Jurnal Analisis, Desember 2015, Vol. 4 No. 2 : 196 – 201
ISSN 2303-100X
ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) : REFLEKSI SIRI’ NA PESSE SEBAGAI MODAL SOSIAL Organizational Citizenship Behavior (OCB): The Reflection Of Siri’ na Pesse As A Social Capital
Andi Risfan Rizaldi, Siti Haerani, Syarifuddin Manajemen dan Keuangan Universitas Hasanuddin, Makassar (E-mail:
[email protected])
ABSTRAK Siri’ na pesse merupakan sebuah pedoman bagi setiap orang Bugis dalam berkehidupan yang dapat menjadi faktor pendorong terjadinya Organizational Citizenship Behavior (OCB). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kehadiran Organizational Citizenship Behavior (OCB) sebagai manifestasi siri’ na pesse. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data fenomenologi dari Van Kaam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum Organizational Citizenship Behavior belum terlihat sebagai manifestasi nilai siri’. Hal ini terjadi karena unsur-unsur pembentuk modal sosial seperti kepercayaan dan partisipasi belum ditunjukkan sebagai perilaku bersama dalam organisasi serta nilai siri’ na pesse yang tidak terpahami dengan baik menjadikan Organizational Citizenship Behavior tidak tumbuh sebagai pola perilaku bersama anggota organisasi. Nilai siri’ na pesse yang esensinya merupakan sebuah produk kebudayaan yang menjadi pedoman dalam berkehidupan belum mewujud secara utuh dalam praktik perilaku tiap individu dalam organisasi sehingga Organizational Citizenship Behavior belum bisa menjadi perilaku yang merefleksikan nilai siri’ na pesse dalam organisasi. Kata Kunci: Organizational Citizenship Behavior, Siri’ Na Pesse, Modal Sosial, Fenomenologi Van Kaam
ABSTRACT Siri’ na Pesse is a guideline for every Buginese, which can later drive them to behave in accordance with Organizational Citizenship Behavior (OCB). The aim of the research was to analyze the presense of Organizational Citizenship Behavior (OCB) as the manifestation of Siri’ na Pesse. The research was a qualitative approach. The methode of analyzing the data was phenomenological analysis of Van Kaam. The results of the research indicated that n general Organizational Citizenship Behavior has not been manifested yet in the value of Siri’ na pesse. This is because the elements to form social capital such as trust and participation have not been indicated yet as a collective bahavior in organization. Besides, the value of Siri’ nsa pesse is not understood well, so Organizational Citizenship Behavior does not grow as pattern of collective behavior of the members of organization. The value of siri’ na pesse wisch is essentially a cultural product as a guide in life has not been completely brought into reality in the practice of behavior of every individual in organization. Therefore, Organizational Citizenship Behavior could not become a behavior wich reflects the value of siri’ na pesse in organization. Keywords: Organizational Citizenship Behavior, Siri’ na Pesse. Social Capital, Phenomenology Van Kaam
ade, bicara, wari, rapang, dan sara. Selain siri’ ada satu nilai lagi yang menjadi penyeimbang konsep siri’ yaitu pesse. Secara leksikal pesse berarti perih atau pedis. Pesse adalah daya pendorong untuk menimbulkan solidaritas yang kokoh di kalangan orang Bugis dan Makassar
PENDAHULUAN Siri’ merupakan inti kebudayaan Bugis Makassar yang menjadi kekuatan pendorong terhadap tegaknya hukum atau Pangaderreng (Mattulada, 1995). Pangaderreng sebagai wujud totalitas kebudayaan Bugis Makassar berisi unsur: 196
Organizational Citizenship Behavior, Siri’ Na Pesse, Modal Sosial
(Mattulada, 1995). Hakikat siri’ na pesse memiliki keterikatan terhadap konsep modal sosial. Nilai siri’ na pesse merupakan modal sosial yang dapat memberikan sebuah pijakan dalam menuju perubahan dan perbaikan. Penelitian yang dilakukan Cangara (2012), menunjukkan bahwa siri’ na pesse merupakan sebuah modal sosial karena di dalamnya memuat unsur trust sebagai perekat sosial sehingga nilai tersebut dapat tereksternalisasi dalam perilaku anggotanya. Modal sosial ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme kultural seperti agama, tradisi, atau kebiasaan sejarah (Rahmawati, 2011). Modal sosial dibutuhkan untuk menciptakan jenis komunitas moral yang tidak bisa diperoleh seperti dalam kasus bentuk-bentuk human capital. Dimensi dari modal sosial memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas hidupnya dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian secara terus menerus. Di dalam proses perubahan dan upaya mencapai tujuan tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan normanorma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah-laku, serta berhubungan atau membangun jaringan dengan lain. Dalam tataran organisasi, semangat tersebut senantiasa diinternalisasi dalam sebuah budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan sebuah pemahaman nilai-nilai yang senantiasa diharapkan akan dipahami dan senantiasa dieksternalisasi oleh para anggota organisasi sebagai peran-peran dalam organisasi. Peningkatan kinerja sebuah organisasi saat ini sangat dipengaruhi oleh kualitas perilaku yang ditunjukkan pegawai di mana perilaku ini diharapkan tidak hanya berkaitan dengan kualitas pelaksanaan atau tugas-tugas yang telah ditetapkan (in-role) namun juga perilaku yang bersifat extra-role atau yang tidak digariskan dalam job description organisasi sehingga mampu memberikan kontribusi positif bagi efektifitas organisasi. Perilaku extra-role merupakan sebuah tahap implementasi dari pemahaman sebuah budaya organisasi yang didasarkan pada semangat nilai-nilai budaya yang dipahami dan disepakati bersama membentuk modal sosial yang dibingkai dengan semangat trust sebagai perekat sosial keseluruhan anggota organisasi tersebut.
ISSN 2303-100X
Namun, fakta menunjukkan bahwa perilaku extra-role atau biasa kita kenal dengan Organizational Citizenship Behavior (OCB) seringkali tidak tercapai. Hal tersebut merupakan sebuah permasalahan yang sangat penting mengingat perubahan dan kemajuan zaman yang ditandai dengan kompleksitas kerja memaksa organisasi harus senantiasa beradaptasi agar aktivitas organisasi bisa tetap terjaga. Hal yang menarik bahwa komitmen afektif berupa adanya kesamaan nilai maupun tujuan antara pegawai dengan organisasi sehingga menciptakan atmosfer yang kondusif terhadap munculnya OCB (Meyer dkk.,1993). Pendapat tersebut bisa dijadikan sebuah titik awal untuk melihat bagaimana pola relasi antara budaya siri’ na pesse dengan kemungkinan munculnya OCB. Konsep siri’ na pesse sebagai produk kebudayaan masyarakat Bugis menjadi landasan filosofis maupun nilai yang dianut oleh individu yang kemudian terjewantahkan dalam perilaku sehingga dapat memunculkan OCB dari pegawai dalam organisasi. Penelitian yang menghubungkan siri’na pesse dan OCB sejauh ini masih jarang ditemukan sehingga peneliti mempertimbangkan melakukan penelitian ini mengingat pentingnya OCB bagi organisasi. Walaupun penelitian terkait masih jarang ditemukan, namun ada beberapa penelitian terdahulu yang bisa dijadikan acuan untuk menjadi pondasi dasar penelitian. Penelitian mengenai Siri’ na Pesse dan modal sosial ditunjukkan pada hasil penelitian terdahulu oleh Cangara yang mencoba melihat siri’ na pesse sebagai sebuah modal Sosial yang bisa menjadi perekat Sosial dalam menyelesaikan konflik yang terjadi dalam masyarakat. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa nilai siri’ na pesse merupakan modal sosial yang dapat dikembangkan dalam pergaulan antar kelompok sosial. Pengembangan nilai pada tahap internalisasi dapat dipahami secara benar oleh warga masyarakat sekaligus dapat menimbulkan terciptanya sikap positif dan hasil terakhir dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa dalam eksternalisasi, nilainilai ini mewujud kepada terciptanya jarak sosial yang erat sebagai akibat tingginya tingkat penerimaan sosial dari responden yang diteliti. Penelitian ini bertujuan menganalisis kehadiran Organizational Citizenship Behavior sebagai manifestasi nilai Siri’ na Pesse. Penelitian 197
Andi Risfan Rizaldi
ISSN 2303-100X
ini diharapkan memperluas kajian OCB dalam ranah kebudayaan dan memberikan masukanmasukan bagi penelitian selanjutnya.
Constituents and Themes by Application: Validation;(5) Individual Textural Description; (6) Individual Structural Description; dan (7) Textural-Structural Description.
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kampus STKIP Muhammadiyah Bone, yang beralamat di Jl. Abu Dg Pasolong No.62, Watampone 92713. Telp: 0481-22974
HASIL Berdasarkan analisis masing-masing dimensi Organizational Citizenship Behavior dari tinjauan siri’ dalam konteks penelitian, kita dapat melihat bahwa secara umum Organizational Citizenship Behavior belum bisa merefleksikan nilai siri’. Dengan kata lain bahwa nilai Siri’ yang telah mengalami degradasi dalam bentuknya yang individualis dan pragmatis sehingga menyebabkan kepercayaan, partisipasi dan kohesifitas kelompok tidak terbentuk sehingga meyebabkan Organizational Citizenship Behavior sulit untuk ditemukan sebagai sebuah perilaku umum dalam STKIP Muhammadiyah Bone.
Penentuan Informan Penentuan informan dalam penelitian ini yaitu menentukan key informan dengan cara purposive sampling (Bungin, 2007). Informan dalam penelitian ini berjumlah empat orang, yaitu Ketua STKIP Muhammadiyah Bone, Wakil Ketua I Bidang Akademik, Wakil Ketua IV Bidang Humas dan KeMuhammadiyahan dan Ketua Lembaga Jurnal STKIP Muhammadiyah Bone.
PEMBAHASAN Dimensi Organizational Citizenship Behavior yang pertama adalah dimensi Altruism. Dimensi Altruism berbicara mengenai sebuah perilaku yang mengutamakan kepentingan orang lain. Perilaku tersebut merupakan sebuah pilihan bebas dari individu yang tidak terikat dengan sistem reward yang ada dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Pada dasarnya ada masalah kesadaran terhadap tanggungjawab pekerjaan yang dirasa menjadi kendala dalam kinerja pegawai. Masalah kesadaran tersebut membawa kepada tidak terpahaminya dengan baik tugas pokok dan fungsi dari masing-masing anggota organisasi dan menimbulkan masalah motivasi terkhusus bagi pegawai muda. Alasan yang mendasari tindakan tersebut adalah sikapsikap yang didasari oleh individualisme dan pragmatisme anggota yang lebih mementingkan kepentingan sendiri daripada kepentingan organisasi. Secara umum, nilai yang mempengaruhi sikap dan perilaku individu (Robbins dan Judge, 2008). Klasifikasi nilai dalam organisasi telah dilakukan oleh Milton Rokeach dengan menciptakan Rokeach Value Survey (RVS) (Robbins dan Judge, 2008). Nilai yang pertama disebut Nilai Terminal, yaitu keadaan akhir kehidupan yang diinginkan, sedang nilai lainnya adalah Nilai Instrumental, yaitu perilaku atau cara-cara yang lebih disukai untuk mencapai nilai-
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2010), mengemukakan bahwa metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan observasi. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data fenomenologi Van Kaam (Moustakas, 1994). Penelitian dengan pendekatan fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu (Hasbiansyah, 2010). Upaya untuk mendapatkan pemahaman tersebut telah diuraikan oleh Van Kaam dalam suatu metode analisis data fenomenologi (Moustakas, 1994) yang diuraikan sebagai berikut, (1) Listing and Preliminary Grouping;(2) Reduction and Elimination;(3) Clustering and Thematizing the Invariant Constituents (Thematic Potrayal); (4) Final Identification of the Invariant 198
Organizational Citizenship Behavior, Siri’ Na Pesse, Modal Sosial
nilai terminal seseorang. Dari sudut pandang siri’, nilai siri’ belum menjadi sebuah nilai yang absolut dipegang oleh individu dan dikaitkan dengan perilaku Altruism dalam organisasi, nilai siri’ juga belum menjadi nilai terminal ataupun instrumental yang dianut oleh individu dalam mengaktualkan potensi perilaku Altruism. Dimensi kedua dari Organizational Citizenship Behavior adalah Concientiousnes. Dimensi Concientiousnes berbicara mengenai perilaku in-role yang memenuhi tingkat di atas standar minimum yang disyaratkan. Perilaku yang ditunjukkan oleh dimensi Concientiousness, seperti tiba bekerja lebih awal, ketepatan waktu, efisiensi percakapan di luar pekerjaan dan ada saat dibutuhkan. Masalah motivasi anggota terkhusus anggota muda lebih disebabkan karena ketidakpuasan mereka terhadap imbalan yang mereka terima. Ketidakpuasan tersebut membawa anggota tersebut untuk memilih tidak bekerja secara optimal. Jangankan bekerja di atas tuntutan pekerjaan yang in-role, mereka bahkan sering mengabaikan tanggung jawab pekerjaan mereka. Pengabdian oleh mereka mungkin akan sulit dicapai karena perihal ketidakpuasan akan hasil yang diperoleh. Teori harapan Vroom yang dikutip dalam Robbins dan Judge (2008), menjelaskan sumber motivasi didasari pada kepercayaan akan pencapaian-pencapaian individual akan sebanding dengan hasil yang diusahakan dalam bentuk kinerja. Sehubungan dengan perilaku Concientiousnes dalam objek penelitian, pergeseran nilai siri’ menjadi sesuatu nilai yang hanya ada dan diaplikasikan pada ranah individual menyebabkan siri’ termaknai secara pragmatis. Pemahaman pragmatis tersebut membawa pada kejatuhan konsepsi ideal siri’. Dari penjelasan tersebut, cukup beralasan untuk menilai bahwa perilaku Concientiousnes belum menjadi perilaku bersama dan tidak merefleksikan nilai siri’. Dimensi ketiga dari Organizational Citizenship Behavior adalah Sportsmanship. Dimensi Sportsmanship berbicara mengenai sikap yang memandang segi positif ketimbang segi negatif organisasi. Intervensi yang berlebihan terlebih karena alasan senioritas terhadap pejabat struktural organisasi merupakan perilaku yang kurang begitu sportif karena perilaku itu sudah memasuki ranah wewenang dari orang yang berada dalam sruktur yang sebenarnya bukan
ISSN 2303-100X
bagian wewenang dari orang di luar struktur. Selain itu, hambatan terbesar dalam menegakkan aturan adalah pertimbangan hubungan emosional yang sangat mendominasi dalam pembuatan keputusan serta pembiaran dari anggota terhadap pelanggaran aturan yang terjadi. Pertimbangan emosional dalam pengambilan keputusan serta tindakan pembiaran jelas merupakan sebuah kekeliruan yang terjadi dalam organisasi. Bagaimana dengan tinjauan siri’? Intervensi senioritas lahir karena pertimbangan siri’ yang bernuansa pragmatis dan individualis. Pertimbangan tersebut justru menjauhkan siri’ dari nilai substansialnya. Untuk masalah pertimbangan emosional dalam pengambilan keputusan serta pembiaran yang terjadi, untuk menilai apakah siri’ masih menjadi nilai yang dominan atau tidak, kita bisa melihat dari seberapa besar usaha individu dalam mempertahakan nilai yang diyakininya ketika harus berbenturan dengan kondisi sosial dimana ia berada. Ketika individu tetap mempertahankan nilai yang diyakininya, nilai tersebut pasti sebuah nilai yang dianggap sangat penting buat individu tersebut begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, wajar kalau dikatakan bahwa perilaku Sportsmanship saat ini tidak merefleksikan nilai siri’ dalam organisasi. Dimensi keempat dari Organizational Citizenship Behavior adalah Civic Virtue. Dimensi Civic Virtue berbicara mengenai dukungan anggota dalam fungsi-fungsi administratif dalam organisasi. Perilaku yang ditunjukkan oleh dimensi Civic Virtue seperti mengikuti perkembangan organisasi, mengikuti pengumuman organisasi, menyimpan informasiinformasi organisasi. Dari hasil peneltian, ditemukan bahwa perilaku Civic Virtue belum nampak dengan jelas atau bisa dikatatakan bahwa perilaku Civic Virtue belum menjadi standar perilaku yang berlaku umum dalam organisasi Karena siri’ tidak ditempatkan pada posisinya sebagai dorongan untuk bekerja optimal, sehingga rasa malu yang dipahami bersama oleh anggota tidak terlalu memberi efek pada perilaku individu sehingga mereka membiarkan hal itu terjadi. Siri’ tidak menjadi gagasan bersama yang bisa mendorong munculnya rasa malu ketika informasi yang ada tidak diproses dengan baik sesuai dengan kebutuhan organisasi sehingga perilaku
199
Andi Risfan Rizaldi
ISSN 2303-100X
Civic Virtue tidak memanifestasikan nilai siri’ itu sendiri. Dimensi kelima dari Organizational Citizenship Behavior adalah Courtesy. Dimensi Courtesy berbicara mengenai perilaku yang menggambarkan loyalitas individu terhadap organisasi dengan keterlibatannya terhadap fungsi-fungsi organisasi Perilaku yang ditunjukkan oleh dimensi Courtesy seperti keterlibatan dalam fungsi-fungsi organisasi, perhatian pada pembangunan image organisasi, membantu kebersamaan departemental, menghadiri pertemuan-pertemuan organisasi. Dari hasil tersebut ditemukan bahwa perilaku Courtesy belum nampak dengan jelas atau bisa dikatakan bahwa perilaku Courtesy belum menjadi standar perilaku yang berlaku umum dalam organisasi. Perilaku seperti berperan aktif dalam membentuk image positif kampus sebagai usaha counter terkait isu miring mengenai kualitas kampus swasta yang berkembang dalam masyarakat telah ditunjukkan oleh kampus dengan membentuk bidang kehumasan dibawah koordinasi WAKA IV. Walaupun usaha tersebut sudah dilembagakan namun, kenyataannya bahwa perilaku tersebut belum menyeluruh dijalankan oleh segenap anggota. Terkait dengan siri’, jelaslah bahwa siri’ masih belum mampu menjadi sumber untuk menjadikan anggota lebih aktif berpartisipasi terhadap isu-isu pembangunan kampus, walaupun mereka menyadari bahwa isu miring serta manajemen yang lemah membuat mereka malu namun, kenyataannya kesadaran tersebut belum kuat untuk membentuk perilaku Courtesy mereka sehingga pembangunan kampus masih berjalan ditempat. Perilaku OCB yang belum menjadi refleksi dari nilai siri’ lebih dimungkinkan karena nilai siri’ tidak menjadi sebuah modal sosial. Siri’ yang menjadi modal sosial memberikan dampak terhadap kinerja manajerial sebagaimana penjelasan Meier (2002), bahwa kapabilitas manajerial akan baik ketika sosial kapital mengurangi biaya informasi, biaya transaksi dan risiko serta mambantu menghindari moral hazard dan masalah adverse selection (Syamni, 2010). Kapabilitas manajerial yang kuat akan memunculkan OCB pegawai dengan siri’ sebagai pondasi modal sosial. Dalam usaha peningkatan produktivitas dan daya saing organisasi, disini dapat kita lihat peran penting modal sosial yang
oleh Sims (2006), bahwa dalam konteks peningkatan produktivitas dan daya saing suatu organisasi usaha, modal sosial menduduki posisi dan peran setara dengan modal-modal yang lain (modal ekonomi dan modal manusia) (Witjaksono, 2010). Dari sini kita bisa melihat bagaimana peran penting dari siri’ sebagai pondasi nilai ketika menjadi sebuah modal sosial organisasi dalam pembentukan OCB pegawai. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, disini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa secara umum Organizational Citizenship Behavior belum terlihat sebagai manifestasi nilai siri’ na pesse. Hal ini terjadi karena unsur-unsur pembentuk modal sosial seperti kepercayaan dan partisipasi belum ditunjukkan sebagai perilaku bersama dalam organisasi serta nilai siri’ na pesse yang mengalami degradasi menjadikan Organizational Citizenship Behavior tidak tumbuh sebagai pola perilaku bersama anggota organisasi. Penelitian ini berimplikasi pada usaha pengembangan teoriteori yang berkaitan dengan Organizational Citizenship Behavior yang lebih difokuskan pada pengembangan pada ranah nilai-nilai yang dianut individu pada setiap kebudayaan. Penelitian ini berimplikasi pada penelitian-penelitian lanjutan mengenai Organizational Citizenship Behavior yang mencoba mendalami aspek-aspek dari nilai tiap-tiap kebudayaan dan implikasinya terhadap Organizational Citizenship Behavior. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi salah satu rujukan bagi penelitian lainnya yang ingin menjelaskan konsekuensi Organizational Citizenship Behavior yang tidak memanifestasikan nilai siri’ na pesse dalam organisasi. DAFTAR PUSTAKA Bungin Burhan (ed). (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Rajawali Pres. Jakarta. Cangara Syaifullah. (2012). Identifikasi dan pengembangan nilai-nilai modal sosial lokal untuk pencegahan serta resolusi konflik sosial masyarakat di Provinsi Sulawesi Selatan. Hasil penelitian “Hibah Unggulan Perguruan Tinggi” Dikti. Hasbiansyah. (2010). Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian Dalam Ilmu 200
Organizational Citizenship Behavior, Siri’ Na Pesse, Modal Sosial
Social dan Komunikasi. Jurnal Mediator, vol 9. No.1. Meyer J.P, Allen N.J., & Smith C.A. (1993). Commitment to organizations and ocuppations: Extention and test of a threecomponent conceptualization. Journal of Applied Psycology, 78:538-551. Mattulada. (1995). Latoa: Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Jakarta: Universitas Indonesia. Moustakas Clark. (1994). Phenomenological Research Methods. Sage Publications. Inc. Moleong Lexy J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Rosda. Cetakan ke-28. Bandung.
ISSN 2303-100X
Rahmawati Diah. (2011). Model hubungan modal sosial, OCB (Organizational Citizenship Behavior), dan kepercayaan di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor. ITB. Bogor. Robbins Stephen P., & Judge Timothy A. (2008). Perilaku Organisasi. Edisi kedua belas. Salemba Empat: Jakarta. Syamni Ghazali. (2010). Profil social capital suatu kajian literatur. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, 17:174-182. Witjaksono Mit. (2010). Modal sosial dalam dinamika perkembangan sentra industri logam waru Sidoarjo. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 11:266-291.
201