STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
DEVI CHRISTINA PANCANINGTYAS NIM. P.10086
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
DEVI CHRISTINA PANCANINGTYAS NIM. P.10086
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.J DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG PRINGGODANI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada yang terhormat: 1. Bapak Setiyawan, S.Kep., Ns, selaku Ketua Program Studi D III keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ibu ErlinaWindyastuti, S.Kep., Ns, selaku Sekertaris Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Bapak Joko Kismanto, S.Kep., Ns selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dan memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Bapak Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inpirasi, perasan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 5. Ibu Diyah Ekarini, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inpirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 6. Semua dosen Program Studi D III Keperawtan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasan serta ilmu yang bermanfaat. 7. Segenap karyawan, karyawati dan perawat di ruang Pringgodani Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. 8. Kedua orang tuaku Bapak Tukidjo Adi Rumpoko dan Ibu Rusmirah yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat serta dukungan secara moral, material, spiritual. 9. Kakak dan adikku tercinta yang memberi dukungan dan semangat untuk segera menyeleseikan tugas Karya Tulis Ilmiah. 10. Sahabat-sahabatku “LADEPTA (Ela, Devi, Meta)” yang setia dalam berjuang bersama menempuh 3 tahun belajar di bangku akademik STIKes Kusuma Husada Surakarta. 11. Teman-teman 3B Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta. 12. STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah membantu dan memberikan informasi serta dukungan moril maupun spiritual.
Semoga studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan, Amin.
Surakarta,
Juni 2013
DEVI CHRISTINA PANCANINGTYAS P 10086
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAAN .....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. LatarBelakang.........................................................................
1
B. TujuanPenulisan .....................................................................
4
C. ManfaatPenulisan ...................................................................
5
LAPORAN KASUS A. Pengkajian ..............................................................................
7
B. PerumusanMasalahKeperawatan ............................................
12
C. PerencanaanKeperawatan .......................................................
13
D. ImplementasiKeperawatan .....................................................
17
E. EvaluasiKeperawatan .............................................................
19
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan ............................................................................
21
B. Simpulan .................................................................................
30
C. Saran .......................................................................................
31
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Genogram Tn.S ....................................................................
9
Gambar 2.2
Pohon Masalah .....................................................................
13
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Log Book Kegiatan Harian
Lampiran
2
Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
Lampiran
3
Lembar Pendelegasian Pasien
Lampiran
4
Asuhan Keperawatan
Lampiran
5
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran
6
Daftar Riwayat Hidup
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kesehatan jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangannya itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain. Dari berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental (Farida, 2010). Individu yang tidak mampu mempertahankan hubungan interpersonal yang positif dapat mengakibatkan reaksi yang negatif dan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menurunkan produktivitas individu tersebut, hal ini dapat mengakibatkan munculnya gejala gangguan kesadaran dan gangguan perhatian, kumpulan tanda dan gejala tersebut disebut sebagai gangguan psikiatri atau gangguan jiwa (Hidayati, 2012). Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart& Sundeen dalam Tiur, 2006).
Keabnormalan dibagi menjadi dua meliputi gangguan jiwa (Neurosa) dan Sakit Jiwa (psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah,cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya. Seseorang yang terkena neurosa masih mengetahui dan merasakan kesukarannya, serta kepribadiannya tidak jauh dari realita dan alam kenyataan pada umumnya. Sedangkan orang yang terkena psikosa tidak memahami kesukaran-kesukarannya, kepribadiannya dari segi tanggapan, perasaan/emosi, dan dorongan motivasinya yang sangat terganggudan hidupnya yang jauh dari alam kenyataan. Diperkirakan bahwa 2-3 persen dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan perawatan di rumah sakit dan jika pendudukan Indonesia berjumlah 120 juta orang maka ini berarti bahwa 120 orang yang mengalami gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit. (Yosep, 2010). Salah satu masalah dari gangguan jiwa yang menjadi penyebab penderita di bawa ke rumah sakit adalah perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia. Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku social. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta keretakan
maupun perpecahan antara proses pikir, afek/emosi, dan psikomotor, terutama karena perilaku kekrasan, waham dan halusinasi (Direja, 2011). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai marah dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Hartono, 2010). Marah merupakan perasaan jengkel yang ditimbulkan sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak dipenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Yosep, 2010). Rumah Sakit Jiwa Surakarta adalah rumah sakit milik pemerintah yang diklasifikasikan sebagai kelas A dan sebagai pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat yang berhubungan dengan perencanaan dari suatu rumah sakit bagi rumah sakit jiwa, dengan berbagai tingkat keparahannya. Menurut data rekam medis RSJD Surakarta pada tahun 2012 terdapat 26.449 pasien rawat jalan dan 2.906 rawat inap. Dari 2.233 pasien atau 76,8 persen pasien rawat inap didiagnosa skizofrenia. Laki-laki 66,9 persen dan perempuan 33,1 persen pasien yang didiagnosa Skizofrenia di RS jiwa Surakarta (Rekam Medis, 2012). Kasus di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta di ruang Pringgodani periode bulan April 2013, didapatkan dari 35 pasien mengalami gangguan jiwa, terdapat 15 pasien (43 persen) yang mengalami halusinasi, 19 pasien (56,6 persen) yang mengalami gangguan perilaku kekerasan, dan 1 pasien (0,33 persen) dengan gangguan menarik diri.
Hasil observasi penulis di Ruang Pringgodani pada tanggal 25 April 2013 diperoleh data subyektif Tn. J mengatakan mudah marah karena jika mengingat istrinya yang selalu meminta uang padanya, ia selalu masih merasa jengkel, dengan data objektif klien tampak marah, mata merah, kooperatif, perhatian ada dan kontak mata ada. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah karena masalah-masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius dimulai dari resiko perilaku kekerasan dan dampaknya yang komplek seperti resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan, resiko bunuh diri. Penulis mengambil judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Resiko Perilaku Kekerasan di Ruang Pringgodani Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta”.
B. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan Umum Melaporkan Kasus pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan di Bangsal Pringgodani RSJD Surakarta. 2. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan karya tulis ini adalah agar penulis mampu : a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan d. Penulis mampu implementasi pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan f. Penulis mampu menganalisa kondisi pada Tn.J dengan Perilaku Kekerasan
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis a. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang penanganan koping stres pada pasien dengan Perilaku Kekerasan. b. Meningkatkan ketrampilan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Perilaku Kekerasan. 2. Profesi Keperawatan Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya pada kasus dengan Perilaku Kekerasan. 3. Bagi Institusi a. Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan jiwa khususnya pada kasus dengan Perilaku Kekerasan. b. Pendidikan Hasil penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk institusi pendidikan D III keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
BAB II LAPORAN KASUS
Dalam bab II laporan kasus penulis akan mengulas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan yang terdiri dari pengkajian pada pasien, analisa dari data yang diperoleh, intervensi, implementasi keperawatan serta evaluasi dari hasil implementasi keperawatan.
A. Identitas Klien Pengkajian penulis dilakukan pada tanggal 25 April 2013 dengan metode wawancara, kasus ini diperoleh dengan metode auto anamnese dan allo anamnesa. Hasil pengkajian tersebut didapatkan data sebagai berikut pasien dengan inisial Tn. J yang berusia 36 tahun, jenis kelamin laki-laki bertempat tinggal di Pacitan. Klien beragama Islam, status klien kawin, klien bekerja dan pendidikan terakhir SMA. Keluarga yang bertanggung jawab atas klien adalah Tn. K yang merupakan Bapak kandung klien yang bertempat tinggal di Pacitan.
B. Pengkajian 1.
Riwayat Kesehatan Alasan klien masuk saat masuk rumah sakit klien mengamuk pada istrinya karena selalu meminta uang, sering marah tanpa sebab, merusak rumah, sulit tidur, mata melotot, mata merah, gelisah, bingung, senyum-
senyum sendiri, sehingga klien dibawa ke IGD RSJD Surakarta tanggal 6 Maret 2013 dan di pindah untuk di rawat ruang Amarta dan kondisi tenang pada tanggal 16 Maret 2013 klien dipindah di ruang Pringgodani. 2.
Faktor Predisposisi Faktor predisposisi klien sebelumnya pernah mengalami gangguan jiwa dan sudah 2 kali di rawat di RSJD Surakarta klien masuk terakhir tanggal 6 Maret 2013, pengobatan klien kurang berhasil karena tidak mau minum obat, keluarga klien tidak ada yang mengalami atau memiliki riwayat gangguan jiwa dan klien juga tidak pernah mengalami kekerasan fisik.
3.
Faktor Presipitasi Faktor presipitasi klien mengatakan stress dan mengamuk di rumah dikarenakan kebutuhan ekonomi yang kurang mencukupi sehingga membanting barang - barang yang ada di sekitarnya dan jika mengingat masih merasa kesal, marah dan jengkel pada istrinya yang selalu meminta uang.
4.
Psikososial Pada psikososial khususnya genogram klien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dan klien tinggal serumah dengan adik dan kedua orang tuanya, kakek klien sudah meninggal. Pada psikososial khususnya genogram klien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dan klien tinggal serumah dengan adik dan kedua orang tuanya, kakek klien sudah meninggal.
a. Genogram
Gambar 2.1 Genogram Keterangan : : Laki - Laki
: Perempuan
: Laki - Laki meninggal : Tinggal serumah : Garis Keturunan
: Klien b. Konsep Diri Pengkajian konsep diri, pada gambaran dirinya klien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya. Identitas klien mengatakan sudah menikah tetapi belum mempuyai anak. Peran klien di rumah adalah sebagai kepala keluarga. Ideal diri klien mengatakan klien mengatakan ingin cepat pulang bertemu istrinya dan segera bekerja kembali. Harga diri
klien mengatakan sedikit malu bila bertemu dengan tetangganya karena dirinya suka mengamuk, marah-marah di rumah.
5.
Spiritual Kepercayaan klien mengatakan beragama islam dan rajin beribadah. Kegiatan ibadah pasien mengatakan sholat 5 waktu dan tidak lupa berdo’a setelah sholat.
6.
Pengkajian Fisik Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil TD: 120/80 mmHg, Nadi: 100x/menit, Respirasi: 20x/menit, Suhu: 36,5˚C, Berat badan: 54 kg, Tinggi badan: 165 cm, bentuk kepala: meshocepal, rambut: pendek, hitam, dan bersih, mata: simetris antara kanan dan kiri, hidung: simetris, tidak ada polip, mulut: simetris, tidak ada sariawan, telinga: simetris antara kanan dan kiri, tidakada serumen, leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, dada: dinding dada simetris kanan dan kiri, ekstremitas: kaki kanan dan kiri lengkap, tangan kanan kiri lengkap.
7.
Status Mental Penampilan klien terlihat rapi dengan rambut tertata rapi, cara berpakaian juga baik tidak acak-acakan. Pembicaraan saat dikaji klien berbicara dengan jelas dan nada suara kasar dan keras. Aktifitas motorik pasien hanya diam dan merokok aktif. Alam perasaan klien mengatakan senang saat dikaji. Afek klien saat dikaji afeknya labil. Interaksi klien saat di
wawancarai cukup kooperatif dan mau menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Isi pikir klien saat dikaji pasien tidak mengalami gangguan, tidak ada waham, klien mengatakan ingin segera pulang dan bertemu keluarga di rumah. Proses pikir klien dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Memori klien dapat mengingat kejadian jangka panjang dan jangka pendek, klien mampu mengingat kapan saat dia dibawa di rumah sakit dengan diantar bapak dan tetangganya. Klien dapat berkonsentrasi saat diajak berbicara, klien mampu mengambil keputusan sendiri. Tingkat kesadaran klien sadar penuh, tidak ada disorientasi waktu dan tempat. Persepsi klien tidak mengalami gangguan halusinasi. Daya tilik diri klien mengatakan sakit jiwa dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa. 8.
Kebutuhan Persiapan Pulang Pada pengkajian kebutuhan klien pulang didapatkan data bahwa klien mengatakan makan 3x sehari dengan menu yang disediakan dari rumah sakit yaitu nasi, sayur, lauk-pauk serta buah. Klien juga mengatakan selalu habis makannya lalu tidak lupa mencuci piringnya sendiri. BAB klien mengatakan, BAB sehari 1x yaitu saat pagi hari dan untuk BAK klien mengatakan bisa 67x sehari. Kebutuhan mandi klien juga tercukupi, klien mengatakan mandi 2x sehari yaitu pagi dan sore. Klien juga mengatakan selalu keramas dan menggosok giginya saat mandi, kemudian klien mengatakan setelah mandi tidak lupa ganti baju yang bersih dan menyisir rambutnya agar kelihatan rapi.
9.
Mekanisme Koping Mekanisme koping, klien mengalami mekanisme koping maladaptif yaitu klien mengatakan mudah marah dan masih merasa jengkel jika mengingat istrinya yang selalu meminta uang padanya.
10. Psikososial dan Lingkungan Klien mengatakan orang yang paling berharga adalah orang tua dan istrinya meskipun dia sering diamuk tapi klien mengatakan dia sangat menyayangi keduanya. Hubungan dalam bermasyarakat klien mengatakan jarang bergaul dengan tetanggganya dan juga tidak mengikuti karang taruna. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain klien mengatakan mempunyai permasalahan beda pendapat dengan orang lain.
11. Aspek Medis Pada aspek medik, diagnosa medik skizofrenia paranoid, dan terapi medik yang diberikan Trihepsilpenide 3 x2 mg dan Chlopramazine 3 x 100 mg, Halloperidole 3 x 3 mg. Penggunaan obat, klien mengatakan ketika di rumah sakit mau untuk minum obat secara teratur agar cepat sembuh dan pulang.
C. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian penulis menegakkan data fokus yaitu data subyektif
klien mengatakan mengatakan mudah marah dan masih merasa
jengkel jika mengingat istrinya yang selalu meminta uang padanya, klien sering marah-marah, sering membanting barang-barang, sulit tidur. Dari data obyektif terdapat data pada klien mata melotot, klien tampak marah - marah, kontak mata ada, klien tampak kooperatif, bicara keras. Berdasarkan data fokus diatas maka penulis menegakkan diagnosa sebagai core problem Tn. J adalah Perilaku Kekerasan. Hasil penulisan masalah tersebut penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sebagai akibat, perilaku kekerasan sebagai core problem, dari diagnosa tersebut dapat dijadikan prioritas diagnosa, prioritas yang pertama perilaku kekerasan, mekanisme koping tidak efektif sebagai etiologi.
Pohon Masalah Resiko menciderai diri Sendiri, orang Lain dan Lingkungan (Akibat)
Perilaku Kekerasan
Mekanisme Koping tidak Efektif (Etiologi)
Gambar 2.2 Pohon Masalah
D. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan yang disusun setelah memprioritaskan masalah keperawatan dengan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan. Tujuan umum : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan. Tujuan khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien menunjukkan : tanda – tanda percaya kepada perawat, wajah cerah dan tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata serta bersedia menceritakan perasaannya. Intervensi yang akan dilakukan bina hubungan saling percaya dengan memberi salam setiap interaksi, perkenalkan nama dan nama panggilan perawat serta tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan panggilan nama kesukaan klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi, buat kontak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien. TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, menceritakan penyebab perasaan jengkel / kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien mengungkapkan perasaan masalahnya, motivasi klian untuk menceritakan penyebab rasa kesal, dengarkan tanpa menyela setiap ungkapan perasaan klien.
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien menceritakan tandatanda saat terjadi perilaku kekerasan, tanda fisik mata merah, tangan mengepal, ekspresi wajah tegang, tanda emosional perasaan marah, jengkel, bicara kasar, tanda sosial bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan. Intervensi yang akan dilakukan bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat terjadi perilaku kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi. TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini dilakukannya, perasaan saat melakukan kekerasan, efektifitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengnan klien perilaku kekerasan selama ini, motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan terjadi, diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukan masalah yang dialami teratasi. TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri (luka), orang lain (luka, tersinggung),
lingkungan (rusak). Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan klien akibat negatif cara yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif mengungkapkan kemarahan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan kemarahan. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari cara baru untuk mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan kemarahannya, jelaskan cara – cara sehat untuk mengungkapkan kemarahan, cara fisik : nafas dalam, pukul bantal, olahraga, verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal dengan orang lain, sosial : latihan asertif dengan orang lain, spiritual : sembahyang, zikir, meditasi, dan sebagainya, libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan sesi 2 (pukul bantal), 3 (membuat jadwal krgiatan), 4 (minum obat). TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal / kasur, verbal : mengungkapkan perasaan kesal, jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual : zikir / doa, meditasi, dan sebagainya sesuai dengan agamanya. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien untuk memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan, latih klien memperagakan cara yang dipilih,
peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih, jelaskan manfaat cara tersebut, anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan, anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah. TUK 8 : Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit keluarga menjelaskan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. Intervensi yang akan dilakukan diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan, peragakan cara merawat klien, beri kesempatan pada keluarga untuk meragakan ulang, beri pujian pada keluarga, tanyakan perasaan keluarga. TUK 9 : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan. Dengan kriteria evaluasi setelah selama 1 x 10 menit klien menjelaskan manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bemtuk obat dan warna obat, dosis obat yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian, cara pemakaian, dan efek yang dirasakan. Intervensi yang akan dilakukan jelaskan manfaat menggunakan obat dan kerugian jika tidak minum obat, jelaskan kepada klien jenis obat, nama, warna dan bentuk obat, dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, cara pemakaian, efek yang akan dirasakan, anjurkan klien minta dan menggunakan obat tepat waktu, lapor ke perawat jika mengalami efek yang tidak biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
E. Implementasi Keperawatan Setelah merencanakan keperawatan penulis menyatakan implementasi pada hari kamis, tanggal 25 April 2013, jam 11.00 WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan dengan tindakan keperawatan yang dilakukan adalah Strategi Pelaksanaan I (SP I) : membina hubungan saling percaya, memberi salam terapeutik, memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama panggilan kesukaan klien, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat peilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan, membantu klien mempraktekkan latihan mengontrol cara fisik yang pertama yaitu tarik nafas dalam, menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian. Respon klien yaitu klien mau membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien mengatakan mengatakan mudah marah dan masih merasa jengkel jika mengingat istrinya yang selalu meminta uang padanya, klien masih merasa ingin marah-marah, masih membanting barang-barang, sulit tidur, klien tampak bersedia diajarkan teknik mengontrol marah, klien mengatakan bersedia memasukkan teknik nafas dalam ke dalam jadwal harian untuk dilatih setiap hari. Implementasi pada hari selasa tanggal 26 April 2013, jam 11.00WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan dengan tindakan keperawatan yang dilakukan strategi pelaksanaan II (SP II) adalah salam terapeutik, memvalidasi perasaan klien, mengidentifikasi perasaan klien, mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan, mengevaluasi cara fisik I, mengajarkan cara fisik dengan Strategi Pelaksanaan II yaitu pukul bantal, memberi reinforcement positif. Respon klien dapat mengulangi mempraktekkan cara fisik I: Klien mampu melakukan nafas dalam, mengajarkan cara fisik II: pukul bantal, klien dapat mengungkapkan penyebab klien marah, klien mampu melakukan cara fisik I dan cara fisik II dan memasukkan kejadwal harian. Implementasi pada hari rabu tanggal 27 April 2013, jam 11.00 WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan Strategi Pelaksanaan III (SP III) yaitu salam terapeutik, memvalidasi perasaan klien, menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan, membantu klien mempraktekkan latihan mengontrol marah cara fisik ketiga yaitu dengan cara verbal, menganjurkan klien memasukkan kegiatan kejadwal harian dan memberi reinforcemen positif. Respon klien dapat mengulangi, mempraktekkan dan mengevaluasi cara fisik I : klien mampu melakukan nafas dalam, mengevaluasi cara fisik II : klien mampu melakukan pukul bantal, melakukan cara fisik III : klien mampu melakukan
mengontrol
marah
dengan
cara
verbal,
kemudian
dapat
mengungkapkan penyebab klien marah. Klien mampu menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan SP I - SP III dan memasukan ke dalam jadwal harian.
F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi tanggal 25 April 2013, data subyektif
klien mengatakan
mengatakan mudah marah dan masih merasa jengkel jika mengingat istrinya yang selalu meminta uang padanya, klien sering marah-marah, klien mengatakan senang setelah melakukan cara yang pertama yaitu tarik nafas dalam. Dari data obyektif terdapat data pada klien mata melotot, klien tampak marah - marah, kontak mata ada, klien tampak kooperatif, bicara keras. Analisa klien belum bisa menyebutkan penyebab perilaku kekerasan secara jelas, klien belum dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan, Klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam Perencanaan strategi pelaksanaan satu identifikasi penyebab perilaku kekerasan, identifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, identifikasi akibat dari perilaku kekerasan, jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan evaluasi strategi pelaksanaan satu lanjut strategi pelaksanaan dua. Evaluasi tanggal 26 April 2013 dari subyektif klien mengatakan perasaan saat ini jengkel berkurang, klien mengatakan mau diajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tekhnik pukul bantal. Obyektif klien tampak tenang, kooperatif, kontak mata ada, klien mengungkapkan penyebab dan akibat jika klien marah pasien mampu mempraktekan cara fisik memukul bantal. Analisa klien dapat
mempraktekkan cara
fisik
memukul
bantal,
klien
dapat
mengungkapkan penyebab klien marah. Perencanaan anjurkan klien berlatih cara
fisik memukul bantal ke dalam jadwal harian, evaluasi strategi pelaksanaan satu, evaluasi strategi pelaksanaan dua dan lanjut strategi pelaksanaan tiga. Evaluasi tanggal 27 April 2013 dari subyektif klien mengatakan perasaannya sudah berkurang marahnya, klien sudah dapat melakukan tekhnik pukul bantal, klien mengatakan mau di ajarkan mengontrol marah dengan cara verbal. Obyektif klien tampak tenang, kooperatif, kontak mata ada, klien mau diajarkan teknik mengontrol marah dengan cara verbal (bicara baik-baik). Analisa klien dapat mempraktekan mengontrol marah dengan cara verbal, klien dapat mengungkapkan penyebab ia marah, mengevaluasi SP I - SP II. Perencanaan anjurkan klien untuk mempertahankan intervensi dan memasukan kedalam jadwal harian.
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan Pada bab ini akan diuraikan kesenjangan antara konsep dasar dengan praktek keperawatan yang merupakan kasus dengan perilaku kekerasan di ruang Pringgodani Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada tanggal 25 - 27 April 2013 terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Perilaku kekerasan adalah perilaku yang membahayakan orang, diri sendiri secara fisik, emosional dan seksualitas (Nanda, 2005). Menurut Stuart dan Laria (2001), resiko perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan
atau
masalah
klien
(Direja,
2011).
Dalam
pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara terhadap klien dan perawat yang merawat klien langsung. Observasi terhadap studi dokumen. Pengkajian pada Tn.J menggunakan metode auto dan allo anamnesa sesuai dengan kaidah peraturan pengkajian keperawatan, mulai
dari biodata, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan, pengkajian fisik, dan didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang. Menurut Direja (2011), pengkajian adalah data yang dikumpulkan meliputi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Pada pengkajian riwayat kesehatan klien, penulis memperoleh data bahwa riwayat alasan klien masuk ke rumah sakit klien mengamuk pada istrinya karena selalu meminta uang, sering marah tanpa sebab, merusak rumah, sulit tidur. Dari pengkajian faktor predisposisi didapatkan data klien mengalami gangguan jiwa sejak 2 tahun yang lalu sudah 2 kali di rawat di RSJD Surakarta karena mengamuk, marah-marah dan merusak rumah. Disini penulis tidak menanyakan pada klien tentang apakah masih ada gejala-gejala sisa gangguan jiwa. Menurut Keliat (2009), pada faktor predisposisi dituliskan perlu ditanyakan kepada klien apabila pengobatan sebelumnya berhasil, apakah klien bisa beradaptasi di masyarakat tanpa gejala-gejala gangguan jiwa atau apabila dapat beradaptasi tapi masih ada gejala-gejala sisa yang berarti sebelumnya pengobatan klien tidak berhasil. Hal ini disebabkan karena penulis belum membaca keseluruhan materi. Analisa genogram klien adalah anak pertama dari dua bersaudara klien tinggal bersama adik, dan kedua orang tuanya.
Menurut Keliat (2009), kekambuhan kembali mantan penderita gangguan jiwa sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perhatian dari lingkungan dan bahkan keluarga sendiri tidak memberikan pengobatan sehingga berakibat pada lambatnya proses penyembuhan. Berdasarkan pernyataan
tentang pengobatan
diatas
penulis
melaporkan
riwayat
pengobatan klien yang terdahulu kurang berhasil, kesenjangan yang penulis temukan adalah klien tidak mau untuk minum obat. Adapun faktor presipitasi didapat pasien mengatakan stress dan mengamuk di rumah lalu membanting barang - barang yang ada di sekitarnya karena merasa kesal pada istrinya yang selalu meminta uang. Faktor presipitasi menurut Stuart dan Laria (2001), faktor pencetus dapat bersumber dari lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Berdasarkan pengkajian data maka teori dan kasus pada faktor presipitasi tersebut sesuai dan ada kesamaan dengan kasus seperti ingin memukul istrinya di karena tidak diberikan uang. Menurut Fitria (2009), riwayat koping stres adalah individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasi perilaku kekerasan. Ketidakmampuan klien dalam menggunakan mekanisme koping dapat mengakibatkan pada resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Pada pengkajian koping stres klien penulis memperoleh data sebagai berikut klien apabila terjadi masalah dengan orang lain pasti mendahulukan emosinya, marah - marah, mengamuk, memecah - mecah
barang rumah tangga dan ingin memukul orang lain. Berdasarkan teori tersebut maka sesuai dengan teori kegagalan menyebabkan koping klien yang maladaptif klien beresiko untuk mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Masalah yang membuat klien stres mengatakan jengkel kepada istrinya ketika minta uang sedangkan dia tidak punya uang. Penulis menuliskan bahwa dalam keperawatan jiwa tidak ditemukan adanya tanda tanda gangguan kesehatan fisik melainkan klien mengalami gangguan mental atau gangguan psikologi. Menurut Keliat (2009), manifestasi klinis klien perilaku kekerasan dari data obyektif yaitu mata merah, wajah agak merah, gelisah dan jengkel, nada suara tinggi dan keras. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam, merusak dan melempar barang - barang. Pada pengkajian penulis merumuskan data obyektif klien mata melotot, klien tampak marah-marah, kontak mata ada, klien tampak kooperatif, bicara keras. Berdasarkan teori tersebut maka ada beberapa gejala yang memang sesuai dengan manifestasi klinis perilaku kekerasan menurut teori tersebut antara lain nada suara klien keras, pandangan melotot.
2. Diagnosa Keperawatan Menurut Direja (2011) diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan
yang
menjelaskan
respon
kesehatan/resiko perubahan dari kelompok
manusia
terhadap
status
dimana perawat secara
accontabilitas dapat mengidentifikasi dari memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurun, membatasi, dan berubah. Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan
berdasarkan
pendidikan
dan
pengalamannya
perawat
mampu
mengatasinya. Menurut buku Nanda (2005), definisi perilaku kekerasan adalah perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Faktor pengangkatan diagnosa keperawatan perilaku kekerasan meliputi dalam penulisan diagnosa perilaku kekerasan meliputi memukul, menendang, melempar benda, mengancam melawan, mengamuk, nada marah, tegang, membakar, kekerasan kepada orang lain berkata - kata kasar sedangkan pada kasus klien data subyektif : klien mengatakan jengkel pada istrinya karena meminta uang kepadanya, klien juga berbicara keras sedangkan data obyektif : klien mata melotot, klien tampak marah-marah, kontak mata ada, klien tampak kooperatif, bicara kerasada yang sesuai dalam hal ini ada beberapa data obyektif dan subyektif yang masuk faktor di dalam diagnosa perilaku kekerasan sesuai teori sehingga hal tersebut menjadi dasar untuk penulis mengangkat diagnosa keperawatan perilaku kekerasan. Penulis juga menemukan saat pengkajian selain pengangkatan diagnosa keperawatan pertama perilaku kekerasan dan diagnosa keperawatan kedua menciderai diri sendiri dan orang lain. Menurut Budiana Keliat (2009), pentingnya dalam membuat pohon masalah harus memperhatikan tiga komponen yang terdapat dalam pohon
masalah yaitu penyebab (causa), masalah utama (core problem) dan efek (akibat). Teori tentang pohon masalah perilaku kekerasan, pada pengkajian dari masalah diatas penulis tidak menemukan kesenjangan pohon masalah koping stres tidak efektif sebagai penyebab alasan karena klien mengatakan jika terjadi masalah dengan orang lain klien mudah sekali marah dan mendahulukan emosinya, perilaku kekerasan sebagai core problem alasan mengapa menjadi core problem karena marah - marah, membanting barang barang, mengamuk, resiko mencederai diri dan orang lain sebagai akibat alasan mengapa sebagai akibat karena selalu ingin memukul orang yang membuat klien jengkel dengan alat apapun yang ada. Berdasarkan teori tersebut sesuai dengan pohon masalah klien.
3. Intervensi / Rencana Tindakan Keperawatan Menurut Yosep (2010), rencana tindakan keperawatan adalah terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan, umumnya kemampuan pada tujuan khusus dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu aspek kemampuan kognitif, aspek kemampuan psikomotor,
aspek
afektif.
Pada
perencanaan
keperawatan
penulis
menyatakan tujuan umum adalah klien tidak melakukan perilaku kekerasan dan 9 tujuan khusus yang direncanakan namun hanya ada 7 TUK yang terlaksana meliputi TUK 1 yaitu membina hubungan saling percaya, kriteria hasil klien menunjukkan tanda percaya pada perawat, perkenalan, tujuan
perawat berkenalan, menanyakan masalah yang dihadapi klien dan buat kontrak waktu yang jelas, dari data diatas ada yang belum terencanakan penulis belum menanyakan nama kesukaan klien. TUK 2 yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan, kriteria hasil klien dapat menceritakan penyebab perilaku kekerasan, menceritakan penyebab rasa jengkel, mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, melatih cara fisik tekhnik memukul bantal, dari data tersebut ada hal yang terlewatkan oleh penulis yaitu belum menanyakan memberikan penilaian setiap mengungkapkan perasaan klien. TUK 3 yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda - tanda kriteria hasil perilaku kekerasan menceritakan tanda - tanda perilaku kekerasan tanda emosional perasaan jengkel, marah bicara kasar dan memberi reinformen positif. TUK 4 yaitu Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan. klien menjelaskan jenis-jenis ekspresi kemarahan, perasaan saat melakukan kekerasan. TUK 5 yaitu Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, klien mengungkapkan akibat negatif cara yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. TUK 6 yaitu Klien dapat mengidentifikasikan cara konstruktif mengungkapkan kemarahan, klien mau mempelajari cara baru untuk mengungkapkan marah yang sehat, , cara fisik : nafas dalam, pukul bantal, olahraga, verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal
dengan orang lain, sosial : latihan asertif dengan orang lain, spiritual : sembahyang, zikir, meditasi, dan sebagainya, libatkan klien dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) stimulasi persepsi mengontrol perilaku kekerasan sesi 2 (pukul bantal), 3 (membuat jadwal krgiatan), 4 (minum obat). TUK 7 yaitu Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal / kasur, verbal : mengungkapkan perasaan kesal, jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual : zikir / doa, meditasi, dan sebagainya sesuai dengan agama yang anya, diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien untuk memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan, latih klien memperagakan cara yang dipilih. TUK 8 dan TUK 9 belum teratasi karena keterbatasan waktu.
4. Implementasi Keperawatan Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nurjanah, 2004). Pada strategi pelaksanaan pada klien perilaku kekerasan penulis memperoleh data sebagai berikut, pelaksanaan SP 1 pada tanggal 25 April 2013, jam 11.00 WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan 1, implementasi membina hubungan saling percaya seperti salam terapeutik,
memperkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan berkenalan, menanyakan nama klien dan nama panggilan klien, menanyakan perasaan klien
seperti
mengidentifikasi
penyebab
perilaku
kekerasan,
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan, membantu klien mempraktekan latihan cara mengontrol fisik, menganjurkan klien memasukan dalam kegiatan harian, memberikan reinforcement positif atas keberhasilan klien. Berdasarkan teori tersebut maka ada beberapa kegiatan yang belum penulis sampaikan yaitu mengajarkan SP 1 tentang mengontrol marah dengan tekhnik nafas dalam. Respon klien adalah menjawab salam, menyatakan nama klien dan nama panggilan. Klien mengatakan masalah yang dihadapi adalah klien mengatakan jengkel pada istrinya karena selalu meminta uang. Selama wawancara ada kontak mata dan mau menjawab semua pertanyaan yang diberikan. Pada strategi pelaksanaan 2 yaitu pada hari selasa tanggal 26 April 2013, jam 11.00 WIB,
dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi
pelaksanaan
2 yaitu pukul bantal, implementasi salam terapeutik,
memvalidasi
perasaan
klien,
mengidentifikasi
perasaan
klien,
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan, menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan, melatih cara fisik pukul bantal, memberi reinforcement positif. Respon klien dapat memvalidasi perasaan, mengungkapkan penyebab klien
marah,
mengidentifikasi
akibat
setelah
klien
marah-marah,
menjelaskan cara mengontrol marah. Klien tampak kooperatif, klien mau menjawab pertanyaan dengan benar. Pada strategi pelaksanaan 3 yaitu pada hari rabu tanggal 27 April 2013 jam 11.00 WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan tiga, implementasi salam terapeutik, memvalidasi perasaan klien, mengidentifikasi perasaan klien, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, menjelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan, melatih dan mengevaluasi cara fisik, memberi reinforcement positif. Tindakan keperawatan yang telah direncanakan penulis melakukan pendelegasian kepada perawat ruangan untuk mengatasi masalah Tn. J.
5. Evaluasi Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dapat dilakukan dengan pendekatan SOAP sebagai pola pikir menurut (Direja, 2011). Evaluasi pada tanggal 25 - 27 April 2013, S: Subyektif klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan, O: Respon obyektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A: Analisa diatas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul masalah baru atau data - data yang kontra indikasi dengan masalah yang ada. P: perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien (Keliat, 2009). Evaluasi tanggal 25 April 2013, data subyektif : klien mengatakan mengatakan mudah marah dan masih merasa jengkel jika mengingat istrinya yang selalu meminta uang padanya, klien sering marah-marah, klien mengatakan senang setelah melakukan cara yang pertama yaitu tarik nafas dalam. Dari data obyektif : terdapat data pada klien mata melotot, klien tampak marah - marah, kontak mata ada, klien tampak kooperatif, bicara keras. Analisa : klien belum bisa menyebutkan penyebab perilaku kekerasan secara jelas, klien belum dapat mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan, Klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas. Perencanaan strategi pelaksanaan satu: identifikasi penyebab perilaku kekerasan, identifikasi perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, identifikasi akibat dari perilaku kekerasan, jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan evaluasi strategi pelaksanaan satu lanjut strategi pelaksanaan dua. Evaluasi tanggal 26 April 2013 dari subyektif : klien mengatakan perasaan saat ini jengkel berkurang, klien mengatakan mau diajarkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan tekhnik pukul bantal. Obyektif : klien tampak tenang, kooperatif, kontak mata ada, klien mengungkapkan penyebab dan akibat jika klien marah pasien mampu mempraktekan cara fisik memukul bantal. Analisa : klien dapat mempraktekkan cara fisik memukul bantal, klien dapat mengungkapkan penyebab klien marah. Perencanaan : anjurkan klien berlatih cara fisik memukul bantal ke dalam jadwal harian, evaluasi strategi pelaksanaan satu, evaluasi strategi pelaksanaan dua dan lanjut strategi pelaksanaan tiga. Evaluasi tanggal 27 April 2013 dari subyektif : klien mengatakan perasaannya sudah berkurang marahnya, klien sudah dapat melakukan tekhnik pukul bantal, klien mengatakan mau di ajarkan mengontrol marah dengan cara verbal. Obyektif : klien tampak tenang, kooperatif, kontak mata ada, klien mau diajarkan teknik mengontrol marah dengan cara verbal (bicara baik-baik). Analisa : klien dapat mempraktekan mengontrol marah dengan cara verbal, klien dapat mengungkapkan penyebab ia marah, mengevaluasi SP I - SP II. Perencanaan : anjurkan klien untuk mempertahankan intervensi dan memasukan kedalam jadwal harian. Pada evaluasi Tn. J secara subyektif pasien mengatakan mengamuk pada istrinya, pasien mengatakan saat marah mata melotot, pasien mengatakan bila dia marah maka membanting-banting barang di rumah. Secara obyektif : Klien tampak mau berjabat tangan dan membina hubungan saling percaya pada perawat, pasien tampak mau menyebutkan penyebab
perilaku kekerasannya muncul, pasien menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata, pasien mau menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan mau untuk diajari cara mengontrol marah dengan tarik nafas dalam, pukul bantal, dengan cara verbal dan pasien tampak mau mempraktekannya. Dari evaluasi data obyektif dan subyektif yang diperoleh dilakukan perencanaan untuk klien antara lain klien diminta untuk memberitahu perawat atau keluarga saat sedang marah sedangkan perencanaan untuk penulis : adalah mempertahankan tujuan khusus 1-3 dan melanjutkan cara pukul bantal dan selalu mengingatkan untuk mempraktekkan cara mengontrol saat marah terjadi. Penulis mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk memvalidasi cara fisik I - III yang diajarkan yaitu tarik nafas dalam, tekhnik pukul bantal, verbal. Analisis: sehingga disimpulkan masalah pada Tn.J belum teratasi karena SP IV dan V belum telaksana dan rencana selanjutnya penulis menyerahkan tindak lanjut kepada perawat jaga yang berada di rumah sakit agar melanjutkan SP IV dan SP V (spiritual dan minum obat).
B. Kesimpulan 1. Dari pengkajian penulis mendapatkan pada Tn.J data subyektif : klien mengatakan masuk RSJD yang dikareanakan istri yang selalu meminta uang kepadanya, klien marah-marah tanpa sebab dan merusak rumah. Data
obyektif : klien tampak melotot, klien tampak mata merah, gelisah, bingung, pasien tampak senyum-senyum sendiri. 2. Perumusan diagnosa pada kasus penulis mengangkat prioritas resiko perilaku kekerasan dengan pohon masalah koping stres tidak efektif sebagai penyebab, resiko perilaku kekerasan sebagai core problem, resiko mencederai diri dan orang lain sebagai akibat. 3. Perencanaan yang dibuat terdiri dari tujuan umum klien dapat mengontrol marah, perencanan tujuan khusus ada tiga, TUK 1 membina hubungan saling percaya, TUK 2 klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan TUK 3 klien dapat mengidentifikasi tanda - tanda perilaku kekerasan. 4. Implementasi yang terdiri dari strategi pelaksanaan yang terlaksana ada Strategi Pelaksanaan 1 – Strategi Pelaksanaan 3, langkah yang dapat di lakukan sesuai perencanaan, ada perencanaan sehubungan pendukung dari keluarga belum terlaksana karena keluarga tidak ada yang mengunjungi sehingga penulis pendelegasi pada perawat ruangan. 5. Evaluasi klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, klien dapat mengidentifikasi
tanda
-
tanda
perilaku
kekerasan,
Klien
dapat
mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan, Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
C. SARAN
Penulis memberikan saran dari penulis dapat diterima sebagai bahan pertimbangan guna meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan berikut: 1. Bagi Penulis untuk menyiapkan strategi pelaksanaan dan membina hubungan saling percaya dengan klien. Penulis harus lebih teliti dalam melakukan pengakajian. 2. Bagi perawat untuk selalu meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan, membina hubungan saling percaya kepada klien, dan salam terapeutik supaya lebih profesional dalam merawat pasien dan lebih sabar
dalam
memberikan
pelayanan
guna
mempercepat
proses
penyembuhan. 3. Bagi Pendidikan, mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, handal dan mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Direja. Ade Herman. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku : Nuha Medika.Yogyakarta. Fitria. Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Penerbit : Salemba Medika. Jakarta. Hidayati. Eni. (2012). Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan Mengatasi Perilaku Kekerasan Pada Klien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Dr. Amino Gondohutomo Kota Semarang. tp.ac/idpdftagjurnalperilakukekerasan.pdf. Diakses tanggal 8 Mei 2013. Kelliat. Budi A. (2009). Model Keperawatan Profesional Jiwa. Edisi I. Jakarta : EGC. Kusumawati. Farida.(2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku : Salemba Medika. Jakarta. Nanda. 2005. Definisi Dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika. Jakarta. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, volume 1, edisi 4. EGC: Jakarta. Nurjanah. Intansari. (2004). Pedoman Penangan Keperawatan dan Hubungan Terapeutik Perawat Klien. Mocomedia. Yogyakarta. Rekam Medis. (2012). Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Stuard & Laria. (2001). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta. Tiur. (2006). Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Dalam Menghadapi Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa. Repository. usu. ac/idbistream/Jurnal-Perilaku-Kekerasan. pdf. Diakses tanggal 30 April 2013. Yosep. Iyus. (2010). Keperawatan Jiwa. Penerbit Buku: Pt Refika Aditama. Bandung.