JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Analisis Pengaruh Variasi Jarak Horisontal antara FSRU dan LNGC saat Side by Side Offloading terhadap Perilaku Gerak Kapal dan Gaya Tarik Coupling Line Yuni Ari Wibowo(1), Eko Budi Djatmiko(2), dan Murdjito(2) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, (2)Staff Pengajar Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
(1)
Abstrak— Teknologi transfer LNG antara dua bangunan apung merupakan komponen yang cukup penting pada operasi FSRU. Sistem transfer LNG dengan menggunakan konfigurasi side by side menciptakan jarak horisontal antara lambung FSRU dan LNGC. Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh variasi jarak horisontal terhadap perilaku gerak bangunan multibody dan terhadap gaya tarik tali tambatnya yang menghubungkan kedua lambung kapal. Variasi jarak horisontal yang dikaji mengacu pada kriteria operasi loading arm sebagai alat transfer LNG berdasarkan OCIMF, yaitu 2.5, 4, 6 dan 8.5 meter. Penelitian ini menyajikan metodologi berbasis frekuensi untuk menghitung perilaku gerak bangunan apung dan metodologi berbasis waktu untuk menghitung tali tambatnya. Berdasarkan analisis tersebut variasi jarak horisontal kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku gerak bangunan apung yaitu memberikan beda sekitar 1% pada tiap penambahan jarak horisontalnya. Sedangkan pada gaya tarik tali tambat memberikan pengaruh cukup signifikan terhadap intensitas gayanya sesuai dengan arah beban gelombang yang mengenai struktur apung. Arah beban gelombang melintang meyebabkan naiknya nilai gaya tarik tali tambat terhadap pertambahan jarak horisontal yaitu sekitar 80 s.d. 95% pada gaya tarik spring linenya (tali 4), sebagai akibat dari pertambahan luasan bidang kapal yang terkena tekanan gelombang melalui celah yang terbentuk antara FSRU dan LNGC. Sedangkan arah beban gelombang sisi menyebabkan turunnya nilai gaya tarik tali tambat terhadap pertambahan jarak horisontal yang terbentuk yaitu sekitar 25 s.d. 75%, pada gaya tarik spring linenya (tali 7) sebagai akibat dari bidang luasan LNGC terkena tekanan gelombang yang terdifraksi badan FSRU. Kata Kunci— Side by side, perilaku gerak, gaya tarik tali tambat
I. PENDAHULUAN Konfigurasi mooring dengan sistem tandem telah digunakan secara luas pada proses transfer minyak lepas pantai antara FPSO dan shuttle tanker. Sedangkan konfigurasi side by side mulai disorot bersamaan dengan munculnya sistem transfer LNG (LNG offloading) antara FSRU dengan LNGC yang mengharuskan proses transfer LNG pada jarak yang sangat dekat[1]. Interaksi hidrodinamis antara FSRU dan
LNGC menjadi bagian yang sangat penting pada proses perancangan konfigurasi sistem coupling line. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan analisis mengenai interaksi hidrodinamis pada kedua struktur apung dengan sistem side by side oleh Perwitasari (2010)[2]. Namun pada penelitian tersebut hanya menekankan pada interaksi hidrodinamis pada satu macam jarak horisontalnya saja, sehingga pengaruh dari pertambahan maupun pengurangan jarak horisontal antara FSRU dan LNGC belum dapat diketahui. Pada penelitian ini akan dikaji pengaruh jarak horisontal yang terbentuk pada sistem side by side terhadap perilaku gerakan multibody dan pengaruhnya terhadap gaya tarik coupling line. II. URAIAN PENELITIAN A. Model dan Konfigurasi Side by Side Model kedua struktur apung dimodelkan sebagai struktur rigid dengan kondisi muatan FSRU penuh dan muatan LNGC kondisi ballast. Dimensi-dimensi utama FSRU dan LNGC ditampilkan pada Tabel 1. Konfigurasi side by side dimodelkan mengacu berdasarkan OCIMF seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1[3]. Konfigurasi coupling line pada system side by side terdiri dari breast line (tali no 1, 2, 3, 8 dan 9) dan spring line (tali no 4, 5, 6 dan 7). Properti material coupling line yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 2. Variasi jarak horisontal (dari tepi midship antara FSRU dan LNGC) yang dikaji mengacu pada kriteria operasi loading arm berdasarkan OCIMF, yaitu 2,5, 4, 6 dan 8,5 meter. Sistem side by side tersebut ditambatkan pada soft yoke tower mooring sehingga dapat berputar weathervaning. Tabel 1. Dimensi utama FSRU dan LNGC Data Struktur Unit FSRU LNGC Ballast Load condition Full load load Length of all (Loa) m 294 268,101 Length between m 282 274 perpendecular (Lpp) Breadth (B) m 46 43,4 Depth (H) m 26 26 Draft design (T) m 11,6 9,4 Didplacement t 112375 102319 Kxx m 16,77 82,17 Kyy, Kzz m 13,55 79,77
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Tabel 2. Dimensi utama FSRU dan LNGC Jenis Diameter Konfigurasi Material (mm) Breast line Nylon 120 Spring line Nylon 192
MBL (ton) 305 760
2
Tabel 3. Hs berdasarkan analisis kurun waktu panjang Kurun waktu Hs (meter) 10 tahun-an 1,97 50 tahun-an 2,15 100 tahun-an 2,23
C. Perilaku Gerak Struktur Apung Analisis perilaku gerak struktur apung dilakukan dengan metodologi berbasis ranah frekuensi (frequency domain). Metodologi ini memiliki kesetimbangan dinamis dari persamaan gerak bangunan apung yang dapat dituliskan sebagai berikut[5] : Single body : (3) Multibody
:
(4) Gambar. 1. Konfigurasi copling line pada system side by side (breast Ine : tali 1, 2, 3, 8 dan 9, spring Ine : tali 4, 5, 6 dan 7)
B. Analisis Kondisi Gelombang Perilaku gerak struktur apung dikaji dalam dua kondisi gelombang : gelombang reguler dan gelombang acak dengan arah propagasi gelombang sisi (heading 90o), perempat haluan (heading 135o) dan perempat buritan (heading 45o). Rentang frekuensi gelombang yang dianalisis antara 0,25 – 2,05 rad/det dengan interval pertambahannya sebesar 0,05 rad/det. Pada kondisi gelombang acak spektra yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada spektra JONSWAP yang merupakan modifikasi dari Pierson-Moskowitz (DNV RPC205, 2010)[4], yaitu : (1) dengan, = Spektrum Pierson-Moskowitz = Hs p A
(2)
= tinggi gelombang signifikan = 2/Tp (angular spectral peak frequency) = non-dimensional parameter (bentuk puncak) = spectral width parameter =0.07 untuk < p =0.09 untuk > p = 1-0.287 ln() adalah normalizing factor
Analisis spektra respons dilakukan dengan Hs yang dihitung berdasarkan data sebaran gelombang perairan tempat sistem ini dipasang, yaitu perairan Maringgai, Lampung, Indonesia seperti yang disajikan pada Tabel 3.
Keluaran dari analisis ini berupa RAO yang menggambarkan rasio amplitudo gerakan dengan amplitudo gelombang terhadap frekuensi gelombang rentang 0,25 s.d. 2,05 rad/det. Pada analisis ini akan dibandingkan karakter perilaku gerak pada gelombang reguler dari struktur yang terapung bebas dan struktur yang tertambat side by side. Analisis perilaku gerak pada gelombang acak dilakukan dengan mengalikan harga kuadrat dari RAO gerakan dengan persamaan spektra gelombang. Keluaran dari analisis ini berupa data-data stokastik amplitudo ekstrim respon strukturnya [6]. Analisis gaya tarik coupling line diselesaikan dengan metodologi berbasis ranah waktu (time domain) yang didekati dengan prosedur integrasi waktu untuk menghasilkan time history response berdasarkan fungsi waktu. III. HASIL DAN DISKUSI A. Pengaruh Jarak Horisontal terhadap Perilaku Gerak Struktur Apung RAO heave ditunjukkan pada Gambar 2 dengan arah propagasi gelombang perempat buritan (45 deg heading wave) dan pada Gambar 3 dengan propagasi gelombang sisi (90 deg heading wave). Garis putus-putus menunjukkan gerakan FSRU dan LNGC terapung bebas, single body. Sedangkan garis menerus menunjukkan gerakan FSRU dan LNGC kondisi tertambat side by side, multibody. Terlihat pada Gambar 2 dan 3 bahwa gerakan FSRU tanpa LNGC menunjukkan grafik yang berbeda dibandingkan kondisi FSRU dengan LNGC.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Gambar 2. RAO heave FSRU dan LNGC (45 deg heading wave)
Gambar 6. RAO roll FSRU dan LNGC (90 deg heading wave)
Gambar 3. RAO heave FSRU dan LNGC (90 deg heading wave)
Gambar 7. RAO roll FSRU dan LNGC (90 deg heading wave)
Gambar 4. RAO sway FSRU dan LNGC (45 deg heading wave)
Gambar 8. RAO pitch FSRU dan LNGC (45 deg heading wave)
Gambar 5. RAO sway FSRU dan LNGC (90 deg heading wave)
Gambar 9. RAO pitch FSRU dan LNGC (90 deg heading wave)
Gerakan lainnya ditunjukkan pada Gambar 4 s.d. 9.
3
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Gambar 4 dan 5 menunjukkan grafik gerakan sway untuk heading 45o dan 90o. Gambar 6 dan 7 menunjukkan grafik gerakan roll untuk heading 45o dan 90o. Gambar 8 dan 9 menunjukkan grafik gerakan pitch untuk heading 45o dan 90o. Meninjau Gambar 2 s.d. 9 terlihat bahwa variasi jarak horisontal antara badan FSRU dan LNGC kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku geraknya ditandai dengan bentuk grafik yang saling berhimpit satu sama lain. Gerakan-gerakan yang dikenai propagasi gelombang sisi, pada bagian lee side (bagian yang terhalang, LNGC) cenderung memiliki magnifikasi gerakan yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian weather side (bagian yang terkena langsung, FSRU). Karakteristik gerakan heave akibat propagasi perempat buritan saat kondisi tertambat (lihat Gambar 2) memiliki harga yang relatif lebih kecil dibandingkan saat mengapung bebas (single body). Hal ini terjadi karena saat kondisi FSRU tanpa LNGC atau LNGC tanpa FSRU akan menaikkan gerakan moda vertikal secara signifikan, terlihat juga pada gerak vertikal lainnya, roll dan pitch (lihat Gambar 6 dan 8). Sedangkan pada gerakan sway (lihat Gambar 4) kondisi saat FSRU dengan LNGC maupun LNGC dengan FSRU memberikan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi FSRU tanpa LNGC atau LNGC tanpa FSRU. Karakteristik gerakan FSRU atau LNGC akibat propagasi gelombang sisi menunjukkan semua gerakannya, heave, sway, roll dan pitch (lihat Gambar 3, 5, 7 dan 9) saat kondisi tertambat memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi mengapung bebas. Respon struktur pada gelombang acak diestimasi berdasarkan perhitungan gerak struktur (RAO) pada gelombang reguler. Spektrum gelombang (lihat Gambar 10) JONSWAP digunakan untuk menganalisis perilaku respon struktur pada gelombang acak. Amplitudo ekstrim tiap-tiap gerakannya ditunjukkan pada Tabel 4.
4
Berdasarkan nilai amplitudo ekstrim pada Tabel 4 dapat digunakan untuk menentukan apakah sistem side by side dapat beroperasi atau harus diberhentikan. Kriteria operasi side by side ditinjau berdasarkan kriteria operasi loading arm sebagai alat distribusi LNG dari FSRU ke LNGC. Berdasarkan ketentuan OCIMF (1st Edition 1980 and 2nd Edition 1987) direkomendasikan area geser (drifting area) yang diizinkan untuk gerakan geser longitudinal dan lateral (arah gerakan surge dan sway) sebesar ±3.1 meter[6]. Jika gerakan melebihi ketentuan yang telah disebutkan maka proses transfer LNG akan diberhentikan dan akan dilanjutkan kembali saat gerakan tidak melebihi batas yang telah ditentukan. Kriteria batasan gerak kapal yang dianalisis adalah saat kondisi kemungkinan terjadi tubrukan kapal yaitu pada jarak horisontal terdekat, 2.5 meter dan kondisi yang mempengaruhi proses transfer LNG yaitu pada saat jarak horisontal terjauh, 8,5 meter. Bentang jarak horisontal terdekat dan terjauh merupakan area jangkauan loading arm (flanging area) saat kondisi mula-mula (initial condition). Adapun kondisi operasi yang bisa berlangsung ialah saat ujung sisi kapal tidak saling bertabrakan saat kapal saling mendekat dan berada pada jangkauan flanging area ditambah dengan drifting area sesuai yang telah ditentukan oleh OCIMF saat kapal saling bergerak menjauh, atau jika dihitung mencapai 11.6 meter (jarak horisontal, 8.5 meter ditambah dengan jarak offset yang diizinkan, 3.1 meter). Analisis yang dilakukan yaitu dengan melihat kondisi batas operasi loading arm saat FSRU dan LNGC bergerak dengan kombinasi gerakan sway-roll dan heave-roll.
Gambar 11. Ilustrasi gerak kapal kondisi side by side jarak 2.5 meter, gerakan sway-roll
Gambar 10. Spektra gelombang JONSWAP berdasarkan tinggi gelombang kurun waktu panjang Tabel 4. Nilai amplitudo ekstrim gerakan FSRU dan LNGC Amplitudo ekstrim gerakan
Sway (m) Heave (m) Roll (deg) Pitch (deg)
FSRU
LNGC
Hs 1,97m
Hs 2,15m
Hs 2,2m
Hs 1,97m
Hs 2,15m
Hs 2,23m
0.69 1.00 1.16 0.10
0.75 1.09 1.26 0.11
0.78 1.14 1.32 0.12
0.67 1.35 6.42 0,16
0.73 1.47 7.01 0,18
0.75 1.52 7.27 0,19
Gambar 12. Ilustrasi gerak kapal kondisi side by side jarak 2.5 meter, gerakan heave-roll
Ukuran gerakan yang terdapat pada gambar 11 dan 12 menjelaskan gerakan masing-masing kapal dari posisi awalnya (warna hitam) serta menjelaskan jarak horisontal gerakan yang timbul akibat gerakan masing-masing kapal dari posisi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) awalnya (warna merah). Jarak horisontal inilah yang akan digunakan sebagai acuan operasi side by side. Operasi side by side dapat dilakukan jika jarak horisontalnya tidak melebihi batas operasi yaitu 11.6 meter atau kedua kapal tidak saling bertubrukan (jarak horisontalnya bernilai negatif). Arah gerakan beserta jarak offsetnya (baik pada jarak 2,5 maupun 8,5 m) dapat dilihat pada tabel 5 dan 6. Tabel 5. Kondisi operasi FSRU dan LNGC side by side dengan jarak horisontal 2.5 meter berdasarkan kriteria operasi
5
menyilang dan gelombang sisi. Durasi waktu yang digunakan dalam analisis time domain ini diatur selama 1 jam (3600 detik). Analisis ini akan melihat nilai gaya tarik tiap-tiap coupling line pada 2 kondisi : kondisi transient (transient state) dan kondisi steady (steady state). Kondisi transient menunjukkan nilai besarnya gaya tarik (ton) per waktu kejadian, events (detik) pada saat mula-mula hingga nilai gaya tarik menjadi stabil. Sedangkan kondisi steady menunjukkan nilai gaya tarik yang sudah stabil. Nilai gaya tarik signifikan coupling line per waktu kejadian akibat beban arah gelombang menyilang dapat dilihat pada Gambar 13 (tali 4). Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai gaya tarik signifikan pada tali 4 dalam kondisi transient terjadi dalam selang waktu 0 s.d. 1800 detik dengan gaya tariknya sebesar 52.1 ton dan kondisi steady terjadi dalam rentang waktu 1800 s.d. 3600 detik dengan gaya tariknya sebesar 48.2 ton. Analisis pengaruh variasi jarak horisontal terhadap gaya tarik signifikan tiap-tiap coupling line akibat propagasi gelombang menyilang ditunjukkan pada Gambar 14 dan akibat propagasi gelombang sisi ditunjukkan pada Gambar 15.
Tabel 6. Kondisi operasi FSRU dan LNGC side by side dengan jarak horisontal 8.5 meter berdasarkan kriteria operasi
Gambar 13. Nilai gaya tarik signifikan (ton) terhadap waktu kejadian (detik) selama 3600 detik pada tali 4 akibat beban gelombang menyilang
B. Pengaruh Jarak Horisontal terhadap Gaya Tarik Coupling Line Analisis gaya tarik coupling line dilakukan dengan menginvestigasi sistem yang dikenai propagasi gelombang
Gambar 14. Pengaruh variasi jarak horisontal terhadap intensitas gaya tarik signifikan coupling Ine pada kondisi steady (beban dari arah menyilang, heading 45o)
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
Gambar 15. Pengaruh variasi jarak horisontal terhadap intensitas gaya tarik signifikan coupling Ine pada kondisi steady (beban dari arah sisi, heading 90o)
Berdasarkan Gambar 14 dapat disimpulkan bahwa karakter gaya tarik signifikan yang terjadi pada jarak yang semakin membesar cenderung memiliki gaya tarik yang semakin membesar pula. Hal ini disebabkan karena semakin besar jarak yang timbul antara FSRU dan LNGC ketika dikenai gelombang oblique akan menimbulkan gaya tekan gelombang yang melewati celah antara FSRU dan LNGC dengan intensitas lebih besar sehingga tekanan yang diterima tali tambat menjadi lebih besar. Pembesaran nilai gaya tarik pada penambahan jarak horisontal memberikan beda sekitar 80 s.d 90% pada bagian spring line (tali 4). Sedangkan propagasi gelombang sisi menyebabkan semakin kecil jarak horisontalnya karakter gaya tarik signifikanya cenderung menunjukkan nilai yang lebih besar (lihat Gambar 15). Kondisi tersebut disebabkan beban gelombang yang bekerja pada LNGC terhalangi/terdifraksi oleh badan FSRU, karena ukuran FSRU relatif lebih besar. Sudut yang terbentuk antara tali tambat dengan badan kapal serta panjangnya tali tambat yang lebih dominan mempengaruhi gaya tarik tali tambat. Semakin kecil sudut yang terbentuk antara tali tambat dengan badan kapal serta semakin pendek talinya akan menghasilkan gaya tarik yang lebih besar. Pembesaran nilai gaya tarik pada pengurangan jarak horisontal memberikan beda sekitar 25 s.d 75% pada bagian spring line (tali 7). IV. KESIMPULAN Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan : 1. Gerakan FSRU tanpa LNGC memiliki karakter perilaku gerak yang berbeda dengan FSRU dengan LNGC. Pada bagian lee side (bagian yang terhalang, LNGC) cenderung memiliki gerakan yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian weather side (bagian yang terkena langsung, FSRU). 2. Karakteristik gerakan akibat propagasi gelombang perempat buritan saat kondisi mengapung bebas mengakibatkan kenaikan pada moda gerak vertikal (heave, roll dan pitch). Sedangkan pada moda gerak horisontal saat kondisi tertambat memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan saat mengapung bebas. Karakteristik gerakan akibat propagasi gelombang sisi memberikan kenaikan harga RAO pada tiap-tiap gerakannya pada kondisi tertambat dibandingkan kondisi mengapung bebas.
6
3. Variasi jarak horisontal antara FSRU dan LNGC kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku gerak kapal yaitu dengan beda 1% pada nilai RAOnya. 4. Variasi jarak horisontal memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada gaya tarik coupling line sesuai dengan arah beban gelombang yang mengenai struktur apung. Arah beban gelombang menyilang meyebabkan naiknya intensitas gaya tarik signifikan tali tambat terhadap pertambahan jarak horisontal dengan beda 80 s.d 90% pada gaya tarik spring linenya (line 4, dalam kondisi steady). Sedangkan arah beban gelombang sisi menyebabkan turunnya intensitas gaya tarik tali tambat terhadap pertambahan jarak horisontal yang terbentuk dengan beda 25 s.d. 75 pada gaya tarik spring linenya (line 7, dalam kondisi steady). DAFTAR PUSTAKA [1] Bunnik, Tim. 2009. “Hydrodynamic Analysis for Side By Side Offloading”. Proceeding of the Nineteenth International Offshore and Polar Engineering Conference, ISOPE. Osaka. [2] Perwitasari, R. P. 2010. “Hydrodynamic Interaction and Mooring Analysis For Offloading Between FPSO and LNG Shuttle Tanker”. Master Thesis of Departement Marine Technology, Norwegian University of Science and Technology, Trondheim.American Bureau of Shipping. 2014. Guide For Building And Classing Mobile Offshore Unit, Amerika. [3] OCIMF. 2008. Mooring Equipment Guidelines. United Kingdom [4] DNV-RP-F205. 2010. Global Performance Analysis of Deepwater Floating Structures. Norway. [5] Faltinsen, O. M. 1990. Sea Loads On Ships And Offshore Structures. United Kingdom : Cambridge University Press. [6] Djatmiko, E. B. 2012. Perilaku dan Operabilitas Bangunan Laut Di Atas Gelombang Acak. Surabaya : ITS Press.