KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KRESNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir Dalam Rangka Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Keperawatan
Oleh : ENNY MARJANTI NIM. 2011.1343
STIKES PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA PRODI D III KEPERAWATAN 2014
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Studi Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Resiko Perilaku kekerasan di Ruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program Studi DIII Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh : ENNY MARJANTI NIM. 2011.1343
Pada : Hari
: Jum’at
Tanggal : 4 Juli 2014
Mengetahui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Weni Hastuti, S.Kep.M.Kes. NIDN. 0618047704
Ika Kusuma Wardani, S.Kep.,Ns. NIDN. -
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KRESNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
Disusun Oleh : ENNY MARJANTI NIM. 2011.1343
Studi Kasus ini telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal : 7 Juli 2014
Susunan Tim Penguji :
Penguji I
Sri Mintarsih S.Kep.Ns.,M.Kes. NIDN. 06240670
Penguji II
Penguji III
Siti Sarifah, S.Kep.Ns.,M.Kep. NIDN. 0620047603
Weni Hastuti, S.Kep.M.Kes. NIDN. 0618047704
Mengetahui Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
Weni Hastuti, S.Kep.M.Kes. NIDN. 0618047704
iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan Judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KRESNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa, tugas akhir ini karya saya sendiri (ASLI). Dan isi dalam tugas akhir ni tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain atau kelompok lain untuk memperoleh gelar akademis disuatu Institusi Pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain atau kelompok lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Juli 2014
Enny Marjanti
iv
MOTTO
“Pahlawan bukanlah orang meletakkan pedangnya ke pundak lawan,tetapi pahlawan sebenarnya ialah orang yang sanggup menguasai dirinya di kala ia marah” (Nabi Muhammad SAW) “Jangan lihat masa lampau dengan penyesalan, jangan pula lihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitar anda dengan penuh kesadaran” (James Thurber) “Belajarlah dari orang lain. Anda tidak dapat hidup cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri” (Martin Vanbee) “Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah” (Kahlil Qibran) “Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah” (Thomas Alva Edison)
v
PERSEMBAHAN
Dengan mencakup rasa syukur penuh cinta atas
kehadirat
Allah
SWT,
penulis
persembahkan karya ini pada : 1. Bapakku Jono dan Ibuku Suratin tercinta yang
selalu
memberikan
membuat doa
termotivasi,
kasih
sayang,
perhatian, menasehatiku menjadi lebih baik dan seluruh pengorbanan yang diberikan
kepadaku,
baik
materil
maupun spiritual sehingga studi ini dapat selesai dengan lancar. 2. Untuk kakakku Pipin Sulistyo dan Titin Sulistyaningrum dan adikku tercinta Adinda Raya Sulistya Maharani yang selalu memberikan motivasi, dorongan serta do’a atas keberhasilanku. 3. Almamaterku
STIKES
PKU
Muhammadiyah Surakarta. 4. Para dosen dan staf STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. 5. Teruntuk sahabat ku (Indah Purnama Sari) yang telah banyak membantu dan menyemangatiku selama ini. 6. Teman-teman Muhammadiyah 2011.
vi
di
STIKES
Surakarta
PKU
angkatan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Asuhan Keperawatan ada Ny. S dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” Karya tulis ini ini tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Weni Hastuti, S.Kep.,M.Kes., selaku Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta dan selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan arahan selama dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah. 2. Ika Kusuma Wardani, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan arahan selama dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah. 3. Seluruh dosen, Staf dan Karyawan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. 4. Bapak, Ibu, kakakku dan adikku yang telah memberikan dukungan moril sehingga penulisan dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah. 5. Temanku seperjuangan 2011, yang selalu membantuku dalam menuntut ilmu dan sukses selalu. 6. Semua pihak yang telah membuat penulisan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
vii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Harapan penulis, semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta,
Juli 2014
Penulis
viii
ABSTRAK
KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KRESNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Enny Marjanti1, Ika Kusuma2, Weni Hastuti3 Latar Belakang: Hasil study pendahuluan yang dilakukan di ruang kresna data yang paling banyak ditemukan adalah bunuh diri dan perilaku kekerasan.Kasus resiko perilaku kekerasan itu sendiri menempati urutan 1 dengan jumlah 20 klien ditemukan 11 klien dengan masalah resiko perilaku kekerasan khususnya diruang kresna. Berdasarkan hal itu peneliti melakukan kajian asuhan keperawatan jiwa pada salah satu klien dengan masalah resiko perilaku kekerasan. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui gambaran nyata tentang Asuhan Keperawatan Jiwa pada klien dengan komunikasi terapeutik dan penatalaksanaan medik terhadap klien resiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dimana peneliti hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada klien dengan masalah resiko perilku kekerasan sesuai dengan format Asuhan Keperawatan Jiwa. Hasil Penelitian: Kajian Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan resiko perilaku kekerasan di ruangan Kresna didapatkan hasil bahwa saat tahap intervensi Tuk 1 TUK 9 peneliti bisa melaksanakan sesuai dengan rencana dikarenakan klien tampak kooperatif selain itu klien dapat mengontrol resiko perilaku kekerasan dengan cara melakukan Stategi Pelaksanaan I-IV dengan cara mandiri walaupun kurang optimal di dalam melakukan SP V(Minum obat dengan teratur) klien belum mampu menyebutkan nama obat yang dikonsumsi tetapi keseluruhan klien sudah mampu mengontrol marah dengan benar. Kesimpulan: Kajian Asuhan Pada Klien dengan Resiko perilaku Kekerasan di ruang Kresna masalah yang dihadapi klien teratasi.Karena klien bisa mempraktekkan dengan mandiri saat melakukan Strategi Pelaksanaan I-V untuk mengontrol Resiko Perilaku kekerasan Klien. Kata Kunci: Kajian Asuhan Keperawatan, Jiwa, Resiko Perilaku Kekerasan.
1. Mahasiswa Program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta. 2. Dosen Pembimbing Program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta. 3. Dosen Pembimbing Program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta.
ix
ABSTRACT NURSING CARE NY.S STUDY ON THE RISK OF VIOLENT BEHAVIOR IN THE MENTAL HOSPITAL KRISHNA SURAKARTA Enny Marjanti1, Ika Kusuma2, Weni Hastuti3 Background: The results of a preliminary study conducted in space krishna data most commonly found are suicidal and violent behavior violence. Case risk behavior itself ranks first in the number of 20 clients found 11 clients at risk of violent behavior problems especially in space krishna. Based on the researchers conducted a study psychiatric nursing care on one client at risk of violent behavior problems. Objective: To find out the real picture of Mental Nursing Care on clients with medical therapeutic communication and management of the client's risk of violent behavior in Surakarta Regional Mental Hospital . Methods: This study used a descriptive method in which researchers presented data only on the client with a real problem behavior risk of violence in accordance with the format of Mental Nursing. Results: Assessment In Nursing Care Clients with risk of violent behavior in the room Krishna showed that when the intervention phase 1 Tuk-Tuk 9 researchers can carry out in accordance with the plan due to clients other than it seemed cooperative client can control the risk of violent behavior by way of implementation of the first strategy IV-independent manner although less than optimal in the conduct SP V (Taking medicine regularly) the client has not been able to mention the name of the drug that is consumed but overall has been able to control angry clients properly. Conclusions: Assessment of Client Care At the risk of violence behavior in space Krishna resolved. Because client issues facing clients can practice independently when performing IV Implementation Strategy for the control of Client Risk Behaviors violence. Keywords: Nursing Assessment, Mental, Behavioral Risk Violence.
1. The Student Nursing Program D III PKU Muhammadiyah Surakarta. 2. Supervisor Nursing Program D III PKU Muhammadiyah Surakarta. 3. Supervisor Nursing Program D III PKU Muhammadiyah Surakarta.
x
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH ....................................
iv
MOTTO .................................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ..................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
vii
ABSTRAK .............................................................................................................
ix
ABSTRACT ...........................................................................................................
x
DAFTAR ISI .........................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................................
1
B. Tujuan ...............................................................................................
4
C. Manfaat .............................................................................................
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................
7
A. Tinjauan Teori ...................................................................................
7
1. Pengertian ...................................................................................
7
2. Rentang Respon ..........................................................................
8
3. Etiologi ........................................................................................
9
4. Fungsi Positif Marah ...................................................................
10
5. Manifestasi Klinis .......................................................................
11
B. Proses Keperawatan ..........................................................................
12
1. Pengkajian ...................................................................................
12
2. Pohon Masalah ............................................................................
15
3. Diagnosa Keperawatan ...............................................................
16
4. Fokus Internvensi ........................................................................
16
xi
BAB III METODE STUDI KASUS .....................................................................
28
A. Desain Studi Kasus ...........................................................................
28
B. Tempat dan Waktu ............................................................................
28
C. Subyek Studi Kasus ..........................................................................
28
D. Instrumen ..........................................................................................
28
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................
30
BAB IV RESUME KEPERAWATAN DAN PEMBAHASAN ...........................
31
A. Resume Keperawatan ........................................................................
31
1. Pengkajian ...................................................................................
31
2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan ...................................
37
3. Pohon Masalah ............................................................................
37
4. Diagnose Keperawatan ...............................................................
38
5. Intervensi Keperawatan...............................................................
38
6. Implementasi Keperawatan .........................................................
41
7. Evaluasi Keperawatan .................................................................
42
B. Pembahasan .......................................................................................
43
1. Pengkajian ...................................................................................
43
2. Diagnosa Keperawatan ...............................................................
46
BAB V PENUTUP...............................................................................................
56
A. Simpulan ...........................................................................................
56
B. Saran .................................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Pahtway/Kerangka Teori ...............................................................
15
Gambar 4.1. Genogram .....................................................................................
33
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1. Hasil Laboratorium Darah Rutin ......................................................
xiv
37
DAFTAR SINGKATAN
DO
: Data Obyektif
DS
: Data Subyektif
Dx
: Diagnosa
N
: Nadi
No
: Nomor
R
: Respirasi
RM
: Rekam Medis
RSJD : Rumah Sakit Jiwa Daerah S
: Suhu
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase SGPT : Serum Glutamic Piruvic Transaminase SMP : Sekolah Menengah Pertama SP
: Strategi Pelaksanaan
TD
: Tekanan Darah
Tn
: Tuan
TUK : Tujuan Khusus TUM : Tujuan Umum
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Jadwal Studi Kasus
Lampiran 2.
Format Pengkajian
Lampiran 3.
Jadwal Kegiatan
Lampiran 4.
Asuhan Keperawatan
Lampiran 5.
Strategi Pelaksanaan
Lampiran 6.
Surat Permohonan Studi Pendahuluan
Lampiran 7.
Surat Permohonan Studi Kasus
Lampiran 8.
Lembar Konsultasi
xvi
1
BAB I PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan Kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau
kelemahan. Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu
keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008). Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Seseorang dikatakan sehat jiwa apabila memenuhi kriteria seperti sikap positif terhadap diri sendiri, integrasi dan ketanggapan emosional, otonomi dan kemantapan diri, persepsi realitas yang akurat, serta penguasaan lingkungan dan kompentesi sosial (Stuart, 2007). Menurut Sekretaris Jendral Depertemen Kesehatan (Depkes, 2006), Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan masalah global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
11
2
pada masyarakat. Gaya hidup dan persaingan hidup menjadi semakin tinggi, hal ini disebabkan karena tuntutan akan kebutuhan hidup yang semakin meningkat seperti pemenuhan kebutuhan ekonomi (sandang, pangan, papan), pemenuhan kebutuhan kasih sayang, rasa aman dan aktualisasi diri. Disisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, beradaptasi akan keinginan dan kenyataan dari dalam maupun dari luar dirinya. Sehingga dapat berakibat tingginya tingkat stress di kalangan masyarakat, jika individu kurang atau tidak mampu dalam menggunakan mekanisme koping dan gagal dalam beradaptasi, maka individu akan mengalami berbagai penyakit fisik maupun mental (timbul stress dan terjadi perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008). Sedangkan dari kasus kedaruratan psikiatrik, data yang paling banyak ditemukan adalah bunuh diri dan perilaku kekerasan. Adapun menurut Yosep (2009), perilaku kekerasan adalah suatu keaadan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. Sedangkan menurut Azwar, Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Binkesmas) Depertemen Kesehatan dan World Health Organization (WHO 2003) memperkirakan tidak kurang dari 450 juta penderita
3
gangguan jiwa ditemukan di dunia. Bahkan berdasarkan data Studi World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari kesehatan global masyarakat, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang menunjukkan dampak lebih besar dibandingkan dengan masalah kesehatan yang lainnya (Keliat, 2009). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16% mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006). Menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat. Adapun jenis gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak diderita masyarakat Indonesia adalah mental emosional hingga sampai perilaku kekerasan (PK). Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku klien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi (Stuart, 2007). Peran perawat dalam membantu klien perilaku kekerasan adalah dengan memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan. Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses komunikasi terapeutik dan penerapan SP yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Vidico, 2009).
4
Berdasarkan standar yang tersedia, asuhan keperawatan pada klien perilaku kekerasan dilakukan dalam lima kali pertemuan. Pada setiap pertemuan klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi masalah kedalam jadwal kegiatan. Diharapkan klien akan berlatih sesuai jadwal kegiatan yang telah dibuat dan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan akan dinilai tingkat kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya yaitu mandiri, bantuan, atau tergantung. Tingkat kemampuan mandiri, jika klien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan tanpa disuruh; bantuan, jika klien sudah melakukan kegiatan tetapi belum
sempurna, dan
dengan bantuan klien dapat melaksanakan dengan baik, tergantung, jika klien sama sekali belum melaksanakan dan tergantung pada
bimbingan perawat
(Keliat, 2010). Berdasarkan latar belakang di atas maka, dapat diidentifikasikan masalah yaitu penulis ingin memberikan asuhan keperawatan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan menggunakan metode komunikasi terapeutik
dan
penerapan
SP
yang
mengarah
pada
pengkajian
data,
mengidentifikasi diagnosa, menentukan intervensi, implementasi dan evaluasi.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Memberikan asuhan keperawatan dengan komunikasi terapeutik dan penatalaksanaan medik terhadap klien gangguan perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
5
2. Tujuan Khusus a. Melaksanakan pengkajian data pada klien dengan gangguan perilaku kekerasan. b. Penulis mampu mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial pada klien dengan gangguan perilaku kekerasan. c. Mampu menyusun intervensi secara menyeluruh pada klien dengan gangguan perilaku kekerasan. d. Mampu melakukan implementasi pada klien dengan gangguan perilaku kekerasan. e. Mampu melakukan evaluasi keaktifan dari asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan perilaku kekerasan. f. Mampu menganalisis asuhan keperawatan data pada pasien perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Provinsi Jawa Tengah.
D. Manfaat Beberapa manfaat yang dapat diambil dari asuhan keperawatan ini adalah: 1. Bagi institusi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Hasil studi kasus ini dapat digunakan dalam membuat suatu perencanaan atau pengambilan suatu kebijakan untuk meningkatkan kunjungan keluarga klien tentang perawatan pada klien perilaku kekerasan. 2. Bagi keluarga atau klien Hasil dari asuhan keperawatan ini dapat digunakan
sebagai ilmu
pengetahuan dalam merawat klien dengan gangguan perilaku kekerasan.
6
3. Bagi institusi pendidikan Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk masa yang akan datang. 4. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber data untuk penelitian selanjutnya tentang penerapan standar asuhan keperawatan jiwa. 5. Bagi para pembaca maupun mahasiswa Hasil asuhan keperawatan ini dapat sebagai pengetahuan dan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan di masa yang akan datang.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Kemarahan menurut Yosep (2009 : 113) adalah suatu emosi yang terentang mulai dari iritabilitas sampai agresivitas yang dialami oleh semua orang. Sedangkan Videbeck (2008: 250), berpendapat bahwa kemarahan emosi yang normal pada manusia yakni respons emosional yang kuat dan tidak menyenangkan terhadap suatu provokator baik nyata ataupun yang dipersepsikan individu. Dalami (2009: 89) menambahkan kemarahan sebagai suatu perasaan emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan menurut Maramis (2005: 184) merupakan suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau didahului tindakan ritualistik atau meditasi pada seseorang (pria) yang masuk dalam suatu kesadaran yang yang menurun atau perkabut (Trance Like State) tanpa dasar epilepsi. Yosep (2009: 146) menambahkan bahwa perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik baik kepada diri sendiri dan orang lain. Carpenito (2000: 144) berpendapat resiko terhadap tindak kekerasan adalah keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang atau lingkungan. NANDA (2005: 203) menuliskan bahwa resiko menciderai diri sendiri adalah suatu risiko perbuatan
7
8
dimana seseorang berperilaku pada dirinya dapat berupa fisik, emosi dan atau perbuatan seks yang berbahaya pada dirinya Nurjanah (2005: 21) menegaskan bahwa resiko perilaku kekerasan diarahkan pada orang lain adalah kondisi dimana tingkah laku individu dapat menyakiti orang lebih baik fisik, emosional atau seksual. 2. Rentang Respon Rentang respon marah menurut Keliat (2005:21) : Respon Adaptif
Asertif
Respon Maladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Amuk
Dari rentang respon marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif: a. Asertif Kemarahan yang diungkap pada orang lain dengan kata-kata yang tidak
menyinggung
sehingga
memberikan
kelegaan
dan
tidak
menimbulkan masalah baru. b. Frustasi Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan karena tujuan tidak realistis hambatan dalam proses keinginan. c. Pasif Merupakan perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk mengungkapkan perasaanya sebagai usaha untuk mempertahankan hakhaknya.
9
d. Agresif Perilaku yang menyertai rasa marah dan merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat konstruktif) dan masih terkontrol. e. Amuk Amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan. 3. Etiologi Etiologi menurut Dalami (2009 : 90) terdiri atas : a. Kehilangan harga diri karena tidak dapat memenuhi kebutuhan sehingga individu tidak berani bertindak, cepat tersinggung dan lekas marah. b. Frustasi akibat tujuan tidak tercapai atau terhambat sehingga individu merasa cemas dan terancam. Individu akan berusaha mengatasi tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. c. Kebutuhan aktualisasi diri yang tidak tercapai sehingga menimbulkan ketegangan dan membuat individu cepat tersinggung. Respon marah dapat diungkapkan dengan cara: a. Mengungkapkan secara verbal atau langsung pada saat itu sehingga dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaannya. b. Menekan kemarahan atau pura-pura tidak marah. Hal ini mempersulit diri dan mengganggu hubungan interpersonal.
10
c. Menentang atau melarikan diri. Cara ini akan menimbulkan rasa bermusuhan
dan
bila
dipakai
terus
menerus
kemarahan
dapat
diekspresikan pada diri sendiri atau orang lain sehingga akn tampak sebagai psikomatis atau agresi/amuk. Fungsi positif marah menurut Dalami (2009: 92) terdiri dari : a. Energizing Function Rasa marah akan menambah energi atau tenaga seseorang karena emosi akan meningkatkan adrenalin dalam tubuh yang mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh sehingga terbentuk energi tambahan. b. Expressive Function Individu
dengan
mengekspresikan
kemarahan
dapat
memperlihatkan atau mengkomunikasikan pada orang lain keinginan dan harapannya secara terbuka tanpa melalui kata-kata. Ekspresi yang terbuka menandakan hubungan yang sehat. c. Self Promotional Function Marah dapat digunakan memproyeksikan konsep diri yang positif atau meningkatkan harga diri. d. Defensive Function Kemarahan dapat meningkatkan pertahanan ego dalam menanggapi kecemasan yang meningkat dalam konflik eksternal. e. Potienting Function Kemampuan koping terhadap rasa marah akan meningkatkan kemampuan mengontrol situasi, persaingan tidak sehat.
11
f. Discriminating Function Dengan mengekspresian rasa marah individu dapat membedakan keadaan alam perasaannya sedih, jengkel, marah, amuk. 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis pada klien dengan resiko perilaku kekerasan menurut Akemat (2004 : 45) adalah sebagai berikut: a. Dimensi Emosi Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam) jengkel, merasa kuat. b. Dimensi fisik Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat, tekanan darah meningkat. c. Dimensi intelektual Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. d. Dimensi Spiritual Kemahakuasaan kebijakan atau kebenaran diri, keraguan, tidak bermoral, kebejatan, kreatifitas terhambat. e. Dimensi sosial Menarik diri, pengasingan, agitasi, penolaan, kekerasan, ejekan, humor
12
B. Proses Keperawatan 1. Pengkajian a. Faktor Predisposisi Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2010: 78) adalah sebagai berikut: 1) Faktor Biologis Berdasarkan penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus ternyata menimbulkan perilaku agresif. Jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interprestasi indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya. Dalam otak sistim limbik berfungsi sebagai regulator/ pengatur perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dapat mengurangi atau meningkatkan perilaku agresif. Penurunan nor epinefrin dapat menimbulkan perilaku agresif misalnya pada peningkatan kadar hormon testoteron atau progesterone. Pengaturan perilaku agresif adalah dengan mengatur jumlah metabolisme biogenik amino nor epinefrin.
13
2) Faktor Psikologis a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku kekerasan. b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan. c) Frustasi. d) Kekerasan pada rumah atau keluarga. 3) Faktor Sosial Kultural Seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respons yang dipelajari. Faktor ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membatu mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan tidak diterima. 4) Faktor Prespitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan nenurut Yosep (2009:247) seringkali berkaitan dengan: a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian misal dan sebagainya.
14
b) Ekspresi dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah dalam cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. d) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. e) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga. d. Mekanisme Koping Mekanisme koping dari perilaku kekerasan menurur Dalami (2009: 95) adalah sebagai berikut : 1) Represi Merupakan mekanisme pertahanan yang dapat menimbulkan permusuhan
yang
tidak
disadari
sehingga
individu
bersifat
eksploaitatif, manipulatif, dan ekspresi lainnya yang mudah berubah. 2) Supresi Menekan perasaan
atau
pengalaman
yang menyakitkan
diinginkan sebagai yang pernah dikomunikasikan sebelumnya.
3) Denial
15
Mekanisme pertahanan ini cenderung meningkatkan marah seseorang karena sering digunakan untuk mempertahankan harga diri akibat ketidakmampuan. 4) Proyeksi Cenderung meningkatkan ekspresi marah karena individu berusaha mengekspresikan marahnya terhadap orang atau benda tanpa dihalangi. 5) Sublimasi Dengan mengalihkan rasa marah pada aktivitas lainnya. 2. Pohon Masalah Pohon masalah perilaku kekerasan Menurut Fitria (2010: 146) adalah sebagai berikut : Resiko Tinggi Menciderai Diri Sendiri, Orang Lain, dan Lingkungan Perilaku Kekerasan
Regimen Terapeutik Inefektif
Harga Diri Rendah Kronis
Koping Keluarga Tidak efektif
Berduka Disfungsional
Effect Problem
Gambar 2.2. Pohon Masalah Sumber : Fitria (2010)
5. Diagnosa Keperawatan
Care problem
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
Isolasi Sosial : Menarik Diri
16
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada perilaku kekerasan menurut Fitria (2009:146) adalah sebagai berikut: a. Perilaku kekerasan b. Resiko menciderai diri sendiri,orang lain,dan lingkungan c. Perubahan persepsi sensori: halusinasi. d. Harga diri rendah kronis. e. Isolasi sosial. f. Berduka disfungsional. g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif. h. Koping keluarga inefektif. 300) adalah sebagai berikut : a. Resiko untuk kekerasan Diagnosa keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan menurut NANDA (2010: yang diarahkan pada orang lain. b. Resiko untuk kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri. 3. Fokus Intervensi Fokus intervensi menurut Townsend (1998:219) adalah sebagai berikut: a. Resiko Perilaku Kekerasan TUM Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan TUK 1 Klien dapat membina hubungan saling percaya
17
Kriteria evaluasi: Klien dapat menunjukkan tanda-tanda percaya pada orang lain: 1) Bersedia menceritakan perasaan 2) Ada kontak mata 3) Wajah cerah dan tersenyum 4) Mau berkenalan Intervensi : Bina hubungan saling percaya dengan: 1) Beri salam setiap berinteraksi 2) Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi 3) Tanyakan semua panggilan kesukaan klien 4) Tanyakan perasaan,dan masalah yang dihadapi klien 5) Buat kontrak interaksi yang jelas 6) Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien TUK 2 Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasannya Kriteria evaluasi : Setelah 1 kali pertemuan,klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasannya. Intervensi : Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya dengan:
18
1) Memotivasi
klien
untuk
menceritakan
penyebab
perilaku
kekerasannya. 2) Dengarkan tanpa menyela setiap ungkapan perasaan klien TUK 3 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan: 1) Tanda fisik:mata merah,tangan mengepal,ekspresi tegang. 2) Tanda emosional: perasaan marah, jengkel, bicara kasar 3) Tanda sosial: bermusuhan saat terjadi perilaku kekerasan TUK 4 Klien dapat mengidentifikasikan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya. Kriteria Evaluasi : Setelah 1 kali pertemuan, klien dapat menjelaskan: 1) Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya. 2) Perasaan saat melakukan kekerasan 3) Efektifitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah Intervensi : Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya : 1) Motivasi klien menceritakan kondisi fisik saat terjadi perilaku kekerasan 2) Motivasi klien menceritakan kondisi emosionalnya saat terjadi perilaku kekerasan.
19
3) Motivasi klien menceritakan hubungan orang lain saat terjadi perilaku kekerasan. TUK 5 Klien dapat mengidentifikasikan akibat perilaku kekerasan Kriteria evaluasi : Klien dapat menjelaskan akibat-akibat yang timbul dari perilaku kekerasannya: 1) Diri sendiri:luka,dijauhi teman,dan lainnya 2) Orang lain atau keluarga:luka,tersinggung,ketakutan 3) Lingkungan :kaca almari menjadi rusak Intervensi : Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada : diri sendiri, orang lain, keluarga maupun lingkungan. TUK 6 Klien dapat mengidentifikasikan cara jkonstruktif dalam mengungkapkan kemarahannya. Kriteria evaluasi : Menjelaskan cara sehat mengungkapkan marah. Intervensi Diskusikan dengan klien: 1) Apakah klien mau mengungkapkan cara baru mengungkapkan kemarahannya.
20
2) Jelaskan berbagai cara mengungkapkan marah selain dengan perilaku kekerasan 3) Jelaskan cara sehat mengnngkapkan marah dengan: a) Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau pukul kasur b) Cara verbal : mengungkapkan perasaan bahwa dirinya kesal atau marah-marah. c) Cara sosial : latihan asertif dengan orang lain. d) Spiritual : sembahyang doa sesuai keyakinannya. TUK 7 Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan Kriteria Evaluasi : Klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan : 1) Cara fisik : nafas dalam,pukul bantal atau kasur 2) Verbal : mengungkapkan dirinya kesal dan marah-marah 3) Sosial : latihan aserti dengan orang lain 4) Spiritual : berdoa, sembahyang, dzikir Intervensi : 1) Diskusikan cara yang mungkin dapat dipilih dan anjurkan klien untuk memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahannya. 2) Latih klien memperagakan cara yang dipilih a) Peragakan cara melakukan cara yang dipilih b) Jelaskan manfaat cara tersebut c) Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan
21
d) Beri penguatan pada klien,perbaiki cara yang masih belum sempurna 3) Anjurkan klien melakukan cara yang sudah dilatih jika marah atau jengkel. TUK 8 Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi : Setelah 1 kali pertemuan keluarga menjelaskan : 1) Cara merawat klien dengan perilaku kekerasan 2) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien Intervensi : 1) Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan. 2) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan. 3) Jelaskan pengertian, penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga. 4) Peragakan cara merawat klien (mengenal perilaku kekerasan). 5) Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang. 6) Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah dilatihkan. TUK 9 Yaitu klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan :
22
Kriteria hasil : Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan : 1) Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat, dosis yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian dan cara pemakaian, serta efek yang dirasakan. 2) Klien menggunakan obat sesuai program. Intervensi : 1) Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak minum obat. 2) Jelaskan kepada klien : a) Jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat) b) Dosis yang tepat untuk klien c) Waktu pemakaian d) Cara pemakaian e) Efek yang akan dirasakan klien 3) Anjurkan klien : a) Minta dan menggunakan obat tepat waktu. b) Lapor ke perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak biasa. c) Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat. b. Resiko perilaku menciderai diri 1) Amati perilaku klien secara sering. 2) Amati terhadap perilaku yang mengarah pada tindakan bunuh diri.
23
3) Dapatkan kontrak verbal maupun tertulis dari klien yang menyatakan persetujuan untuk tidak mencelakakan diri sendiri dan menyetujui untuk mencari staf ada keadaan dimana pemikiran kearah tersebut timbul. 4) Bantu klien mengenali kapan terjadi dan untuk menerima perasaanperasaan tersebut. 5) Singkirkan semua benda yang berbahaya dari lingkungan klien. 6) Coba untuk mengarahkan perilaku kekerasan fisik untuk ansietas klien. 7) Usahakan untuk tetap bersama klien jika tingkah kegelisahan dan ketegangan mulai meningkat. 8) Berikan obat-obatan penenang sesuai dengan pesan dokter, atau dapatkan pesanan jika diperlukan. 9) Pembatasan mekanisme atau ruangan isolasi akan diperlukan jika intervensi penurunan tidak berhasil. c. Gangguan Pemeliharaan Kesehatan 1) Kajian sistem tubuh adanya kemungkinan penyebab ketidakefektifan. 2) Observasi klien adanya nyeri dan istirahat tidur. 3) Pantau efek samping seluruh obat-obatan dan pemeriksaan diagnostik. 4) Kaji toleransi klien terhadap aktivitas. 5) Tingkatan aktivitas secara perlahan-lahan. 6) Koordinasikan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat.
24
7) Pertahankan dan tingkatkan kekuatan dengan latihan tentang gerak secara aktif dan pasif. 8) Anjurkan aktivitas perawatan diri segera setelah klien dapat melakukannya. 9) Beri perlengkapan adaptif untuk membantu kehidupan sehari-hari. d. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik. 1) Bantu keluarga untuk mengevaluasi fungsi keluarga saat ini dan yang lalu. 2) Berikan
kesempatan
pada
seluruh
anggota
keluarga
untuk
mendiskusikan rasa perhatian mereka terhadap situasi. 3) Anjurkan untuk tidak saling menyalahkan tapi membiarkan untuk mengeluarkan amarahnya. 4) Klarifikasi perasaan-perasaan anggota keluarga. 5) Bantu keluarga tentang rasa keprihatinan terhadap situasi. 6) Jika ada indikasi, minta anggota keluarga untuk mempertimbangkan masalah dan perspektif anggota keluarga yang lain. 7) Jika anggota keluarga yang lain sakit, bantu keluarga untuk mempunyai pengharapan yang lebih realistis. e. Sindrom defisit perawatan diri 1) Kaji adanya depresi, kurangnya dorongan, dan perilaku maladaptif. 2) Jelaskan pentingnya toleransi aktivitas. 3) Libatkan klien dalam menyusun rencana dan tujuan perawatan. 4) Terima dan hargai upaya klien dalam penyelesaian tugas.
25
5) Diskusikan dan bantu klien dalam mengidentifikasi kemungkinan adanya dorongan untuk meningkatkan aktivitas. 6) Bantu klien dalam mengidentifikasikan perilaku koping yang berhasil pada masa lalu. f. Ketegangan peran pemberi perawatan berhubungan
dengan koping
keluarga inefektif 1) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. 2) Gali adanya perubahan besar yang terjadi dalam keluarga. 3) Bantu keluarga dalam mengidentifikasai seberapan besar pengaruh permasalahan yang ada terhadap kehidupan yang akan datang. 4) Bantu keluarga dalam mengidentifikasi cara yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang telah terjadi di masa lalu. 5) Berikan saran kepada keluarga tentang cara alternatif pemecahan masalah dengan strategi penanganan adaptif. 6) Bantu keluarga dalam menggali alternatif keterampilan koping yang dimiliki. 7) Beri penguatan yang posistif terhadap ketrampilan koping yang adaptif yang digunakan dalam situasi apapun. 8) Jangan mendebat, berdebat mulut, merasionalisasi, atau melakukan tawar menawar dengan pasien. 9) Hadapi penggunaan perilaku perilaku manipulasi oleh pasien dan periksa efek-efek yang merusak pada hubungan antar pribadi.
26
10) Berikan dorongan semangat untuk mendiskusikan perasaan-perasaan marah. 11) Selidiki bersama klien cara-cara alternatif untuk mengatasi rasa frustasi sesuai dengan gaya hidupnya. g. Harga diri rendah 1) Pastikan sasaran sasaran yang realistik. Hal ini penting bagi pasien untuk mencapai suatu maka rencana untuk aktivitas dimana kemungkinan untuk suskses adalah mungkin. 2) Sampaikan perhatian tanpa syarat bagi pasien. 3) Sediakan waktu bersama klien. 4) Menemani klien dengan mengidentifikasi aspek aspek positif dan mengembangkan rencana mengubah karakteristik yang negatif. 5) Bantu klien mengurangi pengguanaan penyangkalan sebagai suatu mekanisme sikap defensif. 6) Memberi dorongan dan dukungan kepada klien dalam menghadapi rasa takut terhadap kegagalan dan mengikuti aktivitas aktivitas terapi dan melaksanakan tugas tugasbaru. Fokus intervensi resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain menurut Copel (2007: 129-130) adalah: a. Pertahankan lingkungan yang tenang, tidak merangsang dengan cara mengurangi keributan, membatasi jumlah orang dalam ruangan, dan meredupkan lampu.
27
b. Beri pengobatan sesuai program dan monitor keefektifan dan efek yang merugikan dari obat tersebut. c. Pada tanda pertama kemunculan agitasi, beri pilihan kepada klien untuk menangani agitasi, misalnya pergi ke lingkungan yang memilki sedikit rangsangan dan tinggal dengan perawat serta menyatakan perasaan serta menyatakan perasaan dan kekhawatiran secara verbal. d. Gunakan pengikatan fisik hanya jika semua pilihan lain gagal dan situasinya sudah menjadi gawat. e. Observasi klien untuk mengidentifikasi peristiwa atau stresor sehari-hari yang berhubungan dengan agitasi klien. f. Bantu klien mengidentifikasi dan mendiskusikan persaan negatifnya, seperti rasa marah, rasa takut, dan kehilangan kontrol diri, yang ditimbulkan oleh stresor. g. Intervensi dengan segera jika klien mengungkapkan ansietas atau agitasinya secara vebal.
BAB III METODE STUDI KASUS
A. Desain Studi Kasus Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif, dimana penulis hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus.
B. Tempat dan Waktu Studi kasus ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta di Bangsal Kresna pada hari Sabtu tanggal 08 Maret 2014 jam 08.30 WIB
C. Subyek Studi Kasus Klien yang dilakukan pengkajian dan pemeriksaan penulis adalah klien yang mengalami resiko perilaku kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
D. Instrumen Penulis menggunakan format pengkajian untuk mengumpulkan data klien sebagai berikut: 1. Pengkajian a. Identitas 1) Identitas Klien 2) Identitas Penaggung jawab
28 31
29
b. Alasan Masuk c. Faktor Predisposisi d. Faktor Presipitasi e. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda vital 2) Keluhan fisik f. Psikososial 1) Genogram 2) Konsep Diri 3) Hubungan Sosial 4) Spiritual 5) Status Mental g. Kebutuhan Perencanaan Pulang 1) Kemampuan klien memenuhi kebutuhan 2) Kegiatan hidup sehari-hari h. Mekanisme Koping i. Aspek Medis 1) Terapi medis 2) Hasil Laboraturium 2. Data Fokus a. Data subyektif b. Data obyektif
30
3. Analisa Data 4. Pohon Masalah 5. Diagnosa Keperawatan 6. Intervensi atau Rencana Keperawatan 7. Implementasi Keperawatan 8. Evaluasi Keperawatan
E. Tehnik Pengumpulan Data Untuk menggali data, teknik yang digunakan berbagai macam di antara nya adalah : 1. Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang Abimanyu 2. Observasi : untuk pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan secara langsung pada perilaku klien 3. Studi kepustakaan : penulis mempelajari sumber-sumber pemeriksaan fisik yang dilakukan secara bertahap 4. Data sekunder : Penulis mengambil data dari status klien, catatan keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang mendukung masalah klien.
BAB IV RESUME KEPERAWATAN DAN PEMBAHASAN
A. Resume Keperawatan 1. Pengkajian Bab ini berisi tentang asuhan keperawatan pada Ny.S dengan resiko perilaku kekerasan di ruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Asuhan keperawatan, tersebut terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan. Data yang penulis dapatkan pada kasus ini berasal dari klien, keluarga klien, dan observasi penulis. Pengkajian dilakukan pada hari Sabtu tanggal 08 Maret 2014 jam 08.30 WIB, tanggal masuk rumah sakit 24 Februari 2014, nomer RM 051467. Data yang diperoleh dari pengkajian ini adalah klien bernama Ny.S, umur 38 tahun, jenis kelamin perempuan, suku Jawa, bangsa Indonesia, agama Islam, alamat Ponorogo, pendidikan SMP. Penanggung jawab terhadap klien: bernama Tn. H, jenis kelamin laki laki, pekerjaan wiraswasta, pendidikan SD, alamat Ponorogo, yang merupakan kakak dari klien. Alasan masalah timbul : ± 3 hari yang lalu klien bingung, mondar mandir, bicara ngelantur, sulit diarahkan, kontak dan perhatian tidak bertahan lama, merusak barang. Faktor predisposisi : Hasil dari pengkajian yang didapat klien sudah sering dirawat di RSJ sebelumnya, ± 12 tahun yang lalu pernah mondok 3x
31 31
32
ini, yang pertama di RSJD Malang untuk riwayat mondok selajutnya di RSJD Surakarta. Saat ditanya tahun berapa klien mengatakan lupa. Riwayat kontrol dan minum obat tidak rutin ditandai dengan kambuhnya kembali penyakit klien. Anggota keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa. Ibu klien mengatakan Ny.S tidak pernah mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dalam keluarga. Faktor presipitasi : klien mengatakan merasa tidak begitu diperhatikan oleh keluarganya dan klien kadang marah, mengamuk memecahkan kaca almari yang ada dirumah. Klien juga mengatakan sering marah jika diejek teman-temannya. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, S : 36oC , N : 80 x/menit, R : 20 x/menit. Antopometri didapatkan TB: 154 cm, BB : 55 kg. Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik seperti : sesek (-), kejang (-). Hasil pemeriksaan fisik klien: rambut : hitam sedikit beruban, pendek, bersih. Mata : konjungtiva an anemis, sklera an ikterik, simetris hidung : bersih, tidak ada sekret, penciuman berfungsi baik. Telinga: tidak ada serumen, berfungsi dengan baik. Kulit : kulit sawo matang,tidak ada luka atau lesi. Ekstremitas : ekstremitas atas dan bawah dapat berfungsi dengan baik.
33
Suasana genogram pada Ny.S dapat digambarakan sebagai berikut:
Cerai
Keterangan : : anggota keluarga yang sudah meninggal : laki-laki : perempuan : pasien : garis keturunan : tinggal dalam satu rumah : garis perkawinan Gambar 4.1. Genogram Klien adalah seorang perempuan anak ke tiga dari tiga bersaudara dan tinggal satu rumah dengan ibu, kakak dan anak perempuannya. Saudara-saudaranya sudah menikah dan punya rumah sendiri. Sedangkan klien sudah cerai dengan suaminya sehingga tidak tinggal bersama.
34
Data konsep diri meliputi citra diri : klien mengatakan tubuhnya tidak ada yang cacat, tidak ada yang merasa sakit dan klien mengatakan tidak ada anggota tubuh yang tidak disukai.Identitas diri : klien dapat menyebutkan nama, umur, tahun. Peran diri : klien mengatakan usianya 38 tahun tetapi belum bekerja dan sudah menikah tetapi cerai jadi sekarang seorang janda. Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh agar bisa mencari pekerjaan, menikah kembali dan berkumpul dengan keluarganya di rumah. Harga diri : klien mengatakan orang-orang di dekatnya menganggap dirinya jelek di masyarakat karena klien sudah sering sekali masuk RSJ, dan klien sering mengamuk dan marah-marah tanpa sebab yang jelas. Hubungan sosial : orang yang berarti bagi klien adalah keluarganya. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat : klien kurang bersosialisasi dalam kelompok atau masyarakat karena klien merasa dibedakan dengan teman-temannya. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien mengatakan orang-orang disekitarnya takut dengan klien karena klien suka mengamuk tidak jelas. Data spiritual meliputi nilai dan keyakinan : klien mengatakan beragama Islam, tetapi selama di ruang klien malas melaksanakan ibadah. Kegiatan ibadah : klien mengatakan mau beribadah jika diajak oleh teman. Status mental didapatkan hasil penampilan : klien berpakaian rapi, menggunakan baju yang disediakan RSJD Surakarta, klien berganti pakaian setiap hari. Pembicaraan : klien lambat dalam pembicaraannya,
35
klien kadang bingung untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, ekspresi datar, pandangan klien tidak fokus terbukti ketika diwawancara dan saat ditanya, “Ny.S sudah makan?”, kontak mata klien tidak fokus dan pertanyaan harus diulang kembali. Aktivitas motorik : klien tampak gelisah, tidak tenang, selama di ruang klien mengikuti kegiatan yang dijadwalkan dari ruang kadang klien tampak lesu dan malas-malasan. Alam perasaan : klien mengatakan tidak senang berada di RSJD, ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarganya (Ibu atau anaknya). Afek : wajah atau ekspresi klien tampak tegang saat dikaji tentang masalahnya. Interaksi selama wawancara : klien selama wawancara kooperatif dan ada kontak mata tapi tidak fokus menjawab pertanyaan yang diberikan. Persepsi : klien tidak mengalami gangguan penyerapan panca indra (persepsinya akurat). Proses pikir : selama interaksi pembicaraan klien terarah dan jawaban sesuai dengan pertanyaan, terkadang jawabannya lambat. Isi pikir : keyakinan klien sesuai dengan realita. Tingkat kesadaran : klien dapat menyebutkan saat ini ada di RSJD Surakarta. Memori : klien dapat menceritakan alasan masuk ke RSJD dan kegiatan apa saja yang sudah dia kerjakan. Tingkat konsentrasi dan berhitung : klien mampu berkonsentrasi dan dapat menghitung angka-angka sederhana, misal (110). Kemampuan penilaian : klien mampu mengambil keputusan sendiri, misalnya selesai mandi klien mengeringkan badannya dengan handuk
36
sebelum berpakaian. Daya tilik diri : klien mengatakan sadar jika saat ini sedang sakit dan dirawat di RSJD Surakarta. Kebutuhan perencanaan pulang kemampuan klien memenuhi kebutuhan makanan : klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisinya, makan 3x sehari dan minum 6-7 gelas/hari. Keamanan : klien merasa aman bersama keluarganya. Berpakaian : klien dapat memakai pakaian sendiri tanpa bantuan orang lain. Tempat tinggal : klien di rumah tinggal bersama ayah dan ibunya. Pola kegiatan hidup sehari-hari perawatan diri : klien mandi 2x sehari, mandi sendiri, BAK dan BAB sendiri dan klien dapat berpakaian sendiri. Nutrisi : klien makan 3x sehari, dapat menghabiskan makanan dengan porsi dari RSJD. Tidur : klien sering tidur, sering duduk-duduk dan malas-malasan, biasa tidur setelah minum obat. Penggunaan obat : klien mengatakan minum obat 3x sehari setelah makan pagi, siang dan malam. Pemeliharaan kesehatan : pasien mengatakan akan kontrol jika obatnya habis. Aktivitas di dalam rumah : klien biasa bangun siang karena malam susah untuk tidur. Aktivitas di luar rumah : klien mampu beraktivitas di luar rumah seperti bermain dengan teman. Mekanisme koping klien mampu berinteraksi atau berbicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan orang lain, akan tetapi kadang-kadang klien memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalah tertentu.
37
Hasil dari aspek medis, terapi medis dan diagnosa medis tanggal : 24 Februari 2014 : HLP (Haloperidol) : 2 x 1 mg, THP (Trihexyphenidil) : 2 x 1 mg, diagnosa medis : F20.5 (skizofrenia residual). Hasil laboratorium tanggal 26 Februari 2014 Tabel 4.1 Hasil Laboratorium Darah Rutin Pemeriksaan Kimia Klinik Gula darah sewaktu SGOT SGPT
Hasil
Normal
Satuan
85 24 10
< 130 < 37 < 41
mg/dl u/l u/l
2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian pada tanggal 8 Maret 2014 didapatkan data fokus yang dibedakan menjadi data subyektif dan obyektif. Data subyektif didapatkan hasil bahwa klien mengatakan sering marah karena tidak begitu diperhatikan keluarganya. Data obyektif didapatkan hasil klien tampak bingung dan wajah klien tampak tegang saat dikaji tentang masalahnya. Berdasarkan hasil data fokus, maka didapatkan diagnosa keperawatan ”Resiko Perilaku Kekerasan”. 3. Pohon Masalah Pohon masalah didapatkan dari harga diri rendah (effect problem) karena klien mengatakan orang-orang di dekatnya menganggap dirinya jelek di masyarakat dan klien sudah sering sekali masuk RSJ, klien sering mengamuk dan marah-marah tanpa sebab yang jelas dari itu klien melakukan resiko perilaku kekerasan (care problem) terbukti klien mengatakan sering
38
marah karena tidak begitu diperhatikan keluarganya dan akibat yang timbul resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan seperti memukul ibunya di rumah. 4. Diagnosa Keperawatan Dari hasil diagnosa keperawatan yang dihasilkan antara lain resiko perilaku kekerasan, resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, harga diri rendah. 5. Intervensi Keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan utama pada Ny.S dapat dilakukan tindakan keperawatan dengan tujuan, kriteria hasil dan perencanaan yaitu tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Tujuan khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Intervensi : bina hubungan saling percaya dengan, beri salam tiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berinteraksi,tanyakan nama panggilan kesukaan klien, tanyakan perasaan, dan masalah yang dihadapi klien , buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien. Kriteria evaluasi : klien dapat menunjukkan tanda-tanda percaya dengan orang lain : bersedia menceritakan perasaan, ada kontak mata, wajah cerah dan tersenyum, mau berkenalan. Tujuan khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasikan penyebab perilaku kekerasannya. Intervensi : bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya dengan : memotivasi klien untuk menceritakan penyebab perilaku kekerasannya, dengarkan tanpa menyela setiap ungkapan perasaan klien.
39
Kriteria evaluasi : setelah 1 kali pertemuan, klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasannya. Tujuan khusus 3 : klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan, tanda fisik: mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar, tanda sosial : bermusuhan saat terjadi perilaku kekerasan. Intervensi : diskusikan perilaku kekerasan yang dilakukan klien saat ini, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindakan kekerasan terjadi, diskusikan dengan klien apakah dengan tindakan kekerasan tersebut masalah yang dialami dapat diselesaikan, diskusikan perilaku kekerasan yang dilakukan klien saat ini, memotivasi klien menceritakan jenis-jenis tindakan perilaku kekerasan tersebut terjadi. Tujuan khusus 4 : klien dapat mengidentifikasikan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya. Intervensi : bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi klien menceritakan kondisi fisik saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi emosionalnya saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien menceritakan hubungan orang lain saat terjadi perilaku kekerasan. Kriteria evaluasi : Setelah 1 kali pertemuan, klien dapat menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya, perasaan saat melakukannya efektifitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah. Tujuan khusus 5 : klien dapat mengidentifikasi kan akibat perilaku kekerasan. Intervensi : diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain, keluarga maupun lingkungan.
40
Krieria evaluasi : klien dapat menjelaskan akibat-akibat yang timbul dari perilaku kekerasannya, diri sendiri : luka, dijauhi teman, dan lainnya, orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, lingkungan : kaca almari menjadi rusak. Tujuan khusus 6 : Klien dapat mengidentifikasi kan cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahannya. Intervensi : diskusikan dengan klien apakah klien mau mengungkapkan cara baru mengungkapkan kemarahannya jelaskan berbagai cara mengungkapkan marah selain dengan perilaku kekerasan jelaskan cara sehat mengungkapkan marah dengan cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, cara verbal : mengungkapkan perasaan bahwa dirinya kesal atau marah-marah, cara sosial : latihan asertif dengan orang lain, spiritual : sembahyang, doa sesuai dengan keyakinannya. Kriteria evaluasi : menjelaskan cara sehat mengungkapkan marah. Tujuan khusus 7 : klien dapat mendemonstrasi-kan cara mengontrol perilaku kekerasan. Intervensi : beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna, anjurkan klien melakukan cara yang sudah dilatih jika marah atau jengkel, diskusikan cara yang mungkin dapat dipilih dan anjurkan klien
untuk
memilih
cara
yang
mungkin
untuk
mengungkapkan
kemarahannya, latih klien memperagakan cara yang dipilih, peragakan cara melakukan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan. Kriteria evaluasi : klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, cara fisik : nafas dalam, pukul bantal/kasur, verbal : mengungkapkan dirinya kesal dan marah-marah,
41
sosial : latihan asertif dengan orang lain, spiritual : berdoa, sembahyang, dzikir. 6. Implementasi Keperawatan Sebagai tindak lanjut dari proses keperawatan telah dilakukan tindakan keperawatan berdasarkan pada diagnosa dan intervensi yang telah direncanakan. Pada tanggal 8 Maret 2014 telah dilakukan implementasi dan mengajarkan SP 1 yaitu pada jam 08.30 WIB. Membina hubungan saling percaya menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal dengan respon subyektif : klien mengatakan selamat pagi, data obyektif : klien berjabat tangan dengan peneliti. Pukul 08.40 WIB mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan subyektif : klien mengatakan sering marah karena tidak begitu diperhatikan keluarganya memecahkan kaca almari dan sering memukul ibunya dirumah nya, data obyektifnya : klien tampak bingung,wajah klien tampak bingung saat dikaji masalahnya.
Pukul 08.50 WIB
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan klien dengan respon subyektif klien sering marah jika ada masalah, data obyektif klien tampak bingung, pandangan tajam, mata merah, tangan mengepal, dan ekspresi tegang. Pukul 10.15 WIB mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 (tarik nafas dalam) sebanyak 5 kali, memasukkan
dalam
jadwal
kegiatan
harian
terbukti
klien
tampak
mempraktekkan cara fisik Implementasi pada tanggal 13 Maret 2014 pukul 10.00 WIB lanjut mengajarkan SP 2 yaitu memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan
42
klien dengan respon subyektif : klien mengatakan sudah agak tenang,data obyektif : klien ada kontak mata tapi tidak fokus. Mengevaluasi SP I dengan respon subyektif : klien mengatakan sudah bisa cara fisik 1 (tarik nafas dalam) dan dilanjutkan mengajarkan latihan cara fisik 2 yaitu pukul kasur dan memasukkan dalam jadwal harian klien. Strategi pelaksanaan 3 dilakukan pada hari Jum’at 14 maret 2014 jam 09.00 WIB yaitu memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan klien, mengevaluasi SP 1 dan SP 2, mengajarkan SP 3 yaitu cara mengontrol marah secara verbal (berbicara dengan baik), menganjurkan untuk memasukkan dalam jadwal harian. Strategi pelaksanaan 4 dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Maret 2014 jam 07.30 WIB yaitu memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan klien, mengevaluasi SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (memukul bantal), dan SP 3 (berbicara dengan baik), melatih klien mengontrol cara marah dengan cara spiritual yaitu sholat, menganjurkan untuk memasukkan dalam jadwal harian. 7. Evaluasi Keperawatan Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 2014 dengan data subyektif : klien mengatakan namanya, klien mengatakan perilaku kekerasan yang dilakukannya yaitu marah dan memecahkan kaca almari karena kurang diperhatikan keluarganya untuk obyektifnya : ada kontak mata, perhatian kurang, klien latihan nafas dalam secara mandiri. Assesment: klien dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan cara fisik 1. Planning :
43
perawat : validasi SP I dan lanjut SP I sedangkan klien :anjurkan pada klien latihan nafas dalam saat marah dimasukkan dalam jadwal kegiatan harian klien. Evaluasi kedua dilakukan pada tanggal 13 Maret 2014 dengan data subyektif : klien mengatakkan sudah agak tenang, klien mengatakan sudah bisa cara fisik 1, klien mengatakan mau belajar cara fisik 2 yaitu pukul kasur. Obyektif : ada kontak mata tapi tidak fokus, klien melakukan nafas dalam dan latihan cara fisik 2 (memukul kasur). Assesment : klien melakukan cara fisik 1 yaitu tarik nafas dalam dan mempraktekkan cara fisik 2 yaitu pukul kasur. Planning perawat : validasi SP I dan SP II dan melanjutkan SP III sedangkan klien : Anjurkan klien melakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur jika ada tanda-tanda akan kesal atau marah. Evaluasi ketiga dilakukan pada hari Jum’at 14 Maret 2014 jam 09.00 WIB. Dengan evaluasi antara lain : Subyektif : klien mengatakan perasaannya saat ini baik, klien mengatakan sudah dapat mempraktekkan tarik nafas dalam dan pukul bantal ketika marah, klien mengatakan mau belajar mengontrol marah dengan cara verbal yaitu berbicara dengan baik. Obyektif : klien kooperatif, ada kontak mata, klien tampak tenang, klien mau melakukan cara mengontrol marah secara verbal yaitu berbicara dengan baik. Assesment : klien melakukan cara mengontrol marah secara verbal dengan mandiri. Planning : perawat, validasi SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (memukul bantal), dan SP 3 (berbicara dengan baik), lanjutkan SP 4 (spiritual). Klien : anjurkan
44
klien mengontrol marah secara verbal, anjurkan memasukkan dalam jadwal harian. Evaluasi keempat dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Maret 2014 dengan evaluasi yaitu : Subyektif : klien mengatakan perasaannya saat ini baik, klien mengatakan sudah bisa melakukan tarik nafas dalam, pukul bantal dan menggunakan cara verbal yaitu bicara dengan baik. Obyektif : klien kooperatif, ada kontak mata, klien melakukan teknik mengontrol marah dengan cara spiritual (sholat). Assesment : klien melakukan sholat dengan mandiri. Planning : perawat, validasi SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (memukul bantal), SP 3 (berbicara dengan baik), dan SP 4 (spiritual), lanjutkan SP 5 (minum obat secara teratur). Klien : anjurkan klien mengontrol marah dengan cara spiritual, anjurkan memasukkan jadwal harian.
B. Pembahasan Dalam bab ini akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny. S dengan resiko perilaku kekerasan di Ruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Pembahasan ini akan mencoba membandingkan antara teori dengan asuhan keperawatan dalam kasus dalam melihat kesenjangan-kesenjangan yang ada. Adapun pembahasan kasus ini meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang meliputi tiga aktivitas besar yaitu mengumpulkan data
45
secara
sistematis,
mengatur
data
yang
dikumpulkan
secara
mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali (Notoatmodjo, 2011). Data dasar klien adalah komplikasi data yang dikumpulkan dari klien. Data dasar klien terdiri dari identitas klien, alasan masalah yang timbul, faktor predisposisi, faktor presipitasi, pemeriksaan fisik, psikososial, konsep diri, status mental, pola kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping. Data subyektif : apa yang dilaporkan atau dirasakan klien. Data obyektif : yang dapat diobservasi, contohnya tanda-tanda vital dan tingkah laku (Notoatmodjo, 2011). Metode wawancara dengan Ny.S dan keluarga diwawancarai secara langsung, dalam hal ini penulis tidak menemukan hambatan. Selama melakukan wawancara Ny. S dapat bekerjasama dengan baik dan memberikan keterangan tentang masalah yang dialami. Metode lain yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi. Dalam metode ini terdapat kesulitan dalam untuk melakukan observasi langsung dalam 24 jam, karena penulis hanya dapat observasi sebelum dan sesudah praktek di Rumah Sakit (shift pagi saja) sehingga untuk observasi berikutnya penulis mendelegasikan kepada keluarga klien. Menurut Nurjannah (2005) bahwa pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Hal-hal
46
yang perlu dikaji pada Ny.S adalah alasan masalah timbul, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, status mental, faktor-faktor psikososial, pola kebiasaan sehari-hari serta mekanisme koping yang sering digunakan. Berdasarkan hasil dari pengkajian yang didapat klien sudah sering dirawat di RSJ sebelumnya, ± 12 tahun yang lalu pernah mondok 3x ini, yang pertama di RSJD Malang untuk riwayat mondok selajutnya di RSJD Surakarta. Saat ditanya tahun berapa klien mengatakan lupa. Riwayat kontrol dan minum obat tidak rutin ditandai dengan kambuhnya kembali penyakit klien. Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pengkajian klien adalah tidak ada kelainan pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital. Dari hasil antropometri terdapat tinggi badan klien 154 cm dan berat badan klien 55 kg. Pada genogram dalam pengkajian psikososial, didapatkan bahwa klien adalah seorang ibu berumur 38 tahun memiliki 1 orang anak kandung yang tinggal satu rumah dengannya. Hasil wawancara mengenai konsep diri didapatkan citra diri : klien mengatakan tubuhnya tidak ada yang cacat, tidak ada yang merasa sakit dan klien mengatakan tidak ada anggota tubuh yang tidak disukai.Identitas diri : klien dapat menyebutkan nama, umur, tahun. Peran diri : klien mengatakan usianya 38 tahun tetapi belum bekerja dan sudah menikah tetapi cerai jadi sekarang seorang janda. Ideal diri : klien mengatakan ingin cepat sembuh agar bisa mencari pekerjaan, menikah kembali dan berkumpul dengan keluarganya
47
di rumah. Harga diri : klien mengatakan orang-orang di dekatnya menganggap dirinya jelek di masyarakat karena klien sudah sering sekali masuk RSJ. Menurut Sunaryo (2004: 38), harga diri rendah timbul jika individu merasa kehilangan kasih sayang, cinta kasih dan penghargaan dari orang lain dan tidak memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan cita-cita ideal yang ada dalam dirinya, sehingga individu akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam hubungan interpersonalnya dengan orang lain di lingkungan sosial. Pada mekanisme koping ditemukan bahwa mekanisme koping klien efektif karena mampu berinteraksi atau berbicara dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan orang lain, akan tetapi kadang-kadang klien memerlukan bantuan orang lain dalam menyelesaikan masalah tertentu. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa adalah kegiatan memvalidasi data, mengoreksi dan mengelompokkan data, mengimpretasikan data, mengidentifikasi masalah dari kelompok data, dan merumuskan diagnosis keperawatan (Deswa, 2009). Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan dari klien, peneliti merumuskan diagnosa keperawatan untuk membantu proses keperawatan klien. Adapun diagnosa keperawatan pertama yang muncul pada Ny. S yaitu resiko perilaku kekerasan. Menurut Yosep (2009 : 146) perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain. NANDA (2005 : 203)
48
menuliskan bahwa resiko menciderai diri adalah suatu risiko perbuatan dimana seseorang berperilaku pada dirinya dapat berupa fisik, emosi dan atau perbuatan seks yang berbahaya pada dirinya. Maramis (2005 : 184) menambahkan perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau didahului tindakan ritualistik atau meditasi pada seseorang yang masuk dalam suatu kesadaran yang menurun atau perkabut (Trance Like State) tanpa dasar epilepsi. NANDA (2010: 300) menuliskan bahwa masalah keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan adalah resiko untuk kekerasan yang diarahkan pada orang lain maupun pada diri sendiri. Data yang mendukung masalah utama antara lain : klien mengatakan merasa tidak begitu diperhatikan oleh keluarganya. Klien tampak bingung saat berinteraksi, klien tampak tegang saat dikaji tentang masalahnya. Hal ini terjadi karena seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara agresif, sesuai dengan respon yang dipelajarinya (Kusumawati dan Hartono, 2010 : 78). Pada saat interaksi, klien tampak bingung, pandangan mata tajam, mata dan wajah tampak kemerahan, hal ini menandakan salah satu manifestasi klinis klien dengan resiko perilaku kekerasan dalam dimensi fisik (Akemat, 2004 : 45). Perilaku kekerasan menjadi prioritas utama diagnosa Ny. S karena hal tersebut sangat menonjol pada klien, dan jika tidak segera diatasi akan mengakibatkan resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Fitria, 2009 : 146).
49
Diagnosa keperawatan yang kedua adalah resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan adalah kondisi dimana tingkah laku individu dapat menyakiti diri sendiri, orang lain baik secara fisik, emosional, atau seksual (Nurjannah, 2005 : 21). Menurut Keliat (2009 : 126), resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan merupakan prioritas keperawatan yang kedua bila tidak dilakukan tindakan lanjut, didukung dengan klien tidak dapat mengendalikan perilakunya yang akan mengakibatkan kerugian pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Data yang ditemukan pada klien yaitu klien mengatakan sering marah jika ada masalah. Klien juga tampak bingung saat interaksi, mata dan wajah klien tampak kemerahan, pandangan mata klien tajam saat diajak bicara. Hal ini merupakan dimensi fisik dari manifestasi klinis pada klien dengan resiko perilaku kekerasan (Akemat, 2004 : 45). Diagnosa keperawatan yang ketiga adalah harga diri rendah. Menurut NANDA (2006 : 187), harga diri rendah adalah berkembangnya persepsi diri yang negatif dalam berespon terhadap situasi yang sedang terjadi (spesifik). Capernito (2006 : 424), berpendapat bahwa harga diri rendah merupakan suatu keadaan ketika individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan). Wilkinson (2007 : 437) menambahkan harga diri rendah adalah perasaan diri/evaluasi diri negatif yang berkembang
50
sebagai respon terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif. Data yang ditemukan pada klien yaitu klien mengatakan malu bergaul dengan dengan teman-temannya karena diperlakukan berbeda dengan yang lainnya,
klien
juga tampak malas-malasan.
Hal
ini
tejadi
karena
ketidakmampuan klien mengenal prestasi diri sendiri. Masalah tersebut muncul sebagai penyebab dari resiko perilaku kekerasan, sehingga hal tersebut perlu diatasi agar resiko perilaku kekerasan tidak muncul lagi (Copel, 2007 : 147). 3. Intervensi Masalah keperawatan utama yang terjadi pada Ny. S yaitu resiko perilaku kekerasan. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah keperawatan tersebut menurut Dalami (2009 : 96), mempunyai tujuan umum yaitu klien mampu mengekspresikan rasa marahnya secara efektif,karena itu masuk aspek biologis dengan melakukan intervensi kearah aktifitas biologis yang membutuhkan energi cukup banyak seperti pukul bantal atau kasur karena cara tersebut paling tepat untuk klien dalam mengontrol marahnya sedangkan tujuan khususnya ada 7. Tujuan khusus pertama yaitu bina hubungan saling percaya, dengan membina hubungan saling percaya dengan perawat kepercayaan dari klien merupakan hal yang mutlak serta akan memudahkan dalam melakukan pendekatan dan tindakan keperawatan kepada klien (Fitria, 2010 : 150). Tujuan khusus kedua yaitu klien dapat mengidentifikasi kemampuan
51
penyebab kekerasan, lingkungan yang merangsang dapat meningkatkan agitasi dan mengembangkan perilaku agresif (Townsend, 1998 : 221). Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, hal ini akan dapat membantu klien mengenali perilaku kekerasannya dalam satu cara yang tidak mengancam (Copel, 2007 : 130). Tujuan khusus keempat yaitu klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, dengan cara mendiskusikan apakah dengan tindakan perilaku kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami akan terjadi. Sebab klien pada saat keadaan marah klien tampak bingung dan dapat menggunakan benda-benda di sekitarnya untuk membahayakan diri sendiri dan orang lain (Fitria, 2010: 140). Tujuan khusus kelima yaitu klien dapat mengidentifikasi keuntungan atau kerugian marahnya (Dalami, 2009 : 96). Tujuan khusus keenam yaitu klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan, dengan menjelaskan beberapa alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui pasien seperti latihan fisik, karena dengan latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektif untuk menghilangkan ketegangan yang terpendam (Townsend, 1998 : 225). Tujuan khusus ketujuh adalah klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan, sebab ini merupakan bukti pengendalian terhadap situasi dan memberikan keamanan fisik bagi klien (Copel, 2007 : 53).
52
Rencana keperawatan untuk mengatasi resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan menurut Keliat (2005 : 31), terdiri dari 9 tujuan khusus dan 5 strategi pelaksanaan. Tujuan khusus yang pertama membina hubungan saling percaya dengan klien, supaya klien dapat mengutarakan perasaannya secara terbuka. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dengan klien serta memudahkan dalam melakukan pendekatan dan tindakan keperawatan kepada klien (Fitria, 2010). Tujuan khusus kedua, klien dapat mengidentifikasi kemampuan penyebab kekerasan. Klien mengungkapkan perasaannya ketika jengkel atau kesal serta perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan akibatnya. Dengan mengetahui penyebab, tanda dan gejala serta akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan dapat menentukan mekanisme koping yang dimiliki klien dalam menghadapi masalah serta sebagai langkah awal dalam menyusun strategi berikutnya (Fitria, 2010). Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Karena dapat membantu klien mengenal perilaku kekerasannya sehingga dapat mencegah tindakan yang dapat membahayakan klien dan lingkungan sekitar (Fitria, 2010). Tujuan khusus keempat adalah klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, untuk melihat mekanisme koping klien dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Fitria, 2010). Tujuan khusus kelima adalah klien dapat mengidentifikasi akibat kekerasan. Membantu klien melihat dampak yang ditimbulkan akibat perilaku kekerasan yang dilakukan klien (Fitria, 2010).
53
Tujuan khusus keenam, klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan. Identifikasi stresor dan perasaan negatif yang menyertainya merupakan langkah pertama dalam belajar mengontrol stresor tersebut (Copel, 2007). Tujuan khusus ketujuh, klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Meningkatkan kepercayaan diri klien, serta asertifitas klien saat marah (Fitria, 2010). Tujuan khusus kedelapan adalah klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan. Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi klien (Fitria, 2010). Tujuan khusus kesembilan adalah klien dapat menggunakan obat dengan benar. Dimana obat-obat psikotropik meningkatkan kemampuan klien untuk menyesuaikan diri dan mempertahankan kontrol diri serta membantu mengurangi terjadinya perilaku agitasi (Copel, 2007). Rencana keperawatan untuk mengatasi harga diri rendah situasional menurut Fitria (2010), terdiri dari 6 tujuan khusus dan 2 strategi pelaksanaan. Tujuan khusus pertama adalah bina hubungan saling percaya, dengan membina hubungan saling percaya dengan perawat, kepercayaan dari klien merupakan hal yang mutlak serta akan memudahkan dalam melakukan pendekatan dan tindakan keperawatan kepada klien (Fitria, 2010). Tujuan khusus kedua adalah klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki. Penting untuk mengintervensi dengan caracara yang dapat meningkatkan konsep diri (Copel, 2007 : 146). Tujuan khusus ketiga adalah klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan. Mencari cara yang konstruktif dan menunjukkan potensi yang
54
dimiliki klien untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik dan berharga (Fitria, 2010). Tujuan khusus keempat adalah klien dapat merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Menghargai kemampuan klien serta menunjukkan kemampuan yang klien miliki (Fitria, 2010). Tujuan khusus kelima adalah klien dapat melakukan kegiatan sesuai rencana yang dibuat. Membantu klien meningkatkan harga dirinya (Fitria, 2010). Tujuan khusus keenam adalah klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada. Keluarga sebagai sistem pendukung utama mempunyai peran dan potensi besar dalam menciptakan konsep serta harga diri klien (Fitria, 2010). 4. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Asuhan keperawatan pada Ny. S dengan resiko perilaku kekerasan, untuk strategi pelaksanaan 1 dilakukan pada hari Sabtu tanggal 8 Maret 2014 jam 08.30 WIB yaitu mengidentifikasikan tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan klien, mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 (tarik nafas dalam) sebanyak 5 kali, memasukkan dalam jadwal kegiatan harian klien. Saat evaluasi didapatkan klien mengatakan namanya Ny. S, klien mengatakan perilaku kekerasan yang dilakukannya adalah marah dan memecahkan kaca almari karena kurang diperhatikan keluarganya. Obyektif : ada kontak mata, perhatian kurang,klien latihan nafas dalam secara mandiri. Assesment : klien dapat mempraktekkan cara mengontrol marah dengan cara fisik 1. (Planning : perawat, validasi SP I dan lanjut SP II sedangkan klien :
55
anjurkan pada klien latihan nafas dalam saat marah dan dimasukkan dalam jadwal kegiatan klien. Strategi pelaksanaan 2 dilakukan pada hari Kamis tanggal 13 Maret 2014 jam 10.00 WIB yaitu memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, mengevaluasi SP I, mengajarkan latihan cara fisik 2 yaitu pukul kasur, memasukkan dalam jadwal harian. Respon klien evaluasi antara lain subyektif : klien mengatakan sudah agak tenang, klien mengatakan sudah bisa cara fisik 1, klien mengatakan mau belajar cara fisik 2 yaitu pukul kasur. Obyektif : ada kontak mata tapi tidak fokus, klien melakukan nafas dalam dan latihan cara fisik 2 (memukul kasur). Assesment : klien melakukan cara fisik 1 yaitu tarik nafas dalam dan mempraktekan cara fisik 2 yaitu pukul kasur. (Planning : perawat, validasi SP 1 dan SP 2 lalu melanjutkan SP 3 sedangkan klien : anjurkan klien melakukan tarik nafas dalam dan pukul kasur jika ada tanda-tanda akan kesal atau marah). Strategi pelaksanaan 3 dilakukan pada hari Jum’at 14 maret 2014 jam 09.00 WIB yaitu memberikan salam terapeutik,menanyakan perasaan klien,mengevaluasi SP 1 dan SP 2, mengajarkan SP 3 yaitu cara mengontrol marah secara verbal (berbicara dengan baik), menganjurkan untuk memasukkan dalam jadwal harian. Dengan evaluasi antara lain : Subyektif : klien mengatakan perasaannya saat ini baik, klien mengatakan sudah dapat mempraktekkan tarik nafas dalam dan pukul bantal ketika marah, klien mengatakan mau belajar mengontrol marah dengan cara verbal yaitu berbicara dengan baik. Obyektif : klien kooperatif, ada kontak mata, klien tampak
56
tenang, klien mau melakukan cara mengontrol marah secara verbal yaitu berbicara dengan baik. Assesment : klien melakukan cara mengontrol marah secara verbal dengan mandiri. Planning : perawat, validasi SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (memukul bantal), dan SP 3 (berbicara dengan baik), lanjutkan SP 4 (spiritual). Klien : anjurkan klien mengontrol marah secara verbal, anjurkan memasukkan dalam jadwal harian. Strategi pelaksanaan 4 dilakukan pada hari Sabtu tanggal 15 Maret 2014 jam 07.30 WIB yaitu memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan klien, mengevaluasi SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (memukul bantal), dan SP 3 (berbicara dengan baik), melatih klien mengontrol cara marah dengan cara spiritual yaitu sholat, menganjurkan untuk memasukkan dalam jadwal harian. Dengan evaluasi yaitu : Subyektif : klien mengatakan perasaannya saat ini baik, klien mengatakan sudah bisa melakukan tarik nafas dalam, pukul bantal dan menggunakan cara verbal yaitu bicara dengan baik. Obyektif : klien kooperatif, ada kontak mata, klien melakukan teknik mengontrol marah dengan cara spiritual (sholat). Assesment : klien melakukan sholat dengan mandiri. Planning : perawat, validasi SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (memukul bantal), SP 3 (berbicara dengan baik), dan SP 4 (spiritual), lanjutkan SP 5 (minum obat secara teratur). Klien : anjurkan klien mengontrol marah dengan cara spiritual, anjurkan memasukkan jadwal harian.
57
BAB V PENUTUP
Berdasarkan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan resiko perilaku kekerasan di Ruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, maka dapat diambil simpulan dan saran sebagai berikut :
A. Simpulan 1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian awal serta penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien, sehingga penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan resiko perilaku kekerasan di Ruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 2. Dari hasil diagnosa keperawatan pada klien Ny.S ditemukan masalah antara lain resiko perilaku kekerasan, resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan serta harga diri rendah tindakan keperawatan yang harus dilakukan yaitu melatih klien mengontrol perilaku kekerasan, dalam mengontrol marah akan lebih efektif apabila ada jadwal yang sudah dibuat oleh klien dengan bantuan perawat tidak hanya menjadi dokumen tetapi dapat membuat klien melakukan rutinitas dalam mengontrol marah. 3. Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan keperawatan sesuai dengan strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan dan mampu melaksanakan dengan mandiri apa yang telah diajarkan perawat.
57
58
4. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan dapat dilaksanakan walaupun belum optimal. 5. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien teratasi sebagian sesuai dengan masalah klien.
B. Saran Berdasarkan simpulan pengkajian dari “Kajian Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan resiko perilaku kekerasan diruang Kresna Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” menyarankan : 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit) Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien resiko perilaku kekerasan khususnya.Dan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan klien. 2. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada klien resiko perilaku kekerasan. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan komprehensif. 3. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan profesional sehingga dapat tercipta perawat profesional,
59
terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan. 4. Untuk peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut tentang akar permasalahan khususnya terhadap resiko perilaku kekerasan
karena
kekurangannya.
dalam
makalah
kami
tentunya
masih
banyak
31
DAFTAR PUSTAKA
Akemat, 2004, Pelatihan Asuhan Keperawatan Pada Klien Gangguan Jiwa, Semarang ; RSJ dr. Amino Gondo Hutomo. Azizah, L.M., 2011, Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik, Yogyakarta ; Graha Ilmu. Carpenito, L.J., Moyet, 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 10, Jakarta ; EGC. Copel, L.C., Alih bahasa : Akemat, 2007, Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat, Edisi 2, Jakarta ; EGC. Dalami, E., dkk, 2009, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa, Jakarta ; CV. Trans Info Media. Fitria, N., 2010, Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Jiwa, Jakarta ; Salemba Medika. Keliat, B.A., Akemat, 2010, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta ; EGC. Kusumawati, F., Hartono, Y., 2010, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta ; Salemba Medika. Maramis, W.F., 2009, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2, Surabaya ; Airlangga University Press. NANDA, 2005-2006, Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta ; Prima Medika. Nurjannah, I., 2005, Aplikasi Proses Keperawatan, Yogyakarta ; Moco Medika. Townsend, M.C., 1998, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatrik (terjemahan), Edisi 3, Jakarta ; EGC. Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung ; PT. Refika Aditama. Videbeck, S.L., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta ; EGC. Wilkinson, J., 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC, Alih bahasa : Widyawati, Edisi 7, Jakarta ; EGC.
JADWAL STUDI KASUS KAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI RUANG KRESNA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Oleh : Enny Marjanti Bulan N o
Kegiatan
Oktober
1 1 2 3 4
5
6
7
8
9
Pengumpulan judul KTI Studi pendahuluan Bimbingan proposal Ujian proposal KTI Revisi proposal penelitian dan pengambilan ijin penelitian Pengambilan data penelitian Pembimbinga n penyusunan laporan hasil penelitian Ujian laporan hasil penelitian Revisi hasil penelitian dan pengumpulan KTI
2
3
Nopember
4
1
2
3
Desember
4
1
2
3
Januari
4
1
2
3
Maret
Februari
4
1
2
3
4
1
2
3
4
April 5
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
5
1
2
3
Juli 4
5
1
2
3
4
STRATEGI PELAKSANAAN I
Masalah Utama : Resiko Perilaku Kekerasan Pertemuan
: I
Hari/Tanggal
: Sabtu, 08 Maret 2014
Jam
: 08.30 WIB
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien Klien kooperatif, klien mampu menjalin hubungan yang baik dengan perawat dan mau menjawab pertanyaan yang diberikan. 2. Diagnosa Keperawatan Perilaku kekerasan. 3. Tujuan Khusus (TUK I – VI) a. Klien dapat membina hubungan saling percaya. b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab kekerasan. c. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan. e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. f. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan. 4. Tindakan Keperawatan a. Membina hubungan saling percaya. b. Membantu klien mengungkapkan perasaan dan penyebab marah.
c. Mengindentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan. e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. f. Mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan. g. Mengidentifikasi cara latihan mengontrol fisik.
B. Strategi Komunikasi 1. Orientasi a. Salam terapeutik “Selamat pagi bu? Perkenalkan nama saya perawat Enny marjanti biasa dipanggil Enny. Saya dinas di ruangan ini dari jam 07.00 – 14.00 WIB, saya yang akan merawat ibu di sini. Kalau boleh tahu nama ibu siapa? Suka dipanggil siapa? Bagus sekali namanya?” b. Validasi “Bagaimana perasaan ibu saat ini? Adakah hal yang ingin ibu ceritakan? Ibu. S bisa cerita sama saya”. c. Kontrak Topik
: “Baiklah kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marahnya ibu”
Waktu
: “Berapa lama kita akan berbincang-bincang bu? Bagaimana kalau 10 menit?”
Tempat : “Ibu maunya kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di sini saja?”
2. Kerja “Apa yang menyebabkan marah? Apakah ibu biasa marah? Terus penyebabnya apa? Apakah sama dengan sekarang?” “Apabila ibu merasa kesal/marah apakah ibu merasakan dada berdebar-debar, mata melotot, rahang tertutup rapat, dan tangan mengepal atau tidak?” “Kemarin waktu ibu S marah, apa yang ibu lakukan? Oh ya, ibu S mukulmukul tembok/benda-benda di hadapan ibu ya, ibu tahu tidak itu kerugiannya apa?” “Menurut ibu ada cara lain yang lebih baik tidak selain mukul-mukul tembok?” “Ibu S mau tidak belajar cara marah yang tidak menimbulkan kerugian?” “Ada 5 cara ya bu untuk mengatasi marah yang baik. Bagaimana kalau kita belajar cara yang pertama dulu?” “Begini bu, kalau ibu ada tanda-tanda ingin marah, maka ibu berdiri/duduk cari posisi yang nyaman lalu tarik nafas dalam dari hidung lalu dikeluarkan lewat mulut dengan perlahan-lahan. Bagaimana kalau dicoba dulu ya bu? Tarik nafas dari hidung, iya bagus tahan sebentar dan keluarkan dari mulut secara perlahan-lahan. Hal ini dilakukan 5x ya bu, bagus sekali ibu sudah bisa melakukannya.” “Bagaimana perasaan ibu? Nah, sebaiknya ini dilakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah mbak itu muncul ibu bisa melakukannya secara mandiri.”
3. Terminasi “Bagaimana perasaan ibu setelah mencoba cara yang saya ajarkan tadi?” a. Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah belajar cara mengatasi marah tadi?” Objektif
: “Coba ibu lakukan lagi cara yang pertama tadi, yang sudah saya ajarkan tadi.”
b. Rencana tindak lanjut “Ibu tadi sudah mempraktekkan cara yang pertama, nah sekarang mari kita masukkan ke dalam jadwal harian ya bu.” c. Kontrak Topik
: “Bagaimana kalau nanti kita berbincang-bincang lagi, belajar tentang cara yang kedua yaitu pukul-pukul bantal/kasur?”
Waktu
: “Besok ibu maunya kita berbincang-bincang jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00 WIB?” Ibu maunya kita berbincang-bincang berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit?”
Tempat : “Ibu maunya kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di sini lagi? Baiklah bu sampai ketemu besok ya bu, permisi ….”
STRATEGI PELAKSANAAN II
Masalah Utama : Resiko Perilaku Kekerasan Pertemuan
: II
Hari/Tanggal
: Kamis, 13 Maret 2014
Jam
: 09.00 WIB
A. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien Klien kooperatif, ada kontak mata, klien mampu menjalin hubungan dengan baik dengan perawat. 2. Diagnosa Keperawatan Perilaku kekerasan. 3. Tujuan Khusus (TUK VI – VII) TUK VI
: Klien dapat mengidentifikasi cara kondusif dalam merespon terhadap kemarahan.
TUK VII : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. 4. Tindakan Keperawatan a. Mengevaluasi latihan nafas dalam. b. Mengajarkan atau melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara kedua yaitu memukul bantal atau kasur. c. Menyusun jadwal harian cara yang kedua.
B. Strategi Komunikasi 1. Orientasi a. Salam terapeutik “Selamat siang bu, sesuai dengan janji saya tadi, saya datang lagi untuk berbincang-bincang. Ibu masih ingat dengan saya kan? Ya, bagus sekali.” b. Validasi “Bagaimana perasaan ibu saat ini?”. c. Kontrak Topik
: “Baik sekarang kita akan belajar cara mengontrol marah dengan kegiatan fisik I untuk cara yang kedua?”
Waktu
: “Berapa lama kita akan berbincang-bincang mbak? Bagaimana kalau 10 menit?”
Tempat : “Mau maunya berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di sini saja?” 2. Kerja “Kalau ada yang membuat mbak marah, selain dengan cara nafas dalam, mbak dapat melakukan cara yang kedua yaitu memukul bantal/kasur. Mbak tadi kan sudah bisa dengan cara nafas dalam, sekarang mari kita coba lakukan pukul bantal atau kasur, jadi nanti kalau mbak kesal dan ingin marah, mbak langsung ke tempat tidur dan melampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul bantal/kasur. Nah sekarang mbak coba lakukan pukul bantal atau kasur. Ya, bagus sekali mbak memukulnya, cara ini bisa dilakukan secara
rutin jika ada perasaan marah, kemudian jangan lupa rapikan tempat tidur lagi ya bu.” 3. Terminasi a. Evaluasi Subjektif : “Bagaimana perasaan ibu setelah latihan menyalurkan marah tadi?” Objektif
: “Ada berapa cara yang sudah saya ajarkan bu, coba sebutkan? Ya, bagus sekarang coba praktekkan? Ya bagus sekali.”
b. Rencana tindak lanjut “Ibu tadi sudah mempraktekkan cara yang kedua kan, sekarang mari kita masukkan ke dalam jadwal harian ya bu. Ya bagus sekali. Mau berapa kali sehari ibu latihan memukul bantal atau kasur serta nafas dalam tadi?” c. Kontrak Topik
: “Bagaimana kalau besok ketemu lagi? Kita akan latihan mengontrol marah dengan cara ketiga yaitu dengan cara verbal atau berbicara yang baik.”
Waktu
: “Ibu besok maunya jam berapa? Bagaimana kalau jam 09.00 pagi? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 5 menit.”
Tempat : “Ibu maunya kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di sini lagi? Baiklah kalau begitu sampai ketemu besok ya bu, permisi bu ….”