NEWS
LETTER
kabar
STBM
Diproduksi oleh Plan Indonesia dengan dukungan Australian Aid
Media Informasi, Komunikasi & Edukasi STBM di Indonesia
Penetapan Rancangan Undang-Undang Desa Implikasinya terhadap Implementasi dan Keberlanjutan STBM di Tingkat Desa
Tanggal 18 Desember 2014 merupakan hari yang penting bagi reformasi sistem pemerintahan di Indonesia khususnya pemerintahan pada tingkat desa. Hari tersebut merupakan hari penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa melalui rapat paripurna DPR yang dilakukan kurang lebih sekitar 4 jam. Pada hari yang sama sekitar puluhan ribu kepala desa dari berbagai daerah di Indonesia menggeruduk ke gedung DPR RI di Jakarta untuk mengawal proses penetapan RUU tersebut.
Water, Sanitation and Hygiene (WASH)
Hal penting yang perlu menjadi catatan didalam RUU Desa yang sudah ditetapkan ini adalah mulai tahun 2014 desa akan mendapatkan dana dari APBN secara langsung tanpa melalui kementerian atau lembaga. Hal ini yang belum pernah terjadi semenjak STBM diimplentasikan di Indonesia. Selama ini pemerintah desa menerima dana dari pusat untuk implementasi STBM yang notabene melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pekerjaan Umum melalui program PAM-STBM dan Pamsimas. Perlu dicatat bahwa dana tersebut terlebih dahulu bermuara di APBD, tidak langsung diterima dan dikelola oleh desa. Beberapa kabupaten juga sudah berinisiatif untuk menggunakan dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dari Kementerian Kesehatan untuk kegiatan STBM di tingkat desa, namun dana ini juga merupakan wewenang puskesmas bukan wewenang desa. ...Halaman 2
Edisi 1, 2014 362 desa di NTT cetak rekor baru MURI
H. 3
Roadshow STBM Provinsi NTT
H. 4
Relawan Cilik STBM dari Kabupaten TTS
H. 15
2
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
Liputan Kegiatan
1, 2014
3
Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
Dengan adanya dana dari APBN dalam bentuk block grant langsung ke pemerintah desa seperti yang dimandatkan pada RUU Desa, besar harapan desa bisa menjadi subjek pembangunan dan tidak lagi hanya mengandalkan program dari pemerintah pusat. Desa seharusnya bisa mandiri untuk menentukan program sesuai dengan kebutuhan lokal, termasuk program pembangunan sanitasi dan hygiene di dalamnya. Yang menjadi pertanyaan besar adalah: Apa implikasinya bagi pendekatan pelaksanaan STBM yang selama ini kita lakukan? Selama ini kita lebih memanfaatkan dana dari APBN dan APBD (baik melalui belanja langsung dan belanja tidak langsung dalam bentuk ADD) untuk implementasi pada level desa khususnya untuk kegiatan pemicuan dan monitoring STBM. Hal ini dikarenakan hampir seluruh desa sebagai basis dari implementasi STBM tidak mempunyai dana khusus untuk pembangunan sanitasi dan hygiene. Meskipun desa sudah mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD), namun pengalaman Plan Indonesia membuktikan bahwa pemerintah desa tidak secara otomatis dapat menggunakan dana tersebut untuk pembangunan sanitasi dan hygine. Sebagian besar desa malah cenderung ragu-ragu untuk menggunakan ADD untuk keperluan sanitasi dan hygiene sebelum adanya instruksi / petunjuk dari kepala daerah sebagai “pemilik” ADD. RUU Desa akan memberikan perbedaan dalam hal ini, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) akan mendapatkan suntikan dana sebesar 600 juta hingga 1 miliar per tahun. Dana tersebut dapat digunakan oleh pihak desa untuk melaksanakan STBM secara optimal. Tentunya dengan catatan tebal: program sanitasi dan hygiene sudah terdapat di dalam RPJMDesa yang kemudian dijabarkan di dalam RKPDesa tahunan. Pertanyaan selanjutnya: Seperti apakah advokasi STBM yang selama ini kita lakukan di tingkat desa akan berubah? Jawabnya adalah sama seperti apa yang selama ini kita lakukan di tingkat kabupaten, minus advokasi sektoral pada SKPD.
Salah satu isu penting dari RUU Desa dalam kaitannya dengan STBM adalah kembalinya Badan Perwakilan Desa atau BPD menjadi institusi representasi di desa. Pada pasal 55 menegaskan bahwa BPD sebagai “badan legislatif” desa akan menyelenggarakan musyarawah desa untuk menampung aspirasi masyarakat desa. Hasil dari musyawarah desa inilah yang akan menjadi masukan bagi Musrenbang Desa. Mengingat hasil dari Musrenbang Desa ini merupakan substansi utama untuk RPJM Desa yang kemudian akan dijabarkan ke dalam RKP Desa yang akan dibiayai melalui APBDesa, menjadi sangat penting bagi kita semua untuk memasukkan isu perbaikan sanitasi dan hygiene di dalam musyawarah desa yg diselenggarakan oleh BPD. Inilah bentuk advokasi strategis awal kita jika ingin memastikan dana block grant dari APBN kepada desa dapat digunakan untuk program STBM. Sama halnya dengan selama ini kita memandang DPRD sebagai institusi kunci untuk memastikan anggaran sektor tertentu akan muncul di APBD, pada tingkat desa BPD-lah institusi kunci yang dapat memastikan adanya anggaran untuk sanitasi dan hygiene pada APBDesa. Perlu dicatat bahwa Pasal 50 RUU Desa menyatakan bahwa keanggotaan BPD berasal dari masyarakat dan ditetapkan oleh masyarakat secara musyawarah mufakat. Oleh karena itu sudah saatnya kita mengirim para champion STBM kita dan tokoh masyarakat/adat yang sudah familiar dengan STBM untuk kemudian dapat duduk di kursi BPD. Sedangkan kader STBM dan SDM lainnya pada tingkat desa yang selama ini terlibat pada kegiatan STBM dapat terus kita berdayakan untuk terlibat aktif dan strategis serta menyuarakan isu sanitasi dan hygiene dalam proses Musrenbangdes. Singkat kata, jika hal-hal diatas terkait dengan advokasi strategis pada tingkat desa dapat kita lakukan, maka yakinlah bahwa UU Desa merupakan peluang besar bagi STBM untuk mendapatkan perhatian pemerintah desa dan alokasi pendanaan pada APBDesa. (
[email protected])
362 desa di NTT cetak rekor baru MURI
S
ebanyak 362 desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendeklarasikan diri sebagai desa yang telah menerapkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pada hari Selasa, 26 November 2013. Melalui program tersebut, sekitar 600 ribu jiwa di dua kabupaten itu telah merasakan pentingnya manfaat sanitasi. Atas prestasi itu, Museum Rekor Indonesia (MURI) mengukuhkannya sebagai Kabupaten dengan jumlah desa terbanyak yang melek sanitasi. “Ini merupakan yang pertama dan terbanyak sepanjang sejarah Indonesia,” kata Senior Manager MURI Paulus Pangka saat acara deklarasi STBM di Desa Tetaf, Kecamatan Kuatnana,Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Wakil Menteri Kesehatan RI, Ali Gufron Mukti hadir dalam acara tersebut. Demikian pula Wakil Gubernur NTT Beny Litelnoni, Bupati Timor Tengah Selatan Paul Mella, dan Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Fernandez. Acara deklarasi ditutup dengan peragaan cuci tangan pakai sabun secara massal oleh 200 anak. Manejer Program Air Bersih dan Sanitasi Plan Indonesia Eka Setiawan mengatakan bahwa program STBM di dua kabupaten itu mulai dilakukan sejak 2010 lalu. “Program ini adalah bagian dari Program SHAW (Sanitation Hygiene and Water) yang dilakukan oleh LSM Indonesia dan LSM Belanda dengan pendanaan sebagian besar dari Kedutaan Besar Belanda.” Melalui program STBM, desa-desa tersebut telah menerapkan lima pilar sanitasi, yakni menghentikan kebiasaan buang air di sembarang tempat, budaya cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengelolaan sampah, dan pengelola limbah rumah tangga. Pelaksanaan program mendapat pendampingan dari lima lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam negeri, di antaranya Plan Indonesia, serta satu LSM dari Belanda.
Bupati Timor Tengah Selatan Paul Mella (atas) dan Bupati Timor Tengah Utara Raymundus Fernandez pada saat menerima sertifikat MURI yang diserahkan oleh Senior Manager MURI Paulus Pangka (kiri) dalam acara deklarasi STBM pada Selasa 26 November 2013 di Desa Tetaf, Kabupaten Timor Tengah Selatan. ©Plan Indonesia.
Country Director Plan Indonesia Myrna Remata Evora mengatakan, dengan dideklarasikan desa STBM, kualitas kesehatan masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Timor Tengah Selatan menjadi lebih baik. Dia berharap penerapan hidup sehat dengan lingkungan yang sehat bisa membantu pencapaian target Milenium Development Goals (MDGs). Myrna menambahkan, kontribusi masyarakat Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara juga harus diapresiasi. “Bayangkan jika dirupiahkan, kontribusi mereka lebih dari Rp3 miliar untuk membangun sekitar 5.000 jamban tanpa subsidi,” katanya. Menurut Myrna, melalui program STBM, juga diharapkan bisa menjadikan warga di dua kabupaten itu bebas dari kejadilan luar biasa (KLB) penyakit diare. Sebab, setiap tahun, dua kabupaten itu selalu terjadi KLB penyakit diare, Namun sejak 2012, tidak lagi terjadi KLB diare. (Departemen Komunikasi)
4
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
1, 2014
Berita Utama
5 Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
“Kami juga mendorong penguatan kelembagaan sejumlah pemerintah kabupaten di Provinsi NTT dalam mengimplementasikan program STBM,” kata Eka Setiawan, Program Manager Water and Sanitation Hygiene Plan Indonesia.
Plan dan 5 Kabupaten di NTT Tandatangani Implementasi STBM
P
ada tanggal 25 September 2013 – Plan Indonesia bersama wakil dari 5 pemerintahan kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) menandatangani kesepakatan implementasi program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dalam acara Roadshow STBM Provinsi NTT yang dilaksanakan di Hotel Swiss Bell-Kristal, Kota Kupang. Dengan ditandatanganinya kesepakatan tersebut, Plan Indonesia akan mendukung penerapan program STBM selama empat tahun ke depan, di Kabupaten Ende, Manggarai Timur, Ngada, Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang. “Plan Indonesia terus mendorong pemerintah dan masyarakat NTT untuk meningkatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang sehat dan layak. Dengan program ini, kita berharap kasus-kasus
penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, bisa ditekan,” kata Manager Departemen Program Plan Indonesia, Nono Sumarsono. Nono menjelaskan, hasil sensus nasional menunjukkan bahwa hanya sebesar 23,82 persen masyarakat Nusa Tenggara Timur yang memiliki akses terhadap jamban sehat. Sementara itu, baru 50,11 persen masyarakat NTT yang memiliki akses terhadap fasilitas air minum yang sehat. Sebagai lembaga kemanusiaan yang fokus pada pemenuhan hak anak, Plan Indonesia berkepentingan memperluas akses masyarakat NTT terhadap fasilitas sanitasi secara keseluruhan. Sebab, hal ini akan berdampak langsung terhadap kualitas kesehatan masyarakat, terutama anak-anak di NTT.
nasional STBM ini adalah untuk mengurangi angka kejadian diare dan untuk mencapai target MDG pada tahun 2015.
Eka menjelaskan, berdasarkan analisis situasi yang dilakukan Plan Indonesia, anggaran yang disiapkan oleh pemerintah di NTT dalam penerapan program STBM masih sangat minim. Rata-rata, tiap kabupaten di NTT hanya menganggarkan 0,01 persen dari APBD mereka.
Sejak pertama kali dirumuskan pada tahun 2008, program STBM telah diimplementasikan secara luas dengan hasil yang cukup menjanjikan. Salah satu provinsi yang secara luas dan konsisten mengimplementasikan program STBM adalah provinsi NTT. Beberapa kabupaten di provinsi NTT telah menjalankan 5 pilar sanitasi yg membentuk kondisi sanitasi total berdasarkan STBM.
Pada tahun 2008, Kementerian Kesehatan menerbitkan peraturan menteri kesehatan tentang sanitasi total berbasis masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan STBM. Dua hal yang menjadi tujuan besar dari perumusan kebijakan
“Hasilnya cukup signifikan, sebelum implementasi STBM, di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan selalu terjadi KLB penyakit diare, namun sejak 2012 KLB diare tidak pernah terjadi lagi” tambah Eka. (Departemen Komunikasi)
Keterangan Foto: © Plan Indonesia. Perwakilan Plan Indonesia, POKJA AMPL Nasional dan perwakilan dari pemerintah Kabupaten Sabu Rajua, Kabupaten Kupang, Kabupaten Ngada, Kabupaten Manggarai Timur dan Kabupaten Ende berfoto bersama setelah menandatangani kesepakatan implementasi STBM dalam acara Roadshow STBM yang dilaksanakan pada tanggal 25 September 2013 di Swiss Bell Inn, Kupang. Foto-foto: ©Plan Indonesia/ Herie Ferdian.
6
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
Profil Champion
1, 2014
Liputan Kegiatan
7
Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
D
Om Selli, Orang Gila STBM dari Ende
Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN): Sesi Konferensi Pararel
alam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) peran tokoh masyarakat sangat berperan dalam mempercepat proses perubahan perilaku di komunitas. Di Kabupaten Ende dikenal seorang tokoh masyarakat yang sangat peduli dengan masalah STBM. Kepeduliannya terhadap isu STBM membuat dirinya mendapat julukan “Orang Gila STBM” Pria itu bernama Marsellinus Wika atau biasa dipanggil “Om Selli”. Om Selli sehari-hari bekerja sebagai sanitarian di Puskesmas Paga Kec. Detusoko, Kabupaten Ende. Ia juga menjabat sebagai ketua Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) Kabupaten Ende. Ia mulai terlibat dalam kegiatan STBM ketika dilatih sebagai fasilitator Community Lead Total Sanitation (CLTS) di Kota Kupang pada tahun 2007 yang diselenggarakan oleh Dinkes Propinsi NTT. Sepulang pelatihan ia ditunjuk oleh Dinkes Kabupaten Ende untuk melakukan Sosialisasi CLTS tingkat kabupaten untuk para Kepala Puskesmas dan Kasi PMD Kecamatan se-Kabupaten Ende dan berhasil memicu seluruh peserta yang hadir untuk menerapkan CLTS. Bisa dikatakan beliau adalah salah seorang pelopor STBM di Kabupaten Ende. Medan perang pertama melawan tuna sanitasi (istilah beliau untuk orang yang suka buang hajat sembarangan) adalah Kecamatan Pulau Ende. Ia melatih dan terlibat dalam pemicuan bersama para kader desa secara intensif sehingga Pulae Ende yang sempat dijuluki WC terpanjang di dunia ini akhirnya mencapai status stop buang air besar sembarangan dan menjadi pembelajaran dunia untuk pendekatan STBM di kepulauan Ende. Menurut beliau, orang yang tidak melaksanakan pilarpilar dalam STBM bisa disebut tuna sanitasi yang merupakan penyakit tuna paling parah daripada
Integrasi STBM Pedesaan dan Perkotaan
S
Marsellinus Wika saat dilantik menjadi ketua HAKLI Kabupaten Ende. ©Plan Indonesia.
tuna-tuna lainnya seperti tuna rungu, tuna netra bahkan tuna susila. “Orang tuna sanitasi itu juga tuna netra, karena sudah tahu itu kebun, sawah dan hutan tapi masih juga buang hajat disitu. Orang tuna sanitasi juga tuna rungu, karena sudah tahu dilarang buang hajat di tempat terbuka tapi masih saja melakukannya. Bahkan menurutnya orang tuna sanitasi juga tuna susila karena gemar mengumbar aurat di tempat terbuka. Oleh karena itu orang-orang seperti ini harus terus diberantas!” ujarnya sambil bersemangat. Sampai saat ini ia terus berkomitmen untuk mensukseskan STBM di Kabupaten Ende. Kapan saja ia diminta datang sebagai nara sumber atau memfasilitasi proses pemicuan ia selalu siap. “Asal saya diundang, kalo tentang STBM saya pasti datang!” ujarnya. Ia berharap semakin banyak desa-desa yang menerapkan STBM secara berkelanjutan, termasuk mempertahankan status STBMnya. Peran sanitarian sebagai ujung tombak di lapangan untuk menginisiasi proses perubahan juga sangat penting, oleh karena itu tanpa kenal lelah ia selalu memotivasi rekan-rekan sanitarian yang bernaung di bawah HAKLI untuk memulai proses perubahan perilaku bersih dan sehat melalui STBM di wilayah kerjanya masing-masing. (Teks & foto-foto:
[email protected])
ejak digulirkan tahun 2005, CLTS (Community Led Total Sanitation) yang kemudian berkembang menjadi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), memberikan nuansa baru dalam pendekatan pembangunan sanitasi di Indonesia. Pendekatan ini terbukti sukses diterapkan di kawasan pedesaan di Indonesia yang memiliki masalah sanitasi khususnya buang air besar sembarangan. Untuk memperkuat gerakan ini pemerintah melalui Menteri Kesehatan mengeluarkan Kepmenkes No.852 tahun 2008 tentang strategi nasional STBM. Pendekatan STBM, khususnya pemicuan, merangsang para pelaku untuk mererapkannya di kawasan perkotaan namun dalam penerapannya, beberapa adaptasi dan innovasi strategi STBM perlu dilakukan karena menyadari bahwa komunitas perdesaan berbeda dengan perkotaan. Kebutuhan teknologi, ketersediaan lahan dan sikap individualis masyarakat kota menjadi beberapa faktor yang mengharuskan adaptasi dan innovasi tersebut mutlak diberlakukan. Dengan pengalamanpengalaman tersebut maka implemetasi Kepmenkes No.852 tahun 2008 tentang STBM perlu ditinjau kembali untuk penerapan di wilayah perkotaan. POKJA AMPL Nasional bersama Plan Indonesia mengangkat isu ini dalam Konferensi Sanitasi
dan Air Minum Nasional 2013 yang dilaksanakan pada tanggal 30 Oktober 2013 di Balai Kartini, Jakarta.
pembangunan fasilitas sanitasi akan sia-sia bila perubahan perilaku di masyarakat tidak disentuh.
Konferensi yang dihadiri oleh sekitar 3000 pemangku kepentingan air dan sanitasi ini dimoderatori oleh Dormaringan Saragih dari Win Development dan bertindak sebagai narasumber utama adalah Wilfred Purba (Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan), Wayan Darmawa (Bappeda Provinsi NTT, Ketua POKJA AMPL Provinsi), Djoko Mursito (Direktur PLP, Kementrian PU) dan Abigael Wohing Ati (Monitoring and Evaluastion Specialits, Project High Five-USAID).
Sejalan dengan itu, pembicara kedua yakni Ketua POKJA AMPL Provinsi NTT, Wayan Darmawa, dalam presentasinya memaparkan tentang pengalaman pelaksanaan STBM di Provinsi NTT khususnya terkait pengalaman dalam mengintegrasikan STBM di perdesaan dan perkotaan. Wayan menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur sanitasi di perkotaan yang dilakukan oleh Dinas PU seperti septic tank komunal, MCK Umum, bak sampah dan drainase harus diawali dengan proses pemicuan, dengan maksud menyentuh kesadaran dan perubahan perilaku masyarakat terkait sanitasi.
Wlfried Purba, presenter pertama, menyampaikan bahwa spirit STBM adalah perubahan perilaku sanitasi di masyarakat yang diawali dengan kesadaran pribadi untuk membentuk kesadaran kolektif. Wifred menambahkan bahwa
Pernyataan Wayan Darmawa juga diperkuat oleh Djoko Mursito, Direktur PLP Kemenpu dan Abigael Wohing Ati dari High Five-USAID yang banyak memaparkan pengalaman pembangunan infrastruktur sanitasi ...Halaman 8
8
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
Laporan Khusus
1, 2014
9
Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
di perkotaan. Djoko Mursito dan Abigael memandang pentingnya pendekatan STBM dalam pembangunan infrastruktur sanitasi ini untuk mendukung perubahan perilaku masyarakat perkotaan. Abigael selanjutnya menambahkan bahwa jika dalam pendekatan STBM pedesaan, pengenalan teknologi tidak dibahas dalam proses pemicuan, maka jika di perkotaan opsi teknologi perlu disampaikan pada saat pemicuan karena karakteristik lahan di perkotaan banyak yang padat dan berlahan sempit. Jamban cemplung tentu tidak akan populer jika ditawarkan di perkotaan tambah Abigael. Sesi ini ditutup dengan penegasan beberapa catatan penting oleh Dormaringan HS sebagai moderator dari hasil diskusi dan presentasi para narasumber. Catatan penting tersebut yakni adanya kebutuhan untuk melakukan peninjauan kembali Kepmenkes No. 852 tahun 2008 tentang strategi nasional STBM untuk mengakomodir penanganan sanitasi di perkotaan serta perlunya pendekatan STBM dalam strategi sanitasi perkotaan untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat perkotaan. Diharapkan rekomendasirekomendasi yang dihasilkan dalam sesi konferensi ini dapat ditindaklanjuti oleh POKJA AMPL Nasional sehingga penanganan sanitasi di pedesaan dan diperkotaan dapat diintegrasikan melalui pendekatan STBM ini. (Teks:
[email protected] & Dormaringan HS)
Setelah MDG 2015 Selesai, Lalu Apa Lagi?
dengan upaya dan investasi yang saat ini dilakukan maka kita tidak akan mencapai target tersebut. Indonesia diperkirakan bisa mencapai target 100% ODF dan jamban sehat di tiap rumah pada tahun 2070. Hal ini juga berlaku pada Cambodia dan Papua New Guinea (PNG)yang diperkirakan akan mencapai target tersebut pada sekitar tahun 2100. Selengkapnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Target sanitasi pada Post-2015 Development Agenda
K
Ketika target MDG sudah tercapai, dan ketika separuh penduduk di Asia telah memilik akses terhadap jamban sehat, lalu apa lagi? Apakah itu cukup? Apakah pemenuhan kebutuhan akan sarana sanitasi sehat yang merupakan hak asasi manusia hanya akan berhenti ketika target MDG tercapai? Tentunya akses sanitasi sehat secara universal dan menyeluruh bagi seluruh penduduk dunia adalah harapan kita semua. Inilah yang menjadi dasar dalam penyusunan usulan taget sektor air dan sanitasi pada Post-2015 Development Agenda. Pada bulan Mei 2011, WHO dan UNICEF penyelenggarakan Global Consultation Stakeholder di Berlin, Jerman. Event yang dihadiri oleh 70 profesional di bidang air dan sanitasi ini mengambil kesepakatan untuk membentuk working group atau kelompok kerja pada level global yang bertugas untuk mereview pencapaian MDG di bidang air dan sanitasi, serta mengagendakan pembangunan air dan sanitasi setelah MDG berakhir. Plan International sendiri merupakan anggota aktif dari kelompok kerja tersebut.
Grafik estimasi tahun pencapaian ODF di negara-negara Asia Tenggara
Informasi di atas mengindikasikan bahwa kita membutuhkan upaya khusus dalam rangka mempersiapkan diri untuk mencapai target 100% ODF dan jamban sehat di setiap rumah. Seperti yang dapat dilihat pada grafik di bawah, Indonesia sebagai negara yang masih menjadi “penyumbang” terbesar pelaku BABS di kawasan Asia
Salah satu usulan yang saat ini telah diajukan oleh kelompok kerja tersebut ke PBB (UN General Assembly) adalah untuk mencapai
100% Open Defecation Free (ODF) pada tahun 2025 dan seluruh orang telah memiliki jamban sehat di setiap rumah pada tahun 2030. Selain itu
juga telah diusulkan untuk tahun 2030 semua sekolah serta pusat kesehatan masyarakat menyediakan fasilitas jamban yang sehat dan mencukupi.
Tenggara dan Pasifik tentunya merupakan target utama pada pencapaian target Post-2015 Development Agenda, sehingga dukungan dari berbagai pihak internasional akan terus mengalir. Di dalam negeri sendiri kita harus dapat menjaga keberlanjutan akses sanitasi sehat yang berdasarkan JMP saat ini sudah mencapai 59%. Dengan adanya dukungan dan kerjasama yang kuat antar stakeholders tentunya target Post-2015 Development Agenda ini tidak menjadi persoalan bagi Indonesia. (
[email protected])
Dengan adanya target baru tersebut, seluruh negara-negara berkembang di Asia perlu melakukan akselerasi dalam pembangunan sanitasi. Berdasarkan data yang dipresentasikan oleh WSP pada forum Sanitation Learning Event di Bangkok pada Desember 2013, jika Indonesia melakukan pembangunan sanitasi Grafik jumlah penduduk di Asia Tenggara dan Pasifik yang masih BABS (Juta jiwa)
10
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
Gender & Inclusion
1, 2014
11
Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
Delapan Meter Jalan Rabbat untuk Lilyanti
W
anita berparas manis ini bernama Lilyanti Siki (24 tahun). Dia memiliki keterbatasan fisik karena kedua kakinya kerdil. Selama hidupnya ia tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial masyarakat, karena tidak bisa berjalan sebagaimana manusia normal pada umumnya. Menurut informasi dari orang tua dan keluarga bahwa akibat kecacatan ini karena sejak berumur 2 tahun ia terjatuh dari tempat tidur dan mengakibatkan kecacatan fisik permanen. Namun sepintas kita melihat bahwa keterbatasan ini, tidak menjadi hambatan bagi Lily, karena hampir semua pekerjaan dalam rumah seperti memasak, mencuci pakaian, mencuci piring dapat diselesaikan dengan baik, kecuali kegiatan sosial
Wonder Woman ODF dari Sanetan, Rembang
U
masyarakat karena malu dengan kondisi fisiknya yang tidak sempurna.
ntuk pertama kalinya desa di daerah Pantura (Pantai Utara) Rembang yakni Desa Sanetan mendeklarasikan diri sebagai desa ODF. Bukan sebuah hal mudah untuk mencapai status ODF bagi desa di kawasan ini karena watak dan tipikal masyarakatnya yang keras. Namun tidak ada yang mustahil bagi Siti Naomi, seorang perempuan hebat di balik kesuksesan pencapaian Desa ODF di Desa Sanetan.
Selanjutnya Lily menceriterakan bahwa, sebelum ibu dan bapak berangkat menuju kebun, terlebih dahulu mereka harus mempersiapkan segala sesuatu agar memudahkan Lily untuk menggapai, misalnya; mengisi tempat air (jerigen/ember) harus hingga penuh, memindahkan jagung dari atas loteng lumbung/ bubungan rumah ke tempat rendah, juga menyimpan peralatan makan di tempat yang mudah dijangkau Lily, dengan demikian ia bisa menggapai semuanya dengan mudah. Kami juga bertanya tentang minat Lily untuk bersekolah. Lily menjawab bahwa ia pernah bersekolah di SLB namun hanya bertahan satu minggu. Ayahnya menyarankan Lily untuk mengambil keputusan untuk keluar dari SLB karena sang ayah kebingungan Lily akan jadi apa walaupun dia sudah lulus SLB nanti. Pada saat Tim WASH Plan Indonesia melakukan kegiatan monitoring STBM di Desa Fatusene dan kami menemui Lily dengan kondisi tersebut sungguh prihatin. Banyak kendala yang Lily hadapi ketika berjalan menuju tolet. Misalnya saat musim hujan tangan, kaki, pakaian semua menjadi basah dan berlumpur karena akses
Lily pada saat sedang berjalan di atas jalan rabbat yang dibangun oleh tim WASH Plan Indonesia. ©Plan Indonesia
menuju jamban berlumpur dan bebatuan karena tidak bisa memegang payung. Kondisi inilah yang mendorong kami untuk memberikan solusi atas masalah yang ia alami, misalnya membangun sarana jalan rabbat dari rumah menuju jamban. Lily bersama orang tuanya berbesar hati untuk menerima solusi yang kami tawarkan, sehingga rencana pembuatan rabbat pun akhirnya Kami laksanakan. Secara sukarela Kami memberikan sumbangan semen sebanyak 4 zak yang di titipkan lewat pemerintah desa, batu dan pasir di tanggung oleh orang tua, tenaga kerja oleh paman di bantu bapak dan adik, pengawasan oleh pemerintah desa.
Setelah rabat selesai dibangun, Lilyanti Siki dengan mudah menjangkau jamban. Dia sangat senang karena Tim Plan sudah membantu membuatkan jalan menuju ke jamban. Hal ini memudahkannya untuk mengambil air, menggunakan jamban, mandi serta mencuci. “Terima kasih buat temanteman dari Plan yang sudah membantu saya membuatkan jalan rabat ini, sekarang jalan ke kamar mandi jadi lebih mudah bagi saya.” ujarnya. (Teks & foto-foto: Tethy.Vestu@ Plan-International.org)
Siti Naomi, yang biasa dipanggil Mbak Naomi merupakan seorang ibu rumah tangga biasa sama seperti ibu-ibu di desa lainnya, namun semangatnya dalam mengkampanyekan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat menjadikan dirinya sedikit berbeda dengan ibu-ibu pada umumnya. Keberhasilan Desa Sanetan mencapai Desa ODF merupakan hasil advokasi dirinya selama ini kepada pihak pemerintah desa dan masyarakat. Naomi berhasil mendobrak kerasnya watak masyarakat di wilayah Pantura ini hingga akhirnya Desa Sanetan menjadi salah satu desa yang mendeklarasikan sebagai Desa ODF. Selain itu Naomi juga menjadi aktor utama dalam
penyelenggaraan Deklarasi 11 Desa ODF yang kebetulan dilaksanakan di Desa Sanetan. Naomi terlibat dari mulai perencanaan, pengorganisasian hingga pelaksanaan acara deklarasi yang dihadiri oleh Bupati Rembang ini. “Mudah mudahan deklarasi 11 Desa ODF ini bisa memicu desa lainnya khususnya yang ada di Kecamatan Sluke untuk ikut berubah dan bergabung dengan desa-desa yang lebih dulu mendeklarasikan ODF” ujar ibu yang dijuluki wonder woman karena kegigihannya dalam mengkampanyekan STBM ini. (Teks & foto:
[email protected])
12
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
Kisah Lapangan
1, 2014
13
Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
P
Semangat Sumpah Pemuda dalam Pelaksanaan STBM di Ngada
ada tanggal 28 Oktober 2013 Plan Indonesia bekerja sama dengan POKJA AMPL Kabupaten Ngada melakukan Roadshow STBM di Kabupaten Ngada di Aula Kantor Bappeda Ngada. Tampil sebagai narasumber sekaligus sebagai fasilitator dalam acara ini adalah Nugroho Tomo dan Purwowidi Astando dari SPEAK-YPCII, Merlin dari Pokja AMPL Propinsi NTT dan Yohakim Ndeo dari POKJA AMPL Kabupaten Lembata. Acara yang jatuh pada Hari Sumpah Pemuda ini diisi oleh adanya penyusunan rencana tindak lanjut kegiatan STBM oleh 4 Puskesmas di 3 Kecamatan di Kabupaten Ngada. Puskesmas-puskesmas tersebut adalah Puskesmas Soa di Kecamatan Soa, Puskesmas Golewa di Kecamatan Golewa dan Puskesmas Kota Bajawa serta Puskesmas Surisina di Kecamatan Bajawa. Spirit sumpah pemuda ternyata benar-benar diterapkan oleh 2 puskesmas di Kecamatan Bajawa yakni Puskesmas Kota Bajawa dan Puskesmas Surisina. Selang waktu 2 minggu setelah penyusunan rencana tindak lanjut STBM pada tanggal 28 Oktober itu, kedua puskesmas
ini langsung melaksanakan “sumpah”nya yakni melakukan sosialisasi STBM di tingkat kecamatan dengan menghadirkan 9 desa dan 8 kelurahan di Kecamatan Bajawa. Acara sosialisasi ini terlaksana berkat inisiatif Agung Artanaya (Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Ngada) dan Petrus Kanisius Soro (Sekreratis Kecamatan Bajawa). Hasilnya cukup menggembirakan. Tepat setelah kegiatan sosialisasi STBM dilaksanakan, pemerintah Kecamatan Bajawa langsung membentuk Tim STBM Kecamatan yang diketuai oleh Camat Bajawa. Agung Artaynaya menjelaskan bahwa kegiatan sosialisasi ini penting untuk dilaksanakan karena sudah menjadi komitmen yang disepakati dalam Roadshow STBM yang dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober lalu. “Soal biaya tidak jadi persoalan bagi kami, karena kami bisa menggunakan dana BOK untuk pertemuan sosialisasi ini.” ujarnya Agung melanjutkan bahwa untuk pendanaan kegiatan STBM pemerintah tidak bisa bergantung terus kepada
LSM seperti Plan Indonesia. Pemerintah harus mandiri karena memang sudah menjadi komitmen pemerintah khususnya POKJA AMPL untuk terus mengkampanyekan pola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat. “Untuk tahap awal pelaksanaan STBM ini, kami masih banyak kekurangan, masih banyak pemerintah yang masih belum paham tentang konsep STBM sehingga masih perlu pendampingan dari Plan Indonesia. Kalo soal komitmen, kami tentu sudah siap. Itu memang sudah tugas Kami.” pungkasnya. (Teks & foto: Yohannes.Joman@ Plan-International.org)
Melalui DPKM Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua
Gencar Melakukan Kampanye STBM
S
abu Raijua dulu berbeda dengan sekarang. Kalimat itu kiranya bisa menggambarkan perubahan besar yang telah dilakukan Sabu Raijua salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam pertanian misalnya produksi bawang merah di Kabupaten Sabu Raijua dikatakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, dalam satu tahun setidaknya para petani jagung di Kabupaten Sabu Raijua bisa panen hingga 3 kali.
DPKM sendiri, merupakan lembaga non-struktural yang ada mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa.
Bukan hanya itu saja, untuk menambah debit sumber mata air yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan sektor pertanian, perternakan dan konsumsi masyarakat kini juga telah tersedia sejumlah titik embung sebagai upaya penangkapan air hujan yang tersebar di Kabupaten Sabu Raijua.
Menurut Marthen, dukungan pihaknya terhadap program STBM Plan Indonesia ini bukan sematamata untuk meningkatkan kondisi sanitasi yang berdampak pada membaiknya derajat kesehatan masyarakat Sabu saja, melainkan dukungan ini juga karena visi dan misi program STBM yang sejalan dengan program pembangunan di Kabupaten Sabu.
Perubahan ini memang bukanlah hal mudah, namun dengan optimism yang kuat dari pemerintah Kabupaten termasuk juga dari Bupati Sabu, Marthen L.Dira Tome maka hal tersebut menjadi mungkin dilakukan.
Komitmen pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dalam membangun kondisi sanitasi dan lingkungan ke arah lebih baik memang tidak perlu diragukan lagi. Faktanya, Kabupaten Sabu merupakan Kabupaten pertama yang mendukung program STBM Plan Indonesia.
“Dukungan kami ini semata-mata atas kesadaran akan tanggung jawab untuk memperbaiki kondisi demi membebaskan masyarakat dari kebiasaan BABS,” ujar Marthen.
Semangat Marthen merubah Kabupaten Sabu Raijua sebagai Kabupaten yang asri, hijau dan bersih ini ternyata membutuhkan perjuangan, maka dari itu tidak heran bila banyak upaya pelestarian dan perbaikan kondisi dalam sektor sanitasi dan air minum yang juga turut dia benahi.
Menurut Marthen, melalui DPKM pemerintah akan terus mengkampanyekan STBM di tingkat Kabupaten hingga di tingkat desa dan berharap dengan gencarnya kampanye yang dilakukan oleh pemerintah Kabuaten Sabu maka derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Sabu akan meningkat khususnya terkait kesehatan berbasis lingkungan.
Di bidang sanitasi contohnya, Marthen adalah pihak paling semangat untuk mewujudkan Kabupaten Sabu Raijua untuk terbebas dari praktek Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Dia bertekad pada 2015 tepatnya saat akhir masa kepemimpinannya seluruh masyarakat Kabupaten Sabu Raijua harus sudah memiliki jamban layak, sehingga seluruh masyarakat tidak lagi melakukan BABS.
(Teks & foto:
[email protected])
Hal lain yang dilakukan dalam meningkatkan kondisi sanitasi Pemerintah Sabu juga membentuk wadah pembangunan kesehatan yang dikenal dengan Dewan Peduli Kesehatan Masyarakat (DPKM).
14 NEWSLETTER kabar STBM, Edisi 1, 2014
Liputan Kegiatan
Partisipasi Anak
15
Water, Sanitation and Hygiene (WASH) - Plan Indonesia
Dewi, Relawan Cilik STBM dari Timor Tengah Selatan
Kabupaten Kupang Rayakan HCTPS dengan Meriah Menurut Ayub Titu Eki, kebiasaan cuci tangan pakai sabun harus ditularkan kepada seluruh keluarga yang ada di Indonesia, terutama di wilayahnya Kupang. Sebab, perilaku ini telah terbukti sebagai salah satu cara mudah untuk menjaga kesehatan. “Selain itu cuci tangan pakai sabun juga telah tebukti efektif dalam mengurangi penyebaran wabah penyakit,” tuturnya.
P
Kemudian, Ayub Titu Eki menambahkan, momentum perayaan HCTPS ini juga merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Kupang untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Maka dari itu, pada kesempatan ini Ayub menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk rajin melakukan kegiatan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) setidaknya sebelum dan sesudah melakukan kegiatan seperti sehabis buang air besar dan kecil maupun sebelum makan.
Salah satu perwakilan guru mengatakan bahwa para siswa ini merupakan perwakilan dari 23 Sekolah Dasar dari kecamatan terdekat yang akan mengikuti perayaan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia yang akan dirayakan di SD Naibonat pada hari ini tanggal 16 Oktober 2013.
Lebih lanjut, Ayub Titu Eki mengungkapkan perayaan ini juga dilakukan untuk meningkatkan komitmen semua pihak dalam membangunan kondisi sanitasi di Kabupaten Kupang terutama dalam menjalan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Kupang kerja sama dengan Plan Indonesia. “Dengan makin kuatnya sinergi yang terjalin antar semua pihak ini diharapkan kedepannya pelaksanaan program sanitasi lingkungan yang ada di instansi/badan lembaga pada Kabupaten Kupang dapat berjalan lebih baik, sehingga bisa mendapatkan hasil yang optimal untuk meningkatkan kondisi sanitasi diwilayah ini,” pungkasnya.
agi itu, suasana di Sekolah Dasar Inpres Naibonat, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang begitu berbeda dari biasanya. Betapa tidak, dari kejauhan sejumlah umbul-umbul bertuliskan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (HCTPS) terlihat menghiasi halaman sekolah. Selain itu, sebuah tenda besar lengkap dengan bangku juga terlihat telah rapih terpasang di lapangan sekolah. Ratusan siswa SD berseragam lengkap dengan topi dan dasi pun sudah berbaris rapi di lapangan tersebut.
(Teks & foto-foto:
[email protected])
Bukan hanya dihadiri oleh para siswa dan guru saja, acara ini juga akan dihadiri oleh para Kepala Dinas, Kepala Kantor, Kepala Satuan Kerja Perangkat Desa (SKPD), perwakilan TNI, Polri dan juga Bupati Kabupaten Kupang, Ayub Titu Eki. Dalam sambutannya, Bupati Kupang mengatakan bahwa perayaan HCTPS dilaksanakan untuk memperingati HCTPS se-dunia yang tiap tahunnya selalu dirayakan. “Tetapi, hal terpenting dari perayaan ini ialah untuk dijadikan ajang edukasi masyarakat Kupang akan pentingnya menjaga kesehatan melalui cuci tangan pakai sabun,” katanya.
Bupati Kupang Ayub Titu Eki (kanan) dan para jajaran pemerintah sedang mempraktikan cuci tangan pakai sabun dengan menggunakan Tippy Tap dalam perayaan HCTPS di Kabupaten Kupang.
S
ebagai lembaga kemuanusiaan yang berpusat pada anak Plan Indonesia selalu mendorong partisipasi anak dalam setiap program yang dilaksanakannya. Salah satu yang menjadi perhatian Plan adalah membangun sebuah kondisi di mana suara anak didengar oleh semua pihak. Dengan kondisi itu, anak-anak akan semakin berdaya dan semakin aktif untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Plan Indonesia mengimplementasikan proyek STBM atas dukungan Pemerintah Kedutaan Belanda. Proyek itu menerapkan lima pilar STBM yang harus diimplementasikan oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan warga melalui penyehatan lingkungan. Selain melibatkan pemerintah setempat dan warga sampai ke tingkat rumah tangga, Plan Indonesia juga mendorong anak-anak setempat untuk berpartisipasi. Salah satunya adalah Dewi (12 tahun), Ketua Relawan Cilik STBM di Kabupaten TTS. Dia sangat senang karena mendapat kepercayaan dari teman-temannya untuk memimpin kelompok relawan di desa tempat dia tinggal. Selain memimpin teman-teman, Dewi juga bertugas mengisi buku monitoring STBM yang telah disiapkan. Monitoring STBM yang dilakukan kali ini adalah monitoring yang ketiga kali dan merupakan monitoring yang pertama dalam tahun 2013. Meskipun harus masuk keluar rumah warga akan tetapi anak-anak tetap terlihat ceria dalam melakukan monitoring Dewi, ketua relawan cilik di salah satu desa di Kabupaten TTS sedang menunjukkan stiker yang akan ditempelkan ke rumah warga yang sudah menerapkan 5 pilar STBM.
Dewi bersama relawan cilik lainnya sedang menerima pengarahan dari kader STBM desa sebelum melakukan monitoring penerapan 5 pilar STBM. ©Plan Indonesia.
STBM. Rumah warga yang sudah menerapkan 5 pliar STBM, akan dilabeli stiker yang bertuliskan Generasi Sehat Sadar STBM. Hal ini untuk memicu warga lainnya agar sama-sama menerapkan 5 pilar STBM dengan konsisten. Bapak Indra Djo yang merupakan ayah dari Dewi, merasa senang ketika anaknya menjadi pemimpin bagi anak-anak untuk monitoring 5 Pilar STBM. ”Dewi kalo sudah pulang ke rumah selalu mengingatkan kita sekeluarga tentang 5 Pilar STBM. Menurut saya dengan adanya 5 Pilar STBM sangat bagus untuk generasi kita di masa depan.” kata Bapak Indra yang bekerja sebagai petani ini. “Saya sangat senang karena mendapat kesempatan untuk memimpin teman-teman relawan cilik di desa kami, sehingga kita bisa memeriksa kelengkapan 5 Pilar STBM di rumah warga,” kata Dewi yang duduk di bangku kelas VI SD ini. Berkat monitoring yang dilakukan selama ini oleh Dewi dan relawan cilik lainnya, desa tempat tinggal Dewi sudah dinyatakan sebagai desa STBM berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan tim verifikator dari Kabupaten TTS pada 2012 lalu. Semoga apa yang dilakukan Dewi selama ini menjadi inspirasi bagi anak-anak yang lain dalam berpartisipasi dalam mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat melalui STBM. (Teks & foto:
[email protected])
16
NEWSLETTER
kabar STBM, Edisi
Profil Champion
1, 2014
Pejuang Sanitasi dari Manggarai Timur
C
tugas yang diberikan dikerjakan setengah-setengah, sehingga tidak memperoleh hasil maskimal,” terangnya.
Ramah dan bertanggung juga begitu terasa saat bercengkrama dengan pria berkacamata ini. Maka dari itu, tidak heran bila Jamil kerap dinilai sebagai sosok pemimpin yang amanah dan menyenangkan dimata para anggotanya.
Selain itu, dalam meningkatkan kondisi kesehatan di wilayah Manggarai Timur, Jamil juga diketahui kerap menjalin kerjasama dengan berbagai program pembangunan kesehatan dan sanitasi yang ada di wilayahnya. Contohnya saat ini Jamil sedang membantu program STBM yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur kerja sama dengan Plan Indonesia.
erdas dan bersahaja rasanya dua kata tersebut sangat sesuai untuk menggambarkan sosok Jamil, lelaki paruh baya yang kini menjabat sebagai pimpinan Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) Kabupaten Manggarai Timur.
Sejak HAKLI Manggarai Timur pertama kali dibentuk, Jamil memang telah diberikan tanggung jawab yang besar sebagai ketua yang harus membesarkan organisasi dan anggotanya. Hal ini tentunya tidak mudah, namun dengan semangat pantang menyerah yang selalu dia terapkan maka wajar bila akhirnya kini HAKLI Manggarai Timur dapat diakui keberadaannya. Bukan hanya dikenal sebagai pemimpin yang peduli kepada para anggotanya saja, Jamil juga diketahui kerap memberikan semangat bagi para sanitarian. Jamil mengatakan, dalam menjalankan tugas para sanitarian harus selalu profesional. “Sanitarian harus menjalankan tugas sesuai dengan tupoksi, jangan sampai
Menurut Jamil, program STBM ini merupakan program yang tepat bagi para sanitarian. Pasalnya, program ini memberikan porsi dan peran yang sangat penting bagi para sanitarian untuk berkontribusi di dalam menggembangkan kondisi kesehatan dan sanitasi di daerahnya. “Melalui program STBM ini diharapkan kedepannya angka kesehatan masyarakat dapat semakin meningkat dan kondisi sanitasi juga dapat lebih berkembang ke arah lebih baik,” paparnya.
Newsletter Kabar STBM merupakan media informasi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang diterbitkan tri wulanan kerja sama antara Plan Indonesia dengan Australian Aid. Redaksi menerima tulisan berita yang terkait STBM. Kirimkan tulisan Anda ke herie.ferdian@ plan-international.org dengan panjang tulisan antara 400-500 kata dengan dilengkapi foto pendukung berita dengan kapasitas 1-1,5 MB format jpg. Tulisan terpilih akan dimuat di newsletter Kabar STBM edisi selanjutnya.
Jamil menerangkan, bahwa keberadaan program STBM ini tidak lain karena kondisi sanitasi dan kesehatan di wilayah tersebut belum berjalan optimal. Masih banyak masyarakat Manggarai Timur yang sakit akibat penyakit berbasis lingkungan, salah satunya seperti diare. Dengan tekad memperbaiki kondisi yang belum optimal inilah, Jamil dan para sanitarian yang tergabung dalam HAKLI berkomitmen penuh untuk membantu program STBM Plan Indonesia. Adapun, bentuk bantuan yang diberikan yaitu dengan menghimpun data-data penting terkait kondisi sanitasi yang diambil dari puskemas masing-masing daerah, misalnya saja memberikan data pemilik jamban sehat atau data kejadian diare. “Dengan bantuan kami ini, saya berharap program STBM Plan Indonesia dapat berjalan maksimal, sehingga kedepannya angka kesehatan di wilayah kami ini dapat semakin membaik. Dengan program ini saya juga berharap semakin banyak lagi masyarakat yang terpicu untuk melakukan pola hidup bersih dan sehat,” terangnya. (Teks & foto-foto: Robertus.Rio@ Plan-International.org)
Plan Indonesia
Menara Duta Building 2nd & 6th Floor Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12910 Indonesia T. +62-21-5229566 F. +62-21-5229571 www.plan-indonesia.org