JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Studi Teknis Ekonomi Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi Febry Firghani Oemry, Heri Supomo Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak— Pada pembangunan kapal tradisional yang akan datang, bambu laminasi diharapkan bisa menjadi bahan utama untuk semua bagian-bagian konstruksi kapal bahkan menjadi satu kapal yang keseluruhannya terbuat dari bambu laminasi. Merujuk pada beragamnya sambungan antar konstruksi yang ada pada kapal kayu, macam sambungan yang sama juga diharapkan dapat diaplikasikan untuk menyambung konstruksi yang terbuat dari bambu laminasi tentu dengan penyesuaian berdasarkan pertimbangan dan perhitungan tertentu. Sambungan yang menghasilkan nilai tegangan lentur (flexural stress) paling besar diantara yang lain yaitu sambungan antar lunas hook scarf dengan fastening baut 68,25Mpa dan perbandingan terhadap tegangan hasil perhitungan manual 115,84%, sambungan antara lunas dan gading dengan fastening sekrup 50,35 Mpa dan perbandingan terhadap tegangan hasil perhitungan manual 115,11% dan sambungan antara balok geladak dan gading dengan fastening sekrup 24,86 Mpa dan perbandingan terhadap tegangan hasil perhitungan manual 117,65%. Variabel yang mempengaruhi besarnya tegangan lentur pada sambungan adalah kualitas bambu betung, kekuatan baut atau sekrup yang digunakan, ukuran ring atau pelat tambahan pada baut atau sekrup dan jenis sambungan itu sendiri. Total biaya produksi konstruksi lunas, gading dan balok geladak berbahan bambu laminasi sebesar Rp. 18,949,967 atau lebih murah ketimbang menggunakan kayu merbau atau kayu jati dan total biaya konstruksi dengan fasteningnya yang optimal menurut hasil perhitungan kekuatan sebesar Rp. 26,189,354. Biaya sambungan yang paling ekonomis adalah tabled scarf serta tipe fastening yang paling ekonomis untuk seluruh sambungan konstruksi adalah baut. Kata Kunci— Bambu Laminasi, Flexural stress, Fastening, Hook Scarf, Sambungan dan Tabled scarf
I. PENDAHULUAN Teknik laminasi dijadikan acuan untuk membentuk bambu menjadi berbagai macam jenis konstruksi. Penelitian tentang bambu dan bambu laminasi secara terpisah telah
dilakukan oleh berbagai peneliti maupun mahasiswa dari berbagai instansi baik dalam maupun luar negeri. Hasil penelitian yang memuaskan dan boleh dikatakan sangat menjanjikan untuk menggantikan kayu sebagai bahan utama kapal, dijadikan pedoman penelitian lanjutan untuk diaplikasikan pada bagian-bagian konstruksi kapal tradisional. Pada pembangunan kapal tradisional yang akan datang, bambu laminasi diharapkan bisa menjadi bahan utama untuk semua bagian-bagian konstruksi kapal bahkan menjadi satu kapal yang keseluruhannya terbuat dari bambu laminasi. Merujuk pada beragamnya sambungan antar konstruksi yang ada pada kapal kayu, macam sambungan yang sama juga diharapkan dapat diaplikasikan untuk menyambung konstruksi yang terbuat dari bambu laminasi tentu dengan penyesuaian berdasarkan pertimbangan dan perhitungan tertentu. Berawal dari hal tersebut, maka diperlukan suatu penelitian dan pengujian untuk menguji beragam sambungan yang telah ada, pada konstruksi kapal berbahan bambu laminasi dengan harapan diketahui sambungan yang paling baik dari segi kekuatan dan biaya serta mengetahui teknis pengerjaan dan tingkat kesulitannya. Hal ini membuat penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “Studi Teknis Ekonomi Pengaruh Variasi Sambungan Terhadap Kekuatan Konstruksi Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi”. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sambungan Antar Lunas Digunakan ketika dimensi panjang kayu tidak memadai dengan syarat panjang kayu terpendek min. 6 m [1] dan terdapat lebih dari 20 tipe sambungan antar lunas. [2] B. Sambungan Lunas & Gading Sambungan ini bergantung kepada penempatan satu sama lain konstruksi lunas, gading dan wrang terdapat tiga tipe untuk sambungan ini. [3] C. Sambungan Balok Geladak & Gading Secara umum, konstruksi balok geladak & gading akan ditempatkan scara menyisi satu sama lain. Dan diperkuat dengan braket atau sendi kayu. [1]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D. Fastening (Pengencang) Galangan kapal swasta banyak menggunakan baut A307 dengan kuat tarik min. 60 Mpa dan diameter antara 6.35 -10.4 mm [8]. Dan menurut beberapa sumber sekrup lag screw merupakan sekrup terkuat dikelasnya terbuat dari stainless steel dan diameter maks. 12mm untuk panjang 17.5cm. E. Teori Pengujian Untuk pengujian sambungan antar konstruksi kapal terutama sambungan antar lunas, sambungan antara lunas dan gading serta sambungan antara balok geladak dan gading, dilakukan dengan mengkolaborasikan hasil pengujian bending dengan standar ASTM D 709 tentang uji lentur (flexural stress) dan perhitungan mekanika teknik. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mengetahui apakah sambungan tersebut cukup kuat atau tidak menahan beban yang sekiranya terjadi pada kapal, makna sambungan disini merupakan penyautan dua komponen konstruksi dengan pengencang (fastening) baut atau sekrup. Tahapannya sebagai berikut: 1) Pengujian bending/uji lentur Ketentuan ASTM ini berlaku untuk material yang homogen, jika rasio antara jarak tumpuan dan tinggi spesimen lebih besar dari 16:1 maka, perhitungan harus menggunakan Rumus 2, jika kurang dari itu dapat menggunakan rumus 1. σf = 3PL/2bd2 [Rumus 1] σf = (3PL/2bd2 )[1+6(D/L)2-4(d/L)(D/L)] [Rumus 2] ket: σf = flexural stress (Mpa) P = beban maksimu (N) L = jarak tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm) d = tebal spesimen (mm)
2
Tabel 3.1 Dimensi spesimen uji kapal 15 GT Nama Konstruksi Lunas Gading Balok Geladak
Ukuran Penampang (mm)
Ukuran Setelah Skala (mm)
160 x 240 60 x 95 90 x 90
80x120 -
Jumlah baut untuk tinggi lunas sampai 240mm sebanyak 4 buah dan menurut ketentuan BKI untuk kapal dengan angka penunjuk L (B/3+H) antara 25m2 – 30 m2 maka diameter baut atau sekrupnya dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini. Tabel 3.2 Diameter baut dan sekrup Sambungan Lunas Dengan Balok Geladak Antar Lunas Gading Dengan Gading mm mm mm 12 12 12
Gambar 3.1 dibawah ini menyuguhkan spesimen sambungan antar lunas. Sambungan antar lunas natinya terbagi dalam Hook Scarf dan Tabled Scarf kemudian masing-masing divariasikan dengan fastening baut atau sekrup.
300mm
300mm
Gambar 3.1 Sambungan antar lunas, tabled scarf (kiri) dan hook scarf (Kanan) Gambar 3.2 merupakan contoh spesimen antara lunas (160x240 mm) dan gading (60x 95 mm) dengan variasi fastening baut atau sekrup saja. 160mm
Gambar 2.1 Pengujian bending
2) Perhitungan hasil uji Hasil pengujian yang terukur pada jarum penunjuk beban berupa angka dalam satuan kilogram-force (kgf) yang kemudian perlu dirubah kedalam newton (N) dengan dikalikan nilai gravitasi (g= 9,8 m/s2). Selanjutnya, dengan menggunakan rumus sebelumnya dapat dihitung besar tegangan lentur (flexural stress) yang dialami oleh spesimen dan melihat efek pembebanan terhadap sambungan yang digunakan.
940mm Gambar 3.2 Sambungan lunas & gading
III. METODOLOGI PENELITIAN Pengerjaan dimulai dengan pembuatan spesimen uji lunas, gading dan balok geladak dengan bambu laminasi sistem bata (carvel). Ukuran spesimen seperti pada tabel 3.1 dibawah ini. Gambar 3.3 Sambungan balok geladak & gading
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Sambungan antara balok geladak (90x90 mm) dan gading (60x95 mm) ditampilkan pada gambar 3.3, pada halaman sebelumnya. Spesimen ini hanya menggunakan variasi fastening baut atau sekrup. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil Pengujian Analisis dilakukan dengan melakukan perhitungan nilai tegangan lentur hasil pengujian dan nilai tegangan hasil perhiutngan secara manual lalu dilakukan analisis terhadap spesimen hasil pengujian berdsarakan pengamatan 1) Sambungan Antar Lunas Sambungan antar lunas hook scarf-baut memiliki nilai tegangan lentur tertinggi dengan nilai rata-rata (tabel 4.1) sebesar 68,25 Mpa dan yang terendah adalah hook scarfsekrup dengan nilai rata-rata sebesar 57,69, secara garis besar nilai tegangan lentur dari seluruh spesimen dengan sambungan dibanding dengan spesimen tanpa sambungan adalah sekitar 20-30 persen lebih rendah. Tabel 4.1 Sambungan antar lunas Konstruksi Tengangan Lentur (Mpa) Hook Scarf – Baut 68,25 Hook Scarf – Sekrup 59,31 Tabled Scarf – Baut 57,69 Tabled Scarf – sekrup 62,26 Kontrol 93,06
Nilai tegangan hasil perhitungan secara manual untuk bagian lunas sebesar 58.92 Mpa, kemudian dibandingkan dengan nilai hasil pengujian dan didapatkan nilai prosentasenya seperti pada tabel 4.2 dibawah ini. Dimana prosesntase tertinggi diperoleh sambungan hook scarf-baut dengan 115.84% artinya lebih lanjut modulus penampang dapat direduksi agar lebih optimal hingga 100%. Tabel 4.2 Prosentase nilai tegangan pada lunas Konstruksi Prosentase (%) Hook Scarf – Baut 115.84 Hook Scarf – Sekrup 97.91 Tabled Scarf – Baut 100.67 Tabled Scarf – Sekrup 105.67 Kontrol 157.95 Tabel 4.3 Hasil two-way ANOVA
3
Hasil pengujian sambungan antar lunas kemudian dilakukan perhitungan statistic dengan metode two-way ANOVA seperti pada tabel 4.3. Pada subjek corrected model angka sig. 0.000 (<0.05) artinya hasil pengujian valid dan subjek sambungan*fastening angka sig. 0.028 (<0.05) artinya sambungan dan fastening yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap besar nilai tegangan lentur.
Gambar 4.1 Hook scarf-baut
fastening
Gambar 4.2 Hook scarf-sekrup
Jika diperhatikan secara seksama gambar 4.1 dan 4.2, untuk tipe sambungan yang sama dengan fastening baut defleksi atau patahan tertahan pada area yang dibaut (garis kuning) sedangkan sekrup defleksi atau patahan terjadi menerus hingga pusat sambungan atau area pasak. Artinya “cengkraman” baut lebih baik daripada sekrup (hal ini juga terjadi pada sambungan tabled scarf). 2) Sambungan Lunas & Gading Sambungan lunas-gading dengan menggunakan sambungan sekrup nilai tegangan lenturnya lebih baik dengan nilai sebesar 50,35 Mpa sedangkan baut hanya 47,72 Mpa seperti tabel 4.4 dibawah ini. Tabel 4.4 Sambungan lunas-gading Konstruksi Tegangan Lentur (Mpa) Lunas-Gading Baut 47,72 Lunas-Gading Sekrup 50,35 Nilai tegangan hasil perhitungan secara manual untuk gading sebesar 43.74 Mpa, kemudian dibandingkan dengan nilai tegangan hasil pengujiandan didapatkan prosesntasenya pada tabel 4.5, dimana penggunaan fastening sekrup memiliki prosentase terbaik dengan nilai 115,111%. Tabel 4.5 Prosentase nilai tegangan pada lunas-gading Konstruksi Prosentase (%) Lunas-Gading (Baut) 109.094 Lunas-Gading (Sekrup) 115.111
Jika diperhatikan pada gambar 4.3 penggunaan fastening baut, setelah dilakukan pengujian terlihat pada lunas terjadi retak yang menjalar diarea sambungan (1) dan gadingnya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
4
melendut akibat pembebanan (2) sedangkan pada gambar 4.4 penggunaan fastening sekrup pada bagian lunas tidak terjadi keretakan, namun pada gading selain mengalami defleksi akibat pemebebanan juga terlihat laminasi pecah atau retak (1).
2 Lendutan
1 Retak Mejalar
Gambar 4.5 Balok geladak-gading
Gambar 4.3 Lunas-gading (baut)
1 Defleksi dan Retak Mejalar
Gambar 4.4 Lunas-gading (sekrup)
3) Sambungan Balok Geladak & Gading Jika dilihat pada tabel 4.6, sambungan antara balok geladak-gading dengan fastening sekrup menghasilkan nilai tegangan terbesar dengan nilai 24.86 terpaut tipis dari yang lainnya. Tabel 4.6 Sambungan balok geladak-gading Konstruksi Tegangan Lentur (Mpa) Balok-Gading Baut 23,37 Balok-Gading Sekrup 24,86
Nilai tegangan hasil perhitungan secara manual untuk balok geladak sebesar 21.13 Mpa dan jika dibandingkan dengan nilai tegangan hasil pengujian maka didaptkan prosentase seperti pada tabel 4.7 dibawah ini. Dimana penggunaan fastening sekrup memiliki prosentase terbaik dengan 117.65.Nilai tegangan yang dihasilkan memang kecil, namun mengingat kedua sambungan ini nantinya harus diperkuat kembali dengan braket maka hasil ini dirasa cukup. Tabel 4.7 Prosentase nilai tegangan balo geladak-gading Konstruksi Balok-Gading Baut Balok-Gading Sekrup
Prosentase (%) 110.64 117.65
Hasil pengujian spesimen sambungan balok geladak-gading baik dengan fastening baut maupun sekrup menunjukkan hasil yang serupa dimana, kedua fastening mengalami pembengkokan mengikuti arah defleksi balok geladak dan retak atau patahan tidak terjadi pada area pertemuan antara balok geladak dan gading yang telah dilem sebelumnya melainkan berada diatas area tersebut yaitu retak terjadi pada material bambu dengan kata lain lem memiliki kuat rekat yang baik, seperti terlihat pada gambar 4.5.
B. Analisis Ekonomis Untuk memudahkan dalam analisis, maka dilakukan perhitungan ekonomis pembuatan 1m3 bambu laminasi untuk memudahkan perhitungan biaya kebutuhan material dan produktivitasnya. Hasilnya seperti pada tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 Biaya bambu laminasi 1m3 Item Biaya bambu/m3 Rp. 4,761,905 Biaya lem untuk laminasi 1 m3 bambu Rp. 9,918,855 Lama Pengerjaan 1m3 bambu laminasi 63 Hari Biaya tenaga kerja Rp. 3,162,222
Kemudian, volume seluruh konstruksi kapal 15 GT sebatas lunas, gading dan balok geladak sebesar untuk bambu laminasi setelah dilakukan optimalisasi volumenya sebesar 1.17m3 seedangkan sebagai perbandingan biaya disertakan kayu jati dan merbau dengan volume normal sebesar 1.38m3. Dengan merujuk pada tabel 4.8 biaya pembangunan konstruksi berbahan bamboo laminasi dapat dihitung dan hasilny seperti pada tabel 4.9 dibawah ini. Tabel 4.9 Biaya material konstruksi Kebutuhan Total Biaya Material Harga/m3 (m3) (Rupiah) Bambu 1.17 9,918,955 11,571,622 Laminasi Kayu Jati 28,000,000 38,763,307 1.38 Merbau 9,000,000 12,459,634 Tabel 4.10 Biaya tenaga kerja konstruksi bambu laminasi Lama Beban Total Biaya/ Nama Pengerjaan Biaya/hari (m3) 2 orang (hari) Tenaga 1.38 47.25 50,000 7,378,305 Kerja
Dari tabel 4.9, terlihat jelas bahwa bambu laminasi memiliki harga terendah dengan Rp. 11,571,622 dan jika ditotal dengan biaya tenaga kerjanya pada tabel 4.10 sebesar Rp. 7,378,305 sehingga total biaya menjadi Rp. 18,949,967 hasilnya jauh lebih murah lebih dari 2 kali lipat atau 104% ketimbang penggunaan kayu jati sebesar Rp. 38,763,307 (belum termasuk biaya tenaga kerja). Dengan kata lain penggunaan bamboo laminasi lebih ekonomis dan fleksibel karena dapat dibentuk sesuai kontruksi apapun yang dibutuhkan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Tabel 4.11 dibawah ini merupakan rekapitulasi biaya untuk fastening dan pembuatan sambungan dimana penggunaan baut lebih murah ketimbang sekrup karena memang harga jual pasarannya yang berbeda. Tabel 4.11 Rekapitulasi biaya fastening dan pembuatan sambungan
5
rata-rata pemasangan sekrup membutuhkan 20 menit untuk semua sambungan dengan kesulitannya masing-masing. Tabel 4.14 Kebutuhan waktu pemasangan fastening Lama Pengerjaan (menit) Sambungan Baut Sekrup Hook Scarf 8 20 Tabled Scarf 8 20 Lunas & Gading 10 20 Balok Geladak & 15 20 Gading
KESIMPULAN
Dengan mengambil sambungan dan fastening yang paling baik dari hasil pengujian sebelumnya maka besar biaya produksi dapat dihitung dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.12, yaitu sebesar Rp. 30,945,657. Tabel 4.12 Total Biaya Produksi
C. Analisis Teknis Pengerjaan Pada proses pembuatan konstruksi, proses pembentukan gading adalah yang paling sulit dan paling memakan waktu, karena dibutuhkan kehati-hatian dan keterampilan agar pengeleman dapat dilakukan secara merata dan proses pengepresan yang harus dilakukan sedikit demi sedikit dan membutuhkan banyak kuncian untuk dapat mengahsilkan lengkungan yang sesuai. Lalu, untuk lama pengerjaan untuk pembuatan sambungan terlihat pada tabel 4.13, sambungan miring atau hook scarf membutuhkan waktu terlama dengan 50 menit karena kesulitan saat pemotongan miring dimana serat bambu yang lebih ulet membuat sangat sulit untuk dipotong miring. Tabel 4.13 Kebutuhan Waktu Pengerjaan Sambungan Sambungan Lama Pengerjaan (menit) Hook Scarf 50 Tabled Scarf 35 Lunas & Gading 30 Balok Geladak & Gading 10
Kesulitan lainnya timbul pada saat proses pemasangan fastening dimana pemasangan sekrup lebih memakan waktu dan tenaga ketimbang baut, hal ini dikarenakan ukuran lubang yang sekrup sekitar 0,85xdiameter atau lebih kecil sedangkan baut sama dengan diameternya dan ukuran ulir sekrup yang lebih besar ketimbang baut seperti pada tabel 4.14, terlihat
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian in adalah sebagai berikut: 1. Sambungan yang mengasilkan nilai tegangan lentur (flexural stress) paling besar diantara yang lain ialah sambungan antar lunas hook scarf dengan fastening baut 68,25Mpa dan perbandingan terhadap tegangan hasil perhitungan manual 115,84%, sambungan antara lunas dan gading menggunakan fastening sekrup 50,35 Mpa dan perbandingan terhadap tegangan hasil perhitungan manual 115,11% dan sambungan antara balok geladak dan gading menggunakan fastening sekrup 24,86 Mpa dan perbandingan terhadap tegangan hasil perhitungan manual 117,65%. Variabel yang mempengaruhi besarnya tegangan lentur pada sambungan adalah kualitas bambu betung, kekuatan baut atau sekrup yang digunakan, ukuran ring atau pelat tambahan pada baut atau sekrup dan jenis sambungan itu sendiri. 2. Proses pengerjaan sambungan antar lunas hook scarf lebih sulit ketimbang tabled scarf ataupun sambungan lain pada konstruksi yang berbeda karena arah sambungan yang memotong miring arah serat bambu yang ulet, sehingga membutuhkan kurang lebih 50 menit untuk satu sambungan. 3. Total biaya produksi konstruksi lunas, gading dan balok geladak berbahan bambu laminasi sebesar Rp. 18,949,967 atau lebih murah ketimbang menggunakan kayu merbau atau kayu jati dan total biaya konstruksi dengan fasteningnya yang optimal menurut hasil perhitungan kekuatan sebesar Rp. 26,189,354. Biaya sambungan yang paling ekonomis adalah tabled scarf serta tipe fastening yang paling ekonomis untuk seluruh sambungan konstruksi adalah baut. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikannya waktu dan pemikirannya dalam membantu menyelesaikan penelitian ini, yaitu bapak Ir. Heri Supomo, M.Sc. dan Ir. Soejitno. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang memberikan dukungan dalam pengerjaan penelitian ini. Terima kasih banyak penulis tujukan kepada Biomaterial LIPI Cibinong yang telah mengijinkan penulis menggunakan tempat dan membantu menyelesaikan penelitian ini.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) DAFTAR PUSTAKA [1] BKI, B. K. (1996). Konstruksi kapal kayu. Biro Klasifikasi
Indonesia. [2] Desmond, C. (1919). Joints and Scarphs. In Wooden Ship
[3]
[4] [5] [6] [7] [8]
[9]
Building (p. 41). New York: The Rudder Publishing Company. Det Norske Veritas. (1970). Bolting of frames to floor. In D. N. Veritas, The construction and classification of wooden ships (pp. 45-46). Det Norske Veritas. Fangchun, Z. (2000). Selected Work of Bamboo Research. Nanjing: Nanjing Forestry University. Farelly, D. (1984). The Book of Bamboo. Sierra. Frick, H. (2004). Ilmu Konstruksi Bangunan Bambu. Yogyakarta: Kanisius (Anggota IKAPI). Misdarti. (2004). Peningkatan Kualitas Bambu dengan Teknik Laminasi. Tana Toraja. Portland. (2012). ASTM A307. Retrieved Mei 8, 2013, from Portland Bolt and Manufacturing Inc.: http://www.portlandbolt.com/technicalinformation/astm/AS TM_A307.html Wahidi, S. I. (2013). Analisis Teknis dan Ekonomis Produksi Kapal Ikan dengan Lunas, Gading dan Balok Geladak Berbahan Bambu Laminasi Sebagai Material Alternatif Pengganti Kayu. Surabaya: Teknik Perkapalan ITS.
6