Harris Hasan, dkk.
Hubungan Kadar Troponin-T dengan...
Kadar Homosistein Plasma pada Penderita Angina Pektoris Stabil Harris Hasan, Leonard P Departemen Kardiologi FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak: Hiperhomosisteinemia merupakan faktor resiko sendiri untuk terjadinya aterosklerosis. Proses aterosklerosis merupakan dasar patogenesa terjadinya penyakit jantung koroner termasuk angina pektoris stabil. Kadar homosistein total > 15 μmol/l berkaitan secara bermakna dengan peningkatan kejadian aterosklerosis. Beberapa peneliti seperti Boushey dan Graham telah menunjukkan peningkatan kadar total homosistein akan menyebabkan peningkatan resiko terjadinya PJK. Sejak April sampai September 2004, 30 penderita APS dan 30 kelompok kontrol dilakukan pemeriksaan kadar total homosistein dalam darah. Dijumpai masing-masing nilai 15,19 ± 5,87 dan 9,87 ± 2,64 untuk penderita APS dan kelompok kontrol (p=0,007). Dijumpai peningkatan kadar homosistein pada laki-laki dibandingkan wanita pada penderita APS (p=0,559). Kesimpulan, dijumpai peningkatan bermakna kadar plasma homosistein pada kelompok APS dibandingkan kelompok kontrol. Kata kunci: Hiperhomosisteinemia, faktor resiko, aterosklerosis. Abstract: Hiperhomocysteinemia is a independent risk factor for atherosclerosis. Atherosclerosis are underlying process included stable angina pectoris. Value upper 15 μmol/l of total homocysteine plasma can increased atherosclerosis process. Boushey, Graham et al founded increased value of total homocysteine in plasma can increased risk of coronary heart disease. Since April until September 2004, 30 patient with Stable Angina Pectoris (SAP) and 30 control group taken blood for measurement plasma homocysteine. We founded respectively 15,19 ± 5,87 and 9,87 ± 2,64 for SAP group and cotrol group (p=0,007). We founded significant difference about patients SAP and control group, while men are slight increased compared women. Conclusion: we founded increased value total homocysteine plasma in stable angina pectoris group. Keys words: Hyperhomocysteinemia, risk factor, atherosclerosis.
PENDAHULUAN Homosistein merupakan senyawa antara yang dihasilkan pada metabolisme metionin yang jika kadarnya dalam darah meningkat (hiperhomosisteinemia) menjadi suatu faktor resiko sendiri untuk terjadinya aterosklerosis.1,2,3,4 Penyakit jantung koroner (PJK) adalah suatu penyakit jantung yang terjadi akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner sehingga tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan kemampuan suplai oksigen yang cukup oleh koroner untuk kontraksi miokard. Manifestasi klinis dari PJK dapat berupa asimptomatis, angina pektoris stabil, maupun sindroma koroner akut dengan klinis angina pektoris tak stabil, infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI), non ST elevasi (NSTEMI) dan kematian jantung mendadak.5,6 Angina Pektoris stabil adalah suatu sindroma klinis dimana pasien mendapat
serangan sakit dada yang khas seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar kelengan kiri. Pola sakit dadanya tidak berubah yang dapat dicetuskan oleh suatu kegiatan dan oleh faktor-faktor tertentu. Tidak ada perubahan dalam hal frekuensi dan lama serangan. Sakit dada tidak lebih dari 15 menit. Saat ini banyak faktor resiko yang berpengaruh terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain hiperlipidemia, hipertensi, merokok, dan DM. Akhir-akhir ini hiperhomosisteinemia disebut sebagai salah satu faktor resiko aterosklerosis yang sejajar dengan faktor resiko yang sudah dikenal selama ini yang telah disebutkan diatas. Kadar homosistein total (tHcy) > 15 μmol/l berkaitan secara signifikan dengan peningkatan resiko bila dibandingkan dengan kadar tHcy yang rendah. 8,9,10 Boushey dkk. telah melakukan studi meta analisis tentang kaitan homosistein dengan PJK. Pada penelitian tersebut dikatakan peningkatan tHcy merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK, dengan odds ratio (OR) setiap peningkatan
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005
291
5 μmol/l tHcy adalah 1,6 untuk pria, dan 1,8 untuk wanita.11,12 Graham dkk. melaporkan bahwa peningkatan tHcy sama kuatnya dengan peningkatan resiko terjadinya PJK oleh karena merokok dan hiperlipedemia berdasarkan penelitian multisenter di Eropa yang cukup besar, dimana penelitian tersebut melibatkan 750 kasus 800 kontrol. Di Manado, Kawengian dkk. pada tahun 2003 dalam suatu studinya tentang kadar homosistein terhadap PJK akut, PJK kronik dan bukan PJK didapati rata-rata kadar homosistein masing-masing adalah 15,8 ± 5,9, 12,9 ± 5,6 dan 10,2 ± 2,4. Penelitian tentang homosistein pada pasien Angina Pektoris Stabil (APS) belum banyak di Indonesia apalagi di Medan oleh karena itu peneliti tertarik ingin melakukan penelitian tentang kadar homosistein plasma pada pasien angina pektoris stabil yang dibandingkan dengan kelompok bukan PJK (kontrol).
BAHAN DAN CARA KERJA Desain penelitian ini adalah potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan sejak April s/d September 2004, di Poliklinik kardiologi RSUP H. Adam Malik Medan. Subjek penelitian penderita Angina Pektoris Stabil (APS) ditegakkan berdasarkan adanya gejala nyeri dada yang khas, gambaran iskemik pada EKG, populasi terjangkau. Kriteria yang dimasukkan: Penderita yang di diagnosa dengan Angina Pektoris Stabil, usia ≥40 tahun, bersedia mengikuti penelitian ini. Kriteria yang dikeluarkan: penderita gagal ginjal, penderita DM tipe 2, penderita Sirosis hepatis, sedang memakan obat-obat metotreksat, penitoin, karbamazepin, azatioprin dan metil xantin yang meningkatkan kadar homosistein, sindrome Koroner Akut. Semua pasien pada kelompok sampel dan kelompok kontrol dilakukan anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan EKG dan pemeriksaan laboratorium; ureum, kreatinin, KGD puasa/2 jam post prandial dan profil lipid, kadar total homosistein plasma puasa.
Pengukuran total homosistein plasma puasa (tHcy) dengan menggunakan metode flourescence polarization immunoassay. Pemeriksaan homosistein menggunakan reagensia IMX® homosistein B3D390 (ABBOTT). Analisa data ini menggunakan perangkat lunak program SPPS. Dikatakan bermakna apabila p< 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Selama kurun waktu penelitian jumlah penderita yang diteliti adalah 60 orang, terdiri dari 32 orang (53,3%) laki-laki dan 28 orang (46,7%) wanita. Dari hasil uji statistik dijumpai hubungan yang tidak bermakna antara Angina Pektoris Stabil dan kontrol terhadap berbagai variabel seperti jenis kelamin, IMT, merokok, hipertensi dan profil lipid, kecuali variabel usia. Dijumpai hubungan yang bermakna antara usia pada Angina Pektoris Stabil dan kontrol. Dari hasil uji statistik didapatkan tidak satupun dijumpai hubungan yang bermakna antara hiperhomosistein dengan berbagai variabel seperti umur, jenis kelamin, IMT, merokok, hipertensi dan profil lipid. Hubungan Kadar Homosistein Plasma dengan Usia Dari data tabel 1 dijumpai adanya hubungan yang bermakna antara variabel usia terhadap kelompok angina pektoris stabil dan kontrol dimana p=0.009. Pada tabel 2 variabel usia diuji kembali dengan homosistein, ternyata hasil uji tersebut dijumpai nilai p yang tidak bermakna dimana p=0.480. Dari data tersebut jelaslah bahwa usia bukan sebagai variabel perancu (confouding factor). Jadi kelompok angina pektoris stabil dan kelompok kontrol pada penelitian ini merupakan pasangan yang serasi (matching), sehingga diharapkan bahwa peningkatan kadar homosistein plasma pada penelitian ini benar-benar pengaruh dari faktor yang diuji yaitu adanya Angina Pektoris Stabil dibandingkan kontrol.
Tabel 1. Data karakteristik pasien Angina Pektoris Stabil dan kontrol Variabel n (jumlah) Usia (tahun) Jenis kelamin (L/P) IMT
292
Angina Pektoris Stabil
Kontrol
p
30 55.80 ± 8,38 15 /15 25.92 ± 3.66
30 49.36 ± 9,93 17 /13 26.21 ± 3.03
0.009 0.796 0.747
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005
Harris Hasan, dkk.
Kadar Homosistein Plasma pada Penderita …
Merokok Positif Negatif
4 (13,3%) 26 (86,7%)
1 (3,3%) 29 (96,7%)
0.353
Hipertensi Positip Negatip
8 (26,7%) 22 (73,7%)
3 (10,0%) 27 (90,0)%
0.181
Kolesterol total ≥ 200 mg/dl ≤ 200 mg/dl
24 (80,0%) 6 (20,0%)
19 (63,3%) 11 (36,7%)
0.252
LDL ≥ 130 mg/dl ≤ 130 mg/dl
23 (76,7%) 7 (23,3%)
20 (66,7) 10 (33,3%)
0.567
HDL ≥ 35 mg/dl ≤ 35 mg/dl
24 (80,0%) 6 (20,0%)
23 (76,7%) 7 (23,3%)
1.000
Trigliserid ≥ 200 mg/dl ≤ 200 mg/dl
9 (30,0%) 21 (70,0%)
5 (16,7%) 25 (83,3%)
0.360
Homosistein Hiperhomosistein Normosistein
13 (43,3%) 17 (56,7%)
3 (10,0%) 27 (90,0%)
0.007
Tabel 2. Data hubungan beberapa variabel terhadap hiperhomosisteinemia Variabel Usia Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan IMT 26.03 ± 4.19 26.08 ± 3.05 Rokok Perokok Tidak Hipertensi Positif Negatif Kolesterol total ≥ 200 mg/dl < 200 mg/dl LDL ≥ 130 mg/dl < 130 mg/dl HDL ≥ 35 mg/dl < 35 mg/dl Trigliserid ≥ 200 mg/dl < 200 mg/dl
Hiperhomosistein N
Normosistein
%
N
54,06 ± 9,32
Jumlah %
N
%
52,04 ± 9,84
10 6
16,7 10
16
26,7
p 0,480
22 22
36,7 36,7
44
73,3
32 28
53,3 36,7
0,559
0,963
1 15
1,7 25,0
4 40
6,7 66,7
5 55
8,3 91,7
1,000
4 12
6,7 20,0
7 37
11,7 61,7
11 49
18,3 81,7
0,462
11 5
18,3 8,3
32 12
53,3 20,0
43 17
71,7 28,3
0,756
11 5
18,3 8,3
32 12
53,2 20,0
43 17
71,7 28,3
0,756
12 4
20,0 6,7
35 9
58,3 15,0
47 13
78,3 21,7
0,731
5 11
8,3 18,3
9 35
15,0 58,3
14 46
23,3 76,6
0,492
Tabel 3. Hubungan Angina Pektoris Stabil (APS) dengan hiperhomosistein APS
Variabel
Kontrol
N
%
Hiperhomosistein
13
21,7
Normosistein
17
28,3
X² = 8,523
df = 2
Jumlah
N
%
N
%
3
5,0
16
26,7
27
45,0
44
73,3
p = 0,007
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005
293
Karangan Asli
Kadar Homosistein Plasma pada Pasien Angina Pektoris Stabil dan Kontrol Ditemukan kadar homosistein plasma yang terendah pada pasien Angina Pektoris Stabil adalah 7,04 μmol/l dan kadar yang tertinggi adalah 27,26 μmol/l dengan nilai rata-rata dan SD 15,19 ± 5,87. Terdapat 11 pasien (36,67%) dengan kadar homosistein plasma > 10 μmol/l, 6 pasien (20,0%) dengan kadar homosistein plasma <10 μmol/l dan 13 pasien (43,33%) dengan kadar homosistein plasma >15 μmol/l. Pada kontrol orang sehat dijumpai kadar homosistein plasma terendah adalah 6,04 μmol/l dan kadar yang tertinggi 15,74 μmol/l dengan nilai rata-rata dan SD 9,87 ± 2,64. Dijumpai 14 orang (46,67%) dengan kadar homosistein plasma > 10 μmol/l dan 16 orang (53,33%) dengan kadar homosis-tein plasma <10 μmol/l. Hasil perhitungan untuk prevalensi kadar homosistein plasma pada Angina Pektoris Stabil pada penelitian ini didapatkan sebesar 43,3%. Hasil uji statis-tik dengan kai kuadrat (X²) didapatkan perbe-daan yang bermakna antara kadar homosistein plasma pada Angina Pektoris Stabil dan kontrol dengan p = 0,007 (Tabel 3). Dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar homosistein plasma pada kelompok subjek yang diteliti dibanding kelompok kontrol dengan nilai p=0,007. Hasil penelitian ini mendapatkan kadar homosistein plasma rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Kawengian dkk. di Manado tahun 2003 tentang PJK kronik yaitu 12,9 ± 5,6.13 Menurut penelitian Hoogeveen EK dkk. terhadap penderita penyakit jantung koroner mendapat kadar homosistein meningkat pada usia 50-75 tahun, tetapi beberapa penelitian yang terbaru terhadap penyakit jantung koroner tidak mendukung hal ini dan malah mereka mendapatkan adanya hiperhomosis-teinemia pada usia yang lebih muda yaitu pada usia ratarata 45 tahun. Pada penelitian kami ini menunjukkan adanya hubungan yang tidak bermakna secara uji statistik antara peningkatan kadar homosistein plasma dengan bertambahnya usia dengan nilai p = 0,480. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada kelompok jenis kelamin pria dijumpai lebih tinggi kadar homosistein plasma rata-rata yaitu 16,27 ± 5,64 dibandingkan kelompok wanita yaitu 15,19 ± 5,87, walaupun kadar homosistein plasma lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita namun hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna dengan nilai p= 0,559. 294
Penelitian yang dilakukan oleh Deli tahun 2003, menilai kadar homosistein plasma pada penyakit jantung koroner dengan DM Type 2 mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar homosistein plasma dengan indeks massa tubuh. Hoogeveen EK dkk. pada penelitian yang sama terhadap pasien penyakit jantung koroner dengan DM Type 2 tidak menemukan perbedaan yang bermakna antara kadar homosistein plasma dengan IMT (r = 0.02, p= 0.6).15 Faktor gaya hidup yang berhubungan dengan homosistein salah satu diantaranya yang berpengaruh adalah kebiasaan merokok. Jumlah rokok yang dikonsumsi merupakan salah satu penentu kadar homosistein yang terkuat. Pada wanita terdapat kenaikan kadar homosistein sebesar 1% untuk setiap batang rokok dan 0,5% untuk pria. Pada penelitian ini dijumpai hubungan yang tidak bermakna antara rokok dengan kadar homosistein plasma dengan nilai p= 1,000. Graham dkk. melaporkan bahwa peningkatan total homosistein plasma sama kuatnya dengan peningkatan resiko terjadinya PJK oleh karena hiperlipedemia dan menurut Boushey dkk. bahwa setiap penambahan 5 μmol/l kadar total homosistein plasma setara dengan penambahan kolesterol 20 mg/dl. Pada penelitian ini dijumpai hubungan yang tidak bermakna antara kelompok kolesterol total ≥ 200 mg/dl dengan kadar homosistein plasma dengan nilai p=0,756. Juga dijumpai hubungan yang tidak bermakna antara kelompok LDL ≥ 130 mg/dl dengan kadar homosistein plasma dengan nilai p=0,756. Sedangkan hubungan kelompok HDL ≥ 35 mg/dl dengan kadar homosistein palsma, dijumpai hubungan yang tidak bermakna antara kedua nilai tersebut dengan nilai p=0,731. Dijumpai juga hubungan yang tidak bermakna antara kelompok trigliserida ≥ 200 mg/dl dengan kadar homosistein plasma dengan nilai p=0,492.
KESIMPULAN Dijumpai peninggian kadar homosistein plasma rata-rata yang bermakna pada penderita Angina Pektoris Stabil dibandingkan dengan kelompok kontrol.
SARAN Harap diperiksakan kadar homosistein plasma pada penderita Angina Pektoris Stabil sehingga dapat dilakukan upaya preventif dan terapi, sehingga proses aterosklerosis dapat dikurangi.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005
Harris Hasan, dkk.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Crawford MH. Chronic Ischemic Heart Disease. In: Crawford MH (Ed). Current Diagnosis and Treatment in Cardiology. 2nd Ed. Mc Graw Hill. 2003: 31-56.
2.
Rutherford JD, Braunwald E. Chronic Ischemic heart disease. In: Braunwald E (Ed). Heart disease a. text book of cardiovascular medicine 6th ed. WB Sanders Company, Philadelpia 2001: 1293316.
3.
Gouaille CB. What is homocysteine? In: Gouaille CB (Ed). Focus in homocysteine. Springer Verlag France 2001: 11-13
4.
Wald NJ, Watt HC, Law MR, Weir DG. Homocysteine and Ischemic Heart disease. Arch Internal Med 1998; 58: 862-7.
5.
Hardiman D. Pengaruh Homosistein pada Aterogenesis Penderita Penyakit Jantung Koroner Aterosklerotik. Dalam: New Paradigm for vascular disease: The Role of homocysteine, Seminar and Workshop PAP IV-II. Jakarta 1999: 10.
6.
Lewington S, Danesh J. Plasma homocysteine and Coronary Heart Disease: Sistematic review of published epidemiological studies. Journal of cardiovascular risk 1998; 5: 229-32
7.
Verhoef P, Stampfer MJ, Buring JE, et al. Homocysteine Metabolism and Risk of Myocardial Infarction: Relation with Vitamins B6, B12, and Folate. Am J Epidemiol 1996; 143: 845-59.
8.
Gerhard GT, Duell PB. Homocysteine and atherosclerosis. Current Opinion in Lipidology 1999; 10: 417-28.
9.
Verhoef P, Stanfer MJ, Rimm EB. Folate and Coronary Heart Disease. Current opinion in lipidology 1998; 9: 17-22.
Kadar Homosistein Plasma pada Penderita …
Arterioscler Thromb Vasc Biol 1997; 17: 989-95. 13. Chambers JC, Gregor A, Marie JJ, et al. Acute hyperhomocysteinaemia and endothelial dysfunction. Lancet 1998; 351: 36-7. 14. Kang SS, Wong PWK, Norusis M. Homocysteinemia Due to Folate Deficiency. Metabolism 1987; 36: 458-62. 15. Deli. Homosisteine pada penyakit jantung koroner dengan DM tipe 2. Tesis Ilmu Patologi Klinik FK USU Medan 2003: 139. 16. Kalim H. Homosistein dan Penyakit Vaskuler. KOPAPDI XII, 2003 Manado: 18.
10. Targher G. Cigarette smoking and plasma total homocysteine levels in young adults with type I Diabetes. Diabetic Care 2000. 11. Omland T, Samuelsson A, Hartford M, et al. Serum Homocysteine Concertration as an Indicator of Survival in Patients with Acute Coronary Syndromes. Arch Intern Med 2000; 160: 1834-40. 12. Verhoef P, Kok FJ, Kruyssen DACM, et al. Plasma Total Homocysteine, B Vitamins, and Risk of Coronary Atherosclerosis.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 y No. 4 y Desember 2005
295