ISSN : 2301-721X
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
ANALISIS PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMA KELAS X PADA MATERI PERSAMAAN KIMIA DAN STOIKIOMETRI MELALUI PENGGUNAAN DIAGRAM SUBMIKROSKOPIK SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH oleh :
Robby Zidny1 , Wahyu Sopandi 2, Ali Kusrijadi 3 Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI – email :
[email protected] 1, Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI – email :
[email protected] 2 Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI – email :
[email protected] 3
Abstrak
C
O
PY
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada materi persamaan kimia dan stoikiometri serta hubungannya dengan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Subjek penelitian adalah siswa SMA Negeri di Kota Bandung pada kelas X sebanyak 30 siswa. Instrumen penelitian berupa tes diagnostik pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah. Hasil tes diagnostik pemahaman konsep siswa pada materi persamaan kimia menunjukan bahwa hampir separuhnya siswa termasuk pada tingkat paham konsep dan pada materi stoikiometri sebagian kecil siswa termasuk pada tingkat paham konsep. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan (r = 0,759; p < 0,005) antara pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah serta menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan (r = 0,189; p > 0,005) antara pemahaman konsep dan kemampuan penyelesian soal algoritmik tradisional pada materi stoikiometri.
N O
T
Kata Kunci: pemahaman konsep, diagram submikroskopik, kemampaun pemecahan masalah, persamaaan kimia dan stoikiometri.
CONCEPT COMPREHENSION ANALYSIS OF YEAR X STUDENTS AT CHEMICAL EQUATIONS AND STOICHIOMETRY BY USING SUB-MICROSCOPIC DIAGRAMS AND RELATION WITH PROBLEM SOLVING ABILITIES Abstract
D
O
The rersearch objective is to know level of student concept comprehension at chemical equations and stoichiometry and realtion with problem solving abilities. The research used a description methode. The research subject were thirty students at year X at State Senior High School in Bandug City. The research instrumnets were diagnostic tests of concept comprehension and problem solving abilities. The result of diagnostic test showed that nearly of half class of students were at concept understanding level, and at stoichiometry topics small part of students were at concept understanding level. There were some relationship betwen student concept comprehension with problem solving abilities significantly (r = 0,759; p < 0,005), and did not show any significant relationship (r = 0,189; p > 0,005) betwen student concept comprehension with ability solving problems by traditional algoritmic calculation at stoichiometry concepts. Keyword: concept comprehension, submicroscopic diagrams, problem solving abilities, chemical equations and stoichiometry.
27
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
O
PY
peneliti untuk mengidentifikasi pemahaman konsep kimia pada siswa adalah dengan menggunakan alat uji yang memperkenalkan diagram submikroskopik. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Devetak (2004) serta Sopandi dan Murniati (2007). Melalui diagram submikroskopik, dapat memberikan jalan bagi pembelajar memvisualisasikan konsep dan mengembangkan model mental untuk konsep tersebut (Gabel dalam Chittleborough, 2010). Pemahaman siswa berangkat dari konsep-konsep yang sederhana menuju konsep yang lebih kompleks. Konsep-konsep yang dibangun siswa harus mampu diterapkan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang terkait, karena dalam pembelajaran kimia siswa tidak hanya dituntut paham mengenai konsep-konsep kimia, akan tetapi siswa juga harus bisa menerapkan konsep yang dipahaminya untuk memecahkan masalah. Hasil penelitian Suyono (2009) menunjuk-kan pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang menyangkut reaksi kimia dan hitungan kimia (stoikiometri), akibat rendahnya pemahaman konsep-konsep kimia dan kurangnya minat siswa terhadap pelajaran kimia. Rendahnya pemahaman konsepkonsep kimia tersebut salah satunya disebabkan karena guru kurang memberikan perhatian terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa. Berdasarkan uraian di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan identifikasi pemahaman konsep siswa berdasarkan tingkatannya dan bagimana perbedaan tingkatan pemahaman konsep tersebut hubungannya terhadap kemampuan siswa dalam pemecahan masalah dan penyelesaian soal algoritmik.
D
O
N O
T
PENDAHULUAN Dalam ilmu kimia terdapat dua jenis pemahaman yang harus dikuasai oleh siswa, yaitu pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik. Pemahaman konseptual merupakan pemahaman tentang hal-hal yang berhubungan dengan konsep, yaitu arti, sifat, dan uraian suatu konsep dan juga kemampuan dalam menjelaskan teks, diagram, dan fenomena yang melibatkan konsep-konsep pokok yang bersifat abstrak dan teori-teori dasar sains. Pemahaman algoritmik merupakan pemahaman tentang prosedur atau serangkaian peraturan yang melibatkan perhitungan matematika untuk memecahkan suatu masalah (Mustofa, 2010). Pemahaman konsep dalam ilmu kimia mengacu pada pemahaman konsep yang tersaji dalam tiga kategori representasi yang dikemukakan Johnstone (dalam Treagust et al. 2003), yaitu makroskopik, submikroskopik, dan simbolik. Sebagian besar materi kimia yang diajarkan di sekolah tersaji dalam tingkatan simbolik, sebagaimana yang diungkapkan oleh Gabel (dalam Russel et al. 1997). Siswa yang pemahamannya masih bersandar pada pengalaman panca indera cenderung mengalami kesulitan dalam memahami konsep kimia yang tersaji pada tingkatan submikroskopik, sehingga rawan terjadi Miskonsepsi (Metianing, 2009). Miskonsepsi ini harus di identifikasi sedini mungkin, karena ketika terjadi miskonsepsi dalam pemahaman siswa maka dia akan mengkonstruk pemahaman konsep yang berbeda dari penjelasan yang diberikan oleh guru (Barke, 2009). Diagnosis dan analisis pemahaman konsep awal siswa mutlak diperlukan mencegah terjadinya kesalahan pemahaman (miskonsepsi). Barke (2009) mengungkapkan bahwa untuk mewujudkan pembelajaran yang sukses atau paling tidak untuk mempermudahnya, pendidik harus mendiagnosa gambaran awal pemahaman dan penjelasan siswa sebelumnya. Pendekatan yang dilakukan oleh beberapa
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang 28
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
PY
Gambar 1. Diagram Submikroskopik Reaksi antara A dan B2
Hasil tes diagnostik pemahaman siswa pada konsep ini menunjukkan bahwa deskripsi jawaban siswa (Tabel 1) hampir separuhnya termasuk dalam kategori yang paham konsep dan hampir separuhnya termasuk dalam kategori yang paham sebagian konsep. Siswa yang termasuk kategori yang paham sebagian konsep disebabkan siswa menggunakan “surface features” untuk menjawab pertanyaan daripada menggunakan pemahaman konsep yang mendasarinya (Kozma & Russel, 1997).
O
N O
T
Alur Penelitian Penelitian ini dimulai dengan kajian pustaka mengenai pemahaman konsep, kemampuan pemecahan masalah dan representasi kimia dari jurnal-jurnal ilmiah dan penelitian-penelitian sebelumnya serta mengkaji standar standar isi mata pelajaran kimia pada pokok bahasan stoikiometri dan persamaan kimia untuk merumuskan indikator yang harus dicapai. Berdasarkan indikator tersebut dibuat instrumen utama penelitian yaitu tes diagnostik untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa yang didasarkan pada hasil kajian standar kompetensi dan kompetensi dasar, tes pemecahan masalah algoritmik dan tes algoritmik tradisional serta instrumen pelengkap meliputi pedoman wawancara dan angket. Tahap selanjutnya dilakukan pengumpulan data dengan melaksanakan tes diagnostik pemahaman konsep, tes pemecahan masalah algoritmik dan tes algoritmik tradisional kepada siswa. Kemudian dilakukan pemberian angket kepada semua siswa untuk menguatkan data yang diperoleh serta melakukan wawancara kepada salah satu perwakilan guru untuk menguatkan data yang diperoleh. Dari data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan.
berdasarkan diagram submikroskopik yang merepresentasikan reaksi antara zat A dan zat B2 (Gambar 1).
O
ada, yaitu keadaan gejala menurut “apa adanya” pada saat penelitian dilakukan (Arikunto, 2009).
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
Tabel 1.Tingkat pemahaman konsep siswa pada perbandingan koefisien dalam persamaan reaksi Kimia Tipe Jawaban 2A + B2 2AB
6A + 3B2 6AB
Tingkat Pemahaman Konsep
Paham konsep Paham sebagian konsep
Persenta se siswa
46,67 %
33,33 %
D
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemahaman konsep siswa pada materi persamaan kimia.
2 A + B2 2 AB2 6 A + 3B2
konsep
20,00 %
B Hal 3Atersebut ditunjukan dengan hasil jawaban siswa yang menerjemahkan diagram secara langsung ke dalam persamaan reaksi simbolik tanpa mengkonversi perbandingan koefisien ke bentuk yang sederhana. Pemahaman siswa seperti ini kemungkinan kuat dipengaruhi oleh unsur-unsur, bentuk, dan objek yang menempel pada sebuah ekspresi simbol partikel (Kozma & Russel, 1997). Mereka kemungkinan mempunyai 2
Pemahaman konsep siswa pada perbandingan koefisien dalam persamaan reaksi kimia Pemahaman konsep siswa pada perbandingan koefisien dalam persamaan reaksi kimia digali dengan pertanyaan yang menuntut siswa untuk menuliskan persamaan reaksi kimia setara dengan perbandingan koefisien yang sederhana
Tidak memahami
2
29
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
N O
PY
T
Pemahaman konsep siswa pada interpretasi atau penafsiran siswa terhadap persamaan reaksi kimia simbolik Siswa diminta untuk menggambarkan diagram submikroskopik partikel-partikel yang ada pada keadaan akhir reaksi (Gambar 2) berdasarkan persamaan reaksi simbolik: 2 H2(g) + O2(g) 2 H2O(g). Hasil tes diagnostik pemahaman siswa pada konsep ini menunjukkan bahwa deskripsi jawaban siswa sebagian besar siswa mempunyai pemahaman konsep yang utuh dan sebagian kecil mempunyai pemahaman konsep yang tidak utuh. Hasil tes diagnostik juga menunjukkan adanya miskonsepsi yang terjadi pada siswa yang teridentifikasi jenis dan jumlah molekul H2O yang digambarkan (Tabel 2).
Dari hasil deskripsi jawaban siswa pada indikator konsep pertama dan indikator konsep kedua diperoleh persentase siswa yang termasuk ke dalam tingkat paham konsep terhadap kedua konsep tersebut sebanyak 30%. Artinya hampir separuh siswa termasuk pada tingkat paham konsep pada materi persamaan reaksi berdasarkan indikator yang dijabarkan. Persentase siswa tersebut menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil siswa yang termasuk dalam tingkat paham konsep. Sedangkan sisanya tersebar ke dalam tingkat paham sebagian konsep, paham sebagian dengan spesifik miskonsepsi, miskonsepsi dan tidak paham konsep. Tidak dimilikinya pemahaman konsep secara utuh dan miskonsepsi pada siswa salah satunya disebabkan oleh lemahnya kemampuan siswa dalam menafsirkan penjelasan dari bentuk simbolik ke dalam bentuk model diagram submikroskopik dan sebaliknya Tanpa pemahaman yang tepat dari konsep yang mendasarinya, siswa tidak mampu untuk menerjemahkan suatu bentuk representasi ke dalam bentuk yang lainnya (Wu et al, 2000). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, ternyata memang penjelasan level submikroskopik tidak pernah diberikan pada materi persamaan kimia, siswa hanya dibekali penyelesaian soal-soal penyetaraan reaksi dengan menerapkan aturan sederhana. Hal tersebut sesuai dengan tanggapan siswa dalam angket, bahwa hampir seluruhnya (86,67%) menyatakan bahwa penyelesaian soal berupa penggambaran diagram submikroskopik tidak pernah diberikan, alasannya mereka hanya diberikan penyelesaian soal tulisan saja (soal penyetaran reaksi biasa). Keterangan tersebut diperkuat dari evaluasi yang diberikan oleh guru memang terfokus pada penyetaraan reaksi pada level simboliknya saja. Berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru, dari kompetensi dasar yang ada tidak dijabarkan indikator tentang persamaan reaksi kimia, sehingga tidak
O
pemahaman yang berbeda dari fenomena yang sama jika diekspresikan dengan bentuk representasi yang sedikit berbeda.
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
Gambar 2. Diagram Submikroskopik Reaksi antara H2 dan O2 Tingkat Pemahaman Konsep
Persen tase siswa
Paham konsep
56,67 %
Paham sebagian konsep
23,33 %
D
O
Tipe Jawaban
16,67% Miskonsepsis 3,33% Tabel 2. Tingkat pemahaman konsep siswa pada interpretasi atau penafsiran siswa terhadap persamaan reaksi kimia simbolik
30
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
pada jawaban siswa dengan menuliskan pereaksi berlebih (N2) sebagai hasil reaksi, hal tersebut dikarenakan siswa menuliskan persamaan reaksi dengan perbandingan koefisien yang sama dengan diagram yang digambarkan dan menyertakan pereaksi berlebih pada hasil reaksi (4 N2(g) + 9 H2(g) 6 NH3 + N2). Siswa menggunakan “surface features” yang ada pada diagram untuk menjawab pertanyaan daripada menggunakan pemahaman konsep yang mendasarinya. Hal ini memperkuat dugaan bahwa kemampuan siswa untuk memahami level submikroskopik tidak bergantung pada kemampuannya dalam menuliskan persamaan reaksi setara. Dapat disimpulkan bahwa siswa yang menjawab pada tipe ini termasuk dalam kategori paham sebagian konsep dengan spesifik miskonsepsi.
O
didapat data tentang pembelajaran materi persamaan kimia. Pemahaman konsep siswa pada materi stoikiometri. Pemahaman konsep siswa pada penentuan persamaan reaksi kimia setara berdasarkan penggambaran diagram submikroskopik Pemahaman konsep siswa digali pada konsep ini dengan menggambarkan diagram submikroskopik partikel-partikel yang ada pada keadaan akhir reaksi yang ditunjukan (Gambar 3) kemudian menuliskan persamaan reaksi kimia setara dengan perbandingan koefisien yang paling sederhana berdasarkan penggambaran submikroskopik yang telah mereka buat.
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
PY
ISSN : 2301-721X
T
C
Pemahaman konsep siswa pada penentuan jumlah molekul zat hasil reaksi yang dihasilkan pada akhir reaksi berdasarkan perbandingan pereaksi yang tersedia Pemahaman konsep siswa digali dengan pertanyaan yang menuntut siswa untuk menentukan jumlah maksimum molekul amonia yang terbentuk berdasarkan diagram submikroskopik yang telah digambarkan. Berdasarkan analisis terhadap hasil jawaban siswa dapat diklasifikasikan menurut tingkat pemahaman konsep seperti yang ditunjukan pada tabel 4.
Gambar 3. Diagram Submikroskopik Reaksi antara H2 dan O2
N O
Berdasarkan analisis terhadap hasil jawaban siswa dapat diklasifikasikan menurut tingkat pemahaman konsep seperti yang ditunjukan pada tabel 3.
O
Tabel 3. Tingkat pemahaman konsep siswa pada penentuan persamaan reaksi kimia setara berdasarkan penggambaran diagram submikroskopik Tipe Jawaban
Tingkat Pemahaman Konsep
D
Paham konsep
N2(g) + 3 H2(g) 2 NH3(g)
4 N2(g) + 9 H2(g) 6 NH3(g) + N2(g)
Paham sebagian konsep Paham sebagian, dengan spesifik miskonsepsi Paham sebagian, dengan spesifik miskonsepsi
4 N2(g) + 9 H2(g) 8 NH3(g)
Miskonsepsi
N2(g) + H2(g) NH3(g) 3N2(g) + 9H2(g) 6NH3(g) N2(g) + 2H3(g) NH3(g)
Tidak paham konsep
Persen tase siswa 20% 10% 16,67%
30,00 % 6,67%
16,67 %
Berdasarkan tabel tersebut hampir separuhnya siswa (30,00%) termasuk dalam kategori paham sebagian konsep dengan spesifik miskonsepsi. Miskonsepsi terdapat
Tabel 4. Tingkat pemahaman konsep siswa pada penentuan jumlah molekul zat hasil reaksi berdasarkan diagram submikroskopik yang digambarkan Tipe Jawaban
Jumlah molekul tepat.(6 molekul) Jumlah molekul 8. (menganggap nitrogen habis bereaksi) Jumlah molekul 2. (Berdasarkan koefisien di persamaan reaksi setara)
Tidak Menjawab (TM)
Tingkat Pemahaman Konsep
Persentase siswa
Paham konsep
53,33%
Paham sebagian konsep
13,33%
Miskonsepsi
16,67%
Miskonsepsi
10,00%
Tidak paham konsep
6,67 %
31
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
O
N O
PY
T
Pemahaman konsep siswa pada penentuan pereaksi pembatas Pemahaman konsep siswa pada penentuan pereaksi pembatas digali dengan pertanyaan yang menuntut siswa untuk menentukan pereaksi pembatas berdasarkan diagram submikroskopik yang telah digambarkan oleh siswa. Berdasarkan analisis terhadap hasil jawaban siswa dapat diklasifikasikan menurut tingkat pemahaman konsep seperti yang ditunjukkan pada tabel 5. Siswa yang dapat menentukan pereaksi pembatas, harus bisa memahami reaksi pada level submikroskopik secara benar, atau paling tidak bisa memprediksi pereaksi mana yang habis bereaksi berdasarkan jumlah molekul pereaksi yang tersedia.
Setelah dianalisis, dari 3 indikator pemahaman konsep yang telah dijabarkan pada materi stoikiometri ini, hanya 16,67% siswa yang termasuk dalam tingkat yang paham konsep dengan menjawab secara tepat dan sesuai indikator tes diagnostik pemahaman konsep pada materi stoikiometri. Persentase siswa yang termasuk dalam tingkat paham konsep pada materi stoikiometri lebih sedikit daripada materi persamaan kimia. Berdasarkan tanggapan siswa dalam angket, hampir seluruhnya (76,67%) menyatakan bahwa materi stoikiometri merupakan materi yang sulit untuk dipelajari. Mereka beralasan bahwa materi ini banyak menerapkan soal hitungan, sulit diaplikasikan dan rumit karena banyak rumus. Hal tersebut mengindikasikan bahwa siswa memang dijejali oleh kemampuan perhitungan (algoritmik) dengan menerapkan rumusrumus tertentu tanpa dibekali dengan pemahaman konsep. Bahkan berdasarkan hasil wawancara dengan guru, menyatakan bahwa ada anak yang masih bingung dengan konsep mol, mereka tidak menyadari bahwa satuan mol menyatakan sejumlah partikel yang banyaknya sesuai dengan bilangan Avogadro. Berdasarkan RPP yang dibuat oleh guru, dari indikator yang dijabarkan pada materi stoikiometri. Hampir semuanya terfokus pada indikator yang menuntut pemahaman algoritmik siswa, hal tersebut terlihat dari evaluasi yang diberikan cenderung pada aplikasi perhitungan dalam penyelesaian soal. Dalam hal ini, pembelajaran stoikiometri yang dilakukan terfokus hanya pada level simbolik. Penjelasan di atas, sesuai dengan pernyataan Gabel (dalam Russel et al. 1997) bahwa sebagian besar materi kimia yang diajarkan di sekolah tersaji dalam tingkatan simbolik. Hal ini menyebabkan siswa yang pemahamannya masih bersandar pada pengalaman panca indera cenderung mengalami kesulitan dalam memahami
O
Berdasarkan deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa 53,33% siswa termasuk kategori paham konsep. Siswa menjawab dengan tepat jumlah maksimal molekul NH3 yang terbentuk sebanyak enam molekul. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa untuk menentukan jumlah molekul zat hasil reaksi yang dihasilkan pada akhir reaksi siswa harus memahami dan bisa meramalkan perbandingan pereaksi-pereaksi yang akan bereaksi membentuk hasil reaksi. Jadi, meskipun siswa tidak memahami konsep konservasi materi, siswa masih dapat memprediksi jumlah molekul zat hasil reaksi yang dihasilkan pada akhir reaksi.
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
D
Tabel 5. Tingkat pemahaman konsep siswa pada penentuan pereaksi pembatas berdasarkan diagram submikroskopik yang digambarkan Tipe Jawaban
Pereaksi pembatas adalah H2, karena H2 habis bereaksi. Nitrogen sebagai pereaksi pembatas (sebagian besar menganggap Nitrogen memiliki koefisien atau jumlah molekul yang lebih sedikit dibandingkan Hidrogen) Tidak menjawab (TM)
Tingkat Pemahaman Konsep Paham konsep Paham sebagian konsep Paham sebagian konsep dengan spesifik miskonsepsi
Persenta se siswa 40,00% 6,67% 20,00%
Miskonsepsi
26,67%
Tidak paham konsep
6,67%
32
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
T
Hasil jawaban siswa pada tes kemampuan pemecahan masalah dianalisis dengan diberikan skor sesuai kriteria yang telah dibuat. Kemudian hasilnya diubah ke dalam bentuk persentase nilai. Hasil jawaban siswa kemudian dibagi ke dalam 4 kategori berdasarkan pola pengkodean yang dimodifikasi dari penelitian Nakhleh (dalam Chiu,2000) : KTAtT : Skor pemahaman konsep tinggi, skor algoritmik tradisional tinggi KRAtT : Skor pemahaman konsep rendah, skor algoritmik tradisional tinggi KTAtR : Skor pemahaman konsep tinggi, skor algoritmik tradisional rendah KRAtR: Skor pemahaman konsep rendah, skor algoritmik tradisional rendah.
PY
Hubungan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah algoritmik pada materi stoikiometri
Hasil tersebut diperkuat dengan analisis data secara statistik menggunakan uji korelasi yang menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,759 (untuk hasil skor siswa pada penyelesaian soal pemahaman konsep stoikiometri nomor tiga dan penyelesaian soal pemecahan masalah algoritmik stoikiometri nomor empat) dan 0,785 (untuk hasil skor siswa pada penyelesaian soal pemahaman konsep stoikiometri nomor tiga dan penyelesaian soal pemecahan masalah algoritmik stoikiometri lima). Setelah diuji signifikansinya, ternyata koefisien korelasi tersebut signifikan. Dengan demikian Ho dapat ditolak atau terdapat hubungan yang signifikan antara pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah algoritmik pada materi stoikiometri. Hasil penelitian yang diperoleh ternyata sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chiu (2000) yang menyatakan terdapat hubungan yang positif antara pemahaman konsep siswa dan kemampuan pemecahan masalah pada pokok uji yang menggunakan representasi diagram submikroskopik. Siswa yang memiliki pemahaman konsep yang baik mengenai fenomena kimia yang tersaji dalam level submikroskopik dapat menafsirkan diagram submikroskopik yang merepresentasikan reaksi kimia, sehingga dia memiliki kecenderungan dapat memecahkan masalah yang tersaji dalam bentuk representasi submikroskopik. Diagram submikroskopik dijadikan sebagai jembatan bagi siswa dalam membangun pemahaman konsepnya dalam menghubungkan level makroskopik dan simbolik. Hal tersebut sejalan dengan pernyatan Chiu (2000) bahwa suatu bentuk representasi seperti diagram submikroskopik memberikan kesempatan bagi guru, pendidik dan peneliti untuk membantu siswa membangun dan merancang struktur pengetahuan yang dapat dipahami dan penuh arti untuk belajar sains.
O
konsep kimia yang tersaji pada tingkatan submikroskopik (Metianing, 2009).
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
N O
Hasil jawaban siswa pada tes pemahaman kosep dan tes penyelesaian penyelesaian soal algoritmik tradisional stoikiometri berdasarkan pengkategorian di atas disajikan dalam gambar 4.
D
O
Gambar 4. Grafik persentase kategori siswa berdasarkan pemahaman konsep dan kemampuan pemecahan masalah algoritmik
Dari data tersebut secara kualitatif menunjukkan bahwa siswa yang memiliki pemahaman konsep yang baik ternyata mempunyai kecenderungan memiliki kemampuan penyelesaian soal pemecahan masalah algoritmik yang baik.
33
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
O
PY
Hubungan pemahaman konsep dan kemampuan penyelesaian soal algoritmik tradisional pada materi stoikiometri Hasil jawaban siswa pada tes pemahaman kosep nomor tiga dan tes penyelesaian penyelesaian soal algoritmik tradisional stoikiometri nomor enam berdasarkan pengkategorian yang dimodifikasi dari penelitian Nakhleh (dalam Chiu, 2000) disajikan dalam gambar 5.
Gambar 5. Grafik persentase kategori siswa berdasarkan pemahaman konsep dan kemampuan penyelesian soal algoritmik tradisional
Dari gambar 5 dapat terlihat bahwa meskipun persentase kategori siswa KTAtT paling besar, namun ada beberapa siswa yang termasuk kategori KRAtT. Berdasarkan data tersebut ada kemungkinan siswa yang memiliki pemahaman konsep yang kurang ternyata mempunyai kecenderungan memiliki kemampuan penyelesaian soal pemecahan masalah algoritmik yang baik. Berdasarkan uji korelasi antara pemahaman konsep siswa dan penyelesaian soal algoritmik tradisonal stoikiometri didasarkan terhadap hasil skor siswa pada penyelesaian soal pemahaman konsep stoikiometri dan hasil skor siswa pada penyelesaian soal pemecahan masalah algoritmik stoikiometri menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,189. Setelah diuji signifikansinya dengan uji t, ternyata hasilnya tidak signifikan. Dengan demikian Ho dapat diterima atau tidak terdapat
D
O
N O
T
Untuk menyelesaikan pemecahan masalah algoritmik yang mengandung diagram submikroskopik dituntut kemampuan metakognisi siswa. Metakognisi merupakan pengetahuan dan regulasi dari sistem kognitif seseorang (Brown dalam Cooper et al. 2008). Ada dua komponen utama metakognisi yang secara umum diidentifikasi sebagai pengetahuan metakognitif atau pengetahuan dari kognisi dan keterampilan metakognitif atau regulasi dari kognisi. Pengetahuan dari kognisi berkenaan dengan kesadaran secara eksplisit seseorang tentang kognisinya, yaitu: mengetahui tentang sesuatu (pengetahuan deklaratif), mengetahui bagaimana untuk melakukan sesuatu (pengetahuan prosedural) dan mengetahui bagaimana dan kapan untuk melakukan sesuatu (pengetahuan kondisional). Regulasi dari kognisi merupakan komponen pelaksana yang terdiri dari kumpulan aktivitas yang digunakan oleh seseorang untuk mengontrol kognisinya (Schraw et al. dalam Cooper, 2008). Chiu (2000) mengkategorikan pemahaman konsep sebagai pengetahuan deklaratif dan kemampuan pemecahan masalah algoritmik sebagai kemampuan prosedural. Pembelajar memulai dengan informasi deklaratif tentang domain dan kemudian secara khusus mereka mengubah pengetahuan deklaratifnya ke dalam pengetahuan prosedural (Anderson dalam Chiu, 2000). Pemahaman konsep membantu orang yang memecahkan masalah tersebut membangun suatu representasi yang bermakna dari masalah yang dihadapinya dan juga untuk membatasi pencarian solusi dengan mencocokkan skema atau kondisi yang ada pada masalah dengan serangkaian tindakan dalam ingatan prosedural (Chiu, 2000). Hal tersebut mengindikasikan suatu hubungan yang dekat antara gambaran konseptual untuk pengetahuan deklaratif dan kemampuan pemecahan masalah.
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
34
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
O
PY
1. Pemahamana konsep siswa kelas X pada materi persamaan kimia pada: (a) perbandingan koefisien dalam persamaan reaksi kimia hampir separuhnya (46,67%) paham konsep, (30,33% ) paham sebagian konsep, (20%) tidak paham konsep; (b) interpretasi atau penafsiran terhadap persamaan reaksi kimia simbolik separuhnya (56,67%) paham konsep, (23,33%) paham sebagian konsep, (20%) miskonsepsi. 2. Pemahamana konsep siswa kelas X pada materi stoikiometri pada: (a) penentuan persamaan reaksi kimia setara berdasarkan penggambaran diagram submikroskopik sebagian kecil (20%) paham konsep, (10%) paham sebagian konsep, (46,67%) paham sebagian dengan spesifik miskonsepsi, (6,67%) miskonsepsi, (16,67%) tidak paham konsep ; (b) penentuan jumlah molekul zat hasil reaksi yang dihasilkan pada akhir reaksi berdasarkan perbandingan pereaksi yang tersedia separuhnya (53,33%) paham konsep, (13,33%) paham sebagian konsep, (27,34%) miskonsepsi, (6,67%) tidak paham konsep ; (c) penentuan pereaksi pembatas hampir separuhnya(40%) paham konsep, (6,67%) paham sebagian konsep, (20%) paham sebagian konsep dengan spesifik miskonsepsi, (26,67%) miskonsepsi, (6,67%) tidak paham konsep. 3. Terdapat hubungan yang signifikan antara pemahaman konsep siswa pada materi stoikiometri dan kemampuan pemecahan masalah algoritmik pada materi stoikiometri. 4. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pemahaman konsep dan kemampuan penyelesian soal algoritmik tradisional pada materi stoikiometri.
D
O
N O
T
hubungan yang signifikan antara pemahaman konsep dan kemampuan penyelesian soal algoritmik tradisional pada materi stoikiometri Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan jenis soal yang hanya mengaplikasikan aturan-aturan algoritmik, atau hanya dengan mengaplikasikan rumus-rumus tertentu belum tentu menjamin tentang kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi tersebut. Kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal kimia menggunakan algoritmik tanpa penjelasan dan keterampilan proses menunjukkan sebuah ketidakselarasan pemahaman konseptual telah dilaporkan oleh beberapa literatur (Niaz and Robinson, 1992; Nakhleh, et al. 1996; BouJaoude and Barakat, 2000; Sanger, 2005; Papaphotis dan Tsaparlis, 2008 dalam Chittleborough, et al. 2010). Finney (2004) mengungkapkan bahwa ketika siswa bertanya pada dirinya, “rumus apa yang saya gunakan untuk mencari jawaban ini?” berarti siswa tersebut bukan pembelajar yang baik. Dengan memfokuskan pada penggunaan rumusrumus tanpa disertai pemahaman konsep yang baik tidak mencerminkan pembelajaran kimia yang penuh arti (meaningfull learning). Pembelajaran yang penuh arti terjadi ketika siswa tidak hanya mengingat, tetapi membuat pengertian dan mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari (Anderson dan Krathwohl, dalam Aksela, 2005). Menurut Minzes, Wandersee and Novak (dalam Aksela, 2005), pembelajaran yang penuh arti terjadi ketika siswa mencari hubungan konsep baru dan merencanakan untuk menyangkut-pautkan konsep yang telah ada serta merencanakan dalam struktur kognitifnya.
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
C
ISSN : 2301-721X
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya :
35
ISSN : 2301-721X
Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan Kimia
Vol. 1 No. 1 Mei 2013
REFERENSI
D
O
N O
T
C
O
PY
Aksela, M. (2005). Disertation: Supporting Meaningful Chemistry Learning and Higher-order Thinking through Computer-Assisted Inquiry: A Design Research Approach. Helsinky : Faculty of Science University of Helsinky. Arikunto, S. (2009). Managemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Barke. (2009). Misconception In Chemistry. Berlin: Springer Chittleborough, G. D., et.al. (2010). Student-generated submicro diagrams: a useful tool for teaching and learning chemical equations and stoichiometry. CE: Research and Practice, 11, 154–164. Chiu, M. (2000). Algorithmic Problem Solving and Conceptual Understanding of Chemistry by Students at a Local High School in Taiwan. Proc. Natl. Sci. Counc. ROC(D,11(1), 20-38. Devetak et al. (2004). Submicroscopic Representations As A Tool For Evaluating Students Chemical Conceptions. Acta Chimica Slovenica, 51, 799–814. Finney, Roxi. (2004). Research in Problem Solving : Improving The Progression from novice ro expert. [online]. Tersedia: http://www.colorado.edu/physics/phys4810_fa06 /4810_ readings/finney.pdf. [05-05-11] Kozma, R., & Russell, J .(2005). Students Becoming Chemists: Developing Representational Competence. In J. Gilbert (Ed.), Visualization in science education. 7. 121-145. Metianing, D .(2009). Tesis: Analisis Pemahaman Konseptual dan Algoritmik Materi Stoikiometri Gas Melalui Tes Pilihan Ganda dan Tes Essay pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Al Khairaat Tolitoli Serta Upaya Perbaikannya Menggunakan Pendekatan Mikroskopis-Simbolik. UNM : Tidak diterbitkan Mustofa. (2010). Tesis :Analisis Pemahaman Konseptual dan Pemahaman Algoritmik Materi Larutan Asam-Basa, Buffer dan Larutan Garam Siswa Kelas XI SMAN 3 Mojokerto serta Upaya Perbaikannya dengan Pendekatan Mikroskopik. UNM: tidak diterbitkan. Russell et.al. (1997). Multimedia And Understanding: Expert And Novice Responses To Different Representations Of Chemical Phenomena. JRST, 34(9), 949–968. Sopandi dan Murniati. (2007). Microscopic Level Misconceptions on Topic Acid Base, Salt, Buffer, and Hydrolysis: A Case Study at a State Senior High School. Seminar Proceeding of The First International Seminar of Science Education., October 27th. 2007. UPI Bandung Sunyono .(2009). Model Pembelajaran Kimia Berbasis Multipel Representasi Dalam Meningkatkan Penguasaan Konsep Kinetika Kimia Dan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa. Surabaya : UNS. Treagust et al. (2003). “The Role of submicroscopic and symbolic representation in chemical Explanation”. IJSE. 25 (11), 1353-1368. Wu et al. (2000). Promoting Conceptual Understanding of Chemical Representations: Students’ Use of a Visualization Tool in the Classroom: New Orleans : National Association of Research in Science Teaching.
36