Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5 (1), 2010, h. 7-16
Sintesis dan Karakterisasi Poli(eter-sulfon) dan Poli(eter-sulfon) ternitrasi sebagai Material Membran untuk Imobilisasi Lipase Nurrahmi Handayani,1 Buchari, Deana Wahyuningrum,2 Muhamad Ali Zulfikar Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha no.10 Bandung E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak. Enzim memiliki peranan yang besar sebagai katalis dalam berbagai reaksi sintesis baik dalam skala laboratorium maupun industri karena produk samping sedikit, tidak membutuhkan banyak energi, serta bersifat biodegradable. Akan tetapi, penggunaan enzim memiliki berbagai keterbatasan seperti tidak dapat digunakan kembali setelah digunakan, biaya operasional yang mahal, serta ketidakstabilannya terhadap suhu yang tinggi, pelarut organik, asam, basa, maupun pengocokan secara mekanik. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan imobilisasi enzim pada solid support yang sesuai. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian penelitian yang berguna untuk mencari solid support yang sesuai untuk memediasi enzim sehingga dapat bekerja secara optimum. Nitrasi PES dilakukan untuk meningkatkan kemampuan polimer tersebut sebagai solid support bagi enzim. Berdasarkan spektrum IR, hidrokuinon ternitrasi dan PES ternitrasi menunjukkan puncak khas nitro pada bilangan gelombang 1650,7 cm-1. PES sintesis yang diperoleh dengan refluks maupun microwave serta PES komersial memiliki puncak khas yang sama pada bilangan gelombang 1327,7 cm-1, 1232,7 cm-1, dan 1156,7 cm-1. Sementara itu, hasil pengukuran dengan spektroskopi 1H dan 13C-NMR hidrokuinon ternitrasi menunjukkan adanya satu sinyal proton pada pergeseran kimia 7,24 ppm dan dua sinyal karbon pada pergeseran kimia 187,16 dan 136,47 ppm. Pada pengukuran spektroskopi 1H-NMR untuk PES sintesis menghasilkan dua sinyal dengan pergeseran kimia sebesar 7,85 dan 7,02 ppm serta memperlihatkan pola yang sama dengan PES komersial. Penentuan massa molekul polimer dilakukan dengan metode viscometer Ostwald dan menunjukkan massa molekul PES hasil sintesis dengan metode refluks adalah 83.234 g/mol, sedangkan massa molekul PES yang disintesis dengan microwave (MAOS) adalah 582.581 g/mol. Kata kunci: Poli(eter sulfon), Poli(eter sulfon) ternitrasi, microwave (MAOS), imobilisasi enzim
Pendahuluan Enzim merupakan katalis yang potensial digunakan dalam skala laboratorium maupun skala industri karena sifatnya yang menguntungkan, seperti bersifat regio- dan stereoselektif sehingga produk samping sedikit, tidak membutuhkan banyak energi, serta bersifat biodegradable. Akan tetapi, penggunaan enzim juga memiliki berbagai keterbatasan seperti tidak dapat digunakan kembali setelah digunakan, biaya operasional yang mahal, serta ketidakstabilannya terhadap suhu yang tinggi, pelarut organik, asam, basa, maupun pengocokan secara mekanik. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan imobilisasi enzim pada solid support yang sesuai. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian penelitian yang berguna untuk mencari solid support yang sesuai untuk memediasi enzim sehingga dapat bekerja secara optimum.
Salah satu polimer yang potensial untuk dijadikan solid support bagi enzim seperti lipase adalah poli(eter sulfon) yang memiliki stabilitas termal yang tinggi, ketahanan mekanik yang baik, serta resistan terhadap berbagai zat kimia (1,2). Karakteristik inilah yang digunakan sebagai alasan penggunaan PES sebagai solid support pada imobilisasi enzim. Dalam proses imobilisasi enzim juga digunakan berbagai macam pelarut, sehingga diharapkan PES yang berfungsi sebagai solid support tidak akan rusak selama reaksi berlangsung. Akan tetapi, PES tidak memiliki gugus yang dapat berikatan secara kovalen dengan lipase sehingga perlu dilakukan modifikasi. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, PES yang telah dimodifikasi melalui penambahan gugus sulfon, karboksi, dan epoksi memberikan ketahanan termal, mekanik, dan kimia yang lebih baik dan dapat digunakan untuk aplikasi proton exchange
Dapat dibaca di journal.kimiawan.org/jki
Nurrahmi Handayani, Buchari, Deana Wahyuningrum, Muhamad Ali Zulfikar
membrane fuel cell (2-5). Pada penelitian ini, modifikasi terhadap PES dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya sebagai solid support bagi lipase. Hal ini merupakan sesuatu yang belum dikembangkan secara optimal mengingat PES memiliki kriteria yang sangat baik untuk imobilisasi enzim dilihat dari segi ketahanan dan reusabilitasnya. Salah satu modifikasi yang perlu dilakukan dan dioptimasi lebih lanjut adalah dengan menambahkan gugus nitro pada PES. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan PES dan PES ternitrasi sebagai starting material untuk imobilisasi lipase. Metode Penelitian Sintesis poli(eter sulfon). Sintesis poli(eter sulfon) dilakukan dengan tiga cara. Cara yang pertama mengikuti prosedur yang dikemukakan oleh Keitoko, et.al (1994), cara kedua dilakukan dengan cara polimerisasi kondensasi tanpa menggunakan toluen, dan cara yang ketiga adalah dengan melakukan polimerisasi melalui bantuan microwave (MAOS = Microwave Assisted Organic Synthesis). Prosedur yang telah dikemukakan oleh Keitoko, et.al (1994) adalah sebagai berikut (6). Dalam labu leher tiga yang dihubungkan dengan Dean-Stark trap, kondensor, aliran nitrogen, dan termometer, 0,01 mol hidrokuinon, 0,01 mol 4,4’-diklorodifenil sulfon, dan 0,01 mol K2CO3 dilarutkan ke dalam campuran 20 mL NMP dan 10 mL toluen. Gas nitrogen dialirkan terlebih dahulu terhadap sistem sebelum reaksi dijalankan. Kemudian, campuran reaksi dipanaskan dengan pengadukan yang kontinu sampai toluen mulai terefluks dan membawa air yang terkandung dalam sistem keluar melalui distilasi azeotrop. Kemudian, temperatur dijaga pada suhu tersebut hingga 3 jam. Setelah air dan toluen yang terkandung pada sistem sudah tidak ada, dilanjutkan pengadukan selama 1 jam. Setelah itu, campuran reaksi diturunkan suhunya mencapai 90oC dan ditambahkan sejumlah NMP untuk memisahkan antara produk dan garam KCl yang terbentuk. Setelah difiltrasi, filtrat dinetralisasi dengan penambahan asam asetat glasial. Setelah itu, filtrat tersebut dituangkan ke dalam 300 mL air-metanol (1:1). Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan metanol. Setelah itu, pencucian dilanjutkan dengan air mendidih dan metanol panas untuk menghilangkan garam-garam anorganik yang terjebak. Terlepas dari metode yang dikemukakan oleh Keikoto, pencucian dilanjutkan dengan menggunakan aseton. Setelah itu, polimer yang
8
terkumpul ditimbang, dikarakterisasi dengan uji titik leleh, uji KLT, IR, dan NMR. Sintesis yang kedua dilakukan dengan metode refluks tanpa penggunaan Dean Stark trap dan toluen. Setelah 0,01 mol hidrokuinon, 0,01 mol 4,4’diklorodifenil sulfon, dan 0,01 mol K2CO3 dilarutkan dalam 20 mL NMP, campuran tersebut direfluks selama 4 jam hingga mencapai suhu maksimum. Setelah itu, suhu diturunkan hingga mencapai 90oC. Kemudian, ditambahkan sejumlah NMP untuk memisahkan antara produk dan garam KCl yang terbentuk. Setelah difiltrasi, filtrat dinetralisasi dengan penambahan asam asetat glasial. Setelah itu, filtrat tersebut dituangkan ke dalam 300 mL air-metanol (1:1). Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan metanol. Setelah itu, pencucian dilanjutkan dengan air mendidih, metanol panas, dan aseton secara berturut-turut untuk menghilangkan garam-garam anorganik yang terjebak. Setelah itu, polimer yang terkumpul ditimbang, dikarakterisasi dengan uji titik leleh, uji KLT, IR, dan NMR. Sintesis dengan bantuan microwave menggunakan daya sebesar 600 W. Setelah 0,01 mol hidrokuinon, 0,01 mol 4,4’diklorodifenil sulfon, dan 0,01 mol K2CO3 dilarutkan dalam 10 mL NMP, campuran dipanaskan dalam microwave hingga suhu tetap. Hasil reaksi di netralsisasi dengan asam asetat glasial dan dituangkan ke dalam campuran air-metanol (1:1). Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan metanol. Setelah itu, pencucian dilanjutkan dengan air mendidih, metanol panas, dan aseton secara berturut-turut untuk menghilangkan garam-garam anorganik yang terjebak. Setelah itu, polimer yang terkumpul ditimbang, dikarakterisasi dengan uji titik leleh, uji KLT, IR, dan NMR. Sintesis Nitrohidrokuinon. Hidrokuinon, atau yang biasa disebut sebagai bisfenol A, dilarutkan dalam aseton dan disimpan dalam lemari es hingga mencapai suhu 0oC. Setelah itu, dalam keadaan dingin, ditambahakan asam nitrat pekat secara perlahan hingga warna campuran berubah menjadi coklat. Setelah di aduk selama satu jam pada suhu kamar dan terbentuk endapan oranye, campuran lalu dimasukkan kembali ke dalam lemari es hingga beku. Setelah itu, didiamkan pada suhu kamar hingga terbentuk kristal berwarna oranye. Kristal dikumpulkan melalui cara filtrasi kemudian dikeringkan. Karakterisasi yang dilakukan adalah dengan uji titik leleh, uji KLT, IR, dan NMR.
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5(1), 2010
Sintesis dan Karakterisasi Poli(eter-sulfon) dan Poli(eter-sulfon) ternitrasi sebagai Material Membran untuk Imobilisasi Lipase
Sintesis PES Ternitrasi. Sintesis PES ternitrasi dilakukan dengan dua cara yaitu reaksi antara prekursor hidrokuinon ternitrasi dengan 4,4’diklorodifenil sulfon dan nitrasi PES hasil sintesis. Reaksi antara prekursor hidrokuinon ternitrasi dengan 4,4’-diklorodifenil sulfon dilakukan dengan mengadopsi beberapa teknik yang dikemukakan oleh Keitoko, et.al (1994). Dalam 500 mL labu leher tiga yang dihubungkan dengan Dean-Stark trap, kondensor, aliran nitrogen, dan termometer, 0,01 mol nitrohidrokuinon hasil sintesis, 0,01 mol 4,4’-diklorodifenil sulfon, dan 0,01 mol K2CO3 dilarutkan ke dalam campuran 20 mL NMP dan 10 mL toluen. Gas nitrogen dialirkan terlebih dahulu terhadap sistem sebelum reaksi dijalankan. Kemudian, campuran reaksi dipanaskan dengan pengadukan yang kontinu sampai toluen mulai terefluks dan membawa air yang terkandung dalam sistem keluar melalui distilasi azeotrop. Kemudian, temperatur dijaga pada suhu tersebut hingga 3 jam. Setelah air dan toluen yang terkandung pada sistem sudah tidak ada, dilanjutkan pengadukan selama 1 jam. Setelah itu, campuran reaksi diturunkan suhunya mencapai 90oC dan ditambahkan sejumlah NMP untuk memisahkan antara produk dan garam KCl yang terbentuk. Setelah difiltrasi, filtrat dinetralisasi dengan penambahan asam asetat glasial. Setelah itu, filtrat tersebut dituangkan ke dalam 600 mL air-metanol (4:2). Endapan yang terbentuk kemudian disaring dan dicuci dengan metanol. Setelah itu, pencucian dilanjutkan dengan air mendidih dan metanol panas untuk menghilangkan garam-garam anorganik yang terjebak. Setelah itu, polimer yang terkumpul ditimbang, dikarakterisasi dengan uji titik leleh, uji KLT, IR, dan NMR. Sintesis PES-NO2 dengan nitrasi PES dilakukan dengan mengikuti prosedur dari Cui Wei, US patent: 6878803 (9). PES dilarutkan dalam asam sulfat pekat 95% (w/w) pada suhu rendah (0-5oC)
kemudian ditambahkan asam nitrat pekat (65%100%) pada rentang suhu (5-25oC).. Setelah reaksi selesai, pengendapan PES-NO2 dilakukan dengan menambahkan sejumlah air dan pemisahan endapan PES-NO2 dengan larutan dilakukan dengan filtrasi. Setelah itu, polimer yang terkumpul ditimbang, dikarakterisasi dengan uji titik leleh, uji KLT, dan IR. Penentuan Massa molekul dan Viskositas Intrinsik Polimer. Penentuan massa molekul (Mv) polimer dilakukan secara metode viskometri dengan menggunakan viskometer ostwald. Pertama-tama, sederetan larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda disediakan untuk mengetahui waktu alir masing-masing larutan. Pelarut yang digunakan adalah N-metil pirolidon (NMP). Oleh karena itu, NMP digunakan sebgai blanko. Waktu alir dilakukan dengan menghitung waktu saat cairan mengalir dari garis (index line) pertama ke index line ke dua. Konsentrasi larutan yang digunakan yaitu 1x 10-2 M, 7,5 x 10-3 M, 5x10-3 M, 2,5x10-3 M, dan 1,25x10-3 M. Saat pengukuran waktu alir, larutan diinkubasi terlebih dahulu pada suhu 50oC dan pengukuran pun dilakukan pada suhu tersebut. Setelah tetapan Mark Houwink PES diketahui, viskositas intrinsik yang telah diketahui melalui kurva kemudian dikonversi untuk mendapatkan massa molekul polimer. Hasil dan Pembahasan Sintesis Poli(eter sulfon). Poli(eter sulfon) atau yang biasa disebut sebagai PES memiliki gugus eter dan sulfon pada tulang punggungnya. Subunit dari polimer ini adalah (-O-aril-O-aril-SO2-aril)n. Pada dasarnya, PES diproduksi melalui reaksi kondensasi antara difenol dan 4,4’-diklorodifenil sulfon dengan menghasilkan produk samping berupa garam klorida. Reaksi umumnya adalah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Reaksi umum pembentukan poli(eter sulfon)
Difenol yang digunakan dalam penelitian ini adalah hidrokuinon atau yang biasa disebut sebagai bisfenol-A atau 1,4 dihidroksi benzen. Pelarut yang digunakan dalam sintesis PES ini adalah N-metilpirolidon (NMP). Garam karbonat yang digunakan adalah K2CO3 anhidrat.
Garam karbonat ini berfungsi sebagai pembentuk KCl, sehingga garam KCl yang dihasilkan selama proses reaksi kondensasi dapat dihilangkan dengan melarutkannya ke dalam air dan difiltrasi. Sementara itu, ion karbonat membentuk H2CO3 yang pada akhirnya
9
Nurrahmi Handayani, Buchari, Deana Wahyuningrum, Muhamad Ali Zulfikar
akan terurai menjadi CO2 dan H2O. Gas CO2 dapat dengan mudah keluar dari sistem, sementara itu H2O dapat dihilangkan dengan penambahan toluen untuk membentuk sistem azeotrop toluen-air. Sehingga arah reaksi dapat dengan lancar berjalan ke arah pemebentukan produk. Oleh karena itu, pada reaksi sintesis ini diperlukan rangkaian alat Dean-Stark trap yang berperan penting dalam proses distilasi azeotrop. Terbentuknya larutan yang kental menandakan bahwa reaksi kondensasi telah selesai. Hasil yang diperoleh dari sintesis PES dengan metode yang berbeda juga memberikan karakteristik polimer hasil sintesis yang berbeda pula. Pada penelitian ini dilakukan tiga macam cara pembuatan PES. Cara yang pertama adalah dengan refluks menggunakan toluen dan Deanstark trap, cara kedua dengan refluks tanpa toluen dan Dean Stark trap, dan cara ketiga dengan bantuan microwave. Hal ini dilakukan untuk mengetahui fungsi dari penelitian sekaligus mencari prosedur yang tepat dalam melakukan sintesis PES dan turunan-turunannya. Wujud dari ketiga produk hasil sintesis dengan menggunakan metode yang berbeda ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2 Wujud dari PES hasil sintesis (a. PES sintesis dengan toluen, b. PES sintesis tanpa toluen, dan c. PES sintesis dengan microwave)
PES yang disintesis dengan menggunakan toluen dan rangkaian alat Dean-Stark trap memiliki sifat yang kaku, keras, dan berwarna putih. Sementara itu, PES yang disintesis tidak dengan menggunakan toluen dan rangkaian alat Dean-Stark trap memiliki sifat yang rapuh dan berwarna putih transparan. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan pada tahap terminasi saat reaksi polimerisasi kondensasi berlangsung. Tahap terminasi tersebut menentukan panjang rantai polimer sehingga sangat menentukan struktur dan kapasitas polimer tersebut. Selain
10
itu, perbedaan metode sintesis juga mempengaruhi tingkat kemurnian dari polimer yang dihasilkan. Pencucian dilakukan dengan air-metanol, air mendidih, metanol, dan aseton. Namun dari ketiga produk polimerisasi tersebut, salah satunya memiliki kelarutan yang baik dalam aseton, sehingga tahap pemurnian tidak dilakukan dengan menggunakan aseton. PES yang disintesis dengan bantuan microwave memiliki wujud yang kaku, keras, dan berwarna coklat. Melalui hasil yang diperoleh dari uji KLT, PES yang disintesis dengan bantuan microwave ini masih mengandung banyak air. Hal ini diakibatkan oleh tidak dilakukannya pengusiran air yang terbentuk dari reaksi kondensasi. Oleh karena itu, dilakukan pencucian berulang kali dengan aseton untuk menghilangkan prekursor awal yang larut dalam aseton ataupun pengotorpengotor yang lain. Selain itu juga dilakukan penguapan agar air yang terjebak dalam molekul polimer dapat dihilangkan. Berat produk yang dihasilkan juga memberikan perbedaan yang cukup signifikan. PES yang disintesis dengan menggunakan toluen dan Dean-stark trap memiliki rendemen sebesar 24,11%. Kemudian, berat PES yang disintesis tanpa menggunakan toluen dan Deanstark trap memiliki rendemen sebesar 38,40%. Sementara itu, berat PES yang disintesis dengan bantuan microwave memiliki rendemen sebesar 24,24%. Perbedaan berat produk bagi tiap PES yang disintesis dengan metode yang berbeda menunjukkan bahwa jumlah produk utama dan produk samping yang terbentuk juga dipengaruhi oleh teknik dan kondisi reaksi. Uji kelarutan dilakukan dengan melarutkan tiga PES sintesis dengan metode berbeda tersebut dengan pelarut tertentu. Hasilnya adalah PES yang disintesis dengan refluks menggunakan toluen larut dalam kloroform, PES yang disintesis tanpa toluen larut dalam aseton, dan PES yang disintesis dengan microwave larut dalam NMP. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa PES yang disintesis dengan refluks tanpa toluen memiliki kepolaran yang paling tinggi dari ketiga PES tersebut dan PES yang disintesis dengan microwave memiliki kepolaran yang paling rendah dibandingkan kedua PES lainnya. Berdasarkan hasil uji titik leleh, PES sintesis dengan menggunakan toluen memiliki nilai titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan PES
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5(1), 2010
Pembuatan Elastomer Termoplastik Menggunakan Inisiator Potassium Persulfate Dan Ammonium Peroksi Disulfate
sintesis yang tidak menggunakan toluen dalam proses polimerisasinya. Trayek leleh PES sisntesis dengan menggunakan toluen berkisar antara 207,4-208,0oC. Sementara itu, PES sintesis yang tidak menggunakan toluen saat polimerisasinya memiliki trayek leleh 145,3146,0oC. Hal ini mengindikasikan bahwa ketahanan termal dari produk PES yang disintesis dengan menggunakan toluen lebih besar apabila dibandingkan dengan PES yang disintesis tidak dengan menggunakan toluen. Uji titik leleh juga dilakukan terhadap PES yang disintesis dengan bantuan microwave dan menghasilkan trayek leleh sebesar 246,5247,3oC. Dari karakterisasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa PES yang disintesis dengan metode microwave memiliki ketahanan termal yang paling baik namun memiliki rendemen yang rendah. Perbedaan ketahanan termal dari polimer tersebut dapat diakibatkan oleh perbedaan panjang rantai polimer dan hal ini dapat dibuktikan dengan menentukan massa molekul dengan metode viskometer. Untuk mengetahui kemurnian dan tingkat kepolaran dari PES yang dihasilkan dibandingkan terhadap starting material-nya dilakukan karakterisasi dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. Gambar 3 berikut ini adalah penampakan noda dari berbagai hasil sintesis PES yang divisualisasikan oleh sinar UV dibandingkan terhadap hidrokuinon dan 4,4’diklorodifenil sulfon sebagai prekursor awal.
Gambar 3 Penampakan noda pada uji KLT di bawah sinar UV (Ket. H:Hidrokuinon, DPS: 4,4’diklorodifenil sulfon, R/t:PES sintesis refluks dengan toluen, R/nt: PES sintesis refluks tanpa toluen, dan MW: PES sintesis dengan bantuan microwave)
Pada uji KLT tersebut, eluen yang digunakan adalah kloroform-aseton (1:1). Noda yang memiliki Rf lebih rendah memiliki kepolaran
yang lebih besar dibandingkan senyawa yang memiliki nilai Rf lebih tinggi. Nilai Rf dari masing-masing komponen ditunjukkan oleh Tabel 1. Tabel 1 Nilai Rf dari PES sintesis dan prekursornya Senyawa Hidrokuinon 4,4’-diklorodifenil sulfon PES sintesis refluks dengan toluene PES sintesis refluks dengan toluene PES sintesis dengan bantuan microwave
Nilai Rf 0,77 0,90 0,86 0,89 0,89 (tailing)
Dari hasil uji KLT tersebut dapat disimpulkan bahwa PES yang disintesis dengan menggunakan refluks dengan atau tanpa adanya toluen memiliki kepolaran yang hampir sama dengan 4,4’-diklorodifenil sulfon. Hal ini disebabkan oleh strukturnya yang rigid dan berantai panjang. Oleh karena itu, sifat dari PES hampir mirip dengan 4,4’-diklorodifenil sulfon yaitu bersifat non polar (hidrofobik). Sementara itu, PES yang disintesis dengan menggunakan metode microwave masih memiliki tailing. Hal ini menunjukkan bahwa PES yang dihasilkan dari metode dengan bantuan microwave tersebut masih mengandung produk samping ataupun starting material yang belum bereaksi. Setelah dilakukan pencucian dan penguapan, serta diuji KLT dengan eluen NMP-aseton (1:1) didapatkan hasil PES memberikan satu noda dan tidak mengalami tailing. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sintesis PES dengan metode microwave merupakan metode yang baik digunakan untuk polimerisasi kondensasi, karena selain membutuhkan waktu yang sangat singkat untuk sintesis PES juga memiliki ketahanan termal yang baik. Hal ini sangat baik mengingat microwave merupakan metode yang baru untuk digunakan sebagai teknik dalam sintesis PES. Akan tetapi, untuk mengatasi masalah kecilnya rendemen PES yang disintesis dengan microwave perlu dilakukan optimasi lebih lanjut. Karakterisasi gugus fungsi dengan menggunakan spektrofotometri infra merah dilakukan dengan melarutkan polimer tersebut dengan pelarut tertentu. Hal yang pertama kali dilakukan saat pengukuran dengan spektrofotometri infra merah adalah mengoleskan pelarut pada pelet KBr dan dilakukan pengukuran. Spektrum hasil
11
Nurrahmi Handayani, Buchari, Deana Wahyuningrum, Muhamad Ali Zulfikar
pengukuran pelarut berfungsi sebagai blanko. Kemudian larutan polimer tersebut dioleskan pada pelet KBr dan dilakukan pengukuran. Spektrum yang terbentuk kemudian di-substract dengan spektrum blanko. Pelarut yang digunakan untuk PES sintesis hasil refluks dengan menggunakan toluen adalah kloroform, sedangkan pelarut yang digunakan untuk PES sintesis hasil refluks tanpa menggunakan toluen adalah aseton, dan pelarut yang digunakan untuk PES sintesis dengan microwave adalah NMP. Tabel 2 menunjukkan perbandingan serapan yang terdapat pada spektrum IR dari PES komersial sebagai standar, PES hasil sintesis dengan menggunakan toluen dan PES hasil sintesis tanpa menggunakan toluen. Tabel 2 Perbandingan serapan pada spektrum IR dari beberapa sampel PES Senyawa PES komersial (standar) PES sintesis hasil refluks dengan toluen PES sintesis hasil refluks tanpa toluen PES sintesis dengan bantuan microwave
Serapan (cm-1) 1323,9 dan 1137,3 1265,4 1327,7 dan 1156,7 1282,1
Jenis getaran SO2 C-O-C SO2 C-O-C
1323,9 dan 1156,7 1282,1
SO2 C-O-C
1358,1 dan 1194,7 1278,3
SO2 C-O-C
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa ikatan C-O-C (eter) antara residu hidrokuinon dengan residu 4,4’-diklorodifenil sulfon telah terbentuk. Adanya gugus sulfon juga ditunjukkan oleh adanya serapan pada bilangan gelombang 1265,4 – 1289,7 cm-1. Diantara keempat spketrum IR PES, baik PES komersial maupun PES sintesis, bagi PES yang disintesis dengan metode refluks tanpa adanya toluen masih menunjukkan adanya sedikit serapan pada bilangan gelombang 3490 cm-1 dan bersifat broad. Hal ini menunjukkan bahwa PES sintesis tersebut masih terdapat sisa hidrokuinon yang belum dapat dihilangkan dari produk PES.
Analisis struktur PES dilakukan dengan spektroskopi NMR dan didapatkan hasil bahwa ada kemiripan pergeseran kimia antara PES komersial sebagai standar dan PES sintesis. Pelarut yang digunakan saat pengukuran dengan spektroskopi NMR adalah CDCl3. Tabel 3 menunjukkan perbandingan geseran kimia antara PES standar dan PES hasil sintesis. Berdasarkan hasil perbandingan pergeseran kimia tersebut, dapat disimpulkan bahwa PES hasil sintesis masih banyak pengotor sehingga diperlukan tahap pemurnian lebih lanjut. Sementara itu, spektrum NMR terdapat pada Lampiran C. Berdasarkan struktur PES, polimer ini memiliki dua jenis H dan masing-masing H tersebut memiliki satu H tetangga, sehingga menunjukkan puncak doublet pada geseran kimia sekitar 7,09 dan 7,91 ppm. Struktur PES tersebut ditunjukkan oleh Gambar 4.
Gambar 4. Struktur PES
Sintesis nitrohidrokuinon Target utama dari penelitian semester pertama ini adalah terbentuknya PES ternitrasi yang dapat dijadikan solid support bagi lipase untuk meningkatkan produksi biodisel. Metode yang dilakukan dalam melakukan modifikasi gugus fungsi bagi PES sampai saat ini adalah melakukan nitrasi pada hidrokuinon sebagai prekursor reaksi polimerisasi. Hidrokuinon memiliki sifat yang kristalin, bening. Akan tetapi, nitrohidrokuinon memiliki sifat yang kristalin dan berwarna kuning oranye. Dalam reaksi nitrasi tersebut, diperlukan suhu yang rendah agar reaksi berjalan dengan baik, hal ini dilakukan agar senyawa tidak rusak akibat sifat reaksi yang eksoterm saat hidrokuinon ditambahkan HNO3 pekat. Selain itu, proses kristalisasi juga berlangsung dalam suhu yang rendah. Wujud dari kristal nitrohidrokuinon ditunjukkan pada Gambar 5.
Tabel 3 Perbandingan sinyal proton pada PES standar dan sintesis melalui spektroskopi NMR Senyawa PES standar
Jenis H C-H aromatik (posisi orto dengan –O-) C-H aromatik (posisi orto dengan –SO2)
PES sintesis
C-H aromatik (posisi orto dengan –O-) C-H aromatik (posisi orto dengan –SO2)
12
(ppm) 7,91
Multiplisitas Doublet
7,09 7,87 7,02
Doublet Multiplet Multiplet
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5(1), 2010
Pembuatan Elastomer Termoplastik Menggunakan Inisiator Potassium Persulfate Dan Ammonium Peroksi Disulfate
116,9-117,5oC. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa tersebut tidak mengandung pengotor dan merupakan senyawa yang sama. Untuk mendukung kesimpulan ini, dilakukan pula uji KLT dengan eluen toluenaseton (1:1). Gambar 6 berikut ini menunjukkan hasil identifikasi dengan menggunakan sinar UV.
Gambar 5 Hasil sintesis nitrohidrokuinon Setelah kristal nitrohidrokuinon didapatkan, residu dari proses filtrasi dikumpulkan kemudian disimpan kembali pada suhu rendah hingga terdapat kristal nitrohidrokuinon yang baru. Hal ini diulangi hingga tidak terdapat kristal nitrohidrokuinon lagi dalam larutan. Melalui prosedur tersebut, didapatkan tiga sampel nitrohidrokuinon. Ketiga sampel tersebut diukur trayek leleh, uji KLT, uji dengan spektrofotometri IR, serta uji dengan spektroskopi NMR. Uji kelarutan dari ketiga hasil nitrasi hidrokuinon tersebut dilakukan dengan beberapa pelarut, yakni n-heksana, kloroform, dan toluen. Perbandingan dari ketiga hasil nitrasi tersebut ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Uji kelarutan nitrohidrokuinon dengan berbagai pelarut Sampel
Nitrohidroquinon 1 Nitrohidroquinon 2 Nitrohidroquinon 3
Pelarut n-heksana
Kloroform
toluen
Tidak larut
Larut
Tidak larut
Larut
Tidak larut
Larut
Larut (lama) Larut (lama) Larut (lama)
Dari hasil tersebut, sepintas dapat disimpulkan bahwa ketiga produk dari nitrasi hidrokuinon tersebut merupakan senyawa yang sama. Akan tetapi perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Uji titik leleh juga dilakukan untuk menentukan titik leleh dari senyawa nitrohidrokuinon serta meramalkan apakah senyawa tersebut sudah murni atau belum. Trayek leleh dari ketiga produk nitrasi hidrokuinon tersebut menunjukkan angka yang tidak terlalu jauh berbeda, yakni berkisar dari
Gambar 6 Hasil pengukuran KLT dengan penampak noda sinar UV. Ket: s1 : sampel 1, s2 : sampel 2, s3 : sampel 3, dan h : hidrokuinon
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ketiga produk nitrasi hidrokuinon memiliki nilai Rf yang sama dan memiliki kepolaran yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan hidrokuinon. Karakterisasi dengan spektroskopi IR ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Uji kelarutan nitrohidrokuinon dengan berbagai pelarut Senyawa Nitrohidrokuinon 1
Serapan (cm-1) 1688,7 1308,6
Nitrohidrokuinon 2
1650,7 1304,9
Nitrohidrokuinon 3
1655,1 1304,9
Hidrokuinon
3292,3 (broad)
Jenis getaran Gugus –NO2 aromatik Ikatan C-N aromatic Gugus –NO2 aromatik Ikatan C-N aromatic Gugus –NO2 aromatik Ikatan C-N aromatik Gugus –OH fenolik
Dari data spektrum IR tersebut terlihat bahwa pada hidrokuinon terdapat serapan pada 3292,3 cm-1 dan lebar. Hal ini mengindikasikan terdapatnya gugus –OH pada senyawa tersebut. Sementara itu, pada spektrum IR untuk ketiga sampel nitrohidrokuinon terdapat serapan pada bilangan gelombang sekitar 1655,1 cm-1 dan 1304,9 cm-1. Hal ini menunjukkan telah adanya
13
Nurrahmi Handayani, Buchari, Deana Wahyuningrum, Muhamad Ali Zulfikar
gugus –NO2 dan adanya ikatan C-N pada senyawa hasil sintesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penambahan gugus nitro pada hidrokuinon telah berhasil dilakukan. Untuk mengetahui struktur nitrohidrokuinon hasil sintesis secara pasti, dilakukan uji pengukuran dengan spektroskopi NMR. Hasil yang diperoleh tercantum dalam Tabel 6. Tabel 6 Puncak yang terdapat pada spektrum 1H dan 13 C spektrofotometri NMR untuk nitrohidrokuinon Jenis spektrum NMR 1 H 13
C
(ppm)
Keterangan
7,2400
Multiplisitas : singlet Integrasi : 1 Integrasi : 4
187,165 136,473
Pada spektrum 1H spektrofotometri NMR, hanya terdapat satu sinyal proton yakni pada geseran kimia 7,24 ppm. Hal ini terjadi jika senyawa aromatik hasil sintesis merupakan senyawa yang bersifat simetris. Dengan demikian dapat diramalkan ada dua gugus nitro yang terikat pada hidrokuinon. Sedangkan, pada spektrum 13C spektrofotometri NMR tersebut, terdapat puncak pada geseran kimia 76,69–77,33 ppm. Puncak ini merupakan puncak dari CDCl3 sebagai pelarut. Sementara itu, C aromatik memberikan geseran kimia pada 187,17 ppm yang mengindikasikan atom C kuartener yang berinteraksi dengan gugus –NO2, serta pada 136,47 ppm yang merupakan sinyal dari atom C kuartener yang mengikat –OH dan bersatu dengan C-H yang bersebelahan dengan C-NO2 sehingga memiliki sifat yang hampir sama dan memberi sinyal yang sama dengan C-OH aromatik. Itulah alasan mengapa sinyal pada 136,47 ppm memiliki integrasi yang tinggi. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis tersebut merupakan kelompok senyawa nitrohidrokuinon dimana kedua gugus nitro berada pada posisi orto terhadap gugus –OH aromatik. Visualisasi senyawa 4,6-dinitrohidrokuinon hasil sintesis ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Struktur nitrohidrokuinon hasil analisis
14
Senyawa 4,6-dinitrohidrokuinon yang telah disintesis akan menjadi prekursor bagi pembentukan PES ternitrasi. Hal ini merupakan tahapan yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan penelitian selanjutnya. Sintesis PES Ternitrasi. Sintesis PES ternitrasi dilakukan dengan melakukan polimerisasi kondensasi 4,6-dinitrohidrokuinon hasil sintesis dengan 4,4’-diklodifenil sulfon. Pelarut yang digunakan dalam polimerisasi ini tidak berbeda dengan pelarut yang digunakan saat dilakukan sintesis PES, karena kelarutan PES-NO2 memiliki kelarutan yang sama dengan PES yaitu larut dalam NMP. Toluen digunakan dalam reaksi ini adalah untuk mengontrol reaksi polimerisasi dan menarik air yang diproduksi agar tidak terjadi reaksi balik. Setelah dilakukan karakterisasi didapatkan hasil seperti yang terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 Karakteristik yang dimiliki oleh PES-nitro hasil kondensasi Karakterisasi Massa Produk
Nilai Rf Eluen: kloroform:aseton (1:1) Kelarutan Spektrum IR
Hasil 0,525 gr (hasil dari polimerisasi dengan komposisi 0,01 mol prekursor ). Persen rendemen <20% 0,94
Larut dalam aseton dan NMP, namun tidak larut dalam kloroform 1327,7 dan 1164,1 (SO2) 1255,1 (C-O-C) 1643,1 (NO2 aromatik)
Dari data hasil karakterisasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya perbaikan dari metode sintesis untuk mendapatkan rendemen yang besar dengan kemurnian yang tinggi. Kecilnya rendemen ini dapat diakibatkan karena pencucian dilakukan dengan jumlah pelarut yang banyak (600 mL) sehingga dapat dimungkinkan banyak polimer yang terbuang saat pencucian. Selain itu, dapat diakibatkan oleh kurang optimalnya proses pemanasan saat reaksi polimerisasi. Nilai Rf yang teramati saat dilakukan uji kromatografi lapis tipis diperoleh hasil 0,94. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Rf PES ternitrasi lebih besar dibandingkan nilai Rf PES yang tidak dilakukan modifikasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kepolaran dari PES setelah dilakukan nitrasi lebih rendah. Hal ini
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5(1), 2010
Pembuatan Elastomer Termoplastik Menggunakan Inisiator Potassium Persulfate Dan Ammonium Peroksi Disulfate
disebabkan karena gugus NO2 berada pada posisi simetris dan semakin besarnya ukuran molekul mengakibatkan sifat kepolarannya berkurang. Akan tetapi terdapat suatu kejanggalan, dimana saat dilakukan uji kelarutan PES ternitrasi tersebut larut dalam aseton. Sehingga, perlu dilakukan pengkajian ulang dan optimalisasi kondisi proses polimerisasi. Saat dilakukan analisis gugus ujung, PES ternitrasi memiliki beberapa puncak serapan yang menunjukkan adanya gugus SO2 (1327,7 dan 1164,61 cm-1), C-O-C (1255,1 cm-1), dan NO2 aromatik (1643,1 cm-1). Akan tetapi, intensitas dari puncak serapan-serapan tersebut masih sangatlah rendah sehingga perlu dilakukan optimalisasi dalam proses sintesis maupun pemurniannya. PES-nitro yang dihasilkan dari nitrasi PES dilakukan dengan mereaksikan PES dengan H2SO4 dan HNO3 pekat. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk meningkatkan kekuatan ionik dari NO2 sehingga terbentuk ikatan antara CNO2. Pencucian dilakukan dengan air karena selain PES memiliki kelarutan yang rendah dengan air, sisa asam yang tidak bereaksi dapat larut dalam air. Wujud dari PES-nitro merupakan polimer berwarna oranye dan ditunjukkan oleh Gambar 8.
Gambar 8 PES-nitro hasil nitrasi PES
Karakterisasi dilakukan melingkupi uji kelarutan, uji titik leleh, KLT dan spektrofotometri IR. Tabel 8 menunjukkan karakteristik yang dimiliki oleh PES-nitro hasil nitrasi PES. Tabel 8 Karakteristik yang dimiliki oleh PES-nitro hasil nitrasi PES Karakterisasi Rendemen Nilai Rf Eluen: NMP-aseton (1:1) Kelarutan Spektrum IR
Hasil 32% 0,94 Larut hanya dalam NMP 1304,9 dan 1118,2 (SO2) 1266,5 (C-O-C) 1666,2 (NO2 aromatik)
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa reaksi antara PES dengan asam nitrat dan asam sulfat pekat dapat menghasilkan PES-nitro dengan rendemen yang lebih baik dibandingkan PES-nitro yang disintesis dari prekursornya. Akan tetapi, karakteristik yang mendukung dapat digunakannya polimer tersebut untuk imobilisasi enzim akan dilakukan studi lebih lanjut. Penentuan Massa molekul dan Viskositas Intrinsik Polimer. Penentuan massa molekul dilakukan dengan metode viskometri dengan mengginakan viskometer Ostwald Fischer 100. Pelarut yang digunakan adalah NMP. Waktu alir ditentukan bagi NMP sebagai blanko dan PES dalam NMP dengan konsentrasi tertentu. Inkubasi dilakukan pada suhu 50oC dimana viskositas NMP pada suhu itu adalah 1 c.p. Viskometer merupakan alat yang digunakan untuk menentukan massa molekul suatu polimer berdasarkan pengamatan viskositas larutan polimer yang bergantung pada konsentrasi dan ukuran molekul.7 Informasi yang perlu didapatkan untuk menentukan massa molekul PES adalah dengan mencari nilai α dan K yang merupakan konstanta Mark Houwink untuk PES.8 Nilai α PES adalah 0,70 dan K adalah 33,8 x 10-5 dL molag1+a. Untuk menentukan viskositas suatu polimer dapat ditentukan terlebih dahulu waktu alirnya diantara kedua index line pada konsentrasi tertentu. Dari data waktu alir tersebut dapat dihitung viskositas spesifik dan viskositas tereduksi. Melalui kurva yang dialurkan antara viskositas tereduksi terhadap konsentrasi PES dalam NMP dapat ditentukan persamaan garisnya. Melalui persamaan garis tersebut dapat diketahui viskositas intrinsik PES. Setelah viskositas intrinsik diketahui, maka massa molekul pun dapat diketahui. Grafik viskositas terhadap konsentrasi ditunjukkan oleh Gambar 9. Berdasarkan grafik tersebut, viskositas intrinsik dan massa molekul PES hasil sintesis dengan refluks menggunakan toluen dan Dean Stark trap berturut-turut adalah 0,94 dan 83.234 g/mol. Sementara itu, viskositas intrinsik dan massa molekul PES hasil sintesis dengan microwave berturut-turut adalah 3,6707 dan 582.581 g/mol. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa PES yang disintesis dengan metode microwave menghasilkan PES dengan massa
15
Nurrahmi Handayani, Buchari, Deana Wahyuningrum, Muhamad Ali Zulfikar
molekul yang besar dan dapat digunakan untuk solid support dalam imobilisasi enzim.
30 25 20
y = 2300x + 0.94 R2 = 0.9857
15 10 5 0 0
0.002
0.004
Grafik viskositas tereduksi terhadap konsentrasi PES (refluks w/ toluen) dalam NMP viskositas tereduksi
viskositas tereduksi
Grafik viskositas tereduksi terhadap konsentrasi PES (refluks w/ toluen) dalam NMP
0.006
0.008
0.01
30 25 20
y = 2300x + 0.94 R2 = 0.9857
15 10 5 0 0
0.012
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
konsentrasi (g/mL)
konsentrasi (g/mL)
Gambar 9 Grafik viskositas tereduksi terhadap konsentrasi
Akan tetapi, hasil ini perlu pengkajian lebih lanjut mengingat belum ditemukannya literatur yang mendukung keabsahan hasil tersebut. Kesimpulan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian awal untuk imobilisasi enzim ini dapat disimpulkan bahwa senyawa nitro hidrokuinon dan PES telah berhasil disintesis. Massa molekul PES hasil sintesis dengan microwave menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan PES yang disintesis dengan refluks. Metode sintesis PES yang tepat untuk dilakukan pada tahap selanjutnya adalah dengan menggunakan microwave dan refluks dengan menggunakan rangkaian alat Dean-Stark trap dan menggunakan pelarut toluen untuk menghasilkan produk yang optimal. Modifikasi gugus fungsi dari PES juga berhasil dilakukan dan dapat digunakan sebagai solid support material untuk imobilisasi enzim.
5.
6.
7. 8.
9.
poly(ether sulfone)copolymer membranes for fuel cell applications, Journal of Power Sources, 2006, 158, 246–1250 Harrison, W.L, Synthesis and characterization of sulfonated poly(arylene-ethersulfone) copolymers via direct copolymerization: candidates for proton exchange membrane fuel cells, Dissertation, 2002. Keitoko, F., Kakimoto, M., dan Imai, Y., Synthesis and Properties of Aromatic Poly (ether sulfone)s and Poly (ether ketone)s Based on Methyl-Substituted Biphenyl-4,4’-Diols, Journal of Polymer Science: Part A Polymer Chemistry, 1994, 32, 317-322 Peacock, A.J., Handbook of Polyethylene Structure, Proterties, and Application, Marcel Dekker Inc, 2000, 236-240. Maes, C, dkk., Characterization of molar mass and dilute solution properties of PES with high glass transition temperature, Journal of Macromolecular Chemistry and Physics, 2003, 196.5, 1523-1538. Wei, C., Method for nitrating and aminating an aryl polymer, US Patent: 6878803; free patents online, 2005
Pustaka 1. Polyethersulfon Technicals Literature, Mitsui Chemical, Inc., 2009, 4 Maret, 1-28. 2. Weisse, H., Keul, H., Hocker, H., A New Route Carboxylated Poly(ether sulfone)s: Synthesis and Characterization, Polymer, 2001, 42, 5973-5978. 3. Rajasekaran, R., Alagar, M., Mechanical Properties of Polyethersulfone Modified epoxy/ 3,3′-bis(maleimidophenyl)phenylphosphine oxide (BMI) Intercrosslinked Matrices, Bull. Mater. Sci., 2008, 31, 853–858. 4. Krishnan, N.N, Kim, H.J.,Prasanna, M., Cho, E., Shin, E.M., Lee, S.Y., Oh, I.H.,Hong, S.A.,Lim, T.H., Synthesis and characterization of sulfonated
16
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 5(1), 2010