PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU
Keingintahuan seseorang mengenai suatu kebenaran menimbulkan adanya gagasan. Ketika gagasan diolah untuk menjelajah pemahaman yang lebih luas tetapi mendasar maka akan menghasilkan suatu ilmu yang disebut dengan filsafat. Berkaitan dengan ilmu pengetahuan filsafat ditujukan untuk pengembangan dan inovasi pengertian baru yang dapat dijadikan landasan di dalam suatu masalah yang berhubungan. Dari hal tersebut memberi pandangan bahwa berbagai ilmu lahir dari filsafat, sehingga pengajaran mengenai filsafat sangat diperlukan. Pengertian Filsafat Pengertian filsafat dalam sejarah perkembangan pemikiran kefilsafatan, antara satu ahli filsafat dan ahli filsafat lainnya selalu berbeda. Pengertian filsafat dapat ditinjau dari dua segi, yakni secara etimologi dan terminologi. 1. Arti secara etimologi Kata filsafat berasal dari kata bahasa Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani: Philosophia, yang terdiri atas dua kata yang berarti philos = cinta, suka (loving) dan Sophia = pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi philosopia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran. Maksudnya, setiap orang yang berfilsafah akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan disebut philosopher dalam bahasa Arab disebut failasuf. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras (582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu diperjelas seperti halnya yang banyak dipakai sekarang ini oleh kaum sophist dan juga oleh Socrates (470-399 SM). 2. Arti secara terminologi Arti terminologi yaitu istilah yang menggambarkan apa itu filsafat, di antaranya: a. Plato Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. b. Aristoteles Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. c. Al Farabi Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maupun bagaimana hakikat yang sebenarnya. d. Rene Descartes Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikan. e. Langeveld Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang menentukan yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan Tuhan, keabadian, dan kebebasan. Dari beberapa pengertian filsafat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat bukannya mempersoalkan gejalagejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah hakikat dari suatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Filsafat adalah usaha untuk mengetahui segala sesuatu. Jadi, filsafat membahas lapisan yang terakhir dari segala sesuatu. Ada beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan filosof yaitu : 1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. 1
2. Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan. 3. Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat. Dengan demikian filsafat adalah ilmu yang mencintai dan mencari kebijaksanaan, atau pengetahuan mengenai semua hal melalui sebaba-sebab terakhir yang didapati melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu. Oleh karena itu Filsafat pada perisipnya adalah induk semua ilmu, demikian kata kaum filosof. Pada awalnya, Cakupan obyek filsafat memang jauh lebih luas dibandingkan dengan ilmu. Keterbatasan ilmu hanya pada obyek kajian yang bersifat empiris saja, sementara obyek kajian filsafat mencakupi seluruhnya yaitu baik yang bersifat empiris maupun yang bersifat non-empiris. Dalam perjalanan selanjutnya, ilmu semakin berkembang dengan pesatnya sehingga ilmu itu sudah terlepas dari induknya dan menyebabkan tindakan ilmu semakin liar, arogan dan kompartementalisasi antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya. Dengan kondisi seperti itu, diperlukan pemersatu visi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu. Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan diharapkan dapat berperan kembali sebagaimana fungsinya untuk mengayomi semua bidang ilmu agar dapat berjalan pada jalurnya yaitu ilmu untuk kemaslahatan manusia. Pengertian Ilmu. Kata ilmu berasal dari bahasa Arab : 'Alima, ya'lamu, ilman, yang berarti : mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science (pengetahuan). Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1988), ilmu memiliki pengertian, yaitu: Ilmu adalah suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya. Dengan mempelajari filsafat ilmu, maka kita akan mengetahui dan sekaligus akan menyadari bahwa pada hakekatnya ilmu itu tidak bersifat statis (tetap) namun dinamis seirama dengan perkembangan akal dan budi. Sesuatu yang dulunya dianggap sebagai ilmu yang dianutnya tetapi pada masa tertentu akan basi dan ditinggalkan karena sudah tidak sesuai dengan zaman. Disinilah perlunya kita selalu berusaha untuk mengembangkan dan sekaligus memperbaharui ilmu. Kita menyadari bahwa untuk memahami hakekat suatu kejadian atau hukum-hukum kausalitas itu tidak cukup hanya mengandal sumber daya indrawi semata (seperti dengan mata, pendengaran, penciuman, dan perasa) saja akan tetapi perlu perenungan yang sangat mendalam dengan menggunakan akal, budi dan hati (jiwa). Banyak pengertian tentang filsafat ilmu yang telah dikemukakan oleh para filsuf, di antaranya: 1. Robert Ackermann: Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan. 2. Lewis White Beck: Filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan. 3. Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat ilmui yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
2
4. May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafat ilmui, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu. Dari uraian di atas akan diperoleh suatu gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, seperti obyek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis). Objek Filsafat Ilmu Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus dalam mempelajari objek-objek yang ada dan terkait dengan filsafat ilmu, untuk itu didalam mempelajari filsafat ilmu terdapat dua objek, yaitu objek material dan objek formal filsafat ilmu. A. Objek Material Filsafat Ilmu Objek Material adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Menurut Drs. H. A. Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu : 1. Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya. 2. Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi). Sedangkan persoalan-persoalan dalam kefilsafatan mengandung ciri-ciri seperti yang dikemukakan Ali Mudhofir (1996), yaitu sebagai berikut: 1. Bersifat sangat umum. Masalah kefilsafatan berkaitan ide-ide besar. Misalnya, filsafat tidak menanyakan “berapa penghasilan Anda selama satu tahun?” akan tetapi, filsafat menanyakan “apa keadilan itu?” 2. Tidak menyangkut fakta. Filsafat lebih bersifat spekulatif, persoalan yang dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah. 3. Bersangkutan dengan nilai-nilai, artinya persoalan kefilsafatan bertalian dengan penilaian baik nilai moral, estetis, agama, dan social. 4. Bersifat kritis. Filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep-konsep dan arti-arti yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis. 5. Bersifat sinoptik. Persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan. 6. Bersifat implikatif. Jika persoalan filsafat sudah dijawab, maka dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. B. Objek Formal Filsafat Ilmu 3
Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot. Perbedaan objek material dan objek formal filsafat ilmu Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak. Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasilhasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya. Objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir. Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu : 1. Hakekat Tuhan 2. Hakekat Alam 3. Hakekat manusia Obyek material filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, fisik, maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak logis, konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Dari beberapa perbedaan pengertian diatas pada dasarnya kedua objek filsafat ilmu tersebut menjelaskan bahwa filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontoiogi, epistemologi, dan aksiologi dengan berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para ahli. Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri. Pada dasarnya filsafat 4
atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran. Tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri sendiri dan tentang tempattempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa persoalan yang begitu penting, sehingga persoalan-persoalan itu boleh diberi nama persoalan-persoalan pokok yaitu apa dan siapakah manusia, dan apakah hakekat dari segala realitas, apakah maknanya, dan apakah intisarinya. Sehingga menggambarkan objek filsafat itu adalah antara lain : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), God (Tuhan). Dapat dibayangkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut pandangnya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang terwujud dalam sudut pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Dan untuk memudahkan mempelajarinya para ahli membagi objekobjek filsafat ilmu tersebut kedalam objek material dan objek formal filsafat ilmu. Imam Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakekatnya. Ia terbagi dua, pertama mengetahui inti sesuatu itu, kedua menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada atau menafikan sesuatu yang tidak ada, maksudnya mengatahui hubungan sesuatu dengan sesuatu. Louis Kattsoff mengatakan bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicarakan mengenai ilmu pengetahuan dan bukannya dalam ilmu pengetahuan. Namun apa yang harus dikatakan oleh seorang ilmuan mungkin penting pula bagi seorang filsuf. Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa filsafat ilmu pada prinsipnya memiliki dua obyek substantif dan dua obyek instrumentatif, yaitu: 2. Obyek substantif yang terdiri dari dua hal: a.
Fakta (Kenyataan)
Yaitu empiris yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta (kenyataan ini ada beberapa aliran filsafat yang meberikan pengertian yang berbeda-beda, diantaranya adalah positivisme, –ia hanya mengakui penghayatan yang empirik dan sensual. Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan yang sensual lainnya. Data empirik sensual tersebut harus obyektif tidak boleh masuk subyektifitas peneliti–. Fakta itu yang faktual ada phenomenology. Fakta bukan sekedar data empirik sensual, tetapi data yang sudah dimaknai atau diinterpretasikan, sehingga ada subyektifitas peneliti. Tetapi subyektifitas di sini tidak berarti sesuai selera peneliti, subyektif disini dalam arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data, analisis sampai pada kesimpulan. Data selektifnya mungkin berupa ide , moral dan lain-lain. Orang mengamati terkait langsung dengan perhatiannya dan juga terkait pada konsep-konsep yang dimiliki. Kenyataan itu terkonstruk dalam moral realism, sesuatu itu sebagai nyata apabila ada korespondensi dan koherensi antara empiri dengan skema rasional. Mataphisik sesuatu sebagai nyata apabila ada koherensi antara empiri dengan yang obyektif universal. Yang nyata itu yang riil exsist dan terkonstruk dalam kebenaran obyektif. Empiri bukan sekedar empiri sensual yang mungkin palsu, yang mungkin memiliki makna lebih dalam yang beragam. Empiri dalam realisme memang mengenai hal yang riil dan memang secara substantif ada. Dalam realisme metaphisik skema rasional dan paradigma 5
rasional penting. Empiri yang substantif riil baru dinyatakan ada apabila ada koherensi yang obyektif universal. Pragmatis, yang ada itu yang berfungsi, sehingga sesuatu itu dianggap ada apabila berfungsi. b.
Kebenaran Positivisme, benar substantif menjadi identik dengan benar faktual sesuatu dengan empiri sensual. Kebenaran pisitivistik didasarkan pada diketemukannya frekwensi tinggi atau variansi besar. Bagi positivisme sesuatu itu benar apabila ada korespondensi antara fakta yang satu dengan fakta yang lain phenomenology, kebenaran dibuktikan berdasarkan diketemukannya yang esensial, pilah dari yang non esensial atau eksemplar dan sesuai dengan skema moral tertentu. Secara esensial dikenal dua teori kebenaran, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori kebenaran koherensi. Bagi phenomenologi, phenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji korespondensinya dengan yang dipercaya. Realisme Metaphisik, ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu koheren dengan kebenaran obyektif universal. Realisme, sesuatu itu benar apabila didukung teori dan ada faktanya. Realisme baru menuntut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan adanya empiri terkonstruk pula. Islam, sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual koheren dengan kebenaran transenden berupa wahyu. Pragamatisme, mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi. Rumusan substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada lima teori kebenaran, yaitu, 1. Kebenaran Preposisi, yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran proposisinya baik proposisi formal maupun proposisi materialnya. 2. Kebenaran Korespondensi, teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada adanya korespondensi antara pernyataan dengan kenyataan (fakta yang satu dengan fakta yang lain). Selanjutnya teori ini kemudian berkembang menjadi teori Kebenaran Struktural Paradigmatik, yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada upaya mengkonstruk beragam konsep dalam tatanan struktur teori (struktur ilmu/structure of science) tertentu yang kokoh untuk menyederhanakan yang kompleks atau sering. 3. Kebenaran Koherensi atau Konsistensi, yaitu teori kebenaran yang medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya. 4. Kebenaran Performatif, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu dianggap benar apabila dapat diaktualisasikan dalam tindakan. 5. Kebenaran Pragmatik, yaitu teori kebenaran yang mengakui bahwa sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktis. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat. 2. Obyek Instrumentatif yang terdiri dari dua hal: a. Konfirmasi Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut dengan menggunakan landasan: asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan sebagai konfirmi probabilistik dengan menggunakan metode induktif, deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian a priori dan a posteriori. Untuk memastikan kebenaran penjelasan atau kebenaran prediksi para ahli mendasarkan pada dua aspek: (1) Aspek Kuantitatif; (2) Aspek Kualitatif. Dalam hal konfirmasi, sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu: 6
a. Decision Theory, menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antar hipotesis dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual. b. Estimation Theory, menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar – salah dengan menggunakan konsep probabilitas. c. Reliability Analysis, menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hipotesis. b. Logika Inferensi Studi logika adalah studi tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya logika dibangun oleh Aristoteles (384-322 SM) dengan mengetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu : Principium Identitatis (Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah), dan Principium Exclutii Tertii ((Qanun Imtina’). Logika ini sering juga disebut dengan logika Inferensi karena kontribusi utama logika Aristoteles tersebut adalah untuk membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles juga sering disebut dengan logika tradisional. Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerapkan ilmu pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filsuf. Para filosof terlatih dalam metode ilmiah dan sering pula menuntut minat khusus dalam beberapa disiplin ilmu. Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan mariner yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pada bagian lain dikatakan bahwa filsafat dalam usahanya mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pokok yang kita ajukan harus memperhatikan hasil-hasil ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dalam usahnya menemukan rahasia alam kodrat haruslah mengetahui anggapan kefilsafatan mengenai alam kodrat tersebut. Filsafat mempersoalkan istilah-istilah terpokok dari ilmu pengetahuan dengan suatu cara yang berada di luar tujuan dan metode ilmu pengetahuan. Karena itu filsafat oleh para filosofi disebut sebagai induk ilmu. Sebab,dari filsafat lah, ilmu-ilmu moderen dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya, yaitu teknologi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan,tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Di sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnay arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lain. Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagi kepentingan. Falsafat sepatutnya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh dan rasional dan begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalm filsafat sepatutnya merupakan bagian dari ilmu. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memeahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan,dan kemajuan ilmu di berbagai bidang,sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan non-ilmiah. Ilmu pada perinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematiskan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian 7
tentang sesuatu. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia,yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal. Dari sisi lain Raghib al-Asfahani juga membagi ilmu sebagai ilmu teoritis dan aplikatif. Ilmu teoritis berarti ilmu yang hanya membutuhkan pengetahuan tentangnya. Jika telah diketahui berarti telah sempurna, seperti ilmu tentang keberadaan dunia. Sedangkan ilmu aplikatif adalah ilmu yang tidak sempurna tanpa dipraktikkan. Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu.manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada kehidupan, manusia” memanusiakan diri dalam hidupnaya” dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu. Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya benar segi subjektif. Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasjidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tiap benda mempunyai satu sebab. Contohnya apa yang menyebabkan Ahmad menjadi sakit. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Pada setiap jenis pengetahuan tidak sama kriteria kebenarannya karena sifat dan watak pengetahuan itu berbeda. Pengetahuan tentang alam metafisika tentunya tidak sama dengan pengetahuan tentang alam fisik. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran namun masalahnya tidak hanya sampai di situ saja. Problem kebenaran inilah yang memacu tumbuh dan berkembangnya espistemologi. Tujuan Belajar Filsafat Ilmu Beberapa tujuan dari mempelajari filsafat ilmu yang dapat diambil, antara lain: 1. Mendalami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memeahami sumber, hakikat dan tujuan filsafat ilmu. 2. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah. 3. Mendorong pada calon ilmuwan dan iluman untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. 4. Untuk meningkatkan penalaran ilmiah, sehingga menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah 5. Mengetahui pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu Filsafat ilmu diharapkan dapat mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada perkembangan sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk mengembangkan ilmu. Dengan filsafat ilmu, proses pendidikan, pengajaran, dan penelitian dalam suatu bidang ilmu menjadi lebih mantap dan tidak kehilangan arah. Secara umum, fungsi filsafat ilmu adalah untuk : 1. Alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada. 2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya. 3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia. 4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan.
8
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan. Hubungan antara Filsafat dan Ilmu Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara substantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masingmasing. Sedangkan kajiaan yang dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu. Dari ketiga landasan tersebut bila dikaitkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria. Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Kesimpulan Filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik dan intensif. Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahanperubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi. Maka Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Tujuan filsafat ilmu adalah: Filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang pendapat ilmiah dengan menilai metode-metode pemikirannya secara netral dalam kerangka umum cabang pengetahuan intelektual Ruang lingkup filsafat ilmu melingkupi ontologi ilmu yang mengupas hakikat dari ilmu itu sendiri, epistemologi ilmu yang membahas tatacara dan landasan untuk mencapai pengetahuan ilmiah tersebut dan terakhir aksiologi ilmu yang meliputi nilai-nilai normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan. Objek dari filsafat ilmu adalah obyek material dan obyek formal. Obyek materinya adalah segala yang ada baik yang tampak (dunia empirik) maupun yang tidak tampak (alam 9
metafisik). Sementara Ilmu juga memiliki dua obyek yaitu obyek material dan obyek formal. Obyek materialnya adalah alam nyata misalnya tubuh manusia untuk ilmu kedokteran, planet untuk ilmu astronomi dan lain sebagainya. Sedangkan obyek formalnya adalah metoda untuk memahami obyek material misalnya pendekatan induktif dan deduktif. Filsafat adalah ilmu yang tidak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja. Filsafat senantiasa mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada. Filsafat selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas yang ada, bahkan apa saja yang dapat dipertanyakan termasuk filsafat itu sendiri. Ketidakterbatasan filsafat yang demikian itulah yang amat berguna bagi ilmu pengetahuan karena tidak hanya bergunanya selaku penghubung antardisiplin ilmu pengetahuan. Akan tetapi, dengan ketidakterbatasannya itu filsafat sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip-prinsip dan asas-asas yang melandasi berbagai ilmu pengetahuan. Filsafat memang abstrak, namun tidak berarti filsafat sama sekali tidak bersangkut dengan kehidupan sehari-hari yang konkret. Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik dan elok, filsafat sanggup membantu manusia dengan member pemahaman tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh lewat pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut. Filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Kemudian, filsafat juga menuntun manusia ke tindakan dan perbuatan yang konkret berdasarkan pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. DAFTAR PUSTAKA http://afidburhanuddin.wordpress.com/26-03-2013 http://arfiasta.wordpress.com/26-03-2013 http://bebenbernadi.wordpress.com/26-03-2013 http://gudangmaterikuliah.blogspot.com/16-04-2013 Rapar, Jan Hendrik.1996.Pengantar Filsafat.Yogyakarta:Kanisius. Salam, Burhanuddin.1993.Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi.Jakarta:PT Rineka Cipta. Surajiyo.2007.Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia.Jakarta:PT Bumi Aksara
__________ Dewi Rachmawati (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.)
10