KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN MINERAL ZINK TERHADAP PERFORMA, KADAR LEMAK, KOLESTEROL DAN STATUS KESEHATAN BROILER
SRI PURWANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol dan Status Kesehatan Broiler adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2008
Sri Purwanti NRP D051060031
ABSTRACT
SRI PURWANTI. The Study of Turmeric, Garlic and Zinc Effect on the Performances, Fat, Cholesterol and Health Status of Broiler. Under directions of RITA MUTIA, SUS DERTHI WIDHYARI, and WIWIN WINARSIH The consumer now has selectively chosing broiler carcass, especially for carcass with low fat and cholesterol. Fat and cholesterol from broiler chicken has known because the negative effect for human health, that can cause heart disease, obesity and hipertention. Garlic and turmeric known as herbal medicine that has active material of allisin and curcumin. This active material can reduce fat and cholesterol, to improve performance and health status of broiler. The function of zink as zinc oxide (ZnO) is for metaloenzim and to give immune respone to broiler. An experiment was conducted to study of turmeric (1.5%), garlic (2.5%) and ZnO (120 ppm) effect in the diets on performances, fat, cholesterol and health status of broiler. Turmeric and garlic were offered in powder form. The data were analyzed by a Completely Randomized Design followed by the LSD test. One hundred d.o.c unsexed were devided into five treatments and four replications, with 5 chicks in each replicate. Diets were formulated to contain 23.5 % crude protein (CP) and 3 215.04 kcal metabolizable energy (ME)/kg. The treatments were R0 (basal diet as a control), R1 (R0 + 1.5% turmeric powder + 2.5% garlic powder), R2 (R0 + 2.5% garlic powder + 120 ppm ZnO), R3 (R0 + 1.5% turmeric powder + 120 ppm ZnO) and R4 (R0 + 1.5% turmeric powder + 2.5% garlic powder + 120 ppm ZnO). Diets and water were offered ad libitum. Data were collected during 35 days to obtain the data performance, the fat and cholesterol content in carcass, visceral organs weight, erythrocyte, hemoglobin, hematocrit, the total amount of leukocyte, leukocyte differential, zinc content in serum, villous surface area and mucosal surface area. Three chicks of each replicate were slaughtered for the fat and cholesterol carcass, and visceral organ weight presentation parameters. The results showed that there was no significant different (P>0.05) on the performances, the fat and cholesterol in carcass, and health status of the chickens. Conclusions this research was diet of R2 containing garlic (2.5%) and ZnO (120 ppm) tendency to improve performances and health status, decreased the fat and cholesterol in carcass of the broiler chickens and diet of R3 containing turmeric (1.5% and ZnO (120 ppm) tendency to improve carcass weight, abdomen fat, carcass percentage, visceral organ weight percentage, zinc content in serum, villous and mucosal surface area. Keywords : turmeric, garlic, zinc, performances, fat, cholesterol, health status
RINGKASAN SRI PURWANTI. Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol, dan Status Kesehatan Broiler. Dibimbing oleh RITA MUTIA, SUS DERTHI WIDHYARI, dan WIWIN WINARSIH Konsumen produk ayam kini semakin selektif dalam memilih karkas khususnya karkas dengan kadar lemak dan kolesterol rendah. Kadar lemak dan kolesterol dalam daging ayam broiler dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia seperti menyebabkan jantung koroner, obesitas dan hipertensi. Bawang putih dan kunyit merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki zat aktif yaitu allisin dan kurkumin yang dapat digunakan sebagai penurun kolesterol dan lemak, memperbaiki performa dan status kesehatan pada broiler. Mineral zink (ZnO) ditambahkan seiring dengan fungsinya sebagai metaloenzim dan memberi respon imun terhadap broiler. Penelitian dilakukan untuk melihat pengaruh dari pemberian kunyit (1.5%), bawang putih (2.5%) dan mineral zink dalam bentuk ZnO terhadap performa, kadar lemak dan kolesterol karkas, dan status kesehatan ayam broiler. Kunyit dan bawang putih dibuat dalam bentuk serbuk. Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan mengggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diuji lanjut bila antara perlakuan terdapat perbedaan. DOC (day old chicken) sebanyak 100 ekor dibagi kedalam 5 perlakuan dan 4 ulangan yang setiap perlakuan terdiri atas 5 ekor. Pakan yang disusun mengandung 23.5% protein kasar dan 3 215.04 kkal/kg Energi Metabolisme. Ransum perlakuan R0 (ransum basal atau kontrol), R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%), R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral ZnO 120 ppm), R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral ZnO 120 ppm), dan R4 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + mineral ZnO 120 ppm). Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Pemeliharaan dilakukan selama 35 hari untuk data performa, kadar lemak dan kolesterol karkas, bobot relatif organ dalam, total leukosit, diferensial leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, kandungan Zn dalam serum, luas permukaan villi dan luas permukaan mukosa. Untuk pengamatan kadar lemak karkas, kolesterol karkas, bobot relatif organ dalam diambil sebanyak 3 ekor untuk setiap unit percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (P>0.05) terhadap performa, kandungan kolesterol karkas, kadar lemak karkas dan status kesehatan ayam broiler. Kesimpulan penelitian ini bahwa perlakuan R2 dengan kombinasi serbuk bawang putih 2.5% dan mineral ZnO (120 ppm) cenderung memberikan performa yang lebih baik, menurunkan kadar kolesterol karkas, dan dapat memperbaiki status kesehatan ayam broiler, sedangkan perlakuan R3 cenderung memperbaiki bobot badan akhir, berat karkas, persentase karkas, lemak abdominal, persentase organ dalam, kandungan zink dalam serum, luas permukaan villi dan mukosa. Kata kunci : kunyit, bawang putih, zink, performa, lemak, kolesterol, status kesehatan
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1 Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Instititut Pertanian Bogor 2 Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
KAJIAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN MINERAL ZINK TERHADAP PERFORMA, KADAR LEMAK, KOLESTEROL DAN STATUS KESEHATAN BROILER
SRI PURWANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc
Judul Tesis
: Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol dan Status Kesehatan Broiler
Nama
: Sri Purwanti
NRP
: D051060031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr Ketua
Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si Anggota
Dr. drh. Wiwin Winarsih, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc
Tanggal lulus : 16 Juli 2008
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal lulus:
Agustus 2008
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2007 ini ialah kombinasi herbal dan mineral zink, dengan judul Kajian Efektifitas Pemberian Kunyit, Bawang Putih dan Mineral Zink Terhadap Performa, Kadar Lemak, Kolesterol dan Status Kesehatan Ayam Broiler. Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr, Ibu Dr. drh. Sus Derthi Widhyari, MSi dan Ibu Dr. drh. Wiwin Winarsih, MSi selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Ibu Dr. Ir. Sumiati, M.Sc yang telah bersedia menjadi penguji pada ujian tesis, Bapak Yunus dan staf Balittro, Bapak Kasnadi dan staf Lab. Patologi Bagian Patologi Dep. Klinik Reproduksi dan Patologi FKH-IPB, Ibu Dian dari Lab. Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fapet-IPB, Ibu Lanjarsih dan staf Lab. Ilmu Nutrisi Unggas, Bapak Rahmat dan staf Lab. Unggas (kandang B Fapet-IPB), Ibu Endang Rusmalia dan staf Lab. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB, Ibu Lela dari Lab. Terpadu Dep. Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet-IPB, Bapak Lalu Sukarno dan staf Lab. Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu-Bogor, Bapak Taufik dan staf Lab Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet-IPB, yang telah membantu dalam menganalisa semua bahan penelitian. Yang tercinta Ayahanda Sukamto, Ibunda Suparti atas segala doa, pengorbanan dan dorongannya, kepada suamiku tercinta Nurdin, SKom, MT dan buah hatiku Muhammad Fathi Athallah Anantaasri atas semua pengorbanan, semangat dan kasih sayang yang diberikan. Kepada saudaraku Kun Anang Supanto, SE, Tenri Sucipto, SE dan Maryanti serta keponakanku Rr. Dinda Ayu Pramesti dan Naura Anya Maritsa atas dukungan dan semangat yang diberikan. Yang terhormat rektor UNHAS Prof. Dr. dr. A. Idrus Paturusi, Dekan Fapet Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Hasan, MSc dan seluruh staf Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fapet-UH, Ibu Prof. Dr. Ir. Laily Agustina, MS dan Ir. Syahriani Syahrir, MSi atas masukan dan dorongannya. Yang tercinta teman-teman di Puri Hapsara dan Pondok Gardena atas perhatian dan dorongannya, rekan angkatan 2006 (Len, Wieda, Mursye, Anwar, Windu, Heru, Ahmad, Diana, Andi, Rantan, Siska, Darwis, Jarmuji, Fahrul, Wina), Ir. Yatno, M.Si dan rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu persatu terima kasih atas kebersamaan serta saran dan kritiknya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca dan pemerhati masalah herbal. Apabila terdapat kesalahan penulisan dan kekhilafan selama pelaksanaan penelitian dan perjalanan penyusunan tesis ini penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya. Billahittaufik wal hidayah, Wassalam. Bogor, Agustus 2008 Sri Purwanti
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 1 November 1975 dari pasangan Sukamto dan Suparti. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara, suami bernama Nurdin S.Kom, MT. dan dikaruniai seorang putra bernama Muhammad Fathi Athallah Anantaasri. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Ujung Pandang dan pada tahun 1994 lulus seleksi masuk Universias Hasanuddin melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), lulus pada tahun 1999. Penulis memilih Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister Sains pada program studi Ilmu Ternak pada Institut Pertanian Bogor tahun 2006 dengan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penulis saat ini bekerja sebagai staf pengajar di Universitas Hasanuddin sejak tahun 2003 sampai sekarang dan ditempatkan pada Fakultas Peternakan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
.........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
............................................................................. xiv
..........................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................... Tujuan Penelitian ............................................................................... Manfaat Penelitian .............................................................................. Hipotesis Penelitian ...............................................................................
1 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA
..............................................................................
4
Kunyit ...................................................................................................... Bawang Putih .......................................................................................... Zink ..................................................................................................... Darah ……….......................................................................................... Leukosit .......................................................................................... Eritrosit ......................................................................................... Hemoglobin ............................................................................. Hematokrit ......................................................................................... Kolesterol ......................................................................................... Lemak Karkas............................................................................................ Lemak Abdominal ............................................................................. Organ Dalam Broiler .............................................................................
4 9 13 16 16 21 21 22 23 26 27 28
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 33 Materi Penelitian ............................................................................ 33 Metode Penelitian ............................................................................ 35 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Ayam Broiler ………………………………………………… Bobot Akhir, Berat Karkas, Persentase Karkas, Lemak Abominal……… Kolesterol Karkas dan Lemak Karkas …………………………………. Bobot Organ Dalam Broiler …………………………………………. Status kesehatan Ayam Broiler …………………………………………. Kadar Zink Serum Ayam Broiler …………………………………. Luas permukaan Villi Usus dan Luas Permukaan Mukosa Ayam Broiler ………………………………………………………… KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
47 55 59 63 69 81 82
…………………………………………. 85
...........................................................................
86
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 96 x
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi Kimia Kunyit ............................................................................... 5 2 Efek Farmakologis Zat Aktif yang Terkandung dalam Rimpang Kunyit........ 7 3 Komposisi Kimia Bawang Putih ................................................................... 10 4 Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Umur Ayam............................ 17 5 Perbandingan Jumlah Leukosit Berdasarkan Jenis Kelamin 6 Komposisi Ransum Penelitian
.................. 18
................................................................... 36
7 Kandungan dan kebutuhan zat makanan ransum ayam broiler umur 1-35 hari ......................................................................................... 36 8 Konsumsi ransum, pertambahan berat badan dan konversi ransum broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ................................................................................... ....
47
9 Bobot badan akhir, persentase karkas dan lemak abdominal broiler penelitian yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ...................................................................................................
55
10 Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari…………………...
59
11 Persentase berat organ dalam ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ……………….………… 63 12 Eritrosit, hemoglobin dan hematokrit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari…………..…..…… 69 13 Rataan leukosit dan diferensial leukosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………
74
14 Kadar zink dalam serum ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari……………………………. 81 15 Luas permukaan vili usus ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………. 83
xi
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Struktur molekul komponen kurkuminoid (Purseglove 1981) ....................
8
2
Bentuk diferensial leukosit (monosit, heterofil, eosinofil, limfosit dan basofil) (www.californiaavianlaboratory.com/images/image28.GIF&imgrefurl) ......................................................................................... 20
3
Metabolisme kolesterol (Koolman & Röhm 2001)
............................. 24
4
Biosintesis kolesterol (Koolman & Röhm 2001)
............................. 26
5
Gambaran vili usus secara garis besar menunjukkan bagian yang terlibat dalam pengukuran dalam penetapan secara morphometrik dari mukosa usus ........................................................................................
45
6
Konsumsi pakan kumulatif (g/ekor) ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari....................... 48
7
Konsumsi ransum mingguan ayam broiler penelitian sampai umur 5 minggu ......................................................................................... . 49
8
Pertambahan berat badan (g/ekor) ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ............................
50
9 Pertambahan berat badan mingguan ayam broiler sampai umur 5 minggu ....................................................................................................
52
10
Konversi ransum broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ..............................................................
53
11
Konversi ransum mingguan ayam broiler sampai umur lima minggu
12
Bobot badan akhir broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………………
56
Persentase karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………………
57
Persentase lemak abdominal broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ……….………………..
58
Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ..........................
61
13 14 15
....... 54
xii
16
Efek pengaturan pada sintesis asam lemak dan kolesterol oleh kandungan bawang putih yang berbeda. Hambatan enzim ditandai oleh persilangan (Keusgen 2002) ....................................................................................... 62
17
Persentase bobot usus broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………
67
Persentase bobot seka broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………
68
18 19
Jumlah eritrosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………. 70
20
Kadar hemoglobin ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………………. 71
21
Kadar hematokrit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………. 72
22
Jumlah total leukosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………. 75
23
Jumlah heterofil ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………. 76
24
Jumlah limfosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ………………………………… 77
25
Jumlah monosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari …………………………………. 78
26
Jumlah eosinofil ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ………………………………….. 79
27
Kadar zink dalam serum ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari ………………………….. 82
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Analisis ragam konsumsi kumulatif
………………………………… 96
2 Analisis ragam pertambahan berat badan ………………………………… 96 3 Analisis ragam konversi ransum …………………………………............ 97 4 Analisis ragam berat hidup
…………………………………............ 97
5 Analisis ragam berat karkas
…………………………………............ 98
6 Analisis ragam persentase karkas …………………………………............ 98 7 Analisis ragam persentase lemak abdominal
………………………… 99
8 Analisis ragam kolesterol karkas …………………………………............ 99 9 Analisis ragam lemak karkas
…………………………………............ 100
10 Analisis ragam persentase empedu
………………………………… 100
11 Analisis ragam persentase ginjal …………………………………............ 101 12 Analisis ragam persentase hati
…………………………………............ 101
13 Analisis ragam persentase jantung ………………………………………… 102 14 Analisis ragam persentase limpa ………………………………………… 102 15 Analisis ragam persentase pankreas
………………………………… 103
16 Analisis ragam persentase rempela
………………………………… 103
17 Analisis ragam persentase berat seka
………………………………… 104
18 Analisis ragam berat usus ………………………………………………… 105 19 Analisis ragam jumlah eritrosit
………………………………………… 106
20 Analisis ragam kadar hemoglobin ………………………………………… 106 21 Analisis ragam kadar hematokrit ………………………………………… 107 22 Analisis ragam jumlah leukosit
………………………………………… 107
xiv
23 Analisis ragam jumlah heterofil
………………………………………… 108
24 Analisis ragam jumlah limfosit
………………………………………… 108
25 Analisis ragam jumlah monosit
………………………………………… 109
26 Analisis ragam jumlah eosinofil
………………………………………… 109
27 Analisis ragam kadar zink serum broiler ………………………………… 110 28 Analisis ragam luas permukaan villi usus broiler ………………………… 110 29 Analisis ragam luas permukaan mukosa villi broiler
………………… 111
xv
PENDAHULUAN Latar Belakang Industri perunggasan Indonesia sedang dalam tahap pemulihan kembali dari keterpurukan akibat mewabahnya flu burung. Dampak dari kasus ini adalah terutama kekhawatiran akan mengkonsumsi daging ayam, padahal daging ayam merupakan salah satu pangan asal hewan dan sumber protein yang utama. Pangan asal hewan yang dikonsumsi sehari-hari tentu saja mempunyai resiko menjadi tidak aman karena kemungkinan mengandung bahan berbahaya seperti residu obat hewan, atau bahan kimia berbahaya lainnya. Pengobatan dengan antibiotik selain mahal dapat berdampak negatif terhadap kesehatan apabila produk hasil ternak yang dihasilkan mengandung residu. Pada pengobatan modern obat diberikan untuk melawan mikroorganisme atau penyebab penyakit, sedangkan pengobatan secara tradisional lebih mengutamakan terjadinya keseimbangan atau mengatur homeostasis agar metabolisme tubuh dalam keadaan seimbang. Seiring dengan seruan Uni Eropa pada tahun 2006 tentang pelarangan penggunaan AGPs (Antibiotic Growth Promotors), maka penggunaan antibiotik dalam pakan perlu ditekan penggunaannya. Pertumbuhan ayam broiler yang relatif cepat mempunyai karakteristik prima dari segi aroma dan rasa daging, mengakibatkan konsumsi daging ayam disukai disertai meningkatnya permintaan konsumen. Konsumen produk ayam kini semakin selektif dalam memilih karkas khususnya karkas dengan kadar rendah lemak dan kolesterol. Kadar lemak dan kolesterol dalam daging ayam broiler dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia seperti menyebabkan jantung koroner, obesitas dan hipertensi. Sekarang ini penyebab utama kematian di dunia ditimbulkan oleh penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar lemak dalam tubuh. Melihat fenomena tersebut maka konsumen cenderung untuk mengkonsumsi suatu produk pangan yang aman untuk dikonsumsi atau dengan kata lain suatu produk hewani yang rendah kadar lemak dan kolesterol. Upaya menurunkan kolesterol dan kadar lemak pada ternak terutama pada broiler perlu mendapat perhatian. Penggunaan herbal dalam pakan menjadi salah satu alternatif dalam menanggulangi masalah tersebut yang telah dipilih banyak
2 pihak dengan cara memanipulasi ransum melalui sistem gastrointestinal, yaitu berusaha agar kolesterol tubuh ternak dikeluarkan melalui feses dengan mekanisme peningkatan ekskresi asam empedu (Puastuti 2001). Penggunaan herbal kunyit dan bawang putih secara tunggal telah banyak dilakukan, namun penggunaan dengan mengkombinasikan kedua herbal tersebut ditambah mineral zink belum ada penelitian yang melaporkan. Oleh karena itu kajian efektifitas penggunaan kunyit, bawang putih dan penambahan zink terhadap status kesehatan, kadar kolesterol dan lemak karkas perlu dikaji lebih mendalam. Beberapa penelitian berikut menggambarkan penggunaan kunyit, bawang putih dan zink dalam ransum berikut pengaruhnya pada ternak. Kunyit dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning telur, jika dicampurkan pada ransum ayam, dapat menghilangkan bau kotoran ayam dan menambah berat badan ayam (Winarto 2003). Penambahan kunyit 0.6% dan temulawak 0.4% serta 0.6% dalam ransum sangat nyata menurunkan kadar lemak abdominal broiler. Kolesterol karkas broiler dapat diturunkan dengan penambahan kunyit 0.6% dan temulawak 0.6% dalam ransum (Ramdani 2005). Penelitian bawang putih berhasil menemukan dan mengisolasi sejumlah komponen aktif dari bawang putih antara lain allisin; zat aktif yang mempunyai daya bunuh pada bakteri gram positif maupun gram negatif dan antiradang; alliin; suatu asam amino antibakteri, dan menurunkan kolesterol darah dan daging broiler (Jaya 1997). Mineral zink dalam bentuk zink inorganik mempunyai fungsi meningkatkan performa dan respon imun pada broiler (Ali et al. 2003). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengkaji efektifitas pemberian tepung kunyit, bawang putih dan zink untuk meningkatkan kualitas produk melalui pemeriksaan kadar kolesterol dan lemak karkas, memperbaiki performa dan status kesehatan ayam broiler.
3 Tujuan Penelitian Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini : 1
Mencari kombinasi terbaik dari penggunaan kunyit, bawang putih dan zink didalam pakan untuk meningkatkan kualitas karkas melalui pemeriksaan kadar lemak dan kolesterol karkas ayam broiler.
2
Mengetahui efektifitas pemberian kunyit, bawang putih dan zink terhadap performa dan status kesehatan ayam broiler.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini selain bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan juga diharapkan mampu memberikan informasi tentang alternatif penggunaan kunyit, bawang putih dan zink sebagai pengganti antibiotik sintetik serta mendapatkan kombinasi untuk meningkatkan kualitas karkas, performa dan status kesehatan ayam broiler.
Hipotesis Penelitian Hipotesis dari rencana penelitian ini adalah : 1
Pemberian kunyit, bawang putih dan zink dalam pakan dapat meningkatkan kualitas karkas ayam broiler yang memiliki kemampuan menurunkan kadar lemak dan kolesterol karkas ayam broiler.
2
Pemberian kunyit, bawang putih dan zink mampu memperbaiki performa dan status kesehatan ayam broiler.
TINJAUAN PUSTAKA A. Kunyit Kunyit merupakan tanaman obat yang bersifat tahunan (parenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar disekitar hutan atau bekas kebun. Diperkirakan kunyit berasal dari Binar, ada juga yang menyatakan, bahwa kunyit berasal dari India. Pada tahun 77-78 SM, Diosacarides menyebut tanaman ini sebagai Cyperus yang menyerupai jahe, tetapi pahit, kelat, sedikit pedas dan tidak beracun (Darwis et al. 1991). Kunyit merupakan tanaman tahunan yang tumbuh merumpun, dapat mencapai tinggi hingga satu meter. Kunyit termasuk kedalam kingdom Plantae (tumbuh-tumbuhan),
divisi
Spermatophyta
(tumbuhan
berbiji),
subdivisi
Angiospermae (berbiji tertutup), kelas Monocotyledonae (biji berkeping satu), ordo Zingiberales, famili Zingiberceae, genus Curcuma, spesies Curcuma domestica Val. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara dan Asia Selatan tetapi sekarang banyak dijumpai di daerah-daerah lain seperti India, Cina, Himalaya dan Indonesia (Purseglove et al. 1981). Sifat Kimia, Fisika, Zat Aktif dan Khasiat Kunyit Rimpang kunyit merupakan bagian terpenting yang banyak dimanfaatkan dalam pengobatan dimana mengandung beberapa komponen antara lain minyak folatil, pigmen, zat pahit, resin, protein, selulosa, pentosa, pati dan elemen mineral. Salah satu komponen kimia dalam kunyit yang berkhasiat sebagai obat adalah kurkuminoid. Pigmen kurkuminoid merupakan suatu zat yang terdiri dari campuran
senyawa-senyawa
kurkumin
(yang
paling
dominan),
desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin (Sidik et al. 1995). Mills dan Bone (2000) mengemukakan bahwa kurkumin yang terkandung dalam kurkuminoid bekerja sebagai anti inflamasi kronis dan akut. Kurkumin dapat menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran phospolipid sehingga sekresi enzim 5 lipoksigenase dan siklooksigenase berkurang. Berkurangnya enzim-enzim ini menyebabkan produksi leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator peradangan juga berkurang (Mycek et al. 1997). Berdasarkan
5 hasil penelitian dapat diketahui bahwa kurkumin mempunyai khasiat yang sama dengan kortison untuk mencegah edema pada proses peradangan (Hadi 1985). Komposisi kimia kunyit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia kunyit Komponen Kadar Air (%) Bahan Kering (%) Abu (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Karbohidrat (%) Energi Bruto (kal) Minyak Atsiri Kurkumin (%) Fe (mg/100 g)
1
2
13.1 3.5 6.3 5.1 12.6 69.4 -
80.49* 19.51* 6.93* 8.21* 7.5* 18.02 4250.0 5.4** -
1.3-6 0.5-6 3.30
Sumber : 1 = Purseglove et al. (1981) 2 = * Hasil Analisis Laboratorium Akademi Kimia Analis Bogor (2004) ** Hasil Analisis Laboratorium Balai Besar Pasca Panen, Cimanggu-Bogor (2004)
Hadi (1985) mengemukakan bahwa khasiat kurkumin sebagai anti inflamasi dapat dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi. Glukokortikoid
meningkatkan
jumlah
leukosit
polimorfonuklear
karena
mempercepat masuknya sel-sel tersebut dari sumsum tulang ke dalam darah dan mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari sirkulasi (Ganiswara 1995). Secara mikroskopik dapat menghambat migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosisnya juga menghambat manifestasi inflamasi yang lebih lanjut. Juga glukokortikoid menghambat reaksi anafilaksis dan respon jaringan terhadap pengeluaran histamin. Purseglove et al. (1981) menyatakan bahwa istilah umum pada umbi kunyit yang digunakan untuk menguraikan bentuk fisiknya sebagai berikut:
6 1
Rimpang jari (fingers) yaitu rimpang cabang atau anak yang dipisahkan dari induknya sebelum diolah dengan ukuran panjang 2.5–7.5 cm dan diameter 1 cm atau lebih.
2
Rimpang bulat (bulbs) yaitu rimpang induk, bulat panjang dan merupakan tempat menempelnya rimpang jari. Rimpang ini mempunyai ukuran diameter yang lebih besar dibandingkan rimpang jari tetapi ukurannya lebih pendek.
3
Rimpang belah (splits) yaitu rimpang induk yang dibelah menjadi dua atau empat sebelum dilakukan pengolahan untuk mempercepat proses pengeringan. Substansi murni kurkumin adalah bubuk kristal kuning jingga yang
memiliki titik cair 180–182ºC, tidak larut dalam air, sangat larut dalam ether, larut dalam alkohol, asam asetat glasial dan juga larut dalam alkali yang memberi warna coklat kemerah-merahan. Warna kurkumin tidak stabil terhadap sinar matahari tapi stabil terhadap panas. Kandungan minyak atsiri kunyit tersusun dari 60% turmeron, 25% zingiberene, dan sedikit d-α-phellanaren, d-sabinene, cineole dan borneol (Natarajan & Lewis 1980). Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah, dan Obat seperti yang dilaporkan oleh Rukmana (1994) bahwa kandungan kurkumin kunyit rata-rata 10.92%. Dinyatakan pula bahwa kandungan kurkumin rimpang bulat lebih besar dibanding rimpang jari. Kunyit dapat menambah nafsu makan (Darwis et al. 1991) dan digunakan sebagai bumbu masakan karena kunyit mengandung kurkumin yang pada kadar tertentu dapat meningkatkan palatabilitas, tetapi jika diberikan berlebihan dapat menurunkan palatabilitas makanan (Sambaiah 1982). Berdasarkan hasil penelitian, kunyit memiliki efek farmakologis melancarkan darah dan vital energi, antiradang (anti-inflamasi), antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembab (astringent). Rukmana (2004) mengemukakan bahwa kunyit juga berkhasiat peluruh empedu (kolagoga), penawar racun (antidota), penguat lambung dan penambah nafsu makan. Di bidang peternakan, kunyit dimanfaatkan untuk menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning telur. Disamping itu, jika dicampurkan pada ransum ayam, dapat menghilangkan bau kotoran ayam dan menambah berat badan ayam. Dalam bidang keamanan pangan, minyak atsiri kunyit memberikan antimikroba, sehingga dapat
7 mengawetkan makanan (Winarto 2003). Beberapa zat aktif kunyit dengan efek farmakologis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Efek farmakologis zat aktif yang terkandung dalam rimpang kunyit Zat aktif Caffeic acid
Efek farmakologis Merangsang
semangat,
penyegar,
mengurangi rasa lelah, antiradang, antikejang dan antioksidan L-α dan L-β curcumae
Penyegar
Guanicol
Menurunkan kepekaan saraf peraba dan menekan batuk
Protochatechuic acid
Merangsang daya tahan tubuh
Ukanon A,B,C dan D
Merangsang daya tahan, stamina dan kekebalan tubuh
Zingiberene
Feromon (zat pengharum obat atau tanaman)
Sumber : Karyasari diacu dalam Winarto (2003)
Kurkumin merupakan komponen utama dalam pigmen kunyit. Rumus molekulnya adalah C12H20O6 yang ditemukan oleh Silber dan Ciamician pada tahun 1897, yang kemudian disebut sebagai diferuloi metana oleh Molibedzka dan kawan-kawan pada tahun 1990 (Purseglove et al. 1981). Komponen pigmen yang lain adalah desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin. Jitoe et al. (1992) mengemukakan bahwa aktivitas antioksidan dari kunyit lebih kuat daripada jenis rempah-rempah atau tanaman obat dari kelompok jahejahean (Zingiberance). Model struktur kurkuminoid dari kunyit dapat dilihat pada Gambar 1.
8
Gambar 1 Struktur molekul komponen kurkuminoid (Chattopadhyay et al. 2004)
Pengaruh Kunyit Terhadap Penampilan Ternak Sumarasinghe et al. (2003) mengemukakan bahwa penambahan kunyit dalam ransum ayam broiler dapat memperbaiki pertumbuhan dan efisiensi pakan serta bisa digunakan sebagai alternatif penggunaan antibiotik. Pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya sebanyak 1, 1.5 dan 2% dalam ransum ayam broiler yang diberi cekaman panas belum mampu menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan LDL dalam darah namun mampu menaikkan kadar HDL dalam darah. Campuran tepung kunyit dan daun pepaya pada level 1.5% merupakan penggunaan yang paling efisien untuk meningkatkan kadar HDL darah (Nofyangtri 2007). Dewi (2007) mengemukakan bahwa pemberian campuran
9 tepung kunyit dan tepung daun pepaya sebanyak 1, 1.5 dan 2% dalam ransum ayam broiler yang diberi cekaman panas belum mampu memberikan performa yang lebih baik dibandingkan tanpa pemberian tepung kunyit dan tepung daun pepaya walaupun memiliki persentase karkas yang sama dan kualitas lemak abdominal yang lebih rendah dibanding dengan kontrol. Intania (2006) mengemukakan bahwa jangkrik dengan substitusi 0.4% tepung kunyit memiliki produksi telur dan pertambahan bobot badan tertinggi serta konversi pakan terhadap produksi telur yang terendah selama 36 hari masa bertelur. Substitusi tepung kunyit sebanyak 0.8% secara umum menghasilkan jangkrik dengan produksi telur terendah dengan mortalitas induk tertinggi. Hadian (2004) mengemukakan bahwa penambahan tepung kunyit dalam ransum berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan mencit umur 35 hari dengan penambahan tepung kunyit yang terbaik sebanyak 4%. Lebih lanjut dikatakan bahwa tidak ada interaksi antara penambahan tepung kunyit dalam ransum dan jenis persilangan terhadap performa mencit. Penambahan ekstrak kunyit dalam air minum berpengaruh nyata terhadap konsumsi air minum mencit jantan dan betina pada waktu bunting, semakin meningkat taraf penggunaannya, meningkat pula konsumsi air minum. Secara umum dengan penambahan ekstrak kunyit dalam air minum dapat memperbaiki penampilan produksi dan reproduksi mencit (Suardi 2006). B. Bawang Putih Bawang putih (Allium sativum Linn.) adalah herbal semusim berumpun yang memiliki ketinggian sekitar 60 cm. Bawang putih mengandung minyak atsiri aliin dan alisin yang berkaitan dengan daya antibakteri. Akhir-akhir ini para peneliti lebih memfokuskan pada komponen bawang putih yang mengandung sulfur yang disebut alisin. Komponen ini dibedakan menjadi dua yaitu bagian yang larut dalam minyak dan bagian yang larut dalam air. Komponen larut dalam minyak antara lain sulfida, seperti dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida dan alil metil trisulfida, dithiins, dan ajoene. Komponen yang larut dalam air merupakan turunan sistein, seperti S–alilsistein (SAC), S–alil merkaptosistein (SAMC) dan S-metilsistein, dan turunan gamma–glutamil
10 sistein. Komponen larut dalam air lebih stabil dibanding komponen larut dalam minyak (Amagase et al. 2001). Komposisi Kimia Bawang Putih Umbi bawang putih bukanlah bahan yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat, lemak ataupun protein. Dalam setiap 100 gram umbi bawang putih yang dapat dimakan (edible prortion) mempunyai kompisisi kimia (Tabel 3). Bawang putih (Allium sativum L.) memiliki kandungan kimia seperti saponin, sterol, mineral dan selenium, vitamin C, thiamin, riboflavin, niacin, asam pantotenat dan vitamin E. Flavonoid dan fenol ditemukan dalam konsentrasi yang rendah. Bawang putih mengandung komponen allisin yang berfungsi sebagai antibakteri. Allisin yang berasal dari ekstrak segar bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang luas cakupannya baik untuk bakteri gram negatif maupun gram positif. Alisin tidak terbentuk pada tanaman utuh bawang putih, karena bawang putih utuh mengandung aliin dan enzim alinase. Apabila bawang putih diiris atau dihancurkan maka aliin akan bereaksi dengan enzim alinase membentuk alisin (Keusgen 2002). Komposisi kimia bawang putih dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi kimia bawang putih (Allium sativum) Komponen Kadar air (%) Energi (kalori) Protein (%) Lemak (%) Serat (%) Karbohidrat (%) Ca (mg/100 g) Fosfat (mg/100 g) Fe (mg/100 g) Na (mg/100 g) K (mg/100 g) Allisin(%) Sumber : Wibowo (2001) * Wahyuono (1999)
Jumlah 60.9-67.8 122 3.5–7 0.3 0.7 24.0-27.4 26-28 79–109 1.4-1.5 16–28 346-377 70*
11 Seorang peneliti gizi dan pendiri The International Academy of Biological Medicine, Dr. Paavo Airola, telah berhasil menemukan dan mengisolasi sejumlah komponen aktif dari bawang putih, yaitu: 1) allisin; zat aktif yang mempunyai daya bunuh pada bakteri dan daya antiradang, 2) alliin; suatu asam amino sebagai antibiotik, 3) gurwitchrays (sinar gurwitch); radiasi mitogenetik yang merangsang pertumbuhan sel tubuh dan mempunyai daya peremajaan (rejuvenating effect) pada semua fungsi tubuh, 4) antihemolytic factor, faktor anti lesu darah atau anti kekurangan sel-sel darah merah, 5) antiarthritis factor (faktor antirematik); yang dibuktikan dalam penelitian-penelitian di Jepang, terutama di Rumah Sakit Angkatan Darat, 6) sugar regulating factor (faktor pengatur pembakaran gula secara normal efisien dalam tubuh); bermanfaat untuk menunjang pengobatan diabetes, 7) allitiamin; suatu sumber ikatan-ikatan biologi yang aktif serta vitamin B1, 8) selenium; suatu mikro mineral yang merupakan faktor yang bekerja sebagai B
antioksidan. Selenium juga mencegah terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak, 9) germanium; merupakan mineral anti kanker yang ampuh, yang dapat menghambat dan memusnahkan sel-sel kanker dalam tubuh, 10) antitoksin; anti racun atau pembersih darah dari racunracun bakteri ataupun populasi logam-logam berat, 11) metilallil trisulfida; mencegah pengentalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah jantung dan otak, 12) diallil disulfida, allilpropil disulfida dan skordinin (Karossi et al. 1993) Selain komposisi kimia diatas, umbi bawang putih juga mengandung vitamin seperti thiamin, riboflavin, niasin dan asam askorbat. Sementara itu, βkarotennya yang merupakan bentuk pro vitamin A dalam bahan nabati sangat kecil sekali jumlahnya, β-karoten justru paling banyak dijumpai pada daun bawang putih (Wibowo 2001). Pengaruh Bawang Putih Terhadap Penampilan Ternak Nusdianto dan Triakoso (1999) menyatakan bahwa pemberian bawang putih dalam pakan ayam dapat mempertahankan produktifitas ayam pedaging. Pemberian bawang putih 5% dalam pakan ayam memberikan pengaruh berat badan tertinggi. Pemberian bawang putih 5 dan 10% mempunyai konversi pakan yang sama, dan berbeda nyata dengan tanpa pemberian bawang putih. Pemberian
12 bawang putih dengan tujuan mempertahankan produktivitas ayam pedaging sebaiknya menggunakan 5% bawang putih. Suharti (2004) menyatakan pemberian serbuk bawang putih 2.5% dalam ransum dapat meningkatkan konversi ransum, meningkatkan persentase karkas, serta
menurunkan
koloni
bakteri
Salmonella
typhimurium
dan
dapat
meningkatkan kadar γ-globulin tetapi tidak mempengaruhi kadar imunoglobulin darah. Pemberian bubuk bawang putih dengan dosis 7.5% menurunkan kadar kolesterol serum ayam kampung sebesar 10.32% juga meningkatnya kadar HDL ayam kampung yang diberi bubuk bawang putih dengan dosis 5-7.5%, diduga karena adanya kandungan zat aktif allicin yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah (Sari 2007). Safithri (2004) mengemukakan bahwa ekstrak air dan ekstrak etanol bawang putih
dapat
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Streptococcus
agalactie,
Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli. Ekstrak air bawang putih dengan konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicilin 5 μg terhadap bakteri S. agalactie, S. aureus, dan E. coli. Ekstrak etanol bawang putih pekat mempunyai aktifitas antibakteri lebih lemah dari ampicilin 5 μg terhadap S. agalactie, S. aureus, dan E. coli. Pemberian ekstrak air bawang putih pada tikus tidak mempengaruhi bobot badan dan nafsu makan tikus. Tikus yang diinfeksi bakteri S. agalactie, S. aureus, dan E. coli telah mengalami perubahan struktur kelenjar, sekresi susu, sistem duktus penyalur susu, tetapi tidak mengalami peradangan pada ambing tikus. Pemberian ekstrak air bawang putih 20% dapat mempertahankan ambing tikus tetap normal. Jaya (1997) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa penambahan 1% bawang putih dalam pakan ayam broiler dapat menurunkan sekitar 17.10 mg/dl (8.97%) kadar kolesterol darah dan sekitar 13.02 mg/dl (7.06%) kadar kolesterol daging. Dijelaskan pula bahwa setiap penurunan 1 mg/dl kadar kolesterol darah akan menyebabkan juga penurunan kadar kholesterol daging sekitar 0.432 mg/100 g. Penurunan fraksi LDL dalam darah sekitar 7.476 mg/dl (12.96%) dan 14.44 mg/100 g fraksi LDL daging (13.35%). Penurunan 1 mg/dl fraksi LDL darah akan menyebabkan juga penurunan kadar kolesterol daging
13 sekitar 0.563 mg/100 g. Penambahan 1% bawang putih dalam pakan menaikkan masing-masing 7.106 mg/dl fraksi HDL darah, 0.32 mg/dl lemak darah, 0.049 mg/100 g lemak daging dan menurunkan 0.448 mg/100 g fraksi HDL daging. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa bawang putih dapat digunakan untuk menghasilkan produk spesifik seperti daging rendah kolesterol dan lemak. C. Zink (Zn) Mineral zink dikukuhkan sebagai salah satu zat nutrisi esensial untuk ternak sejak tahun 1934 (Pond et al. 1995) dan sejak awal tahun 1960-an untuk manusia (Berdanier 1998). Mineral zink tersebar di dalam jaringan tubuh, tetapi konsentrasi terbesar berada dalam hati, ginjal, otot, pankreas, mata, kelenjar prostat, kulit, rambut dan wool (Pond et al. 1995). Pond et al. (1995) mengatakan bahwa konsentrasi Zn dalam darah dibagi menjadi dua, yaitu dalam sel dan plasma darah dengan rasio 9:1. Selanjutnya dipaparkan bahwa Zn plasma terikat lemah dengan albumin (1:3) dan terikat kuat dengan globulin (2:3) serta responsif terhadap pemberian ransum. Mineral zink diabsorpsi dengan bantuan proses difusi dalam duodenum dan jejunum dan jejunum bagian atas. Zat-zat yang membantu absorpsi mineral antara lain asam-asam amino terutama histidin dan sistein, asam sitrat, asam pikolonik paa tikus dan air susu manusia, tetapi tidak ada pada air susu sapi. Zat-zat lain yang mempengaruhi absorpsi mineral zink adalah monosakharida dan komponenkomponen EDTA. Dalam jumlah besar, mineral zink disekresi dalam cairan saliva, dan cairan pankreas. Konsentrasi mineral zink dalam duodenum dapat mencapai 3 kali jumlah konsumsi mineral ini dari ransum (Piliang 2007). Penyerapan mineral zink oleh ternak dan manusia sangat rendah. Menurut Underwood (1971) kemampuan hewan untuk menyerap Zn tergantung struktur kimia dan kombinasinya. Zn dalam bentuk oksida (ZnO), karbonat (ZnCO3) dan sulfat (ZnSO4.H2O) mempunyai ketersediaan yang sama untuk ayam, sedangkan Zn sulfida (ZnS) tidak dapat diserap. Menurut Pond et al. (1995) absorpsi Zn dari saluran pencernaan terjadi sepanjang usus halus dan hanya diserap sekitar 5-40% dari yang dikonsumsi.
14 Defisinesi zink dapat menyebabkan infertilitas dan disfungsi sistem imun (Tanaka et al. 2001). Menurunnya kadar zink intraseluler dapat meningkatkan kejadian apoptosis. Apoptosis merupakan kematian sel secara terencana yang diatur oleh suatu gen. Kejadian meningkatnya apoptosis akibat defisiensi zink sering dijumpai pada tulang, esofagus, sel limfosit timus, kulit, sel epitel, testis, sel acinar pankreas, usus, sel epitel retina, perkembangan jaringan pada fetus (Truong et al. 2000). Disamping itu defisiensi zink dapat menyebabkan kegagalan fungsi monosit dan menurunnya aktivitas fagositosis oleh sel neutrofil (Helge & Rink 2000). Tanda defisiensi Zn yang paling jelas terjadi pada semua species ternak adalah terhambatnya pertumbuhan, anoreksia, penurunan aktivitas alkaline phospatase dan konsentrasi Zn plasma (Pond et al. 1995). Pada tikus, defisiensi Zn menyebabkan glucose intolerance, yang membuktikan adanya hubungan antara Zn dengan insulin. Piliang et al. (2006b) melaporkan bahwa tanda-tanda yang terjadi akibat adanya defisiensi Zn diantaranya adalah kecepatan pertumbuhan terhambat baik pada anak-anak maupun ternak, anoreksia, perkembangan karakteristik seks sekunder terhambat dan pada ayam petelur daya tetas telur menurun. Sumiati (2005) melakukan penelitian dengan menggunakan tikus dengan ransum yang mengandung 28.59 mg Zn/kg ransum dengan rasio molar asam fitat : Zn = 27) tidak menyebabkan penurunan pertumbuhan pada tikus, tetapi dengan suplementasi ZnO dengan rasio molar asam fitat : Zn = 20, 15 dan 10 dapat meningkatkan retensi mineral Zn, kandungan Zn dan aktivitas alkalin fosfatase dalam serum, meningkatnya berat organ reproduksi (testis dan ovarium), bertambahnya ukuran organ yang memproduksi kekebalan tubuh (thimus) serta ukuran pankreas. Suplementasi Zn dalam Ransum Hasil penelitian Kim dan Patterson (2004) menunjukkan bahwa ekskresi Zn dalam manure ayam broiler meningkat secara linier sejalan dengan meningkatnya taraf Zn ransum. Selanjutnya dikatakan bahwa ayam yang mengkonsumsi ransum yang disuplementasi 1 500 mg ZnO/kg ransum mengeluarkan Zn 16% lebih banyak dibandingkan dengan ayam yang diberi ransum dengan penambahan 1 500
15 mg ZnSO4/kg ransum. Hal ini disebabkan ketersediaan biologis (bioavailability) ZnO lebih rendah dibandingkan dengan ZnSO4. Lebih lanjut dikatakan suplementasi 1 500 ppm Zn dalam bentuk ZnSO4 menurunkan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum ayam broiler dibandingkan dengan suplementasi Zn dalam bentuk ZnO pada dosis yang sama. Suplementasi ZnO sebanyak 500, 1 000 dan 1 500 mg/kg ransum tidak menekan performa ayam broiler. Piliang et al. (1982) melakukan penelitian suplementasi tiga taraf kadar Zn dalam bentuk ZnCO3 (25, 125 dan 225 ppm) dalam ransum ayam petelur yang mengandung tiga taraf dedak padi (25, 50 dan 75%). Hasilnya adalah suplementasi 125 ppm ZnCO3 dalam ransum yang mengandung dedak padi 25% meningkatkan produksi telur dibandingkan dengan produksi telur yang diberi ransum 25% dedak padi 25 ppm ZnCO3, yaitu dari 72.91% menjadi 77.67%. Suplementasi semua taraf ZnCO3 nyata meningkatkan kadar Zn dalam serum ayam petelur dibandingkan tanpa suplementasi. Ali et al. (2003) melakukan penelitian dengan melihat pengaruh pemberian dua level methionin (100 dan 120%) dan tiga level Zn dalam bentuk ZnO (60, 120, 180 mg/kg) dan Zn-methionin (Zn-Met produk komersial, disuplementasi pada ransum kontrol sebanyak 0.36 g/kg) dengan parameter performans, respon imun pada ayam broiler. Hasilnya menunjukkan bahwa dengan peningkatan level Zn sampai pada 120 mg/kg nyata (P<0.01) meningkatkan berat badan, konversi pakan, efisiensi ekonomi dan titer antibodi pada Sheep Red Blood Cells (SRBC). Selain itu, suplementasi Zn pada ransum broiler diatas 120 mg/kg tidak mempengaruhi parameter yang diukur. Level Zn plasma meningkat sejalan dengan meningkatnya pemberian level Zn dalam ransum. Suplementasi Znmethionin dalam ransum kontrol juga nyata meningkatkan (P<0.01) berat badan, konversi ransum dan total protein plasma darah, globulin, kandungan Zn dan titer antibodi pada SRBC. Pemberian methionin, Zn atau Zn-Met tidak memberi pengaruh pada karakteristik karkas. Kesimpulannya bahwa pakan broiler yang disuplementasi dengan mineral organik produk komersial seperti Zn-Met atau 120 mg/kg Zn (inorganik) nyata meningkatkan performa, efisiensi ekonomi dan respon imun pada ayam broiler.
16 Mabe et al. (2003) melakukan penelitian mengkombinasikan Zn, Mn, dan Cu baik organik dan inorganik pada ransum ayam petelur untuk melihat pengaruh kualitas sel telur. Penambahan Zn (32.6 mg/kg), Mn (24.7 mg/kg) dan Cu (4.95 mg/kg) pada ransum berbasis jagung-kacang kedelai dan Zn (30, 60 mg/kg), Mn (30, 60 mg/kg) dan Cu (5, 10 mg/kg) pada ransum basal. Penambahan kombinasi Zn, Mn, dan Cu meningkatkan konsentrasi Zn, Mn dan Cu pada kuning telur dan juga menurunkan berat telur selama beberapa pengamatan dari ayam petelur umur 32, 60 dan 69 minggu. Penambahan Zn, Mn dan Cu tidak memberikan pengaruh pada kualitas sel telur (persentasi sel telur, indeks sel telur, dan kekakuan sel telur). D. Darah Leukosit (Sel Darah Putih) Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan ini sebagian dibentuk di dalam sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfoid (limfosit dan sel plasma). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Kebanyakan leukosit secara khusus diangkut menuju daerah-daerah yang mengalami peradangan (Guyton 1997). Jumlah total leukosit per mililiter darah adalah refleksi dari keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan berbagai jaringan terhadap leukosit. Aktivitas yang cukup mempengaruhi jumlah total leukosit dalam keadaan sehat (Schalm & Carrol 1975). Keadaan normal sebagian leukosit bersirkulasi dalam seluruh aliran darah kira-kira tiga kali dari jumlah leukosit yang disimpan dalam sumsum tulang (Guyton 1997). Unggas dewasa jantan dan betina mempunyai jumlah leukosit antara 15 000-30 000/mm3. Perbandingan antara eritrosit dan leukosit pada unggas muda 1 : 284 sedangkan pada unggas dewasa 1 : 37. Schalm dan Carrol (1975) mengemukakan bahwa aktivitas otot dengan peningkatan denyut jantung dan respirasi, penyakit serta stress dapat meningkatkan jumlah leukosit. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah leukosit adalah lingkungan, gizi dan pengaruh hormonal (Sturkie 1976 dalam Hodges 1977). Leukosit dibagi menjadi dua kelompok yaitu granulosit yang terdiri dari
17 heterofil, eosinofil, basofil dan agranulosit yang terdiri dari monosit dan limfosit. Granulosit dan monosit mempertahankan tubuh terhadap organisme penyerang dengan cara fagositosis, sedangkan fungsi utama limfosit adalah berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh (Guyton 1997). Leukosit bersama dengan makrofag dan jaringan limfoid merupakan suatu sistem khusus yang dapat memberantas bermacam-macam infeksi dan bahanbahan yang toksik. Leukosit mempunyai dua fungsi yaitu merusak agen yang menyerbu melalui proses fagositosis dan membentuk antibodi (kekebalan) (Guyton 1997). Perbandingan jumlah leukosit normal ayam dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Netrofil dan makrofag terutama menyerang dan menghancurkan bakteri, virus, dan bahan-bahan merugikan lain yang menyerbu masuk ke dalam tubuh. Netrofil adalah sel-sel matang yang dapat menyerang dan menghancurkan bakteri dan virus bahkan dalam darah sirkulasi (Guyton 1997). Neutrofil merupakan komponen terbanyak dari sel darah putih. Letaknya terbanyak dipinggiran dalam dari kapiler dan pembuluh kecil, dan hal ini disebut dengan marginasi. Apabila terjadi perlukaan pada jaringan, neutrofil dimobilisasi dari posisi marginal ke daerah yang terluka, dan menembus dinding kapiler diantara sel-sel kemudian dengan gerakan amuboid masuk ke jaringan untuk memfagositasikan partikelpartikel asing (Frandson 1992). Tabel 4 Perbandingan jumlah leukosit berdasarkan umur ayam Perbandingan (%) Umur
Limfosit
Heterofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
0 hari
15.9
74.4
2.5
1.1
8.1
3 hari
38.7
52.7
1.6
0.67
6.4
8 hari
48.3
50.0
0.25
0
1.5
10 hari
68.6
26.7
1.7
0.64
2.3
1 minggu
75
24
0
0
0
2 minggu
66
20.6
3.1
1.9
8.1
6 minggu
69
26
0
1
3
Sumber : Hodges (1977)
18 Tabel 5 Perbandingan jumlah leukosit berdasarkan jenis kelamin Perbandingan (%) Ayam
Limfosit
Heterofil
Eosinofil
Basofil
Monosit
Betina dewasa
59.1
20.9
1.9
1.7
10.2
Jantan dewasa
64.4
22.8
1.9
1.7
8.9
Betina White Leghorn
64.0
25.8
1.4
2.4
6.4
Jantan White Leghorn
76.1
13.1
2.5
2.4
5.7
Sumber : Sturkie (1976) Eosinofil bersifat ameboid dan fagositik. Fungsi utamanya adalah untuk detoksifikasi baik terhadap protein asing yang masuk kedalam tubuh melalui saluran pencernaan, maupun racun yang dihasilkan oleh bakteria dan parasit. Dalam keadaan reaksi alergi, jumlah eosinofil akan meningkat (Frandson 1992). Sel eosinofil mempunyai daya fagositosis yang lebih lemah daripada heterofil. Jumlah eosinofil meningkat pada penderita infeksi parasit dan eosinofil ini bermigrasi ke jaringan yang menderita. Eosinofil mempunyai kecenderungan untuk berkumpul dalam suatu jaringan yang mengalami reaksi alergi dan diduga mendetoksifikasi beberapa substansi pencetus peradangan yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil, dan barangkali juga memfagositosis dan menghancurkan kompleks antibodi-alergen, serta mencegah penyebaran proses peradangan setempat (Guyton 1997). Basofil dalam sirkulasi darah mirip dengan sel mast besar yang terletak tepat di sisi luar kebanyakan kapiler dalam tubuh. Sel mast dan basofil melepaskan heparin kedalam darah, yaitu suatu bahan yang dapat mencegah pembekuan darah dan dapat mempercepat perpindahan partikel lemak dari darah sesudah makan makanan berlemak. Sel mast dan basofil sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, sebab tipe antibodi yang menyebabkan reaksi alergi, yaitu tipe IgE mempunyai kecenderungan khusus untuk melekat pada sel mast atau basofil (Guyton 1997). Granul basofil mengandung histamin yang menyebabkan reaksi anafilaksis sebagai respon reaksi antigen-antibodi (Hodges 1977). Basofil diproduksi disumsum tulang dengan persentase 0.5% (Tizard 1982), 5% dan 3.1% (Strurkie 1976).
19 Limfosit mempunyai fungsi utama adalah respon terhadap antigen (bendabenda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi dalam darah atau dalam pengembangan imunitas (kekebalan) seluler (Frandson 1994). Limfosit berfungsi sebagai humoral antibodi dan imunitas seluler. Limfosif dalam sirkulasi mampu memproduksi Imunoglobulin (Ig): IgG, IgM, dan IgA. Guyton (1997) mengemukakan bahwa masa hidup limfosit selama 100-300 hari bahkan sampai bertahun-tahun. Menurut Tizard (1982) limfosit memiliki fungsi kompleks dan fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi (limfosit B) atau sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (limfosit T). Persentase jumlah limfosit dalam darah ayam pada umur 2-21 minggu berkisar 55-60% (Swenson 1984). Limfosit membentuk antibodi, bergerak motil dan amuboid, tetapi tidak fagosit. Infeksi dan stress dapat mempengaruhi jumlah limfosit. Monosit berfungsi untuk fagositosis, menghancurkan partikel asing dan jaringan mati serta mengubah bahan asing agar bahan asing tersebut dapat membangkitkan tanggap kebal (Tizard 1982). Bentuk jenis leukosit dapat dilihat pada Gambar 2. Perubahan lingkungan sosial, kondisi yang merugikan, stimulasi berbahaya, dan keadaan lain yang dapat menimbulkan stress menyebabkan ayam lebih mudah menderita infeksi (Pierson et al. 1997). Tingkat dan sistem kekebalan terbentuk ketika ayam merespon untuk melindungi diri terhadap organisme patogen yang spesifik. Sel-sel leukosit berperan penting dalam sistem kekebalan ayam sebagai sistem pertahanan tubuh (Murtidjo 1987 dalam Rohimat 2002). Parasitisme tersebar luas dihampir semua species, menunjukkan bahwa parasit telah mengembangkan kemampuan untuk dapat menghindar atau menjadikan tidak efektifnya mekanisme pertahanan internal hospes (Noble & Noble 1989). Apabila benda asing termasuk parasit masuk kedalam tubuh maka tubuh telah membentuk mekanisme perlindungan terutama pada permukaan tubuh untuk menjerat dan menyingkirkan setiap benda asing melalui proses fagositosis yang dilakukan oleh sel fagositik (Tizard 1982).
20
Gambar 2 Bentuk diferensial leukosit (monosit, heterofil, eosinofil, limfosit dan basofil) (www.californiaavianlaboratory.com/images/image28.GIF&imgrefurl 1999) Sistem imun pada umumnya dapat dibagi menjadi dua komponen utama yaitu imunitas humoral dan imunitas seluler. Imunitas humoral dilakukan oleh limfosit yang disebut sel B. Sel B diaktivasi oleh benda asing, lalu menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi untuk proses eliminasi. Imunitas seluler (CMI) dihasilkan oleh aktivitas limfosit yang disebut sel T. Sel T apabila kontak dengan antigen spesifik akan berdiferensiasi menjadi sel yang berinteraksi langsung dengan sel atau jaringan asing kemudian merusaknya. Sel T bersifat sitotoksik atau sel killer (Noble & Noble 1989).
21 Eritrosit (Sel Darah Merah) Guyton (1997) mengemukakan bahwa fungsi utama dari sel-sel darah merah atau eritrosit, adalah mengangkut hemoglobin yang membawa oksigen dari paruparu ke jaringan. Pada beberapa hewan tingkat rendah, hemoglobin ini beredar sebagai protein bebas dalam plasma, tidak terbatas dalam sel darah merah. Selain mengangkut hemoglobin, sel-sel darah merah juga mempunyai fungsi lain yaitu mengandung banyak karbonik anhidrase yang mengkatalisis reaksi antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak balik beberapa ribu kali lipat. Sel darah merah normal, berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter kirakira 7.8 mikrometer dan dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2.5 mikrometer pada bagian tengah 1 mikrometer atau kurang. Volume rata-rata sel darah merah adalah 90-95 mikrometer kubik. Bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah ketika sel berjalan melewati kapiler (Guyton 1997). Cakram bikonkaf tersebut mempunyai permukaan yang relatif
luas untuk pertukaran
oksigen melintasi membran sel (Frandson 1992). Hemoglobin Besi di dalam darah berada dalam bentuk hemoglobin yang terdapat dalam butir-butir darah merah (eritrosit), dalam bentuk transferrin di dalam plasma darah dan dalam bentuk ferritin. Meskipun tidak cukup banyak, ferritin juga didapati di dalam butir-butir darah merah dan di dalam butir-butir darah putih (Piliang dan Djojosoebagio 2006b). Hemoglobin mempunyai tugas pokok membawa atau mengangkut oksigen dari paru-paru menuju kesemua jaringan tubuh hewan. Setelah sampai di jaringan oksigen dibebaskan untuk diberikan kepada sel. Karbon dioksida yang dihasilkan oleh sel akan berdifusi ke dalam darah dan dibawa kembali ke paru-paru untuk dibuang pada saat terjadi pernafasan (Frandson 1992). Piliang dan Djojosoebagio (2006b) menyatakan bahwa cadangan zat besi tersimpan dalam bentuk ikatan ferritin dan hemosiderin. Kedua macam zat ini terkumpul di dalam jaringan tubuh tetapi sebagian besar disimpan didalam hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme tentang penyerapan atau absorbsi besi oleh
22 usus ketika tubuh memerlukan tambahan besi dari luar dan menurunnya efisiensi penyerapan besi oleh usus ketika tubuh mempunyai kelebihan besi belum diketahui dengan pasti. Dalam keadaan normal fisiologis besi dalam tubuh melalui makanan dan setelah melewati saluran pencernaan besi akan masuk ke dalam peredaran darah. Banyaknya besi yang diperoleh dari makanan tidak selalu sama pada setiap individu. Murray et al. (2003) menyatakan bila sel darah merah mencapai akhir usia hidupnya, globin akan diuraikan menjadi asam amino (yang akan digunakan kembali dalam tubuh), besi dilepaskan dari heme dan juga akan digunakan kembali, dan komponen tetrapirol pada heme diubah menjadi bilirubin, yang terutama dieksresikan ke dalam usus lewat empedu. Hematokrit Nilai hematokrit atau volume sel packed, adalah suatu istilah yang artinya persentase sel-sel darah merah dari total darah yang penentuannya dilakukan dengan mengisi tabung hematokrit dengan darah yang diberi zat agar tidak menggumpal, kemudian dilakukan sentrifuge sampai sel-sel mengumpul di bagian dasar tabung. Nilai hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson 1992). Piliang dan Djojosoebagio (2006a)
mengemukakan
bahwa
kadar
hematokrit
ditentukan
dengan
mensentrifuge darah yang terdapat di dalam tabung kapiler selama 10-15 menit kemudian mengukur tinggi butir-butir darah merah dan membandingkannya dengan ketinggian butir-butir darah merah bersama plasmanya. Hematokrit adalah fraksi darah yang terdiri dari sel-sel darah merah, yang ditentukan melalui sentrifugasi darah dalam tabung hematokrit sampai sel-sel ini benar-benar mampat pada bagian bawah tabung. Adalah tidak mungkin untuk memampatkan semua sel darah merah; karenanya sekitar 3-4% plasma tetap terjebak diantara sel, dan hematokrit sebenarnya hanya sekitar 96% dari hematokrit yang terukur (Guyton 1997). Semakin besar persentase sel dalam darah artinya semakin besar hematokrit, semakin banyak gesekan yang terjadi antara berbagai lapisan darah, dan gesekan ini menunjukkan viskositas. Karena itu viskositas darah meningkat hebat dengan meningkatnya hematokrit. Bila
23 hematokrit meningkat sampai 60 atau 70, yang seringkali terjadi pada polisitemia, viskositas darah menjadi 10 kali lebih besar daripada air dan alirannya melalui pembuluh darah menjadi sangat terhambat. E. Kolesterol Kolesterol adalah suatu sterol hewani dan menyusun 17% bahan kering otak (Tillman et al. 1986) serta terdapat dalam semua sel hewani, sehingga tersebar luas dalam tubuh. Kolesterol merupakan zat alami yang terdapat dalam tubuh diperlukan dalam proses-proses penting dalam tubuh. Kebutuhan kolesterol dalam tubuh sebagian besar dipenuhi melalui sintesa kolesterol dalam tubuh dan dibentuk di dalam hati (Piliang & Djojosoebagio 2006a; Frandson 1992). Mayes (2003) menyatakan bahwa sedikit lebih dari separuh jumlah kolesterol tubuh berasal dari sintesis (sekitar 700 mg/hari), dan sisanya berasal dari makanan sehari-hari. Pada manusia, hati menghasilkan kurang lebih 10% dari total sintesis, sementara usus sekitar 10% lainnya. Pada hakekatnya semua jaringan yang mengandung sel-sel berinti mampu mensintesis kolesterol. Fraksi mikrosomal (retikulum endoplasma) dan sitosol sel terutama bertanggung jawab atas sintesis kolesterol. Pada konsumsi makanan yang beraneka ragam, kurang lebih setengah dari kolesterol berasal dari biosintesis tubuh sendiri yang berlangsung di dalam usus, kulit terutama dalam hati (kira-kira 50%), selebihnya kolesterol diambil dari bahan makanan. Sebagian besar kolesterol membentuk lapisan lemak dari membran plasma. Perubahannya menjadi asam empedu juga menggunakan jumlah kolesterol yang sangat besar. Selain itu kolesterol juga disekresikan ke dalam empedu dalam bentuk yang tidak diubah. Sejumlah kecil kolesterol berfungsi pada biosintesis hormon steroid. Keseluruhannya setiap hari digunakan atau dieliminasi kurang lebih 1 g kolesterol (Koolman & Röhm 2001). Metabolisme kolesterol dapat dilihat pada Gambar 3.
24
Gambar 3 Metabolisme kolesterol (Koolman & Röhm 2001). Piliang dan Djojosoebagio (2006a) mengemukakan bahwa kolesterol disintesa oleh tubuh, terutama oleh sel-sel hati, usus halus, dan kelenjar adrenal meskipun seluruh sel-sel mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sterol. Lebih lanjut dikemukakan bahwa kolesterol digunakan untuk sintesis hormonhormon steroid, garam-garam empedu, dan vitamin D. Zat-zat tersebut ditranspor diantara jaringan yang terikat pada lipoprotein, terutama chylomicronchylomicron dan lipoprotein-lipoprotein dengan densitas rendah (LDL). Kebutuhan yang tepat akan kolesterol belum diketahui, tapi para ahli sependapat bahwa meskipun dalam bentuk sedikit saja kolesterol yang disintesa dalam tubuh, telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Kolesterol sangat larut dalam lemak tetapi hanya sedikit larut dalam air, dan mampu membentuk ester dengan asam lemak. Kolesterol diabsorbsi setiap hari dari saluran pencernaan, yang disebut kolesterol eksogen, dan jumlah yang lebih besar dibentuk didalam sel tubuh disebut kolesterol endogen. Seperti digambarkan dalam formula kolesterol struktur dasarnya adalah inti sterol. Inti sterol seluruhnya dibentuk dari molekul Asetil-KoA. Sebaliknya inti sterol dapat dimodifikasi dengan berbagai rantai samping untuk membentuk a) kolesterol; b) asam kolat, yang merupakan dasar dari asam empedu yang dibentuk didalam hati; c) beberapa hormon steroid yang penting
yang disekresi oleh korteks
adrenal, ovarium, dan testis (Guyton 1997). Kolesterol termasuk isoprenoid yang sintesisnya dimulai dengan asetilKoA. Dari komponen C2 dengan suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit terbentuk sterol C27. Biosintesis kolesterol dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu 1) dari tiga molekul asetil-KoA terbentuk mevalonat, suatu senyawa C6. 2) mevalonat diubah menjadi isopentenil difosfat, suatu ”isopren aktif”. 3) enam
25 dari molekul-molekul C5 ini berpolimerisasi membentuk skualen, suatu senyawa C30. 4) pembentukan kolesterol. (Gambar 4). 1) Pembentukan mevalonat. Perubahan asetil-KoA menjadi asetoasetil-KoA dan kemudian menjadi 3-hidroksi 3-metilglutaril-KoA (3-HMG-KoA) sesuai dengan jalur biosintesis benda-benda keton. Akan tetapi, peristiwa ini tidak berlangsung di dalam mitokondria, melainkan pada retikulum endoplasma. 3HMG-KoA akan direduksi menjadi mevalonat dengan cara melepaskan KoA. 3-HMG-KoA reduktase adalah enzim kunci biosintesis kolesterol. Enzim ini diatur oleh represi sintesis enzim (efektor: oksisterol) dan interkonversi enzim (efektor: hormon). Reduktase yang terfosforilasi bersifat tidak aktif. Insulin dan tiroksin menstimulasi enzim, sedangkan glukagon menghambatnya. Pada penambahan kolesterol bahan makanan, 3-HMG-KoA juga akan dihambat. 2) Pembentukan isopentenil difosfat. Mevalonat akan didekarboksilasi menjadi isopentenil difosfat dengan menggunakan ATP. Dengan demikian dihasilkan komponen yang membentuk isoprenoid. 3) Pembentukan skualen. Dari isopentenil difosfat terbentuk dimetilalil difosfat melalui isomerisasi. Kedua molekul C5 ini berkondensasi menjadi geranil difosfat dan melalui adisi satu isopentenil difosfat lainnya menjadi farnesil difosfat. Farnesil difosfat melalui reaksi kepala-pada-kepala berdimerisasi menjadi skualen. Farnesil difosfat adalah juga titik tolak untuk poliisoprenoid lainnya seperti dolikol dan ubikuinon. 4) Pembentukan kolesterol. Skualen, suatu isoprenoid linier, dapat diubah bentuknya menjadi siklik. Skualen dapat diubah menjadi lanosterol, suatu sterol C30 dengan menggunakan oksigen. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim sitokrom P-450. Kemudian pada langkah reaksi selanjutnya, dari lanosterol akan dilepaskan tiga gugus metil secara oksidatif, sehingga terbentuk produk akhir yaitu kolesterol.
26
Gambar 4 Biosintesis kolesterol (Koolman & Röhm 2001).
F. Lemak Karkas Mc Donald et al. (2002) mengemukakan bahwa lemak merupakan substansi yang dapat ditemukan pada jaringan tanaman atau hewan. Lemak tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik seperti benzen, eter dan chloroform. Lemak mengandung karbon, hidrogen dan oksigen dengan rumus C12H22O11. lemak biasa disebut ester lemak murni dari gliserol yaitu trigliserida (Wahju 1985). Lemak merupakan ikatan organik yang masuk kedalam klasifikasi lipid bersama-sama dengan ikatan kimia lainnya termasuk lilin, fosfolipid dan sterol. Lemak digolongkan menjadi lemak sederhana, lemak gabungan dan lemak derivat. Lemak sederhana adalah ester dari asam-asam lemak dan alkohol dan termasuk macam-macam lemak (ester asam lemak dan gliserol) dan wax (ester asam lemak dan alkohol selain gliserol). Lemak gabungan mengandung beberapa gugus selain alkohol dan asam lemak seperti fosfor, nitrogen atau karbohidrat.
27 Lemak derivat merupakan senyawa yang dihasilkan oleh hidrolisa lemak sederhana ataupun lemak gabungan (Frandson 1992). Piliang dan Djojosoebagjo (2006a) mengemukakan bahwa lemak dalam daging terdapat dalam bentuk trigliserida. Trigliserida merupakan komponen utama asam lemak dalam makanan yang dibentuk dari fraksi katalisa gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Trigliserida merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk menyimpan kalori. Kelebihan energi terjadi jika energi melebihi energi metabolis yang dibutuhkan, kelebihan energi dapat menyebabkan akumulasi lemak yang berlebihan sehingga disimpan pada jaringan adiposa dalam bentuk cadangan lemak. Beberapa trigliserida berbentuk butir-butir lipid kecil pada jaringan yang digunakan untuk metabolisme energi. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa daging paha ayam dipasaran mengandung lemak 4.7% sedangkan daging dada mengandung lemak 1.9%. Ayam broiler yang baru ditetaskan dengan berat badan 0.041 kg dagingnya mengandung lemak sebesar 2% sedangkan daging ayam broiler dipasaran dengan berat badan 1.6 kg mengandung 4.2% lemak (Ensminger 1992). Lemak daging terdapat dalam bentuk trigliserida dan senyawa kompleks fosfolipid. Keberadaan lemak didalam daging menyebabkan terjadi perbedaan rasa (flavour) dan aroma pada daging serta palatabilitas. Lemak di bawah kulit (subcutan) dalam jumlah tertentu dibutuhkan untuk menghasilkan penampakan ayam potong yang baik. Tingkat perlemakan yang diinginkan dalam daging unggas sulit ditentukan. Konsumen juga tidak mempunyai indikator yang jelas untuk ukuran permintaan lemak yang optimal (Leenstra 1989). G. Lemak Abdominal Lemak abdominal merupakan salah satu komponen lemak tubuh yang terletak pada rongga perut. Kubena et al. (1974) mengemukakan bahwa lemak abdominal adalah lemak yang berada disekeliling gizzard, organ reproduksi, dan lemak yang terdapat diantara otot abdominal, usus dan sekitar kloaka. Piliang dan Djojosoebagjo (2006a) mengemukakan bahwa jaringan adiposa merupakan jaringan yang berperan sebagai penyimpan lemak. Salah satu tempat penyimpanan
28 lemak yaitu rongga perut (abdominal). Penimbunan pada daerah perut ini merupakan produk limbah dalam industri ayam broiler. Unggas menyimpan kelebihan energi dalam jaringan lemak (adiposa) tubuh. Jaringan adiposa mengandung 80% lemak, 20% air dan sejumlah kecil protein. Jaringan adiposa kebanyakan terdapat pada rongga tubuh dan dibawah kulit unggas (subcutan). Deposisi adiposa sebagian besar berada di bagian bawah rongga tubuh dekat kloaka dan dikenal sebagai lemak abdominal. Proporsi lemak abdominal sekitar 50% dari berat total lemak dalam rongga tubuh atau sekitar 2% berat badan (Rose 1997). Menurut Becker et al. (1981) strain ayam broiler bervariasi mengandung lemak abdominal rata-rata 2.9% berat hidup untuk jantan dan 3.3% berat hidup untuk betina pada umur 55 hari. Lemak abdominal ini proporsinya sekitar 28% dari lemak total yang ada dalam tubuh serta berhubungan nyata dengan lemak tubuh total
H. Organ Dalam Unggas Hati merupakan organ yang berperan dalam sekresi empedu, metabolisme lemak, karbohidrat, zat besi, fungsi detoksifikasi serta berperan dalam metabolisme dan penyerapan vitamin (Ressang 1984). Dari lambung dan usus halus, sebagian besar pakan yang diserap masuk kedalam vena portal menuju hati, suatu kelenjar terbesar di dalam tubuh. Hati terdiri dari dua lobus besar yang mempunyai fungsi utama hati dalam pencernaan dan absorbsi adalah produksi empedu (Suprijatna et al. 2005). Persentase hati ayam berkisar antara 1.7-2.8% dari berat hidup (Putnam 1991). Empedu terletak pada kantung empedu yang terdiri dari dua saluran yang mentransfer empedu dari hati ke usus halus (North & Bell 1990; Ressang 1984). Suprijatna et al. (2005) mengatakan bahwa empedu penting dalam proses penyerapan lemak pakan dan ekskresi limbah produk, seperti kolesterol dan hasil sampingan degradasi hemoglobin. Warna kehijauan empedu disebabkan karena produk akhir destruksi sel darah merah, yaitu biliverdin dan bilirubin. Volume empedu tergantung pada 1) aliran darah, 2) status nutrisi unggas, 3) tipe pakan yang dikonsumsi, dan 4) sirkulasi empedu enterohepatik. Empedu berfungsi
29 sebagai penetral kondisi asam dari saluran usus dan dapat mengawali pencernaan lemak dengan membentuk emulsi (Amrullah 2003). Putnam (1991) menyatakan bahwa persentase bobot limpa pada broiler berkisar 0.18-0.23% dari berat hidup. Limpa merupakan organ tubuh komplek dalam banyak fungsi. Fungsi limpa yang utama adalah sebagai penyaring darah dan menyimpan zat besi untuk dimanfaatkan kembali dalam sintesis hemoglobin (Dellman & Brown 1992). Selain menyimpan darah, limpa bersama hati dan sumsum tulang berperan dalam pembinasaan eritrosit-eritrosit tua dan ikut serta dalam metabolisme sel limfosit yang berhubungan dengan pembentukan antibodi serta terkait dengan respon imunologi terhadap antigen yang berasal dari darah. Kelainan-kelainan pada limpa diantaranya hypersplenism (eritrosit, granulosit dan trombosit rusak), darah merah tidak bisa dikeluarkan dan terjadinya radang limpa (Ressang 1984). Ukuran limpa bervariasi dari waktu ke waktu tergantung banyaknya darah didalam tubuh. Ginjal pada unggas terletak dibelakang paru-paru dan berjumlah dua buah, ureter menghubungkan ginjal dengan kloaka (North & Bell 1990). Ekskresi air dan sisa metabolik sebagian besar terjadi melalui ginjal. Sistem ekskresi pada unggas terdiri dari dua buah ginjal yang bentuknya relatif besar-memanjang, berlokasi dibelakang paru-paru, dan menempel pada tulang punggung. Ginjal terdiri dari banyak tubulus kecil atau nephron yang menjadi unit fungsional utama dari ginjal. Fungsi utama ginjal adalah memproduksi urine, melalui proses 1) filtrasi darah sehingga air dan limbah metabolisme diekskresikan, dan 2) reabsorpsi beberapa nutrien (misalnya glukosa dan elektrolit) yang kemungkinan digunakan kembali. Ginjal memiliki peran kunci dalam pengaturan keseimbangan asam-basa dan mempertahankan keseimbangan osmotik cairan tubuh. Urine pada unggas terutama tersusun atas asam urat yang bercampur dengan feses pada kloaka dan keluar sebagai kotoran berupa material berwarna putih seperti pasta (Suprijatna et al. 2005). Jantung pada unggas terdiri dari empat ruang yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Jantung berdetak dengan kecepatan yang sama yaitu 300 denyut jantung per menit, semakin kecil ukuran unggas dan semakin tua umurnya maka denyut jantung akan semakin cepat (North & Bell 1990). Denyut jantung ayam sangat
30 bervariasi dan sering menjadi dua kali lipat sebagai akibat rangsangan (Suprijatna et al. (2005). Ressang (1984) menyatakan bahwa jantung mempunyai daya besar dalam menyesuaikan diri pada perubahan di dalam tubuhnya, besar jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan. Nabib (1987) menyatakan bahwa pembesaran ukuran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot jantung. Unggas umumnya mempunyai ukuran jantung yang berbeda-beda dan bervariasi, berat jantung rata-rata adalah 0.44% dari berat hidup dan 0.5–1.42% (Nickle 1977). Pankreas terletak diantara lengkungan duodenum pada usus halus yang bertanggung jawab pada sekresi enzim pencernaan dan sekresi hormon (Mc Donald et al. 2002). Sturkie (1976, 2000) menyatakan bahwa pankreas adalah organ berwarna merah yang berada diantara lipatan duodenum yang berfungsi mensekresikan amilase, lipase, protease, enzim proteolitik, dan sodium bikarbonat untuk membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak. Berat pankreas ayam dewasa berkisar antara 2.5-4.0 gram. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa rempela disebut juga lambung (gizzard/ventrikulus) yang terletak antara proventrikulus dan usus halus bagian atas. Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa rempela memiliki dua pasang otot yang sangat kuat sehingga ayam mampu menggunakan tenaga yang kuat. Mukosa permukaan gizzard sangat tebal, tetapi secara tetap tererosi. Partikel makanan yang berukuran besar akan cepat dipecah. Pada rempela juga mengandung bahan-bahan yang mudah terkikis seperti pasir, karang dan kerikil. Partikel makanan yang berukuran besar akan segera dipecah menjadi partikelpartikel yang sangat kecil (secara mekanik) sehingga bisa masuk ke saluran pencernaan. Fungsi rempela adalah untuk menggiling dan menghancurkan makanan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil dan biasanya dibantu oleh grit (Nesheim et al. 1979). Berat rempela adalah 1.6-2.3% dari berat hidup (Putnam 1991).
31 Usus terdiri atas usus halus dan usus besar (Denbow 2000). Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum dan ileum, sedangkan usus besar terdiri atas sekum dan kolon. Panjang usus pada unggas lebih pendek daripada usus mamalia. Usus mempunyai 4 lapisan fungsional yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis dan serosa (Denbow 2000; Strukie 1976). Mukosa terbagi menjadi 3 yaitu lapisan epitel, lamina propria dan muskularis mukosa. Submukosa merupakan jaringan kolagen longgar dan mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. Tunika muskularis terdiri atas otot polos yang tersebar sebagai lapisan sirkularis dan longitudinal. Serosa atau tunika adventisia adalah lapisan terluar terdiri atas jaringan ikat longgar, mengandung pembuluh darah dan saraf. Bentuk mukosa usus tersusun kedalam tonjolan berbentuk jari yang disebut villi untuk memperluas daerah permukaan (Denbow 2000; Sturkie 1976). Pada permukaan epitel villi terdapat mikrovilli yang merupakan penjuluran sitoplasma yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi. Mukosa usus halus dikarakterisasi dengan adanya kripta lieberkuhn. Pada lapisan epitel juga terdapat sel goblet penghasil mukus. Pada usus halus proses pencernaan secara kimiawi berlangsung serta memegang peran yang sangat penting dalam transfer nutrisi dari lumen usus ke dalam pembuluh darah dan limfe. Proses pencernaan utama terjadi pada duodenum dimana empedu dari hati dan enzim pankreas dikirim ke duodenum dan ditambah dengan enzim yang dihasilkan oleh usus bersama-sama mencerna makanan. Sedangkan yeyunum dan ileum memiliki peran mengabsorbsi nutrisi seperti asam amino, vitamin dan monosakarida kedalam sirkulasi darah. Seperti pankreas, usus menghasilkan amilase. Amilase terdapat dalam jumlah kecil pada usus halus, dimana 80% aktivitasnya berlangsung di yeyunum. Panjang usus halus berkisar 1.5 meter pada ayam dewasa (North & Bell 1990). Sekum pada unggas terdapat diantara ileum dan kolon. Pada ayam terdapat dua buah sekum yang terletak pada batas antara ileum dan kolon (Denbow 2000; Sturkie 1976). Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa dalam keadaan normal panjang setiap seka sekitar 15 cm. Pada unggas dewasa yang sehat, seka berisi pakan lembut yang keluar masuk. Akan tetapi, tidak ada bukti mengenai peran serta dalam pencernaan. Hanya sedikit air diserap, sedikit karbohidrat dan protein
32 dicerna berkat bantuan beberapa bakteri. Nickle et al. (1977) menyatakan bahwa villi sekum lebih pendek daripada villi usus halus, mengandung banyak kripta dan folikel limfoid serta sel-sel limfoid. Kolon dan rektum pada unggas relatif pendek dan berhubungan langsung dengan kloaka serta mengandung villi yang pendek, sel goblet dan sedikit kripta.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2007 – Maret 2008 di kandang B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor selama 35 hari. Analisa dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Pascapanen Pertanian, Cimanggu-Bogor, Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fapet-IPB, Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Perah Fapet-IPB, Laboratorium Ilmu Nutrisi Unggas Fapet-IPB, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fapet-IPB, Laboratorium Patologi Klinik dan Bagian Patologi Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi FKH-IPB.
Materi Penelitian Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler strain Ross 1 Super Jumbo 747 umur satu hari sebanyak 100 ekor dibeli dari PT. Cibadak Indah Sari Farm Sukabumi. Ayam dipelihara sampai umur 5 minggu. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan adalah dengan sistem litter dengan ukuran 1 m x 1 m x 1 m (panjang x lebar x tinggi) yang ditempatkan dalam empat ruang kandang utama. Tempat pakan berupa nampan dengan ukuran 15x20 cm dan tempat air minum ukuran 500 ml digunakan sampai ayam berumur 1 minggu. Pemanasan kandang dilakukan selama 2 minggu menggunakan lampu wolfram berkekuatan 60 watt yang dipasang pada tiap petak kandang. Setelah periode tersebut lampu pijar digunakan sebagai penerang dimalam hari di kandang utama. Peralatan lain yang digunakan adalah plastik wadah ransum, baskom, tirai, timbangan elektrik, alat semprot untuk desinfektan.
34
Ransum Ransum perlakuan diberikan pada ayam broiler mulai d.o.c (day old chicken) sampai umur 5 minggu setelah melalui pengacakan. Bahan penyusun ransum terdiri dari dedak padi, jagung, minyak, tepung ikan, bungkil kedelai, CaCO3, DCP, vitamin dan mineral, lysin dan methionin. Ransum yang digunakan dalam penelitian disusun menurut NRC (1994) dengan kandungan protein 23.5% dan energi 3 215.04 kkal/kg pada ransum basal yang dibuat di pabrik pakan ternak PT. Indofeed. Ransum perlakuan terdiri dari ransum basal ditambah dengan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink (ZnO) sebagai feed additive dan dibuat dalam bentuk crumble. Susunan ransum penelitian disajikan pada Tabel 6 dan kandungan serta kebutuhan zat makanan ransum penelitian disajikan pada Tabel 7. Ransum perlakuan terdiri atas 5 macam ransum, yaitu : R0 = Ransum basal (kontrol) R1 = Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% R2 = Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm R3 = Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm R4 = Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm Perlakuan Kunyit dan Bawang Putih Serbuk kunyit dan bawang putih diperoleh melalui serangkaian proses, mula-mula dilakukan pencucian kunyit segar hingga bersih dari tanah yang menempel dan ditiriskan kemudian diiris-iris tipis, sedangkan bawang putih dilakukan pengupasan kulit luar lalu diiris-iris tipis. Irisan kunyit dan bawang putih ditutup plastik hitam dan dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Kunyit dan bawang putih yang telah kering digiling untuk dibuat serbuk agar mudah tercampur dengan bahan pakan dan siap digunakan sesuai level pada perlakuan.
35
Metode Penelitian Pelaksanaan Penelitian Sebanyak 100 ekor d.o.c dibagi secara acak kedalam lima perlakuan. Masing-masing perlakuan terdiri dari empat ulangan, sehingga ada 20 unit percobaan dan masing-masing unit percobaaan terdiri dari 5 ekor d.o.c yang telah ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal. Selama penelitian ternak ayam broiler dipelihara dalam kandang beralaskan sekam padi dengan ukuran 1 x 1 m2 selama 5 minggu. Vitamin yang digunakan adalah vita stress. Vaksin yang digunakan adalah vaksin ND (New Castle Disease) dan vaksin gumboro. Vaksin ND1 diberikan saat ayam berumur 4 hari melalui tetes mata, vaksin gumboro diberikan saat ayam berumur 10 hari melalui air minum dan vaksin ND II diberikan saat ayam berumur 21 hari melalui mulut (cekok). Pakan dan air minum diberikan ad libitum. Ayam broiler ditimbang untuk mengetahui pertambahan berat badan setiap seminggu sekali, dan penimbangan pakan sisa untuk mengetahui pakan yang dikonsumsi. Pada akhir penelitian ternak ayam broiler diambil tiga ekor pada masing-masing unit percobaan secara acak untuk dipotong, sehingga jumlah ayam broiler yang dipotong sebanyak 60 ekor. Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi performa (pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum), bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas (%), lemak abdominal (%), kolesterol karkas (%), lemak karkas (%), bobot relatif organ dalam (%), kandungan zink dalam serum, jumlah eritrosit, hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, diferensial leukosit, luas permukaan villi dan luas permukaan mukosa. Untuk mendapatkan data kandungan zink dalam serum, eritrosit, leukosit, diferensial leukosit, hematokrit dan hemoglobin pengambilan darah dilakukan dari vena axillaris yang terletak dibagian bawah sayap dan dibuat preparat ulas darah tipis untuk diferensial leukosit yang dilakukan pada akhir penelitian (umur 35 hari). Data kolesterol karkas dan lemak karkas juga diambil pada umur 35 hari pada daging bagian paha kemudian digiling sampai daging hancur dan homogen, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode Liebermen Burchrad (Kliener
36 dan Dotti 1962) dan analisa lemak karkas dengan metode ekstraksi sochlet (AOAC 1984). Tabel 6 Komposisi ransum penelitian Bahan Makanan Jagung Dedak Minyak Tepung ikan Bungkil kedelai CaCO3 DCP Vitamin dan mineral* Lysin Methionin Total Kunyit Bawang putih ZnO
R0 R1 R2 R3 R4 ---------------------------%---------------------------51 51 51 51 51 3 3 3 3 3 5.5 5.5 5.5 5.5 5.5 12 12 12 12 12 26.3 26.3 26.3 26.3 26.3 1 1 1 1 1 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 100 100 100 100 100 0 1.5 0 1.5 1.5 0 2.5 2.5 0 2.5 0 0 0.012 0.012 0.012
* Setiap 1 kg premiks mengandung : vitamin A = 4 000 000 IU, D3= 800 000 IU, E = 4 500 mg, K3 = 450
mg, B1 = 450 mg, B2 = 1 350 mg, B6= 480 mg, B12 = 6 mg, Ca-d pantothenate = 2 400 mg, Folic acid = 270 mg, Nicotinic acid = 7 200 mg, Choline chloride =28 000 mg, DL-Methionine = 28 000 mg, LLysine = 50 000 mg, Fe = 8 500 mg, Cu = 700 mg, Mn = 18 500 mg, Zn = 14 000 mg, Co = 50 mg, I = 70 mg, Se = 35 mg, Antiox. carrier add = 1 kg B
Tabel 7 Kandungan dan kebutuhan zat makanan ransum ayam broiler umur 1-35 hari Zat makanan R0 EM (kkal/kg) Energi Bruto (kkal/kg)* Protein kasar (%)** Serat kasar (%)** Lemak kasar (%)** Ca (%)*** P tersedia (%)*** Lysin (%) Methionin (%) Zink (%)*** *
3 862 25.17 1.93 11.96 0.913 0.660 0.036
Ransum perlakuan R1 R2 R3 4 026 25.77 2.08 12.1 0.914 0.665 0.038
3 962.73 25.64 1.96 11.98 0.913 0.664 0.049
3 926.25 25.30 2.04 12.08 0.914 0.661 0.048
Energi Bruto di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fapet IPB (2007)
R4
Kebutuhan NRC (1994)
4 026 25.77 2.08 12.1 0.914 0.665 0.050
3 200 23 3.9 7.8 0.9 0.6 1.1 0.5 0.004
37 **
Analisis proksimat bahan makanan dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi LPPM-IPB *** Analisis mineral di Laboratorium Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB (2007)
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Masingmasing satu unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam, sehingga jumlah ayam keseluruhan adalah 100 ekor ayam broiler. Model matematis yang digunakan adalah : Yij = μ + τi + εij,
i = 1, 2, ...,5 dan j = 1, 2, 3, 4
Yij = Respon pengamatan satuan percobaan yang memperoleh perlakuan kei dan ulangan ke-j μ = Rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i εij = pengaruh galat Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam (Analyses of Variance/ANOVA) dengan software SPSS versi 13.0 dan adanya perbedaan antara perlakuan diuji lanjut dengan uji LSD. Peubah dan Prosedur Pengukuran •
Konsumsi pakan Konsumsi pakan rataan per ekor per minggu diukur berdasarkan selisih pakan yang diberikan dengan sisa pakan setiap minggu pada setiap unit percobaan.
•
Pertambahan berat badan Rataan pertambahan bobot badan per ekor per minggu dihitung dari rataan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi rataan bobot badan per ekor pada awal minggu. Dari rataan bobot badan per ekor yang diperoleh setiap minggu selama 5 minggu dirata-ratakan lagi menjadi rataan per minggu selama 5 minggu.
•
Konversi pakan
38 Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan antara rataan pertambahan bobot badan dengan rataan konsumsi pakan setiap minggu
•
Bobot karkas Bobot karkas adalah bobot tubuh setelah dipotong, dikurangi bulu, kepala, kaki (shank), alat pencernaan, dan organ-organ tubuh bagian dalam kecuali ginjal dan paru-paru. Bobot karkas ditimbang pada akhir penelitian.
•
Persentase karkas Persentase karkas dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot karkas dengan bobot hidup ayam broiler pada akhir penelitian dikalikan 100%.
•
Lemak abdominal Lemak abdominal disisihkan dari rongga perut dan ditimbang sebagai lemak abdominal
•
Bobot badan Penimbangan bobot badan awal dilakukan satu persatu pada waktu anak berumur tiga hari, hal ini dimaksudkan agar selama dua hari ayam diberi kesempatan untuk menyesuaikan pada keadaan lingkungan kandang. Penimbangan bobot badan berikutnya dilakukan setiap minggu sampai pada akhir minggu ke-lima.
•
Kolesterol karkas Kolesterol karkas diukur dari daging paha ayam dengan metode Lieberman Burchard. Sebanyak ± 0.1 g sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge kemudian ditambahkan campuran alkohol : heksan 3:1 sebanyak 8 ml, dan diaduk hingga bercampur dengan baik. Pengaduk dibilas dengan alkohol : heksan 3:1 sebanyak 2 ml lalu disentrifuge dengan kecepatan 3 000 rpm selama 10 menit. Supernatan dipindahkan kedalam gelas baker 100 ml dan diuapkan pada penangas air sampai kering. Residu diuapkan dengan kloroform (sedikit demi sedikit) sambil dituangkan kedalam tabung berskala (sampai volume 5 ml), ditambahkan 2 ml acetic anhidrida dan 0.2 ml H2SO4
39 pekat (pa) sebanyak 2 tetes. Selanjutnya divortex dan disimpan selama 15 menit didalam ruang gelap selama 25 menit. Lalu dilakukan pembacaan absorbansinya
dengan
menggunakan
spektrofotometer
pada
panjang
gelombang (λ) 420 nm dengan standar yang digunakan = 0.4 mg/ml. Nilai kolesterol diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Absorbans sampel Kolesterol (mg/100g) =
100 x 0.4 (konsentrasi standar) x
Absorbans standar
•
berat sampel
Lemak karkas Pengukuran lemak karkas dilakukan dengan metode Sochlet. Sebanyak 2 gram sampel disebar diatas kapas lalu diovenkan selama 1 jam kemudian masukkan ke dalam eksikator selama 30 menit. Sampel kering tadi beralas kapas dan kertas saring digulung membentuk thimble, lalu dimasukkan kedalam labu soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 3 jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak 150 ml. Setelah 2.5 jam ekstraksi, thimble diangkat dan dimasukkan kedalam erlemeyer yang sebelumnya telah ditimbang. Kemudian masukkan kedalam oven ± 1 jam pada suhu 100°C, lalu masukkan desikator ± 30 menit kemudian ditimbang. Bobot lemak terekstrak Kadar lemak
=
x 100% Bobot sampel kering
•
Kandungan zink dalam serum Kandungan zink dalam darah dianalisis dengan metode AAS Prinsip Kerja AAS dalam Analisis Zink: a) Larutan serum sampel dihisap oleh nebuliser b) Dibakar dengan adanya gas acetyline HP (High Pure) c) Larutan sampel tersebut diubah menjadi partikel-partikel halus d) Partikel tersebut sekitar 60% terabsorpsi oleh detektor dan 40% terbuang e) Absorbance sample dibandingkan dengan absorbance standard dikalikan konsentrasi standard
40 Pemisahan Serum a) Sampel darah dicentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 1 500 rpm b) Pemisahan serum darah merah dari sel darah merah c) Serum disimpan dalam tube serum dan disimpan dalam freezer d) Pada minggu berikutnya, serum dari freezer divortex selama + 3 detik
Pengenceran Sampel a) Serum sample diencerkan 10 kali pengenceran b) Pipet serum sample sebanyak 75 mikroliter (µl) c) Taruh di dalam tabung serum (efendorf) d) Tambahkan air bebas mineral 9 kali penyaringan sebanyak 675 µl Analisis Pembacaan pada alat AAS 1. Pembacaan diawali dengan blanko dengan konsentrasi zink nol (0) 2. Selanjutnya diikuti dengan pembacaan larutan standar 1, 2, 3 dan 4 dengan konsentrasi zink untuk masing-masing larutan standard adalah 0.2, 0.4, 1, dan 2 μl/l 3. Pembacaan selanjutnya adalah pembacaan serum sample yang sudah diencerkan Perhitungan Untuk mengetahui kadar zink dalam plasma darah, telah dilakukan analisis dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrometer) Flame. Perhitungan konsentrasi mineral zink dalam serum darah mengikuti persamaan sebagai berikut: absorbance sample Konsentrasi zink
=
x konsentrasi standard absorbance standard
•
Jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit Sampel darah diambil melalui vena sayap dengan menggunakan spoit yang mengandung antikoagulan untuk memperoleh whole blood, dan tanpa
41 antikoagulan untuk memperoleh serum. Pengambilan darah dilakukan pada akhir penelitian.
Perhitungan Jumlah Eritrosit Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera 1 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan modifikasi Rees & Ecker hingga tanda 101, kemudian memutar pipet dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tisue. Setelah itu meneteskan satu tetes darah kedalam hemositometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Kemudian mendiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan dapat dimulai dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Perhitungan eritrosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak eritrosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah eritrosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 5 000, untuk mengetahui jumlah erirosit dalam 1 mm3 darah. Jumlah eritrosit per mm3 darah = a butir x 5 000
Perhitungan Jumlah Leukosit Sampel darah dihisap menggunakan pipet eritrosit hingga pada tera 1 dengan aspirator. Ujung pipet dibersihkan dengan menggunakan tissue, lalu dihisap larutan modifikasi Rees & Ecker hingga tanda 101, kemudian memutar pipet dengan membentuk angka 8, setelah homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet dibuang dengan menempelkan ujung pipet ke kertas tisue. Setelah itu meneteskan satu tetes darah kedalam hemositometer dan jangan sampai ada udara yang masuk. Kemudian mendiamkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu perhitungan
42 dapat dimulai dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Perhitungan leukosit dalam hemocytometer, menggunakan kotak leukosit yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian sebagai berikut: satu kotak pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tengah, satu kotak pojok kanan bawah dan satu kotak pojok kiri bawah. Untuk membedakan kotak eritrosit dengan kotak leukosit dapat berpatokan pada tiga baris pemisah pada kotak eritrosit serta luas kotak eritrosit yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan kotak leukosit. Setelah jumlah leukosit diperoleh maka jumlah darah dikalikan dengan 250, untuk mengetahui jumlah leukosit dalam 1 mm3 darah. Jumlah leukosit per mm3 darah = a butir x 250
Perhitungan Kadar Hemoglobin Metode yang digunakan adalah metode sahli. Larutan HCl 0.1 N diteteskan pada tabung sahli sampai pada tera 10 atau garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan pipet sahli hingga mencapai tanda tera 20 cm (0.02 ml). Sampel darah segera dimasukkan ke dalam tabung dan di tunggu selama 3 menit atau hingga berubah warna menjadi coklat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan hemoglobin membentuk asam hematin. Setelah itu larutan ditambah dengan aquades dan meneteskannya sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan aquadest ditambah
hingga
warna
larutan
sama
dengan
warna
standar
hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat dengan membaca tinggi permukaan cairan pada tabung sahli, dengan melihat skala jalur g %, yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah (Sastradipradja et al. 1989).
Perhitungan Jumlah Hematokrit Pengisian pipa mikrokapiler dilakukan dengan memiringkan tabung yang berisi sampel darah dengan menempatkan ujung mikrokapiler yang bertanda merah. Pipa diisi sampai mencapai 4/5 bagian kemudian ujung
43 pipa disumbat dengan crestaseal, kemudian pipa mikrokapiler tersebut disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan putaran 2 500 rpm. Nilai hematokrit ditentukan dengan mengukur % volume eritrosit (lapisan merah) dari darah dengan menggunakan alat baca hematocrite reader. Uji ini dilakukan dengan duplo (Sastradipradja et al. 1989).
Diferensiasi Leukosit Setetes darah yang diteteskan pada gelas objek pertama dengan posisi mendatar. Gelas objek yang lainnya ditempatkan pada darah tadi dengan membentuk sudut 30–45º sehingga darah menyebar sepanjang garis kontak antar gelas objek. Selanjutnya, gelas objek didorong kearah depan sehingga terbentuk usapan darah tipis diatas gelas objek. Ulasan darah tersebut dikeringkan diudara, kemudian difiksasi. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan methanol. Supaya ulas darah melekat pada gelas objek, gelas objek direndam dalam methanol selama 2–5 menit. Setelah dilakukan fiksasi, langsung dilakukan pewarnaan dengan menggunakan Giemsa 10%. Gelas objek yang telah difiksasi direndam dalam larutan Giemsa selama 15–30 menit. Hasil rendaman dialiri dengan air sampai berwarna pink lalu dikeringkan di udara atau dengan tissu (Sastradipradja et al. 1989). Cara menghitung persentase jenis-jenis BDP (Differential Leucocyte Count) adalah dengan menghitung persentase masing-masing jenis BDP dalam 100 sel leukosit yang telah diamati dan dipelajari pada preparat ulas darah tersebut dengan alur perhitungan yang berurutan seperti membentuk huruf U yang tidak terputus untuk menghindari pengulangan perhitungan.
•
Luas permukaan villi Perhitungan luas permukaan per villi usus, kerapatan vili dan luas permukaan mukosa dilakukan dengan membuat preparat histopatologi usus,
44 yaitu dengan memotong bagian usus (duodenum) secara membujur dan dibilas dengan air untuk membersihkan isinya. Kemudian masukkan kedalam larutan fixative BNF (Buffer Normal Formalin) 10%. Setelah mengalami fiksasi maka langkah selanjutnya adalah dehidratasi yaitu menarik air dalam batas tertentu dengan menggunakan larutan alkohol atau aceton konsentrasi bertingkat. Larutan alkohol yang digunakan pada konsentrasi awal adalah 70% selama 2 jam, kemudian dipindahkan kedalam alkohol 80% selama 2 jam, lalu dipindahkan kedalam alkohol 95% selama 2 jam terakhir dipindahkan kedalam alkohol absolut (PA) I, II, III selama 2 jam. Selanjutnya proses clearing (penjernihan) dengan larutan xylol I, II dan III selama 1 jam yaitu untuk menarik alkohol dalam jaringan sehingga jaringan menjadi jernih. Proses infiltering dengan memasukkan jaringan pada parafin I, II, dan III dengan suhu 60ºC selama 1 jam. Proses embedding (penanaman jaringan) berfungsi untuk membantu memudahkan pemotongan jaringan yang sangat tipis. Jaringan dimasukkan dalam paraffin cair, setelah didinginkan parrafine block tissue dipotong dengan mikrotome setebal 5−6 mikron. Potongan direntangkan pada air hangat suhu ± 50ºC, dan setelah dilekatkan pada gelas objek, jaringan dimasukkan kedalam inkubator 40ºC. Proses deparafinisasi dan rehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan kedalam larutan xylol selama 2−3 menit, dipindahkan kedalam alkohol absolut selama 1−2 menit, alkohol 95% 1−2 menit, alkohol 70% 1−2 menit, dan dipindahkan ke aquadest. Proses pewarnaan dengan hematoksilin dilakukan selama 10 menit, lalu dicuci dengan air kran mengalir selama 15 menit, dimasukkan kedalam larutan eosin selama 20 menit, kemudian aquadest. Setelah itu proses dehidrasi kembali dilakukan dengan menarik air dan alkohol, yaitu slide dipindahkan dari alkohol 70% sampai alkohol 95%, alkohol absolut I, II dan III masing-masing beberapa celupan. Proses clearing xylol I, II dan III masing-masing 5–15 menit, lalu proses mounting menggunakan canada balsam (Maidie et al. 1975). Penghitungan luas permukaan per villi dihitung dengan mikroskop (olympus) dengan pembesaran objectif 4 kali dan video mikrometer (video measuring yauge IV – 560, For A Company Limited) pada 10 lapang pandang
45 pada setiap preparat histopatologi. Kemudian dihitung luas permukaan villi menurut metode Iji et al. (2001) dan luas permukaan mukosa menurut Drozdowski et al. (2005). Kerapatan vili dilakukan dengan menghitung jumlah villi pada 1 mm panjang usus menggunakan mikroskop (olympus) pembesaran objektif 4 kali dan video mikrometer (video measuring yauge IV – 560, For A Company Limited) pada 10 lapang pandang setiap preparat histopatologi.
B
C
A
Gambar 5 Gambaran villi usus secara garis besar menunjukkan bagian yang terlibat dalam pengukuran dalam penetapan secara morphometrik dari mukosa usus; lebar basal villi (A), lebar apikal (B), tinggi villi (C). Luas permukaan villi usus (mm2/villi) = [(A + B)/B] x C (Iji et.al 2001). Luas permukaan mukosa usus (mm2/mm2) = kerapatan villi/mm2 x luas permukaan villi usus (mm2/villi) (Drozdowski et al. 2005). •
Persentase Bobot Hati (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot hati dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.
46 •
Persentase Bobot Ginjal (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot ginjal dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.
•
Persentase Bobot Pankreas (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot pankreas dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.
•
Persentase Bobot Empedu (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot empedu dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.
•
Persentase Bobot Jantung (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot jantung dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100% setelah disisihkan lemak yang melekat.
•
Persentase Bobot Limpa (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot limpa dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
•
Persentase Bobot Rempela (%) Diperoleh dari pembagian antara bobot rempela dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
•
Persentase Bobot Usus (%) Usus yang sudah dibersihkan dari isinya ditimbang sebagai bobot kosong. Diperoleh dari pembagian antara bobot usus dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
•
Persentase Bobot Seka (%)
47 Seka yang sudah dibersihkan dari isinya ditimbang sebagai bobot kosong. Diperoleh dari pembagian antara bobot seka dengan bobot hidup ayam broiler umur 35 hari dikalikan dengan 100%.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Performa Ayam Broiler Hasil pengamatan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler umur 5 minggu dengan pemberian serbuk bawang putih, kunyit dan mineral zink selama penelitian tercantum pada Tabel 8. Tabel 8 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor)
R0 2 795.35 ± 203.47
R1 2 719.85 ±144.36
Perlakuan R2 2 877.85 ± 161.32
R3 2 830.10 ± 159.95
R4 2 654.60 ± 112.45
Pertambahan bobot badan (g/ekor)
1 663.30 ± 51.01
1 488.00 ± 79.428
1 601.35 ± 95.76
1 555.90 ± 115.18
1 572.40 ± 49.34
1.68 ± 0.14
1.83 ± 0.09
1.79 ± 0.03
1.82 ± 0.10
1.69 ± 0.11
Konversi ransum
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Konsumsi Ransum Nilai konsumsi ransum sangat menentukan dalam analisis ekonomi pemeliharaan ayam broiler. Ransum yang dikonsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk hidup pokok, produksi dan pertumbuhan. Tabel 8 memperlihatkan secara keseluruhan bahwa perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 tidak mempengaruhi (P>0.05) konsumsi ransum. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink tidak memperbaiki dan juga tidak menurunkan konsumsi ransum ayam penelitian. Gambar 6 menunjukkan nilai konsumsi ransum tertinggi terlihat pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) yaitu 2 877.85 ± 161.32 g/ekor) dibandingkan dengan perlakuan lain, dan nilai konsumsi terendah pada perlakuan R4 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) yaitu 2 654.60 ± 112.45 g/ekor. Konsumsi tertinggi pada perlakuan R2 kemungkinan karena indera
48 penciuman unggas yang tidak berkembang sehingga walaupun ransum R2 yang baunya agak menyengat karena adanya serbuk bawang putih yang mengandung senyawa sulfur yang berbau khas, ayam tetap mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang tinggi. Bawang putih yang telah mengalami pengolahan mengakibatkan perubahan alliin menjadi allisin oleh adanya enzim allinase (S-alkil-L-sistein liase). Disamping itu salah satu fungsi mineral zink yaitu sebagai penambah nafsu makan, sehingga dapat meningkatkan konsumsi ransum pada perlakuan R2. 2 877.85±161.32 2 830.10±159.95 2 795.35±3.47 2 719.85±144.36 2 654.60±112.45
Gambar 6 Konsumsi pakan kumulatif (g/ekor) ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Konsumsi pakan yang rendah pada perlakuan R4 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm) kemungkinan disebabkan oleh penurunan palatabilitas ransum. Hafez (1976) mengatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas. Penurunan palatabilitas ransum pada percobaan ini disebabkan rasa pahit dari serbuk kunyit sehingga ternak kurang suka untuk mengkonsumsi. Lidah unggas juga memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk mengenali rasa makanannya. Sementara indra penciumannya (olfactory system) kurang berkembang. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, tekstur dan bau akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan dan tingkah lakunya. Meskipun jumlah titik perasa lebih sedikit dibandingkan dengan hewan lainnya akan tetapi sensitivitasnya lebih tinggi (Amrullah 2003). Konsumsi kumulatif berdasarkan National Research
49 Council (NRC) 1994 untuk jantan betina (berbaur) menurut Amrullah (2003) untuk ayam broiler berumur 5 minggu adalah 2 402 g/ekor. Konsumsi kumulatif hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibanding NRC. Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain strain, lingkungan atau tempat pemeliharaan. Wahju (1985) menyatakan banyaknya makanan yang dikonsumsi tergantung pada jenis ternaknya (strain), aktivitas, temperatur, lingkungan dan pertumbuhan maupun untuk mempertahanan produksi serta tingkat energi di dalam ransum.
Gambar 7 Konsumsi ransum mingguan ayam broiler penelitian sampai umur lima minggu Gambar 7 memperlihatkan rataan konsumsi broiler selama lima minggu pemeliharaan, dimana ransum perlakuan R2 menunjukkan peningkatan dari minggu I pemeliharaan hingga minggu V disusul ransum perlakuan R3. Konsumsi ransum meningkat sejalan dengan bertambahnya umur hingga akhir penelitian. Peningkatan konsumsi diperlukan sejalan dengan bertambahnya ukuran tubuh ayam sesuai pendapat North dan Bell (1990), konsumsi pakan mingguan akan meningkat seiring dengan kenaikan bobot tubuh. Menurut Scott et al. (1982), bahwa sebagian besar pakan yang dikonsumsi ayam digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pertumbuhan, jaringan tubuh dan melaksanakan aktivitas fisik.
50 Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain umur, bangsa, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, kesehatan ternak serta kualitas dan kuantitas ransum (Rasyaf 1999). Pertambahan bobot badan tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P>0.05) diantara semua perlakuan (Tabel 8). Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan zat-zat makanan yang tidak berbeda antara kontrol dengan perlakuan. Disamping itu bahan aktif yang ada pada kunyit dan bawang putih antara lain kurkuminoid, minyak atsiri dan allisin yang tidak mempengaruhi proses metabolisme yang merugikan pada ternak. Gambar 8 memperlihatkan pertambahan berat badan selama 5 minggu pemeliharaan.
1 663.30±51.01 1 601.35±95.76 1 555.90±115.18
1 572.40±49.34
1 488±1.83
Gambar 8 Pertambahan bobot badan (g/ekor) ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Secara statistik walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan tetapi secara numerik perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan kecenderungan nilai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi diantara perlakuan R1, R3 dan R4 setelah perlakuan R0 (kontrol). Pertambahan bobot badan ini sejalan dengan nilai konsumsi ransum yang relatif tinggi pada perlakuan R2. Hasil yang ditunjukkan pada rataan pertambahan bobot badan perminggu (Gambar 9) terlihat meningkat seiring bertambahnya umur pemeliharaan. Menurut North dan Bell (1990) peningkatan
51 pertambahan bobot badan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggunya pertumbuhan ayam mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal setelah itu mengalami penurunan. Jull (1979) menyatakan bahwa peningkatan yang terjadi pada ukuran tubuh akan membawa serta meningkatnya organ tubuh dalam jaringan struktural seperti tulang dan otot. Gambar 9 memperlihatkan pada minggu ke-1 sampai ke-3 (fase starter) rata-rata pertambahan bobot badan hampir sama pada setiap perlakuan. Hal ini terkait bahwa salah satu sifat herbal yaitu tidak langsung memberikan pengaruhnya, namun memerlukan waktu yang relatif lama untuk dapat bereaksi di dalam tubuh. Peningkatan bobot badan pada R2 minggu ke-5 meningkat lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu sebanyak 400 g/ekor. Perlakuan R2 dengan penambahan serbuk bawang putih dan mineral zink pada minggu ke-5 dapat memacu pertumbuhan lebih baik dibanding perlakuan lainnya, mengingat fungsi dari allisin yang terdapat pada bawang putih sebagai anti bakteri yang mampu meningkatkan aktivitas saluran pencernaan dengan cara meningkatkan relaksasi usus halus (Nugroho 1998) dan menghambat mikroorganisme yang merugikan pada saluran pencernaan. Meningkatnya relaksasi usus halus menyebabkan ingesta lebih lama tinggal di usus halus, sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih sempurna. Hal ini akan berpengaruh pada proses pembentukan daging dan percepatan pertumbuhan broiler. Disamping itu mineral zink juga berfungsi untuk mengatur kecepatan pertumbuhan, dimana mineral zink sebagai kofaktor pada enzim thymidine kinase pada proses fosforilasi deoxy-thymidine untuk penggabungan dengan DNA pada proses sintesis selain itu juga untuk perbanyakan sel-sel. Proses perbanyakan sel-sel (cell replication) diperlukan untuk pertumbuhan (Piliang 2007). Zhang et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian mineral zink 120 mg/kg memberikan pertambahan bobot badan yang lebih baik pada broiler umur 1–49 hari. Pertambahan bobot badan pada perlakuan R2 minggu ke-5 terlihat lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya seiring dengan meningkatnya rataan konsumsi pada minggu ke-5 yaitu 998.65 g/ekor yang menunjukkan bahwa senyawa aktif allisin bekerja secara sinergis dengan mineral zink pada fase finisher dalam memacu pertumbuhan.
52
Gambar 9 Pertambahan bobot badan mingguan ayam broiler sampai umur lima minggu Konversi ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antar ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, artinya semakin rendah angka konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan semakin ekonomis. Tabel 8 memperlihatkan bahwa nilai konversi ransum semua perlakuan cukup baik (1.68±0.14–1.83±0.11) dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan diantara perlakuan (P>0.05). Nilai konversi ransum yang paling rendah pada perlakuan R0 (1.68 ± 0.14). Secara umum, data ini menunjukkan bahwa perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memberikan nilai konversi ransum yang cukup baik. Pertambahan bobot badan dan nilai konsumsi ransum yang tinggi pada perlakuan R2 tetapi memperlihatkan nilai konversi yang cukup rendah dengan standar deviasi yang lebih rendah yaitu 1.79 ± 0.03. Perlakuan R2 dengan penambahan serbuk bawang putih dan mineral zink diduga dapat memperlambat gerak peristaltik pada usus, sehingga dengan mengkonsumsi ransum agak tinggi dan diikuti penyerapan yang meningkat akan menghasilkan bobot badan yang tinggi dengan efisiensi ransum yang rendah. Keusgen (2002)
53 menyatakan bahwa bawang putih yang mengandung komponen allisin berfungsi sebagai antibakteri yang luas cakupannya baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Selain itu merupakan zat yang dapat disinyalir sebagai antimikroba, yang mampu membunuh mikroorganisme merugikan, sehingga populasi bakteri menguntungkan menjadi seimbang di dalam tubuh, dengan demikian proses penyerapan zat-zat makanan di dalam usus halus tidak terhambat dan akan lebih sempurna. Mineral zink didalam tubuh diperlukan sebagai kofaktor 100 enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat dan energi.
1.83±0.09
1.82±0.10 1.79±0.03
1.68±0.14
1.69±0.11
Gambar 10 Konversi ransum broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Amrullah (2004) menyebutkan bahwa konversi ransum yang baik berkisar antara 1.75–2.00. Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Lebih lanjut dikatakan bahwa selain kualitas ransum, konversi ransum juga dipengaruhi oleh teknik pemberian pakan. Teknik pemberian pakan yang baik dapat menekan angka konversi pakan sehingga keuntungan banyak bertambah. Menurut Card dan Neisheim (1972) nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah. Hubungan antara penurunan nilai konversi ransum dengan peningkatan pertambahan bobot badan bila dianalisis lebih jauh dengan menggunakan analisis korelasi regresi sederhana maka akan membentuk garis regresi linier dengan persamaan Y = 3.010 – 0.004X, dimana X adalah pertambahan bobot badan dalam g/ekor dan Y adalah nilai konversi ransum, dengan sumbangan R2 (koefisien determinasi) sebesar 48.9%.
54 Artinya bahwa setiap kenaikan nilai konversi ransum akan menurunkan pertambahan bobot badan sebesar 0.004 g/ekor.
Gambar 11 Konversi ransum mingguan ayam broiler sampai umur lima minggu Hasil penelitian terhadap performa ayam broiler tidak memberikan pengaruh yang nyata dengan penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2005) dengan suplementasi 2.5% serbuk bawang putih yang diberikan pada ayam broiler umur 28 hari dan diinfeksi Salmonella typhimurium tidak memberikan pengaruh yang nyata pada performa broiler. Penelitian yang sama (Jaya 1997; Bintang & Nataamijaya 2003) dengan penambahan serbuk bawang putih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa broiler. Penelitian penggunaan serbuk kunyit (Rosalyn 2005; Dewi 2007) masing-masing sebanyak 0.6% dan 1–2% dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap performa broiler. Penelitian penambahan mineral zink (Kim & Patterson 2004; Emmert & Beker 1995) dalam bentuk ZnO sebanyak 1 500 dan 1 000 ppm dalam ransum ayam broiler tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan broiler, juga oleh Szabo (2004) penambahan ZnO (1 000, 2 500, 5 000 ppm) pada tikus tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum.
55 Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas, Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Setiap peternak ayam broiler menginginkan bobot badan akhir dan bobot karkas yang tinggi, disamping tidak lupa melihat ketebalan dari lemak rongga perut (abdominal). Bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal ayam broiler penelitian yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink tercantum pada Tabel 9. Tabel 9 Bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal broiler penelitian yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
akhir 1 920.75 ± 56.53
1 758.92 ± 82.69
1 765.67 ± 91.49
1 856.67 ± 31.77
1 719.59 ± 99.13
Bobot karkas (g)
1 214.25 ± 77.46
1 095.63 ± 126.11
1 125.89 ±17.97
1 231.25 ± 69.45
1 105.38 ± 134.51
Persentase karkas (%)
63.19 ± 2.89
62.19 ±5.24
63.89 ± 3.26
66.38 ± 1.97
64.11 ± 4.57
Lemak abdominal (%)
1.39 ± 0.17
1.78 ± 0.12
1.79 ± 0.39
1.65 ± 0.28
1.25 ± 0.45
Bobot badan (g/ekor)
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Bobot badan akhir Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa semua perlakuan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap bobot badan akhir ayam broiler. Perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5 % + ZnO 120 ppm) memperlihatkan nilai bobot badan akhir yang lebih tinggi 1 856.67 ± 31.77 g/ekor dengan standar deviasi yang rendah diantara perlakuan R1, R2 dan R4. Tingginya bobot badan akhir dengan kombinasi serbuk kunyit dan mineral zink (R3) berkaitan fungsi salah satu kunyit sebagai penambah nafsu makan (Rukmana 2004; Darwis et al. 1991). Disamping itu mineral zink mempunyai fungsi adalah
56 sebagai pemacu pertumbuhan dan juga memperlancar proses metabolisme karbohidrat dan protein. Efek ini berhubungan positif dengan jumlah konsumsi ransum R3 yang cukup sebesar sekitar 2 830.10 ± 159.95 g/ekor diikuti dengan nilai konversi ransum yang tinggi yaitu 1.82 ± 0.10. Grafik bobot badan akhir dengan pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink dapat dilihat pada Gambar 12. 1 920.75 ±56.53
1 856.67 ±31.77 1 758.92±82.69
1 765.67±91.49 1 719.59 ±99.13
Gambar 12 Bobot badan akhir broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Bobot karkas dan persentase karkas Pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink seperti yang tertera pada Tabel 9 memperlihatkan pengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap bobot karkas dan persentase karkas. Nilai persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot hidup. Namun demikian nilai bobot karkas dan persentase karkas tertinggi dicapai oleh perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) sebesar 1 231.25 ± 69.45 g/ekor dan 66.38± 1.97%. Bobot karkas dan persentase karkas terendah diperoleh pada perlakuan R1 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%) yaitu sebesar 1 095.63 ± 126.11 g dan 62.19 ± 5.24%. Data ini mengindikasikan bahwa penambahan kombinasi serbuk kunyit dan mineral zink cenderung mengurangi pemanfaatan bahan makanan untuk pertumbuhan bulu, kaki dan kepala ayam dimana bagian tersebut dihilangkan untuk mendapatkan karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) bahwa produksi karkas erat
57 hubungannya dengan bobot hidup yaitu peningkatan bobot hidup akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Hal lain yang mempengaruhi tingginya persentase karkas R3 adalah kandungan kurkuminoid yang dimiliki kunyit yang meningkatkan nafsu makan dan pada akhirnya akan meningkatkan bobot badan sekaligus bobot karkas. Mekanisme kurkumin dapat meningkatkan nafsu makan adalah bahwa kurkumin dapat mempercepat pengosongan isi lambung sehingga nafsu makan meningkat. Gambar 13 memperlihatkan persentase karkas pada setiap perlakuan. 66.38±1.97
63.89±3.26
63.19±2.89
64.11±4.57
62.19±5.24
Gambar 13 Persentase karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari. Lemak Abdominal Lemak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi selera konsumen terhadap ayam pedaging. Salah satu sifat daging ayam broiler adalah kandungan lemaknya yang tinggi dibandingkan dengan daging ayam kampung (Abubakar et al. 1998), dan umumnya masyarakat lebih menyukai daging ayam dengan kandungan lemak yang rendah untuk menghindari kolesterol tinggi. Salah satu dari beberapa bagian tubuh yang digunakan untuk menyimpan lemak pada ayam pedaging adalah bagian disekitar perut yang disebut lemak abdominal. Rataan persentase lemak abdominal ayam pedaging umur 5 minggu disajikan pada Tabel 9 dan pada Gambar 14. Tabel 9 memperlihatkan bahwa persentase lemak abdominal tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) antar perlakuan dengan pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink. Persentase lemak abdominal terendah diperoleh pada perlakuan R4 (Ransum
58 basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5 % + ZnO 120 ppm) yaitu 1.25± 0.45%. Rataan persentase lemak abdominal penelitian ini (1.25–1.79%) masih lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bilgili et al. (1992), dimana persentase lemak abdominal ayam pedaging berkisar antara 2.6– 3.6% dan berkisar 1.40–2.60% dari bobot hidup (Leeson dan Summer 1980). Resnawati (2004) persentase lemak abdominal berkisar antara 1.50–2.11%. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan strain dan kandungan nutrisi ransum. 1.78±0.12 1.79±0.39 1.39±0.17
1.65±0.28 1.25±0.45
Gambar 14 Persentase lemak abdominal broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Rendahnya persentase lemak abdominal pada perlakuan R4 berkaitan dengan rendahnya konsumsi dan konversi ransum pada R4 yaitu 1.69 ± 0.11 dan 2 654.60 ± 112.45 g/ekor. Menurut Amrullah (2003) bahwa kelebihan lemak ada hubungannya dengan buruknya konversi pakan karena diperlukan lebih banyak makanan untuk menghasilkan lemak dalam bobot yang sama dibandingkan dengan menghasilkan daging. Rendahnya persentase lemak abdominal pada R4 diduga kandungan bioaktif pada kedua herbal dan pada mineral zink yang berpotensi menurunkan kadar lemak abdominal. Hubungan antara kadar lemak abdominal dengan nilai konversi ransum ayam broiler lebih jauh dapat dilihat secara regresi linier dengan persamaan Y = 1.331 + 0.274X dengan koefisien determinasi (R2) = 82.9%. Artinya bahwa setiap peningkatan nilai konversi ransum akan meningkatkan lemak abdominal 0.274%.
59 Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Kolesterol Karkas dan Lemak Karkas Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas pada ayam broiler setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
Kolesterol karkas (mg/100 g)
52.44 ± 24.93
37.42 ± 28.46
29.34 ± 5.27
46.83 ± 13.42
39.96 ± 9.70
Kadar lemak karkas (%)
16.62 ± 6.82
15.54 ± 4.18
9.93 ± 6.69
13.10 ± 7.85
7.95 ± 2.09
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Tabel 10 memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan (P>0.05) pada pemberian herbal dan zink terhadap kadar kolesterol karkas. Walaupun secara statistik tidak terdapat perubahan yang signifikan, namun secara numerik memperlihatkan setiap perlakuan yang mendapat penambahan herbal dan mineral zink nilai kolesterol karkas berada dibawah kadar kolesterol kontrol (R0). Perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan kecenderungan penurunan kadar kolesterol karkas yang paling rendah diantara perlakuan yang mendapat penambahan herbal dan mineral zink yaitu 29.34 ± 5.27 mg/100 g, sedangkan yang tertinggi pada perlakuan yang tidak menerima penambahan serbuk kunyit, bawang putih dan mineral zink (kontrol) sebesar 52.44 ± 24.93 mg/100g. Nilai rataan perlakuan R2 memperlihatkan penurunan kadar kolesterol karkas ayam cukup tajam yaitu sebesar 23.01 mg/100g dari perlakuan kontrol. Penurunan kolesterol karkas pada perlakuan R2 yang cukup drastis dikarenakan pada penambahan serbuk bawang putih yang mengandung senyawa alisin. Sejauh ini hanya diketahui satu jenis senyawa dalam bawang putih yang mempunyai aktifitas farmakologi yaitu senyawa thiosulfinat dimana alisin sebagai kandungan utamanya (70%). Senyawa thiosulfinat dalam bawang putih terbentuk
60 karena aktivitas enzim alliinase terhadap alliin (asam amino yang mengandung atom sulfur). Asam amino ini sendiri tidak mempunyai aktivitas farmakologi, sehingga dapat dikatakan bahwa alliin adalah semacam prodrug allisin yang mampu menurunkan kadar kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol oleh allisin terjadi melalui penghambatan secara langsung aktivitas enzim HMG-CoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A) reduktase oleh allisin. Penghambatan aktivitas enzim ini menyebabkan tidak terbentuknya mevalonat dari HMG-CoA, dimana mevalonat ini mestinya akan diubah menjadi skualen, lanosterol, dihidrolanosterol, D 8-dimetilsterol, 7dihidrokolesterol dan akhirnya menjadi kolesterol (Wahyuono 1999). Kombinasi antara komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih dan mineral zink pada R2 bekerja secara sinergis yang diperkirakan dapat menurunkan kadar kolesterol karkas. Tabel 10 juga memperlihatkan semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap penurunan kadar lemak karkas ayam broiler. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya pengaruh tetapi secara numerik ada indikasi penurunan kadar lemak karkas. Mekanisme penurunan kolesterol karkas dan lemak karkas dijelaskan pada Gambar 16. Perlakuan tanpa penambahan herbal dan mineral zink (R0) kadar lemak karkas terlihat lebih tinggi dibanding perlakuan R1, R2, R3 dan R4 yaitu 16.62 ± 6.82%. Menurunnya kadar lemak karkas yang cukup drastis pada perlakuan R4 kemungkinan disebabkan berkurangnya konsumsi pada R4. Berkurangnya konsumsi pada perlakuan R4 dengan penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink diakibatkan oleh rasa pahit dan bau menyengat dari bahan tadi sehingga menurunkan palatabilitas ransum.
61
52.44±24.93
46.83±13.42 39.96±9.70
37.42±28.46 29.34±5.273 16.62±6.82
15.54±4.18
9.93±6.69
13.10±7.85
7.95±2.09
Gambar 15 Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari. Hubungan antara penurunan kadar kolesterol karkas dengan penurunan kadar lemak karkas bila dianalisis lebih jauh dengan mengunakan analisis korelasi regresi sederhana maka akan membentuk garis regresi linier dengan persamaan Y = 2.887 + 0.236 X, dimana X adalah kadar kolesterol karkas dalam mg/100 g sedangkan Y adalah kadar lemak karkas dalam %, dengan sumbangan R2 (koefisien determinasi) sebesar 32.6%. Artinya bahwa setiap penurunan 1 mg/100g kadar kolesterol karkas akan menyebabkan penurunan kadar lemak karkas sebesar 0.236%.
62
Acetyl-CoA malonyl-CoA Acetyl CoAcarboxylase
Fatty acids
HMG-CoA phosphorylation phosphorylation
Protein-kinase (depending on AMP↑)
HMG CoA reduktase Mevalonat
Allicin Diallyl disulphide ajoene squalene
cAMP ↑ allicin
lanosterol diallyl disulphide
14α-demethylase
∆ 8,24-dimethylserol
Allicin ajoene
dihydrolanosterol ∆24-reductase ∆ 8-dimethylsterol
desmosterol
7-dehydrocholesterol
cholesterol
Gambar 16 Efek pengaturan pada sintesis asam lemak dan kolesterol oleh kandungan bawang putih yang berbeda. Hambatan enzim ditandai oleh persilangan (Keusgen 2002).
63 Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Bobot Organ Dalam Ayam Broiler Kabir et al. (2004) mengatakan bahwa perhitungan bobot relatif suatu organ dilakukan untuk mengetahui fungsi suatu organ. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan organ dalam adalah hati, jantung, rempela, pankreas, limpa, empedu, ginjal, usus dan seka. Semua dikonversikan dalam persen dari bobot hidup dan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Persentase bobot organ dalam ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
Hati (%)
2.50 ±0.52
2.48 ± 0.43
2.24 ± 0.23
1.99 ± 0.18
2.64 ± 0.44
Jantung (%)
0.51 ± 0.01
0.53 ± 0.04
0.51 ± 0.05
0.46 ± 0.05
0.49 ± 0.02
Rempela (%)
1.29 ± 0.03
1.57 ± 0.19
1.33 ± 0.26
1.41 ± 0.15
1.54 ± 0.41
Pankreas (%)
0.24 ± 0.04
0.28 ± 0.04
0.26 ± 0.07
0.25 ± 0.04
0.26 ± 0.01
Limpa (%)
0.29 ± 0.05
0.28 ± 0.19
0.24 ± 0.01
0.17 ± 0.04
0.28 ± 0.11
Empedu (%)
0.11 ±0.05
0.09 ± 0.04
0.11 ±0.01
0.08 ± 0.01
0.08 ± 0.05
Ginjal (%)
0.71 ± 0.09
0.87 ± 0.10
0.75 ± 0.12
0.69 ± 0.04
0.76 ± 0.14
Usus (%)
2.82 ± 0.12cd
3.46 ± 0.23b
3.12 ± 0.34bc
2.93 ± 0.25c
3.09 ± 0.19ac
Seka (%)
0.34 ±0.03ab
0.42 ± 0.03cd
0.38 ± 0.05bc
0.33 ± 0.04ab
0.47 ± 0.06d
Keterangan :
Nilai superskrip yang berbeda pada baris yang sama dari masing-masing peubah, berbeda nyata (P<0.05). R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
64 Pada tabel 11 tampak bahwa dari beberapa kombinasi pemberian bawang putih, kunyit dan mineral zink dalam ransum sesuai perlakuan tidak mempengaruhi bobot relatif organ dalam. Berdasarkan bobot organ dalam yang diperoleh memperlihatkan bahwa bobot organ dalam tersebut masih sesuai dengan bobot hidupnya, tanpa dipengaruhi oleh adanya ransum perlakuan. Bobot organ dalam setiap perlakuan secara keseluruhan masih dalam batas bobot normal. Bobot organ-organ dalam tersebut dapat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan (Ressang 1984). Hati merupakan organ tubuh yang paling penting sebagai penyaring zat-zat makanan sebelum makanan tersebut dialirkan ke seluruh tubuh dan diserap kembali oleh darah, selain itu hati juga sebagai tempat cadangan glikogen, memproduksi cairan empedu dan menyaring zat yang bersifat racun. Rataan bobot hati berkisar (1.99–2.64%) dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05), tetapi ada kecenderungan bobot hati perlakuan R3 lebih rendah dibanding dari semua perlakuan. Putnam (1991) persentase hati ayam berkisar antara 1.7−2.8% dari bobot hidup. Bobot hati hasil penelitian masih berada dalam kisaran bobot hati normal, namun secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan bobot hati yang agak rendah. Rendahnya bobot hati diduga karena pada R3 adanya zat senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang mempercepat kerja hati untuk mensekresikan cairan empedu, juga senyawa tersebut dapat melindungi hati secara bakteriosida dan bakteriostatik (Ressang 1984; Ganong 1983). Rataan persentase jantung juga tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Persentase bobot jantung hasil penelitian berkisar 0.45–0.53% dan juga masih berada dalam kisaran bobot jantung normal. Nickle et al. (1979) menyatakan bahwa ukuran jantung bervariasi diantara species unggas, tergantung ukuran tubuh. Bobot jantung rata-rata adalah 0.44% dari bobot hidup (Nabib 1987). Ressang (1984) menyatakan bahwa jantung mempunyai daya besar dalam menyesuaikan diri pada perubahan di dalam tubuhnya, besar jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan. Bobot rempela hasil penelitian juga tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0.05). Bobot rempela berkisar 1.29–1.57% dari bobot hidup dan berada dibawah kisaran, bobot rempela adalah 1.6 sampai 2.3% dari bobot hidup (Sturkie
65 2000). Rendahnya bobot rempela mengindikasikan bahwa kerja rempela tidak terlalu berat untuk dapat mencerna ransum yang diberikan pada semua perlakuan. Rempela dengan bobot yang lebih berat menandakan kerja rempela lebih berat untuk dapat mencerna bahan makanan yang diberikan (Sutardi 1997). Bobot pankreas hasil penelitian berkisar 0.24–0.28% dari bobot hidup, dan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05). Bobot pankreas ini masih berada pada kisaran normal sekitar 0.25–0.40% dari bobot hidup atau 2.5–4.0 g (Sturkie 2000). Meskipun tidak berbeda nyata, namun secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan bobot pankreas yang cenderung rendah dibandingkan dengan perlakuan lain setelah kontrol. Fungsi pankreas lebih banyak menghasilkan enzim lipase untuk terlibat dalam hidrolisa lemak yang mengakibatkan bobot dari pankreas menurun (Tillman 1986). Szabo (2004) dalam penelitiannya menambahkan ZnO (1 000, 2 500, 5 000 mg/kg ransum) pada ransum tikus dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan protease dalam pankreas maupun usus halus. Menurunnya bobot pankreas pada R3 mengindikasikan bahwa enzim lipase pankreas membantu garam empedu dalam mengemulsi lemak pakan. Tillman (1986) menyatakan bahwa enzim lipase pankreas membantu garam empedu dalam mengemulsi lemak berbentuk globuleglobule besar dan menghidrolisa lemak trigliserida menjadi monogliserida, asamasam lemak dan gliserol sehingga lemak tersebut lebih mudah diabsorbsi oleh vili-vili dalam usus halus. Serbuk kunyit memiliki aktifitas kolagoga dari kurkuminoid yang berfungsi meningkatkan produksi dan sekresi asam empedu yang dilepaskan ke duodenum dan mengaktifkan enzim pemecah lemak sehingga penyerapan lemak berkurang (Purseglove et al. 1981). Rataan persentase bobot limpa hasil penelitian berkisar 0.17–0.29% dari bobot hidup. Rataan limpa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Persentase bobot limpa ayam normal berkisar antara 0.18−0.23% dari bobot hidup. Secara numerik bobot limpa terendah pada perlakuan R3 (serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) yaitu 0.17±0.04%. Salah satu fungsi limpa yaitu mengumpulkan sel peka antigen sehingga dapat meningkatkan kekebalan pada ternak. Tizard (1994) melaporkan bahwa limpa responsif terhadap stimulasi antigen dengan demikian kurang berkembang pada hewan yang bebas hama
66 sehingga bobot limpa yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Fungsi zat aktif protochatechuic acid pada kunyit salah satunya adalah merangsang daya tahan tubuh dan zat aktif ukanon A, B, C dan D yang berfungsi merangsang daya tahan, stamina dan kekebalan tubuh. Mineral zink juga dilaporkan mempunyai fungsi meningkatkan sistem kekebalan (Desmukh 2001). Kombinasi serbuk kunyit dan mineral zink yang menurunkan persentase bobot limpa diduga fungsi zat aktif yang terkandung pada kedua bahan tersebut bekerja secara sinergis. Rataan persentase bobot empedu juga tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Rataan persentase bobot empedu berkisar 0.08–0.11% dari bobot hidup. Secara statistik walaupun tidak berbeda nyata tetapi secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan rataan yang paling rendah yaitu 0.08±0.01%. Perlakuan R1 (serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) dan R4 (serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan nilai rataan yang hampir sama 0.09±0.04% dan 0.08±0.05%. Kunyit memiliki efek farmakologis melancarkan darah dan vital energi, antiradang (anti-inflamasi), antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembab (astringent). Rukmana (2004) mengemukakan bahwa kunyit juga berkhasiat peluruh empedu (kolagoga), penawar racun (antidota), penguat lambung dan penambah nafsu makan. Rataan persentase bobot ginjal tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Rataan persentase bobot ginjal berkisar 0.69–0.87% dari bobot hidup. Secara statistik walaupun tidak berbeda nyata tetapi secara numerik perlakuan R3 memperlihat rataan yang paling rendah (0.69±0.04%). Mineral zink yang bekerja pada R3 terutama sebagai kofaktor lebih dari 100 enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi dan sintesis protein sintesis asam nukleat, biosintesis heme, transpor CO2, replikasi DNA, transkripsi RNA, pertumbuhan dan aktivasi sel. Semua perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan (P<0.05) terhadap rataan persentase bobot usus ayam broiler hasil penelitian. Bobot usus terendah diperoleh pada perlakuan R0 (kontrol) yaitu 2.82±0.12%, sedangkan yang terberat pada perlakuan R1 (3.46±0.23%). Perlakuan R0 nyata lebih rendah (P<0.05)
67 dibandingkan perlakuan R1, selanjutnya R1 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan R3 dan R4. Perlakuan R0 (kontrol) usus lebih mudah menyerap zat-zat makanan sehingga usus bekerja lebih ringan dalam penyerapan dibandingkan perlakuan dengan penambahan kedua herbal (R1). Beratnya usus mengindikasikan bahwa usus bekerja lebih berat dalam mengabsorbsi zat-zat makanan. 3.46±0.23 2.82±0.12
3.12±0.34
2.93±0.25
3.09±0.19
Gambar 17 Persentase bobot usus broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari. Perlakuan R3 yang ditambah serbuk kunyit dan mineral zink memperlihatkan persentase bobot usus yaitu 2.93±0.25%, lebih rendah dibandingkan perlakuan R4 yaitu 3.09±0.19%. Penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink pada perlakuan R4 mengakibatkan usus bekerja lebih berat untuk dapat menyerap serbuk bawang putih dan serbuk kunyit. Penyerapan zink terjadi di duodenum, ileum dan yeyunum dan hanya sedikit terjadi di kolon ataupun lambung, absorbsi terbesar di ileum. Penyerapan mineral zink sekitar 30–60% dipengaruhi oleh jumlah dan imbangan mineral lain serta susunan ransum dan bentuk kimia mineral zink (Underwood 1971). Mengingat adanya berbagai interaksi selama pengangkutan melalui sel usus, maka kemungkinan status mineral zink turut mengatur besarnya penyerapan, melalui perubahan kadar metallotionin. Induksi metallotionin merupakan salah satu faktor pengatur penyerapan mineral zink dalam usus. Semua perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan (P<0.05) terhadap rataan persentase bobot seka. Perlakuan R4 (0.47±0.06%) sangat nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding R3 (0.33±0.04%), R2 (0.38±0.05%) dan R0 (0.34±0.03%),
68 dan perlakuan R1 (0.42±0.03%) juga sangat nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding perlakuan R0 (0.34±0.03%) dan perlakuan R3 (0.33±0.04%). Gambar 19 memperlihatkan perlakuan R4 bobot seka terlihat lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain. Menurut Zubair et al. (1996) bahwa seka mempunyai fungsi yang beragam diantaranya mendegradasi serat (selulosa) dengan bantuan mikroorganisme,
sintesis
vitamin
dengan
bantuan
mikroorganisme
dan
meningkatkan respon imunologi broiler yang mengakibatkan meningkatnya bobot organ tersebut. Perlakuan R4 dengan penambahan serbuk bawang putih dan serbuk kunyit menambah kadar serat kasar ransum perlakuan dibanding perlakuan yang hanya dengan penambahan satu jenis herbal saja, dan juga perlakuan R0 (kontrol) yang tanpa penambahan herbal memperlihatkan persentase bobot seka lebih rendah. Perlakuan R4 yang terdiri dari kombinasi dua herbal dengan sumbangan kadar serat kasar yang cukup tinggi dari kedua herbal tersebut memperlihatkan bobot seka lebih tinggi dibanding perlakuan R2, R3 yang hanya terdiri dari satu jenis herbal saja dan R0 yang tanpa penambahan herbal. Kadar serat kasar perlakuan R4 sebesar 2.08% lebih tinggi dibanding pada perlakuan R2 (1.96%), R3 (2.04%) dan perlakuan R0 (1.93%), juga kadar serat kasar perlakuan R1 (2.08%) lebih tinggi dibanding R0 (1.93%) dan R3 (2.04%).
0.42±0.03 0.34±0.03
0.47±0.06 0.38±0.05 0.33±0.04
Gambar 18 Persentase bobot seka broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari.
69
Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Status Kesehatan Ayam Broiler Status kesehatan pada ayam broiler dapat dilihat dari perubahan pada gambaran darah. Kadar eritrosit, hemoglobin dan hematokrit broiler yang diberi penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Eritrosit, hemoglobin dan hematokrit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Perlakuan
Peubah 6
Eritrosit (10 /mm) Hemoglobin (g%) Hematokrit (%)
R0
R1
R2
R3
R4
2.19 ±0.69 6.90 ±0.32 20.25 ±1.85
2.41 ±0.41 7.40 ±1.05 23.44 ±3.71
2.76 ±0.71 7.30 ±1.21 25.25 ±2.26
2.28 ±0.51 7.30 ±0.60 25.31 ±4.86
2.26 ±0.24 7.05 ±0.68 25.25 ±3.57
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Eritrosit Hasil penelitian memperlihatkan jumlah eritrosit tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0.05), dengan rataan masing-masing kelompok perlakuan secara berurutan R0, R1, R2, R3, dan R4 adalah 2.19±0.68x106, 2.41±0.41x106, 2.76±0.71x106, 2.28±0.51x106, 2.26±0.24x106. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya perubahan tetapi secara numerik jumlah eritrosit masih berada pada kisaran jumlah eritrosit normal. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) mengatakan bahwa jumlah eritrosit berkisar antara 2.00–3.20x106/mm. Rata-rata jumlah eritrosit pada semua perlakuan memperlihatkan jumlah eritrosit lebih tinggi dibandingkan jumlah eritrosit kontrol (R0) yang tanpa penambahan herbal dan mineral zink. Jumlah eritrosit tertinggi terlihat pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm) yaitu 2.76±0.71x106/mm.
70 Rendahnya jumlah eritrosit pada R0 (kontrol) diduga karena tanpa penambahan mineral zink pada ransum, dimana keberadaan atau peran dari enzim carbonic anhidrase yang terdapat pada membran sel yang berfungsi menjaga permeabilitas dan integritas sel yang sangat tergantung pada keberadaan mineral zink. Enzim carbonic anhidrase pada sel eritrosit berfungsi dalam mengatur bikarbonat, dan menetralkan hasil metabolisme terutama kadar CO2. Lancarnya ekskresi metabolit diharapkan masa hidup dan fungsi sel lebih baik. Underwood (1971) melaporkan bahwa sebagian besar mineral zink dijumpai dalam pembuluh darah terutama pada eritrosit, mengandung 1 mg zink /10 juta sel, lebih dari 85% sebagai carbonik anhidrase dan kira-kira 5% sebagai cuper zink superoksida dismustase (CuZnSOD), oleh karena itu beberapa enzim yang terdapat pada eritrosit membutuhkan sejumlah zink. Zink dibutuhkan di dalam darah (whoole blood) sekitar 80%, terutama pada sel darah merah untuk aktivitas enzim carbonic anhidrase (Widhyari 2005). 2.76±0.71 2.19±0.68
2.41±0.41
2.28±0.51
2.26±0.24
Gambar 19 Jumlah eritrosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Hemoglobin Hasil penelitian memperlihatkan kadar hemoglobin tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0.05), dengan rataan masing-masing kelompok perlakuan secara berurutan R0 (6.90±0.32 g%), R1 (7.40±1.05 g%), R2 (7.30±1.21 g%), R3 (7.30±0.60 g%) dan R4 (7.05±0.68 g%). Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) mengatakan bahwa kadar hemoglobin normal
71 berkisar antara 7.30–10.90 g% dan Zinkl (1986) berkisar 7–13 g/dl. Perlakuan dengan pemberian kombinasi herbal dan mineral zink baik pada R1, R2, R3 dan R4 memperlihatkan kadar hemoglobin cenderung lebih tinggi dibanding kadar hemoglobin kontrol (R0), dan memiliki kadar hemoglobin normal. Sintesis hemoglobin dipengaruhi oleh keberadaan zat gizi dalam pakan, seperti keberadaan Fe dan protein. Perlakuan R0 (kontrol) yang tanpa pemberian herbal dan mineral zink terlihat memiliki kadar hemoglobin dibawah rataan standar. Kandungan Fe yang cukup tinggi pada serbuk kunyit dan serbuk bawang putih diduga dapat membantu peningkatan penyerapan jumlah Fe. Serbuk kunyit dan serbuk bawang putih memiliki kandungan Fe sebesar 3.30 mg/100 g dan 1.4–1.5 mg/100 g (Purseglove et al. 1981). Kandungan zat besi ini diabsorbsi dari lumen usus dan akan berikatan langsung dengan sejenis protein yang disebut apotransferin yang membawa Fe tersebut menuju hati untuk digunakan dalam pembentukan hemoglobin. 7.40±1.05.
7.30±1.21 7.30±0.60 7.05±0.68
6.90±0.32
Gambar 20 Kadar hemoglobin ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Perlakuan R2, R3 dan R4 dengan penambahan masing-masing mineral zink 120 ppm memperlihatkan kadar hemoglobin yang agak rendah dibanding perlakuan R1 yang tanpa penambahan mineral zink tetapi memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi diantara semua perlakuan masih berada dalam kisaran nilai hemoglobin normal. Menurut Piliang (2006b) bahwa bila di dalam makanan mengandung beragam mineral seperti cobalt, zink, tembaga, cadmium dan mangan maka penyerapan besi akan terganggu. Disamping itu suplementasi zink dapat memperbaiki metabolisme terutama protein sehingga pemanfaatan
72 nutrisi dapat lebih efisien. Nutrisi yang baik tercermin dengan meningkatnya kadar hemoglobin. Hemoglobin berada di dalam eritrosit, berfungsi didalam membawa oksigen ke jaringan dan mengekskresikan CO2 dari jaringan (Cunningham 2000). Meningkatnya kadar hemoglobin menyebabkan kemampuan membawa oksigen ke dalam jaringan lebih baik, dan ekskresi CO2 lebih efisien sehingga keadaan dan fungsi sel akan lebih baik.
Hematokrit Hasil penelitian memperlihatkan kadar hematokrit tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0.05), dengan rataan masing-masing kelompok perlakuan secara berurutan R0 (20.25±1.85%), R1 (23.44±3.71%), R2 (25.25±2.26%), R3 (25.31±4.86%), dan R4 (25.25±3.57%). Nilai hematokrit hasil penelitian ini memperlihatkan semua perlakuan mempunyai nilai hematokrit yang tinggi dibanding perlakuan normal. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) mengatakan bahwa kadar hemoglobin normal berkisar antara 24–43%.
23.44±3.71
25.25±2.26 25.31±4.86 25.25±3.58
20.25±1.85
Gambar 21 Kadar hematokrit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Hematokrit merupakan persentase sel eritrosit dari total volume darah. Nilai hematokrit normal terlihat pada perlakuan yang diberi herbal ditambah mineral zink. Diduga dengan penambahan mineral zink dalam peran dari enzim carbonic anhidrase yang terdapat pada membran sel yang berfungsi menjaga permeabilitas dan integritas sel yang sangat tergantung pada keberadaan mineral zink. Nilai
73 hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson 1992). Semakin besar persentase sel dalam darah artinya semakin besar hematokrit dan semakin banyak gesekan yang terjadi antara berbagai lapisan darah, gesekan ini menunjukkan viskositas karena itu viskositas darah meningkat hebat dengan meningkatnya hematokrit. Secara umum hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan serbuk kunyit 1.5%, serbuk bawang putih 2.5% dan mineral zink 120 ppm tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap jumlah eritrosit, hemoglobin dan hematokrit. Dönmez et al. (2002) melakukan penelitian dengan penambahan zink (0, 125, 500 dan 1 000 mg/kg) dalam ransum ayam broiler tidak memberikan perbedaan terhadap jumlah eritrosit, jumlah hemoglobin dan level hematokrit. Leukosit dan Diferensial Leukosit Sel-sel darah putih terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur dan dalam sitoplasma terdapat granula spesifik yang dinamakan heterofil. Agranulosit mempunyai inti dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik. Agranulosit dapat digolongkan sebagai monosit dan limfosit (Frandson 1992). Hasil pengamatan terhadap leukosit dan diferensial leukosit pada ayam broiler yang diberi penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.
74 Tabel 13 Rataan leukosit dan diferensial leukosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 43.9± 52.86± 42.69± 38.25± 41.53± 2.64 13.41 10.11 10.35 4. 93 58.00± 40.00± 62.50± 60.00± 55.50± 23.85 18.94 5.19 17.79 8.02 32.00± 53.50± 31.25± 31.75± 38.25± 23.17 19.02 8.73 20.84 9.07 6.50± 4.00± 5.50± 7.25± 5.50± 3.32 2.45 3.42 3.40 3.42 1.81± 1.59± 1.09± 0.97± 1.09± 0.99 0.77 0.26 0.29 0.26 0 00± 0 00± 0 00± 0 00± 0 00± 0 00 0 00 0 00 0 00 0 00 R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Kadar leukosit (x 10³/mm3) Heterofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Basofil (%) Keterangan :
Leukosit Fungsi dari sebagian besar leukosit adalah untuk ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan yang mengalami peradangan serius (Sturkie 1976). Jumlah leukosit ayam broiler penelitian tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P>0.05) diantara perlakuan. Secara statistik walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan tetapi secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan kadar leukosit yang cenderung lebih baik dan mendekati kisaran jumlah leukosit normal (38.25±10.35x10³/mm3) diantara perlakuan lainnya. Kadar leukosit hasil penelitian berkisar 38.25–52.86x10³/mm3. Sturkie (1976) menyatakan jumlah leukosit normal pada ayam umur 2–21 minggu sebesar 29 400/mm3, Swenson (1977) sebesar 20 000–30 000/mm3, dan 12 000–30 000/mm3 (Zinkl 1986). Jumlah total leukosit berfluktuasi pada setiap individu pada kondisi tertentu seperti stress, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Sturkie 1976). Perlakuan R1 memperlihatkan jumlah leukosit lebih tinggi dibanding perlakuan R0 (kontrol) dan pada perlakuan R2, R3 dan R4 atau jumlah leukosit berada diatas kisaran normal Terkadang peningkatan leukosit terjadi sangat ekstrim yang disebut dengan leukositosis. Leukositosis diperkirakan terjadi akibat proses peradangan atau infeksi. Jumlah leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer diatur secara ketat
75 dalam batas-batas tertentu, tetapi diubah sesuai dengan kebutuhan jika timbul proses peradangan (Price 1985).
52.86±13.41 43.9±2.64
42.69±10.11 38.25±10.35
41.53±4.93
Gambar 22 Jumlah total leukosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
Heterofil Heterofil
merupakan
sel-sel
matang
yang
dapat
menyerang
dan
menghancurkan bakteri dan virus, yang dapat ditemukan pula dalam sirkulasi darah. Pada saat stress dan terjadi inflamasi atau peradangan diketahui bahwa jumlah heterofil meningkat dengan cepat. Heterofil berasal dari sel-sel stem pada sumsum tulang belakang (Maxwell & Robertson 1998). Semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap persentase heterofil dan menunjukkan peningkatan persentase heterofil, yang menandakan terjadinya inflamasi akut. Bila dilihat dari besaran nilai maka terlihat nilai heterofil tertinggi pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) sebesar 62.50±5.19% dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Menurut Hodges (1997) menyatakan bahwa nilai heterofil umur 6 minggu berkisar 26% dan menurut Sturkie (1976) heterofil umur 5 minggu pada betina dan jantan dewasa adalah 20.9% dan 22.8%. Nilai heterofil perlakuan R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) yaitu 40.00±18.94%, mendekati nilai heterofil control yaitu 58.00±23.85%. Hal
76 ini diduga kandungan kurkumin pada serbuk kunyit yang berfungsi sebagai antiinflamasi. Heterofil memiliki fungsi sebagai jajaran pertama untuk sistem pertahanan tubuh yang langsung bereaksi apabila terdapat partikel-partikel asing yang masuk kedalam tubuh. Aksi heterofil ini diwujudkan dengan cara migrasi ke daerahdaerah yang sedang mengalami serangan oleh bakteri, menembus dinding pembuluh darah dan menyerang bakteri untuk dihancurkan (Frandson 1992). Tizard (1982) melaporkan bahwa heterofil memiliki sediaan cadangan energi yang terbatas, yang tidak dapat diisi kembali. Karena itu walaupun heterofil dapat sangat aktif segera setelah dilepas dari sumsum tulang, akan cepat menjadi lelah dan biasanya hanya mampu berbuat sejumlah terbatas peristiwa fagositosis. Heterofil dapat dianggap sebagai garis pertahanan pertama, bergerak cepat kearah bahan asing dan menghancurkannya segera, tetapi tidak mampu bertahan lama. 62.50±5.19
58.00±23.85
60.00±17.79
55.50±8.02
40.00±18.94
Gambar 23 Jumlah heterofil ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Hadi (1985) mengemukakan bahwa khasiat kurkumin sebagai anti inflamasi dapat dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi. Glukokortikoid
meningkatkan
jumlah
leukosit
polimorfonuklear
karena
mempercepat masuknya sel-sel tersebut dari sumsum tulang ke dalam darah dan
77 mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari sirkulasi (Ganiswara 1995). Kortisol yang dihasilkan selanjutnya akan bertindak sebagai imunosupresan. Akibat pelepasan kortisol sistem imun ayam akan ditekan. Penampakan hal tersebut terlihat dari penurunan persentase heterofil sebagai salah satu sistem kekebalan. Limfosit Limfosit secara normal merupakan bagian terbesar dari leukosit yang terdapat dalam aliran darah. Fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi dan sebagai efektor yang khusus merespon antigen yang diikat oleh makrofag (Tizard 1982). Tabel 13 memperlihatkan limfosit ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang nyata (P>0.05) diantara perlakuan. Bila dilihat dari besaran limfosit ayam broiler pada Tabel 13 maka terlihat persentase limfosit yang tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) sebesar 53.50±19.02% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai persentase limfosit yang tertinggi tersebut mengindikasikan adanya upaya ayam broiler untuk meningkatkan sistem kekebalan terhadap serangan penyakit maupun benda asing, sehingga serbuk kunyit dan serbuk bawang putih berperan merangsang produksi limfosit dalam jumlah banyak. Eurell dan Frappier (2006) mengatakan bahwa nilai limfosit sekitar 20–40% dari total leukosit. Nilai limfosit hasil penelitian berkisar 31.25±8.73–53.5±19.02%, nilai limfosit perlakuan yang diberi kombinasi herbal kunyit dan bawang putih lebih tinggi dibanding kontrol. 53.50±19.02
32.00±23.17
38.25±9.07 31.25±8.73 31.75±20.84
Gambar 24 Jumlah limfosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
78 Keusgen (2002); Amagase et al. (2001) menyatakan bahwa bawang putih mengandung komponen allisin yang berfungsi sebagai antibakteri. Allisin yang berasal dari ekstrak segar bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang luas cakupannya baik untuk bakteri gram negatif maupun gram positif. Hadi (1985) mengemukakan
bahwa
khasiat
kurkumin sebagai
anti
inflamasi
dapat
dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi.
Monosit Sel darah putih (leukosit) lain yang berkembang di dalam sumsum tulang adalah monosit. Sel ini berkembang dengan sangat cepat, kemudian pindah ke aliran darah sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam jaringan. Setelah masuk kedalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya menjadi besar sekali untuk menjadi makrofag jaringan (Guyton 1997). Jumlah monosit 3–8% dari total leukosit, dan jumlah absolut monosit sekitar 200–1 000 sel/μL (Eurell dan Frappier 2006). 7.25±3.40 6.50±3.32 5.50±3.42
5.50±3.42
4.00±2.45
Gambar 25 Jumlah monosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
79 Tabel 13 memperlihatkan secara analisis statistik nilai monosit dinyatakan tidak berbeda nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Nilai monosit hasil penelitian berada pada kisaran 4.00±2.45–7.75±3.40%. Perlakuan R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) menunjukkan nilai monosit yang paling rendah yaitu sebesar 4.00±2.45% dan perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) menunjukkan nilai monosit yang tertinggi yaiti sebesar 7.75±3.40%. Rendahnya nilai monosit pada R1 mengindikasikan zat aktif pada serbuk kunyit dan serbuk bawang putih dapat mencegah terjadinya infeksi. Eosinofil Eosinofil merupakan bagian dari leukosit yang berperan aktif dalam membantu mengatur tingkat keparahan alergi atau membunuh sejumlah parasit yang menginfeksi tubuh. Peningkatan jumlah eosinofil dapat dipengaruhi oleh infeksi cacing atau parasit sehingga dapat menggertak eosinofil (Eurell dan Frappier 2006). Menurut Tizard (1981) bahwa perbandingan eosinofil di antara leukosit bervariasi tergantung beban parasit pada hewan tetapi berkisar dari 2% pada anjing dan 10% pada sapi.
1.81±0.99 1.59±0.77 1.09±0.26
0.97±0.29
1.09±0.26
Gambar 26 Jumlah eosinofil ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
80 Tabel 13 memperlihatkan bahwa nilai eosinofil secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Nilai eosinofil pada perlakuan tanpa penambahan mineral zink memperlihatkan nilai eosinofil yang agak tinggi R0 (1.81±0.99%) dan R1 (1.59±0.77%). Sedangkan perlakuan dengan penambahan mineral zink terlihat nilai eosinofil agak rendah R2 (1.09±0.26%), R3 (0.97±0.29%) dan R4 (1.09±0.26%). Nilai eosinofil semua perlakuan masih berada pada kisaran normal, yang menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink tidak menunjukkan adanya infeksi oleh atau adanya alergi sehingga tidak menggertak jumlah eosinofil. Berdasarkan hasil penelitian, kunyit memiliki efek farmakologis melancarkan darah dan vital energi, antiradang (anti-inflamasi), antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembab (astringent), selain itu bawang putih mengandung minyak atsiri aliin dan alisin yang berkaitan dengan daya antibakteri (Amagase et al. 2001). Allisin yang berasal dari ekstrak segar bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang luas cakupannya baik untuk bakteri gram negatif maupun gram positif (Keusgen 2002). Basofil Basofil adalah sel mieloid yang jumlahnya paling sedikit di dalam darah hewan piara, berjumlah sekitar 0.5% dari leukosit darah. (Tizard 1981). Basofil merupakan bagian dari leukosit yang dapat melepaskan heparin ke dalam darah. Selain itu juga melepaskan histamin, yang berperan pada beberapa reaksi alergi (Sturkie 1976). Fungsi basofil pada unggas kurang diketahui tetapi pada manusia, basofil berfungsi sebagai respon awal terhadap infeksi (Maxwell & Robertson 1998). Tabel 12 memperlihatkan tidak diketemukannya jumlah basofil dalam penelitian. Basofil diketahui sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi yang disebabkan antibodi yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Tidak ditemukannya basofil menunjukkan jarangnya terjadi inflamasi dan reaksi alergi dalam tubuh terhadap benda asing. Mills dan Bone (2000) mengemukakan bahwa kurkumin yang terkandung dalam kurkuminoid bekerja sebagai anti inflamasi kronis dan akut. Kurkumin dapat menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran
81 phospolipid sehingga sekresi enzim 5 lipoksigenase dan siklooksigenase berkurang. Berkurangnya enzim-enzim ini menyebabkan produksi leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator peradangan juga berkurang (Mycek et al. 1997).
Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Kadar Zink dalam Serum Broiler Pemberian serbuk kunyit (1.5%), serbuk bawang putih (2.5%) dan mineral zink (120 ppm) dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap kandungan zink dalam serum ayam broiler. Penambahan ZnO dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kandungan zink dalam serum, dimana suplementasi mineral zink memperlihatkan perlakuan R2 (0.249±0.039 ppm), R3 (0.330±0.069 ppm) dan R4 (0.241±0.076 ppm) kadar zink cenderung lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa penambahan ZnO pada R0 (0.226±0.093 ppm) dan perlakuan R1 (0.217±0.071 ppm). Tabel 14 Kadar zink dalam serum ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
Peubah Kadar zink serum (ppm)
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
0.226± 0.093
0.217± 0.071
0.249± 0.039
0.331± 0.069
0.241± 0.076
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Suplementasi mineral zink (ZnO) pada konsentrasi yang sama yaitu sebanyak 120 ppm pada perlakuan R2, R3 dan R4 ternyata belum mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar zink dalam serum broiler, tetapi memperlihatkan kandungan zink dalam serum yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan R0 (kontrol) dan R1. Kecukupan konsentrasi mineral zink dalam serum pada broiler berkisar 1.45–3.4 ppm (Puschner et al. 1999). Hasil penelitian Ku et al. (1970) pada babi menyatakan bahwa Zn serum meningkat
82 (dari 26.3 μg/100 ml menjadi 48.8 μg/100 ml) dengan adanya peningkatan Zn dalam ransum dari 12 mg Zn/kg ransum menjadi 90 mg Zn/kg ransum. 0.331±0.07
0.226±0.09 0.217±0.07
0.249±0.04
0.241±0.08
Gambar 27 Kadar zink dalam serum ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Luas Permukaan Villi dan Luas Permukaan Mukosa Saluran cerna merupakan alat penghubung antara lingkungan internal dan eksternal dengan fungsi utamanya sebagai absorbsi zat-zat makanan. Yamauchi dan Isshiki (1991) menyatakan karakteristik morfologi saluran cerna terutama usus halus pada ayam, menentukan fungsi usus pada pertumbuhan ayam. Penelitian ini melakukan pengamatan secara morfometrik villi usus untuk menghitung luas permukaan usus per villi dan luas permukaan mukosa pada 1 mm villi. Luas permukaan villi dan luas permukaan mukosa dapat dilihat pada Tabel 15.
83
Tabel 15 Luas permukaan villi dan luas permukaan mukosa ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Perlakuan Peubah
R0
R1
R2
R3
R4
Luas permukan villi (mm2/villi) Luas permukaan mukosa (mm2/mm2)
4.01 ± 0.40 57.14± 8.44
4.52± 0.71 58.74± 15.58
4.44± 1.07 51.81± 17.57
4.64± 0.37 55.38± 15.41
3.93± 0.55 41.16± 9.29
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm).
Secara statistik pemberian serbuk kunyit dan serbuk bawang putih tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap luas permukaan villi. Walaupun secara statistik tidak memberikan pengaruh yang nyata tetapi secara numerik perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan luas permukaan villi yang cenderung lebih tinggi diantara semua perlakuan diikuti dengan standar deviasi yang lebih rendah. Luas permukaan villi tertinggi berturut-turut perlakuan R3 (4.64±0.37 mm2/villi), R1 (4.52±0.71 mm2/villi), R2 (4.44±1.07 mm2/villi), R0 (4.01±0.40 mm2/villi) dan R4 (3.93±0.55 mm2/villi). Perlakuan R1, R2, R3 memperlihatkan kecenderungan peningkatan luas permukaan villi lebih tinggi dibanding perlakuan R0 (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi herbal ditambahkan dengan mineral zink dapat memperbaiki absorbsi makanan. Iji et al. (2001) menyatakan bahwa penurunan luas permukaan villi akan membatasi penyerapan sari-sari makanan. Morfologi mukosa usus halus terdiri dari villi yang berfungsi memperluas area penyerapan zat nutrien. Pada permukaan villi terdapat mikrovilli sebagai penjuluran sitoplasma yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan. Semakin luas permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya absorbsi pada saluran cerna. Silva et al. (2007) menyatakan bahwa kerapatan dan ukuran villi dan mikrovilli pada usus halus menunjukkan hubungan dengan kapasitas absorbsi dari unggas. Juga Ferrer (1995) menyatakan bahwa tinggi villi dan kerapatan
84 mikrovilli merupakan pengukuran yang terbaik untuk menunjukkan perubahan absorbsi pada luas permukaan villi. Semua perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap luas permukaan mukosa. Penambahan mineral zink memperlihatkan luas permukaan mukosa mengalami penurunan dibandingkan dengan perlakuan yang tanpa penambahan mineral zink yaitu perlakuan R0 dan R1. Salah satu yang mempengaruhi kondisi usus halus broiler adalah pakan, jika pakan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik dan tidak mengandung toksin maka usus halus akan berada dalam kondisi yang cukup baik dan dapat melakukan tugasnya dalam mencerna dan menyerap makanan dengan baik. Namun jika pakan yang diberikan mengandung racun, maka kerusakan pada villi-villi usus akan terjadi secara keseluruhan, usus akan selalu merespon setiap pakan yang diberikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Performa Ayam Broiler Hasil pengamatan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum ayam broiler umur 5 minggu dengan pemberian serbuk bawang putih, kunyit dan mineral zink selama penelitian tercantum pada Tabel 8. Tabel 8 Konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah Konsumsi ransum kumulatif (g/ekor)
R0 2 795.35 ± 203.47
R1 2 719.85 ±144.36
Perlakuan R2 2 877.85 ± 161.32
R3 2 830.10 ± 159.95
R4 2 654.60 ± 112.45
Pertambahan bobot badan (g/ekor)
1 663.30 ± 51.01
1 488.00 ± 79.428
1 601.35 ± 95.76
1 555.90 ± 115.18
1 572.40 ± 49.34
1.68 ± 0.14
1.83 ± 0.09
1.79 ± 0.03
1.82 ± 0.10
1.69 ± 0.11
Konversi ransum
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Konsumsi Ransum Nilai konsumsi ransum sangat menentukan dalam analisis ekonomi pemeliharaan ayam broiler. Ransum yang dikonsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukan untuk hidup pokok, produksi dan pertumbuhan. Tabel 8 memperlihatkan secara keseluruhan bahwa perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 tidak mempengaruhi (P>0.05) konsumsi ransum. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink tidak memperbaiki dan juga tidak menurunkan konsumsi ransum ayam penelitian. Gambar 6 menunjukkan nilai konsumsi ransum tertinggi terlihat pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) yaitu 2 877.85 ± 161.32 g/ekor) dibandingkan dengan perlakuan lain, dan nilai konsumsi terendah pada perlakuan R4 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) yaitu 2 654.60 ± 112.45 g/ekor. Konsumsi tertinggi pada perlakuan R2 kemungkinan karena indera
48 penciuman unggas yang tidak berkembang sehingga walaupun ransum R2 yang baunya agak menyengat karena adanya serbuk bawang putih yang mengandung senyawa sulfur yang berbau khas, ayam tetap mengkonsumsi ransum dalam jumlah yang tinggi. Bawang putih yang telah mengalami pengolahan mengakibatkan perubahan alliin menjadi allisin oleh adanya enzim allinase (S-alkil-L-sistein liase). Disamping itu salah satu fungsi mineral zink yaitu sebagai penambah nafsu makan, sehingga dapat meningkatkan konsumsi ransum pada perlakuan R2. 2 877.85±161.32 2 830.10±159.95 2 795.35±3.47 2 719.85±144.36 2 654.60±112.45
Gambar 6 Konsumsi pakan kumulatif (g/ekor) ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Konsumsi pakan yang rendah pada perlakuan R4 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm) kemungkinan disebabkan oleh penurunan palatabilitas ransum. Hafez (1976) mengatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh palatabilitas. Penurunan palatabilitas ransum pada percobaan ini disebabkan rasa pahit dari serbuk kunyit sehingga ternak kurang suka untuk mengkonsumsi. Lidah unggas juga memiliki sistem perasa berupa gustative or taste buds untuk mengenali rasa makanannya. Sementara indra penciumannya (olfactory system) kurang berkembang. Penerimaan unggas terhadap makanan dipengaruhi oleh rasa, tekstur dan bau akibat yang dirasakan setelah makanan ditelan dan tingkah lakunya. Meskipun jumlah titik perasa lebih sedikit dibandingkan dengan hewan lainnya akan tetapi sensitivitasnya lebih tinggi (Amrullah 2003). Konsumsi kumulatif berdasarkan National Research
49 Council (NRC) 1994 untuk jantan betina (berbaur) menurut Amrullah (2003) untuk ayam broiler berumur 5 minggu adalah 2 402 g/ekor. Konsumsi kumulatif hasil penelitian ini masih lebih tinggi dibanding NRC. Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain strain, lingkungan atau tempat pemeliharaan. Wahju (1985) menyatakan banyaknya makanan yang dikonsumsi tergantung pada jenis ternaknya (strain), aktivitas, temperatur, lingkungan dan pertumbuhan maupun untuk mempertahanan produksi serta tingkat energi di dalam ransum.
Gambar 7 Konsumsi ransum mingguan ayam broiler penelitian sampai umur lima minggu Gambar 7 memperlihatkan rataan konsumsi broiler selama lima minggu pemeliharaan, dimana ransum perlakuan R2 menunjukkan peningkatan dari minggu I pemeliharaan hingga minggu V disusul ransum perlakuan R3. Konsumsi ransum meningkat sejalan dengan bertambahnya umur hingga akhir penelitian. Peningkatan konsumsi diperlukan sejalan dengan bertambahnya ukuran tubuh ayam sesuai pendapat North dan Bell (1990), konsumsi pakan mingguan akan meningkat seiring dengan kenaikan bobot tubuh. Menurut Scott et al. (1982), bahwa sebagian besar pakan yang dikonsumsi ayam digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pertumbuhan, jaringan tubuh dan melaksanakan aktivitas fisik.
50 Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain umur, bangsa, jenis kelamin, kecepatan pertumbuhan, kesehatan ternak serta kualitas dan kuantitas ransum (Rasyaf 1999). Pertambahan bobot badan tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P>0.05) diantara semua perlakuan (Tabel 8). Hal ini kemungkinan disebabkan kandungan zat-zat makanan yang tidak berbeda antara kontrol dengan perlakuan. Disamping itu bahan aktif yang ada pada kunyit dan bawang putih antara lain kurkuminoid, minyak atsiri dan allisin yang tidak mempengaruhi proses metabolisme yang merugikan pada ternak. Gambar 8 memperlihatkan pertambahan berat badan selama 5 minggu pemeliharaan.
1 663.30±51.01 1 601.35±95.76 1 555.90±115.18
1 572.40±49.34
1 488±1.83
Gambar 8 Pertambahan bobot badan (g/ekor) ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Secara statistik walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan tetapi secara numerik perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan kecenderungan nilai pertambahan bobot badan yang lebih tinggi diantara perlakuan R1, R3 dan R4 setelah perlakuan R0 (kontrol). Pertambahan bobot badan ini sejalan dengan nilai konsumsi ransum yang relatif tinggi pada perlakuan R2. Hasil yang ditunjukkan pada rataan pertambahan bobot badan perminggu (Gambar 9) terlihat meningkat seiring bertambahnya umur pemeliharaan. Menurut North dan Bell (1990) peningkatan
51 pertambahan bobot badan tidak terjadi secara seragam. Setiap minggunya pertumbuhan ayam mengalami peningkatan hingga mencapai pertumbuhan maksimal setelah itu mengalami penurunan. Jull (1979) menyatakan bahwa peningkatan yang terjadi pada ukuran tubuh akan membawa serta meningkatnya organ tubuh dalam jaringan struktural seperti tulang dan otot. Gambar 9 memperlihatkan pada minggu ke-1 sampai ke-3 (fase starter) rata-rata pertambahan bobot badan hampir sama pada setiap perlakuan. Hal ini terkait bahwa salah satu sifat herbal yaitu tidak langsung memberikan pengaruhnya, namun memerlukan waktu yang relatif lama untuk dapat bereaksi di dalam tubuh. Peningkatan bobot badan pada R2 minggu ke-5 meningkat lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu sebanyak 400 g/ekor. Perlakuan R2 dengan penambahan serbuk bawang putih dan mineral zink pada minggu ke-5 dapat memacu pertumbuhan lebih baik dibanding perlakuan lainnya, mengingat fungsi dari allisin yang terdapat pada bawang putih sebagai anti bakteri yang mampu meningkatkan aktivitas saluran pencernaan dengan cara meningkatkan relaksasi usus halus (Nugroho 1998) dan menghambat mikroorganisme yang merugikan pada saluran pencernaan. Meningkatnya relaksasi usus halus menyebabkan ingesta lebih lama tinggal di usus halus, sehingga penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih sempurna. Hal ini akan berpengaruh pada proses pembentukan daging dan percepatan pertumbuhan broiler. Disamping itu mineral zink juga berfungsi untuk mengatur kecepatan pertumbuhan, dimana mineral zink sebagai kofaktor pada enzim thymidine kinase pada proses fosforilasi deoxy-thymidine untuk penggabungan dengan DNA pada proses sintesis selain itu juga untuk perbanyakan sel-sel. Proses perbanyakan sel-sel (cell replication) diperlukan untuk pertumbuhan (Piliang 2007). Zhang et al. (2006) melaporkan bahwa pemberian mineral zink 120 mg/kg memberikan pertambahan bobot badan yang lebih baik pada broiler umur 1–49 hari. Pertambahan bobot badan pada perlakuan R2 minggu ke-5 terlihat lebih tinggi dibanding perlakuan lainnya seiring dengan meningkatnya rataan konsumsi pada minggu ke-5 yaitu 998.65 g/ekor yang menunjukkan bahwa senyawa aktif allisin bekerja secara sinergis dengan mineral zink pada fase finisher dalam memacu pertumbuhan.
52
Gambar 9 Pertambahan bobot badan mingguan ayam broiler sampai umur lima minggu Konversi ransum Konversi ransum merupakan perbandingan antar ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum, artinya semakin rendah angka konversi ransum, semakin tinggi nilai efisiensi ransum dan semakin ekonomis. Tabel 8 memperlihatkan bahwa nilai konversi ransum semua perlakuan cukup baik (1.68±0.14–1.83±0.11) dan tidak menunjukkan hasil yang signifikan diantara perlakuan (P>0.05). Nilai konversi ransum yang paling rendah pada perlakuan R0 (1.68 ± 0.14). Secara umum, data ini menunjukkan bahwa perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memberikan nilai konversi ransum yang cukup baik. Pertambahan bobot badan dan nilai konsumsi ransum yang tinggi pada perlakuan R2 tetapi memperlihatkan nilai konversi yang cukup rendah dengan standar deviasi yang lebih rendah yaitu 1.79 ± 0.03. Perlakuan R2 dengan penambahan serbuk bawang putih dan mineral zink diduga dapat memperlambat gerak peristaltik pada usus, sehingga dengan mengkonsumsi ransum agak tinggi dan diikuti penyerapan yang meningkat akan menghasilkan bobot badan yang tinggi dengan efisiensi ransum yang rendah. Keusgen (2002)
53 menyatakan bahwa bawang putih yang mengandung komponen allisin berfungsi sebagai antibakteri yang luas cakupannya baik terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Selain itu merupakan zat yang dapat disinyalir sebagai antimikroba, yang mampu membunuh mikroorganisme merugikan, sehingga populasi bakteri menguntungkan menjadi seimbang di dalam tubuh, dengan demikian proses penyerapan zat-zat makanan di dalam usus halus tidak terhambat dan akan lebih sempurna. Mineral zink didalam tubuh diperlukan sebagai kofaktor 100 enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat dan energi.
1.83±0.09
1.82±0.10 1.79±0.03
1.68±0.14
1.69±0.11
Gambar 10 Konversi ransum broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Amrullah (2004) menyebutkan bahwa konversi ransum yang baik berkisar antara 1.75–2.00. Semakin rendah angka konversi ransum berarti kualitas ransum semakin baik. Lebih lanjut dikatakan bahwa selain kualitas ransum, konversi ransum juga dipengaruhi oleh teknik pemberian pakan. Teknik pemberian pakan yang baik dapat menekan angka konversi pakan sehingga keuntungan banyak bertambah. Menurut Card dan Neisheim (1972) nilai konversi ransum yang tinggi menunjukkan jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan semakin meningkat dan efisiensi ransum semakin rendah. Hubungan antara penurunan nilai konversi ransum dengan peningkatan pertambahan bobot badan bila dianalisis lebih jauh dengan menggunakan analisis korelasi regresi sederhana maka akan membentuk garis regresi linier dengan persamaan Y = 3.010 – 0.004X, dimana X adalah pertambahan bobot badan dalam g/ekor dan Y adalah nilai konversi ransum, dengan sumbangan R2 (koefisien determinasi) sebesar 48.9%.
54 Artinya bahwa setiap kenaikan nilai konversi ransum akan menurunkan pertambahan bobot badan sebesar 0.004 g/ekor.
Gambar 11 Konversi ransum mingguan ayam broiler sampai umur lima minggu Hasil penelitian terhadap performa ayam broiler tidak memberikan pengaruh yang nyata dengan penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2005) dengan suplementasi 2.5% serbuk bawang putih yang diberikan pada ayam broiler umur 28 hari dan diinfeksi Salmonella typhimurium tidak memberikan pengaruh yang nyata pada performa broiler. Penelitian yang sama (Jaya 1997; Bintang & Nataamijaya 2003) dengan penambahan serbuk bawang putih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap performa broiler. Penelitian penggunaan serbuk kunyit (Rosalyn 2005; Dewi 2007) masing-masing sebanyak 0.6% dan 1–2% dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap performa broiler. Penelitian penambahan mineral zink (Kim & Patterson 2004; Emmert & Beker 1995) dalam bentuk ZnO sebanyak 1 500 dan 1 000 ppm dalam ransum ayam broiler tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan broiler, juga oleh Szabo (2004) penambahan ZnO (1 000, 2 500, 5 000 ppm) pada tikus tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan ransum.
55 Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Bobot Badan Akhir, Bobot Karkas, Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Setiap peternak ayam broiler menginginkan bobot badan akhir dan bobot karkas yang tinggi, disamping tidak lupa melihat ketebalan dari lemak rongga perut (abdominal). Bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal ayam broiler penelitian yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink tercantum pada Tabel 9. Tabel 9 Bobot badan akhir, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal broiler penelitian yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
akhir 1 920.75 ± 56.53
1 758.92 ± 82.69
1 765.67 ± 91.49
1 856.67 ± 31.77
1 719.59 ± 99.13
Bobot karkas (g)
1 214.25 ± 77.46
1 095.63 ± 126.11
1 125.89 ±17.97
1 231.25 ± 69.45
1 105.38 ± 134.51
Persentase karkas (%)
63.19 ± 2.89
62.19 ±5.24
63.89 ± 3.26
66.38 ± 1.97
64.11 ± 4.57
Lemak abdominal (%)
1.39 ± 0.17
1.78 ± 0.12
1.79 ± 0.39
1.65 ± 0.28
1.25 ± 0.45
Bobot badan (g/ekor)
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Bobot badan akhir Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa semua perlakuan tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap bobot badan akhir ayam broiler. Perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5 % + ZnO 120 ppm) memperlihatkan nilai bobot badan akhir yang lebih tinggi 1 856.67 ± 31.77 g/ekor dengan standar deviasi yang rendah diantara perlakuan R1, R2 dan R4. Tingginya bobot badan akhir dengan kombinasi serbuk kunyit dan mineral zink (R3) berkaitan fungsi salah satu kunyit sebagai penambah nafsu makan (Rukmana 2004; Darwis et al. 1991). Disamping itu mineral zink mempunyai fungsi adalah
56 sebagai pemacu pertumbuhan dan juga memperlancar proses metabolisme karbohidrat dan protein. Efek ini berhubungan positif dengan jumlah konsumsi ransum R3 yang cukup sebesar sekitar 2 830.10 ± 159.95 g/ekor diikuti dengan nilai konversi ransum yang tinggi yaitu 1.82 ± 0.10. Grafik bobot badan akhir dengan pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink dapat dilihat pada Gambar 12. 1 920.75 ±56.53
1 856.67 ±31.77 1 758.92±82.69
1 765.67±91.49 1 719.59 ±99.13
Gambar 12 Bobot badan akhir broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Bobot karkas dan persentase karkas Pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink seperti yang tertera pada Tabel 9 memperlihatkan pengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap bobot karkas dan persentase karkas. Nilai persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot hidup. Namun demikian nilai bobot karkas dan persentase karkas tertinggi dicapai oleh perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) sebesar 1 231.25 ± 69.45 g/ekor dan 66.38± 1.97%. Bobot karkas dan persentase karkas terendah diperoleh pada perlakuan R1 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%) yaitu sebesar 1 095.63 ± 126.11 g dan 62.19 ± 5.24%. Data ini mengindikasikan bahwa penambahan kombinasi serbuk kunyit dan mineral zink cenderung mengurangi pemanfaatan bahan makanan untuk pertumbuhan bulu, kaki dan kepala ayam dimana bagian tersebut dihilangkan untuk mendapatkan karkas. Hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (1987) bahwa produksi karkas erat
57 hubungannya dengan bobot hidup yaitu peningkatan bobot hidup akan diikuti oleh peningkatan bobot karkas. Hal lain yang mempengaruhi tingginya persentase karkas R3 adalah kandungan kurkuminoid yang dimiliki kunyit yang meningkatkan nafsu makan dan pada akhirnya akan meningkatkan bobot badan sekaligus bobot karkas. Mekanisme kurkumin dapat meningkatkan nafsu makan adalah bahwa kurkumin dapat mempercepat pengosongan isi lambung sehingga nafsu makan meningkat. Gambar 13 memperlihatkan persentase karkas pada setiap perlakuan. 66.38±1.97
63.89±3.26
63.19±2.89
64.11±4.57
62.19±5.24
Gambar 13 Persentase karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari. Lemak Abdominal Lemak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi selera konsumen terhadap ayam pedaging. Salah satu sifat daging ayam broiler adalah kandungan lemaknya yang tinggi dibandingkan dengan daging ayam kampung (Abubakar et al. 1998), dan umumnya masyarakat lebih menyukai daging ayam dengan kandungan lemak yang rendah untuk menghindari kolesterol tinggi. Salah satu dari beberapa bagian tubuh yang digunakan untuk menyimpan lemak pada ayam pedaging adalah bagian disekitar perut yang disebut lemak abdominal. Rataan persentase lemak abdominal ayam pedaging umur 5 minggu disajikan pada Tabel 9 dan pada Gambar 14. Tabel 9 memperlihatkan bahwa persentase lemak abdominal tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) antar perlakuan dengan pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink. Persentase lemak abdominal terendah diperoleh pada perlakuan R4 (Ransum
58 basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5 % + ZnO 120 ppm) yaitu 1.25± 0.45%. Rataan persentase lemak abdominal penelitian ini (1.25–1.79%) masih lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Bilgili et al. (1992), dimana persentase lemak abdominal ayam pedaging berkisar antara 2.6– 3.6% dan berkisar 1.40–2.60% dari bobot hidup (Leeson dan Summer 1980). Resnawati (2004) persentase lemak abdominal berkisar antara 1.50–2.11%. Hal ini antara lain disebabkan perbedaan strain dan kandungan nutrisi ransum. 1.78±0.12 1.79±0.39 1.39±0.17
1.65±0.28 1.25±0.45
Gambar 14 Persentase lemak abdominal broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Rendahnya persentase lemak abdominal pada perlakuan R4 berkaitan dengan rendahnya konsumsi dan konversi ransum pada R4 yaitu 1.69 ± 0.11 dan 2 654.60 ± 112.45 g/ekor. Menurut Amrullah (2003) bahwa kelebihan lemak ada hubungannya dengan buruknya konversi pakan karena diperlukan lebih banyak makanan untuk menghasilkan lemak dalam bobot yang sama dibandingkan dengan menghasilkan daging. Rendahnya persentase lemak abdominal pada R4 diduga kandungan bioaktif pada kedua herbal dan pada mineral zink yang berpotensi menurunkan kadar lemak abdominal. Hubungan antara kadar lemak abdominal dengan nilai konversi ransum ayam broiler lebih jauh dapat dilihat secara regresi linier dengan persamaan Y = 1.331 + 0.274X dengan koefisien determinasi (R2) = 82.9%. Artinya bahwa setiap peningkatan nilai konversi ransum akan meningkatkan lemak abdominal 0.274%.
59 Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Kolesterol Karkas dan Lemak Karkas Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas pada ayam broiler setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
Kolesterol karkas (mg/100 g)
52.44 ± 24.93
37.42 ± 28.46
29.34 ± 5.27
46.83 ± 13.42
39.96 ± 9.70
Kadar lemak karkas (%)
16.62 ± 6.82
15.54 ± 4.18
9.93 ± 6.69
13.10 ± 7.85
7.95 ± 2.09
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Tabel 10 memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan (P>0.05) pada pemberian herbal dan zink terhadap kadar kolesterol karkas. Walaupun secara statistik tidak terdapat perubahan yang signifikan, namun secara numerik memperlihatkan setiap perlakuan yang mendapat penambahan herbal dan mineral zink nilai kolesterol karkas berada dibawah kadar kolesterol kontrol (R0). Perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan kecenderungan penurunan kadar kolesterol karkas yang paling rendah diantara perlakuan yang mendapat penambahan herbal dan mineral zink yaitu 29.34 ± 5.27 mg/100 g, sedangkan yang tertinggi pada perlakuan yang tidak menerima penambahan serbuk kunyit, bawang putih dan mineral zink (kontrol) sebesar 52.44 ± 24.93 mg/100g. Nilai rataan perlakuan R2 memperlihatkan penurunan kadar kolesterol karkas ayam cukup tajam yaitu sebesar 23.01 mg/100g dari perlakuan kontrol. Penurunan kolesterol karkas pada perlakuan R2 yang cukup drastis dikarenakan pada penambahan serbuk bawang putih yang mengandung senyawa alisin. Sejauh ini hanya diketahui satu jenis senyawa dalam bawang putih yang mempunyai aktifitas farmakologi yaitu senyawa thiosulfinat dimana alisin sebagai kandungan utamanya (70%). Senyawa thiosulfinat dalam bawang putih terbentuk
60 karena aktivitas enzim alliinase terhadap alliin (asam amino yang mengandung atom sulfur). Asam amino ini sendiri tidak mempunyai aktivitas farmakologi, sehingga dapat dikatakan bahwa alliin adalah semacam prodrug allisin yang mampu menurunkan kadar kolesterol. Mekanisme penurunan kolesterol oleh allisin terjadi melalui penghambatan secara langsung aktivitas enzim HMG-CoA (3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A) reduktase oleh allisin. Penghambatan aktivitas enzim ini menyebabkan tidak terbentuknya mevalonat dari HMG-CoA, dimana mevalonat ini mestinya akan diubah menjadi skualen, lanosterol, dihidrolanosterol, D 8-dimetilsterol, 7dihidrokolesterol dan akhirnya menjadi kolesterol (Wahyuono 1999). Kombinasi antara komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada bawang putih dan mineral zink pada R2 bekerja secara sinergis yang diperkirakan dapat menurunkan kadar kolesterol karkas. Tabel 10 juga memperlihatkan semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap penurunan kadar lemak karkas ayam broiler. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya pengaruh tetapi secara numerik ada indikasi penurunan kadar lemak karkas. Mekanisme penurunan kolesterol karkas dan lemak karkas dijelaskan pada Gambar 16. Perlakuan tanpa penambahan herbal dan mineral zink (R0) kadar lemak karkas terlihat lebih tinggi dibanding perlakuan R1, R2, R3 dan R4 yaitu 16.62 ± 6.82%. Menurunnya kadar lemak karkas yang cukup drastis pada perlakuan R4 kemungkinan disebabkan berkurangnya konsumsi pada R4. Berkurangnya konsumsi pada perlakuan R4 dengan penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink diakibatkan oleh rasa pahit dan bau menyengat dari bahan tadi sehingga menurunkan palatabilitas ransum.
61
52.44±24.93
46.83±13.42 39.96±9.70
37.42±28.46 29.34±5.273 16.62±6.82
15.54±4.18
9.93±6.69
13.10±7.85
7.95±2.09
Gambar 15 Kadar kolesterol karkas dan lemak karkas broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari. Hubungan antara penurunan kadar kolesterol karkas dengan penurunan kadar lemak karkas bila dianalisis lebih jauh dengan mengunakan analisis korelasi regresi sederhana maka akan membentuk garis regresi linier dengan persamaan Y = 2.887 + 0.236 X, dimana X adalah kadar kolesterol karkas dalam mg/100 g sedangkan Y adalah kadar lemak karkas dalam %, dengan sumbangan R2 (koefisien determinasi) sebesar 32.6%. Artinya bahwa setiap penurunan 1 mg/100g kadar kolesterol karkas akan menyebabkan penurunan kadar lemak karkas sebesar 0.236%.
62
Acetyl-CoA malonyl-CoA Acetyl CoAcarboxylase
Fatty acids
HMG-CoA phosphorylation phosphorylation
Protein-kinase (depending on AMP↑)
HMG CoA reduktase Mevalonat
Allicin Diallyl disulphide ajoene squalene
cAMP ↑ allicin
lanosterol diallyl disulphide
14α-demethylase
∆ 8,24-dimethylserol
Allicin ajoene
dihydrolanosterol ∆24-reductase ∆ 8-dimethylsterol
desmosterol
7-dehydrocholesterol
cholesterol
Gambar 16 Efek pengaturan pada sintesis asam lemak dan kolesterol oleh kandungan bawang putih yang berbeda. Hambatan enzim ditandai oleh persilangan (Keusgen 2002).
63 Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Bobot Organ Dalam Ayam Broiler Kabir et al. (2004) mengatakan bahwa perhitungan bobot relatif suatu organ dilakukan untuk mengetahui fungsi suatu organ. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan organ dalam adalah hati, jantung, rempela, pankreas, limpa, empedu, ginjal, usus dan seka. Semua dikonversikan dalam persen dari bobot hidup dan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Persentase bobot organ dalam ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
Hati (%)
2.50 ±0.52
2.48 ± 0.43
2.24 ± 0.23
1.99 ± 0.18
2.64 ± 0.44
Jantung (%)
0.51 ± 0.01
0.53 ± 0.04
0.51 ± 0.05
0.46 ± 0.05
0.49 ± 0.02
Rempela (%)
1.29 ± 0.03
1.57 ± 0.19
1.33 ± 0.26
1.41 ± 0.15
1.54 ± 0.41
Pankreas (%)
0.24 ± 0.04
0.28 ± 0.04
0.26 ± 0.07
0.25 ± 0.04
0.26 ± 0.01
Limpa (%)
0.29 ± 0.05
0.28 ± 0.19
0.24 ± 0.01
0.17 ± 0.04
0.28 ± 0.11
Empedu (%)
0.11 ±0.05
0.09 ± 0.04
0.11 ±0.01
0.08 ± 0.01
0.08 ± 0.05
Ginjal (%)
0.71 ± 0.09
0.87 ± 0.10
0.75 ± 0.12
0.69 ± 0.04
0.76 ± 0.14
Usus (%)
2.82 ± 0.12cd
3.46 ± 0.23b
3.12 ± 0.34bc
2.93 ± 0.25c
3.09 ± 0.19ac
Seka (%)
0.34 ±0.03ab
0.42 ± 0.03cd
0.38 ± 0.05bc
0.33 ± 0.04ab
0.47 ± 0.06d
Keterangan :
Nilai superskrip yang berbeda pada baris yang sama dari masing-masing peubah, berbeda nyata (P<0.05). R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
64 Pada tabel 11 tampak bahwa dari beberapa kombinasi pemberian bawang putih, kunyit dan mineral zink dalam ransum sesuai perlakuan tidak mempengaruhi bobot relatif organ dalam. Berdasarkan bobot organ dalam yang diperoleh memperlihatkan bahwa bobot organ dalam tersebut masih sesuai dengan bobot hidupnya, tanpa dipengaruhi oleh adanya ransum perlakuan. Bobot organ dalam setiap perlakuan secara keseluruhan masih dalam batas bobot normal. Bobot organ-organ dalam tersebut dapat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan (Ressang 1984). Hati merupakan organ tubuh yang paling penting sebagai penyaring zat-zat makanan sebelum makanan tersebut dialirkan ke seluruh tubuh dan diserap kembali oleh darah, selain itu hati juga sebagai tempat cadangan glikogen, memproduksi cairan empedu dan menyaring zat yang bersifat racun. Rataan bobot hati berkisar (1.99–2.64%) dan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05), tetapi ada kecenderungan bobot hati perlakuan R3 lebih rendah dibanding dari semua perlakuan. Putnam (1991) persentase hati ayam berkisar antara 1.7−2.8% dari bobot hidup. Bobot hati hasil penelitian masih berada dalam kisaran bobot hati normal, namun secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan bobot hati yang agak rendah. Rendahnya bobot hati diduga karena pada R3 adanya zat senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang mempercepat kerja hati untuk mensekresikan cairan empedu, juga senyawa tersebut dapat melindungi hati secara bakteriosida dan bakteriostatik (Ressang 1984; Ganong 1983). Rataan persentase jantung juga tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Persentase bobot jantung hasil penelitian berkisar 0.45–0.53% dan juga masih berada dalam kisaran bobot jantung normal. Nickle et al. (1979) menyatakan bahwa ukuran jantung bervariasi diantara species unggas, tergantung ukuran tubuh. Bobot jantung rata-rata adalah 0.44% dari bobot hidup (Nabib 1987). Ressang (1984) menyatakan bahwa jantung mempunyai daya besar dalam menyesuaikan diri pada perubahan di dalam tubuhnya, besar jantung sangat dipengaruhi oleh jenis, umur, besar dan aktivitas hewan. Bobot rempela hasil penelitian juga tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0.05). Bobot rempela berkisar 1.29–1.57% dari bobot hidup dan berada dibawah kisaran, bobot rempela adalah 1.6 sampai 2.3% dari bobot hidup (Sturkie
65 2000). Rendahnya bobot rempela mengindikasikan bahwa kerja rempela tidak terlalu berat untuk dapat mencerna ransum yang diberikan pada semua perlakuan. Rempela dengan bobot yang lebih berat menandakan kerja rempela lebih berat untuk dapat mencerna bahan makanan yang diberikan (Sutardi 1997). Bobot pankreas hasil penelitian berkisar 0.24–0.28% dari bobot hidup, dan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05). Bobot pankreas ini masih berada pada kisaran normal sekitar 0.25–0.40% dari bobot hidup atau 2.5–4.0 g (Sturkie 2000). Meskipun tidak berbeda nyata, namun secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan bobot pankreas yang cenderung rendah dibandingkan dengan perlakuan lain setelah kontrol. Fungsi pankreas lebih banyak menghasilkan enzim lipase untuk terlibat dalam hidrolisa lemak yang mengakibatkan bobot dari pankreas menurun (Tillman 1986). Szabo (2004) dalam penelitiannya menambahkan ZnO (1 000, 2 500, 5 000 mg/kg ransum) pada ransum tikus dapat meningkatkan aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan protease dalam pankreas maupun usus halus. Menurunnya bobot pankreas pada R3 mengindikasikan bahwa enzim lipase pankreas membantu garam empedu dalam mengemulsi lemak pakan. Tillman (1986) menyatakan bahwa enzim lipase pankreas membantu garam empedu dalam mengemulsi lemak berbentuk globuleglobule besar dan menghidrolisa lemak trigliserida menjadi monogliserida, asamasam lemak dan gliserol sehingga lemak tersebut lebih mudah diabsorbsi oleh vili-vili dalam usus halus. Serbuk kunyit memiliki aktifitas kolagoga dari kurkuminoid yang berfungsi meningkatkan produksi dan sekresi asam empedu yang dilepaskan ke duodenum dan mengaktifkan enzim pemecah lemak sehingga penyerapan lemak berkurang (Purseglove et al. 1981). Rataan persentase bobot limpa hasil penelitian berkisar 0.17–0.29% dari bobot hidup. Rataan limpa tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Persentase bobot limpa ayam normal berkisar antara 0.18−0.23% dari bobot hidup. Secara numerik bobot limpa terendah pada perlakuan R3 (serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) yaitu 0.17±0.04%. Salah satu fungsi limpa yaitu mengumpulkan sel peka antigen sehingga dapat meningkatkan kekebalan pada ternak. Tizard (1994) melaporkan bahwa limpa responsif terhadap stimulasi antigen dengan demikian kurang berkembang pada hewan yang bebas hama
66 sehingga bobot limpa yang dihasilkan cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Fungsi zat aktif protochatechuic acid pada kunyit salah satunya adalah merangsang daya tahan tubuh dan zat aktif ukanon A, B, C dan D yang berfungsi merangsang daya tahan, stamina dan kekebalan tubuh. Mineral zink juga dilaporkan mempunyai fungsi meningkatkan sistem kekebalan (Desmukh 2001). Kombinasi serbuk kunyit dan mineral zink yang menurunkan persentase bobot limpa diduga fungsi zat aktif yang terkandung pada kedua bahan tersebut bekerja secara sinergis. Rataan persentase bobot empedu juga tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Rataan persentase bobot empedu berkisar 0.08–0.11% dari bobot hidup. Secara statistik walaupun tidak berbeda nyata tetapi secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan rataan yang paling rendah yaitu 0.08±0.01%. Perlakuan R1 (serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) dan R4 (serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan nilai rataan yang hampir sama 0.09±0.04% dan 0.08±0.05%. Kunyit memiliki efek farmakologis melancarkan darah dan vital energi, antiradang (anti-inflamasi), antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembab (astringent). Rukmana (2004) mengemukakan bahwa kunyit juga berkhasiat peluruh empedu (kolagoga), penawar racun (antidota), penguat lambung dan penambah nafsu makan. Rataan persentase bobot ginjal tidak memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Rataan persentase bobot ginjal berkisar 0.69–0.87% dari bobot hidup. Secara statistik walaupun tidak berbeda nyata tetapi secara numerik perlakuan R3 memperlihat rataan yang paling rendah (0.69±0.04%). Mineral zink yang bekerja pada R3 terutama sebagai kofaktor lebih dari 100 enzim yang berperan dalam metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi dan sintesis protein sintesis asam nukleat, biosintesis heme, transpor CO2, replikasi DNA, transkripsi RNA, pertumbuhan dan aktivasi sel. Semua perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan (P<0.05) terhadap rataan persentase bobot usus ayam broiler hasil penelitian. Bobot usus terendah diperoleh pada perlakuan R0 (kontrol) yaitu 2.82±0.12%, sedangkan yang terberat pada perlakuan R1 (3.46±0.23%). Perlakuan R0 nyata lebih rendah (P<0.05)
67 dibandingkan perlakuan R1, selanjutnya R1 nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan R3 dan R4. Perlakuan R0 (kontrol) usus lebih mudah menyerap zat-zat makanan sehingga usus bekerja lebih ringan dalam penyerapan dibandingkan perlakuan dengan penambahan kedua herbal (R1). Beratnya usus mengindikasikan bahwa usus bekerja lebih berat dalam mengabsorbsi zat-zat makanan. 3.46±0.23 2.82±0.12
3.12±0.34
2.93±0.25
3.09±0.19
Gambar 17 Persentase bobot usus broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari. Perlakuan R3 yang ditambah serbuk kunyit dan mineral zink memperlihatkan persentase bobot usus yaitu 2.93±0.25%, lebih rendah dibandingkan perlakuan R4 yaitu 3.09±0.19%. Penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink pada perlakuan R4 mengakibatkan usus bekerja lebih berat untuk dapat menyerap serbuk bawang putih dan serbuk kunyit. Penyerapan zink terjadi di duodenum, ileum dan yeyunum dan hanya sedikit terjadi di kolon ataupun lambung, absorbsi terbesar di ileum. Penyerapan mineral zink sekitar 30–60% dipengaruhi oleh jumlah dan imbangan mineral lain serta susunan ransum dan bentuk kimia mineral zink (Underwood 1971). Mengingat adanya berbagai interaksi selama pengangkutan melalui sel usus, maka kemungkinan status mineral zink turut mengatur besarnya penyerapan, melalui perubahan kadar metallotionin. Induksi metallotionin merupakan salah satu faktor pengatur penyerapan mineral zink dalam usus. Semua perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan (P<0.05) terhadap rataan persentase bobot seka. Perlakuan R4 (0.47±0.06%) sangat nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding R3 (0.33±0.04%), R2 (0.38±0.05%) dan R0 (0.34±0.03%),
68 dan perlakuan R1 (0.42±0.03%) juga sangat nyata (P<0.05) lebih tinggi dibanding perlakuan R0 (0.34±0.03%) dan perlakuan R3 (0.33±0.04%). Gambar 19 memperlihatkan perlakuan R4 bobot seka terlihat lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain. Menurut Zubair et al. (1996) bahwa seka mempunyai fungsi yang beragam diantaranya mendegradasi serat (selulosa) dengan bantuan mikroorganisme,
sintesis
vitamin
dengan
bantuan
mikroorganisme
dan
meningkatkan respon imunologi broiler yang mengakibatkan meningkatnya bobot organ tersebut. Perlakuan R4 dengan penambahan serbuk bawang putih dan serbuk kunyit menambah kadar serat kasar ransum perlakuan dibanding perlakuan yang hanya dengan penambahan satu jenis herbal saja, dan juga perlakuan R0 (kontrol) yang tanpa penambahan herbal memperlihatkan persentase bobot seka lebih rendah. Perlakuan R4 yang terdiri dari kombinasi dua herbal dengan sumbangan kadar serat kasar yang cukup tinggi dari kedua herbal tersebut memperlihatkan bobot seka lebih tinggi dibanding perlakuan R2, R3 yang hanya terdiri dari satu jenis herbal saja dan R0 yang tanpa penambahan herbal. Kadar serat kasar perlakuan R4 sebesar 2.08% lebih tinggi dibanding pada perlakuan R2 (1.96%), R3 (2.04%) dan perlakuan R0 (1.93%), juga kadar serat kasar perlakuan R1 (2.08%) lebih tinggi dibanding R0 (1.93%) dan R3 (2.04%).
0.42±0.03 0.34±0.03
0.47±0.06 0.38±0.05 0.33±0.04
Gambar 18 Persentase bobot seka broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari.
69
Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Status Kesehatan Ayam Broiler Status kesehatan pada ayam broiler dapat dilihat dari perubahan pada gambaran darah. Kadar eritrosit, hemoglobin dan hematokrit broiler yang diberi penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Eritrosit, hemoglobin dan hematokrit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Perlakuan
Peubah 6
Eritrosit (10 /mm) Hemoglobin (g%) Hematokrit (%)
R0
R1
R2
R3
R4
2.19 ±0.69 6.90 ±0.32 20.25 ±1.85
2.41 ±0.41 7.40 ±1.05 23.44 ±3.71
2.76 ±0.71 7.30 ±1.21 25.25 ±2.26
2.28 ±0.51 7.30 ±0.60 25.31 ±4.86
2.26 ±0.24 7.05 ±0.68 25.25 ±3.57
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Eritrosit Hasil penelitian memperlihatkan jumlah eritrosit tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0.05), dengan rataan masing-masing kelompok perlakuan secara berurutan R0, R1, R2, R3, dan R4 adalah 2.19±0.68x106, 2.41±0.41x106, 2.76±0.71x106, 2.28±0.51x106, 2.26±0.24x106. Walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya perubahan tetapi secara numerik jumlah eritrosit masih berada pada kisaran jumlah eritrosit normal. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) mengatakan bahwa jumlah eritrosit berkisar antara 2.00–3.20x106/mm. Rata-rata jumlah eritrosit pada semua perlakuan memperlihatkan jumlah eritrosit lebih tinggi dibandingkan jumlah eritrosit kontrol (R0) yang tanpa penambahan herbal dan mineral zink. Jumlah eritrosit tertinggi terlihat pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm) yaitu 2.76±0.71x106/mm.
70 Rendahnya jumlah eritrosit pada R0 (kontrol) diduga karena tanpa penambahan mineral zink pada ransum, dimana keberadaan atau peran dari enzim carbonic anhidrase yang terdapat pada membran sel yang berfungsi menjaga permeabilitas dan integritas sel yang sangat tergantung pada keberadaan mineral zink. Enzim carbonic anhidrase pada sel eritrosit berfungsi dalam mengatur bikarbonat, dan menetralkan hasil metabolisme terutama kadar CO2. Lancarnya ekskresi metabolit diharapkan masa hidup dan fungsi sel lebih baik. Underwood (1971) melaporkan bahwa sebagian besar mineral zink dijumpai dalam pembuluh darah terutama pada eritrosit, mengandung 1 mg zink /10 juta sel, lebih dari 85% sebagai carbonik anhidrase dan kira-kira 5% sebagai cuper zink superoksida dismustase (CuZnSOD), oleh karena itu beberapa enzim yang terdapat pada eritrosit membutuhkan sejumlah zink. Zink dibutuhkan di dalam darah (whoole blood) sekitar 80%, terutama pada sel darah merah untuk aktivitas enzim carbonic anhidrase (Widhyari 2005). 2.76±0.71 2.19±0.68
2.41±0.41
2.28±0.51
2.26±0.24
Gambar 19 Jumlah eritrosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Hemoglobin Hasil penelitian memperlihatkan kadar hemoglobin tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0.05), dengan rataan masing-masing kelompok perlakuan secara berurutan R0 (6.90±0.32 g%), R1 (7.40±1.05 g%), R2 (7.30±1.21 g%), R3 (7.30±0.60 g%) dan R4 (7.05±0.68 g%). Menurut Mangkoewidjojo dan Smith (1988) mengatakan bahwa kadar hemoglobin normal
71 berkisar antara 7.30–10.90 g% dan Zinkl (1986) berkisar 7–13 g/dl. Perlakuan dengan pemberian kombinasi herbal dan mineral zink baik pada R1, R2, R3 dan R4 memperlihatkan kadar hemoglobin cenderung lebih tinggi dibanding kadar hemoglobin kontrol (R0), dan memiliki kadar hemoglobin normal. Sintesis hemoglobin dipengaruhi oleh keberadaan zat gizi dalam pakan, seperti keberadaan Fe dan protein. Perlakuan R0 (kontrol) yang tanpa pemberian herbal dan mineral zink terlihat memiliki kadar hemoglobin dibawah rataan standar. Kandungan Fe yang cukup tinggi pada serbuk kunyit dan serbuk bawang putih diduga dapat membantu peningkatan penyerapan jumlah Fe. Serbuk kunyit dan serbuk bawang putih memiliki kandungan Fe sebesar 3.30 mg/100 g dan 1.4–1.5 mg/100 g (Purseglove et al. 1981). Kandungan zat besi ini diabsorbsi dari lumen usus dan akan berikatan langsung dengan sejenis protein yang disebut apotransferin yang membawa Fe tersebut menuju hati untuk digunakan dalam pembentukan hemoglobin. 7.40±1.05.
7.30±1.21 7.30±0.60 7.05±0.68
6.90±0.32
Gambar 20 Kadar hemoglobin ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Perlakuan R2, R3 dan R4 dengan penambahan masing-masing mineral zink 120 ppm memperlihatkan kadar hemoglobin yang agak rendah dibanding perlakuan R1 yang tanpa penambahan mineral zink tetapi memiliki kadar hemoglobin yang lebih tinggi diantara semua perlakuan masih berada dalam kisaran nilai hemoglobin normal. Menurut Piliang (2006b) bahwa bila di dalam makanan mengandung beragam mineral seperti cobalt, zink, tembaga, cadmium dan mangan maka penyerapan besi akan terganggu. Disamping itu suplementasi zink dapat memperbaiki metabolisme terutama protein sehingga pemanfaatan
72 nutrisi dapat lebih efisien. Nutrisi yang baik tercermin dengan meningkatnya kadar hemoglobin. Hemoglobin berada di dalam eritrosit, berfungsi didalam membawa oksigen ke jaringan dan mengekskresikan CO2 dari jaringan (Cunningham 2000). Meningkatnya kadar hemoglobin menyebabkan kemampuan membawa oksigen ke dalam jaringan lebih baik, dan ekskresi CO2 lebih efisien sehingga keadaan dan fungsi sel akan lebih baik.
Hematokrit Hasil penelitian memperlihatkan kadar hematokrit tidak berbeda secara signifikan antar kelompok perlakuan (P>0.05), dengan rataan masing-masing kelompok perlakuan secara berurutan R0 (20.25±1.85%), R1 (23.44±3.71%), R2 (25.25±2.26%), R3 (25.31±4.86%), dan R4 (25.25±3.57%). Nilai hematokrit hasil penelitian ini memperlihatkan semua perlakuan mempunyai nilai hematokrit yang tinggi dibanding perlakuan normal. Mangkoewidjojo dan Smith (1988) mengatakan bahwa kadar hemoglobin normal berkisar antara 24–43%.
23.44±3.71
25.25±2.26 25.31±4.86 25.25±3.58
20.25±1.85
Gambar 21 Kadar hematokrit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Hematokrit merupakan persentase sel eritrosit dari total volume darah. Nilai hematokrit normal terlihat pada perlakuan yang diberi herbal ditambah mineral zink. Diduga dengan penambahan mineral zink dalam peran dari enzim carbonic anhidrase yang terdapat pada membran sel yang berfungsi menjaga permeabilitas dan integritas sel yang sangat tergantung pada keberadaan mineral zink. Nilai
73 hematokrit biasanya dianggap sama manfaatnya dengan hitungan sel darah merah total (Frandson 1992). Semakin besar persentase sel dalam darah artinya semakin besar hematokrit dan semakin banyak gesekan yang terjadi antara berbagai lapisan darah, gesekan ini menunjukkan viskositas karena itu viskositas darah meningkat hebat dengan meningkatnya hematokrit. Secara umum hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan serbuk kunyit 1.5%, serbuk bawang putih 2.5% dan mineral zink 120 ppm tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap jumlah eritrosit, hemoglobin dan hematokrit. Dönmez et al. (2002) melakukan penelitian dengan penambahan zink (0, 125, 500 dan 1 000 mg/kg) dalam ransum ayam broiler tidak memberikan perbedaan terhadap jumlah eritrosit, jumlah hemoglobin dan level hematokrit. Leukosit dan Diferensial Leukosit Sel-sel darah putih terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mempunyai bentuk inti tidak teratur dan dalam sitoplasma terdapat granula spesifik yang dinamakan heterofil. Agranulosit mempunyai inti dengan bentuk teratur, sitoplasma tidak mempunyai granula spesifik. Agranulosit dapat digolongkan sebagai monosit dan limfosit (Frandson 1992). Hasil pengamatan terhadap leukosit dan diferensial leukosit pada ayam broiler yang diberi penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.
74 Tabel 13 Rataan leukosit dan diferensial leukosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Peubah
Perlakuan
R0 R1 R2 R3 R4 43.9± 52.86± 42.69± 38.25± 41.53± 2.64 13.41 10.11 10.35 4. 93 58.00± 40.00± 62.50± 60.00± 55.50± 23.85 18.94 5.19 17.79 8.02 32.00± 53.50± 31.25± 31.75± 38.25± 23.17 19.02 8.73 20.84 9.07 6.50± 4.00± 5.50± 7.25± 5.50± 3.32 2.45 3.42 3.40 3.42 1.81± 1.59± 1.09± 0.97± 1.09± 0.99 0.77 0.26 0.29 0.26 0 00± 0 00± 0 00± 0 00± 0 00± 0 00 0 00 0 00 0 00 0 00 R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Kadar leukosit (x 10³/mm3) Heterofil (%) Limfosit (%) Monosit (%) Eosinofil (%) Basofil (%) Keterangan :
Leukosit Fungsi dari sebagian besar leukosit adalah untuk ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan yang mengalami peradangan serius (Sturkie 1976). Jumlah leukosit ayam broiler penelitian tidak menunjukkan hasil yang signifikan (P>0.05) diantara perlakuan. Secara statistik walaupun tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan tetapi secara numerik perlakuan R3 memperlihatkan kadar leukosit yang cenderung lebih baik dan mendekati kisaran jumlah leukosit normal (38.25±10.35x10³/mm3) diantara perlakuan lainnya. Kadar leukosit hasil penelitian berkisar 38.25–52.86x10³/mm3. Sturkie (1976) menyatakan jumlah leukosit normal pada ayam umur 2–21 minggu sebesar 29 400/mm3, Swenson (1977) sebesar 20 000–30 000/mm3, dan 12 000–30 000/mm3 (Zinkl 1986). Jumlah total leukosit berfluktuasi pada setiap individu pada kondisi tertentu seperti stress, aktivitas fisiologis, gizi dan umur (Sturkie 1976). Perlakuan R1 memperlihatkan jumlah leukosit lebih tinggi dibanding perlakuan R0 (kontrol) dan pada perlakuan R2, R3 dan R4 atau jumlah leukosit berada diatas kisaran normal Terkadang peningkatan leukosit terjadi sangat ekstrim yang disebut dengan leukositosis. Leukositosis diperkirakan terjadi akibat proses peradangan atau infeksi. Jumlah leukosit yang bersirkulasi dalam darah perifer diatur secara ketat
75 dalam batas-batas tertentu, tetapi diubah sesuai dengan kebutuhan jika timbul proses peradangan (Price 1985).
52.86±13.41 43.9±2.64
42.69±10.11 38.25±10.35
41.53±4.93
Gambar 22 Jumlah total leukosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
Heterofil Heterofil
merupakan
sel-sel
matang
yang
dapat
menyerang
dan
menghancurkan bakteri dan virus, yang dapat ditemukan pula dalam sirkulasi darah. Pada saat stress dan terjadi inflamasi atau peradangan diketahui bahwa jumlah heterofil meningkat dengan cepat. Heterofil berasal dari sel-sel stem pada sumsum tulang belakang (Maxwell & Robertson 1998). Semua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap persentase heterofil dan menunjukkan peningkatan persentase heterofil, yang menandakan terjadinya inflamasi akut. Bila dilihat dari besaran nilai maka terlihat nilai heterofil tertinggi pada perlakuan R2 (ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + mineral zink 120 ppm) sebesar 62.50±5.19% dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Menurut Hodges (1997) menyatakan bahwa nilai heterofil umur 6 minggu berkisar 26% dan menurut Sturkie (1976) heterofil umur 5 minggu pada betina dan jantan dewasa adalah 20.9% dan 22.8%. Nilai heterofil perlakuan R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) yaitu 40.00±18.94%, mendekati nilai heterofil control yaitu 58.00±23.85%. Hal
76 ini diduga kandungan kurkumin pada serbuk kunyit yang berfungsi sebagai antiinflamasi. Heterofil memiliki fungsi sebagai jajaran pertama untuk sistem pertahanan tubuh yang langsung bereaksi apabila terdapat partikel-partikel asing yang masuk kedalam tubuh. Aksi heterofil ini diwujudkan dengan cara migrasi ke daerahdaerah yang sedang mengalami serangan oleh bakteri, menembus dinding pembuluh darah dan menyerang bakteri untuk dihancurkan (Frandson 1992). Tizard (1982) melaporkan bahwa heterofil memiliki sediaan cadangan energi yang terbatas, yang tidak dapat diisi kembali. Karena itu walaupun heterofil dapat sangat aktif segera setelah dilepas dari sumsum tulang, akan cepat menjadi lelah dan biasanya hanya mampu berbuat sejumlah terbatas peristiwa fagositosis. Heterofil dapat dianggap sebagai garis pertahanan pertama, bergerak cepat kearah bahan asing dan menghancurkannya segera, tetapi tidak mampu bertahan lama. 62.50±5.19
58.00±23.85
60.00±17.79
55.50±8.02
40.00±18.94
Gambar 23 Jumlah heterofil ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Hadi (1985) mengemukakan bahwa khasiat kurkumin sebagai anti inflamasi dapat dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi. Glukokortikoid
meningkatkan
jumlah
leukosit
polimorfonuklear
karena
mempercepat masuknya sel-sel tersebut dari sumsum tulang ke dalam darah dan
77 mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari sirkulasi (Ganiswara 1995). Kortisol yang dihasilkan selanjutnya akan bertindak sebagai imunosupresan. Akibat pelepasan kortisol sistem imun ayam akan ditekan. Penampakan hal tersebut terlihat dari penurunan persentase heterofil sebagai salah satu sistem kekebalan. Limfosit Limfosit secara normal merupakan bagian terbesar dari leukosit yang terdapat dalam aliran darah. Fungsi utamanya adalah memproduksi antibodi dan sebagai efektor yang khusus merespon antigen yang diikat oleh makrofag (Tizard 1982). Tabel 13 memperlihatkan limfosit ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang nyata (P>0.05) diantara perlakuan. Bila dilihat dari besaran limfosit ayam broiler pada Tabel 13 maka terlihat persentase limfosit yang tertinggi terdapat pada perlakuan R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) sebesar 53.50±19.02% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Nilai persentase limfosit yang tertinggi tersebut mengindikasikan adanya upaya ayam broiler untuk meningkatkan sistem kekebalan terhadap serangan penyakit maupun benda asing, sehingga serbuk kunyit dan serbuk bawang putih berperan merangsang produksi limfosit dalam jumlah banyak. Eurell dan Frappier (2006) mengatakan bahwa nilai limfosit sekitar 20–40% dari total leukosit. Nilai limfosit hasil penelitian berkisar 31.25±8.73–53.5±19.02%, nilai limfosit perlakuan yang diberi kombinasi herbal kunyit dan bawang putih lebih tinggi dibanding kontrol. 53.50±19.02
32.00±23.17
38.25±9.07 31.25±8.73 31.75±20.84
Gambar 24 Jumlah limfosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
78 Keusgen (2002); Amagase et al. (2001) menyatakan bahwa bawang putih mengandung komponen allisin yang berfungsi sebagai antibakteri. Allisin yang berasal dari ekstrak segar bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang luas cakupannya baik untuk bakteri gram negatif maupun gram positif. Hadi (1985) mengemukakan
bahwa
khasiat
kurkumin sebagai
anti
inflamasi
dapat
dihubungkan dengan kortison yang dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergan. Kurkumin merangsang sekresi hormon adrenokortikoid dari korteks adrenal terutama glukokortikoid yang mempunyai efek utama pada anti inflamasi.
Monosit Sel darah putih (leukosit) lain yang berkembang di dalam sumsum tulang adalah monosit. Sel ini berkembang dengan sangat cepat, kemudian pindah ke aliran darah sebelum mengembara melalui membran kapiler ke dalam jaringan. Setelah masuk kedalam jaringan, sel-sel ini membengkak sampai ukurannya menjadi besar sekali untuk menjadi makrofag jaringan (Guyton 1997). Jumlah monosit 3–8% dari total leukosit, dan jumlah absolut monosit sekitar 200–1 000 sel/μL (Eurell dan Frappier 2006). 7.25±3.40 6.50±3.32 5.50±3.42
5.50±3.42
4.00±2.45
Gambar 25 Jumlah monosit ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
79 Tabel 13 memperlihatkan secara analisis statistik nilai monosit dinyatakan tidak berbeda nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Nilai monosit hasil penelitian berada pada kisaran 4.00±2.45–7.75±3.40%. Perlakuan R1 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + serbuk bawang putih 2.5%) menunjukkan nilai monosit yang paling rendah yaitu sebesar 4.00±2.45% dan perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) menunjukkan nilai monosit yang tertinggi yaiti sebesar 7.75±3.40%. Rendahnya nilai monosit pada R1 mengindikasikan zat aktif pada serbuk kunyit dan serbuk bawang putih dapat mencegah terjadinya infeksi. Eosinofil Eosinofil merupakan bagian dari leukosit yang berperan aktif dalam membantu mengatur tingkat keparahan alergi atau membunuh sejumlah parasit yang menginfeksi tubuh. Peningkatan jumlah eosinofil dapat dipengaruhi oleh infeksi cacing atau parasit sehingga dapat menggertak eosinofil (Eurell dan Frappier 2006). Menurut Tizard (1981) bahwa perbandingan eosinofil di antara leukosit bervariasi tergantung beban parasit pada hewan tetapi berkisar dari 2% pada anjing dan 10% pada sapi.
1.81±0.99 1.59±0.77 1.09±0.26
0.97±0.29
1.09±0.26
Gambar 26 Jumlah eosinofil ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
80 Tabel 13 memperlihatkan bahwa nilai eosinofil secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05) pada setiap perlakuan. Nilai eosinofil pada perlakuan tanpa penambahan mineral zink memperlihatkan nilai eosinofil yang agak tinggi R0 (1.81±0.99%) dan R1 (1.59±0.77%). Sedangkan perlakuan dengan penambahan mineral zink terlihat nilai eosinofil agak rendah R2 (1.09±0.26%), R3 (0.97±0.29%) dan R4 (1.09±0.26%). Nilai eosinofil semua perlakuan masih berada pada kisaran normal, yang menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink tidak menunjukkan adanya infeksi oleh atau adanya alergi sehingga tidak menggertak jumlah eosinofil. Berdasarkan hasil penelitian, kunyit memiliki efek farmakologis melancarkan darah dan vital energi, antiradang (anti-inflamasi), antibakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan pelembab (astringent), selain itu bawang putih mengandung minyak atsiri aliin dan alisin yang berkaitan dengan daya antibakteri (Amagase et al. 2001). Allisin yang berasal dari ekstrak segar bawang putih memiliki aktivitas antibakteri yang luas cakupannya baik untuk bakteri gram negatif maupun gram positif (Keusgen 2002). Basofil Basofil adalah sel mieloid yang jumlahnya paling sedikit di dalam darah hewan piara, berjumlah sekitar 0.5% dari leukosit darah. (Tizard 1981). Basofil merupakan bagian dari leukosit yang dapat melepaskan heparin ke dalam darah. Selain itu juga melepaskan histamin, yang berperan pada beberapa reaksi alergi (Sturkie 1976). Fungsi basofil pada unggas kurang diketahui tetapi pada manusia, basofil berfungsi sebagai respon awal terhadap infeksi (Maxwell & Robertson 1998). Tabel 12 memperlihatkan tidak diketemukannya jumlah basofil dalam penelitian. Basofil diketahui sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi yang disebabkan antibodi yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Tidak ditemukannya basofil menunjukkan jarangnya terjadi inflamasi dan reaksi alergi dalam tubuh terhadap benda asing. Mills dan Bone (2000) mengemukakan bahwa kurkumin yang terkandung dalam kurkuminoid bekerja sebagai anti inflamasi kronis dan akut. Kurkumin dapat menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran
81 phospolipid sehingga sekresi enzim 5 lipoksigenase dan siklooksigenase berkurang. Berkurangnya enzim-enzim ini menyebabkan produksi leukotrien dan prostaglandin yang merupakan mediator peradangan juga berkurang (Mycek et al. 1997).
Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Kadar Zink dalam Serum Broiler Pemberian serbuk kunyit (1.5%), serbuk bawang putih (2.5%) dan mineral zink (120 ppm) dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap kandungan zink dalam serum ayam broiler. Penambahan ZnO dalam ransum tidak berpengaruh terhadap kandungan zink dalam serum, dimana suplementasi mineral zink memperlihatkan perlakuan R2 (0.249±0.039 ppm), R3 (0.330±0.069 ppm) dan R4 (0.241±0.076 ppm) kadar zink cenderung lebih tinggi dibanding dengan perlakuan tanpa penambahan ZnO pada R0 (0.226±0.093 ppm) dan perlakuan R1 (0.217±0.071 ppm). Tabel 14 Kadar zink dalam serum ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
Peubah Kadar zink serum (ppm)
Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
0.226± 0.093
0.217± 0.071
0.249± 0.039
0.331± 0.069
0.241± 0.076
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm)
Suplementasi mineral zink (ZnO) pada konsentrasi yang sama yaitu sebanyak 120 ppm pada perlakuan R2, R3 dan R4 ternyata belum mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar zink dalam serum broiler, tetapi memperlihatkan kandungan zink dalam serum yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan R0 (kontrol) dan R1. Kecukupan konsentrasi mineral zink dalam serum pada broiler berkisar 1.45–3.4 ppm (Puschner et al. 1999). Hasil penelitian Ku et al. (1970) pada babi menyatakan bahwa Zn serum meningkat
82 (dari 26.3 μg/100 ml menjadi 48.8 μg/100 ml) dengan adanya peningkatan Zn dalam ransum dari 12 mg Zn/kg ransum menjadi 90 mg Zn/kg ransum. 0.331±0.07
0.226±0.09 0.217±0.07
0.249±0.04
0.241±0.08
Gambar 27 Kadar zink dalam serum ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari
Pemberian Serbuk Kunyit, Serbuk Bawang Putih dan Mineral Zink terhadap Luas Permukaan Villi dan Luas Permukaan Mukosa Saluran cerna merupakan alat penghubung antara lingkungan internal dan eksternal dengan fungsi utamanya sebagai absorbsi zat-zat makanan. Yamauchi dan Isshiki (1991) menyatakan karakteristik morfologi saluran cerna terutama usus halus pada ayam, menentukan fungsi usus pada pertumbuhan ayam. Penelitian ini melakukan pengamatan secara morfometrik villi usus untuk menghitung luas permukaan usus per villi dan luas permukaan mukosa pada 1 mm villi. Luas permukaan villi dan luas permukaan mukosa dapat dilihat pada Tabel 15.
83
Tabel 15 Luas permukaan villi dan luas permukaan mukosa ayam broiler yang diberi bawang putih, kunyit dan mineral zink selama 35 hari Perlakuan Peubah
R0
R1
R2
R3
R4
Luas permukan villi (mm2/villi) Luas permukaan mukosa (mm2/mm2)
4.01 ± 0.40 57.14± 8.44
4.52± 0.71 58.74± 15.58
4.44± 1.07 51.81± 17.57
4.64± 0.37 55.38± 15.41
3.93± 0.55 41.16± 9.29
Keterangan : R0 (Ransum basal tanpa penambahan serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink), R1 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5%), R2 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + ZnO 120 ppm), R3 (Ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm), R4 (Ransum basal + serbuk bawang putih 2.5% + serbuk kunyit 1.5% + ZnO 120 ppm).
Secara statistik pemberian serbuk kunyit dan serbuk bawang putih tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap luas permukaan villi. Walaupun secara statistik tidak memberikan pengaruh yang nyata tetapi secara numerik perlakuan R3 (ransum basal + serbuk kunyit 1.5% + mineral zink 120 ppm) memperlihatkan luas permukaan villi yang cenderung lebih tinggi diantara semua perlakuan diikuti dengan standar deviasi yang lebih rendah. Luas permukaan villi tertinggi berturut-turut perlakuan R3 (4.64±0.37 mm2/villi), R1 (4.52±0.71 mm2/villi), R2 (4.44±1.07 mm2/villi), R0 (4.01±0.40 mm2/villi) dan R4 (3.93±0.55 mm2/villi). Perlakuan R1, R2, R3 memperlihatkan kecenderungan peningkatan luas permukaan villi lebih tinggi dibanding perlakuan R0 (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi herbal ditambahkan dengan mineral zink dapat memperbaiki absorbsi makanan. Iji et al. (2001) menyatakan bahwa penurunan luas permukaan villi akan membatasi penyerapan sari-sari makanan. Morfologi mukosa usus halus terdiri dari villi yang berfungsi memperluas area penyerapan zat nutrien. Pada permukaan villi terdapat mikrovilli sebagai penjuluran sitoplasma yang dapat meningkatkan efisiensi penyerapan. Semakin luas permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya absorbsi pada saluran cerna. Silva et al. (2007) menyatakan bahwa kerapatan dan ukuran villi dan mikrovilli pada usus halus menunjukkan hubungan dengan kapasitas absorbsi dari unggas. Juga Ferrer (1995) menyatakan bahwa tinggi villi dan kerapatan
84 mikrovilli merupakan pengukuran yang terbaik untuk menunjukkan perubahan absorbsi pada luas permukaan villi. Semua perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan (P>0.05) terhadap luas permukaan mukosa. Penambahan mineral zink memperlihatkan luas permukaan mukosa mengalami penurunan dibandingkan dengan perlakuan yang tanpa penambahan mineral zink yaitu perlakuan R0 dan R1. Salah satu yang mempengaruhi kondisi usus halus broiler adalah pakan, jika pakan yang dikonsumsi memiliki kualitas yang baik dan tidak mengandung toksin maka usus halus akan berada dalam kondisi yang cukup baik dan dapat melakukan tugasnya dalam mencerna dan menyerap makanan dengan baik. Namun jika pakan yang diberikan mengandung racun, maka kerusakan pada villi-villi usus akan terjadi secara keseluruhan, usus akan selalu merespon setiap pakan yang diberikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pemberian kombinasi serbuk kunyit (1.5%), serbuk bawang putih (2.5%) dan mineral ZnO (120 ppm) dalam ransum tidak mempengaruhi performa (konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum), kadar lemak, kadar kolesterol, status kesehatan (eritrosit, hemoglobin, hematokrit, leukosit dan diferensial leukosit), luas permukaan villi dan mukosa ayam broiler. Perlakuan R2 dengan kombinasi serbuk bawang putih (2.5%) dan mineral ZnO (120 ppm) cenderung memperbaiki performa, kadar kolesterol karkas dan status kesehatan ayam broiler, sedangkan perlakuan R3 dengan kombinasi serbuk kunyit (1.5%) dan mineral ZnO (120 ppm) cenderung memperbaiki bobot badan akhir, berat karkas, persentase karkas, lemak abdominal, persentase organ dalam, kandungan zink dalam serum, luas permukaan villi dan mukosa.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemberian serbuk kunyit, serbuk bawang putih dan mineral zink (ZnO) dengan level bertingkat terhadap ayam broiler maupun ayam petelur mengingat proses kerja dari herbal yang agak lama, selain itu pemberian herbal sebaiknya dengan memperhatikan bahan aktif yang dikandungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar R, Dharsana, Nataamijaya RG. 1998. Preferensi dan nilai gizi daging ayam hasil persilangan (pejantan buras dengan betina ras) dengan pemberian jenis pakan yang berbeda. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 1-2 Des 1998. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 1998. hlm 779–785. Ali SA, Sayed MAM, El-wafa SA, Abdallah AG. 2003. Performance and immune response of broiler chicks as affected by methionine and zinc or commercial zinc-methionine supplementations [abstrak]. Egypt Poult Sci J 3:523–540. Amagase H, Petesch BL, Matsuura H, Kasuga S, Itakura Y. 2001. Intake of garlic and its bioactive components. J Nutr 131:955S-962S. Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke-1. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi. Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Ed ke-2. Bogor: Lembaga Satu Gunung Budi. Anonim. 1999. Avian blood. www.californiaavianlaboratory.com/images/image28.GIF&imgrefurl [30 Juni 2008]. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of Analysis. Ed ke-16. Maryland, U.S.A: AOAC International. Becker WA, Spencer JV, Mirosh LW, Verstrate JA. 1981. Abdominal and carcass fat in five broiler strains. Poult Sci 60(4):693–697. Berdanier CD. 1998. Advanced Nutrition Micronutrients. New York: CRC Pr. Billgili SF, Moran ET, Acar N. 1992. Strain cross response of heavy male broilers to dietary lysine in finisher feed live performance and further processing yield. Poult Sci 71:850–858. Bintang IAK, Nataamijaya AG. 2003. Pengaruh penambahan tepung kencur (Kaempferia galanga L.) dan tepung bawang putih (Allium sativum L) ke dalam pakan terhadap performans broiler. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 29-30 Sep 2003. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2003. hlm 395397.
87 Card LE, Nesheim MC. 1972. Poultry Production.11th Edit. Phildelphia: Lea and Febiger. Chattopadhyay I, Biswas K, Bandyopadhyay U, Banerjee1 RK. 2004. Turmeric and curcumin: Biological actions and medicinal applications. Current Sci 87(1)):44–53. Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: WB. Saunders Company. Darwis SN, Madjo ABD, Hasiyah S. 1991. Tanaman Obat Famili Zingberaceae. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Dellman HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Ed ke-3. R. Hartono, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Denbow DM. 2000. Gastrointestinal anatomy and physiology. Di dalam: Whittow JC, editor. Sturkie’s Avian Physiology. Ed ke-5. London: Academic Pr. hlm 299-325. Desmukh RR. 2001. Trace element in health and diseases and their nutritional importance in maintenance of good health. Di dalam: Ermidou S, Pollet S, editor. Proceedings Book of the 3rd International Symposium on Trace Elements in Human: New Prespectives, 4–6 October 2001. Athens, Greece. hlm. 1008–1017. Dewi FK. 2007. Evaluasi pemberian campuran tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum terhadap performa, persentase karkas dan lemak abdominal ayam broiler pada kondisi cekaman panas [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Dönmez N , Dönmez HH, Keskin E, Çelik İ. 2002. Effects of zinc supplementation to ration on some hematological parameters in broiler chicks [abstrak]. J Biol Trace Elem Res 87(1–3):125–131. Drowzdowski L, Woudstra T, Wild G, Clandinin MT, Thomson ABR. 2005. Dietary lipids modify the age-associated changes intestinal uptake of fructose in rats. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol 288:G125–G134. Emmert JL, Baker DH. 1995. Zinc store in chickens delay the onset of zinc deficiency symptoms. Poult Sci 74(6):1011–1021. Ensminger ME. 1992. Poultry Science. Ed ke-3. USA: Interstate. Eurell JA, Frappier BL. 2006. Dellmann’s Textbook of Veterinary Histology. Ed ke-6. USA: Blackwell.
88 Ferrer R, Planas JL, Moreto M. 1995. Cell apical surface area in enterocites from chicken small and large intestine during development. Poult Sci 74:1995– 2002. Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Srigandono B, Praseno K, penerjemah; Soedarsono, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Ganiswara SG. 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-4. Jakarta: Gaya Baru. Ganong WF. 1983. Review of Medical Physiology. Ed ke-10. California: Lange Medical. Guyton AC, John EH. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Irawati S, Ken AT, Alex S, penerjemah; Irawati S, editor. EGC: Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiologi. Hadi S. 1985. Manfaat Temulawak Ditinjau dari Segi Kedokteran. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Hadian S. 2004. Performa hasil silangan mencit agouti dan mencit putih pada penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica, Val.) dalam ransum [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Hodges RD. 1977. Normal Avian (Poultry) Haematology. Comparative Clinical Haematology. Oxford: Blackwell Scientific. Intania A. 2006. Substitusi tepung kunyit (Curcuma domestica Val.) dalam pakan jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada periode bertelur [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Iji PA, Hughes RJ, Choct M, Tivey DR. 2001. Intestinal structure and function of broiler chickens on wheat-based diets supplemented with a microbial enzyme. Asian –Aust J Anim Sci 14(1):54-60. Jaya INS. 1997. Pengaruh penambahan bawang putih (Allium sativum L.) dalam pakan pada kadar kolesterol ayam broiler [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jitoe A, Masuda T, Tengah LGP, Suprapta DN, Gara IW, Nakatami N. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extractan analysis of the contained curcuminoids. J Agric Food Chem 40:1337-1340. Jull MA. 1979. Poultry Husbandry. Ed ke-3. New York: Tatu McGraw Hill. Kabir SML, Rahman MM, Rahman MB, Rahman MM, Ahman SB. 2004. The dynamic of probiotics on growth performance and immune response in broiler. Int J of Poult Sci 3(5):361–364.
89 Karossi AT, Hanafi M, Sutedja L. 1993. Isolation and antibacterial test of garlic oil. J of App Chem 3(2):49-53. Keusgen M. 2002. Health and Alliums. Di dalam: Rabinowitch HD, Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. New York: CABI. hlm 365366. Kim WK, Petterson PH. 2004. Effects of dietary zinc supplementation on broiler performance and nitrogen loss from manure. Poult Sci 83:34-38. Kleiner IS, Dotti LB. 1962. Laboratory Instruction in Biochemistry. Ed ke-6. New York: Mosby. Koolman J, Röhm KH. 2001. Altas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI, penerjemah; Sadikin M, editor. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari: Color Atlas of Biochemistry. Ku PK, Ullrey DE, Miller ER. 1970. Zinc deficiency and tissue nucleic acid and protein concentration. Di dalam: Mills CF, Bremner I, Chesters JK, Quaterman J, editor. Trace Element Metabolism in Animals. Edingurg and London: E&S Livingstone. Kubena LF, Chen TC, Deaton JW, Reece FN. 1974. Factor influencing in quantity of abdominal fat in broiler. Rearing temperature sex, age or weight and dietary choline and inositol supplementation. Poult Sci 53:211-214. Leenstra FR. 1989. Influence of Diet and Genotype on carcass Quality in Poultry and Their Consequences for Selection. Di dalam: Cole DJA, Haresign W, editor. Recent Developments in Poultry Nutrition. Great Britain: Anchor Pr. Mabe I, Rapp C, Bain MM, dan Nys§. 2003. Supplementation of a corn-soybean meal diet with manganese, copper, and zinc from organic or inorganic sources improves eggshell quality in aged laying hens. Poult Sci 82:19031913. Maidie MS, Budiarso IT, Rumawas W. 1975. Ilmu Penyakit Hewan. Teknik Histologi dan Histopatologi. Ed. Ke-3. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan. Mangkoewidjojo S, Smith JB. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia. Maxwell MA, Robertson GW. 1998. The avian heterophil leucocyte: A review. J World’s Poultry Science 54:155. Mc Donald P, Edwards RA, Greenhalg JFD, Morga CA. 2002. Animal Nutrition. Ed ke-6. England: Imprint Pearson Education Prontice Hill.
90 Mills S, Bone K. 2000. Principles and Practise of Phytotherapy. Modern Herbal Medicine. Toronto: Chrurchill Livingstone. Mayes PA. 2003. Sintesis, pengangkutan, dan ekskresi kolesterol. Di dalam: Bani AP, Sikumbang TMN, editor. Biokimia Harper. Ed ke-25. Jakarta: EGC. hlm 270−281. Mycek, Harvey MJRA, Champe PA. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar. Ed ke-2. Jakarta: Widya Medika. Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: PAU IPB. Murtidjo. 1987. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta: Kanisius. Nabib R. 1987. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-3. Bagian Patologi Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor: FKH IPB. Natarajan CP, Lewis YS. 1980. Technology of Ginger and Turmeric. India: Plantation Crops Research Inst. [NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed Rev ke-9. Washington DC: Academy Pr. Nesheim MC, Austic RE, Card LE. 1979. Poultry Production. Ed ke-12. Philadelphia: Lea and Febiger. Nickel RA, Schummer, Seiferle E, Siller WG, Wight PHL. 1977. Anatomy of Domestic Bird. Berlin: Verlag Paul Parey. Noble ER, Noble GA. 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Ed ke-5. drh. Wardiarto, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Nofyangtri S. 2007. Pengaruh pemberian campuran tepung kunyit dan tepung daun pepaya dalam ransum terhadap gambaran metabolisme lemak ayam broiler yang mengalami cekaman panas [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4. New York: Chapman and Hall. Nugroho NA. 1998. Manfaat dan Prospek Pengembangan Kunyit. Ed ke-1. Ungaran: PT.Trubus Agriwidya.
91 Nusdianto, Triakoso. 1999. Manfaat bawang putih (Allium sativum Lin) sebagai makanan tambahan dalam upaya mempertahankan produktifitas ayam pedaging [laporan penelitian]. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunairgdl-res-1999-triakoso2c-279-garlic&node=230&start=36&PHPSESSID=e9 9ecec43aeb91a73c0e368ce140cf5f. [03 Agus 2007). Piliang WG. 2007. Nutrisi Mineral. Bogor: IPB Pr. Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006a. Fisiologi Nutrisi. Volume ke-1. Bogor: IPB Press. Piliang WG, Djojosoebagio S. 2006b. Fisiologi Nutrisi. Volume ke-2. Bogor: IPB Press. Piliang WG, Djokowoerjo S, Wasmen M. 1982. Pengaruh penambahan berbagai tingkat Zn dalam ransum yang mengandung dedak padi terhadap penampilan serta metabolisme Zn pada ayam-ayam petelur [laporan penelitian]. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pond WG, Churc DC, Pond KR. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. Ed ke-4. New York: John Wiley & Sons. Price SA, Wilson LM. 1985. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Ed ke-1. Dharma A, penerjemah. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Terjemahan dari: Pathophysiology Clinical Concepts of Disease Processes. Puastuti W. 2001. Pengaruh pemberian temulawak (Curcuma xanthorriza, Roxb) dan minyak kelapa dalam ransum terhadap kadar lemak dan kolesterol telur. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 17-18 Sep 2001. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2001. hlm 609-614. Purseglove J, Brown WEG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Spices. Volume ke-1. London: Longman. Putnam PA. 1991. Handbook of Animal Science. London: CAB International. Puschner B, Leger JS, Galey FD. 1999. Normal and toxic zinc concentrations in serum/plasma and liver of psittacines with respect to genus differences. J Vet Diagn Invest 11:522–527. Ramdani D. 2005. Penambahan kunyit (Curcuma domestica, Val.) atau temulawak (Curcuma xanthorriza, Roxb) dalam ransum untuk menurunkan kadar lemak dan kolesterol karkas broiler [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
92 Rasyaf. 1999. Beternak Ayam Pedaging. Cetakan keempat. Jakarta: Penebar Swadaya. Resnawati H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; Bogor, 17-18 Sep 2004. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2004. hlm 563–567. Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Bali: Percetakan Bali. Rink L, Helge K. 2000. Zinc-altered immune function and cytokine production. J Nutr 130:1407-1411. Rohimat A. 2002. Diferensial leukosit darah ayam yang diinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian serbuk sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) pada pakan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Rosalyn EM. 2005. Pengaruh pemberian kunyit (Curcuma domestica Val.) atau temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dalam ransum terhadap performan broiler [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Rose SP. 1997. Principle of Poultry Science. New York: CABI Rukmana HR. 2004. Temu-Temuan. Apotik Hidup di Pekarangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Rukmana HR. 1994. Kunyit. Jakarta: Penerbit Kanisius. Safithri M. 2004. Aktivitas antibakteri bawang putih (Allium sativum) terhadap bakteri mastitis subklinis secara in vitro dan in vivo pada ambing tikus putih (Rattus norvegicus) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sambaiah KS, Ratankumr KS, Kamnna US, Satyanarayana MN, Rao MVL. 1982. Influence constituents and curcuma on growth, blood, constituents and serum enzymes in rat. J Food Sci and Tech 19:187. Sari PM. 2007. Evaluasi penggunaan bubuk bawang putih (Allium sativum) terhadap penyerapan lemak darah ayam kampung yang diinfeksi cacing Ascaridia galli [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sastradipradja D, Sikar SHS, Wijayakusuma R, Ungerer T, Maad A, Nasution H, Suriawinata R, Hamzah R. 1989. Penuntun praktikum fisiologi veteriner. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati.
93 Schalm OW, Carroll EJ. 1975. Veterinary Hematology. Philadelphia: Lea and Febiger. Scott ML, Neisheim MC, Young RJ. 1982. Nutrition of the Chickens. Ed ke-3. Ithaca, New York: ML Scott & Associates. Sidik, Mulyono MW, Ahmad M. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza R.) Bogor: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Phyto Medica. Silva AVF, Maiorka A, Borges SA, Santin E, Boleli IC, Macari M. 2007. Surface area of the tip of the enterocytes in small intestine mucosa of broilers submitted to early feed restriction and supplemented with glutamine. Int J of Poult Sci 6(1):31–35. Sturkie PD. 1976. Alimentary canal anatomy, prehension, deglutition, feeding, drinking, passage of ingesta, and motility. Di dalam: Sturkie PD, editor. Avian Physiology. Ed ke-3. New York: Spinger-Verlag. hlm. 185-195. Sturkie PD. 2000. Avian Physiology. Ed ke-15. New York: Spinger-Verlag. Suardi. 2006. Performa mencit putih (Mus musculus) dengan penambahan ekstrak kunyit (Curcuma domestica, Val.) dalam air minum [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Suharti S. 2004. Kajian antibakteri temulawak, jahe dan bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhymurium serta pengaruh bawang putih terhadap performans dan respon imun ayam pedaging [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sumarasinghe K, Wenk C, Silva KFST, Gunasekera JMDM. 2003. Turmeric (Curcuma longa) root powder and mannanoligosaccharides as alternatives to antibiotics in broiler chicken diets. J Anim Sci 16(10):1495-1499. Sumiati. 2005. Rasio molar asam fitat : Zn untuk menentukan suplementasi Zn serta penambahan enzim fitase dalam ransum berkadar asam fitat tinggi [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suprijatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya. Sutardi. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Bogor: Institut Pertanian Bogor. hlm. 103–104. Swenson MJ. 1977. Physiology of Domestic Animals. Ed ke-9. Ithaca: Cornell University.
94 Swenson, M.J. 1984. Duke’s Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Ithaca and London: Cornell Univ. Szabo J. 2004. Large doses of zinc oxide increases the activity of hydrolases in rats. J Nutr Biochem 15:206–209. Tanaka S, Takahashi E, Matsui T, Yano H. 2001. Zinc promotes adipocyte differentiation in vitro. Asian-Aust J Anim Sci 14:966-969. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekodjo S. 1986. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tizard IR. 1994. Immunology. Ed ke-4. Philadelphia: Saunders College. Tizard I. 1982. Veterinary Immunology. An Introduction. Ed ke-3. Saunders WB co Masduki Partodiredjo, penerjemah. 1988. Surabaya: Airlangga University Press. Underwood EJ. 1971. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. London : Academic Pr. Wahyuono S. 1999. Bawang putih (Allium sativum L.) sebagai penurun kolesterol darah [ulasan]. Bul PioGama 1(2):1–2. Wahju J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Wibowo S. 2001. Budidaya Bawang. Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Jakarta: Penebar Swadaya. Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah; Kajian peran suplementasi zincum terhadap respons imunitas dan produktivitas [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Winarno FG, Laksmi BS. 1974. Dasar Pengawetan, Sanitasi dan Keracunan. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Winarto WP. 2003. Khasiat dan Manfaat Kunyit. Jakarta: Agro Media Pustaka. Yamuchi K, Isshiki Y. 1991. Scanning electron microscopic observations of the intestinal villi in growing White Leghorn and broiler chickens from 1 to 30 days of age. Br Poult Sci 32:67–78. Zhang C, Zhu W, Guan X, Song J. 2006. Effects of interaction between dietary zinc and vitamin A in broilers on performance, immunity, ALP and CuZnSOD activity and serum insulin concentration. World J Zool J 1 (1):17–23.
95 Zinkl JG. 1986. Avian hematology. Di dalam: Jain NC, editor. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed. Ke-4. Philadelphia: Lea and Fibiger. hlm:256– 273. Zubair AK, Fersberg CW, Leeson S. 1996. Effect of dietary fat, fiber and monensin on caecal activity in turkeys. Poult Sci 75(1):891–899.
96 Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi kumulatif Descriptives 95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 2471.5911 3119.1089
Minimum
Maximum
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
2795.3500
203.46540
101.73270
2516.80
3004.00
R1
4
2719.8500
144.35635
72.17818
2490.1468
2949.5532
2594.00
2927.00
R2
4
2877.8500
161.31802
80.65901
2621.1570
3134.5430
2683.20
3063.60
R3
4
2830.1000
159.94753
79.97377
2575.5878
3084.6122
2674.20
3025.20
R4
4
2654.6000
112.49273
56.24636
2475.5990
2833.6010
2517.40
2781.00
Total
20
2775.5500
163.15193
36.48188
2699.1925
2851.9075
2516.80
3063.60
Std. Error
ANOVA
Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
126 257.700
4
31 564.425
379 494.770 505 752.470
15 19
25 299.651
F
Sig.
1.248
.333
Lampiran 2 Analisis ragam pertambahan berat badan Descriptives
N
Std. Deviation
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1582.1322 1744.4678
Minimum
Maximum
R0
4
1663.3000
51.00967
25.50484
1617.20
1736.20
R1
4
1488.0000
79.42829
39.71415
1361.6119
1614.3881
1405.00
1574.60
R2
4
1601.3500
95.75794
47.87897
1448.9777
1753.7223
1514.00
1729.80
R3
4
1555.9000
115.18339
57.59170
1372.6175
1739.1825
1469.40
1725.20
R4
4
1572.4000
49.34261
24.67131
1493.8849
1650.9151
1526.40
1642.40
20
1576.1900
93.76505
20.96650
1532.3066
1620.0734
1405.00
1736.20
Total
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 65 698.808
df 4
Mean Square 16 424.702 6 756.466
Within Groups
101 346.990
15
Total
167 045.798
19
F 2.431
Sig. .093
97 Lampiran 3 Analisis ragam konversi ransum Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.4564 1.9080
Std. Error
Minimum
Maximum
1.53
1.86
R0
4
1.6822
.14190
.07095
R1
4
1.8298
.09364
.04682
1.6808
1.9788
1.69
1.90
R2
4
1.7976
.03054
.01527
1.7490
1.8462
1.77
1.83
R3
4
1.8224
.10169
.05084
1.6606
1.9843
1.75
1.97
R4
4
1.6904
.10889
.05445
1.5172
1.8637
1.53
1.78
20
1.7645
.11238
.02513
1.7119
1.8171
1.53
1.97
Total
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .084
df 4
Mean Square .021 .010
Within Groups
.156
15
Total
.240
19
F 2.015
Sig. .144
Lampiran 4 Analisis ragam berat hidup Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
1 920.75000
56.525239
28.262619
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound 1830.80573 2010.69427
R1
4
1 758.91750
82.691760
41.345880
1627.33646
1890.49854
1639.000
1814.000
R2
4
1 765.66750
91.485052
45.742526
1620.09437
1911.24063
1663.670
1865.330
R3
4
1 856.67000
131.764942
65.882471
1647.00257
2066.33743
1780.670
2053.670
R4
4
1 719.58500
99.129224
49.564612
1561.84828
1877.32172
1573.670
1795.000
Total
20
1 804.31800
113.532051
25.386538
1751.18336
1857.45264
1573.670
2053.670
Std. Error
Minimum
Maximu m
1848.000
1974.000
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 108 127.561
df 4
Mean Square 27 031.890 9 118.230
Within Groups
136 773.443
15
Total
244 901.004
19
F 2.965
Sig. .055
98 Lampiran 5 Analisis ragam berat karkas Descriptives
N
Std. Deviation
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1090.9987 1337.5013
Minimum
Maximum
1124.00
1291.00
R0
4
1 214.2500
77.45698
38.72849
R1
4
1 095.6250
126.10801
63.05400
894.9590
1296.2910
958.00
1261.00
R2
4
1 125.8750
17.96466
8.98233
1097.2892
1154.4608
1112.00
1151.50
R3
4
1 231.2500
69.45082
34.72541
1120.7382
1341.7618
1156.00
1323.50
4
1 105.3750
134.50736
67.25368
891.3438
1319.4062
912.00
1207.00
20
1 154.4750
102.61367
22.94511
1106.4503
1202.4997
912.00
1323.50
4
Mean Square 16 159.544
F 1.790
Sig. .183
9 028.238
R4 Total
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 64 638.175
df
Within Groups
135 423.563
15
Total
200 061.738
19
Lampiran 6 Analisis ragam persentase karkas Descriptives
R0
4
63.1917
2.88597
1.44298
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 58.5995 67.7839
58.99
65.40
R1
4
62.1984
5.24109
2.62054
53.8586
70.5381
58.38
69.53
R2
4
63.8858
3.25467
1.62734
58.7069
69.0647
59.77
67.62
R3
4
66.3786
1.97077
.98539
63.2427
69.5146
64.45
68.20
4
64.1061
4.56676
2.28338
56.8394
71.3728
57.95
68.67
20
63.9521
3.63947
.81381
62.2488
65.6554
57.95
69.53
N
R4 Total
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Minimum
Maximum
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 38.279
df 4
Mean Square 9.570 14.226
Within Groups
213.390
15
Total
251.669
19
F .673
Sig. .621
99 Lampiran 7 Analisis ragam persentase lemak abdominal Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
1.3961806
.17348633
.08674317
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.1201252 1.6722361
1.14759
1.55140
R1
4
1.7772057
.11481673
.05740836
1.5945066
1.9599047
1.67924
1.91156
R2
4
1.7940595
.39049946
.19524973
1.1726877
2.4154313
1.22585
2.10762
R3
4
1.6453261
.27603877
.13801939
1.2060868
2.0845654
1.39886
1.99860
R4
4
1.2519749
.45001662
.22500831
.5358980
1.9680518
.61454
1.66947
Total
20
1.5729494
.35123315
.07853812
1.4085672
1.7373315
.61454
2.10762
Std. Error
Minimum
Maximum
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .920
df 4
Mean Square .230
Within Groups
1.423
15
.095
Total
2.344
19
F 2.425
Sig. .094
Lampiran 8 Analisis ragam kolesterol karkas Descriptives
R0
4
52,43450
24,932573
12,466287
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 12,76121 92,10779
26,424
86,377
R1
4
37,42150
28,460616
14,230308
-7,86569
82,70869
20,541
80,000
R2
4
29,34375
5,268277
2,634139
20,96075
37,72675
22,389
34,898
R3
4
46,82625
13,422507
6,711253
25,46805
68,18445
30,104
59,576
4
39,95650
9,703936
4,851968
24,51537
55,39763
27,906
50,473
20
41,19650
18,436555
4,122539
32,56793
49,82507
20,541
86,377
N
R4 Total
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Minimum
Maximum
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 1257,051
df 4
Mean Square 314,263 346,745
Within Groups
5201,174
15
Total
6458,224
19
F ,906
Sig. ,485
100 Lampiran 9 Analisis ragam lemak karkas Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Upper Lower Bound Bound 5.7695 27.4705
Minimum
Maximum
R0
4
16.6200
6.81897
3.40948
7.79
24.43
R1
4
15.5375
4.18283
2.09141
8.8817
22.1933
12.40
21.70
R2
4
9.9275
6.68671
3.34336
-.7125
20.5675
2.38
16.49
R3
4
13.1000
7.84639
3.92319
.6146
25.5854
4.40
23.29
4
7.9450
2.08986
1.04493
4.6196
11.2704
5.17
9.77
20
12.6260
6.23786
1.39483
9.7066
15.5454
2.38
24.43
R4 Total
ANOVA
Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
215.389
4
53.847
523.919 739.308
15 19
34.928
F
Sig.
1.542
.241
Lampiran 10 Analisis ragam persentase empedu Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
.11425
.050036
.025018
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .03463 .19387
R1
4
.08925
.039025
.019512
.02715
R2
4
.10875
.014408
.007204
.08582
R3
4
.07950
.010661
.005331
R4
4
.08225
.045346
.022673
Total
20
.09480
.034938
.007812
Std. Error
Minimum
Maximum
.057
.171
.15135
.043
.138
.13168
.092
.127
.06254
.09646
.065
.090
.01009
.15441
.022
.130
.07845
.11115
.022
.171
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .004
df 4
Mean Square .001
Within Groups
.019
15
.001
Total
.023
19
F .777
Sig. .557
101 Lampiran 11 Analisis ragam persentase ginjal Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
.71325
.093646
.046823
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .56424 .86226
.631
.848
R1
4
.87250
.103584
.051792
.70767
1.03733
.773
1.018
R2
4
.75150
.123225
.061612
.55542
.94758
.625
.902
R3
4
.68850
.036973
.018486
.62967
.74733
.656
.738
R4
4
.75850
.138782
.069391
.53767
.97933
.603
.890
Total
20
.75685
.113751
.025436
.70361
.81009
.603
1.018
Std. Error
Minimum
Maximum
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .080
df 4
Mean Square .020
Within Groups
.166
15
.011
Total
.246
19
F 1.806
Sig. .180
Lampiran 12 Analisis ragam persentase hati Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
2.5025
.52322
.26161
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.6699 3.3351
R1
4
2.4800
.42513
.21256
1.8035
3.1565
R2
4
2.2425
.22794
.11397
1.8798
R3
4
1.9875
.17802
.08901
1.7042
R4
4
2.6400
.43871
.21936
Total
20
2.3705
.41373
.09251
Std. Error
Minimum
Maximum
2.17
3.28
2.07
2.98
2.6052
2.02
2.51
2.2708
1.74
2.14
1.9419
3.3381
2.30
3.28
2.1769
2.5641
1.74
3.28
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 1.060
df 4
Mean Square .265
Within Groups
2.192
15
.146
Total
3.252
19
F 1.814
Sig. .179
102 Lampiran 13 Analisis ragam persentase jantung Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R1
4
.5099
.00841
.00420
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .4965 .5232
R1
4
.5274
.04330
.02165
.4585
R2
4
.5103
.04989
.02494
.4310
R3
4
.4588
.04672
.02336
R4
4
.4889
.01974
.00987
Total
20
.4991
.04110
.00919
Std. Error
Minimum
Maximum
.50
.52
.5963
.46
.56
.5897
.48
.59
.3845
.5332
.40
.51
.4575
.5203
.47
.51
.4798
.5183
.40
.59
F 1.976
Sig. .150
Minimum
Maximum
.22
.35
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .011
df 4
Mean Square .003 .001
Within Groups
.021
15
Total
.032
19
Lampiran 14 Analisis ragam persentase limpa Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R1
4
.2940
.05257
.02629
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .2104 .3777
R1
4
.2844
.18482
.09241
-.0097
.5785
.13
.55
R2
4
.2377
.01277
.00639
.2174
.2580
.23
.26
R3
4
.1740
.04442
.02221
.1033
.2447
.13
.22
R4
4
.2826
.10533
.05267
.1150
.4502
.13
.36
Total
20
.2546
.10014
.02239
.2077
.3014
.13
.55
Std. Error
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .040
Df 4
Mean Square .010
Within Groups
.150
15
.010
Total
.191
19
F .998
Sig. .439
103 Lampiran 15 Analisis ragam persentase pankreas Descriptives 95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .18154 .29519
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
.23837
.035713
.017856
R1
4
.28420
.036917
.018458
.22546
.34294
R2
4
.25848
.071153
.035576
.14526
R3
4
.24481
.039920
.019960
.18129
R4
4
.25905
.007668
.003834
Total
20
.25698
.041693
.009323
Std. Error
Minimum
Maximum
.199
.286
.249
.326
.37170
.192
.345
.30834
.206
.285
.24684
.27125
.250
.268
.23747
.27649
.192
.345
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .005
Df 4
Mean Square .001
Within Groups
.028
15
.002
Total
.033
19
F .664
Sig. .627
Minimum
Maximum
1.26
1.34
Lampiran 16 Analisis ragam persentase rempela
Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
1.2954
.03417
.01708
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.2410 1.3497
R1
4
1.5742
.18759
.09380
1.2757
1.8727
1.30
1.72
R2
4
1.3283
.25749
.12874
.9186
1.7381
1.06
1.67
R3
4
1.4126
.15205
.07602
1.1707
1.6546
1.27
1.55
R4
4
1.5363
.41448
.20724
.8767
2.1958
1.12
2.04
Total
20
1.4294
.24453
.05468
1.3149
1.5438
1.06
2.04
Std. Error
ANOVA
Sum of Squares .243
Df 4
Mean Square .061
Within Groups
.893
15
.060
Total
1.136
19
Between Groups
F 1.022
Sig. .427
104 Lampiran 17 Analisis ragam persentase berat seka Descriptives 95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .2935 .3756
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
.3346
.02582
.01291
R1
4
.4150
.03109
.01555
.3655
R2
4
.3830
.05318
.02659
.2983
R3
4
.3253
.03616
.01808
R4
4
.4682
.06436
.03218
Total
20
.3852
.06709
.01500
Std. Error
Minimum
Maximum
.30
.35
.4645
.37
.44
.4676
.32
.45
.2677
.3828
.27
.36
.3658
.5706
.40
.54
.3538
.4166
.27
.54
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .056
Df 4
Mean Square .014
Within Groups
.030
15
.002
Total
.086
19
F 7.035
Sig. .002
Multiple Comparisons
(I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
Sig. Std. Error
R0
R1
R2
R3
R4
R1 R2 R3 R4 R0 R2 R3 R4 R0 R1 R3 R4 R0 R1 R2 R4 R0 R1 R2 R3
-,08045(*) -,04840 ,00930 -,13367(*) ,08045(*) ,03205 ,08975(*) -,05322 ,04840 -,03205 ,05770 -,08527(*) -,00930 -,08975(*) -,05770 -,14297(*) ,13367(*) ,05322 ,08527(*) ,14297(*)
* The mean difference is significant at the .05 level.
,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148 ,03148
,022 ,145 ,772 ,001 ,022 ,325 ,012 ,112 ,145 ,325 ,087 ,016 ,772 ,012 ,087 ,000 ,001 ,112 ,016 ,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -,1475 -,0133 -,1155 ,0187 -,0578 ,0764 -,2008 -,0666 ,0133 ,1475 -,0351 ,0992 ,0226 ,1569 -,1203 ,0139 -,0187 ,1155 -,0992 ,0351 -,0094 ,1248 -,1524 -,0182 -,0764 ,0578 -,1569 -,0226 -,1248 ,0094 -,2101 -,0759 ,0666 ,2008 -,0139 ,1203 ,0182 ,1524 ,0759 ,2101
105 Lampiran 18 Analisis ragam berat usus Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 2.6370 3.0100
Minimum
Maximum
2.72
2.99
R0
4
2.8235
.11721
.05860
R1
4
3.4644
.23138
.11569
3.0962
3.8326
3.18
3.68
R2
4
3.1154
.34449
.17225
2.5672
3.6635
2.76
3.46
R3
4
2.9336
.25359
.12679
2.5301
3.3371
2.64
3.20
4
3.0856
.19772
.09886
2.7710
3.4003
2.79
3.20
20
3.0845
.30887
.06906
2.9400
3.2291
2.64
3.68
R4 Total
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .945
Df 4
Mean Square .236
Within Groups
.868
15
.058
Total
1.813
19
F 4.080
Sig. .020
Multiple Comparisons Dependent Variable: Bobotusus LSD
(I) Perlakuan R0
R1
R2
R3
R4
(J) Perlakuan R1 R2 R3 R4 R0 R2 R3 R4 R0 R1 R3 R4 R0 R1 R2 R4 R0 R1 R2 R3
Mean Difference (I-J) -,64085* -,29184 -,11009 -,26211 ,64085* ,34901 ,53076* ,37874* ,29184 -,34901 ,18175 ,02972 ,11009 -,53076* -,18175 -,15202 ,26211 -,37874* -,02972 ,15202
*. The mean difference is significant at the .05 level.
Std. Error ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010 ,17010
Sig. ,002 ,107 ,527 ,144 ,002 ,058 ,007 ,042 ,107 ,058 ,302 ,864 ,527 ,007 ,302 ,386 ,144 ,042 ,864 ,386
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1,0034 -,2783 -,6544 ,0707 -,4727 ,2525 -,6247 ,1005 ,2783 1,0034 -,0135 ,7116 ,1682 ,8933 ,0162 ,7413 -,0707 ,6544 -,7116 ,0135 -,1808 ,5443 -,3328 ,3923 -,2525 ,4727 -,8933 -,1682 -,5443 ,1808 -,5146 ,2105 -,1005 ,6247 -,7413 -,0162 -,3923 ,3328 -,2105 ,5146
106 Lampiran 19 Analisis ragam jumlah eritrosit Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
R0
4
2.18875
.679858
.339929
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.10694 3.27056
R1
4
2.40625
.414033
.207016
1.74743
R2
4
2.76250
.710886
.355443
1.63132
R3
4
2.27625
.510186
.255093
R4
4
2.26125
.237430
Total
20
2.37900
.523183
Minimum
Maximum
1.390
2.980
3.06507
1.920
2.930
3.89368
1.860
3.570
1.46443
3.08807
1.690
2.815
.118715
1.88345
2.63905
1.930
2.495
.116987
2.13414
2.62386
1.390
3.570
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .834
df 4
Mean Square .208 .291
Within Groups
4.367
15
Total
5.201
19
F .716
Sig. .594
Lampiran 20 Analisis ragam kadar hemoglobin
Descriptives
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 6.39681 7.40319
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
6.90000
.316228
.158114
R1
4
7.40000
1.045626
.522813
5.73618
R2
4
7.30000
1.205543
.602771
5.38171
R3
4
7.30000
.600000
.300000
R4
4
7.05000
.680686
.340343
Total
20
7.19000
.764268
.170895
Minimum
Maximum
6.500
7.200
9.06382
6.600
8.800
9.21829
6.200
9.000
6.34527
8.25473
6.600
7.800
5.96688
8.13312
6.200
7.600
6.83231
7.54769
6.200
9.000
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares .688
df 4
Mean Square .172
Within Groups
10.410
15
.694
Total
11.098
19
F .248
Sig. .906
107 Lampiran 21 Analisis ragam kadar hematokrit Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
20.2500
1.84842
.92421
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 17.3087 23.1913
R1
4
23.4375
3.71021
1.85510
17.5337
R2
4
25.2500
2.25462
1.12731
21.6624
R3
4
25.3125
4.86216
2.43108
R4
4
25.2500
3.57071
Total
20
23.9000
3.64674
Std. Error
Minimum
Maximum
18.50
22.50
29.3413
19.00
28.00
28.8376
23.50
28.50
17.5757
33.0493
20.50
30.75
1.78536
19.5682
30.9318
21.50
29.00
.81543
22.1933
25.6067
18.50
30.75
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 76.706
df 4
Mean Square 19.177
Within Groups
175.969
15
11.731
Total
252.675
19
F 1.635
Sig. .217
Lampiran 22 Analisis ragam jumlah leukosit Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound Upper Bound
Minimum
Maximum
R0
4
43 900.0000
2 635.65299
1 317.82649
39 706.0879
48 093.9121
40 000.00
45 600.00
R1
4
52 862.5000
13 408.66480
6 704.33240
31 526.3221
74 198.6779
35 500.00
68 000.00
R2
4
42 687.5000
10 111.57546
5 055.78773
26 597.7270
58 777.2730
34 600.00
55 750.00
R3
4
38 250.0000
10 347.78559
5 173.89280
21 784.3640
54 715.6360
24 000.00
48 800.00
R4
4
41 525.0000
4 928.40407
2 464.20203
33 682.8093
49 367.1907
37 200.00
48 200.00
20
43 845.0000
9 565.35552
2 138.87852
39 368.2758
48 321.7242
24 000.00
68 000.00
Total
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 477 378 250.000
df 4
Mean Square 119 344 562.500
Within Groups
1 261 046 250.000
15
84 069 750.000
Total
1 738 424 500.000
19
F 1.420
Sig. .275
108 Lampiran 23 Analisis ragam jumlah heterofil Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 20.0545 95.9455
Std. Error
Minimum
Maximum
R0
4
58.0000
23.84673
11.92337
25.00
76.00
R1
4
40.0000
18.93850
9.46925
9.8646
70.1354
19.00
65.00
R2
4
62.5000
5.19615
2.59808
54.2318
70.7682
55.00
67.00
R3
4
60.0000
17.79513
8.89757
31.6840
88.3160
37.00
78.00
R4
4
55.5000
8.02081
4.01040
42.7371
68.2629
50.00
67.00
20
55.2000
16.64996
3.72304
47.4076
62.9924
19.00
78.00
Total
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 1261.200
df 4
Mean Square 315.300 267.067
Within Groups
4006.000
15
Total
5267.200
19
F 1.181
Sig. .359
Lampiran 24 Analisis ragam jumlah limfosit Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound -4.8624 68.8624
Minimum
Maximum
11.00
64.00
R0
4
32.0000
23.16607
11.58303
R1
4
53.5000
19.01754
9.50877
23.2389
83.7611
28.00
74.00
R2
4
31.2500
8.73212
4.36606
17.3552
45.1448
22.00
43.00
R3
4
31.7500
20.83867
10.41933
-1.4090
64.9090
9.00
57.00
R4
4
38.2500
9.06918
4.53459
23.8189
52.6811
27.00
49.00
20
37.3500
17.63452
3.94320
29.0968
45.6032
9.00
74.00
Total
ANOVA
Sum of Squares 1435.300
df 4
Mean Square 358.825
Within Groups
4473.250
15
298.217
Total
5908.550
19
Between Groups
F 1.203
Sig. .350
109 Lampiran 25 Analisis ragam jumlah monosit Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
R0
4
6.5000
3.31662
1.65831
R1
4
4.0000
2.44949
1.22474
R2
4
5.5000
3.41565
R3
4
7.7500
3.40343
R4
4
5.5000
20
5.8500
Total
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 1.2225 11.7775
Minimum
Maximum
4.00
11.00
.1023
7.8977
2.00
7.00
1.70783
.0649
10.9351
2.00
10.00
1.70171
2.3344
13.1656
5.00
12.00
3.41565
1.70783
.0649
10.9351
1.00
9.00
3.13344
.70066
4.3835
7.3165
1.00
12.00
ANOVA Sum of Squares 30.800
Between Groups
df 4
Mean Square 7.700 10.383
Within Groups
155.750
15
Total
186.550
19
F .742
Sig. .578
Lampiran 26 Analisis ragam jumlah eosinofil Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound ,2223 3,3877
Minimum
Maximum
,71
2,74
r0
4
1,8050
,99465
,49733
r1
4
1,5996
,76707
,38353
,3790
2,8202
,71
2,35
r2
4
1,0953
,25882
,12941
,6835
1,5072
,71
1,22
r3
4
,9659
,29885
,14943
,4904
1,4415
,71
1,22
4
1,0953
,25882
,12941
,6835
1,5072
,71
1,22
20
1,3122
,63082
,14105
1,0170
1,6075
,71
2,74
r4 Total
ANOVA Sum of Squares 2,158
4
Mean Square ,539
Within Groups
5,403
15
,360
Total
7,561
19
Between Groups
df
F 1,498
Sig. ,253
110 Lampiran 27 Analisis ragam persentase zink serum
Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
R0
4
.2258
.09254
.04627
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound .0785 .3730
R1
4
.2173
.07101
.03551
.1043
R2
4
.2498
.0399
.05200
.0843
R3
4
.3308
.06897
.03448
R4
4
.2405
.07591
.03796
Total
20
.2463
.08098
.01811
Std. Error
Minimum
Maximum
.10
.33
.3302
.16
.31
.4152
.12
.37
.2210
.4405
.28
.43
.1197
.3613
.16
.33
.2084
.2842
.10
.43
ANOVA
Sum of Squares .033 .105 .138
Between Groups Within Groups Total
Mean Square .008 .007
df 4 15 19
F 1.178
Sig. .360
Lampiran 28 Analisis ragam luas permukaan villi usus Descriptives
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Minimum
Maximum
R0
4
4.010106
.4008163
.2004082
3.372318
4.647895
3.5851
4.5453
R1
4
4.522080
.7139315
.3569658
3.386055
5.658104
4.0540
5.5676
R2
4
4.443788
1.0705306
.5352653
2.740335
6.147241
3.2980
5.8859
R3
4
4.634867
.3713223
.1856611
4.044011
5.225724
4.1463
5.0219
R4
4
3.931156
.5502718
.2751359
3.055551
4.806761
3.2790
4.6174
20
4.308399
.6640644
.1484893
3.997608
4.619191
3.2790
5.8859
Total
ANOVA
Sum of Squares 1.607
df 4
Mean Square .402
Within Groups
6.771
15
.451
Total
8.379
19
Between Groups
F .890
Sig. .494
111 Lampiran 29 Analisis ragam luas permukaan mukosa usus
Descriptives
R0
4
57.13538
8.434982
4.217491
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound 43.71345 70.55732
48.259
68.179
R1
4
58.73726
15.582152
7.791076
33.94257
83.53194
39.526
77.423
R2
4
51.81064
17.564720
8.782360
23.86125
79.76003
36.278
76.517
R3
4
55.38220
15.405584
7.702792
30.86848
79.89592
40.175
76.571
4
41.16050
9.294039
4.647020
26.37160
55.94939
32.322
51.871
20
52.84519
13.816834
3.089538
46.37872
59.31167
32.322
77.423
4
Mean Square 197.161
F 1.042
189.237
N
R4 Total
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Minimum
Maximum
ANOVA
Between Groups
Sum of Squares 788.644
Within Groups
2838.549
15
Total
3627.193
19
df
Sig. .418