JURNAL AWAL PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL TETES MATA KLORAMFENIKOL 0,5%
OLEH : Arifani Siswidiasari
(0508505008)
I Gusti Agung Putu Deddy M.
(0708505032)
I Putu Bagus Maha Paradipa
(0808505001)
Anggy Anggraeni Wahyudhie
(0808505002)
Ni Made Wiryatini
(0808505003)
Ni Ketut Melysa Cahyani
(0808505004)
Liana Dwi Anggraini
(0808505005)
Ni Putu Dian Priyatna Sari
(0808505007)
JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011
TETES MATA KLORAMFENIKOL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Praktikum 1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan steril tetes mata Kloramfenikol. 2.
Untuk mengetahui masalah apa saja yang terjadi pada pembuatan sediaan steril tetes mata Kloramfenikol serta mengetahui cara penngatasannya.
3.
Dapat membuat sediaan steril tetes mata Kloramfenikol skala laboratorium sesuai dengan persyaratan sediaan steril yang telah ditentukan.
1.2 Dasar Teori Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan pada mata (Anonim, 1995). Sedangkan menurut Ansel, tetes mata adalah cairan steril atau larutan berminyak atau suspensi yang ditujukan untuk dimasukkan ke dalam saccus conjungtival. Mereka dapat mengandung bahan-bahan antimikroba seperti antibiotik, bahan antiinflamasi seperti kortikosteroid, obat miotik seperti fisostigmin sulfat atau obat midriatik seperti atropin sulfat (Ansel, 1989). Pembuatan tetes mata pada dasarnya dilakukan pada kondisi kerja aseptik dimana penggunaan air yang sempurna serta material wadah dan penutup yang diproses dulu dengan anti bakterial menjadi sangat penting artinya (Voight, 1995). Tetes mata kloramfenikol adalah larutan steril kloramfenikol. Mengandung kloramfenikol, C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dar jumlah yang tertera pada etiket (Anonim, 1995). Faktor-faktor dibawah ini sangat penting dalam sediaan larutan mata : 1. Ketelitian dan kebersihan dalam penyiapan larutan; 2. Sterilitas akhir dari collyrium dan kehadiran bahan antimikroba yang efektif untuk menghambat pertumbuhan dari banyak mikroorganisme selama penggunaan dari sediaan; 3. Isotonisitas dari larutan;
4. pH yang pantas dalam pembawa untuk menghasilkan stabilitas yang optimum (Akbar, 2010) Sediaan untuk mata terdiri dari bermacan-macam tipe produk yang berbeda. Sediaan ini bisa berupa larutan (tetes mata/pencuci mata), suspensi atau salep. Kadang-kadang injeksi mata digunakan dalam kasus khusus. Sediaan mata sama dengan sediaan steril lainnya yaitu harus steril dan bebas dari bahan partikulat. Dengan pengecualian jumlah tertentu dari injeksi mata, sediaan untuk mata adalah bentuk sediaan topikal yang digunakan untuk efek lokal dan karena itu tidak perlu untuk bebas pirogen. Syarat-syarat harus dipertimbangkan dalam pembuatan dan kontrol terhadap produk optalmik yaitu sterilitas pengawet, kejernihan bahan aktif, buffer viskositas, pH stabilitas, dan isotonisitas (Rgmaisyah, 2009). Keuntungan sediaan tetes mata antara lain secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep dan tidak menganggu penglihatan ketika digunakan. Sedangkan kerugian sediaan tetes mata yaitu waktu kontak yang relatif singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tetes mata yaitu: Cuci tangan Dengan satu tangan, tarik perlahan-lahan kelopak mata bagian bawah 3.
Jika penetesnya terpisah, tekan bola karetnya sekali ketika penetes
dimasukkan ke dalam botol untuk membawa larutan ke dalam penetes. 4.
Tempatkan penetes di atas mata, teteskan obat ke dalam kelopak mata
bagian bawah sambil melihat ke atas jangan menyentuhkan penetes pada mata atau jari. 5.
Lepaskan kelopak mata, coba untuk menjaga mata tetap terbuka dan
jangan berkedip paling kurang 30 detik 6. Jika penetesnya terpisah, tempatkan kembali pada botol dan tutup rapat 7. Jika penetesnya terpisah, selalu tempatkan penetes dengan ujung menghadap ke bawah 8. Jangan pernah menyentuhkan penetes denga permukaan apapun 9. Jangan mencuci penetes 10.
Ketika penetes diletakkan diatas botol, hindari kontaminasi pada tutup
ketika dipindahkan
11.
Ketika penetes adalah permanen dalam botol, ketika dihasilkan oleh
industri farmasi untuk farmasis, peraturan yang sama digunkahn menghindari kontaminasi 12. Jangan pernah menggunakan tetes mata yang telah mengalami perubahan warna 13.
Jika anda mempunyai lebih dari satu botol dari tetes yang sama, buka
hanya satu botol saja 14.
Jika menggunakan lebih dari satu jenis tetes pada waktu yang sama,
tunggu beberapa menit sebelum menggunakan tetes mata yang lain 15. Sangat membantu penggunaan obat dengan latihan memakai obat di depan cermin 16.
Setelah penggunaan tetes mata jangan menutup mata terlalu rapat dan
tidak berkedip lebih sering dari biasanya karena dapat menghilangkan obat tempat kerjanya. (Rgmaisyah, 2009) Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air, basa lemah atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan optalmik yaitu : 1.
Kelarutan
2.
Stabilitas
3.
pH stabilitas dan kapasitas dapar
4.
Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula. Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Lund, 1994). Larutan obat mata dapat dikemas dalam wadah takaran ganda bila digunakan secara perorangan pada pasien dan bila tidak terdapat kerusakan pada permukaan mata. Wadah larutan obat mata harus tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. Sedangkan untuk penggunaan pembedahan, disamping steril, larutan obat mata tidak boleh mengandung antibakteri karena dapat mengiritasi jaringan mata (Anonim, 1995).
BAB II TINJAUAN FARMAKOLOGI BAHAN OBAT 1.1 Farmakokinetik Setelah administrasi kloramfenikol melalui mata, obat terabsorpsi melalui aqueous humour. Jumlah obat yang terpenetrasi bervariasi tergantung sediaan dan frekuensi aplikasi (McEvoy, 2002). Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja menghambat sisntesis protein pada tingkat ribosom. Obat ini mengikatkan dirinya pada situssitus terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S. Kloramphenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan tRNA pada kodon-nya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk menyatu dengan baik dengan situs aseptor menghambat reaksi transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada pada situs donor pada kompleks ribosom tidak ditransfer ke asamamino aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti (Katzung, 2004). Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi melalui cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada penyakit mata yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan tersebut. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine. Perlu diingat untuk penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi di hati. Proses absorsi, metabolisme dan ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat bervariasi, khususnya pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan agak lengkap. Difusi kedalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali, kecuali kedalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan dengan antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Plasma-t1/2-nya rata-rata 3 jam. Didalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan akibat fatal. Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih kurang 10 % secara utuh (Tjay dan Rahardja, 2008).
1.2 Indikasi Untuk terapi infeksi superficial pada mata dan otitis eksterna yang disebabkan oleh bakteri, blepharitis, katarak, konjungtifitis bernanah, traumatik karatitis, trakhoma dan ulcerative keratitis (McEvoy, 2002). 1.3 Kontraindikasi Pada pasien yang hipersensitif terhadap kloramfenikol (McEvoy, 2002). 1.4 Mekanisme Kerja Menghambat sintesis protein pada mikroorganisme dengan berikatan pada subunit ribosom 50 S, sehingga menghambat pembentukan ikatan peptide (McEvoy, 2002). 1.5 Efek Samping Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada mata. Reaksi hipersensitivitas dan inflamasi termasuk konjunctivitis, terbakar, angioneuro edema, urtikaria vesicular/ maculopapular dermatitis (jarang terjadi) (McEvoy, 2002). 1.6 Dosis Untuk sediaan tetes mata, Kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5-1% dalam sediaan (Ansel, 1989) 1.7 Penyimpanan Pada suhu dibawah 30oC (Anonim, 2010).
BAB III TINJAUAN FISIKO-KIMIA BAHAN OBAT 3.1 Struktur dan Berat Molekul
Struktur molekul:
Berat molekul: 323,13 (Anonim, 1995) 3.2 Kelarutan Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, sedikit larut dalam CHCl3, mudah larut dalam propilen glikol, dalam aseton, dan dalam etil asetat (Anonim, 1995). 3.3 Stabilitas Terhadap cahaya
: tidak stabil, simpan pada tempat yang terlindung cahaya (Reynolds, 1982).
Terhadap suhu
: stabil selama 2 tahun, jika disimpan pada suhu 20-250 C (Reynolds, 1982).
Terhadap pH Terhadap oksigen
: pKa 5,5 (McEvoy, 2002) : tidak stabil, simpan dalam wadah yang kedap udara (Reynolds,1982).
3.4 Titik Lebur 149-1530 C (Reynolds, 1982) 3.5 Inkompatibilitas Aminophyline, Ampicillin, Ascorbic acid, Calcium chloride, Carbenicillin sodium, Chlorpromazine HCl, Erythromycin salts, Gentamicin sulfat, Hydrocortisone sodium
succinate, Hydroxyzine HCl, Methicilin sodium, Methylprednisolone sodium succinate, Nitrofurantoin sodium, Novobiocin sodium, Oxytetracycline, Phenytoin sodium, Polymixin B sulphate, Prochlorperazine salts, Promazine HCl, Prometazine HCl, Vancomycin HCl, Vitamin B complex (Lund, 1994).
BAB IV BENTUK SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMAKAIAN 4.1 Bentuk Sediaan Tetes mata Kloramfenikol 0,5% 4.2 Dosis Diteteskan sebanyak 2 tetes 3-4 kali sehari. 4.3 Cara Pemakaian Diteteskan pada mata
BAB V FORMULASI 5.1 Formulasi Baku/ Standar Formula I R/ Polyethylene Glycol
0,1327 ml
Polyoxil 40 Stearate
70 mg
Chloramphenicol
6,2 mg
Disodium Edetate
0,127 mg
Phenylmercuric Nitrate
0,04 mg
Hydrochloric Acid
qs
Sodium Hydroxide
qs
Water Purified
qs (Niazi, 2004).
Formula II R/ Chloramphenicol
30 mg/ml
Collidon
150 mg/ml
Preservatives
qs
Water Purified
qs (Niazi, 2004)
5.2 Formulasi yang akan digunakan R/ Kloramfenikol
50 mg
Kalium Hidrogen Fosfat
0,2 M
Natrium Hidroksida
0,2 M
Metil Paraben
0,02%
NaCl
0,9%
Aquades
ad 10 ml
5.3 Permasalahan 1. Kloramfenikol sukar larut dalam air 2. Cairan yang diaplikasikan pada mata harus isotonis dengan cairan mata.
3. Cairan yang diaplikasikan pada mata harus isohidris dengan cairan mata. 4. Pelarut utama dalam sediaan ini adalah air sehingga mudah ditumbuhi mikroba dan jamur. 5. Sediaan tetes mata harus dalam keadaan steril. 5.4 Pengatasan Masalah 1. Kloramfenikol memilki sifat yang sukar larut dalam air. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka terlebih dahulu kloramfenikol dibuat menjadi sedikit basa dengan cara dilarutkan dalam pelarut dengan pH 7- 9. Larutan yang digunakan adalah dapar KH 3PO4 pH 7,4. 2. Agar sediaan tetes mata yang dibuat isotonis dengan cairan mata maka ditambahkan NaCl yang berfungsi sebagai zat pengisotonis ke dalam sediaan. Jika sediaan yang dibuat sudah dalam kondisi hipertonis, maka NaCl tidak perlu lagi ditambahkan. 3. Agar sediaan tetes mata yang dibuat isohidris, maka digunakan dapar pH 7,4 yaitu KH3PO4 yang berfungsi sebagai buffering agent yang berguna untuk menyamakan pH sediaan dengan pH cairan biologis. 4. Untuk mengatasi sifat air yang mudah ditumbuhi mikroba dan jamur maka digunakan bahan pengawet metil paraben dengan rentang konsentrasi antara 0,015% - 0,2%. 5. Karena sediaan tetes mata tidak bisa disterilisasi akhir, mengingat wadah yang digunakan terbuat dari plastik maka untuk menjaga agar sediaan tetes mata tetap dalam keadaan steril, pengerjaan dilakukan dengan metode aseptis. 5.5 Perhitungan Volume sediaan
: 10 mL
Jumlah sediaan
: 2 botol
Kloramfenikol Berat kloramfeni kol =
0,5 gram / mL ×10 mL = 0,05 gram 100
Penambahan bobot 10%
= 0,05 gram + (10% x 0,05 gram) = 0,055 gram
Untuk 2 buah sediaan
= 0,055 gram x 2 = 0,11 gram
Metil Paraben Berat metil paraben =
0,02 gram / mL ×10 mL = 0,002 gram 100
Penambahan bobot 10%
= 0,002 gram + (10% x 0,002 gram) = 0,0022 gram
Untuk 2 buah sediaan
= 0,0022 gram x 2 = 0,0044 gram = 4,4 mg
NaCl Perhitungan Tonisitas - Kesetaraan NaCl yang diperlukan untuk 11 mL larutan isotonik:
Kesetaraan NaCl = 11 mL x 0,9 % b/v = 0,099 gram - Kesetaraan NaCl untuk Kloramfenikol (0,14) Jumlah Kloramfenikol
= 0,5 gram/100 mL = x/11 mL = 0,055 gram
Jumlah NaCl
= 0,055 gram x (E) = 0,055 gram x 0,14 = 0,0077 gram
Jumlah NaCl yang ditambahkan = Kesetaraan NaCl – Kesetaraan NaCl untuk kloramfenikol = 0,099 gram – 0,0077 gram = 0,0913 gram Untuk 2 buah sediaan
= 0,0913 gram x 2 = 0,1826 gram
Perhitungan Dapar Fosfat pH 7,4 NaOH 25 ml 0,2 M = mol/ 0,025
mol
= 0,005
gram = 0,005 x 40 = 0,2 gram = 200 mg KH3PO4 5 ml 0,2 M = mol/0,005 mol
= 0,001 mol
0,001 mol = gram/ 136,09 gram/mol gram
= 0,001 mol x 136,09 gram/mol = 0,13609 gram = 136,09 mg
5.6 Tabel Penimbangan No.
Bahan
1. 2. 3.
Kloramfenikol Metil paraben NaCl
5. 6.
NaOH KH3PO4
Fungsi
Penimbangan 1
Penimbangan 2
sediaan ± 10% sediaan Zat aktif 0,055 gram 0,11 gram Pengawet 0,0022 gram 0,0044 gram Pengisotonis 0,0913 gram 0,1826 gram Penimbangan dapar pH 7, 4 Dapar 200 mg Dapar 136,09 mg
BAB VI ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA 6.1 Alat dan Bahan Alat 1. Gelas ukur 2. Pipet tetes 3. Beaker glass 4. Corong gelas 5. Kertas saring 6. Batang pengaduk 7. Labu Ukur 8. Sendok tanduk 9. Botol dropp tetes mata 10. Erlenmeyer 11. Spuit injeksi Bahan 1. Kloramfenikol 2. Metil paraben 3. NaCl 4. NaOH 5. KH3PO4 6. Aquadest 6.2 Alat-alat yang digunakan dan cara sterilisasinya No. 1. 2.
Nama Alat Gelas ukur
Cara sterilisasi Autokla
Pipet tetes
f Autokla f
Suhu (oC) 121o
Waktu 15’
121o
15’
3. 4. 5.
Beaker glass Corong gelas Kertas saring
Autoklaf Autoklaf Autoklaf
121o 121o 121o
15’ 15 ‘ 15 ‘
6.
Batang pengaduk
Oven
160
30’
7.
Labu ukur
Autoklaf
121o
15 ‘
8.
Sendok tanduk
Autoklaf
121o
15 ‘
9.
Erlenmeyer
Autoklaf
121o
15 ‘
10.
Spuit injeksi
-
-
-
11.
Botol dropp tetes mata
-
-
-
6.3 Cara Kerja Pembuatan Dapar Fosfat Ditimbang NaOH sebanyak 200 mg dan KH3PO4 sebayak 136,09 mg.
NaOH sebanyak 200 mg dilarutkan dengan aquades yang telah disaring sebelumnya, ke dalam labu ukur 25 mL kemudian di ad hingga 25 mL
KH3PO4 sebanyak 136,09 mg dilarutkan dengan aquades yang telah disaring sebelumnya, ke dalam labu ukur 5 mL kemudian di ad hingga 5 mL
Masukkan sebanyak 3,9 mL larutan NaOH 0,2 M kedalam 5 mL larutan KH2PO4 0,2 M sehingga didapatkan buffer fosfat dengan pH 7,4
Pembuatan Sediaan Tetes Mata Kloramfenikol
Alat-alat dan wadah yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu, termasuk botol dropp tetes mata yang telah berisi penanda 10 mL
Semua bahan ditimbang untuk membuat 2 buah sediaan tetes mata
Metil paraben yang telah ditimbang kemudian dilarutkan ke dalam larutan dapar fosfat
Kemudian ditambahkan dengan Kloramfenikol, aduk hingga larut dalam campuran
NaCl yang telah ditimbang, dilarutkan dengan aquades secukupnya (yang telah disaring sebelumnya) kemudian ditambahkan ke dalam campuran yang telah dibuat
Ad aquades ke dalam campuran hingga 20 mL (volume untuk 2 buah sediaan)
Larutan difiltrasi dengan corong gelas yang telah dilapisi dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan aquades ke dalam beaker glass
Filtrat dimasukkan ke dalam spuite injeksi 10 mL dan dimasukkan ke dalam wadah botol dropp tetes mata
Wadah ditutup, diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kemasan sekunder.
BAB VII EVALUASI SEDIAAN 7.1 Uji Organoleptis Uji organoleptis terhadap sediaan dilakukan dengan peninjauan dari segi warna dan bau yang ditimbulkan oleh cairan tetes mata. Diamati warna cairan dan ada tidaknya aroma yang ditimbulkan. Selain itu juga dilakukan uji tetesan dengan melihat konsistensi cairan yang dihasilkan dan apakah dapat menetes bila dituang. 7.2 Uji pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH stick. Sejumlah cairan tetes mata diletakkan di dalam beaker glass. pH stick dicelupkan ke dalam cairan tetes mata, setelah beberapa saat dicek warna yang terbentuk pada pH stick. Warna yang terbentuk pada pH stick kemudian dicocokan dengan rentang warna yang terdapat pada kemasan pH stick untuk mengetahui pH dari sediaan. 7.3 Uji Kejernihan Uji kejernihan terhadap sediaan dilakukan dengan meletakkan wadah sediaan yang berisi cairan tetes mata di dalam kotak dengan latar hitam dan putih yang didalamnya terdapat lampu yang menyinari wadah dari arah samping. Pertama wadah didekatkan pada lampu pada sisi dengan latar putih, amati kejernihan cairan dengan melihat ada atau tidak kotoran berwarna gelap. Selanjutnya wadah didekatkan pada lampu pada sisi dengan latar hitam, amati kejernihan kembali dengan melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna muda kemudian bandingkan dengan perlakuan pertama pada latar putih. Pernyataan kejernihan suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan. 7.4 Uji Kebocoran Uji kebocoran dilakukan dengan membalikkan botol sediaan tetes mata dengan mulut botol menghadap ke bawah . Diamati ada tidaknya cairan yang keluar menetes dari botol.
BAB VIII ETIKET, BROSUR DAN KEMASAN SEKUNDER
DAFTAR PUSTAKA Akbar, K. 2010. Sterilisasi Tetes Mata. (cited 2011, April 9). Available at : http://www.m2pc.web.id/2010/06/sterilisasi-tetes-mata.html Anonim. 1995. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Anonim, 2010. Kalmicetine Kloramfenikol. (cited 2011, April 9). Available at : http://www.dechacare.com/KALMICETINE-Kloramfenikol-KapsulP573.html Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Jakarta : UI Press. Katzung, B. G. 2004. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, Twelfth Edition. London : PhP McEvoy, G. K. 2002. AHFS Drug Information. USA : American Society of Health System Pharmcists. Niazi. 2004. Hand book of Pharmaceutical Manufacturing Formulations Sterile Products Volume 4.Washington DC: CRC Press Rgmaisyah. 2009. Tetes mata. (cited 2011, April 9). Available at : http://rgmaisyah.wordpress.com/2009/06/06/tetes-mata/ Tjay, T. H. dan Rahardja K. 2008. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.