung. Telur-telur ayam tersebut akan dijualnya ke kota provinsi yang jaraknya setengah hari perjalanan. Ketika Enrico dan kakak perempuannya di rumah dan tidak ada siapapun selain mereka berdua tibatiba seekor ayam hitam menerjang dan mendarat dihadapan Enrico dan Sanda. Kakak Enrico berusaha mengusir ayam tersebut dan usaha kakaknya pun berhasil. Setelah kejadia itu ayah Enrico melarang istrinya untuk berjualan telur ke kota provinsi lagi. Enrico lahir di Padang, 15 Februari 1958 yang bertepatan pula pada hari yang bersejarah bagi Bangsa Indonesia yaitu Pengumuman Deklarasi Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia yang kelak dikenal sebagai hari pemberontakan. Nama Enrico diambil dari penyanyi idaman ibunya yaitu Enrico Caruso seorang penyanyi tenor Italia. Namun ayahnya Irsad menolak nama itu kemudan diganti dengan Prasetya Riska yang sesuai dengan lingkungan militernya dengan panggilan sayang Rico, Enrico. Revolusi yang diumumka di Padang tidak dianggap sebagai tuntutan otonomi daerah yang tulus oleh presiden Soekarno. Soekarno memusuhi blok Barat dan lebih memberi keleluasaan commit to user kepada blog Komunis dalam permulaan perang dingin itu. Jawa akan menumpas
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemberontakan sebagai bagian dari perang melawan campur tangan Amerika Serikat terhadap
kemandirian
Indonesia.
Sumatra
menyebut
revolusi.
Jawa
menyebut
pemberontakan. Tapi dalam pasukan pemberontakan itu terdapat banyak keluarga prajurit Jawa serta Madura termasuk kedua orang tua Enrico. Enrico beranjak dewasa dan ketika itu Enrico masuk ke sekolah dasar (SD) Andreas yang dilaksanakan pada sore hari. Seiring dengan kedewasaannya Enrico yang awalnya anak penurut dengan kedua orang tuannya kini berubah menjadi anak yang nakal. Kenakalan itu berawal dari pengaruh teman-temannya dan ia mulai mencoba hal-hal baru yang menuruntnya begitulah seorang lelaki yang jantan. Tahun 1975 yang pada saat itu Enrico menginjak umur 17 tahun, pada saat itu hanya satu permintaanya kepada ayahnya yaitu setelah lulus dari SMAN-1 ia akan melanjutkan pendidikan ke ITB. Tujuan Enrico hanya satu yaitu kebebasan. Tahun 1977 Enrico telah resmi menjadi mahasiswa salah satu Universitas di Bandung yaitu ITB dengan Jurusan Pertambangan. Pada saat itu gejolak terjadi dimana-mana dan mahasiswa memiliki kebebasan besuara untuk menggagalkan terpilihnya kembali presiden Soeharto menjadi presiden Republik Indonesia. Enrico pun ikut dalam gerakangerakan mahasiswa yang anti terhadap terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Selama di Bandung Enrico telah merasakan hawa kebebasan yang ia idam-idamkan semanjak di Sumatra. Ia mengenal berbagai macam perjudian, mengkonsumsi minuman keras dan bermain wanita, dan kini itulah jalan yang ia pilih sampai akhir hayatnya. Enrico tidak mengenal agama dan bisa di sebut Enrico ateis yang tidak mengenal satu agamapun. Setelah sepuluh tahun kepergian Enrico ke Jawa Ibunya meningal karena hepatitis, kemudian beberapa tahun setelah itu yaitu bertepat pada tanggal 17 agustus tahun 2000 ayahnya pun meninggal dan ia hidup sebatang kara. commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karena sejak awal tujuannya hanya satu yaitu menginginkan kebebasan maka itulah yang ia dapatkan sekarang, tanpa rasa cinta, cita-cita, agama dan tujuan hidup, dan segala kebebasan lainnya. Enrico hidup sebatang kara, hidup dengan penuh kebebasan, bergontakganti pasangan tidur dan sebagainnya. Namun, suatu ketika dia menemukan perempuan yang menurutnya berbeda dari perempuan lain, sebut saja perempuan itu bernama A. A merupakan perempuan yang tak ingin menikah dan tak ingin memiliki anak karena menurutnya perempuan terlalu ditekankan oleh nilai, keluarga, dan masyarakat. Tahun 2008 Enrico menginjak umur 50 tahun dan belum juga menikah meskipun Enrico dan A tinggal satu atap dan satu kamar. Namun, pada tahun 17 Agustus 2011, Prasetya Riksa (Enrico) dan Justina A pun menikah setelah mereka menyadari bahwa pernikahan itu penting dan harus, karena sebenarnya mereka hanya menginginkan sosok ibu dalam diri pasangan masing-masing. Ya, begitulah kehidupan yang mereka jalani selama ini.
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id LAMPIRAN 3 Biografi Pengarang Novel cerita Cinta Enrico
Ia dikenal sebagai novelis pendobrak kemapanan, khususnyasoal seks dan agama. Namanya langsung tenar sejak karya pertamanya yang berjudul “Saman” terpilih sebagai Roman terbaik Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1998. Novel “Saman” yang dianggap sebagian kalangan agak “liar” itu dalam waktu tiga tahun terjual kurang lebih 55 ribu eksemplar. Sejak itu, nama Ayu Utami sangat akrab di telinga para pecinta sastra sekaligus menempatkan namanya di deretan atas penulis novel di Tanah Air. Beberapa karya Tokoh Perempuan wanita kelahiran Bogor, jawa Barat, 21 November 1968 ini selanjutnya menjadi incaran pembaca. Lima novel yakni Saman, Larung, Si Parasit Lajang, Bilangan Fu, dan Manjali dan Cakrabirawa, yang sudah ditulis sarjana sastra jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ini semuanya mendapat apresiasi dari pembaca. Gaya penulisan Ayu yang gamblang, terus terang, terkait isu gender, seks, dan spiritualisme, membuat pembaca selalu menunggu-nunggu karyanya. Berkat novel “Saman”, ia juga mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Clause Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, Belanda yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan. Melalui novelnya yang berjudul ‘Bilangan Fu’, ia mendapat penghargaan Khatulistiwa Literary Award pada 2008. Menurut
kritikus
sastra
dan
Penyair
Legendaris
Indonesia
penyair Sapardi Djoko Damono, 'Saman' memamerkan teknik komposisi yang belum pernah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
120 digilib.uns.ac.id
dicoba oleh pengarang lain. "Dengan menulis novel, saya merasa bisa memberikan sesuatu untuk pengembangan bahasa Indonesia," ujar Ayu. Sebelum namanya terkenal oleh novel-novelnya, putri dari pasangan Johanes Hadi Sutaryo dan Bernadeta Suhartinah ini sebenarnya sudah pernah berkarir sebagai sekretaris di perusahaan pemasok senjata, kemudian sebagai guest public relation di Hotel Arya Duta, dan jurnalis. Di dunia jurnalis, ia pernah menjadi wartawarti di beberapa media cetak seperti wartawan lepas Matra, wartawan Forum Keadilan, dan wartawan D&R. Ketika menjadi wartawan majalah Matra, ia banyak mendapat kesempatan menulis. “dalam menulis, saya lebih menekankan kepada bentuk. Jadi, saya harus dekat dengan obyek lain seperti musik, seni rupa, dan lain-lain,” tutur penyuka karya novelis Ahmad Tohari dan Penyair Legendaris Indonesia penyair Sapardi Djoko Damono ini. Sebagai wartawan pada era Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988) Orde Baru, ia juga terlibat dalam aktivitas perjuangan kebebasan informasi. Bersama temantemannya, ia mendirikan Aliansi Jurnalis Independen. Organisasi yang berseberangan dengan pemerintah saat itu membuat ia dan temannya kena hukum. Beberapa temannya sempat masuk penjara, sementara ia dipecat dari media tempatnya bekerja. Tapi sebelum memasuki dunia jurnalis dan lainnya itu, ia mengaku sebelumnya pernah gagal menerbitkan novel. Justru karena itu pulalah ia jadi memilih berprofesi wartawan. Ketertarikan Ayu Utami akan cerita kehidupan sebenarnya sudah tampak dalam dirinya sejak anak-anak. Contohnya, sejak masih kecil, ia sudah punya kebiasaan berkhayal sebelum tidur. Seusai menonton televisicommit misalnya, ia bersama kakaknya Retno sering to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bercerita di kamar sampai pukul sebelas malam. Ayu mengaku menggemari cerita petualangan seperti Lima Sekawan, Karl May, dan TinTin. Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, ia kemudian menulis novel, dan di situlah namanya langsung meroket. Jadi, jika dulu ia gagal jadi novelis kemudian menjadi jurnalis. Belakangan terbalik, gagal menjadi wartawan lalu jadi sastrawan. Namun, diakuinya, dunia jurnalistiklah yang membuat dirinya punya disiplin dan lebih matang, sekaligus membuatnya berhasil jadi novelis. Dari novel-novelnya yang sudah diterbitkan, banyak yang memuji tulisan Ayu. Namun, tidak sedikit juga yang menganggapnya terlalu berani. Sebab, tulisannya mendobrak norma dan bicara hal yang masih tabu bagi sebagian besar orang Indonesia. Di novel 'Saman' misalnya, Ayu Utami bicara amat terbuka soal seks. Sementara di Bilangan Fu, persoalan yang ingin didobrak Ayu adalah monotheisme dan militerisme yang bahkan sempat membuat beberapa pembaca menduga Ayu seakan mengampanyekan sesuatu yang anti-Tuhan, bahkan hidup tanpa Tuhan.
commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA
Abrams. M. H. 1981. A Glossary of Literary Terms. New York: Holt, Rinehart and Winston. Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Das and Hazarika. 2014. “A Theoretical Appraisal On Liberal Feminism”. Golden Research Thougts Vol: 3, Issue: 12, pp. 1-2, 2014. Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Fakih, Mansour. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Gaus, Nurdiana. 2011. “Women and School Leadership: Factors deterring female teachers from holding principal positions at elementay schools in Makassar”. Advancing Women in Leadership Vol: 31, pp. 45-56. Hadi, Soedono. 2003. Pendidikan Suatu Pengantar. Surakarta: UNS Press. Hughes, Patrick J. 2011. “A New Sherriff in Town: The Barriers of Structural Discrimination Facing Women Leaders”. Advancing Women in Leadership vol. 31, pp. 8-13, 2011. Humm, Maggie. 2002. Ensiklopedia Feminism. Terjemahan Mundi Rahayu. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Johnson, Leight. 2012. “Separated by Their Sex: Women in Public and Private in the Colonial Atlantic World.” Aphraben Posted. Marymount University. Issue 2, pp.1. Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press. Koentjaraningrat. 1985. Budaya, Mentalitas, dan pembangunan. Jakarta: Gramedia. Mishra, Deepanjali. 2012. “A Feminist Study with Reference to Shobha De’s Novels”. The Criterion An Internasional Journal in English.Vol. III. Issue 1, pp 1. 2012. Moleong, Lexy J. 2007. Metode penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosadakarya. Nugroho, Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamanya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
123 digilib.uns.ac.id
Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Pradopo, Racmat Djoko. 2003. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha, 2004. TeoriMetode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Sarah, Gamble. 2010. Feminisme & Postfeminisme. Yogyakarta: Jalasutra. Sayuti, Suminto A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media. Semi, Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sugihastuti dan Suharto. 2013. Kritik Sastra Feminis Teori dan aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1997. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia. Suroto, 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dasar, Teori, dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : UNS Press. Suyitno. 1986. Sastra. Tata Nilai dan Aksesoris Baru Indonesia. Jogjakarta: Hanindita. Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw, A. 1984.Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. to userPengantar Pedagogik Transformatif Tilaar, HAR. 2002. Perubahan Sosial dancommit Pendidikan: untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tong, Rosemarie. 2006. Feminist Thought. Yogyakarta: Jalasutra. Utami, Ayu. 2012. Cerita Cinta Enrico. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ----------------. 2013. Parasit Lajang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ----------------. 2013. Pengakuan Eks Parasit Lajang. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Waluyo, Herman J. 2011. Pengkajian dan Apresiasi Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. ------------------------. 1992. Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Waluyo, Herman J dan Nugraheni Eko Wardhani. 2008. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Widya Sari. Wellek, Rene dan Austin Werren. 1997. Theory of Literature. New York: United States of Amerika. ------------------------------------------. 2014. Teori Kesusastraan (diterjemahkan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia. Winarni, Retno. 2009. Kajian Sastra. Salatiga: Widyasari. Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian sastra. Yogyakarta: Pustaka.
commit to user