Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
KAJIAN DAMPAK KREDIT USAHA RAKYAT (KUR)*) Indra Idris **) ABSTRACT On 5 November 2007, The Republic of Indonesia’s president, Susilo Bambang Yudhoyono inaugurated credit for MSMEs under partly goverment guaranted scheme. The credit is called Kredit Usaha Rakyat (KUR) - People Business Credit, with maximum borrowing limit of Rp. 500 millions and then the credit was developed to become Micro KUR (credit with maximum limit of Rp. 5 million) on February 2008. The executing bank of KUR consist of 6 state-owned banks, namely: BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank Bukopin Bank Syariah Mandiri and BTN guaranteed by the Guarantor Company (PT Askrindo and Perum Jamkrindo). KUR often discourse as populist program. There are also allegations that the credit program “without warranty” is a way to gather sympathy for the political community. Is it true? The definite answer is: no. The fact shows contrary, KUR is a rational program with wide coverage in the center economy of middle and lower class society. In the midst of pressures from the global financial crisis that followed the depreciation of the market, especially in the United States and Europe, without support from KUR program, MSMES resistance and the real sector in general may not be in good condition as now. Kebijakan KUR, faktor-faktor pelaksanaan KUR, dampak KUR
I.
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Skim Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah untuk modal kerja dan/ atau investasi yang diberikan kepada usaha mikro dan kecil (UMK) yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari perusahaan penjamin. UMK harus merupakan usaha produktif yang layak (feasible), namun belum bankable. KUR mensyaratkan bahwa
*)
Kajian Asdep Urusan Penelitian UKM Tahun 2009 Artikel diterima 8 Mei 2010 peer review 10-30 Juni 2010, revieew akhir 1-30 Juli 2010 **) Kepala Bidang Penyelenggaraan, Asdep Urs. Penelitian UKM, Deputi Bidang Pengkajian UKMK (koordinator kajian)
49
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM dan koperasi pada umumnya kurang, maka sebagian di-cover dengan program penjaminan dengan coverage penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit. Sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial bank. Kementerian Koperasi dan UKM turut memprakarsai program perkuatan permodalan melalui KUR untuk mengatasi masalah permodalan UMKM. Tujuan diluncurkannya KUR adalah: (1) Untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM; (2) Untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan koperasi; (3) Untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan lapangan kerja. KUR adalah skim penyediaan kredit yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dijamin oleh Perum Jamkrindo dan PT Askrindo. Program KUR didukung oleh enam bank umum, yaitu BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, dan Bukopin, serta dua perusahaan penjaminan yaitu Perum Sarana Pengembangan Usaha (Perum SPU) sekarang berubah menjadi Perum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo) dan PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo). KUR dijamin oleh pemerintah sebesar 70% melalui Perum Jamkrindo dan PT Askrindo. Dalam waktu lima tahun ke depan mulai tahun 2010 diharapkan dapat mengucurkan dana kepada UMKM dan koperasi sebesar Rp100 triliun. Kebijakan ini jelas menunjukkan keseriusan pemerintah untuk meningkatkan peran UMKM dan koperasi dalam rangka mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Melalui pola perkreditan seperti KUR, yang bersifat kredit masal, maka harapan tersebut optimis terpenuhi mengingat calon penerima kredit tidak diwajibkan untuk menyediakan jaminan tambahan, seperti pada kredit lainnya yang terikat dengan ketentuan bank teknis. Sejak KUR diluncurkan hingga akhir November 2009, realisasi penyaluran KUR telah mencapai Rp16,45 triliun (KUR dan KUR Mikro), untuk 2,3 juta nasabah UMK baru atau setara +4,6 juta tenaga kerja baru bila diasumsikan rata-rata usaha mempekerjakan 2 orang tenaga kerja. Dari jumlah ini telah dikembalikan sebanyak Rp7,25 triliun sehingga outstanding KUR per akhir Agustus 2009 sebesar Rp8,25 triliun. Non performing loan (NPL) KUR mencapai 5,75% dan akan jauh berkurang bila klaim ke perusahaan penjamin (PT Askrindo & Perum Jamkrindo) dapat dibayar pada waktunya dimana KUR Mikro hanya disalurkan oleh BRI dengan nilai sebesar Rp9,15 triliun. BRI merupakan bank terbesar dalam menyalurkan KUR, diikuti
50
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
oleh Bank Mandiri dan BNI, sedangkan sektor terbesar yang menyerap KUR adalah sektor perdagangan Rp8,41 triliun (54,8%) dan sektor pertanian sebesar Rp4,17 triliun (27,2%). Pada sisi lain, provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan provinsi yang cukup besar dalam menyerap dana KUR yaitu di atas 10 %, sedangkan untuk provinsi lain rata-rata berkisar antara 0,3%-6 %. Permasalahan Program KUR telah berjalan 2 tahun, permasalahan yang muncul adalah percepatan realisasi KUR mulai melambat yang ditandai dengan grafik pertumbuhan penyaluran KUR mulai melandai, sebagaimana terlihat pada Grafik 1 dan 2. Akumulasi Volume Kredit KUR s/d 30 November 2009 (dalam Rp triliun) 18.0
16.3 16.1 16.5
16.0
Vol. Kredit (Rp triliun)
14.0 11.0
12.0
13.1 13.7 12.6 12.9
10.1
6.9
8.0 6.0
Debitur Baru UKM Nov 07 s/d Nov 09 = + 2.3 juta unit
4.8 3.3
4.0 2.0
11.6 12.0
14.9 15.2 15.3 14.1 14.5
8.4 8.9
10.0
1.4
2.0
Okt 09
Nov 09
Sept 09
Juli 09
Agst 09
Mei 09
Juni 09
April 09
Maret 09
Jan 09
Feb 09
Des 08
Okt 08
Nov 08
Sept 08
Agst 08
Juli 08
Mei 08
Juni 08
April 08
Maret 08
Jan 08
Feb 08
1.2.
Grafik 1. Grafik Pertumbuhan Volume Kredit KUR Pertumbuhan penyaluran KUR mulai melandai sejak tahun 2009, hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian sehingga faktorfaktor yang dapat mempercepat penyaluran KUR perlu didorong dan sebaliknya faktor-faktor yang menghambat mulai dikurangi atau dihilangkan sama sekali. Jika ini dapat dilakukan maka, target penyaluran KUR pada akhir tahun 2009 sekitar Rp19,5 triliun dapat tercapai sekaligus semakin memperluas akses pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil di pedesaan dan daerah-daerah tertinggal termasuk juga target penyaluran KUR sebesar Rp100 triliun untuk 5 tahun mendatang. Oleh sebab itu, kajian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan KUR mempengaruhi realisasi penyaluran KUR, faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan KUR, serta dampak dari penyaluran KUR.
51
triliun dapat tercapai sekaligus semakin memperluas akses pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil di pedesaan dan daerah-daerah tertinggal termasuk juga target penyaluran KUR sebesar Rp100 triliun untuk 5 tahun mendatang. Oleh JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73 untuk melihat sejauh mana kebijakan KUR sebab itu, kajian ini dilakukan mempengaruhi realisasi penyaluran KUR, faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan KUR, serta dampak dari penyaluran KUR.
Grafik 2. Pertumbuhan Jumlah Debitur KUR Grafik 2. Pertumbuhan Jumlah Debitur KUR 1.3. Tujuan dan Manfaat 1.3. Tujuan dan Manfaat TujuanTujuan kajiankajian adalah: adalah: 1) Mengevaluasi kebijakan KUR; KUR; 1) Mengevaluasi kebijakan 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR; 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR; 3) Mengevaluasi dampak pelaksanaan KUR. 3)
Mengevaluasi dampak pelaksanaan KUR.
Manfaat kajian ini yaitu didapatkannya gambaran konkret tentang pelaksanaan Manfaat program KUR yang dapat dijadikan untuk kajian ini yaitu didapatkannya gambaranbahan konkret masukan tentang penyempurnaan kebijakan penyaluran KUR dimasa mendatang. pelaksanaan program KUR yang dapat dijadikan bahan masukan untuk penyempurnaan kebijakan penyaluran KUR dimasa mendatang.
1.4. Ruang Lingkup 1.4.
Ruang Lingkup
Mengingat luasnya aspek yang berkaitan dengan KUR, maka aspek kajian dibatasi dalam lingkup sebagai berikut: Mengingat luasnya aspek yang berkaitan dengan KUR, maka aspek kajian dibatasi dalam lingkup sebagai berikut: teknis operasional yang 1) Identifikasi kebijakan dan peraturan-peraturan menimbulkan masalah di lapangan; 1) Identifikasi kebijakan dan peraturan-peraturan teknis operasional 2) Identifikasi mempengaruhi yang faktor-faktor menimbulkan yang masalah di lapangan; pelaksanaan KUR; 3) Identifikasi dan evaluasi dampak pelaksanaan KUR, terutama terhadap 2) Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR; nasabah, dan bank pelaksana; 3) Identifikasi dan evaluasi dampak pelaksanaan KUR, pelaksanaan terutama 4) Merumuskan masukan untuk penyempurnaan kebijakan KUR terhadap nasabah, dan bank pelaksana; berdasarkan fakta lapangan. 4)
Merumuskan masukan untuk penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR berdasarkan fakta lapangan.
3 52
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
1.5.
Output Kajian ini diharapkan bisa mendapatkan:
II.
1)
Deskripsi hasil analisis kebijakan KUR;
2)
Deskripsi faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KUR;
3)
Deskripsi dampak KUR terhadap UMKM, dan lembaga perbankan;
4)
Deskripsi rumusan masukan penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR dimasa mendatang.
KERANGKA PIKIR DAN KEBIJAKAN 2.1.
Kerangka Pikir Program KUR merupakan aktualisasi dari siasat inovatif untuk menciptakan hubungan yang saling melengkapi dan saling mengisi antara sektor finansial dan sektor riil. Terstruktur sebagai indikasi pembiayaan nasional yang bersifat lintas fungsional, lintas sektoral, dan lintas regional; bersentuhan langsung dengan aspek makro dan mikro ekonomi; serta berorientasi pada keselarasan antara segi pertumbuhan dan pemerataan. Perkembangan pelaksanaan program KUR, sangat ditentukan oleh terselenggaranya koordinasi yang melibatkan tiga unsur berikut: 1).
Unsur instansi/departemen pembina meliputi Menko Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, dan instansi/departemen terkait lainnya, di tingkat pusat dan daerah.
2).
Unsur perbankan terdiri dari: Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank BUKOPIN, dan Bank Syari’ah Mandiri.
3).
Unsur lembaga penjaminan terdiri dari: JAMKRINDO dan ASKRINDO.
Kegiatan yang dikoordinasikan meliputi: (1) Penyiapan UMKM dan koperasi sesuai dengan kewenangan instansi pembina; (2) Penetapan kebijakan dan prioritas bidang usaha UMKM dan koperasi; (3) Pelaksanaan penyaluran KUR dengan pihak perbankan dan lembaga penjaminan; dan (4) Penetapan kebijakan penjaminan. Dalam siklus koordinasi itu, Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/
53
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
Pembiayaan kepada UMKM dan koperasi, yang dibentuk oleh Menko Perekonomian, merupakan penyedia stimulus fiskal (dalam bentuk penjaminan yang bersumber dari APBN). Komite kebijakan ini amat menentukan kelancaran penyaluran KUR kepada UMKM dan koperasi serta menentukan keberhasilan bank pelaksana dan lembaga penjaminan dalam mencapai target ditetapkan. Kementerian Koperasi dan UKM yang bertanggung jawab secara sektoral dalam pembangunan Koperasi dan UKM mempunyai kepentingan dalam membuka akses permodalan dari lembaga perbankaan kepada UMKM dan koperasi melalui program KUR. Sebagai instansi teknis/kementerian pembina anggota Komite Kebijakan berkewajiban pula mengawal agar program KUR bisa berjalan sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat, mencermati sejauh mana implementasi kebijakan dilapangan, mencermati dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat, serta dampak dari program KUR terhadap UMKM dan koperasi; untuk kemudiankebijakan dibahas dalam pertemuan Kebijakan Kebijakan bagi pengembangan dimasa datang Komite yang lebih fleksibel dan bagi pengembangan kebijakan dimasa datang yang lebih fleksibel dan menguntungkan semua pihak terkait. menguntungkan semua pihak terkait.
Alur kerangka pikir dalam kajian ini, secara diagramatis digambarkan dalam GambarAlur 1. kerangka pikir dalam kajian ini, secara diagramatis digambarkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Alur1.Kerangka PikirPikir Gambar Alur Kerangka 2.2. Kebijakan Penyaluran KUR 54 Landasan operasional KUR adalah Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis,
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
2.2.
Kebijakan Penyaluran KUR Landasan operasional KUR adalah Inpres Nomor 6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007. Pihak yang terkait terdiri atas: Unsur Pemerintah (6 Menteri), Unsur Perbankan (6 Bank) dan Perusahaan Penjamin Kredit. Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum KUR, yaitu: 1).
Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia;
2).
MoU antara Departemen/Kementerian Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007;
3).
Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 26 Januari 2008 tentang Lembaga Penjaminan;
4).
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor KEP-05/M.EKON/01/2008 tanggal 31 Januari 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi;
5).
Addendum I MoU Departemen/Kementerian Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008;
6).
Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan.
7).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat berikut perubahannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009 tanggal 2 Februari 2009.
8).
Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR sesuai dengan Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor Kep-14/D.I.M.Ekon/04/2009 tanggal 28 April 2009.
55
6). Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan. 7). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat berikut perubahannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10/PMK.05/2009 JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS 49 - 73 tanggal 2 Februari :2009. 8). Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR sesuai dengan Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Selaku Ketua Tim Pelaksana Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan Kepada Usaha III. METODOLOGI Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Nomor Kep-14/D.I.M.Ekon/04/2009 Metode kajian tanggal 28 dilakukan April 2009.melalui pendekatan sistem dengan melakukan
analisis terhadap peraturan dan prosedur terkait dengan penyaluran KUR.
III. METODOLOGI Melakukan kajian dan analisa hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan
oleh berbagai pihak baik oleh lembaga akademis maupun pihak internal bank kajian dilakukan melalui identifikasi pendekatan kebutuhan sistem dengan melakukan pelaksana Metode KUR. Selanjutnya dilakukan pemangku analisis terhadap peraturan dan prosedur terkait dengan penyaluran KUR. Melakukan kepentingan (bank pelaksana KUR, perusahaan penjamin, pemerintah kajian dan analisa hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak dalam hal ini Kementerian Koperasi UKM, dan debitur KUR) dan baik oleh lembaga akademis maupundan pihak internal bank pelaksana KUR. saran penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR melalui focus group Selanjutnya dilakukan identifikasi kebutuhan pemangku kepentingan (bank pelaksana KUR, perusahaan penjamin, pemerintah (Kementerian Koperasi discussion (FGD) antara pemangku kepentingan dengan pakar dan ahli.UKM), Untukdan debitur KUR) danpengkajian, saran penyempurnaan kebijakan pelaksanaan KUR melalui focus mempertajam hasil juga dilakukan survei dan observasi langsung discussion (FGD) antara pemangku kepentingan dengan pakar ahli. Untuk ke group lapangan untuk mendapatkan data primer dan sekunder serta melakukan mempertajam hasil pengkajian, juga dilakukan survei dan observasi langsung ke analisa situasional pelaksanaan KUR. Pengambilan sampel dilakukan secara lapangan untuk mendapatkan data primer dan sekunder serta melakukan analisa purposive sampling dari responden debitur KUR lokasi secara kajianpurposive yang situasional pelaksanaan KUR. Pengambilan sampelpada dilakukan tersebar di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan sampling dari responden debitur KUR pada lokasi kajian yang tersebar di Sumatera Jawa Barat, Timur, Kalimantan dan Sulawesipertimbangan Utara. Pemilihan danUtara, Sulawesi Utara.Jawa Pemilihan lokasi di Selatan atas berdasarkan lokasi di atas berdasarkan pertimbangan bahwa penyaluran KUR padaSelain provinsi bahwa penyaluran KUR pada provinsi tersebut berjalan cukup baik. tersebut berjalan cukup baik. Selain itu, digunakan metoda Analitic Hierarchy itu, digunakan metoda Analitic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui Process (AHP) untuk mengetahui tingkat prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran KUR. dalam penyaluran KUR. Secara diagramatis metode kajian dapat dilihat pada Secara diagramatis metode kajian dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. ANALISIS KEBIJAKAN
KUR (KREDIT USAHA RAKYAT)
DATA SEKUNDER ANALISIS SITUASIONAL
ANALISIS SISTEM
STUDI KASUS SURVEI LAPANG
FGD
ANALISIS DATA
REKOMENDASI KEBIJAKAN
WORKSHOP : UJI SAHIH
Perbaikan mekanisme dan prosedur KUR
Gambar 2. Diagram Metode Kajian Gambar 2. Diagram Metode Kajian
Pada setiap propinsi diambil satu kabupaten/kota sebagai sampel. Sebagai responden ditetapkan : lembaga perbankan, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, koperasi, dinas/instansi, Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan expert. Penyebaran sampel dan responden tertera pada Tabel 1, 2 dan 3.
56
6
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
Tabel 1. Penyebaran Sampel untuk Survei Lapangan
Tabel 2. Penyebaran Sampel Peserta FGD
Variabel, indikator dan sub indikator pengamatan dalam kajian ini sebagai berikut : Tabel 3. Variabel Penelitian
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Perkembangan Penyaluran KUR Nasional Program KUR diharapkan bisa mendongkrak penyaluram kredit UMKM terutama ke sektor investasi dan modal kerja. Kenyatan
57
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
menunjukkan realisasi KUR hingga 30 November 2009 baru sebesar Rp16.45 tiliun untuk 2,3 juta debitur, terdiri dari KUR Mikro sebesar Rp9,15 triliun untuk 2,2 juta debitur dan KUR retail sebesar Rp7,30 triliun untuk 84,4 ribu debitur sebagaimana terlihat dalam tabel berikut: Tabel 4. Penyaluran KUR Mikro dan KUR Retail hingga 30 November 2009
Dari data di atas, ternyata penyaluran KUR Mikro mencapai 55,6% dari jumlah plafon. KUR Mikro hanya disalurkan oleh BRI, selebihnya adalah KUR Ritail. Penyalur KUR Ritail paling besar adalah Bank BRI 20,7%, Bank Mandiri 9,1%, dan Bank BNI 6,6%, sedangkan bank penyalur lainnya dibawah 4%. Kelihatan bank penyaluran KUR selain Bank BRI masih sangat hati-hati dan belum optimal dalam menyalurkan KUR. Terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi perbankan, kondisi tersebut mengidentifikasikan bahwa keberpihakan perbankan ke sektor UMKM masih kurang. Dari sisi penyebarannya, penyerapan dana KUR terbesar masih berada di Jawa mencapai Rp7.946.756 juta (38,31%) dengan total debitur 1.395.961 (60.65%) dari total nasional. Secara nasional dan di pulau Jawa, Jawa Timur menyerap dana KUR terbesar Rp2.391.964 (14,54) dengan debitur 436.838 (18,98), Jawa Tengah sebesar Rp2.322.032 (14,12 %) dengan debitur 478.808 (20.80%), Jawa Barat sebesar Rp1.953.373 (11,87 %) dengan debitur 342.726 (14.89), diikuti DKI Jakarta hanya sebesar Rp 667.656 (4.06 %) dengan debitur 46.990 (2.04) dan Banten Rp349.102 (2,12 %) dengan debitur 36.258 (1.58%).
58
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
Penyerapan dana KUR di luar Jawa terbesar adalah Sumatera Utara sebesar Rp935.372 juta (5,69%) dengan debitur 102.680 (4.46%), Sulawesi Selatan Rp893.365 (5,43%) dengan debitur 119.804 (5,21%), Kalimantan Selatan Rp618.169 (3,76%) dengan debitur 46.028 (2,00%), Sumatera Selatan Rp. 581.222 (3.53) dengan debitur 49.789 (2,16%), dan Riau Rp516.962 (3,14%) dengan debitur 32.420 (1.41%). Provinsi lainnya menyerap KUR dibawah 3% dan bahkan terdapat 10 provinsi di luar Jawa hanya menyerap dana KUR dibawah 1% dari total penyerapan KUR secara nasional. Berarti penyaluran KUR secara nasional masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Gambar 3. Penyaluran PenyaluranKUR KUR secara Nasional Gambar 3. secara Nasional Berdasarkan Gambar 3 kelihatan jelas ketimpangan penyaluran KUR Berdasarkan Gambar 3 kelihatan jelas ketimpangan penyaluran antar provinsi, walaupun secara nasional sudah terserap akan tetapi provinsi KUR antar provinsi, walaupun secara nasional sudah terserap akan yangtetapi paling banyak yang menyerap KUR adalah provinsi Jawa Timur, provinsi paling banyak menyerap KURTengah, adalah Jawa provinsi Jawa danTengah, Jawa Barat, sedangkan di luar Jawa hanya Sumatera Utara, Sulawesi Jawa Timur, dan Jawa Barat, sedangkan di luar Jawa hanya Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Secara umum penyaluran Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan dan Kalimantan KUR masih terkonsentrasi di pulau Jawa sedangkan di pulau lain KUR masih Selatan. Secara penyaluran terkonsentrasi pulau kurang terserap secaraumum maksimal. Kondisi KUR ini bisamasih saja disebabkan oleh di faktor Jawa sedangkan di pulau lain KUR masih kurang terserap secara sosialisasi yang masih terbatas pada daerah di luar Jawa, sehingga masyarakat maksimal. Kondisiinformasi ini bisayang sajajelas disebabkan oleh faktor sosialisasi tidak banyak mendapat tentang program KUR. Pada sisi lain bisa juga disebabkan jumlah penyebaran kantor cabang bank penyalur di daerah luar Jawa terbatas bila dibandingkan dengan penyebaran kantor cabang bank penyalur di pulau Jawa. 59 4.2. Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi Penyaluran KUR didesain untuk kegiatan ekonomi produktif bagi
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
yang masih terbatas pada daerah di luar Jawa, sehingga masyarakat tidak banyak mendapat informasi yang jelas tentang program KUR. Pada sisi lain bisa juga disebabkan jumlah penyebaran kantor cabang bank penyalur di daerah luar Jawa terbatas bila dibandingkan dengan penyebaran kantor cabang bank penyalur di pulau Jawa. 4.2.
Penyaluran KUR Menurut Sektor Ekonomi Penyaluran KUR didesain untuk kegiatan ekonomi produktif bagi keperluan investasi dan modal kerja yang difokuskan pada sektor usaha yakni pertanian, perikanan dan kelautan, kehutanan, perindustrian dan perdagangan. Untuk mengetahui sejauhmana penyaluran KUR berdasarkan sektor ekonomi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel PenyaluranKUR KUR Berdasarkan Berdasarkan Sektor Tabel 5. 5.Penyaluran SektorEkonomi Ekonomi Hingga 30 30 November November 2009 Hingga 2009 Debitur
No.
Sektor Ekonomi
Volume Kredit
1 Perdagangan, Restoran & Hotel 2 Pertanian 3 Pertambangan 4 Pengangkutan, Pergudangan & Komunikasi 5 Listrik, Gas & Air 6 Jasa-jasa Dunia Usaha 7 Industri Pengolahan 8 Konstruksi 9 Jasa-jasa Sosial/ Masyarakat 10 Perumahan 11 Lain-lain
1,878,177 231,193 180 144,665 47 4,115 32,899 2,025 763 7,511
% thd Total 81.6% 10.0% 0.0% 6.3% 0.0% 0.2% 1.4% 0.1% 0.0% 0.0% 0.3%
Total
2,301,575
100.0%
Jumlah
11,587,585 2,475,152 6,604 87,941 2,398 375,596 376,188 276,129 94,627 1,168,088
% thd Total 70.4% 15.0% 0.0% 0.5% 0.0% 2.3% 2.3% 1.7% 0.6% 0.0% 7.1%
16,450,308
100.0%
Rp. Juta
Rata-rata Kredit / Debitur (Rp. Juta) 6.17 10.71 36.69 0.61 51.02 91.27 11.43 136.36 124.02
Outstanding Debitur (Rp Juta)
155.52
5,264,457 1,580,266 4,396 55,116 1,947 253,626 223,659 193,627 65,337 610,781
7.15
8,253,211
*) Disortir menurut Jumlah Debitur
Secara sektor perdagangan, perdagangan, Secaranasional nasionalberdasarkan berdasarkansektor, sektor, ternyata ternyata sektor restoran dandan hotelhotel menyerap KUR KUR paling paling besar Rp11.587.585 juta (70,4%) restoran menyerap besar Rp11.587.585 juta dengan jumlah debitur 1.878.177 (81,6%), sektor (81,6%), pertanian sektor Rp2.475.152 juta (70,4%) dengan jumlah debitur 1.878.177 pertanian (15,0%) dengan debitur 231.193 (10%), sektor industri pengolahan Rp376.188 jutadebitur (15,0%)32,899 dengan debiturjasa-jasa 231.193dunia (10%), sektor industri jutaRp2.475.152 (2,3%) dengan (1,4%), usaha Rp375.596 pengolahan Rp376.188 juta (2,3%) dengan debitur 32,899 (1,4%), jasajuta, kemudian diikuti sektor lainnya. Dominasi sektor perdagangan, restoran danjasa hotel juga usaha memperlihatkan bahwa terkonsentrasi pada dunia Rp375.596 juta,penyaluran kemudian KUR diikuti sektor lainnya. pusat-pusat keramaian atau daerah perkotaan. Sedangkan penyebaran Dominasi sektor perdagangan, restoran dan hotel juga memperlihatkan penyaluran KUR ke sektor lainterkonsentrasi yang berkedudukan luar daerahkeramaian perkotaan bahwa penyaluran KUR pada di pusat-pusat seperti: sektor pertanian, perikanan dan pertambangan masih terbatas. Untuk atau daerah perkotaan. Sedangkan penyaluran KUR ke lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3 danpenyebaran 4.
60
Secara nasional berdasarkan sektor, ternyata sektor perdagangan, restoran dan hotel menyerap KUR paling besar Rp11.587.585 juta (70,4%) dengan jumlah debitur 1.878.177 (81,6%), sektor pertanian Rp2.475.152 juta (15,0%) dengan debitur 231.193 (10%), sektor industri pengolahan Rp376.188 Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris) juta (2,3%) dengan debitur 32,899 (1,4%), jasa-jasa dunia usaha Rp375.596 juta, kemudian diikuti sektor lainnya. Dominasi sektor perdagangan, restoran dan hotel juga memperlihatkan bahwa penyaluran KUR terkonsentrasi pada pusat-pusat keramaian atau daerah perkotaan. Sedangkan penyebaran penyaluran KUR berkedudukan ke sektor lain yang berkedudukan di luar daerah perkotaan sektor lain yang di luar daerah perkotaan seperti: sektor seperti: sektor pertanian, dan pertambangan masih terbatas. Untuk pertanian, perikanan danperikanan pertambangan masih terbatas. Untuk lebih lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. jelas dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Sumber : Data diolah
Gambar 4.4.Penyerapan VolumeKUR KUR Menurut Sektor Ekonomi Gambar Penyerapan Volume Menurut Sektor Ekonomi
10
Sumber : Data diolah
Grafik 5. Penyerapan Debitur KUR Menurut Sektor Ekonomi
Gambar 5. Penyerapan Debitur KUR Menurut Sektor Ekonomi 4.3. Perkembangan Penyaluran KUR di Lokasi Kajian
4.3.
Perkembangan Penyaluran KUR di Lokasibeberapa Kajian kendala, seperti Dalam penyaluran KUR ditemukan pemahaman yang belum sama terhadap skim KUR, baik oleh para petugas bank Dalam penyaluran KURsehingga ditemukan kendala, di lapangan maupun masyarakat, munculbeberapa persepsi yang keliru seperti tentang pemahaman yang belum sama terhadap skim KUR, baik oleh para KUR, misalnya: tentang ketentuan agunan, persyaratan administrasi, dan sumber dana harus masyarakat, dilaksanakan sesuai prinsipmuncul kehatipetugas bankKUR. di Penyaluran lapangan KUR maupun sehingga hatian dalam sehinggaKUR, diperlukan kompetensi tenaga petugas persepsi yangperbankan keliru tentang misalnya: tentang ketentuan perbankan yang sesuai. Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa agunan, persyaratan administrasi, dan sumber dana KUR. Penyaluran dilakukan seketika oleh perbankan namun harus dilakukan secara bertahap.
61
Dalam penyaluran KUR ditemukan beberapa kendala, seperti pemahaman belum sama terhadap skim KUR, baik oleh para petugas bank JURNAL VOLUME 5yang - AGUSTUS : 49 - 73 di lapangan maupun masyarakat, sehingga muncul persepsi yang keliru tentang KUR, misalnya: tentang ketentuan agunan, persyaratan administrasi, dan sumber dana KUR. Penyaluran KUR harus dilaksanakan sesuai prinsip kehatiharusperbankan dilaksanakansehingga sesuai prinsip kehati-hatian dalam perbankan hatianKUR dalam diperlukan kompetensi tenaga petugas sehingga diperlukan kompetensi tenaga petugas perbankan yang sesuai. perbankan yang sesuai. Pemenuhan tenaga pemasaran KUR tidak bisa Pemenuhan tenaga tidakharus bisa dilakukan dilakukan seketika olehpemasaran perbankanKUR namun dilakukanseketika secara oleh bertahap. perbankan namun harus dilakukan secara bertahap.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Gambar 6. Realisasi Penyaluran KUR pada Provinsi Kajian Periode Januari - November 2009 Selain itu, perubahan kondisi makro-ekonomi, misalnya: kenaikan inflasi, dan kenaikan suku bunga, menyebabkan permintaan kredit menurun. Sungguhpun terdapat kendala dan permasalahan sebagaimana dikemukakan di atas, namun akselerasi penyaluran KUR perlu ditingkatkan mengingat skim kredit ini memberikan akses pembiayaan yang lebih baik kepada UMKM. Rata-rata penyaluran KUR pada lokasi kajian selama tahun 2009 (s.d November) untuk provinsi Sumatera Utara sebesar Rp21,6 miliar dengan jumlah debitur 2.791, Jawa Barat sebesar Rp33,5 miliar dengan debitur 7.176, Jawa Timur sebesar Rp34,6 miliar dengan debitur 7.787, Kalimantan Selatan Rp36.135 miliar dengan debitur 1.517 dan Sulawesi Utara Rp2,5 miliar dengan debitur 467. Sungguhpun Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan provinsi
62
11
mengingat skim kredit ini memberikan akses pembiayaan yang lebih baik kepada UMKM. Rata-rata penyaluran KUR pada lokasi kajian selama tahun 2009 (s.d November) untuk provinsi Sumatera Utara sebesar Rp21,6 miliar dengan jumlah debitur 2.791, Jawa Barat sebesar Rp33,5 miliar dengan debitur Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris) 7.176, Jawa Timur sebesar Rp34,6 miliar dengan debitur 7.787, Kalimantan Selatan Rp36.135 miliar dengan debitur 1.517 dan Sulawesi Utara Rp2,5 miliar dengan debitur 467. Sungguhpun Jawa Timur dan Jawa Barat merupakan provinsi terbesar dalam penyerapan KUR secara nasional, namun dalam rataterbesar dalam penyerapan KUR secara nasional, namun dalam ratarata penyaluran KUR priode 2009 (s.d November) ternyata Kalimantan Selatan rata penyaluran KUR priode 2009 (s.d November) ternyata Kalimantan jauh melewati penyaluran KUR secara rata-rata pada ke dua provinsi tersebut. Selatan jauhjelas melewati penyaluran secara Untuk lebih digambarkan pada KUR Gambar 6. rata-rata pada ke dua provinsi tersebut. Untuk lebih jelas digambarkan pada Gambar 6.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber Sumber : Diolah dari berbagai sumber
Gambar 7. Realisasi Debitur KUR pada provinsi kajian priode Januari s.d Gambar 7. Realisasi DebiturNovember KUR pada provinsi kajian priode 2009 Januari s.d November 2009 4.4. Implementasi Kebijakan 4.4. Implementasi Kebijakan Kajian lapangan dan FGD menemukan berbagai persoalan yang Kajian lapangan danKUR FGDmengalami menemukanperlambatan berbagai persoalan yang antara menyebabkan penyaluran pertumbuhan menyebabkan penyaluran KUR mengalami perlambatan pertumbuhan lain: antara lain: 1). Belum adanya pemahaman/persepsi yang sama antar stakeholder KUR 1). terutama Belum adanya pemahaman/persepsi antardistakeholder di kalangan Pembina UMKMyang dansama koperasi tingkat pusat dan daerah dengan debitur dan masyarakat, terutama KUR terutama dikalangan pembina UMKM danmenyangkut koperasi ditentang agunan tingkattambahan. pusat dan daerah dengan debitur dan masyarakat, terutama menyangkut tentang agunan tambahan.
2).
Ketentuan tentang kewajiban kepada bank pelaksana untuk membuktikan debitur adalah debitur yang belum pernah menerima kredit/pembiayaan dengan melampirkan Sistem Informasi Debitur (SID) dianggap menyulitkan penyaluran KUR-Mikro. Ketentuan tentang hal ini termuat dalam Permenkeu Nomor 10/PMK.05/2009 dan SOP KUR yang dikeluarkan oleh Komite Kebijakan.
63
12
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
3).
Bank pelaksana KUR mulai kesulitan menemukan debitur baru sesuai dengan ketentuan Komite Kebijakan.
4).
Bank pelaksana KUR mengalami kesulitan menyalurkan KUR kepada debitur baru yang memiliki kredit konsumtif seperti kartu kredit, sepeda motor dan perumahan meskipun kondisi kreditnya lancar.
5).
Tidak semua kantor pelayanan bank pelaksana KUR dapat melayani Kredit dan hal ini terlambat untuk disosialiasikan, sehingga menyulitkan UMKM dan koperasi yang terlanjur mendatangi kantor bank tersebut mengajukan permohonan kredit.
6).
Lokasi UMKM dan koperasi yang relatif jauh dari jangkauan pelayanan bank pelaksana KUR turut menghambat penyaluran KUR. Hasil penelitian menunjukkan radius pelayanan bank pelaksana untuk melayani kredit rata-rata berkisar sekitar 10 km2.
7).
Jumlah tenaga account officer sangat terbatas dan rekruitmennya tidak bisa dilakukan seketika. Sementara potensi calon debitur sangat banyak dan menyebar serta debitur KUR yang existing memerlukan monitoring.
8).
Keterlambatan pembayaran klaim dari perusahaan penjamin kepada bank pelaksana akibat perbedaan penafsiran ketentuan pembayaran klaim.
9).
Pemberlakuan tanggal SOP yang bersifat mundur menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran bagi bank pelaksana dalam menyalurkan KUR yang sudah terlanjur dilaksanakan.
10). Bank pelaksana KUR dengan kinerja Non Performance Loan (NPL) KUR di atas 5% mengambil kebijakan untuk mengerem, bahkan menghentikan penyaluran KUR dan melakukan evaluasi. 11).
Keterlibatan pembina UMKM dan koperasi dalam program KUR lebih sebatas mengikuti sosialisasi dan belum diikutsertaan dalam seleksi dan pemilihan calon debitur binaannya.
12). Pemanfaatan koperasi dan lembaga Linkage dalam penyaluran KUR belum optimal di daerah. 13). Sejumlah Bank Pembangunan Daerah telah mengajukan permohonan sebagai bank penyalur KUR, namun belum mendapatkan respon yang memadai dari komite kebijakan.
64
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
4.5.
Dampak KUR Dampak positif terhadap UMKM dan koperasi debitur KUR Mikro dan KUR Retail sebagai berikut : 1).
Untuk debitur KUR Mikro, menyatakan 85% kondisi usahanya stabil dan meningkat, 94% menyatakan volume produksinya meningkat, 84% menyatakan volume penjualannya meningkat, 94% menyatakan pendapatan bersihnya meningkat, dan menyatakan 12% jumlah karyawannya meningkat;
2).
Untuk debitur KUR Retail, menyatakan 84% kondisi usahanya stabil dan meningkat, 88% menyatakan volume produksinya meningkat, 88% menyatakan volume penjualannya meningkat, 100% menyatakan pendapatan bersihnya meningkat, dan menyatakan 58% jumlah karyawannya meningkat. Dampak positif terhadap bank pelaksana KUR sebagai berikut :
1).
Mendorong bank pelaksana lebih berani menyalurkan kredit kepada UMKM dan koperasi, karena 70% kreditnya dijamin oleh Pemerintah melalui perusahaan penjamin.
2).
Penurunan fasilitas Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) terhadap kredit yang dijamin oleh perusahan penjamin BUMN sebesar 20% memberikan insentif bagi Bank Pelaksana KUR dalam menyalurkan KUR.
3).
Program KUR telah memberikan dampak positif kepada perbankan, yaitu 100% bank pelaksana menyatakan KUR telah menambah jumlah debitur potensial, 66,7% menyatakan kantor pelayanan/outlet telah bertambah, dan 66% menyatakan adanya peningkatan tenaga kerja. Dampak positif terhadap lembaga penjamin KUR
1).
Perusahaan penjamin menyatakan program KUR 100% menambah jumlah UMKM dan koperasi terjamin.
2).
Kapasitas perusahaan penjamin dalam menjamin UMKM dan koperasi meningkat sebanyak 10 kali.
3).
Permodalan perusahaan penjamin meningkat sebagai dampak dari pelaksanaan Penyertaan Modal Negara.
4).
Perusahaan penjamin 60% menyatakan keberadaan KUR meningkatkan jumlah tenaga kerja.
65
melalui perusahaan penjamin. 2). Penurunan fasilitas Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) terhadap kredit yang dijamin oleh perusahan penjamin BUMN sebesar 20% memberikan insentif bagi Bank Pelaksana KUR dalam menyalurkan KUR. JURNAL 5 - AGUSTUS : 49 - 73dampak positif kepada perbankan, yaitu 3). VOLUME Program KUR telah memberikan 100% bank pelaksana menyatakan KUR telah menambah jumlah debitur potensial, 66,7% menyatakan kantor pelayanan/outlet telah bertambah, dan 66% menyatakan adanya peningkatan tenaga kerja.
5).
Terjadi peningkatan jumlah kantor perwakilan dan cabang
Dampak positif terhadap lembaga penjamin KUR perusahaan penjamin. 1). Perusahaan penjamin menyatakan program KUR 100% menambah jumlah 6). dan Meningkatnya citra perusahaan penjamin di mata perbankan, UMKM koperasi terjamin. pemerintah daerah, UMKM dan koperasi. 2). Kapasitas pemerintah perusahaan pusat, penjamin dalam menjamin UMKM dan koperasi meningkat sebanyak 10 kali. 3). Permodalan perusahaan penjamin meningkat sebagai dampak dari 4.6. Faktor Mempengaruhi Pelaksanaan KUR pelaksanaan Penyertaan Modal Negara. Untuk keberhasilan kinerja keberadaan program KUR pihak yang 4). Perusahaan penjamin 60% menyatakan KUR semua meningkatkan jumlah tenaga kerja. terlibat mulai dari Lembaga Penggagas KUR, lembaga perbankan, 5). Terjadi peningkatan kantorIndonesia perwakilanbersinergi dan cabang perusahaan komite kebijakanjumlah dan Bank mulai dari proses penjamin. penentuan kebijakan sampai pada implementasi penyaluran KUR, 6). Meningkatnya citra perusahaan penjamin di mata perbankan, pemerintah memiliki persamaan untuk mensukseskan program KUR. Dari pusat, pemerintah daerah, persepsi UMKM dan koperasi.
hasil kajian terdapat 4 (empat) faktor dan sub faktor yang merupakan penentu keberhasilan KUR. Faktor dan sub faktor tersebut dapat 4.6. Faktor Mempengaruhi Pelaksanaan KUR dijelaskan seperti pada Gambar 8. TUJUAN
PENYALURAN KUR
FAKTOR Prospek Calon Debitur
Kebijakan dan Sumber Daya Perbankan
Kebijakan Komite KUR
Lingkungan Eksternal
1. Jaringan 2. Account Officer 3. Pandangan Bank Terhadap Risiko Kredit
1. Fasilitas Penjaminan Yang Disediakan 2. Ketentuan Debitur Baru 3. Sosialisasi Dan Koordinasi
1. Ketidak Pastian Perkembangan Ekonomi Makro 2. Pelarian Modal 3. Kenaikan Suku Bunga SBI dan Surat Berharga Negara (SBN) Lainnya
SUB FAKTOR 1. Kelayakan Usaha 2. Administrasi 3. Jaminan
14
Gambar 8. Faktor dan Sub Faktor Yang Dianggap Berpengaruh Terhadap Kinerja KUR Untuk melihat faktor paling dominan dalam menentukan keberhasilan kinerja program KUR dilakukan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan para pakar yang selama ini mendalami permasalahan pelaksanaan KUR. Dari hasil proses AHP diperoleh skala prioritas faktor dan sub faktor penentu keberhasilan KUR sebagaimana tertuang pada Tabel 6.
66
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
Tabel 6. Skala Prioritas Faktor dan sub Faktor Penentu Keberhasilan KUR
Dapat dikemukakan keberhasilan KUR adalah:
bahwa
faktor-faktor
penentu
1).
Prioritas 1, penyaluran KUR sangat dipengaruhi oleh prospek debitur. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling tinggi difokuskan kepada calon debitur UMKM dan koperasi yang memiliki jaminan, disusul dengan prioritas kelayakan usaha dan terakhir diproritaskan kepada debitur UMKM dan koperasi yang memenuhi syarat administrasi. Dengan adanya fasilitas penjaminan dari perusahaan penjamin, maka bank pelaksana merasa sangat terbantu untuk menjalankan fungsi intermediasi menyalurkan KUR. Untuk kelayakan usaha yang diperhatikan oleh bank pelaksana KUR adalah track record, kelayakan pasar, manajemen dan aspek teknis serta pengendalian risiko. Sedangkan persyaratan administrasi, bank pelaksana masih memberikan toleransi yang penting ada catatan dan pembukuan sederhana yang dapat menggambarkan pemisahan transaksi keuangan pribadi dan usaha.
2).
Prioritas 2, Penyaluran KUR sangat ditentukan oleh kebijakan internal dan sumberdaya perbankan. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling tinggi difokuskan pada persepsi bank tentang risiko kredit, kemudian disusul dengan prioritas keberadaan
67
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
jaringan kantor pelayanan dan terakhir diprioritaskan ketersediaan jumlah account officer bank. Kesimpulan mengenai persepsi menduduki prioritas pertama, bisa menjelaskan meskipun sudah ada fasiltas penjaminan dari pemerintah, tetapi bank tetap lebih terfokus untuk membiayai sektor-sektor yang dianggap memiliki low risk (misalnya perdagangan) dibandingkan membiayai sektor-sektor yang dianggap high risk (seperti pertanian dan perikanan). Kesimpulan mengenai jaringan dan kantor pelayanan menduduki prioritas kedua, menjelaskan bahwa bank-bank yang memiliki kantor pelayanan dan jaringan pelayanan kredit yang luas akan lebih optimal menyalurkan KUR (contoh Bank BRI memiliki unit pelayanan di setiap kecamatan bahkan telah menambah Teras BRI di sejumlah daerah). Ketersediaan account officer bisa menjelaskan mengapa bank-bank seperti Bank BRI yang memiliki dukungan sumberdaya dan jumlah account officer yang lebih banyak mampu memanfaatkan program KUR secara lebih masif.
68
3).
Prioritas 3, Penyaluran KUR sangat ditentukan oleh kebijakan Komite Kebijakan. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling tinggi difokuskan pada ketentuan calon debitur, kemudian disusul dengan prioritas sosialisasi dan koordinasi, selanjutnya nilai penjaminan dan terakhir diprioritaskan untuk aspek ATMR. Kesimpulan mengenai ketentuan calon debitur ini, bisa menjelaskan mengapa penyaluran KUR mulai mengalami keterlambatan pertumbuhan, karena bank pelaksana mulai kesulitan mencari calon debitur baru. Kesimpulan mengenai sosialisasi dan koordinasi ini, menjelaskan bahwa sesungguhnya bank pelaksana memandang sangat penting melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan melibatkan semua stakeholder di pusat dan daerah. Kesimpulan mengenai nilai penjaminan, bisa menjelaskan mengapa bank tertarik menjalankan program KUR karena nilai penjaminannya cukup memadai untuk meng-cover risiko kredit. Kesimpulan mengenai ATMR ini bisa menjelaskan mengapa bank tertarik menyalurkan KUR karena dengan ketentuan ATMR sebesar 20% untuk kredit yang dijamin oleh perusahaan penjamin BUMN dapat melonggarkan ketentuan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai insentif bank pelaksana KUR.
4).
Prioritas 4, Penyaluran KUR sangat ditentukan oleh lingkungan eksternal. Hasil uji AHP menunjukkan skala prioritas paling
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
tinggi difokuskan pada ketidakpastian pasar, ketentuan calon debitur, kemudian disusul dengan prioritas kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Negara (SBN), selanjutnya prioritas terakhir adalah pelarian modal. Kesimpulan mengenai ketidakpastian pasar sangat mempengaruhi KUR, dapat menjelaskan pada periode perlambatan pertumbuhan penyaluran KUR disebabkan adanya krisis keuangan global sehingga mempengaruhi persepsi bank pelaksana untuk menunggu perkembangan lebih lanjut dari perkembangan ekonomi makro. Kesimpulan mengenai mengapa KUR, dipengaruhi oleh kenaikan suku bunga SBI dan SBN karena pada periode tersebut ada bank pelaksana secara tidak langsung didorong untuk membeli SBI dan SBN sehingga mempengaruhi likuiditas perbankan. Kesimpulan mengenai pelarian modal, bisa menjelaskan pada saat itu bank pelaksana dihantui oleh rasa ketakutan terhadap dampak kemungkinan terjadinya kecenderungan pelarian modal yang dapat mempengaruhi kesulitan likuiditas perbankan. 4.7.
Rekomendasi Kebijakan Dari hasil observasi lapangan terhadap debitur KUR, Focus Group Discussion (FGD) serta diskusi dengan beberapa pakar dan pemangku kepentingan (Bank Indonesia, bank penyalur KUR, instansi terkait), maka disusun beberapa usulan rekomendasi kebijakan yang dapat diterapkan di pusat dan daerah termasuk juga policy memo untuk masukan program 100 hari pemerintahan yang baru sebagai berikut: 4.7.1. Bagi Pengambil Kebijakan di Tingkat Pusat 1).
Perlunya kelonggaran persyaratan debitur KUR dengan merevisi Permenkeu Nomor 10/PMK.05/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Perubahan atas Permenkeu Nomor 135/PMK.05/2008 tentang fasilitas penjaminan KUR;
2).
Perluasan bank penyalur KUR dengan mengikutsertakan Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau bank swasta nasional lainnya;
3).
Mendorong linkage program antara bank penyalur KUR dengan BPR, KSP/USP Koperasi dan LKM untuk mengatasi keterbatasan jaringan pelayanan bank pelaksana KUR;
69
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
4).
Membedakan plafon kredit untuk lembaga peserta linkage program dengan plafon UMK dan koperasi secara individual;
5).
Melonggarkan ketentuan pembatasan nilai agunan dalam persyaratan penyaluran KUR oleh bank pelaksana kepada UMKM dan koperasi dengan nilai maksimal nilai penjaminan sebesar maksimal 50% sebagaimana tercantum dalam SOP;
6).
Melakukan sinkronisasi dan harmonisasi antar ketentuan pelaksanaan KUR, Nota Kesepahaman, Peraturan Menteri Keuangan dan SOP.
4.7.2. Bagi Pengambil Kebijakan dan Pelaksana di Daerah 1).
Mewujudkan Forum Koordinasi Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Kantor Wilayah Bank Indonesia dan Kantor Cabang Bank Pelaksana KUR di daerah tentang sosialisasi KUR dan target KUR;
2).
Merintis pendirian Lembaga Penjamin Kredit di daerah dengan diampu oleh Askrindo dan Jamkrindo;
3).
Mendorong Pemda untuk mereplikasi KUR di daerah masing-masing dengan dukungan dana dari APBD.
4.7.3. Bagi Bank Pelaksana 1).
Bank Indonesia bersama Pemda dan bank pelaksana KUR setempat agar memberdayakan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB);
2).
Meminta kantor pusat bank menetapkan target KUR di kantor cabang di daerah (jumlah debitur dan nilai kredit);
3).
Mendorong kantor cabang bank pelaksana KUR di daerah memperluas unit jangkauan pelayanan.
4.7.4. Kebijakan Khusus 1).
70
Upaya menurunkan tingkat suku bunga KUR melalui penempatan dana pemerintah di bank pelaksana KUR dan di-blend (dicampur) dengan dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan atau menggunakan mekanisme penempatan dana KUKM seperti SUP 005 dan/atau
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
memberikan subsidi bunga dari pemerintah seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE); 2).
Memberikan perlakuan khusus dalam penjaminan untuk mengembangkan usaha sektor pertanian, perikanan, dan daerah tertinggal yang menjadi prioritas pemerintah misalnya dengan memberikan penjaminan dengan nilai 100% yang secara bertahap dikurangi dan akhirnya dialihkan secara komersial.
4.7.5. Policy Memo Program 100 hari Pemerintah
V.
1).
Meningkatkan koordinasi (harmonisasi) di tingkat pusat antara bank pelaksana KUR dengan instansi terkait (Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Negara KUKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan);
2).
Melaksanakan sosialisasi KUR ke publik melalui bazar perbankan yang lebih intensif bahwa KUR bukan uang pemerintah namun berasal dari dana komersial perbankan. Dana sosialisasi bisa dari pemerintah;
3).
Melakukan koordinasi dengan dinas terkait terutama di kabupaten/kota dengan pihak perbankan;
4).
Melaksanakan pertemuan periodik bank pelaksana KUR dengan instansi terkait di Bank Indonesia untuk monitoring KUR secara berkesinambungan;
5).
Mengusulkan adanya target kantor cabang setiap bank pelaksana KUR yang dikaitkan dengan kinerja kantor cabang bank tersebut;
6).
Menyebarluaskan best practices kisah sukses debitur KUR dan atau debitur KUR Mikro di media massa untuk menimbulkan motivasi berprestasi bagi debitur KUR.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan 1).
Penyaluran KUR masih terfokus pada sektor-sektor yang dianggap berisiko rendah (low risk) dan mudah dijangkau oleh bank pelaksana KUR. Hal ini bisa dipahami, karena
71
JURNAL VOLUME 5 - AGUSTUS : 49 - 73
bank pelaksana KUR memiliki wewenang penuh untuk menyeleksi nasbah dan mengingat sumber dana KUR semuanya berasal dari dana pihak ketiga (DPK) dan bank pelaksana masih harus menanggung risiko sebesar 30%, sedangkan risiko yang dijamin oleh pemerintah sebesar 70%.
5.2.
2).
Perlambatan penyaluran KUR erat kaitannya dengan beberapa ketentuan dalam kebijakan KUR yang dapat menghambat implementasi penyaluran KUR oleh perbankan, seperti: Sistem Informasi Debitur (SID), definisi debitur, tingkat bunga dan agunan tambahan. Oleh sebab itu, diperlukan beberapa perubahan dalam ketentuan kebijakan (MOU, SOP, dan PMK) agar lebih fleksibel.
3).
Secara umum program Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah memberikan dampak positif kepada seluruh debitur UMKM, bank penyalur dan lembaga penjaminan.
4).
Keberhasilan kinerja program KUR sangat ditentukan oleh faktor: prospek calon debitur, kebijakan sumberdaya perbankan, kebijakan Komite KUR, dan kondisi lingkungan eksternal.
Saran 1).
Penyaluran KUR perlu segera ditingkatkan ke sektor non perdagangan, seperti industri kreatif, agroindustri, kuliner, perikanan, peternakan, dan lain-lain;
2).
Perlu dirancang sistem insentif pertanian yang terkait antara KUR dengan KKPE dan KUPS serta programprogram pengembangan agrobisnis pedesaan (PUAP);
3).
Perlu dirancang skim KUR untuk sektor pertanian rakyat, misalnya berupa skim Pinjaman Transaksi Khusus yang bersifat bergulir (revolving), yang didesain sesuai dengan aktivitas produksi pertanian, yakni saat panen membayar kredit dan saat menanam diberikan kredit.
DAFTAR PUSTAKA Abdul, Salam. 2007. Sustainabilitas Koperasi Simpan Pinjam dalam Rangka Peningkatan Peran Mikro bagi Pemberdayaan Masyarakat: Disertasi. Program Studi Antar Bidang Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
72
Kajian Dampak Kredit Usaha Rakyat (KUR) (Indra Idris)
[BI] Bank Indonesia. 2009. http://www.bi.go.id/Ketentuan. Budiantoro, S. 2003. RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan dari Masyarakat. Jurnal Ekonomi Rakyat 8(2): 1-3. Checkland, P. B. 1981. System Thinking System Practice. John Wiley. Chichester. CGAP. 2004. Key Principles of Microfinance. www.cgap.org. Didin Hafidhuddin dan M. Syukur. 2008. Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian. Deptan, Jakarta. Herman, N.H. 2009. Dampak Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap UMKM dan Koperasi. Diskusi Terbatas Kajian KUR Pada Dinas KUKM Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin 13 Agustus. Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia. 2008. Memantapkan Pola Linkage Bank-LKM Dalam Upaya Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Melalui KUR Mikro. Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia. Proceeding Lokakarya Nasional. Jakarta 10 Juni. Komite Nasional Pemberdayaan Keuangan Mikro Indonesia. 2005. Peranan Komite Nasional PKMI dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Indonesia. Komnas PKMI, Solo. ____________________. 2009. Kredit Usaha Rakyat. http://kredit-usaha-rakyat. co.cc
73