KEJURUSITAAN Oleh: Drs. H. MASRUM M NOOR, M.H (Hakim Tinggi PTA Banten)
A. DASAR HUKUM EKSISTENSI JURUSITA 1. Pasal 38 UU no 7/1989: Pada setiap pengadilan ditetapkan adanya Juru Sita dan Juru Sita Pengganti. 2. Pasal 39 (1) UU no. 7/1989: Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Warga negara Indeonesia b. Beragama islam c. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa d. Setia kepada Pancasila dan UUD 1945 e. Berijazah serendah-rendahnyasekolah lanjutan tingkat atas f. Berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Juru Sita Pengganti 3. Pasal 39 (2) UU no. 7/89: Untuk dapat diangkat menjadi Juru Sita Pengganti, seorang calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a,b,c,d dan e; b. Berpengalaman sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai pegawai negeri pada Pengadilan Agama
B. TUGAS JURU SITA 1. Pasal 103 (1) UU no. 7/1989: Juru Sita bertugas: a. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh Ketua sidang; b. Menyampaikan
pengumuman-pengumuman,
teguran-teguran,
dan
pemberitahuan penetapan atau putusan Pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan Undang-Undang. c. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan (Hakim) 1
d. Membuat Berita Acara Penyitaan yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Pasal 103 (2) UU no. 7/1989: Juru Sita berwenang melakukan tugasnya di daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan. 3. Ketentuan labih lanjut mengenai pelaksanaan tugas Juru Sita diatur oleh Mahkamah Agung. 4. Pasal 5 Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI no. KMA/055/BK/X/1996: Juru Sita juga bertugas: -
Melakukan pemanggilan,
-
Melakukan tugas pelaksanaan putusan pengadilan yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan,
-
Membuat Berita Acara pelaksanaan putusan yang salinan resminya disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
-
Melakukan penawaran pembayaran uang dan membuat Berita Acara Penawaran Pembayaran Uang dengan menyebutkan jumlah dan uraian jenis mata uang yang ditawarkan (konsignasi).
5. Pasal 36 (3) UU no. 4/2004: Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan. 6. Pasal 36 (4) UU no.4/2004: Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.
C. PEMANGGILAN DAN PEMBERITAHUAN 1. Pasal 388 HIR/716 RBG: Pengertian panggilan meliputi: a. Panggilan sidang pertama kepada Penggugat dan Tergugat b. Panggilan sidang lanjutan kepada pihak yang tidak hadir c. Panggilan kepada saksi yang diperlukan atas permintaan salah satu pihak atau saksi yang oleh pengadilan diperintahkan untuk didengar keterangannya (pasal 139 HIR/165 RBG) d. Pemberitahuan putusan PA, PTA dan MA 2
e. Pemberitahuan permintaan banding kepada Pembanding f. Pemberitahuan memori banding dan kontra memori banding dan g. Pemberitahuan permintaan kasasi danmemori kasasi kepada termohon kasasi 2. Pemanggilan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua/Ketua majlis/Hakim (pasal 121 (1) HIR/145 (1) RBG). 3. Pemanggilan dan pemberitahuan harus dilakukan oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti (pasal 388 HIR/716 RBG). 4. Tiap-tiap eksploit (surat panggilan atau surat pemberitahuan atau relass) harus disampaikan langsung kepada orang yang bersangkutan sendiri di tempat diamnya atau tempat tinggalnya dan jika tidak dijumpai disitu kepada kepala desanya, kecuali orang tersebut telah meninggal dunia atau tidak diketahui tempat diamnya atau tinggalnya dan orang-orang yang tidak dikenal (pasal 390 (1)HIR/718 (1) RBG). 5. Jika orang yang dimaksud telah meninggal, maka surat Juru Sita tersebut disampaikan kepada ahli warisnya (pasal 390 (2) HIR/718 (2) RBG). 6. Jika orang yang dimaksud tidak diketahui tempat berdiam atau tinggalnya atau tidak dikenal, maka surat Juru Sita tersebut disampaikan kepada Bupati yang mewilayahinya dan Bupati tersebut memaklumkan surat Juru Sita itu dengan menempelkannya pada pintu umum kamar persidangan dari hakim yang berhak itu (pasal 390 (3) HIR/718(3) RBG). 7. Pada panggilan sidang pertama untuk Tergugat harus disertai penyerahan sehelai salinan surat gugat dan pemberitahuan kepadanya, bahwa ia dapat mengajukan jawaban tertulis dimuka sidang serta membawa saksi-saksi yang akan mereka ajukan (pasal 121 (1) dan (2) HIR/145 (1) dan (2) RBG). 8. Jarak waktu antara pemanggilan dan hari sidang tidak boleh kurang dari tiga hari sidang (pasal 122 HIR/146 RBG dan pasal 26 (4) PP no. 9/1975). 9. Hari (waktu melakukan) pemanggilan, hari sidang dan hari libur tidak dihitung sebagai tenggang waktu ( pasal 391 HIR/719 RBG). 10. Khusus panggilan Tergugat yang tidak diketahui alamatnya dalam perkara perceraian dilaksanakan menurut pasal 27 PP no. 9/1975:
Menempelkan gugatan pada papan pengumuman di pengadilan,
3
Mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh pengadilan,
Pengumuman melalui mass media tersebut dilakukan sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua,
Tenggang waktu antara penggilan terakhir dengan persidangan sekurangkurangnya tiga bulan.
11. Apabila Tergugat
bertempat
kediaman di
luar
negeri,
panggilan
disampaikan melalui perwakilan RI/konsulat jendreral RI setempat (pasal 28 PP no. 9/1975).
D. PENYITAAN 1. Sita Revindikasi (sita hak milik): Upaya pemilik barang atau orang yang merasa sebagai pemilik barang untuk menuntut kembali barang miliknya yang dikuasai orang lain secara tidak sah. Sita ini hanya khusus terhadap barang bergerak milik Penggugat yang dikuasai oleh Tergugat tanpa hak. (pasal 226 HIR/260 RBG dan pasal 1977, 1751 dan 1145 KUH Perdata). Tujuan sita ini untuk menjamin suatu hak kebendaan dari Pemohon, bukan untuk menjamin suatu tagihan uang. 2. Sita Konservasi (sita jaminan): Menyita milik Tergugat untuk memenuhi hak bagi yang mengajukan permohonan sita. Obyek sita jaminan ini meliputi barang bergerak dan barang tidak bergerak baik barang berwujud maupun tidak berwujud. Sita ini bertujuan untuk menjamin gugatan Penggugat tidak illussoir (hampa) pada saat putusann atas perkaranya dieksekusi. Sita ini merupakan perampasan atas harta sengketa atau harta kekayaan Tergugat. (pasal 227 HIR/261 RBG dan pasal 197 (9), 199 HIR/212, 214 RBG) 3. Sita Marital (sita harta bersama): Sita yang diletakkan khusus atas harta bersama suami isteri baik yang berada ditangan suami atau isteri apabila terjadi perceraian atau dalam perkara pembagian harta bersama secara langsung. Tujuan sita ini adalah untuk membekukan harta bersama suami isteri agar tidak berpindah ke tangan 4
pihak ketiga. Sita ini tidak boleh dijalankan secara sebagian-sebagian. (pasal 823 Rv dan pasal 24 (2) huruf c PP no. 9/1975). 4. Sita Eksekusi: Sita yang diletakkan atas barang-barang yang tercantum dalam amar putusan yang telah mempunyai kekyatan hukum tetap, yang mana barang-barang tersebut tidak dapat dieksekusi secara langsung melainkan harus melalui pelelangan (197 HIR/208 RBG)
E. PELAKSANAAN SITA: 1. Melaksanakan sita berdasarkan penetapan pengadilan (pasal 197 (1) HIR) 2. Yang berwenang melaksanakan sita adalan Panitera atau Juru Sita atau Juru Sita Pengganti dan dipimpin oleh Ketua Pengadilan (pasal 197 (2) HIR, pasal 36 (2) UU no., 4/2004 dan pasal 38 jo pasal 103 UU no. 7/1989) 3. Dibantu dan disaksikan oleh 2 orang saksi yang memenuhi syarat; warga negara RI, berumur minimal 21 tahun dan dikenal serta dapat dipercaya (pasal 210 (2) RBG) 4. Sebelum melaksanakan sita sebaiknya memberi tahu kepada Kepala Desa/Lurah setempat 5. Juru Sita datang ke lokasi barang yang akan diletakkan sita dan memberitahukan maksud kedatangannya kepada Termohon sita (pasal 197 (5) dan (9) HIR) 6. Juru Sita meneliti obyek yang akan diletakkan sita tentang macamnya, jenisnya, jumlahnya, ukurannya dan lain-lain identitas obyek sita secara rinci 7. Juru sita membuat Berita Acara Sita yang isinya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Nomor, tanggal, bulan dan tahun surat penetapan perintah sita dari pengadilan b. Hari, tanggal, bulan dan tahun serta jam pelaksanaan sita c. Nama, umur,pekerjaan dan tempat tinggal saksi-saksi d. Daftar barang yang disita meliputi macamnya, jenisnya, jumlahnya, ukurannya dan identitas lainnya barang yang disita e. Jika Termohon sita hadir saat penyitaan harus dibuat penjelasan, bahwa berita acara sita dibuat dihadapannya 5
f. Jika Termohon sita tdak hadir, harus ada penjelasan tentang ketidak hadirannya juga harus ada pernyataan, bahwa berita acara diberitahukan kepadanya g. Berita acara sita harus ditanda tangani oleh Juru Sita dan Saksi-saksi dan sebaiknya juga ditanda tangani Termohon sita, Ketua/Ketua Majlis Hakim dan Kepala Desa/Lurah untuk diumumkan seluas mungkin (pasal 213 (2) RBG) 8. Penjagaan barang sitaan diserahkan kepada si Tersita atau dipindahkan ke tempat lain yang lebih aman (pasal 212 RBG) 9. Mendaftarkan Berita Acara Sita untuk diumumkan kepada kantor yang berwenang (pasal 198 HIR): a. Barang sitaan berupa tanah yang telah bersertifikat didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional b. Barang sitaan berupa tanah yang belum bersertifikat didaftarkan kepada Kepala Desa/Lurah c. Barang sitaan berupa kendaraan bermotor/mobil didaftarkan di Kepolisian setempat.
F. E K S E K U S I (PELAKSANAAN PUTUSAN HAKIM): Yaitu melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Eksekusi merupakan proses terakhir dari keseluruhan proses berperkara di pengadilan 1. Ketentuan pokok tentang eksekusi perkara perdata di ataur dalam pasal 195 – 205 dan 224 HIR atau pasal 206 – 240 dan 258 RBG sebagai berikut: a. Eksekusi dijalankan oleh pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara dan dipimpin oleh ketua pengadilan tsb (pasal 195 (1) HIR) b. Jika obyek eksekusi berada diluar daerah hukum pengadilan yang memutus, maka ketua pengadilan tersebut meminta bantuan kepada ketua pengadilan yang berhak (pasal 195 (2) HIR) c. Ketua pengadilan yang dimintai bantuan harus melaksanakan sita delegasi tersebut dalam dua kali dua puluh empat jam dan melaporkan
6
hasilnya kepada pengadilan yang memeriksa perkara/ yang meminta bantuan (pasal 195 (5) HIR) d. Perlawanan atas eksekusi diajukan kepada pengadilan yang menjalankan eksekusi (pasal 195 (6) HIR) e. Pengadilan pelaksana eksekusi yang memeriksa perlawanan eksekusi harus melaporkan keputusannya kepada pengadilan yang meminta bantuan itu (pasal 195 (7) HIR) f. Setelah diterima permohonan eksekusi baik secara lesan maupun dengan surat, Ketua Pengadilan menyuruh Juru sita memanggil pihak yang dikalahkan (Termohon eksekusi) untuk memperingatkan supaya ia memenuhi putusan dalam tempo selama-lamanya delapan hari (pasal 196 HIR); dengan menerbitkan penetapan untuk aanmaning oleh ketua g. Jika setelah lewat tempo delapan hari termohon eksekusi tetap tidak melaksanakan putusan atau jika Termohon eksekusi tidak datang menghadap pada saat peringatan (aanmaning), Ketua menerbitkan penetapan perintah eksekusi (pasal 197 (1) HIR); (untuk eksekusi riil berupa penetapan perintah eksekusi dan untuk eksekusi pembayaran uang berupa penetapan perintah sita eksekusi) dan Apabila Panitera atau juru sita berhalangan dapat digantikan oleh seorang yang cakap dan dapat dipercaya (pasal 197 (3) HIR) h. Pasal-pasal selanjutnya hingga pasal 205 HIR mengatur tentang tata cara sita eksekusi sebagai mana tata cara sita revindikasi dan konservasi 2. Eksekusi riil: (pasal 200 (11) HIR/218 (2) RBG dan pasal 1033 RV) a. Obyeknya berupa benda yang tidak bergerak (tanah, rumah, gedung dsbnya) b. Pihak yang kalah dihukum meninggalkan obyek eksekusi dalam keadaan kosong untuk diserahkan dan dikuasai oleh pihak yang menang c. Yang termasuk harus meninggalkan obyek eksekusi ialah diri tereksekusi, keluarganya dan segala harta benda miliknya d. Eksekusi pengosongan harus diberitahukan kepada tereksekusi e. Sebaiknya tereksekusi hadir, tetapi ketidak hadirannya tidak menghalangi eksekusi pengosongan f. Penempatan barang pengosongan; 7
Ditempatkan di tempat yang patut tempat penyimpanan disetujui pemerintah setempat (camat kepala desa) memberitahu polisi atau kepala desa untuk menghindari pencurian 3. Tahapan eksekusi riil: Permohonan pihak yang menang/Pemohon eksekusi (196 HIR/207 RBG), Penaksiran biaya eksekusi, Mengeluarkan surat penetapan memanggil untuk aanmaning, Juru Sita memanggil Termohon Eksekusi untuk aanmaning, Melaksanakan peringatan (aanmaning); (196 HIR/207 RBG) Menyelenggarakan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua, Panitera dan pihak yang kalah, Memberikan peringatan atau teguran supaya ia menjalankan putusan hakim dalam waktu 8 hari, Membuat berita acara aanmaning dengan mencatat semua peristiwa yang terjadi dalam sidang tersebut, Mengeluarkan perintah eksekusi; (197(1) HIR/208 (1) RBG, Perintah eksekusi berupa penetapan Perintah ditujukan kepada Panitera atau Juru Sita yang namanya disebut dengan jelas Harus menyebut dengan jelas nomor perkara yang hendak dieksekusi Menyebut dengan jelas obyek barang yang hendak dieksekusi Perintah agar sksekusi dilaksanakan di tempat letak barang dan tidak boleh di belakang meja Isi perintah eksekusi supaya dilaksanakan sesuai dengan amar putusan Pelaksanaan Eksekusi riil; (197 HIR/209 RBG) Panitera/Juru Sita datang di tempat letak obyek eksekusi didampingi 2 orang saksi yang berumur 21 tahun, jujur dan dapat dipercaya yang berfungsi membantu Panitera atau Juru Sita 8
Panitera/Juru Sita membuat Berita Acara Eksekusi (197 (5) HIR/209 (4) RBG) yang memuat: Jenis barang-barang yang dieksekusi, Letak, ukuran dan luas barang tetap yang dieksekusi, Hadir tidaknya pihak yang tereksekusi, Penegasan dan keterangan pengawasan barang Penjelasan non bavinding, bagi yang tidak sesuai dengan amar putusan, Penjelasan dapat dan tidaknya eksekusi dijalankan, Mencantumkan
hari,
tanggal,
tahun
dan
jam
pelaksanaan eksekusi, Berita Acara eksekusi ditanda tangani oleh Panitera/Juru Sita, dua orang saksi, Kepala Desa dan Tereksekusi (jika hadir) (197 (6) HIR/210(1) RBG), Memberitahukan isi Berita Acara Eksekusi kepada Termohon eksekusi, jika Tereksekusi hadir atau di tempat tinggalnya, jika Tereksekusi tidak hadir pada saat eksekusi dilaksanakan (209 RBG), Pemberitahuan
isi
Berta
Acara
Eksekusi
dapat
dilakukan dengan memberikan salinan berita acara eksekusi atau foto copynya.
Yang termasuk eksekusi riil: Penyerahan barang, Pengosongan, Pembongkaran, Melakukan suatu perbuatan tertentu
3. Eksekusi Riil dapat dinilai dengan uang: (225 HIR/259 RBG) a. Pihak yang menang mengajukan permohonan tentang peralihan penggantian
obyek eksekusi dari melksanakan perbuatan tertentu
menjadi sejumlah uang kepda Ketua Pengadilan. (bentuk contentious) b. Pengajuan dilakukan setelah dilampaui tenggang aamaning tetapi Termohon eksekusi tetap tidak melaksanakan secara suka rela
9
c. Pemohon eksekusi (Penggugat dalam perkara peralihan menjadi sejumlah uang) menyebut dengan jelas jumlah uang pengganti d. Ketua memanggil Termohon eksekusi (Tergugat dalaam perkara peralihan menjadi sejumlah uang) untuk diperiksa dalam persidangan (insidentil)
yang
khusus
diadakan
untuk
penggantian
tersebut
(persidangan khusus/istimewa) e. Pihak tereksekusi seolah-olah berubah statusnya sebagai debitur (259 (2) RBG) f. Cara pemeriksaan seperti sidang biasa, akan tetapi tidak memerlukan jawab menjawab, dengan pemeriksaan sekitar; tentang keengganan memenuhi pelaksanaan perbuatan yang dihukjumkan kepadanya dan tentang jumlah nilai uang pengganti yang diajukan. g. Apabila Ketua mengabulkan permohonan penggantian tersebut, maka menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi:
menghukum Tergugat untuk membayar sejumlah uang kepada Penggugat,
amar ini sebagai pengganti (substitusi) amar terdahulu (menghukum Tergugat melakukan suatu perbuatan....)
4. Eksekusi Pembayaran sejumlah uang: a. Aanmaning; Dengan tahapan sama dengan aanmaning pada eksekusi riil b. Sita Eksekusi; Ketua mengeluarkan penetapan sita eksekusi, kecuali jika atas obyek eksekusi telah diletakkan sita jaminan (CB) Jika telah diletakkan sita jaminan (CB), maka CB tersebut langsung berubah statusnya menjadi sita eksekusi Seluruh ketentuan dan tata cara sita jaminan (CB) berlaku terhadap sita eksekusi c. Ketua mengeluarkan penetapan perintah lelang d. Penjualan lelang Melaksanakan lelang sesuai Peraturan Lelang Stb.1908 nomor 189 bersambung dengan Stb.1940 nomor 56.
10
5. Pendelegasian Eksekusi (195 HIR/206 RBG) a. Ketua pengadilan yang memutus setelah menerima permohonan eksekusi membuat surat penetapan perintah eksekusi (bagi eksekusi riil) atau surat penetapan perintah sita eksekusi (bagi eksekusi pembayaran uang) kepada
Panitera/Juru
Sita
pengadilan
yang
memutus
melalui
Panitera/Juru Sita pengadilan letak obyek yang akan dieksekusi b. Panitera/Juru Sita pengadilan yang memutus meminta bantuan kepada Ketua Pengadilan letak obyek eksekusi untuk melaksanakan eksekusi (bagi eksekusi riil) atau sita eksekusi (bagi eksekusi pembayaranuang) sesuai dengan penetapan perintah eksekusi atau sita eksekusi dari Ketua pengadilan yang memutus c. Panitera/Juru Sita tempat letak obyek eksekusi segera melaksanakan eksekusi atau sita eksekusi sesuai tahapan dan tata cara sebagai mana tersebut di atas d. Ketua Pengadilan yang menerima delegasi segera membuat berita acara eksekusi atau sita eksekusi dan segera mengirimkan kepada pengadilan yang meminta bantuan e. Jika eksekusi berupa pembayaran uang, setelah pengadilan yang memutus menerima berita acara sita eksekusi dari pengadilan letak obyek eksekusi, maka Ketua pengadilan yang memutus mengeluarkan penetapan perintah lelang kepada Panitera/Juru Sitanya melalui Panitera/Juru Sita pengadilan letak obyek eksekusi agar melksanakan lelang f. Panitera/Juru Sita letak obyek eksekusi melakukan lelang sesuai ketentuan yang berlaku dan hasilnya beserta berita acara lelang yang dibuat oleh juru lelang diserahkan kepada pengadilan yang meminta bantuan (yang memutus) g. Panitera/Juru Sita pengadilan yang meminta bantuan (yang memutus) melaksanakan penyelesaian akhir dari eksekusi dengan membuat Berita acara eksekusi pembayaran sejumlah uang. 6. Eksekusi grose akta; (pasal 224 HIR/258 RBG) a. Ialah eksekusi penjualan lelang berdasarkan perjanjian utang piutang atau perjanjian kridit yang dibuat dan dituangkan dalam bentuk grose akta 11
b. Grose akte menurut pasal ini ada dua macam: grose akta hipotik dan grose akta pengakuan hutang c. Pemegang grose akta yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dapat langsung memohon eksekusi ke pengadilan d. Grose akta pengakuan utang harus dibuat oleh notaris sebagai asessor dari perjanjian utang yang berisi bahwa debitur mengaku berutang uang sejumlah tertentu (harus pasti) dan ia berjanji akan mengembalikan uang itu dalam jangka waktu tertentu (harus pasti) e. Eksekusi berdasarkan grose akta pengakuan hutang hanya dapat dilaksanakan apabila debitur ketika ditegur (aanmaning) membenarkan jumlah utangnya tersebut f. Apabila debitur menyangkal, maka eksekusi tidak dapat dilaksananakan dan kriditur dapat mengajukan tagihannya melalui suatu gugatan dan apa bila syarat-syaratnya terpenuhi dapat dijatuhkan putusan serta merta. g. Grose akta hipotik dapat dieksekusi apabila grose akte tersebut memenuhi syarat sebagai berikut:
Berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Memiliki dokumen berupa perjanjian utang
Memiliki dokumen perjanjiann kuasa memasang hipotik berupa pernyataan debitur memberi kuasa kepada kreditur untuk memasang hipotik yang dibuat dalam bentuk akata notaris
Akta pemasangan hipotik harus dilakukan di hadapan PPAT, baik para camat atau Notaris yang telah diangkat menjadi PPAT (pasal 16 PP no. 10/1961)
Akta hipotik harus didaftarkan kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah (BPN setempat) untuk mendapatkan SERTIFIKAT HIPOTIK oleh BPN.
12
REFERENSI
1. Prof. Dr. H. Abdil Manan, SH, S.IP, M.Hum; Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama 2. M Yahya Harahap, S.H; Hukun Acara Perdaata 3. M Yahya harahap, S.H; Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama 4. M Yahya Harahap, S.H; Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata 5. Mahkamah Agung RI; Praktek Kejurusitaan Pengadilan 6. Mahkamah Agung RI; Pedoman Tehnis Administrasi dan Tehnis Peradilan Agama 7. Direktorat Badilag; Himpunan Peraturan Perundang-undangan
13