Juli Milik kita Hanya ada dua kali dalam satu tahun Kebahagiaan yang luar biasa bagi kita Kerinduan yang sekian lama terpendam, kini terbayar juga Cuti kenaikan tingkat, dari tingkat 2 menuju tingkat 3 SELAMAT UNTUK KSATRIA KU, EFENDI......
Dalam cuti kenaikan tingkat biasanya dia mendapat libur selama 2 minggu lebih untuk liburan, untuk melepaskan keletihan, kejenuhan yang selama ini menumpuk disebabkan karna segudang kegiatan di dalam akademi itu. Aku tau bagi dia dan temantemannya kegiatan didalam sana tidaklah sulit, bahkan sudah menjadi kebutuhan bagi mereka. Inilah bulan yang kita tunggu. Sangat ditunggu. Sudah kita rencanakan jauh-jauh hari untuk sebuah pertemuan, itu lah perbedaan menjalin hubungan dengan seorang anak negara. Abdi negara. Bahkan sedekedar untuk mendengar suara mereka pun ada jadwal dihari-hari tertentu. Iya jadwal yang mereka sebut dengan kata pesiar. Apalagi jadwal untuk sebuah pertemuan, tentu saja ada jadwal khusus, dan benar-benar spesial. Sore ini mas efendi keluar dari gerbang tinggi itu. Biasanya jam 4 atau jam 5 baru keluar. Aku menunggu. Sangat menunggu. Dering suara telp masuk di Handphone ku. Sudah ku tebak pasti dari pangeran lembah tidar itu.
“Aku sudah sampai depan RS Margono” “Apa? KKeenpa engga bilang ddaari tadi biar aku siapsiap-siap” siap” bisa sa menunggu.” “engga usah kaget, aku bi “15 menit aku sampai, tunggu ya mas mas””
hati--hati dijalan” “iya, hati
Tepat jam 12 malam, 5 jam dari lembah tidar itu, mas efendi tiba di kota tempat aku kuliah, Purwokerto. Harusnya tidak selama itu, tapi entah apa yang membuat dia lama sekali dalam perjalanan. Mungkin karna dia memang harus menyelesaikan urusan disana. Maklumlah dia memang selalu disibukkan dengan tugas, kegiatan, peraturan dan entah apapun itu yang aku sendiri belum terlalu bisa untuk memahami kegiatan-kegiatan itu. Karna dia juga tidak terlalu sering menceritakan semua kegiatan didalam sana. Paling hanya sesekali jika dia akan mengikuti latihan luar atau ujian selalu berpamitan kepada ku. kalau untuk kegiatan rutin setiap harinya dia hanya menceritakan sekedarnya saja. Seharusnya aku menjemput maz efendi dengan sepeda motor ku, tapi tak mungkin. Jam 12 malam aku keluar sendiri dengan mengendarai sepeda motor. Aku tidak berani, supaya tidak repot juga , aku memesan taksi untuk menjemput ku di kost-kostan dan kemudian menuju ke tempat dia menunggu ku. 5 menit aku sampai di depan RS margono. aku juga akan merasa bersalah kalau malam-malam begini aku membiarkan dia kedinginan dengan naik sepeda motor. Aku tahu betul, dia pasti sangat lelah. Aku ingin melihatnya nyaman bersamaku. Sudah sejak sore aku menunggu kedatangannya, dan sekarang pangeran lembah tidarku sudah berada dihadapanku. Sosok lelaki gagah dengan seragam coklat dan sepatu hitam, ikat pinggang hitam dan topi berwarna coklat sekarang didepanku. Aku menyukai badan tegapnya, ramping pinggangnya, wangi tubuhnya, aku menyukai sosoknya. Aku mencintainya.
mass menun menunggu.” ggu.” “maaf membuat ma apa--apa, aku senang. Kenapa naik taksi? Sepeda motornya dimana?” “engga apa berani malam--malam begini.” “aku engga bera ni mas naik sepeda motor malam “yasudah yang penting engga ngerepotin kamu. Bisa jalan sekarang?” “siap mas” Kata ku menggodanya.
Entah apa yang kurasa malam ini. Aku kehabisan kata-kata dihadapannya, aku sangat bahagia. apapun itu. Semua itu, yang aku tau malam ini aku telah bersama nya. Jika sekarang aku menjadi gagu dan bodoh itu hanya gejala sakit jiwa yang sementara yang muncul karna aku begitu mencintai lelaki lembah tidar itu. Melihat tegapnya badannya. Dadanya yang datar, aku suka. Mencium parfum nya yang memang tak pernah lepas dari baju berwarna coklat itu. Dengan ukuran baju yang memang pas sekali dengan badannya. Ikat pinggang hitam, sepatu hitam, dan ada satu yang tak pernah lepas darinya yaitu buku saku kecil disaku bajunya. Ada beberapa tulisan tangan yang menjadi prestasi nya. Aku duduk disampingnya, meski terhalang tas hitam dengan gambar entah apa itu. Yang berisi perlengkapan, baju kotor, dan mungkin beberapa atribut di dalamnya. Tak ku lepaskan pandangan mata ku kepada sosok lelaki ku itu. Aku menatap wajahnya yang sudah sangat sayu, matanya yang terlihat sudah mengantuk. Pandangan ku langsung tertangkap oleh matanya, kemudian tangannya memegang erat tangan ku. hangat, nyaman dan membuat jantungkan berdetak sangat kencang. 3 menit berlalu kita masih membisu, yang terdengar hanya bunyi mesin mobil taksi berwarna biru.
“kenapa diam? Engga suka ya aku datang?” mass juga diam. Ma Mass sudah makan? Nanti sampai kontrakan langsung mandi ya. Aku cari makan untuk ma mass.” “hehe, ma ngantuk”” “engga usah, aku sudah makan tadi dijalan, aku Cuma mau istirahat, sedikit ngantuk “baiklah,, sebentar lagi sampai.” “maaf ya merepotkan mu” “aku suka direpotkan oleh mu mas”
Iya, selalu dan
memang seperti itu, dan selalu begitu. Mas Efendi lebih sering
menolak ketika ku tawari dia makan. Selalu bilang tidak mau merepotkanku. Dia paham betul
kehidupan ku sebagai anak kost. Katanya jika berdua dengan ku, tak ingin melakukan apapun kecuali bermanja-manja dengan ku. Entah benar atau tidak, entah jujur atau tidak. Tapi aku Ge-Er di buatnya. Melayang dibuatnya. Sesekali kalau dia sudah rindu padaku, justru aku yang dibuat bisu didepannya. Dia paling bisa membuatku tersenyum bahagia. Bersamanya. 15 menit kemudian kita berdua sampai di rumah teman kampus ku. Lelaki tentu nya. Tp kebetulan Malam itu rumah itu memang kosong. Memang sengaja aku menyuruh mas efendi untuk bermalam dirumahnya. Karna tak mungkin dia bermalam dikost-kostan ku. Kita berdua langsung memasuki rumah itu, aku membantu mas efendi untuk membawakan tas bawaannya yang kurasa isinya adalah baju kotor miliknya, atau mungkin seragam-seragam lain yang harus dia bawa kemana pun dia pergi. Aku menyuruh driver taksi untuk menungguku didepan rumah sebentar, karna aku hanya mengantarkan mas efendi kerumah ini. Sedangkan aku harus kembali ke kost-kostan ku secepatnya.
“ada yang ma mass perlukan tidak? Aku akan menyiapkan.” “engga ada, cukup kamu saja” mass dalam rumah ini” “besok pagi aku kembali kesini, sekarang harus pulang ke kost. Tak mungkin bersama ma bisa sa menjaga mu mu.. Kamu engga percaya sama aku?” “kenapa? Aku bi “bukan begitu mas. sudahlah, mas mandi dan mas mass.’ mas ganti baju saja. aku akan menyiapkan teh hangat untuk ma
Sebenarnya aku masih ingin disini, masih ingin berbicara panjang lebar dengannya dan mendengar semua cerita-ceritanya. Cerita mengenai kegiatannya, kesibukannya, tugasnya tapi tak mungkin malam ini. Sudah terlarut malam. Ini bukan Jakarta yang bisa seenaknya bermalam berdua dalam satu rumah. Ada lingkungan dan tetangga yang harus ku jaga nama baiknya. aku ingin menjaga semuanya. Demi aku, demi mas efendi, demi nama baik nya, keluarganya dan nama baik institusi nya. Aku tau mau karna hubungan kita, dia mendapat masalah dikemudian hari.
pintu. tu. aku pergi, besok pagi setelah sholat subuh aku langsung “teh hangatnya diminum, biar engga dingin. Jangan lupa kunci pin kesini” amu tidak disini saja?” “tapi….. kenapa kkamu “engga ma mass”. “baiklah, hati2 dijalan. Terima kasih, maaf merepotkan mu” “iyaa mas. Taksi nya masih nungguin didepan. Engga enak kalau terlalu lama”
Aku berpamitan dan mencium tangan kanan nya. Sudah biasa aku lakukan sebagai tanda hormat ku padanya. Aku senang melakukannya. Tangan kanan nya membelai jilbab berwarna pink yang ku kenakan. Lembut, hangat, aku merasakan kasih sayang yang tulus darinya, rasanya ingin membalas belaian itu dengan memeluknyaa. Aahhh, tapi sudahlah. Aku harus pulang. Dan harus membiarkan dia istirahat. Aku tak tega melihat matanya yang sayup, badan nya dingin, tubuhnya lemas, letih pastinya, banyak kegiatan di dalam gerbang kokoh itu. Tak jauh dari rumah itu, aku sampai di kost. baru saja membuka pintu kamar handphone ku berdering. Tanda telphon masuk. “MY DEAR”…
“assalamu’alaikum ma mass, ke kenapa? Ada yang mas butuhkan?” “wa’ “wa’alaikumsalam, iya. Aku butuh kamu.” mass ini…..” “aahhh ma “engga, Cuma memastikan kamu sudah sampai dikost mu. Cepat lah istirahat. Supaya cepat pagi dan ketemu lagi dengan ku. Handphone aku matikan. Habis batrei. Tidak usah bingung kalau menelponku tidak aktif.” “iya, mas istirahat juga ya.” “oke”