Jurnal Penelitian Program Pascasarjana ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 12 KERINCI 1
Nelvia Susmita1, Yetty Morelent2, Eva Krisna2 Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Bung Hatta, 2 Dosen Pascasarjana Universitas Bung Hatta. Email:
[email protected] ABSTRACK
This research starts from observations carried out in SMP Negeri 12 Kerinci. Observationally it is known that in the process of learning, particularly language learning Indonesia tend to use instead of code and language code mixed Indonesia into local languages (Kerinci, Minangkabau, Jambi). The use of code switching and code interference by teachers and students in the learning process Indonesian in SMP Negeri 12 Kerinci very interesting to be investigated, so as to provide an overview over the use of mixed code and the code is done by teachers and students. This study aimed to describe the form, types, causes, and functions of code switching and mixed code. The theory, which provided the Foundation for analyzing over code and mix code in this study is taken from Suwito (1983), Ohoiwutun (2002), Chaer (2010), Siregar (2011), and Rokhman (2013). This research is qualitative research. The data of this study is the language used by teachers and students in the learning process Indonesian in SMP Negeri 12 Kerinci. In qualitative research, which became an instrument or tool is the researcher's own research. To collect the data in this study include the observation (see), recording technique (video) and field notes. After data collection was continued by analyzing the forms, types, causes and functions of code switching and mixed code. Based on research data that found (1) a form of code and mixed code: (a) over the code clause; and (b) mixed code in the form of a word and phrase. (2) Types of code and mixed code found, namely: (a) over the code and mix internal code and (b) over the code and code external interference. (3) Factors causing over existing code 2, namely: (a) changes in the situation and (b) affected the speaker. While the causes of mixed code that is: (a) habit, (b) vocabulary, and (c) humor. (4) The transfer function of the code: (a) to explain; (b) ask; (c) scold; (d) asserted; and (e) reminded. Furthermore mixed function code that is: (a) as replacement sentence and (b) familiarizing. From the results it can be concluded that the use of the code more often used by students and teachers in the process of language learning Indonesia. The use of mixed code and code that are often found in the form of words and sentences. Instead of code that used students and teachers at a time when Indonesia language learning has a reason and a clear function. In connection with this, along with an increased ability to control language owned by students whether oral or written, Indonesia language teachers SMP Negeri 12 Kerinci needs to restrict the use of mixed code and code in the Indonesia language teaching in the classroom.
Keywords: code switching, mixed code, forms, types, causes, and function.
1
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana ABSTRAK Penelitian ini berawal dari hasil observasi yang dilaksanakan di SMP Negeri 12 Kerinci. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dalam proses pembelajaran, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia cenderung menggunakan alih kode dan campur kode bahasa daerah (Kerinci, Melayu Jambi, Minangkabau)Penggunaan alih kode dan campur kode oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci sangat menarik untuk diteliti, sehingga dapat memberikan gambaran penggunaan alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa. Teori yang dijadikan landasan untuk menganalisis alih kode dan campur kode dalam penelitian ini adalah yang dikemukakan oleh Suwito (1983), Ohoiwutun (2002), Chaer (2010), Siregar (2011), dan Rokhman (2013). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Data penelitian adalah bahasa yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi (simak), rekam (video), dan catatan lapangan. Pengumpulan data dilanjutkan dengan penganalisisan wujud, jenis, faktor penyebab, dan fungsi alih kode dan campur kode. Berdasarkan data penelitian, ditemukan (1) wujud alih kode dan campur kode, yakni: (a) alih kode klausa dan kalimat; dan (b) campur kode berupa kata dan frasa. (2) Jenis alih kode dan campur kode yang ditemukan, yakni: (a) alih kode dan campur kode intern dan (b) alih kode dan campur kode ekstern. (3) Faktor penyebab alih kode ada 2, yakni: (a) perubahan situasi; (b) ingin dianggap terpelajar; dan (c) terpengaruh lawan bicara. Faktor penyebab campur kode, yakni: (a) kebiasaan; (b) penguasaan kosakata; (c) situasi; dan (d) humor. (4) Adapun fungsi alih kode yakni: (a) untuk menjelaskan; (b) menanyakan; (c) menegur; (d) menegaskan; dan (e) mengingatkan. Selanjutnya, fungsi campur kode, yakni: (a) sebagai penyisip kalimat dan (b) mengakrabkan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan alih kode lebih sering digunakan oleh siswa dan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Penggunaan alih kode dan campur kode yang sering ditemukan berupa kata dan kalimat. Alih kode yang digunakan siswa dan guru pada saat pembelajaran bahasa Indonesia memiliki alasan dan fungsi yang jelas. Sehubungan dengan hal ini, seiring dengan meningkatnya kemampuan penguasaan bahasa yang dimiliki oleh siswa baik secara lisan maupun tulis, guru bahasa Indonesia SMP Negeri 12 Kerinci perlu membatasi penggunaan alih kode dan campur kode dalam pengajaran bahasa Indonesia di kelas.
Kata Kunci: alih kode, campur kode, wujud, jenis, faktor penyebab, dan fungsi.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Melalui survei dan wawancara pada tanggal 10 Januari 2014 di SMP N 12 Kerinci dengan guru bahasa Indonesia, Zubir, S.Pd., diketahui bahwa dalam proses pembelajaran, khususnya
pembelajaran bahasa Indonesia tersebut bahasa daerah sangat mempengaruhi guru dan siswa dalam berbahasa. Hal tersebut mengakibatkan penggunaan bahasa Indonesia menjadi berkurang. Ada beberapa faktor yang terjadi, di antaranya siswa belum percaya diri dalam menggunakan bahasa Indonesia, metode 2
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana pembelajaran dari guru masih kurang, penguasaan bahasa Indonesia oleh siswa masih kurang, pengaruh lingkungan yang kurang mendukung, dan motivasi siswa dalam belajar bahasa Indonesia juga masih kurang. Hal yang demikian membuat peserta didik di lingkungan sekolah, khususnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia kerap melakukan alih kode (code-switching) dan campur kode (codemixing). Alih kode merupakan suatu fenomena kebahasaan yang bersifat sosiolinguistik dan merupakan gejala yang umum dalam masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Alih kode bisa saja terjadi di sekolah pada saat proses pembelajaran berlangsung baik pada guru maupun pada siswa. Penelitian perkodean sebenarnya dapat meliputi berbagai hal, seperti campur kode, alih kode interferensi dan integrasi. Menurut Chaer (2010:114), alih kode dan campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, sebenarnya peserta didik bukan saja dituntut agar mengerti teori bahasa, namun juga dituntut agar fasih dalam menggunakan bahasa Indonesia. Namun, hal yang demikian kurang terwujud dalam kenyataan. Siswa lebih dominan menggunakan bahasa daerah dan bahasa ibu dalam berkomunikasi. Kebiasaan tersebut menyebabkan peserta didik cendrung menggunakan bahasa daerah dalam berkomunikasi, termasuk dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia. Alih kode yang kerapkali ditemukan berupa bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci atau sebaliknya, bahasa Indonesia ke bahasa Minang atau sebaliknya, dan seterusnya. Selanjutnya, campur kode yang terjadi berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat.
Untuk itu, penelitian ini berfokus pada masalah perkodean tersebut, yakni alih kode dan campur kode yang terjadi dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Adapun aspek alih kode dan campur kode yang diteliti adalah yang terjadi dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia . 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang, muncul beberapa permasalahan yang perlu diatasi, antara lain sebagai berikut: (1) kurangnya rasa percaya diri pada siswa; (2) kurangnya motivasi siswa dalam mempelajari tata bahasa dalam bahasa Indonesia; (3) kurang terbiasanya siswa dalam menggunakan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran; (4) metode mengajar yang kurang tepat; (5) memampuan siswa dalam penguasaan bahasa Indonesia yang beragam; (6) lingkungan yang kurang mendukung siswa dalam pembelajaran; dan (7) kurangnya penguasaan kata dalam bahasa Indonesia pada siswa. 1.3 Batasan dan Rumusan Masalah Permasalahan yang telah diuraikan dalam identifikasi masalah masih terlalu luas sehingga tidak dapat diteliti seluruhnya dalam penelitian ini. Oleh karena itu, pembatasan penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut. 1. Variasi bahasa dalam bentuk alih kode dan campur kode yang dipakai oleh siswa dan guru dalam proses belajar mengajar pada peristiwa komunikasi lisan. 2. Penelitian mengkaji variasi bahasa berfokus pada alih kode dan campur kode antara bahasa Indonesia, Inggris, Kerinci, Jambi, dan Minang. 3. Wujud alih kode dan campur kode dalam penelitian ini dibatasi pada peristiwa komunikasi lisan pada pembelajaran bahasa Indonesia. 3
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana 4. Penelitian mengkaji fungsi alih kode dan campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. 5. Faktor-faktor terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode yang menonjol dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di SMP N 12 Kerinci. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pada batasan masalah maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah wujud alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci? 2. Bagaimanakah jenis alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci? 3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci? 4. Apakah fungsi alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan alih kode dan campur kode dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa bahasa Indonesia SMP N 12 Kerinci. Selanjutnya, tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan wujud alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci 2. Mendeskripsikan jenis alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci 4. Mendeskripsikan fungsi alih kode dan campur kode yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun manfaat praktis. 1. Manfaat Teoretis Secara teoritis, hasil penelitian ini menambah kajian teori alih kode dan campur kode yang terjadi pada komunikasi lisan dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang dianalisis dari aspek-aspek linguistik dan sosiolinguistik. Hasil penelitian ini juga menambah kajian teori bilingualisme yang terjadi di Indonesia dengan fokus kajian alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia. 2. Manfaat Praktis a) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan penelitian sosiolinguistik selanjutnya, khususnya yang berkaitan langsung dengan alih kode dan campur kode b) Penelitian ini dapat memberi pengetahuan kepada guru, siswa, dan peneliti mengenai alih kode dan campur kode yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP N 12 Kerinci c) Penelitian ini bisa digunakan sebagai alternatif model penelitian sosiolinguistik selanjutnya. 2. KAJIAN TEORETIS Istilah bilingualisme dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan (Chaer, 2004:84). Dari istilah yang dikemukakan oleh Chaer tersebut, dapat dipahami bahwa bilingualisme atau kedwibahasaan berkenaan dengan 4
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur dalam aktivitasnya sehari-hari. Menurut Suwito (1983:40), mengartikan bilingualisme sebagai kemampuan untuk menggunakan dua bahasa sama baiknya oleh seorang penutur, namun pendapat ini makin lama makin tidak populer karena kriteria untuk menentukan sejauh mana seorang penutur dapat menggunakan bahasa sama baiknya tidak ada dasarnya sehingga sukar diukur dan hampir-hampir tidak dapat dilakukan. Berbeda dengan pendapat Suwito, menurut Chaer dan Agustina (2004:86), mengutip pendapat Haugen menyatakan bahwa seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi cukup kalau bisa memahaminya saja. Selanjutnya, Kridalaksana (2008:36), menyatakan bahwa biligualisme merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau oleh suatu masyarakat. Menurut Chaer (2010:84) mengutip pendapat Mackey dan Fishman menyatakan bahwa secara sosiolinguistik dan secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Ohoiwutun (2002:71) menyatakan bahwa alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa (dialek). Dapat dikatakan bahwa alih kode (bahasa atau dialek) dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Alih kode hanya terjadi dalam satu bahasa dan satu komunitas saja. Chaer (2010:107) menjelaskan bahwa alih kode di dalam sosiolinguistik merupakan peristiwa pergantian bahasa yang digunakan, atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi menjadi ragam santai. Begitu juga menurut Chaer (2010:107)
mengutip pendapat Appel, alih kode itu adalah gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Alih kode adalah peristiwa peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain. Alih kode memiliki dua bahasa yang berbeda sistem gramatikalnnya, kemudian dua bahasa itu masih mendukung fungsi-fungsi itu sendiri sesuai dengan konteks dan fungsi masingmasing bahasa, dan disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Suwito (1983:68-69) mengungkapkan bahwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Ciri-ciri alih kode adalah penggunaan dua bahasa (atau lebih) itu ditandai oleh: (1) masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya; dan (2) fungsi masing-masing bahasa disesuaikan dengan situasi yang relevan dengan perubahan konteks. Dapat dikatakan bahwa alih kode menunjukkan suatu gejala adanya saling ketergantungan antara fungsi kontekstual dan situasi relevansi di dalam pemakaian dua bahasa atau lebih. Achmad (2002:161) mengutip pendapat Wardhaugh membagi dua jenis alih kode, yaitu situasional code swithching dan methaphorical code swithching. Situasional code swithching jenis alih kode yang terjadi bila bahasa yang digunakan berubah sesuai dengan situasi di mana para penutur berada. Mereka berbicara dalam satu bahasa pada satu situasi dan dalam bahasa lain pada situasi yang lain pula. Dalam hal ini tidak ada perubahan topik yang digunakan. Jika perubahan topik menghendaki perubahan bahasa yang digunakan, maka alih kode yang terjadi adalah methaphorical code swithching. Menurut Kushartanti dkk (2007:59) alih kode disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena orang yang bersangkutan berlatih menggunakan 5
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana suatu bahasa tertentu dalam membicarakan suatu pokok pembicaraan tertentu atau karena kurangnya kata atau istilah dalam salah satu bahasa yang dikuasainya untuk mengungkapkan gagasannya. Fungsi alih kode itu beragam, seperti yang dikemukakan oleh ahli sosiolinguistik. Wardaugh (1988:104) mengemukakan bahwa fungsi alih kode adalah untuk membangun dan mengembangkan rasa persahabatan, keakraban, dan solidaritas terhadap seseorang atau lawan bicara. Di samping itu, menurut Chaer dan Agustina (2010:108), fungsi alih kode adalah untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat, untuk menjalin rasa keakraban, dan rasa kesamaan untuk mengimbangi kemampuan lawan bicara, dan untuk memudahkan suatu urusan dan persoalan. Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kridalaksana (2008:40) menyatakan bahwa campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa. Menurut Chaer (2010:114), campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan keotonomiannya. Kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode. Menurut Chaer (2010:115) mengutip pendapat Thelander, campur kode adalah suatu peristiwa tutur klausaklausa, maupun frasa-frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri. Adapun bentuk campur kode menurut Chaer (2010:116—117) adalah berupa kata dasar, frase, serta klausa yang semuannya merupakan unsur yang terdapat dalam
analisis sintaksis, yaitu analisis tentang hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau analisis tentang makna atau arti dalam bahasa. Kata dasar adalah kata yang belum mendapat tambahan yang berupa imbuhan (afiks) yang termasuk jenis morfem bebas. Menurut Alwi, dkk (1003:36), bahasa Indonesia memiliki empat kategori sintaksis utama; (1) verba atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat, (4) adverbia atau kata keterangan. Menurut Suwito (1983:77), penyebab terjadinya campur kode pada dasarnya ada dua tipe yaitu tipe yang berlatar belakang sikap dan tipe yang berlatar belakang kebahasaan. Kedua tipe itu saling bergantungan dan bertumpang tindih. Alasan terjadinya tumpang tindih menurut Suwito (1983:73) adalah identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan/menafsirkan. Siregar (2011:172) menuliskan bahwa percampuran bahasa (campur bahasa atau campur kode) dapat terjadi melalui beberapa proses bahasa seperti alih kode, peminjaman (pemungutan), dan terjemahan pinjaman. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Metode Penelitian Penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kualitatif, sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Sugiyono (2012:15) menyatakan penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositisme, digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah. Peneliti adalah instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat 6
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan jenis penelitian kualitatif. Hal itu dimaksudkan untuk meneliti kondisi objek yang dialami. Pendekatan ini digunakan karena data yang dikumpulkan berupa bahasa guru dan siswa di SMP N 12 Kerinci. Penelitian ini bersifat deskriptif sehingga data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi. 3.2 Data dan Sumber Data 3.2.1 Data Data penelitian ini berupa data tertulis, yakni bahasa yang digunakan siswa dan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP N 12 Kerinci. 3.2.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah bahasa guru dan siswa kelas VII, VIII, dan IX SMP N 12 Kerinci. Sumber data diambil pada saat proses pembelajaran bahasa Indonesia. 3.3 Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Menurut Sugiyono (2012:306) penelitian kualitatif adalah human instrument yang berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah memeroleh data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi observasi (simak), teknik rekam (video), dan catatan
lapangan. Pengumpulan data dengan observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Penelitian menggunakan pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa sehingga obsever berada bersama objek yang diteliti. Penggunaan teknik ini untuk mengetahui bahasa yang digunakan oleh guru dan siswa dalam berkomunikasi pada saat pembelajaran. Setelah ditentukan objek yang diteliti, peneliti melakukan proses rekaman video interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran secara alami. Alat perekam untuk memperoleh data adalah video digital. Selama pelaksanaan perekaman, peneliti tidak terlibat dalam percakapan. 3.5 Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data. Datadata yang telah terkumpul diidentifikasi dan diklarifikasi. Menurut Moleong (2012:280) langkah-langkah atau proses analisis data secara umum dapat digunakan sebagai berikut. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari beberapa sumber, kemudian langkah berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Tahap akhir dari analisis ini adalah pemeriksaan keabsahan data, setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data untuk mengelola hasil sementara menjadi teori subtansif dengan menggunakan beberapa metode tertentu. Berdasarkan pendapat Moleong di atas dapat dispesifikan langkah-langkah yang digunakan dalam analisis data penelitian ini yakni dimulai dengan 7
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana mengidentifikasikan, mengklarifikasikan data dan kemudian mendekripsikan data tersebut sesuai dengan permasalahan yang dibahas, khususnya dalam penelitian ini mengenai peristiwa alih kode dan campur kode. Setelah itu akan disimpulkan berdasarkan hasil analisis data tersebut. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci, maka penganalisisan sesuai permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah penelitian ini, yakni: (1) mendeskripsikan tentang wujud alih kode dan campur kode; (2) jenis alih kode dan campur kode; (3) faktor yang menyebabkan alih kode dan campur kode; dan (4) fungsi alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Keempat permasalahan tersebut akan dibahas secara lebih rinci di bawah ini. 4.1 Wujud Alih Kode dan Campur Kode 1. Alih kode berupa klausa Alih kode yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci adalah alih kode dalam bentuk klausa dan kalimat, diantaranya: (1.222) Guru: Weli tolong tutup jendelanya. Siswa1: (asyik membaca) Siswa17: nyo sedong maco ‘Dia sedang membaca’ Guru: Tutupkan jendelanya Noni. Data (1.222) terdapat contoh alih kode berupa klausa. Alih kode berupa klausa yang digunakan siswa tersebut nyo sedang maco ‘dia sedang membaca’. Tipe klausa tersebut disebut klausa lengkap karena memiliki subjek “Dia” dan predikat “sedang membaca”. Predikat pada klausa
tersebut berupa frasa kerja. Data tersebut menjelaskan bahwa salah seorang siswa memberitahu kepada guru bahwa teman sebangkunya sedang membaca dan tidak mendengarkan apa yang diperintahkan oleh gurunya. Suasana ruang kelas saat itu sedang ramai yang mengakibatkan siswa tidak mendengar apa yang dibicarakan guru. 2. Alih kode berupa kalimat Alih kode berupa kalimat juga terdapat dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci. Berikut bentuk pemakaian kalimat alih kode berupa kalimat yang dilakukan guru dan siswa di kelas. (1.4) Wai latihan lo yah, Pak? Latihan teruih pak neh. ‘Latihan lagi, Pak? Latihan terus, pak.’ Data (1.4) merupakan contoh alih kode berupa kalimat tanya siswa kepada guru pada proses pembelajaran di kelas. Data tersebut menjelaskan tentang keluhan dari siswa karena guru terlalu sering memberi latihan atau tugas kepada siswa. 3. Campur kode berupa kata Contoh pemakaian kalimat campur kode berupa kata sebagai berikut. (1.3) Sorry Pak. Saya lupa Pak. Akan saya ambil bukunya sekarang Pak. ‘Maaf Pak. Saya lupa Pak. Akan saya ambilkan bukunya sekarang Pak.’ Data (1.3) contoh campur kode berupa kata kerja yang digunakan oleh siswa. Kata tersebut adalah sorry ‘maaf’ adanya percampuran dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. 4. Campur kode berupa frasa Data yang ditemukan campur kode berupa frasa sebagai berikut. (1.6) Woi nyap. ‘Semua diam.’ Contoh (1.6) terdapat campur kode bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci berupa 8
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana frasa, woi nyap ‘semua diam’. Hal tersebut menjelaskan bahwa seorang siswa memarahi teman kelasnya agar bisa diam pada saat proses pembelajaran. 4.2 Jenis Alih Kode dan Campur Kode 1. Jenis alih kode Contoh pemakaian alih kode ekstern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.3) Sorry, Pak, saya lupa. Akan saya ambil bukunya sekarang, Pak. ‘Maaf, Pak. Saya lupa. Akan saya ambilkan bukunya sekarang, Pak.’ Contoh data (1.3) menjelaskan bahwa siswa meminta maaf kepada guru karena lupa untuk mengambil buku yang diperintahkan kepadanya pada saat jam istirahat. Kata sorry dalam kalimat tersebut menunjukkan alih kode ekstern yaitu bahasa asing beralih ke bahasa Indonesia. Contoh pemakaian alih kode intern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.10) Ndeh, Pak. Awak ndak do kelompok. Bagaimana saya, Pak? ‘Aduh, Pak. Saya tidak ada kelompok. Bagaimana saya, Pak?’ Contoh data (1.10) menjelaskan kepada guru bahwa dia belum mendapatkan kelompok dan menanyakan solusinya. 2. Jenis campur kode Contoh pemakaian campur kode intern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.55) Excuse me, saya datang. ‘Permisi, saya datang.’ Pada contoh (1.55) menjelaskan bahwa siswa mengucapkan permisi dengan bahasa Inggris. Pada kalimat tersebut terlihat adanya percampuran bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Contoh pemakaian campur kode ekstern dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.187) Dikumpulkan semua. Nak terlambat anta suhang.
‘Dikumpulkan semua, yang terlambat antarkan sendiri.’ Contoh kalimat (1.187) menjelaskan bahwa ketua kelas memberitahu kepada temannya untuk segera mengumpulkan tugas dan bagi yang terlambat harus mengumpulkan sendiri. Bahasa tersebut terlihat adanya campur kode siswa bahasa Indonesia dengan bahasa Kerinci. 4.3 Faktor Penyebab Alih Kode dan Campur Kode 1. Faktor penyebab alih kode Faktor penyebab terjadinya alih kode yang ditemukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci adalah: (1) perubahan situasi dan (2) terpengaruh lawan bicara. 1. Perubahan Situasi Contoh dialog dapat dilihat sebagai berikut. Guru: Siapa yang bisa? Siapo yang biso jawab? ‘Siapa yang bisa? Siapa yang bisa menjawab?’ Siswa: Saya Pak. Saya Pak. (suara ramai) ‘Saya Pak. Saya Pak.’ Guru : a....coba kamu. ‘Coba kamu.(menunjukkan salah satu siswa)’ Siswa: Bapak Rina terus. Aku lo gia, Pak, aku isoa go... ‘Bapak Rina terus. Saya juga bisa Pak.’ Guru : Yo bergantian, satu-satu. Dapat galo nanti. ‘Ya bergantian, satu persatu. Semua dapat giliran nanti.’ Dialog tersebut menjelaskan adanya peralihan bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci. Penyebab terjadinya perubahan tersebut adanya faktor situasi formal menjadi situasi informal. Hal demikian terjadi karena adanya suasana kelas yang ramai yang membuat situasi 9
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana kelas menjadi santai. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama, guru segera mengembalikan ketenangan agar proses pembelajaran tetap berjalan dengan tertib. 2. Terpengaruh lawan Bicara Alih kode akibat terpengaruh lawan bicara dapat dilihat pada kutipan dialog berikut.. 1. Siswa 5: Apo aku laii buku, Pak? ‘Mengapa saya beda bukunya, Pak?’ Siswa 8: Samo e isia. Coba dibaca dulu. Ya kan, Pak? ‘Sama aja. Coba dibaca dulu. Iya kan, Pak?’ Dialog oleh siswa 5 menyatakan mengapa buku yang diperolehnya berbeda. Siswa 8 menjawab bahwa isi buku tersebut sama. Kutipan dialog tersebut menunjukkan bahwa siswa 8 terpengaruh oleh siswa 5 yang menggunakan bahasa Kerinci. 2. Faktor penyebab campur kode Berdasarkan data yang diperoleh dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci, faktor penyebab terjadinya campur kode yakni: (1) faktor kebiasaaan; (2) penguasaan kosakata; dan (3) humor. 1. Kebiasaan Contoh pemakaiannya dapat dilihat berikut ini. (1.146) Dibikin kaduo yah, Pak? ‘Dikerjakan keduanya, Pak?’ Contoh data (1.146) menjelaskan bahwa siswa bertanya kepada guru dengan bahasa daerah. Hal tersebut merupakan kebiasaan siswa dalam berkomunikasi. 2. Penguasaan Kosakata Contoh data yang ditemukan oleh siswa dalam proses pembelajaran di SMP Negeri 12 Kerinci sebagai berikut. (1.157) Di ladang saya juga ada sudu Pak. ‘Di ladang saya juga ada gubuk Pak.’
Data (1.157) menunjukkan kurangnya penguasaan kosakata oleh siswa. Pada kalimat tersebut siswa menyatakan bahwa di ladang orang tua juga terdapat pondok kecil atau gubuk kecil tempat peristirahatan selesai bekerja. Penggunaan kata sudu oleh siswa terjadi karena tidaktahu padanan katanya dalam bahasa Indonesia. 3. Humor Contoh penggunaan kalimat sebagai berikut. (1.37) Pak, Padol mpa cigoak. Hahhaha ‘Pak, Padol seperti kancil. Hahaha’ Contoh (1.37) menyatakan siswa mengejek temannya dengan mencampurkan bahasa Kerinci dengan mengatakan bahwa temannya seperti kancil, yang mengakibatkan semua teman tertawa dan suasana kelas menjadi ramai. 4.4 Fungsi Alih Kode dan Campu Kode 1. Fungsi alih kode Berdasarkan pengamatan dan perekaman yang diperoleh ditemukan fungsi alih kode yang dilakukan siswa dan guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah: (1) untuk menjelaskan; (2) menanyakan; (3) menegur; (4) menegaskan; dan (5) mengingatkan. 1. Menjelaskan Salah satu fungsi alih kode yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci adalah untuk menjelaskan, misalnya sebagai contoh pemakaiannya dapat dilihat di bawah ini. (2.10) Kali ini kita belajar bahasa Indonesia yang bertema lingkungan. Bisa lingkungan rumah, sekolah, dan sebagainya. Lingkungan tau dak? Apo contoh merusak lingkungan? Misalnyo membuang sampah sembarangan, apo lagi? ‘Kali ini kita belajar bahasa Indonesia yang bertema 10
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana lingkungan. Bisa lingkungan rumah, sekolah, dan sebagainya. Apa itu lingkungan? Apa contoh merusak lingkungan? Misalnya membuang sampah sembarangan, apa lagi?’ Pada contoh (2.10), guru juga menjelaskan kepada siswa dengan beralih kode ke bahasa Jambi agar siswa dapat memahami yang dia jelaskan. 2. Menanyakan Pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.2) Buku awak ma, Pak? ‘Buku saya dimana, Pak?’ Pada contoh (1.2), siswa menanyakan kepada guru tentang bukunya yang belum ketemu. 3. Menegur Contoh pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.47) Mak wak ibut. ‘Jangan ribut.’ Contoh data (1.47), seorang siswi menegur siswa yang bernama Toni agar tidak ribut pada saat pembelajaran. 4. Menegaskan Pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.9) Kesini aja. Saya sudah tanyakan sama Bapak. Cepatlah di gawe wak, samu-samu wak. ‘Kesini saja. Saya sudah tanyakan sama Bapak. Cepatlah kita kerjakan bersama-sama.’ 5. Mengingatkan Pemakaiannya dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.8) Ya Allah, aku e nak gawe. Tolong yang merasa kelompokku gawe wak, biar cepat selesai. ‘Ya Allah, saya aja yang bekerja. Tolong yang merasa kelompok saya, mari bekerja agar cepat selesai.’
2. Fungsi campur kode Berdasarkan data yang didapat, dalam penelitian ini ditemukan fungsi campur kode adalah: (1) sebagai penyisip kalimat; dan (2) mengakrabkan. 1. Penyisip Kalimat Contoh campur kode pemakaian bahasa dapat dilihat sebagai berikut. (2.3) Coba kamu ke depan. Ndak perlu pakai dasi. ‘Coba Anda ke depan. Tidak perlu pakai dasi.’ Contoh data (2.3) terdapat penyisipan kata ndak ‘tidak’, kata ndak merupakan bahasa Jambi yang dicampurkan dengan bahasa Indonesia pada saat guru berkomunikasi dengan siswa. Penyisipan kata dalam bahasa yang digunakan guru kerap terjadi pada saat menjelaskan materi yang diajarkan saat proses belajar mengajar terjadi. 2. Mengakrabkan Penggunaan fungsi campur kode mengakrabkan dapat dilihat pada kutipan berikut ini. (1.37) Pak, Padol mpa kancil. Hahhaha ‘Pak, Padol seperti kancil. Hahaha’ Pada contoh di atas tergambar bahwa dalam proses belajar mengajar guru dan siswa berusaha mengakrabkan diri dengan mengalihkan bahasa. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan susasana bosan dan tegang dalam proses belajar mengajar. Salah satu upaya yang dilakukan agar mengakrabkan diri antara guru dan siswa adalah dengan bercampur kode, seperti contoh (1.37) siswa mengejek teman mainnya seperti kancil. 5. SIMPULAN Sejalan dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disampaikan di bagian depan serta uraian yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut: (1) bentuk alih kode dan 11
Jurnal Penelitian Program Pascasarjana campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci terdapat dua bentuk, yakni: (a) alih kode berupa klausa dan kalimat; dan (b) campur kode berupa kata dan frasa. Alih kode dan campur kode yang digunakan adalah bahasa Indonesia ke bahasa Kerinci, atau sebaliknya, bahasa Indonesia ke bahasa Jambi, atau sebaliknya dan bahasa Indonesia ke bahasa Inggris; (2) jenis alih kode dan campur kode yang ditemukan di SMP Negeri 12 Kerinci yakni: (a) alih kode dan campur kode ekstern (alih kode dan campur kode ke luar) dan (b) alih kode dan campur kode intern (alih kode dan campur kode ke dalam). Sementara itu, alih kode dan campur kode yang digunakan mencangkup bahasa Indonesia, Inggris, dan bahasa daerah (Kerinci, Minang, jambi); (3) faktor penyebab alih kode dan campur kode dalam proses pembelajaran di SMP Negeri 12 Kerinci. Faktor penyebab alih kode, yakni: (a) perubahan situasi; (b) ingin dianggap terpelajar; dan (c) terpengaruh lawan bicara. Faktor penyebab campur kode, yakni: (a) kebiasaan; (b) penguasaan kosakata; (c) situasi; dan (d) humor. (4) Fungsi alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci juga dapat dikemukakan sebagai berikut. Fungsi alih kode, yakni: (a) menjelaskan; (b) menanyakan; (c) menegur; (d) menegaskan; dan (e) mengingatkan. Fungsi campur kode yakni: (a) sebagai penyisip kalimat dan (b) mengakrabkan.. 6. DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Denzin, dkk. 1994. Handbook of Qualitative Research. New Delhi: Sage Publications. HP, Achmad dan Alek Abdullah. 2002. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga. Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Karya. Ohoiwutun, Paul. 2002. Sosiolinguistik: Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta: Kesaint Blanc. Siregar, Bahren Umar. 2011. Seluk-Beluk Fungsi Bahasa. Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Alwi dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwito. 1983. Sosiolinguistik Teori dan Problema. Surakarta: Hanary Ofset Solo. 12