ISSN : 2460-6065
JURNAL KIMIA VALENSI Volume 1, No. 2, November 2015
PIMPINAN REDAKSI (Editor in Chief) Dr. Mirzan T. Razzak, APU (UIN Jakarta) DEWAN EDITOR (Editorial Board) Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env (UIN Jakarta) Dr. Agus Salim, M.Si (UIN Jakarta) Dr. Tamzil Las, M.Sc. (UIN Jakarta) Dr. Sri Yadial Chalid, M.Si (UIN Jakarta) Dr. Siti Nurbayti, M.Si (UIN Jakarta) Drs. Dede Sukandar, M.Si (UIN Jakarta)
MITRA BESTARI (Peer Reviewers) Prof. Dr. Soleh Kosela (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Sumi Hudiyono PWS (Universitas Indonesia) Prof. Dr. Taslim Ersam (Institut Teknologi 10 November Surabaya) Prof. Dr. Ismunandar (Institut Teknologi Bandung) Prof. Dr. Yana Maolana Syah (Institut Teknologi Bandung) Prof. Dr. Jalifah Latip (Universiti Kebangsaan Malaysia) Prof. Dr. Yoshihito Shiono (Yamagata University Jepang) Prof Dr. Irwandi Jaswir (IIUM Malaysia) Dr. Jarnuzi Gunlazuardi (Universitas Indonesia) Dr. Adiwar (LEMIGAS) Dr. Eng. Agus Haryono (LIPI) EDITOR PELAKSANA Sandra Hermanto, M.Si., La Ode Sumarlin, M.Si., Hendrawati, M.Si., ADMINISTRASI DAN SIRKULASI Anna Muawanah, M.Si.,Yusraini DIS, M.Si. Nurhasni, M.Si.,Isalmi Aziz, MT DESAIN GRAFIS Adi Riyadi, M.Si., Adawiyah, S.Si
Penerbit: Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terbit pertama kali : Nopember 2007, Frekuensi terbit : 2 kali dalam setahun (enambulanan) Alamat Redaksi : Jl. Ir. H.Juanda 95, Ciputat, Jakarta 15412, Indonesia. Telp. 021-7492855, Fax. 021-7493315, e-mail :
[email protected] ISSN : 2460-6065
ISSN : 2460-6065
JURNAL KIMIA VALENSI Volume 1, No. 2, November 2015
PENGANTAR REDAKSI
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan terbitnya Jurnal Kimia Valensi Volume 1 No. 2, Edisi November 2015 sebagai jurnal penelitian dan pengembangan ilmu kimia yang diterbitkan oleh Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnal Kimia Valensi merupakan jurnal ilmiah yang menyajikan artikel-artikel penelitian dan perkembangan terkini di bidang kimia murni dan terapan, antara lain bidang kimia komputasi, kimia organik bahan alam, kimia anorganik, kimia fisik dan material, kimia analitik, biokimia dan bioteknologi terapan. Jurnal ini merupakan sarana publikasi bagi dosen dan para peneliti yang bergerak dengan penelitian dan pengembangan ilmu kimia. Dengan demikian, melalui penerbitan jurnal ini kami memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin berpartisipasi dalam menyampaikan buah pikirannya melalui tulisan/artikel yang akan kami muat pada edisi berikutnya. Artikel yang masuk akan melalui proses seleksi oleh dewan editor dan review yang melibatkan mitra bestari berdasarkan kesesuaian isi dan bobot karya ilmiah. Untuk informasi lengkap dan tata cara penulisan artikel dalam jurnal valensi dapat dilihat pada pedoman penulisan artikel di halaman akhir terbitan ini atau bisa diakses di http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/valensi. Atas nama dewan redaksi, kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan partisipasi dari semua pihak hingga terbitnya jurnal kimia valensi ini. Wassalam.
Pimpinan Redaksi, Dr. Mirzan T. Razzak, APU
Daftar Isi Volume 1, No. 2, November 2015 Pengantar Redaksi ...............................................................................................................
i
Daftar Isi .............................................................................................................................
ii
Emrizal Mahidin Tamboesai, Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau …………………………………………………………………………
65-69
Iman Rahayu, Anissa Wijayati, Sahrul Hidayat, Sintesis dan Karakterisasi Polianilina Doping Asam Klorida dengan Metode Interfasial……………………….
70-75
Qonitah Fardiyah, Barlah Rumhayati, Ika Rosemiyani Pengaruh Ion Na+, Ion Hg2+ dan Ion Cr3+ terhadap Kinerja Sensor Potensiometri Ion Timbal (Ii) Tipe Kawat Terlapis Berbasis Piropilit ……………………………………………………………
76-79
Nuzulul Kurniawan Isvani, Ani Mulyasuryani, Sasangka Prasetyawan, Kinerja Biosensor Konduktometri Berbasis (Screen Printed Carbon Electrode) SPCE–– Kitosan untuk Deteksi Diazinon, Malation, Klorpirifos dan Profenofos ……………
80-87
Silvia Septhiani, Eka Septiani, Upaya Peningkatan Mutu Briket dari Sampah Organik dengan Penambahan Minyak Jelantah dan Plastik High Density Polyethylene (HDPE) ………………………………………………………………..
88-93
Ani Mulyasuryani, Penentuan Hidroqinon dalam Sampel Krim Pemutih Wajah secara Voltametri Menggunakan Screen Printed Carbon Electrode (SPCE) ………………………………………………………………………………………..
94-99
Yusraini Dian Inayati Siregar, Rudi Heryanto, Adi Riyadhi, Tri Heny Lestari, Nurlela, Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
100-113
Menggunakan FTIR dan Kemometrika ……………………………………………… Nanda Saridewi, Syukri Arief, Admin Alif, Sintesis Nanomaterial Mangan Oksida dengan Metode Bebas Pelarut ……………………………………………………….
114-120
Pepi Helza Yanti, Akmal Mukhtar, Astarina, Preparation And Characterization Of Co3O4 Nano Powder ………………………………………………………………….
121-126
Adawiah, Dede Sukandar, Anna Muawanah, Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Komponen Bioaktif Sari Buah Namnam dan Sari Buah Namnam-Jahe Hasil Formulasi ……………………………………………………………………………...
127-133
Pedoman Penulisan Artikel
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
ISSN : 2460-6065
Karakterisasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan Menggunakan FTIR dan Analisis Kemometrika Yusraini Dian Inayati Siregar1, Rudi Heryanto2, Adi Riyadhi1, Tri Heny Lestari1, Nurlela1 1
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatulla Jakarta 2 Pusat Studi Biofarmaka Institut Pertanian Bogor Email :
[email protected]
Abstrak Karbon aktif banyak digunakan sebagai adsorben pada pemurnian gas, pemurnian pulp dan juga untuk pemurnian produk pangan antara lain penjernihan minyak, pemurnian gula tebu, gula bit, gula jagung, menghilangkan rasa dan bau air minum. Karbon aktif dapat berasal dari tumbuhan dan tulang hewan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan profil spektrum karbon aktif asal tumbuhan dan tulang hewan dengan menggunakan FTIR. Data hasil analisis FTIR dikombinasikan dengan analisis kemometrika untuk mengklasifikasikan serta mengelompokan data tersebut, sehingga dapat membedakan karbon aktif dari tumbuhan dan tulang hewan. Metode analisis FTIR yang dikombinasikan dengan analisis kemometrika melalui pemodelan PCA (Principal Component Analysis) dan PLS-DA (Partial Least Squares-Discriminant Analysis) mampu membedakan karbon aktif yang berasal dari tumbuhan (tempurung kelapa) dan tulang hewan (sapi dan babi). PCA dengan total keragaman 89% mampu mengelompokkan sampel karbon aktif tumbuhan dan tulang hewan. Model PLSDA berhasil memprediksi sampel uji berdasarkan kelompok bahan baku sampel karbon aktif. Pembuatan model prediksi karbon aktif dengan PLS menghasilkan R2 kalibrasi, R2 prediksi, RMSEC, dan RMSEP masing-masing sebesar 0.9787389; 0.9662152; 0.0687364 dan 0.0928362. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spektra FTIR dan kemometrik dapat digunakan untuk membedakan karbon aktif yang berasal dari tumbuhan dan tulang hewan. Kata kunci: FTIR, karbon aktif, kemometrika, PCA, PLS-DA, tulang hewan.
Abstract Activated carbon is widely used as an adsorbent in gas purification, refining pulp, and also for the purification of food products, among others, oil purification, refining cane sugar, beet sugar, corn sugar, eliminate the taste and odor of drinking water. Carbon active can be derived from plant and animal bone. This study aims to analyze the differences in spectral profile of activated carbon from plants and animal bones by using FTIR. The data combined with the results of FTIR analysis chemometrics to classify and categorize the data, so it is clear where the activated carbon from plants and animal bones. FTIR analysis methods combined with chemometrics analysis through modeling PCA (Principal Component Analysis) and PLS-DA (Partial Least SquaresDiscriminant Analysis) is able to distinguish between activated carbon derived from plants (coconut shell) and animal bones (beef and pork). PCA with total diversity of 89% were able to classify the samples of activated carbon plant and animal bones. PLSDA models successfully predicted the test sample is based on a sample group of activated carbon raw material. Manufacture of activated carbon predictive models with PLS calibration generates R 2, R2 predictions, RMSEC, and RMSEP respectively by 0.9787389, 0.9662152, 0.0687364 and 0.0928362. The results showed that FTIR spectra and can be used to distinguish chemometrics activated carbon derived from plant and animal bones Keywords: FTIR, activated carbon, chemometrics, animal bones, PCA, PLS-DA.
1. PENDAHULUAN Saat ini diperkirakan konsumsi karbon aktif dunia mencapai 300.000 ton/tahun dan 100
10.12% bahan bakunya berasal dari arang tempurung kelapa (BPTP Jambi, 2006). Karbon atau arang aktif adalah suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi (Chand et al., 2005). Karbon aktif banyak digunakan sebagai adsorben pada pemurnian gas, pemurnian pulp, penjernihan minyak, katalis, dan juga untuk pemurnian produk pangan antara lain pembersihan larutan gula tebu, gula bit, gula jagung, menghilangkan rasa dan bau air minum, pemurnian minyak nabati, dan minuman alkohol (Wijayanti, 2009). Karbon aktif dapat dibuat dari berbagai bahan seperti tempurung kelapa, tulang dan batubara (Manocha, 2003), tongkol jagung (Alfiany et al., 2013), sekam padi (Yusuf dan Tjahjani, 2013), tulang ayam (Maftuhin et al., 2014), tulang sapi (Rezaee et al., 2013) dan tulang ikan (Lokapuspita et al., 2012). Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan cara mendeteksi sumber karbon aktif untuk menentukan sumber asal dan kehalalan produk karbon aktif, karena karbon aktif dari sumber yang berbeda memiliki komposisi kimia yang berbeda pula. Tempurung kelapa memiliki komposisi kimia yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin (Bledzki et al., 2010), sedangkan pada tulang komposisi kimianya berupa hidroksiapatit, kolagen, glikosaminoglikan, proteoglikan, dan glikoprotein (Zhao et al., 2002). Gugus fungsi yang terdapat pada karbon aktif tempurung kelapa yaitu gugus C=O pada bilangan gelombang 1751.24 cm-1, gugus C=C pada bilangan gelombang 1542.95 cm-1, gugus C-C pada bilangan gelombang 1155.28 cm-1, dan gugus C-H pada bilangan gelombang 885.27 cm-1 (Bani et al. 2013). Menurut Rezaee et al., (2013), gugus fungsi yang terdapat pada karbon aktif tulang hewan yaitu O–H stretching vibration pada bilangan gelombang 3431.05 cm-1, C=O stretching vibration antara bilangan gelombang 1800 dan 1650 cm-1, dan C–O stretching vibration diantara bilangan gelombang 1600 dan 1400 cm-1. Analisis yang sering digunakan dalam identifikasi karakteristik gugus fungsi adalah dengan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Spektroskopi FTIR merupakan teknik analisis yang sangat berguna dan banyak dimanfaatkan dalam analisa berbagai produk pangan dikarenakan analisanya relatif cepat, hasil pengukuran yang akurat, preparasinya yang tidak terlalu rumit dan mudah dikerjakan oleh siapa saja tanpa perlu keahlian khusus (Hashim et al., 2010).
Siregar, et al.
Spektroskopi FTIR mampu membedakan spektrum dari dua sampel yang berbeda berdasarkan karakteristik struktur intramolekulernya dimana kemampuan menyerap cahaya dari suatu senyawa akan berbeda bergantung pada sifat fisikokimia, ikatan antar atom dalam senyawa dan karakteristik gugus fungsinya (Kumosinski dan Farrell, 1993). Pola spektrum IR yang kompleks menyebabkan interpretasi secara langsung dan visual menjadi tidak mudah.Teknik kemometrika seperti analisis multivariat dapat digunakan untuk memudahkannya (Gad et al., 2012). Keuntungan dari penggunaan teknik kemometrika untuk interpretasi spektrum IR adalah kemampuannya dalam mengaitkan profil spektrum dengan informasi tersembunyi yang dikandung oleh sampel (Zou et al., 2005). FTIR yang dikombinasikan dengan kemometrika mampu membedakan sumber asal jahe (Purwakusumah et al., 2014), memprediksi kadar flavonoid total tempuyung (Rohaeti et al., 2011), mengidentifikasi keberadaan lemak babi dalam bakso daging sapi (Rohman et al., 2011) dan untuk kendali mutu simplisia kumis kucing (Marlina, 2013). Kemometrika biasa digunakan untuk menemukan korelasi statistik antara data spektrum dan informasi yang telah diketahui dari suatu contoh. Metode kemometrika memungkinkan penggunaan model analisis multivariat dalam penerapannya, yaitu model yang melibatkan lebih dari satu masukan (variabel x) untuk menghasilkan suatu efek tertentu (variabel y). PCA dan PLS-DA merupakan contoh model multivariat. PCA merupakan suatu teknik multivariat untuk mereduksi dimensi variabel dengan tidak kehilangan informasi. Prinsip PCA adalah mencari komponen utama yang merupakan kombinasi linear dari peubah asli (Varmuza, 2002). PCA memudahkan visualisasi pengelompokan data, evaluasi awal kesamaan antarkelompok atau kelas, dan menemukan faktor atau alasan di balik pola yang teramati melalui korelasi dengan sarana kimia atau fisika-kimia contoh (Chew et al., 2004). Ide utama PLS adalah menghitung nilai komponen utama (principal component) data matriks X dan Y dan membangun model regresi antarnilai (dan dari data perkiraan). X adalah matriks penduga yang berisi data hasil sumber percobaan, sedangkan Y merupakan matriks respons dengan data yang dapat 101
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
menginformasikan tentang proses percobaan. PLS mampu menganalisis data dengan jumlah yang cukup banyak, memiliki tingkat kolinearitas tinggi, sejumlah besar variable x, dan beberapa variabel respons y (Wold et al., 2001). Penelitian ini diharapkan mampu membedakan karbon aktif yang berasal dari tumbuhan dan tulang hewan melalui pendekatan metode FTIR yang dikombinasikan dengan analisis kemometrika.
2. METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanur Vulcan A-550, oven Memmert, desikator, timbangan analitik Ohaus, spektroskopi FTIR Perkin Elmer, kertas saring Whatman No. 41, ayakan ABM Test Sieve Analys 60 mesh, grinding mill, pH indikator Merck dan alat-alat gelas. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa, tulang sapi, dan tulang babi (didapatkan dari Pasar Kedoya Jakarta Barat), serta karbon aktif yang ada dipasaran merek Borneo (didapatkan dari toko bahan kimia di daerah Ciledug, Tanggerang). Bahan-bahan lain yang digunakan adalah H3PO4 Merck Na2S2O3 Merck, I2 Merck, KBr Merck, K2Cr2O7 Merck, , dan CH3COOH Merck, H2SO4 Sigma Aldrich, Amilum dan Akuades Pembuatan Karbon Aktif Tempurung Kelapa Preparasi tempurung kelapa dilakukan dengan cara memisahkan kotoran-kotoran (kerikil, tanah) yang mungkin terikut dibersihkan secara manual dengan cara dicuci. Lalu dikeringkan dengan cara dioven pada suhu 105 oC. Sampel yang sudah dibersihkan dikarbonisasi menggunakan tanur pada temperatur 400 oC selama 3 jam agar sampel menjadi arang/karbon. Karbon yang sudah terbentuk ditumbuk atau digiling dengan grinder sampai halus kemudian diayak dengan ayakan 60 mesh, setelah itu direndam dalam larutan H3PO4 3 M. Lalu direndam selama 7 jam. Sampel selanjutnya disaring menggunakan kertas whatman, kemudian dicuci menggunakan air panas sampai filtrat mempunyai pH netral (pH 6 sampai 7) diukur menggunakan kertas pH universal. Karbon aktif yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan 102
ISSN : 2460-6065
dengan oven pada suhu 110 oC selama 3 jam sampai berat konstan (Kurniawan et al., 2014). Pembuatan Karbon Aktif Tulang Sapi dan Tulang Babi Tulang sapi dan tulang babi maisngmasing dipotong menjadi ukuran kecil. Potongan-potongan tulang dicuci dengan akuades bertemperatur 80 oC dan dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 oC selama 4 jam untuk menghilangkan kandungan lemaknya. Sebanyak tulang sapi yang telah di oven ditimbang dan dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 450 oC selama 4.5 jam. Kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Tulang sapi dan tulang babi yang sudah dikarbonisasi dihaluskan dan diayak menggunakan saringan mesh ukuran 60 mesh. Sebanyak 10 gram tulang sapid an tulang babi yang sudah dikarbonisasi dicampurkan dengan 100 mL CH3COOH 0.1 N. Kemudian didiamkan selama 12 jam pada suhu kamar. Setelah itu disaring dan dikeringkan selama 5 jam dalam oven pada suhu 150 oC (Rezaee et al., 2013). Penetapan Kadar Air (SNI 06-3730-1995) Sebanyak 1 gram karbon aktif ditempatkan dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot keringnya. Cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada temperatur 105 °C selama 3 jam sampai bobotnya konstan dan didinginkan di dalam deksikator lalu ditimbang. Pengeringan dan penimbangan diulangi setiap satu jam sampai diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air menggunakan persamaan:
Keterangan: W1 = bobot sampel sesudah pemanasan (gram) W2 = bobot sampel sebelum pemanasan (gram)
Penetapan Kadar Abu (SNI 06-3730-1995) Sebanyak 2 gram karbon aktif ditempatkan dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dalam oven dan diketahui bobot keringnya.Cawan yang berisi sampel ditanur pada temperatur 800 °C selama 3 jam. Didinginkan di dalam deksikator lalu ditimbang. Penimbangan diulangi setiap satu jam sampai diperoleh bobot konstan.
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
Perhitungan persamaan:
kadar
abu
menggunakan
Keterangan: W1 = bobot sampel sesudah pemanasan (gram) W2 = bobot sampel sebelum pemanasan (gram)
Penetapan Daya Serap Iodin (SNI 06-37301995) Sampel kering sebanyak 0.4 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang ditutup alumunium foil lalu ditambahkan 40 mL larutan I2 0.1N dan dikocok selama 15 menit lalu disaring. Filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan Na2S2O3 0.1 N hingga berwarna kuning muda, kemudian ditambahkan beberapa tetes amilum 1%, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Hal yang sama dilakukan terhadap blanko.
Keterangan: V : Volume Na2S2O3 yang diperlukan (mL) N : Normalitas larutan Na2S2O3 (N) 12.69 : Jumlah iod sesuai dengan 1 mL larutan Na2S2O3 0.1 N W : Massa sampel (gram)
Bagian yang Hilang pada Pemanasan 950 0 C (SNI 06-3730-1995) Sampel sebanyak 1 gram ditimbang ke dalam cawan porselen yang sudah diketahui bobotnya, di atas cawan tersebut diletakkan lagi cawan lain yang sudah diketahui bobotnya, sehingga sampel berada diantara kedua cawan itu. Cawan dan sampel dipanaskan sampai 950 oC di dalam tanur, setelah suhu tercapai cawan dan isinya didinginkan, dalam desikator kemudian ditimbang.
Siregar, et al.
Karbon aktif murni (%) = 100- (A+B) Keterangan: A= yang hilang pada pemanasan 950oC B= Abu
Pengujian Sampel dengan Spektroskopi FTIR Penelitian menggunakan kelompok sampel karbon aktif tempurung kelapa (TK), karbon aktif tulang sapi (TS) dan karbon aktif tulang babi (TB) dengan jumlah sampel karbon aktif untuk tiap kelompok sebanyak 5 sampel sehingga total sampel yang digunakan yaitu 15 sampel. Sebanyak 15 sampel ini akan diuji dengan FTIR untuk dijadikan model diskriminasi. Model merupakan representasi dari eksperimen dengan menggunakan variabel matematis. Sampel uji yang digunakan adalah satu sampel dengan 3 kali pengulangan uji FTIR. Sampel uji ini akan digunakan sebagai unknown sampel untuk menguji model diskriminasi dari hasil PCA tersebut. Cara pengujian sampel dengan FTIR yaitu sebanyak 2 mg karbon aktif dicampur dengan 200 mg KBr untuk dijadikan pelet. Pelet dibuat menggunakan hand press. Pengukuran spektrum FTIR dilakukan pada daerah IR tengah (4000-450 cm-1) dengan melibatkan pengontrol kerja berupa personal komputer. Spektrum dihasilkan dengan kecepatan 32 kali dan resolusi 4 cm-1. Tampilan data spektrum yang mengandung 3551 titik serapan kemudian diubah ke dalam format JCAM-DX untuk keperluan pengolahan data. Analisis Kemometrika Data absorbansi dari uji FTIR dalam format JCAMP-DX diolah dengan program The Unscrambler versi 10.2 yang dijalankan dengan sistem operasi Microsoft Windows 7.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan: W1= bobot sampel semula W2= bobot sampel setelah pemanasan
Karbon Aktif Murni (SNI 06-3730-1995) Prinsipnya dihitung dari contoh dengan mengurangi abu dan yang hilang pada pemanasan 950 oC.
Karbon aktif yang dibuat berasal dari tumbuhan (tempurung kelapa) dan tulang hewan (sapi dan babi). Pembuatan karbon aktif dilakukan melalui tiga tahap, yaitu dehidrasi, karbonisasi dan aktivasi (Juliandini, 2008). Karbon aktif yang dibuat pada penelitian ini ditunjukan pada Gambar 1.
103
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
(A)
(B)
(C)
Gambar 1. Karbon aktif tempurung kelapa (A), tulang sapi (B), dan tulang babi (C)
Secara visual karbon aktif yang berasal dari tempurung kelapa memiliki warna hitam yang lebih pekat dan tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan karbon aktif yang berasal dari tulang hewan. Hal ini diduga disebabkan oleh komposisi kimia yang dikandung oleh masing-masing sampel sehingga berpengaruh terhadap warna dan tekstur karbon aktif yang dihasilkan. Sampel tempurung kelapa dan tulang hewan dibersihkan dengan cara dicuci dengan akuades. Proses pencucian pada tempurung kelapa bertujuan untuk memisahkan kotoran, seperti tanah dan kerikil yang mungkin menempel pada permukaan tempurung kelapa, sedangkan pada sampel tulang sapi dan babi, proses pencucian ini menggunakan akuades panas bertujuan untuk menghilangkan kandungan lemak dan potongan sisa protein. Proses dehidrasi dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan air pada sampel. Sampel yang sudah didehidrasi dipotong kecil-kecil untuk menyempurnakan dan meratakan proses pirolisis (Pujiarti dan Sutapa, 2005). Perbedaan temperatur karbonisasi yang digunakan pada sampel dikarenakan jenis dan kandungan sampel yang berbeda. Proses aktivasi karbon aktif dilakukan dengan metode kimia. Metode ini berfungsi untuk mendegradasi molekul organik selama proses karbonisasi, membatasi pembentukan tar, membantu dekomposisi senyawa organik, dehidrasi air yang terjebak dalam ronggarongga karbon, membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan serta melindungi permukaan karbon (Alfiany et al., 2013). Sifat-sifat dari bahan yang diaktivasi secara kimia dipengaruhi juga oleh jumlah bahan aktif yang ditambahkan dan jenis bahan 104
ISSN : 2460-6065
pengaktif yang digunakan (Jankowska et al., 1991). Aktivator yang ditambahkan pada karbon aktif tempurung kelapa adalah larutan H3PO4 3 M, sedangkan pada karbon aktif tulang sapi dan babi, aktivator yang digunakan adalah larutan CH3COOH 1 N. Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan tersebut akan meresap ke dalam karbon dan membuka permukaan yang semula tertutup oleh komponen kimia sehingga volume dan diameter pori bertambah besar. Pemilihan jenis aktivator akan berpengaruh terhadap kualitas karbon aktif. Masing-masing jenis aktivator akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap luas permukaan maupun volume pori-pori karbon aktif yang dihasilkan (Kurniawan et al., 2014). Karakteristik Karbon Aktif Karakterisasi karbon aktif bertujuan untuk mengetahui bahwa karbon aktif yang dibuat untuk penelitian sesuai dengan karbon aktif yang ada dipasaran, dengan mengacu pada SNI 06-3730-1995 tentang arang aktif teknis. Karakterisasi yang diujikan pada penelitian ini yaitu kadar air, kadar abu, daya serap terhadap iodin, bagian yang hilang pada pemanasan 950 oC, dan karbon aktif murni. Hasil uji karakterisasi karbon aktif secara umum ditunjukkan pada tabel 1. Penetapan kadar air dan abu pada penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetri. Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat higroskopis karbon aktif. Tabel 1 menunjukan bahwa kadar air yang dihasilkan dari penelitian ini memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995, yaitu maksimal 15% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Kadar air yang dihasilkan dari tempurung kelapa sebesar 0.382-1.619% (Pambayun et al., 2013). Kadar air yang dihasilkan dari tulang sapi sebesar 7.99% (Syamberah et al., 2015). Kadar air karbon aktif sekam padi yang dihasilkan ratarata 5.022% (Yusuf dan Tjahjani, 2013). Secara keseluruhan kadar air hasil penelitian ini relatif kecil, hal ini menunjukkan bahwa kandungan air terikat pada bahan baku yang dikarbonisasi lebih dahulu keluar sebelum diaktivasi. Kandungan air karbon aktif yang besar dapat menurunkan kualitas dari daya adsorpsi yang dimilikinya (Suhendarwati et al., 2013 ). Menurut Pari, 1996, kadar air yang
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
tinggi akan mengurangi daya serap karbon aktif terhadap gas maupun cairan gas. Penetapan kadar abu karbon aktif dilakukan untuk mengetahui kandungan oksida logam dalam karbon aktif. Oksida logam merupakan persenyawaan antara logam dengan oksigen. Kadar abu diasumsikan sebagai sisa mineral yang tertinggal pada saat dibakar, karena bahan alam sebagai bahan dasar pembuatan karbon aktif tidak hanya mengandung senyawa karbon tetapi juga mengandung beberapa mineral, dimana sebagian dari mineral ini telah hilang pada saat karbonisasi dan aktivasi, sebagian lagi diperkirakan masih tertinggal dalam karbon aktif (Suhendarwati et al., 2013). Kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini berdasarkan tabel 1 memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu maksimal 10% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Kadar abu yang dihasilkan dari tempurung kelapa sebesar 2.28-7.79% (Pambayun et al., 2013). Kadar abu yang dihasilkan dari tulang sapi sebesar 13.33% (Syamberah et al., 2015). Kadar abu dari karbon aktif sekam padi yang dihasilkan ratarata 34.042% (Yusuf dan Tjahjani, 2013). Daya serap terhadap iodin ditentukan dengan tujuan mengetahui kemampuan adsorpsi dari adsorben yang dihasilkan terhadap larutan berbau. Menurut (Tutik dan Faizah, 2001), daya serap karbon aktif semakin kuat bersamaan dengan meningkatnya konsentrasi dari aktivator yang ditambahkan. Penambahan aktivator memberikan pengaruh yang kuat untuk mengikat senyawa-senyawa tar keluar melewati mikro pori-pori dari karbon aktif sehingga permukaan dari karbon aktif tersebut semakin lebar atau luas yang mengakibatkan semakin besar pula daya serap karbon aktif tersebut. Semakin besar angka iod yang dihasilkan maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat atau zat terlarut. Tabel 1 menunjukan bahwa daya serap terhadap iodin yang dihasilkan dari penelitian ini memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu minimal
Siregar, et al.
750 mg/g untuk karbon aktif bentuk serbuk. Daya serap iodium yang dihasilkan dari tempurung kelapa sebesar 448.02-1599.72 mg/g (Pambayun, et al., 2013). Daya serap iod yang dihasilkan dari tulang sapi sebesar 184.6947 mg/g (Syamberah et al., 2015). Daya serap iodium yang dihasilkan oleh karbon aktif tongkol jagung yaitu 773.85 mg/g (Alfiany et al., 2013). Bagian yang hilang pada pemanasan 950 o C disebut juga dengan kadar zat menguap. Kadar zat menguap merupakan hasil dekomposisi zat-zat penyusun karbon aktif akibat proses pemanasan selama karbonisasi dan bukan komponen penyusun karbon aktif (Pari, 2004). Karbon aktif dengan kadar zat menguap yang tinggi akan menghasilkan asap pembakaran yang tinggi pula pada saat karbon aktif tersebut digunakan. Penurunan kadar zat menguap seiring dengan meningkatnya temperatur pirolisis disebabkan ketidak sempurnaan penguraian senyawa non karbon selama proses pirolisis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hendra dan Darmawan (2000) bahwa besarnya kadar zat menguap ditentukan oleh waktu dan temperatur pengarangan. Jika proses pirolisis lama dan temperaturnya ditingkatkan maka semakin banyak zat menguap yang terbuang, sehingga akan diperoleh kadar zat menguap yang semakin rendah. Novicio (1998) yang diacu dalam Pari (2004) melaporkan bahwa meningkatnya temperatur karbonisasi akan menguapkan senyawa volatil yang masih tertinggal terutama ter, hal ini akan menyebabkan jumlah pori yang terbentuk bertambah banyak. Kadar zat menguap yang dihasilkan dari penelitian berdasarkan Tabel 1 ini memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 063730-95, yaitu maksimal 25% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Nilai kadar zat mudah hilang pada pemanasan 950 oC dari karbon aktif sekam padi yang dihasilkan rata-rata 19.734% (Yusuf dan Tjahjani, 2013). Nilai kadar zat mudah hilang pada pemanasan 950 o C dari karbon aktif pelepah kelapa sebesar 18.89% (Ramdja et al., 2008).
105
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
ISSN : 2460-6065
Tabel 1. Hasil uji karakterisasi karbon aktif Karakterisasi
KA TK
KA TS
KA TB
SNI 06-3730-1995
2.4
2.2
1.2
Maks. 15 %
2.4
3.2
3.6
Maks. 10 %
Pemanasan 950 C
18.80
16.46
17.40
Maks. 25 %
Karbon Aktif Murni
78.80
80.34
79.00
Min. 65 %
1701.876
1788.832
1468.596
Min. 750 mg/g
Kadar Air Kadar Abu o
Daya Serap Terhadap Iodin
Karbon aktif murni disebut juga dengan karbon terikat. Menurut Hendra dan Winarni (2003), kadar karbon terikat adalah fraksi karbon (C) yang terikat di dalam karbon aktif selain fraksi air, zat menguap dan abu. Berdasarkan data dan hasil pengamatan, kadar karbon aktif murni yang dihasilkan dari penelitian ini memenuhi standar kualitas karbon aktif berdasarkan SNI 06-3730-95, yaitu minimal 80% untuk karbon aktif bentuk serbuk. Kadar karbon aktif murni yang dihasilkan dari pelepah kelapa sebesar 73.33% (Ramdja et al., 2008). Menurut Pari (1996), tinggi rendahnya kadar karbon aktif murni dipengaruhi oleh nilai kadar abu, kadar zat menguap dan senyawa hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan karbon aktif. Tingginya kadar karbon tersebut menunjukkan bahwa fraksi karbon yang terikat di dalam karbon aktif semakin tinggi. Kondisi tersebut diduga mengakibatkan luas
permukaan karbon semakin besar dan jumlah pori arang semakin banyak sehingga diduga mempunyai kemampuan menyerap cairan atau gas. Deskripsi Spektra IR dari Karbon Aktif Karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa, tulang sapi dan tulang babi diuji dengan menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam masing-masing karbon aktif berdasarkan puncak serapan yang dihasilkan (gambar 2). Pola spektrum yang dihasilkan merupakan hasil serapan vibrasi dari seluruh konstituen yang ada dalam sel, seperti pada tempurung kelapa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin (Bledzki et al., 2010). Senyawa yang terkandung dalam tulang, berupa senyawa hidroksiapatit, kolagen glikosaminoglikans, proteoglikans, dan glikoprotein (Zhao et al., 2002).
0 .92 8 0 .90
0 .85
0 .80
0 .75 A 0 .70
0 .65
0 .60
0 .53 6 4 00 0.0
3 00 0
2 00 0
1 50 0
1 00 0
4 00 .0
1 /cm
Gambar 2. Spektra IR karbon aktif tempurung kelapa (biru), tulang sapi (hijau), dan tulang babi (hitam)
106
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
Siregar, et al.
Gambar 3. Plot Line pektra IR karbon aktif tempurung kelapa, tulang sapi dan tulang babi
Gugus fungsi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penciri dari karbon aktif tersebut. Menurut Bani et al., 2013, gugus fungsi yang terdapat pada karbon aktif tempurung kelapa adalah gugus C=O pada bilangan gelombang 1751.24 cm-1, gugus C=C pada bilangan gelombang 1542.95 cm-1, gugus C-C pada bilangan gelombang 1155.28 cm-1, dan gugus C-H pada bilangan gelombang 885.27 cm-1. Gugus fungsi yang terdapat pada karbon aktif tulang hewan yaitu O-H stretching vibration pada bilangan gelombang 3431.05 cm-1, C=O stretchingvibration antara bilangan gelombang 1800 dan 1650 cm-1, dan C-O stretching vibration diantara bilangan gelombang 1600 dan 1400 cm-1 (Rezaee et al. 2013). Bilangan gelombang 3431-3420 cm-1 diduga terdapat gugus O-H stretching vibration yang biasa ditemukan pada senyawa hidroksiapatit yang terdapat pada tulang hewan.Diperkirakan terdapat gugus C-O stretching vibration pada bilangan gelombang antara 1600-1400 cm-1 (Rezaee et al., 2013). Pada bilangan gelombang 1036 cm-1 diduga terdapat gugus fosfat (PO4) stretching vibration dan 602-564 cm-1 terdapat gugus fosfat (PO4) bending vibration (Dahlan et al., 2006). Eksploratori Data Analisis dengan PCA dan PLS-DA dari Spektra IR Karbon Aktif Spektrum yang dihasilkan oleh karbon aktif menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan puncak serapan yang
dihasilkan oleh tumbuhan (tempurung kelapa) dan tulang hewan (sapi dan babi) (gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa instrumentasi FTIR sudah mampu membedakan spektrum karbon aktif antara tumbuhan dan tulang hewan, tetapi tidak mampu membedakan spektrum antara karbon aktif tulang sapi dan tulang babi, sehingga diperlukan metode yang mampu membedakan spektrum karbon aktif tulang sapi dan tulang babi tersebut. Gambar 3 merupakan Plot Line dari seluruh sampel karbon aktif yang berjumlah 15 sampel.Plot Line digunakan untuk evaluasi secara visual untuk melihat spektrum pada bilangan gelombang yang manakah yang dapat dijadikan penciri untuk pembuatan model diskriminasi. Spektra IR karbon aktif dikelompokan berdasarkan sumber asalnya (tumbuhan dan tulang hewan) dengan metode PCA. PCA mereduksi variabel-variabel yang dimiliki oleh spektrum menjadi beberapa variabel utama saja. Proses reduksi ini dapat menyebabkan karbon aktif terkelompokkan berdasarkan korelasi informasi variabel yang dimiliki dalam grup. Semakin dekat sampel dengan sampel lain maka akan semakin besar kemiripan di antara sampel-sampel tersebut. Metode ini belum dapat mengelompokkan spektra sampel awal atau tanpa prapemrosesan (gambar 4). Hal ini disebabkan karena pada spektra awal masih dipengaruhi oleh pergeseran garis dasar dan derau (noise) yang dihasilkan detektor. Pengaruh tersebut dapat diatasi dengan melakukan prapemrosesan spektra yang meliputi koreksi garis dasar 107
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
(baseline), normalisasi, dan penghalusan (smoothing). Teknik prapemrosesan ini dapat meningkatkan kemampuan PCA untuk mengelompokkan sampel tanpa kehilangan informasi yang besar dengan total variasi (jumlah PC1 dan PC2) yang diperoleh adalah 89%. Score plot pada gambar 4 (A) dan (B) merupakan score plot yang menggunakan seluruh data absorbansi dari seluruh sampel karbon aktif. Tetapi pada gambar (A) tanpa melalui prapemrosesan, sedangkan pada gambar (B) melalui prapemrosesan. Gambar (B) menunjukkan total variasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 98%, tetapi tidak terjadi pemisahan antar kelompok sampel karbon aktif tempurung kelapa, tulang sapi dan tulang babi. Gambar (B) menunjukkan total variasi sebesar 89% serta pemisahan yang cukup baik karena karbon aktif terpisah menjadi tiga kelompok berdasarkan sumebr asal sampelnya. Aanalisis PCA juga dilakukan terhadap spektrum pada kisaran bilangan gelombang tertentu (segmentasi), baik pada spektrum asli
ISSN : 2460-6065
(spektrum tanpa prapemrosesan) maupun spektrum dengan prapemrosesan. Segmentasi ini dilakukan untuk melihat keberadaan konstituen-konstituen kunci yang berperan secara signifikan dalam analisis kemometrik. Hasil analisis PCA dikatakan baik bila dengan jumlah komponen utama yang sedikit mampu menggambarkan total variasi yang besar. Score plot pada gambar 4 (C) dan (D) merupakan score plot yang menggunakkan daerah segmentasi 3900-3000 cm-1 dan 1500450 cm-1 serta keduanya melalui prapemrosesan terlebih dahulu. Gambar (C) dan (D) menunjukkan total variasi yang cukup besar yaitu 95% dan 97% tetapi pemisahan yang kurang baik karena pada gambar (C) ada beberapa sampel pengulangan karbon aktif tulang babi yang tidak mengelompok sehingga menghasilkan pemisahan yang kurang sempurna. Hal yang sama juga terjadi pada gambar (D) yaitu sampel karbon aktif tempurung kelapa tidak mengelompok berdasarkan sumber asalnya.
Gambar 4. Score Plot PCA (A) spektra asli (tanpa prapemrosesan), (B) spektra dengan prapemrosesan (data seluruh bilangan gelombang), (C) spektra dengan prapemrosesan dan segmentasi 3900-3000 cm-1, (D) spektra dengan prapemrosesan dan segmentasi 1500-400 cm-1
108
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
Gambar 4 menunjukan pengelompokan karbon aktif berdasarkan perbedaan sumber asalnya dapat dilakukan dengan baik menggunakan data spektrum prapemrosesan. Pengelompokan karbon aktif dengan data spektrum asli dan data spektrum hasil prapemrosesan juga memperlihatkan pengaruh segmentasi spektrum dalam analisis PCA. Zou et al., (2005) menyatakan bahwa segmentasi selain meningkatkan mutu analisis spektrum IR melalui pengurangan wilayah spektrum yang banyak mengandung derau (noise) juga dapat menurunkan hasil analisis melalui eliminasi informasi penting yang dimiliki spektrum. Pengelompokan karbon aktif dapat terjadi sebagai hasil identifikasi PCA terhadap variasi komposisi konstituen kimia sampel yang dapat disebabkan adanya perbedaan sumber bahan baku (asal sampel). Pemisahan yang paling baik dan total variasi yang tinggi dari analisis PCA yang akan digunakan sebagai model PLS-DA. Hasil dari score plot pada Gambar 4(B) yang akan dijadikan model PLS-DA. Pengelompokkan sampel dengan PLS-DA dilakukan terhadap 2 matriks, yaitu data absorbansi hasil analisis FTIR sebagai matriks X dan matriks respon untuk setiap sampel sebagai matriks Y. Respon 1 untuk sampel anggota kelompok dan 0 untuk sampel bukan anggota kelompok. Keabsahan model kalibrasi yang terbentuk diuji dengan pendekatan statistik secara internal melalui validasi silang dengan menghapus satu standar pada suatu waktu. Validasi silang adalah pengamatan yang dibagi menjadi dua set data, salah satu sampel kalibrasi diambil dari model kalibrasi PLS dan sampel sisa yang digunakan untuk membangun PLS Model. Sampel kemudian dihitung menggunakan regresi PLS baru.Cara ini diulang, sehingga setiap sampel mendapat gilirannya (Miller dan Miller, 2005). Teknik validasi silang bermanfaat untuk menentukan jumlah komponen yang optimal dari jumlah
Siregar, et al.
contoh yang sedikit, selain itu juga mampu melakukan tes secara independen (Stchur et al., 2002). Model dikatakan baik apabila nilai R2 dari kalibrasi dan validasi silang tidak berjauhan, yaitu 0.978739 dengan 0.966215. Suatu model PLS dikategorikan sebagai model yang dapat dipercaya bila nilai parameter yang dihasilkan, di antaranya berupa nilai korelasi dan nilai galat, serupa untuk setiap tahapan pembuatan model. Korelasinya (R) harus bernilai tinggi sedangkan galatnya bernilai rendah (Baranska et al., 2005). Hasil PLS-DA menunjukan bahwa data tersebut sudah mencukupi dengan 15 sampel untuk dijadikan model karena datanya tidak overfitting. Overfitting adalah suatu keadaan di mana jumlah parameter yang masuk ke dalam model terlalu besar dibandingkan dengan ukuran data yang digunakan untuk membangun model. Model tersebut menghasilkan galat yang sangat kecil untuk data kalibrasi namun galat yang besar untuk data validasi (Naes et al., 2002). Model yang overfitting menghasilkan terlalu banyak variasi yang spesifik untuk proses kalibrasi dan melibatkan jumlah komponen yang terlalu tinggi. Kondisi overfitting menyebabkan penurunan kemampuan prediksi model.Model regresi yang baik dapat dilihat dari nilai R2, RMSE, dan kemiringan garis regresi pada hasil kalibrasi dan prediksi. Model regresi semakin bagus jika nilai R2 besar, RMSE kecil, dan kemiringan garis (slope) mendekati 1 (450) (Naes et al. 2002). Tabel 3 memperlihatkan bahwa model diskriminasi dari karbon aktif tulang sapi (KA TS), tempurung kelapa (KA TK), dan tulang babi (KA TB) dapat dikategorikan baik yaitu karena R2 mendekati 1, dan RMSE (Root Mean Square Error) mendekati 0, kemiringan garis (slope) mendekati 1 (450) dan nilai offset yang kecil. Gambar 5 memperlihatkan garis regresi dari salah satu sampel karbon aktif.
Tabel 3. Nilai Parameter Model Kalibrasi dan Validasi Karbon Aktif
109
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
ISSN : 2460-6065
Gambar 5. Model Kalibrasi dan Prediksi menggunakan PLS-DA Karbon Aktif Tulang Sapi
Tabel 5. Nilai prediksi pada model PLS-DA karbon aktif pasaran
Model kalibrasi yang dihasilkan digunakan untuk memprediksi sumber asal karbon aktif yang ada dipasaran. y1 adalah karbon aktif tulang sapi akan bernilai satu, sedangkan karbon aktif tempurung kelapa dan tulang babi akan bernilai nol. y2 adalah karbon aktif tempurung kelapa akan bernilai satu, sedangkan karbon aktif tulang sapi dan tulang babi akan bernilai nol. y3 adalah karbon aktif tulang babi akan bernilai satu, sedangkan untuk karbon aktif tulang sapi dan tempurung kelapa akan bernilai nol. Sampel dikatakan berhasil diprediksi ketika nilai prediksi sampel mendekati 1. 110
Hasil nilai prediksi pada model PLS-DA karbon aktif pasaran ditunjukan pada Tabel 5 yang memperlihatkan bahwa sampel uji karbon aktif yang ada dipasaran memiliki nilai prediksi mendekati 1 ketika dibandingkan dengan karbon aktif tempurung kelapa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sampel uji karbon aktif yang ada dipasaran tersebut sumber asalnya atau bahan bakunya berasal dari tempurung kelapa. Nilai yang diprediksi jauh dari nilai satu karena mungkin karbon aktif yang biasa ada dipasaran tidak menggunakan proses aktivasi sehingga perbedaan perlakuan yang digunakan untuk model dan prediksi
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
yang menyebabkan nilai prediksi jauh dari nilai satu.
4. SIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah metode analisis FTIR yang dikombinasikan dengan analisis kemometrika melalui pemodelan PCA dan PLS-DA mampu membedakan karbon aktif yang berasal dari tumbuhan (tempurung kelapa) dan tulang hewan (sapi dan babi). PCA mereduksi variabel-variabel yang dimiliki oleh spektrum menjadi beberapa variabel utama saja. Proses reduksi ini dapat menyebabkan karbon aktif terkelompokkan berdasarkan korelasi informasi variabel yang dimiliki dalam grup. Pengelompokkan juga dilakukan dengan PLS-DA dan sampel uji (karbon aktif pasaran) dapat diprediksi berdasarkan asalnya (tumbuhan atau tulang hewan). Pembuatan model prediksi karbon aktif dengan PLS menghasilkan model yang sangat baik karena menghasilkan R2 yang mendekati 1 dan RMSE yang mendekati nol untuk model kalibrasi maupun prediksinya.
DAFTAR PUSTAKA Alfiany H, Bahri S, Nurakhirawati. 2013. Kajian penggunaan arang aktif tongkol jagung sebagai adsorben logam Pb dengan beberapa aktivator asam. Jurnal Natural Science. 2(3): 75-86. ISSN: 2338-0950. Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 06-37301995: Arang Aktif Teknis. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Bani M, Santjojo DH, Masruroh. 2013. Pengaruh suhu reaksi reduksi terhadap pemurnian karbon berbahan dasar tempurung kelapa. Jurnal Natural B. 2(2).
Siregar, et al.
Chand, Bansal, Roop, Meenakshi Goyal. 2005. Activated Carbon Adsorpsion. United States of America (USA): Lewis Publisher. Chew OS, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal medicine by chemometrics: Assisted Interpretation of FTIR Spectra. J Anal Chem Acta, in press Dahlan K, Sari YW, Yuniarti E, Soejoko DS. 2006. Karakterisasi gugus fosfatdan karbonat dalam tulang tikus dengan fourier transform infrared (FT-IR) spectroscopy. Jurnal sains materi Indonesia. Fessenden dan Fessenden.1986. Kimia Organik Jilid 1.Ed Ke-3. Pudjaatmaka AH, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Gad HA, Ahmady SH, Abou Shoer MI, Al-Azizi MM. 2012. Application of chemometrics in authentication of herbal medicines: A Review. Phytochemical Analysis. 24:1-24. Hashim DM, Che Man YB, Norakasha R, Shuhaimi M, Salah Y, Syahariza ZA. 2010. Potential use of fourier transform infra red spectroscopy for differentiation of bovine and porcine gelatins. Food chemistry. 118: 856-860. Hendra, Darmawan, 2000. Pengaruh bahan baku, jenis perekat dan tekanan kempa terhadap kualitas briket arang. Bogor (ID): Puslitbang Hasil Hutan Bogor. Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah kayu gergajian dan sebetan kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2(31): 211226. Jankowska H, Swiatkowski A, Choma J. 1991. Active Carbon 1st Ed. New York (USA): Ellis Horwood.
Baranska W. 2005. Quality control of harpagophytum procumbensand its related phytopharmaceutical products by means of NIR-FT-Raman spectroscopy. Biopolymers. 77:1-8.
Juliandini F, TrihadiningrumY. 2008. Uji kemampuan karbon aktif dari limbah kayu dalam sampah kota untuk penyisihan fenol. Surabaya (ID): Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII. ISBN: 9798-97999735-4-2.
Bledzki AK, Mamun AA, Volk J. 2010. Barley husk and coconut shell reinforced polypropylene composites: The effect of fibre physical, chemical and surface properties. Composites Science and Technology. 70: 840-846.
Kumosinski TF, Farrell JrHM. 1993. Determination of the global secondary structure of proteins by fourier transforrn infrared (FTIR) spectroscopy. Trends in Food Sci. dan Technol. 6(4): 169- 175.
111
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, [100-113]
Kurniawan R, Lutfi M, Agung WN. 2014. Karakterisasi luas permukaan bet (braunanear, emmelt dan teller) karbon aktif dari tempurung kelapa dan tandan kosong kelapa sawit dengan aktivasi asam fosfat (H3PO4). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 2(1): 15-20. Lokapuspita G, Hayati M, Purwanto. 2012. Pemanfaatan limbah ikan nila sebagai fishbone hydroxyapatite pada proses adsorpsi logam berat krom pada limbah cair. Jurnal Teknologi Kimia Dan Industri. 1(1): 379-388. Maftuhin TA, Hanifah, Anita S. 2014. Potensi pemanfaatan tulang ayam sebagai adsorben kation timbal dalam larutan. Jurnal Fakultas MIPA. Universitas Riau. Manocha SM. 2003. Porous carbons. Journal Sadhana. 28:1-2. Marlina Elin. 2013. Aplikasi kemometrik untuk kendali mutu simplisia kumis kucing (Orthosiphon aristalus). [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Kimia. Institut Pertanian Bogor.
ISSN : 2460-6065
Pujiarti P, Sutapa JPG. 2005. Mutu arang aktif dari limbah kayu mahoni (Swietenia macrophyllaking) sebagai bahan penjernih air. J.Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. 3(2). Purwakusumah ED, Rafi M, Syafitri UD, Nurcholis W, Adzkiya MAZ. 2014. Identifikasi dan autentikasi jahe merah menggunakan kombinasi spektroskopi FTIR dan kemometrik. Agritech. 34(1). Ramdja AF, Halim M, Handi Jo. 2008. Pembuatan karbon aktif dari pelepah kelapa (Cocus nucifera). Jurnal Teknik Kimia. 15(2). Rezaee A, Rangkooy H, Jonidi A, Jafari A, Khavanin A. 2013. Surface modification of bone char for removal of formaldehyde from air. Journal Applied Surface Science. 286: 235–239. Rohman A, Sismindari, Erwanto Y, and Che Man YB. 2011. Analysis of pork adulteration in beef meatball using fourier transform infrared (FTIR) spectroscopy. Meat Science. 88: 91–95.
Naes T, Isaksson T, Fearn T, Davies T. 2002. A user friendly guide to multivariate calibration and classification. Chichester (UK): NIR Publication
Rohaeti E, Heryant R, Rafi M, Wahyuningrum A, dan Darusman LK. 2011. Prediksi kadar flavonoid total tempuyung (Sonchus arvensis L.) menggunakan kombinasi spektroskopi IR dengan regresi kuadrat terkecil parsial. Jurnal Kimia. 5(2).
Novicio LP, Hata, Kajimoto T, Imamura Y, Ishihara S. 1998. Removal of mercury from aqueous solutions of mercuric chloride using wood powder carbonized at high temperature. Journal of Wood Research. 85: 48-55.
Stchur P, Cleveland D, Zhou J, Michel RG. 2002. A review of recent aplications of near infrared spectroscopy and of the caracteristics of novel Pbs CCD array based NIR spectrometers. App Spect Rev. 37:383-428
Pambayun GS, Yulianto, Remigius YE, Rachimoellah M, Putri, Endah MM. 2013. Pembuatan karbon aktif dari arang tempurung kelapa dengan aktivator ZnCl2 dan Na2CO3 sebagai adsorben untuk mengurangi kadar fenol dalam air limbah. Jurnal Teknik POMITS. 2(1): ISSN: 23373539.
Suhendarwati L, Suharto B, Susanawati LD. 2013. Pengaruh konsentrasi larutan kalium hidroksida padaabu dasar ampas tebu teraktivasi. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Pari G. 1996. Kualitas arang aktif dari 5 jenis kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 14: 60-68. Pari G. 2004. Kajian struktur arang aktif dari serbuk gergaji kayu sebagai adsorben formaldehida kayu lapis. [disertasi]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Syamberah, Anita S, Hanifa TA. 2015. Potensi arang aktif dari tulang sapi sebagai adsorben ion besi, tembaga, sulfat dan sianida dalam larutan. JOM FMIPA. 2(1). Varmuza K. 2002. Applied chemometrics: from chemical data to relevant information. Cairo (EGP): 1st Converence on Chemistry. Wijayanti R. 2009. Arang aktif dari ampas tebu sebagai adsorben pada pemurnian minyak goreng bekas. [tesis]. Bogor (ID): Program Pasca Sarjana, Bidang Ilmu Kimia, Institut
Pertanian Bogor. 112
Diskriminasi Karbon Aktif Asal Tumbuhan dan Tulang Hewan
Wold
S, Sjostrom M, Eriksson L. 2001. PLSregression: a basic tool of chemometrics. Chem Intel Lab Syst. 58:109-130.
Yusuf MA, Tjahjani S. 2013. Adsorpsi ion Cr (VI) oleh arang aktif sekam padi. UNESA Journal of Chemistry. 2(1). Zhao F, Yin Y, Lu WW, Leong JC, Zhang W, Zhang J, Zhang M, Yao K. 2002. Preparation
Siregar, et al.
and histological evaluation of biomimetic three dimensional HA/chitosan-gelatin network composite scaffolds. Biomaterials. 23: 3227-3234. Zou HB, Yang GS, Qin ZR. 2005. Progress in quality control of herbal medicine with IR fingerprint spectra. Analytical Letters. 38: 1457-1475.
113
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, November 2015
ISSN : 2460-6065
AUTHOR INDEX
Adawiah Alif, Admin Arief, Syukri Astarina Fardiyah, Qonitah Heryanto, Rudi Hidayat, Sahrul Isvani, Nuzulul Kurniawan Lestari, Try Heny Muawanah, Anna Mukhtar, Akmal Mulyasuryani, Ani Nurlela
127 114 114 121 76 100 70 80 100 127 121 80, 94 100
Prasetyawan, Sasangka Rahayu, Iman Riyadhi, Adi Rosemiyani, Ika Rumhayati, Barlah Saridewi, Nanda Savitri, Alfita Septhiani, Silvia Septiani, Eka Siregar, Yusraini Dian Inayati Sukandar, Dede Tamboesai, Emrizal Mahidin Wijayati, Annisa Yanti, Pepi Helza
80 70 100 76 76 114 94 88 88 100 127 65 70 121
Jurnal Kimia Valensi, Vol 1 No 2, November 2015
ISSN : 2460-6065
SUBJECT INDEX
Antioksidan Biobriket
127 90, 91
Namnam
127
Nanofiber
71
Biosensor
80
Briket Co3O4
88 121
Nanomaterial Nanopowder
114 121
Diazoni Electrispinning Emeraldina Emeraldine Base Emeraldine salt Faktor Nerst
80 71 71 73 71 78
Organofosfat hidrolase Pernigranilina
81 71
Phitana
66
Pirofilit Polianilina
76 71
Polifenol
127
Flavonoid
127
Four point probe
72
Fourier transformer infra red Geokimia Gugus fungsi Hidrokuinon High density polyetylene Indeks preferensi karbon Isoprenoid Karbon aktif Katalis Kemometrika
100 65 100 94 88 66 65 100 105 100
Polimerisasi bulk Polimerisasi interfasial Potensial sensor Potensiometri
71 71 77 76
Principal component analysis Pristana
100
Kitosan Klorpirifois
80 80
Komponen Bioaktif
127
Konduktivitas Konduktivitas molar Konduktometri Konduktor logam
75 81 80 77
Krim pemutih wajah
94
Leukomeraldina Malation
71 80
Mangan oksida
114
Profenos Pseudomonas putida
65 80 81
Radikal bebas Rhodamin B Sampah organik Sari buah
128 105 88 127
Screen printed carbon electrode Sensor
80, 94 76
Sintesis Superkonduktor Tempurung kelapa Tulang babi Tulang sapi Vitamin C Voltametri Voltamogram Waxiness Whole oil
114 121 105 105 105 127 94 98 66 66
Pedoman Penulisan Artikel Jurnal Kimia Valensi Judul Artikel (huruf capital di awal kata, 14 pt, bold, centered) (satu baris kosong single space, ukuran font 14) 1
2
Penulis , Penulis Kedua , dan Penulis Selanjutnya (11 pt) (satu baris kosong single space, ukuran font 11) 1. Departemen, Fakultas, Universitas, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (10 pt) 2. Lembaga Penelitian, Institusi, Alamat, Kota, Kode Pos, Negara (10 pt) (satu baris kosong single space, ukuran font 12) Email:
[email protected] (10 pt, italics) (dua baris kosong single space, 12 pt) Abstrak (11 pt, bold) (satu baris kosong single space, 11 pt) Abstrak ditulis dalam dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Abstrak ditulis dengan menggunakan jenis tulisan Times New Roman dengan ukuran font 10, dan single spacing. Abstrak dalam Bahasa Inggris ditampilkan setelah Abstrak bahasa Indonesia. Abstrak harus memcakup isi dari jurnal, termasuk didalamnya tujuan dari penelitian, metode penelitian, dan hasil serta simpulan dari jurnal tersebut. Abstrak tidak boleh berisi referensi lain atau menampilkan persamaan. Abstrak tidak lebih dari 200 kata. (satu baris kosong single space, 12 pt) Kata Kunci: Maksimal 5 buah kata kunci dengan huruf Time New Roman (10 pt, regular)
Abstract English version of the abstract can be written here. Keywords: Tulislah maksimum lima buah kata kunci dalam bahasa Inggris dengan huruf Time New Roman berukuran 10-poin.
1. PENDAHULUAN (12 pt, bold) (satu baris kosong single space, 11 pt)
Jurnal ditulis dengan Times New Roman ukuran font 11, single space, rata kanan kiri (Justify), dalam setengah halaman dan kertas A4 (210 mm x 297 mm) dengan margin atas 2,5 cm, bawah 2,5 cm, kiri 3 cm dan kanan 2 cm. Artikel termasuk grafik dan tabel maksimal 10 halaman. Jika panjang kalimat jauh melebihi yang telah ditentukan, maka disarankan untuk dibagi menjadi dua naskah terpisah. Artikel dapat ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Judul artikel harus singkat dan informatif dan tidak lebih dari 20 kata. Kata kunci ditulis setelah abstrak. Huruf pertama dari judul dikapitalisasi dan judul diberi nomor dengan angka arab. Susunan artikel meliputi Pendahuluan, Metode Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pustaka. Ucapan Terima Kasih (jika ada) ditulis
setelah kesimpulan dan sebelum referensi dan tidak bernomor. Penggunaan subjudul tidak disarankan. Antar paragraf, diberi jarak satu spasi. Singkatan/istilah/notasi/simbol. Singkatan yang diperbolehkan, tapi singkatan harus ditulis lengkap dan lengkap ketika disebutkan untuk pertama kalinya dan itu harus ditulis dalam tanda kurung. Istilah / kata asing atau kata-kata daerah harus ditulis dalam huruf miring. Notasi harus singkat dan jelas dan ditulis sesuai dengan gaya penulisan yang baku. simbol/tanda harus jelas dan dapat dibedakan, seperti penggunaan nomor 1 dan huruf 1 (juga angka 0 dan huruf 0).
2. Tabel (10 pt, bold) (satu baris kosong single space, 10 pt) Tabel ditulis dengan Times New Roman ukuran font 10 dan satu spasi di bawah judul tabel. Judul tabel ditulis dengan ukuran font 10 (huruf tebal) di atas tabel seperti yang
ditentukan dalam format seperti terlihat pada contoh. Tabel diberi nomor dalam angka arab. ada satu spasi tunggal antara tabel dan paragraf. Tabel ditempatkan segera setelah d i sebut dalam teks. Kerangka tabel menggunakan 1 jalur font-size. Jika judul pada setiap lajur tabel cukup panjang dan rumit maka lajur diberi nomor dan keterangannya diberikan di bawah tabel. (satu baris kosong single space, 10 pt)
bentuk foto, sertakan satu foto asli. Foto itu dicetaak dalam warna hitam dan putih kecuali foto itu akan muncul dalam warna. Penulis akan dikenakan biaya tambahan untuk cetak warna lebih dari 1 halaman. Font yang akan digunakan dalam pembuatan gambar atau grafik sebaiknya yang umum dimiliki setiap pengolah kata dan sistem operasi seperti simbol, Times New Roman dan Arial dengan ukuran font tidak kurang dari 9 pt.
Tabel 1. Jumlah Pengujian WFF NA =15 atau NA = 8 dengan 3X pengulangan (satu baris kosong single space, 10 pt) NP NC NP 3 4 8 10 3 1200 2000 2500 3000 5 2000 2200 2700 3400 8 2500 2700 16000 22000 10 3000 3400 22000 28000 (satu baris kosong single space, 10 pt) NP
4. Reaksi atau Persamaan Matematika (12 pt, bold)
3. Isi Grafik (10 pt, bold) (satu spasi tunggal, 10 pt) Isi grafik ditempatkan secara simetris pada halaman dan diberikan satu spasi tunggal antara konten grafik dan paragraf. Sebuah konten grafik ditempatkan segera setelah itu dirujuk ke dalam tubuh teks dan diberi nomor dengan angka arab. Huruf untuk konten grafik tertulis dibawah dan ada satu spasi tunggal antara keterangan dan konten grafik. Huruf yang ditulis dalam ukuran font 9, tebal, dan ditempatkan seperti pada contoh. Antara konten grafik dengan tubuh teks diberi jeda dua spasi tunggal.
(satu spasi tunggal, 10 pt)
(satu spasi
tunggal, 10 pt) Gambar 1. Pelabelan pohon 1 sesuai dengan urutan penampilan (dua spasi tunggal, 10 pt) Untuk setiap isi grafik yang telah diterbitkan oleh penulis lain, penulis naskah harus mendapatkan izin tertulis dari penulis lain dan ataunya penerbitnya. Sertakan satu gambar yang dicetak dengan kualitas baik di halaman ukuran penuh atau scan konten grafis dalam resolusi baik dalam format {nama file } .Jpeg atau {nama file } .Tiff. Jika konten grafik dalam
(satu spasi tunggal, 10 pt)
Reaksi atau persamaan matematika harus diposisikan secara simetris pada coloumn, ditandai dengan nomor urut yang ditulis di sudut kanan dalam kurung. Jika penulisan persamaan memakan waktu lebih dari satu baris, nomor harus ditulis pada baris terakhir. Surat digunakan sebagai simbol matematika dalam teks harus ditulis dengan huruf miring seperti x. Persamaan dalam teks harus disebut sebagai singkatan, misalnya Persamaan. (1) atau Persamaan. (2). (satu spasi tunggal, 10 pt)
(1) (satu spasi tunggal, 10 pt) Persamaan (1) diperoleh dengan menggunakan format gaya sebagai berikut: variabel: Times New Roman Italic dan LC Greek: Symbol Italic. Ukuran Format: Full 10 pt, subscript / superscript 8 pt, subscript / superscript 6pt, symbol 11 pt dan sub-symbol 9 pt . Elaborasi persamaan matematis atau formula tidak perlu ditulis secara detil, hanya bagian yang paling penting, metode yang digunakan, dan hasil akhir. Kutipan dalam teks harus ditulis dengan angka arab dan penertiban sesuai dengan apa yang mereka lihat dalam teks. Bilangan harus ditulis dalam tanda kurung siku seperti "... Zhang et al. [1] ... "kutipan harus ditulis satu ruang jauh dari kata-kata setelah koma atau periode dan sebelum titik dua (:), titik koma (;), dan tanda tanya (?). Jika terletak di akhir kalimat, kutipan
harus diletakkan sebelum periode seperti "... oleh beberapa peneliti [2-3]. "Semua kutipan maka harus ditulis dalam urutan yang benar dalam daftar referensi di akhir teks, dengan prosedur penulisan seperti pada contoh tersebut. Lampiran (satu baris kosong, 20 pt) Lampiran digunakan hanya jika benar-benar diperlukan, yang terletak sebelum dan sesudah pengakuan referensi (jika ada). Jika ada lebih dari satu Lampiran, mereka harus ditulis dalam urutan abjad.
Acuan (satu baris kosong, 10 pt) Referensi harus ditulis mengikuti urutan mereka muncul dalam teks, menggunakan angka Arab dalam kurung persegi, seperti yang terlihat dalam contoh. Referensi harus terdiri dari inisial dan nama penulis, nama jurnal atau judul buku, volume, editor (jika ada), penerbit dan kotanya, tahun penerbitan dan halaman. Semua penulis 'nama harus disebutkan. Gunakan singkatan "Anon" jika penulis anonim. Nama jurnal harus ditulis dengan menggunakan singkatan yang lazim digunakan. Journal article Purwadaria T, Gunawan L, Gunawan Aw. 2010. The production of nata colored by Monascus purpureus J1 pigments as fuctional food. J Microbiol Indones. 4(1):6-10. Tren kemasan praktif & inovatif. 2006. Food Rev Indones. 1(1): 19-21 Purwadaria T, Gunawan L, Gunawan Aw. 2010. The production of nata colored by Monascus purpureus J1 pigments as fuctional food. J Microbiol Indones. 4(1):610.doi:10.54.54/mi.4.3.1 Electronic publication, information from the internet Savage E, Ramsay M, White J, Bread S, Lawson H, Hunjan R, Brown D. 2005. Mumps outbreaks across England and Wales in 2004: observational study. BMJ [Internet]. [diuduh 2010 Des 28]; 330(7500):1119-1120. Tersedia pada: http//bmj.bmjjournals.com/cgi/reprint/330/750 0/1119
Conference Proceeding Nurtjahya E, Setiadi D, Guhardja E, Muhadiono. 2011. Status fungi mikoriza arbuskula pada suksesi lahan pasca tambang timah di Bangka. Di dalam: Budi SW, Turjaman M, editor. Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukung Revitalisasi Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. Kongres dan Seminar Nasional Mikoriza II; 2007 Jul 1721; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Seameo Biotrop. Hlm 151-159 Nurtjahya E, Setiadi D, Guhardja E, Muhadiono. 2011. Status fungi mikoriza arbuskula pada suksesi lahan pasca tambang timah di Bangka. Di dalam: Budi SW, Turjaman M, editor. Percepatan Sosialisasi Teknologi Mikoriza untuk Mendukung Revitalisasi Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan. Kongres dan Seminar Nasional Mikoriza II; 2007 Jul 1721; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Seameo Biotrop. Hlm 151-159; [diunduh 2010 Jan 7] Tersedia pada: http://www.cifor.cgiar.org/publication /pdf_files/Books/BMurdiyarso0501.pdf Monograph, edited book, book Badu S, 1990, Sintesis 1-(2-Hidroksifenil-3fenilpropana-1,3-dion dari o-hidroksiasetofenin dan benzoil klorida [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia Theses, Dissertations R.amos, Ph. D Thesis, College van Dekanen, University of Twente, The Netherland, 1992. S. Badu, Undergraduate Thesis, Departement of Chemmistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas Indonesia, Indonesia, 1990. Patent Yamagishi H, Hiroe, Nishio, Miki, Tsuge, 23 Nov. 1993.US. Patent. No. 5264710. Papers and Industrial Reports J.Cleveland, 1996, Hilangnya Identitas Gizi dalam Pembangunan. Kompas. Rubrik Opini:4 (kol 37). Special data (if written by a team or anonymously) Anon.,1969,19-the Annual Book of ASTM Standards Part17, ASTM, Philadelphia, p.636. Unpublished reports (refered only if necessary) R. Stumpf, X. Gonze, M. Scheffler, Fritz-Haber, 1990,Institute Research Report, unpublished.
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan terbitnya Jurnal Kimia Valensi Volume 1, No. 2 Edisi November 2015, kami atas nama dewan redaksi mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada para dewan editor dan mitra bestari yang telah terlibat aktif dalam penyuntingan naskah/manuskrip hingga menjadi artikel yang layak untuk diterbitkan. Pada kesempatan ini, ijinkan kami atas nama pimpinan redaksi menyampaikan penghargaan yang setingi-tingginya kepada : 1. Prof. Dr. Unang Supratman 2. Dr. Asep Saefumillah, M.Si 3. Dr. Ir. Eti Rohaeti, M.S 4. Dr. Irmanida Batubara, M.Si 5. Dr. Diana Ramawati, M.Si 6. Dra. Yuflinawati Away, M.Si 7. Dr. Yeni Wahyuni Hartati, M.Si Semua saran dan kontribusi yang telah bapak/ibu berikan dalam proses penyuntingan naskah hingga menjadi artikel yang layak terbit sangat berharga bagi pengembangan jurnal berkala ilmiah ini ke depan. Semoga kerjasama ini dapat terus berlanjut dan terus ditingkatkan. Wassalam.
Pimpinan Redaksi, Dr. Mirzan T. Razzak, APU