PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu mendengar istilah ilmu, namun banyak orang yang belum memahami dengan sesungguhnya bagaimana filsafat ilmu tersebut. Dalam makalah ini saya berusaha menjelaskan pengertian filsafat ilmu serta ruang lingkup dari filsafat ilmu tersebut. Banyak orang yang beranggapan bahwa berfilsafat adalah merenung, namun jika ditelaah apakah semua orang yang merenung berarti berfilsafat. Padahal berfilsafat merupakan kegiatan berfikir secara lebih luas mendalam dan objektif sehingga permasalahan yang ada dapat dipecahkan secara cepat dan tepat. Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan deduktif dan induktif. Filsafat sebagai proses berpikir yabg sistematis dan radikal juga memiliki objek matreial dan objek formal. A. Pengertian Filsafat Ilmu Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy,adapun dari bahasa yunani: philosophiayang terdiri dari philos(cinta) atau philia(persahabatan, tertarik kepada) dan sophos(hikmah, kebijaksanaana,pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, intelegensi). Jadi, secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran(love of wisdom). Orangnya disebut filosof yang dalam bahasa Arabnya disebut failasuf. Harun Nasution mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab falsafa dengan wazan(timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian, menurut Harun Nasution, kata benda dari falsafa seharusnya falsafah dan filsaf. Menurutnya, dalam bahasa Indonesia banyak terpakai kata filsafat, padahal bukan berasal kata Arab falsafah dan bukan dari kata Inggris philosophy. Harun Nasution mempertanyakan apakah kata fil berasal dari bahasa Inggris dan safah diambil dari kata Arab, sehingga terjadilah gabungan keduanya, yang kemudian menimbulkan kata filsafat. Harun Nasution berpendapat bahwa istilah filsafat berasal dari bahasa Arab karena orang Arablah yang lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia daripada orang Inggris. Oleh karena itu, dia konsisten menggunakan kata falsafat, bukan filsafat. Bukubukunya mengenai “filsafat” ditulis dengan falsafat, seperti Falsafat Agama dan Falsafat serta Mistisisme dalam Islam. Kendati istilah filsafat yang lebih tepat adalah falsafat yang berasal dari bahasa Arab, kata filsafat sebenarnya bisa diterima dalam bahasa Indonesia. Karena, sebagian kata Arab yang diindonesiakan mengalami perubahan dalam huruf vokalnya, seperti karamah menjadi keramat dan masjid menjadi mesjid. Karena itu, perubahan huruf a menjadi i dalam bahasa falsafah bisa ditolerir. Lagi pula,dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata filsafat menunjukkan pengertian yang dimaksud, yaitu pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Adapun beberapa pengertian pokok tenteng filsafat menurut kalangan filosof adalah: 1. Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas. 2. Upaya untuk melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata. 3. Upaya untuk menentukan batas- batas dan jangkauan pengetahuan;sumber, hakikat, keabsahan dan nilainya. 4. Penyelidikan kritis atas pengandaian- pengandaian dan pernyataan- pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
1
5.
Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan mengatakan apa yang Anda lihat. Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam, baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Moh.Hatta dan Langeveld mengatakan bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri dalam definisinya. Oleh karena itu, biarkan saja seseorang meneliti filsafat terlebih dahulu lalu menyimpulkan sendiri. Pendapat ini ada benarnya, karena intisari berfilsafat itu terletak pada pembahasan bukan definisinya. Namun definisi filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan untuk memberikan arah dan cakupan objek yang dibahas, terutama yang berkaitan dengan filsafat ilmu. Karena itu, disini dikemukakan beberapa definisi para filososof, diantaranya: Plato (427-347 SM) mengatakan bahwa objek filsafat adalah penemuan kenyataan atau kebenaran absolut(keduanya sama dalam pandangannya), lewat “dialektika”.Sementara Aristoteles (384-332 SM), tokoh utama filosof klasik, menyatakan bahwa filsafat menyelidiki sebab dan asas segala terdalam dari wujud. Karena itu, ia menanamkan filsafat dengan “teologi” atau “filsafat pertama”.Dia sampai pada kesimpulan bahwa setiap gerak di alam ini digerakkan oleh yang lain. Karena itu, perlu menetapkan satu penggerak pertama yang menyebabkan gerak itu, sedangkan dirinya sendiri tidak bergerak. Penggerak pertama ini sama sekali terlepas dari materi; sebab kalau ia materi, maka ia juga mempunyai potensi gerak. Allah, demikian Aristoteles, sebagai penggerak Pertama adalah Aktus Murni. Dan ia adalah salah seorang filosof Yunani kuno yang mengatakan bahwa filsafat memperhatikan seluruh pengetahuan, dan kadangkadang disamakan dengan pengetahuan tentang wujud(ontologi). AlFarabi(W 950 M), seorang filosof Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina berkata,”Filsafat ialah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakikatnya yang sebenarnya.” B. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu 1. Objek Kajian Filsafat Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut, seperti pendekatan deduktif dan induktif. Filsafat sebagai proses berpikir yabg sistematis dan radikal juga memiliki objek matreial dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup yang tampak dan tidak tampak. Ada yang tampak adalah dunia empiris, dan yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian yaitu, yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun, objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan rasional tentang segala yang ada. Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan empiris saja, sedangkan filsafat mencakup yang empiris dan non empiris. Objek ilmu terkait dengan filsafat pada objek empiris. Di samping itu, secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional, dan logis termasuk yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal yang empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Will Durant mengibaratkan filsafat bagaikan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing- masing sehingga, ilmulah secara praktis membelah gunung dan merambah hutan. Setelah itu, filsafat kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh. 2
Karena itu, oleh para filosof filsafat disebut sebagai induk ilmu. Sebab, dari filsafatlah ilmu- ilmu modern dan kontemporer berkembang sehingga, manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus buahnya dinamakan teknologi. Awalnya, filsafat terbagi pada teoritis dan praktis. Filsafat teoritis mencakup metafisika, matematika, dan logika, sedangkan filsafat praktis adalah ekonomi, politik, hukum, dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian berkembang dan menspesialisasi, seperti fisika, berkembang menjadi biologi, biologi menjadi anatomi, kedokteran dan kedokteran pun terspesialisasi menjadi beberapa bagian. Perkembangan ini dapat diibaratkan sebuah pohon cabang dan ranting yang semakin lama semakin rindang. Bahkan dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak hanya dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan tetapi sudah menjadi sektorial. Contohnya, filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Filsafat ilmu yang sedang dibahas ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tuntutan tersebut karena filsafat tidak dapat hanya dilaut lepas tetapi diharuskan juga membimbing ilmu. Di sisi lain perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya arogansi dan bahkan kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang lainnya. Tugas filsafat di antaranya adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami. Ilmu sebagai objek kajian filsafat sepatutunya mengikuti alur filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal, menyeluruh dan rasional. Begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat hendaknya merupakan bagian dariilmu karena ilmu dilihat pada posisi yang tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan ilmu itu sendiri. 2. Tujuan Belajar Filsafat Ilmu Tujuan filsafat ilmu yaitu: a. Mendalami unsur- unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga kita mendapat gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis. c. Menjadi pedoman bagi para dosen dan mahasiswa dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama untuk membedakan persoalan yang ilmiah dan nonilmiah. d. Mendorong para calon ilmuwan dan ilmuwan untuk konsisten dalam mendalami ilmu dan mengembangkannya. e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu dan agama tidak ada pertentengan. 3. Fungsi Dan Arah Filsafat Ilmu a. Bagi Ilmu Pengetahuan Tatkala filsafat lahir dan mulai tumbuh, ilmu pengetahuan masih merupakan bagian yang tak terpisahkan dari filsafat. Pada masa itu, para pemikir yang terkenal sebagai filsuf adalah juga ilmuwan. Para filsuf juga ahli- ahli matematika, astronomi, ilmu bumi, dan berbgagai ilmu pengetahuan lainnya. Bagi mereka, ilmu pengetahuan itu adalah filsafata. Dengan demikian, jelas bahwa filsafat mencakup seluruh ilmu pengetahuan. Cara berpikir filsafat telah merubah tradisi dan kebiasaan, bahkan telah menguak mitos dan mite serta meninggalkan cara berpikir mistis. Lalu pada saat yang sama mereka juga berhasil mengembangkan cara berpikir rasional, luas dan mendalam, teratur dan terang, integral dan koheren, metodis dan sistematis,logis, kritits, dan analisis. Karena itu, ilmu pengetahuan pun semakin bertumbuh subur,dan terus berkembang. Kemudian, sebagai ilmu pengetahuan filsafat 3
meninggalkan cara berpikir yang lama dan kuno. Itulah sebabnya, filsafat disebut mater scientiarum atau induk dari segala ilmu pengetahuan. Itu merupakan fakta yang tidak dapat diingkari, yang telah menujukkan bahwa ia benar- benar telah menampakkan kegunaannya dengan melahirkan, merawat dan mendewasakan berbagai ilmu pengetahuan yang begitu berjasa bagi kehidupan manusia. Ilmu pengetahuan dikatakan berjasa bagi kehidupan umat manusia sebab lewat ilmu pengetahuan manusia telah dimungkinkan meraih kemajuan yang sangat menakjubkan dalam segala bidang kehidupan. Teknologi canggih, yang semakin mencengangkan dan fantastis merupakan salah satu produk dari ilmu pengetahuan. Abad- abad terakhir ini, dalam peradaban dan kebudayaan Barat, ilmu pengetahuan telah berperan sedemikian rupa sehingga telah menjadi tumpuan harapan banyak orang. Memang harus diakui betapa pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan sehingga manusia mulai percaya bahwa ilmu pengetahuan memang hebat. Manusia semakin terpukau oleh pesonanya, dan hal itu telah membuat banyak orang mendewakan ilmu pengetahuan. Bagi mereka ilmu pengetahuan adalah segala- galanya. Mereka berupaya untuk meyakinkan semua orang bahwa ilmu pengetahuan dapat menyelesaikan segala persoalan. Anggapan itu dikukuhkan oleh berbagai penemuan yang menggemparkan dan tampilnya teori- teori serta metode- metode baru yang lebih meyakinkan kegunaan dan ketepatannya sehingga semakin mengembangkan suatu optimisme yang hampir tak terbatas. Hal ini membuat banyak orang semakin sinis terhadap filsafat. Orang- orang mulai meragukan kegunaan filsafat. Banyak yang menganggap filsafat hanya sebagai suatu benda antik yang layak dipajang dimuseum. Filsafat sudah terlampau “tua” untuk”mengandung” dan “melahirkan” suatu ilmu pengetahuan baru. Filsafat tidak bisa menghasilkan apa pun juga, sehingga tidak berguna lagi. Tapi ternyata fakta menunjukkan bahwa hasil- hasil dari ilmu pengetahuan hanya bersifat sementara, maka senantiasa membutuhkan perbaikan dan penyempurnaan. Senantiasa ada batas yang membatasi ilmu pengetahuan. Yang pasti, ilmu pengetahuan selalu dibatasi oleh bidang penelitian yang sesuai dengan kekhususannya. Itu membuat ilmu pengetahuan hanya mampu meneliti bagian- bagian kecil(sesuai bidangnya) dari seluruh realitas. Di samping itu, ilmu pengetahuan tidak mempersoalkan asas dan hakikat realitas. Pada umumnya, ilmu pengetahuan teristimewa dan bersifat kuantitatif. Karena itu, tentu saja pengetahuan itu tidak sanggup menguji kebenaran prinsip-prinsip yang menjadi landasan ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan membutuhkan bantuan dari sesuatu yang tak terbatas yang sanggup menguji kebenaran prinsip-prinsip yang melandasinya, hal itu hanya filsafat yang bisa melakukannya,sang induk segala ilmu pengetahuan. Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja, tapi juga mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada.Filsafat juga selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas. Ketakterbatasan inilah yang sangat berguna bagi ilmu pengetahuan. Itu karena filsafat tidak hanya sebagai penghubung antardisiplin ilmu tapi sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip dan asas yang menjadi landasan ilmu pengetahuan itu. b. Bagi Kehidupan Praktis Filsafat memang abstrak tapi bukan berarti tidak berhubungan dengan kehidupan seharihari yang konkret. Kendati tidak memberi petunjuk praktis tentang bagaimana bangunan yang artistik dan elok, filsafat mampu membantu manusia dengan memberi pemahaman tentang apa itu artistik dan elok dalam kearsitekturan sehingga nilai keindahan yang diperoleh melalui pemahaman itu akan menjadi patokan utama bagi pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut. Dengan kata lain, filsafat menggiring manusia ke pengertian yang terang dan pemahaman yang jelas. Kemudian, filsafat itu menuntun manusia bertindak dan berbuat konkret.
4
4. Hubungan Antara Filsafat Dengan Ilmu Berbagai pengertian tentang filsafat dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka berikutnya akan tergambar pula. Pola relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara keduanya. Di zaman Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan ole manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian? Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.13 Keinginan-keinginan melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu yang terteoritisasi.14 Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Lalu jika demikian, dimana saat ini filsafat harus ditempatkan? Menurut Am. Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju. llmu dapat dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk mendapatkan esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni; kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data emfiris seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan kontemplatif yang ini juga dimiliki ilmu. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuan melalui observasi dan eksperimen atau memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan demikian, tidak setiap filosof dapat disebut sebagai ilmu, sama seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas berpikir. Tetapi aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan aktifitas berpikir filosof. Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka hasil kerja filosofis dapat dilanjutkan oleh cara kerja berfikir ilmuwan. Hasil kerja filosofis bahkan dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga diakui bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas mencari pengetahuan, sebagaimana hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh cara kerja berpikir filosofis. Di samping sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan. Aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta. Sedangkan
5
filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu, dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya. Berbagai gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan. “Sombongnya”, filsafat yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) dapat menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang melahirkan berbagai pencabangan ilmu. Realitas juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan, yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut sebagai filsafat ilmu. Kesimpulan Filsafat adalah ilmu yang tak terbatas karena tidak hanya menyelidiki suatu bidang tertentu dari realitas yang tertentu saja, tapi juga mengajukan pertanyaan tentang seluruh kenyataan yang ada.Filsafat juga selalu mempersoalkan hakikat, prinsip, dan asas mengenai seluruh realitas. Ketakterbatasan inilah yang sangat berguna bagi ilmu pengetahuan. Itu karena filsafat tidak hanya sebagai penghubung antardisiplin ilmu tapi sanggup memeriksa, mengevaluasi, mengoreksi, dan lebih menyempurnakan prinsip dan asas yang menjadi landasan ilmu pengetahuan itu. DAFTAR PUSTAKA 1. Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010. 2. Rapar,Jan Hendrik. Pengantar Filsafat,Yogyakarta: Kanisius,1996. 3. http://ruruls4y,wordpress.com/2012/03/14/hubungan antara ilmu dengan filsafat/
_________ Putri Maulitia (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin, M.Pd.)
6