Volume I, Nomor 1
Jurnal ilmu sistem Ruang bagi diseminasi gagasan dalam lingkup pengkayaan kajian ilmu sistem dan aplikasinya
2012
Center for System – www.centerforsystem.com
ISSN: 2302-2108 Volume I, Nomor 1, September 2012
Jurnal Ilmu Sistem merupakan ruang bagi diseminasi gagasan dalam lingkup pengkayaan kajian ilmu sistem dan aplikasinya. Sebagai sebuah ruang, Jurnal Ilmu Sistem hendak merentang batas-batas obyektifitas dalam kajian Sistem, dengan cara memberikan posisi, kesempatan setara bagi tiap perspektif, untuk tampil dan memperkaya kehadiran Ilmu Sistem dan menggerakkan proses perubahan bangsa. Dengan ruang ini, Jurnal Ilmu Sistem mengundang para Intelektual untuk menawarkan gagasannya, yang dapat dikirimkan kepada Redaksi. Jurnal Ilmu Sistem ini diterbitkan oleh Center for System yang merupakan kelompok Intelektual pemerhati dan profesiaonal dalam bidang sistem, terbit setahun tiga kali, yaitu di bulan September, Januari dan Mei.
ii
ISSN: 2302-2108 Volume I, Nomor 1, September 2012
Penanggung jawab
: Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE Direktur Center for System
Dewan Editor Ketua
: Prof. Dr. Suhendar Sulaeman
Anggota
: Prof. Dr. Kholil Prof. Dr. Ir. Marimin (IPB) Prof. Larianda Baka (Unhalu) Dr. Ir. I Ketut Gunarta, MT. (ITS) Dr. Didik Purwadi (UGM) Dr. Agung Suryawan (UNUD)
Alamat Redaksi: Apartemen Kalibata City Blok J-19 bk Jl. Kalibata Raya No 1, Jakarta Selatan 12750 Indonesia Telp. +62 819 0860 5358 Fax. +62 21 872 8214 Email:
[email protected] Penerbit:
Center for System berkerjasama dengan Penerbit Guna Widya, Surabaya
iii
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur kita sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang atas perkenanNya, jurnal Ilmu Sistem edisi perdana dapat diterbitkan sebagai upaya meningkatkan khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia. Jurnal Ilmu Sistem triwulan diterbitkan Center for System ( CS ), wadah intelektual bagi para ahli dan praktisi Ilmu Sistem yang bertujuan untuk ikut serta dalam program pencerdasan kehidupan bangsa. Pada edisi perdana ini, dimuat buah fikir dari. Ir. Eriyatno MSc. Ph. D.(CS), Dr. Nugroho Ananto (Bappenas), Dr. Sjofjan Bakar (Kemendagri), dan Prof. Dr. Kholil (CS) yang memanfaatkan Soft System Methodology untuk penyusunan kebijakan publik. Selanjutnya tulisan dari Dr. Ir. Rakhma Oktavina (Univ. Gunadarma) yang menerapkan Hard System Methodology untuk rancang bangun sistem manajemen. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi pada penerbitan edisi perdana ini, kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya, terutama kepada Dr. Ketut Gunarta, Ir. Liesa Larasati MBA, Ir. Arfian Muslim Msi, Ir. Nunung Nurhayati Msi. Serta para asisten editor. Semoga Allah SWT memberkahi karya kita bersama.
Jakarta, 5 September 2012
Prof. Dr. Suhendar Sulaeman Ketua Dewan Redaksi
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................v DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... vi STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL DALAM SISTEM EKONOMI KOMPARATIF ....... 1 REKAYASA SISTEM PENGENDALIAN PERTAMBANGAN GALIAN NON LOGAM ........................................ 6 APLIKASI SOFT SYSTEM METHODOLOGY DALAM STRATEGI PENGELOLAAN IRIGASI REGIONAL ........... 9 RANCANG BANGUN SISTEM PERENCANAAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI ....................... 11 REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI UNTUK PENGUKURAN KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL ..... 13
vi
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DAN KECIL DALAM SISTEM EKONOMI KOMPARATIF OLEH : PROF. DR. ERIYATNO Director, Center for System Usaha Mikro dan Kecil ( UMK ) adalah tulang punggung perekonomian bangsa dan mempunyai fungsi strategis dalam memperluas lapangan kerja. Membangun UMK merupakan persoalan yang kompleks, dinamik dan stokastik. Oleh karena itu diperlukan pendekatan sistem yang berkarakter sibernetik, holistik dan efektif guna mendapatkan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan. Sistem Ekonomi Komparatif yang berbasis sumber daya lokal serta dijiwai patriotisme, dirancang untuk pengembangan UMK di Indonesia. Melalui Berfikir Sistem dengan teknik SAST dan Survei Pakar, strategi yang direkomendasikan adalah Penyesuaian ( suitability ), Penyetaraan ( equality ), Kelenturan ( flexibility ), Adaptasi (adaptability ) dan Keterhubungan ( connectivity ). Sedangkan model bisnis yang efisien bagi UMK adalah sistem klaster komoditi unggulan daerah, baik dalam jalur rantai pasok maupun usaha pendukung dan pelengkap. Dengan berkembangnya UMK didaerah maka tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat tercapai secara efektif. Kata kunci : Berfikir Sistem, UMK, strategi pembangunan.
LATAR BELAKANG
ternyata pembelajaran ilmiah itu menjadi wahana inovasi dan kreatifitas.
Pada tahun 2011 saya menulis buku tentang Sistem Ekonomi Komparatif yang titik berat isinya adalah menjelaskan asal muasal terjadinya Krisis Finansial Global 2008 dan pemahaman akan ideologi Neoliberalisme. Buku tersebut merupakan hasil kajian selama tiga tahun, menelaah persoalan ekonomi meskipun latar belakang akademis tidak searah. Sebagai ahli sistem, pengalaman berkecimpung di dunia ilmu ekonomi sangat menantang, namun dengan Berfikir Sistem (System Thinking)
Makalah ini saya tulis sebagai kelanjutan pendalaman atas kiprah para analis ekonomi neoklasik yang terus berpegang pada dogma fundamentalisme pasar dalam menyikapi timbulnya krisis di zona euro. Pergolakkan yang terjadi di Yunani, dan kemudian mungkin segera di Spanyol dan Italia, ternyata merupakan ladang empuk para ekonomi arus utama (mainstream) dalam menyebarkan modelmodel analisis matematik tanpa perlu menelaah realitas sosial. Asumsi 1
positivisme ekonomi menjadi benar saat para ekonom selebriti menulis di korankoran terkemuka ataupun tebar pesona di televisi terkenal. Ini bisa masuk kategori Counterknowledge.
mempengaruhi praktek manajemen, proses pengambilan keputusan dan riset kebijakan. Berfikir Sistem sudah menjadi tradisi sebagai justifikasi teoritis atas metode yang praktis seperti Operation Research. Keberhasilan Berfikir Sistem dalam menolong disiplin ilmu lain berkembang, telah mendorong keyakinan atas gerakan modernisasi kesisteman itu sendiri terhadap konsep serta metodenya.
Makalah kesisteman ini akan tidak ada artinya bila didasarkan pada irrasionalitas dan tanpa bukti empiris. Namun saya juga tidak ingin terjebak dalam perdebatan tanpa konklusi, sehingga pembelajaran dengan memanfaatkan Soft System Methodology dilakukan. Makalah ini berupaya menyampaikan kaidah ilmiah yang mengandung nilai-nilai kebangsaan sebagaimana dicantumkan pada Pancasila dan UUD 1945. Saya ingin menyampaikan olah fikir dan gagasan konstruktif agar haluan perekonomian negara tidak keluar dari rel cita-cita nasional. Ditengah gejolak ekonomi dunia, kita harus mampu menjaga martabat bangsa dan kedaulatan negara melalui sektor yang menyentuh harkat hidup rakyat yaitu Usaha Mikro dan Kecil.
Tradisi sistem telah mencapai kematangannya pada awal abad ke-21 sehingga melahirkan berbagai terminologi mashur melalui kamus kesisteman, yakni elemen, hubungan, batasan, input, transformasi, output, lingkungan strategis, umpan balik, attribute, tujuan, komunikasi, pengendalian , identitas dan hierarchy (jenjang). Beberapa ahli sistem menekankan pengkajiannya pada perilaku sistem dunia nyata, sementara ahli sistem lainnya terfokus pada pengembangan metodologi berbasis ide dan prinsip sistem guna mempengaruhi atau mengubah suatu sistem. Bagaimanapun juga, kedua kelompok tersebut bersamaan memanfaatkan asumsi keberadaan sistem serta tentang pengertian dan penggunaan terminologi sistem. Inilah yang kemudian pada tahun 1980-an melahirkan era-sintesa dan tradisi ”Critical System Thinking (CST)”, meskipun mendapat perlawanan hebat dari para pemikir ilmiah tradisional dan kelompok pemuja “analisa”.
BERFIKIR SISTEM Berfikir sistem sebenarnya sudah mempunyai sejarah dan tradisi yang lama sekali, namun pada awal 1950, barulah mulai terbentuk menjadi disiplin ilmu dengan dipublikasikannya tulisan Wiener dalam Cybernetics dan Von Bertalanfy pada General System Theory. Pendekatan ilmiah tersebut segera populer dan sukses, dimana Berfikir Sistem sejak tahun 1970-an sangat 2
Perubahan tradisi yang amat terkenal dalam Berfikir Sistem adalah pindahnya Checkland pada tahun 1981, dari “System Engineering” menjadi “Soft System Methodology (SSM)”. Dari cara berfikir keteknikan yang berurusan dengan disain dan produksi barang dan jasa, berubah ke SSM yang menelaah konstruksi mental dari para pengkaji sistem. Sejak itu berkembanglah modelmodel abstrak yang berkemampuan menghasilkan konsepsi pemikiran para pakar dalam bentuk “group-thinking”. SSM menjadi alat yang sangat efektif dalam riset kebijakan dan manajemen analisis. Meskipun demikian metodologi sistem yang telaahannya mendasarkan pada model-model matematik seperti sistem dinamik juga terus berkembang sebagai jembatan pada realita dan fakta yang didukung data empiris. Profesor Flood dari University of Hull, mengalami kesulitan sewaktu berproses mengkonversikan Berfikir Sistem menjadi SSM. Pada akhirnya, kedua paradigma dalam gugus Berfikir Sistem bisa berjalan beriringan, malah saling melengkapi (Komplementer).
seraya senantiasa mengembangkan kemampuan organisasi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Pada hakekatnya LO mempunyai lima disiplin utama yaitu: 1. Personal mastery : keunggulan individu 2. Mental model
: abstraksi
realitas 3. Team learning
:
pembelajaran berkelompok 4. Shared vision
: berbagi
visi 5. System thinking
: berfikir
sistem Makalah ini tidak membahas secara rinci masing-masing unit disiplin tersebut karena memerlukan pendalaman yang eksklusif; namun patut digarisbawahi disiplin ke lima yaitu Berfikir Sistem. Pendapat Senge menyatakan bahwa berfikir sistem mengutamakan cara pandang terhadap pola-pola keseluruhan, integratif dan penyatuan yang utuh. Prinsip berfikir sistem adalah totalitas menyeluruh akan melebihi jumlah dari setiap bagian. Dalam bahasa matematik, persamaan integral (dx) lebih utuh daripada persamaan aljabar (xi); karena realitas alamiah bersifat continuum bukan diskrit.
Mulai terbebas dari tekanan para ilmuwan konvensional, tradisi sistem berkembang pesat setelah Peter Senge pada tahun 1990-an menerbitkan buku The Fifth Dicipline, yang mengenalkan organisasi pembelajaran atau “Learning Organization (LO)”. Menurut Senge, LO adalah wadah dimana sekumpulan manusia tidak henti-hentinya berupaya menemukan realitas mereka dan bagaimana mereka merubah realitas
Tradisi sistem sejak tahun 2005 bermetamorfose dengan cepat setelah terjadi krisis finansial global. Revolusi 3
berfikir sistem dikaitkan dengan berkembangnya konsep dan teori manajemen krisis. Sampai saat ini berbagai inovasi dan metodologi sistem berkembang sejalan dengan popularisasi chaos theory dan teori kemungkinan (possibility theory). Menerapkan tradisi Berfikir Sistem lebih berkemampuan dalam telaah sosial dan aspek sumberdaya manusia. Tradisi sistem selanjutnya terus berkembang menyingkirkan pemikiran ilmiah tradisional yang memuja proses analisa dari elemen terkecil dan berpusat pada faktor yang paling berpengaruh saja. Berfikir Sistem telah merubah komunitas ilmuwan; dari kerja sendiri menjadi berfikir bersama.
sistem mempunyai landasan intelektualitas. Yang dimaksud falsafah disini, terbatas pada falsafah yang mendasari pemakaian ilmu, jadi sama sekali tidak menyentuh aspek peri kehidupan seperti moralitas dan religi. Falsafah Sistem hendaknya diperlakukan sebagai titik tolak proses berfikir seorang ilmuwan yang mempraktekkan Ilmu Sistem. Falsafah
sistem
pada
proses
berfikir dalam pengkajian kesisteman mempunyai tiga ciri yaitu : Sibernetik atau goal oriented, yaitu manakala seseorang mulai berfikir menelaah suatu sistem; dia harus menetapkan tujuan-tujuan (objective) baik tujuan dari sistem itu sendiri maupun tujuan dari pengkajian yang dia akan lakukan. Proses berfikir sibernetik akan menuntun pada pandangan positif dan membangun kreatifitas guna mencari solusi yang inovatif untuk mencapai tujuan. Pemikiran sibernetik selalu memperlakukan permasalahan (problems) sebagai halangan (obstacles) untuk merealisasikan tujuan atau sebagai keterbatasan (constraints) guna mencapai sasaran yang ditetapkan.
Seorang berfikir sistem bilamana memandang sistem sebagai gugus elemen yang saling berkaitan yang terorganisasi secara baik sebagai jalan untuk mencapai sesuatu, yang sering dikategorikan “tujuan”. Apabila kita mendalami istilah tersebut maka sistem pasti memiliki tiga perihal yaitu elemenelemen, keterkaitan (interconnection) dan sebuah fungsi atau tujuan. PENDEKATAN SISTEM Yang membedakan proses berfikir keilmuan dari satu disiplin ke disiplin lain bisa ditinjau dari segi falsafah, karakter maupun strukturnya. Berdasarkan pengalaman di berbagai bidang ilmu dan program studi untuk mata ajaran Metodologi Penelitian, saya menyimpulkan bahwa falsafah harus didahulukan sehingga proses berfikir
Holistik berarti cara pandang yang utuh dan tidak mereduksi persoalan yang dihadapi. Holistik juga merupakan paradigma komprehesif dalam mengkaji suatu sistem; sehingga mampu merangkai elemen-elemen menjadi kesatuan dan tidak terpisah-pisah sewaktu membahas perilaku sistem tersebut. Pemikiran holistik menolak 4
cara reduksionis yang sering dipakai para analis guna mendalami faktorfaktor yang signifikan. Pandangan holistik sering mengundang kompleksitas. Oleh karena itu diperlukan metodologi sistem yang berkemampuan untuk merekayasa pemikiran bersama para pakar multi disiplin.
(world view) pada perihal yang dikaji. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah bagaimana mengatasi perubahan dengan permodelan sistem; karena dinamika lingkungan sistem selalu bergerak pada pola perubahan tertentu. Proses berfikir sistem bergerak melingkar dari titik tolak falsafah kemudian ke struktur dan berakhir pada karakter. Lingkaran proses berfikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Efektif yang mengedepankan proses ilmiah, apakah bersifat konseptual atau fisik, dengan klasifikasi hasil bisa dioperasionalkan. Hal ini berarti, berfikir sistem tidak boleh menghindari realitas dan asumsiasumsinya pun nyata dan dapat dibuktikan kejadiannya. Berfikir efektif sangat disukai para manajer dan pengambil keputusan, karena langsung dapat mereka tetapkan tidak lanjut atas rekomendasi ahli sistem. Seringkali para pakar terbenam dengan analisa sehingga tidak mampu memberikan saran yang spesifik dan “do-able”. Khusus untuk dunia usaha, masa lalu bukanlah penentu, namun prediksi kedepan sangat penting untuk arahan manajerial. Falsafah inilah yang membuat ilmu sistem disukai oleh para eksekutif dan direktur perusahaan. Dari cara berfikir yang mencurahkan perhatian pada efektifitas inilah kemudian dikembangkan berbagai tolak ukur keberhasilan maupun kinerja kelembagaan. Dari ketiga pilar falsafah sistem tersebut, seseorang dapat menggali sumber-sumber dari beragam metodologi guna menelaah spektrum yang luas 5
REKAYASA SISTEM PENGENDALIAN PERTAMBANGAN GALIAN NON LOGAM OLEH : PROF. DR. KHOLIL Wakil Direktur Center for System
ABSTRAK Untuk memenuhi kebutuhan dana dalam membangun daerah cara yang paling mudah adalah dengan mengeksploitasi sumber daya alam yang dimiliki daerah tersebut, tanpa memikirkan dampak negatif kerusakan lingkungan yang akan terjadi. Dengan alasan untuk keperluan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka dengan kewenangannya yang diberikan oleh Undang-undang dilakukanlah eksploitasi besar-besaran terhadap sumberdaya alam unggulan, termasuk pertambangan. Metode AHP merupakan salah satu pendekatan sistem berbasis pakar yang dapat digunakan untuk memilih satu alternatif pilihan terbaik berdasarkan kriteria majemuk, melalui strukturisasi prihal yang kompleks menjadi lebih sederhana dan pembandingan secara berpasangan antara satu kreteria dengan kriteria lannya. Indeks Konsistensi menjadi bagian dari validasi model hilarki. Makalah ini menjelaskan bagaimana penerapan AHP untuk pemilihan strategi terbaik pengendalian penambangan galian non logam dengan studi kasus di Kabupaten Gunungkidul. Dua kriteria utama yang harus menjadi dasar bagi pemerintah daerah dalam memanfaatkan galian non logam, yakni (1) peningkatan kesejahteraan masyarakat dan (2) keberlanjutan usaha. Berdasarkan kedua kriteria tersebut, maka ada dua strategi yang peling tepat secara berurut adalah : (1) penetapan zonasi penambangan pada daerah tertentu, (2) pengetatan sistem perijinan.
Kata Kunci : Multi kriteria, Strukturisasi, Hirarki, Indeks Konsistensi, I.
LATAR BELAKANG
Sejak diberlakukannya Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah dan Undang-undang No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pusat dan Daerah, maka setiap Kepala Daerah (Bupati/Walikota) berlomba-lomba untuk membangun daerahnya dalam
rangka membangun citra sebagai kepala daerah yang berhasil. Indikator pembangunan umumnya berdasarkan pada capaian fisik dan pertumbuhan ekonomi, sementara aspek ekologi atau keberlanjutan kurang diperhatikan. Pada saat yang sama periodisasi pemilihan kepala daerah lima tahunan juga mendorong para kepala daerah
hanya berfikir secara pragmatis dalam kurun waktu 5 tahun apa yang bisa di lakukan untuk membangun daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai upaya membangun citra, tanpa berfikir panjang terhadap dampak negatif kerusakan lingkungan yang akan terjadi.
jumlahnya tetap masih cukup besar, tahun 2010 diperkirakan masih 74,700 orang (2010). Kondisi alam yang kurang subur untuk pertanian, karena sebagian besar wilayahnya berbentuk batuan/tanah kering, ternyatajustru bebatuan itulah menjadisumberdaya alam galian non logam yang potensial untuk menjadi bahan baku industri kerajinan dan industri bahan bangunan. Potensi galian non logam ini memiliki deposit jutaan meter kubik, antara lain Batu Gamping Keras (1.594.909.786 m3), Breksi Andesit (831.320.175 m3), Kalkarenit (260.449.090 m3), dan Andesit (131.541.166 m 3). Bahan galian non logam tersebut sebagian besar berada di Gunungkidul bagian utara.
Implementasi desentralisasi kewenangan perijinan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang No 32 tahun 2004 terssebut di satu sisi dan pada sisi yang lain adanya target membangun citra bagi kepala daerah dalam kurun waktu 5 tahun, maka aspek lingkungan sering di korbankan. Sehingga sering terjadi longsor, banjir, kekeringan atau degradasi lahan, pada kawasan paska eksploitasi sumberdaya alam, terutama sumberdaya tambang, dan hutan.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat, maka strategi pembangunan ekonomi Kabupaten Gunungkidul sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2010-2015) diarahkan pada (a) pemanfaatan potensi sumberdaya alam lokal, (b) Pembangunan usaha kecil dan menengah, dan (c) pengurangan dampak negatif dari kegiatan ekonomi terhadap lingkungan. Namun dalam implementasinya prioritas strategi masih pada point a dan b, bagian c masih belum dilaksanakan.
Kabupaten Gunungkidul yang memiliki luas wilayah 1.485,36 km2, hampir 90 % kondisi wilayah adalah tanah kering berbentuk batu-batuan yang kurang subur untuk pertanian. . Jumlah penduduk mencapai 675.382 jiwa, tersebar di 18 kecamatan dan 144 desa. Rata-rata kepadatan penduduk 454 jiwa/km2, dengan laju pertumbuhan penduduk kurun waktu tahun 2000 – 2010 sebesar 0,06% pertahun. Kondisi alam yang gersang ini menyebabkan sebagian besar dari penduduknya masih tergolong belum sejahtera. Tahun 2008 persentase penduduk miskin di Kabupaten Gunungkidul masih mencapai 25.96 % (173.500), meskipun jumlahnya terus menurun namun
Sesuai dengan rencana strategi tersebut, maka pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah membuka peluang masuknya investor untuk mengembangkan industry berbasis galian non logam (batu-batuan) sejak 7
tahun 2004. Dampaknya sangat nyata, jumlah industri penambang batu /galian non logam di Wilayah Gunungkidul terus meningkat dan wilayah penambangannya juga terus meluas. Dari sisi pendapatan daerah, peningkatan jumlah penambangan dan industri ini berkorelasi positif dengan peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan penyerapan tenaga kerja (Bapeda Gunungkidul , 2008). Pertumbuhan industry penambangan galian non logam telah terjadi hampir di semua wilayah yang memiliki potensi galian non logam, khususnya di Gunungkidul bagian utara seperti wilayah Kecamatan Ponjong, Semin, Wonosari dan Patuk. Di 4 wilayah kecamatan tersebut telah menjadi pusat penambangan batu, baik yang dilakukan secara modern dengan alat berat, maupun dengan cara tradisional, potensi galian non logam dan eksploitasi yang telah diakukan seperti pada gambar 7,8 dan 9 pada lampiran.
8
APLIKASI SOFT SYSTEM METHODOLOGY DALAM STRATEGI PENGELOLAAN IRIGASI REGIONAL SJOFJAN BAKAR Direktur Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Ketidakstabilan bentang alam dan kerusakan daerah aliran sungai dapat meningkatkan resiko bencana longsor, aliran sedimentasi yang berlebihan yang dapat mengurangi kapasitas daya tampung air irigasi. Kondisi tersebut di atas memberikan kontribusi terhadap semakin berkurangnya ketersediaan air untuk memenuhi berbagai kepentingan baik untuk domestik, pertanian beririgasi, industri maupun kebutuhan umum lainnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan permodelan sistem melalui metode Soft System Methodology (SSM) yang berorientasi pada kebijakan irigasi, mengaplikasikan teknik pengujian asumsi dasar melalui SAST dan diskusi kelompok terarah (FGD). Teknik survey pakar diselenggarakan untuk menginteprtasikan struktur model dengan teknik ISM dan dikaitkan dengan survey dan obeservasi lapangan. Hasil penelitian ini model konseptual strategi kebijakan pengelolaan irigasi berkelanjutan melalui Program Konservasi Sumber Daya Air dan Rehabilitasi Jaringan Irigasi (PKSARI) terpadu yang mengitegrasikan daerah hulu dan hilir. Keberlanjutan model didasarkan pada prinsip, yaitu pengambilan keputusan yang tepat, pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui efisiensi penggunaan sumberdaya dan pemerataan pembangunan. Efektivitas penerapan model PKSARI-Terpadu membutuhkan pengawasan dan peraturan derah yang lebih baik, termasuk partisipasi masyarakat yang didukung koordinasi yang lebih baik diantara satuan kerja perangkat daerah terkait. Ketersediaan anggaran juga menjadi penting untuk mencukupi kebutuhan rehabilitasi infrastruktur, reboisasi, pemeliharaan and kredit usahatani. Kata kunci: Irigasi berkelanjutan, kebijakan regional, dan Soft System Methodology.
I.
LATAR BELAKANG
Pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam pembangunan ekonomi negara-negara berkembang masih belum banyak diperhatikan dalam menjaga keberlanjutannya. Segi-segi lingkungan diperlakukan sebagai faktor ekstern, yang proses internalisasinya belum berjalan secara otomatis dalam
proses ekonomi. Oleh karena itu, proses pembangunan yang sarat pertimbangan ekonomi akan terasa timpang dan memerlukan pemikiran ulang untuk bisa mencegah dampak negatif terhadap lingkungan. Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dapat
menimbulkan berbagai masalah lingkungan hidup. Kerusakan hutan sampai angka 2 juta hektar pertahunnya merupakan cermin kegagalan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, karena terlalu menekankan pada pendekatan ekonomi semata (Hartono, 2004). Salah satu implikasi kerusakan hutan tersebut adalah semakin berkurangnya ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada musim kemarau, termasuk air irigasi untuk kepentingan pertanian. Menurut Wignyosukarto (2005) pengelolaan sumber daya air tidak lepas dari permasalahan ketersediaan air dan kebutuhan terhadap air yang perlu dikelola secara terpadu (Gambar 1).
10
RANCANG BANGUN SISTEM PERENCANAAN PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI NUGROHO ANANTO Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Swasembada daging sapi merupakan bagian dari prioritas ketahanan pangan nasional yang dinyatakan pada Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Kementerian Pertanian telah menerbitkan Pedoman Umum Swasembada Daging Sapi Tahun 2010 yang menetapkan sasaran swasembada dengan pemenuhan 90% kebutuhan nasional berasal dari sumber sapi lokal Indonesia. Masalah kesenjangan dapat dilihat dari peningkatan jumlah impor daging sapi sebesar 11,8 ribu ton pada tahun 2004 bertahap naik menjadi 64,1 ribu ton pada tahun 2009. Tantangan adalah pelaksanaan swasembada yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan peran dan fungsi berbeda. Kondisi ini membawa implikasi pentingnya keselarasan perencanaan dan pelaksanaan secara fokus dan konsisten. Studi ini bertujuan untuk mengembangkan model kebijakan kelembagaan integratif dan dapat memfasilitasi hubungan lintas pelaku pembangunan dalam pencapaian tujuan swasembada. Sintesis dalam pengembangan model kebijakan ini diperlukan keahlian multi disiplin, sehingga digunakan pendekatan system thinking dengan basis pengetahuan dari para pakar sebagai thinking responden. Pengolahan hasil menggunakan metoda analysis network process (ANP), strategic assumption surfacing and testing (SAST), dan interpretative structural modeling (ISM) yang merupakan perangkat soft system methodology (SSM). Penelitian menghasilkan model konseptual dengan menekankan pentingnya peran relational capital dalam hubungan kelembagaan, serta monitoring dan pengambilan tindakan korektif, maupun sebagai bagian dari proses audit kinerja kelembagaan. Kebijakan dan pelaksanaan program swasembada harus dilaksanakan dengan memperhatikan keberpihakan pada peternakan skala kecil dan menengah, khususnya kegiatan yang diusahakan oleh peternak perorangan maupun koperasi produksi pada tingkat desa.
Kata kunci: swasembada daging sapi, soft system methodology, viable system model, relational capital. I.
LATAR BELAKANG
Program swasembada daging sapi nasional (PSDS) melibatkan berbagai pemangku kepentingan dengan masingmasing peran dan fungsi, saling terkait sebagai sebuah sistem yang (1) saling
berinteraksi sebagai komponen sebagai sebuah proses; (2) interrelasi dalam menjalankan proses sebagai sebuah sistem; dan (3) interkoneksi diantara sistem yang berjalan dinamis sesuai
perubahan waktu lingkungannya.
dan
kondisi
kepentingan menuju sinergi program dan anggaran untukfokus dalam mencapai sasaran swasembada daging sapi nasional. Tujuan studi adalah untuk membangun model kelembagaan yang integratif dalam perencanaan pembangunan peternakan khususnya terkait dengan upaya pencapaian swasembada daging sapi, meliputi pola pengorganisasian, penataan peran, dan pengukuran kinerja kelembagaan.
Sebagai sebuah sistem yang harus berjalan berbasis pada multi pemangku kepentingan dan multi disiplin telah diantisipasi dalam RPJMN 2010-2014 maupun Blue Print PSDS 2014, dalam RPJMN 2010-2014 dinyatakan bahwa pelaksanaan program “Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam” merupakan tanggungjawab Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam pelaksanaan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah, antara lain adalah : Menteri Pertanian; Menteri Pekerjaan Umum; Menteri Komunikasi dan Informatika; Lembaga Perhubungan; Menteri Perindustrian; Menteri Keuangan; Menteri Negara Riset dan Teknologi; Menteri Kesehatan; Menteri Negara Lingkungan Hidup; Badan Penerapan & Pengkajian Teknologi; Badan Pertanahan Nasional. Keterkaitan dalam lintas kementerian, lembaga maupun antara pusat dan daerah juga dinyatakan dalam Blue Print PSDS 2014. Proses perencanaan maupun pelaksanaan program swasembada daging sapi nasional (PSDS) merupakan gambaran dari sebuah sistem yang kompleks dan dinamis yang harus dikelola dengan baik, agar dapat dicapai pola koordinasi lintas pemangku 12
REKAYASA SISTEM MANAJEMEN AHLI UNTUK PENGUKURAN KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL Dr. Ir. RAKHMA OKTAVINA Teknik Industri, Universitas Gunadarma Usaha mikro dan kecil (UMK) yang berjumlah lebih dari 40 juta unit, merupakan sebagai salah satu penggerak perekonomian daerah yang mampu memproduksi barang dan jasa menggunakan bahan baku utama yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya seni tradisional dari daerah setempat. Masalah yang dihadapi pada pengembangan usaha mikro dan kecil adalah masih rendahnya produktivitas, mutu, dan daya saing terhadap kompetitornya. Perusahaan dapat menterjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran tertentu sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dengan resiko minimum. Hasil pengukuran kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi dan pengetahuan tentang prestasi pada berbagai aktivitas dalam rantai nilai serta dasar penentuan strategi perbaikannya dikenal sebagai evaluasi kinerja perusahaan. Alternatif indikator kinerja yang dibangun berdasarkan kajian teoritis, survey lapangan, dan elisitasi pendapat pakar menghasilkan 116 alternatif indikator kinerja UMK. Studi kasus dilakukan pada usaha mikro dan kecil pengolahan di Propinsi Lampung menghasilkan 46 alternatif indikator kinerja utama UMK dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian dengan OWA Operators menghasilkan 22 indikator kinerja kunci (IKK) yang menjadi dasar dalam pengukuran kinerja UMK. Pembobotan IKK menggunakan teknik fuzzy AHP. Hasil pembobotan digunakan sebagai input pengukuran kinerja dengan menggunakan prinsip-prinsip Balanced Scorecard. Perbaikan kinerja dilakukan setelah membandingkan hasil pengukuran kinerja dengan nilai target kinerja. Target kinerja diperoleh dari penentuan best practices dengan menggunakan pendekatan benchmarking dan teknik Fuzzy AHP. Perbaikan kinerja dilakukan dengan menggunakan teknik Quality Function Deployment sehingga dihasilkan prioritas perbaikan IKK dan rekomendasi perbaikannya. Sistem Manajemen Ahli (SMA) evaluasi kinerja UMK dibangun sebagai fasilitas bagi pengguna, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses evaluasi. Hasil pengukuran kinerja juga mampu memberikan informasi mengenai pemeringkatan (rating) UMK dengan menggunakan teknik perbandingan indeks kinerja (Comparative Performance Index atau CPI). Kata kunci : Sistem Manajemen Ahli, UMK dan Indeks Kinerja
Kemajuan perekonomian nasional menuntut perusahaan harus mampu melakukan ”penciptaan nilai” (value creation), dengan cara mengelola sumberdaya berupa”aktiva berwujud” (tangible assets) maupun ”aktiva tak berwujud” (intangible assets) melalui pengetahuan yang dimilikinya. Dari pengetahuan inilah daya saing perusahaan dapat diwujudkan, karena pada akhirnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang unggul akan selalu bertumpu pada strategi berbasis sumberdaya dan berbasis pengetahuan (knowledge-based strategy). Strategi berbasis pengetahuan digunakan untuk mentransformasi data menjadi pengetahuan yang berguna dalam pengambilan suatu keputusan yang efektif dan efisien.
tujuan, dan sasaran perusahaan. Langkah memperhitungkan dan mengevaluasi kondisi dirinya dan faktor lingkungan dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu rencana tindakan ataupun kebijakan dalam mengelola perusahaan adalah suatu bentuk manajemen strategi. Melalui sistem manajemen strategi, perusahaan dapat menterjemahkan strateginya ke dalam sistem pengukuran tertentu sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan strategi tersebut dengan resiko minimum. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi dan pengetahuan tentang prestasi pada berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang terdapat dalam perusahaan serta dasar penentuan strategi perbaikannya, atau lebih dikenal sebagai evaluasi kinerja perusahaan.
Usaha mikro dan kecil (UMK) yang berjumlah lebih dari 40 juta unit, pada dasarnya merupakan sebagai salah satu penggerak perekonomian daerah yang mampu memproduksi barang dan jasa yang menggunakan bahan baku utama yang berbasis pada pendayagunaan sumberdaya alam, bakat, dan karya seni tradisional dari daerah setempat.
Model evaluasi kinerja dibangun dengan menggunakan pendekatan sistem manajemen strategi yang terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama adalah studi pendahuluan yang bertujuan untuk mengidentifikasi indiaktor kinerja yang dianggap penting dari UMK makanan ringan. Tahap kedua adalah penggunaan strategi berbasis sumberdaya dan pengetahuan yang bermanfaat dalam mentransformasikan data mengenai karakteristik teknis standar, indikator kinerja kunci, tingkat bobot kepentingan dari indikator kinerja kunci, tingkat
Masalah yang dihadapi pada pengembangan usaha mikro dan kecil adalah masih rendahnya produktivitas, mutu, dan daya saing terhadap kompetitornya. Untuk itu dibutuhkan model pengelolaan usaha mikro dan kecil agar mampu mewujudkan suatu hasil yang sesuai dengan visi, misi, 14
hubungan antar karakteristik teknis, tingkat hubungan indikator kinerja kunci dengan karakteristik teknis, tingkat kepentingan perbaikan indikator kinerja kunci, dan alternatif rekomendasi perbaikan kinerja. Tahap ketiga adalah perancangan model pengukuran kinerja, penetapan target level kinerja, dan perancangan model perbaikan kinerja.
15