Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1 (2), 2006, h. 87-92
Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus menjadi Hot Metal di dalam Kupola Adil Jamali dan Muhammad Amin UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung – LIPI Jln. Ir. Sutami Km.15, Kec. Tanjung Bintang, Lampung Email:
[email protected] Abstrak. Telah dilakukan penelitian pengolahan bijih besi halus menjadi hot metal atau pig iron menggunakan kupola udara panas. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah penguasaan teknologi pengolahan bijih besi halus dari tambang menggunakan kupola udara panas dan peningkatan efisiensi pemakaian reduktor dari 1,1 ton/ton pig iron dalam blast furnace sebelumnya menjadi 0,775 ton/ton pig iron. Pada percobaan dengan pellet bijih besi segar terbukti bahwa operasi berlangsung lancar, dari blowing-in, tapping besi cair dan slag serta blowing-out berjalan aman. Sebanyak + 100% besi dari pellet dapat di konversi menjadi hot metal dengan rasio pemakaian bahan bakar sebesar 0,775 ton kokas/ton besi cor. Komposisi pellet dan scrap cor dalam umpan adalah 0% minimal sampai dengan 100% pellet. Besi cor yang dihasilkan termasuk jenis kelabu. Proses pengolahan pellet bijih besi halus menjadi hot metal menggunakan kupola udara panas secara teknis berhasil dilaksanakan menghasilkan hot metal atau pig iron dengan komposisi kimia yang memenuhi standar pasar dan siap digunakan sebagai bahan baku baja paduan serta slag sebagai hasil samping pengecoran yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku semen, fertilizer, isolator dan sebagainya. Kata kunci: pellet bijih besi, kupola, hot metal.
Pendahuluan Pig iron sebagai bentuk padat dari hot metal adalah bahan baku industri pengecoran logam besi atau iron foundry yang saat ini seluruhnya masih diimpor. Sebelum krisis ekonomi 1997 dengan nilai tukar dolar Amerika yang relatif rendah, industri kecil pengecoran masih leluasa menggunakan bahan baku pig iron impor. Dengan berlipatnya nilai tukar dolar, dewasa ini industri kecil semakin sulit memanfaatkan pig iron impor. Pig iron produksi dalam negeri jumlahnya sangat kecil. Pig iron dibuat dari daur ulang scrap bubutan bahan cor. Untuk memperkuat daya saing industri kecil pengecoran yang terbukti menyerap banyak tenaga kerja, pemikiran untuk usaha pembuatan Pig iron di dalam negeri perlu dihidupkan kembali. Saat ini industri kecil mengandalkan bahan baku dari daur ulang scrap cor yang jumlahnya terbatas, sehingga sering kehilangan kesempatan untuk menangani pembuatan produk dalam jumlah besar. Dalam upaya menghidupkan kembali industri pig iron, perhatian perlu diarahkan pada pabrik Percobaan Pengolahan Bijih Besi LIPI di Lampung. Setelah berproduksi selama +7 tahun pada tahun 1996 pabrik diberhentikan karena mengalami beberapa kendala, di antaranya:
1. Keterbatasan penyediaan arang kayu sebagai reduktor dan belum adanya pabrik kokas di dalam negeri sebagai pengganti arang kayu. 2. Terbatasnya penyediaan bahan baku bijih bongkah (lump ore) 3. Efisiensi bahan bakar/reduktor yang masih rendah + 1,1 ton arang kayu/ton pig iron 4. Keterlambatan scale up pabrik percobaan ke skala industri karena terbatasnya dana investasi. Persyaratan agar industri pig iron efisien adalah perlu adanya pabrik kokas di dalam negeri atau pabrik kokas menjadi satu paket terintegrasi dengan blast furnace plant. Hal ini karena sebagian besar biaya berasal dari kokas. Sementara itu di Indonesia pada dasarnya tidak mempunyai cadangan batu bara “coking” sebagai bahan baku pembuatan kokas. Permasalahan kokas memang komplek, lebih-lebih jika skala produksi pig iron masih rendah. Untuk sementara, diasumsikan kokas akan diperoleh dari impor, sambil berusaha meneliti penggunaan kokas briket dari batu bara lokal. Sebagai usaha memecahkan permasalahan tersebut akan dilakukan penelitian dengan batasan masalah sebagai berikut: penelitian akan diarahkan untuk memperbaiki atau mencari altenatif proses selain blast furnace sehingga kendala yang tersebut
Dapat dibaca di www.kimiawan.org/journal/jki
Adil Jamali dan Muhammad Amin
di atas dapat diatasi. Dari hasil studi pendahuluan, proses tersebut adalah proses pengolahan bijih besi halus menggunakan kupola udara panas. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah penguasaan teknologi pengolahan bijih besi halus dari tambang menggunakan kupola udara panas dan peningkatan efisiensi pemakaian reduktor dari 1,1 ton/ton pig iron dalam blast furnace sebelumnya menjadi 0,7 ton/ton pig iron. Percobaan Peleburan Bahan dan peralatan. Bahan-bahan yang digunakan meliputi: bijih besi segar dari tambang, bentonit, batu kapur CaCO3, batu bara, scrap cor, scrap baja, ferosilikon, bata api, semen api serta castable. Peralatan yang dipergunakan dalam percobaan ini adalah: satu unit kupola udara panas dilengkapi dengan hoist pengumpan, blower dan penukar panas; peralatan tapping, meliputi pipa untuk tapping, ladle penampung 400 kg, ladle penuang 30 kg dan hoist hot metal; alat-alat ukur, tekanan dan suhu; alat pembuat briket, yaitu mesin briket dan mixer; alat pembuat pellet dan hammer mill; serta alat analisis kimia untuk bahan baku dan komposisi produk. Prosedur percobaan. Percobaan peleburan bijih besi halus dari tambang (bijih segar) 1. Pemecahan dan penghalusan bijih besi dengan hammer mill sampai dengan - 80 mesh. 2. Pemecahan batu bara sampai dengan - 80 mesh. 3. Pencampuran bijih besi + batu bara + pengikat bentonit dan air. 4. Pembuatan pellet di pelletizer (mesin pellet). 5. Pengeringan di udara terbuka + sinar matahari. 6. Test reduksi di laboratorium dengan muffle furnace pada suhu dan waktu reduksi yang bervariasi. 7. Analisis hasil reduksi untuk mengetahui proses reduksi. 8. Pengeringan pellet hingga mempunyai kuat tekan tertentu ( minimal + l kg/cm2 ) yang mampu bertahan di kupola. 9. Peleburan di kupola dengan umpan bertahap dari 0% pellet dan 100% pellet. 10. Analisis hasil pengecoran. Prosedur percobaan digambarkan dalam diagram alir Gambar 1, sedangkan peta alir proses sesuai simbol industri dapat dilihat pada Gambar 2.
88
Gambar 1. Diagram alir proses peleburan bijih besi halus di dalam dapur kupola
Hasil dan Pembahasan Hasil Percobaan. Percobaan peleburan pellet dalam kupola. Percobaan peleburan pellet dalam kupola dilakukan secara bertahap dari umpan pellet bijih besi 0% sampai 100%. Hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(2), 2006
Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus Menjadi Hot Metal di dalam Kupola
Bahan baku bijih besi, bentonit, batubara, scrap, batu kapur, ferosilikon di gudang Bahan baku dibawa ke dapur kupola
Bijih besi, bentonit dan batubara dibawa ke mesin mixer Bijih besi, bentonit dan batubara dicampur di mixer Bijih besi, bentonit dan batubara dibawa ke mesin pellet Bijih besi, bentonit dan batubara dipelletizing Pellet bijih besi dibawa ke penjemuran selama
Proses peleburan di kupola Proses pencetakan benda jadi Didinginkan 1 malam Pengecekan kualitas Tidak Ya Finishing Penyimpanan di gudang Dikirim ke pemesan
= proses ;
Jenis
Jumlah, kg
Pillow block
1060
Hasil Analisis Kimia Produk Jadi/Hot Metal Tabel 2. Hasil Analisis Kimia No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Unsur Kimia Si C Mn P S Fe
Hasil, % 1,404 3,500 0,760 0,014 0,020 94,102
Hasil Analisis Kimia Slag.
Dibawa ke bagian atas kupola dengan hoist
= penyimpanan;
Scrap Pellet bijih besi Kokas Batu kapur Ferosilikon
Jumlah, kg 540 1300 840 328 30
1
Penimbangan komposisi bahan baku
Keterangan :
Produk Jadi (Hot metal)
Bahan baku Jenis
Bahan baku digrinding/screening
Dibiarkan angin-angin minggu supaya kering
Tabel 1. Hasil Percobaan Peleburan Pellet Bijih Besi dalam Kupola
= pengiriman
= pengecekan kualitas
= istirahat/menunggu Gambar 2. Peta Alir Proses (Flow Process Chart) Berdasarkan Simbol Industri. Peleburan Bijih Besi di Dapur Kupola
Tabel 3. Hasil Analisis Terak/Slag No. 1. 2. 3. 4. 5.
Unsur Kimia SiO2 CaO FeO Al2O3 MgO
Hasil, % 44,50 39,12 0,28 5,24 0,86
Pembahasan. Percobaan peleburan pellet dalam kupola. Pellet yang dilebur di kupola harus cukup kuat menahan beban material di dalam kupola, gaya gesek serta suhu. Dalam percobaan ini kuat tekan pellet belum diukur, sebagai pendekatan digunakan cara “test jatuh”. Pellet dijatuhkan dari ketinggian 3 (tiga) meter ke tumpukan kokas dan scrap cor kemudian diamati persentase yang pecah. Proses penguatan pellet dilakukan dengan pengeringan alami selama 24 jam kemudian pengeringan dengan sinar matahari selama 10 jam. Dari hasil pengamatan ternyata persentase pellet yang pecah dan tergores menjadi debu sangat kecil sehingga tidak terlihat ada perubahan dalam lubang kupola. Dari hasil penimbangan logam besi terbukti bahwa hampir 98% besi yang terkandung dalam pellet di konversi menjadi hot metal. Dari percobaan dapat diamati bahwa produk besi yang dihasilkan cukup encer, mudah mengalir dengan suhu yang cukup untuk penuangan. Jenis besi cor adalah besi cor kelabu. Besi kelabu dapat
89
Adil Jamali dan Muhammad Amin
diperoleh dengan penambahan ferrosilikon. Produk slag umumnya berwarna hitam dan encer menunjukan ada sebagian mengandung FeO + 0,28%. Slag yang terbentuk memiliki basisity 0,88. Dengan basisity tersebut, menunjukkkan bahwa proses di dalam kupola berlangsung lancar, umpan padatan dapat turun dengan lancar. Suhu di kupola dan cerobong normal seperti pada pengecoran scrap/pig iron. Tapping umumnya lancar dengan mekanisme pembukaan lubang dengan pemukulan menggunakan batang besi dan palu. Pembukaan dengan oksigen hanya pada akhir tapping dan selanjutnya karena teknik penutupan lubang yang tidak tepat. Jadi bukan karena penurunan suhu. Suhu hot metal cukup baik tidak berbeda dengan operasi peleburan scrap/pig iron. Rasio bahan bakar atau reduktor adalah sebesar 0,775 ton kokas/ton hot metal. Dari pengamatan rasio ini masih dapat diturunkan lagi. Sesuai target akan diturunkan menjadi 0,7 ton/ton pada percobaan selanjutnya. Selain itu agar ekonomis akan digunakan reduktor briket batu bara sebagai pengganti kokas. Blow-out pada akhir operasi dan pembukaan tutup bawah kupola dapat dilakukan dengan lancar dan kupola telah siap beroperasi kembali. Pada akhir blow-out masih tersisa kokas yang cukup banyak sehingga suhu cerobong kupola meningkat. Hal ini dapat diatasi dengan penurunan rasio kokas dan penentuan akhir operasi yang tepat sehingga setelah tapping terakhir tidak perlu ditiupkan blower lagi tetapi langsung dibuka tutup bawah kupola. Jadi secara teknis percobaan ini telah berhasil melebur pellet bijih besi menghasilkan hot metal yang memenuhi syarat jika dicetak menjadi pig iron. Percobaan selanjutnya diarahkan untuk peningkatan efisiensi bahan bakar sehingga prosesnya lebih ekonomis. Jumlah scrap dalam umpan adalah 540 kg, sedangkan pellet bijih besi yang dimasukan 1300 kg. Dalam perhitungan ideal, 1300 kg pellet bijih besi menghasilkan besi = 1300 kg x 0,75 x 0,58 kg = 565,5 kg. Besi dari scrap 96% jadi hot metal = 0,96 x 540 kg = 518,4 kg. Jadi besi yang diharapkan menjadi hot metal = 565,5 + 518,4 = 1083,9 kg. Hasil penimbangan besi yang tercetak dan tidak tercetak/scrap hasil peleburan = 1060 kg. 1060 Jadi tingkat perolehan = 100% = 97%. 1083,9 Dari hasil analisis komposisi kimia hot metal (Tabel 2) dapat dilihat bahwa hasil pengecoran hot metal berjenis kelabu dan dapat digunakan menjadi
90
bahan dasar pembuatan baja paduan. Dari hasil analisis komposisi kimia terak/slag (Tabel 3) bahwa terak tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen, keramik, fertilizer, dan sebagainya dikarenakan sifat slag yang glassy (kandungan SiO2 tinggi). Proses peleburan bijih besi halus dari tambang di dalam kupola dapat disejajarkan dengan proses yang terjadi di blast furnace dengan sedikit perbedaaan dari segi kinetika reaksi. Di dalam blast furnace, bijih besi atau besi oksida direduksi oleh karbon dioksida (CO) yang terbentuk sebagai hasil perubahan karbon dalam lingkungan reduksi. Agar dapat dilebur dalam kupola yang relatif lebih pendek dari blast furnace, waktu reaksi harus dipercepat dari 6 – 7 jam menjadi 1/2 jam maksimal. Percepatan reaksi diperoleh dengan cara memperpendek difusi CO, yaitu menyediakan ruang reduksi di dalam pellet yang menyebar lebih banyak. Bijih besi halus dicampur dengan karbon (dari batu bara, kokas halus) kemudian dicampur pengikat (bentonit) lalu dibuat pellet. Dengan pemanasan >1000C karbon akan bereaksi menjadi CO yang langsung bertemu dengan bijih besi di sebelahnya sehingga terjadilah reaksi reduksi. Di dalam pellet, reduksi ini merupakan reaksi yang sekunder. Mekanisme reaksi yang utama merupakan reaksi reduksi langsung oksida besi oleh karbon. Suhu reaksi yang lebih tinggi >1200C juga dimungkinkan sehingga reaksi besi lebih cepat. Sebagai gambaran reduksi dalam pellet campuran dapat dilihat pada Gambar 3. Reduksi pellet bijih besi di dalam dapur kupola: - di dalam pellet, reaksi utama Fe2O3 + 3C 2FeO + 3CO - reaksi sekunder Fe2O3 + 3CO 2FeO + 3CO2 Dengan perkataan lain proses fisik difusi yang lambat dipercepat dengan proses mekanik yaitu penghalusan bijih dan reduktor serta pencampuran dan pembuatan pellet. Dengan cara ini maka bijih pellet – campuran dapat dilebur dalam kupola udara panas dengan waktu tinggal kurang dari 1/2 jam. Perhitungan Tekno-Ekonomi. Hot metal hasil pengecoran selanjutnya dicetak menjadi produk jadi contohnya seperti pillow block. Perhitungan teknoekonomi dari percobaan ini diuraikan pada Tabel 4.
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(2), 2006
Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus Menjadi Hot Metal di dalam Kupola
Gambar 3. Kinetika reduksi pellet bijih besi yang mengandung karbon di dalam dapur kupola Tabel 4. Data Output dan Input Pengecoran Pellet Bijih Besi di Kupola Deskripsi
Kuantitas
Harga Satuan (Rp)
Nilai Total (Rp)
OUTPUT - Pillow block OUTPUT TOTAL INPUT MATERIAL - Bijih besi - Batubara - Bentonit - Scrap cor - Kokas Batu Kapur Ferrosilikon
1060 kg
6.500
6.890.000 6.890.000
1300 kg x 75% 1300 kg x 20% 1300 kg x 5% 540 kg 840 kg 328 kg 10 kg
250/kg 300/kg 400/kg 2500/kg 3000/kg 100/kg 14.000/kg
243.750 78.000 26.000 1.350.000 2.520.000 32.800 140.000
INPUT TENAGA KERJA Pekerja langsung
8 orang x 1 shift
25.000/orang
200.000
8 jam x 1 shift
12.500/jam
100.000
1060kg
2000/kg
2.120.000
INPUT ENERGI Energi listrik INPUT FINISHING - Biaya penghalusan INPUT TOTAL
Output total 6.890.000 Produktivitas total = Input total 6.810.550 = 1,01167
6.810.550
Nilai produktivitas total sebesar 1,01167 dapat diinterpretasikan bahwa setiap penggunaan input total sebesar Rp. 1 juta akan mengalami output sebesar Rp. 1,01167 juta. Dalam arti setiap penggunaan uang sebesar 1 juta, kita akan mengalami keuntungan 0,01167 juta (11.167).
91
Adil Jamali dan Muhammad Amin
Kesimpulan Dari percobaan yang dilakukan, hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. Proses pengolahan bijih besi halus menjadi hot metal menggunakan kupola udara panas secara teknis dan ekonomis berhasil dilaksanakan menghasilkan hot metal atau pig iron. 2. Pada percobaan dengan pellet bijih besi segar terbukti bahwa operasi berlangsung lancar, dari blowing-in, tapping besi cair dan slag serta blowing-out berjalan aman. Sebanyak +97% besi dari pellet dapat di konversi menjadi hot metal dengan rasio pemakaian bahan bakar sebesar 0,775 ton kokas/ton besi cor. Komposisi pellet dalam umpan adalah 0% minimal sampai dengan 100% pellet. Besi cor yang dihasilkan termasuk jenis kelabu. 3. Secara ekonomis, produktivitas total diperoleh adalah 1,01167 yang berarti bahwa dalam penggunaan Rp. 1 juta memperoleh keuntungan Rp. 11.670.
92
Pustaka 1. Kitaev, B.I.; Yurosinko, Yu.G.; Suckov, V.P. Heat Exchange in Shaft Furnace. 1st ed Pergamon Press: Oxford, 1967. 2. Biswas, A.K. Principles of Blast Furnace Iron Making. Cootha Publishing House: Brisbane, 1981. 3. Voest – ALPINE Industrieanlagenbau. Finmet – the DR I – technology for the New Millenium dalam Prosiding Seminar Sehari Bidang Logam Masyarakat Material Indonesia, 2000. 4. Tennies, W.L.; Lepinski, J.A.; Kopfle, J.T. The Midrex RHF Process A Simple, Economic Iron making option, SEAISI Indonesia Seminar on Altenative Iron – making technologies, 1990. 5. Goksel, M.A.; Weiss, F.J.; Kaiser, F.T. Production of Hot Metal from Carbon – bearing Iron Oxide Pellets by the pelletech (PTC) Process. Iron and Steel Engineers, 1986, 34–40. 6. Peters, A.T. Ferrous Production Metallurgy. John Willey and Sons: New York, 1982. 7. Gaspersz, V. Manajemen Produktivitas Total. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 1998. 8. Sritomo Wignjosoebroto. Pengantar Teknik Industri. PT. Guna Widya: Jakarta, 1993.
Jurnal Kimia Indonesia Vol. 1(2), 2006