TESIS PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG
ASMUNI SYUKIR
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2005
TESIS PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG
ASMUNI SYUKIR
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2005
PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG
TESIS Untuk memperoleh Gelar Magister Dalam Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga
Oleh :
ASMUNI SYUKIR NIM 090114385 / M
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Tanggal 30 Agustus 2005
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL: 22 AGUSTUS 2005
Oleh Pembimbing Ketua
Prof. Dr. SRI KARDJATI, dr., M.Sc. NIP. 130 355 363 2
Pembimbing
Drs. SURYANTO, M.Si. NIP.3
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu PengembanganSDM Wakil,
Dr. SUNARJO, DR., MS., M.Sc. NIP. 130 685 841
iv
Telah diuji pada Tanggal 30 Agustus 2005
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Dr. HARIADI SOEPARTO,dr,DOR,M.Sc,APU
.…………………..
Anggota : 1. Dr. SURYANTO, drs, M.Si.
……………………
2. Prof. Dr. L. DYSON, M.Sc.
……………………
3. Prof. KUNTORO, dr, MPH, Dr.PH.
……………………
4. I.B. WIRAWAN, drs, M.S
……………………
v
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tana saya panjatkan puji syukur kehadlirat Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu prasyarat meraih gelar Magister Sain Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. SRI KARDJATI, dr. M.Sc. selaku pembing utama sekaligus sebagai Ketua Minat Keluarga dan Masyarakat Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia yang dengan penuh ketulusan, kesabaran dan perhatian dalam memberikan dorongan, bimbingan dan saran-saran dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga saya sampaikan kepada Bapak Dr. SURYANTO, drs., M.Si selaku pembimbing yang dengan penuh ketulusan, kesabaran dan perhatian dalam memberikan dorongan, bimbingan, saran dan kritik dalam penyelesaian tesis ini. Saya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktur Program Pascasarjana Universitas Airlangga yang telah memberikan bantuan finansial (BPPS), sehingga meringankan beban saya dalam menyelesaikan studi dan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi yang besar terhadap selesainya studi saya dan tesis ini, terutama kepada: Rektor Universitas Airlangga atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada saya untuk mengikuti pendidikan program Magister. Direktur Program Pascasarjana Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan program Magister dan mengusahakan BPPS. Ketua dan Wakil Ketua Program Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia Program Pascasarjana Universitas Airlangga atas kesempatan, dorongan dan bimbingan yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan pada program studi PSDM. Penguji usulan penelitian, yaitu Bapak Prof. Dr. SOEDJONO ABIPRAJA, S.E, Prof. KUNTORO, dr, MPH, Dr.PH, dan I.B. WIRAWAN, drs, M.S yang penuh ketulusan memberikan saran dan kritik yang sangat berharga untuk penyusunan tesis ini. Panitia penguji tesis, yaitu Bapak Dr. HARIADI SOEPARTO, dr, DOR, M.Sc, APU selaku ketua penguji, dan Bapak Prof. Dr. L. DYSON, M.Sc, Bapak Prof. KUNTORO, dr, MPH, Dr.PH, dan Bapak I.B. WIRAWAN, drs, M.S selaku anggota panitia penguji tesis yang penuh ketulusan memberikan saran dan kritik yang sangat berharga untuk penyempurnaan tesis ini. vi
Ketua STKIP PGRI Jombang Bapak Drs. SIYONO WM, M.Pd. yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Karyawan dan karyawati serta keluarga besar STKIP PGRI Jombang yang penuh ketulusan membantu pelaksanaan penelitian ini. Secara khusus, penghargaan saya berikan kepada istriku KHUSNIAH dan anak-anakku ADEL HIKAM ARIF, YUQA SUHHA ALHANIF dan ZIADA ELMA ARIFA atas pengorbanan dan pengertiannya selama saya studi di Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Penghargaan yang setulus-tulusnya juga saya sampaikan kepada Dra. AGUNG KESNAMAHATMAHARTI, M.Kes. dan WINARDI, S.H., M.Hum. serta Drs. MUSLIMIN, M.Si selaku sahabat dan mitra kerja di STKIP PGRI Jombang yang penuh ketulusan memberikan dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Kepada sahabatku PAHRIONO, DIDIK, RIBUT dan AJI serta temanteman pengurus LSM-ELJIMAS Jombang dan Sidoarjo saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas dukungan morilnya pada saat saya menempuh ujian tesis. Semoga jasa yang baik dari semua pihak mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah yang Maha Pemurah. Saya berharap semoga penelitian ini memberikan manfaat kepada kita semua, khususnya kepada pihak-pihak yang menaruh minat terhadap pengembangan SDM keluarga dan masyarakat. Amiin.
Jombang, September 2005 Peneliti
vii
PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG Oleh: Asmuni Syukir (090114385/M)
RINGKASAN Sejalan dengan perubahan nilai-nilai kondisi sosial, ekonomi, budaya dan teknologi, maka peran suami-istri dalam keluarga juga mengalami perubahan, sehingga peran mereka tidak lagi didasarkan atas sebuah tradisi atau budaya sosial yang bersifat mengikat. Peran instrumental yang selama ini dipegang oleh laki-laki secara perlahan juga diperankan oleh perempuan dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Bahkan dalam kehidupan sekarang seringkali dijumpai bahwa laki-laki juga menjalankan pekerjaan, yang secara tradisional dan karakteristik pekerjaan, dilakukan oleh perempuan. Dalam aktivitas keluarga sekarang yang terjadi adalah fleksibilitas fungsi atau peran laki-laki dan perempuan (suami-istri). Peran ganda perempuan berkeluarga baik sebagai perempuan karir dan ibu rumah tangga merupakan tantangan yang cukup berat dalam upaya menciptakan keluarga sejahtera. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan karena beberapa faktor sosial, ekonomi ataupun faktor lain yang bersifat internal. Hal itu disadari bahwa keluarga sehat, bahagia dan sejahtera merupakan syarat utama untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. Kondisi semacam itu, dalam kehidupan keluarga, membentuk sebuah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga yang dapat memengaruhi perilaku ekonomi anggota keluarga dalam menggunakan keuangannya. Fenomena keluarga karir dan bukan keluarga karir (istri atau suami yang mencari nafkah) merupakan fenomena menarik untuk diteliti karena menyentuh secara langsung proses pengambilan keputusan dalam membelanjakan keuangan keluarga. Atas dasar pemikiran tersebut di atas, penelitian ini menganalisis pengaruh proses pengambilan keputusan ekonomi terhadap perilaku ekonomi dalam penggunaan keuangan keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional (non-eksperimental) dengan besaran populasi 60 keluarga, dan besaran sampelnya 52 keluarga, terdiri dari 26 keluarga karir dan 26 keluarga bukan karir. Instrumen yang digunakan untuk menggali data adalah kuesioner/daftar pertanyaan tertutup (close-ended questions).
viii
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dalam keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang, (1) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir; (2) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir; (3) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh tidak signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir; (4) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir; dan (5) proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.
ix
THE EFFECT OF DECISION-MAKING PROCESS OF THE FAMILY FINANCIAL SPENDING ON THE FAMILY ECONOMIC BEHAVIOR OF THE OFFICERS OF STKIP PGRI JOMBANG By: Asmuni Syukir (090114385/M)
SUMMARY Today, husbands’ and wives’ roles and functions have undergone some changes due to social and economic conditions, cultural and technology transformation as well. Furthermore, their roles are not based on the strict tradition and culture. The instrumental roles played by husbands are getting more possible to do by wives. Making money, for example, is not only done by husbands but wives. Husbands, as frequently known, also handle any jobs traditionally or commonly done by wives. Then, parents’ roles and functions are getting more flexible. Consequently, wives are required to play double-roles, as carrier-women and housewives. Those jobs should be well done to keep their family good and happy. Such sort of family is quietly required as the main base of accelerating human resource development. Such phenomenon creates a term of carrier parents. Both carrier and non-carrier parents has a decision-making process of financial spending which, in turn, affects the economic behavior of family in spending money. The phenomenon of carrier-parents and non-carrier-parents (only husband or wife makes money) is interesting to investigate. This study is aimed at analyzing the effect of decision-making process on the economic behavior of income spending of the officers of STKIP PGRI Jombang. This study is a correlational (non-experimental) study. The number of population is 60 households from which the sample (52 households) is formulated. The instruments employed are questionnaires (close-ended questions). The findings reveal that (1) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of carrier parents; (2) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of non-carrier parents; (3) the decision-making process of financial spending by carrier parents is not significantly affects the economic behavior of noncarrier parents; (4) the decision-making process of financial spending by non-carrier parents significantly affects the economic behavior of carrier parents; and (5) the decision-making process of financial spending is significantly affects the economic behavior of carrier and non-carrier parents.
x
THE EFFECT OF DECISION-MAKING PROCESS OF THE FAMILY FINANCIAL SPENDING ON THE FAMILY ECONOMIC BEHAVIOR OF THE OFFICERS OF STKIP PGRI JOMBANG By: Asmuni Syukir (090114385/M) ABSTRACT The changes of social and economic condition, and women emancipation practices bring forth some effects of decision-making process in a household on the economic behavior of spending money. The old paradigm says that husbands play more dominant in making decision than wives, included in spending money because, traditionally, husbands are men of money-makers. But the new paradigm emphasizes on flexibility of functions and/or roles played in a family. The phenomenon of carrier-women shows the real women’s participation in making money. This, of course, creates a particular decision-making process of financial spending which affects their economic behavior. The present study investigated the effects of decision-making process on the economic behavior of financial spending of the officers of STKIP PGRI Jombang. The population of this study is all the officers of STKIP PGRI Jombang who are married with kids and live together in a house and with 30-49 years of age (60 households). The number of formulated sample is 52 households. In getting data, the researcher employed questionnaires (close-ended questions). Then, the data were analyzed with the statistical procedures. Based on the statistical computation, the results of this study reveal that (1) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of carrier parents; (2) the decision-making process of financial spending significantly affects the economic behavior of non-carrier parents; (3) the decisionmaking process of financial spending by carrier parents is not significantly affects the economic behavior of non-carrier parents; (4) the decision-making process of financial spending by non-carrier parents significantly affects the economic behavior of carrier parents; and (7) the decision-making process of financial spending is significantly affects the economic behavior of carrier and non-carrier parents. Key words: decision-making process, economic behavior, financial spending, carrier parents, non-carrier parents.
xi
DAFTAR ISI Halaman Sampul Depan ……………………………………………………………... Sampul Dalam ……………………………………………………………... Prasyarat Gelar …………………………………………………………….. Persetujuan ………………………………………………………………… Penetapan Panitia ………………………………………………………….. Ucapan Terima Kasih ……………………………………………………… Ringkasan ………………………………………………………………...... Summary …………………………………………………………………... Abstract …………………………………………………………………..... DAFTAR ISI ………………………………………………………………. DAFTAR TABEL …………………………………………………………. DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………… 1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………….. 1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………. 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 1.3.1. Tujuan Umum ……………………………………………... 1.3.2. Tujuan Khusus ……………………………………………... 1.4. Manfaat Penelitian …………………………………................ BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………..... 2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu tentang Keluarga …………...... 2.2. Tinjauan Keluarga Karir dan Bukan Karir ………………........ 2.2.1. Pengertian Keluarga dan Rumah Tangga ………………… 2.2.2. Peranan Suami Istri dalam Keluarga Karir dan Bukan Karir 2.2.3. Kekuasaan Suami Istri dalam Keluarga Karir dan Bukan Karir ………………………………………………………... 2.3. Proses Pengambilan Keputusan dalam Keluarga …………...... 2.3.1. Pengertian Pengambilan Keputusan ………………………... 2.3.2. Beberapa Model Pengambilan Keputusan …………………. 2.3.2.1. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Teori Prospek …………………………………………………… 2.3.2.2. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Perilaku …... 2.3.2.3. Model Pengambilan Keputusan Konsumen ……………… 2.3.3. Peranan Suami Istri dalam Pengambilan Keputusan Keluarga ………………………………………..................... 2.4. Perilaku Ekonomi dalam Keluarga …………………………... xii
i ii iii iv v vi viii x xi xii xv xvi xvii 1 1 7 8 8 8 9 10 10 14 14 18 24 28 28 30 30 35 37 40 43
2.4.1. Pengertian Perilaku dan Perilaku Ekonomi ……………....... 2.4.2. Beberapa Model Perilaku Ekonomi Keluarga …………....... 2.4.2.1. Perilaku Ekonomi Keluarga Berdasarkan Teori Peluang Bersaing ………………….................................................. 2.4.2.2. Perilaku Ekonomi Keluarga Berdasarkan Teori Utilitas 2.4.3. Perilaku Ekonomi dalam Penggunaan Keuangan Keluarga .. 2.4.3.1. Perilaku Konsumtif dan Konsumeristik ………………….. 2.4.3.2. Perilaku Menabung (Saving) ……………………………... 2.4.3.3. Perilaku Kredit/Hutang (Dissaving) …………………....... 2.5. Hubungan Proses Pengambilan Keputusan dan Perilaku Ekonomi …………………………………………………....... 2.6 Teori Pertukaran sebagai Pendekatan Pengkajian Keluarga ….. BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ……………. 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ……………………………... 3.2. Hipotesis …………………………………………………….. BAB 4. METODE PENELITIAN …………………………………........ 4.1. Rangcangan Penelitian …………………………………......... 4.2. Populasi dan sampel ………………………………………….. 4.2.1. Populasi ………………………………………………......... 4.2.2. Sampel ……………………………………………………... 4.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………………... 4.3.1. Variabel Penelitian …………………………………………. 4.3.2. Definisi Operasional ……………………………………….. 4.4. Data dan Instrumen Penelitian ………………………………. 4.4.1. Data Penelitian ……………………………………………... 4.4.2. Instrumen Penelitian ……………………………………….. 4.5. Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………....... 4.6. Prosedur Penelitian ………………………………………....... 4.7. Analisis data ………………………………………………….. BAB 5. ANALISIS HASIL PENELITIAN ………………………… 5.1. Gambaran Umum Obyek penelitian ……………………… 5.2. Deskripsi Variabel Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga ……………………………. 5.2.1. Pengambilan Keputusan untuk Pembelian Produk dan Jasa .. 5.2.2. Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi ………. 5.2.3. Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang …………….. 5.3. Deksripsi Variabel Perilaku Ekonomi ……………………........ 5.3.1. Perilaku Konsumtif/Konsumeristik ……………………........ 5.3.2. Perilaku Menabung/Investasi ………………………………. 5.3.3. Perilaku Kredit/Hutang ……………………………………..
xiii
43 48 48 50 53 53 57 59 60 67 71 71 72 74 74 75 75 76 76 76 77 78 78 78 79 80 81 82 82 84 84 87 88 90 90 92 94
5.4. Analisis Data Penelitian ………………………………………. 5.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas ………………………………. 5.4.2. Uji Normalitas …………………………………………........ 5.4.3. Hasil Analisis MANOVA ………………………………….. BAB 6. PEMBAHASAN ………………………………………………. 6.1. Pembahasan Hasil Penelitian ………………………………… 6.1.1. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi pada Keluarga Karir ……………………………………………... 6.1.2. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi pada Keluarga Bukan Karir ……………………………………… 6.1.3. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Karir terhadap Perilaku Ekonomi Keluarga Bukan Karir …………………………… 6.1.4. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Bukan Karir terhadap Perilaku Ekonomi Keluarga Karir …………………………. 6.1.5. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi pada Keluarga Karir dan Bukan Karir …………………………… 6.2. Implikasi Hasil Penelitian ……………………………………. 6.3. Keterbatasan Penelitian ………………………………………. BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 7.1. Simpulan …………………………………………………….. 7.2. saran …………………………………………………………. Daftar Kepustakaan ………………………………………………………... Lampiran …………………………………………………………………..
xiv
96 96 98 99 104 104
104
109
116
117
118 124 125 127 127 128 129 134
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional …………………………… Tabel 4.2 Rencana Pengembangan Instrumen Penelitian ……………….. Tabel 5.1 Keadaan karyawan STKIP PGRI Jombang Menurut Kriteria sebagai Obyek Penelitian ……………………………………... Tabel 5.2 Keadaan Karyawan STKIP PGRI Jombang yang Menjadi Sampel Penelitian Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Keluarga Karir dan Bukan Karir Tahun 2005 ………………… Tabel 5.3 Keadaan Keluarga Responden Berdasarkan Kelompok Keluarga Karir dan Bukan Karir Menurut Jumlah Anak Tahun 2005 …………………………………………………………... Tabel 5.4 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Membeli atau Mengkonsumsi Produk dan Jasa ………………………………………………. Tabel 5.5 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi …………. Tabel 5.6 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang ……………….. Tabel 5.7 Jawaban Responden tentang Perilaku Konsumtif/ Konsumeristik ………………………………………………… Tabel 5.8 Jawaban Responden tentang Perilaku Menabung/Investasi ….. Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Perilaku Kredit/Hutang ………… Tabel 5.10 Resume Hasil Uji Validitas …………………………………… Tabel 5.11 Resume Hasil Uji Reliabilitas ………………………………… Tabel 5.12 Resume Hasil Uji Normalitas ………………………………… Tabel 5.13 Multivariate Tests …………………………………………….. Tabel 5.14 Test of Between-Subjects Effects (Resume) ………………..... Tabel 5.15 Parameter Estimates (Resume) ………………………………..
xv
77 79 82
83
83
84 87 88 90 92 94 96 97 99 100 101 101
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 4.1 4.2
: Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah ………. : Fungsi Nilai Teori Prospek ………………………………. : Teori Pengambilan keputusan Berdasarkan Perilaku ……. : Model Pengambilan Keputusan Konsumen ……………… : Kerangka Konseptual Penelitian …………………………. : Rancangan Penelitian Model Crossbreak ………………... : Prosedur Penelitian ……………………………………….
xvi
29 32 36 38 71 75 80
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
1 2 3 4 5 6
Kuesioner …………………………………………………... Tanggapan Responden atas Kuesioner …………………….. Uji Validitas Item Instrumen (Kuesioner) ………………..... Uji Reliabilitas Item Instrumen (Kuesioner) ……………..... Uji Normalitas antar Variabel ……………………………… General Linear Model - Multivariate Analysis of Variance...
xvii
134 145 149 158 162 163
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pada semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban dan hak keluarga, atau yang disebut role relations. Sebab, setiap orang yang hidup dalam keluarga disadarkan tentang adanya hubungan peran ini melalui proses sosialisasi yang berlangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu proses belajar untuk mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki. Meskipun dalam praktiknya masih ada orang yang merasakan kewajiban itu sebagai beban dan tidak peduli akan hakhak anggota keluarga yang lain, terutama mengenai kewajiban dan hak perempuan (Goode, 2002:1). Sedangkan masyarakat sendiri menempatkan perempuan sebagai tokoh penting di lingkungan keluarga. Mereka diharapkan untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya, berperan sebagai pemelihara tradisi, norma dan nilai yang sesuai dengan harapan masyarakat. Nilai yang demikian ini dapat pula dilihat dalam prinsip yang dipakai oleh Undang-Undang Perkawinan di Indonesia (UURI No. 1 Tahun 1974), yaitu prinsip patriarkhal konvensional. Prinsip ini pada intinya adalah suami sebagai kepala keluarga wajib memenuhi semua kebutuhan hidup rumah tangganya sesuai dengan kemampuannya, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga wajib mengurus rumah tangganya (Gulardi, 1999:167-168).
2
Pembagian peran semacam ini hampir sama dengan yang berlaku pada masyarakat Malaysia, di sana suami (ayah) yang bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya, dan karena itu dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedang istri (ibu) bertanggungjawab menjaga hal ikhwal suaminya, mengasuh dan mendidik anaknya, dan karena itu dia berhak menerima kasih sayang dari suami dan anaknya (Abdullah, 2000). Begitu pula yang berlaku pada masyarakat Barat, bahwa pembagian peran dalam keluarga secara tradisional selalu menunjuk pada laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai ibu rumah tangga (Webley et al., 2001:79). Bahkan menurut Mosse (2003:38), bagi perempuan di seluruh dunia, pekerjaan rumah tangga, apapun bentuknya, merupakan bagian penting dari peran gendernya. Peran gendernya itu merupakan aktivitas di mana mereka, khusunya jika mereka memiliki anak, mencurahkan seluruh energi dan komitmennya. Pembagian kerja dalam keluarga seperti tersebut di atas bukan didasarkan atas pertimbangan kemampuan individu. Hal ini terlihat dari kenyataan, bahwa perempuan dapat mengerjakan semua pekerjaan laki-laki. Hasil penelitian Suryadi (1991) bisa menjadi bukti bahwa perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga mampu memimpin dan mampu mengatasi masalah yang dihadapi keluarganya. Menurut Effendi (1995:47), pembagian peran dalam keluarga seperti tersebut di atas didasarkan pada teori yang bersumber dari paradigma konflik, yang berusaha menjelaskan bahwa peran dalam sektor domestik dan publik mempunyai perbedaan dan nilai yang tidak sama. Sektor publik biasanya bersifat formal, upahan dan mempunyai nilai ekonomi dan status sosial. Sedangkan
3
sektor domestik bersifat informal, tidak upahan dan tidak mengandung nilai ekonomi dan status sosial. Oleh karenanya, kedudukan suami dalam keluarga dianggap lebih penting daripada kedudukan istri. Hal ini, menurut Mosse (2003:39-40), sebagai salah satu konsekuensi bila memandang kerja aktual perempuan sebagai ibu rumah tangga, sehingga kerja lain apapun yang dilakukan oleh kaum perempuan hanya dilihat sebagai suplementer. Sedangkan secara paradoks, oleh karena kehamilan, melahirkan, menyusui dan mengasuh anak dipandang sebagai hal yang alami, maka semua kegiatan atau bahkan semua tugas produktif lainnya yang dilakukan perempuan di dalam dan sekitar rumah tangga hanya untuk keuntungan keluarga. Oleh karena itu, ketika nilai-nilai baru dalam masyarakat mengubah sistem keluarga, ditambah dengan semakin maraknya gerakan feminisme di Barat, maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan meningkat secara drastis. Contoh di Amerika Serikat, pada tahun 1950 TPAK perempuan hanya sekitar 33% tetapi pada pertengahan tahun 1980-an meningkat menjadi sekitar 60% (Megawangi, 2000:211). Di Indonesia sekalipun tidak sedrastis di Amerika Serikat, namun dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 TPAK perempuan sebesar 32,43% dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 38,79% (Abdullah, 2001:103), kemudian pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 51,69% (Depnakertrans, 2001). Demikian juga di kabupaten Jombang yang pada tahun 1990 hanya 32,25%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 37,30%, dan 37,38% pada tahun 2001 (BPS Jombang, 2001). Peningkatan TPAK perempuan tersebut, menurut Abdullah (2001:103), disebabkan oleh berbagai faktor, terutama karena tuntutan ekonomi. Hasil
4
penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) menunjukkan bahwa motivasi yang mendorong perempuan bekerja di kota Malang sebanyak 83% karena tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga, 12% hanya untuk aktualisasi diri, dan 5% karena ikut-ikutan (daripada menganggur). Hal ini semakin mempertegas hasil penelitian Stoller (Sunaryo dan Zuriah, 2003), bahwa kaum perempuan bekerja bukanlah disebabkan oleh suatu pembagian kerja seksual, tetapi karena mereka memperoleh sumber-sumber strategis yang melintasi perbedaan jenis kelamin. Oleh karena itu hubungan peran dalam keluarga sepatutnya didasari oleh pandangan yang diilhami oleh teori yang menekankan bahwa meskipun peran domestik dan publik berbeda, tetapi mempunyai nilai dan fungsi yang sama, sehingga kedudukan istri dan suami adalah sama, meskipun mempunyai peran berbeda. Teori ini lebih dekat dengan paradigma fungsional-struktural, terutama pemikiran-pemikiran Parson dan para pengikutnya (Effendi, 1995:47). Menurut Parson (Effendi, 1995:48), laki-laki dan perempuan perlu berbeda peran, khususnya interaksi suami-istri dalam rumah tangga. Laki-laki memainkan peran instrumental yakni sebagai pencari nafkah utama di luar rumah, sedangkan perempuan memainkan peran expressive yakni memelihara dan mengasuh anak di rumah. Pembagian peran ini sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, namun tidak berarti peran instrumental mempunyai nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan peran expressive. Di samping itu, teori pertukaran sosial yang melihat keluarga sebagai suatu proses antara hak dan kewajiban serta penghargaan dan kehilangan, bisa diterapkan dalam kehidupan rumah tangga. Sebab, teori ini lebih menekankan
5
pada proses pertukaran melalui perundingan dan kesepakatan bersama, di samping mempertahankan keseimbangan yang memadai (Gulardi, 1999:176). Dengan demikian, persoalan hak atas pendapatan suami/istri, posisi istri terhadap suami atau posisi suami terhadap istri, seharusnya berimbang yang didasarkan atas kesepakatan (musyawarah). Bahkan pihak yang mendapatkan penghasilan pun tidak sertamerta berkuasa penuh dalam penggunaannya. Hasil penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003), diketahui bahwa posisi istri terhadap suami dalam pemanfaatan pendapatan suami sebagian besar (89%) seimbang (atas dasar musyawarah), 11% dikuasai istri, dan hanya 7% yang dikuasi suami. Namun, menurut Burgoyne (Webley et al., 2001:86), suami atau istri yang tidak berpenghasilan dapat merasakan status dalam pertaliannya, meskipun dalam keluarga yang menghormati nilai-nilai kesetaraan. Misalnya, istri yang berpenghasilan dan berkesempatan memberi
kontribusi
finansial, akan
menjadikan tingkat otonomi dalam pengambilan keputusan lebih besar. Sedang bagi istri yang secara ekonomi bergantung pada suami, justru menjadi sumber ketidaknyamanan, karena pengambilan keputusan didominasi oleh suami. Lain halnya jika pembagian peran dalam keluarga didasarkan pada skala ekonomi (Becker, 1991:23-24), maka tidak mustahil pihak istri yang dominan sebagai pengambil keputusan, apalagi sang istri berpenghasilan lebih tinggi daripada penghasilan suami. Padahal proses pengambilan keputusan tersebut akan mempengarui perilaku anggota keluarga, terutama dalam menggunakan uangnya untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Di pihak lain, kebutuhan dan keinginan baru selalu diaktifkan oleh terpaan iklan, sehingga membuat orang
6
(anggota keluarga) merasa tidak puas jika belum memiliki atau mengkonsumsi produk yang diiklankan tersebut atau berperilaku konsumeristik, bahkan bisa pula berperilaku konsumtif bila pembelian produk tersebut dilakukan tanpa pertimbangan rasional. Sebab, perilaku seseorang terarah pada suatu obyek karena didorong oleh kondisi psikologisnya (Evanita dkk., 2003). Hal ini berarti bahwa kondisi psikologis ketika suami atau istri memiliki peranan atau tidak memiliki peranan dan atau kekuasaan dalam pengambilan keputusan akan mempengaruhi perilaku anggota keluarga, terutama dalam hal penggunaan keuangan keluarga. Penelitian Darmastuti (2002) di Lampung Selatan diperoleh keterangan bahwa partisipasi, kontrol, dan akses perempuan (istri) dalam pengambilan keputusan keluarga cukup tinggi dan signifikan, sehingga perempuan mendapat manfaat dari pengambilan keputusan tersebut. Demikian juga akses, kontrol, dan manfaat perempuan (istri) terhadap sumber daya dalam keluarga. Penelitian Evanita dkk. (2003) di Kota Padang diperoleh pula keterangan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara slogan, model, repetisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan, kelompok, dan sikap secara simultan terhadap perilaku konsumtif ibu rumah tangga pada produk yang diiklankan televisi, meskipun secara parsial, umur dan
kelompok tidak berpengaruh
terhadap perilaku konsumtif. Sedangkan penelitian Zebua (2001) di Tarakan juga diperoleh keterangan bahwa konformitas dengan konsep diri secara bersamasama berpengaruh terhadap perilaku konsumtif pada remaja. Kondisi seperti di atas tak mustahil berlaku pula pada keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang. Oleh karena itu pengaruh proses pengambilan keputusan
7
dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang, dapat dipandang layak dan penting untuk diteliti.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir? 2. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir? 3. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir? 4. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir? 5. Apakah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir dan bukan karir?
8
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Membuktikan secara empiris pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan kekuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.
1.3.2. Tujuan Khusus 1. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir. 2. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir. 3. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir. 4. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir terhadap perilaku ekonomi keluarga karir. 5. Menganalisis pengaruh interaksi antara proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Membantu pasangan suami istri untuk memahami perilaku ekonomi yang sehat dan rasional dalam mewujudkan keluarga yang sejahtera.
9
2. Memperkaya pengkajian tentang keluarga, terutama sebagai informasi ilmiah untuk pengembangan sumber daya manusia pada keluarga dan masyarakat. 3. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang pengembangan sumber daya manusia pada keluarga dan masyarakat. 4. Menjadi bahan kepustakaan bagi peneliti lain yang memerlukan.
10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu tentang Keluarga Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan dan perilaku ekonomi dalam keluarga, sebatas yang diketahui peneliti, masih bersifat parsial. Tombokan (2001) melakukan penelitian pada keluarga karir suku Jawa dan Minahasa di Menado tentang peranan istri dan suami dalam pengambilan keputusan untuk membeli berbagai produk dan jasa. Darmastuti (2002) melakukan penelitian tentang gender dalam pembuatan keputusan keluarga dan masyarakat di Lampung Selatan. Sunaryo dan Zuriah (2003) melakukan penelitian tentang pola pengambilan keputusan dalam keluarga wanita karir di kota Malang. Sedangkan Busono dkk. (2003) meneliti tentang perubahan sosial dan perilaku ekonomi keluarga di desa asal migran tenaga kerja wanita (TKW) di Jawa Barat. Penelitian ini merupakan penelitian baru yang ingin mengetahui tentang pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi, baik dalam keluarga karir maupun bukan karir. Dari penelitian Tombokan (2001) diketahui ada 10 (sepuluh) bidang keputusan untuk membeli produk/jasa, yaitu (1) makanan, (2) pendidikan, (3) kesehatan, (4) perumahan, (5) pakaian, (6) perabot rumah tangga, (7) rekreasi/ liburan, (8) keuangan, (9) reproduksi, dan (10) pendidikan moral anak. Dari penelitian itu diketahui bahwa peranan istri semakin besar dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang. 10
11
Selain itu penelitian Tombokan (2001) juga menemukan lima macam pola pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu: (1) Keputusan bersama suamiistri dengan posisi setara. Pola ini banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, rekreasi/liburan, keuangan, reproduksi, dan pendidikan moral anak. (2) Keputusan bersama suami-istri tetapi istri yang dominan. Pola ini banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan di bidang pakaian, terutama dalam pembelian pakaian suami. (3) Keputusan bersama suami-istri tetapi suami yang dominan. Pada pola ini suami ternyata tidak dominan, kecuali sebatas peringkat kedua, yaitu di bidang pendidikan, perumahan, dan rekreasi/liburan. (4) Keputusan oleh istri sendiri. Peran istri dalam pola ini cukup besar. Dari sepuluh bidang yang diteliti, istri mendominasi pengambilan keputusan di bidang makanan, kesehatan, pakaian, dan perabot rumah tangga. (5) Keputusan oleh suami sendiri. Peran suami dalam pola ini sagat kecil, bahkan nyaris tidak berperan. Sedangkan penelitian Darmastuti (2002) tentang gender dalam pembuatan keputusan keluarga dan masyarakat. Dari penelitian itu diperoleh informasi bahwa dalam proses pembuatan keputusan keluarga, peran istri bervariasi. Dalam beberapa bidang kehidupan, seperti dalam aktivitas pendidikan dan pemeliharaan kesehatan, peran istri cenderung dominan. Namun menyangkut keputusan mengenai aktivitas sosial anggota keluarga, peran istri sangat terbatas, lebih-lebih keputusan yang menyangkut aktivitas sosial untuk suami. Sebagian besar responden menyatakan mereka juga memiliki kemandirian yang tinggi dalam membuat keputusan untuk melakukan aktivitas sosial untuk mereka sendiri. 11
12
Dari penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) tentang pola pengambilan keputusan dalam keluarga wanita karir, diperoleh informasi bahwa posisi istri banyak menentukan pengambilan keputusan dalam keluarga, terutama dalam hal urusan rumah tangga seperti berbelanja, menyiapkan makanan, menentukan jenis menu, mengasuh anak, dan lainnya. Sedangkan posisi istri terhadap hak di hadapan suami meliputi pemanfaatan pendapatan suami (berimbang), pemilikan kekayaan keluarga (ditentukan suami), menentukan kegiatan di luar rumah (berimbang), dan menyalurkan aspirasi (berimbang). Adapun motivasi yang mendorong para istri untuk bekerja, diketahui sebagian besar karena tuntutan ekonomi keluarga, dan sebagian lainnya sekadar aktualisasi diri dan ikut-ikutan. Mengenai cara atau proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga, dari hasil penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) juga terlihat bahwa istri berperan dalam menentukan atau membeli perabot rumah tangga, menabung dan memanfaatkan uang tabungan, menentukan pendidikan anak, menentukan orangorang yang terlibat dalam kegiatan rumah tangga, dan menentukan keharusan istri bekerja. Adapun faktor-faktor dominan yang mempengaruhi posisi istri dalam pengambilan keputusan keluarga secara berturut-turut adalah nilai budaya yang berlaku sekarang, pendapatan suami-istri berimbang, lingkungan di sekitar rumah, latar belakang status sosial ekonomi istri lebih tinggi, dan pendapatan istri lebih tinggi. Secara umum dari penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) ditemukan lima bentuk pola pengambilan keputusan dalam keluarga karir yang menunjukkan adanya pembagian kewenangan bagi suami-istri untuk mengambil keputusan dalam urusan keluarga, yaitu (1) pengambilan keputusan oleh suami untuk 12
13
urusan publik sederhana; (2) pengambilan keputusan oleh istri untuk urusan domestik sederhana; (3) pengambilan keputusan secara musyawarah suami-istri dengan dominasi istri untuk urusan domestik tingkat menengah; (4) pengambilan keputusan secara musyawarah suami-istri dengan dominasi suami untuk urusan publik tingkat menengah; dan (5) pengambilan keputusan dengan musyawarah suami-istri secara setara untuk persoalan-persoalan penting dan skala besar bagi ukuran keluarga. Adapun penelitian Busono dkk. (2003) tidak meneliti secara khusus tentang pengambilan keputusan dalam keluarga melainkan tentang perubahan perilaku ekonomi keluarga. Dari penelitian itu ada dua hal yang menarik. Pertama, sebagian besar keluarga telah mengalami peningkatan dalam hal ekonomi keluarga, mereka bisa memenuhi kebutuhan fisik, seperti untuk perbaikan rumah, pembelian alat-alat rumah tangga, pembelian sawah/tanah, modal usaha dan perhiasan. Kedua, sebagian besar keluarga tidak mengalami perubahan orientasi terhadap materi, tetapi karena pengaruh budaya tempat kerja, sebagian dari mereka tidak memanfaatkan uang untuk kepentingan yang produktif dan membelanjakannya untuk konsumtif dengan tujuan supaya dapat dipamerkan kepada tetangga atau masyarakat umum. Artinya, bahwa perubahan ekonomi keluarga dapat mempengaruhi perilaku ekonomi anggota keluarga, di samping karena suami sendirian dalam mengambil keputusan dalam penggunaan keuangan keluarganya.
13
14
2.2. Tinjauan Keluarga Karir dan Bukan Karir 2.2.1. Pengertian Keluarga dan Rumah Tangga Hampir semua penduduk dunia hidup dalam unit-unit keluarga, tetapi struktur atau bentuknya berbeda dari satu masyarakat dengan masyarakat lain, bahkan berbeda juga dari satu kelas dengan kelas yang lain di dalam masyarakat itu sendiri (Goode, 2002:89). Oleh karena itu, istilah keluarga tidak mudah didefinisikan (Wahini, 2002), dan meskipun sejak 1920-an penelitian tentang keluarga telah dilaksanakan, hingga kini masih belum ditemukan definisi keluarga yang tepat dan universal (Abdullah, 2000). Tetapi kaum feminis berpandangan lain, bahwa keluarga dilihat sebagai bentuk perbudakan yang dicanggihkan, seperti dalam komunitas desa di India Utara (yang diteliti Patricia Jefrey dan koleganya), di sana mempelai perempuan dianggap sebagai kekayaan orang lain dan setelah perkawinan perempuan muda harus mengadopsi bentukbentuk perilaku yang menunjukkan status subordinat mereka (Mosse, 1993:66). Definisi keluarga juga diperdebatkan di Markas Besar PBB New York dalam agenda pembahasan “Keadilan Gender”. Menurut Khofifah (Kompas, 21 Juni 2000), perdebatan tersebut muncul karena adanya usulan agar definisi keluarga diperluas, yaitu meliputi keluarga yang dibentuk oleh pasangan homoseksual, gay, lesbian dan pasangan heteroseksual tanpa ikatan perkawinan. Padahal, konvensi hasil Kongres Dunia tentang wanita di Cairo tahun 1994, mendefinisikan keluarga sebagai seorang perempuan dan seorang laki-laki yang terikat dalam ikatan perkawinan, dengan atau tanpa anak. Abdullah (2000), mengusulkan definisi keluarga sebagai suatu struktur sosial yang bersifat khusus di mana masing-masing anggota terdapat hubungan 14
15
satu sama lain berdasarkan hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Demikian juga Morgan (Wahini, 2002) mengusulkan bahwa keluarga merupakan suatu grup sosial primer yang didasarkan pada ikatan perkawinan (hubungan suamiistri) dan ikatan kekerabatan (hubungan antar generasi, orang tua-anak) sekaligus. Di Indonesia, definisi keluarga mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan, yang mengartikan keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Apabila dikaji dari undang-undang ini maka jelas, bahwa keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak, karena ikatan darah dan hukum. Hal ini sejalan dengan pemahaman keluarga di negara-negara Barat, bahwa keluarga mengacu pada sekelompok individu yang berhubungan darah dan adopsi yang diturunkan dari nenek moyang yang sama (Wahini, 2002). Melalui hubungan darah dan hukum itulah anggota keluarga mempunyai kewajiban dan hak berdasarkan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat. Seperti dalam masyarakat tradisional, suami/ayah bertanggungjawab mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan anaknya, sebagai imbalannya dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedangkan istri/ibu bertanggungjawab untuk mengasuh dan mendidik anakanaknya, sebagai imbalannya dia berhak mendapat nafkah dari suaminya serta menerima kasih sayang dari suami dan anak-anaknya. Begitu juga dengan anakanak, mereka berhak mendapatkan tempat tinggal, makanan, pakaian dan pendidikan dari ayah-ibunya (Abdullah, 2000). Hanya saja sekarang ini struktur 15
16
sosial-ekonomi keluarga telah berubah antara lain ditandai dengan keterlibatan istri bekerja di luar rumah sehingga menggeser peran masing-masing anggota keluarga. Tetapi sebagaimana yang diungkapkan oleh Plato, bahwa struktur keluarga laksana tubuh manusia, masing-masing unsur (individu) mengetahui posisinya dan mampu menjalankan fungsi-fungsi yang diembannya melalui pembagian kerja (division of labor) yang patuh pada sistem nilai yang melandasi sistem tersebut (Megawangi, 1999:57). Berdasarkan uraian tersebut, maka konsep keluarga tidak sepatutnya dibatasi oleh kerangka tempat tinggal sebagaimana yang pernah dibuat oleh Burgess, Murdock, dan Goode, walaupun konsep keluarga dapat dilihat dalam bentuk keluarga inti (nuclear) ataupun keluarga batih. Keluarga inti (nuclear) ialah keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri dan anak-anak yang belum kawin. Sedangkan keluarga batih ialah keluarga inti ditambah dengan ayah, ibu, mertua, kakek, nenek, menantu, cucu, saudara, dan lain-lain (Abdullah, 2000). Namun demikian, dalam praktiknya istilah keluarga seringkali digunakan dalam pengertian yang sama dengan istilah rumah tangga (household), karena memang kedua istilah itu memiliki kesamaan dan perbedaan. Sebuah rumah tangga bisa terdiri hanya satu orang, sedangkan sebuah keluarga terdiri atas minimal dua orang (Sumarwan, 2003:227), dan mungkin saja rumah tangga dibentuk dari orang-orang yang tidak ada kaitannya dengan perkawinan ataupun ikatan darah (Webley et al., 2001:77). Hal ini jelas berbeda dengan konsep keluarga yang selalu dibentuk karena ikatan darah, perkawinan atau adopsi. Karenanya Sumarwan (2003:227), membedakan antara rumah tangga keluarga dan bukan keluarga. 16
17
Rumah tangga keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggotaanggotanya terikat oleh hubungan perkawinan, darah atau adopsi, yang bisa terdiri (1) rumah tangga suami dan istri, (2) rumah tangga suami, istri dan anakanaknya, (3) rumah tangga suami dan istri, sedang anak-anak tinggal di rumah tangga yang berbeda, misalnya sekolah di luar kota, (4) rumah tangga orang tua tunggal (ayah atau ibu saja), dan (5) rumah tangga lainnya (saudara sekandung, atau anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama dalam satu rumah). Sedangkan rumah tangga bukan keluarga adalah sebuah rumah tangga yang anggota-anggotanya tidak terikat oleh hubungan perkawinan, darah atau adopsi. Rumah tangga bukan keluarga terdiri (1) rumah tangga yang dihuni oleh seorang pria sendiri, (2) rumah tangga yang dihuni seorang wanita sendiri, dan (3) rumah tangga yang dihuni oleh dua orang atau lebih yang tidak memiliki hubungan keluarga (Sumarwan, 2003:228-229). Namun Wellerstein dan Smith (Webley et al., 2001:77) mengartikan rumah tangga sebagai income-pooling entity (keseluruhan dari pengumpulan pendapatan), tetapi diakui bahwa pengumpulan ini hanya bersifat konsep. Dia juga berpendapat bahwa dari sudut pandang dunia kapitalis, rumah tangga merupakan bagian dari proses sejarah yang menempatkan keluarga sebagai kerangka struktur yang lebih luas. Dengan perkataan lain, bahwa konsep keluarga ataupun rumah tangga keduanya mempunyai batasan yang kabur dan berubah-ubah. Hal ini bukan saja karena banyaknya variasi tipe keluarga, tetapi juga karena anggota keluarga secara terus menerus melakukan proses evolusi dan reformasi terutama dalam kaitannya dengan komposisi, sumber pendapatan, dan pengelolaan keuangan. 17
18
2.2.2. Peranan Suami Istri dalam Keluarga Karir dan Bukan Karir Pada umumnya masyarakat menempatkan perempuan sebagai tokoh penting di lingkungan keluarga. Mereka diharapkan untuk menjadi istri dan ibu yang baik bagi keluarganya, berperan sebagai pemelihara tradisi, norma dan nilai yang sesuai dengan harapan masyarakat (Gulardi, 1999:167). Nilai yang demikian ini terlihat dalam prinsip yang dipakai oleh Undang-Undang RI nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu prinsip patriarkhal konvensional. Prinsip ini pada intinya adalah suami sebagai kepala keluarga wajib memenuhi semua kebutuhan hidup rumah tangganya sesuai dengan kemampuannya, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga wajib mengurus rumah tangganya. Pembagian peran suami-istri yang patriarkhal semacam ini hampir sama dengan yang berlaku pada masyarakat Malaysia, di sana suami (ayah) yang bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya, dan karena itu dia berhak mendapat penghormatan dan kesetiaan dari istri dan anak-anaknya. Sedang istri (ibu) bertanggungjawab menjaga hal ikhwal suaminya, mengasuh dan mendidik anaknya, dan karena itu dia berhak menerima kasih sayang dari suami dan anaknya (Abdullah, 2000). Begitu pula yang berlaku pada masyarakat Barat, bahwa pembagian peran dalam keluarga secara tradisional selalu menunjuk pada laki-laki sebagai pemimpin dan perempuan sebagai ibu rumah tangga (Webley et al., 2001:79). Bahkan menurut Mosse (2003:38), bagi perempuan di seluruh dunia, pekerjaan rumah tangga, apapun bentuknya, merupakan bagian penting dari peran gendernya. Hasil survey The Economic Planing Agency di Jepang menunjukkan bahwa lebih dari 70% perempuan mengatakan bahwa pengasuhan anak adalah 18
19
tugas utamanya. Bahkan berdasarkan polling yang dilakukan oleh kantor perdana menteri (1992), sebagian besar perempuan (90%) mengatakan pekerjaan rumah tangga seperti memasak dan mencuci baju adalah tugas perempuan. Menurut sumber yang sama, sebagian besar perempuan harus tinggal di rumah sampai anaknya masuk usia SD. Hal ini ditunjang oleh data bahwa hanya sebesar 13,5% perempuan yang mempunyai anak kecil yang bekerja full time. Di Indonesia kondisinya sedikit berbeda. Suami cukup berperan dalam membantu peran-peran yang umum dilakukan oleh perempuan. Berdasarkan penelitian BKKBN di Jawa Timur dan Menado, ternyata hanya sekitar 50% istri yang mengatakan bahwa pengasuhan anak adalah tugas istri, dan sekitar 40% mengatakan tanggungjawab bersama suami dan istri. Namun ini masih menunjukkan bahwa peran pengasuhan anak lebih condong dikaitkan dengan peran keibuan, namun tidak setajam yang dianut oleh masyarakat Jepang (Megawangi, 1999:40). Bahkan pada keluarga Jawa, menurut Megawangi (1999:40-41), hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara kebahagiaan istri dengan partisipasi suami dalam membantu pekerjaan rumah tangga. Pada keluarga suku Minahasa, korelasinya bahkan negatif, yaitu semakin tinggi tingkat partisipasi suami dalam melakukan pekerjaan rumah tangga, semakin rendah tingkat kebahagiaan istri. Hasil penelitian ini rupanya konsisten dengan temuan Geertz (1961) dan Koentjaraningrat (1985) yang keduanya banyak menekuni kebudayaan Indonesia, terutama Jawa. Menurutnya, pada keluarga Jawa terdapat semacam pembagian tugas yang mengharapkan istri menangani urusan rumah tangga, sedangkan suami menangani urusan di luar rumah tangga. Selain itu, bagi masyarakat Jawa ‘pengabdian istri pada suami’ dianggap sesuatu 19
20
yang sakral dan merupakan sumber kebahagiaan perkawinan. Karenanya para istri ingin sekali berbakti pada suaminya. Memang, dampaknya perempuan berkutat pada lingkup rumah tangga (domestik) saja dan tertutup kemungkinan bisa berkarir di luar rumah (publik). Padahal peran dalam sektor ‘domestik’ dan ‘publik’ mempunyai perbedaan dan nilai yang tidak sama. Sektor ‘publik’ biasanya bersifat formal, upahan dan mempunyai nilai ekonomi dan status sosial. Sedangkan sektor ‘domestik’ bersifat informal, tidak upahan dan tidak mengandung nilai ekonomi dan status sosial. Oleh karenanya, kedudukan suami dalam keluarga dianggap lebih penting daripada kedudukan istri (Effendi, 1995:47). Hal ini, menurut Mosse (2003:3940), sebagai salah satu konsekuensi bila memandang kerja aktual perempuan sebagai ibu rumah tangga, sehingga kerja lain apapun yang dilakukan oleh kaum perempuan hanya dilihat sebagai suplementer atau sekunder. Begitu pula jika diperluas, semua tugas produktif lainnya yang dilakukan perempuan di dalam dan sekitar rumah tangga, untuk keuntungan anggota keluarga sekalipun, dianggap bukan kualitas kerja yang sesungguhnya, atau didefinisikan sebagai bukan kerja. Oleh karena itu ketika gerakan kesetaraan gender semakin semarak, dan nilai budaya masyarakat mengalami perubahan dari tradisional ke moderen, maka sistem nilai dalam keluarga pun ikut mengalami perubahan dari tradisional ke moderen. Menurut Goode (Ihromi (Ed.), 1999:291), keluarga moderen diasumsikan memiliki ciri-ciri tipe keluarga konjugal di mana para anggota keluarga batih agak sama kedudukannya. Suami-istri terlibat dalam hubungan yang setaraf, mempunyai hubungan personal yang akrab, antara orang tua dan 20
21
anak terdapat hubungan yang demokratis, para remaja kawin dalam umur yang tidak terlalu muda, jumlah anak dalam keluarga menjadi kecil, dan angka perceraian cenderung naik. Sebagai dampaknya, perempuan bekerja di luar rumah menjadi fenomena keluarga dan masyarakat moderen. Indikasinya terlihat dari tahun ke tahun jumlah perempuan yang terlibat dalam dunia kerja semakin meningkat, terutama di negara-negara industri yang maju. Menurut Dagun (2002:143), sejak abad ke-20 di negara-negara maju, misalnya di Inggris, hanya satu di antara 20 keluarga yang masih menyukai pola peran tradisional, seperti suami bekerja dan istri tinggal di rumah mengurus keluarga dan mengasuh anak. Di Amerika Serikat, menurut Megawangi (2000:211), dengan semakin maraknya gerakan feminisme sejak 1960-an maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan meningkat secara drastis, yaitu sekitar 33% pada tahun 1950 menjadi sekitar 60% pada pertengahan 1980. Di Indonesia sekalipun tidak sedrastis di Amerika Serikat, namun dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 TPAK perempuan sebesar 32,43% dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 38,79% (Abdullah, 2001:103), kemudian pada tahun 2000 meningkat lagi menjadi 51,69% (Depnakertrans, 2001). Demikian juga di kabupaten Jombang yang pada tahun 1990 hanya 32,25%, pada tahun 2000 meningkat menjadi 37,30%, dan 37,38% pada tahun 2001 (BPS Jombang, 2001). Peningkatan TPAK perempuan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain karena tuntutan ekonomi. Faktor ekonomi inilah yang merupakan fenomena umum yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini juga dibuktikan oleh Sunaryo dan Zuriah (2003) dalam penelitiannya di kota Malang Jawa Timur, 21
22
bahwa motivasi yang mendorong perempuan bekerja 83% karena tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga, sekalipun penelitian Stoller (Sunaryo dan Zuriah, 2003) menemukan bahwa kaum perempuan bekerja bukan karena disebabkan oleh suatu pembagian kerja seksual melainkan karena memperoleh sumbersumber strategis yang melintasi perbedaan jenis kelamin. Tetapi penelitian Suryadi (2001) terhadap ibu yang sudah bekerja antara 5-13 tahun dan memiliki anak 2-3 orang, ternyata mereka mengalami konflik antar peran ketika menjalani peran ganda, mengalami kecemasan tentang pengasuhan anak, dan merasa bersalah atas ketidakhadiran mereka sebagai seorang istri dan ibu. Meskipun demikian, menurut Dagun (2002:144), wanita karir pada umumnya menolak anggapan bahwa mereka menanggung berbagai beban berat karena peran gandanya. Mereka tidak merasa naluri keibuannya terganggu oleh karir mereka, tetapi justru mereka menemukan keasyikan tertentu dalam menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga, dan merasa lebih energik di tempat kerja. Walters dan McKenry (Rini, 2002) juga mengungkap bahwa wanita karir cenderung merasa bahagia selama mereka dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis. Sebaliknya, bagaimana dengan peran suami/ayah, apakah mereka menjadi bertanggungjawab lebih besar terhadap urusan rumah tangga dan pengasuhan anak? Penelitian di Amerika Serikat dan Australia menunjukkan bahwa pada umumnya ada perubahan pada diri suami/ayah. Robinson melaporkan bahwa banyak suami yang istrinya bekerja akan lebih melibatkan diri dalam mendidik dan mengasuh anaknya dibanding ayah yang istrinya tidak bekerja. Russel juga menemukan gambaran serupa pada keluarga di Australia. Ia mengatakan bahwa 22
23
orang tua yang sama-sama bekerja menyebabkan ayah cenderung lebih memperhatikan anaknya dua kali dari sebelumnya. Tetapi bila suami/ayah tetap mempertahankan pola peran tradisional dan menolak ikut berpartisipasi dalam mendidik dan mengasuh anak, maka akan membawa kesulitan bagi istri/ibu dan anaknya (Dagun, 2002:144-145). Oleh karena itulah dukungan suami terhadap istri yang bekerja sangatlah penting. Dari penelitian Jones dan Jones (Rini, 2002) terungkap bahwa sikap suami merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan keluarga karir. Suami yang merasa terancam, tersaingi dan cemburu dengan status bekerja istrinya, tidak bisa bersikap toleran terhadap keberadaan istri yang bekerja. Namun ada pula yang merasa tidak menderita meskipun mereka ditinggal istrinya bekerja di luar negeri, seperti penelitian Busono dkk. (2003) di Jawa Barat, bahwa sebagian besar para suami yang istrinya menjadi TKW`di luar negeri menyatakan tidak menderita, bahkan mereka mendukung karir istrinya dan ikut bekerjasama dalam mengurus pekerjaan rumah tangga sehari-hari. Dalam kondisi yang terakhir ini pada umumnya sang istri akan lebih dapat merasakan kepuasan dan kebahagiaan hidup. Dari penelitian Scanzoni (Rini, 2002) terungkap bahwa keluarga karir dikatakan berhasil jika di antara suami dan istri saling memperlakukan pasangannya sebagai patner yang setara. Mereka pada umumnya tidak hanya berbagi pendapatan tetapi juga tidak segansegan berbagi dalam urusan rumah tangga dan mengurus anak. Adanya perubahan cara hidup yang demikian itu menimbulkan pula perubahan peran dan pola kehidupan dalam keluarga, sebab perubahan peran dalam keluarga terjadi juga karena perbedaan kepentinan antara suami dan istri. 23
24
Dilaporkan bahwa istri/ibu yang bekerja di luar rumah akan bertambah kesadaran diri dan harga dirinya. Bahkan dia merasa tidak yakin kalau anak mengalami penderitaan oleh adanya perubahan sistem dalam keluarga (Dagun, 2002:147).
2.2.3. Kekuasaan Suami Istri dalam Keluarga Karir dan Bukan Karir Hampir di semua masyarakat, kekuasaan di dalam keluarga berada di tangan laki-laki, sehingga hak pengambilan keputusan penting pun berada dalam kekuasaan suami. Bahkan rasa hormat pun hanya ada dari pihak istri kepada suami (Abdullah, 2000), kecuali di Amerika dan negara-negara Barat yang sudah langka sosok suami/ayah yang diidamkan, tetapi kenyataannya laki-laki (suami/ ayah) masih tetap dapat memaksakan kemauannya secara berhasil dalam persoalan keluarga (Goode, 2002:151). Kekuasaan suami atau istri sangat erat kaitannya dengan pola hubungan antar suami-istri dalam keluarga. Sedangkan pola hubungan itu dapat dibedakan menurut pola perkawinannya. Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri dalam keluarga atau rumah tangga, menurut Scanzoni & Scanzoni (Suleeman, 1999:100-101), dapat dibedakan ke dalam 4 (empat) macam pola perkawinan, yaitu (1) owner property, yang mengganggap istri milik suami, (2) head complement, yang melihat istri sebagai pelengkap suami, (3) senior junior partner, yang memposisikan istri sebagai teman, dan (4) equal partner, yang memposisikan istri sebagai mitra sejajar. Apabila istri dianggap sebagai milik, bukan sebagai pribadi, maka kekuasaan dalam keluarga mutlak pada suami, bahkan kekuasaan ini dikuatkan oleh adanya norma bahwa istri harus tunduk dan tergantung pada suami secara 24
25
ekonomis. Dari sudut teori pertukaran, istri mendapatkan pengakuan dari kebutuhan yang disediakan suami. Oleh karenanya tugas utama istri hanyalah mengurus keluarga, membahagiakan suami dan memenuhi semua keinginan dan kebutuhan rumah tangga suami, melahirkan dan mendidik anak-anaknya, sehingga dapat membawa nama baik suami. Jadi posisi istri dalam keluarga hanya sebagai perpanjangan dari kepentingan, kebutuhan, ambisi, dan cita-cita suami (Suleeman, 1999:101). Dengan perkataan lain, bahwa status sosial istri mengikuti status sosial suami, atau yang dalam masyarakat Jawa disebut sebagai “swaga nunut neraka katut” (kemuliaan istri numpang suami, tetapi kehinaan suami istri pun ikut terbebani). Celakanya, seperti kaum elit Jawa di masa lalu, suami bisa saja menceraikan istrinya sesuka hatinya bila ia sudah tidak menyukainya lagi, sedangkan istri tidak punya hak sedikitpun untuk protes. Berbeda dengan pola head complement, istri tidak lagi sekadar “swarga nunut neraka katut” melainkan sebagai “kanca wingking” (pendamping) dalam pengertian istri dianggap sebagai pelengkap suami. Tugas suami masih tetap mencari nafkah dan tugas istri masih tetap mengurus rumah tangga, tetapi suami dan istri memutuskan untuk mengatur kehidupan bersamanya secara bersamasama, meskipun keputusan akhir tetap di tangan suami. Bahkan secara sosial, istri menjadi atribut sosial suami, karenanya istri harus mencerminkan posisi dan martabat suaminya, baik dalam tingkah laku sosial maupun dalam penampilan fisik material. Misalnya, istri pejabat harus bisa menjadi panutan bagi para istri anak buah suaminya. Perhatikan gejala Dharma Wanita, ketuanya secara otomatis adalah istri pimpinan instansi yang bersangkutan. Ini artinya, bahwa kedudukan istri sangat tergantung pada posisi suami, meskipun usahanya itu 25
26
terkadang tidak terlihat dan kurang dihargai daripada pekerjaan yang mendapat upah (Suleeman, 1999:102-103). Sedangkan pada pola senior junior partner, posisi istri tidak lagi sebagai pelengkap suami tetapi sudah menjadi teman atau patner. Perubahan ini terjadi karena istri juga memberikan kontribusi secara ekonomi, meski pencari nafkah utama tetap suami. Dengan penghasilan yang didapat, secara ekonomis tidak lagi sepenuhnya bergantung pada suami, sehingga istri memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan. Menurut teori pertukaran, istri mendapatkan kekuasaan dan suami kehilangan sebagian kekuasaannya. Namun demikian suami masih memiliki kekuasaan yang lebih besar daripada istri karena posisinya sebagai pencari nafkah utama. Artinya, penghasilan istri tidak boleh lebih besar daripada suami. Karenanya istri terkadang harus mengorbankan karirnya demi karir suaminya. Begitu pula dalam hal status sosial, meskipun istri berasal dari status sosial yang lebih tinggi terpaksa harus turun status sosialnya karena mengikuti status sosial suami. Pola perkawinan seperti inilah yang banyak terdapat sekarang ini (Suleeman, 1999:104). Lain lagi dengan pola equal partner, suami-istri berada pada posisi yang setara, tidak ada posisi yang lebih tinggi atau lebih rendah. Istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mengembangkan diri dan melakukan tugastugas rumah tangga. Pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Dengan begitu istri bisa menjadi pencari nafkah utama dan berpenghasilan lebih tinggi daripada suami. Karena dalam pola ini norma yang dianut adalah kemitrasejajaran, sehingga suami dan istri mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang, baik di bidang pekerjaan maupun secara ekspresif. Segala 26
27
keputusan yang diambil suami-istri saling mempertimbangkan kebutuhan dan kepuasan masing-masing (Suleeman, 1999:104-105). Dari keempat pola perkawinan (keluarga) tersebut nampak bahwa kekuasaan suami-istri dalam keluarga karir banyak dipengaruhi oleh pola hubungan suami-istri yang terkait langsung dengan hak-hak istri untuk akses ekonomi. Oleh karena itu semakin tinggi karir istri semakin bertambah hak-hak istri dalam keluarga. Seperti yang diungkapkan oleh Goode (2002:150), bahwa bertambahnya hak-hak istri di Barat selama setengah abad yang lalu pada kenyataannya telah mengurangi kekuasaan suami dalam keluarga. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena posisi tawar (bargaining posisition) istri meningkat seiring dengan akses pendapatan yang diterima dari pekerjaannya (Sayer & Bianchi, 2000:907). Berbeda dengan sistem keluarga yang menganut prinsip patriarkhal konvensional, yang memposisikan istri sebagai ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan tidak berpenghasilan, maka suami lebih berkuasa daripada istri (Effendi, 1995:47), kecuali jika keluarga itu mempunyai cara pandang Parsonian atau Beckerian yang lebih menekankan pada spesialisasi peran fungsional dalam rumah tangga (Sayer & Bianchi, 2000:907). Sebenarnya, menurut Webley et al. (2001:82), ketidaksetaraan struktural yang terjadi dalam keluarga selama ini terkait dengan ketidaksetaraan gender dalam keluarga. Karenanya wajar ketika istri pada posisi tawar yang kuat mereka menuntut untuk berperan aktif dalam control income dan asset, menentukan kebutuhan konsumsi rumah tangga, kekuasaan pengambilan keputusan, serta pembagian kerja rumah tangga yang setara. Namun, menurut Megawangi (2000:212), sulit bagi laki-laki di Barat untuk memberikan komitmen dan 27
28
melindungi para perempuan yang dianggap sudah setara, mereka beranggapan bahwa perempuan tidak perlu lagi diperlakukan secara khusus, apalagi para feminisme moderen menolak konsep ketergantungan perempuan pada laki-laki. Oleh karena itu apabila para perempuan karir mengikuti pola keluarga Barat, maka tidak mustahil mereka akan menuntut hak yang lebih besar terhadap suami seiring dengan status ekonominya, sehingga peran istri secara tradisional semakin berkurang. Bahkan tidak jarang pula terdapat istri yang bersikap dominan dalam keluarga. Padahal, menurut Kaminer (Megawangi, 2000:212), banyak perempuan di Barat, termasuk kaum feminisme, yang mengkritik konsep kebebasan perempuan yang justru telah menjadi konsep yang ‘menakutkan’. Menurut mereka, konsep ini dapat membuat para laki-laki bebas dari beban dan tanggungjawabnya, di
mana sistem tradisional mengharuskan laki-laki
bertanggungjawab terhadap nafkah dan kesejahteraan istri dan anaknya. Selain itu juga timbul tuduhan-tuduhan bahwa feminisme telah merusak keluarga, karena secara teori, feminisme moderen adalah anti keluarga. Dampaknya antara tahun 1963 dan 1975 angka perceraian di AS meningkat 100% dan masalah kesejahteraan anak-anak semakin mengkhawatirkan.
2.3. Proses Pengambilan Keputusan dalam Keluarga 2.3.1. Pengertian Pengambilan Keputusan Setiap orang pada semua tingkatan, baik individual maupun dalam institusi, terus menerus harus mengambil keputusan. Bagi ‘manajer’ keluarga, tugas pengambilan keputusan merupakan bagian penting dari peran managerial, apalagi ‘manajer’ terlibat langsung dalam perencanaan keluarga. 28
29
Pengambilan keputusan merupakan proses kognisi yang terkait secara langsung dengan penentuan pilihan yang paling tepat (Sarwono, 1999:124). Sedangkan Schiffman dan Kanuk (Sumarwan, 2003:289) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Tetapi menurut Stoner dan Wankel (1986:211), bahwa pengambilan keputusan itu melukiskan proses pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Karenanya Huber (Stoner & Wankel, 1986:211) membedakan pengambilan keputusan dari penentuan pilihan dan pemecahan masalah. Menurut Huber, penentuan pilihan mengacu pada rangkaian aktivitas sempit yang terlibat dalam penentuan satu pilihan dari serangkaian alternatif, karenanya penentuan pilihan merupakan bagian dari pengambilan keputusan. Sedangkan pemecahan masalah mengacu pada rangkaian aktivitas luas yang terlibat dalam penemuan dan implementasi cara bertindak untuk memperbaiki situasi yang tidak memuaskan (lihat Gambar 2.1). Pengambilan Keputusan
Aktivitas yang Aktivitas yang Aktivitas Aktivitas yang Aktivitas menyangkut menyangkut menyangkut yang yang penentuan pengidentifikasian menyangkut pengevaluasian menyangkut keberadaan penentuan dan pelaksanaan penemuan dan dan pemilihan pemecahan pemecahan pentingnya pendiagnosisan di antara yang alternatif masalah masalah alternatif dipilih Penemuan Masalah
Penentuan Masalah
Pemecahan Masalah
Gambar 2.1 Pengambilan Keputusan dan Pemecahan Masalah Sumber: Stoner & Wankel (1986:212)
29
30
Pada Gambar 2.1 tersebut nampak bahwa pengambilan keputusan bukan sekadar penentuan pilihan, tetapi justru penentuan pilihan merupakan bagian dari pengambilan keputusan, di samping itu nampak pula bahwa pengambilan keputusan berbeda dengan pemecahan masalah. Namun ada pendapat lain yang menyatakan bahwa dilihat dari ilmu perilaku antara pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cenderung sama, karena keduanya terjadi dalam proses kognisi dan akan membawa pengaruh atas tindakan dan perilaku seseorang, atau secara singkat dapat dikatakan bahwa diambilnya keputusan merupakan salah satu aspek penting proses pengambilan keputusan. Dengan demikian yang dimaksud dengan pengambilan keputusan adalah proses pemilihan suatu arah tindakan sebagai cara untuk memecahkan suatu masalah yang sedang dihadapi. Jadi proses pengambilan keputusan keluarga, dalam hal ini tentang penggunaan keuangan keluarga, dapat diartikan sebagai proses pemilihan suatu tindakan dalam penggunaan keuangan keluarga sebagai cara pemenuhan kebutuhan keluarga dan keinginan anggota-anggotanya.
2.3.2. Beberapa Model Pengambilan Keputusan 2.3.2.1. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Teori Prospek Cara seseorang mengambil keputusan, menurut Sarwono (1999:124), dapat dideskripsikan melalui teori psikologi sosial yang bernama Teori Prospek. Keuntungan dari teori ini, adalah bahwa psikologi dapat meramalkan perilaku secara lebih tepat dan dapat menyarankan kepada seseorang untuk mengambil pilihan yang paling tepat jika dapat diketahui secara akurat berbagai elemen dalam kognisi. 30
31
Teori Prospek, menurut Kahneman dan Tversky (Sarwono, 1999:124125), adalah teori yang mendeskripsikan bagaimana individu mengambil keputusan. Cikal bakal teori ini sebenarnya tidak asing bagi disiplin psikologi. Teori ini menjadi terkenal karena diterbitkan dalam jurnal ekonomi “Econometrica” sebagai alternatif dari Teori Harapan Utilitas yang bisa dijagokan dalam disiplin ekonomi. Dalam literatur, analisis mengenai pengambilan keputusan biasanya digolongkan ke dalam dua kategori menurut derajat probabilitas yang menyertai konsekuensinya, yaitu keputusan tanpa risiko (riskless decision) dan keputusan berisiko (risky decision). Namun perlu diperhartikan, bahwa istilah tanpa atau dengan risiko ini dipakai dalam konteks besarnya probabilitas yang menyertai suatu konsekuensi, bukan dalam pengertian percakapan sehari-hari, bahwa “tanpa risiko” umumnya berkonotasi pada sebuah keputusan yang ‘mudah’ (Sarwono, 1999:125-126). Menurut Teori Prospek, sebuah keputusan diambil setelah melewati dua tahap kognitif, yaitu tahap editing dan tahap evaluating. Pada tahap editing, setiap alternatif disederhanakan melalui sejumlah proses mental. Setelah diedit, individu mengevaluasi setiap alternatif dan memilih alternatif yang mendapat nilai tertinggi atau yang terbaik. Dalam mengevaluasi (tahap evaluating) tersebut, individu diandaikan memakai fungsi nilai yang memiliki tiga karakteristik, yaitu: Pertama, konsekuensi diterjemahkan ke dalam deviasi dari suatu titik referensi yang umumnya dipersepsi sebagai keuntungan (deviasi positif), kerugian (deviasi negatif), atau netral (jika tepat pada titik referensi). Kedua, individu menilai besarnya keuntungan atau kerugian berdasarkan prinsip 31
32
psikofisik, seperti perbedaan nilai subjektif antara 1 dan 2 jiwa lebih besar daripada antara 101 dan 102 jiwa. Secara objektif memang perbedaannya sama yakni satu jiwa, tetapi secara subjektif maknanya berbeda tergantung apakah satu jiwa itu dekat atau jauh dari titik referensi. Sebab, pada domain keuntungan individu cenderung menghindari resiko (risk aversion), dan pada domain kerugian individu cenderung mencari resiko (risk seeking). Ketiga, respon terhadap kerugian jauh lebih ekstrim daripada respon terhadap keuntungan, seperti besarnya kesedihan dari kerugian satu jiwa (dari satu orang yang meninggal) melebihi besarnya kebahagiaan dari keuntungan satu jiwa (dari satu orang yang diselamatkan) (Sarwono, 1999:126). Ketiga karakteristik fungsi nilai tersebut dapat diilustrasikan dengan fungsi yang mirip dengan huruf S pada Gambar 2.2 sebagai berikut: Nilai subyektif
Kerugian
Keuntungan
Gambar 2.2 Fungsi Nilai Teori Prospek Sumber: Sarwono (1999:128)
Pada Gambar 2.2. di atas terlihat bahwa garis vertikal (tegak lurus) menunjukkan nilai subjektif yang seharusnya ditegakkan dalam pembuatan keputusan. Sedangkan titik referensi yang berada pada titik pertemuan antara
32
33
garis vertikal dan garis horizontal menunjukkan kondisi objektif yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam memilih alternatif antara nilai kerugian dan nilai keuntungan. Mengenai model pengambilan keputusan ini, Sarwono (1999:129-130) memberikan illustrasi dengan penjelasan yang dipakai oleh McDermott dalam menerangkan keputusan Presiden Carter menyetujui operasi militer untuk membebaskan sandera staf kedubes Amerika Serikat di Teheran bulan April 1980. Pada saat itu Carter dilukiskan berada dalam domain kerugian akibat Pemerintah
Revolusi
Iran
menolak
berunding
langsung
dengannya,
meningkatnya frustasi publik terhadap tidak menentunya nasib para sandera, ketidakpuasan anggota parlemen serta pejabat pemerintah terhadap cara penanganan sandera, di samping kampanyenya untuk memperpanjang masa jabatan presiden yang tidak berjalan dengan baik. Hal ini membuatnya mencari risiko dengan menyetujui alternatif yang secara militer dan politis sangat berbahaya. Sejarah mencatat operasi ini gagal dengan korban 8 jiwa, dan Carter dikalahkan Reagan dalam pemilihan umum. Dalam kasus keluarga, peran ganda perempuan (ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah) misalnya, menurut Rini (2002) mengalami banyak persoalan, baik persoalan yang timbul dalam diri pribadi sang ibu tersebut maupun tekanan yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan peran ganda itu sendiri. Dalam banyak kasus, kemampuan manajemen waktu dan manajemen rumah tangga merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para ibu yang bekerja. Mereka harus dapat memainkan peran gandanya tersebut dengan sebaik mungkin. Mereka sadar, bahwa mereka harus bisa menjadi ibu 33
34
yang sabar dan bijaksana untuk anak-anak, menjadi istri yang baik bagi suami, serta menjadi ibu rumah tangga yang bertanggungjawab atau keperluan dan urusan rumah tangga. Di tempat kerja, mereka pun mempunyai komitmen dan tanggungjawab atas pekerjaan yang dipercayakan kepadanya hingga mereka harus menunjukkan prestasi kerja yang baik. Sementara itu, dari dalam diri mereka pun sudah ada keinginan ideal untuk berhasil melaksanakan kedua peran tersebut secara proporsional dan seimbang. Namun demikian kenyataan ideal tersebut cukup sulit untuk dicapai karena beberapa faktor, misalnya pekerjaan di kantor sangat berat, sedangkan suami di rumah kurang bisa ‘bekerjasama’ untuk ikut menyelesaikan pekerjaan rumah, sementara anak-anak juga menuntut perhatian dirinya. Akhirnya, sang ibu tersebut akan merasa sangat lelah karena dirinya merasa dituntut untuk terus memberi dan memenuhi kebutuhan orang lain. Belum lagi, jika ternyata suami dan anak-anak merasa kurang mendapat perhatian, maka tidak heran jika lama kelamaan dirinya mulai dihinggapi depresi karena merasa tidak bisa membahagiakan keluarganya. Memang ada yang bisa menikmati peran gandanya itu, karena bagaimana pun juga kerja di luar rumah mempunai manfaat positif bagi sang ibu maupun keluarga, seperti dapat mendukung ekonomi rumah tangga, meningkatkan harga diri dan pemantapan identitas, pemenuhan kebutuhan sosial dan aktualisasi diri. Tetapi tidak sedikit yang merasa kesulitan hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam hidup sehari-hari. Jika dengan bekerja ternyata mendatangkan problem yang cukup memusingkan, maka apa manfaatnya jika seorang ibu pergi bekerja mencari nafkah di luar rumah? (Rini, 2002).
34
35
Jawaban atas pertanyaan itulah sebuah keputusan yang memerlukan pemikiran dan evaluasi yang teliti sebagaimana yang dimaksud dalam model pengambilan keputusan berdasarkan Teori Prospek. Singkatnya, bahwa pada prinsipnya fungsi nilai menterjemahkan konsekuensi objektif menjadi nilai subjektif dari mkonsekuensi. Teori Prospek juga mengajukan fungsi keputusan yang pada prinsipnya menterjemahkan probabilitas yang menyertai konsekuensi menjadi nilai subjektif dari probabilitas. Dengan demikian, nilai total dari sebuah alternatif adalah nilai subjektif konsekuensi dengan diberi bobot nilai subjektif dari probabilitasnya (Sarwono, 1999:130).
2.3.2.2. Model Pengambilan Keputusan Berdasarkan Perilaku Model pengambilan keputusan ini sering pula disebut model deskriptif, karena mencoba membahas proses pengambilan keputusan menurut realita, apa dan bagaimana proses tersebut berlangsung, bukan didasarkan pada pentingnya prosedur pengambilan keputusan tertentu juga bukan pada tujuan pengambilan keputusan. Model ini dibangun oleh Duncan atas dasar asumsi, bahwa (1) si pengambil keputusan adalah seseorang yang lebih mengutamakan kepuasan daripada keuntungan; (2) manusia selalu bergerak dalam batas rasionalitas, karenanya manusia tidak akan mampu menemukan kemungkinan atau alternatifalternatif, hasilnya dan kerugiannya; (3) proses penemuan alternatif selalu berurutan sehingga analisis setiap alternatif akan mempengaruhi proses pemilihan dari alternatif-alternatif tersebut (Indrawijaya, 1983:58). Menurut Carter (Indrawijaya, 1983:60), model perilaku ini mungkin lebih tepat untuk mempermudah proses pengambilan keputusan pada permasalahan 35
36
yang berulang-ulang dibanding untuk pengambilan keputusan yang sifatnya strategis. Oleh karena itu, model ini dapat diadopsi sebagai model pengambilan keputusan dalam keluarga. Sebab, selain tidak identik dengan organisasi yang besar, juga tingkat kompleksitas antar perilaku anggota keluarga relatif rendah. Duncan (Indrawijaya, 1983:59) menggambarkan model pengambilan keputusan ini dalam bentuk diagram sebagaimana Gambar 2.3 sebagai berikut:
Formulation of satisfactory goal through bargaining of diverse coalitions
Definition and analysis of decision problem
A4
A1 A2
A3
Ai
An
Sequential generation of alternatives
Feedback Evaluation Follow up
Bounded rationality
Selection of satisfactory alternatives through sequential search
Implementation of decision
Gambar 2.3 Model Pengambilan36Keputusan Berdasarkan Perilaku Sumber: Duncan (Indrawijaya, 1983:59)
37
Dari Gambar 2.3 dapat diketahui bahwa proses pengambilan keputusan dimulai dari perumusan tujuan, untuk kemudian dilanjutkan dengan tahap pendefinisian dan analisis masalah. Pada tahapan itu akan ditemukan beberapa alternatif keputusan, kemudian dipilih alternatif yang paling bisa memuaskan banyak pihak, baru kemudian dilaksanakan. Proses pengambilan keputusan yang demikian ini akan berlangsung secara berulang-ulang dalam permasalahan yang relatif hampir sama.
2.3.2.3. Model Pengambilan Keputusan Konsumen Model ini tak lepas dari perkembangan disiplin ilmu perilaku konsumen yang semula beranggapan bahwa konsumen dalam usahanya memaksimumkan kepuasan menghadapi kendala pendapatan dan harga barang-barang, sedangkan preferensi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengambilan keputusan diabaikan atau dikenal dengan istilah ceteris paribus. Engel, Blackwell dan Miniard (Sumarwan, 2003:30) mengemukakan bahwa berbagai teori perilaku konsumen yang berkembang tidak diuji secara empiris sampai pertengahan abad 20. Pengujian empiris dengan survey dan eksperimen banyak dilakukan setelah disiplin pemasaran pada program studi bisnis dan disiplin studi konsumen pada program studi ekonomi rumah tangga (family and consumer sciences) berkembang. Pada dekade 1960-an disiplin perilaku konsumen muncul sebagai sebuah disiplin yang berbeda. Perkembangan ini tak lepas dari pengaruh yang
37
38
cukup besar dari para pakar antara lain George Katona, Robert Ferber, John A. Howard, dan lainnya. George Katona dikenal sebagai bapak ekonomi psikologi. Robert Ferber adalah seorang ekonom yang mengembangkan teori perilaku konsumen dengan menerapkan prinsip-prinsip psikologi dan ekonomi. Sedangkan John A. Howard bersama Jagdish N. Sheth memberikan kontribusi yang sangat penting bagi teori perilaku konsumen, terutama model pengambilan keputusan konsumen yang dikenal sebagai “Howard and Sheth model“ sebagaimana Gambar 2.4 berikut.
KEGIATAN PEMASARAN
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pengenalan Kebutuhan FAKTOR PERBEDAAN INDIVIDU KONSUMEN
Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif
FAKTOR LINGKUNGAN KONSUMEN
Pembelian Konsumsi/Kepuasan
IMPLIKASI
Gambar 2.4 Model Pengambilan Keputusan Konsumen Sumber: Howard & Sheth (Sumarwan, 2003:31)
38
39
Pada Gambar
2.4 di atas terlihat bahwa kepuasan konsumen dalam
membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa akan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan pemasaran, (b) faktor perbedaan individu konsumen; dan (c) faktor lingkungan konsumen. Sedangkan proses pengambilan keputusan konsumen meliputi lima tahapan, yaitu: 1. Tahap pengenalan kebutuhan. Tahap ini muncul ketika seseorang menghadapi suatu masalah, yaitu terdapat perbedaan antara yang diinginkan dengan yang sebenarnya terjadi. Seperti ibu yang bekerja menghadapi masalah tekanan waktu, dia harus mencuci baju keluarga tetapi tidak ada kesempatan untuk melakukannya. Kondisi seperti ini dapat membangkitkan pengenalan kebutuhan akan mesin pencuci atau pembantu rumah tangga. 2. Tahap pencarian informasi. Ketika si ibu menganggap kebutuhannya bisa dipenuhi dengan membeli mesin pencuci, maka ia akan mencari informasi tentang produk itu, seperti jenis mesin pencuci, merek dan harganya, di toko mana produk itu, dan bagaimana cara pembayarannya. 3. Tahap evaluasi alternatif. Setelah ibu tesebut mendapat banyak informasi tentang produk yang dibutuhkan, maka ia akan mengevaluasi pilihan produk dan merek, serta memilihnya sesuai dengan yang diinginkan. Pada tahap ini, konsumen biasanya membandingkan berbagai pilihan dengan menggunakan berbagai macam kriteria, misalnya kualitas, kapasitas, merek, harga, pembuat produk, dan terkadang aspek hedonik dan psikologis ikut pula menjadi kriteria evaluasi. 4. Tahap pembelian. Setelah si ibu tersebut memutuskan alternatif yang akan dipilih, maka ia akan melakukan proses pembelian. Pada tahap ini meliputi 39
40
keputusan apakah membeli atau tidak, kapan membeli, di mana membelinya, dan bagaimana cara pembayarannya. Namun keputusan yang sudah bulat untuk membeli suatu produk terkadang harus batal karena beberapa alasan, seperti motivasi yang berubah, situasi yang berubah, atau produk yang akan dibeli tidak tersedia. 5. Tahap konsumsi dan kepuasan. Setelah memperoleh produk biasanya akan diikuti oleh proses konsumsi atau penggunaan produk, yang hasilnya tentu akan melahirkan perasaan puas atau tidak puas terhadap produk yang dikonsumsi atau yang digunakannya.
2.3.3. Peranan Suami-Istri dalam Pengambilan Keputusan Keluarga Setiap pengambilan keputusan dalam keluarga akan selalu mengandung konsekuensi ekonomi dan psikologis, apalagi keputusan itu menyangkut uang (Webley et al., 2001:75). Sebab, semua anggota keluarga (suami, istri dan anak) saling mempengaruhi dalam penggunaan uang tersebut, dan masing-masing memiliki peran dalam pengambilan keputusan itu, bahkan seorang anggota keluarga mungkin saja memiliki lebih dari satu peran. Misalnya, dalam pembelian dan konsumsi suatu produk, masing-masing anggota keluarga bisa memiliki satu peran atau lebih dari beberapa peran sebagai berikut: 1. Inisiator (initiator). Anggota keluarga yang memiliki ide untuk membeli suatu produk, ia akan memberikan informasi kepada anggota keluarga lain untuk dipertimbangkan dan dimudahkan dalam mengambil keputusan.
40
41
2. Pemberi pengaruh (influencer). Anggota keluarga yang biasanya diminta pendapatnya tentang suatu produk yang akan dibeli, ia akan diminta pendapatnya mengenai kriteria atau atribut produk yang sebaiknya dibeli. 3. Penyaring informasi (gatekeeper), yaitu anggota keluarga yang menyaring semua informasi yang masuk ke dalam keluarga, seperti seorang ibu mungkin tidak akan menceritakan mainan-mainan baru yang ada di toko kepada anakanaknya agar mereka tidak menjadi konsumtif. 4. Pengambil keputusan (decider), yaitu anggota keluarga yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah membeli suatu produk atau merek. Seperti seorang ibu biasanya yang memiliki wewenang untuk memutuskan menu makanan apa yang disajikan bagi keluarga sehari-hari, karenannya ia pula yang memutuskan jenis bahan makanan yang akan dibelinya. 5. Pembeli (buyer), yaitu anggota keluarga yang membeli suatu produk, atau yang diberi tugas untuk melakukan pembelian produk. 6. Pengguna (user), yaitu anggota keluarga yang mengkonsumsi suatu produk. Misalnya susu hanya dikonsumsi oleh anggota keluarga yang masih balita. Dari peran-peran itulah anggota keluarga bisa saling mempengaruhi dalam pengambilan keputusan keluarga untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk (Sumarwan, 2003:234). Namun demikian dalam penkajian keluarga, para peneliti lebih tertarik pada peran yang dilakukan oleh suami dan istri daripada peran semua anggota keluarga. Dari teori motivasi McCelland dapat diketahui bahwa suami dan istri mempunyai kecenderungan untuk saling berebut kekuasaan dalam keluarga, termasuk dalam pengambilan keputusan ekonomi keluarga, karena pada 41
42
dasarnya perilaku seseorang didorong oleh tiga kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan akan kesuksesan, kebutuhan afiliasi, dan kebutuhan kekuasaan. Dari hasil penelitian Tombokan (2001) terhadap keluarga karir suku Jawa dan Minahasa, terungkap semakin setara kedudukan suami dan istri dalam proses pengambilan keputusan ekonomi keluarga, meskipun secara individual peranan istri lebih dominan daripada suami. Namun demikian bukan berarti secara individual istri lebih ‘berkuasa’ daripada suami. Sebab dari beberapa studi tentang pola pengambilan keputusan keluarga yang dianalisis Sumarwan (2003:236-237) menunjukkan bahwa istri yang dominan dalam pengambilan keputusan karena ia memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya dan untuk anggota keluarganya. Alasan yang sama juga berlaku bagi suami yang dominan dalam pengambilan keputusan. Di samping itu terdapat pola keputusan otonomi, yaitu pengambilan keputusan yang bisa dilakukan oleh istri atau suami tanpa tergantung dari salah satunya. Istri bisa memutuskan pembelian produk tertentu tanpa harus minta persetujuan suami, seperti lampu neon mati dan harus diganti, maka istri bisa langsung membeli neon penggantinya tanpa harus menungu persetujuan suami, kecuali dalam pembelian produk yang berharga mahal biasanya pengambilan keputusan dilakukan bersama. Penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) terhadap keluarga wanita karir di Kota Malang semakin memperkuat analisis Sumarwan (2003) tersebut. Dari penelitian itu ditemukan lima macam pola pengambilan keputusan yang menunjukkan adanya pembagian kewenangan bagi suami-istri untuk mengambil keputusan dalam urusan keluarga. Kelima macam pola pengambilan keputusan 42
43
itu adalah (1) pengambilan keputusan oleh suami untuk urusan publik sederhana; (2) pengambilan keputusan oleh istri untuk urusan domestik sederhana; (3) pengambilan keputusan secara musyawarah suami-istri dengan dominasi istri untuk urusan domestik tingkat menengah; (4) pengambilan keputusan secara musyawarah suami-istri dengan dominasi suami untuk urusan publik tingkat menengah; dan (5) pengambilan keputusan dengan musyawarah suami-istri secara setara untuk persoalan-persoalan penting dan skala besar bagi ukuran keluarga. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peranan suami-istri dalam pengambilan keputusan keluarga, menurut Kirchler (Webley et al., 2001:89), tergantung pada faktor ketertarikan dan kompetensi suami atau istri. Meski pendapat ini cenderung tidak melihat fakta bahwa persepsi tentang kompetensi bisa muncul dari struktur kekuasaan. Sebagai contoh, pengamatan Wilson (Webley et al., 2001:89) untuk keluarga berpendapatan rendah, perempuan dianggap lebih baik daripada laki-laki dalam mengelola uang, sedangkan pada tingkat pendapatan lebih tinggi, laki-laki dianggap ahli. Tetapi menurut penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) faktor yang sangat berpengaruh terhadap posisi istri (wanita karir) dalam proses pengambilan keputusan keluarga adalah nilai budaya yang berlaku sekarang (53%), pendapatan suami-istri berimbang (23%), dan lingkungan di sekitar rumah (12%). Sedangkan latar belakang sosial-ekonomi dan budaya, serta tingkat pendidikan suami atau istri sedikit pengaruhnya (1%) terhadap pengambilan keputusan keluarga.
43
44
2.4. Perilaku Ekonomi dalam Keluarga 2.4.1. Pengertian Perilaku dan Perilaku Ekonomi Perilaku merupakan manifestasi hidup kejiwaan dan intelektual yang didorong oleh motif tertentu, sehingga manusia itu berbuat atau melakukan sesuatu tindakan untuk tujuan tertentu. Pengertian ini didasarkan pada kerangka pemikiran Al-Ghazali yang memandang perilaku sebagai sesuatu yang mempunyai tujuan agama dan kemanusiaan. Menurut Al-Ghazali (Langgulung, 1987:274-275), bahwa (1) perilaku mempunyai penggerak dan pendorong (motivasi) serta tujuan. (2) Motivasi bersifat dari dalam yang muncul dari diri manusia sendiri, tetapi ia dirangsang oleh stimulus dari luar ataupun dari dalam yang berhubungan dengan kebutuhan jasmani dan kecenderungan alamiah, seperti rasa lapar, cinta, takut dan lainnya. Menghadapi motivasi tersebut, maka manusia mendapati dirinya terdorong untuk mengerjakan sesuatu. (3) Perilaku mengandung rasa kebutuhan dengan perasaan tertentu dan kesadaran akal terhadap suasana tersebut. (4) Perilaku bersifat individual yang berbeda menurut perbedaan faktor bawaan dan perolehan atau proses belajar. (5) Perilaku ada dua tingkatan, yaitu tingkat pertama perilaku dikuasai oleh motivasi-motivasi dan faktor-faktor kegopohan, sedangkan tingkat kedua perilaku dikuasai oleh kemampuan dan akal. Di samping itu, perilaku bukanlah karakteristik yang kekal sifatnya melainkan dapat berubah, diubah dan berkembang sesuai dengan faktor yang mempengaruhinya (Sadiman, 1999). Hal ini sesuai dengan pendapat Mc.Conell, bahwa perilaku merupakan karakteristik individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Karakteristik yang dimaksud meliputi sifat, kemampuan, 44
45
nilai, ketrampilan, sikap serta intelegensi yang muncul dalam pola perilaku seseorang (Maryani & Ludigdo, 2001:53). Jadi perilaku merupakan manifestasi karakteristik seseorang dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tetapi, menurut Solomon (Sumarwan, 2003:147), perilaku (behavior) merupakan komponen sikap yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan obyek sikap. Oleh karena itu, perilaku seseorang dapat diramalkan dari sikap yang ditampilkannya, meskipun dalam kenyataan tidak selalu sikap tertentu berakhir dengan perilaku yang sesuai dengan sikap tersebut. Misalnya, tentang perilaku membuang sampah, diketahui bahwa sikap terhadap membuang sampah di kalangan sejumlah responden di Jakarta berkorelasi positif dengan taraf pendidikan (semakin tinggi tingkat pendidikan semakin positif sikapnya pada membuang sampah secara benar), akan tetapi dalam praktiknya, tidak ada perbedaan antara yang berpendidikan dan yang kurang berpendidikan dalam hal perilaku membuang sampah. Kedua golongan itu sama-sama membuang sampah sembarangan (Sarwono, 1999: 237). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perilaku seseorang tidak selalu identik dengan sikap terhadap obyek tertentu. Namun demikian bukan berarti temuan tersebut menunjukkan bukti tidak adanya keeratan hubungan antara perilaku dan sikap. Sebab, masih ada temuan lain yang menunjukkan bahwa sikap dapat menentukan perilaku jika ia muncul atau dimunculkan dalam kesadaran seseorang (Sarwono (1999:240). Lagi pula, seseorang merasa, berpikir, bersikap dan bertindak karena adanya rangsangan dari luar, meskipun perilaku itu ditentukan oleh fungsi otak 45
46
dengan 10 trilyun sel syarafnya (Sadiman, 1999). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa perilaku manusia pada hakikatnya adalah segala aktivitas manusia itu sendiri, sehingga perilaku mempunyai cakupan yang sangat luas, baik berupa tindakan nyata maupun respon internal yang tidak dapat dilihat orang lain secara langsung, seperti perasaan, persepsi, emosi dan lainnya, baik yang bersifat positif ataupun negatif. Adapun perilaku ekonomi (keluarga dan masyarakat) merupakan obyek kajian ilmu ekonomi, yaitu untuk memperoleh jawaban dari persoalan-persoalan yang menyangkut hubungan antara kebutuhan manusia dan alat pemuasnya. Kebutuhan manusia itu timbul dari hasrat manusia, semakin tinggi tingkat budaya manusia semakin besar dan bervariasi pula kebutuhannya. Oleh karena itu, Sulistyo dan Widayat (1986:5) mendefinisikan perilaku ekonomi adalah perilaku yang timbul sebagai tanggapan terhadap dorongan keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, khususnya kebutuhan yang bersifat kebendaan. Menurut Sulistyo dan Widayat (1986:6), sebagian kebutuhan kebendaan tersebut berakar pada kebutuhan manusia sebagai makhluk biologis, seperti kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Sedang yang lain lagi berakar pada kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan dan budaya masyarakatnya. Jadi kebutuhan itu mula-mula tumbuh dari dalam diri manusia itu sendiri, baru kemudian berkembang sesuai dengan perkembangan budaya masyarakatnya. Dengan demikian perilaku ekonomi keluarga pada dasarnya menyangkut kegiatan ekonomi anggota keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup individu dan keluarganya. Yang dimaksud dengan kebutuhan keluarga adalah 46
47
keinginan keluarga untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa. Dalam hal ini, keinginan dibedakan dalam dua bentuk, yaitu (1) keinginan yang disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang diingini, dan (2) keinginan yang tidak disertai kemampuan untuk membeli (Sukirno, 1994:5). Adapun yang dimaksud dengan barang adalah barang ekonomi, yaitu barang yang memerlukan usaha untuk memperolehnya, seperti sembako dan barang-barang industri yang tidak bisa dinikmati secara gratis seperti udara atau sinar matahari. Barang-barang ekonomi dapat pula dibedakan antara barang konsumsi (makanan, pakaian dan sepeda motor), dan barang modal (mesin, peralatan bengkel). Di samping itu terdapat pula penggolongan lain berdasarkan kepentingan barang tersebut dalam kehidupan manusia, yaitu barang inferior (seperti ikan asin dan ubi kayu), barang esensial (seperti sembako), barang normal (baju dan buku), dan barang mewah (mobil dan emas). Sedangkan jasa tidak berbentuk benda, ia merupakan layanan seseorang atau sesuatu barang yang akan memenuhi kebutuhan keluarga, seperti jasa pengasuhan anak, jasa angkutan, jasa kebersihan, jasa tukang cukur, tukang rias, dan siaran televisi yang memberikan hiburan (Sukirno, 1994:5-6). Dengan demikian, perilaku ekonomi akan selalu dihadapkan pula pada masalah pokok ekonomi, yaitu masalah kelangkaan (scarcity), baik barang dan jasa yang tersedia maupun sumber daya untuk memperoleh barang dan jasa tersebut. Sebab, keinginan dan kebutuhan manusia relatif tidak terbatas, sedangkan sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan tersebut relatif terbatas (Sukirno, 1994:5).
47
48
Oleh sebab itu, setiap individu ataupun keluarga tidak mungkin bisa mendapatkan semua yang diinginkan, atau bahkan yang dibutuhkan, maka dalam setiap kegiatan ekonomi pelaku harus membuat pilihan atau perioritas agar sumber-sumber daya yang tersedia dapat digunakan secara efisien untuk mewujudkan kesejahteraan (kepuasan) maksimum. Dengan kata lain, persoalan yang harus diselesaikan adalah dengan menggunakan pendapatan mereka, barang-barang apakah yang perlu dibeli dan berapakah jumlahnya agar pembelian dan penggunaan barang-barang tersebut akan memberikan kepuasan yang maksimum kepada diri dan keluarganya (Sukirno, 1994:8). Namun harus pula dipahami, bahwa menurut Katona (Sjabadhyni & Wutun, 1999:22), perilaku ekonomi keluarga tidak hanya didorong oleh stimulus ekonomi semata, akan tetapi juga oleh peristiwa-peristiwa sosial lainnya. Ini artinya, Katona (sang tokoh utama yang mengembangkan psikologi ekonomi dan konsumen) memberikan wacana bahwa ruang lingkup perilaku ekonomi sangat luas, tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan yang secara jelas berlabel ekonomi, seperti belanja barang atau membayar ongkos jasa angkutan, tetapi kegiatankegiatan berlabel sosial pun selama mengandung konsekuensi ekonomi juga merupakan bentuk-bentuk perilaku ekonomi, seperti merayakan ulang tahun kelahiran, arisan, memberi kado pada perkawinan anak tetangga, pendidikan anak, dan lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini yang dimaksud dengan perilaku ekonomi keluarga adalah kegiatan anggota keluarga sebagai tindakan atas dorongan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidup keluarganya.
2.4.2. Beberapa Model Perilaku Ekonomi Keluarga 48
49
2.4.2.1. Perilaku Ekonomi Keluarga Berdasarkan Teori Peluang Bersaing Teori peluang bersaing (comparative advantage) ini dikembangkan oleh Becker (1991:30-32) yang bertolak dari ide dasar bahwa penyatuan potensi suami dan istri dapat memberi keuntungan maksimal bagi keluarga melalui spesialisasi dalam pembagian kerja, pembelian barang (belanja), dan skala ekonomi. Karenanya menurut teori ini kesejahteraan (well-being) keluarga tergantung pada jumlah penghasilan dan komoditi yang dikonsumsi. Tetapi, Becker tidak hanya mengacu pada aneka macam barang yang dapat dikonsumsi, tetapi juga kelompok barang yang lebih luas seperti mainan anak-anak, barangbarang mewah, penataan ruangan, kesehatan, serta barang-barang untuk hadiah (kado), dan lainnya. Menurut teori ini, anggota keluarga seharusnya menginvestasi jenis human capital yang mengarah pada spesialisasi yang berbeda sesuai dengan skill dan sumberdaya masing-masing. Spesialisasi ini akan sangat efisien dan meningkatkan investasi yang berdampak pada semakin efektif dan efisien dalam penggunaan waktu dan uang (Webley et al., 2001:79). Misalnya, jika istri memperoleh peluang bersaing (comparative advantage) dalam akses ekonomi (penghasilan istri jauh lebih tinggi daripada penghasilan suami), maka pekerjaan mengasuh anak maupun tugas-tugas domestik lainnya akan lebih efektif dan efisien bila dikerjakan oleh suami. Dengan perkataan lain bahwa salah satu dari suami atau istri meningkatkan pendapatan dengan mengembangkan ketrampilan lainnya agar semakin ahli dan produktif, sedangkan yang lainnya konsentrasi pada tugas-tugas rumah tangga.
49
50
Meskipun demikian, diakui bahwa banyak perilaku dalam keluarga yang berkarakter ekspresif sekaligus instrumental. Misalnya, memasak bagi keluarga adalah tugas penting tetapi juga sekaligus berarti ungkapan cinta. Bentuk ekpressif dan instrumental ini terkadang sulit diterima sebagai implikasi perilaku ekonomi dalam keluarga. Semua permasalahan keluarga seringkali dikaitkan dengan masalah uang. Padahal faktanya, uang merupakan sumber potensial dari ambiguity dan ambivalence (Webley et al., 2001:76). Oleh karena itu teori “Peluang Bersaing” ini mendapat banyak kritik yang pada intinya juga mengabaikan tingkat keterbatasan yang lain. Seperti yang ditunjukkan oleh Belk (1995:62), bahwa keluarga bukan hanya sebagai unit pengambil keputusan konsumsi meskipun kehidupan keluarga itu ‘disibukkan’ oleh persoalan konsumsi. Belum lagi adanya tekanan normatif bahwa istri/ibu secara alami berperan dalam rumah tangga, sedangkan suami sebagai pemimpin dan pencari nafkah. Bahkan bukan rahasia lagi bahwa (di Inggris pun) masih terjadi diskriminasi gender di pasar kerja serta tekanan ideologi yang membuat laki-laki tidak mau melakukan tugas-tugas rumah tangga (Webley et al., 2001: 81). Oleh karena itu dalam konteks sosial dan ekonomi, tak heran jika suami memilih bekerja di luar rumah dan istri memilih untuk mengasuh anak, sehingga ketika istri memperoleh penghasilan yang lebih besar pun suami masih sulit merubah peran tradisionalnya. Meskipun demikian Berk & Berk (Webley et al., 2001:81) mengakui bahwa Becker dengan “model pembaharuan ekonomi rumah tangga” telah memberi sumbangan positif, yaitu keluarga bisa mencapai alokasi waktu dan sumber dana secara maksimal.
50
51
2.4.2.2. Perilaku Ekonomi Keluarga Berdasarkan Teori Utilitas Pada hakikatnya seseorang membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa karena barang dan jasa yang dibelinya itu akan memberi kepuasan, manfaat atau guna. Kepuasan atau manfaat barang dan jasa tersebut dapat diperoleh secara langsung dari barang atau jasa itu sendiri, ataupun secara tidak langsung melalui orang lain. Seperti belanja makanan bisa memberikan kepuasan dan manfaat secara langsung, yaitu ketika dimakan rasanya lezat dan perutnya kenyang. Tetapi belanja perhiasan emas atau berlian baru memberi kepuasan bila dipuji dan dikagumi orang lain. Lagi pula kepuasan ini bersifat subyektif atau dalam ranah psikologis sehingga tidak dapat diukur secara kuntitatif kecuali dibandingkannya dengan nilai uang (Partadiredja, 1985:161). Jadi kepuasan yang diperoleh seseorang dari membelanjakan uangnya atau mengkonsumsi barang atau jasa itulah yang dinamakan nilaiguna atau utilitas (utility). Menurut Sukirno (1994:152), nilaiguna (utilitas) tersebut dibedakan antara nilaiguna total (total utility) dan nilaiguna marginal (marginal utility). Nilaiguna total mengandung arti jumlah seluruh kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang atau jasa tertentu. Sedangkan nilaiguna marginal berarti pertambahan atau pengurangan kepuasan sebagai akibat dari pertambahan (atau pengurangan) penggunaan satu unit barang tertentu. Komparasi antara kedua macam nilaiguna tersebut melahirkan hipotesis utama dari teori utilitas, atau yang dikenal sebagai “hukum nilaiguna marginal yang semakin menurun”, yaitu bahwa tambahan nilaiguna yang akan diperoleh seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya pada barang 51
52
tersebut. Pada akhirnya tambahan nilaiguna akan menjadi negatif, yaitu apabila konsumsi atas barang tersebut ditambah satu unit lagi, maka nilaiguna total akan menjadi semakin sedikit (Sukirno, 1994:152). Artinya, pertambahan yang terus menerus dalam mengkonsumsi suatu barang justru tingkat kepuasan semakin menurun sampai pada titik kejenuhan (bosan). Oleh karena itu setiap orang akan berusaha memaksimumkan kepuasan yang dapat dinikmatinya dengan berbagai variasi (banyak pilihan) dan pada tingkat kuantitas mana yang memberikan tingkat kepuasan yang tinggi dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa. Hipotesis lain yang tidak kalah menariknya adalah bahwa “setiap orang (konsumen) akan memaksimumkan utilitasnya dengan tunduk kepada kendala anggaran (pendapatan) yang ada” (Arsyad, 2000:99). Karenanya dalam teori kurva indiferens (ordinal utility) salah satu hipotesisnya ada yang mengatakan bahwa “konsumen mempunyai suatu skala preferensi”, yaitu suatu sistem atau serangkaian kaidah dalam menentukan pilihan (Arsyad, 2000:102). Oleh karena itu, menurut teori ekonomi, orang akan membeli atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa sesuai dengan garis anggaran (budget line), yaitu garis yang menunjukkan jumlah dan mutu barang/jasa yang dapat dibeli dengan sejumlah pendapatan atau anggaran tertentu. Dengan demikian, apabila kedua hipotesis tersebut selalu menjadi dasar dalam pengelolaan keuangan keluarga, terutama dalam penggunaan keuangan untuk membeli atau mengkonsumsi suatu barang atau jasa, berarti perilaku ekonomi keluarga tersebut didasarkan pada teori utilitas. Keuntungannya adalah dalam kehidupan sehari-hari keluarga itu akan bisa membuat keputusan tentang cara yang terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan untuk 52
53
memproduksikan ataupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa berdasarkan pilihan-pilihan yang tersedia, dengan catatan individu-individu dari anggota keluarga tersebut tidak hanya memburu kepuasan semata. Namun demikian pada praktiknya teori utilitas ini tidak sejalan dengan teori kepuasan yang menyatakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak dari perbandingan antara kepuasan yang diharapkan dengan kepuasan yang senyatanya diperoleh (Sumarwan, 2003:322), sekalipun keduanya sama dalam hal pemaksimuman kepuasan. Oleh sebab itulah model perilaku ekonomi yang mendasarkan pada kepuasan (utility) banyak mendapat kritik. Contoh Sen (Webley et al., 2001:81) mengkritik bahwa perilaku tersebut tidak realistis. Lagi pula, kepuasan itu bersifat subyektif (pada ranah psikologis) sehingga seseorang konsumen akan sulit membedakan antara barang atau jasa yang dibutuhkan dengan yang diinginkan.
2.4.3. Perilaku Ekonomi dalam Penggunaan Keuangan Keluarga 2.4.3.1. Perilaku Konsumtif dan Konsumeristik Perilaku ekonomi keluarga di Indonesia nampaknya telah terkontaminasi oleh pandangan ekonomi liberal neoklasik (neoliberalisme), yang sejak awal rezim Orde Baru. ‘dibudidayakan’ sebagai mesin pencepat kemajuan ekonomi. Manusia dipandang semata-mata sebagai homo economicus yang berperilaku seperti ‘mesin pemaksimal keuntungan’. Yang lebih menarik lagi pandangan mereka tentang keluarga (rumah tangga) yang dianggapnya sebagai lembaga sosial yang berperan ganda. Pertama berperan sebagai mesin yang diprogram untuk memaksimalkan kepuasan dengan mengkonsumsi barang yang diproduksi 53
54
oleh perusahaan. Kedua berperan sebagai ‘produsen’ tenaga kerja. Dampaknya, rumah tangga (keluarga) setiap hari dibombardir dengan iklan yang menawarkan berbagai produk yang seringkali tidak jelas manfaatnya. Di pihak lain, tenaga kerja hanya dipandang sebagai sumberdaya, bukan sebagai manusia utuh, sehingga pemenuhan hak-hak pekerja hanya terfokus pada upah minimum yang memadai (Mas’oed, 2002). Budiman (Sigit Sidi & Setiadi, 2000) mengemukakan bahwa salah satu aspek ekspansi kapitalisme global adalah diciptakannya manusia-manusia yang serakah dan materialistis, sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sistem kapitalisme. Melalui iklan dan berbagai bentuk promosi lainnya manusia dibentuk menjadi berperilaku konsumeristis. Sikap serakah, materialistis, dan konsumeristis inilah yang mendorong orang untuk bekerja sekeras-kerasnya, demi memenuhi keinginannya yang tak kunjung terpuaskan. Dari penelitian Evanita dkk. (2003) diperoleh keterangan bahwa iklan televisi, motivasi, umur, pendidikan, pendapatan, kelompok acuan, dan sikap pada produk secara bersama-sama berpengaruh terhadap perilaku konsumtif ibu rumah tangga. Hasil penelitian Zebua (2001) juga memberikan keterangan bahwa konformitas (mengikuti dengan pasrah pada tekanan kelompok) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumtif remaja. Menurut Tambunan (2001), istilah konsumtif (sebagai kata sifat) sering diartikan sama dengan kata konsumerisme. Padahal kata yang terakhir ini mengacu pada segala sesuatu yang berhubungan dengan konsumen. Sedangkan konsumtif lebih khusus menjelaskan keinginan untuk mengkonsumsi barangbarang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai 54
55
kepuasan yang maksimal. Memang belum ada definisi yang memuaskan tentang kata konsumtif ini, namun konsumtif biasanya digunakan untuk menunjuk pada perilaku konsumen yang memanfaatkan nilai uang (cost) lebih besar daripada nilai produksinya untuk barang dan jasa yang bukan menjadi kebutuhan pokok. Jadi, segi keperluan atau tingkat kebutuhan yang menjadi ukurannya. Sedangkan kebutuhan pokok (primary needs) adalah kebutuhan yang bersifat fisiologis atau biologis yang berfungsi untuk mempertahankan hidup, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan. Selain itu, ada kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang diciptakan (innate needs), yaitu kebutuhan yang muncul sebagai reaksi terhadap lingkungan dan budayanya. Kebutuhan ini biasanya bersifat psikologis karena berasal dari sikap subyektif, seperti kebutuhan self-esteem, prestige, affection, dan power. Misalnya, rumah adalah kebutuhan primer, tetapi sebagian orang membangun rumah yang sangat mewah, karena ingin dipandang sebagai orang yang sukses, maka rumah mewah ini bisa disebut sebagai kebutuhan sekunder, atau bahkan tersier, karena merupakan kebutuhan yang tingkat keperluannya relatif rendah (Sumarwan, 2003:36). Di samping itu ada jenis kebutuhan yang dirasakan (felt needs), Jenis kebutuhan ini, menurut Sumarwan (2003:36), dibedakan berdasarkan manfaat yang diharapkan. Pertama, kebutuhan utilitarian, yaitu kebutuhan yang didasarkan pada manfaat fungsional, seperti “obeng” untuk membuka dan memasang “mur”, obeng dibutuhkan karena mur tidak bisa dibuka dan dipasang dengan tangan kosong. Kedua, kebutuhan ekspresif atau hedonik, yaitu kebutuhan yang bersifat psikologis seperti rasa puas, gengsi, emosi, dan perasaan subyektif lainnya. Kebutuhan ini sering muncul untuk memenuhi tuntutan sosial 55
56
dan estetika, seperti minum kopi di restoran memberikan manfaat fungsional yang sama dengan minum kopi di warung kopi dalam hal kenyamanan atau kelezatannya, tetapi restoran bisa memberikan manfaat estetika dan tuntutan sosial yang lebi tinggi daripada warung kopi. Seperti halnya “dasi” tidak memberikan manfaat fungsional tetapi memberikan manfaat estetika dan tuntutan sosial. Jadi perilaku konsumeristik maupun perilaku konsumtif adalah perilaku ekonomi yang tidak rasional, karena cenderung berorientasi pada keinginan untuk memenuhi kebutuhan ekspresif (hedonik) daripada kebutuhan fungsional, dan untuk memenuhi kebutuhan hedonik ini biasanya dibutuhkan pengorbanan (cost) yang lebih tinggi daripada kebutuhan fungsional. Padahal untuk bisa mendapatkan kepuasan dari pengkonsumsian atribut, konsumen harus membeli produk untuk memperoleh atribut tersebut. Dengan perkataan lain, produk itu merupakan alat untuk menyampaikan atribut dalam proses konsumsi (Arsyad, 2000:116). Oleh karena itulah Organisasi Konsumen Internasional (CI-ROAP) dalam program “sustainable consumption” mengkampanyekan perilaku konsumsi yang selalu didasarkan pada kebutuhan, bukan keinginan. Sebab, menuruti keinginan tiada batasnya, bahkan langit pun tidak bisa menjadi batas. Yang jelas bahwa pola konsumsi yang berorientasi pada keinginan bukanlah perilaku konsumsi yang rasional (Prehati, 2001). Namun dalam praktik, karena membanjirnya peluang, kesempatan dan pilihan untuk aktualisasi diri, maka akan bisa membuat orang ‘hanyut’ sehingga melupakan hakikinya yang sangat mendasar. Terbawanya manusia dalam banjir 56
57
informasi menyebabkan kekaburan manusia untuk memahami perbedaan antara kebutuhan dengan keserakahan (needs and greed), butuh dan ingin (wish and need), yang kemudian mendorong manusia untuk secara terus menerus terlibat dalam kegiatan pemuasan pribadi. Dia lalu berkembang menjadi makhluk yang egosentris dan instrumental. Sebaliknya, disonansi, kesenjangan generasi, kesenjangan kelas sosial-ekonomi, adalah efek samping terutama bagi yang tidak mungkin bisa memenuhinya (Sigit Sidi & Setiadi, 2000).
2.4.3.2. Perilaku Menabung (Saving) Tabungan (save) berarti pendapatan yang tidak dibelanjakan untuk keperluan konsumsi. Namun tabungan ini bukan suatu konsep sisa setelah semua keperluan konsumsi dipenuhi, melainkan suatu pilihan antara uang itu dibelanjakan atau tidak dibelanjakan (Partadiredja, 1985:64). Tetapi Sulistyo & Widayat (1986:125), menyatakan bahwa tabungan adalah sisa pendapatan yang tidak dikonsumsikan atau konsumsi yang ditunda. Pendapat yang terakhir ini rupanya didasarkan pada hipotesis pendapatan absolut dari Keynes, bahwa tingginya tingkat tabungan rumah tangga (keluarga) tergantung pada besarnya pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income). Hasrat menabung dari pendapatan yang siap dibelanjakan tersebut akan meningkat sesuai dengan tingkat pendapatannya. Dengan perkataan lain, bahwa semakin tinggi tingkat pendapatannya, maka semakin tinggi pula tingkat tabungannya. Jadi menurut pandangan Keynesian, bahwa tabungan sangat erat hubungannya dengan pendapatan (Sulistyo & Widayat, 1986:125). Bahkan pendapatan merupakan faktor penentu utama perilaku menabung, tetapi bukanlah 57
58
satu-satunya faktor penentu perilaku menabung pada keluarga (Arsyad, 1999:157). Menurut Sjabadhyni & Wutun (1999:21), subyek menilai penghasilan yang diperoleh bersifat tidak mantap yang disebabkan oleh faktor subyektif. Dengan jumlah penghasilan yang sama atau mungkin lebih tinggi oleh sebagian keluarga tetap merasa kurang memadai dan kurang memuaskan. Hal ini tidak disebabkan oleh penilaian individu membandingkan antara penghasilan dan meningkatnya harga barang kebutuhan hidup sehari-hari, akan tetapi lebih kepada seseorang melihat penghasilannya sebagai sumber rasa aman saat itu dan masa depan. Individu yang mempunyai rasa aman yang rendah cenderung lebih berhemat dan berusaha menabungkan penghasilannya. Di samping itu, setiap keluarga tentu memiliki harapan yang tidak saja memanfaatkan uangnya saat ini, tetapi juga untuk memenuhi apa yang diharapkan di masa mendatang apabila terjadi kelangkaan masa depan. Harapan tersebut akan menentukan atau mempengaruhi keputusan untuk membelanjakan dan atau menabung (Sjabadhyni & Wutun, 1999:21-22). Survey yang dilakukan oleh Sumarwan (2003:61-62) terhadap mahasiswa MMA-IPB tentang sikap atau pendapat atau opini mereka terhadap tabungan, ternyata semua responden sepakat bahwa menabung adalah perilaku yang baik dan harus ditanamkan kepada anak-anak. Hasil survey ini bila didekati dengan teori reasoned action dari Fishbein & Ajzen (Sarwono, 1999:243), maka dapat diprakirakan bahwa akan diikuti dengan tindakan (action), yakni berperilaku menabung, karena alasan (reason) telah terungkap, yakni bersikap positif terhadap perilaku menabung. 58
59
2.4.3.3. Perilaku Kredit/Hutang (Dissaving) Dalam survey yang dilakukan Sumarwan (2003:62) tersebut, ditanyakan juga sikap responden tentang membeli kendaraan dan rumah dengan kredit. Dua produk ini harganya relatif mahal, sehingga sangat relevan jika pembelian produk ini dikaitkan dengan kredit. Kurang lebih 16% menyatakan bahwa mereka tidak perlu menunggu punya uang yang cukup untuk membeli mobil, dengan kata lain mereka setuju membeli mobil dengan kredit. Akan tetapi ada 46% yang tidak menyatakan pendapatnya. Sedang mengenai pembelian rumah, hampir 50% responden setuju membeli rumah dengan kredit, karena kredit rumah seringkali dianggap sebagai investasi bukan kredit konsumen, sehingga sangat logis jika banyak konsumen yang bersedia membeli rumah dengan kredit. Responden pun ternyata juga punya sikap yang positif terhadap kredit secara umum, 75% dari responden menyetujui bahwa bukanlah hal yang buruk untuk membeli sesuatu dengan kredit asalkan bisa membayarnya sesuai dengan kemampuan mereka. Memang, bagi yang berpenghasilan tinggi akan dengan mudah membeli sesuatu produk yang mahal sekalipun dengan membayar secara tunai, bahkan bisa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk menabung. Tetapi bagi yang berpenghasilan rendah, mungkin semua pendapatannya dihabiskan untuk konsumsi, terkadang justru pengeluarannya lebih besar daripada pendapatannya, sehingga harus berhutang untuk menutup anggaran biaya keluarganya. Keadaan ini dinamai tabungan negatif (dissaving). Keluarga dapat dissaving pada saat 59
60
tertentu, tetapi tidak dapat terus menerus berhutang, apalagi untuk pengeluaran konsumsi (Partadiredja, 1985:64). Dengan demikian, perilaku kredit atau hutang bukanlah perilaku yang buruk (negatif), kecuali hutang untuk menutup anggaran biaya konsumsi yang terus menerus, sehingga muncul peribahasa “gali lubang tutup lubang” (cari hutang untuk membayar hutang).
2.5. Hubungan Proses Pengambilan Keputusan dan Perilaku Ekonomi Model pengambilan keputusan konsumen yang dikembangkan oleh John A. Howard dan Jagdish N. Sheth atau yang dikenal sebagai “Howard and sheth Model”, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.4, dapat diadopsi sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga. Sebab, pada dasarnya penggunaan keuangan keluarga merupakan suatu bentuk dari perilaku konsumen. Schiffman dan Kanuk (Sumarwan, 2003:25) mendefinisikan istilah perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Bahkan Loudon dan Della-Bitta (Sumarwan, 2003:25) secara eksplisit mengartikan perilaku konsumen sebagai proses pengambilan keputusan dan aktivitas fisik dalam mengevaluasi, memperoleh, menggunakan dan menghabiskan barang atau jasa. Dengan demikian semakin jelas bahwa pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga merupakan bentuk dari perilaku konsumen. Pada Gambar 2.4 di atas, terlihat bahwa proses pengambilan keputusan untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk atau jasa akan dipengaruhi oleh
60
61
tiga faktor utama, yaitu (a) kegiatan pemasaran; (b) faktor perbedaan individu konsumen, dan (c) faktor lingkungan konsumen. Ketiga faktor inilah yang diasumsikan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga. Faktor kegiatan pemasaran, antara lain iklan atau promosi dari produsen dan distributor (penjual) ataupun lembaga atau organisasi lain yang terkait dengan suatu produk akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Misalnya ketika maraknya penyakit flu burung para pejabat publik mengiklankan bahwa makan daging unggas tidak berbahaya jika dimasak dengan benar. Ini jelas bahwa informasi penyakit flu burung telah berpengaruh negatif terhadap pengkonsumsian unggas sehingga pasar unggas menurun drastis. Demikian juga strategi pemasaran yang mengobral hadiah, diskon atau semacamnya. Faktor individu yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga meliputi: 1. Faktor kebutuhan dan motivasi. Motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan (felt needs). Kebutuhan ini muncul karena seseorang merasakan ketidaknyamanan antara yang seharusnya dirasakan dengan yang sesungguhnhya dirasakan. Gap inilah yang mendorong seseorang melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itulah kebutuhan dan motivasi para anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa).
61
62
2. Faktor kepribadian. Faktor ini menggambarkan karakteristik terdalam yang ada pada diri individu, terutama yang terkait dengan cara berpikir, merasa, dan berpersepsi. Kepribadian ini akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih atau membeli suatu produk, karena itu wajar kalau seseorang hanya akan membeli barang dan jasa yang sesuai dengan karakteristik kepribadiannya. Secanggih apapun iklan suatu produk jika produk dan cara mengkonsumsikannya tidak cocok dengan kepribadian konsumen yang dituju, maka konsumen tidak akan menyukai, apalagi membeli dan menggunakan produk tersebut. Dengan demikian faktor kepribadian para anggota keluarga akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 3. Faktor pengolahan informasi dan persepsi. Pengolahan informasi pada konsumen terjadi ketika ia merasakan ada stimulus yang datang ke pancainderanya. Stimulus bisa berbentuk produk, merek, kemasan, warna, iklan, nama produsen atau lainnya. Kemudian ia meresponnya dalam bentuk perhatian terhadap sebagian stimulus itu, serta berusaha untuk memahami atau menginterpretasikan stimulus itu sampai pada sebuah kesimpulan yang disebut sebagai persepsi terhadap citra (images) produk. Persepsi inilah yang disimpan pada memori yang suatu saat akan dipanggil kembali untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Karenanya faktor persepsi tentang citra produk dari para anggota keluarga akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 62
63
4. Faktor proses belajar. Bagi konsumen, proses belajar bisa terjadi ketika ia merespon stimulus yang menghasilkan suatu pengalaman, atau menurut teori belajar operant conditioning berupa penguatan positif (positive reinforcement) atau penguatan negatif (negative reinforcement). Penguatan inilah yang diingat-ingat oleh konsumen sehingga mempengaruhi perilaku berikutnya. Karenanya proses belajar dari para anggota keluarga akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 5. Faktor pengetahuan. Konsumen terkadang juga mempelajari berbagai informasi mengenai suatu produk, sehingga mereka memiliki pengetahuan tentang produk (merek, atribut, manfaat, kepuasan), pembelian (penjual, lokasi produk, cara pembelian dan pembayarannya), dan pemakaiannya. Pengetahuan para anggota keluarga mengenai berbagai hal yang terkait dengan suatu produk akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 6. Faktor sikap. Sikap merupakan ungkapan emosional seseorang terhadap suatu obyek yang disukai atau tidak disukai. Sikap juga bisa menggambarkan kadar kepercayaan seseorang terhadap atribut dan manfaat suatu produk. Karenanya faktor sikap juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga meliputi: 63
64
1. Faktor budaya. Budaya (culture) adalah segala nilai (values), pemikiran, dan simbol yang menunjukkan perilaku, sikap, kepercayaan (mitos), kebiasaan atau tradisi suatu masyarakat. Jadi budaya tidak hanya bersifat abstrak, seperti nilai dan pemikiran, tetapi juga bisa berbentuk material yang menjadi simbol budaya masyarakat tertentu, seperti pakaian dapat, gaya arsitektur rumah, makanan khas, upacara adat dan produk-produk lainnya. Jadi makna budaya yang melekat pada produk itu yang dikomunikasikan, bukan produk itu sendiri. Seperti “masakan Padang” mampu membawa pesan makna budaya Melayu yang islami. Di samping itu ada pula budaya yang memiliki kesamaan melampaui batas suku, agama, ras, bangsa dan negara, atau yang disebut sebagai budaya populer atau budaya global, seperti komputer, radio, televisi dan sebagainya. Karenanya suatu produk yang bertentangan dengan budaya, misalnya sate babi, tidak akan dibeli dan dikonsumsi oleh keluarga muslim. Dengan demikian jelaslah bahwa faktor budaya akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 2. Faktor status sosial keluarga. Pendidikan, pekerjaan, profesi dan jabatan menunjukkan status sosial keluarga. Tingkat pendidikan bisa mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang dan persepsinya terhadap suatu masalah, termasuk pilihan produk dan merek. Demikian juga pekerjaan atau profesi maupun jabatan dapat mempengaruhi ‘selera’ dan kebutuhan produk. Karenanya status sosial akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 64
65
3. Faktor status ekonomi keluarga. Pendapatan dan kekayaan menunjukkan status ekonomi keluarga. Pendapatan merupakan sumber daya material yang sangat penting untuk membiayai konsumsi keluarga. Besarnya pendapatan keluarga akan menggambarkan besarnya daya beli keluarga, yaitu jumlah dan jenis barang dan jasa yang bisa dibeli dan dikonsumsi oleh keluarga itu. Meskipun sekarang ini kredit dan kartu kredit dianggap sebagai sumber daya ekonomi konsumen, tetapi pada praktiknya faktor pendapatan yang menjadi ukuran sumber daya ekonomi keluarga, termasuk dalam memutuskan besarnya kredit dan penggunaan kartu kredit. Oleh karena itu faktor status ekonomi, khususnya pendapatan keluarga, akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli, memiliki atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 4. Faktor kelompok acuan (reference group). Kelompok atau komunitas di mana anggota keluarga bergabung seringkali menjadi acuan (reference) dalam berperilaku. Sebab, di dalam kelompok atau komunitas terdapat nilai-nilai dan norma-norma serta interaksi yang mewarnai perilaku seseorang anggota. Seorang atau sekelompok orang dalam komunitas itu dapat mempengaruhi seseorang untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan referensinya. Karena itu kelompok acuan dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). 5. Faktor situasi. Istilah “situasi” biasanya didefinisikan sendiri oleh keluarga itu, terutama yang terkait dengan waktu dan tempat. Misalnya, belanja di toko swalayan dalam waktu yang relatif lama, sedangkan pilihan barang dan 65
66
penempatannya serta pelayan dan pelayanannya yang menarik bisa mempengaruhi situasi psikologis konsumen sehingga menimbulkan keinginan untuk membeli barang yang sesungguhnya tidak dibutuhkan. Oleh karena itu faktor situasi juga mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga untuk membeli dan mengkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). Sebenarnya, apabila faktor-faktor tersebut di atas dianalisis maka faktorfaktor tersebut tidak hanya mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga, tetapi sekaligus dapat mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga. Misalnya, faktor pendapatan keluarga, justru menjadi faktor utama yang mempengaruhi perubahan perilaku ekonomi keluarga. Katona (Sumarwan, 2003:30) berpendapat bahwa perilaku konsumen akan dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap perekonomian dan pendapatan mereka. Salah satu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsumen yang memiliki persepsi yang baik mengenai pendapatannya pada masa datang ternyata cenderung melakukan pembelian barang-barang tahan lama melalui kredit, karena merasa yakin dengan pendapatannya bisa melunasi kredit tersebut. Ini membuktikan bahwa faktor pendapatan mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga. Menurut Sjabandhyni dan Wutun (1999:21-22), psikologi ekonomi menyatakan bahwa perubahan perilaku ekonomi keluarga tidak saja dipengaruhi oleh faktor penghasilan tetapi juga faktor lain. Banyak faktor yang terlibat dalam mempengarui pola konsumsi keluarga, yaitu antara lain: 1. Penilaian subyektif mengenai penghasilannya (income evaluation).
66
67
2. Terjadi perubahan sikap (attitude) dan kebiasaan (habit). Misalnya ketika dalam kondisi kritis atau sebaliknya. 3. Terjadi perubahan harapan (expectation) pada keluarga. 4. Terjadi perubahan kelompok acuan (standard comparison). 5. Terjadi perubahan tingkat harapan (level of aspiration) pada tempat kerja, terutama terkait tingkat kesejahteraannya. Dari faktor-faktor tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa antara proses pengambilan keputusan dengan perilaku ekonomi terdapat hubungan. Dengan perkataan lain, proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga dapat dinyatakan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku ekonomi keluarga.
2.6. Teori Pertukaran Sosial sebagai Pendekatan Pengkajian Keluarga Pada dasarnya perkawinan merupakan kontrak sosial yang melambangkan ikatan sosial antar pribadi untuk membentuk keluarga yang sejahtera, dalam arti terpenuhi kebutuhan hidupnya, baik secara biologis maupun psikologis. Untuk itu setiap perkawinan selalu mengandung konsekuensi berupa hak dan kewajiban antar pribadi maupun hak dan kewajiban bersama, atau dalam teori pertukaran disebut dengan hubungan sosial menurut biaya (cost) dan imbalan (reward). Apabila proses pertukaran antara biaya (cost) dan imbalan (reward) ini terjadi seimbang, dalam arti kedua belah pihak dapat meraih ‘keuntungan’ yang seimbang, maka kesejahteraan keluarga akan terwujud. Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:77) mengatakan bahwa ahli-ahli ilmu sosial-ekonomi berpendapat bahwa kesejahteraan sosial akan terjamin apabila terdapat kebebasan untuk 67
68
melaksanakan pertukaran-pertukaran antar pribadi yang dilaksanakan atas pemufakatan bersama. Oleh karena itu, apabila aspek biologis dan psikologis yang merupakan latar belakang terjadinya perkawinan merupakan ‘komoditi’ bersama, dalam arti sumberdaya yang diperoleh dan digunakan karena adanya kesediaan dari kedua belah pihak, maka kenyataan ini cenderung merupakan hubungan pertukaran yang teratur dalam kehidupan keluarga. Latar belakang inilah yang mendorong penelitian ini memilih teori pertukaran sosial dari Homans sebagai pendekatan untuk mengkaji permasalahan secara keseluruhan. Secara umum dapat dipahami bahwa teori pertukaran sosial dari Homans dimulai dengan pertukaran antar individu. Sebab, Homans berpendirian bahwa prinsip-prinsip psikologis individulah yang dapat menjelaskan makna perilaku sosial lebih dari sekadar usaha mendeskripsikan atau menggambarkannya. Karena itu penjelasan Homans cenderung ‘berbau’ psikologis, karena dia mengutamakan perasaan-perasaan manusia yang bersifat alamiah. Bahkan penjelasan Homans lebih banyak mengabaikan determinasi (ketentuanketentuan) sosiologis (budaya) yang menekankan kecenderungan integrasi dan solidaritas sosial. Menurut Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:78), ada tiga konsep utama yang menurut Homans dapat digunakan untuk menggambarkan proses-proses sosial dalam kelompok kecil (keluarga), yaitu (1) kegiatan, (2) interaksi, dan (3) perasaan (sentiment). Ketiga konsep ini saling terkait dan merupakan suatu kesatuan yang terorganisasi. Setiap kegiatan akan dipengaruhi oleh pola interaksi, selanjutnya interaksi akan dipengaruhi oleh perasaan, begitu pula 68
69
sebaliknya. Apabila salah satu elemen berubah, maka elemen yang lain akan berubah pula. Keterpaduan ketiga elemen ini, menurut Homans, dapat dilihat sebagai suatu sistem internal dan sistem eksternal. Apabila keterkaitan anggota kelompok (keluarga), misalnya hanya untuk memenuhi norma-norma untuk mempertahankan keanggotannya, maka usaha untuk penyesuaian diri dengan lingkungan struktural ini dipandang sebagai sistem eksternal. Tetapi apabila anggota kelompok tersebut juga dapat mengembangkan diri, maka ketiga faktor (kegiatan, interaksi, dan perasaan) tersebut dapat dilihat sebagai sistem internal. Kedua sistem ini (internal dan eksternal) satu sama lain saling berhubungan dan tergantung. Apabila terjadi perubahan dalam satu sistem maka sistem lainnya akan terpengaruh. Selanjutnya Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:78-79) menjelaskan bahwa Homans
menggunakan
prinsip-prinsip
psikologi
perilaku
(behavioral
psychology) untuk landasan teoretis pertukarannya. Dari teori ekonomi, Homans mengambil konsep-konsep biaya (cost), imbalan (reward), dan keuntungan (profit) untuk menggambarkan perilaku manusia. Sebab, perilaku manusia, menurut Homans, dapat digambarkan sebagai pergulatan untuk pilihan yang mencerminkan ketiga konsep ekonomi tersebut. Ia ingin memperlihatkan bahwa pertukaran ekonomi pasar mencakup pertukaran sosial. Menurut Homas, dukungan sosial (social approval) seperti halnya uang (yang akan memberikan profit) dapat dilihat sebagai reward. Dengan demikian perilaku sosial dapat dilihat sebagai suatu pertukaran kegiatan paling kurang antara dua orang (yang nampak atau tersembunyi), dan lebih kurang memberikan reward/profit dan mengeluarkan cost. 69
70
Adapun penerapan prinsip-prinsip pertukaran dasar, menurut Johnson (Pelly
&
Menanti,
1994:79-80)
dari
berbagai
eksperimen
Homans
memperlihatkan: a. Social approval (dukungan sosial) atau ungkapan positif seseorang atau suatu kelompok terhadap orang lain merupakan suatu reward. Reward ini diberikan kepada seseorang yang melakukan kegiatan bernilai walaupun secara pribadi tidak memperoleh keuntungan (profit) dari kegiatan itu. b. Kelompok yang kompak memperlihatkan tingkat konformitas (kesamaan) yang
tinggi
terhadap
norma-norma
kelompok.
Sebaliknya
tingkat
konformitas yang rendah terhadap norma-norma tersebut berlaku terhadap kelompok yang tidak kompak. c. Dalam kelompok yang kompetitif dan selalu mengalami konflik (yang tidak sehat) proses pertukaran akan menggunakan hukuman, biaya dan pemaksaan (positive reinforcement). d. Orang yang sama statusnya harus mampu memberikan social approval satu sama lain dengan biaya yang relatif rendah. Tetapi orang akan memberikan biaya yang lebih besar kepada orang yang statusnya lebih tinggi karena mengharapkan imbalan (reward) yang tinggi pula. Sebaliknya, seseorang akan mengeluarkan biaya yang lebih rendah kepada orang yang lebih rendah statusnya karena imbalan (reward) yang dapat diterima jauh lebih rendah. e. Apabila konformitas terhadap norma institusional kurang dihargai lagi atau menjadi lebih mahal maka tingkat penyimpangan sosial akan makin besar, konsekuensinya pola institusional itu akan mengalami perubahan.
70
71
71
71 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Berdasarkan kajian teoritis sebagaimana telah diuraikan pada Bab 2, berikut ini dikemukakan kerangka konseptual yang berfungsi sebagai alur pikir sekaligus sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.
Keluarga Karir (X1)
1
Keluarga Karir (Y1)
3 Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga (X)
Perilaku Ekonomi Keluarga (Y)
5
4 Keluarga Bukan Karir (X2)
2
Keluarga Bukan Karir (Y2)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan Gambar 3.1. tersebut, tata hubungan variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) dapat dijelaskan sebagai berikut:
72 1. Garis 1 adalah perilaku ekonomi keluarga karir (Y1) dipengaruhi oleh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1). 2. Garis 2 adalah perilaku ekonomi keluarga bukan karir (Y2) dipengaruhi oleh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (X2). 3. Garis 3 adalah perilaku ekonomi keluarga bukan karir (Y2) dipengaruhi oleh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1). 4. Garis 4 adalah perilaku ekonomi keluarga karir (Y1) dipengaruhi oleh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (X2). 5. Garis 5 adalah perilaku ekonomi keluarga (Y) dipengaruhi oleh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga (X).
3.2. Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir. 2. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir. 3. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir.
73 4. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir. 5. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir.
74 BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian korelasional (noneksperimental), karena manifestasi variabel bebasnya telah muncul dan tidak memungkinkan manipulasi, sehingga peneliti tidak dapat mengontrol variabel bebasnya secara langsung (Kerlinger, 2000:604). Penelitian ini pada dasarnya ingin menemukan fakta apa adanya (tanpa ada manipulasi atau intervensi) yang analisisnya ditujukan untuk menguji hipotesis dan interpretasi yang mendalam tentang hubungan antar variabel. Namun karena penelitian noneksperimental memiliki tiga kelemahan pokok, yaitu (1) ketidakmampuan manipulasi variabel bebas, (2) kurangnya daya untuk melakukan manipulasi, dan (3) risiko adanya tafsir yang tidak tepat (Kerlinger, 2000:625), maka dalam penelitian ini digunakan pula kelompok ‘pembanding’ (semacam kelompok ‘kontrol’), yang diharapkan bisa mengurangi kelemahan-kelemahan tersebut. Hal ini beralasan bahwa meskipun antara penelitian eksperimental dan noneksperimental terdapat perbedaan, tetapi ada ciri-ciri struktur dan desain yang sama, di samping kegunaan atau tujun dasar penelitian pun juga sama, yakni mempelajari relasi antara fenomena satu dengan fenomena yang lain (Kerlinger, 2000:508-509). Adapun kelompok pembanding yang dimaksud adalah pemilahan keluarga yang terdiri dari keluarga karir (suami dan istri bekerja) dan bukan keluarga karir (suami atau istri saja yang bekerja). Oleh karena itu rancangan
75 penelitian menggunakan model pilah-silang atau crossbreak (Kerlinger, 2000:256) yang digambarkan sebagai berikut:
Perilaku Ekonomi (Y) Keluarga Keluarga Karir Bukan Karir (Y1) (Y2) Proses Pengambilan Keputusan (X)
Keluarga Karir (X1) Keluarga Bukan Karir (X2)
X1 Y1
X1 Y2 X Y
X2 Y1
X2 Y2
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Model Crossbreak
4.2. Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga seluruh karyawan STKIP PGRI Jombang yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Karyawan yang sudah berumah tangga dan mempunyai anak yang dalam kesehariannya tinggal serumah. 2) Berumur antara 30-50 tahun. 3) Masih berstatus kawin (bukan janda atau duda). Menurut hasil studi pendahuluan, karyawan STKIP PGRI Jombang seluruhnya berjumlah 94 orang, sedangkan karyawan yang memenuhi kriteria tersebut di atas sebanyak 60 orang (keluarga). Dengan demikian populasi penelitian ini sebanyak 60 keluarga.
76 4.2.2. Sampel Sebagian dari anggota populasi yang memenuhi kriteria tersebut dimasukkan ke dalam sampel penelitian. Sedangkan sampel yang baik adalah sampel yang representatif mewakili populasi. Adapun jumlah anggota sampel dengan berpedoman pada “Tabel Penentuan Jumlah Sampek dari suatu Populasi dengan Taraf Kepercayaan 95%” dari Krejcie dan Morgan (Sugiyono, 2004:12), bahwa apabila jumlah anggota populasi N = 60, maka jumlah anggota sampel yang diperlukan sebesar s = 52. Sedangkan pengambilannya dilakukan secara purposif, yaitu sebanyak 26 keluarga karir (suami dan istri bekerja) dan 26 keluarga bukan karir (suami atau istri saja yang bekerja).
4.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.3.1. Variabel Penelitian Variabel yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini meliputi variabel bebas (independent variable), dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas adalah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga (X), sedangkan variabel terikat adalah perilaku ekonomi keluarga (Y). Selain kedua variabel itu, ada pula variabel penyerta (concomitant), yakni status keluarga karir dan bukan karir. Dengan demikian variabel bebas meliputi proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1) dan bukan karir (X2). Sedangkan variabel terikat meliputi perilaku ekonomi keluarga karir (Y 1) dan bukan karir (Y2).
77 4.3.2. Definisi Operasional Definisi operasional tiap-tiap varibel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut: Tabel 4.1 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Variabel
1
2
Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga
Proses pemilihan tindakan dalam penggunaan keuangan keluarga yang diputuskan secara: a. bersama (suami dan istri) atau b. sendirian (oleh suami atau istri), serta c. lebih mementingkan kepuasan bersama daripada kepuasan pribadi anggota keluarga, dan d. berimbang dalam mempertimbangkan konsekuensi positif dan negatif dari setiap alternatif yang tersedia Kegiatan ekonomi anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang ditunjukkan dengan cara berkonsumsi yang rasional (tidak konsumtif), serta perilaku menabung dan perilaku kredit/hutang. a. rasional, apabila cara berkonsumsi didasarkan pada kebutuhan dan penghasilan; b. konsumtif, apabila cara berkonsumsi didasarkan pada keinginan bukan kebutuhan; c. perilaku menabung, apabila menyimpan atau menginvestasikan sebagian penghasilan untuk cadangan hari esok; d. perilaku kredit/hutang, apabila kredit/hutang untuk keperluan konsumsi (tidak produktif).
Perilaku ekonomi keluarga
Keluarga karir
Keluarga yang suami dan istri sama-sama bekerja di luar rumah
Bukan keluarga karir
Keluarga yang suami atau istri saja yang bekerja di luar rumah
78 4.4. Data dan Instrumen Penelitian 4.4.1. Data Penelitian Data penelitian dapat dikategorikan ke dalam dua jenis data, yaitu: 1. Data primer adalah data yang diperoleh dari kuesioner yang dikumpulkan langsung oleh peneliti, yang meliputi data tentang proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga dan perilaku ekonomi keluarga. Adapun responden penelitian ini adalah istri, yakni karyawati dan istri karyawan STKIP PGRI Jombang. Penentuan istri sebagai responden penelitian dimaksudkan untuk menghindari bias kepentingan yang dapat mengurangi objektivitas responden. 2. Data sekunder adalah data kepegawaian yang diperoleh dari sumber Bagian Administrasi Umum (BAU) STKIP PGRI Jombang.
4.4.2. Instrumen Penelitian Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuesioner, yaitu instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data untuk mengukur hubungan antar variabel yang berbentuk daftar pertanyaan dan atau pernyataan yang harus dijawab atau diberi tanggapan oleh responden. Tetapi sebelum pelaksanaan penelitian, kuesioner terlebih dahulu diujicobakan untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitasnya. Adapun rencana pengembangan instrument (kuesioner) penelitian disusun sebagaimana pada Tabel 4.2 sebagai berikut:
79 Tabel 4.2 Rencana Pengembangan Instrumen Penelitian Konsep
Variabel
Indikator
Instrumen
1
2
3
4
Pengambilan Proses 1. Peranan suami-istri Kuesioner 1 keputusan pengambilan dalam pengambilan a. sering sekali dalam b. sering keputusan keputusan untuk keluarga c. kadang-kadang dalam membeli atau d. jarang penggunaan mengkonsumsi keuangan barang dan jasa: e. jarang sekali keluarga makanan, pakaian, (pertanyaan yang kosmetika, perabot, tidak favorable rumah, pengobatan, skor sebaliknya) dan pendidikan anak.
Skor Skala 5
6
4
Interval/
3 2 1 0
rasio
2. Peranan suami-istri dalam pengambilan keputusan untuk menabung/investasi 3. Peranan suami-istri dalam pengambilan keputusan untuk kredit/hutang Perilaku ekonomi keluarga
Perilaku ekonomi keluarga
1. Perilaku konsumtif/ konsumeristik 2. Perilaku menabung/ investasi 3. Perilaku kredit/hutang
Kuesioner 2 a. sangat setuju b. setuju
4 3
Interval/
c. kadang-kadang
2
Rasio
d. tidak setuju e. sangat tidak setuju
1 0
(pernyataan yang tidak favorable skor sebaliknya)
4.5. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian direncanakan dilakukan di STKIP PGRI Jombang pada bulan April sampai dengan Juli 2005.
80 4.6. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini disajikan dalam Gambar 4.3 sebagai berikut:
Calon responden diberi penjelasan singkat tentang maksud penelitian
Calon responden bersedia menjadi subyek penelitian
Calon responden diminta kesediaannya menjadi subyek penelitian
Calon responden tidak bersedia menjadi subyek penelitian
Responden menjawab kuesioner
Kuesioner terisi lengkap dan terkumpul
Koreksi jawaban responden (editing)
Tabulasi data (scoring)
Analisis data
Pengujian hipotesis
Menarik kesimpulan
Menyusun laporan
Gambar 4.3 Prosedur Penelitian
81 4.7. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kuantitatif atau uji statistik. Sesuai dengan sifat data, jumlah variabel dan tujuan penelitian, maka digunakan teknik analisis varian multivariat (multivariate analysis of variance) atau MANOVA dengan bantuan program aplikasi SPSS 11.5 for windows. Menurut French dan Poulsen (t.t) MANOVA dapat digunakan untuk menaksir perbedaan kelompok antara dua atau lebih variabel terikat secara serempak berdasar pada satu set variabel kategorial (nonmatric) yang bertindak sebagai variabel bebas. MANOVA ini merupakan perluasan dari ANOVA yang digunakan untuk mengakomodasi lebih dari satu variabel terikat. Dengan demikian pengaruh variasi dari variabel bebas (X) terhadap variasi dari variabel terikat (Y) dapat diuji secara serempak. Adapun derajat kemaknaan (signifikansi) yang dipakai adalah α 0,05.
82 BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di STKIP PGRI (Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia) Jombang, yaitu salah satu perguruan tinggi swasta (PTS) di bawah naungan Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) Pendidikan Tinggi (PT) PGRI Jombang, yang beralamat di Jalan Patimura III/20 Jombang Jawa Timur. Adapun sasaran penelitian adalah keluarga karyawan STKIP PGRI Jombang yang sudah berumah tangga dan mempunyai anak yang dalam kesehariannya tinggal serumah, berumur antara 30-50 tahun, dan masih berstatus kawin (bukan janda atau duda). Keadaan karyawan STKIP PGRI Jombang dapat dilihat pada Tabel 5.1 sebagai berikut: Tabel 5.1 Keadaan Karyawan STKIP PGRI Jombang Menurut Kriteria sebagai Obyek Penelitian Tahun 2005 No. 1 2 3 4
Umur Status
Kawin (punya anak) Kawin Janda/Duda (punya anak) Belum kawin Lain-lain (suami-istri 5 karyawan) JUMLAH
L 3
< 30 th P % 1 1.1 4 7.4
-
-
-
3
5
8.5
30 - 50 th L P % 40 20 63.8 2 2.1 - 2 2.1 4 4 8.5 1
L 12 -
1
2.1
-
47 27
78.7
12
< 50 th P % - 12.8 -
-
- 12.8
Sumber: Bagian Administrasi Umum (BAU) STKIP PGRI Jombang (diolah).
Pada Tabel 5.1 tersebut terlihat bahwa karyawan STKIP PGRI Jombang yang memenuhi kriteria sebagai obyek penelitian sebanyak 60 orang (63,8%), terdiri dari 40 orang karyawan dan 20 orang karyawati. Dengan demikian 82
83 populasi penelitian ini sebanyak 60 keluarga. Dari populasi tersebut yang menjadi sampel penelitian sebanyak 52 keluarga (responden), terdiri dari 33 keluarga karyawan dan 19 keluarga karyawati. Selanjutnya dari 52 keluarga tersebut dipilah menjadi dua kelompok, yaitu kelompok keluarga karir (suami dan istri bekerja) sebanyak 26 keluarga, dan kelompok keluarga bukan karir (hanya suami atau istri saja yang bekerja) sebanyak 26 keluarga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.2 sebagai berikut: Tabel 5.2 Keadaan Karyawan STKIP PGRI Jombang yang Menjadi Sampel Penelitian Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Keluarga Karir dan Bukan Karir Tahun 2005 No. 1 2
Karyawan Kelompok Keluarga Karir (KK) Bukan Keluarga Karir (BK) JUMLAH
Populasi L P 11 18 29 2 40 20
∑
29 31 60
Sampel L P 7 19 26 33 19
∑
26 26 52
Sumber: Kuesioner (diolah)
Adapun keadaan keluarga responden menurut jumlah anak dapat dilihat pada Tabel 5.3 sebagai berikut: Tabel 5.3 Keadaan Keluarga Responden Berdasarkan Kelompok Keluarga Karir dan Bukan Karir Menurut Jumlah Anak Tahun 2005 No 1 2
Jumlah Anak
1 orang 2 orang > 3 orang ∑ ∑ ∑ Kelompok % % % Keluarga Karir (KK) 10 38,5 8 30,8 8 30,8 Bukan Keluarga Karir (BK) 6 23,1 11 42,3 9 34,6 JUMLAH 16 19 17
Sumber: Kuesioner (diolah)
83
Jumlah ∑ % 26 100 26 100 52
84 5.2. Deskripsi Variabel Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Dalam penelitian ini “proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga” merupakan variabel bebas. Variabel ini mendeskripsikan tentang peranan suami dan istri dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk dan jasa, menabung/investasi, serta hutang/kredit, baik pada keluarga karir maupun bukan karir. Hasil pengolahan data dari jawaban responden akan disajikan pada uraian berikut.
5.2.1. Pengambilan Keputusan untuk Pembelian Produk dan Jasa Jawaban responden tentang peranan suami dan istri dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli atau mengkonsumsi produk dan jasa disajikan pada Tabel 5.4 sebagai berikut: Tabel 5.4 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Membeli atau Mengkonsumsi Produk dan Jasa Sering KadangJarang Sering Jarang Sekali kadang Sekali (%) (%) (%) (%) (%)
Bidang 1 1. Bahan makanan
2 KK BK
2. Pakaian istri
K KK BK
3. Pakaian suami
K KK BK
4. Pakaian anak
K KK BK K
3 7.7 15.4 11.5 26.9 15.4 21.2 30.8 11.5 21.2 50.0 42.3 46.2
4 26.9 34.6 30.8
11.5 30.8 21.2 15.4 30.8 23.1 30.8
46.2 38.5
84
5 3.8 11.5 7.7 15.4 7.7 15.4 30.8 23.1 -
6 61.5 34.6 48.1
11.5 11.5 11.5 7.7 11.5 9.6 19.2
11.5 15.4
7 3.8 1.9 50.0 26.9 38.5 30.8 15.4 23.1 -
Total N=26 8 100 100 100
100 100 100
100 100 100
100 100 100
85
1 5. Perawatan kecantikan
6. Perhiasan istri
7. Perabot rumah tangga 8. Rumah/tempat tinggal
2 KK BK K KK BK K KK BK K KK BK
9. Pengobatan keluarga
K KK BK
10. Pendidikan anak
K KK BK K
3 7.7 3.8 42.3 57.7 50.0 80.8 61.5 71.2 53.8 23.1 38.5 53.8 46.2 50.0 84.6 53.8 69.2
4 11.5
3.8 7.7 15.4 15.4
15.4 15.4 19.2
17.3 11.5 38.5 25.0
26.9 30.8 28.8 11.5 19.2 15.4
5 26.9 38.5 32.7 38.8 1.9 3.8 19.2 11.5 23.1 30.8 26.9 15.4 15.4 15.4 23.1 11.5
6 26.9 32.7 42.3
7 23.1 23.1 23.1 -
23.1
-
32.7 -
-
38.5
-
-
-
11.5 7.7 9.6 3.8 1.9
-
3.8 7.7 5.8 3.8 1.9
8 100 100 100
100 135 100
100 100 100
100 100 100
100 100 100
100 100 100
Sumber: Kuesioner (diolah) Keterangan: KK = Keluarga Karir
BK = Keluarga Bukan karir K = KK + BK
Pada Tabel 5.4 tersebut terlihat bahwa pada keluarga karir (KK) pengambilan keputusan untuk pembelian atau pengkonsumsian barang dan jasa yang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri hanyalah di bidang yang terkait langsung dengan anak atau kebutuhan bersama seluruh anggota keluarga, kecuali untuk pembelian bahan makanan (61,5%) “jarang”. Adapun bidang yang “sering sekali” diputuskan bersama, yaitu pendidikan anak (84,6%), pembelian pakaian anak (50,0%), perabot rumah tangga (80,8%), rumah/tempat tinggal (53,8%), dan pengobatan anggota keluarga (53,8%). Sedangkan pengambilan keputusan untuk pembelian atau pengkonsumsian barang dan jasa yang terkait dengan kebutuhan istri atau suami sendiri “jarang”, bahkan “jarang sekali” diputuskan bersama suami dan istri. Yang “jarang” diputuskan bersama adalah
85
86 perawatan kecantikan (38,5%), dan perhiasan istri (42,3%), sedangkan yang “jarang sekali” diputuskan bersama adalah pembelian pakaian istri (50,0%) dan pakaian suami (30,8%). Sedangkan pada keluarga bukan karir (BK) hampir semua bidang, baik yang terkait langsung dengan anak, kebutuhan seluruh anggota keluarga maupun kebutuhan suami dan istri sendiri “sering sekali” dan “sering” diputuskan bersama suami dan istri, kecuali keputusan untuk pembelian pakaian suami (30,8%), dan perawatan kecantikan (38,5%) hanya kadang-kadang saja. Adapun bidang yang “sering sekali” diputuskan bersama, yaitu perhiasan istri (57,7%), perabot rumah tangga (61,5%), pengobatan anggota keluarga (46,2%), dan pendidikan anak (53,8%). Sedangkan bidang yang “sering” diputuskan bersama, yaitu pembelian pakaian istri (30,8%), pakaian suami (30,8%), pakaian anak (46,2%), dan rumah/tempat tinggal (38,5%). Secara umum, pada keluarga karir maupun bukan karir (K), pengambilan keputusan untuk pembelian atau pengkonsumsian barang dan jasa yang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri hanyalah di bidang yang terkait langsung dengan anak atau kebutuhan bersama seluruh anggota keluarga, kecuali untuk pembelian bahan makanan (48,1%) “jarang” diputuskan bersama. Adapun bidang yang “sering sekali” diputuskan bersama, yaitu pendidikan anak (69,2%) dan pakaian untuk anak (46,2%), serta perhiasan istri (50,0%), perabot rumah (71,2%), rumah/tempat tinggal (38,5%), dan pengobatan anggota keluarga (50,0%). Sedangkan pengambilan keputusan untuk bidang lainnya terutama yang terkait dengan kebutuhan istri atau suami sendiri hanya “kadang-kadang” saja, yaitu pengambilan keputusan untuk pembelian pakaian anak (23,1%) dan
86
87 perawatan kecantiakan (32,7%), kecuali untuk pembelian pakaian istri (38,5%) “jarang sekali” diputuskan bersama.
5.2.2. Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi Jawaban responden tentang peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk menabung/investasi disajikan pada table 5.5. sebagai berikut: Tabel 5.5 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi Sering KadangJarang Sering Jarang Sekali kadang Sekali (%) (%) (%) (%) (%)
Bidang 1 1. Alokasi dana tabungan
2. Jenis tabungan
3. Tabungan anak di sekolah 4. Pengambilan uang tabungan 5. Investasi/ pengembangan usaha
2 KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K
3 61.5 23.1 42.3 73.1 30.8 51.9 57.7 46.2 51.9 76.9 38.5 57.7 76.9 42.3 59.6
4 23.1 19.2 21.2
26.9 11.5 19.2 15.4 26.9 21.2 7.7
26.9 17.3 3.8
23.1 13.5
5 11.5 46.2 28.8 26.9 13.5 19.2 15.4 17.3 7.7 30.8 19.2 11.5 30.8 21.2
6 7.7 3.8
26.9 13.5 3.8 3.8 3.8 3.8 1.9 -
3.8 1.9
7 3.8 3.8 3.8 3.8 1.9 3.8 7.7 5.8 7.7 3.8 7.7 3.8
Total N=26 8 100 100 100
100 100 100
100 100 100
100 100 100
100 100 100
Sumber: Kuesioner (diolah) Keterangan: KK = Keluarga Karir
BK = Keluarga Bukan karir K = KK + BK
Pada Tabel 5.5 tersebut terlihat bahwa pada keluarga karir (KK) sebagian besar keputusan untuk menabung/investasi “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, bahkan prosentasenya rata-rata di atas separuh, yaitu tentang alokasi dana tabungan (61,5%), jenis tabungan (73,1%), tabungan anak di 87
88 sekolah (57,7%), pengambilan uang tabungan (76,9%), dan investasi (76,9%). Sedangkan pada keluarga bukan karir (BK), meskipun prosentasenya rata-rata kurang dari separuh, yaitu jenis tabungan (30,8%), tabungan anak di sekolah (46,2%), pengambilan uang tabungan (38,5%), dan investasi (42,3%) “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, kecuali untuk penentuan alokasi dana tabungan (46,2%) hanya “kadang-kadang” saja. Meskipun demikian, secara umum, pada keluarga karir maupun bukan karir (K), pengambilan keputusan untuk menabung/investasi “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, yaitu tentang alokasi dana tabungan (42,3%), jenis tabungan (51,9%), tabungan anak di sekolah (51,9%), pengambilan uang tabungan (57,7%), dan investasi (59,6%).
5.2.3. Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang Mengenai
pengambilan
keputusan
untuk
kredit/hutang,
jawaban
responden disajikan pada Tabel 5.6 sebagai berikut: Tabel 5.6 Jawaban Responden tentang Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang Sering KadangJarang Sering Jarang Sekali kadang Sekali (%) (%) (%) (%) (%)
Bidang 1 1. Perlu/tidak perlu kredit barang 2. Tempat kredit barang 3. Penambahan kredit baru
2 KK BK K KK BK K KK BK K
3 73.1 38.5 55.8 7.7 38.5 23.1 15.4 53.8 34.6
4
5
23.1
7.7 26.9 17.3 7.7 11.5 9.6 11.5 7.7 9.6
11.5
61.5 34.6 48.1 65.4 26.9 46.2
88
6 19.2 11.5 15.4
23.1 11.5 17.3 7.7 11.5 9.6
7 3.8 1.9 -
Total N=26 8 100 100 100
100 100 100
100 100 100
89
1 4. Pinjaman di koperasi/bank 5. Hutang di luar koperasi/bank
2 KK BK K KK BK K
3
4
53.8 26.9 7.7 42.3 25.0
50.0
19.2 34.6 30.8
50.0 40.4
5 30.8 23.1 26.9 42.3 3.8 23.1
6 19.2 3.8 11.5
7
19.2
3.8 11.5
-
8 100 100 100
100 100 100
Sumber: Kuesioner (diolah) Keterangan: KK = Keluarga Karir
BK = Keluarga Bukan karir K = KK + BK
Pada Tabel 5.6 tersebut terlihat bahwa pada keluarga karir (KK) pengambilan keputusan untuk kredit/hutang bervariasi, tetapi sebagian besar “sering” diputuskan bersama suami dan istri, yaitu tentang tempat kredit barang (61.5%), penambahan kredit baru (65.4%), dan pinjaman di koperasi/bank (50,0%). Sedangkan keputusan tentang perlu/tidak perlu kredit barang (73,1%) “sering sekali” dan hutang di luar koperasi/bank hanya “kadang-kadang” saja. Hal ini berbeda dengan kondisi keluarga bukan karir (BK), meskipun prosentasenya rata-rata kurang dari separuh, yaitu tentang perlu/tidak perlu kredit barang (38,5%), tempat krdit barang (38,5%), penambahan kredit baru (53,8%) dan pinjaman di koperasi/bank (53,8%), “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, kecuali hutang di luar koperasi/bank (50,0%) hanya “sering” saja. Meskipun demikian, secara umum, pada keluarga karir maupun bukan karir (K), pengambilan keputusan untuk hutang/kredit “sering” diputuskan bersama suami dan istri, yaitu tempat kredit barang (48,1%), penambahan kredit baru (46,2%), pinjaman di koperasi/bank (34,6%), dan hutang di luar koperasi/bank (40,4%), bahkan tentang perlu/tidak perlu kredit barang (55,8%) “sering sekali” diputuskan bersama.
89
90 5.3. Deskripsi Variabel Perilaku Ekonomi Keluarga Dalam penelitian ini, perilaku ekonomi keluarga merupakan variabel terikat (dependent). Variabel ini mendeskripsikan tentang perilaku komsumtif atau konsumeristik, perilaku menabung/investasi, dan perilaku kredit/hutang. Masing-masing indikator akan disajikan pada bagian berikut.
5.3.1. Perilaku Konsumtif/Konsumeristik Mengenai perilaku keluarga yang konsumtif atau konsumeristik dalam arti berperilaku ekonomi yang tidak rasional, tabulasi jawaban responden disajikan pada Tabel 5.7 sebagai berikut: Tabel 5.7 Jawaban Responden tentang Perilaku Konsumtif/ Konsumeristik Sangat Kadang- Tidak Setuju Setuju kadang Setuju (%) (%) (%) (%)
Pernyataan 1 1. Belanja bahan makanan yang bermerek (-) 2. Belanja di supermarket & tidak mau di pasar tradisional (-) 3. Krisis pun tidak akan merubah pola makan (-) 4. Membeli pakaian yang bermerek & berharga mahal (-) 5. Menghadiri pesta harus berhias di salon (-) 6. Tampil cantik harus memakai perhiasan yg berharga mahal (-)
2 KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K
3
4 11.5 11.5 11.5 7.7
3.8 1.9 -
15.4 11.5 23.1 3.8 13.5 11.5 5.8 26.9 7.7 17.3 11.5 5.8
90
5 15.4 23.1 19.2 23.1 19.2 21.2 30.8 3.8 17.3 34.6 17.3 19.2 9.6 3.8 7.7 5.8
6 69.2 19.2 44.2 69.2 26.9 48.1 30.8 42.3 36.5 61.5 30.8 46.2 38.5 42.3 40.4 61.5 38.5 50.0
Sangat Tidak Total Setuju N=26 (%) 7 3.8 46.2 25.0 38.5 19.2 11.5 50.0 30.8 38.5 23.1 30.8 15.4 50.0 32.7 23.1 53.8 38.5
8 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
91
1 7. Perabot rumah sering diganti dengan model baru (-) 8. Membeli TV sejumlah anak (-) 9. Anak harus bisa masuk sekolah favorit (-) 10. Jika opname harus di ruang paviliun/VIP (-)
2 KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K
3
4 11.5 15.4 13.5 3.8 1.9 3.8 1.9 7.7 3.8
-
5 7.7 26.9 17.3 3.8 7.7 5.8 19.2 9.6 7.7 3.8 5.8
6 57.7 19.2 38.5 61.5 38.5 50.0 57.7 34.6 46.2 53.8 34.6 44.2
7 23.1 38.5 30.8 34.6 50.0 42.3 42.3 42.3 42.3 30.8 61.5 46.2
8 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: Kuesioner (diolah) Keterangan: KK = Keluarga Karir
BK = Keluarga Bukan karir K = KK + BK
Pada Tabel 5.7 tersebut terlihat bahwa pada keluarga karir (KK) semua pernyataan unfavorable direspon dengan jawaban “tidak setuju”, yaitu belanja bahan makanan harus yang bermerek (69,2%), belanja harus di supermarket (69,2%), tidak akan merubah pola makan walaupun sedang krisis (30,8%), membeli pakaian harus bermerek dan berharga mahal (61,5%), menghadiri pesta harus berhias di salon (38,5%), tampil cantik harus memakai perhiasan yang berharga mahal (61,5%), perabot rumah harus sering diganti dengan model baru (57,7%), membeli TV sejumlah anak (61,5%), anak harus masuk sekolah favorit (57,7%), dan jika opname harus di ruang VIP (53,8%). Sedangkan pada kelurga bukan karir (BK) pernyataan unfavorable tersebut direspon dengan “sangat tidak setuju”, yaitu belanja bahan makanan harus yang bermerek (46,2%), belanja harus di supermarket (38,5%), tidak akan merubah pola makan walaupun sedang krisis (50,0%), menghadiri pesta harus berhias di salon (50,0%), tampil cantik harus memakai perhiasan yang berharga mahal (53,8%), perabot rumah harus sering diganti dengan model baru (38,5%), membeli TV sejumlah anak (50,0%), 91
92 anak harus masuk sekolah favorit (42,3%), dan jika opname harus di ruang VIP (61,5%), kecuali membeli pakaian harus bermerek dan berharga mahal (34,6%) hanya “kadang-kadang”. Meskipun demikian, secara umum, pada keluarga karir maupun bukan karir (K) semua pernyataan unfavorable direspon dengan jawaban “tidak setuju”, yaitu belanja bahan makanan harus yang bermerek (44,2%), belanja harus di supermarket (48,1%), tidak akan merubah pola makan walaupun sedang krisis (36,5%), membeli pakaian harus bermerek dan berharga mahal (46,2%), menghadiri pesta harus berhias di salon (40,4%), tampil cantik harus memakai perhiasan yang berharga mahal (50,0%), perabot rumah harus sering diganti dengan model baru (38,5%), membeli TV sejumlah anak (50,0%), anak harus masuk sekolah favorit (46,2%), dan jika opname harus di ruang VIP (44,2%).
5.3.2. Perilaku Menabung/Investasi Mengenai perilaku menabung/investasi, baik pada keluarga karir (KK) maupun bukan karir (BK), disajikan pada Tabel 5.8 sebagai berikut: Tabel 5.8 Jawaban Responden tentang Perilaku Menabung/Investasi Sangat Kadang- Tidak Setuju Setuju kadang Setuju (%) (%) (%) (%)
Pernyataan 1 1. Mengurangi uang belanja untuk ditabung (+) 2. Anak-anak disuruh gurunya menabung di sekolah (+)
2 KK BK K KK BK K
3 34.6 42.3 38.5 11.5 46.2 28.8
4 61.5 50.0 55.8 80.8 46.2 63.5
92
5
6 3.8 3.8 3.8 7.7 3.8 5.8
Sangat Tidak Total Setuju N=26 (%) 7
3.8 1.9 3.8 1.9
-
8 100 100 100 100 100 100
93
1 3. Tidak perlu lagi menabung di bank/koperasi (-) 4. Menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (-) 5. Mendapat dana pensiun tidak perlu investasi (-)
2 KK BK K KK BK K KK BK K
3
4 3.8 3.8 3.8 3.8 1.9 3.8 1.9
-
5 3.8 3.8 3.8 15.4 7.7 3.8 1.9
6 69.2 26.9 48.1 73.1 34.6 53.8 65.4 57.7 61.5
7 23.1 65.4 44.2 23.1 50.0 36.5 30.8 38.5 34.6
8 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber: Kuesioner (diolah) Keterangan: KK = Keluarga Karir
BK = Keluarga Bukan karir K = KK + BK
Pada Tabel 5.8 tersebut terlihat bahwa pada keluarga karir (KK) sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu mengurangi uang belanja untuk ditabung (61,5%) dan anak-anak menabung di sekolah (80,8%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “tidak setuju”, yaitu tidak perlu menabung di bank/koperasi (69,2%), menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (73,1%) dan tidak perlu investasi karena mendapat dana pensiun (65,4%). Demikian juga pada keluarga bukan karir (BK) sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu mengurangi uang belanja untuk ditabung (50,0%) dan anak-anak menabung di sekolah (46,2%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “sangat tidak setuju”, yaitu tidak perlu menabung di bank/koperasi (65,4%), dan menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (50,0%), kecuali pernyataan tidak perlu investasi karena mendapat dana pensiun (57,7%) hanya “tidak setuju”. Namun secara umum, pada keluarga karir maupun bukan karir (K), sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu mengurangi uang belanja untuk ditabung (55,8%) dan
93
94 anak-anak menabung di sekolah (63,5%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “tidak setuju”, yaitu tidak perlu menabung di bank/ koperasi (48,1%), menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (53,8%) dan tidak perlu investasi karena mendapat dana pensiun (61,5%).
5.3.3. Perilaku Kredit/Hutang Adapun tentang perilaku kredit/hutang respon yang diberikan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 5.9 sebagai berikut: Tabel 5.9 Jawaban Responden tentang Perilaku Kredit/Hutang Sangat Kadang- Tidak Setuju Setuju kadang Setuju (%) (%) (%) (%)
Pernyataan 1 1. Menunda punya barang daripada kredit harga mahal (+) 2. Kredit barang lebih untung dan dapat hadiah (-) 3. Ada penghasilan tambahan, kredit pun bertambah (-) 4. Tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (+) 5. Pinjam uang di koperasi karena pinjaman dapat SHU (-)
2 KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K KK BK K
3 30.8 57.7 44.2 42.3 19.2 30.8 -
4 57.7 42.3 50.0 7.7 3.8 23.1 11.5 46.2 26.9 36.5 -
5 11.5 5.8 15.4 23.1 19.2 57.7 28.8 11.5 53.8 32.7 53.8 26.9
Sangat Tidak Total Setuju N=26 (%)
6
7 -
53.8 38.5 46.2 42.3 7.7 25.0 34.6 26.9 30.8
Sumber: Kuesioner (diolah) Keterangan: KK = Keluarga Karir
BK = Keluarga Bukan karir K = KK + BK
94
30.8 30.8 30.8 57.7 11.5 34.6 65.4 19.2 42.3
8 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
95 Pada Tabel 5.9 tersebut terlihat bahwa pada keluarga karir (KK) sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu menunda punya barang daripada kredit harga mahal (57,7%) dan tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (46,2%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “sangat tidak setuju”, yaitu kredit bertambah karena ada penghasilan tambahan (57,7%), dan pinjam di koperasi karena dapat SHU pinjaman (65,4%), kecuali pernyataan kredit barang lebih untung dan dapat hadiah (53,8%) hanya “tidak setuju”. Sedangkan pada keluarga bukan karir (BK) respon terhadap pernyataan yang favorable bervariasi, yaitu “sangat setuju”, terhadap pernyataan menunda punya barang daripada kredit harga mahal (57,7%) dan “kadang-kadang” saja terhadap pernyataan tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (53,8%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable juga bervariasi, yaitu “kadang-kadang” terhadap pernyataan kredit bertambah karena ada penghasilan tambahan (57,7%), dan pinjam di koperasi karena dapat SHU pinjaman (53,8%), sedangkan terhadap pernyataan kredit barang lebih untung dan dapat hadiah (38,5%) hanya “tidak setuju”. Namun secara umum, pada keluarga karir maupun bukan karir (K), sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu menunda punya barang daripada kredit harga mahal (50,0%) dan tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (36,5%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “sangat tidak setuju”, yaitu pernyataan kredit barang lebih untung dan dapat hadiah (46,2%), kredit bertambah karena ada penghasilan tambahan (34,6%), dan pinjam di koperasi karena dapat SHU pinjaman (42,3%).
95
96 5.4. Analisis Data Penelitian 5.4.1. Uji Validitas dan Reliabilias Variabel bebas penelitian ini adalah proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1) dan bukan karir (X2). Adapun variabel terikatnya adalah perilaku ekonomi dalam keluarga karir (Y1) dan bukan karir (Y2). Namun sebelum data-data dianalisis terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya, meskipun pada tahap uji coba instrumen telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hal ini dimaksudkan agar data-data yang dianalisis diketahui keakuratan dan keterpercayaannya. Adapun teknik pengujian validitas digunakan koefisien korelasi bivariate dengan bantuan program aplikasi SPSS 11.5 for windows, dan hasilnya dalam bentuk resume disajikan pada Tabel 5.10 sebagai berikut: Tabel 5.10 Resume Hasil Uji Validitas Variabel X1 Variabel X2 Variabel Y1 No. Item Pearson Sig.(2- Pearson Sig.(2- Pearson Sig.(2Corr. tailed) Corr. tailed) Corr. tailed) 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
2 0.746b 0.587 b 0.504 b 0.643 b 0.561 b 0.637 b 0.650 b 0.458 a 0.314 a 0.383 a 0.734 b 0.438 b 0.546 b 0.825 b 0.824 b
3 0.000 0.002 0.009 0.000 0.003 0.000 0.000 0.019 0.118 0.053 0.000 0.025 0.004 0.000 0.000
4 0.248 a 0.600 b 0.361 a 0.718 b 0.737 b 0.821 b 0.358 a 0.707 b 0.675 b 0.488 b 0.784 b 0.652 b 0.382 b 0.709 b 0.695 b
5 0.222 0.001 0.070 0.000 0.000 0.000 0.072 0.000 0.000 0.012 0.000 0.000 0.054 0.000 0.000
96
6 0.475 b 0.440 b 0.317 b 0.242 a 0.621 b 0.652 b 0.330 a 0.600 b 0.552 b 0.711 b 0.758 b 0.493 b 0.645 b 0.728 b 0.529 b
7 0.014 0.025 0.114 0.235 0.000 0.000 0.100 0.001 0.003 0.000 0.000 0.001 0.000 0.000 0.005
Variabel Y2 Pearson Corr.
Sig.(2tailed)
N
8 0.731 b 0.678 b 0.799 b 0.366 a 0.624 b 0.697 b 0.695 a 0.724 b 0.503 b 0.598 b 0.884 b 0.798 b 0.735 b 0.739 b 0.723 b
9 0.000 0.000 0.000 0.066 0.001 0.000 0.000 0.000 0.009 0.001 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
10 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
97
1 16 17 18 19 20 a b
2 0.654 b 0.457 b 0.483 b 0.687 b 0.722 b
3 0.000 0.019 0.013 0.000 0.000
4 0.624 b 0.806 b 0.658 b 0.506 b 0.365 a
5 0.001 0.000 0.000 0.008 0.067
6 0.690 a 0.673 b 0.758 b 0.739 b 0.597 b
7 0.000 0.000 0.000 0.000 0.001
8 0.330 a 0.581 b 0.465 b 0.729 b 0.793 b
9 0.099 0.002 0.017 0.000 0.000
10 26 26 26 26 26
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed)
Dari Tabel 5.10 tersebut di atas terlihat bahwa pada semua item nilai Pearson Correlation lebih besar daripada Sig.(2-tailed), baik α 0.05 maupun α 0.01. Ini artinya bahwa data-data variabel penelitian ini dapat dinyatakan akurat (valid), karena dihasilkan dari alat ukur (instrumen) yang sesuai dengan tujuan ukurnya. Sedangkan pengujian reliabilitas digunakan koefisien alpha (scale) dengan bantuan program aplikasi SPSS 11.5 for windows, dan hasil resumenya disajikan pada Tabel 5.11 sebagai berikut: Tabel 5.11 Resume Hasil Uji Reliabilitas Variables X1
X2
Y1
Y2
Reliability Indica- N of Standardized Reliability Coefficients tors Cases Item Alpha Sig.* Alpha 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
0.7084 0.7104 0.5396 0.7638 0.6180 0.5702 0.6325 0.6182 0.7203 0.8282 0.8327 0.5200
0.7500 0.7161 0.5674 0.7738 0.6543 0.5428 0.6771 0.6262 0.7314 0.8445 0.8356 0.5192
* Ebel & Frisbie (1991:89)
97
0.3300 0.2000 0.2000 0.3300 0.2000 0.2000 0.3300 0.2000 0.2000 0.3300 0.2000 0.2000
98 Dari Tabel 5.11 tersebut di atas terlihat bahwa reliability coefficients alpha pada semua kelompok item (indikator variabel) lebih besar daripada signifikansi koefisien reliabilitas versi Ebel & Frisbie (1991:89), meskipun tidak mencapai ukuran minimal koefisien reliabilitas yang pada umumnya dianggap memuaskan, yaitu rxy 0.900 (Azwar, 2004:96). Hal ini berarti bahwa data variabel terpercaya, karena dihasilkan dari hasil pengukuran yang terpercaya (reliable), meskipun di pihak lain dianggap kurang memuaskan. Sebab pada prinsipnya, keterpercayaan itu bersifat relatif, maka signifikansi koefisien reliabilitas pun bersifat relative (Azwar, 2004:97).
5.4.2. Uji Normalitas Meskipun telah diketahui validitas dan reliabilitasnya, data-data tersebut masih perlu juga diuji normalitasnya, karena teknik analisis varian multivariat (Multivariate Analysis of Variance) atau MANOVA yang akan digunakan sebagai teknik analisis data penelitian ini tergolong analisis parametrik yang mempersyaratkan data harus berdistribusi normal (French & Poulsen, t.t). Adapun pengujiannya menggunakan uji Kolmogorov Smirnov (One Sample Kolmogorov Smirnov Test) dengan bantuan program aplikasi SPSS 11.5 for windows. Dari pengujian tersebut diketahui bahwa data keempat variabel (X1, X2, Y1 dan Y2) ternyata berdistribusi normal. Ini terlihat dengan jelas pada Tabel 5.12 sebagai berikut:
98
99 Tabel 5.12 Resume Hasil Uji Normalitas Variabels N Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) Test distribution
X1 26 0.806 0.534 Normal
X2 26 0.789 0.562 Normal
Y1 26 1.010 0.259 Normal
Y2 26 0.627 0.827
Normal
5.4.3. Hasil Analisis Varian Multivariat (MANOVA) Setelah data diketahui semuanya berdistribusi normal, maka analisis varian multivariat (Multivariate Analysis of Variance) atau MANOVA dapat ditetapkan sebagai tenik analisis data penelitian. Dengan menggunakan bantuan program aplikasi SPSS 11.5 for windows dengan teknik General Linear ModelMultivariate diperoleh hasil analisis uji multivariat (multivariate tests) sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.13 sebagai berikut:
99
100 Tabel 5.13 Multivariate Tests Effect
Value
Intercept
X1
X2
X1*X2
Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root Pillai's Trace Wilks' Lambda Hotelling's Trace Roy's Largest Root
0.01 0.99 0.01 0.01 0.128 0.872 0.147 0.147 0.106 0.894 0.119 0.119 0.096 0.904 0.106 0.106
F 0.102 0.102 0.102 0.102 1.545 1.545 1.545 1.545 1.246 1.246 1.246 1.246 1.117 1.117 1.117 1.117
Hypothesis df
Error df
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
Sig. 0.904 0.904 0.904 0.904 0.237 0.237 0.237 0.237 0.308 0.308 0.308 0.308 0.346 0.346 0.346 0.346
Hasil analisis data dengan SPSS sebagaimana Tabel 5.13 tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam uji multivariat matrik dari semua variabel bebas (faktor penentu), baik menggunakan Pillai’s Trace, Wilks’ Lambda, Hotelling’s Trace, maupun Roy’s Largest Root, nilai F lebih besar dari criteria α 0.05. Ini artinya bahwa variasi dari semua variabel bebas memiliki efek yang berbeda nyata (multivariate). Dengan demikian analisis varian multivariat (Multivariate Analysis of Variance) atau MANOVA layak untuk diteruskan sebagai teknik untuk menguji efek antar variabel, dan hasilnya disajikan pada Tabel 5.14 sebagai berikut:
100
101 Tabel 5.14 Test of Between-Subjects Effects (Resume) Source Intercept
X1
X2
X1*X2
Dependent Variabel
N
Df
F
Sig.
Y1 Y2 Y Y1 Y2 Y Y1 Y2 Y Y1 Y2 Y
26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.019 0.183 0.070 3.158 0.179 1.709 1.944 0.859 2.244 2.044 0.434 1.702
0.892 0.673 0.794 0.089 0.676 0.205 0.177 0.364 0.148 0.167 0.517 0.205
Adapun estimasi parameter dari efek antar variabel disajikan pada Tabel 5.15 sebagai berikut: Tabel 5.15 Parameter Estimates (Resume) Dependent Variabel Y1
Y2
Y
Parameter Intercept X1 X2 X1*X2 Intercept X1 X2 X1*X2 Intercept X1 X2 X1*X2
T -0.138 1.777 1.394 -1.430 0.428 0.423 0.927 -0.659 0.265 1.307 1.498 -1.305
101
Sig. 0.892 0.089 0.177 0.167 0.673 0.676 0.364 0.517 0.794 0.205 0.148 0.205
102 Hasil analisis data dengan SPSS sebagaimana Tabel 5.14 tersebut di atas menunjukkan bahwa: 1. Efek dari variabel X1 (Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Karir) terhadap variabel Y1 (Perilaku Ekonomi Keluarga Karir) menunjukkan hasil yang signifikan, karena nilai F untuk variabel X1 Y1 adalah 3,158 lebih besar dari α 0.05 sebesar 0,089. Ini berarti sesuai dan bahkan lebih besar dari parameter estimates yang menunjukkan nilai t = 1,777 lebih besar dari nilai sig. = 0,089. 2. Efek dari variabel X2 (Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Bukan Karir) terhadap variabel Y2 (Perilaku Ekonomi Keluarga Bukan Karir) menunjukkan hasil yang signifikan, karena nilai F untuk variabel X2 Y2 adalah 0,859 lebih besar dari α 0.05 sebesar 0,364. Ini berarti sesuai dengan parameter estimates, meskipun lebih rendah, karena nilai t = 0,927 namun masih lebih besar dari nilai sig. = 0,364. 3. Efek dari variabel X1 (Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Karir) terhadap variabel Y2 (Perilaku Ekonomi Keluarga Bukan Karir) menunjukkan hasil yang tidak signifikan, karena nilai F untuk variabel X1 Y2 adalah 0,179 lebih kecil dari α 0.05 sebesar 0,676. Ini sesuai dengan parameter estimates yang menunjukkan nilai t = 0,423 lebih kecil dari nilai sig. = 0,676. 4. Efek dari variabel X2 (Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Bukan Karir) terhadap variabel Y1 (Perilaku Ekonomi Keluarga Karir) menunjukkan hasil yang signifikan, karena nilai F untuk variabel X2 Y1 adalah 1,944 lebih besar dari α 0.05 sebesar 0,177. Ini
102
103 berarti sesuai dan bahkan lebih besar dari parameter estimates yang menunjukkan nilai t = 1,394 lebih besar dari nilai sig. = 0,177. 5. Efek dari variabel X (Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga) terhadap variabel Y (Perilaku Ekonomi Keluarga) menunjukkan hasil yang signifikan, karena nilai F untuk variabel X Y adalah 1,702 lebih besar dari α 0.05 sebesar 0,205. Ini berarti juga sesuai bahkan lebih besar dari parameter estimates yang menunjukkan nilai t = -1,305 lebih besar dari nilai sig. = 0,205.
103
104 BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Pembahasan Hasil Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah ingin membuktikan secara empiris pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi keluarga karir maupun bukan karir. Karena itu pembahasan atas analisis penelitian ini akan dijelaskan pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap masing-masing variabel terikat, serta dikaitkan dengan deskripsi masing-masing variabel.
6.1.1. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi pada Keluarga Karir Hasil pengujian pengaruh dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (variabel X1) terhadap perilaku ekonomi keluarga karir (variabel Y1) berdasarkan uji statistik menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F sebesar 3,158 dengan probabilitas signifikansi (ρ) = 0,089 pada df. n-1 = 25. Nilai ρ yang lebih besar daripada taraf signifikansi yang ditentukan, yaitu α 0.05 mengindikasikan bahwa pengaruhnya signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir dapat diterima. Besarnya nilai estimasi (t) sebesar 1,777 dengan sig. = 0,089 menunjukkan besarnya perubahan perilaku 104
105 ekonomi keluarga karir (Y1) yang disebabkan oleh perubahan variabel proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Dilihat dari kondisi responden, sebagian besar keluarga karir dalam pengambilan keputusan untuk pembelian atau pengkonsumsian barang dan jasa dilakukan secara rasional, dalam arti hal-hal yang terkait langsung dengan pengasuhan anak maupun kebutuhan seluruh anggota keluarga “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, tetapi untuk kebutuhan suami atau istri sendiri “jarang” atau “jarang sekali” diputuskan bersama. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 5.4 bahwa bidang-bidang yang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri adalah pendidikan anak (84,6%), pembelian pakaian anak (50,0%), perabot rumah tangga (80,8%), rumah/tempat tinggal (53,8%), dan pengobatan anggota keluarga (53,8%). Sedangkan bidang-bidang yang “jarang” diputuskan bersama adalah pembelian bahan makanan (61,5%), perawatan kecantikan (38,5%), dan perhiasan istri (42,3%). Adapun yang “jarang sekali” diputuskan bersama adalah pembelian pakaian istri (50,0%) dan pakaian suami (30,8%). Demikian juga pengambilan keputusan yang terkait dengan tabungan/ investasi maupun kredit/hutang dilakukan secara rasional pula, dalam arti “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri. Hal ini terlihat pada Tabel 5.5. yang menunjukkan semua bidang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, yaitu keputusan untuk alokasi dana tabungan (61,5%), jenis tabungan (73,1%), tabungan anak di sekolah (57,7%), pengambilan uang tabungan (76,9%), dan investasi/pengembangan usaha (76,9%). Adapun pengambilan keputusan yang
105
106 terkait dengan hutang/kredit terlihat pada Tabel 5.6 dilakukan secara variatif, yaitu keputusan perlu/tidak perlu kredit barang sebanyak 73,1% “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, dan tiga hal lainnya hanya “sering”, yaitu keputusan tentang tempat kredit barang (61,5%), penambahan kredit baru (65,4%), dan pinjaman di koperasi/bank (50,0%), tetapi untuk hutang di luar koperasi/bank 43,3% hanya “kadang-kadang” saja. Adapun mengenai perilaku ekonomi keluarga karir sebagian besar menunjukkan perilaku ekonomi yang rasional, dalam pengertian tidak konsumtif atau konsumeristik. Hal ini terlihat pada Tabel 5.7 bahwa dari 10 pernyataan yang unfavorable sebagian besar direspon dengan “tidak setuju”, yaitu belanja bahan makanan harus yang bermerek (69,2%), belanja harus di supermarket (69,2%), tidak akan merubah pola makan walaupun sedang krisis (30,8%), membeli pakaian harus bermerek dan berharga mahal (61,5%), menghadiri pesta harus berhias di salon (38,5%), tampil cantik harus memakai perhiasan yang berharga mahal (61,5%), perabot rumah harus sering diganti dengan model baru (57,7%), membeli TV sejumlah anak (61,5%), anak harus masuk sekolah favorit (57,7%), dan jika opname harus di ruang VIP (53,8%). Ini artinya bahwa sebagian besar dari keluarga karir tidak setuju dengan perilaku konsumtif atau konsumeristik. Sedangkan perilaku menabung/investasi sebagian besar menunjukkan perilaku yang positif, dalam arti sebagian besar dari keluarga karir beranggapan bahwa menabung/investasi merupakan perilaku ekonomi yang baik. Hal ini terlihat pada Tabel 5.8 yang menunjukkan respon terhadap pernyataan yang favorable sebagian besar “setuju”, yaitu mengurangi uang belanja untuk ditabung
106
107 (61,5%), dan anak-anak menabung di sekolah (80,8%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “tidak setuju”, yaitu tidak perlu menabung di bank/koperasi (69,2%), menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (73,1%) dan tidak perlu investasi karena mendapat dana pensiun (65,4%). Begitu pula perilaku kredit/hutang pada keluarga karir sebagian besar menunjukkan perilaku ekonomi yang rasional, dalam arti didasarkan pada tingkat kebutuhan dan kemampuan membayar. Hal ini terlihat pada Tabel 5.9 bahwa sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu menunda punya barang daripada kredit harga mahal (57,7%) dan tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (46,2%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “sangat tidak setuju”, yaitu kredit bertambah karena ada penghasilan tambahan (57,7%), dan pinjam di koperasi karena mendapat SHU pinjaman (65,4%), kecuali pernyataan kredit barang lebih beruntung dan mendapat hadiah (53,8%) hanya “tidak setuju”. Oleh karena itu, menurut teori ekonomi, dapat dinyatakan bahwa sebagian besar keluarga karir menganut cara pandang ‘Beckerian’ yang lebih menekankan pada spesialisasi peran fungsional dalam rumah tangga, atau yang lebih dikenal dengan teori peluang bersaing (comparative advantage) dari Becker. Teori ini bertolak dari ide dasar bahwa penyatuan potensi suami dan istri dapat memberi keuntungan maksimal bagi keluarga melalui spesialisasi dalam pembagian kerja, pembelian barang/jasa, dan skala ekonomi, karenanya kesejahteraan keluarga tergantung pada jumlah penghasilan dan komoditi yang dikonsumsi oleh keluarga itu. Spesialisasi ini akan sangat efisien dan meningkatkan investasi yang berdampak pada semakin efektif dan efisien dalam penggunaan waktu dan
107
108 uang (Becker, 1991). Tetapi penerapannya dalam keluarga cenderung semua persoalan keluarga selalu dikaitkan dengan masalah uang. Padahal faktanya, uang merupakan sumber potensial dari ambiguity dan ambivalence. Inilah di antara kelemahan dari cara pandang Beckerian (Webley et al., 2001:76). Dilihat dari pola hubungan antar suami-istri dalam rumah tangga berdasarkan model dari Scanzoni & Scanzoni (Suleeman, 1999:100-101), secara konseptual keluarga karir cenderung menganut pola equal partner yang memposisikan istri sebagai mitra sejajar, tidak ada posisi yang lebih tinggi atau lebih rendah. Istri mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam keluarga, termasuk dalam berkarir ataupun dalam urusan rumah tangga, sehingga pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Dengan begitu istri bisa menjadi pencari nafkah utama dan berpenghasilan lebih tinggi daripada suami, karena norma yang dianut adalah kemitrasejajaran. Namun dalam praktiknya terkadang pola equal partner ini dikombinasi dengan pola senior-junior partner yang memposisikan istri sebagai teman, bahkan dikombinasi pula dengan head complement yang memposisikan istri sebagai “kanca wingking” (pendamping) meskipun tidak sampai dianggap sebagai pelengkap suami. Contoh fenomena yang terjadi dalam Dharma Wanita (yang kini telah berubah menjadi Dharma Wanita Persatuan), walaupun istri karir masih harus berperan sebagai pendamping suami, apalagi suami sebagai pejabat publik. Perubahan ini terjadi karena istri memberikan kontribusi secara ekonomi tetapi pencari nafkah utama masih tetap suami. Kalau demikian berarti hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian terdahulu, terutama hasil penelitian Sunaryo dan Zuriah (2003) yang
108
109 mengungkap bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap posisi istri karir dalam proses pengambilan keputusan keluarga adalah nilai budaya yang berlaku sekarang (53%) dan pendapatan suami-istri berimbang (23%). Sedangkan posisi istri terhadap suami dalam pemanfaatan pendapatan keluarga sebagian besar (89%) seimbang (atas dasar musyawarah). Hal ini sekaligus juga memperkuat hasil penelitian Tombokan (2001) yang mengungkap semakin setaranya kedudukan suami dan istri dalam proses pengambilan keputusan ekonomi keluarga. Demikian juga hasil penelitian Busono dkk (2003) yang pada dasarnya mengungkap peningkatan penghasilan keluarga tidak mengubah perilaku ekonomi anggota keluarga.
6.1.2. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi pada Keluarga Bukan Karir Hasil pengujian pengaruh dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (variabel X2) terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir (variabel Y2) secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F sebesar 0,859 dengan probabilitas signifikansi (ρ) = 0,364 pada df. n-1 = 25. Nilai ρ yang lebih besar daripada taraf signifikansi yang ditentukan, yaitu α 0.05 mengindikasikan bahwa pengaruhnya nyata atau signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir dapat diterima. Besarnya nilai estimasi (t) sebesar 0,927 dengan sig. = 0,364 menunjukkan
109
110 besarnya perubahan perilaku ekonomi keluarga bukan karir (Y2) yang disebabkan oleh perubahan variabel proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (X2) dengan asumsi variabel yang lain konstan. Dilihat dari kondisi responden, sebagian besar keluarga bukan karir dalam pengambilan keputusan untuk pembelian atau pengkonsumsian barang dan jasa dilakukan secara rasional, karena hampir semua bidang, baik yang terkait langsung dengan anak, kebutuhan seluruh anggota keluarga maupun kebutuhan suami dan istri sendiri “sering sekali” dan “sering” diputuskan bersama suami dan istri. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 5.4 bahwa bidang-bidang yang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri adalah pembelian perhiasan istri (57,7%), perabot rumah tangga (61,5%), pengobatan anggota keluarga (46,2%), dan pendidikan anak (53,8%). Sedangkan bidang yang “sering” diputuskan bersama, yaitu pembelian pakaian istri (30,8%), pakaian suami (30,8%), pakaian anak (46,2%), dan rumah/tempat tinggal (38,5%). Bidang lainnya, yaitu keputusan tentang perawatan kecantikan istri (38,5%) hanya “kadang-kadang”. Demikian juga pengambilan keputusan yang terkait dengan tabungan/ investasi maupun kredit/hutang dilakukan secara rasional pula, dalam arti “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri. Hal ini terlihat pada Tabel 5.5 yang menunjukkan semua bidang yang terkait dengan tabungan/investasi “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, meskipun prosentasenya rata-rata kurang dari separuh, yaitu jenis tabungan (30,8%), tabungan anak di sekolah (46,2%), pengambilan uang tabungan (38,5%), dan investasi (42,3%), kecuali untuk penentuan alokasi dana tabungan (46,2%) hanya “kadang-kadang” saja.
110
111 Adapun pengambilan keputusan yang terkait dengan hutang/kredit terlihat pada Tabel 5.6 yang menunjukkan semua bidang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, meskipun prosentasenya rata-rata kurang dari separuh, yaitu tentang perlu/tidak perlu kredit barang (38,5%), tempat kredit barang (38,5%), penambahan kredit baru (53,8%), dan pinjaman di koperasi/bank (53,8%), kecuali untuk hutang di luar koperasi/bank (50,0) hanya “sering” saja. Data tersebut (Tabel 5.4, Tabel 5.5 dan Tabel 5.6) menunjukkan bahwa hal-hal yang terkait dengan kebutuhan rumah tangga dan pengasuhan anak yang dalam keluarga tradisional (bukan karir) menjadi tugas utama istri “sering sekali” atau “sering” diputuskan bersama suami dan istri, meskipun prosentasenya ratarata di bawah separuh, kecuali untuk pembelian perhiasan istri, umunya tidak sekadar untuk mempercantik istri melainkan juga sebagai bentuk ‘tabungan’ keluarga, sehingga maksud seperti ini ‘mengharuskan’ untuk diputuskan bersama suami-istri. Sedangkan untuk kebutuhan suami sendiri atau istri sendiri hanya “kadang-kadang” saja diputuskan bersama suami-istri. Tetapi yang menarik, bahwa keputusan untuk menabung maupun kredit/hutang hampir separuhnya diputuskan bersama suami-istri. Adapun mengenai perilaku ekonomi keluarga bukan karir sebagian besar menunjukkan perilaku ekonomi yang rasional, dalam arti tidak konsumtif atau konsumeristik. Hal ini terlihat pada Tabel 5.7 bahwa dari 10 pernyataan yang unfavorable sebagian besar direspon dengan “sangat tidak setuju”, yaitu belanja bahan makanan harus yang bermerek (46,2%), belanja harus di supermarket (38,5%), tidak akan merubah pola makan walaupun sedang krisis (50,0%), menghadiri pesta harus berhias di salon (50,0%), tampil cantik harus memakai
111
112 perhiasan yang berharga mahal (53,8%), perabot rumah harus sering diganti dengan model baru (38,5%), membeli TV sejumlah anak (50,0%), anak harus masuk sekolah favorit (42,3%), dan jika opname harus di ruang VIP (61,5%), kecuali membeli pakaian harus bermerek dan berharga mahal (34,6%) hanya “kadang-kadang” saja. Ini artinya bahwa sebagian besar dari keluarga bukan karir tidak setuju dengan perilaku konsumtif atau konsumeristik. Sedangkan perilaku menabung/investasi sebagian besar menunjukkan perilaku yang positif, dalam arti sebagian besar dari keluarga bukan karir beranggapan bahwa menabung/investasi merupakan perilaku ekonomi yang baik. Hal ini terlihat pada Tabel 5.8 yang menunjukkan respon terhadap pernyataan yang favorable sebagian besar “setuju”, yaitu mengurangi uang belanja untuk ditabung (50,0%), dan anak-anak menabung di sekolah (46,2%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “sangat tidak setuju”, yaitu tidak perlu menabung di bank/koperasi (65,4%), menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (50,0%), kecuali pernyataan tidak perlu investasi karena mendapat dana pensiun (57,7%) hanya “tidak setuju”. Namun tentang perilaku kredit/hutang sebagian besar dari keluarga bukan karir menunjukkan perilaku ekonomi yang kurang rasional, dalam arti kadangkadang didasarkan pada tingkat kebutuhan dan kemampuan membayar tetapi ketika ada peluang kadang-kadang didasarkan pada keinginan. Hal ini terlihat pada Tabel 5.9 bahwa respon terhadap pernyataan yang favorable bervariasi, yaitu “sangat setuju” terhadap pernyataan menunda punya barang daripada kredit harga mahal (57,7%) dan “kadang-kadang” saja terhadap pernyataan tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (53,8%). Sebaliknya terhadap
112
113 pernyataan yang unfavorable juga bervariasi, yaitu “kadang-kadang” terhadap pernyataan kredit bertambah karena ada penghasilan tambahan (57,7%), dan pinjam di koperasi karena mendapat SHU pinjaman (53,8%), serta “tidak setuju” terhadap pernyataan kredit barang lebih beruntung dan mendapat hadiah (53,8%). Oleh karena itu, menurut teori ekonomi, dapat dinyatakan bahwa sebagian besar keluarga bukan karir mengikuti model perilaku ekonomi berdasarkan teori utilitas, terutama hipotesis yang berbunyi: “Setiap orang (konsumen) akan memaksimumkan utilitasnya dengan tunduk kepada kendala anggaran atau pendapatan yang ada” (Arsyad, 2000:99). Karenanya dalam teori kurva indiferens (ordinal utility) salah satu hipotesisnya ada yang mengatakan bahwa “konsumen mempunyai suatu skala preferensi”, yaitu suatu sistem atau serangkaian kaidah dalam menentukan pilihan (Arsyad, 2000:102). Oleh sebab itulah orang akan membeli atau mengkonsumsi suatu barang/jasa sesuai dengan budget line, yaitu garis yang menunjukkan jumlah dan mutu barang/jasa yang dapat dibeli dengan sejumlah pendapatan atau anggaran tertentu, bukan sekadar mengejar kepuasan ataupun menuruti keinginan. Dilihat dari pola hubungan antar suami-istri dalam rumah tangga berdasarkan model dari Scanzoni & Scanzoni (Suleeman, 1999:100-101), secara konseptual keluarga bukan karir cenderung menganut pola owner property yang menganggap istri sebagai milik suami, atau head complement yang menganggap istri sebagai pelengkap suami. Karena hampir di semua masyarakat, di Barat sekalipun, kekuasaan di dalam keluarga tradisional (bukan karir) pada umumnya
113
114 berada di tangan laki-laki (suami), sehingga hak pengambilan keputusan penting pun berada dalam kekuasaan suami (Abdullah, 2000). Padahal apabila istri dianggap sebagai milik, bukan sebagai pribadi, maka kekuasaan dalam keluarga mutlak pada suami. Bahkan ada norma, bahwa istri harus tunduk dan bergantung secara ekonomi pada suami. Dari sudut teori pertukaran, istri mendapatkan pengakuan dari kebutuhan yang disediakan suami. Karenanya tugas utama istri hanya mengurus keluarga, membahagiakan suami, melahirkan dan mengasuh anak. Dengan perkataan lain, bahwa status sosialekonomi istri mengikuti suami, atau yang dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah “swarga nunut neraka katut” (kemuliaan istri numpang pada suami, tetapi kehinaan suami pun istri ikut terbebani). Demikian halnya ketika istri diposisikan sebagai “kanca wingking” (pendamping suami), dalam pengertian istri dianggap sebagai pelengkap suami (head complement), di mana tugas suami masih tetap mencari nafkah dan tugas istri masih tetap mengurus rumah tangga, tetapi keduanya memutuskan untuk mengatur kehidupan keluarga secara bersama-sama. Namun demikian karena istri hanya sebagai head complement maka pelibatan istri dalam proses pengambilan keputusan hanya sebatas ‘didengar’ pendapatnya, karena keputusan akhir tetap di tangan suami. Bahkan secara sosial, istri menjadi ‘atribut’ sosial suami, karena istri mencerminkan posisi dan martabat suaminya, baik dalam tingkah laku sosial maupun dalam penampilan fisik material. Perhatikan fenomena “Dharma Wanita”, ketuanya adalah istri pimpinan instansi/lembaga yang bersangkutan. Ini artinya, bahwa kedudukan istri sangat tergantung pada posisi suami.
114
115 Namun demikian, memperhatikan hasil penelitian ini yang menunjukkan pelibatan istri yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan, baik untuk pembelian barang dan jasa, menabung/investasi, maupun kredit/hutang, maka berarti sekarang ini dalam keluarga bukan karir pun tidak lagi memposisikan istri sebagai “swarga nunut neraka katut” atau owner property melainkan (paling tidak) sebagai “kanca wingking” atau head complement. Bahkan pola ini cenderung dikombinasi dengan pola senior-junior partner yang memposisikan istri sebagai teman, seperti dalam hal menabung/investasi dan kredit/hutang hampir separuhnya telah memposisikan istri ‘setara’ dengan posisi suami, karena istri sedikit banyak telah berperan aktif dalam control income dan asset. Inilah salah satu bukti adanya perubahan nilai dalam keluarga dewasa ini, yang dapat diduga sebagai dampak dari perubahan nilai dalam masyarakat dan pengaruh gerakan kesetaraan gender yang semakin memasyarakat. Menurut teori pertukaran, istri mendapat kekuasaan dalam keluarga sebagai imbalan (reward) dari proses pertukaran atas pengorbanan (cost) istri untuk kepentingan keluarga, meskipun dalam hal ini tidak berupa kontribusi ekonomi (penghasilan material), oleh karena sumberdaya yang diperoleh dalam keluarga, baik oleh suami maupun istri, digunakan bersama atas kesediaan atau kerelaan kedua belah pihak. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip pertukaran sosial dari Homans, antara lain bahwa orang yang sama statusnya harus mampu memberikan sosial approval satu sama lain dengan pengorbanan (biaya) yang relatif rendah. Tetapi orang akan memberikan pengorbanan (biaya) yang lebih besar kepada orang yang statusnya lebih tinggi karena mengharapkan imbalan (reward) yang tinggi pula. Sebaliknya, seseorang akan memberikan pengorbanan
115
116 (biaya) yang lebih rendah kepada orang yang lebih rendah statusnya karena imbalan (reward) yang dapat diterimanya jauh lebih rendah (Pelly & Menanti, 1994:79-80). Kalau demikian berarti hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian terdahulu, terutama hasil penelitian Darmastuti (2002) yang menunjukkan bahwa peran istri dalam proses pengambilan keputusan pada keluarga tradisional (bukan karir) dalam beberapa bidang kehidupan, seperti dalam aktivitas pendidikan dan pemeliharaan kesehatan anggota keluarga cenderung dominan, meskipun yang menyangkut aktivitas sosial anggota keluarga, terutama aktivitas sosial suami, peran istri sangat terbatas. Hal ini sekaligus juga memperkuat hasil penelitian Tombokan (2001) yang mengungkap semakin setaranya kedudukan suami dan istri dalam proses pengambilan keputusan ekonomi keluarga.
6.1.3. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Karir terhadap Perilaku Ekonomi Keluarga Bukan Karir Hasil pengujian pengaruh dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (variabel X1) terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir (variabel Y2) secara statistik menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F sebesar 0,179 dengan probabilitas signifikansi (ρ) = 0,676 pada df. n-1 = 25. Nilai ρ yang lebih kecil daripada taraf signifikansi yang ditentukan, yaitu α 0.05 mengindikasikan bahwa pengaruhnya tidak nyata atau tidak signifikan.
116
117 Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir ditolak. Sedangkan besarnya nilai estimasi (t) sebesar 0,423 dengan sig. = 0,676 menunjukkan kecilnya perubahan perilaku ekonomi keluarga bukan karir (Y2) yang disebabkan oleh perubahan variabel proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1), dengan asumsi variabel yang lain konstan.
6.1.4. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga Bukan Karir terhadap Perilaku Ekonomi Keluarga Karir Hasil pengujian pengaruh dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (variabel X2) terhadap perilaku ekonomi keluarga karir (variabel Y1) secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F sebesar 1,944 dengan probabilitas signifikansi (ρ) = 0,177 pada df. n-1 = 25. Nilai ρ yang lebih besar daripada taraf signifikansi yang ditentukan, yaitu α 0.05 mengindikasikan bahwa pengaruhnya nyata atau signifikan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir dapat diterima. Sedangkan besarnya nilai estimasi (t) sebesar 1,394 dengan sig. = 0,177 menunjukkan besarnya perubahan perilaku ekonomi keluarga karir (Y1) yang disebabkan oleh perubahan variabel proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan
117
118 keluarga bukan karir (X2) sangat besar, dengan asumsi variabel yang lain konstan.
6.1.5. Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi pada Keluarga Karir dan Bukan Karir Hasil pengujian pengaruh dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga (karir maupun bukan karir) (variabel X) terhadap perilaku ekonomi keluarga (karir maupun bukan karir) (variabel Y) secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F sebesar 1,702 dengan probabilitas signifikansi (ρ) = 0,205 pada df. n-1 = 25. Nilai ρ yang lebih besar daripada taraf signifikansi yang ditentukan, yaitu α 0.05 mengindikasikan bahwa pengaruhnya nayat atau signifikan. Sedangkan besarnya nilai estimasi (t) sebesar -1,305 dengan sig. = 0,205, meskipun bernilai negatif, menunjukkan besarnya perubahan perilaku ekonomi keluarga karir maupun bukan karir (Y) yang disebabkan oleh perubahan variabel proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir maupun bukan karir (X), dengan asumsi variabel yang lain konstan. Hal ini apabila dikaitkan dengan hasil analisis lainnya, terutama pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1) terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir (Y2) yang tidak signifikan (lihat subbab 6.1.3), tetapi sebaliknya pengaruh proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (X2) terhadap perilaku ekonomi
118
119 keluarga karir (Y1) yang signifikan (lihat subbab 6.1.4), maka bisa dianggap wajar kalau estimasi parameternya bernilai negatif. Begitu juga adanya pengaruh yang signifikan dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir (X1) terhadap perilaku ekonomi keluarga karir (Y1), maupun proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir (X2) terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir (Y2), semakin memperkuat hasil analisis ini. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir maupun bukan karir, dapat diterima. Dilihat dari kondisi responden, baik pada keluarga karir maupun bukan karir, pengambilan keputusan untuk pembelian atau pengkonsumsian barang dan jasa dilakukan secara rasional, dalam arti hal-hal yang terkait langsung dengan pengasuhan anak maupun kebutuhan seluruh anggota keluarga “sering sekali” atau “sering” diputuskan bersama suami dan istri, tetapi untuk kebutuhan suami atau istri sendiri “kadang-kadang”, “jarang” atau “jarang sekali” diputuskan bersama. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 5.4 bahwa bidang-bidang yang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri adalah pendidikan anak (69,2%), pembelian pakaian anak (46,2%), serta perhiasan istri (50,0%, perabot rumah (71,2%), rumah/tempat tinggal (38,5%), dan pengobatan anggota keluarga (50,0%). Yang hanya “kadang-kadang” saja adalah pengambilan keputusan untuk pembelian pakaian suami (23,1%) dan perawatan kecantikan (32,7%). Sedangkan yang “jarang” diputuskan bersama adalah pembelian bahan makanan (48,1%), dan yang “jarang sekali” adalah pembelian pakaian istri (38,5%).
119
120 Demikian juga pengambilan keputusan yang terkait dengan tabungan/ investasi maupun kredit/hutang dilakukan secara rasional pula, dalam arti “sering sekali” atau “sering” diputuskan bersama suami dan istri. Hal ini terlihat pada Tabel 5.5. yang menunjukkan semua bidang “sering sekali” diputuskan bersama suami dan istri, yaitu tentang alokasi dana tabungan (42,3%), jenis tabungan (51,9%), tabungan anak di sekolah (51,9%), pengambilan uang tabungan (57,7%), dan investasi (59,6%). Adapun pengambilan keputusan yang terkait dengan hutang/kredit terlihat pada Tabel 5.6 sebagian besar “sering” diputuskan bersama suami dan istri, yaitu keputusan tentang tempat kredit barang (48,1%), penambahan kredit baru (46,2%), pinjaman di koperasi/bank (34,6%), hutang di luar koperasi/bank (40,4%), bahkan tentang perlu/tidak perlu kredit barang (55,8%) “sering sekali” diputuskan bersama. Adapun tentang perilaku ekonomi keluarga (karir maupun bukan karir) sebagian besar menunjukkan perilaku ekonomi yang rasional, dalam pengertian “tidak setuju” atau “sangat tidak setuju” terhadap perilaku konsumtif atau konsumeristik. Hal ini terlihat pada Tabel 5.7 bahwa dari 10 pernyataan yang unfavorable sebagian besar direspon dengan jawaban “tidak setuju”, yaitu belanja bahan makanan harus yang bermerek (44,2%), belanja harus di supermarket (48,1%), tidak akan merubah pola makan walaupun sedang krisis (36,5%), membeli pakaian harus bermerek dan berharga mahal (46,2%), menghadiri pesta harus berhias di salon (40,4%), tampil cantik harus memakai perhiasan yang berharga mahal (50,0%), perabot rumah harus sering diganti dengan model baru (38,5%), membeli TV sejumlah anak (50,0%), anak harus masuk sekolah favorit (46,2%), dan jika opname harus di ruang VIP (44,2%).
120
121 Sedangkan perilaku menabung/investasi sebagian besar menunjukkan perilaku yang positif, dalam arti sebagian besar dari keluarga (karir maupun bukan karir) beranggapan bahwa menabung/investasi merupakan perilaku ekonomi yang baik. Hal ini terlihat pada Tabel 5.8 yang menunjukkan respon terhadap pernyataan yang favorable sebagian besar “setuju”, yaitu mengurangi uang belanja untuk ditabung (55,8%), dan anak-anak menabung di sekolah (63,5%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “tidak setuju”, yaitu tidak perlu menabung di bank/koperasi (48,1%), menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah (53,8%) dan tidak perlu investasi karena mendapat dana pensiun (61,5%). Begitu pula perilaku kredit/hutang sebagian besar menunjukkan perilaku ekonomi yang rasional, dalam arti didasarkan pada tingkat kebutuhan dan kemampuan membayar. Hal ini terlihat pada Tabel 5.9 bahwa sebagian besar respon terhadap pernyataan yang favorable adalah “setuju”, yaitu menunda punya barang daripada kredit harga mahal (50,0%) dan tidak pinjam uang di bank kecuali untuk modal usaha (36,5%). Sebaliknya terhadap pernyataan yang unfavorable sebagian besar “sangat tidak setuju”, yaitu pernyataan kredit barang lebih untung dan dapat hadiah (46,2%), kredit bertambah karena ada penghasilan tambahan (34,6%), dan pinjam di koperasi karena dapat SHU pinjaman (42,3%). Data-data tersebut apabila dilihat dari pola hubungan antar suami-istri dalam rumah tangga berdasarkan model dari Scanzoni & Scanzoni (Suleeman, 1999:100-101), menunjukkan bahwa pada era sekarang ini, baik pada keluarga karir maupun bukan karir, telah mengalami perubahan pola hubungan antar suami-istri dalam rumah tangga. Secara konseptual, keluarga karir diprediksi
121
122 menganut pola equal partner yang memposisikan istri sebagai mitra sejajar, tetapi dalam praktiknya pola equal partner ini dikombinasi dengan pola seniorjunior partner yang memposisikan istri sebagai teman, bahkan dikombinasi pula dengan head complement yang memposisikan istri sebagai “kanca wingking” (pendamping) meskipun tidak sampai dianggap sebagai pelengkap suami. Contohnya adalah keanggotaan Dharma Wanita Persatuan yang sejak berdirinya hingga sekarang ini tanpa mempertimbangkan istri karir ataupun bukan karir, sehingga walau istri karir pun, bahkan sekalipun penghasilan istri lebih besar daripada suaminya sekalipun, mereka masih harus berperan sebagai pendamping suami, apalagi suami sebagai pejabat publik. Demikian juga pada keluarga bukan karir yang secara konseptual diprediksi menganut pola owner property yang menganggap istri sebagai milik suami, atau head complement yang menganggap istri sebagai pelengkap suami atau sebagai “kanca wingking” (pendamping suami), namun pada kenyataannya dari hasil penelitian ini membuktikan juga telah mengalami perubahan pola hubungan suami-istri dalam rumah tangga mereka. Hal ini terlihat pada pelibatan istri yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan, baik untuk pembelian barang dan jasa, menabung/investasi, maupun kredit/hutang. Dengan demikian sekarang ini hampir tidak ada perbedaannya dengan pola hubungan suami-istri yang dianut oleh keluarga karir. Sebab, pada keluarga karir juga cenderung mengkombinasikan pola head complement dengan pola senior-junior partner yang memposisikan istri sebagai teman, maupun equal partner yang memposisikan istri sebagai mitra sejajar, seperti dalam hal menabung/investasi dan kredit/hutang hampir separuhnya telah memposisikan istri ‘setara’ dengan
122
123 posisi suami, karena istri sedikit banyak telah berperan aktif dalam control income dan asset. Perubahan inilah salah satu bukti adanya perubahan nilai dalam keluarga dewasa ini, yang dapat diduga sebagai dampak dari perubahan nilai dalam masyarakat dan pengaruh gerakan kesetaraan gender yang semakin memasyarakat. Di samping itu apabila dikaji berdasarkan teori pertukaran sosial, maka hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa proses pertukaran yang terjadi dalam keluarga, baik keluarga karir maupun bukan karir, boleh dikatakan berlangsung secara seimbang. Sedangkan sumberdaya yang diperoleh, baik oleh suami dan/atau istri, digunakan atas kesediaan atau kerelaan kedua belah pihak. Oleh karena itu benarlah apa yang dikatakan oleh Johnson (Pelly dan Menanti, 1994:77), bahwa kesejahteraan sosial akan terjamin apabila terdapat kebebasan untuk melaksanakan pertukaran-pertukaran antar pribadi yang dilaksanakan atas pemufakatan bersama. Dampaknya perilaku ekonomi keluarga dapat terkontrol, terutama gaya hidup (life style) yang menggambarkan kegiatan keluarga sebagai konsumen yang baik, dalam arti selalu berpegang pada prinsip konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption). Kata kunci dari konsumsi berkelanjutan, menurut Prehati (2001), adalah kebutuhan dan bukan keinginan. Sebab, keinginan itu tanpa batas dan cenderung membentuk diri dan keluarga bergaya hidup konsumtif atau konsumeristik. Padahal gaya hidup konsumtif atau konsumeristik serta keinginan untuk hidup mewah dan harus bergengsi (prestise) dapat mendorong seseorang untuk menghalalkan segala cara. Bahkan, menurut
123
124 Hermawansyah (2000), korupsi pun pada mulanya timbul karena keinginan dan gaya hidup yang bermewah-mewah.
6.2. Implikasi Hasil Penelitian Hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir, memberikan implikasi bahwa pada keluarga karir yang suami dan istri sama-sama memberikan kontribusi ekonomi, akan mendorong untuk selalu berbagi kekuasaan dan tugas-tugas rumah tangga secara rasional dan proporsional, serta melestarikan kebersamaan dan kesetaraan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam penggunaan keuangan keluarga. Dengan begitu suami dan istri akan saling dapat mengontrol perilaku ekonomi anggota keluarga untuk tetap berpegang pada prinsip konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption). Demikian juga hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir, memberikan implikasi bahwa pada keluarga bukan karir yang hanya suami atau istri saja yang memberikan kontribusi ekonomi, akan terdorong untuk selalu menggunakan sumberdaya yang diperoleh atas dasar kesediaan atau kerelaan kedua belah pihak, serta berbagi kekuasaan secara rasional dan proporsional, berusaha melestarikan kebersamaan dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam penggunaan keuangan keluarga. Dengan begitu suami dan istri akan saling dapat
124
125 mengontrol perilaku ekonomi anggota keluarga untuk tetap berpegang pada prinsip konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption). Secara umum, hasil penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dari proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga terhadap perilaku ekonomi keluarga, memberikan implikasi berupa ‘penyadaran’ akan pentingnya kebersamaan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam penggunaan keuangan keluarga, sehingga perilaku ekonomi anggota keluarga selalu dapat terkontrol untuk tetap berpegang pada prinsip konsumsi berkelanjutan (sustainable consumption). Di samping itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola hubungan antar suami dan istri dalam rumah tangga telah mengalami perubahan seiring dengan perubahan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sehingga pola hubungan antar suami-istri yang mencerminkan kekuasaan suami dan istri dalam keluarga selayaknya mengikuti perubahan paradigma, yakni “kemitasejajaran” antar suami dan istri dengan tanpa mempertimbangkan istri karir atau bukan karir.
6.3. Keterbatasan Penelitian Walaupun penelitian ini secara empiric dapat menjawab permasalahan penelitian dan hasilnya hampir semuanya seusai hipotesisnya, tentunya penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Keterbatasan itu antara lain sebagai berikut:
125
126 1. Penelitian ini bukan suatu penelitian yang bersifat penelitian jangka panjang (longitudinal) sehingga tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana proses pengambilan keputusan dan perilaku ekonomi keluarga yang sebenarnya. 2. Penelitian ini dilakukan bukan untuk perubahan perilaku melainkan perilaku nyata (overt behaviour) yang telah dilakukan di masa lampau sehingga tidak dapat diketahui bagaimana perilaku yang sebenarnya, kecuali bergantung pada kejujuran responden. 3. Mengingat pekanya masalah yang dibahas yakni ‘rahasia’ rumah tangga responden, maka sulit diketahui sejauh mana kejujuran responden dalam merespon jawaban kuesioner. 4. Mengingat sasarannya adalah keluarga karyawan yang memenuhi kriteria tertentu yang pengambilan sampelnya secara acak dengan taraf kepercayaan 95%, maka hasil penelitian ini hanya berlaku untuk populasi yang bersangkutan.
126
127 BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Setelah dilakukan analisis dan pembahasan, maka penelitian ini dapat disimpulkan, bahwa: 1. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir. 2. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga bukan karir. 3. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga karir berpengaruh tidak signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga bukan karir. 4. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan keluarga bukan karir berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi keluarga karir. 5. Proses pengambilan keputusan dalam penggunaan keuangan berpengaruh signifikan terhadap perilaku ekonomi pada keluarga karir dan bukan karir.
7.2. Saran Berdasarkan temuan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Oleh karena perilaku ekonomi dalam penggunaan keuangan keluarga merupakan masalah yang penting bagi ketahanan keluarga, maka pihak STKIP PGRI Jombang seyogyanya melakukan pencerahan atau upaya lain 127
128 yang dapat membangun perilaku ekonomi karyawan yang lebih rasional sehingga tidak permasalahan keluarga tidak berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. 2. Seyoyanya para tokoh masyarakat, pendidik, LSM yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat melakukan aksi untuk mendukung terwujudnya ketahanan dan kesejahteraan keluarga, terutama yang terkait dengan proses pengambilan keputusan keluarga yang partisipatif dan perilaku konsumsi yang rasional dan berkelanjutan. 3. Merekomendasi untuk dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel yang lebih luas cakupannya.
128
129 DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah, Fatimah. 2000. Konsep Keluarga dan Isi Rumah. Universitas Kebangsaan Malaysia, (Online), (http://dbp.gov.my/mab2000/Penerbitan/Rampak/konsep 20.pdf, diakses 12 Oktober 2002) Abdullah, Irwan. 2001. Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: Tarawang Press, hlm. 65-166 Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan (Edisi ke-4). Yogjakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN, hlm. 148-158 ______________. 2000. Ekonomi Manajerial: Ekonomi Mikro Terapan untuk Manajemen Bisnis (Edisi ke-3). Yogjakarta: BPFE (Cetakan Keenam), hlm. 88-92 Azwar, Saifuddin. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar (cetakan keenam) Becker, G.S. 1991. A Treatise on the Family. Cambridge, MA: Harvard University Press. Belk, R.W. 1995. Studies in the new consumer behavior, in D. Miller (ed), Acknowledging Consumption (p.58-95). London: Routledge Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jombang. 2001. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kaabupaten Jombang 2001. Jombang: BPS Kabupaten Jombang. Busono, Tjahjani, Barliana, dan Maknun, Johar. 2003. Perubahan Sosial di desa Asal Migran Tenaga Kerja Wanita: Studi Kasus di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Ciawi Jawa Barat. Jurnal Pemberdayaan Perempuan, (Online), 2(2), (http://www.menegpp.go.id/jurnal2_203.html, diakses 5 Januari 2004). Dagun, Save M. 2002. Psikologi Keluarga: Peranan Ayah dalam Keluarga. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Darmastuti, Ari. 2002. Jender dalam Pembuatan Keputusan Keluarga dan Masyarakat (Studi di desa Tejang Pula Sebesi Kecamatan Rajabasa Lampung Selatan). Jurnal Ipteks-Universitas Lampung (Online), edisi 23 April 2002, (http://www.unila.ac.id/ipteks/230402/jender_dalam_ pembuatan_keputusan.php., diakses 23 Desember 2003) Depnakertrans. 2001. Statistik Ketenagakerjaan (Tabel 3.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 1999-2000). Depnakertrans (Online), (http://www.nakertrans.go. id/PINAKER/Statistik/tabel_31.htm, diakses 15 Maret 2005) Ebel, Robert L. & Frisbie, David A. 1991. Essensial of Educational Measurement. Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc. p. 89
129
130 Effendi, Tadjuddin Noer. 1995. Sumber Daya Manusia: Peluang Kerja dan Kemiskinan . Yogjakarta; PT Tiara Wacana, hlm. 45-51. Evanita S, Afnidarti AR, dan Armida S. 2003. Pengaruh Terpaan Iklan Televisi terhadap Perilaku Konsumtif Ibu Rumah Tangga di Kota Padang Sumatera Barat. Jurnal Pemberdayaan Perempuan, (Online), 2(1), (http:// www.menegpp.go.id/jurnal2_12003.htm, diakses 5 Januari 2004) French, Aaron & Poulsen, John. t.t. Multivariate Analysis of Variance (MANOVA). (Online), (http://www.sfsu.edu/~efc/classes/bio710/manova/ manova.pdf., diakses 01-09-2005) Geertz, Hildred. 1961. The Javanese Gamily: A. Study of Kinship and Socialization. New York: Free Press of Glencoe. Goode, William J. 2002. Sosiologi Keluarga. Terjemahan Lailahanoum Ha-syim. Jakarta: Bumi Aksara (cetakan kelima). Gulardi, Sri Tresnaningtyas. 1999. Perubahan Nilai di Kalangan Wanita yang Bercerai, dalam T.O. Ihromi (Ed.), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (hlm. 166-191). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hermawansyah. 2000. Penyakit Korupsi dan Terapinya. Balipos, (Online), edisi 12 Januari 2000, (http://www.indomedia.com/bpost/012000/12/opini/ opini1.htm, diakses 21 Maret 2003). Ihromi, T.O. 1999. Beberapa catatan Mengenai Pengkajian Keluarga dalam Masyarakat yang Berubah, dalam T.O Ihromi (Ed.), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (hlm. 284-301). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Indonesia. Indrawijaya, Adam Ibrahim. 1983. Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru, hlm. 53-61. Kerlinger, Fred N. 2000. Asas-Asas Penelitian Behavioral (edisi ketiga). Terjemahan Landung R.Simatupang. Yogjakarta: Gadjahmada University Press, cetakan ketujuh, hlm. Kompas. 21 Juni 2000. Pemberdayaan Perempuan Tetap Pertimbangkan Budaya dan Agama, hlm. 10. Koentjoroningrat. 1985. Javanese Culture. Singapura: Oxford University Press Langgulung, Hasan. 1987. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka AlHusna, hlm. 274-275 Maryani, Titik & Ludigdo, Unti. 2001. Survei atas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan. Jurnal Tema Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2(1) edisi Maret 2001 hlm. 49-62 Mas'oed, Mohtar. 2002. Perpolitikan untuk Mendukung Ekonomi Alternatif. Jurnal Ekonomi Rakyat, (Online), 1(8) edisi Oktober 2002, (http://www. ekonomi-rakyat.org/edisi_8/artikel_4.htm, diakses 25 April 2003) 130
131 Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan, hlm. 56-65 _______________. 2000. PerkembanganTeori Feminisme Masa Kini dan Mendatang serta Kaitannya dengan Pemikiran Keislaman dalam Tim Risalah Gusti (Ed.), Membimbing Feminisme: Diskursus Gender Perspektif Islam (hlm. 209-229). Surabaya: Risalah Gusti. Mosse, Julia Cleves. 2003. Gender & Pembangunan. (Terjemahan Hartian Silawati). Yogjakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Centre dan Pustaka Pelajar, cetakan kedua, hlm. 37-107. Partadiredja, Ace. 1985. Pengantar Ekonomika (edisi ke-4). Yogjakarta: BPFE, cetakan ke-2, hlm. 62-68 Pelly, Usman dan Menanti, Asih. 1994. Teori-teori Sosial Budaya. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal. 72-83 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 1995. Jakarta: BKKBN. Prehati. 2001. Konsumsi yang Dibutuhkan, Bukan yang Dinginkan. Intisari, (Online), Oktober 2001, (http://www.indomedia.com/intisari/2001/Okt/ briket_halhi.htm, diakses 17 Maret 2005) Rini, Jacinta F., 2002. Wanita Bekerja. Artikel e-psikologi (Online), edisi 28 Mei 2002, (http://www.e-psikologi.com/keluarga/280502.htm., diakses 27 Juli 2002) Sadiman, Arief S. 1999. Pengaruh Televisi pada Perubahan Perilaku. Jurnal Teknodik, (Online), 4(7) edisi Oktober 1999, (http://www.pustekkom.go. id/teknoPengaruhTV.htm., diakses 28 Mei 2002) Sjabadhyni, Betina & Wutun, Rufus Patty. 1999. Rubahan Perilaku Konsumen: Tinjauan dari Perspektif Psikologi Ekonomi. Usahawan 28(01), edisi Januari 1999, hlm. 20-23 Sarwono, Sarlito Wirawan. 1999. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori. Jakarta: Balai Pustaka (cetakan kedua), hlm. 124-130; 228-267. Sayer, Liana C. and Bianchi, Suzanne M. 2000. Women’s Economic Independence and the Probability of Divorce: A review and Reexamination. Journal of Family Issues.Volume 21 Number 7 October 2000, p.906-943. Sigit Sidi, Ieda Poernomo dan Setiadi, Bernadette N. 2000. Manusia Indonesia Abad 21 yang Berkualitas Tinggi: Ditinjau dari Sudut Psikologi (Makalah 5). Himpunan Psikologi Indonesia (Online), (http://himpsi.org/ BERITA%20KITA/Makalah% 2005.htm, 17 Maret 2005)
131
132 Stoner, James A.F. & Wankel, Charles. 1986. Manajemen (Edisi Ketiga) Jilid 1. (Terjemahan Wilhelmus W. Bakowatun). Jakarta: CV Intermedia Sugiyono. 2004. Statistik Nonparametrik untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta, cetakan keempat Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Mikroekonomi (edisi kedua). Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm.3-12 Suleeman, Evelyn. 1999. Hubungan-hubungan dalam Keluarga dalam T.O. Ihromi (Ed.), Bunga Rampai Sosiologi Keluarga (hlm. 90-114). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sulistyo dan Widayat, Wahyu. 1986. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Karunika Universitas Terbuka, hlm. 1-8; 124-133 Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm. 56-67; 226-249; 289-307 Sunaryo, Hari dan Zuriah, Nurul. 2003. Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga Wanita Karier di Kota Malang. Jurnal Pemberdayaan Perempuan. (Online), 2(6), (http://www.menegpp.go.id/JURNAL2_603.htm., diakses 5 Januari 2004). Suryadi, Endang T. 1991. Alih Fungsi Wanita sebagai Kepala Keluarga, Surakarta: Pusat Studi Wanita-Pusat Penelitian Universitas Sebelas Maret, (Online), (http://www.pdk.go.id/cdisis/showform.php?ID=259,diakses 13 Desember 2002) Tambunan, Raymond. 2001. Remaja dan Perilaku Konsumtif. E-Psikologi (Online), edisi 19 November 2001, (http://www.e-psikologi.com/remaja/ 191101.htm, diakses 23 Desember 2002). Tombokan, M. 2001. Pola Pengambilan Keputusan dalam Keluarga: Status Kerja Ibu serta Kaitannya dengan Konsep Peran Gender pada Suku Jawa dan Minahasa. Tesis Magister Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Dr. Ratna Megawangi, Dr. Ujang Sumarwan, dan Ir. Emmy S. Karsin, M.S Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Wahini, Meda. 2002. Keluarga sebagai Tempat Pertama dan Utama Terjadinya Sosialisasi Pada Anak. Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor, (Online), Desember 2002, (http:// rudyct.tripod.com/sem1_023/meda_wahini.htm, diakses 17 Mei 2003). Webley, Paul, et al. 2001. The Economic Psychology of Everyday Life. Philadelphia: Psychology Press Ltd., p. 75-98
132
133 Zebua, Albertina S. 2001. Hubungan antara Konformitas dan Konsep Diri dengan Perilaku Konsumtif Remaja Putri: Studi pada SMU Tarakanita 1. Abstrak (Online), (http:// psikologi-untar.com/abstrak/tampil.php?id=42, diakses 17 Oktober 2003)
133
134 Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN TERHADAP PERILAKU EKONOMI KELUARGA KARYAWAN STKIP PGRI JOMBANG
ASMUNI SYUKIR NIM 090114385M
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2005
135
KUESIONER
Kepada Yang Terhormat 1. Sdr. Karyawati STKIP PGRI Jombang 2. Sdr. Istri Karyawan STKIP PGRI Jombang Di JOMBANG
Assalaamu Alaikum Wr. Wb. Sehubungan dengan penelitian (tesis) kami tentang “Pengaruh Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan terhadap Perilaku Ekonomi Keluarga Karyawan STKIP PGRI Jombang”, maka kami mohon dengan hormat kesediaan Anda menjadi responden penelitian ini dengan cara menjawab kuesioner kami secara jujur (apa adanya). Kuesioner ini tidak berpengaruh apapun terhadap karir Anda maupun karir istri/suami Anda, dan kami menjamin sepenuhnya kerahasiaan jawaban Anda. Atas kesediaan Anda sebagai responden penelitian ini kami ucapkan terima kasih. Wassalamu Alaikuk Wr. Wb.
Peneliti
Drs. ASMUNI SYUKIR
136
RESPONDEN
KODE
ISTRI
K-1
NOMOR
KUESIONER PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM PENGGUNAAN KEUANGAN KELUARGA
PETUNJUK 1. Tulis nama Anda dan nama suami Anda 2. Berilah tanda chek () jawaban Anda pada kotak ( ) pilihan jawaban yang tersedia!
DATA KELUARGA RESPONDEN 1. Nama (istri)
: ………………….………………….
2. Status Pekerjaan
: Bekerja di luar rumah Tidak bekerja / Ibu rumah tangga
3. Nama Suami
: ………………………………………
4. Status Pekerjaan
: Bekerja di luar rumah Tidak bekerja
5. Jumlah Anak
: 1 orang 2 orang lebih 2 orang
137
KUESIONER 1. Apakah suami turutserta dalam menentukan belanja bahan maknan atau menu makanan sehari-hari?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
2. Kalau pembelian pakaian Anda, apakah suami juga turutserta menentukan warna, mode, batasan harga dan waktu pembeliannya?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
3. Sebaliknya, kalau pembelian pakaian suami, apakah Anda juga turutserta menentukan warna, mode, batasan harga dan waktu pembeliannya?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
4. Apabila anak Anda masih kecil (belum remaja), apakah pembelian pakaian untuk anak juga ditentukan bersama dengan suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
5. Kalau pembelian alat/bahan kosmetika atau salon kecantikan untuk Anda, apakah suami juga turutserta dalam menentukan jenis, merek dan atau batasan harganya?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
138
6. Kalau pembelian perhiasan (emas, intan, berlian, permata) untuk Anda atau anak, apakah juga ditentukan bersama dengan suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
7. Dalam pembelian perabot rumah tangga, seperti lemari, buffet, sofa, bed, kulkas, mesin pencuci dan lainnya, apakah Anda turutserta menentukan pembeliannya?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
8. Ketika membeli, membangun/perbaikan atau kontrak rumah, apakah dimusyawarahkan dan diputuskan bersama dengan Anda?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
9. Ketika anggota keluarga ada yang sakit, apakah suami turutserta menentukan bagaimana pengobatannya, misalnya diperiksakan ke dokter, rumah sakit, dukun, atau dibelikan obat saja?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
10. Mengenai pendidikan anak, apakah jenis sekolah, kursus, les, atau mengaji selalu dimusyawarahkan bersama dengan suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
139 11. Dalam hal menabung, apakah alokasi dana (berapa atau sumber dari mana) yang akan ditabung juga dimusyawarah bersama dengan Anda?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
12. Apakah dalam menentukan jenis tabungan (di bank atau lainnya) juga dimusyawarahkan bersama Anda?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
13. Mengenai tabungan anak di sekolahnya, apakah Anda dan suami turutserta menentukan jumlah setorannya?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
14. Sebaliknya, apakah pengambilan uang tabungan juga dimusyawarahkan dengan Anda? Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali 15. Kalau tentang investasi atau pengembangan usaha keluarga, apakah juga selalu dimusyawarahkan dengan Anda? Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
140 16. Kalau dalam hal kredit barang, apakah perlu tidaknya kredit diputuskan bersama dengan suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
17. Mengenai tempat kredit barang, misalnya di toko A, B atau koperasi, apakah sering dimusyawarahkan bersama suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
18. Kalau kredit yang lama belum lunas tetapi ingin kredit lagi, apakah keputusan kredit lagi juga dimusyawarahkan bersama suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
19. Dalam hal pinjaman di koperasi/bank, apakah juga diputuskan bersama dengan Anda atau suami?
Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
20. Kalau hutang di luar koperasi, apakah juga diputuskan bersama Anda atau suami? Sering Sekali Sering Kadang-kadang Jarang Jarang sekali
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA MENJAWAB KUESIONER INI
141
RESPONDEN
KODE
ISTRI
K-2
NOMOR
KUESIONER PERILAKU EKONOMI KELUARGA
PETUNJUK Berilah tanda chek () jawaban Anda pada kotak ( ) pilihan jawaban yang tersedia!
1. Setiap belanja bahan makanan, saya pilih yang bermrek sekalipun harganya lebih mahal.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
2. Meskipun harganya lebih mahal, saya suka belanja bahan makanan di supermarket daripada di pasar tradisional.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
3. Meskipun sedang krisis, keluarga saya tidak akan merubah pola makan sehari-hari.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
142 4. Untuk menyesuaikan status, saya selalu membeli pakaian yang bermerek dan berharga mahal.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
5. Setiap menghadiri pesta, saya harus berhias di salon.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
6. Agar bisa tampil cantik dan bergengsi, saya harus memakai berlian atau permata yang harganya mahal.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
7. Agar tidak ketinggalan dengan tetangga, perabot rumah sering saya ganti dengan model yang baru.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
8. Agar anak-anak bisa menonton TV sesuai dengan kegemarannya, maka perlu membeli TV sejumlah anak kita.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
9. Dengan cara apapun anak-anak kami harus bisa masuk sekolah favorit.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
143 10. Jika anggota keluarga harus opname di rumah sakit, demi status dan gengsi, kami harus memilih ruang pavilion (VIP).
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
11. Saya selalu mengurangi uang belanja sehari-hari untuk ditabung.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
12. Anak-anak disuruh gurunya menabung di sekolah.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
13. Karena anak sudah menabung di sekolah, saya tidak perlu lagi menabung di bank atau di koperasi.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
14. Saya menabung di bank hanya ingin mendapat hadiah.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
15. Karena mendapat dana pensiun, maka tidak perlu investasi untuk masa tua.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
144 16. Lebih baik menunda punya barang daripada kredit yang harganya jauh lebih mahal.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
17. Membeli barang secara kredit lebih menguntungkan, apalagi ada bonus hadiahnya.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
18. Karena ada penghasilan tambahan, maka saya kredit barang yang baru lagi.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
19. Saya tidak akan pinjam uang di bank atau koperasi kecuali untuk modal usaha.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
20. Meskipun tidak sangat membutuhkan, lebih baik pinjam uang di koperasi karena yang pinjam mendapat SHU pinjaman.
Sangat setuju Setuju Kadang-kadang Tidak setuju Sangat tidak setuju
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA MENJAWAB KUESIONER INI
Lampiran 2 Tanggapan Responden atas Kuesioner K-1 (Varibel Proses Pengambilan Keputusan dalam Penggunaan Keuangan Keluarga)
Responden Keluarga Karir (X1) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 S J SS SS S S J S S S J J J J K J J J J J J J J J S J
Keterangan Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 N SS S K J JS
2 JS SS SS S SS S JS SS SS SS S JS J JS JS JS JS JS J JS J JS JS JS SS JS
3 S JS JS K SS SS K S K SS K S SS SS SS JS JS SS JS JS JS SS JS JS S JS
Item-item Indikator 1 4 5 6 7 S K S SS J J J SS SS JS SS SS SS S S SS SS J SS SS SS S S SS SS J SS SS SS J SS SS SS J SS SS SS S SS SS SS JS J SS S JS J S SS J J SS SS JS J SS SS K J SS S J SS SS S JS J K SS K J SS J J J S J K J S J K S SS J JS J S S K SS SS S J SS SS S K SS SS S J SS SS
8 SS SS JS SS SS K SS SS S SS JS SS SS S K K K SS K K SS JS SS S SS SS
9 K K S K SS SS SS SS S S S S SS S SS SS J SS SS SS SS S K SS SS SS
10 SS JS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS S SS SS SS SS
Item-item Indikator 11 12 13 14 SS SS SS SS SS SS S JS JS SS SS JS K S K SS SS SS K K SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS K SS SS SS SS S JS SS S S S SS SS SS SS SS S SS S S SS SS SS SS SS SS SS SS K S K K SS SS SS SS S S K SS S S J SS SS SS SS SS S S S S SS SS K SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS SS
2 15 SS JS JS SS K SS SS SS SS SS SS SS SS K SS SS K SS SS SS SS S SS SS SS SS
Item-item Indikator 16 17 18 19 SS J S S K K SS J J J S J SS SS SS S SS S S K SS SS S S SS S S S SS S S S SS S S K SS K SS S J S S J SS J J J SS S S K K S K K SS S S K SS J S S J S K S SS S S S SS S K K SS S J K SS S S S J S S J J S S S SS J S S SS S SS K SS J S S
: Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk membeli produk/jasa : Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk menabung/investasi : Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk kredit/hutang : Responden (Keluarga Karir) : Sering Sekali : Sering : Kadang-kadang : Jarang : Jarang sekali
3 20 SS S K SS K S K S S K J J K S K K K S S J S J K K K J
Responden Keluarga Bukan Karir (X2) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 K S S S S J J S J J S J SS SS JS S SS S J J S J J K SS K
Keterangan Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 N SS S K J JS
2 S SS JS S K SS JS K JS JS K JS SS SS JS JS S K S S S S S J J J
3 J JS K K K K JS K JS S K K JS J K SS S S S S S S S SS J SS
Item-item Indikator 1 4 5 6 7 SS K SS S S K J SS S JS J SS SS S SS K S JS K K SS J SS SS S K S SS S K S S J JS J K S J J SS S K S S S JS SS SS SS J S K SS J SS SS SS JS J K J JS J SS SS SS SS S S K SS SS S J SS SS S J SS SS SS SS SS S S K SS SS S K SS SS SS K SS SS SS K SS SS SS J SS SS
8 S SS JS K K K SS K JS K S K K S K S S SS SS SS S SS S S S S
9 SS K K S J SS S S J SS S SS K K S S SS SS S SS S SS SS SS SS SS
10 SS SS K SS K SS SS K K SS K SS SS K SS J SS SS SS S S S S SS SS SS
Item-item Indikator 11 12 13 14 S SS SS S SS SS SS SS K SS SS SS SS K SS K K K K K K K K K SS SS SS SS K K SS K K K K SS K K SS K K K S K JS JS JS S K SS SS K SS SS JS SS J J S K J S S J SS S SS S SS SS K SS K J SS SS K J SS SS S S S S K J SS SS K J SS S S J S S S SS J SS S J S S
2 15 S SS SS K K K SS K SS K K S K SS K J S SS SS SS S SS SS S SS S
Item-item Indikator 16 17 18 19 J J SS SS SS S S SS S J S K K K S SS K S S K K SS SS SS SS S SS SS K S SS K K SS S K S S S SS K S SS K S J J SS K S S SS SS JS J K J S J SS J K K J SS SS SS SS S S SS SS SS S SS S SS SS SS S S SS SS S S SS SS S SS SS SS S SS K K SS SS SS SS SS SS SS SS SS
: Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk membeli produk/jasa : Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk menabung/investasi : Peranan suami dan istri dalam pengambilan keputusan untuk kredit/hutang : Responden (Keluarga Bukan Karir) : Sering Sekali : Sering : Kadang-kadang : Jarang : Jarang sekali
3 20 J S S SS SS SS S S S SS S SS S S SS S K S SS SS S SS SS S SS S
Tanggapan Responden atas Kuesioner K-2 (Variabel Perilaku Ekonomi Keluarga) Responden Keluarga Karir (Y1) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 TS K S TS TS TS S K TS K TS TS TS TS TS TS TS TS STS K TS S TS TS TS TS
Keterangan Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 N SS S K TS STS
Item-item Indikator 1 2 3 4 5 6 7 TS S STS TS STS STS K S STS K STS K S K TS S TS STS TS K TS TS TS TS TS K STS K TS STS TS K TS TS TS TS K SS TS S S TS TS K TS STS TS STS TS S TS STS TS STS K TS STS TS STS STS TS K TS TS TS TS TS K TS S TS TS TS S STS K STS K TS S STS S TS S TS K STS S S S TS STS TS TS TS TS TS TS TS S TS TS TS TS STS S STS S K TS TS K K TS K TS TS TS S TS TS TS TS TS TS TS S TS TS TS TS TS K TS STS S TS TS TS STS TS TS TS TS TS S STS K STS TS TS STS TS TS TS TS
8 STS STS TS TS STS TS TS STS STS STS TS TS STS TS K TS TS STS TS TS TS TS STS TS TS TS
: Perilaku Komsumtif/Komsumeristik : Perilaku Menabung/Investasi : Perilaku Hutang/Kredit : Responden (Keluarga Karir) : Sangat Setuju : Setuju : Kadang-kadang : Tidak Setuju : Sangat Tidak Setuju
9 STS SS TS TS STS TS TS STS STS STS TS TS S TS STS TS TS S TS TS STS TS S TS TS TS
10 STS K TS TS TS TS S STS STS STS TS TS S TS STS TS TS S K S STS TS TS TS TS TS
Item-item Indikator 2 11 12 13 14 15 SS SS STS STS TS SS K K STS STS SS SS TS TS TS S S TS TS TS SS S TS TS TS S S TS TS TS S S STS STS TS SS S STS STS TS SS S STS STS TS SS SS STS TS STS S S TS TS TS S S TS TS TS SS SS TS TS STS S S TS TS STS K K TS TS TS S S TS TS TS S S TS TS TS SS SS TS TS STS S S TS TS STS S S TS TS TS S S STS STS STS S S STS TS S SS S TS STS STS S S TS TS TS S S TS TS TS S S TS TS TS
Item-item Indikator 16 17 18 19 SS TS STS SS K K STS SS SS TS TS S S TS TS S S K STS K S TS TS S S TS STS SS SS ST STS SS SS STS STS SS SS TS STS SS K TS STS SS S TS TS K SS STS STS SS SS STS STS SS S K STS S S TS TS S S TS TS S SS STS STS SS S STS STS S S STS STS S SS STS TS K S TS STS SS S TS TS S S TS TS S K K TS S S TS TS S
3 20 STS STS STS TS STS TS STS STS STS STS STS TS STS STS STS TS TS STS STS STS TS TS STS TS STS TS
Responden Keluarga Bukan Karir (Y2) N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
1 TS STS S STS K S K TS K S TS TS K K STS STS STS STS STS STS STS STS TS K STS STS
Keterangan Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 N SS S K TS STS
2 TS STS S TS K K S TS TS K TS TS S K S STS STS STS STS STS STS STS STS TS K STS
3 TS STS S TS STS TS TS TS TS K TS TS STS STS STS STS STS STS STS STS TS STS TS TS STS STS
Item-item Indikator 1 4 5 6 7 TS TS TS TS STS S STS K K S K S K TS TS S STS STS TS K S TS TS K S TS TS K TS TS TS S TS TS TS TS TS TS TS STS TS TS STS S TS TS TS TS K STS STS K STS STS STS S K STS STS K STS STS STS STS S STS STS K STS STS STS STS K STS STS STS K TS STS STS STS STS K STS K STS STS STS K STS STS STS TS TS TS TS K STS STS TS TS STS STS STS
8 TS STS S TS STS TS TS TS TS TS TS TS K S STS STS K STS STS STS STS STS STS STS STS TS
: Perilaku Komsumtif/Komsumeristik : Perilaku Menabung/Investasi : Perilaku Hutang/Kredit : Responden (Keluarga Bukan Karir) : Sangat Setuju : Setuju : Kadang-kadang : Tidak Setuju : Sangat Tidak Setuju
9 S TS TS K K TS TS TS K TS TS TS STS S STS STS STS STS STS STS K STS STS TS K STS
10 K STS TS TS STS TS STS TS TS TS STS TS STS STS STS STS STS STS STS STS STS STS TS TS STS STS
Item-item Indikator 2 11 12 13 14 15 S SS K TS TS S K STS TS K S S TS TS TS S S STS K TS SS SS STS S S S S TS TS TS S S TS K TS S S TS TS STS K S STS K TS TS TS S TS TS S S STS TS TS S S TS TS TS SS SS STS STS STS SS SS STS STS STS SS SS STS STS STS SS SS STS STS STS SS SS STS STS STS SS SS TS K TS SS SS STS STS TS S SS STS STS STS SS S STS STS STS S S STS STS TS S S STS STS TS S SS TS TS TS SS SS STS STS STS SS S STS STS TS
Item-item Indikator 16 17 18 19 S K K S SS S STS S S TS TS S S TS STS K SS K K SS S TS S K S TS K S SS TS S K S TS S SS S S S K SS TS S K S TS K K SS K K K SS STS K K SS K K K SS K K K SS K STS K S TS STS K SS STS K SS SS STS K K S STS K S SS STS K SS SS STS K SS S TS K K SS STS K S SS STS TS S
3 20 TS TS TS K K K TS K STS K K K K K K K K STS STS K K STS STS TS TS TS
Lampiran 3 Uji Validitas Item Variabel X Responden Keluarga Karir (X1) Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
KPTS1 KPTS2
1,81 1,54
1,960 1,794
26 26
KPTS3 KPTS4
2,08 3,12
1,671 1,143
26 26
KPTS5 KPTS6 KPTS7
1,27 2,58 3,77
0,962 1,419 0,514
26 26 26
KPTS8 KPTS9
2,96 3,31
1,371 0,884
26 26
KPTS10 X11
3,73 27,96
0,827 7,302
26 26
Correlations X11 KPTS1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS4
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS5
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS6
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS7
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS8
KPTS9
KPTS10
Pearson Correlation
0.809** 0,000 26 0.625** 0,001 26 0.485* 0,012 26 0.638** 0,000 26 0.554** 0,003 26 0.639* 0,000 26 0.626** 0,001 26 0.412*
Sig. (2-tailed) N
0,037 26
Pearson Correlation
0,262
Sig. (2-tailed)
0,196
N Pearson Correlation
26 0,376
Sig. (2-tailed)
0,059
N
26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) X11 = Indikator 1: Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Membeli produk/jasa
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
KPTS11 KPTS12 KPTS13
3,38 3,73 3,19
0,983 0,452 1,132
26 26 26
KPTS14 KPTS15
3,46 3,42
1,174 1,206
26 26
17,19
3,499
26
X12 Correlations KPTS11
Pearson Correlation
X12 0.734**
KPTS12
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
0,000 26 0.438*
Sig. (2-tailed) N KPTS13
KPTS14
0,025 26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
0.546** 0,004
N Pearson Correlation
26 0.825**
Sig. (2-tailed)
0,000
N KPTS15
26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
0.824** 0,000
N
26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) X12 = Indikator 2: Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
KPTS16
3,27
1,251
26
KPTS17
2,54
0,948
26
KPTS18
2,88
0,766
26
KPTS19
2,31
0,788
26
KPTS20
2,27
0,874
26
13,27
2,794
26
X13 Correlations
X13 KPTS16
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS17
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS18
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS19
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS20
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
0.654** 0,000 26 0.457* 0,019 26 0.483* 0,013 26 0.687** 0,000 26 0.722** 0,000 26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) X13 = Indikator 3: Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang
Uji Validitas Item Variabel X Responden Keluarga Bukan Karir (X2) Descriptive Statistics KPTS1 KPTS2
Mean 2,23 1,96
Std. Deviation 1,210 1,483
N
KPTS3 KPTS4
2,12 3,19
1,243 0,939
26 26
KPTS5 KPTS6
1,46 3,08
1,140 1,262
26 26
KPTS7 KPTS8
3,42 2,69
0,809 1,087
26 26
KPTS9 KPTS10 X21
3,15 3,23 26,54
0,967 0,957 6,364
26 26 26
26 26
Correlations X21 KPTS1
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS3
KPTS4
0,070 26
Pearson Correlation
.718**
Sig. (2-tailed)
0,000
KPTS9
.737**
Sig. (2-tailed)
0,000
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
26 .821** 0,000 26
Pearson Correlation
0,358
Sig. (2-tailed)
0,072 26
Pearson Correlation
.707**
Sig. (2-tailed)
0,000
N Pearson Correlation
26 .675**
Sig. (2-tailed)
0,196
N KPTS10
26
Pearson Correlation
N KPTS8
26
Sig. (2-tailed) N
N KPTS7
0,001 0,361
N KPTS6
26 0.600**
Pearson Correlation
N KPTS5
0,248 0,222
26
Pearson Correlation
.488*
Sig. (2-tailed) N
0,012 26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) X11 = Indikator 1: Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Membeli produk/jasa
Descriptive Statistics KPTS11 KPTS12
Mean 2,50 2,38
Std. Deviation 1,680 1,299
N
KPTS13 KPTS14
3,00 3,00
1,233 0,938
26 26
KPTS15 X22
3,04 13,92
0,958 3,486
26 26
26 26
Correlations X22 KPTS11
Pearson Correlation
.784**
Sig. (2-tailed) N
0,000 26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.652** 0,000
KPTS13
N Pearson Correlation
26 0,382
KPTS14
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
0,054 26 .709**
Sig. (2-tailed)
0,000
N Pearson Correlation
26 .695**
Sig. (2-tailed)
0,000
KPTS12
KPTS15
N
26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) X12 = Indikator 2: Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Menabung/Investasi
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
KPTS16
2,88
1,071
26
KPTS17
2,92
1,164
26
KPTS18
3,23
1,032
26
KPTS19
3,23
0,951
26
KPTS20
3,31
0,736
26
15,58
3,035
26
X23
Correlations X23 KPTS16
Pearson Correlation
.624**
Sig. (2-tailed)
0,001
N KPTS17
KPTS18
.806** 0,000
N Pearson Correlation
26 .658**
Sig. (2-tailed)
0,000
N KPTS19
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
KPTS20
26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
26 .506** 0,008 26
Pearson Correlation
0,365
Sig. (2-tailed) N
0,067 26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) X13 = Indikator 3: Peranan Suami dan Istri dalam Pengambilan Keputusan untuk Kredit/Hutang
Uji Validitas Variabel Y
Responden Keluarga Karir (Y1) Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PRLK1 PRLK2
2,65 2,62
0,745 0,637
26 26
PRLK3 PRLK4
2,23 3,38
1,070 0,496
26 26
PRLK5 PRLK6 PRLK7
2,38 2,96 2,92
1,023 0,871 0,891
26 26 26
PRLK8 PRLK9
3,31 3,42
0,549 0,504
26 26
PRLK10 Y11
3,08 28,96
0,845 3,800
26 26
Correlations Y11 PRLK1
PRLK2
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.475* 0,014
N Pearson Correlation
26 .440*
Sig. (2-tailed)
0,025
N PRLK3
0,317
Sig. (2-tailed)
0,114
N PRLK4
PRLK5
PRLK7
0,242
Sig. (2-tailed) N
0,235 26
Pearson Correlation
.621**
Sig. (2-tailed)
0,001 .652**
Sig. (2-tailed)
0,000
N Pearson Correlation
26 0,330
Sig. (2-tailed)
0,100
PRLK10
26
Pearson Correlation
.600**
Sig. (2-tailed)
0,001
N PRLK9
26
Pearson Correlation
N PRLK8
26
Pearson Correlation
N PRLK6
26
Pearson Correlation
26
Pearson Correlation
.552**
Sig. (2-tailed) N
0,003 26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.711** 0,000
N ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Y11 = Indikator 1: Perilaku Konsumtif/Konsumeristik
26
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PRLK11 PRLK12 PRLK13
3,31 3,04 3,12
0,549 0,445 0,653
26 26 26
PRLK14 PRLK15
3,15 3,23
0,613 0,652
26 26
15,85
1,848
26
Y12 Correlations
Y12 PRLK11
Pearson Correlation
.758**
Sig. (2-tailed) N
0,000 26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.493* 0,010
PRLK13
N Pearson Correlation
26 .645**
PRLK14
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
0,000 26 .728**
Sig. (2-tailed)
0,000
N Pearson Correlation
26 .529**
Sig. (2-tailed)
0,005
PRLK12
PRLK15
N
26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed)
Y12 = Indikator 2: Perilaku Menabung/Investasi Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PRLK16
3,19
0,634
26
PRLK17
3,15
0,675
26
PRLK18
3,58
0,504
26
PRLK19 PRLK20
3,31 3,65
0,679 0,485
26 26
16,88
2,065
26
Y13
Correlations Y13 PRLK16
Pearson Correlation
.690**
Sig. (2-tailed)
0,000
N PRLK17
PRLK18
.673** 0,000
N Pearson Correlation
26 .758**
Sig. (2-tailed)
0,000
N PRLK19
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PRLK20
26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
26 .739** 0,000 26
Pearson Correlation
.597**
Sig. (2-tailed) N
0,001 26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Y13 = Indikator 3: Perilaku Kredit/Hutang
Uji Validitas Variabel Y Responden Keluarga Bukan Karir (Y2)
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PRLK1 PRLK2 PRLK3
3,00 2,88 3,38
1,095 1,107 0,752
26 26 26
PRLK4 PRLK5
2,65 3,35
0,977 0,846
26 26
PRLK6 PRLK7
3,46 2,81
0,647 1,120
26 26
PRLK8 PRLK9
3,35 3,58
0,797 0,578
26 26
PRLK10 Y21
3,31 31,62
0,736 5,643
26 26
Correlations Y21 PRLK1
PRLK2
Pearson Correlation
.731**
Sig. (2-tailed) N
0,000 26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.678** 0,000
N PRLK3
.799**
Sig. (2-tailed)
0,000
N PRLK4
PRLK5
0,366
Sig. (2-tailed)
0,066
N Pearson Correlation
26 .624**
Sig. (2-tailed)
0,001 .697**
Sig. (2-tailed)
0,000
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
PRLK8
PRLK10
26 .695** 0,000 26
Pearson Correlation
.724**
Sig. (2-tailed)
0,000
N PRLK9
26
Pearson Correlation N
PRLK7
26
Pearson Correlation
N PRLK6
26
Pearson Correlation
26
Pearson Correlation
.598**
Sig. (2-tailed)
0,001
N Pearson Correlation
26 .711**
Sig. (2-tailed) N
0,000 26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Y21 = Indikator 1: Perilaku Konsumtif/Konsumeristik
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PRLK11 PRLK12 PRLK13
3,31 3,35 3,54
0,736 0,745 0,761
26 26 26
PRLK14 PRLK15
3,35 3,35
0,745 0,562
26 26
16,88
2,762
26
Y22 Correlations
Y22 PRLK11
Pearson Correlation
.884**
PRLK12
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
0,000 26 .798**
Sig. (2-tailed) N
0,000 26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.735** 0,000
N Pearson Correlation
26 .739**
Sig. (2-tailed)
0,000
PRLK13
PRLK14
N PRLK15
26
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.723** 0,000
N
26
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Y22 = Indikator 2: Perilaku Menabung/Investasi
Descriptive Statistics Mean
Std. Deviation
N
PRLK16
3,58
0,504
26
PRLK17
2,92
0,935
26
PRLK18
2,08
0,891
26
PRLK19
2,65
0,797
26
PRLK20
2,65
0,797
26
13,88
2,338
26
Y23 Correlations
Y23 PRLK16
Pearson Correlation
0,330
Sig. (2-tailed)
0,099
N PRLK17
PRLK18
PRLK19
.581**
Sig. (2-tailed) N
0,002 26
Pearson Correlation
.465*
Sig. (2-tailed)
0,017
N Pearson Correlation
26 .729**
Sig. (2-tailed)
0,000
N PRLK20
26
Pearson Correlation
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed) Y23 = Indikator 3: Perilaku Kredit/Hutang
26 .793** 0,000 26
Lampiran 4 Uji Reliabilitas Item Variabel X Responden Keluarga Karir (X1) RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA) N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
Std. Dev.
26,1538
41,5754
6,4479
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Minimum
Maximum
1,5068
0,2646
3,2185
Mean
Minimum
Maximum
0,2945
-0.4462
1,3877
Mean
Minimum
Maximum
0,2308
-0.2218
0,7057
N of Variables 10 [indicator 1] Range 2,9538 Range 1,8338 Range 0,9275
Max/Min 12,1628
Variance 0,9110
Max/Min
Variance
-3.1103
0,0982
Max/Min
Variance
-3.1816
0,0372
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.7084
Standardized item alpha = 0.7500 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
Std. Dev.
17,1923
12,2415
3,4988
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,3478
-0.0415
1,3969
Mean
Minimum
Maximum
0,3353
-0.0762
0,9868
N of Variables 5 [indicator 2] Range 1,2492 Range 1,4385 Range 1,0629
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
-33.6296 Max/Min -12.9567
0,1699 Variance 0,1136
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.7104
Standardized item alpha = 0.7161 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale Item Means
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Variance
Std. Dev.
17,1923
12,2415
3,4988
Mean
Minimum
Maximum
2,6538
2,2692
3,2692
Mean
Minimum
Maximum
0,1685
-0.0308
0,4338
Mean
Minimum
Maximum
0,2078
-0.0260
0,4399
N of Variables
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.5396
Standardized item alpha = 0.5674
5 [indicator 3] Range 1,0000 Range 0,4646 Range 0,4659
Max/Min
Variance
1,4407
0,1783
Max/Min
Variance
-14.1000 Max/Min -16.9525
0,0192 Variance 0,0239
Uji Reliabilitas Item Variabel X Responden Keluarga Bukan Karir (X2) RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA) N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
Std. Dev.
26,5385
40,4985
6,3638
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Minimum
Maximum
1,2658
0,6538
2,1985
Mean
Minimum
Maximum
0,3093
-0.3169
0,9231
Mean
Minimum
Maximum
0,2549
-0.2708
0,6650
N of Variables 10 [indicator 1] Range 1,5446 Range 1,2400 Range 0,9358
Max/Min
Variance
3,3624
0,2073
Max/Min
Variance
-2.9126
0,1019
Max/Min
Variance
-2.4560
0,0650
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.7638
Standardized item alpha = 0.7738 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
Std. Dev.
13,9231
12,1538
3,4862
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,3005
-0.0800
0,8800
Mean
Minimum
Maximum
0,2746
-0.0692
0,9788
N of Variables 5 [indicator 2] Range 1,2492 Range 0,9600 Range 1,0480
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
-11.0000 Max/Min -14.1509
0,1008 Variance 0,0974
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.6180
Standardized item alpha = 0.6543 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Variance
Std. Dev.
15,5769
9,2138
3,0354
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,2102
-0.1138
0,7785
Mean
Minimum
Maximum
0,1919
-0.1499
0,6484
N of Variables
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.5702
Standardized item alpha = 0.5428
Uji Reliabilitas Item Variabel Y
5 [indicator 3] Range 1,2492 Range 0,8923 Range 0,7984
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
-6.8378
0,0527
Max/Min
Variance
-4.3246
0,0409
Responden Keluarga Karir (Y1) RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA) N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
Std. Dev.
28,9615
14,4385
3,7998
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Minimum
Maximum
0,6220
0,2462
1,1446
Mean
Minimum
Maximum
0,0913
-0.1723
0,4708
Mean
Minimum
Maximum
0,1734
-0.3828
0,7191
N of Variables 10 [indicator 1] Range 0,8985 Range 0,6431 Range 1,1019
Max/Min
Variance
4,6500
0,1045
Max/Min
Variance
-2.7321
0,0210
Max/Min
Variance
-1.8784
0,0721
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.6325
Standardized item alpha = 0.6771 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
15,8462
3,4154
1,8481
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Std. Dev.
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,8545
-0.0677
0,2615
Mean
Minimum
Maximum
0,2509
-0.1691
0,6539
N of Variables 5 [indicator 2] Range 1,2492 Range 0,3292 Range 0,8230
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
-3.8636
0,0083
Max/Min
Variance
-3.8671
0,0626
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.6182
Standardized item alpha = 0.6262 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Variance
Std. Dev.
16,8846
4,2662
2,0655
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,1229
0,0154
0,2892
Mean
Minimum
Maximum
0,3526
0,0470
0,6860
N of Variables
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.7203
Standardized item alpha = 0.7314
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.5396
Standardized item alpha = 0.5674
5 [indicator 3] Range 1,2492 Range 0,2738 Range 0,6390
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
18,8000 Max/Min 14,5992
0,0068 Variance 0,0550
Uji Reliabilitas Item Variabel Y Responden Keluarga Bukan Karir (Y2) RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA) N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
Std. Dev.
31,6154
31,8462
5,6432
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Minimum
Maximum
0,8108
0,3338
1,2815
Mean
Minimum
Maximum
0,2638
-0.1446
0,8000
Mean
Minimum
Maximum
0,3520
-0.1680
0,7712
N of Variables 10 [indicator 1] Range 0,9477 Range 0,9446 Range 0,9392
Max/Min
Variance
3,8387
0,1165
Max/Min
Variance
-5.5319
0,0282
Max/Min
Variance
-4.5900
0,0416
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.8282
Standardized item alpha = 0.8445 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale
Mean
Variance
16,8846
7,6262
2,7615
Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Std. Dev.
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,2540
0,1262
0,4092
Mean
Minimum
Maximum
0,5042
0,2954
0,7462
N of Variables 5 [indicator 2] Range 1,2492 Range 0,2831 Range 0,4508
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
3,2439
0,0060
Max/Min
Variance
2,5265
0,0164
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.8327
Standardized item alpha = 0.8356 RELIABILITY ANALYSIS-SCALE (ALPHA)
N of Cases = 26 Statistics for Scale Item Variances
Inter-item Covariances Inter-item Correlations
Mean
Variance
Std. Dev.
13,8846
5,4662
2,3380
Mean
Minimum
Maximum
1,0569
0,2046
1,4538
Mean
Minimum
Maximum
0,1137
-0.1138
0,4354
Mean
Minimum
Maximum
0,1776
-0.1367
0,6852
N of Variables
Reliability Coefficients 10 item Alpha = 0.5200
Standardized item alpha = 0.5192
5 [indicator 3] Range 1,2492 Range 0,5492 Range 0,8219
Max/Min
Variance
7,1053
0,2615
Max/Min
Variance
-3.8243
0,0241
Max/Min
Variance
-5.0131
0,0523
Lampiran 5 Uji Normalitas Antar Variabel Npar Tests Descriptive Statistics N
Mean
Std.Dev.
Minimum
Maximum
X1
26
56,62
10,763
36,00
71,00
X2
26
56,04
9,994
36,00
71,00
Y1
26
61,69
6,227
47,00
72,00
Y2
26
62,38
8,809
45,00
75,00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test X1 N Normal Parameters
a.b
Most Extreme Differences
X2
Y1
Y2
26
26
26
26
Mean
56,620
56,040
61,690
62,380
Std. Deviation
10,763
9,994
6,227
8,809
Absolute
0,158
0,155
0,198
0,123
Positive
0,110
0,096
0,198
0,076
Negative
-0.158
-0.155
-0.110
-0.123
Kolmogorov-Smirnov Z
0,806
0,789
1,010
0,627
Asymp. Sig. (2-tailed)
0,534
0,562
0,259
0,827
a. Test distribution is Normal b. Calculated from data
Lampiran 6 General Linear Model - Multivariate Analysis of Variance Descriptive Statistics Mean
Std.Dev.
N
Y1
61,69
6,227
26
Y2
62,38
8,809
26
Y
124,08
10,549
26
Multivariate Tests** Effect Intercept
X1
X2
X1*X2
Value
F
Hypothesis df
Error df
Sig.
Partial Eta Squared
Pillai's Trace
0,01
0.102*
2
21
0,904
0,01
Wilks' Lambda
0,99
0.102*
2
21
0,904
0,01
Hotelling's Trace
0,01
0.102*
2
21
0,904
0,01
Roy's Largest Root
0,01
0.102*
2
21
0,904
0,01
Pillai's Trace
0,128
1.545*
2
21
0,237
0,128
Wilks' Lambda
0,872
1.545*
2
21
0,237
0,128
Hotelling's Trace
0,147
1.545*
2
21
0,237
0,128
Roy's Largest Root
0,147
1.545*
2
21
0,237
0,128
Pillai's Trace
0,106
1.246*
2
21
0,308
0,106
Wilks' Lambda
0,894
1.246*
2
21
0,308
0,106
Hotelling's Trace
0,119
1.246*
2
21
0,308
0,106
Roy's Largest Root
0,119
1.246*
2
21
0,308
0,106
Pillai's Trace
0,096
1.117*
2
21
0,346
0,096
Wilks' Lambda
0,904
1.117*
2
21
0,346
0,096
Hotelling's Trace
0,106
1.117*
2
21
0,346
0,096
Roy's Largest Root
0,106
1.117*
2
21
0,346
0,096
* Exact statistic ** Design: Intercept+X1+X2+X1*X2
Tests of Between-Subjects Effects Source
Dependent Variable Y1
Corrected Model
Intercept
X1
X2
X1*X2
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
242.681*
F
Sig.
Partial Eta Squared
3
80,894
2,448
0,091
0,250
Y2
402.721**
3
134,240
1,921
0,156
0,208
Y
346.521***
3
115,507
1,043
0,393
0,125
Y1
0,628
1
0,628
0,019
0,892
0,001
Y2
12,789
1
12,789
0,183
0,673
0,008
Y
7,748
1
7,748
0,070
0,794
0,003
Y1
104,338
1
104,338
3,158
0,089
0,126
Y2
12,530
1
12,530
0,179
0,676
0,008
Y
189,181
1
189,181
1,709
0,205
0,072
Y1
64,229
1
64,229
1,944
0,177
0,081
Y2
60,029
1
60,029
0,859
0,364
0,038
Y
248,445
1
248,445
2,244
0,148
0,093
Y1
67,533
1
67,533
2,044
0,167
0,085
Y2
30,362
1
30,362
0,434
0,517
0,019
Y
188,459
1
188,459
1,702
0,205
0,072
Y1
726,857
22
33,039
Y2
1.537,342
22
69,883
Y
2.435,325
22
110,697
Y1
99.924
26
Y2
103.128
26
Y
403.054
26
Y1
969,538
25
Y2
1.940,154
25
Y
2.781,846
25
* R Squared = .250 (Adjusted R Squared = .148) ** R Squared = .208 (Adjusted R Squared = .100) *** R Squared = .125 (Adjusted R Squared = .005)
Parameter Estimates Depen-dent Parameter Variable Intercept Y1
Y2
Y
X1 X2
B
Std. Error
t
Sig.
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Partial Eta Squared
-5.349
38,797
-0.138
0,892
-85.810
75,112
0,001
1,185
0,667
1,777
0,089
-0.198
2,568
0,126
0,906
0,649
1,394
0,177
0.441
2,252
0,081
X1*X2
-0.016
0,011
-1.43
0,167
-0.039
0,007
0,085
Intercept
24,138
56,426
0,428
0,673
-92.882
141,158
0,008
X1
0,411
0,970
0,423
0,676
-1.601
2,422
0,008
X2
0,875
0,945
0,927
0,364
-1.083
2,834
0,038
X1*X2
-0.011
0,016
-0.659
0,517
-0.0045
0,023
0,019
Intercept
18,789
71,016
0,265
0,794
-128.490
166,067
0,003
X1
1,595
1,221
1,307
0,205
-0.936
4,127
0,072
X2
1,781
1,189
1,498
0,148
-0.684
4,246
0,093
-0.027
0,021
-1.305
0,205
-0.070
0,016
0,072
X1*X2