Jurnal Penelitian Program Pascasarjana KESOPANAN BERBAHASA DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF PERAWAT DI BANGSAL BEDAH RUMAH SAKIT dr. M. DJAMIL PADANG Destiyarini Hutagalung1, Ngusman Abdul Manaf2, Eva Krisna3 Magister Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta, 2 Universitas Negeri Padang, 3Universitas Bung Hatta.
1
Email:
[email protected] Abstract Language is used to convey an information and certain purposes in terms of speech acts. Such speech acts are grouped into some categories like assertive, commisive, expressive, and directive. The present study aims at the directive speech acts used by speakers to get someone else to do something (Searle, 1979, Yule, 1996: 93). In the speech act, courtesy or politeness principles must be considered so that the speaker and hearer both feel appreciated. In a health care center, the language use in the hospital should be adapted to the existing situation and various contexts. The purpose of this study is to describe the directive speech acts, function of directive speech act, speech strategy, and politeness of directive speech acts used by nurses and patients in the Surgical Hospital dr. M. Djamil Padang. The method used was a descriptive qualitative method. Test data or confidence in the credibility of the findings of research conducted by the extension of observations using triangulation, reference materials, negative case analysis, and member checks. From the analysis, the findings show (1) directive speech act of request, question, prohibition, requirement, approval, and advising, (2) competitive function deals with ordering and asking; and convivial function deals with offering, inviting, and saying hello. Then, the strategies used were bald on record with positive politeness, negative politeness, and vaguely strategy. From the discussion, it is suggested that nurses do not only use one form of speech acts and only one strategy in conveying intentions to patients, and nurses need to be taught to apply the politeness principles in speaking or in conversation in order to make patients feel comfortable while being treated at the hospital. Keywords: Directive Speech Acts, Politeness Principles, Speech Strategy, and Contexts. Abstrak Bahasa digunakan oleh penutur untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu kepada mitra tutur seperti menyuruh, memohon, meminta, dan sebagainya. Tindak tutur seperti ini dikelompokkan ke dalam tindak tutur direktif, yaitu tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu (Searle, 1979. , Yule, 1996:93). Di dalam bertindak tutur, kesopanan harus diperhatikan sehingga penutur dan petutur sama-sama merasa dihargai. Sebagai pusat pelayanan kesehatan, penggunaan bahasa di rumah sakit haruslah disesuaikan dengan situasi dan konteks yang ada. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur direktif, fungsi tindak tutur direktif, strategi bertutur, konteks situasi tutur, dan kesopanan tindak tutur direktif perawat dan pasien di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, menggunakan bahan referensi, analisis kasus negatif, dan
1
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana member check. Dari analisis data ditemukan: (1) tindak tutur direktif permintaan, pertanyaan, pelarangan, persyaratan, persetujuan, dan nasihat, (2) fungsi tindak tutur kompetitif ‘bersaing’ dengan subfungsinya memerintah dan meminta; dan fungsi konvivial ‘menyenangkan’ dengan subfungsinya menawarkan, mengajak, dan menyapa. Kemudian, ditemukan juga strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi, strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif, strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif, dan strategi bertutur samar-samar. Dari pembahasan disarankan agar perawat tidak menggunakan satu bentuk tindak tutur dan satu strategi tindak tutur saja dalam menyampaikan maksud kepada pasien, dan perawat perlu diajarkan untuk menerpakan prinsip kesopanan dalam bertindak tutur sehingga pasien merasa nyaman ketika sedang dirawat di rumah sakit. Kata Kunci: Tindak Tutur Direktif, Prinsip Kesopanan, Strategi Bertutur, dan Konteks. 1. PENDAHULUAN Manusia selain merupakan makhluk individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, juga merupakan makhluk sosial. Manusia membutuhkan yang lainnya untuk hidup. Untuk itu manusia akan selalu berhubungan atau berinteraksi dengan yang lainnya. Dalam berinteraksi, manusia membutuhkan sarana untuk menyampaikan maksudnya. Sarana tersebut adalah bahasa. Menurut Chaer (1997:1), bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, dan digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk membentuk hubungan sosial dengan orang lain. Dalam komunikasi, ada penutur dan lawan tutur. Penutur merupakan orang yang menuturkan ujaran dalam peristiwa tutur. Lawan tutur adalah orang yang diajak berbicara. Tuturan yang disampaikan atau diujarkan oleh penutur harus memperhatikan lawan tutur, kepada siapa dituturkan, untuk apa, dan kapan dituturkan. Sebaliknya, lawan tutur harus mampu memahami maksud penutur agar terjadi interaksi. Dengan kata lain, dalam proses komunikasi apa yang disampaikan harus dapat dipahami oleh lawan tutur.
Bahasa digunakan oleh penutur untuk menyampaikan maksud-maksud tertentu kepada mitra tutur seperti menyuruh, memohon, meminta, dan sebagainya. Tindak tutur seperti ini merupakan tindak tutur yang dikelompokkan ke dalam tindak tutur direktif. Menurut Yule (1996:93), tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Di dalam bertindak tutur, kesopanan harus diperhatikan pada saat berkomunikasi karena dengan demikian penutur dan petutur sama-sama merasa dihargai dalam proses berkomunikasi. Salah satu kegiatan yang menggunakan variasi bahasa adalah kegiatan yang berlangsung di rumah sakit. Pemakaian bahasa di rumah sakit memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri yang akan berbeda dengan pemakaian bahasa di tempat lain. Sebagai pusat pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan semua lapisan masyarakat, pemakaian bahasa di rumah sakit haruslah disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Apalagi orangorang yang ada di rumah sakit bukan saja orang yang sehat fisiknya, tetapi orang-orang yang memunyai jenis penyakit yang berbeda-beda. Hal itu terlihat di salah satu rumah sakit di Kota Padang, yaitu Rumah Sakit Umum dr. M. Djamil.
2
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana Salah satu unsur penunjang dalam membentuk pemakaian bahasa yang sopan di rumah sakit adalah perawat. Perawat merupakan orang yang pertama yang berhadapan langsung dengan pasien. Tuturan atau bahasa yang digunakan perawat adalah salah satu unsur penentu kesembuhan pasien dan kepuasan pelayanan. Dalam hal ini, perawat merupakan orang yang betulbetul dituntut menggunakan bahasa yang sopan karena mau tidak mau setiap hari akan berhubungan dengan pasien yang memunyai latar belakang budaya yang berbeda-beda, baik dari segi pendidikan, umur, dan pekerjaan. Namun, yang jadi masalah adalah sebagian perawat mengabaikan kesopanan dalam bertutur. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tindak tutur direktif, fungsi tindak tutur direktif, strategi bertutur, konteks situasi tutur, dan kesopanan tindak tutur direktif perawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang. 2. KAJIAN PUSTAKA Austin (1962:98—99) menyatakan bahwa tindak tutur adalah pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Beranjak dari pemikiran Austin tersebut, Searle (1979:8), mengelompokkan tindak tutur ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif. Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut: (a) assertives, we tell people how things are; (b) directives, we try to get them to do things; (c) commissives, we commit ourselves to doing things; (d) expressives, we expressour feelings and attitudes, and (e) declaration, we bring about changrs in the world through our utterences. Sementara itu, menurut Yule (1996:93), tindak tutur direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain
melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi perintah, pemesanan, permohonan, dan pemberian saran. Selanjtnya, Searle membagi tindak tutur direktif ke dalam enam jenis, yakni: (a) permintaan (requestive) yang mencakup: meminta, memohon, menekan, mengundang, dan mendorong; (b) pertanyaan (questions) yang mencakup: bertanya, inkuiri, dan mengintrogasi; (c) pelarangan (prohibitives) yang mencakup melarang dan membatasi, (d) persyaratan (requirement) yang mencakup: menghendaki, memerintah, mengarahkan, dan menuntut; (e) persetujuan (permistives) yang mencakup: menyetujui, mengabulkan, mengizinkan, membolehkan, dan memaafkan; serta (f) nasihat (advisories) yang meliputi menasihati, memperingatkan, mengusulkan, dan menyarankan (Ibrahim, 1993:27—32). Senada dengan itu, Bach dan Harnis menyatakan bahwa tindak tutur direktif dibagi atas enam jenis, yaitu: (1) kelompok permintaan yang mencakup: meminta, memohon, mengajak, mendorong, mengundang, dan menekan; (2) kelompok pertanyaan yang menyangkut bertanya, berinkuiri, dan berinterogasi; (3) kelompok persyaratan yang mencakup memerintah, menuntut, mendikte, mengarahkan, mengintruksikan, mengatur, dan mensyaratkan; (4) kelompok larangan yang mencakup melarang dan membatasi; (5) kelompok pengizinan yang mencakup: memberi izin, membolehkan, mengabulkan, melepaskan, memperkenankan, memberi wewenang, dan menganugerahi; serta (6) kelompok nasihat yang mencakup: menasihati, memperingatkan, mengusulkan, membimbing, menyarankan, dan mendorong (Syahrul, 2008:34). Dalam bertindak tutur strategi juga perlu diperhatikan.
3
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana According to Brown and Levinson (1987: 91—227), realizations of politeness strategies in language consists of five, they are:(1)introduction; (2)bald on record; (3) positive politeness; (4) negative politeness, and (5) off record. Bald on record (a) cases of non-minimization of the face threat and (b) cases of FTA oriented bald on record usage Positive politeness Strategy 1: notice, attnd to H (his interests, wants, needs, goods); strategy 2: exaggerate (interest, approval, sympatathy with H); strategy 3: intensify interest to H; strategy 4: use in group identity markers; strategy 5: seek agreement; strategy 6: avoid disagreement; strategy 7: presuppose / raise/ assert common ground; strategy 8: joke; strategy 9: assert or presuppose S’s knowledge of and concern for H’s wants; strategy 10: offer, promise; strategy 11: be optimistic; strategy 12: include both S and H in the activity; strategy 13: give (or ask for) reasons; strategy 14: assume or assert reciprocity, and strategy 15: give gifts to H (goods, sympathy, understanding, cooperation). Negative politeness Strategy 1: be conventionlly indirect; strategy 2: question, hedge; strategy 3: be pessimistic; strategy 4: minimize the imposition, Rx; strategy 5: give deference; strategy 6:apologize; strategy 7: impersonalize S and H; strategy 8 state the FTA as a general rule, and strategy 9 : norminalize; strategy 10: go on record as incurring a debt, or as not indebting H. Off record Strategy 1: give hints; strategy 2: give association clues; strategy 3: presuppose; strategy 4: understate; strategy 5 overstate: strategy 6: use tautologies; strategy 7: use methapors; strategy 8: be ironic; strategy 9: use methapors; strategy 10: use rhetarical
questions; strategy 11: be ambiguous; strategy 12: be vague; strategy 13: over generalize; strategy 14 displace H, and strategy 15: be incomplete, use ellipsis. Selain itu, konteks situasi juga ikut mempengaruhi penggunaan strategi bertutur. Konteks merupakan suatu pengetahuan latar belakang yang samasama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur serta yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan. Dell Hymes (1968:99) by using the tools of S.P.E.A.K.I.N.G., a researcher opens up the potential meanings of a speech community or by examining these smaller units. Your interests should help you choose which of these tools will help you with your analysis. S= The first letter ("S") designates Situation, which includes both the scene and the setting. This is where the activities are talking place and the overall scene in which they are a part. P= The second refers to the Participants involved. This area includes the people present and the roles they play, or the relationships they have with other participants. E= Next, the Ends or goals of communication can be studied. A= Acts, or speech acts include both form and content. That is, any action can be considered a communicative action if it conveys meaning to the participants. K= One can also choose to focus upon the Key or tone of speech. How the speech sounds or was delivered. I= Instrumentality or the channel through which communication flows can be examined. N= The Norms of communication or the rules guiding talk and its interpretation can reveal meaning. G= Finally, one can look at cultural or traditional speech Genres, such as proverbs, apologies, prayers, small talk, problem talk, etc. By using these tools (S.P.E.A.K.I.N.G.) to analyze one unit,
4
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana such as particular speech community, a researcher can come to learn more about how people communicate and how that communication is often patterned. Menurut Brown dan Levinson (1987), kesantunan adalah usaha penyelamatan muka (face saving). Brown dan Levinson (1987:61) mendefinisikan face (muka) sebagai citra diri yang bersifat umum yang ingin dimiliki oleh setiap warga masyarakat. Muka terdiri dari dua aspek yang saling berkaitan: (a) muka positif adalah citra diri atau kepribadian positif yang konsisten yang dimiliki oleh warga yang berinteraksi (termasuk di dalamnya keinginan agar citra diri positif ini diakui dan dihargai); dan (b) muka negatif adalah merupakan keinginan setiap warga untuk wilayah, hak perseorangan, dan hak untuk bebas dari gangguan, yaitu kebebasan bertindak dan kebebasan dari kewajiban melakukan sesuatu. Leech (1993:161) berpendapat bahwa situasi berbeda menuntut adanya jenis-jenis kata kerja yang berbeda dan derajat sopan santun yang berbeda juga. Leech membagi fungsi ilokusi menjadi empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Klasifikasi fungsi ilokusi menurut Leech sebagai berikut: (a) kompetitif (competitive) tuturan dalam tindak tutur direktif fungsi kompetitif ‘bersaing’ bertujuan bersaing dengan tujuan sosial yang terdiri dari subfungsi memerintah, meminta, menuntut, dan mengemis; (b) menyenangkan (convivial) tuturan dalam tindak tutur direktif fungsi konvivial ‘menyenangkan’ bertujuan sejalan dengan tujuan sosial yang terdiri dari subfungsi menawarkan, mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, dan mengucapkan selamat; (c) bekerja sama (collaborative) tuturan dalam tindak tutur direktif kolaboratif ‘bekerja sama’ bertujuan tidak
menghiraukan tujuan sosial yang terdiri dari subfungsi menyatakan, melapor, mengumumkan, dan mengajarkan; dan (d) bertentangan (conflictive) tuturan dalam tindak tutur direktif konfliktif ‘bertentangan’ bertujuan bertentangan dengan tuuan sosial yang terdiri dari subfungsi mengancam, menuduh, menyumpahi, dan memarahi. Menurut Elfindri (2009:96— 100), seorang perawat selalu dijadikan role model atau panutan oleh setiap pasiennya. Oleh sebab itu, seorang perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien harus bersikap (1) Ihklas memberikan asuhan keperawatan kepada pasien; (2) Ramah dan Santun; (3) Belas Kasih; (4) Sabar dan tidak lekas marah; (5) Bersikap tenang, tepat, dan cepat dalam bertindak; (6) Berikan Sentuhan; (7) Berpenampilan yang rapi, sopan, dan menyenangkan; dan (8) Hargai Pasien 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Data dalam penelitian ini adalah tindak tutur direktif yang digunakan oleh perawat dalam melayani dan merawat pasien di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang. Subjek penelitian adalah perawat dan informan penelitian adalah pasien. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen utama yang secara langsung mengumpulkan semua data tuturan direktif perawat yang dibutuhkan dalam penelitian. Instrumen pendukung lainnya adalah alat perekam berupa handphon blackberry sebagai alat perekam, buku, pensil, pena, dan alat pewarna. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: (a) pengamatan terhadap tindak tutur direktif yang digunakan oleh perawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang. Pengamatan ini dilakukan dengan cara rekaman dan pencatatan; dan (b) wawancara dengan
5
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana pasien tentang kesantunan berbahasa perawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2009: 366— 378), untuk menguji keabsahan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan empat teknik. 1. Uji Kredibilitas Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian anatara lan dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, menggunakan bahan referensi, analisis kasus negatif, dan member check. 2. Pengujian Transferability 3. Pengujian Dependability 4. Pengujian Konfirmability Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan dilakukan secara terus menerus. Menurut Sugiyono (2009:335—345), analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil rekaman, wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unitunit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Miles and Huberman (1984:15—20) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.
4. PEMBAHASAN a. Tindak Tutur Direktif Permintaan (Requestif) Tindak tutur direktif meminta merupakan tindak tutur yang dikemukakan oleh penutur dengan maksud meminta mitra tutur agar melakukan tindakan sebagaimana yang dimaksud oleh penutur dalam tuturannya. Hal itu terlihat pada kutipan berikut. (1) P : Pegang kuek-kuek yo Buk yo. S : (Diam) P :Tarik nafas ya Buk ya. S : (Diam sambil menarik nafas) Contoh teks (1), perawat menggunakan tindak tutur direktif (TTD) permintaan. Indikator tindak tutur itu berfungsi meminta pasien untuk menarik nafasnya yang ditandai oleh penggunaan modalitas permintaan tarik nafas. Tindak tutur tersebut merupakan bentuk perintah langsung di mana penutur menggunakan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB). Dalam situasi tersebut, memperlihatkan tingginya tingkat kekuasaan serta rasa solidaritas yang tinggi, yang ditandai oleh parameter (+K) dan (-S), yaitu pasien lebih tua, sudah akrab. Penggunaan modalitas yo Buk yo yang digunakan perawat untuk meminta pasien menarik nafasnya memberikan efek menghormati sehingga tuturan terasa semakin santun. b. Tindak Tutur Direktif Pertanyaan (Questions) Tindak tutur direktif pertanyaan merupakan tindak tutur yang dikemukakan oleh penutur dengan maksud bertanya kepada mitra tutur. Hal itu terlihat pada kutipan berikut. (2)P : Alah makan ubek Ibuk tadi? S : Alah. P : Kini apo yang taraso dek Ibuk? S : Sakik karano alah bangkak.
6
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana P S
: Di ma tingga Ibuk? : Di tabiang. Contoh kutipan tersebut memperlihatkan tindak tutur direktif pertanyaan yang dilakukan penutur kepada mitra tutur agar mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan maksud yang disebutkan oleh penutur. Dalam tindak tutur pertanyaan ini ditandai adanya modalitas pertanyaan di ma? Dalam pertanyaan Di ma tingga Ibuk? Tuturan disampaikan dengan menggunakan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB) pada konteks situasi memperlihatkan tingginya tingkat kekuasaan serta rasa solidaritas yang tinggi, yang ditandai oleh parameter (+K) dan (+S), yaitu pasien lebih tua, sudah akrab. Penggunaan kata sapaan Buk pada kutipan tersebut memberikan efek menghormati sehingga tuturan terasa santun. c. Tindak Tutur Direktif Pelarangan (Prohibitives) Tindak tutur direktif pelarangan merupakan tindak tutur yang dikemukakan penutur untuk melarang mitra tutur melakukan tindakan sesuai dengan apa yang diperintah oleh penutur. Kutipan berikut memperlihatkan hal itu. (3) P : Indak ado jarum suntik lai do? S : Pinjam se punyo urang dulu. P : Ma bisa dipinjam Pak, panyakik urang beda-beda, kalau yang baru ndak ba a do Pak. Kutipan (3) merupakan tindak tutur direktif melarang yang dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan dengan maksud yang disebutkan di dalam tindak tutur itu. Tindak tutur direktif melarang ditandai dengan adanya penggunaan modalitas ma bisa, tindak tutur tersebut merupakan respons terhadap tindak tutur pasien yang ingin menggunakan jarum suntik milik pasien lain. Tuturan disampaikan dengan menggunakan strategi bertutur
terus terang tanpa basa-basi (BTTB). Penggunaan ungkapan tersebut memperlihatkan tingginya tingkat kekuasaan serta rasa solidaritas yang rendah, yang ditandai oleh parameter (+K) dan (-S), yaitu pasien lebih tua, belum akrab. Penggunaan kata sapaan Pak pada tindak tutur memberikan efek menghormati sehingga tuturan terasa santun. d. Tindak Tutur Direktif Persyaratan (Requirement): memerintah Tindak tutur direktif persyaratan merupakan tindak tutur yang dikemukakan penutur untuk memerintah mitra tutur agar melakukan tindakan sebagaimana maksud yang terkandung dalam tuturan. Kutipan berikut memperlihatkan hal itu. (4)P : Ganti se slangnyo. S : Tu indak ado yang elok do, alah bapakai tadi malam kaduonyo. Kutipan (4) merupakan tindak tutur direktif memerintah yang dilakukan penutur tindak tutur itu. Tindak tutur perawat memperlihatkan tindak tutur perintah yang ditandai dengan adanya penggunaan modalitas ganti se yang bermaksud memerintah pasien untuk menggantikan selang oksigen. Pada tindak tutur tersebut perawat menggunakan tindak tutur langsung dengan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB). Penggunaan ungkapan tersebut memperlihatkan tingginya tingkat kekuasaan serta rasa solidaritas yang rendah, yang ditandai oleh parameter (+K) dan (-S), yaitu pasien lebih tua, belum akrab. Dalam situasi tutur tersebut, penutur memiliki kekuasaan untuk memerintah mitra tutur melakukan sesuatu sesuai dengan bunyi tuturan. Tindak tutur perintah yang digunakan perawat tersebut memberikan efek yang kurang santun, karena perawat dalam berutur tidak menggunakan kata
7
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana sapaan sedangkan usia pasien lebih tua dari perawat. e. Tindak Tutur Direktif Persetujuan (Permistives): mengizinkan Tindak tutur direktif persetujuan merupakan tindak tutur yang dikemukakan penutur (perawat) untuk memberikan izin kepada mitra tutur (pasien) agar melakukan tindakan sebagaimana maksud yang terkandung dalam tuturan. Kutipan berikut memperlihatkan hal itu. (5)P :Oh,,ko tisu ko ambiak lu Pak yo? S : Yo ambiak lah lu. Tindak tutur merupakan tindak tutur direktif (TTD) mengizinkan yang dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan dengan maksud yang disebutkan oleh penutur di dalam tuturannya. Indikator tindak tutur tersebut adalah mengizinkan ditandai oleh penggunaan ujaran ambiak lu dalam tuturan itu dan penggunaan pemarkah jawaban yo. Tindak tutur disampaikan dengan menggunakan strategi bertutur terus terang tanpa basabasi (BTTB). Penggunaan ungkapan tersebut memperlihatkan tingginya tingkat kekuasaan serta rasa solidaritas yang tinggi, yang ditandai oleh parameter (+K) dan (+S), yaitu pasien lebih tua, belum akrab.Penggunaan modalitas Pak yo pada tindak tutur tersebut memberikan efek menghormati sehingga tindak tutur tersebut terasa semakin santun. f. Tindak Tutur Direktif Nasihat (Advisories) Tindak tutur direktif menasihati merupakan tindak tutur yang dikemukakan penutur (perawat) untuk memberikan saran pada mitra tutur (pasien) agar melakukan tindakan sebagaimana maksud yang terkandung dalam tuturan. Kutipan berikut memperlihatkan hal itu. (6) P : Pakai okesigen mau? S : Makan racun tikus.
P
: Hah,,,racun tikus?Wah jangan Pak gak sayang lagiBbapak sama anak-anak? kutipan (6) merupakan tindak tutur direktif (TTD) nasihat yang dilakukan penutur agar mitra tutur melakukan tindakan dengan maksud yang disebutkan dalam tuturan itu. Kutipan (6) merupakan tindak tutur direktif nasihat yang digunakan oleh perawat untuk menasihati sekalian memberikan semangat kepada pasiennya yang sudah putus asa. Pada hakikatnya, semua tindak tutur tersebut bertujuan menasihati pasien sebagaimana bunyi tuturan. Tindak tutur disampaikan menggunakan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB). Penggunaan ungkapan tersebut memperlihatkan tingginya tingkat kekuasaan serta rasa solidaritas yang tinggi, yang ditandai oleh parameter (+K) dan (+S), yaitu pasien lebih tua, sudah akrab.Dengan demikian, situasi tutur tersebut memperlihatkan bahwa perawat mengidentifikasikan diri sebagai anggota satu kelompok dengan pasien sehingga jarak sosial antara perawat dengan pasien sangat dekat. 5. SIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan penelitian diperoleh simpulan berikut ini. 1. Tindak tutur direktif perawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang direalisasikan dalam bentuk permintaan, pertanyaan, pelarangan, persyaratan, persetujuan, dan nasihat. 2. Fungsi tindak tutur perawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil Padang direalisasikan untuk fungsi kompetitif ‘bersaing’ dengan subfungsinya: (1) memerintah; dan (2) meminta. Fungsi konvivial ‘menyenangkan’ dengan subfungsinya: (1) menawarkan; (2) mengajak; dan (3) menyapa. 3. Strategi bertutur perawat di Bangsal Bedah Rumah Sakit dr. M. Djamil
8
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana Padang direalisasikan dengan berbagai strategi bertutur, yaitu strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB), strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif (BDBKP), strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan negatif (BDBKN), bertutur samar-samar (BS). Penggunaan strategi bertutur yang berbeda dipengaruhi oleh fungsi dan konteks situasi tutur yang berbeda. 4. Tindak tutur direktif pertanyaan, memerintah dan melarang dengan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB) dengan fungsi konvivial direalisasikan dalam konteks situasi penutur lebih berkuasa dan tidak akrab. Tindak tutur direktif (TTD) permintaan menggunakan strategi bertutur dengan basa-basi kesantunan positif (BDBKP) dengan fungsi kompetitif pada konteks situasi tutur kepada orang yang lebih kecil, sudah akrab. Tindak tutur direktif menasihati menggunakan strategi bertutur samar-samar (BS) dengan fungsi konvivial dalam konteks orang yang diajak bicara lebih tua dan sudah akrab. 5. Perawat cendrung menggunakan tindak tutur drektif pertanyaan, dengan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB) untuk fungsi kompetitif dengan konteks situasi kepada orang yang lebih tua, belum akrab. Tindak tutur yang dinilai santun oleh pasien adalah tindak tutur direktif meminta dengan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi, untuk fungsi konvivial dalam konteks situasi kepada orang yang lebih tua, sudah akrab. Tindak tutur yang cendrung dinilai tidak santun adalah tindak tutur direktif memerintah dengan strategi bertutur terus terang tanpa basa-basi (BTTB) dengan fungsi kompetitif dalam konteks
situasi tutur kepada orang yang diajak bicara lebih tua, belum akrab.
DAFTAR PUSTAKA Austin, J.L. 1962. How To Do Things With Words. New York: Oxford University Press. Brown, Penelope and Stephen C. Levinson.1987. Politennes: Some Universal S in Language Usage.Cambridge University Press. Chaer, Abdul. 1997. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Elfindri. 2009. Soft Skills Panduan Bagi Bidan dan Perawat. Baduose Media. Gunarwan, Asim. 1994. Pragmatik Pandangan Mata Burung. Jakarta: Unika Atma Jaya. Ibrahim, Abdul Syukur. 1992. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Leech, Geofftey. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh M.D.D. Oka. 1993. Jakarta:UI Press. Miles, M. B dan A. M Huberman . 1984. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi. 1992. Jakarta: UI Press. Searle, John R. 1969. Speech Acts, an Essay in the Philosophy of Language. Cambridge: Cambridge University Press. Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik Bagian II, Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press. Syahrul. 2008. Pragmatik Kesantunan Berbahasa: Menyimak Fenomena Berbahasa Indonesia Guru dan Siswa. Padang: UNP Press. Yule, George. 1996. Pragmatik. Diterjemahkan oleh Indah Fajar Wahyuni. Yogyakarya: Pustaka Belajar.
9