STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG AYODYA RSJD SURAKARTA
DI SUSUN OLEH :
ANA FUJI RAHAYU NIM. P. 10005
PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013
STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG AYODYA RSJD SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
ANA FUJI RAHAYU P. 10005
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2013
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Ana Fuji Rahayu
Nim
: P. 10005
Program Studi
: DIII KEPERAWATAN
Judul Karya Tulis Ilmiah
: ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR. B DENGAN PERILAKU KEKERASAN DIRUANG AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benarbenar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikmudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 8 Juni 2013 Yang Membuat Pernyataan
ANA FUJI RAHAYU P. 10005
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Ana Fuji Rahayu
Nim
: P. 10005
Program studi
: DIII Keperawatan
Judul
: ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR.B DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUANG AYODYA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : Jum’at / 07 Juni 2013
Pembimbing : Joko Kismanto, Skep., Ns
(................................. )
NIK. 200670020
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA SDR.B DENGAN PERILAKU KEKERASAN DI RUMAH SAIKT JIWA DAERAH SURAKARTA” Laporan Karya Tulis Ilmiah disusun dengan maksud untuk memenuhi Tugas Akhir sebagai salah satu syarat kelulusan program Studi Diploma III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husasda Surakarta. Di dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis merasa sedikit mengalami hambatan dan kesulitan. Namun bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak maka laporan Karya Tulis Ilmiah ini dapat penulis selesaikan, oleh karena itu perkenankanlah ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekertaris Ketua Program studi D III Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Joko Kismanto, S.Kep.,Ns, selaku Dosen pembimbing sekaligus sebagai penguji I yang telah membimbing dengan cermat, memberi masukan – masukan, inspirasi serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
4. Nurma Rahmawati S.Kep.,Ns, selaku penguji II yang telah memberikan masukan - masukan, inspirasi serta memfasilitasi demi sempurnanya kasus ini. 5. Amalia Agustin S.Kep.,Ns, selaku penguji III yang telah memberikan masukan – masukan, inspirasi serta memfasilitasi demi sempurnanya kasus ini. 6. Seluruh Dosen dan Karyawan beserta Staff Prodi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta, atas bantuan dan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan keperawatan. 7. Ayah dan Ibu (Orang Tua) tercinta yang telah memberikan kepercayaan, kasih sayang, kesabaran, nasihat dan dukungan dalam segala bentuknya serta atas doanya selama ini yang tidak terbalas oleh apapun. 8. Sahabat dan teman-teman angkatan 2010 Program Studi D III Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. 9. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan Karya Tulis Ilmiah ini.
Surakarta,
April 2013
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI .................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
4
C. Manfaat Penulisan ..................................................................
5
LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ........................................................................
7
B. Pengkajian ..............................................................................
8
C. Rumusan Masalah ..................................................................
14
D. Intervensi ................................................................................
15
E. Implementasi ..........................................................................
19
F. Evaluasi ..................................................................................
21
vii
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan ...........................................................................
23
B. Kesimpulan ............................................................................
36
C. Saran ......................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Genogram .............................................................................
9
Gambar 2.2 Pohon Masalah .....................................................................
14
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 2
Log Book
Lampiran 3
Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 4
Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
Lampiran 5
Asuhan Keperawatan
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut Stuart & Laraia (dalam Hidayati, 2012) Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO, 2001). Seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis maupun sosial. Fisiknya sehat, maka mental (jiwa) dan sosial pun sehat, jika mentalnya terganggu atau sakit, maka fisik dan sosialnya pun akan sakit. Kesehatan harus dilihat secara menyeluruh sehingga kesehatan jiwa merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan. Kesehatan Jiwa menurut WHO (World Head Organitation) adalah berbagai
karakteristik
keseimbangan
kejiwaan
positif yang
yang
menggambarkan
mencerminkan
keselarasan
kedewasaan
dan
kepribadianya.
Kesehatan Jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Direja, 2011). Salah satu gangguan jiwa yang dimaksud adalah Skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi (Direja, 2011). Menurut Sulistyowati (dalam Isnaeni, 2008) Prevalensi
1
2
Skizofrenia di Indonesia sendiri adalah tiga sampai lima perseribu penduduk. Bila diperkirakan jumlah penduduk sebanyak 220 juta orang akan terdapat gangguan jiwa dengan skizofrenia kurang lebih 660 ribu sampai satu juta orang. Hal ini merupakan angka yang cukup besar serta perlu penanganan yang serius. Sedangkan Skizofrenia Katatonik ditandai dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik (Direja, 2011) Menurut WHO (World Head Organitation) ada satu dari empat orang di dunia yang mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekita 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8% penderita Skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira –kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis dalam Widiyatmoko, 2004). Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta 24,3%, diikuti Nanggroe Aceh Darussalam 18,5%, Sumatra Barat 17,7%, NTB 10,9%, Sumatra Selatan 9,2%, dan Jawa Tengah 6,8% (Depkes RI, 2008). Berdasarkan Riset Kebutuhan Dasar (2007), menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa secara nasional mencapai 5,6% dari jumlah penduduk, dengan kata lain menunjukkan bahwa pada setiap 1000 orang penduduk terdapat empat sampai lima orang menderita gangguan jiwa. Berdasarkan dari data tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu meningkat. Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan tidak normal baik yang berhubungan dengan fisik maupun mental (Yosep, 2007). Keabnormalan tersebut
3
dibagi ke dalam dua golongan yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan Sakit Jiwa (Psikosa). Keabnormalan terlihat dalam berbagai macam gejala yang terpenting diantaranya adalah ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, perbuatan-perbuatan yang terpaksa (cunvulsive), histeria, rasa lemah, dan tidak mampu mencapai tujuan, takut pikiran-pikiran dan sebagainya (Damiyanti 2010). Gangguan jiwa menurut UU No.3 tahun 1966 adalah adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan adalah proses pikir, emosi, kemauan dan perilaku psikomotorik termasuk bicara, dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa adalah kondisi terganggunya fungsi, mental, emosi, pikiran, kemauan, perilaku psikomotorik dan verbal yang menjelma dalam kelompok gejala klinis yang disertai oleh penderitaan dan mengakibatkan terganggunya fungsi humanistic individu (Dalami, 2010). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik naik pada dirinya sendiri maupun orang lain disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010). Kekerasan adalah kekuatan fisik yang digunakan untuk menyerang atau merusak orang lain (Isaacs, 2004). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri orang lain maupun lingkungan (Stuart & Sundeen dalam Direja, 2011). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Tanda dan gejala dari perilaku
4
kekerasan diantaranya adalah muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar mandir, bicara kasar, suara tinggi menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda, tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Damaiyanti, 2010). Berdasarkan laporan periode bulan april 2013, pasien yang dirawat diruang Ayodya RSJD Surakarta di dapatkan dari 25 pasien yang mengalami gangguan jiwa, 14 pasien mengalami gangguan halusinasi, 5 pasien mengalami isolasi sosial dan 5 pasien mengalami perilaku kekerasan. Serta penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah pada pasien dengan perilaku kekerasan pada klien dengan inisial Sdr.B dimana pada saat itu klien tampak mondar-mandir, emosi, marah, memukul meja, bicara terdengar keras (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan ibunya, kadang menyendiri dan banyak masalah pada Sdr. B yang belum teratasi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada SDR. B dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang Ayodya RSJD Surakarta”.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan di RSJD Surakarta.
5
2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan.
C. Manfaat penulisan 1. Bagi penulis a. Dapat mengerti dan menerapkan asuhan keperawatan jiwa pada klien. b. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan. c. Meningkatkan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan. 2. Bagi Profesi Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku kekerasan sehinga klien mendapatkan penangan tepat dan optimal.
6
3. Bagi Institusi a. Rumah Sakit 1) Sebagai bahan masukan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya jiwa pada perilaku kekerasan. 2) Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainnya dalam melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien dengan perilaku
kekerasan, sehingga klien mendapatkan penanganan yang cepat, tepat dan optimal. b.
Bagi pendidikan Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan keperawatan khususnya pada klien dengan perilaku kekerasan dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.
BAB II LAPORAN KASUS Bab II ini merupakan ringkasan asuhan keperawatan jiwa dengan pengelolaan studi kasus pada Sdr. B dengan perilaku kekerasan di ruang Ayodya RSJD Surakarta pada tanggal 22 April -24 April 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Identitas Klien Hasil pengkajian tanggal 22 April – 24 April 2013 jam 11.00 WIB pada kasus ini diperoleh dengan mengadakan pengkajian langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan perawat dari data pengkajian tersebut di dapat hasil identitas klien bahwa klien bernama Sdr.B, tinggal di Losari Sukoharjo, Ngalik, umur 18 tahun, jenis kelamin laki-laki, pendidikan SMP, beragama islam, status belum menikah, tidak bekerja, dari IGD terus dibawa ke bangsal Ayodya, diagnosa medis: f.20.0 Skizofrenia Katatonik, tanggal masuk 28 februari 2013. Identitas penanggung jawab klien bernama Ny.R, tinggal di Losari RT 2 RW 10 Sukoharjo Ngalik, umur 51 tahun pekerjaan pegawai negeri sipil hubungan dengan klien adalah sebagai ibu.
7
8
B. Pengkajian 1.
Riwayat Kesehatan Data saat pengkajian tanggal 22 April 2013 didapatkan klien mengatakan jengkel pada ibunya karena minta motor tidak dibelikan, klien terlihat emosi, marah. Saat marah klien memukul meja dan bicara terdengar keras (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan, pandangan tajam, mondarmandir, klien tampak menyendiri diRSJ dan jarang bersosialita dengan orang lain. Klien sudah 2x ini dirawat di RSJ karena tidak mau minum obat dan tidak rutin kontrol. Riwayat alasan masuk kurang lebih dua hari yang lalu klien mengalami perubahan sikap bingung, mengamuk, memukuli kakak, emosi marah, bicara dan tertawa sendiri tampak mondarmandir, bicara terdengar keras (membentak).
2.
Faktor Predisposisi Pengkajian di dapatkan faktor predisposisi klien mengalami gangguan jiwa dua kali ini, pada saat ini klien dalam pengobatan tidak berhasil karena tidak mau minum obat dan tidak rutin kontrol. Klien sudah pernah mondok dua kali sejak satu tahun yang lalu. Keluarga belum bisa menuruti keinginan klien untuk membelikan motor sehingga klien merasa keluarganya tidak sayang dengan klien, klien mengatakan pernah putus sekolah saat kelas satu SMK dan pernah di PHK dalam pekerjaanya. Tidak ada penolakan dalam masyarakat dengan gangguan jiwa yang dialami klien saat ini. Klien tidak pernah mengalami penganiyayaan fisik,
9
kekerasan dalam rumah tangga dan tidak pernah mengalami tindakan kriminal. 3.
Faktor Presipitasi Fraktor presipitasi didapatkan klien mengatakan ditinggal pacarnya karena merasa kalah bersaing maka klien meminta motor kepada ibunya tapi tidak dibelikan sehingga klien marah. Menurut keluarga perilakunya semakin jadi mengamuk, marah, emosi serta memukuli kakak.
4.
Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik klien mencakup keadaan umum compos mentis. Penilaian terhadap klien terlihat tegang dan gelisah, klien terlihat mondar – mandir. Tanda – tanda vital klien meliputi tekanan darah klien 135/90 mmHg, suhu 360 C, respirasi 18x/menit, nadi 82x/menit, tinggi badan 170 cm, berat badan 61 kg.Hasil pemeriksaan fisik klien tidak mengalami asma, kejang, hipertensi.
5.
Psikososial a. Genogram
Klien Sdr.B 18 tahun Perilaku kekerasan Gambar 1. Genogram
10
Keterangan : : laki-laki
: pasien
: perempuan
: tinggal 1 serumah
: meninggal
: Garis Keturunan
Data hasil pengkajian di dapatkan klien anak ke dua dari dua bersaudara klien tinggal bersama kakak dan kedua orang tuanya. Klien seorang laki-laki berusia 18 tahun dan belum menikah. Klien mengatakan komunikasi dalam keluarga lancar tidak ada hambatan, bila ada masalah klien bercerita dengan keluarganya dan pengambil keputusan adalah ayah klien karena sampai saat ini ayah klien adalah sebagai kepala rumah tangga. b. Konsep Diri Hasil pengkajian pada konsep diri dalam gambaran diri, Sdr.B mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya dan tidak mengalami kecacatan. Identitas diri, klien adalah seorang laki-laki dan anak kedua dari dua bersaudara. Peran diri, klien merasa belum bisa menjalankan perannya sebagai anak laki-laki yaitu membantu kebutuhan ekonomi orang tuanya. Ideal diri, klien ingin sembuh dan pulang ke rumah, di rumah klien ingin bekerja. Harga diri, klien mengatakan malu bila bertemu dengan tetangganya karena dirinya suka mengamuk di rumah dan merasa dirinya tidak berguna lagi.
11
c. Hubungan Sosial Berdasarkan pola hubungan sosial, klien
mengatakan orang
yang berarti dalam hidupnya adalah ibu. Peran serta dalam kegiatan bermasyarakat klien tidak pernah bersosialita dan tidak pernah mengikuti kegiatan dimasyarakat seperti kerja bakti dan karang taruna. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, klien mengatakan jarang bergaul dengan teman-temannya karena malu dengan keadaanya yang pernah dirawat di RSJ. d. Spiritual Nilai dan keyakinan klien mengatakan beragama islam tetapi ketika di tanya tentang pandangan dan keyakinan agamanya terhadap gangguan jiwanya yang klien alami, klien bingung dan tidak mau menjawab. Kegiatan ibadah klien selama di RSJ dan dirumah jarang melakukan sholat 5 waktu. 6.
Status Mental Pengkajian Status mental, klien berpenampilan tidak rapi, kebersihan cukup, memakai pakaian Rumah Sakit dan mandi 2x sehari, ketika diajak bicara klien bicara dengan nada tinggi (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan, intonasi jelas sesuai topik pembicaraan dan pembicaraan klien dapat dipahami. Aktivitas motorik saat diajak bicara klien terlihat tegang, klien memukul meja saat menceritakan masalahnya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan.
12
Alam perasaan klien merasa putus asa karena minta motor baru tidak dibelikan oleh ibunya. Afek klien stabil apabila diberi stimulus langsung merespon. Saat dilakukan pengkajian klien kooperatif dan mau menjawab pertanyaan yang diajukan. Persepsi klien tidak mengalami gangguan halusinasi. Proses pikir saat bicara, pembicaraan klien terarah jelas tetapi dengan nada tinggi (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan. Isi pikir klien mengatakan pikirannya ingin selalu pulang dan ingin bertemu keluarganya. Tingkat kesadaran klien sadar penuh klien dapat mengatakan saat ini klien berada di RSJD Surakarta. Memori jangka panjang klien masih ingat ketika dulu pernah sekolah SMK tetapi keluar waktu kelas satu. Memori jangka pendek klien masih ingat yang membawa klien ke RSJ adalah ibu dan kakaknya. Daya ingat saat ini klien mengatakan tadi bangun tidur jam 05.00 WIB. Tingkat konsentrasi klien mampu berkonsentrasi dengan pertanyaan yang diberikan tanpa harus diulang kembali dan klien mampu melakukan penambahan dan pengurangan dalam berhitung. Kemampuan penilaian Sdr.B mampu mengambil keputusan yang sederhana setelah diberi sedikit penjelasan dari perawat misalnya memilih cuci tangan dahulu sebelum makan. Daya tilik, klien mengatakan bahwa klien sedang mengalami gangguan jiwa. 7.
Kebutuhan Persiapan Pulang Kebutuhan persiapan pulang klien makan 3x sehari habis 1 porsi makan dengan menu nasi sayur lauk dan kadang buah. Klien makan
13
dengan tangan kanannya setelah selesai makan klien mencuci tempat makannya dan mengembalikan ditempatnya. Klien BAB 1x sehari, BAK 3-5 dalam sehari di kamar mandi dan dapat membersihkannya. Klien mandi 2x sehari pagi dan sore, memakai sabun shampo dan juga gosok gigi. Klien bisa berpakaian secara mandiri setiap pagi sesuai dengan baju yang disiapkan Rumah Sakit. Klien mengatakan kurang lebih tidur 8 jam dan bangun sekitar jam 05.00 WIB saat siang hari klien jarang tidur. Klien minum obat secara teratur 2x1 sehari. Ketika klien sudah diijinkan pulang maka perawatan lanjutan yang harus dilakukan klien untuk memelihara kesehatan dianjurkan kontrol sebelum obat habis, dalam memelihara kesehatan klien didukung dengan penggunaan obat. Aktivitas di dalam rumah jika di rumah klien ingin membantu pekerjaan rumah seperti merapikan rumah dan mencuci pakaian. Aktivitas di luar rumah klien jarang keluar rumah karena malu dengan keadaanya yang mengalami gangguan jiwa. 8.
Mekanisme Koping Hasil pengkajian mekanisme koping, pada Sdr.B yaitu mekanisme koping maladaptif, dimana klien mengatakan jengkel kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan dan bila klien sedang kesal klien marah, emosi, mengamuk serta memukul.
9.
Masalah Psikososial dan Lingkungan Klien mengatakan tidak ada masalah dengan kelompok usianya dan lingkungannya, klien jarang bermain ke rumah temannya karena tidak
14
percaya diri dan tidak pernah mengikuti kegiatan dimasyarakat seperti karang taruna dan kerja bakti. Klien mengatakan mempunyai masalah dalam pendidikannya yaitu keluar sekolah waktu kelas satu SMK dan pernah di PHK dalam pekerjaanya. 10. Aspek Medik Klien mengatakan rutin minum obat dua kali sehari dan tidak ada alergi obat ataupun makanan. Diagnosa Medik F20.0 Sizofrenia Katatonik dan klien mendapat terapi NOP (Noprenia) 2x2 mg sehari, THP (Trihexsilphenidil) 2x2 mg sehari dan CPZ (Chlorpromezine) 2x100 mg sehari. Pasien dilakukan pemeriksaan laboiratorium tanggal 10 April 2013 dan di dapatkan hasil laboratorium kimia gula darah sewaktu 100 mg/dl dl (normal < 130 mg/dl), SGOT 15 U/L (normal < 32 u/L), SGPT 24 U/L, (normalnya < 31 u/L).
C. Daftar Perumusan Masalah Berdasarkan data di atas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu perilaku kekerasan, diagnosa keperawatan tersebut didukung dengan data subyektif klien mengatakan jengkel kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan. Data obyektif klien tampak emosi, marah, memukul meja, mondarmandir, bicara terdengar keras (membentak) saat menceritakan masalahnya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan. Berdasarkan masalah keperawatan tersebut, dapat digambarkan pohon masalah sebagai berikut :
15
Resiko menciderai diri sendiri, orang lain
(Akibat)
dan lingkungan
Perilaku kekerasan
(Core Problem)
Harga diri rendah
(Penyebab)
Gambar 2. Pohon Masalah
Dalam pohon masalah dijelaskan bahwa yang menjadi core problem adalah perilaku kekerasan. Menurut Berkowitz & Harnawati (dalam Direja, 2011) Definisi perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain
secara fisik maupun psikologis. Penulis
mendapatkan data perilaku kekerasan penyebabnya adalah Harga Diri Rendah, dari masalah keperawatan prioritasnya yang diperoleh, dapat dibuat pohon masalah sebagai berikut harga diri rendah sebagai penyebab, perilaku kekerasan sebagai core problem dan resiko menciderai diri sendiri atau orang lain sebagai akibat.
D. Intervensi Berdasarkan hasil pengkajian, dirumuskan perencanaan keperawatan pada Tujuan Umum: Klien tidak dapat melakukan tindakan kekerasan. Tujuan Khusus pertama: membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya
16
kepada perawat, wajah cerah dan bersedia menceritakan perasaannya. Intervensi klien bina hubungan saling percaya dengan memberi salam setiap berinteraksi, perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, tanyakan dan nama panggilan kesukaan klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap berinteraksi, dengarkan dengan penuh perhatian ekpresi dan perasaan klien. Tujuan Khusus ke dua : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya. Intervensi bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya, motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal/jengkel dan dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasan klien. Tujuan Khusus ke tiga : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan, perasaan marah, jengkel,
bicara keras,
emosi
wajah tegang.
Intervensi
bantu
klien
mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya, motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi kekerasan, motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi. Tujuan Khusus ke empat : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit
17
pertemuan klien menjelaskan jenis-jenis ekpresi kemarahan yang selama ini pernah dilakukannya, perasaannya saat melakukan perilaku kekerasan. Intervensi diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini, motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya, motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi. Tujuan Khusus ke lima : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya, diri sendiri dapat dijauhi teman dan luka, orang lain dapat luka, tersinggung, ketakutan, lingkungan benda/barang dapat rusak. Intervensi diskusikan dengan klien (kerugian) cara yang dilakukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tujuan Khusus ke enam : Klien dapat mengidentifikasi cara konstuktif dalam mengungkapkan kemarahan. Kriteria hasil setelah 2x 15 menit pertemuan klien menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah. Intervensi
diskusikan
dengan
klien
apakah
mau
mempelajari
cara
mengungkapkan marah yang sehat, jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah, selain perilaku kekerasan yang diketahui klien, jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah, cara fisik seperti nafas dalam dan pukul bantal, cara verbal seperti mengungkapkan perasaan, sosial seperti berkenalan dengan orang lain dan spiritual seperti sembahyang dan doa sesuai keyakinan agamanya masing-masing.
18
Tujuan Khusus ke tujuh : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 2x 15 menit pertemuan klien mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan, fisik tarik nafas dalam dan memukul bantal, verbal mengungkapkan perasaan jengkel pada orang lain tanpa menyakiti, spiritual berdoa sembahyang sesuai agamanya. Intervensi diskusikan cara yang mungkin dipilih dan dianjurkan klien memiluh cara
yang
mungkin
untuk
mengungkapkan
kemarahan,
latih
klien
mempraktikan cara yang dipilih, jelaskan manfaat tersebut, anjurkan klien menirukan cara yang sudah di lakukan, beri reinforcement pada klien perbaiki cara yang belum sempurna, anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel. Tujuan Khusus ke delapan : Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan. Kriteria hasil setelah 3x 15 menit pertemuan keluarga menjelaskan cara merawat klien dengan penyakit perilaku kekerasan, mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien.diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung kjlien untuk mengetahui perilaku kekerasan. Intervensi jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga, praktekkan cara klien ( menangani perilaku kekerasan ), beri pujian kepada keluarga setelah dipraktekkan, tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah dilatihkan. Tujuan Khusus ke sembilan : Klien minum obat sesuai program yang telah ditetapkan. Kriteria hasil setelah 1x 15 menit pertemuan klien
19
menjelaskan manfaat minum obat, keinginan tidak minum obat, nama obat bentuk obat dan warna obat, dosis yang diberikan, efek yang dirasakan klien. Intervensi jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat, jelaskan kepada klien: jenis obat (nama, warna dan bentuk obat), dosis yang tepat untuk klien, waktu pemakaian, efek yang dirasakan klien, anjurkan klien: minta dan menggunakan obat tepat wakt, lapor ke perawat atau dokter jika mengalmi efek yang tidak biasa, beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
E. Implementasi Implementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan dilaksanakan 3 hari pada tanggal 22-24 april 2013. Pada tanggal 22 april 2013 jam 11.00 WIB dengan SP 1 : klien dapat membina hubungan saling percaya (BHSP), mengidentifikasi
penyebab
perilaku
kekerasan
yang
dilakukan,
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dilakukan, mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik satu yaitu tarik nafas dalam. Implementasinya : penulis membina hubungan saling percaya, menjelaskan tujuan
berinteraksi,
memberikan
menyampaikan
kesempatan
kepada
kontrak klien
(topik,
waktu,
mengungkapkan
tempat),
perasaannya,
mengidentifikasikan penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan dan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat perilaku kekerasan yang dilakukan), mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
20
dengan teknik nafas dalam dan memberi kesempatan kepada klien untuk mempraktekkannya, memberi reinforcement positif kepada klien jika sudah bisa mempraktekanya sendiri, menganjurkan klien untuk memasukkanya kedalam jadwal harian. Pada tanggal 23 april 2013 pukul 09.00 WIB dengan SP 2 : mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Implementasinya : penulis memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : nafas dalam), mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 : pukul bantal, memberikan kesempatan pasien untuk mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, memberi pujian positif kepada pasien jika sudah bisa mempraktekkannya sendiri, menganjurkan klien untuk memasukkannya kedalam jadwal harian. Pada tanggal 24 April 2013 09.00 WIB dengan SP 3 mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal atau bicara baik-baik. Implementasinya : penulis memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (nafas dalam) dan SP 2 (pukul bantal), mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan yang ke-3 yaitu dengan cara verbal (bicara baik-baik), memberikan kesempatan pasien untuk mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, mengajurkan pasien untuk memasukkan kedalam jadwal harian.
21
F. Evaluasi Setelah dilakukan tindakan implementasi di dapatkan evaluasi, Strategi pelaksanaan satu, implementasi pada hari senin tanggal 22 April 2013 pada jam 11.00 WIB membina hubungan saling percaya seperti salam terapeutik, memberi salam setiap berinteraksi, memperkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi, menanyakan dan nama panggilan kesukaan klien, menanyakan perasaan klien seperti mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan, membantu klien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan, menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian, memberikan reinforcement atas keberhasilan klien. Evaluasi dari subyektifnya klien memperkenalkan diri nama dan alamat rumah, klien mengatakan jengkel kepada Ibunya ingin mengamuk dan memukul, klien mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara yang sehat. Obyektifnya pasien kooperatif, kontak mata ada, nada suara tinggi, pandangan tajam, klien mau berjabat tangan, pasien mau menyebutkan atau mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan, pasien mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan nafas dalam, pasien tampak bisa mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara nafas dalam secara mandiri. Analisa klien mampu melakukan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan tarik nafas dalam. Perencanaan strategi pelaksanaan satu evaluasi strategi
22
pelaksanaan satu (tarik nafas dalam) dan lanjut strategi pelaksanaan dua (pukul bantal). Implementasi pada hari selasa tanggal 23 April 2013 jam 11.00 WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan dua, implementasi salam terapeutik, mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien, melatih cara mengontol perilaku kekerasan denga cara fisik II yaitu pukul bantal, menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian, memberikan reinforcement positif atas keberhasilan klien. Evaluasi dari subyeknya klien mengatakan perasaanya hari ini senang, klien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan SP 1 dengan cara tarik nafas dalam, klien mau diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. Obyektifnya klien kooperatif, klien tampak rileks dan tenang, klien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan SP 1 dengan cara tarik nafas dalam, klien mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan SP 2 dengan cara pukul bantal. Analisa klien mampu melakukan cara fisik II mengontrol rasa marah dengan pukul bantal secara mandiri dan masalah teratasi. Perencanaan evaluasi cara mengontrol perilaku kekerasan SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (pukul bantal) dan lanjut strategi pelaksanaan tiga mengungkapkan marah secara verbal. Implementasi pada hari rabu tanggal 24 April 2013 jam 11.00 WIB, dengan diagnosa perilaku kekerasan, strategi pelaksanaan tiga, implementasi salam terapeutik, mengobservasi kemampuan klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
23
memberikan pujian terhadap kegiatan pasien. Evaluasi sebyektif
klien
mengatakan perasaannya senang, klien masih ingat cara mengontrol perilaku kekerasan SP 1 (tarik nafas dalam), SP 2 (pukul bantal), klien mengatakan apabila ingin marah mengontrolnya memilih dengan pukul bantal, klien mau dan bersedia diajari cara mengontrol perilaku kekerasan dengan SP 3 cara verbal (bicara baik-baik). Obyektif klien kooperatif, klien tampak rileks dan tenang, klien masih ingat SP 1 (tarik nafas dalam) SP 2 (pukul bantal), klien mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal. Analisa klien mampu mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal yaitu bicara secara baik-baik. Perencanaan evaluasi SP 1 (tarik nafas dalam) SP 2 (pukul bantal) SP 3 (verbal atau bicara baik-baik) dan memasukkan ke dalam jadwal harian.
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan Pada bab pembahasan penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang terdapat pada konsep dasar (teori) dan studi kasus pada Sdr.B dengan perilaku kekerasan di ruang Ayodya Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta, pada tanggal 22-23 April 2013 yang dimulai dengan membahas pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi serta pada bagian akhir dari penulisan laporan studi kasus ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien, khususnya pada pasien dengan perilaku kekerasan. Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku Kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku Kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stresor yang dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat meninmbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2007). Tanda Gejala dari Perilaku Kekerasan adalah muka merah atau tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah merah atau tegang, postur tubuh kaku, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, jalan mondar-mandir (Yosep, 2010).
24
25
1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan
atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, dan spiritual (Nurjannah, 2005). Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kumpulan koping yang dimiliki klien. Cara pengkajian berfokus pada 5 (lima) dimensi yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual (Stuart dan Sundeen dalam Nurjannah, 2005). Kasus Sdr. B termasuk dari 5 dimensi yaitu dimensi fisik. Menurut teori perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku tersebut dapat melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, 2007). Dalam pengkajian pasien, penulis melakukan pengkajian meliputi : identitas klien, identitas penanggung jawab, pola fungsional gordon, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan terapi medis. Data yang penulis kumpulkan sudah mencakup data pengkajian jiwa dalam teori tersebut karena penilaian terhadap stressor, faktor predisposisi, faktor presipitasi, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien sudah terkaji dalam pola koping toleransi stress didalam pola fungsional gordon. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode auto anamnese terhadap klien dan perawat yang merawatnya, observasi langsung terhadap
26
penampilan dan perilaku klien. Menurut Waber dan Kelley (dalam Nanda, 2012) Pengkajian individu terdiri atas riwayat kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data objektif). Adapun data yang diperoleh setelah melakukan pengkajian pada klien Sdr. B yang berupa data subjektif antara lain bingung, mengamuk, memukuli kakak, emosi marah, bicara dan tertawa sendiri alasan klien jengkel pada Ibunya dan data objektifnya adalah mondar mandir, bicara terdengar keras (membentak), pandangan tajam. Faktor presipitasi menurut Direja (2011), adalah seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Sedangkan faktor presipitasi dalam kasus klien adalah klien mengatakan ditinggal pacarnya karena merasa kalah bersaing maka klien meminta motor kepada ibunya tapi tidak dibelikan sehingga klien marah. Klien mempunyai masa lalu yang tidak menyenangkan adalah putus sekolah waktu kelas satu SMK dan di PHK dalam pekerjaanya. Faktor Predisposisi adalah berbagai faktor yang menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang (Stuart, 2006). Sedangkan faktor perdisposisi klien pernah mengalami gangguan jiwa dua kali sejak satu tahun yang lalu, pada saat ini klien dalam pengobatan tidak berhasil karena tidak mau minum obat dan tidak rutin kontrol. Keluarga belum bisa menuruti keinginan klien untuk membelikan motor sehingga klien merasa keluarganya tidak sayang dengan klien, klien mengatakan pernah putus sekolah saat kelas satu SMK dan pernah di PHK dalam pekerjaanya. Tidak ada penolakan dalam masyarakat dengan gangguan jiwa yang dialami klien saat ini. Klien tidak
27
pernah mengalami penganiyayaan fisik, kekerasan dalam rumah tangga dan tidak pernah mengalami tindakan kriminal. Kepatuhan dalam pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang mentaati semua nasehat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Mengenai segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan dalam minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan pengobatan yang dilakukan (Sugiyarti, 2012). Menurut teori (Direja, 2011) sesorang mengalami kekambuhan adalah ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah, stimulus lingkungan, konflik interpersonal, status
mental,
putus
obat,
penyalahgunaan
narkoba
atau
alkohol,
ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa. Sedangkan pada kasus Sdr.B mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan. Peran keluarga disini tidak terlaksana dengan baik. Mekanisme koping adaptif klien bercerita tentang perasaannya pada perawat, mengatakan jika ada masalah bercerita dengan keluarganya. Sedangkan mekanisme koping maladaptif klien mengatakan jengkel kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan dan bila klien sedang kesal klien ingin mengamuk dan memukul. Tetapi yang sering digunakan klien adalah koping maladaptif karena klien mengamuk dan memukul. Stressor yang terjadi 1 tahun terakhir stress adalah klien minta motor kepada ibunya tetapi tidak dibelikan. Sekarang klien mengalami gangguan jiwa Sdr. B tampak
28
emosi, marah, memukul meja, mata melotot, mondar-mandir, bicara terdengar keras (membentak), klien tampak menyendiri dan jarang bersosialita dengan orang lain, klien malu bila bertemu dengan tetangganya karena dirinya suka mengamuk di rumah dan merasa dirinya tidak berguna lagi. Tanda gejala yang muncul pada perilaku kekerasan biasanya adalah muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, mengatupkan rahang denga kuat, mengepalkan tangan dengan kuat, jalan modar mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/orang lain, merusak barang atau benda, tidak memiliki kemampuan mencegah/mengendalikan perilaku kekerasan (Keliat, 2009). Ada beberapa tanda gejala resiko perilaku kekerasan pada Sdr. B adalah mata melotot dan bicara keras (membentak). Bila dibandingkan dengan teori diatas ada beberapa tanda dan gejala perilaku kekerasan pada Sdr. B yang sesuai dengan teori.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah diagnosis yang dibuat oleh perawat profesional yang menggambarkan tanda dan gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang dirasakan klien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalaman mampu menolong klien (Ali Z, 2002). Schultz dan videbeck (dalam Nurjannah, 2005) menyatakan bahwa diagnosa keperawatan berbeda dari diagnosa psikiatrik medis dimana diagnosa keperawatan adalah respon klien terhadap masalah medis atau bagaimana
29
masalah mempengaruhi fungsi klien sehari-hari yang merupakan perhatian utama diagnosa keperawatan. Pernyataan diagnosa terdiri dari masalah atau respon klien dan satu atau lebih faktor yang behubungan atau berkonstribusi pasda masalah atau respon klien. Tanda dan gejala atau batasan karakteristik adalah pengkajian subjektif dan objektif yang mendukung diagnosa keperawatan, ini biasanya ditulis sebagai bagian dari pernyataan diagnosis. Bagian kedua dari statemen diagnosa ditulis untuk mengkomunikasikan perawat mengenai faktor yang berhubungan atau berkontribusi untuk etiologinya (Schultz dan videbeck dalam Intansari Nurjannah, 2005). Menurut Kusumawati dan Hartono (dalam Direja, 2011), pohon masalah pada perilaku kekerasan (core problem) dapat mengakibatkan seseorang beresiko melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol.. Hal ini dapat terjadi karena beberapa penyebab yaitu gangguan konsep diri: harga diri rendah, gangguan pemeliharaan kesehatan, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah. Data yang diperoleh dari Sdr. B yaitu perilaku kekerasan yang disebabkan oleh harga diri rendah yang didukung oleh data subyektif, klien mengatakan malu bila bertemu dengan tetangganya dengan keadaannya karena dia sering mengamuk-amuk di rumah dan merasa dirinya tidak berguna lagi, klien mengatakan jarang bergaul dengan teman-temannya karena malu dengan keadaanya yang pernah dirawat diRSJ, klien mengatakan
30
belum bisa menjalankan perannya sebagai anak laki-laki yaitu membantu kebutuhan ekonomi orang tuanya. Data obyektif: klien menunduk, kontak mata kurang saat menceritakan masalahnya yang berkaitan dengan kondisinya sekarang ini dan hubungannya dengan teman-temannya serta tetangganya. Kemudian dapat beresiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang didukung data subyektif pasien mengatakan kesal kepada ibunya kemudian pasien mengamuk dan memukul meja, data obyektif pasien tampak kesal, emosi, marah, bicara keras (membentak) saat menceritakan masalanya dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan. Berdasarkan data yang diperoleh tersebut penulis menyimpulkan bahwa pohon masalah yang terjadi pada Sdr. B sama dengan teori yang dituliskan yaitu penyebab dari perilaku kekerasan (core problem) adalah harga diri rendah sehingga dapat beresiko perilaku menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan keadaan pasien yang kurang mengerti akan menjaga hubungan keluarga terutama dengan ibunya dan menyebabkan perilaku kekerasan pada Sdr. B dapat muncul ketika dirinya sedang marah. Klien mendapat terapi obat yaitu NOP (Noprenia) 2x2 mg sehari, THP (Trihexsilphenidil) 2x2 mg sehari dan CPZ (Chlorpromezine) 2x100 mg sehari. Menurut ISO atau Informasi Spisialite Obat (2010-2011) noprenia merupakan golongan psikofarmaka yang digunakan sebagai terapi gangguan skizofrenia akut dan kronik, halusinasi, afek tumpul, menarik diri sediaan obat 2 mg, 0,5 mg, 3 mg. Chlorpromezine adalah golongan anti psikotik yang
31
mengurangi hiperaktif agresif atau obat penenang dan agitasi dengan sediaan tablet 25 mg, 50 mg, 100 mg, injeksi 25 mg per ml. Trihexsilphenidil untuk obat anti parkinson dengan sediaan tablet 2 mg, 5 mg, injeksi 25 mg per ml (ISO, 2011)
3. Rencana Keperawatan Rencana keperawatan ditulis atau dibuat setelah diagnosa keperawatan, rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus, perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan dan keperawatan klien dapat diatasi (Ali, 2002). Intervensi keperawatan yang dilakukan pada Sdr.B penulis rencanakan berdasarkan pada teori keperawatan jiwa, dimana tujuan umumnya dalah klien tidak dapat melakukan tindakan kekerasan, dan ada sembilan tujuan khusus yaitu tujuan khusus pertama adalah bina hubungan saling percaya dengan klien, rasionalnya hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya. Tujuan khusus ke dua yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, rasionalnya beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan klien, dapat membantu stres, dan dapat penyebab perasaan jengkel atau marah dapat diketahui. Tujuan khusus ke tiga adalah mengidentifikasi tanda – tanda perilaku kekerasan, rasionalnya untuk mengetahui tanda-tanda klien jengkel dan mengetahui hal yang dialami dan
32
dirasa saat jengkel. Tujuan khusus ke empat yaitu mengeidentifikasi jenis perilaku kekerasan, rasionalnya untuk mengetahui perilaku kekerasan yang bisa dilakukan. Tujuan khusus ke lima yaitu mengidentifikasi akibat dari perilaku kekerasan, rasionalnya untuk menilai perilaku kekerasan yang dilakukannya. Tujuan khusus ke enam yaitu mengidentifikasi cara konstruktif yang dilakukan klien ketika marah muncul, rasionalnya untuk membantu klien menemukan cara yang baik untuk mengurangi kejengkelannya. Tujuan khusus ke tujuh yaitu ajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan, rasionalnya agar klien mengetahui cara marah yang konstruktif. Tujuan khusus kedelapan adalah ajarkan kepada keluarga cara merawat klien dengan perilaku kekerasan, rasionalnya untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang merawat klien sehingga keluarga terlibat dalam perawatan klien. Tujuan khusus ke sembilan adalah anjurkan pada klien menggunakan obat yang benar, rasionalnya agar klien dan keluarga dapat mengetahui nama, jenis, efek samping, dan fungsi obat yang diminum klien, serta meningkatkan kesadaran klien untuk minum obat (Damaiyanti, 2012).
4. Implementasi Keperawatan Implementasi dan evaluasi keperawatan pada Sdr. B dilakukan selama tiga hari pada tanggal 22 - 24 April 2013 di bangsal Ayodya, Rumah Sakit Jiwa Surakarta. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendy dalam Nurjannah, 2005). Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari
33
tindakan
mandiri
(independent),
saling
ketergantungan/kolaborasi
(interdependent), dan tindakan rujukan/ketergantungan (dependent). Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku kekerasan pada Sdr. B yaitu membina hubungan saling percaya dan melakukan pengkajian mulai dari identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, faktor presipitasi, pemeriksaan fisik, status mental, masalah psikososial dan lingkungan, mekanisme koping dan tingkat pengetahuan pasien. Respon klien adalah menjawab salam, menyatakan nama klien dan nama panggilannya. Klien mengatakan masalah yang sedang dihadapi yaitu klien mengatakan jengkel dengan ibunya, karena minta motor tidak dibelikan. Selama wawancara klien mau menjawab semua pertanyaan yang diberikan penulis. Impementasi keperawatan untuk diagnosa keperawatan perilaku kekerasan dilaksanakan pada tanggal 22 April 2013, pukul 11.00 WIB. Penulis melakukan SP 1 perilaku kekerasan yaitu mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat perilaku kekerasan, dan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 nafas dalam (agar pasien lebih rileks dan tenang) (Direja, 2011). Implementasinya, penulis membina hubungan saling percaya, menjelaskan tujuan berinteraksi, menyampaikan kontrak (topik, waktu, tempat), memberikan kesempatan kepada klien mengungkapkan perasaannya, mengidentifikasikan penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,dan perilaku kekerasan yang sudah dilakukan (akibat perilaku kekerasan yang dilakukan), mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan
34
dengan teknik nafas dalam, memberi kesempatan kepada pasien untuk mempraktekkannya cara yang dianjurkan, memberi pujian positif kepada klien jika sudah bisa mempraktekanya sendiri, menganjurkan klien untuk memasukkanya kedalam jadwal harian. Respon klien : klien mengatakan mau berinteraksi dengan perawat, klien mengatakan perasaannya kurang baik, klien mengatakan yang menyebabkan klien marah adalah jengkel dengan ibunya karena minta motor tidak dibelikan, marah, emosi, pandangan tajam dan nada bicara tinggi (membentak), klien mengatakan perilaku yang sudah dilakukan adalah memukul kakaknya, klien mengatakan mau diajari cara mengontrol marah dengan teknik nafas dalam, klien mengatakan sudah bisa mempraktekkannya sendiri, klien mengatakan sudah dimasukkan kedalam jadwal harian. Implementasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 April 2013 pukul 09.00 WIB. Penulis melakukan SP 2 yaitu mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul bantal (Direja, 2011). Implementasinya, penulis memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 : nafas dalam), mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2 : pukul bantal, memberikan kesempatan pasien untuk mempraktekan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, memberi reinforcement positif kepada pasien
jika sudah bisa
mempraktekkannya sendiri, menganjurkan klien untuk memasukkanya kedalam jadwal harian. Respon klien : klien menjawab salam, klien
35
mengatakan perasaanya senang, klien mengatakan masih ingat dengan SP 1 mengontrol perilaku kekerasan yaitu nafas dalam dan klien langsung mempraktekannya, klien mengatakan mau diajari dengan SP 2 : pukul bantal, klien mempraktekannya sendiri, klien mengatakan sudah dimasukkan kedalam jadwal harian. Implementasi yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 24 April 2013 pukul 09.00 WIB. Penulis melakukan SP 3 yaitu mengajarkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal ( menolak dengan baik atau meminta dengan baik) (Direja, 2011). Implementasinya, penulis memberikan salam terapeutik, menanyakan perasaan pasien, memvalidasi SP 1 (nafas dalam) dan SP 2 (pukul bantal), mengajarkan dan melatih cara mengontrol perilaku kekerasan yang ke-3 yaitu dengan cara verbal, memberikan kesempatan pasien untuk mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, menganjurkan pasien untuk memasukkan kedalam jadwal harian. Implementasi yang ketiga respon klien : klien menjawab salam, klien mengatakan perasaanya senang, klien mengatakan masih ingat dengan SP 1 ( napas dalam) dan SP 2 ( pukul bantal) untuk mengontrol perilaku kekerasan dan klien langsung mempraktekannya, klien mengatakan mau diajari SP 3 ( verbal), klien mempraktekannya mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal (menolak dengan baik atau meminta dengan baik).
36
5. Evaluasi Evaluasi adalah mengevaluasi perkembangan klien dalam mencapai hasil yang diharapakan asuhan keperawatan adalah proses dinamik yang melibatkan perubahan dalam status kesehatan klien sepanjang waktu, pemicu kebutuhan terhadap data baru, berbagai diagnosa keperawatan, dan modifikasi rencana asuhan sesuai dengan kondisi klien (Damaiyanti & Iskandar, 2012). Hasil evaluasi yang didapat dari Sdr. B adalah data subyektif dan obyektif antara lain: pasien mengatakan mengamuk dan kesal kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan, pasien tampak mau berjabat tangan dan membina hubungan saling percaya pada perawat, pasien tampak mau menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya muncul, pasien menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata, pasien mau menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan mau untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara pukul bantal dan pasien tampak mau mempraktekannya. Kemudian dilakukan perencanaan untuk pasien antara lain pasien diminta untuk memberitahukan kepada perawat atau keluarga ketika sedang marah, sedangkan perencanaan untuk penulis adalah mempertahankan tujuan khusus pertama membina hubungan saling percaya , tujuan khusus ke dua mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, tujuan khusus ke tiga mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan , tujuan khusus ke empat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya , tujuan khusus kelima mengidentifikasi akibat perilaku
37
kekerasan, tujuan khusus ke enam mengidentifikasi cara konstuktif dalam mengungkapkan kemarahan, tujuan ke tujuh mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan, dan kemudian melanjutkan strategi pelaksanaan yang selanjutnya yaitu mengontrol marah dengan cara verbal, spiritual (do’a) dan minum obat secara teratur. Memotivasi pasien untuk mempraktekan cara mengontrol marah dengan pukul bantal. Penulis mendelagasikan kepada perawat ruangan untuk memvalidasi cara yang telah diajarkan kepada pasien.
B. Simpulan Pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara (allow anamnesa) dan (autoanamnesa) mengobservasi klien yaitu dari segi penampilan, pembicaran, perilaku klien, kemudian ditambah dengan menelaah catatan medik dan catatan keperawatan. 1. Pengkajian penulis mengkaji data dari tanggal klien masuk RSJD, identitas klien, penanggung jawab alasan masuk, faktor predisposisi, faktor prestisipitasi, pemeriksaan fisik keluhan fisik, psikososial, (genogram dan analisa genogram) konsep diri, hubungan sosial, spiritual status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan klien, aspek penunjang dan meliputi data subyektif dan data obyektif. Data yang berfokus pengkajian pada kasus adalah pola koping toleransi stress bahwa klien mengatakan jengkel pada ibunya karena minta motor tidak dibelikan sehingga klien emosi, marah, memukul meja,
38
bicara terdengar keras (membentak), mata melotot, mondar-mandir, klien tampak menyendiri diRSJ dan jarang bersosialita dengan orang lain. 2. Dalam diagnosa keperawatan pada pohon masalah yang menjadi core problem adalah perilaku kekerasan. Data yang diperoleh dari Sdr. B sesuai dengan teori yang ada diatas yaitu yang menjadi core problem adalah perilaku kekerasan yang didukung dengan data subyektif: pasien mengatakan kesal kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan, pasien mengatakan jika dirinya marah maka dia mengamuk dan memukul dan data obyektif: pasien tampak kesal, pandangan tajam, mondar-mandir, suara dengan nada tinggi. 3. Intervensi yang dilakukan yaitu sesuai SOP (Standart Operasional Prosedur) yang telah ditetapkan ada sembilan tujuan khusus, tetapi yang dapat terselesaikan penulis hanya tujuan khusus pertama membina hubungan saling percaya , tujuan khusus ke dua mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
yang
dilakukannya,
tujuan
khusus
ke
tiga
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan , tujuan khusus ke empat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya, tujuan khusus ke lima mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, tujuan khusus ke enam mengidentifikasi cara konstuktif dalam mengungkapkan kemarahan, tujuan ke tujuh mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan, sampai tujuan khusus ke tujuh: pasien dapat mengontrol marah agar tidak ada perilaku kekerasan yang muncul. Tujuan khususnya yaitu pasien dapat membina hubungan saling percaya, pasien dapat menyebutkan penyebab
39
perilaku kekerasan, pasien dapat mengidentifikasi tanda – tanda perilaku kekerasan, pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan, pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan, pasien dapat mempraktikkan cara mengontrol perilaku kekerasan, pasien bersedia minum obat sesuai program yang dianjurkan, pasien memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan ke dalam jadwal harian. 4. Implementasi yang dilakukan penulis untuk mengatasi perilaku kekerasan pada Sdr. B dengan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya dan melakukan pengkajian mulai dari identitas pasien, alasan masuk, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, status mental, masalah psikososial dan lingkungan, mekanisme koping dan tingkat pengetahuan pasien dan mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I tarik nafas dalam. SP 2 : mengevaluasi mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik satu yaitu tarik nafas dalam dan mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal. SP 3 : mengevaluasi mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul bantal, mengajarkan mengontrol perilaku kekerasan secara verbal atau bicara baik-baik dan menganjurkan klien untuk memasukan semua kegiatan ke dalam jadwal buku harian. Melakukan proses keperawatan dari tujuan khusus pertama sampai tujuan khusus ketujuh yaitu mengidentifikasi terhadap pasien tentang penyebab terjadinya marah, mengidentifikasi tanda-tanda saat marah, mengidentifikasi akibat dari marah yang dilakukan, mengajarkan cara mengontrol marah yang benar yaitu teknik pukul bantal sebagai cara yang dipilih pasien.
40
5. Evaluasi yang didapat dari Sdr. B adalah data subyektif dan obyektif antara lain: pasien mengatakan kesal dan marah kepada ibunya karena minta motor tidak dibelikan kemudian mengamuk dan memukul, pasien mau berjabat tangan dan membina hubungan saling percaya pada perawat, pasien tampak mau menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya muncul, pasien menjawab semua pertanyaan, ada kontak mata, pasien mau menyebutkan perilaku kekerasan yang dilakukan, pasien mengatakan mau untuk diajari cara mengontrol marah dengan cara pukul bantal dan pasien tampak mau mempraktekannya.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang diharapkan bermanfaat, sebagai berikut: 1. Bagi Pendidikan Institusi pandidikan di harapkan pembimbing memberikan bimbingan kepada mahasiswa secara optimal, terutama dalam pendidikan Ilmu Keperawatan Jiwa kepada penulis, sehingga penulis dapat mengaplikasikan di lahan klinik secara maksimal. 2. Bagi Keluarga Keluarga diharapkan memberikan motivasi kepada klien dan kontrolkan secara rutin dan untuk melakukan kunjungan satu minggu sekali agar pasien cepat sembuh.
41
3. Bagi Perawat Perawat diharapkan memberikan pelayanan yang tepat dan selalu meningkatkan komunikasi terapeutik kepada pasien sehingga pasien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan lebih sabar dalam memberikan pelayanan guna peningkatan penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA Ali Z, 2002. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Dalami Ermawati, 2010. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Penerbit CV. Trans Info Media. Damaiyanti & Iskandar, 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung. Penerbit Buku PT. Refika Aditama. Damaiyanti Mukhripah, 2010. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan. Bandung. Penerbit Buku PT. Refika Aditama.
Praktik
Direja, Ade Herman Surya, 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta. Penerbit Buku Nuha Medika. Hidayati, Eni, 2012. Pengaruh Terapi Kelompok Suportif Terhadap Kemampuan Terhadap Kemampuan Perilaku Kekerasan, http://e.journal.unimus.ac.id.pdf diakses pada tanggal 25 April 2013. Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik, edisi 3. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Isnaeni, 2008. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas dalam Terhadap Tingkat Emosi Klien Perilaku Kekerasan, http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/ilmukeperawatan/article/v iew/68 diakses pada tanggal 2 Mei 2013. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2009. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia. Jakarta. Penerbit PT ISFI Kelliat Budi A & Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Nanda. 2012. Definisi Dan Klasifikasi. Penerbit Buku: Prima Medika. Jakarta. Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, volume 1, edisi 4. EGC: Jakarta.
Nurjannah, Intansari. 2005. Aplikasi Proses Keperawatan. Yogyakarta : Penerbit Buku MocoMedika. Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Sugiyarti, 2012. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan, http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=01gdl-sugiartip0-220 diakses pada tanggal 29 April 2013.
Widiyatmoko, Wahyu Tri, 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Perilaku Kekerasan, http://e.journal.ums.ac.id.pdf diakses pada tanggal 26 April 2013. Yosep, Iyus. 2010. Buku Keperawatan Jiwa. Bandung. Penerbit Buku PT Refika Aditama.