Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
i
Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Jurnal
AgriSains PENANGGUNGJAWAB Ketua LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Ketua Umum : Dr. Ir. Ch Wariyah, MP Sekretaris : Awan Santosa, SE., M.Sc Dewan Redaksi : Dr. Ir. Wisnu Adi Yulianto MP Dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi, MP Dr. Ir Bambang Nugroho MP Penyunting Pelaksana : Ir. Wafit Dinarto, M.Si Ir. Nur Rasminati, MP Pelaksana Administrasi : Gandung Sunardi Hartini
Alamat Redaksi/Sirkulasi : LPPM Universitas Mercu Buana Yogyakarta Jl. Wates Km 10 Yogyakarta Tlpn (0274) 6498212 Pesawat 133 Fax (0274) 6498213 E-Mail :
[email protected]
Jurnal yang memuat artikel hasil penelitian ini diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Mercu Buana Yogyakarta, terbit dua kali setiap tahun. Redaksi menerima naskah hasil penelitian, yang belum pernah dipublikasikan baik yang berbahasa Indonesia maupun Inggris. Naskah harus ditulis sesuai dengan format di Jurnal AgriSains dan harus diterima oleh redaksi paling lambat dua bulan sebelum terbit.
ii
Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahNya, sehingga Jurnal Agrisains Volume 4, No. 6, Mei 2013 dapat kami terbitkan. Redaksi mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada para penulis yang telah berbagi pengetahuan dari hasil penelitian, untuk dipublikasikan dan dibaca oleh pemangku kepentingan, sehingga memberikan kemanfaatan yang lebih besar bagi perkembangan IPTEKS. Pada jurnal Agrisains edisi Mei 2013, disajikan beberapa hasil penelitian di bidang studi Peternakan, Agroteknologi, Teknik Informatika yang berisi tentang peningkatan kualitas daging unggas, peningkatan produksi tanaman pangan melalui pengurangan hama dan peningkatan kualitas pupuk serta di bidang teknik informasi tentang segmentasi tekstur citra lidah. Redaksi menyadari bahwa masih terdapat ketidaksempurnaan dalam penyajian artikel dalam jurnal yang kami terbitkan. Untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan, agar penerbitan mendatang menjadi semakin baik. Atas perhatian dan partisipasi semua pihak redaksi mengucapkan terima kasih.
Yogyakarta, Mei 2013 Redaksi
iii
Jurnal AgriSains Vol.4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
DAFTAR ISI Hal Kata Pengantar Daftar Isi EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA
iii iv
1-9
FX Suwarta OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH
10-19
Bambang Nugroho PENGARUH NANOKAPSUL EKSTRAK KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SENSORI DAGING AYAM BROILER
20-31
Sundari SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE ADAPTIF
32-41
Supatman KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER
42-49
Sri Hartati Candra Dewi PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HASIL PENGOMPOSAN LIMBAH PENGOLAHAN KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PROBIOTIK URIN SAPI PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA 50-69 Bambang Sriwijaya
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
70
iv
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
EVALUASI KINERJA ITIK MANILA JANTAN DAN BETINA PADA PEMBERIAN RANSUM DENGAN ARAS PROTEIN YANG BERBEDA FX Suwarta Program Studi Peternakan, Fakultas AgroIndustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail :
[email protected]. ABSTRACT This experiment aims was to evaluate the performance of male and female muscovy on providing ration with protein levels different. This Research using experimental methods, with completely randomized factorial design (2x2) by sex and protein level different on the ration . This research conducted by experiment method by factorial experiment (2x2) two factors, the first factor was sex (male and female) and second factor was protein level on the ration (18 and 20%). The sixty muscovy ducks consisted 30 male and 39 female alocated by factorial experiment (2x2) following completely Randomized Design, Ration were given isonutrient except protein level (18 and 20 %). The collected data were i.e feed consumption, average daily gain, feed conversion, protein and energy efficiency and performance indeks (PI). The results of this experiment showed feed consumption, gain weight, feed conversion and performance indeks on male muscovy significantly (P<0,05) better than female muscovy. Duck ration with 20% protein showed feed conversion and performance indeks siginificantly (P<0,05) better than duck ration with 18%.. The results concluded, male muscovy have feed consumption, gain weight, feed conversion and performance indeks was better than female ducks. Duck ration with 20% protein have feed conversion and performance indeks was better than duck ration 18%. Performance duck affected by sex interaction and protein level on the ration. Key words: muscovy, sex, protein level, ration , performance.
manila juga dimanfaatkan sebagai unggas
PENDAHULUAN Di Indonesia, unggas air (water fowl) merupakan
salah
mempunyai
satu
peranan
menyediakan
bahan
unggas
dan
diambil
bulunya
untuk
yang
industri suttle cock. Itik manila mempunyai
dalam
pertumbuhan lebih cepat dibanding itik,
Diantara
sehingga sangat potensial sebagai unggas
penting pangan.
pengeram
berbagai bangsa unggas air dikenal
itik
pedaging. Itik manila juga mempunyai
manila (Muscovy). Keunggulan itik manila
kemampuan memanfaatkan bahan pakan
dibanding
adalah
berserat kasar tinggi secara baik, sehingga
ukuran badannya lebih besar sehingga
pakannya dapat bersumber pada sayuran,
potensial sebagai penghasil daging dengan
rumput dan gulma. Penggunaan tanaman
produksi
baik. Kandungan
enceng gondok dan teratai sampai delapan
protein daging itik manila hampir sama
persen tidak mengganggu pertumbuhan
dengan daging ayam dan
(Soesiawaningrini, et al., 1979), sedang
unggas
air
telur cukup
lainnnya
kandungan
lemaknya rendah dengan akumulasi lemak
penggunaan
lebih
persen sudah menurunkan kinerja karena
banyak
terjadi
di
bawah
kulit.
Disamping sebagai penghasil daging, itik
sekam
padi
sampai
lima
tingginya Si (Suwarta, 1996).
1
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
Pertumbuhan
itik
manila
ISSN : 2086-7719
sangat
Carville, 1985). Sejak umur 6 sampai 7
bervariasi diantara itik jantan dan betina,
minggu,
pola pemeliharaan dan keragaman antar
hampir linear, kemudian akan mengalami
individu. Itik
plateu
manila jantan mempunyai
mempunyai
sesudah
pertumbuhan
berumur
8
naik
minggu.
pertumbuhan lebih cepat dibanding itik
Dinyatakan pula terdapat perbedaan pola
manila betina.
Itik manila jantan dewasa
pertumbuhan dan karkas antara itik manila
dapat mencapai berat 5,5 kg, sedang pada
dan itik, perbedaan tersebut karena garis
itik manila betina dewasa hanya mencapai
keturunan. Sejak minggu pertama sampai
berat 3 kg. Perbedaan
minggu ketiga itik manila tumbuh lebih
dalam cara juga
lambat dari daripada itik pekin dan sesudah
menghasilkan perbedaan pertumbuhan. Itik
4 minggu sampai umur 9 minggu, naik
manila yang
secara intensif
secara tajam. Pada umur 9 sampai 13
menggunakan ransum ayam pedaging pada
minggu pertumbuhannya relatif statis. Itik
umur 8 minggu dapat mencapai berat
manila betina disamping produksi telurnya
badan 1,8 kg (Ermanto, 1986). Dengan
rendah, juga mempunyai pertumbuhan lebih
pakan ayam petelur periode starter berat
lambat dari pada itik jantan. Berat badan
badan itik manila pada umur 8 minggu
itik manila jantan pada umur 13 minggu
dapat mencapai berat badan 1,64 kg
dapat mencapai 4 kg, sedang itik manila
(Antawidjaja, 1990)
betina hanya mencapai 2,5 kg. Itik manila
pemeliharaan
pada
itik
dipelihara
manila
jantan mempunyai berat dada 700 g atau Pertumbuhan unggas secara umum
sekitar 35-70 persen lebih tinggi daripada
dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
itik betina dan 75 persen lebih berat
lingkungan. Faktor genetik menentukan
daripada itik pekin jantan.
potensi kemampuan pertumbuhan itik untuk Pertumbuhan
tumbuh secara optimal, jika mendapatkan
itik
sangat
terkait
nutrien dan perlakuan manajemen secara
dengan konsumsi nutriennya, sehingga itik
baik. Pada umumnya pada fase pertama ,
perlu
itik akan mengalami pertumbuhan sangat
pertumbuhannya
cepat. Pertumbuhan paling cepat terjadi
Ransum itik harus mengandung nutrien
sejak menetas sampai umur 1,5 bulan.
yang
Mulai umur 1,5 bulan sampai 3 bulan
kecernaan yang baik. Untuk mencapai
kecepatan pertumbuhan secara berangsur-
pertumbuhan yang optimal, itik manila yang
angsur akan berkurang, sampai akhirnya
dipelihara
pertumbuhan akan berhenti sama sekali.
ransum yang formulasinya cukup baik
Dengan makanan yang baik, itik manila
mengandung
betina dapat mencapai berat 1,5-1,7 kg
mineral dan nutrien lainnya.
pada umur 8 minggu (Leclercq dan de
oleh Scott dan Dean (1991) bahwa untuk
diberi
pakan yang
dibutuhkan
secara
sesai relatif
dan
intensif
protein,
dengan cepat.
mempunyai
memerlukan
energi,
vitamin,
Dinyatakan
2
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
mencapai pertumbuhan normal, itik pekin
antara
memerlukan ransum dengan kandungan
kebutuhan proteinnya juga berbeda.
itik
manila
jantan
dan
betina,
energi 2200-33—kcal/kg. Namun beberapa penelitian
menunjukkan
pertumbuhan
akan
bahwa
menurun
laju
dengan
pemberian ransum berenergi di bawah 2600 kcal/kg. Ditambahkan oleh Dean dan Shen
(1982)
bahwa
itik
MATERI DAN METODE PENELITIAN
pekin
yang
Bahan dan alat Penelitian menggunakan 60 ekor itik manila , umur 1 minggu, terdiri dari itik
mendapat ransum dengan kadar protein
manila jantan dan betina
22%, metionin 0,47% dan sistin 0,33%
sebanyak 30 ekor. Selama penelitian itik
menghasilkan pertumbuhan 10% lebih baik
manila
jika dibandingkan dengan ransum yang
kelompok sebanyak 12 kandang masing-
disuplementasi metionin 0,1%.
masing berukuran panjang 1 m, lebar 80 cm
ditempatkan
masing-masing
dalam
kandang
dan tinggi 40 cm.Kapasitas setiap kandang Mengingat belum adanya standard
5 ekor. Kandang dilengkapi dengan tempat
baku kebutuhan nutrien itik manila di
pakan dan air minum. Ransum yang
Indonesia, untuk menyusun ransum itik
diberikan selama penelitian disusun dari
biasanya digunakan standard dari ayam
beberapa bahan pakan yaitu
pedaging (Srigandono, 1996). Scott dan
bekatul,
Dean (1991) menyatakan bahwa mengingat
Ransum
adanya perbedaan yang mencolok antara
proteinnya yaitu 18,1 dan 20,1 %. Macam
kandungan lemak tubuh dari itik dan ayam,
bahan
itik
energi.
bahan pakan penyusun ransum perlakuan
manila
tertera pada Tabel 1, sedang susunan dan
lebih
Demikian
banyak pula
memerlukan
mengingat
itik
tepung
ikan,
dibedakan
pakan
dan
mempunyai pertumbuhan lebih cepat dari
kandungan
ayam,
tertera pada Tabel 2.
juga
memerlukan
protein
yang
nutrien
jagung,
tepung atas
kandungan
kandungan
ransum
tulang.
nutrien
perlakuan
berbeda pula. Dinyatakan oleh Srigandono (1996) bahwa untuk mencapai produksi
Tabel 1. Kandungan nutrien bahan pakan
yang tinggi itik membutuhkan protein 19%,
penyusun ransum Perlakuan
energi termetabolis 2800-2900 kcal/kg, Ca 2,5-3,25%, P 0,35-0,45%, lisiin 0,79% dan metionin 0,34%. Dalam ransum biaya protein dapat mencapai 50-60%, sedang harga nutrien lainnya relatif murah. Mengingat adanya perbedaan pertumbuhan yang mencolok
Bahan Pakan
PK (%)
Ca (%)
P (%)
8,7 12,0 43,8
ME (kcal/ kg) 3430 1630 2425
Jagung Beketul Bungkil kedele Tepung ikan Tepung tulang
0,02 0,04 0,32
0,30 2,0 1,40 3,0 0,67 6,0
60,0
2970
5,50
2,80 1,0
-
-
24,0
12,0 -
SK (%)
3
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
Tepung kerang
-
38,0
-
ISSN : 2086-7719
Penelitian
-
Bahan Pakan (%)
18%
Ransum
dan
Ransum II 48,0 17,0 20,0
5,0
5,0
2,0
2,0
100,0 18,1 2681,1
100,0 20,1 2699,1
2,78 1,80 0,90
2,93 1,82 0,91
kombinasi
Variabel yang diambil meliputi konsumsi pakan, kenaikan berat badan, konversi pakan dan indeks performan (IP). Analisis data dilakukan dengan analisis variansi dilanjutkan dengan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN
Variabel yang diamati selama 8 meliputi
konsumsi
pakan,
pertambahan berat badan ,konversi pakan,
Cara Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial (2x2), dengan faktor Jenis kelamin dan aras protein ransum. Enam puluh ekor anak iitik yang terdiri dari 30 ekor itik jantan dan 30 ekor itik betina, ke
dalam
12
kandang,
masing-masing kandang sebanyak 5 ekor. Setiap tiga kandang yang masing-masing sebagai
ulangan,
digunakan
sebagai satu kombinasi perlakuan. Itik dipelihara sampai umur 8 minggu dan diberi ransum sesuai dengan perlakuan secara ad Data
Setiap
masing-masing menggunakan 5 ekor itik.
minggu
dialokasikan
20%).
perlakuan, digunakan ulangan tiga kali,
Penelitian Ransum I 52,0 21,0 20,0
Jagung Bekatul Bungkil kedele Tepung ikan Tepung tulang Jumlah PK (%) ME (Kcal/kg) SK (%) Ca (%) P (%)
dengan faktor jenis kelamin (Jantan dan betina) dan faktor aras protein ransum (
ransum perlakuan
libitum.
dengan
rancangan acak lengkap pola faktorial (2x2)
Tabel 2. Susunan dan kandungan nutrien
berfungsi
dirancang
yang
diambil
meliputi
konsumsi pakan, kenaikan berat badan dan konversi pakan diambil seminggu sekali.
Rancangan Percobaan
efisiensi penggunaan protein dan energi serta indeks performan. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan rata-rata itik manila jantan sebesar 763,3 g/ekor/minggu secara nyata lebih tinggi daripada itik manila betina yaitu 698,2 g/ekor/minggu. Konsumsi pakan itik pada pemberian ransum
dengan kadar
protein 18% berbeda tidak nyata dengan kadar protein 20%. Data selengkapnya tertera pada Tabel 3. Itik manila jantan secara
nyata
(P<0,05) mengkonsumsi pakan lebih tinggi dibanding itik manila betina, disebabkan itik manila jantan
secara genetik mempunyai
4
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
pertumbuhan yang lebih cepat
ISSN : 2086-7719
sehingga
saluran cernanya berukuran lebih besar. Adanya
sifat
mengakibatkan
sexual itik
dymorphisme manila
Pertambahan Berat Badan
jantan
Rata-rata pertambahan berat badan
mempunyai pertumbuhan lebih cepat (Scott
itik
dan Dean, 1991). Konsumsi pakan itik
g/ekor/minggu secara nyata lebih tinggi dari
manila pada pemberian ransum dengan
pada
kadar protein 18% berbeda tidak nyata
g/ekor/minggu.
dengan
berat badan itik manila pada pemberian
kadar
protein
20%.
Hal
ini
menunjukkan
manila itik
jantan
manila
sebesar
betina
Rata-rata
284,6
yaitu
211,0
pertambahan
ransum dengan kadar protein 18% sebesar
konsumsi pakan itik manila lebih banyak
234,9
g/ekor/minggu
sedang
pada
dikontrol oleh kandungan energi ransumnya
pemberian ransum dengan kadar protein
dari pada kandungan protein.. Dengan
20% sebesar 260,8 g/ekor/minggu. Data
ransum yang mendekati isoenergi (2700
selengkapnya disarikan pada Tabel 4.
kcal/kg), seperti halnya pada ayam,
itik
juga akan mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang hampir sama (Anggrodi, 1995).
Tabel 4. Pertambahan berat badan manila
dari
masing-masing
itik
perlakuan
(g/ekor/minggu). Tabel 3. Konsumsi pakan itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu).
Protein Ula ransum nga n
Jenis Kelamin Jantan Betina
Ratarata (ns)
PK : 18% Ratarata PK : 20%
1 2 3
796,8 789,8 776,6 787,7
587,7 596,0 642,5 608,7
1 2 3
817,4 778,0 824,8 806,7
592,6 637,0 623,1 617,6
Ratarata Rerata Keterangan :
763,3
a
613,2
698,2
712,2
-a,b
berbeda Nyata -a,b : pada baris rerata menunjukkan
- (-) : tidak ada interaksi
Ratarata
Jenis Kelamin Jantan Betina 275,3 262,8 269,3 269,1e
209,9 202,9 189,1 200,6f
291,9 305,0 303,4 300,1g
218,6 230,5 215,2 221,4h
284,6c
211,0d
234,9a
260,8b
(+)
: superskript pada kolom atau baris rerata menunjukkan berbeda
b
(-)
- ns : pada kolom rata-rata menunjukkan
berbeda nyata
Protein Ula ransum nga n PK : 1 18% 2 3 Ratarata PK : 1 20% 2 3 Ratarata Rerata Keterangan :
nyata - (+)
: ada interaksi Itik
manila
jantan
mempunyai
pertambahan berat badan lebih tinggi dari pada itik betina. Hal ini sebagai akibat adanya
interaksi
lingkungan
antara
(pakan).
genetik
Secara
dan
genetik
5
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
sebagai akibat adanya sexual dymorphisme
jenis kelamin dan aras protein. Itik manila
itik
jantan yang diberi ransum dengan kadar
manila
jantan
mempunyai
potensi
tumbuh lebih cepat (Scott and Dean, 1991).
protein
Itik
mempunyai
pemanfaatan sama dengan itik manila
lebih tinggi, sehingga
betina yang diberi ransum dengan aras
ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan
protein 18%. Itik manila betina jika diberi
juga leih baik. Itik manila yang diberi
ransum
ransum dengan kadar protein 20% secara
menunjukkan efisiensi yang rendah.
manila
jantan
konsumsi pakan
nyata
juga
mempunyai
pertumbuhan
20%
mempunyai
dengan
kadar
efisiensi
protein
20%
lebih
tinggi.daripada 18%. Hal ini disebabkan
Tabel 5. Efisiensi pemanfaatan protein
karena
untuk pertumbuhan pada itik manila (%)
konsumsi
proteinnya
meningkat
sebagai akibat dari meningkatnya konsumsi pakan dan kandungan protein ransum.
Protein ransum
Ulan gan
Jenis Kelamin Jantan Betina
kelamin dan aras protein.
PK : 18%
1 2 3
Efisiensi Pemanfaatan Protein Untuk
Ratarata PK : 20%
168,40 184,86 192,65 181,97a
198,42 189,13 172,59 186,71b
1 2 3
178,55 196,02 183,92 186,16b
184,44 181,03 172,68 179,38c
189,41
175,99
Pertumbuhan itik manila secara bersamasama dipengaruhi oleh interaksi antara jenis
Pertumbuhan Efisiensi pemanfaatan protein untuk pertumbuhan,
dihitung
berdasarkan
kenaikan berat badan dibagi konsumsi protein dikalikan 100%. Data selengkapnya disarikan pada Tabel 5.
(ns)
Ratarata Rerata (ns) Keterangan : ns
menunjukkan perbedaan tidak
jantan setiap mengkonsumsi 100 g protein
nyata. -a,b
rerata menunjukkan berbeda
betina meningkatkan berat badan 175,99 g.
nyata
menunjukkan mengkonsumsi
pada 100
itik g
protein
pertambahan
: ada interaksi
akan
184,34 g, sedang pada aras protein 20% meningkatkan
(+)
setiap
meningkatkan pertambahan berat badan
akan
- (+)
182,77
: superskript pada kolom atau baris
badan 189,41 g, sedang pada itik manila Ransum dengan kandungan protein 18%
184,34
: pada kolom atau baris rata-rata
Dari Tabel 5 diketahui pada itik manila
mampu meningkatkan pertambahan berat
Ratarata
berat
badan 182,77 g. Terdapat interaksi antara
Efisiensi Pemanfaatan Energi Efisiensi pemanfaatan energi untuk pertumbuhan dihitung berdasarkan jumlah energi yang diperlukan untuk setiap kenaikan 1 g berat badan. Data efisiensi
6
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
pemanfaatan energi selengkapnya
penggunaan
disarikan pada Tabel 6.
tersedianya protein.
energi
akibat
kurang
Tabel 6. Efisieni pemanfaatan energi untuk pertumbuhan pada itik manila (cal/g
Konversi Pakan
pertumbuhan) Konversi pakan rata-rata itik manila Protein Ulangan Jenis Kelamin ransum Jantan Betina
Ratarata
PK : 18%
8,05a
1 2 3
Ratarata PK : 20%
1 2 3
Ratarata Rerata Keterangan : -a,b
7,81 8,11 7,79 7,90
7,56 7,93 9,17 8,22
7,56 6,89 7,34 7,26
7,32 7,46 7,81 7,55
7,58a
7,89b
jantan sebesar 2,68, sedang itik manila betina sebesar 2,91. Rata-rata konversi pakan itik pada pemberian ransum dengan
7,40
b
kadar protein 18 % sebesar 3.00 sedang pada pemberian
ransum dengan kadar
protein
sebesar
20%
2,74.
Data
selengkapnya disarikan padaTabel 7. Tabel 7. Konversi pakan itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu).
(-)
: pada baris atau kolom rerata
Protein Ulangan Jenis Kelamin ransum Jantan Betina
Ratarata
PK : 18%
3,00c
Menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) - (-)
: tidak ada interaksi Hasil analisis variansi menunjukkan
itik manila jantan secara nyata mempunyai efisiensi penggunaan energi lebih baik daripada
itik
betina.
menunjukkan
bahwa
Hal
pada
tersebut itik
Ratarata PK : 20%
1 2 3
2,89 2,96 3,06 2,97ef
2,80 2,94 3,34 3,34f
1 2 3
2,80 2,55 2,72 2,69e
2,71 2,77 2,90 2,79ef
2,68a
2,91b
Ratarata Rerata Keterangan :
pertumbuhan lebih baik, sebagai akibat
- ns
sifat
genetiknya.
-a,b
daripada18
menunjukkan pada
%.
Hal
ini
: pada baris rerata menunjukkan berbeda nyata
diberi ransum dengan kadar protein 20% baik
: pada kolom rata-rata menunjukkan berbeda nyata
Efisiensi
pemanfaatan energi pada itik manila yang
lebih
(+)
jantan
mampu mengkonvesikan energi menjadi
adanya
2,74d
- (+)
: Ada interaksi
aras tersebut terjadi
keseimbangan energi-protein yang optimal
Konversi pakan itik manila yang
untuk pertumbuhan. Ransum dengan aras
diberi ransum dengan kadar protein 20%
protein
secara nyata (P<0,05) lebih baik dibanding
18%
terjadi
in-
efiesiensi
dengan itik manila yang diberi ransum
7
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
dengan kadar protein 18%.
ISSN : 2086-7719
Tingginya
konvesri pakan pada itik manila yang
Tabel 7. IP itik manila dari masing-masing perlakuan (g/ekor/minggu).
mendapat ransum dengan kadar protein 18% menunjukkan pada ransum dengan kadar protein rendah itik manila kurang optimal
mengkonversi
pakan
menjadi
pertumbuhan. Pada itik manila betina juga menghasilkan konversi pakan lebih tinggi, karena secara genetik itik manila betina mempunyai
pertumbuhan
yang
lebih
rendah. Konversi pakan itik dipengaruhi oleh interaksi antara jenis kelamin dan aras protein.
Protein ransum
Ulan gan
Jenis Kelamin Jantan Betina
Ratarata
PK : 18%
1 2 3
138,13 133,23 131,77 134,38e
116,26 125,13 89,83 110,41g
122,4 0c
1 2 3
155,12 174,15 164,62 164,63f
124,71 126,85 115,47 122,34h
143,4 9d
Ratarata PK : 20% Ratarata Rerata
2,57,11a
(+) 116,38b
Keterangan : Indek Performan (IP)
-a,b
: pada baris rerata menunjukkan berbeda nyata
Analisis
variansi
bahwa rata-rata IP itik
menunjukkan
- (+)
: Terdapat interaksi
jantan sebesar
157,11 secara nyata (P<0,05) lebih baik daripada itik manila betina yaitu 116,38. Hal
KESIMPULAN DAN SARAN
tersebut membuktikan pada umur yang sama
itik
manila
jantan
mempunyai
Kesimpulan :
kemampuan tumbuh dan mengkonversikan pakan lebih baik daripada itik manila betina.
Dari hasil penelitian disimpulkan :
Ransum dengan kadar protein 20% mampu memberikan pertumbuhan lebih baik dan lebih
efisien
untuk
dikonversi
menjadi
1. Itik manila jantan mempunyai konsumsi pakan, kenaikan berat badan, efisiensi
pertumbuhan sehingga dihasilkan IP lebih
pemanfaatan protein lebih tinggi
baik.
daripada itik betina, dengan konversi pakan dan indeks performan lebih baik dari pada itik manila betina. 2. Ransum dengan aras protein 20% memberikan kinerja lebih baik daripada ransum dengan aras protein 18%.
8
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
3. Kinerja itik manila ditentukan oleh jenis kelamin, aras protein ransum dan
ISSN : 2086-7719
persilangannya (Mule duck). Karya ilmiah. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.
interaksi keduanya. Leclercq, B and H. De Carville. 1985. Growth
Saran
and
Bodu
composition
of
muscovy duckling, in : Duck production Disarankan untuk mencapai
science and world practice. Univ. New
produktivitas yang optimal peternak
England.
dapat memelihara itik manila jantan dengan pemberian ransum berkadar
Scott, M. L and W. F. Dean. 1991. Nutrition and management ducks. M,L. Scott of
protein 20%.
Ithaca, New York. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1995. Kemajuan muthakir
Soesiawaningrini, D.P., B. Suwardi and M.
Dalam Ransum Unggas. UI Press.
Thorari. 1979. Waterhyacinth (Eichornia
Jakarta
crassipes mart) in broiler duck ration. In : Proceedings of the 6th Asian Pasific.
Antawidjaja
Tata.
peranan
1990.
ternak
moschata)
Meningkatkan
entog
dalam
(Cairina
Weed
Science
Society
Conference.
Jakarta. PP:623-627.
pembangunan
peternakan. Proceeding : Temu tugas sub sektor peternakan. Sub Balitnak, Klepu. Januari, 1990.
Suwarta, FX. 1996. Evaluasi Peranan Seka dan Aras Sekam Padi Dalam Ransum Terhadap Kinerja Itik Manila. Thesis. Pasca Sarjana. UGM.
Dean,W.F
dan T.F.Shen, 1982. Effect of
methionine on the
chlorine requirement of
ucklings. J.Poult. Sci. 61:1447-1448.
Srigandono, 1996. Ilmu Produksi Unggas Air. Gajah Mada University Press.
Ermanto, C. 1986. Perbandingan performan itik tegal (Anas plathyrinchos), itik manila (Cairina moschata) dan hasil
9
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH
Bambang Nugroho Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail :
[email protected] ABSTRACT An effective biological control agent, avirulent Fusarium oxysporum f. sp. cepae (Foc33), was developed to control moler disease on shallot and was well formulated in zeolite powder. However, its effectiveness was affected by several factors including dose of application and concentration of microcodia in the formula. This study was carried out to find the appropriate dose of application and microconidia concentration of the agent in controlling moler diseases and giving the best yield of shallot. The research was single factor with three replications arranged in completely randomized design. The treatment was the application of biological control agent of Foc33 formulated in zeolite powder with five levels, i.e. A = Control, B = the dose of 35 kg/ha (0,22 g/polybag) with the concentration of 104 spore/ml, C = the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) with the concentration of 104 spore/ml, D = the dose of 35 kg/ha (0,22 g/polibag) with the concentration of 104 spore/ml, E = the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) with the concentration of 106 spore/ml. Shallot bulb (Kuning variety) was planted in the polybag 25 cm in diameter containing planting medium of soil and cow manure mixture with the ratio of 2:1 v/v. Before planting, Foc33 was applied by placing the zeolite formula in the planting hole as much as the dose used in the treatment. Pathogen inoculation was done before Foc33 application by pouring 20 ml microconidium suspension of virulent Fusarium oxysporum f. sp. cepae with the concentration of 106 spore/ml. Moler disease intensity, growth variable (plant height, leaf number, and plant fresh weight), and yield variable (bulb number, bulb diameter, bulb weight after harvest, and bulb sun-dried weight) were observed. Data was analyzed using ANOVA. The results showed that effectiveness of Foc33 in controlling moler disease was affected by its dose and concentration. The higher the dose and concentration, the lower the disease intensity. The best treatment is E (the dose of 40 kg/ha (0,25 g/polibag) and the concentration of 106 spore/ml) with lowest disease intensity of 47 per cent. The use of Foc33 could increase the plant height and leaf number but did not improve bulb number and bulb diameter. However, the use of this biological control agent with the appropriate dose and concentration (treatment E) was able to save about 40 per cent of yield loss based on the bulb sun-dried weight. Key words: moler disease, Foc33, application dose, microconidium concentration
daerah
PENDAHULUAN
penanaman.
Penyakit
busuk
pangkal umbi (moler) yang disebabkan oleh Penyakit kendala
utama
merupakan di
salah
lapangan
satu
Fusarium oxysporum f. sp. cepae adalah
dalam
penyakit yang perlu diberi perhatian khusus
pengembangan bawang merah di Indonesia
dalam
karena hampir selalu ditemukan di setiap
serangannya dari tahun ke tahun terus
penanganannya,
karena
luas
10
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
bertambah. Pada 2003-2005 kumulatif luas
hayati ini juga sudah diformulasikan dalam
tambah serangan penyakit moler adalah
bentuk tepung (powder) dengan bahan
48,1 ha, 116,8 ha, dan 268,1 ha (Anonim,
pembawa zeolit (Nugroho, 2010). Namun
2006a). Hal ini menunjukkan bahwa upaya
demikian, dosis penggunaan yang tepat
pengendalian
yang
dan konsentrasi spora yang terbaik di dalam
dilakukan selama ini belum efektif, padahal
formulasi tersebut perlu diteliti lebih jauh.
kumulatif luas pengendalian penyakit ini
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
dari tahun ke tahun terus meningkat yaitu
dilakukan optimasi dosis dan konsentrasi
4.569,1 ha (2003), 8.095,8 ha (2004), dan
tersebut sehingga mampu meningkatkan
5.867,2 ha (2005) (Anonim, 2006b).
efektivitas
penyakit
moler
agens
hayati
dalam
mengendalikan penyakit moler. F. oxysporum f. sp. cepae adalah jamur patogen yang mampu bertahan hidup
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
di dalam tanah dalam jangka waktu yang
mengetahui dosis penggunaan formulasi
lama.
dan
Patogen hidup secara internal di
konsentrasi
dalam jaringan tanaman inangnya. Kondisi
agens hayati
yang demikian menyebabkan penyakit sulit
memberikan
dikendalikan
mengendalikan
fungisida. patogen
apabila
menggunakan
Tanah yang sudah terinfestasi juga
sulit
untuk
dibebaskan
merah
spora
(mikrokonidium)
Foc33 yang tepat yang pengaruh penyakit
terbaik
dalam
moler
bawang
dan memberikan hasil
bawang
merah yang terbaik.
kembali sehingga memungkinkan penyakit senantiasa
muncul
sepanjang
musim.
Sementara itu varietas bawang merah yang
MATERI DAN METODE 1. Rancangan Percobaan
tahan terhadap penyakit ini belum tersedia. Dengan
demikian
perlu
Penelitian ini merupakan percobaan
dikembangkan
faktor tunggal yaitu penggunaan agens
metode pengendalian yang efektif, murah,
hayati Fusarium oxysporum f. sp. cepae
mudah diaplikasikan, dan ramah terhadap
(Foc33) yang sudah diformulasikan dalam
lingkungan.
zeolit dengan lima aras perlakuan yaitu: A = Kontrol
Pengendalian
hayati
dengan
B =
memanfaatkan agens pengendali biologi merupakan
metode
yang
tepat
g/polibeg)
dengan
konsentrasi
4
mikrokonidium 10 spora/ml
untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Agens
Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22
C =
Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25
hayati yang efektif untuk mengendalikan
g/polibeg)
dengan
konsentrasi
penyakit moler telah diperoleh yaitu varian
mikrokonidium 104 spora/ml
avirulen dari Fusarium oxysporum f. sp. cepae yang diberi nama Foc33.
Agens
11
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
D =
ISSN : 2086-7719
Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg)
dengan
konsentrasi
4
mikrokonidium 10 spora/ml
(Ozer et al., 2004). diperlakukan
Umbi
ditanam
yang
sudah
dalam
polibeg
berdiameter 25 cm yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang sapi 2:1 v/v.
E =
Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg)
dengan
konsentrasi
6
Setiap polibeg ditanami satu umbi. Tanah yang digunakan disterilkan lebih dahulu dengan
mikrokonidium 10 spora/ml
cara
(pengukusan)
steaming
selama lebih kurang 2 jam. Percobaan
disusun
dalam
menimbulkan
penyakit
Untuk
moler,
sebelum
rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan.
tanam ke dalam setiap lubang tanam
Tiap-tiap satuan perlakuan digunakan 10
diinokulasi
polibeg (10 tanaman) sehingga populasi
mikrokonidium patogen F. oxysporum f. sp.
total tanaman sebanyak 5 x 3 x 10 = 150
cepae isolat Bt dengan konsentrasi 106/ml.
dengan
20
ml
suspensi
tanaman. 4. Pemberian Perlakuan Agens
2. Pembuatan Formulasi Zeolit yang digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan cara pengovenan o
diformulasikan konsentrasi
hayati
yang
sudah
dalam
zeolit
dengan
mikrokonidium
yang
sudah
selama 2 jam pada suhu 60 C. Pembuatan
ditentukan, diberikan pada pada setiap
formulasi dilakukan dengan menginokulasi
polibeg dengan dosis seperti perlakuan.
4 g zeolit yang sudah disterilkan dengan
Pemberian dilakukan sebelum umbi bibit
agens pengimbas Foc33 sebanyak 10 ml
ditanam dengan cara menaburkan di lubang
dengan konsentrasi mikrokonidium
10
4
tanam.
spora/ml dan 106 spora/ml sesuai dengan perlakuan (Singh et al., 1998). Zeolit yang
5. Pemeliharaan Tanaman
sudah diinokulasi dibiarkan mengering di
Pemeliharaan
dalam cawan petri. formulasi
tersebut
Setelah mengering, dihancurkan
dan
tanaman
yang
dilakukan meliputi pemupukan, penyiraman, dan penyiangan gulma.
Pupuk kandang
dilembutkan dengan kuas steril dan siap
sapi dicampur secara merata dengan tanah
digunakan.
sebagai
medium
perbandingan 3. Persiapan Umbi Bibit dan Penanaman Sebelum
ditanam,
umbi
bibit
2/1
tanam v/v.
Dosis
dengan pupuk
anorganik yang diberikan masing-masing adalah urea 0,625 g/polibeg
(setara
bawang merah varietas Kuning didisinfeksi
dengan 100 kg urea/ha), ZA 1,56 g/polibeg
dengan direndam dalam NaOCl 1% selama
(setara dengan 250 kg ZA/ha), TSP 1,25
1 menit, dicuci dengan akuades steril dan
g/polibeg (setara dengan 250 kg TSP/ha),
ditiriskan semalam di atas kertas koran
dan KCl 0,625 g/polibeg (setara dengan
12
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
100 kg ZA/ha). Pupuk kandang dan TSP
c. Variabel hasil meliputi jumlah umbi
diberikan sebelum tanam sebagai pupuk
per rumpun, diameter umbi, dan
dasar, sedangkan pupuk yang lain diberikan
bobot umbi. Pengamatan dilakukan
dua kali pada umur 2 dan 5 minggu setelah
setelah panen terhadap 10 tanaman.
tanam masing-masing dengan setengah dosis. Penyiraman dilakukan tiap hari untuk
7. Analisis Data
menjaga kelembaban tanaman, sedangkan penyiangan
dilakukan
sesuai
dengan
kondisi gulma di polibeg.
Data
dianalisis
dengan
analisis
varians dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan DMRT (Duncan New Multiple Range Test) (p=0,05%).
6. Pengamatan Pengamatan
dilakukan
untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
memperoleh data-data sebagai berikut: a. Intensitas
perlakuan
terhadap
Intensitas
intensitas penyakit moler mulai terlihat pada
penyakit dihitung sebanyak 6 kali
pengamatan minggu ke 4, walaupun pada
pengamatan dimulai sejak 2 minggu
pengamatan sebelumnya,
setelah
kedua dan ketiga intensitas penyakit moler
dilakukan
Penyakit.
Pengaruh
tanam.
Pengamatan
seminggu
sekali.
yaitu minggu
pada kontrol selalu yang tertinggi.
Pada
Intensitas penyakit dihitung dengan
minggu
menggunakan rumus:
intensitas penyakit moler pada kontrol
a
kedua
(pengamatan
pertama),
(perlakuan A) sudah mencapai 50% lebih.
IP = -------- X 100%
Pemberian agens hayati Foc33 mampu
b
menekan intensitas penyakit moler sampai
dengan IP = intensitas penyakit,
dengan
a = jumlah tanaman yang bergejala,
pengamatan terakhir, intensitas penyakit
dan b =jumlah tanaman yang
moler pada perlakuan dengan dosis dan
diamati.
konsentrasi terendah (perlakuan B) tidak
b. Variabel
pertumbuhan
meliputi
pengamatan
terakhir.
Pada
berbeda nyata dengan kontrol.
Semakin
jumlah daun, tinggi tanaman, dan
tinggi konsentrasi dan dosis pemakaian
bobot segar tanaman. Pengamatan
agens
dilakukan mulai umur
intensitas penyakit molernya.
2 sampai
hayati
Foc33,
semakin
rendah
Intensitas
dengan 6 minggu setelah tanam
terndah
untuk variabel jumlah daun dan
sebesar 47% yang berbeda nyata dengan
tinggi tanaman, sedangkan.
kontrol (Tabel 1).
bobot
diperoleh
pada
perlakuan
E
segar tanaman ditimbang pada akhir penelitian.
Pengamatan dilakukan
terhadap 10 tanaman.
13
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Tabel 1. Intensitas penyakit moler bawang merah pada masing-masing perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (data ditransformasi ke arc sin)
Pengamatan minggu ke
Perlakuan 2
3 a
70,08
4 a
72,29
5 a
72,29
6 a
72,29a
A
50,85
B
41,07a
52,86a
52,86b
57,00a
61,92ab
C
37,14a
48,93a
50,85b
55,08a
55,08b
D
26,07a
47,01a
48,93b
55,77a
54,78b
E
30,93a
45,08a
47,30b
49,22a
47,01b
Keterangan: A = Kontrol, B = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium
104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25
g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, D = Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)
Efektivitas yang lebih tinggi pada
dari 104 sampai dengan 106/ml.
Hasilnya
perlakuan E dalam menekan intensitas
menunjukkan bahwa intensitas penyakit
penyakit moler, berkaitan dengan dosis
layu
penggunaan
meningkatnya
konsentrasi
spora
agens
mikrokonidium agens hayati yang lebih
hayati
digunakan
pada
setiap
tinggi yaitu masing-masing sebesar 40
konsentrasi spora patogennya.
dan
konsentrasi
6
kg/ha dan 10 spora/ml.
semakin
yang
menurun
dengan
Intensitas
Konsentrasi ini
penyakit bisa lebih tinggi dibandingkan
sama dengan konsentrasi mikrokonidium
dengan kontrol apabila konsentrasi spora
patogennya yang digunakan untuk inokulasi
agens hayatinya lebih rendah daripada
buatan.
konsentrasi spora patogennya.
Hasil penelitian Shishido (2005)
Hal ini
menunjukkan hal yang sama. Penelitian ini
mengindikasikan bahwa agens pengimbas
menguji
F.
akan bekerja efektif apabila konsentrasi
Fo-B2
spora yang digunakan lebih tinggi daripada
efektivitas
oxysporum
agens
non-patogenik
hayati
strain
untuk mengendalikan penyakit layu pada
konsentrasi
tanaman tomat yang disebabkan oleh F.
Peningkatan efektivitas penekanan penyakit
oxysporum f. sp. lycopersici.
Konsentrasi
oleh agens hayatinya berkaitan dengan
digunakan
kolonisasi akar sebelum terinfeksi patogen.
spora
agens
hayati 4
yang
7
bervariasi dari 10 sampai dengan 10 /ml,
Kemungkinan
spora
dengan
patogennya.
meningkatnya
sedangkan konsentrasi spora patogennya
14
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
konsentrasi spora agens hayati, kolonisasi
pada
perlakuan
D,
sedangkan
akar juga semakin baik.
terendah diperoleh pada kontrol.
yang Pada
akhir pengamatan, rerata jumlah daun pada Penurunan intensitas penyakit akibat penggunaan dosis
agens
dan
pengimbas
konsentrasi
berpengaruh
yang
terhadap
tanamannya.
dengan
kontrol hanya 7,167 buah, sedangkan pada perlakuan di atas 13 buah.
tepat Hal
pertumbuhan
Hal ini dapat dilihat pada
ini
sejalan
dengan
hasil
penelitian Santosa et al. (2007) yang
tinggi tanaman dan jumlah daun. Tanaman
mendapatkan
yang dikendalikan dengan agens hayati
bawang merah yang diinokulasi dengan
menunjukkan
baik
patogen moler menunjukkan pertumbuhan
Pada akhir
yang kurang baik dibandingkan dengan
tinggi
yang
lebih
dibandingkan dengan kontrol.
bahwa
petak-petak
pengamatan, tinggi tanaman pada kontrol
petak-petak
hanya
pada
Intensitas penyakit pada petak-petak yang
perlakuan di atas 30 cm (Tabel 2). Sejalan
diinokulasi patogen tersebut lebih tinggi
dengan perkembangan intensitas penyakit,
daripada petak-petak yang tidak diinokulasi.
19,484
cm
sedangkan
yang
pada
tidak
diinokulasi.
perbedaan jumlah daun akibat perlakuan yang diberikan terlihat pada pengamatan minggu keempat (Tabel 3). Pada minggu keempat, jumlah daun terbanyak diperoleh
Tabel 2. Tinggi tanaman bawang merah pada masing-masing perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (cm) Pengamatan minggu ke
Perlakuan 2
Keterangan:
3 a
4
5
19,484b
38,700a
41,383a
39,883a
35,890 a
35,187 a
30,107c
31,093 a
28,400 a
35,728 a
40,256 a
36,039abc
35,094 a
E
28,450 a
36,362 a
40,942 a
39,428ab
37,611 a
A =
Kontrol, B =
A
28,313
B
29,789a
38,181a
C
29,100 a
D
33,945
a
6
31,883b
33,756
a
c
Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan
konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium
104 spora/ml,
D =
Dosis
penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)
15
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Tabel 3. Jumlah daun bawang merah dan bobot segar tanaman pada masing-masing perlakuan mulai minggu kedua sampai dengan minggu keenam setelah tanam (cm) Pengamatan minggu ke
Berat segar
Perlakuan
total tanaman 2
3 a
4
7,167
(g) a
83,375 a
B
19,200 a
29,711 a
22,167ab
18,833 a
23,500 a
92,577 a
C
24,800 a
28,430 a
18,700ab
12,167 a
13,333 a
127,960 a
D
21,200 a
24,680 a
27,170 a
22,222 a
20,833 a
61,480 a
E
20,470 a
27,700 a
23,230ab
16,750 a
15,111 a
131,015 a
Kontrol, B =
18,500
6 a
19,070
A =
10,875
5 b
A
Keterangan:
23,450
a
Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan
konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium
104 spora/ml,
D =
Dosis
penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)
Efektivitas
agens
hayati
dalam
hidup hingga akhir penelitian.
Tanaman
menekan penyakit moler belum mampu
yang masih hidup hingga panen adalah
meningkatkan
tanaman
jumlah umbi per tanaman
yang
sehat
atau
tidak
secara nyata walaupun jumlah umbi pada
menunjukkan gejala penyakit.
kontrol lebih rendah daripada jumlah umbi
yang diduga menyebabkan jumlah umbi
pada seluruh perlakuan.
tidak berbeda nyata antarperlakuan (Tabel
Jumlah umbi
dihitung setelah bawang merah dipanen
Hal inilah
4).
dan dilakukan pada tanaman yang masih
16
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Tabel 4. Jumlah umbi per tanaman, diameter umbi, jumlah tanaman yang hidup pada saat panen, bobot segar umbi, dan bobot kering matahari umbi pada masingmasing perlakuan
Perlakuan
Jumlah
Diameter umbi
umbi
(mm)
a
Bobot kering
Jumlah
umbi (g)
matahari
tanaman
umbi (g)
hidup 4a
B
5,00 a
15,710 a
34,250 a
19,530 a
6a
C
5,50 a
15,875 a
57,200 a
36,800 a
6a
D
4,83 a
13,580 a
20,940 a
10,977 a
6a
E
6,50 a
16,170 a
59,950 a
40,500 a
9a
Kontrol, B =
24,500
a
4,25
A =
37,050
a
A
Keterangan:
16,455
a
Bobot segar
Dosis penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan
konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, C = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium
104 spora/ml,
D =
Dosis
penggunaan 35 kg/ha (0,22 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 104 spora/ml, E = Dosis penggunaan 40 kg/ha (0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi mikrokonidium 106 spora/ml (notasi yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT dengan α = 0,05)
Perlakuan yang diberikan juga tidak berpengaruh
terhadap
diameter
umbi.
hidup). tanaman
Pada akhir pengamatan, jumlah yang
masih
hidup
terendah
Umbi yang diperoleh berukuran relatif kecil
diperoleh pada kontrol sebanyak empat
karena diameternya tidak mencapai 2 cm.
tanaman,
Nugroho
diperoleh pada perlakuan E sebanyak
(2009)
pada
penelitian
sedangkan
yang
tertinggi
sebelumnya juga mendapatkan hasil yang
sembilan tanaman.
sama, bahwa walaupun agens hayati yang
dosis dan konsentrasi penggunaan agens
digunakan
menekan
hayati Foc33 yang tepat (perlakuan E)
perkembangan penyakit moler tetapi tidak
mampu menurunkan kematian tanaman
berpengaruh terhadap diameter umbi.
hingga 55% bila dibandingkan dengan
efektif
dalam
Hal ini berarti dengan
kontrol (perlakuan A). Perbedaan yang terlihat pada hasil akibat
perlakuan
yang
diberikan
lebih
Rengwalska dan
Simon (1986) menyatakan bahwa patogen F. oxysporum f. sp. cepae memang mampu
disebabkan karena agens hayati mampu
menyebabkan
menurunkan jumlah tanaman yang mati
inang termasuk pada bawang bombay
(mempertahankan jumlah tanaman yang
secara cepat karena terjadinya kematian
kematian
pada
tanaman
17
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
jaringan (busuk) pada pangkal (basal
ISSN : 2086-7719
batang
Patogen ini juga dapat
rot).
menyebabkan penyakit pada bawang putih.
2. Efektivitas
Foc33
intensitas
dalam
penyakit
menekan
moler
dapat
diperoleh dengan konsentrasi minimal sama dengan konsentrasi patogennya.
Bobot segar umbi dan bobot kering matahari
umbi
menimbang
diperoleh
seluruh
umbi
dari
3. Penggunaan
agens
hayati
Foc33
dengan
mampu menyelamatkan hasil dalam
jumlah
bentuk bobot kering matahari umbi
tanaman yang masih hidup (Tabel 4).
sebesar 40%.
Dengan demikian, maka bobot segar dan bobot kering matahari umbi tertinggi juga
DAFTAR PUSTAKA
diperoleh pada perlakuan E masing-masing sebesar 59,95 g dan 40,5 g. Sementara itu
Anonim.
2006a.
Kumulatif luas tambah
pada kontrol bobot segar dan bobot kering
serangan
matahari umbi masing-masing adalah 37,05
bawang
dan 24,5 g.
www.deptan.go.id/ditlinhorti/.
Hal ini berarti bahwa dengan
pemakaian agens hayati dengan dosis dan konsentrasi
yang
tepat
pada
merah
tanaman 2000-2005.
Diakses 05/01/07.
mampu
menyelamatkan hasil sebesar kurang lebih 40%.
OPT
Sementara itu pada penelitian
______.
2006b.
Kumulatif
luas
pengendalian OPT pada tanaman
sebelumnya, dengan waktu aplikasi yang
bawang
tepat penggunaan agens hayati ini mampu
www.deptan.go.id/ditlinhorti/.
menyelamatkan hasil hingga 48% lebih
Diakses 05/01/07.
merah
2000-2005.
(Nugroho, 2009). Nugroho,
Bambang.
Pengembangan
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan
oxysporum
f.
2009. Fusarium
sp.
cepae
varian
tersebut dapat disimpulkan
avirulen sebagai agens pengimbas
bahwa:
ketahanan bawang merah terhadap
1. Efektivitas penekanan penyakit moler
penyakit moler. Laporan Akhir Hasil
oleh agens hayati Fusarium oxysporum
Penelitian Hibah Bersaing (Tahun II).
f. sp. cepae avirulen (Foc33) yang
Tidak dipublikasikan.
diformulasikan dalam zeolit dipengaruhi oleh dosis penggunaan dan konsentrasi mikrokonidiumnya.
Dosis yang paling
________________.
2010.
Pengembangan
Fusarium
baik yang diperoleh adalah 40 kg/ha
oxysporum
(0,25 g/polibeg) dengan konsentrasi
avirulen sebagai agens pengimbas
mikrokonidium 106 spora/ml.
ketahanan bawang merah terhadap
f.
sp.
cepae
varian
18
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
penyakit moler. Laporan Akhir Hasil
moler pada bawang merah dengan
Penelitian Hibah Bersaing (Tahun
Trichoderma
III). Tidak dipublikasikan.
Trichoderma
harzianum, koningii,
dan
Psudomonas fluorescens P60. Ozer, N., N.D. Koychu, G. Chilosi, dan P. Magro.
2004.
J.
HPT Tropika 7(1):53-61
Resistance to
Fusarium basal rot of onion in
Shishido,
M.,
Miwa,
C.,
Usami,
T.,
greenhouse and field and associated
Amemiya, Y., and Johnson, K. B.
expression
2005. Biological control efficiency of
of
antigungal
compounds. Phytoparasitica 32(4):
Fusarium
388-394.
nonpathogenic Fusarium oxysporum
wilt
of
tomato
by
Fo-B2 in different environments. Rengwalska, M. M., and Simon, P. W. 1986.
Phytopathology 95:1072-1080.
Laboratory evaluation of pink root and Fusarium basal rot resistance in garlic. Plant Disease 70:670-672.
Singh, P.P., Shin, Y.C., Park, C.S., and Chung, Y.R.
1999.
Biological
control of Fusarium wilt of cucumber Santoso, Suprapto Edy, Loekas Susanto, dan Totok Agung Dwi Haryanto.
by
chitinolytic
bacteria.
Phytopathology 89:92-99.
2007. Penenkanan hayati penyakit
19
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
PENGARUH NANOKAPSUL EKSTRAK KUNYIT DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS SENSORI DAGING AYAM BROILER Oleh : Sundari1*, Zuprizal2, Tri-Yuwanta2, Ronny Martien3 1 Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta,Jl.Wates km 10,SedayuBantul 55753 2 Fakultas Peternakan,Universitas Gadjah Mada Jl. Fauna 3, Bulaksumur Yogyakarta 55281 3 Fakultas Farmasi,Universitas Gadjah Mada,Sekip Utara Yogyakarta 55281 *E -mail:
[email protected] ABSTRACT This study aimed to evaluate the effect of turmeric-extract nanocapsule levels in the ration on sensory quality and fatty acids composition of broiler chicken meat. This study used a completely randomized design, one way classification. One hundred and twenty male broiler chicks were divided into 10 treatments with 3 replicates, each of 4 birds per replicate. Ten thtreatments are : P1 (BR + Bacitracin 50 ppm), P2 (BR /Basal-Rations /control), P3 (BR + Chitosan 0.1%), P4 (BR + Turmeric-Extract 0.1%), P5 (BR + STTP 0.1%), P6 (BR + Nanocapsule 0.2%), P7 (BR + Nanocapsule 0.4%), P8 (BR + Nanocapsule 0.6%), P9 (BR + Nanocapsule 0.8%), P10 (Commercial-Ration). The variables measured of sensory quality were : color, odor, taste, tenderness, texture and preference panelists and meat fatty acids composition. ANOVA followed LSD was used for data analysis. The results showed that treatments ofthe feed had no significant difference (P>0.05) for color, odor, taste, tenderness, and preference panelists but significantly difference (P<0.05) in the texture of the meat. It was concluded that turmeric extracts nanocapsule can be used in broiler rations a t levels 0.4% yield sensory quality are good in meat broiler chicken. Key words: Turmeric-extract, Nanocapsule, Sensory-quality, Fatty-acids, Broiler-chicken.
menyebabkan akumulasi atau residu dalam
PENDAHULUAN
tubuh ternak dan produknya (Wachira et al., Sebagian masyarakat mulai enggan
2011). Disamping antibiotik guna mencapai
untuk mengkonsumsi daging ayam broiler,
kinerja yang tinggi pada ayam broiler juga
hal ini antara lain disebabkan oleh adanya
dipakai ransum berprotein dan berenergi /
bau amis, anyir atau bau yang lainnya yang
berlemak tinggi menyebabkan tingginya
disebut sebagai off odor disamping takut
kandungan lipid daging terutama asam
efek samping adanya residu antibiotik
lemak jenuh dan kolesterol serta off odor.
ataupun lemak dalam daging. Antibiotik
Penyakit
secara luas digunakan pada budidaya
merupakan
unggas
manusia,
tidak
hanya
untuk
mengobati
jantung
dan
penyebab
aterosklerosis
utama
berhubungan
kematian
erat
dengan
penyakit tetapi juga untuk memelihara
konsumsi kolesterol dan asam lemak jenuh
kesehatan,
(Sacks, 2002 cit. Omojola et al., 2009).
meningkatkan
pertumbuhan,
dan memperbaiki efisiensi pakan (Gaudin et al., 2004). Pemberian antibiotik yang tidak terkontrol
dan
tidak
terbatas
dapat
Adanya antibiotik
kontroversi
penggunaan
dan ransum berenergi
tinggi
20
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
diatas, perlu upaya mencari feed additive
akan
dari bahan alami yang mempunyai potensi
mengenkapsulasi kurkumin). Sehubungan
pengganti fungsi antibiotik, mengurangi off
dengan pemberian nanokapsul ini secara
penurun
(kitosan
oral dan sifat kitosan yang labil terhadap pH
jenuh/kolesterol dalam daging. Beberapa
rendah serta protease yang dihasilkan di
peneliti
bahwa
lambung, agar ikatan ionik antara kitosan
antioksidan merupakan komponen yang
dan kurkumin tidak seluruhnya rusak maka
dapat
dan
diperlukan bahan anion misalnya sodium
mencegah reaksi oksidasi radikal bebas
tripolifosfat (STPP) sebagai cross-linking.
dalam
Cas yang berlawaanan dari poli elektrolit
terdahulu
melaporkan
menunda, oksidasi
asam
ionik
lemak
odor
sekaligus
berikatan
memperlambat lipid
(Barroeta,
2007).
Kurkumin telah terbukti sebagai antioksidan
dapat
yaitu dapat menangkap radikal hidroksi
molekuler untuk enkapsulasi dari makro
merupakan salah satu bentuk dari radikal
molekul (Swatantra et al., 2010). Produk
bebas (Nurfina, 1996 cit. Aznam, 2004).
nanokapsul ekstrak kunyit
Beberapa penelitian secara in vitro dan in
produk baru, oleh karenanya perlu dipelajari
vivo menunjukkan bahwa kunyit mempunyai
pengaruhnya pada penerimaan konsumen
aktivitas sebagai antibakteri, antiinflamasi
(uji
(antiperadangan),
aplikasinya.
antitoksik,
antihiperlipidemia, antikanker,
tetapi
bioavailabilitas
antioksidan kurkumin
yang
rendah
menstabilkan
sensoris)
kompleks
terhadap
inter
ini adalah
daging
hasil
dan
mempunyai
MATERI DAN METODE
(kelarutan
Penelitian
pemeliharaan
ternak
rendah, penyerapan rendah, cepat lewat,
ayam
di
kandang
tingginya tingkat metabolisme di sel usus,
percobaan Laboratorium Ilmu
Makanan
eliminasi cepat) (Anand et al., 2007). Salah
Ternak
satu
Sedangkan
sebab
rendahnya
bioavailabilitas
broiler
dilakukan
Fakultas uji
Peternakan
sensoris
UGM.
dilakukan
di
kurkumin adalah tidak larut air pada asam
Laboratorium sensoris Universitas Mercu
atau pH netral, dan ini penyebab sulitnya
Buana
diabsorpsi (Maiti et al., 2007), sehingga
menggunakan
aplikasi kurkumin diperlukan teknologi dan
(RAL) pola searah. Susunan 10 kombinasi
polimer
dan
ransum basal dan feed additive perlakuan
mengantarkannya untuk dapat terabsorbsi
adalah sebagai berikut: P1(RB + Bacitracin
dengan baik, seperti kitosan nanopartikel.
50 ppm), P2( RB /Ransum Basal/kontrol),
yang
mampu
membawa
Yogyakarta.
Penelitian
Rancangan
ini
AcakLengkap
P3(RB + Kitosan 0,1%), P4(RB + Ekstrak Kurkumin atau kunyit cenderung
Kunyit 0,1%), P5(RB + STTP 0,1%), P6(RB
mempunyai muatan negatif. Kitosan pada
+ Nanokapsul 0,2%), P7(RB + Nanokapsul
suasana asam akan terprotonasi. Kedua
0,4%), P8(RB + Nanokapsul 0,6%), P9(RB
muatan yang berlawanan jika dicampur
+
Nanokapsul
0,8%),
P
10(Ransum
21
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Komersial). Peubah yang diukur : uji
dalam bentuk mash dan kandungan nutrient
sensoris atau organoleptik adalah warna,
disesuaikan
bau,
dan
broiler (NRC, 1994). Ransum dan air minum
kesukaan panelis serta kadar asam lemak
diberikan ad libitum. Bahan dan komposisi
daging. Seratus dua puluh ekor anak ayam
serta
broiler umur 2 minggu dibagi secara acak
disajikan dalam Tabel 1. Pada umur 6
dalam
minggu, tiap ulangan diambil 1 ekor ayam
rasa,
10
keempukan,
perlakuan
tekstur
ransum.
Setiap
dengan
kandungan
kebutuhan
gizi
ransum
perlakuan diulangi 3 kali dan setiap ulangan
dipotong untuk diambil sampel
terdiri dari 4 ekor. Ayam dipelihara di
bagian
kandang kawat dilengkapi dengan alat
keperluan uji sensori.
paha
atas
tanpa
kulit
ayam
basal
daging untuk
makan dan minum serta pemanas listrik dari umur 2-6 minggu. Ransum yang diberikan
Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum basal *: BAHAN PAKAN Jagung kuning giling Dedak padi Bungkil kedelai Tepung ikan Minyak sawit Batu kapur Garam NaCl Premix ** L-Lysine HCl DL Metionin TOTAL KANDUNGAN NUTRIEN Protein kasar (%) Metabolizable Energy (kcal/kg) Lemak kasar (%) Serat kasar (%) Kalsium (%) Fosfor tersedia (%) Lisin (%) Metionin (%) Keterangan :
PERSENTASE (%) 52,00 13,00 19,00 9,50 5,15 0,85 0,25 0,20 0,10 0,05 100,00 20,21 3199,83 4,71 4,02 0,94 0,41 1,15 0,40
*Standar kebutuhan nutrien ayam broiler umur 3-6 minggu (NRC, 1994): protein 20%; Lys 1,0%; Met 0,38%; energy 3200 kcal/kg, Ca 0,9%; P av 0,35%. ** Komposisi premix per kilogram : Ca 32,5%; P 10,0%; Fe 6,0 g; Mn 4 g; Iod 0,075 g; Zn 3,75 g; vit B12 0,5 mg; vit D3 50000 IU. Uji
kualitas
sensoris
daging
dimasak tanpa garam atau bumbu. Skor
dilakukan dengan sampel daging yang
aroma, warna, rasa, tekstur, keempukan,
22
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
dan daya terima pada uji sensoris disajikan
sangat suka, 2 = suka, 3 = agak suka, 4 =
pada Tabel 2. Pada uji sensoris perebusan
tidak suka, 5 = sangat tidak suka. (Jadi
daging dilakukan selama 60 menit pada
derajad kesukaan panelis dimulai
suhu 80ºC. Ukuran panjang, lebar dan
angka
tinggi setiap potongan daging adalah 1 x 1 x
mempunyai skor nilai yang besar).
kecil
dan
paling
tidak
dari
disukai
1 cm. Panelis yang digunakan dalam uji ini adalah panelis agak terlatih (semi terlatih) sebanyak
15
metode
Aroma merupakan sifat mutu yang
al., 2010.
penting untuk diperhatikan dalam penilaian
Seluruh panelis bertugas untuk memberikan
organoleptik bahan pangan, karena aroma
skor pada setiap sampel yang disajikan ke
merupakan faktor yang sangat berpengaruh
dalam formulir yang disediakan.
pada daya terima konsumen terhadap suatu
Rayahu,1998
orang
sesuai
cit. Purba
et
Aroma daging.
produk. Aroma merupakan sifat mutu yang Data
hasil
uji
sensoris
dianalisis
sangat
cepat
memberikan
kesan
bagi
dengan statistic non parametric Kruskal
konsumen. Penilaian terhadap aroma dapat
Wallis dan ANOVA untuk yang berbeda
dilakukan dari jarak jauh, atau tanpa melihat
nyata dilanjutkan uji LSD menggunakan
produk itu sendiri. Nilai rataan kesukaan
program computer SPSS versi 16 for
panelis terhadap aroma daging antara 2,20
Windows.
hingga 2,73 yaitu berkisar suka hingga agak suka, dapat dilihat pada Tabel 2. Secara statistik
perlakuan
penambahan
HASIL DAN PEMBAHASAN
additive
/
Penilaian kualitas sensoris atau uji
berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap
organoleptik
aroma daging dibandingkan kontrol ransum
nanokapsul
ekstrak
feed kunyit
Penilaian kualitas sensoris atau uji
basal ataupun ransum komersial. Tetapi jika
organoleptik terhadap daging ayam broiler
dilihat dari angka reratanya daging ayam
dilakukan dengan uji hedonic. Kualitas
yang
sensoris / sifat mutu daging merupakan
nanokapsul 0,4% merupakan yang paling
parameter kualitas daging yang terdiri dari
disukai aromanya (Gambar 1). Menurut
uji aroma, warna, rasa, tekstur, keempukan,
Soeparno (2005) aroma daging dipengaruhi
dan daya terima / kesukaan keseluruhan
oleh umur ternak, jenis pakan, lama dan
panelis terhadap daging yang diuji secara
kondisi
subyektif
yang
Dalam hal ini jenis pakan /nanokapsul
digunakan untuk uji ini adalah daging
ekstrak kunyit setelah sampai di saluran
bagian paha atas. Panelis diminta untuk
pencernaan ayam sebagian kecil akan
memberikan skor 1 (satu) sampai dengan 5
didegradasi
(lima), dengan arti sebagai berikut: 1=
diabsorbsi masuk ke darah dan dibawa ke
oleh
panelis.
Daging
diberi
ransum
penyimpanan
dan
komersial
setelah
sebagian
atau
dipotong.
lagi
akan
23
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
seluruh tubuh (kecernaan kurkumin dalam
enak setelah menjadi daging
ransum
ditambah
memberikan aroma yang tidak berbeda
70,64%).
nyata. Aroma amis /fishy (off odor) daging
ayam
nanokapsul
broiler
0,5%
yang
adalah
Kurkumin setelah ada di cairan sel akan
pada seluruh
cepat dimetabolisme dan diubah menjadi
semua daging harum dan enak, disini
senyawa
pemakaian tepung ikan sama yaitu 9,5%
turunannya
sehingga
sudah
kehilangan sifat aslinya yang beraroma
perlakuan
sehingga
tidak
tampak,
(Tabel 1).
Gambar 1. Skor nilai aroma daging yang pakannya ditambah nanokapsul. Soeparno
Warna daging.
(2005),
faktor-faktor
yang
Warna daging merupakan salah satu
mempengaruhi warna daging adalah pakan,
sifat dari sensoris daging yang utama. Hasil
spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres
penelitian menunjukkan bahwa skor warna
(tingkat aktifitas dan tipe otot), pH dan
daging ayam broiler yang diberi pakan
oksigen.
dengan penambahan nanokapsul ekstrak
hemoglobin dari seluruh perlakuan juga
kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu
tidak berbeda nyata rerata 5,75 g/dl atau
antara 2,20 sampai 2,87/ warna agak
berkisar antara 4,2 – 9,3 g/dl. Jadi seperti
kuning sampai putih kekuningan. Hal ini
dijelaskan diatas bahwa kurkumin yang
disebabkan
merupakan
nanokapsul
karena ekstrak
penambahan kunyit
tidak
Pada
penelitian
pigmen
kuning
ini
dari
kadar
kunyit
setelah ada di dalam sel tubuh akan cepat
mempengaruhi mioglobin (Soeparno, 2005;
dimetabolisme
Fanatico et al., 2007), hemoglobin (Chartrin
derivatnya
et al., 2006), dan pigmen heme yang
warna
menentukan
memberikan warna yang berbeda nyata
warna
daging.
Menurut
dan
sehingga
aslinya
berubah sudah
menjadi
kehillangan
(kuning) sehingga tidak
24
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
pada daging yang ransumnya ditambah
0,1%) memberikan warna daging putih
ekstrak kunyit. Kalau dilihat dari nilai rerata
kekuningan. Warna daging ayam broiler
skor warna yang paling disukai 2,20 adalah
yang
P1 (ransum yang ditambah bacitracin 50
ekstrak kunyit paling disukai T8 (level NP
ppm) dan P5 (ransum yang ditambah STTP
0,6%) Gambar 2.
pakannya
ditambah
nanokapsul
Gambar 2. Skor nilai warna daging yang pakannya ditambah nanokapsul.
atsiri (volatil) yang terdapat di dalam daging (Soeparno, 2005) sebagai molekul kecil
Rasa daging.
yang dilepaskan oleh makanan (selama Rasa merupakan kualitas sensoris
pemanasan, pengunyahan dan lain-lain)
indera
yang bereaksi dengan reseptor dalam mulut
menunjukkan
atau rongga hidung yang menentukan rasa
bahwa skor rasa daging ayam broiler yang
daging dan daging yang berkualitas baik
diberi
penambahan
mempunyai rasa yang relatif gurih. Dalam
nanokapsul ekstrak kunyit berbeda tidak
penelitian ini rasa daging paling disukai
nyata (P>0,05) yaitu 2,33 sampai 3,07 yaitu
pada penambahan STTP 0,1% dengan skor
berkisar antara rasa agak gurih sampai
2,33. Rasa daging ayam broiler yang
gurih. Rasa daging ayam broiler relatif sama
pakannya ditambah nanokapsul ekstrak
yaitu gurih, hal ini disebabkan karena
kunyit paling disukai T9 (level NP 0,8%)
penambahan nanokapsul ekstrak kunyit
Gambar 3.
daging perasa.
yang Hasil
pakan
berkaitan penelitian
dengan
dengan
dalam pakan tidak mempengaruhi substansi
25
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Gambar 3. Skor nilai rasa daging yang pakannya ditambah nanokapsul.
Tekstur daging. Tekstur merupakan sifat sensoris
dengan ransum komersial. Menurut Warris (2010), ada tiga faktor utama yang diketahui
berkaitan dengan tingkat
mempengaruhi tekstur daging diantaranya
kehalusan dari daging. Hasil penelitian
panjang sarkomer, jumlah jaringan ikat dan
menunjukkan bahwa skor tekstur daging
ikatan silangnya serta tingkat perubahan
ayam broiler yang diberi pakan dengan
proteolitik yang terjadi selama pelayuan.
penambahan nanokapsul ekstrak kunyit
Luas
berbeda nyata (P<0,05) yaitu 1,73 sampai
(marbling) juga akan membuat daging lebih
3,00 yaitu berkisar antara tekstur agak
empuk,
halus sampai halus. Pemakaian nanokapsul
dibandingkan otot.
daging yang
dan
jumlah
karena
lemak
lemak
intramuskular
lebih
lembut
0,4% dan 0,8% memberikan skor tekstur daging yang berbeda tidak nyata (P>0,05)
26
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Gambar 4. Skor nilai tekstur daging yang pakannya ditambah nanokapsul.
membuat daging semakin empuk (Dilaga
Keempukan daging. Keempukan
adalah
parameter
dan Soeparno, 2007). Selain itu, tiga
utama dalam menentukan kualitas daging
komponen
yang diuji secara sensoris. Hasil penelitian
terhadap keempukan atau kealotan, yaitu
menunjukkan
jaringan ikat, serabut serabut otot, dan
bahwa
skor
keempukan
utama
yang
jaringan
dengan penambahan nanokapsul ekstrak
Disamping itu, daging yang empuk adalah
kunyit berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu
hal yang paling dicari konsumen (Komariah
2,07 sampai 2,87 yaitu berkisar antara agak
et al., 2004). Pada P4(ekstrak kunyit 0,2%),
empuk
dapat
P9(nanokapsul 0,8%) dan P10(Ransum
dipengaruhi oleh jaringan ikat lebih sedikit
komersial) , dengan skor 2,07 menunjukan
adalah lebih empuk daripada otot yang
keempukan daging yang paling disukai
mengandung jaringan ikat dalam jumlah
tidak beda nyata (P>0,05%).
empuk.
Hal
ini
(Soeparno,
andil
daging ayam broiler yang diberi pakan
sampai
adipose
daging
2005).
yang lebih besar (Soeparno, 2005) dan semakin
tinggi
lemak
marbling
akan
27
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Gambar 5. Skor nilai keempukan daging yang pakannya ditambah nanokapsul.
Kesukaan keseluruhan / Daya terima
memakai antibiotik dan bahan kimia lain
terhadap daging.
yang tidak teridentifikasi sebagai pemacu
Daya terima merupakan bagian dari
pertumbuhan.
Soeparno
(2005)
parameter sensoris daging terhadap tingkat
menyatakan bahwa nilai daging didasarkan
penerimaan konsumen terhadap semua
atas tingkat akseptabilitas (daya terima)
sifat
konsumen. Tingkat daya terima panelis
sensoris
daging.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa skor daya terima
terhadap
daging ayam broiler yang diberi pakan
dipengaruhi oleh adanya level penambahan
dengan penambahan nanokapsul ekstrak
nanokapsul ekstrak kunyit dalam pakan,
kunyit
(P>0,05)
tetapi kalau dilihat nilai reratanya terendah
yaitu2,13 sampai 2,87 yaitu berkisar antara
2,20 dicapai oleh ayam yang ransumnya
agak suka sampai suka. Ransum komersial
ditambah nanokapsul 0,4% (P7) Gambar 6.
memberikan
skor
nilai
kesukaan
Hal ini dapat disebabkan karena kepuasan
keseluruhan
paling
baik.
Hal
yang
berbeda
tidak
nyata
ini
daging
berasal
dari
ayam
broiler
konsumen
tidak
daging
mengindikasikan bahwa nanokapsul ekstrak
tergantung pada respons fisiologis dan
kunyit pada level 0,4% dapat dipakai untuk
sensori diantara individu (Soeparno, 2009).
menggantikan
ransum
komersial
yang
28
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Gambar 6. Skor nilai kesukaan keseluruhan daging yang pakannya ditambah nanokapsul.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Pemakaian nanokapsul ekstrak kunyit terbaik
pada
level
0,4%,
mampu
Anand, P.A., A. B. Kunnumakkara, R.A.
memberikan kualitas sensori yang baik
Newman,
dalam daging ayam broiler.
2007.Bioavailability Problems
and
and
B.B.
Aggarwal,
of
Curcumin:
Promises.
Mol.
Pharmaceutics, 2007, 4 (6), 807-818•
UCAPAN TERIMA KASIH
DOI: 10.1021/mp700113r. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dirjen DIKTI yang telah membantu pendanaan
penelitian
Penelitian
ekstrak kunyit (Curcuma domestica,
Unggulan Perguruan Tinggi (Multidisiplin
Val). Prosiding Seminar Nasional,
UGM) tahun anggaran 2013. Ucapan terima
Penelitian Pendidikan dan Penerapan
kasih
MIPA. 2-3 Agustus, Hotel Sahid Raya,
disampaikan
lewat
Aznam, N. 2004. Uji aktivitas antioksidan
juga
kepada
Tim
Promotor, Laboran dan semua mahasiswa
Yogyakarta. Halaman: 111-117.
S1-S2 yang terlibat pada penelitian ini,
Barroeta, A.C. 2007. Nutritive value of
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
poultry meat: relationship between vitamin E and PUFA. World’s Poult. Sci. J. 63: 277-284.
29
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Bou, R., F. Guardiola, A. Tres, A.C.
with outdoor access. Poultry Sci. 86:2245-2255.
Barreota and R. Codony. 2004. Effect of dietary fish oil, α-tocopherol acetate, and zinc supplementation on
Gaudin,
V.,
Maris,
P.,
Fusetier,
R.,
the composition and consumer
Ribouchon, C., Cadieu, N. and Rault,
acceptability of chicken meat. Poult.
A.
Sci. 83:282-292.
microbiological
2004.
Validation method:
of
a
The
Star
protocol, a five plate test for screening of antibiotic residues in milk. Food
Bou, R., S. Grimpa, F. Guardiola, A.C. Barroeta and Codony R. 2006. Effects
Additives and Contaminants 21(5):
of various fat sources, alpha
422-433.
tocopheryl acetate, and ascorbic acid supplements on fatty acid composition
Omojola, A.B, S.S. Fagbuaro dan A.A.
and alpha-tocopherol content in raw
Ayeni. 2009. Cholesterol
and vacuum-packed, cooked dark
Physical and Sensory Properties of
chicken meat. Poult. Sci. 85: 1472-
Pork from Pigs Fed Varying Levels of
1481.
Dietary Garlic (Allium sativum). J.
Content,
World Applied Sci. 7: 971-975. Chartrin, P.K. Me´teau, H. Juin, M.D. Bernadet, G. Guy, C. Larzul, H.
Komariah, I.I. Arief dan Y. Wiguna. 2004.
Re´mignon, J. Mourot, M.J. Duclos,
Kualitas fisik dan mikrobia daging sapi
and E. Bae´za. 2006. Effects of
yang ditambah jahe (Zinger officinale
intramuscular fat levels on sensory
roecoe) pada konsentrasi dan lama
characteristics of duck breast meat.
penyimpanan yang berbeda. Media
Poultry Sci. 85: 914-922.
Peternakan Vol. 28(2):38-87.
Dilaga,
I.W.S.
dan
Soeparno.
2007.
Maiti, K., K. Mukherjee,
A. Gantait, B.P.
Pengaruh pemberian berbagai level
Saha,
Clenbuterol terhadap kualitas daging
Kurkumin
babi
Preparation, therapeutic, evaluation
jantan
grower.
Buletin
Peternakan Vol. 31(4):200-208.
P.K.
Mukherjee.
phospholipid
2007. complex:
and pharmacokinetic studi in rats. Int. J. Pharm. 330(1-2), 155-63.
Fanatico, A.C., P.B. Pillai, J.L. Emmert, and C.M. Owens. 2007. Meat quality of slow-
and
genotypes
fastgrowing fed
chicken
low-nutrient
or
NRC.
1994.
Nutrient
Requirements
of
Poultry. 9th Rev.Ed. National Academy Press, Washington DC.
standard diets and raised indoors or
30
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Park, P.W. and R.E. Goins. 1994. In Situ
Soeparno.
2005.
Ilmu
dan
Teknologi
Prearation of Fatty Acids Methyl Ester
Daging. Cetakan Ke-4. Gadjah Mada
For
University Press, Yogyakarta.
Analysis
of
Fatty
Acids
Composition. Foods Sci. 59(6): 12621266.
Swatantra
K.K.S.,
R.
S.Satyawan.2010.
Awani Chitosan:
K., A
Purba, M., E.B. Laconi, P.P. Ketaren, C.H.
Platform for Targeted Drug Delivery.
Wijaya dan P.S. Hardjosworo, 2010.
Int.J. PharmTech Res.,2(4): 2271-
Kualitas sensori dan komposisi asam
2282.
lemak daging itik lokal jantan dengan suplementasi santoquin, vitamin E
Warris,P.D. 2010. Meat Science : an
dan C dalam ransum. JITV Vol. 15(1)
Introductory
: 47-55.
Veterinary
Text.2ndSchool Science
University
of of
Bristol, CABI Publishing. Bristol UK, Rebole, A., M.L. Rodriguez, L.T. Ortiz, C.
pp. 194-205.
Alzueta, C. Centeno, C. Viveros, A. Brenes and I. Arija. 2006. Effect of
Wachira, W.M., A. Shitandi and R. Ngure,
dietary high-oleic acid sunflower seed,
2011. Determination of the limit of
palm
detection of penicillin G residues in
oil
supplementation
and
vitamin on
E
broiler
poultry
meat
using
a
low
cost
performance, fatty acid composition
microbiological method. International
and oxidation susceptibility of meat.
Food Research Journal 18(3): 1203-
Br. Poult. Sci. 47: 581-591.
1208.
31
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
SEGMENTASI TEKSTUR CITRA LIDAH PENDERITA TIFOID MENGGUNAKAN METODE ADAPTIF
Supatman Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail :
[email protected]
Abstract Typhoid and paratyphoid (hereinafter referred to as typhoid) is an acute infectious disease of the small intestine which is included in the category endemic in Indonesia. The disease is classified as infectious diseases listed in Act No. 6 of 1962 on the outbreak. In Indonesia as an epidemic of typhoid rare but more often are sporadic, scattered in an area and rarely cause more than one case in the home and source of infection could not be determined.Identification of typhoid disease conducted with a variety of laboratory tests, including tests widal and culture. The results of these tests are used to ascertain the symptoms of typhoid patients within one week. Early identification of typhoid disease can also be done by looking at the condition of the patient's tongue, the tongue is the degree of soiling. Getting dirty tongue then the probability of patients suffering from typhoid will be even greater.
maka probabilitas menderita tifoid akan
1. Pendahuluan
semakin besar. Proses identifikasi real time Tifoid dan paratifoid (selanjutnya
melalui tekstur citra lidah dilakukan dengan
disebut tifoid) merupakan penyakit infeksi
proses
akut usus halus yang dimasukkan dalam
segmentasi untuk memisahkan citra lidah
katagori endemik di Indonesia. Penyakit ini
dari objek lainnya seperti bibir, gigi dan
digolongkan
bagian dalam mulut lainnya.
penyakit
menular
yang
awal
preprocessing
citra
yaitu
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Di Indonesia
2. Dasar Teori
tifoid jarang sebagai epidemic akan tetapi
2.1 Tifoid
lebih sering bersifat sporadic, terpencarpencar
disuatu
daerah
dan
jarang
Tifoid dan paratifoid (selanjutnya disebut tifoid) adalah penyakit infeksi akut
menimbulkan lebih dari satu kasus pada
usus
orang-orang
endemik di Indonesia. Sinonim tifoid adalah
penularan
serumah tidak
serta
dapat
sumber ditentukan.
halus
yang
merupakan
typhoid dan patatyphoid fever,
penyakit
enteric
Identifikasi dini penyakit tifoid secara visual
fever, typhus dan paratyphus abdominfis.
dapat
Etiologinya ialah
juga
dilakukan
dengan
melihat
Salmonella typhi,
S.
kondisi lidah pasien, yaitu dengan tingkat
paratytphi A., S. paratyphi B., dan S.
kekotoran lidah. Semakin kotor lidah pasien
paratyphi C [25,26].
32
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh Penularan S. typhi terjadi melalui
bermacam-macam
oleh
mengakibatkan
mulut
makanan
yang
tercemar.
faktor
penampilan
yang citra
suatu
Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
benda tidak sama persis dengan bentuk
lambung oleh asam lambung. Sebagian lagi
fisik
masuk ke usus halus, mencapai jaringan
merupakan efek degradasi atau penurunan
lalu
limfoid
kemudian mencapai
berkembang masuk
sel-sel
biak.
aliran
Kuman
nyatanya.
Faktor-faktor
tersebut
kualitas yang dapat berupa rentang kontras
darah
dan
benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar,
retikuloendotelial
hati,
distorsi
geometrik,
kekaburan
(blur),
limpa dan organ-organ lain. Diprediksi
kekaburan akibat obyek yang bergerak
proses ini berjalan pada masa tunas, yang
(motion blur), noise atau gangguan yang
berakhir
disebabkan
saat
sel-sel
retikuloendotelial
oleh
interferensi
peralatan
melepas kuman pada peredaran darah dan
pembuat citra, baik berupa transduser,
menimbulkan bakteri untuk kedua kalinya.
peralatan
Kuman-kuman
optik.
selanjutnya
masuk
ke
elektronik
ataupun
peralatan
jaringan beberapa organ tubuh, terutama limpa, usus halus dan kandung empedu [25,26].
Teknik mengurangi degradasi
Ciri-ciri utama penderita demam
atau pada
enhacement),
panas
restoration),
secara
berlahan,
proses
untuk
menghilangkan citra
perbaikan/peningkatan
tifoid berupa tanda-tanda klinis antara lain meningkat
dan
digital
meliputi
citra
(image
restorasi dan
efek
citra
(image
tranformasi
spasial
gangguan GIT (konstipasi, diare, mual-
(spasial transformation). Subyek lain dari
muntah) dan lidah kotor [29].
pengolahan citra digital diantaranya adalah pengkodean
citra
(image
coding),
2.2 Citra
segmentasi
2.2.1 Format Citra
representasi dan deskripsi citra (image
2.2.1. 1. Komponen Citra Digital
representation and description).
Citra dimensi
adalah
representasi
citra (image segmentation),
dua
Karena pengolahan citra dilakukan
untuk bentuk fisik nyata tiga
dengan komputer digital maka citra yang
dimensi. Citra dalam perwujudannya dapat
akan
bermacam-macam,
ditransformasikan
mulai
dari
gambar
diolah
terlebih ke
dahulu
dalam
bentuk
hitam-putih pada sebuah foto (yang tidak
besaran-besaran diskrit dari nilai tingkat
bergerak) sampai pada gambar berwarna
keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk
yang
citra ini disebut citra digital. Setiap citra
Proses
bergerak
pada
transformasi
pesawat dari
televisi.
bentuk
tiga
dimensi ke bentuk dua dimensi untuk
digital
memiliki
beberapa
karakteristik,
antara lain ukuran citra, resolusi dan format
33
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
lainnya. Umumnya citra digital berbentuk
tersebut
persegi panjang yang memiliki lebar dan
warna.
biasanya
dikaitkan
dengan
tinggi tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam banyaknya titik atau piksel (picture
Citra digital (digital image) adalah citra kontinyu f(x,y) yang sudah didiskritkan
element/pixel).
baik koordinat spasial Ukuran citra dapat juga dinyatakan secara
fisik
dalam
kecerahannya. Setiap titik biasanya memiliki
panjang
koordinat sesuai dengan posisinya dalam
(misalnya mm atau inch). Dalam hal ini
citra. Koordinat ini biasanya dinyatakan
tentu saja harus ada hubungan antara
indeks x dan y hanya bernilai bilangan bulat
ukuran titik penyusun citra dengan satuan
positif, yang dapat dimulai dari 0 atau 1.
panjang. Hal tersebut dinyatakan dengan
Citra digital yang selanjutnya akan disingkat
resolusi
ukuran
”citra” sebagai matrik ukuran M x N yang
setiap
satuan
baris dan kolomnya menunjukkan titik-
satuan
yang
titiknya yang diperlihatkan pada persamaan
yang
satuan
maupun tingkat
merupakan
banyaknya
titik
untuk
panjang.
Biasanya
digunakan adalah dpi (dot per inch). Makin
di bawah ini menurut [10]:
besar resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra dengan ukuran fisik yang sama. Hal ini memberikan efek penampakan citra menjadi semakin halus.
f(0,1) f(0,0) f(1,1) f(1,0) X=f(x,y)= ... ... f(M−1,0) f(M−1,1)
... f(0,N−1) ... f(1,N−1) ... ... ... f(M−1,N−1)
(1)
Format citra digital ada bermacammacam.
Karena
sebenarnya
merepresentasikan
informasi
Setiap titik juga memiliki nilai berupa
citra
tertentu,
angka
digital
yang
merepresentasikan
dapat
informasi yang diwakili titk tersebut. Format
dinyatakan secara bervariasi, maka citra
nilai piksel sama dengan format citra
yang mewakilinya dapat muncul dalam
keseluruhan.
berbagai
pencitraan,
sedangkan
informasi
format.
tersebut
Citra
yang
merepresentasikan informasi yang hanya bersifat
biner
untuk
membedakan
Pada nilai
ini
kebanyakan biasanya
sistem berupa
bilangan bulat positif.
2
keadaan tentu tidak sama citra dengan informasi yang lebih kompleks sehingga memerlukan lebih banyak keadaan yang
2.2.1.2 Representasi Citra Digital Komputer dapat mengolah isyarat-
semua
isyarat elektronik digital yang merupakan
informasi tadi disimpan dalam bentuk
kumpulan sinyal biner (bernilai dua: 0 dan
angka, sedangkan penampilan angka
1). Untuk itu, citra digital harus mempunyai
diwakilinya.
Pada
citra
digital
format tertentu yang sesuai sehingga dapat
34
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
merepresentasikan obyek pencitraan dalam
RGB color yang nantinya akan membentuk
bentuk kombinasi data biner.
citra warna.
Citra yang tidak berwarna atau hitam
2.2.1.3 Tingkat Abu-abu (Grayscale)
putih dikenal sebagai citra dengan derajat
Kecerahan dari citra yang disimpan
abu-abu (citra graylevel/grayscale). Derajat
dengan cara pemberian nomor pada tiap-
abu-abu yang dimiliki ini bisa beragam
tiap
mulai dari 2 derajat abu-abu (yaitu 0 dan 1)
pikselnya maka makin terang (putih) piksel
yang
citra
tersebut. Sedangkan semakin kecil nilai
monochrome, 16 derajat keabuan dan 256
suatu piksel, mengakibatkan warna pada
derajat keabuan.
piksel tersebut menjadi gelap. Dalam sistem
dikenal
juga
sebagai
pikselnya.
Semakin
tinggi
nomor
kecerahan yang umum terdapat 256 tingkat Dalam sebuah citra monochrome, sebuah piksel diwakili oleh 1 bit data yang
untuk setiap piksel. Scala kecerahan seperti ini dikenal sebagai grayscale.
berisikan data tentang derajat keabuan yang dimiliki piksel tersebut. Data akan
Proses grayscale ini bertujuan untuk
berisi 0 bila piksel berwarna hitam dan 1
merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abu-
bila piksel
berwarna putih. Citra yang
abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat
memiliki 16 derajat keabuan (mulai dari 0
abu-abu ini dipilih karena lebih sederhana,
yang mewakili warna hitam sampai dengan
yaitu
15
yang
mewakili
direpresentasikan
oleh
Sedangkan
dengan
citra
hanya
menggunakan
sedikit
warna
putih)
kombinasi warna dan dengan citra abu-abu
4
data.
dirasakan sudah cukup untuk memproses
derajat
peta yang semula berupa RGB colour
bit 256
keabuan (nilai dari 0 yang mewakili warna
dengan liputan abu-abu.
hitam sampai dengan 255 yang mewakili Titik1
warna putih) direpresentasikan oleh 8 bit
Titik2
Titik3
Titik4
data. B
G
R
B
G
R
B
G
R
B
G
R
Dalam citra berwarna, jumlah warna bisa beragam mulai dari 16, 256, 65536 atau 16 juta warna yang masing-masing
Gambar 1. Model penyimpanan piksel pada buffer memori[3]
direpresentasikan oleh 4,8,16 atau 24 bit
Pengubahan citra 24 bit ke citra abu-
data untuk setiap pikselnya. Warna yang
abu YUV dengan mengambil komponen Y
ada terdiri dari 3 komponen utama yaitu
(luminance)
nilai merah (red), nilai hijau (green) dan nilai
mengalikan komponen R, G, B dari nilai
biru (blue). Paduan ketiga komponen utama
taraf intensitas tiap piksel RGB dengan
pembentuk warna tersebut dikenal sebagai
konstanta (0.299R,0.587G,0.11B).
dapat
dilakukan
dengan
35
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
berdasarkan histogram dari bagian ke-ij (1≤ i,j ≤ m). Hasil akhir dari proses ini adalah gabungan dari bagian-bagian citra tadi, yang sebearnya berasal dari sebuah citra yang lebih besar. Sebuah citra dapat dibagi menjadi 4, 6, 9 bagian dan seterusnya tergantung pada ukuran dimensi citra dan besarnya perbedaan latar belakang yang paling gelap dan latar belakang yang paling Gambar 2. Operasi Pengubahan Citra 24 bit (piksel warna ) ke Citra Abu-Abu YUV [9]
terang, sehingga bagian-bagian kecil tadi menutup seluruh bagian dari citra asal. Ilustrasi pembagian citra menjadi empat
2.2.1.4 Pengambangan Adaptif.
bagian diberikan pada Gambar 2.5 [33].
Pendekatan langsung dalam metode adaptif
adalah
dengan
membagi
citra
menjadi beberapa bidang berukuran m x m lalu memilih threshold Tij untuk bagian citra
T1,1
T2,1
T1,2
T2,2
Gambar 3. Pembagian daerah dengan teknik pengambangan adaptif [33]. Nilai ambang lokal dapat dihitung dengan salah satu dari tiga cara berikut [21]:
(2) 36
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
atau 4. Eksperimen Eksperimen
(3)
dilakukan
menggunakan citra lidah penderita tifoid dengan merubah parameter sub window dan nilai konstanta pada perangkat lunak aplikasi perangkat
(4)
lunak
adaptif.
Digram
implementasi
blok
metode
adaptif ditunjukkan pada Gambar 4 dan
dengan W : blok yang diposes
perubahan nilai konstan ditunjukkan pada
Nw : banyaknya piksel pada blok W C
metode
Tabel 1.
: konstanta yang dapat
ditentukan secara bebas
Citra Lidah Penderita Tifoid
Algoritma Metode Adaptif
Citra Lidah (tersegmentasi)
Gambar 4. Diagram blok implementasi metode adaptif.
Tabel 1. Parameter pengujian perangkat lunak implementasi algoritma adaptif 5. Hasil dan pembahasan Berdasarkan
data
citra
lidah
Pengujian
Sub Window
Konstanta
1
4x4
0.14
penderita
2
16 x16
0.14
segmentasi dengan merubah sub window
3
19 x 19
0.14
dan
4
16 x 16
0.10
Gambar 5.
6
16 x 16
0.19
nilai
tifoid
diperolah
konstanta
hasil
ditunjukkan
uji pada
37
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Sub Window : 4x4
Sub Window : 16x16
Sub Window : 19 x 19
Konstanta : 0.14
Konstanta : 0.14
Konstanta : 0.14
Sub Window : 16x16
Sub Window : 16x16
Sub Window : 16 x 16
Konstanta : 0.10
Konstanta : 0.14
Konstanta : 0.19
Gambar 5. Hasil Uji Perangkat Lunak
window maka semakin segmentasi citra
Segmentasi
Menggunakan
semakin besar.
Berdasarkan Gambar 5. Hasil Uji Perangkat
6. Kesimpulan
Citra
Lidah
Metode Adaptif. Lunak
Segmentasi
Citra
Lidah
Beberapa kesimpulan yang diambil
Menggunakan Metode Adaptif diperoleh
dari analisa dan pengujian segmentasi citra
ukuran optimal sub window diperoleh pada
lidah menggunakan metode adaptif
nilai 16 x 16 piksel dengan nilai konstanta
penderita penyakit tifoid lain :
0.14. Semakin rendah nilai konstanta maka
a. Ukuran
optimal
dalam
sub
window
(over
diperoleh pada nilai 16 x 16 piksel.
segmentation) dan semakin besar sub
b. Konstanta optimal pada nilai 0.14.
segmentasi
citra
semakin
besar
pada
38
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Daftar Pustaka
Gaussian–Markov Random Fields and Neural Oscillator Networks”, IEEE
[1].
Adi Dharma Wibawa, 2005, “Early
Transactions On Neural Networks,
Detection
Vol. 12, No. 2, March.
On
The
Condition
Of
Pancreas Organ As The Cause Of Diabetes Processing
Mellitus
By
Using
Iris
Image
Modified
SOM-
[8].
Laurene,
1994,
“Fundamentals Of Neural Networks,
Kohonen, ICBME, Singapura. [2].
Fausett,
Ajith Abraham, 2004, “Meta learning
Arcitectures,
Algorithms,
and
Applications”,
Prentice
Hall,
Englewood Cliffs.
evolutionary artificial neural networks”, Nero Computing.
[9].
H.P. Ng., 2005, Watershed
[3].
Image
Texture
Singapura.[17]
by
Genetic
Improved
Algorithm For Medical
Andy Song, Vic Ciesielski, 2004 ” Analysis
“ An
ICBME,
Segmentation”,
Programming”, In Proceedings of the 2004 Congress on Evolutionary, G. Greenwood (Editor),
[10]. Ham., Fredric M., Kostanic., Ivica, 2001, ” Principles of Neurocomputing
pages 2092-
for Science & Engineering”, McGraw-
2099, Portland.
Hill, Inc. [4].
B.C. Merki, M.R. Mahfouz, 2005, “Unsupervised
Three-Dimensional
Segmen-tation of Medical
[11]. Haryanti Rivai, 2005 “Pengenalan ciriciri tekstur kecacatan kain sutera
Images
Using an Anotomical Bone Altas ”,
dengan
ICBME, Singapura.
gaussian markov random field dengan klasifikasi
[5].
B. Jaganatha Pandian, 2005, “AI
menggunakan
metode
SOM-Kohonen”,
ITS,
Surabaya.
Based Detection And Classification Of Microca-lcifications
In
Digital
[12]. J.T. Pramudito, 2005,“Design and
Mammogram” , ICBME, Singapura.
[6].
Implemtation Of Early Osteoporosis Detection
Software
System
By
Duda., Ricard O, Hart., Peter E,
Clavicular
Cortx
Stork., Peter E, 2000, “Pattern
Measurement”, ICBME, Singapura.
Thickness
Clasification”, John Willey & Sons Inc. [13]. [7].
Jin-Hyuk
Hong,
2005.,
“The
Erdogan Çesmeli and DeLiang Wang,
classification of cancer based on DNA
2001, “Texture Segmentation Using
microarray data that uses diverse
39
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ensemble
genetic
ISSN : 2086-7719
Analisis
programming”,
Artificial Itellejence in Medicine.
Citra,
Membangun
dan
Aplikasi
Tahapan Biometrika”,
C.V. Andi Offset, Yogyakarta. [14]. M.S.G. Tsuzuki, 2005, “4D Thoracic Organ
Modelling
Unsunchronized
from
MR
[22]. Pratt., William K., 2001, “Digital Image Processing”, John Willey & Sons.
Sequential
Images”, ICBME, Singapura. [23]. Rinaldi [15]. Marques de sa, J.P., 2001,”Pattern
Citra
Munir, Digital
2004, “Pengolahan Dengan
Pendekatan
Algoritmik”, Informatika, Bandung.
Recognition:Consept, Methods and
[24]. Russ., John C., 1998, “The Image
Applications”,Springer.
Processing Handbook 3th”, A CRC [16]. Matthew J.Langdon,Ph.D, 2003,
Handbook Published.
”Classification of Gaussian Markov [25].
Random Field (GMRF) with
Soeparman, 1995., “Ilmu penyakit dalam”, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Application to Powder images ”, University of Leads.
[26]. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, [17]. Mei-Gie
Lim,
2005,
“Probability
1982., “Ilmu kesehatan anak jilid 2”,
Distribution Maps As Medical Image
Fakultas
Kedokteran
Labeling Tool – Pros and Cons”,
Indonesia, Jakarta.
Universitas
ICBME, Singapura. [27]. Shao-Jer Chen, 2005, “Quantitative [18]. Mori, Shunji., Nishida, Hirobumi.,
Assessment Of Pathological Findings
Yamada, Hiromitsu, 1999, “Optical
For
Character Recognition”, John Willey &
Sonographic
Sons Inc.
ICBME, Singapura.
[19]. Nicholas V. Swindale and Hans-Ulrich Bauer, Kohonen's
1998,
“Application
self-organizing
of
feature
map algorithm to cortical maps of
Breast
Cancer Texture
through Analysis”,
[28]. Steinmetz., Raft, Nahrstedt., Klara, 2002, “Multimedia Fundamentals, Media Coding and Content Processing”, Prentice-Hall inc.
orientation and direction preference”, [29]. Supatman,
The royal society .
2008,”Identifikasi
citra
tekstur bubuk susu dengan metode [21].
Putra.,
Darma,
2009,
“Sistem
alih-ragam gelombang singkat untuk
Biometrika, Konsep Dasar, Teknik
memprediksi keaslian produk susu”,
40
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Proceedings SITIA2008, ISBN: 978-
Proceedings SITIA2007, ISBN : 978-
979-8897-24-5, tanggal: 8 Mei 2008 ,
979-9589-9-8, tanggal 9 Mei 2007,
ITS Surabaya.
ITS Surabaya.
[30]. Supatman, 2008, “Identifikasi Citra
[32].
Supatman, 2006,”Ekstraksi ciri citra
Sketsa Figur Manusia Dengan
tekstur lidah menggunakan metode
Metode Pulse Coupled Neural
Co-Occurrence
Network (PCNN) Untuk Mempredisi
Seminar Nasional Peran Teknologi
Daya Tahan Terhadap Stres”,
Pemrosesan
Prosiding Semnasif 2008, ISSN:1979-
ISBN : 979-1149-91-7, tanggal: 11
2328, Jurusan Teknik Informatika,
November
FTI, UPN “Veteran” Yogyakarta.
Universitas
Prosiding
Matrik”,
Sinyal 2006,
Diera Fak.
Wangsa
Global” Teknik,
Manggala
Yogyakarta. [31]. Supatman., Mulyanto, Eko., Purnomo, Mauridy H., 2007, “Identifikasi citra
[33]. Usman Ahmad, 2005, ”Pengolahan
tekstur lidah menggunakan metode
Citra
gaussian markov random field untuk
Pemrogramannya”,
deteksi
Yogyakarta.
dini
penyakit
tifoid”,
Digital
dan Graha
Teknik Ilmu,
41
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
KUALITAS KIMIA DAGING AYAM KAMPUNG DENGAN RANSUM BERBASIS KONSENTRAT BROILER Sri Hartati Candra Dewi Program Studi Peternakan, Fakultas Agroindustri Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail : sh_candradewi@yahoo,com ABSTRACT This study aims to determine carcass and chemical quality of chicken meat fed concentrate-based broiler ration, Thirty-six chicks 1 week old used in the experiments were conducted as One Way experiment using a completely randomized design with 4 treatments of feed (use 1 BR concentrate as much as 100%, 75%, 50%, and 25%) per treatment with 3 replications, Data were analyzed by ANOVA and Duncan's Multiple Range Test, Parameters measured were moisture content, protein, fat and meat pH, The results showed that the water content and fat content of real influenced by feed treatment, whereas protein content and pH of the meat was not significantly affected by feeding treatment, The study concluded that the chicken-based concentrates fed up with the percentage of concentrate at 75%, does not affect the chemical characteristics of meat, Keywords: chicken, feed-based concentrates, chemical characteristics of meat, PENDAHULUAN
dagingnya perlu perbaikan kualitas pakan,
Ayam kampung merupakan unggas yang paling digemari oleh masyarakat
hal ini dapat diluhat dari pemberian pakan pada broiler,
tanpa memandang usia, Selain itu ayam kampung
banyak
dipelihara
oleh
masyarakat baik di desa maupun di kota, Pemeliharaan ayam kampung masih dalam jumlah kecil antara 2 sampai 5 ekor, karena tujuan utamanya adalah untuk kesenangan atau hobi, untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga
dan
masih
sebagai
usaha
Dewasa memilih
bahan
memperhatikan
pangan
dalam
sudah
tentang
sangat
kualitasnya,
termasuk dalam memilih daging yang akan dikonsumsi, Masyarakat tentu akan memilih daging yang
mempunyai
kualitas baik
sesuai dengan biaya yang dikeluarkan,
ayam akan Pemeliharaan ayam kampung skala tangga
kebutuhan
masyarakat
Kebutuhan daging baik daging sapi maupun
sambilan,
rumah
ini
belum
nutrisinya,
memanfaatkan
sisa
memperhatikan karena
dapur
dan
hanya hanya
ditambah dedak atau bekatul, Oleh karena
meningkat
pada
saat-saat
tertentu misalnya pada hari-hari besar keagamaan, Pada saat itu harga ayam kampung
akan
disebabkan
meningkat,
karena
hal
permintaan
ini tinggi
sedang ketersediaan sedikit,
itu produksi maupun kualitas dagingnya pun masih
belum
meningkatkan
optimal,
Dalam
rangka
produksi
dan
kualitas
Salah
satu
keuntungan
pemeliharaan ayam pedaging kampung
42
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
dengan
menggunakan
sistem
ISSN : 2086-7719
broiller
adalah, peternak bisa memproduksi DOC sendiri,
Hingga
tingkat
ketergantungan
METODE DAN METODE Materi Ø Ayam kampung umur 1 minggu,
peternak pada agroindustri modern menjadi
Ø Kandang kelompok,
terkurangi, Tingkat keuntungan peternak
Ø Seperangkat alat untuk analisa kimia
akan
semakin
tinggi
apabila
mereka
meramu pakan sendiri dengan membeli
daging, Ø Seperangkat
tepung ikan, jagung giling, bungkil, dedak,
alat
untuk
menyembelih ayam,
tepung tulang, tepung darah dan lain-lain, Metode Peningkatan produksi dan kualitas
Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan
daging ayam kampung akan dilakukan
pengacakan lokasi
dengan
ayam,
memberikan
konsentrat
ayam
pakan
berbasis
broiler
dengan
kandang dan anak
Pengacakan
lokasi
dilakukan
sebelum ayam dimasukkan dalam kandang,
penambahan bekatul maupun bahan lain,
sedangkan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat karkas
dilakukan
dan kualitas kimia daging ayam kampung
dikelompokkan
yang diberi ransum berbasis konsentrat
dengan 3 ulangan masing-masing 3 ekor,
pengacakan pada
ayam menjadi
anak
ayam
unsexed
yang
4
perlakuan,
broiler, Perlakuan yang diberikan adalah : Daging ayam kampung merupakan
- Perlakuan 1 (R1):100 %konsentrat BR 1
satu
yang
- Perlakuan 2 (R2): 75 %konsentrat BR 1
dibutuhkan untuk memenuhi protein hewani
- Perlakuan 3 (R3): 50 %konsentrat BR 1
asal ternak, dimana protein dagingnya
- Perlakuan 4 (R4): 25 %konsentrat BR 1
salah
komoditi
peternakan
mengandung susunan asam amino yang lengkap,
Namun
daging
dari
ayam
Pemberian Ransum dan Vitamin
kampung pada umumnya harganya lebih mahal
dari
daging
broiler,
sedangkan
bobotnya lebih rendah,
Ransum yang diberikan disusun seperti
yang
tertera
dalam
Tabel
2,
Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore dalam bentuk pellet,
Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi dilakukan dengan
daging
ayam kampung perlu
perubahan pemberian
ransum,
apakah
konsentrat
broiler
produksi karkasnya akan meningkat?
Pada ayam berumur 1 hari ransum yang diberikan adalah BR sampai dengan umur 1 minggu untuk adaptasi, setelah itu baru kemudian
diberikan
ransum
perlakuan
selama 10 minggu, Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum
43
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
Kandungan
nutrient
bahan
ISSN : 2086-7719
pakan
penyusun ransum pada tabel 1, berikut ini :
yaitu
dengan
Kosher
dengan
memotong arteri karotis, vena jugularis dan esophagus
Tabel 1, Kandungan nutrient bahan pakan
metode
(Soeparno,
1994),
Sampel
daging diambil dari bagian dada,
penyusun ransum Pengambilan data Bahan Pakan Jagung
(1)
ME (Kcal/kg)
PK (%)
3450
8,7
Peubah yang diukur pada penelitian ini adalah kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan pH, Perlakuan dalam penelitian
Bekatul (1)
1630
12
ini adalah pemberian ransum berbasis
BR 1
3000
20
konsentrat broiler (BR 1), Jadi dalam hal ini ada 4 perlakuan yaitu P1, P2, P3 dan P4,
Keterangan : 1) Anggorodi (1995) 2) Hartadi et al, (1986)
Setiap perlakuan diulang 3 kali, setiap ulangan diambil 1 ekor,
Tabel 2, Susunan dan kandungan nutrient ransum perlakuan
Data yang diambil adalah kadar air, protein, lemak dan pH daging (AOAC,
Bahan
P2
P3
P4
Pakan
P1
Jagung
0
10
25
40
0
15
25
35
1975), Analisis Data
(1)
Penelitian
disusun
berdasarkan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola
Bekatul (1)
searah, dengan 4 perlakuan pakan yaitu penggunaan konsentrat BR 1 sebanyak 100
BR 1
100
75
50
25
%, 75 %, 50 %, dan 25 %, dengan 3 kali
Jumlah
100
100
100
100
ulangan untuk masing-masing perlakuan,
(kg)
Data diperoleh dianalisis 3000
ME
2839,50
2770
(Kcal/kg) 20
PK (%)
18,42
15,6
menggunakan
2700,5
analisis variansi, dan jika ada perbedaan
0
rata-rata, dilanjutkan dengan uji beda jarak
12,93
8
berganda
dari
Duncan’s
New
Multiple
Range Test (Astuti, 1980),
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan Sampel Daging Sampel ayam diambil satu ekor
Kadar Air
secara acak sehingga tiap perlakuan ada 3
Hasil penelitian menunjukkan
ekor, dan dilakukan penimbangan sebelum
bahwa rerata kandungan air daging ayam
dipotong,
dilakukan
berturut-turut dari P1 sampai dengan P5
sesuai dengan prosedur pemotongan ayam
seperti tertera pada tabel 3, Hasil penelitian
Pemotongan
ayam
44
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
pakan
dibanding perlakuan pakan 75 %, 50 % dan
mempengaruhi secara nyata pada kadar air
25 % konsentrat, Hal ini diduga karena
daging, Hasil analisis variansi menunjukkan
ransum P1 mempunyai kandungan nutrient
bahwa keempat perlakuan ransum dengan
(ME) yang lebih tinggi dibandingkan yang
menggunakan pakan konsentrat terdapat
lain, walaupun bahan pakannya berbeda,
perbedaan yang nyata, Pada perlakuan 100
perbedaan timbunan protein belum cukup
% pakan konsentrat menghasilkan daging
untuk menyebabkan perbedaan yang nyata
dengan
terhadap kandungan air dagingnya,
menunjukkan
bahwa
kadar
air
perlakuan
yang
lebih
tinggi
Tabel 3, Kadar Air daging ayam Kampung (%)
Ulangan
Perlakuan (% konsentrat) 100 75 50 25 1 76,31 73,41 75,38 75,46 2 76,20 75,12 73,25 74,76 3 76,64 74,73 74,89 73,90 Rerata 76,38 a 74,42 b 74,51 b 74,71 b Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05),
Menurut kandungan
Soeparno
air
daging
(1994),
antara
lain
al. (2001) komposisi kimia daging adalah 65 –
80
%
merupakan
kandungan
air,
dipengaruhi oleh umur ternak, semakin tua
Sedangkan kandungan air daging ayam
umur ternak maka kandungan airnya akan
yang normal berkisar antara 70 % sampai
menurun, dengan kata lain semakin tua
75 % (Aberle et al,, 2001), Kandungan air
umur ternak maka kandungan air daging
dapat berbeda diantara otot, Perbedaan
semakin rendah, bila persentase lemak
kandungan
dalam
dipengaruhi oleh variasi umur dan pakan,
karkas
kandungan penelitian
air ini
broiler
meningkat maka
tubuh
berkurang, Hasil
hampir
sama
dengan
kadar
mendapatkan
air
ayam
suplementasi
broiler
yang
4% minyak
pada
tubuh
hewan
Kadar Protein
penelitian Indarto dkk. (2000) menyebutkan bahwa
air
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata antara perlakuan
ransum,
Rerata
kandungan
lemuru sebesar 74,87% sedangkan untuk
protein daging hasil penelitian dapat dilihat
kontrol diperoleh 74,92%, Menurut Aberle et
pada
tabel
5,
Hasil
analisis
variansi
45
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
menunjukkan adanya perbedaan yang tidak
yang
nyata antara perlakuan ransum, Hal ini
kandungan protein daging relatif sama,
sama,
sehingga
menyebabkan
diduga bahwa kandungan asam amino dari ransum perlakuan mempunyai kandungan Tabel 5, Kadar Protein Daging Ayam Kampung (%)
Ulangan
Perlakuan (% konsentrat) 75 50 20,17 20,03 20,37 21,11 21,47 20,67 20,67 20,60
100 1 20,53 2 17,40 3 20,21 Rerata ns 19,38 Keterangan : ns = non signifikan
Menurut Aberle et al, (2001) dan
25 20,29 20,37 21,38 20,68
protein, dan abu tubuh, serta menurunkan
Soeparno (1994) kandungan protein daging
lemak
tubuh
ayam berkisar antara 16 % sampai 22 %,
daging
dari
Daging juga mengandung asam amino
tergantung dari umur, bangsa, spesies,
esensial
stress, pakan dan jenis kelamin (Lawrie,
yaitu valin, triptopan, treonin,
methionin, histidin,
leusin,
Protein
isoleusin, daging
lisin
dapat
dan
(Soeparno, ternak
1992),
sangat
Kimia
bervariasi
1995),
dicerna
sampai sekitar 95 %, Dengan demikian
Kadar Lemak
hasil penelitian ini lebih baik dari kisaran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tersebut, Pakan yang dikonsumsi ternak
kandungan lemak daging ayam berkisar
akan mempengaruhi sifat kimia daging yang
antara 1,32 % sampai 2,64 %, secara
dihasilkan,
lengkap dapat dilihat pada tabel 6,
Peningkatan
protein
dalam
pakan dapat meningkatkan kandungan air,
46
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Tabel 6, Kadar Lemak Daging Ayam Kampung (%) Ulangan
Perlakuan (% konsentrat) 100 75 50 25 1 1,54 2,70 2,60 2,60 2 1,13 2,58 2,47 2,77 3 1,30 2,47 2,70 2,56 Rerata 1,32a 2,58b 2,60b 2,64b Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05),
Dari kandungan
hasil lemak
analisis daging
variansi
normal, yaitu 1,2 % sampai 12 % ( Aberle et
menunjukkan
al,, 2001), Lebih lanjut disebutkan bahwa
bahwa terdapat perbedaan yang nyata
kandungan
antar perlakuan, Menurut Soeparno (1994)
antara lain oleh bangsa, lokasi otot, macam
bahwa jika seekor ternak mengkonsumsi
otot,
energi
Menurut Aberle et al. (2001) kandungan
melebihi
pemeliharaan
kebutuhan
tubuh
untuk
pada
kondisi
lemak
jenis
lemak
kelamin
daging
daging
dan
sebesar
umur
1,5
ternak,
– 13
Soeparno
dapat diharapkan bahwa ternak tersebut
persentase
akan menimbun energi sebagai lemak
bertambah dengan bertambahnya umur
dalam
oleh
tetapi dapat berubah setiap saat tergantung
Anggorodi (1985) bahwa kandungan lemak
dari zat makanan yang dikonsumsi, Menurut
dalam tubuh ternak diperoleh dari kelebihan
Aberle et al, (2001) kandungan lemak
energi yang dikonsumsi, Ransum yang
daging bervariasi tergantung dari jumlah
dikonsumsi dengan energi yang berlebihan
lemak eksternal dan lemak intramuscular,
tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak
Lebih lanjut dijelaskan bahwa ditinjau dari
sehingga semakin tinggi kandungan energi
segi nutrisi, komponen lemak yang penting
ransum
adalah trigliserida, fosfolipida, kolesterol
maka
Dijelaskan
semakin
pula
tinggi
pula
penelitian
pada
bahwa
umumnya
dan vitamin yang larut dalam lemak,
kandungan lemak dalam tubuh,
Hasil
lemak
menyatakan
%,
lingkungan yang menguntungkan, maka
tubuhnya,
(1994)
dipengaruhi
diperoleh
kandungan lemak daging ayam termasuk
47
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
ayam kampung terdapat perbedaan yang
pH Dari hasil penelitian diperoleh rerata
tidak nyata pada pH daging, Wulf et al.
daging
berturut-turut
(2002) bahwa daging yang dikatakan tidak
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7,
asam adalah daging yang memiliki pH di
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa
atas 5,0.
pH
secara
perlakuan ransum berbasis konsentrat pada
Tabel 7, pH Daging Ayam Kampung (%)
Ulangan
Perlakuan (% konsentrat) 75 50 5,93 5,09 5,18 5,26 5,33 5,32 5,48 5,22
100 5,10 5,40 5,21 5,23
1 2 3 Reratans
25 5,52 5,22 5,03 5,26
Keterangan : Keterangan : rerata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05),
Nilai pH daging ayam pada penelitian ini
diberi pakan berbasis konsentrat sampai
termasuk dalam kisaran pH normal, Aberle
dengan persentase konsentrat sebesar 75
et al. (2001) menyatakan bahwa pada pH
%, ditinjau dari sifat kimia daging,
akhir daging mencapai titik isoelektrik (5,2 – 5,4) jumlah gugus reaktif dari protein otot
Saran
yang dimuati secara positif dan negatif
Pada pemeliharaan ayam kampung
sama, sehingga gugus tersebut cenderung
dapat diberikan pakan berbasis konsentrat
saling tarik menarik dan hanya gugus yang
sampai dengan pemberian 75 %,
tersisa yang tersedia untuk mengikat air, DAFTAR PUSTAKA Aberle, E, D,, C, J, Forest, H, B, Hedrick, M,
KESIMPULAN DAN SARAN
D, Judge dan R,A, Merkel, 2001,
Kesimpulan
The Principle of Meat Science, Dari
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa ayam kampung dapat
W,H,
Freeman
and
Co,
San
Fransisco,
48
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Soeparno, AOAC, 1975, Official Methods of Analysis,
1994,
Press,
Chemists, Washington, D,C,
Yogyakarta.
H,R,
Ternak
1995, Dasar,
Ilmu PT
Makanan Gramedia,
Jakarta,
dan
Teknologi
Daging, Gadjah Mada University
Association of Official Analytical
Anggorodi,
Ilmu
Indarto, R.E., Zuprizal dan N.M.A. Susenti. 2000.
Pengaruh
Penambahan
Ampas Tahu Fermentasi Dalam Pakan Berprotein 18 % Terhadap
Astuti, M, 1980, Rancangan Percobaan dan Analisis
Statistik,
Bagian
I,
Performan
Broiler.
Peternakan
Edisi
Fakultas Peternakan Universitas
Fakultas
Gadjah Mada, Yogyakarta,
Yogyakarta.
Hartadi , H,, S, Reksohadiprodjo, A, D,
Buletin Tambahan.
Peternakan
UGM.
Wulf DM, Emnett RS, Leheska JM, Moeller
Tillman, 1986, Tabel Komposisi
SJ.
Bahan Pakan untuk Indonesia,
glycolytic
Gadjah Mada University Press,
(dark, firm and dry) beef, and
Yogyakarta,
cooked beef palatibility. J. Anim. Sci.
2002.
Relationships potential,
among
dark-cutting
80:1895-1903. Lawrie, R,A, 1995, Ilmu Daging, UI Press, Jakarta,
49
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK HASIL PENGOMPOSAN LIMBAH PENGOLAHAN KOPI DENGAN MENGGUNAKAN PROBIOTIK URIN SAPI PADA BUDIDAYA TANAMAN SELADA Bambang Sriwijaya Program Studi Agroteknologi, Fakultas Agroindustri, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Jl. Wates Km 10 Yogyakarta 55753 E-mail :
[email protected] ABSTRACT The research was aimed to know the effect of composting product of coffee processing waste with cow urine as probiotic sourse on yield quantity and quality of lettuce. The research was done in the experimental garden of University of Mercu Buana Yogyakarta with the elevation of 100 m above sea level. The research was single faktor arranged in CRD (Completely Randomiced Design). The treatnents were compost with 0,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,0 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 0,5 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste, compost with 1,0 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste, and compost with 1,5 l EM4 probiotic / 10 kg coffee processing waste. The results showed that there was no difference in the lettuce yield between the use of cow urine and EM4 probiotics. The treatment of compost with 0,5 l cow urine probiotic / 10 kg coffee processing waste to give the better quality and quntity of lettuce yield.
Key word: coffee processing waste, probiotic and compost bahan-bahan organik untuk mendukung
PENDAHULUAN
pertumbuhan sayuran yang dibudidayakan. Latar Belakang Kesadaran kesehatan
masyarakat
semakin
Tanaman
selada
(Lactuca
sativa)
semakin
merupakan tanaman yang biasa ditanam di
meningkat. Kebutuhan vitamin dan mineral
daerah dingin maupun tropis. Tanaman
untuk menunjang kesehatan mendapatkan
selada merupakan tanaman semusim yang
perhatian. Vitamin dan mineral banyak
banyak mengandung air. Tanaman ini
terdapat
dimanfaatkan
dalam
lama
akan
sayuran,
sehingga
sebagai
lalapan
komoditas ini sekarang semakin menjadi
masyarakat
perhatian dan dibutuhkan oleh masyarakat.
enak dan lembut (Rukmana, 1994).
Indonesia,
karena
oleh rasanya
Selain vitamin dan mineral dalam sayuran juga terdapat serat yang sangat baik untuk membantu
ini
tinggi maupun dataran rendah. Selada juga
banyak yang tercemar pestisida
dapat tumbuh baik pada berbagai jenis
dan bahan kimia yang lain. Sayuran yang
tanah, baik lempung berpasir, lempung
sehat bisa dihasilkan dengan budidaya
berdebu, namun yang paling baik (ideal)
secara organik, yaitu dengan menggunakan
adalah lempung berpasir yang diberi pupuk
sayuran
pencernaan.
Pada
saat
Selada dapat tumbuh baik di dataran
50
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Limbah yang dihasilkan dari pabrik
organik (Sugeng, 1983). Pracaya (2011) juga
menyampaikan
bahwa
bertanam
pengolahan
kopi
maupun
petani
kopi
selada itu mudah selama tersedia bahan
sampai saat ini belum dimanfaatkan dan
organik
belum tertangani dengan baik. Limbah
pada
tanah
dan
cukup
sinar
matahari serta tidak tergenang air.
pengolahan kopi jumlahnya cukup besar dan
Budidaya
dibiarkan
menggunung
dalam
sayuran secara organik
tumpukan. Hal ini akan menimbulkan bau
tidak lepas dari penggunaan pupuk organik.
yang tidak sedap, menjadi sumber penyakit,
Selama ini pupuk organik yang banyak
mengakibatkan
digunakan
pupuk
mengganggu kesehatan serta keindahan
pupuk
lingkungan.
kandang.
oleh
petani
Sedangkan
adalah saat
ini
pencemaran
dan
kandang tidak hanya digunakan pada lahan sawah,
tetapi
juga
digunakan
pada
Penelitian ini merupakan penelitian
budidaya jamur, tanaman hias, perikanan,
lanjutan dari penelitian sebelumnya dengan
dan lain-lain. Oleh karena itu keberadaan
judul Pemanfaatan Limbah Pengolahan
pupuk kandang saat ini semakin langka.
Kopi
Melalui
Pengomposan
Dengan
Menggunakan Probiotik Urin Sapi Menjadi Kelangkaan pupuk kandang harus
Pupuk Organik. Pupuk organik (kompos)
dicarikan anternatif penggantinya. Salah
yang dihasilkan pada penelitian tersebut
satu caranya dengan menggunakan pupuk
diuji di lapangan dengan menggunakan
kompos yang dibuat dari sampah atau
tanaman selada.
limbah yang saat ini keberadaannya sangat melimpah.
Setiap
manusia
ataupun
Perumusan Masalah
makhluk hidup dalam aktivitasnya selalu menghasilkan sampah.
Sayur adalah komoditas yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Setiap hari sayuran selalu dikonsumsi, bahkan sudah
Pada
penelitian
ini
dicoba
penggunaan pupuk kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah pengolahan kopi dengan
menggunakan
berbagai
dosis
probiotik urin sapi pada tanaman selada. Sebagai kompos
pembanding hasil
digunakan
pengolahan
pupuk limbah
dapat
dipastikan
kebutuhan
atau
permintaan sayuran akan terus meningkat seiring
dengan
penduduk.
bertambahnya
Tanaman
sayuran
jumlah dengan
kandungan vitamin, mineral, dan serat yang tinggi sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menjaga kesehatannya.
pengolahan kopi menggunakan berbagai dosis probiotik EM4.
Pada budidaya tanaman sayuran sangat dibutuhkan pupuk organik untuk menunjang pertumbuhan tanaman sayuran
51
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
tersebut menjadi baik. Pupuk organik yang
Penelitian dilaksanakan di Kebun
banyak digunakan adalah pupuk kandang.
Percobaan
Keberadaan pupuk kandang semakin lama
Universitas Mercu Buana Yogyakarta mulai
semakin langka, karena semakin banyak
bulan Juni sampai dengan Agustus 2011.
bidang yang memanfaatkannya.
Lokasi penelitian terletak di Dukuh Gunung
Fakultas
Agroindustri,
Bulu, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Perlu
alternatif
mencari
sumber
pupuk organik lain sebagai pengganti pupuk
Kabupaten Bantul; pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut.
kandang. Pupuk kompos yang dihasilkan dari pengomposan limbah pengolahan kopi dengan berbagai dosis probiotik urin sapi perlu dicoba pada tanaman selada. Sebagai pembanding
digunakan
Pupuk
kompos
yang dihasilkan dari pengomposan limbah pengolahan kopi dengan berbagai dosis probiotik buatan pabrik (EM4).
Bahan dan Alat Bahan
yang
digunakan
meliputi
pupuk kompos limbah pengolahan kopi hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi dan EM4, pupuk kandang, tanah, pasir, benih selada, polibag, Furadan 3G dan paranet.
Pada kompos dengan probiotik urin sapi dosis berapa yang bisa menghasilkan selada dengan kuantitas maupun kualitas
Alat
yang
digunakan
antara
lain
penggaris, timbangan analitik, oven, gelas ukur, gunting, dan pisau potong.
yang terbaik belum diketahui. Tujuan Penelitian
Metode Penelitian
1. Mengetahui
pengaruh
pupuk
kompos dari hasil pengomposan limbah
pengolahan
menggunakan sumber
urin
sapi
kopi sebagai
probiotik
pada
Penelitian
merupakan
percobaan
yang dilakukan di Lapangan menggunakan rancangan perlakuan faktor tunggal yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang diteliti sebagai berikut:
pengomposan, 2. Mengetahui pupuk kompos limbah pengolahan
kopi
pada
dosis
probiotik urin sapi berapa yang bisa memberikan hasil selada dengan kuantitas dan kualitas yang terbaik.
K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5
kg
limbah
pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0
MATERI DAN METODE PENELITIAN
liter/10
liter/10
kg
limbah
pengolahan kopi.
Tempat dan Waktu Penelitian
52
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5
liter/10
kg
dimasukkan ke dalam polibag
limbah
pengolahan kopi.
ukuran kecil sampai 3/4 bagian. b.
Penyemaian benih
K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5
Benih
ditanam
pada
liter/10 kg limbah pengolahan
dalam
polibag
dengan
kopi.
benih
tiap
K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0
polibag.
media dua
Setelah
selesai penanaman, dilakukan
liter/10 kg limbah pengolahan
penyiraman
kopi.
melekatkan akar dengan media
K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
media
untuk
tanam. 2. Penanaman a. Penyiapan media tanam
Masing-masing perlakuan dilakukan
Media
tanam
pengulangan 3 kali, sehingga ada 21 unit
dengan
perlakuan.
penyemaian,
Masing-masing
perlakuan
dibuat
sama
media
untuk
yaitu
campuran
diberikan dengan dosis 200 gram per
tanah, pasir dan pupuk kandang
polibag.
dengan perbandingan volume 1:1:1. Setelah dicampur, media
Data yang
diperoleh selanjutnya
tanam dimasukkan ke dalam
dianalisis dengan sidik ragam taraf nyata
polibag ukuran besar (20 cm x
5%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata
30 cm) sampai 3/4 bagian.
antar perlakuan, dilakukan uji lanjut dengan
Pupuk kandang dan kompos
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf
sebanyak 100 g ditambahkan ke
nyata 5%.
masing-masing
media
tanam
dalam polibag sesuai dengan perlakuan, kemudian dicampur
Pelaksanaan Penelitian
dengan
Tahapan yang dilakukan meliputi : Penyiapan media semai Media semai berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan volume 1:1:1.
Sebelum
dicampur
masing-masing bahan diayak (saring)
untuk
Media
siap
berumur
tiga
untuk ditanami.
1. Persiapan bibit a.
merata.
mendapatkan
ukuran butiran yang seragam. Setelah dicampur media semai
b. Penanaman bibit Setelah
bibit
minggu
sudah
siap
untuk
dipindah tanam ke dalam media penanaman
yang
permanen.
Sebelum bibit dipindah tanam, media pada bibit disiram dengan sedikit air. Setelah air merata pada media, polibag dipotong
53
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
bagian bawahnya. Bibit ditanam
diberikan
pada media tanam dan ditimbun
gram.
setengah tinggi polibag. Polibag
dengan
e. Pengendalian
ditarik ke atas pelan-pelan dan
penyakit
dibuang.
Pengendalian
Penimbunan
dilanjutkan
sampai
dosis
100
hama
dan
hama
dan
pada
penyakit dilakukan dengan jalan
pangkal akar. Setelah selesai
menjaga kebersihan lingkungan
dilakukan
untuk
pertanaman. Selama penelitian
menyatukan media bibit dengan
tidak ada serangan hama dan
media tanam.
penyakit yang berarti; sehingga
penyiraman
3. Pemeliharaan
penggunaan
a. Penyiraman
pestisida
dilakukan
pada
awal
Penyiraman dilakukan 1-2 kali
penanaman
per hari dengan melihat kondisi
pemberian Furadan 3G.
media tanam. Apabila media tanam
masih
lembab
tidak
dilakukan penyiraman.
satu
dilakukan
tanaman
berumur
minggu setelah
Bahan
untuk
penyulaman
disiapkan.
berumur
setelah
tiga
bulan.
termasuk akarnya.
Pengamatan Pada setiap unit perlakuan ada enam Pengamatan
dilakukan
pada
empat tanaman sampel untuk setiap unit dilakukan
mulai
tanaman berumur dua minggu setelah tanam.
perlakuan. Variabel pengamatan meliputi : 1. Tinggi tanaman Pengamatan
Bersamaan dengan penyiangan dilakukan pembuangan daundaun yang telah membusuk. d. Pemupukan dilakukan pemupukan susulan dengan pupuk kandang dan kompos Setiap
sesuai
tinggi
tanaman
dilakukan mulai tanaman berumur dua minggu setelah tanam sampai panen. Interval waktu pengamatan satu
Satu bulan setelah penanaman
perlakuan.
dilakukan
mencabut semua bagian tanaman
tanaman.
c. Penyiangan
pupuk
Pemanenan
tanam.
menggunakan bibit yang sudah
Penyiangan
yaitu
Pemanenan dilakukan dengan cara
Penyulaman maksimal
saja,
4. Pemanenan
tanaman
b. Penyulaman
hanya
minggu
satu
kali.
Tinggi
tanaman diukur mulai dari pangkal akar sampai dengan ujung daun tertinggi saat ditangkupkan. 2. Jumlah daun
polibag
54
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
Penghitungan
jumlah
ISSN : 2086-7719
daun
setelah 24 jam dalam oven. Setelah
dilakukan mulai umur tanaman dua
ditimbang dimasukkan lagi ke dalam
minggu
oven,
setelah
tanam
sampai
dan
setiap
panen. Interval waktu pengamatan
ditimbang
satu minggu satu kali. Semua daun
bobot konstan.
yang
telah
membuka
dihitung
lagi
delapan
sampai
jam
diperoleh
7. Bobot segar tajuk layak jual
jumlahnya.
Tajuk dibersihkan dari daun-daun
3. Bobot segar tajuk tanaman
yang
rusak
dan
tidak
layak
Tanaman dicabut dan dibersihkan
dikonsumsi. Setelah itu ditimbang
dari kotoran, kemudian dipisahkan
bobotnya.
antara tajuk dan akarnya.
Tajuk
tanaman
untuk
ditimbang
HASIL DAN PEMBAHASAN
mengetahui bobot segarnya. 4. Bobot kering tajuk tanaman
Hasil
Setelah diketahui bobot segarnya, tajuk tanaman dikeringkan di dalam oven
dengan
suhu
105
Variabel
yang
diamati
dalam
penelitian ini meliputi tinggi tanaman, jumlah
o
C.
daun, bobot segar tajuk tanaman, bobot
dilakukan
kering tajuk tanaman, bobot segar akar
setelah 24 jam dalam oven. Setelah
tanaman, bobot kering akar tanaman dan
ditimbang dimasukkan lagi ke dalam
bobot segar tajuk layak jual.
Penimbangan
oven,
dan
ditimbang
mulai
setiap lagi
delapan
sampai
jam
diperoleh
bobot konstan.
diamati
5. Bobot segar akar tanaman tajuknya
disajikan
dalam
bentuk
tabel
berikut:
Akar tanaman yang telah dipisahkan dari
Hasil analisis data variabel yang
ditimbang
1. Tinggi tanaman
untuk
mengetahui bobot segarnya. 6. Bobot kering akar tanaman Setelah diketahui bobot segarnya, akar tanaman dikeringkan di dalam oven
dengan
Penimbangan
suhu mulai
105
o
C.
dilakukan
55
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Tabel 1. Tinggi tanaman (cm) umur satu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam
Perlakuan
Umur (Minggu) 1
2
3
2,79
a
4
5
3,25
a
3,98
a
6
5,50
a
8,73
7
K0
2,42
a
a
16,16 a
K1
2,59
a
3,28
a
3,96
a
5,30 a
8,03
a
13,17 a
22,00 a
K2
2,71
a
3,76
a
4,40
a
6,03 a
8,67
a
13,67 a
26,22 a
K3
2,83
a
3,17
a
4,20
a
5,59 a
9,01
a
14,32 a
26,03 a
K4
2,73
a
3,39
a
3,58
a
4,05 a
5,86
a
14,49 a
16,25 a
K5
3,04
a
3,51
a
4,26
a
5,71 a
8,59
a
15,02 a
27,00 a
K6
2,59
a
3,31
a
3,83
a
5,01 a
7,75
a
12,06 a
21,34 a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%.
K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Hasil analisis tinggi tanaman umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam menunjukkan tidak ada beda nyata
antar
perlakuan.
Purata
pengamatan disajikan pada Tabel 1.
hasil
2. Jumlah daun Hasil analisis jumlah daun tanaman umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan. Purata hasil pengamatan disajikan pada Tabel 2.
56
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Tabel 2. Jumlah daun tanaman (helai) umur satu sampai tujuh minggu setelah tanam
Perlakuan
Umur (Minggu) 2
3
4
3,42
a
5
4,92
a
6
7,00
a
9,75
7
K0
3,75
a
a
13,67 a
K1
3,92
a
4,33
a
5,42
a
7,67
a
11,75 a
15,50 a
K2
3,58
a
4,42
a
4,75
a
7,58
a
10,58 a
14,25 a
K3
4,00
a
4,58
a
5,25
a
7,08
a
9,58 a a
13,08 a
K4
3,08
a
3,58
a
4,92
a
5,83
a
8,33 a a
12,42 a
K5
3,42
a
5,00
a
5,33
a
7,67
a
11,58 a
14,75 a
K6
3,50
a
4,33
a
5,42
a
6,92
a
9,83 a
14,42 a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
57
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
3. Bobot segar tajuk tanaman Tabel 3. Bobot segar tajuk tanaman (g) Ulangan
Perlakuan
III
Purata
I
II
K0
71,30
94,88
115,57
93,92 a
K1
113,08
134,00
142,47
129,85
a
K2
49,25
143,91
142,54
111,90
a
K3
18,75
72,74
111,28
67,59 a
K4
49,42
106,95
71,54
75,97 a
K5
153,02
110,83
129,37
131,07
a
K6
110,85
143,67
87,72
114,08
a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Hasil analisis bobot segar tajuk tanaman menunjukkan tidak ada beda
nyata
antar
perlakuan.
Purata
hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 3.
58
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
nyata
2. Bobot kering tajuk tanaman Hasil analisis bobot
kering tajuk
antar
perlakuan.
Purata
hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 4.
tanaman menunjukkan tidak ada beda
Tabel 4. Bobot kering tajuk tanaman (g)
Perlakuan
Ulangan
Purata
I
II
III
K0
3,24
5,23
6,01
4,83
a
K1
4,11
6,97
8,73
6,60
a
K2
1,56
6,07
6,91
4,85
a
K3
1,30
4,89
6,20
4,13
a
K4
2,59
5,41
3,41
3,80
a
K5
3,63
6,00
7,55
5,73
a
K6
4,95
5,67
3,55
4,72
a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
59
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
nyata
3. Bobot segar akar tanaman
antar
perlakuan.
Purata
hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 5.
Hasil analisis bobot segar akar tanaman menunjukkan tidak ada beda
Tabel 5. Bobot segar akar (g)
Ulangan
Perlakuan
I
II
III
Purata a
K0
7,45
9,48
9,38
8,77
K1
7,64
11,35
12,75
10,58 a
K2
4,92
14,27
12,32
10,50 a
K3
2,54
8,50
11,15
7,40
a
K4
5,09
11,36
4,96
7,14
a
K5
11,91
11,46
10,69
11,35 a
K6
9,59
11,21
7,60
9,47
a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
60
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
nyata
4. Bobot kering akar tanaman Hasil analisis bobot segar akar
antar
perlakuan.
Purata
hasil
pengamatan disajikan pada Tabel 6.
tanaman menunjukkan tidak ada beda
Tabel 6. Bobot kering akar (g)
Perlakuan
Ulangan
Purata
I
II
III
K0
0,26
0,90
0,79
0,65
a
K1
0,42
1,01
0,87
0,77
a
K2
0,16
0,75
0,83
0,58
a
K3
0,24
0,64
0,91
0,60
a
K4
0,42
0,71
0,53
0,55
a
K5
0,60
0,70
1,12
0,81
a
K6
0,62
0,74
0,59
0,65
a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%. K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
61
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
beda nyata antar perlakuan. Purata hasil
5. Bobot segar tajuk tanaman layak
pengamatan disajikan pada Tabel 7.
jual
Hasil analisis bobot segar tajuk tanaman layak jual menunjukkan tidak ada
Tabel 7. Bobot segar tajuk tanaman layak jual (g)
Ulangan
Perlakuan
I
II
Purata
III
91,39 a
K0
76,94
106,71
90,53
K1
133,30
102,72
105,68
K2
37,14
103,41
109,14
83,23 a
K3
22,68
117,06
90,64
76,79 a
K4
55,62
81,10
62,93
66,55 a
K5
111,07
82,46
107,66
K6
120,49
99,99
76,60
113,90
100,40
a
a
99,03 a
Keterangan: Angka purata yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F taraf 5%.
K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
diperlukan
Pembahasan Usaha pemeliharaan tanaman untuk meningkatkan hasilnya sebaiknya mengacu
tanaman
diberikan
melalui
pemupukan menggunakan pupuk organik hasil pengomposan.
di
Seperti pada media lainnya, bagi
hara
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
hidupnya
selalu diperlukan unsur – unsur hara baik
harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya.
makro maupun mikro. Unsur hara makro
Pada
yang diperlukan dalam jumlah banyak
pada
tuntutan
lapangan, maupun
kehidupan
sehingga lingkungan
penelitian
ini
tanaman
kebutuhan (habitat)
unsur
hara
yang
62
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
antara lain C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan Mg;
molekul
sedangkan
merangsang
unsur
makro
diperlukan dalam jumlah
yang
hanya
sedikit, tetapi
harus selalu tersedia bagi tanaman antara
protein.
menambah
Unsur
nitrogen
pertumbuhan tinggi
juga
vegetatif,
tanaman
dan
merangsang terbentuknya tunas anakan.
lain adalah Cl, B, Mo, Mn, Zn, Fe, dan Cu.
Kalau kita lihat pada Gambar 1,
Berdasarkan hasil analisis terhadap
walaupun tidak beda nyata menurut analisis
variabel tinggi tanaman dan jumlah daun
statistik, nampak bahwa pada perlakuan
umur 1 – 7 minggu setelah tanam (Tabel
kompos
1dan 2),
probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah
perlakuan pemberian pupuk
kompos
hasil
probiotik
urin
pengomposan sapi
dengan
maupun
EM4
hasil
pengolahan kopi, dengan probiotik
kemungkinan
limbah
dalam
pupuk
kandungan sangat
probiotik urin sapi 1,5 EM4
pengolahan
1,0 liter /10 kg
kopi
pada
akhir
rendah,
pengamatan (minggu ke 7) cenderung
nitrogen,
memberikan tinggi tanaman yang hampir
sehingga kurang mendukung pertumbuhan
sama dan lebih tinggi dibandingkan dengan
vegetatif tanaman. Pada fase vegetatif atau
perlakuan yang lainnya. Sedangkan pada
pertumbuhan
variabel jumlah daun hasil yang banyak ada
terutama
kompos
hara
dengan
liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan
memberikan hasil yang sama. Hal ini ada karena
pengomposan
kandungan
hara
tanaman
berkonsentrasi
untuk menumbuhkan akar, batang, dan
pada
daun, sehingga diperlukan unsur nitrogen
pengomposan dengan probiotik urin sapi
yang
0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi dan
cukup.
Ini
sesuai
dengan yang
perlakuan
dikatakan oleh Rosmarkam dan Yuwono
dengan probiotik
(2002), unsur nitrogen sangat penting untuk
limbah
pembentukan
protein
dan
merupakan
EM4
kompos
hasil
1,0 liter /10 kg
pengolahan kopi.
penyusun dari asam amino, koenzim, dan
63
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Gambar 1. Grafik tinggi tanaman dari umur satu minggu sampai dengan tujuh minggu setelah tanam Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
Pertumbuhan tanaman dapat didefinisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yang diikuti oleh peningkatan bobot kering yang terjadi pada jaringan tumbuh tanaman, yaitu jaringan meristem baik itu pada ujung akar maupun ujung dahan yang aktifitasnya menyebabkan pertumbuhan ke atas dan ke bawah
(Harjadi,
1993).
Bobot
bahan organik dan bahan mineral. Bagian cair pada umumnya, terutama yang masih segar, jauh lebih banyak dibandingkan dengan bagian kering. Untuk pembentukan 1 kg bahan kering diperlukan sekitar 150 liter air (Morachan, 1978). Hasil analisis variabel bobot segar
kering
dan bobot kering tajuk tanaman (Tabel 3
merupakan indikator yang penting untuk
dan 4) menunjukkan bahwa perlakuan
mengetahui proses fotosintesis.
pemberian
Tanaman terdiri dari bahan kering dan cairan (air). Bobot kering terdiri dari
pupuk
kompos
hasil
pengomposan dengan probiotik urin sapi maupun EM4 tidak berpengaruh. Ini juga
64
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
terjadi pada bobot segar dan bobot kering
pengolahan limbah pengolahan kopi sangat
akar tanaman (Tabel 5 dan 6). Hal ini
rendah.
mungkin disebabkan karena kandungan hara
nitrogen
pada
kompos
hasil
Gambar 2. Grafik jumlah daun tanaman dari umur satu minggu sampai dengan
tujuh minggu
setelah tanam Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002), nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, sebab merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleik, dan dengan demikian merupakan penyusun protoplasma secara keseluruhan. Marschner nitrogen
(1986) yang
mengatakan, apabila
tersedia
lebih
banyak
daripada lainnya, dapat dihasilkan protein lebih banyak, dan daun dapat lebih lebar. Oleh karena itu fotosintesis lebih banyak. Semakin tinggi pemberian nitrogen semakin cepat sintesis, karbohidrat banyak dan diubah menjadi protein dan protoplasma. Pada Gambar 3 terlihat bahwa perlakuan
kompos
hasil
pengomposan
65
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg
kopi. Hal ini menunjukkan bahwa efektifitas
limbah
fotosintesis pada perlakuan kompos hasil
pengolahan
probiotik
EM4
kopi
dan
dengan
1,0 liter /10 kg limbah
pengomposan dengan probiotik urin sapi
pengolahan kopi cenderung memberikan bobot segar tajuk tanaman yang sama dan lebih berat dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Sedangkan untuk Bobot kering tajuk tanaman perlakuan kompos
0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih baik (efektif) dibandingkan dengan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi.
hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih berat dibandingkan dengan probiotik EM4
1,0 liter /10 kg limbah pengolahan
Gambar 3 . Grafik bobot segar tajuk tanaman Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
66
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa efektifitas kompos
fotosintesis hasil
pada
perlakuan
pengomposan
dengan
probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan
kompos
hasil
pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi, oleh karenanya bobot kering perlakuan kompos
1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi lebih tinggi
dibandingkan
kompos
hasil
dengan
perlakuan
pengomposan
dengan
probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kandungan
kopi. air
Ada
yang
kemungkinan
tinggi
ini
yang
menyebabkan daun banyak yang busuk atau rusak, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi atau dijual.
hasil pengomposan dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi lebih tinggi dibanding perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4 1,0 liter /10 kg limbah pengolahan kopi. Karena
bobot
segarnya
sama,
maka
kandungan air pada perlakuan kompos hasil pengomposan dengan probiotik EM4
Gambar 4 . Grafik bobot kering tajuk tanaman Keterangan: K0 : Pupuk kandang sapi K1 : Kompos dengan probiotik urin sapi 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K2 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K3 : Kompos dengan probiotik urin sapi 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K4 : Kompos dengan probiotik EM4 0,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K5 : Kompos dengan probiotik EM4 1,0 liter/10 kg limbah pengolahan kopi. K6 : Kompos dengan probiotik EM4 1,5 liter/10 kg limbah pengolahan kopi.
67
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Berdasarkan
hasil
analisis
dan
pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
Harjadi,S.S. 1993. Pengantar Agronomi. Gramedia, Jakarta. 197 h. Ilao,S.S.L & Lastimosa. 1985. Research
1. Kompos limbah pengolahan kopi
Technique in Crops. Phillipine
dengan sumber probiotik urin sapi
Council
maupun EM4 memberikan kuantitas
Resources
maupun kualitas hasil selada yang
Development,
sama.
Laguna, Philippines. 512 h.
2. Kuantitas dan kualitas hasil selada yang terbaik cenderung diperoleh pada
perlakuan
kompos
limbah
pengolahan kopi dengan sumber probiotik urin sapi 0,05 liter/10 kg
for
Agriculture Research. Los
ang Banos,
Marschner.H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plant. Academic Press Inc, London. 674 p. Morachan,Y.B. 1978. Crop Production and Management.
limbah pengolahan kopi.
and
Publising
Oxford
Co.
&
New
IBH Delhi.
Bombay. Calcuta. 267 p.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pracaya. 2011. Bertanam Sayur Organik. Terima kasih penulis sampaikan kepada
Dekan
Kepala
P3M;
Fakultas Kepala
Agroindustri; UPT
Penebar Swadaya. Jakarta. 123 h.
Kebun
Percobaan Univerversitas Mercu Buana
Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002.
Yogyakarta; Teknisi Laboratorium Tanah,
Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,
Program
Yogyakarta. 224 h.
Studi
Agroteknologi,
Fakultas
Agroindustri, Univerversitas Mercu Buana Yogyakarta
yang
telah
memberikan
Rukmana. 1994. Bertanam Selada dan Buncis. Kanisius, Yogyakarta.
kesempatan dan bantuan dalam penelitian ini, sehingga penelitian bisa selesai dengan
Saragih,S.E.
2008.
Pertanian
Organik.
baik. Juga terima kasih kepada Solikhatun,
Penebar Swadaya, Jakarta. 163
S.P., Farah, Naufal, dan Hariz, isteri dan
h.
anak
penulis
yang
telah
memberikan
motivasi, waktu dan kesabarannya; dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu
per
satu
yang
membantu terlaksananya penelitian ini.
Sugeng. 1983. Budidaya Tanaman Sayursayuran.
Penebar
Swadaya,
Jakarta.
telah Sunaryono, 1990). Kunci Bercocok Tanam Sayur-sayuran
Penting
di
68
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
Indonesia. Sinar Baru, Bandung. 154 h. Sutanto, R. 2003. Penerapan Pertanian Organik:
Pemasyarakatan
Pengembangannya.
dan
Kanisius,
Yogyakarta.
69
Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013
ISSN : 2086-7719
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
Beberapa contoh : Buku :
Naskah yang diterima merupakan hasil
Mayer, A.M. and A.P. Mayber. 1989. The
penelitian, naskah ditulis dalam bahasa
Germation
Indonesia,
Press. 270 p.
diketik
dengan
computer
of
Seeds.
Pergamon
program MS. Word, front Arial size 11. Jarak antar baris 2 spasi maksimal 15
Artikel dalam buku :
halaman termasuk garfik, gambar dan tabel.
Abdulbaki, A.A. And J.D. Anderson. 1972.
Naskah diserahkan dalam bentuk print-out
Physiological
dan CD; dibuat dengan jarak tepi cukup
Deteration of Seeds. P. 283-309. In.
untuk koreksi.
T.T.Kozlowski (Ed) Seed Biology Vol.
Gambar (gambar garis maupun foto)
and
Biochemical
3. Acad. Press. New York.
dan tabel diberi nomor urut sesuai dengan letaknya. Masing-masing diberi keterangan
Artikel dalam majalah atau jurnal :
singkat dengan nomor urut dan dituliskan
Harrison, S.K., C.S. Wiliams, and L.M. Wax.
diluar bidang gambar yang akan dicetak.
1985. Interference and Control of
Nama ilmiah dicetak miring atau
Giant Foxtail (Setaria faberi, Herrm) in
diberi garis bawah. Rumus persamaan ilmu
Soybean (Glicine max). Weed Science
pasti, simbol dan lambang semiotik ditulis
33: 203-208.
dengan jelas. Susunan
urutan
naskah
ditulis
sebagai berikut :
Prosiding : Kobayasshi,J. Genetic engineering of Insect
1. Judul dalam bahasa Indonesia.
Viruses: Recobinant baculoviruses. P.
2. Nama penulis tanpa gelar diikuti
37-39. in: Triharso, S. Somowiyarjo,
alamat instansi. 3. Abstract dalam bahasa Inggris, tidak lebih 250 kata.
K.H. Nitimulyo, and B. Sarjono (eds.), Biotechnology for Agricultural Viruses. Mada University Press. Yogyakarta.
4. Materi dan Metode. 5. Hasil dan Pembahasan.
Redaksi berhak menyusun naskah
6. Kesimpulan.
agar sesuai dengan peraturan pemuatan
7. Ucapan terima kasih kalau ada.
naskah
8. Daftar pustaka ditulis menggunakan
diperbaiki, atau menolak naskah yang
sistem nama, tahun dan disusun secara abjad
atau
mengembalikanya
untuk
bersangkutan. Naskah yang dimuat dikenakan biaya pencetakan sebesar Rp 100.000,- dan penulis menerima 1 eks hasil cetakan.
70