ISSN 2087-0965 JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Vol. 4, No. 1, Mei 2013 Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit untuk Dimanfaatkan Kembali sebagai Air Proses (Recycle) Rustiana Yuliasni dan Sartamtomo
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft dengan Sistem Biologis Anaerobik UASB Wetland Sri Moertinah, Misbachul Moenir, Sartamtomo dan Rustiana Yuliasni
Kopolimerisasi Kulit Pisang-N-(Hidroksimetil) Akrilamida Sebagai Penyerap Ion Logam Cu (II) dan Cr (VI) Meri Suhartini
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap dengan Proses Anaerob Filter dan Aerob Media Bergerak Bekti Marlena, Sartamtomo, Yuniarti Dewi D. dan Nur Zen
7 7 2 0 8 7
0 9 6 5 0 4
Volume 1 NomorVOLUME 3 - Juni3011 4, NOMOR 1 - MEI 2013
9
Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Tanin dari Buah Bakau (Rhizophora mucronata) Muryati Ulasan Buku (Misbachul Moenir)
JURNAL RISET Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
Vol. 4
No. 1
Halaman 113 - 159
Semarang, Mei 2013
ISSN No. 2087-0965
Diterbitkan Oleh : BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI BESAR TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI (RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION PREVENTION TECHNOLOGY) Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri adalah majalah ilmiah berkala yang memuat karya tulis ilmiah di bidang pencegahan pencemaran industri, diterbitkan secara teratur 2 (dua) kali per tahun oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Semarang (BBTPPI), Kementerian Perindustrian. DEWAN REDAKSI Penanggung Jawab/Ketua Pengarah : Kepala BBTPPI Semarang Pengarah : Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan, Kepala Bidang Pelayanan Jasa Teknis, Kepala Bagian Tata Usaha Pemimpin Redaksi : Drs. Misbachul Moenir M.Si (Teknologi Lingkungan) Wakil Pemimpin Redaksi : Drs. Sigit Kartasanjaya (Kimia Lingkungan) Mitra Bestari : Prof. Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc (Meteorologi), Dr. Bambang Cahyono, M.Sc (Kimia Organik), Prof. Dr. Ir. Purwanto, DEA (Teknologi Kimia), Prof. Dr. rer. nat. Drs. Karna Wijaya, M.Eng (Kimia Energi dan Kimia Bahan) Dewan Redaksi : Ir. Sri Moertinah, M.Si (Teknologi Lingkungan), Ir. Nani Harihastuti, M.Si (Teknologi Lingkungan), Dr. Aris Mukimin, S.Si, M.Si (Kimia Lingkungan), Cholid Syahroni, S.Si, M.Si (Kimia Lingkungan), Silvy Djayanti, ST, M.Si (Ilmu Lingkungan). Ir. Ais Lestari Kusumawardhani (Simulasi dan Kontrol Proses), Bekti Marlena, ST, M.Si (Ilmu Lingkungan), Dra. Muryati Apt. (Simulasi dan Kontrol Proses), Ir. Marihati (Simulasi dan Kontrol Proses), Ikha Rasti Julia Sari, ST, M.Si (Ilmu Lingkungan), Ir. Djarwanti (Teknologi Lingkungan) Redaksi Pelaksana : Drs. M. Nasir, MA, Hanny Vistanty, ST, MT, Rustiana Yuliasni, ST Sekretaris : Subandriyo, S.Si, M.Si, Aniek Yuniati Sisworo, ST. Setting/Tata Naskah dan Tata Kelola Website : Nur Zen, ST, Arief Hidayat, S.Kom Distribusi : Eko Widowati, SH, Santoso PENGANTAR REDAKSI Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia , baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan lainnya. Oleh karena itu keberadaan air perlu dipelihara dan dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. Salah satu upaya yang harus dilakukan oleh industri adalah melakukan pengolahan air limbahnya sampai memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Pada terbitan kali ini, redaksi menyajikan artikel-artikel tentang beberapa teknologi pengolahan air limbah industri dan artikel tentang penghilangan tanin dari buah bakau, yang merupakan hasil penelitian para peneliti, yaitu : 1. Pengolahan Lanjut Air Limbah Industri Penyamakan Kulit untuk Dimanfaatkan Kembali sebagai Air Proses (Recycle) 2. Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft dengan Sistem Biologis Anaerobik UASBWetland 3. Kopolimerisasi Kulit Pisang-N-(Hidroksimetil) Akrilamida sebagai Penyerap Ion Logam Cu(II) dan Cr (VI) 4. Pengolahan Air Limbah Industri Kecap dengan Proses Anaerob Filter dan Aerob Media Bergerak 5. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Tanin dari Buah Bakau (Rhizophora mucronata) Pada kesempatan ini Redaksi Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, mengucapkan banyak terima kasih kepada para peneliti yang telah menyampaikan karya tulisnya untuk dipublikasikan dan redaksi tetap mengharapkan sumbangan naskah karya tulis ilmiah dari semua pihak. Redaksi Jurnal Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri menerima saran dan kritik dari para pembaca dalam rangka meningkatkan mutu dan penampilan.
Alamat Redaksi / Penerbit
Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro 6 Semarang, Telp. (024) 8316315 Fax. (024) 8414811 Email :
[email protected] Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
‘i
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Vol. 4 No 1, Mei 2013
DAFTAR ISI 1. Rustiana Yuliasni dan Sartamtomo ...................................................................................................
1
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit untuk Dimanfaatkan Kembali sebagai Air Proses (Recycle) 2. Sri Moertinah, Misbachul Moenir, Sartamtomo dan Rustiana Yuliasni............................................
11
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft dengan Sistem Biologis Anaerobik UASB Wetland 3. Meri Suhartini.......................................................................................................................................
21
Kopolimerisasi Kulit Pisang-N-(Hidroksimetil) Akrilamida sebagai Penyerap Ion Logam Cu(II) dan Cr (VI) 4. Bekti Marlena , Sartamtomo , Yuniarti Dewi D. dan Nur Zen ..........................................................
31
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap dengan Proses Anaerob Filter dan Aerob Media Bergerak 5. Muryati ..................................................................................................................................................
39
Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Kadar Tanin dari Buah Bakau (Rhizophora mucronata)
JURNAL RISET Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
ii
Vol. 4
No. 1
Halaman 1 - 47
Semarang, Mei 2013
ISSN No. 2087-0965
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1 Mei 2013
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI
PETUNJUK UMUM JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI adalah publikasi ilmiah dibidang teknologi pencegahan pencemaran industri. Jurnal ini diterbitkan oleh Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris yang baik dan benar. Naskah dapat berupa hasil penelitian dan pengembangan, kajian ilmiah, analisis dan pemecahan masalah dibidang teknologi pencegahan pencemaran industri. Naskah tersebut belum pernah dipublikasikan dalam publikasi ilmiah lainnya. PETUNJUK PENULISAN 1.
Setiap naskah harus diketik menggunakan MS Word, fontasi Arial, 1,5 spasi, pada kertas HVS ukuran A4 (kwarto) 70 g, maksimal 15 halaman, margin kiri 30 mm dan kanan 25 mm, margin bawah dan atas masing-masing 25 mm. naskah dikirim rangkap 2 (dua) disertai soft copy dalam CD atau dikirimkan lewat e-mail atau e-pesan. 2. Susunan naskah yang berasal dari hasil riset adalah sebagai berikut : judul. Nama dan alamat institusi penulis, Abstrak Berbahasa Indonesia, Kata Kunci Berbahasa Indonesia, abstract Berbahasa Inggris, Keywords, Pendahuluan, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Ucapan Terima kasih (kalau ada) dan Daftar Pustaka. Naskah yang bukan hasil riset disesuaikan dengan format ilmiah yang berlaku. 3. Judul : ditulis dengan huruf besar font 14 pt bold (format all caps), singkat, jelas, menambarkan isi naskah/ naskah, maksimal 16 kata. 4. Nama penulis : dengan font 12 pt bold ditulis nama lengkap, tanpa gelar akademik. Apostrop ditulis di belakang nama penulis dengan format superscript. Jarak antara judul dan nama penulis adala 2 spasi. 5. Abstrak dan Abstract : abstrak memuat perumusan masalah, tujuan, metodologi, hasil utama, kesimpulan dan implikasi hasil penelitian. Maksimal 250 kata. Judul abstrak dan abstract ditulis denan font 11 pt bold. Isinya ditulis dengan font 11 pt italic (huruf miring). Margin kiri 40 mm dan margin kanan 30 mm. Jarak nama penulis dan Abstrak adalah 2 spasi. Abstract berbahasa Inggris adalah terjemahan dari Abstrak. 6. Kata Kunci dan Key Words : maksimal 8 kata. Key Words adalah terjemahan bahasa Inggris kata kunci. Judul Kata Kunci dan ditulis dengan font 11 pt bold. Isinya ditulis dengan font 11 pt italic. Margin disamakan dengna abstrak. Jarak Abstrak dan Kata Kunci dan Abstract dan Key Words masin-masing 2 spasi. 7. Isi Naskah : ditulis dengan font 12 pt. 8. Gambar dan Tabel : harus diberi urut. Judul table ditulis di atas tabel, sedangkan judul gambar ditulis dibawahnya. Penempatan table dan gambar harus berdekatan dengan teks yang mengacunya. Gambar / grafik hendaknya menggunakan format beresolusi tinggi dan kontras. Hindari gambar dan tabel ditulis pada lampiran. Jumlah gambar dan tabel tidak boleh lebih dari 30% dari seluruh halaman. 9. Daftar Pustaka : disusun menurut abjad Buku : nama penulis, tahun penerbitan, judul, volume, edisi, nama penerbit, kota terbit. Referensi dari nskah yang tidak dipublikasikan dan komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka, tetapi ditulis dalam teks. Terbitan berkal : nama penulis, tahun penerbitan, judul naskah, nama terbitan volume dan nomor terbitan dan nomor halaman. Pustaka dari proceeding : nama penulis, judul pustaka, nama proceeding, nama penerbit, tahun. Website/internet : nama penulis, judul, nama serial on line, tahun serial, tangal dikutip, nama website. 10. Naska akan dievaluasi oleh dewan penyunting, dengan kriteria penilaian : kebenaran isi, orisnilitas, kejelasan uraian dan kesesuaian dengan sasaran jurnal. Naskah yan tidak dapat dimuat akan diberitahukan kepada penulisnya. 11. Pendapat atau pernyataan ilmia merupakan tanggung jawab penulis. 12. Hal-hal yang belum jelas dapat menghubungi redaksi.
.
. . .
Alamat Redaksi
: REDAKSI JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Jl. KI Manngunsarkoro No. 6 semarang Telp. (024) 8316315 , Fax. (024) 8414811, Email :
[email protected]
ISSN No. 2087-0965 Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
iii
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI ( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHNOLOGY ) Vol. 4, No. 1, Mei 2013
ISSN 2087-0965 ABSTRAK
PENGOLAHAN LANJUT AIR LIMBAH TEROLAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT UNTUK DIMANFAATKAN KEMBALI SEBAGAI AIR PROSES (RECYCLE)
Rustiana Yuliasni dan Sartamtomo Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl.Kimangunsarkoro No 6 Semarang - 50136 email :
[email protected]
Pengolahan lanjut air limbah industri penyamakan kulit untuk dimanfaatkan kembali sebagai air proses ini menggunakan gabungan teknologi multi media filter dan teknologi Reverse Osmosis (RO). Reaktor multi media filtrasi terdiri dari saringan kerikil- pasir , zeolit, karbon aktif granular Filtrasorb Calgon Carbon F100 dan resin catridge filter menggunakan media resin anion Amberlite IRA 420 dengan gugus fungsional -N(CH3)3- dan IONAC C-249 dengan gugus fungsional R – SO3 – Na+. Reaktor RO menggunakan model RE 1812 – 50 CSM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi dari peralatan ini dapat menurunkan konsentrasi BOD, COD, kesadahan, Fe, Cl, KMnO4, kekeruhan dan TDS sampai dengan dibawah baku mutu air bersih yang disyaratkan. Kata Kunci: limbah penyamakan kulit, recycle, multimedia filter, reverse osmosis
PILOT PROJECT PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KERTAS KRAFT DENGAN SISTEM BIOLOGIS ANAEROBIK UASB – WETLAND
Sri Moertinah, Misbachul Moenir, Sartamtomo, Rustiana Yuliasni Balai Besar Teknologi Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang email :
[email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk membuat Pilot Project Pengolahan Air Limbah dengan sistem kombinasi anaerobik UASB-wetland untuk mengolah air limbah industri kertas kraft dan diterapkan di salah satu industri kertas di Kudus, Jawa Tengah. Reaktor anaerobik UASB dirancang dengan debit 2 m 3 /hari dan COD influent 2500 mg/L Dari reaktor anaerobik UASB air limbah dilanjutkan dengan pengolahan dengan wetland. Hasil uji coba lapangan didapatkan waktu tinggal hidrolik (HRT) dalam reaktor anaerobik UASB adalah 21 jam dengan hasil penurunan COD 87 %. Hasil ini lebih baik dari hasil percobaan laboratorium ( HRT 24 jam dan penurunan COD 84 %). Pengolahan lanjut dengan wetland menunjukan kualitas air limbah sudah memenuhi Baku Mutu Air Limbah industri kertas menurut Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5/2012. Dari hasil perhitungan biaya operasional, pengolahan teknologi biologi gabungan teknologi anaerobik - wetland membutuhkan biaya Rp 886,3 / m3 air limbah. Kata Kunci: air limbah industri kertas kraf, organik tinggi, biodegradable, anaerobik UASB -Wetland
iv
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4 No. 1, Mei 2013
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI ( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHNOLOGY ) ISSN 2087-0965
Vol. 4, No. 1, Mei 2013 ABSTRAK
KOPOLIMERISASI KULIT PISANG-N-(HIDROKSIMETIL) AKRILAMIDA SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Cu (II) DAN Cr (VI)
Meri Suhartini PATIR-BATAN, Jl. Batan No.49– Lebak bulus. Jakarta Selatan Email :
[email protected]
Pada studi ini bubuk kulit pisang (BKP) dikopolimerisasi dengan N-(Hidroksimetil) Akrilamida (NHMA), dengan inisiator iradiasi dari sumber kobalt-60. Kopolimerisasi BKP dengan NHMA bertujuan memperbaiki sifat fisika kimia BKP, antara lain ketahanan asam dan kemampuan penyerapan BKP sebagai adsorben ion logam berat. Bubuk kulit pisang diaktivasi dengan NaOH kemudian ditambah N-(Hidroksimetil) Akrilamida dan diiradiasi pada dosis 4 kGy; 8 kGy; 16 kGy dan 32 kGy. Hasil modifikasi menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan penyerapan ion logam Cu (II) dengan bertambahnya dosis iradiasi. Sedangkan kemampuan penyerapan terhadap ion logam Cr (VI) tidak berubah secara signifikan sebelum dan setelah penambahan NHMA dan diiradiasi pada dosis 4 kGy, akan tetapi secara berangsur menurun dengan bertambahnya dosis iradiasi. Terjadi peningkatan kekuatan fisik yang ditunjukan dengan penurunan kerusakan BKP-NHMA. Adsorben BKP-NHMA dapat didaur ulang dan dapat dipergunakan kembali dengan penurunan kemampuan penyerapan sebesar 47,55%. Kata Kunci: bubuk kulit pisang, N-(Hidroksimetil) akrilamida, iradiasi, adsorben ion logam berat.
PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP DENGAN PROSES ANAEROB FILTER DAN AEROB MEDIA BERGERAK
Bekti Marlena , Sartamtomo , Yuniarti Dewi D. dan Nur Zen Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang – 50136 Email :
[email protected]
Penelitian pengolahan air limbah industri kecap dilakukan dengan proses anaerob filter dilanjutkan dengan proses aerob dengan media bergerak. Tujuan penelitian ini adalah penerapan pengolahan air limbah secara anaerob filter dan aerob dengan media biofilm yang bergerak di industri kecap. Air limbah yang diolah memiliki karakteristik konsentrasi BOD berkisar 500-700 mg/L, konsentrasi COD antara 1.400 sampai dengan 10.000 mg/L, dan konsentrasi TSS antara 174 sampai 1.306 mg/L, sedangkan pH berkisar 5,5-7,0. Desain pengolahan air limbah meliputi unit ekualisasi, bak feeding, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi dan bak kontrol. Direncanakan pengolahan air limbah sebesar 1 m3/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efesiensi rata-rata penurunan COD pada bak ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, dan bak sedimentasi berturut-turut adalah 23,85%; 81,99%; 58,06% dan 24,43%. Adapun efisiensi penurunan TSS rata-rata pada unit pengolahan berturut-turut adalah 9,29%; 68,44%; 89,84%; dan 46,40%. Secara keseluruhan efisiensi pengolahan rata-rata COD sebesar 96,06% dan efisiensi pengolahan rata-rata TSS sebesar 98,49% Kata kunci : pengolahan air limbah, industri kecap, anaerob filter, aerob media bergerak
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
v
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI ( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHNOLOGY ) ISSN 2087-0965
Vol. 4, No. 1, Mei 2013 ABSTRAK PENGARUH SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KADAR TANIN BUAH BAKAU (Rhizophora mucronata)
Muryati Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl.Kimangunsarkoro No 6 Semarang - 50136 email :
[email protected]
Masalah utama dalam ekstraksi tanin dari buah bakau adalah belum diketahuinya kondisi yang tepat untuk memacu agar proses ekstraksi berjalan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi dalam proses ekstraksi tanin dari buah bakau (Rhizophora mucronata). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, menerapkan 2 faktor yaitu faktor suhu dan lama ekstraksi. Faktor suhu ekstraksi dengan 2 taraf yaitu : 70oC (S1) dan 800C (S2) sedangkan faktor lama ekstraksi dilakukan dalam 4 taraf berturut-turut 3 jam (W1), 4 jam (W2), 5 jam (W3) dan 6 jam (W4). Data yang diperoleh yaitu rendemen dan kadar tanin dianalisis dengan sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen dan kadar tanin pada ekstrak buah bakau. Kombinasi suhu 80o C dengan lama waktu 5 jam memberikan kondisi terbaik bagi ekstraksi tanin dari buah bakau, yaitu rendemen ekstrak tanin 14,166% dan kadar tanin 70,624%. Kata kunci : suhu-waktu, ekstraksi, tanin, Rhizophora mucronata
vi
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI ( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHNOLOGY ) ISSN 2087-0965
Vol. 4, No. 1, Mei 2013 ABSTRACT
ADVANCED TREATMENT TECHNOLOGY FOR TANNERY WASTE WATER TO BE REUSE FOR PROCESSING WATER (RECYCLE)
Rustiana Yuliasni and Sartamtomo Center for Industrial Pollution Prevention Technology (BBTPPI) Jl.Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang - 50136 email:
[email protected]
The research on advanced treatment technology of tannery waste water for process water usage was done by combining multimedia filtration and reverse osmosis (RO) technology. Multimedia reactor contained of sand, zeolite, granular activated carbon filtrasorb calgon carbon F100, Amberlite IRA 420 and Ionac C-249 anion resin. The RO reactor contained reverse osmosis model RE 1812 – 50 CSM. He result showed that the reactor was able to decrease the content of BOD, COD, and hardness, Fe, Chloride, Permanganate, Turbidity and TDS Keywords: tannery waste water, recycle, multi media filter, reverse osmosis
WASTEWATER TREATMENT PILOT PROJECT ON KRAFT PAPER INDUSTRY WITH BIOLOGICAL SYSTEMS ANAEROBIC UASB-WETLAND
Sri Moertinah, Misbachul Moenir, Sartamtomo and Rustiana Yuliasni Center for Industrial Pollution Prevention Technology (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang email:
[email protected]
The research aim was to make a waste water treatment pilot project with combination of anaerobic UASB reactor and wetland. Afterward the pilot project was applied in a kraft paper industry in Kudus, Central Java. The UASB was designed for capacity of 2 m3 waste water/day with COD load of 2, 500 mg/L. The outflow of the UASB then was treated by wetland. The result of the infield experiment was that the hydraulic residence time (HRT) in the UASB was 21 hours to yield COD reduction of 87%. The result was better than the laboratory experiment that was HRT 24 hours for COD reduction of 84%. The infield experiment showed that the quality of the wetland outflow was fulfilled the Paper Industry Waste Water Effluent standard according to Central Java Province Regulation No.5/2012. The operating cost of the system was Rp 886,3 /m3 of wastewater. Keywords : kraft paper industry waste water, high organic, biodegradable, anaerobic UASB - wetland
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
vii
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI ( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHNOLOGY ) ISSN 2087-0965
Vol. 4, No. 1, Mei 2013 ABSTRACT
COPOLYMERIZATION BANANA PEEL SKIN-N-(HYDROXYMETHYL) ACRYLAMIDE AS ADSORBENT METAL ION Cu (II) AND Cr (VI)
Meri Suhartini PATIR-BATAN, Jl. Batan 49-Lebak fleeced. South Jakarta email:
[email protected]
In this study banana peel powder (BKP) was copolymerized with N-(Hydroxymetil) Acrylamide. Irradiation of cobalt-60 was used as the initiator. The aims of BKP-NHMA copolymerization is to improve the physical chemical properties of BKP as adsorbent. Mixed banana peel powder - N-(Hydroxymetil) Acrylamide was irradiated at a dose of 4 kGy; 8 kGy; 16 kGy and 32 kGy. The results showed an increase in Cu (II) adsorption capacity of adsorbent by copolymer irradiation, which gradually increasing by increasing the irradiation dose. While the adsorption of Cr (VI) did not change significantly before and after irradiation at dose of 4 kGy, however gradually decreasing by increasing the irradiation dose. However, an increase in physical strength are indicated by a decrease damage BKP-NHMA. BKP-NHMA adsorbent can be recycled and can be reused with a decrease of 47.55% adsorption ability. Keywords: Banana Peel Powder, N-(Hydroxymetil) Acrylamide, irradiation, Heavy Metal ion Adsorbent.
WASTE WATER TREATMENT OF KETCHUP INDUSTRY BY ANAEROBIC FILTER AND AEROBIC MOVING MEDIA Bekti Marlena, Sartamtomo, Yuniarti Dewi D. and Nur Zen Center for Industrial Pollution Prevention Technology (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang email:
[email protected]
The research on ketchup industry wastewater treatment with anaerobic filter process and aerob moving bed biofilm has been investigated.The objective of this research was the application of wastewater treatment by anaerobic filter and aerobic moving bed biofilm in ketchup industry.The wastewater had characteristics BOD concentration ranges from 500 to 700 mg/L, COD concentration between 1,400 to 10,000 mg/L, and TSS concentrations between 174 to 1,306 mg/L, while the pH range 5.5-7.0. Design of wastewater treatment units were equalization, feeding tank, anaerobic filter tank, aerobic tank, sedimentation. Wastewater treatment was planned for 1 m3/day.The results showed that the effectiveness of the average COD reduction in equalization, anaerobic filter tank, aerob tank and sedimentation respectively 23.85%, 81.99%, 58.06% and 24.43%. The effectiveness of the average TSS reduction on processing unit were 9.29%, 68.44%, 89.84% and 46.40%. Overall, the average processing efficiency of COD was 96.06% and average processing efficiency TSS was 98.49%. Keywords: wastewater treatment, ketchup industry, anaerobic filters, aerobic moving bed biofilm
viii
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
JURNAL RISET TEKNOLOGI PENCEGAHAN PENCEMARAN INDUSTRI ( RESEARCH JOURNAL OF INDUSTRIAL POLLUTION CONTROL TECHNOLOGY ) Vol. 4, No. 1, Mei 2013
ISSN 2087-0965 ABSTRACT
THE EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION AGAINST TANIN EXTRACTION OF MANGROVE (Rhizophora mucronata) Muryati Center for Industrial Pollution Prevention Technology (BBTPPI) Jl.Kimangunsarkoro No. 6 Semarang email:
[email protected]
The main problem in tannin extraction of mangrove (Rhizophora mucronata) was that the optimum condition for the effective extraction was unknown. The aim of this research was to determine the optimum conditions of the tannin extraction in term of temperature and duration. The research used Completely Randomized Design factorial pattern by applying 2 factors, i.e. temperature and duration. The temperature factors were 70 0C (S1) and 80 0C (S2). The duration factors were 4 stages in a sequence; i.e. 3 hours (W1), 4 hours (W2), 5 hours (W3), 6 hours (W4). The data obtained, extraction efficiency and tannin content, were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA). The results shows that the interaction between temperature and extraction duration had the significant effect and the most optimum extraction condition was the combination of 800C temperature and 5 hours duration. Keywords: temperature-time, extraction, tannin, Rhizophora mucronata
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
ix
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
x
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
PENGOLAHAN LANJUT AIR LIMBAH TEROLAH INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT UNTUK DIMANFAATKAN KEMBALI SEBAGAI AIR PROSES (RECYCLE) Rustiana Yuliasni dan Sartamtomo Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl.Kimangunsarkoro No 6 Semarang - 50136 email :
[email protected] Naskah diterima tanggal 11 Maret 2013, disetujui tanggal 22 April 2013
ABSTRAK
Percobaan atau penelitian pengolahan lanjut air limbah industri penyamakan kulit untuk dimanfaatkan kembali sebagai air proses ini menggunakan gabungan teknologi multi media filter dan teknologi reverse osmosis (RO). Reaktor multi media filtrasi terdiri dari saringan kerikil- pasir , zeolit, karbon aktif granular Filtrasorb Calgon Carbon F100 dan resin catridge filter menggunakan media resin anion Amberlite IRA 420 dengan gugus fungsional -N(CH3)3- dan IONAC C-249 dengan gugus fungsional R – SO3 – Na+. Reaktor Reverse Osmosis (RO) menggunakan reverse osmosis model RE 1812 – 50 CSM.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi dari peralatan ini dapat menurunkan konsentrasi BOD, COD, kesadahan, Fe, Cl, KMnO4, kekeruhan dan TDS sampai dengan dibawah baku mutu air bersih yang disyaratkan. Kata kunci : limbah penyamakan kulit, recycle, multimedia filter, reverse osmosis
ABSTRACT The research on advanced treatment technology of tannery waste water for process water usage was done by combining multimedia filtration and reverse osmosis (RO) technology. Multimedia reactor contained of sand, zeolite, granular activated carbon filtrasorb calgon carbon F100, Amberlite IRA 420 and IONAC C-249 anion resin. The RO reactor contained reverse osmosis model RE 1812 – 50 CSM. The result showed that the reactor was able to decrease the content of BOD, COD, and hardness, Fe, chloride, permanganate, turbidity and TDS. Keywords: tannery waste water, recycle, multi media filter, reverse osmosis
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
1
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
PENDAHULUAN Industri kulit merupakan salah satu industri yang menghasilkan air limbah dengan karakteristik kandungan organik maupun anorganik yang tinggi. Kandungan organik berasal dari proses penghilangan protein dan lemak dari lapisan kulit dan komponen anorganik berasal dari garam hidroksida, sulfida, nitrat, klorida, asam sulfat, asam format dan logam krom yang digunakan dalam proses pelunakan kulit (Pickling), perendaman (soaking), penyamakan( retanning) dan pewarnaan (dyeing) (Padilla dan Tavani, 1999). Selain itu debit air limbah yang dihasilkan juga sangat besar dikarenakan karakteristik proses penyamakan kulit selalu menggunakan banyak air dimana kebutuhan air untuk mengolah 1 kg kulit sebesar 30-35 liter (Ramanujam dkk, 2001). Saat ini, daerah yang banyak terdapat industri kecil menengah (IKM) kulit adalah Magetan dimana air limbah dari proses penyamakan kulit dari masing-masing IKM tersebut dikumpulkan untuk diolah secara terpadu di Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) yang dibangun oleh Balai Pelayanan Teknis Industri Kulit (BPTIK) Magetan. Proses pengolahan air limbah industri kulit di lingkungan Balai Pelayanan Teknis Industri Kulit (BPTIK) Magetan dilakukan dengan menggunakan sistem pengolahan kimia yaitu koagulasi–flokulasi yang digabungkan dengan sistem pengolahan biologi lumpur aktif tetapi hasilnya tidak cukup baik. Effluent IPAL di BPTIK hingga saat ini masih dibuang ke sungai, dimana sungai yang menjadi tempat pembuangan air limbah tersebut, saat musim kemarau debit airnya sangat kecil bahkan seringkali tidak ada airnya sama sekali sehingga menimbulkan bau yang berasal dari degradasi bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Selain itu, untuk kebutuhan produksi pabrik mengambil air dari sungai, sehingga saat musim kemarau pabrik kesulitan mendapatkan air dan harus membeli air dari luar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya dengan memanfaatkan kembali 2
air limbah untuk proses produksi (recycle). Agar air limbah dapat memenuhi syarat untuk dijadikan air proses maka perlu dilakukan post treatment. Dalam penelitian ini proses post treatment yang akan dilakukan adalah dengan sistem multi media filtrasi, dilanjutkan dengan sistem osmosis balik (reverse osmosis). Sistem multimedia filtrasi dilakukan dengan menggunakan beberapa jenis media yaitu pasir dan kerikil, zeolit , karbon aktif dan resin anion. Karbon aktif berbentuk granule (Granular Activated Carbon /GAC) dapat menghilangkan bahan organik, bau, warna tetapi tidak dapat menghilangkan material anorganik seperti kesadahan (Dvorak dan Skipton, 2008). sehingga untuk menghilangakan bahan anorganik seperti logam berat dan kesadahan digunakan resin anion walaupun menurut penelitian yang telah dilakukan resin anion juga dapat menurunkan COD sebesar 86% untuk limbah manufaktur (Chai dkk, 2004). Sedangkan sistem osmosis balik digunakan untuk menghilangkan material organik, material terlarut (Total Dissolved Solid atau TDS), logam berat dan juga dapat menghilangkan mikroorganisme seperti bakteri dan virus. (Bartels, 2003). Dengan diterapkannya alat ini di IPAL BPTIK Magetan sebagai pengolahan lanjut (advanced treatment) akan dapat mengatasi permasalahan kurangnya air bersih untuk proses penyamakan kulit dengan cara mengolah kembali air limbah sehingga memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai air proses penyamakan kulit. METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah effluent di IPAL BPTIK Magetan. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu reaktor yang mengkombinasikan sistem filtrasi, adsorbsi, ion exchange dan RO. Rangkaian reaktor menjadi satu kesatuan unit pengolahan dapat dilihat pada Gambar 1. Reaktor multi media filtrasi terdiri dari saringan kerikil- pasir ukuran > 100 mesh, zeolit
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
yang mengandung (ALO4)- dan (SiO4)- dengan ukuran 80 – 90 mesh, karbon aktif dengan media karbon aktif granular Filtrasorb Calgon Carbon F100 dengan ukuran pori 30 – 60 mesh dan resin catridge filter menggunakan media resin anion Amberlite IRA 420 dengan gugus fungsional -N(CH3)3- dan IONAC C-249 dengan gugus fungsional
R – SO3 – Na+ (Dhegani,
2010). Sedangkan untuk reaktor Reverse Osmosis (RO) menggunakan reverse osmosis model RE 1812 – 50 CSM (Gawaad dkk, 2011).
Gambar 1. Unit Pengolahan Limbah (Sartamtomo dkk, 2009)
Cara kerja reaktor sebagai berikut : air limbah yang keluar dari IPAL BPTIK Magetan dengan volume 100 L masuk ke dalam reaktor multi media filter yang terdiri dari media campuran kerikil dan pasir, zeolit kemudian masuk kedalam reaktor karbon filter yang berisi media karbon aktif, kemudian dilanjutkan masuk ke dalam reaktor catridge filter yang berisi resin anion, diteruskan dengan masuk ke dalam reaktor reverse osmosis . Variabel bebas adalah waktu tinggal : 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Pengambilan contoh dilakukan selang waktu 30 menit. Parameter yang dianalisa meliputi : Biological
Oxygen Demand (BOD) , Chemical Oxygen Demand (COD), Permanganat (KmnO4), Besi (Fe), Klorida (Cl), Kesadahan, Kekeruhan, TDS, pH dan suhu yang dilakukan di laboratorium pengujian Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang. Metode uji menggunakan Standard Methods APHA AWWA 2009. Pertimbangan dalam memilih parameterparameter tersebut dari total 27 parameter baku mutu air bersih adalah bahwa nilai BOD, COD dan permanganat akan mewakili komponen organik dari air limbah, sedang Cl, kesadahan, TDS, kekeruhan mewakili komponen anorganik, Fe mewakili komponen logam berat dan suhu mewakili komponen fisik dari air limbah. Pertimbangan lain yang dipakai adalah bahwa ke-10 parameter tersebut adalah parameter yang disyaratkan oleh SNI sebagai parameter baku mutu untuk air proses penyamakan kulit (SNI, 1989). Proses penyamakan kulit menggunakan logam berat krom dalam prosesnya, tetapi karena di BPTIK Magetan Cr sudah di recycle dan langsung digunakan lagi dalam proses penyamakan dan juga dari hasil analisa awal air limbah juga memperlihatkan bahwa logam krom bernilai lebih kecil dari baku mutu sehingga dalam penelitian ini tidak di dipantau (Sartamtomo dkk, 2009). Evaluasi dilakukan dengan menggunakan tolok ukur baku mutu air bersih sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 416/ Menkes/PER/IX/1990 dan baku mutu untuk air proses penyamakan kulit SNI. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1, 2 dan 3 ditampilkan hasil analisa kualitas air limbah yang masuk ke reaktor multimedia filter dengan waktu tinggal 30 menit, 60 menit, dan 90 menit.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
3
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Tabel 1. Hasil analisa kualitas air limbah yang masuk reaktor multimedia filter untuk waktu tinggal 30 menit. Hasil Analisa air limbah yang masuk ke-
Satuan
Baku Mutu Air Bersih
Pasir&kerikil
BOD
mg/L
-
96,72
88,32
17,28
82,13
2
COD
mg/L
-
671,8
311,7
142,1
142,1
85,1
87,33
3
Kesadahan
mg/L
500
341,9
33.04
14,49
14,49
14,49
95,76
4
Fe
mg/L
1
< 0,010
< 0,010
< 0,010
< 0,010
< 0,010
-
5
Klorida
mg/L
600
426,9
421,9
332,8
285,6
212,9
50,13
6
KMnO4
mg/L
10.0
131,5
117.5
92.27
92.27
32,86
75,01
7
Kekeruhan
mg/L
50
6,3
6,6
6.3
6.2
6
4,76
8
TDS
mg/L
1500
10100
9730
9700
9500
9200
8,91
9
Temperatur
C
-
28.0
27.6
27.8
27.8
27.8
-
10
pH
-
6,5-9,0
7.59
7.74
7.37
7.72
8.09
-
o
30 menit
Resin
30 menit
30 menit
88,32
% Penurunan
1
Parameter
Karbon
Effluent
Zeolit 30 menit 94,08
No
Tabel 1 terlihat bahwa effluent yang keluar dari reaktor multimedia filter yang terdiri dari pasir dan kerikil, zeolit, karbon aktif dan resin , untuk parameter BOD, COD, kesadahan, Cl, kekeruhan, pH dan suhu jika dibandingkan dengan baku mutu air bersih sudah memenuhi baku mutu. Tabel 2. Hasil analisa kualitas air limbah yang masuk reaktor multimedia filter untuk waktu tinggal 60 menit.
No
Parameter
Satuan
Baku Mutu Air Bersih -
Hasil Analisa air limbah yang masuk kePasir&kerikil Zeolit Karbon Resin 60 60 60 60 menit menit menit menit 32,64 26,88 25,2 20,5
Effluen
% Penurunan
18,9
42,10
1
BOD
mg/L
2
COD
mg/L
-
130,2
133,2
130,6
110,5
85,5
34,33
3
Kesadahan
mg/L
500
330,4
320,9
115,9
105,5
99,9
69,76
4
Fe
mg/L
1
<0.010
<0,010
<0.010
<0.010
<0.010
-
5
Klorida
mg/L
600
409,9
400,9
395,8
350,6
340,8
16,86
6
KMnO4
mg/L
10.0
11,75
10,75
10,09
9,98
9,75
17,02
7
Kekeruhan
mg/L
50
6,3
6,2
6,2
6,1
6,1
3,17
8
TDS
mg/L
9
Temperatur
10
pH
1500
10200
10100
10000
9980
9970
2,25
C
-
28.9
28.5
28.5
28.5
28.5
-
-
6,5-9,0
7.44
7.54
7.57
7.55
7.60
-
o
Tabel 3. Hasil analisa kualitas air limbah yang masuk reaktor multimedia filter untuk waktu tinggal 90 menit.
1
BOD
mg/L
29,36
55,05
2
COD
mg/L
-
163,7
156.13
78.67
75.87
70,05
57,21
3
Kesadahan
mg/L
500
313
302.0
298.6
290.5
290
7,35
4
Fe
mg/L
5
<0.010
<0.010
<0.010
<0.010
<0.010
-
5
Klorida
mg/L
600
414,9
413.5
402.9
400.5
390,3
5,93
6
KMnO4
mg/L
10.0
11,25
10.62
10.09
10.02
9,89
12,09
7
Kekeruhan
mg/L
50
6,3
6.2
6.2
6.1
6,1
3,17
8
TDS
mg/L
1500
10400
10200
10100
9900
9800
5,77
9
Temperatur
C
-
28.9
29.4
29.7
29.8
29.1
-
10
pH
-
6,5-9,0
No
4
Hasil Analisa air limbah yang masuk ke-
Baku Mutu Air Bersih -
Parameter
Satuan
o
Pasir&kerikil 90 menit 65,32
Zeolit 90 menit 55,52
Karbon 90 menit 32.64
Resin 90 menit 30.56
Effluen
% Penurunan
-
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Tabel 2 tampak bahwa keluaran dari rekator multi media filter sudah memenuhi baku mutu air bersih kecuali untuk parameter TDS, tetapi persen penurunan konsentrasi polutan semakin rendah jika dibandingkan dengan waktu tinggal 30 menit. Tabel 3 terlihat bahwa kualitas air limbah yang masuk reaktor multimedia filter untuk waktu tinggal 90 menit untuk nilai COD dan BOD turun sebanyak 55,05% dan 57,21 % tetapi nilai kesadahan turun hanya sebesar 7,35 % , berbeda signifikan jika dibandingkan dengan pada waktu tinggal 30 dan 60 menit. Yang dapat dicermati dari tabel 1,2, dan 3 adalah nilai penurunan kesadahan pada waktu 90 menit hanya 7,35% . Nilai tersebut sangat jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan kesadahan pada waktu 30 dan 60 menit. Pengaruh waktu detensi air limbah sangat mempengaruhi keefektifan dari reaktor multi media filter. Kecepatan alir fluida yang tinggi menyebabkan waktu detensi yg rendah dan memberikan tekanan yang terjadi cukup besar sehingga filter dengan efektif menyerap bahan organik, bahan organik yang yang terserap pada reaktor multi media filter kemungkinan bahan organik yang berupa zat padat tersuspensi (TSS) dengan ukuran pori yang relatif besar sehingga dapat tertahan dalam pori-pori media filter melalui proses penyerapan fisika-kimia. Proses penyerapan fisika terjadi pada reaktor pasir kerikil, zeolit dan karbon sedang penyerapan kimiawi terjadi pada reaktor dengan media resin melalui proses ion exchange. Bahan-bahan anorganik tidak bisa terserap secara efektif melalui proses filtrasi ini yang dibuktikan dengan kecilnya penurunan parameter-parameter anorganik dari air limbah penyamakan kulit terutama parameter TDS yang masih melebihi baku mutu. Kecenderungan penurunan parameter kesadahan juga kecil yang dapat dilihat pada gambar 2. Gambar 2 terlihat bahwa kecenderungan penurunan nilai kesadahan setelah limbah berturut-turut masuk kedalam reaktor
multimedia filter yang terdiri dari kerikil - pasir, karbon aktif, zeolit dan resin pada waktu 30, 60, dan 90 menit. Kalau pada waktu 30 menit, kinerja pasir dan kerikil sangat bagus dalam menurunkan nilai kesadahan, dan untuk waktu 60 menit kinerja reaktor yang paling dominan adalah zeolit, tetapi pada waktu 90 menit ke empat reaktor tidak bekerja dengan baik, terutama kinerja resin. Fungsi resin seharusnya adalah menurunkan kesadahan dengan mengikat garam-garam seperti sulfat, klorida dan nitrat penyebab kesadahan tetap. Kemungkinan yang menyebabkan hal tersebut salah satunya adalah bahwa karena kinerja resin dipengaruhi oleh flow rate/debit dari limbah yang masuk. Semakin besar debit air limbah, yang berarti semakin pendek waktu tinggal, maka semakin besar kapasitas penyerapan dari resin karena kecepatan transfer masa menjadi besar (Chai dkk, 2004). Kemungkinan yang lain adalah penggunaan 2 macam resin anion yaitu nitrat selektif resin Amberlite IRA 420 dan sulfat selektif resin yaitu IONAC C-249 dimana kerja dari keduanya saling bertolak belakang sehingga saling mengganggu dan menyebabkan keduanya tidak efektif (Misnani, 2010). Kemampuan karbon aktif dalam menurunkan kesadahan juga tidak bagus. Filter karbon tidak efektif dalam menurunkan kesadahan karena karakterisitik dari karbon aktif adalah competitive adsorption dimana ada beberapa zat yang well-adsorbed atau mudah diserap oleh karbon aktif dan ada yang less adsorbed atau sulit diserap sehingga kemampuan adsorbsi dari karbon aktif untuk tiap zat itu berbeda-beda dan karbon aktif cenderung menyerap warna, bau dan bahan organik (Dvorak dan Skipton, 2008). Zeolit sangat bagus menurunkan nilai kesadahan pada waktu kontak 60 menit dikarenakan struktur tiga dimensi yang dimiliki zeolit mempunyai pori-pori yang dapat dilewati oleh air dimana ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukarkan dengan ion Na+ dan K+ (Wang dan Peng, 2010).
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
5
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
multimedia filter pada waktu tinggal 90 menit lebih bagus jika dibandingkan dengan waktu tinggal 60 menit. Menurut penelitian Sivakumar dkk, tingginya nilai TDS berasal dari proses pickling yang menggunakan soduim format dan sodium bikarbonat. Penggunaan zat-zat tersebut juga mengakibatkan tingginya nilai kesadahan. Gambar 2. Kecenderungan penurunan nilai kesadahan air limbah dengan variasi waktu tinggal
Selain nilai kesadahan, nilai TDS dari air limbah besar sekali dan persen penurunan TDS dari keempat reaktor multi media filter juga tidak bagus. Nilai TDS masih jauh diatas baku mutu yang disyaratkan. Nilai TDS dipengaruhi oleh adanya garam-garam terlarut dan protein terlarut. Karakteristik dari air limbah industri penyamakan kulit adalah tingginya kandungan kapur dan asam yang yang digunakan untuk mengikis kandungan kelenjar lemak dan bulu, membentuk garam-garam terlarut yang menyebabkan tingginya TDS (Sivakumar dkk, 2005). Gambar 3 diperlihatkan kecenderungan penurunan nilai TDS setelah secara berturutturut dilewatkan ke dalam reaktor multimedia filter untuk waktu tinggal 30, 60 dan 90 menit. Nilai penurunan TDS yang paling besar dicapai pada waktu tinggal 30 menit , terutama untuk kerja resin yang cenderung lebih baik. Sedangkan pada waktu 60 menit kinerja reaktor dalam menurunkan nilai TDS tidak terlalu baik, terutama kerja karbon dan resin. Kinerja reaktor
Gambar 3. Kecenderungan penurunan nilai TDS oleh variasi waktu tinggal.
Effluent yang berasal dari reaktor multi media filter kemudian dialirkan ke dalam reaktor reverse osmosis ( RO) , dimana air limbah dialirkan selama 30 menit, 60 menit dan 90 menit yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4, 5 dan 6. Tabel 4,5 dan 6 menunjukkan hasil analisa kualitas keluaran (effluent) dari resin yang pada tabel disebut influent RO yang dilewatkan ke dalam reaktor RO selama masing-masing 30 menit, 60 menit dan 90 menit dan kemudian keluar dari RO (Effluent RO). Dari Tabel 4 , 5, 6 tampak bahwa pada
Tabel 4. Hasil analisa kualitas air limbah yang masuk dan keluar dari reaktor RO untuk waku tinggal 30 menit.
6
mg/L
Baku Mutu Air Bersih -
Baku mutu proses SNI -
COD
mg/L
-
-
3
Kesadahan
mg/L
500
120
4
Fe
mg/L
5
5
5
Klorida
mg/L
100
100
6
KMnO4
mg/L
10.0
5.0
7
Kekeruhan
mg/L
50
50
8
TDS
mg/L
1500
1500
No
Parameter
1
BOD
2
9
Te mperatur
10
pH
Satuan
o
% Penurunan
influent RO
Effluent RO
17,28
8,13
52,95
85,1
26,6
68,74
14,49
5,65
61,01
< 0,010
<0,010
-
212,9
86,12
59,55
32,86
12,12
63,12
6
3
50,00
9200
1450
84,24
C
-
-
27.8
27,5
-
-
6,5-9,0
6,0-7,5
8.09
6,8
-
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Tabel 5. Hasil analisa kualitas air limbah yang masuk dan keluar dari reaktor RO untuk waktu tinggal 60 menit.
1
BOD
mg/L
-
Baku mutu proses SNI -
2
COD
mg/L
-
-
85,5
24,6
71,23
3
Kesadahan
mg/L
500
120
19,9
5,65
71,61
4
Fe
mg/L
5
5
<0.010
<0,010
-
5
Klorida
mg/L
100
100
340,8
76,12
77,66
6
KMnO4
mg/L
10.0
5.0
9,75
2,87
70,56
7
Kekeruhan
mg/L
50
50
6,1
1,5
75,41
8
TDS
mg/L
1500
1500
9970
1400
85,96
-
-
28.5
27,5
-
6,5 - 9,0
6,0 - 7,5
7.60
6,8
-
No
Parameter
9
Temperatur
10
pH
Satuan
Baku Mutu Air Bersih
o
C
-
Influent RO
Effluent RO
% Penurunan
18,9
5,83
69,15
Tabel 6. Hasil analisa kualitas air limbah yang masuk dan keluar dari reaktor RO untuk waktu tinggal 90 menit.
1
BOD
mg/L
-
Baku mutu proses SNI -
2
COD
mg/L
-
-
70,05
16,6
76,30
3
Kesadahan
mg/L
500
120
290
5,65
98,05
4
Fe
mg/L
5
5
< 0.010
< 0,010
-
5
Klorida
mg/L
100
100
390,3
76,12
80,50
6
KMnO4
mg/L
10.0
5
9,89
2,57
74,01
7
Kekeruhan
mg/L
50
50
6,1
1,5
75,41
8
TDS
mg/L
1500
1500
9800
1280
86,94
C
-
-
29.1
27,5
-
-
6,5-9,0
6,0-7,5
6,8
-
No
Parameter
9
Temperatur
10
pH
Satuan
Baku Mutu Air Bersih
o
waktu 30 menit, 60 menit dan 90 menit nilai penurunan untuk semua parameter sangat signifikan yaitu diatas 50%, terutama penurunan TDS sangat signifikan yaitu sebesar 84,24%, 85,96%, dan 86,94%, sehingga yang tadinya tidak memenuhi baku mutu air bersih menjadi memenuhi baku mutu air bersih. Parameter yang juga menurun dengan cukup besar adalah COD yaitu sebesar 68,74%; 71,23% dan 76,30% yang disebabkan karena pengaruh turunnya nilai TDS. Besarnya TDS atau padatan terlarut dalam air limbah berpengaruh terhadap nilai COD karena dari padatan yang terlarut tersebut kemungkinan ada sebagian yang merupakan zat
Influent RO
Effluent RO
% Penurunan
29,36
5,73
80,48
organik terlarut yang berupa protein yang terhidrolisa. (Fababuj-Roger dkk, 2007). Nilai kekeruhan juga menurun yaitu masing masing 50% untuk waktu 30 menit, dan 75,41% untuk waktu 60 dan 90 menit. Untuk parameter COD, hasil yang didapat dari penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fababuj-Roger dkk, dimana Efektifitas RO bisa sampai 98%. Dalam penelitiannya, FababujRoger dkk menambahkan reaktor membran Ultrafiltrasi yang terbuat dari polietilensulfat setelah proses filtrasi fisika kimia untuk
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
7
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
meningkatkan efektifitas RO. Menurut Collivignerelli dan Barducci, 1984 penggunaan ultrafiltrasi dapat memisahkan zat organik dengan berat molekul yang besar seperti protein, lemak, koloid, zat terlarut lain dengan berat molekul yng lebih rendah seperti garam sulfida dan amin. Jika ultrafiltrasi dipadukan dengan reaktor RO akan membantu kerja reverse osmosis menjadi lebih ringan dan RO akan menjadi lebih efektif dalam menurunkan ion terlarut seperti klorida. Walaupun penggunaan reaktor ultrafiltrasi sangat efektif, tetapi untuk penggunaan skala pilot project biaya investasi yang diperlukan akan sangat mahal apalagi untuk diaplikasikan pada Industri Kecil Menengah di Magetan.
direduksi dengan maksimal oleh reaktor RO. Kesadahan disebabkan adanya ion Ca+ dan Mg2+ yang berikatan dengan anion sulfida, hidroksida yang menyebabkan kesadahan tetap, dan dari hasil penelitian ini reaktor RO bisa mereduksi kesadahan sampai 98% dan TDS sampai 86%. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian adalah gabungan dari reaktor multi media filter dan reaktor reverse osmosis dapat digunakan sebagai pengolahan lanjut untuk mengolah limbah penyamakan kulit sehingga dapat dipakai lagi untuk air proses. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kombinasi dari peralatan ini dapat menurunkan konsentrasi BOD ,COD, Kesadahan Fe, Cl, KMnO4, Kekeruhan dan TDS sampai dengan dibawah baku mutu air bersih dan air proses penyamakan kulit yang disyaratkan. Reaktor RO bisa mereduksi kesadahan sampai 98% dan TDS sampai 86%. DAFTAR PUSTAKA Bartels, C.R. 2003. World Congress on Desalination and Water Reuse.Bahama.
Gambar 4. Efektifitas RO untuk tiap parameter air limbah pada waktu kontak 30, 60, dan 90 menit.
Dari Gambar 4 terlihat bahwa efektifitas dari RO meningkat seiring dengan bertambahnya waktu kontak, yang dibuktikan dengan % penurunan tiap parameter pada waktu 90 menit yang semakin besar jika dibandingkan dengan % penurunan untuk waktu kontak 60 menit dan 30 menit. Untuk parameter Kesadahan tampak bahwa pada waktu 90 menit efektifitas RO naik dengan sangat signifikan yaitu sebesar 98,05 %, sedangkan untuk parameter TDS lamanya waktu kontak tampaknya tidak memberikan hasil yang signifikan. Kesadahan dan TDS yang diharapkan akan direduksi oleh resin anion pada reaktor multimedia filter tetapi ternyata resin tidak bisa bekerja secara maksimal, dapat 8
Chai, L., F. Zhang, G. Zhang. 2004. Treatment on DSD Acid Wastewater Using a Weak Basic Resin. Desalination 180 (2005) 157-162. Collivignarelli, C. Dan G. Barducci. 1984. Waste Recovery From The Tanning Industry. Waste Management & Research (1984) 2, 265 – 278 Padilla , A.P. dan E.L. Tavani. 1999. Treatment of an Industrial Effluent by Reverse Osmosis. Desalination 126 (1999) 219-226. Dvorak, B.I. dan S.O. Skipton. 2008. Drinking Water Treatment: Activated Carbon Filtration. Lincoln, USA. http://extension.unl.edu/publication (diakses pada tanggal 16 September 2012, pukul 19.51).
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Dhegani, M., A. B. Haghighi, Z. Zamanian. 2010. The Efficiency of Amberjet 4200 Resin in Removing Nitrate in the Presence of Competitive Anion from Shiraz Drinking Water. Pakistan Journal of Biological Science 13 (11):551 – 555.
Sivakumar, V., et al. 2005. Management of total dissolved solids in tanning process through improved techniques. Journal of Cleaner Production 13 (2005) 699 – 703.
Fababuj-Roger, M., et al. 2007. Reuse of Ta n n e r y W a s t e w a t e r s b y Combination of Ultrafiltration and Reverse Osmosis After a Conventional Physical-Chemical Treatment. Desalination 204 (2007) 219 – 226. Gawaad, R. S., S.K. Sharma, S.S. Shambi. 2011. Comparative Study of Nano and RO Membrane for Sodium Sulfate Recovery from Industrial Wastewater. ARPN journal of Engineering and Applied Sciences Vol. 6 No. 11 November 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No 416/ Menkes/PER/IX/1990. Misnani. 2010. Praktikum Teknik Lingkungan “Total Padatan Terlarut”. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Indralaya. Ramanujam, R.A., R. Ganesh, J. Kandasamy. 2001. Wastewater Treatment Technology for Tanning Industry. Unesco-Encyclopedia of Life Support system. Sartamtomo, dkk. 2009. Laporan Penelitian: Pengolahan Lanjut Limbah Industri Kulit untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses. BBTPPI, Kementrian Perindustrian. Semarang. Wang, S. and Y. Peng. 2010. Natural Zeolites as Effective Adsorbents in Water and Wastewater Treatment. Chemical Engineering Journal 156 (2010) 11 – 24. Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
9
10
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
PILOT PROJECT PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KERTAS KRAFT DENGAN SISTEM BIOLOGIS ANAEROBIK UASB – WETLAND Sri Moertinah, Misbachul Moenir, Sartamtomo, Rustiana Yuliasni Balai Besar Teknologi Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang email :
[email protected] Naskah diterima tanggal 18 Maret 2013, disetujui tanggal 3 Mei 2013
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk membuat Pilot Project Pengolahan Air Limbah dengan sistem kombinasi anaerobik UASB-wetland untuk mengolah air limbah industri kertas kraft dan diterapkan di salah satu industri kertas di Kudus, Jawa Tengah. Reaktor anaerobik UASB dirancang dengan debit 2 m 3 /hari dan COD influent 2500 mg/L Dari reaktor anaerobik UASB air limbah dilanjutkan dengan pengolahan dengan wetland. Hasil uji coba lapangan didapatkan waktu tinggal hidrolik (HRT) dalam reaktor anaerobik UASB adalah 21 jam dengan hasil % penurunan COD 87 %. Hasil ini lebih baik dari hasil percobaan laboratorium ( HRT 24 jam dan % penurunan COD 84 %). Pengolahan lanjut dengan wetland menunjukan kualitas air limbah sudah memenuhi BakuMutu Air Limbah industri kertas menurut Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5/2012. Dari hasil perhitungan biaya operasional, pengolahan teknologi biologi gabungan teknologi anaerobik - wetland membutuhkan biaya Rp 886,3 / m3limbah. Kata kunci : air limbah industri kertas kraft, organik tinggi, biodegradable, anaerobik UASB- wetland
ABSTRACT The research aim was to make a waste water treatment pilot project with combination of anaerobic UASB reactor and wetland. Afterward the pilot project was applied in a kraft paper industry in Kudus, Central Java. The UASB was designed for capacity of 2 m3 waste water/day with COD load of 2, 500 mg/L. The outflow of the UASB then was treated by wetland. The result of the infield experiment was that the hydraulic residence time (HRT) in the UASB was 21 hours to yield COD reduction of 87%. The result was better than the laboratory experiment that was HRT 24 hours for COD reduction of 84%. The infield experiment showed that the quality of the wetland outflow was fulfilled the Paper Industry Waste Water Effluent standard according to Central Java Province Regulation No.5/2012. The operating cost of the system was Rp 886,3 /m3 of wastewater. Keywords : kraft paper industry waste water, high organic, biodegradable, anaerobic UASB - wetland
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1 Mei 2013
11
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
PENDAHULUAN Air limbah industri kertas dan kraft merupakan air limbah dengan kandungan zat organik yang tinggi namun dapat diurai oleh mikroorganisme (biodegradable). Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mengolah air limbah organik biodegradable tinggi adalah dengan sistim biologis anaerobik (Medhat M.A et.al, 2004 dan Adrianus van Haandel et.al, 1994). Proses metabolisme anaerobik berlangsung dalam tiga tahap yaitu tahap hidrolisa, asidifikasi dan metanasi. Pada tahap hidrolisa senyawa bentuk polimer didegradasi menjadi monomer-monomer yang kemudian oleh bakteri asidogenik didegradasi menjadi asam-asam organik (tahap asidifikasi). Asamasam organik dalam bentuk asetat akan diubah menjadi gas metan dan CO2 pada tahap metanasi. Pada tahap metanasi inilah merupakan tahapan yang dapat mereduksi COD air limbah yang paling tinggi (Metcal & Eddy, 1999). Menurut Jules van Lier (1996), jenis bakteri dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu yaitu psychrophilic (suhu optimum < 20 0C; mesophilic (suhu optimum 20 – 40 0C) dan thermophilic (suhu optimum > 45 0C). Untuk air limbah organik tinggi dengan suhu tinggi tentunya akan lebih menguntungkan apabila digunakan bakteri thermophilic, karena air limbah dapat langsung diolah kedalam sistem biologis anaerobik thermophilic tanpa didinginkan terlebih dahulu. Tinggi rendahnya suhu air limbah tergantung pada sumber dan lingkungannya, dimana kadang dari sumbernya suhu masih tinggi namun selama perjalanan sampai dilokasi IPAL suhunya sudah turun. Pada pilot project ini, pengolahan air limbah industri kertas kraft dilakukan dengan sistem biologis anaerobik dan yang dipilih adalah UASB (Upflow Anaerobik Sludge Blanket). Sistem UASB dipilih karena sistem UASB ini merupakan pengolahan biologis anaerob berkecepatan tinggi dalam merombak zat organik dan anorganik dalam air limbah. Dengan adanya aliran dari bawah keatas (upflow) memungkinkan air limbah dapat kontak 12
langsung dengan mikroba anaerob dalam sludge bed dan biogas yang terbentuk dari metabolisme anaerob akan bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya proses vertical mixing di dalam reaktor. Dengan demikian, tidak diperlukan alat mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor (Bal AS. & Dhagat NN., 2001) merupakan pengolahan biologis anaerob berkecepatan tinggi dalam merombak zat organik dan anorganik dalam air limbah. Dengan adanya aliran dari bawah keatas (upflow) memungkinkan air limbah dapat kontak langsung dengan mikroba anaerob dalam sludge bed dan biogas yang terbentuk dari metabolisme anaerob akan bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya proses vertical mixing di dalam reaktor. Dengan demikian, tidak diperlukan alat mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor (Bal AS. & Dhagat NN., 2001) Hasil penelitian laboratorium (2010) diperoleh kondisi operasi optimal proses pengolahan anaerobik UASB dengan variabel tetap waktu tinggal (HRT = Hydrolis Retention Time) dan variabel bebas suhu operasi dan beban limbah (OLR = Organic Loading Rate) diperoleh hasil seperti pada Tabel 1 Tabel 1. Penurunan COD (optimum) pada pengolahan air limbah industri kertas dengan UASB dengan waktu tinggal dalam reaktor (HRT) 24 jam No.
Suhu Operasi (oC)
OLR (Organic Loading Rate
Penurunan COD
(g/L))
(%)
1
Suhu kamar (30)
1,44 – 6,88
84,0
2
40
1,16 – 6,76
84,1
3
55
1,21 – 7,30
87,5
Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa untuk memenuhi Baku Mutu Air Limbah industri kertas (Perda 5/2012), air limbah industri kertas terolah anaerobik tersebut masih memerlukan pengolahan lanjut. Selanjutnya berdasarkan kondisi operasi optimum hasil penelitian laboratorium, direncanakan reaktor UASB dengan debit tertentu untuk diuji cobakan diindustri kertas kraft. Untuk pengolahan lanjut air limbah terolah UASB dipilih sistem wetland, berdasarkan pertimbangan kesederhanaan
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
didalam konstruksi maupun cara pengoperasiannya, walaupun membutuhkan lahan cukup luas (Crawford, 2001). Sistem wetland adalah sistem lahan basah yang merupakan salah satu teknologi pengolahan air limbah berbasis biologi dengan memanfaatkan potensi alam yang ada. Susunan sistem wetland terdiri dari tanah, batuan, air, tumbuhan, mikroorganisme dan kehidupan lainnya di air dan tanah Wetland juga merupakan sistem fitoremidiasi lahan basah yang berfungsi untuk mengurangi bahan organik dan anorganik, pembersihan logam berat atau senyawa berbahaya menjadi senyawa tidak berbahaya. Menurut Vymazal Jan (2010) sistem wetland dibedakan wetland alam dan wetland buatan/kostruksi wetland. Dalam perencanaan wetland buatan beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah perlunya bak pengendap sebelum unit wetland untuk menghindari kloging dan kolam diisi dengan batuan/kerikil) dengan diameter 5 mm s/d 10 mm setinggi 80 cm. Air limbah dalam kolam dijaga tetap ± 10cm dibawah permukaaan batuan (setinggi 70 cm) dengan mengatur ketinggian oulet yang memungkinkan adanya sirkulasi udara. METODE PENELITIAN 1. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah air limbah industri kertas dari salah satu industri kertas di Kudus, tanaman yang untuk wetland, mikroorganisme/bakteri anaerobik dan bahanbahan kimia untuk analisa parameter air limbah Pilot project dibuat dengan ketentuan debit air limbah adalah 2 m3/hari, COD masuk (influen) UASB sekitar 2.500 mg/L, pH netral (sekitar 7), waktu tinggal dalam reaktor UASB = 24 jam dan suhu air limbah adalah suhu lapangan 2. Peralatan Penelitian Peralatan Pilot Project terdiri dari 1 buah bak ekualisasi, 2 unit reaktor UASB, 1 bak penampung effluen dari UASB, 1 unit wetland, 1 unit bak penampung akhir, 1 unit pompa pengatur debit, peralataan gelas dan peralatan untuk uji laboratorium
3. Cara Penelitian Diagram alir pengolahan air limbah yang direncanakan Air limbah Equalisasi
Mikroba anaerob UASB I
UASB II
Bak Penampung Awal
Wetland
Bak Penampung Akhir
Gambar 1. Pengolahan Air Limbah
Sebelum pilot project pengolahan air limbah industri kertas kraft dengan reaktor anaerob – wetland in dimulai dilakukan aklimitasi mikroba anaerob dengan air limbah yang akan diolah secara bertahap yaitu dengan memasukkan air limbah sedikit demi sedikit ke dalam drum dari 5, 15, 20, 25, 30, 70, 80, 90 sampai 100 %. Selanjutnya air limbah dari bak ekualisasi dialirkan dengan pompa melalui dasar bak UASB (up flow) masuk kedalam reaktor UASB yang sudah berisi lumpur mikroba anaerob yang sudah teraklimatisasi, pH air limbah diatur 6,5 – 8,5. Untuk menjaga pertumbuhan bakteri dijaga perbandingan BOD : N : P = 100 : 5 : 1 dan alkalinitas = 2000 mg/L (Metcalf & Eddy, 1999) Reaktor anaerob UASB dalam pilot project ini ada dua unit dan dari reaktor anaerob UASB 1 air limbah secara over flow dialirkan dari bawah keatas (up flow) menuju reaktor anaerob UASB 2. Selanjutnya secara over flow dari bak anaerob 2 aliran limbah mengalir ke bak penampungan sementara untuk memberikan kesempatan pengendapan kalau ada lumpur yang terikut dan seterusnya dialirkan ke bak wetland. Wetland disini berfungsi untuk menyempurnakan peruraian bahan organik dalam air limbah. Unit wetland dibuat dengan 4 (empat) bagian dengan tanaman Canna sp, Thypha sp, Cyperus sp, Heleconia sp, Sansievera sp (lidah mertua) Untuk mengetahui efektifitas pengolahan, keluaran (outlet) pada masingmasing unit dianalisa kadar COD nya dengan metode SNI 06-6989.15-2012, sedang setelah mencapaui kondisi operasi optimum air limbah dianalisa sesuai parameter kunci untuk industri kertas dan kraft (Perda jateng No. 5/2012).
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
13
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
Kerangka Operasional Penelitian Diagram alir tahapan penelitian pilot project proyek pengolahan air limbah industri Pustaka
kertas kraft dengan sistem biologis anaerobik uasb – wetland dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Evaluasi
Identifikasi Karakteristik Air Limbah
Data percobaan 2011 Perhitungan dan desain pilot project Anaerob – wetland Pembuatan gambar teknis Kontruksi bak equalisasi, UASB , bak pengendap dan wetland
Pemasangan alat diindustri Pemeriksaan Perlengkapan seperti pompa Uji fungsi alat (tes dengan air bersih), cek debit dll Seeding dan adaptasi mikroba Pengolahan air limbah anaerobik - wetland Analisa laboratorium influent dan effluent air limbah sampai kondisi steady state Evaluasi % penurunan COD dan analisa sesuai BMLC industri kertas
Penyusunan laporan
Gambar 2. Diagram alir tahapan penelitian
Evaluasi Hasil Penelitian Hasil pilot project dievaluasi berdasarkan : Penurunan COD yang dihitung dari : % penurunan C.O.D UASB =
% penurunan C.O.D Wetland =
-
-
14
Kondisi optimum hasil pilot project dibandingkan hasil percobaan laboratorium Hasil optimum dianalisa sesuai dengan baku mutu yang berlaku Perhitungan tekno-ekonomi yaitu biaya pengolahan air limbah pilot project anaerobik UASB – wetland
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Peralatan Pilot Project ? Gambar perencanaan Anaerobik UASB - Wetland
2.
Spesifikasi peralatan
? Bak penampung awal
Fungsi untuk menampung air limbah dari bak equalisasi untuk dipompa kebak anerob aliran dari bawah keatas (Up flow). Bentuk kubus, ukuran 120 x 120 cm2, volume 1 m3, bahan plastik dalam frame jumlah 2 buah dilengkapi pompa air, flow meter dan slang karet ? Reaktor anaerob UAS Fungsi tempat peruraian cepat bahan organik yang terkandung dalam air limbah oleh mikroba anaerob. Bentuk silinder
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
Gambar 3. Perencanaan Anaerobik UASB - Wetland
dengan bagian atas bawah bentuk kerucut dengan kontruksi rol press, tinggi silinder 2.290 mm; diameter 777 mm, kapasitas masing-masing 1,165 L dan jumlah bak anaerob 2 unit Kelengkapan pipa inlet dan outlet air limbah serta pipa out let gas methan ? Bak penampung kedua Fungsi menampung overflow air limbah dari tangki anaerob sebelum dialirkan ke bak wetland, bentuk kubus atau kotak jumlah 1 buah, bahan dari plastik, kapasitas 1 m3 dan ukuran 120 cm x 120 cm ? Unit wetland Fungsi melanjutkan pemecahan bahan organik dengan menggunakan tanaman yang bekerja sama dengan mikroorganisme dalam media krikil dan air. Bentuk empat persegi panjang, jumlah 4 buah, matriks susunan batu kerikil. Ukuran panjang 90 cm, lebar 50 cm, ketinggian 35 cm ? Penyangga Fungsi menahan tabung reaktor pada posisi tersusun dan stabil ditempat
3. Karakteristik air Limbah Sumber air limbah sebagai bahan baku pilot project diambil dari bak equalisasi IPAL dengan karakteristik seperti tersaji pada Tabel 2 . Bak ekualisasi dimaksudkan untuk penyeragaman agar supaya beban air limbah yang akan masuk ke IPAL dapat seragam baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Dari hasil analisis inlet IPAL tersebut baik pengambilan contoh tahun 2010 maupun 2011 terlihat bahwa kualitas air limbah di bak equalisasi masih berfluktuatif dimana data tahun 2011 nilai COD berkisar antara 566 – 1997 mg/L; BOD berkisar 399,4 – 725,8 mg/L dan data tahun 2010 untuk COD berkisar antara 450 – 2.553 mg/L dan BOD antara 141 – 994 mg/L. Dari data tersebut menunjukan bahwa bak equalisasi yang ada belum berfungsi sabagaimana fungsinya sehingga masih perlu penyempurnaan sehingga dapat berfungsi sebagai penyeragam kualitas air limbah yang akan diolah.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 4, No. 1, Mei 2013
15
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
Tabel 2 . Karakteristik Air Limbah dari Bak Equalisasi 1 Juli 2011 Parameter
siang
pH 0 Suhu C BOD mg/L COD mg/L H2S mg/L TSS mg/L TDS mg/L NH3 mg/L Alkalinitas Minyak
7 33 526,1 600 0,965 146 2448 0,865 318,5 1,40
sore
7 Juli 2011 siang
Data Tahun 2010
6,9 37 399,4 566 1,653 166 766 4,3 382,2 1,40
7,4 37 725,8 1997 1,042 961 721 2,265 450,8 40
39 141 - 994 405 – 2.553 -
BMAL Industri kertas 6-9 90 175 80 -
4. Uji Coba Pilot Project Hasil uji coba pilot project pengolahan air limbah industri kertas dengan teknologi UASB Wetland yang diterapkan di salah satu industri kertas di Kudus disajikan Tabel 3. Hasil kinerja UASB didalam mengolah air limbah industri kertas ditinjau dari parameter COD digambarkan pada grafik Gambar 4, sedang hasil kinerja Wetland pada grafik Gambar 5.
Gambar 4. Grafik prosen penurunan COD terhadap waktu pengamatan uji coba pengolahan air limbah industri kertas didalam reaktor anaerobik
16
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
Gambar 3 . Unit Pilot Project Anaerobik UASB – Wetland
Tabel 3. Hasil Analisis Uji Coba Pengolahan Air limbah Industri Kertas Dengan Pilot Project Anaerobik UASB – Wetland No 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Tanggal/Titik pengambilan Pengambilan 14 Oktober 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 25 Oktober 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 2 November 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 10 November 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 18 November 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 28 November 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 6 Desember 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik Pengambilan 19 Desember 2011 Influen pilot project Bak penampung outlet anaerob UASB II Bak penampung akhir(effluent wetland ) Debit ml/detik
Suhu 0 C
pH
COD mg/L
11.20 10.35 10.15 21,67
39,3 29,9 29,8
8,2 6,8 7
1279 921,5 558,4
10.05 9.50 9.40 12,75
38 33 33
6,5 6,4 7
2247 998,4 252,6
11.20 11.00 23.33 23,45
39,3 29,9 29,8
7,2 7,9 7,6
1523 636,65 345,1
58 45,79
11.40 10.20 10.15 28.26
39,5 32 31
6,6 6,7 7,4
1965,54 729,15 345,3
62,9 52,64
14.25 14.00 13.05 54,35
38 32 33
6,8 7,2 7,6
2094 642,6 398,4
68,775 38
14.10 13.00 11.35 38.12
37,5 34 34
6,8 7,2 7,5
2250,98 457,75 226,9
79,66 50,43
11.30 10.20 9.45 43.26
31 10.20 9.45
6.8 7.1 7.4
2088,7 329,83 221,64
84,2 32,8
11.40 10.20 10.15 33.36
39,5 33 32
6,4 7,5 7,4
2164 263,5 122,2
87,8 53,62
Waktu
% penurun an
27,9 39,4 55,56 14,6
Keterangan : l Debit rata-rata = 30,94 ml/det l Waktu tinggal total dalam reaktor anaerobik = 21 jam
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
17
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
sempurna dan hasil kinerjanya cenderung lebih baik.
Dari Gambar 4 terlihat bahwa makin lama waktu proses pengolahan maka prosen penurunan COD makin meningkat, hal ini disebabkan karena makin lama waktu kontak air limbah dengan sludge/mikroba, maka mikroba makin beradaptasi dengan air limbah sehingga peruraian zat organik didalam air limbah makin sempurna. Kondisi steady state dicapai pada prosen penurunan COD sekitar 87 %, dengan waktu tinggal hydraulic + 21 jam. Dibandingkan dengan pengolahan air limbah skala laboratorium dengan OLR 1,44 – 6,88 g/Lhari dan waktu tinggal 24 jam dicapai proses penurunan COD sebesar 84 %. Dengan demikian prosen penurunan COD pilot project tidak berbeda jauh bahkan lebih baik dan waktu starting mikroba untuk mencapai kondisi steady state juga sesuai perencanaan yaitu 7 minggu. Hasil uji coba pilot project lapangan lebih baik dibanding percobaan skala laboratorium kemungkinan disebabkan karena faktor lingkungan seperti suhu di daerah Kudus tidak sama dengan di laboratorium BBTPPI Semarang dan air limbah yang diolah pilot project di lapangan adalah air limbah segar yang langsung diambil dari equalisasi, sedang dilaboratorium ada tenggang waktu. Selain itu reaktor UASB dilapangan adalah 2 tahap (menggunakan 2 reaktor), sedang dilaboratorium 1 tahap (hanya 1 reaktor). Dengan 2 reaktor maka tahapan proses hidrolisa, acidogenasi, acetogenasi dan metanogenasi terpisah sehingga peruraian bahan organik yang ada didalam air limbah lebih 18
Gambar 5. Grafik prosen penurunan COD terhadap waktu pengamatan uji coba air limbah terolah anaerobik dilanjutkan dengan proses pengolahan wetland
Dari Gambar 5 maka terlihat bahwa pengamatan dari waktu kewaktu menunjukan pada pengolahan air limbah terolah anaerobik UASB dengan wetland menunjukan prosen penurunan COD pada wetland yang berfluktuatif (naik turun). Sampai minggu ke tujuh COD air limbah terolah masih belum memenuhi BMAL industri kertas kraft. Effluent COD = 221,64 mg/L sedang BMAL nya = 175 mg/L. Hal ini kemungkinan disebabkan usia tanaman pada wetland yang masih muda, artinya kerapatan tumbuhan belum optimal yang menyebabkan kerapatan akar sebagai alat untuk menyerap polutan juga belum maksimal. Selain itu kemungkinan disebabkan dari beban atau waktu kontak yang belum sesuai dengan kondisi tanaman wetland. Selanjutnya pada pengambilan minggu ke 9 (pengambilan tanggal 19 Desember ) maka terlihat bahwa hasil analisa effluent sudah memenuhi BMLC industri kertas yang disyaratkan yaitu nilai COD = 126 mg/L. Untuk hasil analisa effluent pada kondisi optimum sesuai BMAL industri kertas kraft disajikan pada Tabel 4. Dari Tabel 4 terlihat bahwa hasil pilot proyek pengolahan air limbah industri kertas dengan anaerobik UASB - wet land apabila dibandingkan dengan BMAL industri kertas yang berlaku terlihat bahwa mulai pengambilan
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
Tabel 4 . Hasil analisa air limbah industri kertas secara anaerobik - wet land dibandingkan dengan BMAL industri kertas yang berlaku. No 1 2 1 2
Titik Pengambilan Contoh Pengambilan 6 Des 2011 Equalisasi IPAL (Input UASB I) Bak penampung akhir (output wetland) Pengambilan 19 Des 2011 Equalisasi IPAL (Input UASB I) Bak penampung akhir (output wetland) BMLC industri kertas kraft
minggu ke tujuh, untuk parameter B.O.D sudah memenuhi BMAL industri kertas yang dipersyaratkan, namun untuk parameter TSS dan COD masih belum memenuhi BMAL. Hal ini disebabkan karena usia tanaman wetland yang masih muda dan pertubuhan tanaman belum optimal, sehingga artinya secara fisiologis tanaman wetland belum dapat menyerap zat organik dalam air limbah untuk digunakan pertumbuhan vegetatif (batang dan daun) tanaman. Selain itu dapat juga disebabkan beban pencemaran air limbah sesudah anaerobik UASB dan waktu kontak dengan tanaman wetland yang belum sesuai. Pada saat kondisi steadystate tercapai (minggu ke 9 / 19 Desember 2011) dari hasil analisis contoh terlihat semua parameter sudah memenuhi BMAL industri kertas yang dipersyaratkan. 5. Evaluasi Tekno Ekonomi Perhitungan biaya operasional teknologi proses anaerobik UASB – wetland dalam pengolahan limbah cair industri kertas kraft ini didasarkan pada biaya penggunaan nutrien; biaya personil; biaya utilitas (listrik). jumlah air limbah yang diolah 1500 m3 /hari; BOD influent berkisar antara 399 – 725 mg/L. Dari perhitungan kebutuhan nutrien (unsun Nitrogen dan Phosphat ) untuk pengolahan air limbah secara anaerobik didapatkan sejumlah Rp 69,30/m3 air limbah, Biaya personil untuk 2 (dua) orang dalam 3 shift adalah Rp 113,34/m3 air limbah. Biaya listrik Rp 690,00/ m3 air limbah, sehingga total biaya pengolahan = Rp 886,30/m3 air limbah Kesimpulan Hasil uji coba pilot project di lapangan
pH
Suhu 0 C
BOD Mg/L
COD Mg/L
TSS Mg/L
6,8 7,4
31 29
545,3 36,48
2088,7 221,64
325 107
6,45 7,4 6-9
39,5 32 -
817,1 17,80 90
2164 122,2 175
248 29 80
didapatkan proses penurunan COD sebesar 87 %, dari inlet COD air limbah sekitar 2.500 ppm dan waktu tinggal 21 jam. Hasil proses penurunan COD ini lebih tinggi dan lebih cepat dari prosen penurunan COD percobaan laboratorium sebesar 84 % dan waktu tinggal 24 jam. Pada proses lanjutan pengolahan anaerobik UASB dengan wetland pada minggu ke 9 kualitas air limbah effluen sudah memenuhi BMAL industri kertas menurut Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 Tahun 2012 Dari perhitungan ekonomi, biaya pengolahan air limbah dengan teknologi Anaerob UASB – Wetland sebesar Rp 886,30/m3 air limbah. Saran/Rekomandasi Hasil uji coba pilot project di lapangan dan perhitungan biaya pengolahannya yang brelatif rendah, maka teknologi Anaerob UASB – Wetland ini dapat dipertimbangkan untuk mengolah air limbah industri kertas kraft, dengan alasan teknologinya lebih sederhana namun air limbah terolah dapat memenuhi baku mutu, biaya operasionalnya rendah, didapatkannya gas metan yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan tanaman pada unit wetlad dapat dijadikan taman pabrik. Daftar Pustaka Adrianus van Haandel and Gatze Letinga, 1994, “ Anaerobic Sewage Treatment “, John Wiley & Sons Ltd, England Bal AS, and Dhagat NN., 2001, “Upflow anaerobic sludge blanket reactor--a review”, National Environment Engineering Research Institute (NEERI), Nehru Marg,
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
19
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
Nagpur 440 020, India Crawford, 2001, “Bioremidiation Principles and Aplications”, Cambridge University Press,UK. Medhat M.A Saleh and Usama F Mahmood, 2004, 2004, “ Anaerobik Digestion Technology for Industrial Waste Wa t e r Tr e a t m e n t “ , E i g h t International Water Technology Conference IWTC8 2004, Alexandra Egypt 817- 833. Metcalf & Eddy, 1999, “ Waste Water Engineering”, Third Edition, Mc Graw Hill International Editio, Singapura. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 2012, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 tahun 2012, Tentang Perubahan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004, Tentang Baku Mutu Air Limbah. Jules van Lier B, 2008, “ High Rate Anaerobic Waste Water Treatment : Diversying from End of Pipe Treatment to Recource Oriented Conversion Techniques”, Water Science & Technology – WST (57.8.8) : 1137 – 1148. Vymazal Jan, 2010, “ Contructed Wetlands for Watewater Treatment”, Water, I S S N 2 0 7 3 4431,www.mdpi.com/journal/water, p.530 – 544.
20
Evaluasi Hasil Penelitian Hasil pilot project dievaluasi berdasarkan : Penurunan COD yang dihitung dari : % penurunan C.O.D UASB =
% penurunan C.O.D Wetland =
-
Kondisi optimum hasil pilot project dibandingkan hasil percobaan laboratorium Hasil optimum dianalisa sesuai dengan baku mutu yang berlaku Perhitungan tekno-ekonomi yaitu biaya pengolahan air limbah pilot project anaerobik UASB – wetland HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Peralatan Pilot Project ? Gambar perencanaan Anaerobik UASB - Wetland
2.
Spesifikasi peralatan
? Bak penampung awal
Fungsi untuk menampung air limbah dari bak equalisasi untuk dipompa kebak anerob aliran dari bawah keatas (Up flow). Bentuk kubus, ukuran 120 x 120 cm2, volume 1 m3, bahan plastik dalam frame jumlah 2 buah dilengkapi pompa air, flow meter dan slang karet ? Reaktor anaerob UAS Fungsi tempat peruraian cepat bahan organik yang terkandung dalam air limbah oleh mikroba anaerob. Bentuk silinder dengan bagian atas bawah bentuk kerucut dengan kontruksi rol press, tinggi silinder 2.290 mm; diameter 777 mm, kapasitas masing-masing 1,165 L dan jumlah bak anaerob 2 unit Kelengkapan pipa inlet dan outlet air limbah serta pipa out let gas methan ? Bak penampung kedua Fungsi menampung overflow air limbah dari tangki anaerob sebelum dialirkan ke bak wetland, bentuk kubus atau kotak jumlah 1 buah, bahan dari plastik, kapasitas 1 m3 dan ukuran 120 cm x 120 cm ? Unit wetland Fungsi melanjutkan pemecahan bahan organik dengan menggunakan tanaman yang
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pilot Project Pengolahan Air Limbah Industri Kertas Kraft Dengan Sistem Biologis Anaerobik Uasb – Wetland
KOPOLIMERISASI KULIT PISANG-N-(HIDROKSIMETIL) AKRILAMIDA SEBAGAI PENYERAP ION LOGAM Cu (II) DAN Cr (VI) Meri Suhartini PATIR-BATAN, Jl. Batan No.49– Lebak bulus. Jakarta Selatan Email :
[email protected] Naskah diterima tanggal 7 Maret 2013, disetujui tanggal 26 April 2013
ABSTRAK Pada studi ini bubuk kulit pisang (BKP) dikopolimerisasi dengan N-(Hidroksimetil) Akrilamida (NHMA), dengan inisiator iradiasi dari sumber kobalt-60. Kopolimerisasi BKP dengan NHMA bertujuan memperbaiki sifat fisika - kimia BKP, antara lain ketahanan asam dan kemampuan penyerapan BKP sebagai adsorben ion logam berat. Bubuk kulit pisang diaktivasi dengan NaOH kemudian ditambah N(Hidroksimetil) Akrilamida dan diiradiasi pada dosis 4 kGy; 8 kGy; 16 kGy dan 32 kGy. Hasil modifikasi menunjukan bahwa terjadi peningkatan kemampuan penyerapan ion logam Cu (II) dengan bertambahnya dosis iradiasi. Sedangkan kemampuan penyerapan terhadap ion logam Cr (VI) tidak berubah secara signifikan sebelum dan setelah penambahan NHMA dan diiradiasi pada dosis 4 kGy, akan tetapi secara berangsur menurun dengan bertambahnya dosis iradiasi. Terjadi peningkatan kekuatan fisik yang ditunjukan dengan penurunan kerusakan BKP-NHMA. Adsorben BKP-NHMA dapat didaur ulang dan dapat dipergunakan kembali dengan penurunan kemampuan penyerapan sebesar 47,55%. Kata kunci : bubuk kulit pisang, N-(Hidroksimetil) akrilamida, iradiasi, adsorben ion logam berat.
ABSTRACT In this study banana peel powder (BKP) was copolymerized with N-(Hydroxymetil) Acrylamide. Irradiation of cobalt-60 was used as the initiator. The aims of BKP-NHMA copolymerization is to improve the physical - chemical properties of BKP as adsorbent. Mixed banana peel powder - N-(Hydroxymetil) Acrylamide was irradiated at a dose of 4 kGy; 8 kGy; 16 kGy and 32 kGy. The results showed an increase in Cu (II) adsorption capacity of adsorbent by copolymer irradiation, which gradually increasing by increasing the irradiation dose. While the adsorption of Cr (VI) did not change significantly before and after irradiation at dose of 4 kGy, however gradually decreasing by increasing the irradiation dose. However, an increase in physical strength are indicated by a decrease damage BKP-NHMA. BKP-NHMA adsorbent can be recycled and can be reused with a decrease of 47.55% adsorption ability.
Keywords: banana peel powder, N-(Hydroxymetil) acrylamide, irradiation, heavy metal ion Adsorbent.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
21
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
PENDAHULUAN AKrom dan tembaga merupakan salah satu kontaminan yang terkandung dalam limbah dari electroplating, pewarnaan kulit dan penyepuhan logam, industri cat, industri fungisida, pertambangan, industri galangan kapal. Zat ini sering ditemukan di dalam tanah dan air tanah dekat daerah industri tersebut, sehingga dibutuhkan suatu perlakuan khusus untuk pengelolaan limbah krom dan tembaga ini. Polusi krom dan tembaga ini sangat mengganggu bagi kesehatan dan ekosistem yang ada disekitarnya dimana salah satu efeknya adalah menurunkan ketahanan tanah. Selain bersifat toksik, krom juga bersifat korosif dan dapat menyebabkan iritasi. Cr (VI) bersifat kasinogenik dan juga bersifat korosif. Selain itu, Cr (VI) dalam larutan dapat menyebabkan kebutaan. Tembaga yang tidak berikatan dengan protein di dalam tubuh akan menjadi racun, menghambat pembentukkan urin dan menyebabkan gangguan ginjal, gangguan hati, karena hati tidak dapat mengeluarkan Cu (II) ke dalam darah dan empedu. Sehingga Cu (II) akan menumpuk di hati. Teknik yang sering digunakan dalam mengurangi ion logam berat dalam limbah cair adalah pengendapan, penukar ion, adsorbsi, dan elektrolisis. Teknik tersebut secara umum, harus mengeluarkan biaya yang tinggi dan terkadang pemisahan ion logam berat yang ada kurang optimal. Adsorbsi merupakan salah satu teknik pemisahan krom dan tembaga dari limbah cair. Biaya operasi yang murah dalam skala besar menjadi point utama yang dikehendaki. Oleh karena itu, banyak peneliti menggunakan material alternatif yang ekonomis dan ramah lingkungan seperti: ampas kelapa, ampas kayu, algae, cangkang kerang, dan lain sebagainya. Kulit Pisang sebagai Adsorben
dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kompisisi kulit pisang No.
Komponen
Jumlah (%)
1
Pigmen dan Lemak
12,23
2
Pektin
28,43
3
Protein
24,7
4
Hemiselulosa
31,01
5
Selulosa
3,62
Thirumavalavan,Munusamy et al., 2010.
Kulit pisang dapat menyerap ion logamlogam berat, seperti Merkuri(II), Besi (III), Cu (II), Krom (VI), dan lain-lain. Dalam hal ini, kulit pisang digunakan sebagai suatu material adsorben yang dapat memperangkap logamlogam tersebut. Pori-pori kulit pisang termasuk dalam katagori ukuran pori yang cukup besar, yaitu 15,4810 Å dimana dapat digunakan sebagai salah satu materi adsorben. N-(Hidroksimetil) Akrilamida (NHMA)
Gambar 1. Struktur N-(Hidroksimetil) Akrilamida (NHMA)
N-(Hidroksimetil) Akrilamida (NHMA) termasuk dalam senyawa amida karena memiliki suatu nitrogen trivalen yang terikat pada suatu gugus karbonil, selain itu terdapat juga ikatan rangkap dua sehingga disebut dengan N(Hidroksimetil) Akrilamida. NHMA yang memiliki formula molekul C4H7NO2 dan berat molekul 101,11 gr/mol ini, biasanya digunakan sebagai agen crosslinking dalam proses pembuatan tekstil, resin, zat-zat adhesif, zat-zat pelindung, kertas, bahan kimia untuk kulit, dll. Saat berbentuk kristal putih, NHMA mudah larut dalam air dan pelarut yang hidrofilik seperti etanol, etil asetat, asam akrilat dsb. Akan tetapi sulit tersolvasi dalam pelarut hidrofobik seperti hidrokarbon, halo hydrokarbon dan lain sebagainya. Tabel 2. Sifat-sifat fisik NHMA No.
Penyusun utama dari kulit pisang adalah polisakarida yang terdiri dari amilosa, amilo pektin dan selulosa. Komponen yang terdapat pada kulit pisang setelah dikeringkan dapat 22
Sifat Fisik
Nilai
1
Titik Leleh
74-75?
2
Tek anan Uap
31 hPa (25 °C)
3
Titik Didih
100°C
6
Berat Jenis (Larutan 48%)
1.074g/cm3 (23°C)
7
pH dalam Larutan
6-8
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Seperti yang telah disinggung diatas, NHMA termasuk dalam katagori suatu amida (walaupun juga mempunya ikatan rangkap). Suatu amida mengandung nitrogen yang mempunyai sepasang elektron menyendiri dalam suatu orbital terisi. Oleh karena itu, NHMA dapat membentuk sturktur resonansi sebagai berikut: +
H2C=CH-C-NH-CH3-OH
H2C=CH-C=NH-CH3-OH
Penelitian ini bertujuan memperbaiki sifat fisik-kimia, meningkatkan kestabilan BKP, ketahanan terhadap asam dan meningkatkan kemampuan BKP sebagai adsorben ion logam. Dalam studi ini bubuk kulit pisang dimodifikasi dengan mengkopolimer polisakarida yang terdapat pada bubuk kulit pisang dengan N(Hidroksimetil) Akrilamida menggunakan teknik radiasi.
O-
O
N-(Hidroksimetil)Akrilamida juga dapat mengalami perubahan kimia dengan mengalami beberapa reaksi seperti: 1. Hidrolisis pada gugus amida akibat adanya basa kuat Seperti ester, gugus amida dapat dihidrolisis dalam larutan asam maupun basa. Dalam kedua hal ini, asam atau basa adalah peraksi, bukan, katalis, dan harus dilakukan dengan angka banding molar 1:1, atau berlebih. Hidrolisis yang terjadi bukan bersifat reversibel. 2. Reaksi pada ikatan rangkap (reaksi adisi) dengan halogen H2C=CH-CO-NH-CH3-OH + Br2 H2CBr-CHBr-CONH-CH3-OH
3. Reaksi polimerisasi NHMA dapat menjalani reaksi polimerisasi rantai dengan adanya suatu inisiator. 4. Reaksi kompleks dengan logam NHMA sama seperti akrilamida lainnya, dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam karena adanya pasangan elektron bebas pada atom N dan O pada gugus amida. Contoh: CH2=CH-CO(M2+)NH2CH3OH. Suatu adsorben harus memiliki kapasitas dan selektifitas yang tinggi, stabil terhadap termal, mekanik, dan kimia, dapat digunakan berulang kali, selain mempunyai daya serap dan pertukaran ion dengan laju yang tinggi. Kulit pisang dapat digunakan sebagai adsorben ion logam berat. Akan tetapi karena kulit pisang tidak tahan asam, mudah membusuk dan terdegradasi, maka dibutuhkan suatu modifikasi agar sifat fisika dan kimianya lebih baik.
METODE Bahan Pada kegiatan penelitian ini dipergunakan bahan bahan sebagai berikut : Kulit pisang, NaOH, N(Hidroksimetil) Akrilamida , K2Cr2O7, CuSO4, Aquades. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari peralatan laboratorium, iradiator, dan peralatan pengujian. Peralatan laboratorium yang digunakan adalah peralatan gelas, blender, magnetic stirrer, oven, pH meter, shaker, dan sealer. Iradiator yang digunakan untuk inisiator pencangkokan adalah Iradiator Panoramic Serbaguna dengan sumber gamma Co-60. Peralatan pengujian, meliputi: Spektrofotometer Infrared IR Prestige 21 Shimadzu, dan Atomic Absorption Spectroscopy AAS 6300AA Shimadzu. Metode Kerja Kulit pisang dipanaskan dalam oven vacuum bersuhu 50°C selama tiga hari. Diblender dan disaring dengan penyaring 60 mesh. Dibuat formula yaitu 10 gr Bubuk kulit pisang (BKP) diaktivasi dengan NaOH 0,5 N dan diberi Monomer N-(Hidroksimetil) Akrilamida (NHMA) dengan perbandingan NaOH dan NHMA 1:1. Formula tersebut kemudian diiradiasi dengan dosis 4 kGy; 8 kGy; 12 kGy; 16 kGy dan 32 kGy. Pengujian penyerapan Formula adsorben (BKP murni maupun yang telah dimodifikasi) masing – masing sebanyak 0,1 g dimasukan dalam larutan 50 ml CuSO4 pada konsentrasi 500 ppm atau pada
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
23
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
larutan K2Cr2O7 dengan konsentrasi 500 ppm; 100 ppm; dan 8 ppm, diaduk menggunakan magnetic stirer selama 10 menit pada suhu ruang 27oC. Selanjutnya, campuran tersebut disaring dan kandungan ion logam pada filtratnya diukur dengan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Pengukuran AAS pada filtrat mengandung krom merupakan pengukuran total Cr yaitu Cr (VI) dan Cr (III) yang merupakan hasil reduksi dari Cr (VI), dimana reduksi terjadi pada permukaan kulit pisang (Memon Jamil R., et al., 2009). Jumlah mg ion logam yang terserap per gram adsorben dihitung sebagai berikut : Kemampuan penyerapan = Total jumlah ion logam terserap/jumlah adsorben yang dipergunakan
Spektrofotometer Inframerah. HASIL DAN PEMBAHASAN Kestabilan fisik Adsorben Kestabilan
fisik dilakukan
untuk
mengetahui kekuatan fisik adsorben BKP hasil modifikasi.
Pencucian untuk Reuse Formula adsorben yang telah dipergunakan dicuci dengan menggunakan larutan NH4OH encer, dikeringkan didalam oven pada suhu 105°C selama tiga jam. Kemudian dipergunakan kembali.
Gambar 2. Pengaruh Iradiasi Pada Formula Adsorben BKP Terhadap Kerusakan Adsorben setelah perendaman 7 hari dan 14 hari.
Pengaruh pH terhadap Kapasitas Adsorpsi Lima mililiter larutan buffer 1 sampai dengan 12 masing – masing dimasukan pada erlenmeyer yang berisi 0,1 g sampel BKP hasil modifikasi yaitu yang telah diaktivasi dengan NaOH, diberi NHMA dan diiradiasi dengan dosis iradiasi 16 kGy. Pada erlenmeyer tersebut ditambahkan 20,0 mL larutan Cu2+ dengan konsentrasi 40 ppm dan diaduk menggunakan magnetic stirer selama 10 menit pada suhu ruang 27oC. Selanjutnya, campuran tersebut disaring dan filtratnya diukur dengan spektrofotometer serapan atom.
Hasil uji kestabilan fisik melalui kehilangan berat karena kerusakan dapat dilihat pada Gambar 2 yang memperlihatkan bahwa BKP yang telah dikopolimer dengan NHMA pada dosis iradiasi 8 kGy mempunyai sifat fisik lebih baik, yang ditunjukan dengan prosentase kerusakan yang lebih rendah yaitu 12% dan 14% dibandingkan dengan BKP tanpa modifikasi yang mempunyai kerusakan sebesar 60% dan 69 % setelah perendaman selama 7 hari dan 14 hari. Reaksi antara NHMA dengan suatu polimer yang mengandung gugus OH semacam selulosa, pati, polivinil alkohol dan lain sebagainya, perlu suatu katalis basa misalnya NaOH (Sri Sulasminingsih,1997). Dalam hal ini NaOH berperan sebagai pengaktif gugus-gugus fungsional pada polisakarida saat proses radiasi dilakukan, sehingga pencangkokan NHMA terhadap polisakarida yang terdapat pada bubuk kulit pisang diharapkan menjadi lebih optimal. BKP yang tidak diiradiasi akan mengalami kerusakan sebelum 7 hari disertai
Karakteristik Gugus Kulit Pisang dengan FTIR Untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada BKP sebelum dan setelah proses grafting dilakukan analisis dengan Spektrofotometer inframerah. Masing-masing 1,00 mg sampel BKP sebelum dan setelah proses grafting dibuat pelet dengan menggunakan KBr kering, selanjutnya dianalisis menggunakan 24
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
bau yang tidak nyaman karena adanya protein yang menjadi sumber makanan bakteri. Pada saat iradiasi selain terjadi proses crosslinking dan grafting N-(Hidroksimetil) Akrilamida pada BKP juga akan akan terjadi denaturasi protein yang terdapat pada BKP, sehingga proses kerusakan dapat diperlambat, selain itu tidak terjadi bau pada saat penggunaannya. Proses grafting yang terjadi akan membuat sifat fisik dari adsorben tersebut menjadi lebih kuat bertahan pada larutan yang bersifat asam. Kekuatan sifat fisik ini diperlukan agar pada saat penggunaan dalam jangka waktu panjang di industri penyepuhan atau pada area yang luas misal pada limbah industri pertambangan adsorben tersebut dapat bertahan lama dan tidak menimbulkan bau busuk. Kemampuan Adsorben dalam Menyerap Ion Logam Cu2+ Pada Gambar 3. Pengaruh Dosis Radiasi Terhadap Jumlah Cu2+ yang terserap pada konsentrasi sorbent 500 ppm dan waktu kontak 10 menit, dapat dilihat bahwa adsorben BKP hasil modifikasi dengan dosis iradiasi 32 kGy mampu menyerap ion logam Cu2+ lebih baik sebesar 11,56 % dibandingkan dengan BKP murni tanpa modifikasi, hal ini karena terjadinya kopolimerisasi grafting NHMA pada polisakarida yang terdapat pada kulit pisang.
seimbangan gaya pada daerah antarmuka karena gaya adhesi antar partikel-partikel dengan permukaan lebih besar daripada gaya kohesi antar partikel-partikel tersebut. Ketidak seimbangan gaya-gaya pada perbatasan fasa atau yang dikenal dengan gaya permukaan ini menyebabkan sejumlah partikel baik molekul, atom, maupun ion bergerak ke batas permukaan untuk mengimbangi ketidak setimbangan gaya pada antar muka, sehingga terjadi perubahan jumlah molekul pada salah satu badan fasa yang terlibat (Wang XS., and Qin Y., 2005). Perubahan inilah yang dikatakan sebagai adsorbsi. Pada Gambar 3. Dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya dosis radiasi, kemampuan adsorben BKP dalam penyerapan ion Cu (II) semakin bertambah. hal ini dikarenakan adanya NaOH yang berperan sebagai katalis, yaitu pengaktif gugus-gugus fungsional polisakarida pada BKP saat iradiasi dilakukan, sehingga pencangkokkan NHMA pada BKP menjadi optimal.
Kemampuan Adsorben dalam Menyerap Ion Logam Cr 6+
Gambar 4. Pengaruh Dosis Radiasi Terhadap Jumlah Cr 6+ yang Terserap.
Gambar 3. Pengaruh Dosis Radiasi Terhadap Jumlah Cu2+ terserap pada larutan dengan konsentrasi Cu2+ sebesar 500 ppm.
Akumulasi partikel-partikel pada suatu permukaan diakibatkan oleh ketidak
Gambar 4. Menunjukkan bahwa BKP tanpa adanya modifikasi mempunyai kemampuan daya serap yang sama dengan BKP hasil modifikasipada dosis 4 kGy yaitu sekitar 298 mg ion krom (29,8 %) terserap/g adsorben untuk larutan dengan konsentrasi awal 500 mg Cr6+ / liter larutan. Untuk larutan yang
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
25
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
berkonsentrasi lebih rendah yaitu pada konsentrasi 0,5 – 8 mg/l, penyerapan ion krom dapat mencapai 85–99% sedangkan pada konsentrasi ion krom 10 – 100 mg/l penyerapan ion krom dapat mencapai 64–84%. Adsorben BKP tanpa adanya modifikasi mempunyai gugus amina (NH2) yang berkemampuan mereduksi Cr6+ yang semula dalam molekul kromat menjadi Cr3+ dalam molekul dikromat yang memiliki ukuran molekul lebih kecil sehingga mudah diserap oleh bubuk kulit pisang. Namun adsorben bubuk kulit pisang tanpa modifikasi tersebut lebih mudah membusuk, rusak dan berbau, karena adanya protein yang menjadi sumber makanan bakteri. Iradiasi pada dosis tinggi pada BKP – NHMA mengakibatkan gugus NH2 pada protein dalam bubuk kulit pisang mengalami kerusakan. Iradiasi menyebabkan terjadinya pemutusan rantai protein, baik pada struktur maupun ikatan proteinnya. Perubahan struktur dapat diakibatkan oleh denaturasi maupun kerusakan protein. Karena terjadinya denaturasi maupun kerusakan protein tersebut kemampuan penyerapan ion krom menjadi berkurang dengan bertambahnya dosis iradiasi. Dalam hal ini, modifikasi melalui kopolimerisasi grafting menggunakan teknik iradiasi dengan monomer NHMA bertujuan untuk memperpanjang masa pakai BKP sebagai adsorben. Adsorbsi dibagi menjadi beberapa bagian jika dilihat dari karakter gaya tarik menarik yang terlibat didalamnya. Secara umum, ada tiga jenis antara lain: fisisorpsi, kemisorpsi, dan adsorbsi melalu pertukaran ion. Pertama, Fisisorpsi terjadi diakibatkan adanya interaksi van der walls (misalnya dispersi atau interaksi dua polar) antara substrat dan adsorbat. Interaksi yang terjadi ialah interaksi yang lemah. Kemudian, kemisorpsi adalah adsorbsi yang terjadi dengan pembentukan ikatan kimia seperti ikatan kovalen dan cenderung mencari sisi-sisi yang memaksimumkan bilangan koordinasinya dengan substrat. Terakhir, adsorpsi dengan penukaran ion dimana proses dari permukaan adsorben yang dapat mengadsorbsi ion-ion dari larutan melalui suatu mekanisme penggantian atau pertukaran
tempat dengan sebuah ion pada permukaan adsorben atau penukar ion (Miller James, 1975). Permukaan adsorben memiliki sebagian dari permukaannya (berbentuk kation,anion, maupun ion pengkelat) yang dapat lepas dan bertukar tempat dengan sebuah ion yang berada didalam larutan yang memiliki tanda muatan yang sama. Permukaan suatu penukar ion tidak bermuatan listrik walaupun molekul permukaan padat dapat terionisasi. Mekanisme pertukaran ini bersifat reversibel, namun tidak bisa dipungkiri bahwa prosesnya melibatkan pembentukan ikatan antara adsorbat dengan adsorben (Budi Yuliyanto, 2004). Proses adsorbsi yang terjadi pada BKPNHMA melibatkan gugus fungsi karboksil (COOH) dan hidroksil (-OH). Gugus fungsi karboksil merupakan area aktif dalam pengikatan Cr 6+. Setelah dilakukan pengikatan logam oleh adsorben yang mengandung gugus karboksil pada karakterisasi dengan FT-IR memiliki puncak serapan yang menurun (Thirumavalavan M., et al., 2010). Derajat keasaman (pH) setelah analisa dengan larutan Cr 6+ pada BKP-NHMA meningkat dari pH 5 menjadi 6. Kenaikan pH ini, menandakan bahwa gugus karboksil berubah menjadi bermuatan negatif sehingga adsorbsi terjadi, akibat adanya tarik-menarik elektrostatik. Namun, jika pH diturunkan, maka proses adsorbsi yang terjadi adalah penukaran ion dimana H+ dengan Cr6+ akan berkompetisi menuju gugus aktif pengikatan. Pada adsorben BKP-NHMA pada pH dibawah 5, menjadi suatu penukar ion asam lemah dan saat logam berikatan pada gugus karboksil (-COOH) akan melepas H+ sebagai penukar kation. Adsorben Hasil Daur Ulang dan Penyerapan Ion Logam Cr 6+ Tujuan dilakukannya daur ulang adalah untuk mengetahui seberapa besar kemampuan adsorben dalam menyerap kembali logam pada penggunaan berulang. daur ulang dilakukan pada formula 2 dengan dosis iradiasi 4 kGy yang memiliki jumlah penyerapan ion logam Cr6+ yang terbesar, yaitu: 298,4 mg/g pada dosis. Pada bubuk kulit pisang yang tidak dimodifikasi, tidak dapat didaur ulang karena bubuk menjadi rusak.
tempat─sebuah ion dalam fasa cair bertukar 26
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Tabel 3. Penyerapan Ion Logam Cr6+ pada adsorben BKP- NHMA setelah didaur ulang
Dosis (kGy) 4
Cr6+ terserap (mg/g adsorben) Hasil daur awal ulang 298,4 156,5
% penurunan 47,55
Tabel 3. memperlihatkan Penyerapan Ion Logam Cr6+ pada adsorben BKP- NHMA hasil daur ulang. Dari data diatas menunjukkan bahwa adsorben BKP- NHMA yang telah digunakan untuk penyerapan ion logam Cr6+ dapat digunakan kembali untuk proses penyerapan berikutnya, setelah didaur ulang (diregenerasi). Dari data pada Tabel 3 tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan penyerapan dari BKPNHMA semakin kecil. Hal ini karena terdapat kation yang belum terlepas pada saat proses regenerasi, sehingga menghambat proses adsorpsi. Pengaruh pH Pada Kemampuan Penyerapan Ion Logam Sifat permukaan adsorben, ikatan ionik pada fungsional grup dan jenis logam yang dapat terserap tergantung pada kondisi pH pada saat operasi penyerapan. Pada Gambar 5. Dapat dilihat bahwa adsorpsi Cu2+ meningkat dengan meningkatnya pH, peningkatan pH mecapai maksimum pada pH 6.
pada pH dibawah 6, yang mana sifat bebas ini berpengaruh pada kemampuan berikatan dengan adsorben. Pada pH sekitar 2-3 H3O+ dan ion Cu2+ bersaing untuk mengikat ke adsorben, hal ini yang menyebabkan kapasitas adsorpsi lebih rendah pada pH rendah tersebut. Karena pada pH rendah H3O+ lebih dominan maka penyerapan ion logam berat menjadi sangat rendah, dengan meningkatnya pH berangsur angsur ion Cu2+ bebas akan mendominasi untuk lebih berikatan dengan adsorben. Ketika pH meningkat menjadi diatas 6 mulai terjadi presipitsasi dari Cu2+ menjadi Cu(OH)2. Sehingga pemisahan ion logam berat dari larutan mengandung ion logam berat tidak sepenuhnya oleh adsorpsi akan tetapi juga karena terjadi presipitasi. Morfologi Permukaan Bubuk Kulit Pisang Morfologi permukaan bubuk kulit pisang yang dianalisis dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan diamati pada resolusi 1500 x dengan ukuran partikel sampel 10 µm, dapat dilihat pada Gambar 6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa terdapat pori - pori pada partikel kulit pisang tersebut, dimana pori ini akan memudahkan larutan yang mengandung ion logam untuk berdifusi.
Gambar 6. Scanning electron microscopy (SEM) analisis dari kulit pisang bubuk. (Memon Jamil R., et al., 2008).
Gambar 5. Pengaruh pH terhadap kemampuan penyerapan ion logam Cu2+.
Ion logam Cu2+ mempunyai sifat bebas
Banyaknya porous pada BKP secara otomatis akan memperluas permukaan adsorben, sehingga luas kontak antara sorben dengan adsorben menjadi meningkat hal ini membuat penyerapan ion logam berjalan optimal. Dengan adanya pori , ikatan silang antara monomer dan polisakarida (A. Acharyaa, et al. 2002) maupun gugus hidroksil pada
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
27
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
bubuk logam kimia.
kulit pisang maka penyerapan ion akan berjalan secara fisika maupun
Karakterisasi Menggunakan FTIR Karakterisasi polisakarida yang terkandung dalam kulit pisang dilakukan untuk mengidentifikasi apakah proses grafting yang dilakukan telah terjadi. Hal ini dapat diketahui dengan mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada polisakarida tersebut sebelum dan setelah proses grafting. Polisakarida (C6H10O5)n yang terdapat dapat dalam kulit pisang adalah pati (amilosa dan amilopektin) dan selulosa dengan gambar struktur dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9.
Gambar 7. Struktur Amilosa
Gambar 8. Struktur Amilopektin
Gambar 10. merupakan spektrum FTIR BKP murni sebelum dilakukan proses grafting. Gugus fungsi yang khas yang terdapat pada BKP adalah gugus fungsi –OH, -CH, C-O dan CN. Gugus fungsi CN, diperkirakan berasal dari protein kulit pisang. Diperolehnya gugus fungsi CN pada karakterisasi BKP dikarenakan tidak dilakukan isolasi polisakarida pada BKP, sehingga tidak hanya diperoleh gugus fungsi dari polisakarida tetapi juga gugus fungsi dari protein. Serapan pada BKP murni terlihat dengan adanya puncak serapan yang lebar pada bilangan gelombang 3301 cm-1, pita serapan ini merupakan serapan yang khas dari vibrasi ulur –OH (3500-3000 cm-1) yang merupakan posisi gugus hidroksil yang akan mengalami proses grafting pada kedudukan C2 dan C3 dalam unit glukosa pada polisakarida BKP. Pita serapan khas vibrasi ulur –CH alifatik (3000-2800 cm-1) muncul pada bilangan gelombang 2920 cm-1 dan 2856 cm-1 sedangkan vibrasi tekuk dari –CH asimetri (1475-1300 cm-1) muncul pada bilangan gelombang 1323 cm-1. Pita serapan vibrasi ulur –C-C (900-1100 cm-1) teramati pada bilangan gelombang 993 cm-1, sedangkan vibrasi ulur –CO (1300-1000 cm-1) muncul pada bilangan gelombang 1156 cm-1. Dan pita tajam serapan vibrasi –C=O (1750-1640 cm-1) teramati pada bilangan gelombang 1732 cm-1. Pada spektrum tersebut juga terdapat bilangan gelombang yang menunjukkan adanya vibrasi ulur pada gugus fungsi C=N (2500-2000 cm-1) yang diperkirakan berasal dari protein kulit pisang (0,32%) yaitu pada bilangan gelombang 2336 cm-1 dan 2138 cm-1.
Gambar 9. Struktur Selulosa
Gambar 10. Spektrum FTIR Bubuk Kulit Pisang (BKP) Murni Sebelum Proses Grafting
Gambar 11. Spektrum FTIR Bubuk Kulit Pisang sesudah grafting
Pada Gambar 11. Dapat dilihat spektrum BKP sesudah grafting dengan monomer NHMA. 28
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
Karena antara monomer NHMA dengan polisakarida memiliki satuan gugus fungsi yang relatif hampir sama maka secara keseluruhan berdasarkan serapan gugus fungsi tidak ada perbedaan yang signifikan. Adanya pembentukan reaksi kopolimerisasi grafting monomer NHMA pada substrat kulit pisang ditandai dengan terdapatnya pertambahan serapan pada gugus fungsi antara lain –OH, CH, -CO dan –CN pada kulit pisang yang dapat diidentifikasi melalui adanya perubahan atau pergeseran bilangan gelombang pada masingmasing gugus fungsi. Perubahan serapan yang lebih lebar vibrasi ulur –OH pada bilangan gelombang 3301 cm -1 dengan terjadinya penambahan tiga puncak serapan bilangan gelombang yaitu 3428 cm-1; 3299 cm-1; dan 3162 cm-1 (-OH dari polisakarida dan NHMA). Hal ini tejadi karena adanya penambahan gugus fungsi dari monomer NHMA yang tergrafting pada polisakarida kulit pisang. Hal serupa terjadi juga pada serapan vibrasi ulur gugus –CH alifatik yang mengalami perubahan/pergeseran bilangan gelombang dari 2920 cm-1 dan 2856 cm-1 menjadi 2919 cm-1 dan 2855 cm-1 setelah grafting sedangkan vibrasi tekuk pada –CH asimetri terjadi pergeseran dan penambahan puncak serapan bilangan gelombang serta bertambahnya intensitas penyerapan dari bilangan gelombang 1323 cm-1 menjadi 1371 cm-1 dan 1324 cm-1(-CH dari polisakarida dan NHMA). Serapan vibrasi ulur –C-C yang mengalami pergeseran bilangan gelombang dari 993 cm-1 menjadi 1080 cm-1, sedangkan vibrasi ulur –C-O mengalami perubahan dan penambahan puncak serapan bilangan gelombang dari bilangan gelombang 1156 cm-1 menjadi 1249 cm-1 (-C-O dari asam karboksilat pada monomer NHMA) dan 1154 cm1 (-C-O dari eter unit glukosa). Demikian halnya dengan dengan pita serapan vibrasi ulur gugus fungi C=O, setelah dilakukan grafting monomer NHMA pada polisakarida kulit pisang, terjadi pergeseran serapan vibrasi ulur bilangan gelombang dari 1728,29 cm-1 menjadi 1732,15 cm-1. Gugus fungsi C=O diperoleh dari aldehid unit glukosa pada polisakarida kulit pisang yang mengalami pemutusan ikatan pada kedudukan C2 dan C3
pada proses grafting serta penambahan gugus C=O yang terdapat pada NHMA yang telah tergrafting pada polisakarida. Vibrasi ulur C=N terjadi pergeseran bilangan gelombang dan pengurangan puncak serapan bilangan gelombang serta penurunan intensitas serapan gugus fungsi yang cukup tinggi yaitu dari bilangan gelombang 2335,39 cm1 dan 2138,18 cm-1 menjadi 2336,86 cm-1. Hal ini diperkirakan karena gugus fungsi C=N merupakan protein sehingga pada saat diradiasi terjadi denaturasi yang menyebabkan gugus fungsi berkurang dan intensitas penyerapannya pun akan berkurang. Penambahan atau pengurangan puncak serapan bilangan gelombang dan pergeseran/perubahan energi vibrasi gugus fungsi molekul yang ditandai dengan terjadinya pergeseran bilangan gelombang serta intensitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari sebelumnya menandakan terjadinya perubahan pada gugus fungsi tersebut (Kurniadi, 2010). Berdasarkan gambar spektrum pada Gambar 10 dan Gambar 11. Dapat dikatakan bahwa terjadi interaksi monomer NHMA pada polisakarida kulit pisang yang mengakibatkan terjadinya perubahan tingkat energi molekul secara keseluruhan, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada bilangan gelombang. Perubahan bilangan gelombang tersebut menandakan telah terjadi kopolimerisasi grafting monomer NHMA pada polisakarida kulit pisang. KESIMPULAN Bubuk kulit pisang yang telah digrafting dengan-NHMA memiliki sifat fisik (daya tahan terhadap asam) 80% lebih baik dibandingkan BKP murni. Sehingga dapat di daur ulang. Selain itu BKP-NHMA yang telah digrafting pada dosis 32 kGy mempunyai kemampuan penyerapan ion Cu2+ 11,56 % lebih baik dibandingkan BKP murni. Penyerapan ion Cu2+ maksimal dicapai pada pH 6. BKP murni mempunyai kemampuan penyerapan ion Cr6+ lebih baik dibandingkan BKP-NHMA. Adsorben ion logam berat BKPNHMA hasil daur ulang dapat dipergunakan kembali, dengan penurunan kemampuan adsorbsi sebesar 47,55% pada adsorbsi ion logam Cr6+.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
29
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit Untuk Dimanfaatkan Kembali Sebagai Air Proses (Recycle)
DAFTAR PUSTAKA A. Acharyaa, H. Mohanb, and S. Sabharwal, 2002, Radiation induced polymerization and crosslinking behavior of N-hydroxymethyl acrylamide in aqueous solutions. Radiation Physics and Chemistry, vol. 65, No. 3, pp. 225–232.
Budi Yuliyanto, 2004, Kopolimerisasi Cangkok N-(Hidroksimetil) Akrilamida pada Selulosa dengan Metode Iradiasi Awal sebagai Bahan Adsorben, Depok: Universitas Indonesia.
Memon Jamil R., Memon Saima Q., Bhanger M.I., Memon G. Zuhra, A. El-Turki, and Geoffrey C. Allen, 2008, Characterization of banana peel by scanning electron microscopy and FT-IR spectroscopy and its use for cadmium removal, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, Vol. 66, No. 10, pp. 260–265. Memon Jamil R., Memon Saima Q., Bhanger M.I., Memon G. Zuhra, A. El-Turki, and Geoffrey C. Allen, 2009, Banana peel: A green and economical sorbent for the selective removal of Cr(VI) from industrial wastewater, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces. Miller James M., 1975, Separation Methods In Chemical Analysis, Drew University. Sri Sulasminingsih, 1997, Kopolimerisasi Cankok Monomer N-(Hidroksimetil) Akrilamida pada Kain Rayon dengan Inisiator Caric Amonium Nitrat, Depok: Universitas Indonesia. Thirumavalavan Munusamy, Lai Yi-Ling, LingChu Lin and Lee Jiunn-Fwu, 2010, Cellulose-Based Native and Surface Modi?ed Fruit Peels for the Adsorption of Heavy Metal Ions from Aqueous Solution: Langmuir Adsorption Isotherms, Chem.Eng.Data, vol. 55, page 1186–1192. XS. Wang and Y. Qin, 2005, “Equilibrium sorption isotherms of Cu2+ on rice bran, Process Biochem., vol. 40, pp. 677680. 30
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP DENGAN PROSES ANAEROB FILTER DAN AEROB MEDIA BERGERAK
Bekti Marlena , Sartamtama , Yuniarti Dewi D., Nurzen Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl. Ki Mangunsarkoro No. 6 Semarang – 50136 Email :
[email protected] Naskah diterima tanggal 11 April 2013, disetujui tanggal 13 Mei 2013
ABSTRAK Penelitian pengolahan air limbah industri kecap dilakukan dengan proses anaerob filter dilanjutkan dengan proses aerob dengan media bergerak. Tujuan penelitian ini adalah penerapan pengolahan air limbah secara anaerob filter dan aerob dengan media biofilm yang bergerak di industri kecap. Air limbah yang diolah memiliki karakteristik konsentrasi BOD berkisar 500-700 mg/L, konsentrasi COD antara 1.400 sampai dengan 10.000 mg/L, dan konsentrasi TSS antara 174 sampai 1.306 mg/L, sedangkan pH berkisar 5,5-7,0. Desain pengolahan air limbah meliputi unit ekualisasi, bak feeding, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi dan bak kontrol. Direncanakan pengolahan air limbah sebesar 1 m3/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efesiensi rata-rata penurunan COD pada bak ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, dan bak sedimentasi berturut-turut adalah 23,85%; 81,99%; 58,06% dan 24,43%. Adapun efisiensi penurunan TSS rata-rata pada unit pengolahan berturut-turut adalah 9,29%; 68,44%; 89,84%; dan 46,40%. Secara keseluruhan efisiensi pengolahan rata-rata COD sebesar 96,06% dan efisiensi pengolahan rata-rata TSS sebesar 98,49% Kata kunci : pengolahan air limbah, industri kecap, anaerob filter, aerob media bergerak
ABSTRACT The research on ketchup industry wastewater treatment with anaerobic filter process and aerob moving bed biofilm has been investigated.The objective of this research was the application of wastewater treatment by anaerobic filter and aerobic moving bed biofilm in ketchup industry.The wastewater has characteristics BOD concentration ranges from 500 to 700 mg/L, COD concentration between 1,400 to 10,000 mg/L, and TSS concentrations between 174 to 1,306 mg/L, while the pH range 5.5-7.0. Design of wastewater treatment units were equalization, feeding tank, anaerobic filter tank, aerobic tank, sedimentation. Wastewater treatment was planned for 1 m3/day.The results showed that the effectiveness of the average COD reduction in equalization, anaerobic filter tank, aerob tank and sedimentation respectively 23.85%, 81.99%, 58.06% and 24.43%. The effectiveness of the average TSS reduction on processing unit were 9.29%, 68.44%, 89.84% and 46.40%. Overall, the average processing efficiency of COD was 96.06% and average processing efficiency TSS was 98.49%.
Keywords: wastewater treatment, ketchup industry, anaerobic filters, aerobic moving bed biofilm
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
31
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
PENDAHULUAN Industri makanan dan minuman biasanya menghasilkan air limbah yang bersifat biodegradable dan tidak beracun, meskipun demikian air limbah apabila tidak dikelola secara benar dapat menyebabkan terjadi pencemaran lingkungan. Pada industri pembuatan kecap, sumber air limbah berasal dari pencucian, perendaman dan pemasakan kedele serta dari pembersihan peralatan proses dimana terjadi kontak langsung dengan larutan kecap seperti tangki, saringan, pipa dan peralatan lainnya. Sebagian besar kandungan limbah cair yang dihasilkan dari industri kecap berupa padatan terlarut dan bahan organik terlarut. Bahan-bahan tersebut mengandung protein dan asam amino dan dapat segera terurai dalam pengolahan secara biologi (Potter, Soeparwadi dan Gani, 1994) Parameter kunci dalam pengendalian air limbah industri kecap adalah pH, BOD, COD dan TSS. Tabel 1 di bawah ini merupakan baku mutu air limbah industri kecap yang berlaku di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Industri Kecap No
Parameter
Kadar Maksimum (mg/L)
Beban Pencemaran Maksimum (kg/ton) Dengan Cuci Tanpa Cuci Botol Botol 1,0 0,8
1
BOD5
100
2
COD
175
1,75
1,4
3
TSS
100
1,0
0,8
4
pH
6,0 – 9,0
-
-
5
Debit
-
10 m3/ton produk
8 m3/ton kecap
Maksimum
Sumber: Perda Provinsi Jawa Tengah No. 5 tahun 2012.
Pengolahan air limbah industri menggunakan proses anaerob sangat tinggi karena proses ini sangat baik untuk mengurangi pencemaranan karbon mencapai 90% dengan tenaga minimum (Guiot et al, 1993). Salah satu proses anaerob yaitu anaerob filter dapat digunakan untuk mengolah limbah industri makanan. Penelitian Chua & Cheng,1996 menunjukkan bahwa proses anaerob biofilter mampu menurunkan 85% konsentrasi COD dengan waktu tinggal 1,5 hari, dengan konsentrasi COD masuk 4.500 mg/L. Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR)
32
dikembangkan di Norwegia pada akhir tahun 1980 dan awal 1990. Ide di balik pengembangan MBBR adalah mengadopsi hal-hal baik dari dua proses yaitu lumpur aktif dan biofilter. Berbeda dengan sebagian besar reaktor biofilm, MBBR memberdayakan seluruh volume tangki untuk pertumbuhan biomasa seperti pada reaktor lumpur aktif. Namun MBBR juga tidak memerlukan pengembalian lumpur seperti pada reaktor lumpur aktif (Odegaard, 1999). MBBR dapat digunakan dalam pengolahan air limbah dari berbagai macam sumber misalnya domestik, industri makanan dan minuman, kertas, farmasi, elektronik, dan industri lainnya. Karakteristik MBBR dapat dipakai untuk pengolahan air limbah organik dan penurunan nutrient yang berupa nitrogen dan phosphor (Kermani et al, 2008), minyak dan lemak pada industri pengolahan daging (Colic, 2008), bahkan dapat menurunkan Adsorbable Organic Halida (AOX) pada air limbah industri pulp dan kertas sampai dengan 30% pada waktu tinggal 3 hari (Pramono, 2007).Teknologi MBBR juga telah terbukti mampu meningkatkan kapasitas pengolahan dan meningkatkan kualitas hasil air limbah yang diolah pada instalasi air limbah lumpur aktif yang kelebihan beban (Weiss et al, 2008; Andreottola et al, 2003). Pengolahan dengan MBBR pada skala laboratorium dengan menggunakan air limbah industri kecap dan saos juga menunjukkan bahwa dengan waktu tinggal 1,5 hari mampu menurunkan COD 85,47% dan TSS 77,23 % (Marlena dan Yuliastuti, 2012). Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka dilakukan modifikasi pengolahan air limbah dengan menggunakan anaerob filter dan aerob dengan menggunakan sistem media biofilm bergerak. Dengan keunggulan pengolahan anaerob filter digabung dengan aerob sistem media biofilm bergerak diharapkan efisiensi pengolahan air limbah akan semakin meningkat. METODE Bahan Penelitian menggunakan bahan utama air limbah dari industri, mikroorganisme/lumpur
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
aktif, media MBBR, nutrien serta reagen untuk analisa COD. Alat Rangkaian peralatan pengolahan air limbah yang digunakan meliputi tangki ekualisasi, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi dan bak kontrol. Sebagai peralatan penunjang adalah blower, pompa, pH meter Keterangan : 1. Tangki Ekualisasi 2. Tangki Feeding 3. Bak an aerob 4. Bak aerob 5. Bak Sedimentasi 6. Bak kontrol
Gambar 1. Alat Percobaan
Cara Kerja Rangkaian alat percobaan yang terdiri dari tangki ekualisasi, tangki feeding, bak anaerob, bak MBBR, bak sedimentasi dan bak kontrol dipasang kemudian dilakukan tes fungsi dari beberapa utilitas seperti blower, dan perpipaan. Setelah dilakukan tes fungsi kemudian dilakukan uji kebocoran. Uji kebocoran dilaksanakan dengan mengalirkan air bersih ke seluruh unit peralatan untuk mengetahui titik kebocoran dan mengecek aliran air dari masuk sampai akhir, selanjutnya dilakukan start up untuk operasi (Sakti A. Siregar, 2005). Start up operasi meliputi seeding lumpur aktif pada bak anaerob dan bak aerob. Lumpur aktif anaerob diambil dari lumpur saluran air/selokan yang berada di sekitar pabrik dan merupakan saluran yang dipergunakan untuk mengalirkan limbah ke lingkungan. Seeding anaerob berhasil dengan identifikasi visual adanya gelembung ditiap kompartemen tangki anaerob. Lumpur aktif aerob diperoleh dari lumpur aktif dari industri lain yang kemudian diaklimatisasi di bak MBBR dan diberi nutrien. Setelah lumpur tumbuh dengan baik kemudian dimasukkan media MBBR sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme pengurai air limbah. Uji coba menggunakan air limbah dengan debit 1 m3/hari dilaksanakan dengan cara
memompa air limbah dari bak ekualisasi perusahaan untuk kemudian ditampung dalam bak ekualisasi. Pada bak ini dilakukan pengaturan pH dengan menambahkan air kapur sehingga diperoleh derajad keasaman normal atau bernilai 7. Air limbah kemudian dipompa menuju bak feeding kemudian dialirkan ke bak anaerob. Pengaturan laju aliran dari bak feeding menuju bak anaerob dilakukan dengan menggunakan keran. Setelah diolah dalam bak anaerob, maka air limbah akan mengalir/overflow menuju bak MBBR kemudian menuju bak sedimentasi dan bak kontrol sebelum akhirnya dibuang ke badan air. Pengambilan contoh air limbah dilakukan pada enam (6) titik yaitu bak ekualisasi, outlet bak feeding, outlet bak anaerob, outlet bak MBBR, outlet bak sedimentasi, dan outlet bak kontrol untuk dilakukan pengujian kualitas air limbah dengan parameter pH, suhu, COD dan TSS. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter Hanna, temperatur dengan menggunakan thermometer eosin, COD dan TSS dengan menggunakan spektrofotmeter UV-Vis. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Air Limbah Industri Kecap Air limbah yang keluar dari proses diantaranya berasal dari air bekas pencucian serta perendaman kedele, dan air bekas cucian peralatan atau sanitasi. Karakteristik air limbah diperoleh dengan mengambil contoh air limbah di bak ekualisasi pada beberapa waktu yang berbeda untuk mengetahui kisaran kualitas air limbah yang akan diolah. Hasil analisa kualitas air limbah di bak ekualisasi tersaji pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Karakteristik Air Limbah Industri Kecap No
Parameter
Satuan
II
III
IV
7,0
6,6
5,5
5,5
1
pH
2
T
oC
30
29,5
28
33,5
3
BOD
mg/l
714
695
672
553
4
COD
mg/l
1.407
3.154
10.629
4.798
5
TSS
mg/l
174
808
793
1.306
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
-
Konsentrasi I
33
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
Dari hasil analisa air limbah yang masuk ke IPAL nampak bahwa konsentrasi BOD berkisar dari 500-700 mg/L, konsentrasi COD antara 1.400-10.000 mg/L, dan konsentrasi TSS antara 174-1.306 mg/L, sedangkan pH berkisar 5,5-7,0. Pengolahan air limbah Pengolahan air limbah direncanakan
sebesar 1m3/hari terdiri dari bak ekualisasi, bak feeding, bak anaerob, bak aerob dan bak sedimentasi. Unit pengolahan air limbah tersebut dipasang pada salah satu industri kecap, dan air limbah yang akan diolah diambil dari bak ekualisasi industri tersebut. Rancangan pengolahan air limbah tersaji pada Gambar 2 di bawah ini.
CaCO3
An aerob
Ekualisasi
Aerob
Sedimentasi
Drying bed
Sludge/lumpur
Badan air penerima
Sludge kering
Gambar 2. Rancangan Pengolahan Air Limbah Pengolahan air limbah pada masing- masin unit proses akan dijelaskan lebih lanjut. Proses ekualisasi Air limbah dari industri dipompa ke bak ekualisasi untuk menyeragamkan kualitas air limbah yang akan diolah. Pada bak ekualisasi juga dilakukan pengaturan pH mendekati netral dengan menambahkan kapur (CaCO 3 ), sekaligus untuk mengendapkan partikel tersuspensi.
Setelah mengendap, air limbah dipompa ke bak feeding yang terpasang di atas tower. Dirancang bak feeding diletakkan di atas sehingga aliran air limbah dalam IPAL dapat mengalir secara gravitasi. Kinerja bak ekualisasi tersebut tersaji pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Hasil Pengolahan Air Limbah di Bak Ekualisasi BAK EKUALISASI Pengamatan Ke 1
COD Masuk (mg/l) 6.586
COD Keluar (mg/l) 2.513
Penurunan COD (%) 61,84
TSS Masuk (mg/l) 670
TSS Penurunan Keluar TSS (mg/l) (%) 544 18,80
2
3.375
3279
2,84
592
460
22,30
3
5.154
4.760
7,64
2.165
890
58,89
4
7.443
5.051
32,14
603
429
28,86
5
4.213
4.205
0,19
408
773
-89,86
6
7.194
4.427
38,46
687
572
16,74
Rata-rata
34
23,85
Rata-rata
9,29
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa penurunan COD pada bak ekualisasi terbesar terjadi pada konsentrasi COD 6.586 mg/L yaitu sebesar 61,84%, namun untuk konsentrasi COD kurang dari 5.000 mg/L efisiensinya cenderung menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses kimia untuk mengatur pH dan pengendapan sangat efisien untuk inlet dengan konsentrasi COD tinggi, namun untuk konsentrasi COD antara 4.000 sampai 3.000 hanya mampu menurunkan COD di bawah 10%. Bak ekualisasi mampu menurunkan konsentrasi COD rata-rata sebesar 23,85%. Penurunan COD sebanding dengan penurunan TSS, dimana penurunan TSS tertinggi juga terjadi pada inlet dengan konsentrasi TSS tinggi. Pada satu pengamatan terdapat hasil analisa yang menunjukkan nilai
TSS outlet lebih besar daripada TSS inlet, hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh terikutnya sisa endapan lumpur kimia dari bak ekualisasi yang keluar, atau kemungkinan air limbah berasal dari sisa pengolahan terdahulu. Rata-rata penurunan TSS di unit ini sebesar 9,29 %. Proses anaerob Proses selanjutnya adalah pengolahan biologi anaerob dimana pada penelitian ini digunakan adalah anaerob biofilter dengan waktu tinggal 1,5 hari. Bak anaerob diisi dengan media sebagai tempat melekatnya mikroorganisme, dalam hal ini bakteri anaerob. Kinerja pengolahan bak anaerob tersaji pada Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Hasil Pengolahan Air Limbah di Bak Anaerob BAK ANAEROB Pengamatan Ke 1
COD Masuk (mg/l) 2.513
COD Keluar (mg/l) 684
Penurunan COD (%) 72,78
2
3.279
746
77,26
3
4.760
628
4
5.051
5 6
TSS Keluar (mg/l) 229
Penurunan TSS (%) 56,86
460
132
71,30
86,81
890
138
84,49
607
87,97
429
120
72,03
4.205
887
78,92
773
406
47,48
4.427
521
88,23
572
123
78,50
Rata-rata
Penurunan COD pada bak anaerob ratarata adalah 81,99% dan TSS sebesar 68,44%. Pada pengamatan di bak anaerob nampak adanya gelembung yang merupakan tanda terbentuknya gas sebagai hasil peruraian polutan organik menjadi asam organik yang dilanjutkan pembentukan gas metana dan karbondioksida. Derajad keasaman air limbah keluar dari bak anaerob adalah berkisar antara 6,6 – 7,4 sehingga dapat diasumsikan bahwa asam organik yang terbentuk telah terurai menjadi gas methan dan karbondioksida.
81,99
TSS Masuk (mg/l) 544
Rata-rata
68,44
Proses aerob Bak aerob sebagai reaktor utama didesain berbentuk kubus dengan bidang bawah berukuran lebih kecil dibandingkan bidang atasnya. Pada masing-masing sudut dipasang pipa 0,5 inch berlubang-lubang yang berfungsi untuk mengalirkan udara dari blower. Aliran udara tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi proses aerob serta untuk mencampur media dalam bak. Dengan waktu tinggal 1 hari, hasil pengolahan di bak aerob tersaji pada Tabel 5 di bawah ini.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
35
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
Tabel 5. Hasil Pengolahan Air Limbah di Bak Aerob BAK AEROB Pengamatan Ke 1
COD Masuk (mg/l) 684
COD Keluar (mg/l) 252,1
Penurunan COD (%) 63,14
TSS Masuk (mg/l) 229
TSS Keluar (mg/l) 18
Penurunan TSS (%) 92,14
2
746
240,5
67,75
132
7
94,69
3
628
259,6
58,66
138
13
90,58
4
607
280,1
53,89
120
11
90,83
5
887
278
68,64
406
46
88,67
6
521
332
36,28
123
22
82,11
Rata-rata
58,06
Penurunan konsentrasi COD pada proses ini rata-rata sebesar 58,06%, dimana penurunan konsentrasi COD terbesar adalah pada konsentrasi COD masuk 887 mg/L yaitu sebesar 68,64% dan menurun seiring turunnya konsentrasi COD masuk. Sedangkan penurunan konsentrasi TSS relatif fluktuatif, dimana penurunan TSS tertinggi adalah 94,69% dan terendah adalah 82,11%. Efisiensi pengolahan air limbah terutama untuk parameter COD relatif lebih rendah dibandingkan dengan percobaan laboratorium
Rata-rata
89,84
yang mencapai 85,47% (Marlena & Yuliastuti, 2012). Masih rendahnya kinerja proses diantaranya disebabkan oleh belum sempurnanya pelekatan mikroorganisme pada media yang kemungkinan disebabkan oleh terlalu tingginya tekanan aerasi dari blower. Sedimentasi Proses sedimentasi bertujuan untuk mengendapkan lumpur aktif dari bak aerob. Hasil pengolahan air limbah pada bak sedimentasi tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengolahan Air Limbah di Bak Sedimentasi BAK SEDIMENTASI Pengamatan Ke 1
COD Masuk (mg/l) 252,1
COD Keluar (mg/l) 242,8
Penurunan COD (%) 3,83
TSS Masuk (mg/l) 18
TSS Keluar (mg/l) 10
Penurunan TSS (%) 44,44
2
240,5
168,8
29,81
7
5
28,57
3
259,6
209,5
19,30
13
6
53,84
4
280,1
197,4
29,54
11
9
18,18
5
278
172,6
37,91
46
16
65,22
6
332
245
26,20
22
7
68,18
Rata-rata
Bak sedimentasi mampu untuk menurunkan konsentrasi COD rata-rata sebesar 24,43% dan TSS sebesar 46,40%. Melihat fungsinya sebagai bak pengendap secara fisika, maka penurunan TSS lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan COD. Penurunan COD terjadi bukan akibat peruraian polutan tetapi sebagai hasil berkurangnya padatan tersuspensi 36
24,43
Rata-rata
46,40
pada air limbah. Efisiensi Pengolahan Secara umum, efisiensi pengolahan air limbah dari keseluruhan unit proses yang merupakan perbandingan konsentrasi air limbah masuk (bak ekualisasi) dan air limbah terolah (bak kontrol) disajikan pada Tabel 7.
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
Tabel 7. Efisienesi Pengolahan Air Limbah Uji Coba Pengamatan Ke 1
COD Masuk (mg/l) 6.586
COD Keluar (mg/l) 242,8
Penurunan COD (%) 96,31
TSS Masuk (mg/l) 670
TSS Keluar (mg/l) 10
Penurunan TSS (%) 98,51
2
3.375
168,8
94,99
592
5
99,15
3
5.154
209,6
95,93
2.165
6
99,72
4
7.443
197,4
97,35
603
9
98,51
5
4.213
172,6
95,21
408
16
96,08
6
7.194
245
96,59
687
7
98,98
Rata-rata
Efisiensi pengolahan air limbah untuk parameter TSS rata-rata sebesar 98,49% dan kualitas air limbah terolah sudah jauh di bawah baku mutu air limbah industri kecap yang sebesar 100 mg/L. Proses MBBR yang menghasilkan lebih sedikit lumpur aktif merupakan salah satu faktor rendahnya parameter TSS pada air limbah terolah. Di sisi lain, efisiensi pengolahan untuk parameter COD mencapai 96,06%, walaupun demikian dari beberapa kali pengamatan untuk parameter COD masih belum memenuhi baku mutunya yang sebesar 175 mg/L. Hal tersebut disebabkan oleh masih sedikitnya mikroorganisme yang melekat di media pada proses aerob akibat dari waktu pelekatan (waktu dimasukkan media sampai melekatnya mikroorganisme di media) yang relatif sebentar serta tingginya aliran udara dari blower. KESIMPULAN Air limbah industri kecap yang diolah mempunyai karakteristik konsentrasi BOD berkisar dari 500-700 mg/L, konsentrasi COD antara 1.400-10.000 mgr/L, dan konsentrasi TSS antara 174-1.306 mg/L, sedangkan pH berkisar 5,5-7,0. Uji coba pengolahan air limbah direncanakan sebesar 1 m3/hari, dalam suatu instalasi pengolahan air limbah yang terdiri dari tangki ekualisasi, bak feeding, bak anaerob, bak aerob, bak sedimentasi dan bak kontrol. Pada uji coba pengolahan diperoleh efisiensi pengolahan rata-rata COD sebesar 96,06% dan efisiensi pengolahan rata-rata TSS
96,06
Rata-rata
98,49
sebesar 98,49%. Hasil uji coba yang optimal dimana hasil outlet untuk parameter COD dan TSS di bawah baku mutu air limbah industri kecap teramati pada pengamatan ke 2 dan 5. Agar air limbah yang terolah dapat selalu memenuhi baku mutu, maka proses aerob perlu beberapa penyempurnaan diantaranya adalah dengan meningkatkan mikroorganisme yang ada di media serta mengurangi aliran udara yang masuk dalam reaktor. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dibiayai oleh DIPA Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri, Kementerian Perindustrian tahun anggaran 2012. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada industri kecap yang bersedia menjadi lokasi penelitian, serta seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka Andreottola, P., Foladori, G., Gatti., P. Nardelli, M., Pettena, M., Ragazzi, 2003. Upgrading of a Small Overloaded Activated Sludge Plant Using a MBBR, Journal E n v i r o n S c i H e a l t h AToxHazardSubstEnviron Eng.System DOI: 10.1081/ESE-120023388 Anonim, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
37
Pengolahan Air Limbah Industri Kecap Dengan Proses Anaerob Filter Dan Aerob Media Bergerak
Provinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah, 2012, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Chua, H., Cheng, C.C.N., 1996. Operation of a Novel Anaerobic Biofilter for Treating Food P r o c e s s i n g Wa s t e w a t e r. A p p l i e d Biochemistry and Biotechnology. Vol. 5758, No. 1, 1996: 837-843 Colic, M., Morse, W., Hicks, J., 2008. Enabling the Performance of the MBBR Installed to Treat Meat Processing Wastewater , C l e a n W a t e r Te c h n l o g y. 2 0 0 8 . DOI:www.cleanwatertech.com Guiot, S.R., Frigon, J.C., Darrah, B., Landry, M.F., Macarie H., 1993, Coupled Aerobic and Anaerobic Treatment of Toxic Wastewater. Dalam Seventh Forum for Applied Biotechnology. Gent University: 1993:1761-1768
Pramono, Joko., Setiawan, Yusuf., Yuniarti. 2007. Plastic Carrier in SCB and the AOX Reduction, Proceedings of The 2nd National Workshop on AOX Bioremediation and Chromium Reduction from Industrial Discharges. ISBN 978-97995271-4-1. Bandung. Sakti A. Siregar, 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Weiss, J.S., Alvarez, M., Tang, C., Horvath, R.W., Stahl, J.F., 2005. Evaluation Of Moving Bed Biofilm Reactor Technology For Enhancing Nitrogen Removal in A Stabilization Pond Treatment Plant , Water Environment Federation, p. 2085-2102
Kermani, M., Bina, B., Movahedian, Amin, M.M., Nikaein, M., 2008. Application of Moving Bed Biofilm Process for Biological Organics and Nutrients Removal from Municipal Waste Water, American Journal of Environmental Sciences 4 (6) 2008:675- 682 Marlena, B., Yuliastuti, R., 2012. Peningkatan Kapasitas Pengolahan Air Limbah dengan Teknologi Moving Bed Biofilm Reactor, Dalam Prosiding Seminar Nasional Kimia III, Himpunan Kimia Indonesia Jawa Tengah, Semarang. Odegaard,H., 1999. The Moving Bed Biofilm Reaktor Water Environmental Engineering dan Reuse of Water Hokkaido Press, p.250-305 Potter, C., Soeparwadi, M., Gani, Aulia, 1994. Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia Sumber, Pengendalian dan Baku Mutu. Proyek Kementerian Lingkungan Hidup dan Universitas Dalhousie, Jakarta
38
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit .....(Muryati)
PENGARUH SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP KADAR TANIN DARI BUAH BAKAU (Rhizophora mucronata) THE EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION AGAINST TANIN EXTRACTION OF MANGROVE (Rhizophora mucronata) Muryati Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Jl.Kimangunsarkoro No 6 Semarang - 50136 Email :
[email protected] Naskah diterima tanggal 5 April 2013, disetujui tanggal 7 Mei 2013
ABSTRAK Masalah utama dalam ekstraksi tanin dari buah bakau adalah belum diketahuinya kondisi yang tepat untuk memacu agar proses ekstraksi berjalan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi dalam proses ekstraksi tanin dari buah bakau (Rhizophora mucronata). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, menerapkan 2 faktor yaitu faktor suhu dan waktu ekstraksi. Faktor suhu ekstraksi dengan 2 taraf yaitu : 70oC (S1) dan 800C (S2) sedangkan faktor waktu ekstraksi dilakukan dalam 4 taraf berturut-turut 3 jam (W1), 4 jam (W2), 5 jam (W3) dan 6 jam (W4). Data yang diperoleh yaitu rendemen dan kadar tanin dianalisis dengan sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu ekstraksi berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen dan kadar tanin pada ekstrak buah bakau. Kombinasi suhu 80o C dengan lama waktu 5 jam memberikan kondisi terbaik bagi ekstraksi tanin dari buah bakau, yaitu rendemen ekstrak tanin 14,166% dan kadar tanin 70,624%. Kata kunci : suhu-waktu, ekstraksi, tanin, Rhizophora mucronata
ABSTRACT ABSTRACT The main problem in tannin extraction of mangrove fruit (Rhizophora mucronata) was that the optimum condition for the effective extraction was unknown. The aim of this research was to determine the optimum conditions of the tannin extraction in term of temperature and duration. The research used Completely Randomized Design factorial pattern by applying 2 factors, i.e. temperature and duration. The temperature factors were 70 0C (S1) and 80 0C (S2). The duration factors were 4 stages in a sequence; i.e. 3 hours (W1), 4 hours (W2), 5 hours (W3), 6 hours (W4). The data obtained, extraction efficiency and tannin content, were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA). The results shows that the interaction between temperature and extraction duration had the significant effect and the most optimum extraction condition was the combination of 800C temperature and 5 hours duration, i.e.tannin extract yield is 14,166% and tannin concentration is 70,624%
Keywords: temperature-time, extraction, tannin, Rhizophora mucronata
39
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013 : 40-46
PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki kurang lebih 17.480 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan memiliki potensi sumberdaya pesisir dan lautan yang sangat besar (Ditjen Pesisir dan Pulau Kecil DKP, 2012). Dengan garis pantai sebesar itu atau nomor dua di dunia setelah Kanada, maka Indonesia memiliki sumberdaya pesisir, terutama hutan mangrove, yang sangat besar. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia yaitu mencapai 25% (sekitar 4.2 juta ha) atau 75% dari luas mangrove di Asia Tenggara (Kementerian Kehutanan, 2012; Ghufron, 2012). Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi. Diantara 202 jenis tumbuhan mangrove yang ada saat ini hanya 43 jenis merupakan mangrove sejati. Dari beberapa jenis mangrove yang tumbuh di Indonesia, jenis pohon mangrove yang umum dijumpai di pesisir antara lain api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp), bakau (Rhizophora mucronata), tancang/lindur (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), tengar (Ceriops sp) dan buta-buta (Exoecaria sp). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang potensial di kawasan pesisir karena mempunyai manfaat ekologis dan non ekologis. Manfaat ekologis adalah sebagai : 1) peredam gelombang/angin badai, pelindung pantai dari abrasi, 2) penghasil sejumlah detritus organik yang diuraikan oleh mikroba menjadi mineralmineral hara yang berperan dalam penyuburan perairan, 3) sebagai daerah asuhan, mencari makanan dan daerah pemijahan bermacam biota perairan ( ikan, udang, kerang-kerangan). Sedangkan manfaat non ekologis adalah penghasil kayu yang digunakan sebagai bahan bakar/ bahan pembuatan perahu dan penghasil tannin (Supriharyono,2007). Pohon mangrove sebagai penghasil detritus organik, berasal dari serasah yang berupa guguran dari bagian pohon mangrove meliputi daun, ranting, kulit pohon, buah, kulit buah dan pohon tua yang jatuh ke tanah atau 40
perairan bebas yang kemudian secara alami mengalami dekomposisi/perombakan dan p e n g h a n c u r a n o l e h b a k t e r i , j a m u r, aktinomycetes di alam menjadi unsur/mineral hara (C, H, N,O, S, P) yang terlarut, hingga tersedia dan dapat diserap kembali oleh pohon mangrove sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah mangrove serta sumber makanan bagi berbagai jenis ikan dan biota perairan melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton. Untuk mengetahui gambaran tentang serasah, dinyatakan Ardi (1996) bahwa rata-rata produksi serasah daun Rhizophopa mucronata yang tumbuh secara monokultur pada hutan mangrove yang berasosiasi dengan pola empang parit sebesar 355,44 g/m2/tahun. Selain menghasilkan unsur-unsur hara biogenik yang penting bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman mangrove dan organisme lainnya, beberapa jenis pohon mangrove juga potensial menghasilkan zat ekstraktif/ metabolit sekunder yaitu tanin. Tanin adalah senyawa organik polifenol kompleks yang dibangun dari unsur C,H,O yang membentuk molekul dengan berat molekul lebih besar dari 2000. Selain pohon mangrove, tanaman yang mengandung tanin cukup tinggi antara lain Akasia dan kayu bakau sebesar 2248% (Prasety. 1992). Pada pohonnya, tanin bersumber di bagian kulit kayu, daun, buah dan sebagian kecil di bagian kayu dan bunga dengan kadar dan kualitas berbeda-beda diantara pohon p e n g h a s i l t a n i n . Ta n i n p a d a t a n a m a n diklasifikasikan sebagai tannin terhidrolisis dan tannin terkondensasi. Tanin terhidrolisis merupakan tannin yang mempunyai struktur polyester mudah dihidrolisis oleh asam atau enzim, dihasilkan asam polifenolat dan gula sederhana. Sedangkan tannin terkondensasi merupakan polimer dari katekin dan epikatekin, banyak terdapat pada buah-buahan, biji-bijian dan tanaman pangan. Tanin digunakan sebagai zat penyamak nabati pada industri kulit untuk menghilangkan sisa-sisa daging yang masih melekat pada kulit setelah pelepasan dagingnya. Di industri kayu lapis, tanin digunakan sebagai
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit .....(Muryati)
bahan perekat/pengawet terhadap serangan rayap dan jamur (Danarto, et al., 2010). Di kawasan pesisir, serasah mangrove akan terurai ke lingkungan melalui proses dekomposisi serasah organik. Proses dekomposisi serasah merupakan proses bertahap yang terdiri dari 3 tahap yaitu tahap pencucian, tahap perombakan dan tahap katabolisme. Dalam proses dekomposisi serasah yang mengandung tanin terutama pada musim panen buah mangrove, dalam jangka panjang dimungkinkan memiliki efek negatif terhadap organisme yang hidup di perairan mangrove seperti ikan, udang dan kepiting. Hal itu karena tanin dapat mengganggu kehidupan dan pertumbuhan organisme tersebut dengan cara : (1) menghambat konsumsi oksigen saat respirasi, (2) menyebabkan deplesi oksigen di dalam air karena dipakai dekomposisi serasah organik, serta (3) menghambat proses penyerapan makanan di usus halus dan pada kadar tertentu dapat menyebabkan kematian bagi organisme yang bersangkutan (Evans, 2005; Fujaya, 2009). Dibidang pangan tanin merupakan zat anti nutrisi /anti gizi , menyebabkan rasa sepat dan pada kadar tinggi menyebabkan rasa pahit pada makanan. Senyawa ini bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan kontinyu, sehingga kadarnya harus dikurangi lebih dahulu sebelum diolah. Batas aman kandungan tanin dalam bahan makanan sesuai dengan nilai ADI (Acceptable Daily Intake) tanin yaitu 560m/kg berat badan/hari (Sulistyawati et.al., 2012). Buah mangrove jenis bakau (Rhizophora mucronata) merupakan salah satu buah yang mengandung tanin dan belum dimanfaatkan. Buah yang sudah tua, dibiarkan jatuh di permukaan tanah atau perairan sehingga akan mengalami proses dekomposisi menjadi senyawa tanin bebas yang dapat menurunkan mutu kualitas air dan mengganggu kehidupan biota akuatik. Salah satu alternatif untuk mencegah penurunan mutu air di kawasan mangrove oleh serasah buah yang mengandung tanin perlu dilakukan pencegahan antara lain dengan memanen buah mangrove sebelum
jatuh ke perairan untuk selanjutnya diekstrak taninnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan penyamak kulit atau bahan perekat pada industri kayu. Untuk mengetahui bentuk buah bakau (Rhizophora mucronata) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Buah bakau (Rhizophora mucronata) (Ghufran, 2012) Dalam ekstraksi buah bakau untuk mendapatkan tanin dihadapkan pada masalah belum adanya informasi tentang kondisi atau metode yang tepat terkait dengan suhu dan lama waktu ekstraksi. Syafii (2000) menyatakan bahwa suhu dan lama waktu ekstraksi merupakan faktor penentu utama yang perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi keefektifan dan efisiensi proses ekstraksi. Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pemanfaatan buah mangrove dan tanin telah dilakukan oleh Komang .et. al. (2011), Chrissanty (2012) dan Sulistyawati et.al. (2012). Namun penelitian tersebut belum mampu mendapatkan cara ekstraksi tanin yang efektif dan menyarankan perlunya dikaji interaksi suhu dan lama waktu ekstraksi terhadap penurunan kadar tanin. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi ekstraksi tanin dari buah bakau (Rhizophora mucronata) . METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah bakau yang sudah tua, air sebagai pelarut dan reagen kimia untuk uji tanin. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggiling, panci bertutup, pemanas. thermometer, pengaduk, timbangan, waterbath, kain saring serta spectrophotometer untuk uji kadar tanin 41
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013 : 42-46
Cara penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap pola faktorial, menerapkan 2 faktor yaitu faktor suhu dan lama ekstraksi. Faktor suhu ekstraksi dengan 2 taraf yaitu : 70oC (S1)
buah bakau 30 g untuk setiap perlakuan/ ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan cara pemanasan dan pengadukan dalam panci bertutup menggunakan pelarut air dengan perbandingan antara bahan dengan pelarut 1 : 10 (penambahan pelarut secara bertahap dalam perbandingan 6 bagian kemudian 4 bagian). Penyaringan dengan menggunakan kain saring sewaktu suspensi masih panas ,filtrat yang dihasilkan dikumpulkan kemudian diuapkan di atas waterbath pada suhu 700C. Ekstrak yang dihasilkan kemudian dihitung rendemen dan kadar taninnya. Pengujian kadar tanin mengacu kepada metoda AOAC (Horwitz, 1990).
dan 800C (S2) sedangkan faktor lama ekstraksi dilakukan dalam 4 taraf berturut-turut 3 jam (W1), 4 jam (W2), 5 jam (W3) dan 6 jam (W4). Data yang diperoleh yaitu rendemen dan kadar tannin dianalisis dengan sidik ragam. Bila ada perlakuan yang pengaruhnya nyata (signifikan), maka dilanjutkan uji pembandingan ganda dengan uji BNT (beda nyata terkecil). Penjelasan lebih lanjut tentang metode penelitian dapat dikatakan sebagai berikut: buah bakau (Rhizophora mucronata) yang sudah tua (bentuk seperti bola) dirajang kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Selanjutnya digiling untuk mendapatkan tepung buah bakau yang seragam. Ditimbang tepung
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil rendemen dari ekstraksi buah bakau ( Rhizophora mucronata) pada penelitian ini tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil rendemen ekstrak tanin Rendemen
Rendemen
Ekstraksi 1 (%)
Ekstraksi 2 (%)
S1W1
9,533
9,300
18,833
9,417
S1W2
10,800
10,866
21,666
10,833
S1W3
11,600
11,700
23,300
11,650
S1W4
12,466
12,200
24,666
12,333
S2W1
11,066
11,266
22,332
11,166
S2W2
12,933
13,066
25,999
13,000
S2W3
14,066
14,266
28,332
14,166
S2W4
12,733
12,666
25,399
12,700
Jenis Ekstrak
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh antar perlakuan maka
Total (%)
Rata-rata (%)
dilakukan analisis keragaman rendemen ekstrak Tannin terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis Keragaman Rendemen Ekstrak Tanin Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Rendemen Ekstrak
Source Corrected Model Intercept suhu waktu suhu * waktu Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df a
30,155 2268,784 11,555 15,936 2,664 ,121 2299,059 30,276
Mean Square 7 1 1 3 3 8 16 15
a. R Squared = ,996 (Adjusted R Squared = ,993) 42
4,308 2268,784 11,555 5,312 ,888 ,015
F 285,311 150263,6 765,292 351,811 58,816
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit .....(Muryati)
Pada tabel 2 di atas menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu ekstraksi memberi pengaruh sangat nyata ( P< 0.01) terhadap rendemen ekstrak yang dihasilkan. Untuk mengetahui perlakuan mana menghasilkan rendemen ekstrak tertinggi maka dilanjutkan dengan uji BNT 1% , hasilnya tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Uji BNT 1% dari Rendemen Ekstrak Tanin 18,833
S1W2
21,666
10,833
b
S2W1
22,332
11,166
c
S1W3
23,300
11,650
d
S1W4
24,666
12,333
e
S2W4
25,399
12,700
f
S2W2
25,999
13,000
g
S2W3
28,332
14,166
h
Total (%)
diperoleh kondisi operasi ekstraksi menghasilkan rendemen ekstrak yang maksimal (14,166%) . Pada ekstraksi S2W4 (
Notasi a
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan menghasilkan rendemen ekstrak tannin yang berbeda (kode notasi berbeda). Dengan meningkatnya suhu serta waktu ekstraksi akan meningkatkan jumlah rendemen ekstrak tanin yang dihasilkan. Rendemen terendah dihasilkan pada ekstraksi S1W1 ( suhu 700C, waktu 3 jam) sebesar 9,417%
suhu 800C, selama 6 jam), rendemen yang dihasikan mulai berkurang, hal ini karena sebagian tanin berikatan dengan protein yang terkandung di dalam buah bakau membentuk zat yang tidak larut di dalam air sehingga tidak tersaring ke dalam filtratnya. Hasil rendemen ekstraksi tannin pada berbagai perlakuan tertera pada Gambar 2.
dan rendemen tertinggi pada ekstraksi S2W3
15,000
Rendemen Esktrak (%)
S1W1
Rata-rata (%) 9,417
Jenis Ekstrak
sempurna(dapat dilihat pada pengujian tannin,dihasilkan kadar tanin paling rendah yaitu 60,8169%). Selain hal tersebut, pada ekstraksi suhu 700C zat-zat non tanin antara lain karbohidrat, protein, flavonoid, tidak larut di dalam air sehingga tidak terikut di dalam ekstrak tannin. Hasil rendemen ini setara dengan hasil penelitian oleh Danarto et.al ( 2010), dilakukan pada suhu 70 0 C selama 3 jam namun menggunakan pelarut etanol 60%. Sedangkan pada ekstraksi S2W3 (suhu 800C, selama 5 jam)
13,000
13,000 12,333
12,000
12,700
11,650
11,000
11,166
10,833
10,000
sebesar 14,166%. Pada ekstraksi S 1 W 1 diperoleh rendemen paling rendah dikarenakan belum semua tannin yang terkandung di dalam buah bakau dapat larut dalam pelarut air, sehingga belum terekstrak secara
14,166
14,000
9,000
9,417
8,000 S1W1
S1W2 S1W3 S1W4
S2W1 S2W2 S2W3
S2W4
Jenis Ekstrak
Gambar 2. Hasil Rendemen Ekstrak Tanin pada berbagai perlakuan
Tabel 4 . Kadar tanin pada ekstrak buah bakau
1
Jenis Ekstrak S1W 1
2
S1W 2
63,1323
63,8451
126,9774
63,4887
3
S1W 3
63,3838
64,0597
127,4435
63,7217
4
S1W 4
63,2201
64,4036
127,6237
63,8118
5
S2W 1
61,1541
60,7270
121,8811
60,9405
6
S2W 2
63,7719
63,6422
127,4141
63,7070
7
S2W 3
70,9590
70,2890
141,248
70,624
8
S2W 4
63,4182
63,3086
126,7268
63,3634
No
Kadar Tanin 1 (%) 60,2564
Kadar Tanin 2 (%) 61,3775
Total (%) 121,6339
Rata-rata (%) 60,8169
43
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013 : 44-46
Kadar tanin dari hasil ekstraksi buah bakau dapat dilihat pada Tabel 4.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh di antara perlakuan maka dilakukan
Tabel 5. Analisis Ragam Kadar Tanin
Sumber Keragaman
DB
JK
KT
127,7891 18,2556
F HITUNG
PERLAKUAN
7
suhu
1
11,49
11,49
42,165
Waktu
3
79,55
26,5167
97,3089
Suhu x Waktu
3
36,7491
12,2497
44,9530**
GALAT
8
2,1797
0,2725
TOTAL
15
129,9688
analisis ragam. Hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa interaksi suhu dan waktu ekstraksi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar
66,99
tanin pada ekstrak buah bakau. Untuk mengetahui perlakuan mana yang menghasilkan tanin tertinggi maka dilanjutkan dengan uji BNT 1%. Hasilnya terlihat pada Tabel
Tabel 6. Uji BNT 1% kadar tanin dalam ekstrak buah bakau
Perlakuan Kombinasi S1W 1
Total tannin (%) 121,6339
Rata-rata tannin (%) 60,8169
S2W 1
121,8811
60,9405
a
S2W 4
126,7268
63,3634
a
S1W 2
126,9774
63,4887
a
S2W 2
127,4141
63,7070
a
S1W 3
127,4435
63,7217
a
S1W 4
127,6237
63,8118
a
S2W 3
141,2480
70,6240
b
Notasi a
BNT 1% = 3,5706 Tabel 6 tersebut menunjukkan bahwa ekstrak S2W3 (suhu 80oC, lama ekstraksi 5 jam) berbeda sangat nyata ( p<0.01 ) dengan ekstrak lainnya, dengan kandungan tanin paling tinggi yaitu 70,6240 %. Sedangkan di antara ekstrak lainnya tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini menunjukkan, bahwa ekstraksi buah bakau yang dilakukan pada suhu 800C selama 5 jam diperoleh kondisi kelarutan tanin dalam air yang optimal sehingga dihasilkan tanin yang maksimal, yaitu 70,6240% (pada Gambar 3). Gambar 3. Grafik kadar Tanin dalam berbagai perlakuan 44
Pengolahan Lanjut Air Limbah Terolah Industri Penyamakan Kulit .....(Muryati)
Ditinjau dari sifat umum bahwa tanin mudah larut di dalam air dan kelarutannya bertambah besar apabila dilarutkan dengan pemanasan. Kelarutan tanin dalam air terjadi karena terbentuknya radikal polar ikatan hydrogen antara ion OH- dari tanin dengan air sehingga tanin mudah larut dalam air. Beberapa penelitian tentang ekstraksi tanin dari kulit kayu menyatakan bahwa ekstraksi tanin yang optimal diperkirakan berada pada suhu antara 600C sampai 800C (Syafii, 2000; Chrissanty, 2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Danarto et.al. (2010) yang menyatakan bahwa ekstraksi tanin dari kulit kayu bakau dengan menggunakan pelarut ethanol 70% selama 3 jam diperoleh kadar tanin terbanyak. Pada ekstrak S2W4 (suhu 800C, lama ekstraksi 6 jam) , dihasilkan tanin sebesar 63,3634 % . Kadar tanin ini lebih rendah dari pada tanin yang dihasilkan saat kondisi optimal yaitu 70,6240%. Hal ini kemungkinan karena pada ekstrasi selama 6 jam sebagian tanin mengalami proses hidrolisa/oksidasi menjadi senyawa polifenol sederhana yaitu Pyrogallol, Catechol yang kelarutannya berbeda dengan tanin. Selanjutnya menurut Houghton dan Raman (1998), penggunaan suhu yang tinggi dalam proses ekstraksi tanin akan menyebabkan reaksi yang terjadi lebih kuat, karena energi yang dihasilkan lebih tinggi, dikhawatirkan zat-zat non tanin (gom, gula, protein, zat warna) akan meningkat kelarutannya sehingga menurunkan kadar tanin yang dihasilkan. Apabila ekstraksi dilakukan pada suhu di atas 800C dalam jangka waktu lama (lebih dari 6 jam), dikawatirkan pelarut yang digunakan akan menguap dan zat-zat ekstraktif akan mengendap kembali yang dapat berakibat warna ekstrak yang dihasilkan lebih gelap sehingga akan menurunkan kualitas tanin yang dihasilkan. Pada pemanasan 98,890C-101,670C tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol (Chrissanty, 2012). Dengan demikian, kombinasi perlakuan S2 (suhu 80o C) dan W3 (lama waktu ekstraksi 5 jam) memberikan kondisi terbaik bagi
keefektifan proses ekstraksi tanin dari buah bakau. KESIMPULAN 1. S u h u d a n l a m a w a k t u e k s t r a k s i berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen dan kadar tanin pada ekstrak buah bakau 2. Kombinasi suhu ekstraksi 80oC dan lama waktu ekstraksi 5 jam dengan menggunakan pelarut air, menghasilkan rendemen ekstrak tanin tertinggi yaitu 14,166% dan kadar tanin tertinggi yaitu 70,6240%. 3. Suhu 80o C dan lama waktu ekstraksi 5 jam berinteraksi secara sinergistik dan memberikan kondisi terbaik bagi keefektifan proses ekstraksi tanin buah bakau. DAFTAR PUSTAKA Ardi. M. 1996. Laju Produksi dan Dekomposisi Serasah Rhizophora mucronata. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Chrissanty, P.A. 2012. Penurunan kadar tanin pada buah mangrove jenis Brugueira gymnorrhiza, Rhizophora stylosa dan Avicennia marina untuk diolah menjadi tepung mangrove. Jurnal Industria, 1(1): 31-39 Danarto, Y.C., Mulyadi, Kartikaningsih. dan Arwan, M,. 2010. Pengambilan Tanin dari Kulit Kayu Bakau dan Pemanfaatannya sebagai Adsorben L o g a m B e r a t Ti m b a l ( P b ) d a n Tembaga(Cu). Prosiding RAPI IX, UMS Surakarta. Ditjen Pesisir dan Pulau Kecil DKP. 2012. Potensi dan permasalalan pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia. Direktorat Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 45
Jurnal Riset Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri Vol. 2, No. 3, Mei 2013 : 46-46
Evans, D. H. 2005. The physiology of fishes. Marine Science Series. Toronto. Fujaya, Y. 2009. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. Ghufran, H.K. 2012. Ekosistem mangrove. Rineka Cipta, Jakarta. Horwitz, W. 1990. Official Methods of Analysis of AOAC International. Edisi 17, vol II.,Publ. AOAC USA. Houghton,P.J and A. Raman.1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Chapman and Hall, London. Kementerian Kehutanan. 2012. Potensi dan kerawanan hutan mangrove di Indonesia. Kementerian Kehutanan R.I., Jakarta. Komang A A., N. Rustanti dan D. Ilminingtyas WH. 2011. Kajian potensi buah mangrove jenis lindur (Bruguierra gymnorrhiza) sebagai alternatif sumber pangan baru: optimasi metode penepungan dan karakterisasi sifat fisik, kimia dan amilografinya. Jurnal Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, 8(2): 61-77. Prasetya, B. 1992. Tanin: Karakterisasi dan Aplikasi Pemanfaatan dalam Industri Pengolahan Kayu Komposit. Lab Bahan Komposit, Puslitbang Fisika Terapan LIPI, Puspiptek, Serpong.
46