JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Suplemen Vitamin C (Asam Askorbat) terhadap Laju Korosi Baja Api 5l Grade B pada Lingkungan 3,5% NaCl yang Mengandung Gas CO2 Muhammad Miftahul Aziz, Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail :
[email protected] Abstrak— Korosi CO2 berawal dari terlarutnya gas
CO2 dalam air atau minyak mentah. Hal ini sering dijumpai pada saluran distribusi minyak dan gas. Untuk mengatasi korosi ini biasanya digunakan inhibitor. Penelitian ini menggunakan inhibitor suplemen vitamin C dengan variabel konsentrasi 0 ppm sampai 250 ppm. Media yang digunakan adalah 3.5 % NaCl yang mengandung gas CO2. Pengujian korosi dilakukan dengan metode tafel, EIS dan weight loss. Selain itu dilakukan uji SEM dan XRD pada sampel weight loss. Hasil tafel pH 4, konsentrasi 100 ppm laju korosinya turun menjadi 0.695 mm/year dan efisiensinya 90.41%. Pada pH 5, konsentrasi 100 ppm laju korosinya turun menjadi 0.154 mm/year dan efisiensinya sebesar 97.41%. Hal ini bersesuaian dengan hasil EIS pada pH 5 yang memiliki Rct paling tinggi sehingga laju korosinya rendah. Pengujian weight loss pada konsentrasi 100 ppm pH 5 didapat pengurangan berat sebesar 0.029 gr (10 hari), 0.041 gr (20 hari), 0.049gr (30 hari). Analisa XRD tidak menghasilkan produk korosi FeCO3 yang diperkuat oleh hasil SEM. Dari data-data pengujian mengindikasikan bahwa inhibitor ini bekerja secara anodik. Kata Kunci—Korosi CO2, inhibitor suplemen vitamin C, Temperatur
K
I. PENDAHULUAN
orosi CO2 berawal dari terlarutnya gas CO2 dalam minyak mentah yang kemudian bereaksi dan hasilnya adalah terbentuknya asam karbonat. Pembentukan asam karbonat ini nantinya akan menyebabkan sweet corrosion atau korosi CO2 pada baja. Laju korosi pada korosi CO2 juga dipengaruhi oleh sifat kimia seperti temperature, tekanan parsial CO2, dan pH. Korosi yang merugikan ini dapat diminimalisir melalui penggunaan teknik-teknik proteksi korosi. Beberapa
cara dapat digunakan untuk mengurangi laju korosi pada suatu material, salah satunya adalah inhibitor korosi. Inhibitor didefinisikan sebagai suatu zat yang apabila ditambahkan dalam jumlah sedikit dalam suatu lingkungan akan menurunkan serangan korosi. Penggunaan inhibitor korosi merupakan langkah yang paling efektif untuk memproteksi korosi internal dari baja yang digunakan sebagai material perpipaan. Adapun salah satu kandungan yang terdapat pada inhibitor adalah zat antioksidan. Zat antioksidan didefinisikan sebagai zat yang mampu menghambat, menunda dan mencegah proses oksidasi. Oleh karena itu, penggunaan zat antioksidan dapat menghambat laju korosi. Salah satu inhibitor organik yang mengandung zat antioksidan adalah asam askorbat (C6H8O6) atau yang biasa dikenal dengan vitamin C. Vitamin C sebagai inhibitor dapat meningkatkan ketahanan terhadap korosi, selain itu cukup murah, mudah di dapatkan, ramah lingkungan dan tingkat kelarutan yang sangat baik (1). Dalam penelitian kali ini vitamin C yang digunakan berasal dari suplemen vitamin C yang diharapkan mampu memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dalam mencegah terjadinya korosi di lingkungan NaCl 3.5% yang mengandung gas CO2. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Peralatan yang digunakan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, mesin potensiostat, pH meter, Thermometer, Heater, Mesin Polishing, Beaker Glass, tabung gas CO2, Gelas ukur 1L, Micro pippete, Scanning Electron Microscope, X-Rays Diffraction, jangka sorong dan penggaris,, kertas gosok grade 200 hingga 800, gerinda tangan, gergaji besi, mesin bubut, kabel, timbangan digital, labu ukur, cawan dan kamera digital. B. Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, baja API 5L Grade B, Larutan 3.5% NaCl, inhibitor suplemen vitamin C, resin epoksi, gas CO2, NaHCO3, dan aquades
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C. Preparasi Spesimen Sampel yang digunakan adalah baja karbon API 5L grade B. Sampel untuk uji potensiostat dipreparasi berbentuk silinder dengan luas permukaan 1,5386 cm2 , sedangkan spesimen untuk uji weight loss berbentuk balok dengan luas permukaan 2,9844 cm2. D. Preparasi Inhibitor Variabel konsentrasi Inhibitor pada penelitian ini adalah sebesar 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm, dan 250 ppm. Pada variabel konsentrasi 50 ppm, suplemen vitamin C yang digunakan adalah sebesesar 0,223 gram. E. Preparasi Larutan Elektrolit Penelitian ini menggunakan larutan NaCl sebesar 3.5%. serbuk NaCl yang digunakan sebesar 35,24 gram yang kemudian dilarutkan kedalam 1000 mL aquades. F. Pengujian Potensiostat Pengujian potensiostat dilakukan dengan metode tafel untuk mengetahui laju korosi dan dengan metode EIS untuk mengetahui respon suatu elektroda terkorosi. Pengujian ini menggunakan 3 elektrode yaitu, grafit sebagai elektrode bantu, SCE (Saturated Calomel Electrode) sebagai elektrode reference, baja API 5L grade B sebagai elektrode kerja.
2
H. Pengujian Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) Pengujian EIS dilakukan untuk untuk mengetahui respon suatu elektroda terkorosi. Sebelum pengujian EIS dilakukan pengaturan diantaranya nilai amplitudo dari puncak ke puncak sebesar 10 mV, nilai frekuensi yang diterapkan mulai dari 0,1Hz hingga 10.000 Hz, waktu OCP 4 menit. Setelah tercapai keadaan steady state, dilakukan pengukuran EIS menggunakan program Versastudio dan kemudian diolah menggunakan software Zview. I. Pengujian Weight Loss Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui efisiensi inhibitor terhadap waktu perendaman. Media yang digunakan adalah NaCl 3.5% yang mengandung gas CO2. Sampel yang digunakan berukuran 1cmx1cmx0.3cm. Pengujian ini dilakukan selama 10 hari, 20 hari, 30 hari pada variabel konsentrasi 150 ppm dan variabel tanpa penambahan inhibitor dengan kondisi pH 5. J. Pengujian X-Rays Diffraction (XRD) Pengujian XRD dilakukan untuk mengamati senyawa yang terbentuk pada sampel. Alat yang digunakan adalah PANanalitycal . Karakterisasi ini dilakukan pada sampel yang telah dilakukan uji weight loss selama 30 hari. K. Pengujian Scanning Microscope Electron (SEM) Pengujian SEM dilakukan untuk mengamati morfologi permukaan sampel yang terkorosi dan lapisan pasif yang dibentuk antara sampel dengan inhibitor. Alat yang digunakan adalah mesin FEI Inspect S50. Sampel yang diuji telah dilakukan uji weight loss selama 30 hari . Alur penelitian serta pengujian secara lengkap dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Skema Uji Potensiostat G. Pengujian Tafel Pengujian tafel ini digunakan untuk mendapatkan nilai laju korosi pada baja API 5L Grade B pada larutan NaCl 3.5% yang mengandung gas CO2 dengan kondisi pH 4 dan pH 5. Adapun parameter pengujian tafel yang digunakan bisa dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 1. Parameter Pengujian Tafel
Elektroda Kerja Equivalent Weight (g) Densitas (g/ml) Luasan Terekspos (cm2) Counter Electrode Reference Electrode Scan Rate (V/s) Start Potential (V) Finish Potential (V)
API 5L Grade B 27.92 7.87 1.5386 Grafit SCE 0.001 -0.3 0.3
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3
optimum untuk menghambat laju korosi. Pada gambar 3 dan 4 juga menunjukkan seluruh slope kurva cenderung kearah atas yang menunjukkan kinerja inhibitor secara anodic.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Metode Tafel Hasil Pengujian Tafel pada kondisi pH 4 dan pH 5 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Tabel 2 Hasil Pengujian korosi dengan metoda tafel pada pH 4 dan pH 5 pH
4
5
Gambar 3. Hasil Kurva Tafel pada pH 4
Konsentrasi E (i=0) Inhibitor (mV/SCE) (ppm)
CR (mm/year)
-713.759 -711.938
-961.112 -100.223
285.21 29.741
7.244 0.755
100
-735.714
-92.148
27.345
0.695
150 200 250 0 50 100 150 200 250
-767.744 -766.454 -757.67 -866.292 -586.094 -606.030 -655.251 -710.69 -587.971
-121.04 -134.076 -146.106 -820.209 -33.769 -20.376 -56.433 -22.272 -30.157
35.914 39.787 43.357 234.340 10.621 6.047 16.747 6.595 8.949
0.912 1.011 1.101 5.952 0.270 0.154 0.425 0.168 0.227
IE (%) 0 89.87 90.41 87.4 86.04 84.79 0 95.46 97.41 92.85 97.18 96.18
Tabel 2 memperlihatkan bahwa kondisi pH 4 laju korosi turun menjadi 0.695 mm/year dan efisiensinya 90.41% pada variabel konsentrasi 100 ppm. Sedangkan kondisi pH 5 laju korosinya turun menjadi 0.154 mm/year dan efisiensinya 97.41% pada variabel konsentrasi 100 ppm. Berdasarkan data tabel 2 dapat dikatakan bahwa untuk pH lebih tinggi kinerja inhibitor suplemen vitamin C lebih baik. Hal ini ditunjukkan laju korosi yang lebih rendah B. Hasil Pengujian Weight Loss Tabel 3. Data Laju Korosi dan Efisiensi Inhibitor
150
Hasil kurva tafel pada pH 4 dan pH 5 menunjukkan pengaruh penambahan konsentrasi inhibitor akan menggeser kurva ke arah kiri ataupun ke arah kanan. Ketika kurva bergeser semakin ke kiri, icorr akan semakin kecil, dan menandakan laju korosi akan semakin menurun. Begitu juga sebaliknya, apabila kurva bergeser semakin ke kanan, icorr akan semakin besar, dan menandakan laju korosi akan semakin meningkat. Pada gambar 3 dan 4 terlihat bahwa variabel konsentrasi inhibitor 100 ppm kurvanya berada paling kiri bila dibandingkan dengan variabel konsentrasi yang lain, sehingga memiliki laju korosi paling rendah dan
CR (mpy)
0 50
Konsentrasi inhibitor (ppm) 0
Gambar 4. Hasil Kurva Tafel pada pH5
I corr (µA/cm2)
Waktu (Jam)
Rata CR (Mpy)
Rata CR (mm/year)
240 480 720 240 480 720
29.927 31.849 22.696 18.743 13.533 10.653
0.760 0.809 0.576 0.476 0.344 0.271
%IE 0 37.37 57.51 53.06
Tabel 3 menjelaskan bahwa laju korosi yang terjadi pada sampel meningkat seiring dengan bertambahnya hari. Untuk sampel 10 hari dengan variabel tanpa penambahan inhibitor memiliki laju korosi rata-rata sebesar 0.760 mm/year sedangkan untuk sampel dengan variabel konsentrasi 100 ppm laju korosi rata-ratanya didapat sebesar 0.476 mm/year. Untuk sampel 20 hari dengan variabel tanpa penambahan inhibitor didapatkan laju korosi rata-ratanya sebesar 0.809 mm/year sedangkan untuk sampel dengan variabel konsentrasi 100 ppm didapatkan laju korosinya sebesar 0.344 mm/year. Untuk sampel 30 hari dengan variabel tanpa penambahan inhibitor laju korosinya rata-rata sebesar 0.576 mm/year. sedangkan untuk sampel dengan penambahan inhibitor laju korosinya rata-rata sebesar 0.271 mm/year.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
C. Perbandingan Laju Korosi Hasil Uji Tafel dengan Uji Weight Loss
Tabel 5. Hasil pengukuram EIS tentang besaran listrik pada antarmuka baja karbon dan larutan NaCl 3.5 % yang mengandung CO2 pada pH 5 Element Rs Rct R3 W1-R W2-T W3-P CPE2-T CPE2-P CPE1-T CPE1-P
Gambar 5. Perbandingan Laju korosi pada pengujian tafel dengan weight loss pada pH 5 Gambar 5 menunjukkan perbandingan laju korosi antara proses pengujian korosi menggunakan metode tafel dengan metode weight loss. Pengujian tafel pada pH 5 didapat variabel konsentrasi optimum terhadap penurunan laju korosi adalah 100 ppm. Variabel konsentrasi tersebut dibuktikan pada proses pengujian weight loss dan dibandingkan dengan variabel tanpa penambahan inhibitor (0 ppm). Pada sampel 10 hari, 20 hari, 30 hari dengan variabel konsentrasi 100 ppm, laju korosinya lebih rendah bila dibandingkan variabel tanpa penambahan inhibitor. Hal ini menunjukkan bahwa inhibitor suplemen vitamin c mampu menghambat dari serangan korosi. D. Hasil Pengujian EIS Tabel 4. Hasil pengukuram EIS tentang besaran listrik pada antarmuka baja karbon dan larutan NaCl 3.5 % yang mengandung CO2 pada pH 4 Element Rs Rct R3 W1-R W2-T W3-P CPE2-T CPE2-P CPE1-T CPE1-P
0 5.639 49.370 556.7 568.5 0.125 0.001 0.706
50 6.284 26.42 79.77 138.7 270 0.123 0.032 0.519 0.001 0.708
Konsentrasi Inhibitor (ppm) 100 150 6.351 7.314 35.26 56.9 174 99.950 397.2 326.9 0.521 294.71 0.047 0.122 0.039 0.010 0.465 0.437 0.001 0.0004 0.715 0.709
200 8.208 109.5 15.3 0.489 0.620 0.0 0.703
250 7.467 44 101.7 222.2 463.5 0.114 0.022 0.596 0.001 0.700
4
0 6.129 56.63 0.000 103.3 6.091 0.701 0.000 1.984 0.001 0.673
50 6.250 53.32 42.580 0.000 6.091 0.041 0.022 0.771 0.001 0.692
Konsentrasi Inhibitor (ppm) 100 150 7.493 6.778 83.77 55.46 20.79 69.34 0.027 9.315 0.217 0.429 0.001 0.001 0.718 0.694
200 6.599 59.340 4.970 85.35 2.210 0.746 0.000 1.939 0.001 0.671
250 6.164 53.8 84.730 186.6 48.88 0.096 0.004 0.849 0.001 0.704
(a)
(b) Gambar 6 Model rangkaian listrik ekivalen untuk sampel dalam NaCl 3.5% yang mengandung CO2 dengan variabel konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 250 ppm (a), 0 ppm, 200 ppm (b) pada pH 4 dan 0 ppm, 50 ppm, 200 ppm, 250 ppm (a), 100 ppm, 150 ppm (b) pada pH 5 Pada pH 5 dengan variabel konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 200 ppm, 250 ppm terjadi penurunan pada lapisan pelindung yang ditunjukkan oleh nilai kapasitansi lapis rangkap yang tinggi. Selain itu ketebalan lapisan pelindung juga menurun, yang ditunjukkan oleh nilai tahanan lapisan pelindung, Rct yang rendah. Sehingga menyebabkan laju korosi yang naik. Adanya porositas pada lapisan pelindung mengakibatkan ion-ion H+ dapat berdifusi menembus lapisan pelindung, sehingga proses korosi sampel ditentukan juga proses difusi yang ditunjukkan adanya nilai tahanan Warburg. Sedangakan pada variabel konsentrasi 100 ppm dan 150 ppm, proses korosi dikendalikan oleh difusi ion-ion H+ yang melalui lapisan pelindung dengan porositas tinggi. Namun proses difusi ion-ion H+ terhambat oleh senyawa dehydro ascorbic acid (DAA) yang berikatan dengan ion Fe2+ dari sampel. Hambatan difusi ion-ion H+ dinyatakan oleh nilai tahanan Warburg. E. Hasil Pengujian X-Rays Diffraction (XRD) Hasil pengujian XRD diidentifikasi menggunakan software match untuk mengetahui senyawa-senyawa yang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) terbentuk pada sampel. Selain itu juga dilakukan pencocokan puncak-puncak yang teridentifikasi menggunakan kartu database PCPDF
5
sedikit ada warna hitam yang menunjukkan proses korosi belum merata. Namun pada sampel variabel konsentrasi 100 ppm warna hitamnya tidak sebanyak dengan sampel variabel tanpa penambahan inhibitor. Sampel weight loss 20 hari pada kedua variabel mengalami perubahan, dimana warna hitam lebih dominan bila dibandingkan dengan yang warna coklat, tetapi untuk sampel tanpa penambahan inhibitor memiliki warna hitam sedikit lebih banyak bila dibandingkan dengan sampel variabel konsentrasi 100 ppm. Sampel 30 hari pada kedua variabel terlihat warna hitam pekat yang menunjukkan terjadinya proses korosi secara merata. Namun lapisan hitam pada sampel variabel tanpa penambahan inhibitor lebih tebal bila dibandingkan sampel variabel konsentrasi 100 ppm. F.2 Hasil Uji Scanning Electron Microscope (SEM) Uji Scanning Electron Microscope SEM dilakukan pada sampel yang telah mengalami uji weight loss 30 hari serta sampel pada kondisi awal
Gambar 7. Grafik Hasil Pengujian XRD pada Konsentrasi Inhibitor 0 ppm dan 150 ppm Pada variabel konsentrasi 100 ppm, posisi 2 teta puncak tertinggi adalah Fe yang bersesuain dengan ICDD 00006-0696. Sedangkan pada variabel konsentrasi tanpa penambahan inhibitor, pola difraksi yang dibentuk menunjukkan pada posisi 2 teta tertinggi menghasilkan Fe yang bersesuain dengan ICDD 00-006-0696. Pada kedua sampel tidak terdapat produk korosi FeCO3 yang mengendap. Hal ini dikarenakan pengaruh temperatur dan pH yang belum mampu mempengaruhi pembentukan lapisan pelindung FeCO3. Sehingga produk korosi FeCO3 hanya larut dalam elektrolit. Pada variabel konsentrasi 100 ppm juga tidak ada pola difraksi yang menunjukkan senyawa yang terbentuk antara sampel dengan inhibitor. Hal ini dikarenakan senyawa atau lapisan pasif tersebut sangat tipis dan tidak melekat, sehingga kemungkinan rusak pada saat pengambilan spesimen dari chamber sangat besar
Gambar 9. Hasil Uji SEM Baja API 5L Grade B pada Kondisi Awal (a) Perbesaran 100x (b) Perbesaran 1000x Gambar 4.17 menunjukkan morfologi permukaan dari baja API 5L grade B yang telah dilakukan pemolesan dan dipickling menggunakan HCl. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada sampel tidak adanya produk korosi. Permukaan baja tersebut terlihat halus dan terdapat sedikit porositas.
a a
F. Hasil Uji Visual F.1 Hasil Uji Visual Weight Loss
Konsentrasi
10 hari
20 hari
30 hari
0 ppm
b
c
a
a
100 ppm Gambar 8. Hasil Uji Weight Loss Secara Visual Hasil Uji weight loss pada gambar 8 Setelah dilakukan perendaman 10,20,30 hari. Sampel weight loss 10 hari dengan variabel tanpa penambahan inhibitor dan variabel konsentrasi 100 ppm memiliki warna coklat dan
Gambar 10. Hasil Pengujian SEM dengan variabel konsentrasi tanpa penambahan inhibitor selama 30 hari (a) perbesaran 100X (b) perbesaran 1000X pada bagian terang (c) perbesaran 1000X pada bagian gelap.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Pada gambar 10 tidak terlihat adanya produk korosi FeCO3. Produk korosi FeCO3 kelarutannya sangat tinggi dalam larutan sehingga tidak mengendap pada sampel dan tidak membentuk lapisan pelindung. Hal ini diperkuat oleh hasil XRD yang juga tidak menunjukkan adanya peak FeCO3 pada sampel dengan variabel tanpa penambahan inhibitor
a a
b
c
a
a
Gambar 11 Hasil Pengujian SEM dengan variabel konsentrasi 100 ppm selama 30 hari (a) perbesaran 100X (b) perbesaran 1000X pada bagian terang (c) perbesaran 1000X pada bagian gelap. Pada gambar 11 juga tidak terlihat bahwa terbentuknya produk korosi FeCO3. Hal ini dikarenakan produk korosi FeCO3 terlarut dalam larutan dan tidak mengendap pada sampel. Hasil XRD juga tidak menunjukkan pola difraksi yang menunjukkan adanya FeCO3. Pada gambar tersebut terlihat adanya warna hitam yang kemungkinan adalah sisa pembentukan lapisan pasif yang dibentuk antara sampel dengan inhibitor. Pembentukan lapisan pelindung besi karbonat ini dipengaruhi temperatur dan pH. Produk korosi FeCO3 sangat protektif pada lingkungan dengan pH di atas 5.5 (2). Pada kondisi temperatur rendah (<75°C), laju pembentukan FeCO3 lambat dan keefektifan lapisan rendah (3). Sehingga proteksi korosinya juga rendah. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pada temperatur rendah, film pelindung hanya dapat terbentuk di pH 6 atau lebih. G. Pembahasan Secara umum asam askorbat merupakan jenis inhibitor anodic atau yang teradsorpsi pada logam dan membentuk lapisan tipis dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor. Lapisan pasif ini terbentuk dari dehydro-ascorbic acid yang bereaksi dengan air lalu dengan logam. Penelitian sebelumnya juga mengatakan bahwa asam askorbat memang memiliki mekanisme terbentuknya lapisan pelindung tipis pada permukaan logam (4). Lapisan pelindung yang terbentuk adalah Fe2C6H11O6 (5). Senyawa ini terbentuk dari
6
dehydro-ascorbic acid yang bereaksi dengan air lalu dengan logam. Penelitian lain juga menguatkan bahwa asam askorbat merupakan salah satu jenis dari inhibitor anodic (6). Hasil kurva tafel pada percobaan seluruh variabel konsentrasi inhibitor yang memiliki dominasi slope kearah potensial positif. Hal itu menunjukkan bahwa reaksi anodik lebih dominan daripada reaksi katodik. Pengujian EIS pada pH 5 menyebutkan bahwa adanya porositas pada lapisan pelindung yang menyebabkan ion-ion H+ berdifusi masuk. Namun difusi tersebut dihambat oleh senyawa dehydro ascorbic acid (DAA) yang teradsorpsi pada permukaan sampel dan berikatan dengan ion Fe2+ dari sampel. Hambatan difusi ionion H+ dinyatakan oleh nilai tahanan Warburg. Pengujian SEM pada sampel terinhibisi terlihat adanya bagian hitam yang diduga sisa dari pembentukan lapisan pasif antara sampel dengan inhibitor itu sendiri. IV. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa 1. Pengujian tafel didapat laju korosi terendah pada variabel konsentrasi 100 ppm, pada pH 4 laju korosinya 0.695 mm/year dan efisiensinya 90.41%, sedangkan pH 5 didapatkan laju korosinya 0.154 mm/year dan efisiensinya 97.41%. 2. Pengujian Weight Loss yang dilakukan di pH 5 dengan variabel konsentrasi 100 ppm didapat pengurangan berat sebesar 0.029 gr pada 10 hari, 0.041 gr pada 20 hari, 0.049 gr pada 30 hari. 3. Inhibitor suplemen vitamin C adalah jenis inhibitor anodik. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2]
[3]
Soejono Tjitro, Juliana Anggono.2000. Studi Perilaku Korosi Tembaga dengan Variasi Konsentrasi Asam Askorbat (Vitamin C) dalam Lingkungan Air yang Mengandung Klorida dan Sulfat.Jurnal Teknik Mesin Vol. 1, No. 2 Crolet, J.L.1994. Which CO2 Corrosion, Hence which prediction?, in predicting CO2 Corrrosion in the Oil and Gas Industry. European Federation of Corrosion Publication no.13, London, U. Km Institute of Materials M.B. Kermani, J.C. dkk.2005. Material Optimisation in Hydrocarbon
Production, Corrosion paper 2005 No. 05111, Nace International. Anggono, Juliana. 1999. Pengaruh Lingkungan Terhadap Efisiensi Inhibisi Asam Askorbat (Vitamin C) pada Laju Korosi Tembaga. Jurnal Teknik Mesin Vol. 1, No. 2 [5] Rozak, A.2013.Pemanfaatan Suplemen Vitamin C Sebagai Inhibitor Korosi Pada Baja API 5L Grade B dalam Media 3.5% NaCl dan 0.1 M HCl.Departement Teknik Material dan Metalurgi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember [6] Sekine, I.1994. Corrosion Inhibition of Steels by Organic Inhibities. Japan : Industrial Technology Development Institute Department of Scienceand Technology. [7] Fontana, M.G.1986. Corrosion Engineering, 3rd ed., New York: Mc Graw Hill Company, 1987 [8] De Waard, C., Miliam, D.E. 1975. Carbonic Acid Corrosion of Steel. Corrosion 31:177-181 [9] Cacerez, Andrea, et al.2011.A Study Monopropianate as a CO 2 Corrosion Inhibitor for 1018 Carbon Steel. Journal of Materials Science and Engineering A 1 (2011) 174-181 [10] Hakim, Alfin Al.2011. Pengaruh Inhibitor Korosi Berbasiskan Senyawa Fenolik Untuk Proteksi Pipa Baja Karbon Pada Lingkungan 0.5, 1.5, 2.5, [4]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 3.5% NaCl Yang Mengandung Gas CO2. Departemen Metalurgi & Material, Universitas Indonesia [11] Sunarya, Yayan.2008. Pengaruh Temperatur terhadap Mekanisme Inhibisi oleh Sistein pada Korosi Baja Karbon dalam Larutan NaCl Jenuh CO 2. Jurnal Matematika dan Science, Vol. 13 No. 3
7