H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
e-Newsletter
Juli
2015
A
nak adalah masa depan dunia. Siapa dan dari mana pun mereka adalah pemegang hak masa depan bumi. Oleh karena itu perlindungan, pengembangan, dan pemberdayaan terhadap anak semakin diserukan di seluruh dunia. Tak luput bangsa kita. Melalui Keppres No. 44 tahun 1984 ditetapkan setiap tangal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional. Penetapan ini bertujuan untuk memberikan perhatian, dukungan, dan perlindungan kepada anak. Namun pada kenyataannya, masih banyak anak yang belum mendapatkan perlindungan dan sarana yang memungkinkan bagi mereka untuk berkembang. Justru akhir-akhir ini marak pemberitaan mengenai tindak kekerasan pada anak. Belum lagi nasib anak-anak dari keluarga kurang mampu yang belum memiliki kesempatan dan fasilitas untuk mendapat pendidikan yang layak. Melalui peringatan Hari Anak Nasional ini, kita semua kembali diingatkan bahwa pendidikan paling baik untuk anak adalah dimulai dari keluarga. Namun masih banyak keluarga yang belum memiliki tempat tinggal yang layak, sehingga tidak ada fasilitas pendidikan yang baik untuk anak. Keluarga yang masih berpenghasilan rendah serta tinggal di rumah tidak layak huni kebanyakan tidak memiliki ruang untuk anak belajar. Habitat for Humanity Indonesia yakin bahwa pendidikan awal dimulai dari keluarga. Rumah yang layak huni sangat memengaruhi perkembangan kepribadian dan pendidikan anak. Kehadiran HFH Indonesia sejak 1997 turut serta dalam membantu keluarga-keluarga berpenghasilan rendah yang tinggal di rumah tidak layak huni untuk memiliki rumah layak huni. Dengan tinggal di rumah layak huni, anak-anak memiliki kesempatan dan tempat yang nyaman untuk belajar. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan anak pun secara jasmani dan rohani semakin baik. Habitalk bulan ini menyajikan tema Hari Anak Nasional. Habitalk akan menyuguhkan berbagai macam aktivitas dan kontribusi HFH Indonesia dalam keterlibatan dan kepedulian kepada anak dengan menyajikan kisah dampak pembangunan rumah dan fasilitas pendidikan bagi perkembangan anak. Pada bulan ini juga umat Muslim seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Fitri 1436 H. Atas nama Habitat for Humanity Indonesia, kami mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. Semoga di hari yang Fitri ini, kita semua mendapat anugerah untuk semakin bersemangat dalam mengupayakan kasih Tuhan kepada mereka yang membutuhkan.
DAFTAR ISI 1 Pesan dari Direktur Nasional 2 LAPORAN KHUSUS Sekolah Nyaman, Masa Depan Gemilang 4 HABIFIGUR Tiada Batas untuk Berbagi 5 HABIPARTNER Anak-anak Kami Kini Makin Rajin belajar 6 Tiga Penari Cilik dari Desa Gobleg 7 HABIFLEKSI Mengasihi Anak = Mengasihi Tuhan 8 HABINION Menghidupkan Kesadaran Lingkungan 10 HABITIPS Tips untuk Anak 11 JADWAL RELAWAN DAN INFORMASI
James Tumbuan
National Director HFH Indonesia
1
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
LAPORAN KHUSUS
Sekolah Nyaman, Masa Depan Gemilang oleh Christianto & Paulus Punjung Widodo
M
asih ingat novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata? Dalam novel tersebut dikisahkan mengenai sebuah sekolah di Desa Gantung, Belitung Timur. Sekolah tersebut sudah doyong dan harus ditopang dengan kayu. Gambaran dalam novel tersebut ternyata juga terjadi dalam kehidupan nyata. Adalah sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darul Falah yang terletak di Desa Sumberwono, Kecamatan Bangsal, Mojokerto, Jawa Timur. Teras sekolah ini pun sudah ditopang dengan bambu supaya tidak roboh. Sedangkan plafon sudah banyak yang jebol karena terkena tetesan air hujan. Genting sudah banyak yang pecah. Lantai becek dan cat tembok sudah pudar, sementara kursi siswa sudah banyak yang reyot, menunggu patah. Suasana di dalam kelas juga sangat membahayakan. Para murid takut dan merasa tidak nyaman untuk belajar karena plafon sewaktu-waktu bisa jatuh. “Kala itu ada salah satu murid saya yang kepalanya tertimpa potongan plafon saat sedang belajar di kelas,” terang Abdul Qodmi (39) selaku Kepala Sekolah. Hal tersebut juga dibenarkan oleh Siti Kus Puspa Ida salah satu guru, “Ketika mengajar saya merasa takut, sebentar-bentar harus mendongak ke atas, jangan-jangan ada plafon atau kayu yang jatuh dan menimpa murid.” Situasi demikian menjadikan murid tidak berkembang dalam belajar. “Waktu saya sekolah di MI Darul Falah, saya ingat kelas kami rusak, atapnya jebol dan lantainya becek. Sungguh
2
tidak menyenangkan ada di dalam kelas,” kenang Ahmad S. (18), salah satu alumni MI Darul Falah. Suasana yang tidak aman dan nyaman membuat mereka enggan masuk sekolah. Akibatnya MI Darul Falah pun kesulitan mendapatkan siswa di setiap tahun ajaran baru. Hal ini mendorong Habitat for Humanity (HFH) Indonesia untuk membantu sekolah MI Darul Falah. HFH Indonesia tidak bisa tinggal diam melihat kondisi semacam itu. Oleh karena itu, pada 27 Mei 2009, melalui kerja sama dengan Monsanto, dimulailah pembangunan 6 kelas dan ruang guru. Selain itu, guna meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta ketrampilan murid dibangun perpustakaan serta penyerahan 2 unit komputer pada tahun 2012. Kini, anak-anak murid MI Darul Falah tampak gembira. "Ruang kelas yang dahulu menyeramkan kini menjadi tempat belajar yang menyenangkan. Mereka tidak lagi khawatir akan tertimpa plafon, juga teras yang roboh. Kelas mereka sekarang bersih, kursi dan meja mereka juga kokoh," kata Andri Gunawan selaku Branch Manager Surabaya. Pembangunan perpustakan juga membawa dampak baik bagi murid, seperti yang dituturkan oleh Natali Fitri (12), “Sekarang kami memiliki perpustakaan, sehingga saya bisa lebih banyak membaca berbagai macam buku. Dulu saya hanya membaca buku pelajaran, tapi sekarang saya bisa membaca banyak buku.” Hal serupa juga dialami oleh para guru.
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
Mereka tampak semangat untuk memberi pelajaran yang terbaik bagi para murid. “Terima kasih kepada HFH Indonesia, tanpa kehadiran HFH Indonesia mungkin kami tidak bisa belajar dengan nyaman dan aman,”kata Abdul Qodmi. Sekolah MI Darul Falah kini menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi murid untuk belajar. Para murid mulai tampak perubahannya. Mereka semakin rajin masuk sekolah dan belajar, dan akhirnya prestasi pun dicapai. Antara lain, sebagai juara I Kompetisi Science dan Matematika se-Kabupaten Mojokerto (2014), Juara I Karate se- Jawa Timur (2015), Juara II Taekwondo se-Jawa Timur (2015), juara III Pildacil se-Kabupaten Mojokerto (2015), dan Siswa Teladan Maarif se-Kabupaten Mojokerto (2015). Selain sederet prestasi yang didapat, dengan pembangunan ruang kelas serta berbagai fasilitas yang memadai, animo masyarakat untuk belajar semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah siswa yang belajar di MI Darul Falah. Sebelum dibangun oleh HFH Indonesia jumlah murid hanya 95 (2008-2009), sedangkan setelah dibangun kini jumlah murid sebanyak 117 (2015/2016).
SUMB ER FOTO: C HR IS T IANTO/ HF H INDONE S IA C AB ANG S UR AB AYA
3
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
Tiada Batas untuk Berbagi
H A B I F i G U R E
oleh Angga & Paulus Punjung Widodo
P
ada umumnya, usia 60 tahun ke atas tenaga yang banyak. Namun, hal ini tidak menadalah saat orang menarik diri dari hirukjadi halangan bagi Suseno. Ia pun memberikan pikuk duniawi, dan akan lebih memilih penjelasan kepada keluarganya. “Saya jelaskan untuk mendekatkan diri dalam urusan mengenai mendapat gaji atau tidak. Saya memrohani atau sekedar menikmati hidup. Namun beritahukan kepada istri dan anak saya, bahwa berbeda dengan Suseno (65), warga Jl. Kesaya tidak mendapat gaji. Saya mau bergabung dondong 19, RT. 16/RW. 06, Kelurahan Tegaldengan HFH Indonesia karena menjawab sari, Surabaya. Baginya, umur tidak menjadi panggilan untuk melayani mereka yang masih halangan untuk terus berkiprah dalam kekurangan,” tegasnya. Suseno sangat bersyukur pelayanan. Pria yang sudah lebih dari setengah karena istri dan anak-anaknya dapat memahami abad ini masih memiliki semangat membara keinginannya ini. Dukungan penuh dari keluarga dalam pelayanan kepada sesama. Buktinya membuat Suseno semakin bersemangat dalam jabatan sekretaris RW (Rukun Warga) pun dipermelayani masyarakat bersama HFH Indonesia. cayakan pada Suseno. Hal ini bukan karena dia memiliki banyak waktu senggang, melainkan Dampak Pelayanan karena kepercayaan warga akan kredibilitas dan Setiap langkah hidup yang diambil pasti loyalitasnya pada masyarakat. memilik dampak. Suseno pun merasakan Keaktifan dalam pelayanan kepada warga demikian. Ia memperoleh kepuasan mengantarkan dia mengenal Habitat for batin dalam memberikan pelayanan Humanity (HFH) Indonesia. “Pak Lurah bersama HFH Indonesia. Suseno mengenalkan saya pada HFH Indonemenjelaskan, “Saya senang sia satu tahun yang lalu, dan sekasekali karena menjadi bagian rang saya makin jatuh cinta,” katadari perubahan dalam nya. Ketika pertama mengenal HFH masyarakat, dan ini hanya Indonesia, saya langsung tertarik saya peroleh ketika saya untuk bergabung. Pada waktu itu, menjadi komite desa.” HFH Indonesia sedang melakukan Kepuasan yang lebih besar sosialisasi tentang perumahan layak adalah ketika melihat dan huni. “Bagi saya, HFH Indonesia merasakan dampak dari peradalah salah satu organisasi kebaikan dan pembangunan manusiaan yang memiliki program badari rumah mereka, sebab gus dan tepat sasaran bagi masyarakat. mereka kini dapat hidup lebih baik HFH Indonesia peduli dengan masyarakat dan sehat. “Semenjak HFH Indonesia miskin terutama yang tidak memiliki rumah hadir di Tegalsari, saya melihat bahwa layak huni,” jelasnya. taraf hidup masyarakat lebih baik daripada sePria yang beristerikan Intie Andjaswatie belumnya,” tambahnya. (55) ini langsung bersedia ketika ditawari untuk Kegigihan dan semangat Suseno membawa menjadi komite desa di Tegalsari, Suraperubahan banyak bagi masyarakat. baya pasalnya, “Pelayanan itu adalah se"Bagi saya, Suseno adalah sosok “Semenjak HFH buah pengabdian. Semakin orang banyak menginspirasi. Di usianya yang Indonesia hadir di yang makan asam dan garam, semakin orang sudah lanjut, beliau tidak menyerah Tegalsari, saya itu harus banyak memberi pelayanan untuk memberi pelayanan," tutur melihat bahwa taraf Andri Gunawan Branch Manager kepada sesama,” katanya. Karena itu istri dan kedua anaknya pun tidak keberatan hidup masyarakat Surabaya. apabila Suseno aktif dalam komite desa. Tidak semua orang bisa lebih baik daripada “Keluarga saya sama sekali tidak menolak menghayati hidup seperti Suseno. sebelumnya” ketika saya memutuskan untuk bergabung Perjalanan hidup Suseno memdengan HFH Indonesia. Sebelumnya saya bawa pada sebuah makna, bahwa menjelaskan kepada mereka apa itu HFH kebaikan yang diperoleh dari Tuhan itu harus Indonesia lengkap dengan visi dan misinya dibagi kepada sesama. Suseno berharap bahwa apa,” tegasnya. makin banyak orang yang terketuk hatinya untuk Salah satu tujuan ketika orang bekerja bergabung bersama dengan HFH Indonesia. adalah mencari uang. Sedangkan untuk men“Sebab masih banyak saudara-saudara kita yang jadi komite desa sama sekali tidak mendapattinggal di rumah yang tidak layak huni,” kan gaji. Bahkan akan menyita waktu dan ungkapnya.
4
S U M B E R F O TO : A N G G A / H F H I N D O N E S I A C A B A N G SURABAYA
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
Anak-anak Kami Kini Makin Rajin Belajar oleh Angga & Paulus Punjung Widodo
P
endidikan menjadi sarana yang paling tepat dalam memajukan tingkat kehidupan. Mereka yang peduli pada pendidikan dan serius dalam menjalaninya, akan menuai banyak hal di kemudian hari. Namun pendidikan tidak hanya sekedar belajar. Sarana dan tempat untuk belajar pun harus diperhatikan. Bagaimana bisa seorang anak yang tidak memiliki tempat yang nyaman untuk belajar bisa mendapatkan hasil yang baik. Hal inilah yang dialami oleh Restu Emilia (18) dan Mohamad Bastian (14) anak pasangan Tri Sugiono (47) dan Subandiah (43). Rumah yang beralamat di Jl. Kedondong Kidul 1, No.14 Surabaya ini memiliki kondisi yang sangat menyedihkan. Kondisinya sama sekali tidak memungkinkan untuk dijadikan tempat belajar bagi Restu Emilia dan Mohamad Bastian. Rumah tersebut terbuat dari rangka kayu dengan dinding triplek dan anyaman bambu yang sudah lapuk. Banyak terdapat lubang, sehingga serangga leluasa keluar masuk ke dalam rumah. Selain itu, tidak ada sekat di dalam rumah. Itu artinya ruang tidur, ruang tamu, dan dapur campur menjadi satu. Sehingga tidak tercipta suasana yang nyaman untuk belajar. “Saya kesulitan untuk belajar, selain tempatnya sempit, suasananya sangat ramai,” kata Restu Emilia. Akhirnya kedua anak Sugiono ini terpaksa belajar di tempat tetangga. “Kasihan anak-anak, untuk belajar saja mereka harus ‘ngungsi’ ke rumah tetangga, sedih saya ketika melihatnya, namun mau bagaimana lagi, kondisi rumah memang demikian adanya,” ujar Sugiono sambil berkaca-kaca. Kesulitan akan bertambah ketika musim hujan tiba. Atap rumah yang terbuat dari seng
H A B I P A R T N E R
yang berkarat dan berlubang tak mampu menahan laju air hujan. Air pun dengan derasnya masuk ke dalam rumah. Rumah menjadi semakin lembab, karena lantai yang masih dari dari tanah semakin basah. Akibatnya kesehatan anggota keluarga pun sering terganggu. Apalagi rumah yang sempit menjadikan penyakit gampang sekali tersebar. “Anak-anak kerap menderita batuk, pilek, radang dan demam. Ketika satu anak sakit otomatis seluruh keluarga pun akan ikut sakit,” kata Subandiah. Namun kondisi rumah Sugiono sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Habitat for Humanity Indonesia hadir dan membantu keluarga Sugiono. Rumah Sugiono sekarang memiliki 2 kamar tidur, ruang tamu, dapur serta kamar mandi. Rumah semakin bersih dan sehat, yang akhirnya menjadikan anak-anaknya betah untuk belajar. “Syukur Alhamdulillah, anak-anak sekarang rajin belajar, karena mereka memiliki ruang untuk belajar, dan tentunya sangat nyaman,” terang Sugiono. Mereka tidak lagi pergi ke rumah tetangga untuk belajar. “Sekarang, teman-teman saya yang gantian datang ke rumah kami untuk belajar bersama,” ungkap Mohamad Bastian dengan bangga. Rumah baru ini juga mendatangkan rezeki bagi keluarga Sugiono. Banyak tetangga yang menitipkan anak-anak mereka ke rumah Sugiono ketika mereka kerja. Mereka bukan saja percaya kepada Sugiono dan isterinya, melainkan juga melihat sendiri bagaimana rumah tersebut kini bersih, terawat dan sehat. “Sungguh kami berterimakasih pada Habitat for Humanity Indonesia yang telah banyak membantu kehidupan kami,” kata Sugiono. Kini kehidupan Sugiono telah berubah, seiring perbaikan dari rumahnya.
SUMB E R FOTO: ANGGA/ HFH INDONE SIA C AB ANG SUR ABAYA
5
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
Tiga penari cilik dari Desa Gobleg oleh Rikcy Yohanes Chistian & Agusthinus Kurniawan
H A B I P A R T N E R
P
6
agi itu suasana di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali terasa sedikit berbeda. Tampak beberapa anak tengah menari dengan lincahnya di balai desa. Rupanya mereka tengah menyambut sekelompok tamu yang selama ini sudah bekerja sama untuk membangun tempat tinggal. Di antara para penari terdapat 3 orang putri dari Kadek Redita (43), keluarga mitra Habitat for Humanity (HFH) Indonesia yang baru saja memiliki rumah layak huni. Ketiga anak ini bernama Kadek Dwi (14), Komang Tri (12), dan Ketut Arin (10). Anakanak ini senang sekali bila mendapat kesempatan untuk menari di depan pengunjung. Secara turun temurun, para orangtua di desa ini mewarisi budaya kepada penerusnya. Ironisnya, di balik lenggak-lenggok para penari, beberapa rumah di desa ini menyimpan masalah kemiskinan. Bila kita menengok bagaimana kondisi tempat tinggal Dwi, Tri dan Arin, mungkin kita akan mengernyitkan dahi. Bagaimana tidak, mereka bertiga harus tidur bersama 2 orangtua dan 2 anak lainnya di dalam sebuah kamar berukuran 2x4 m yang bisa dibilang kumuh. Ayah mereka rupanya belum memiliki rumah sehingga terpaksa menumpang di rumah orangtuanya, yaitu Nengah Kayun (68) dan Wayan Rasning (67) bersama neneknya, Nyoman Suci (92). Pondok milik bocah-bocah ini berukuran 4x6 meter saja, dengan dinding terbuat dari batako dan kayu. Desa Gobleg berada di ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut, sehingga udaranya terasa dingin, apalagi di malam hari. Untuk membuat rumah terasa hangat, ayah mereka menutup lubanglubang di antara kayu dengan menempelkan poster dan spanduk bekas. Kamar dengan ukuran minimalis ini masih dibagi lagi oleh 2 kamar lain, yang diisi para orangtua dan gudang untuk menyimpan barang-barang upacara. Mereka juga harus berbagi ruang tamu, dapur, dan kamar mandi. Karena keterbatasan ruangan, beberapa alat makan dan memasak diletakkan di atas rak, di luar rumah. Dari segi konstruksi, rumah ini termasuk rentan karena tidak menggunakan besi fondasi. Ketiadaan besi fondasi berdampak pada terciptanya sebuah lubang vertikal di sudut kamar mandi.
Sebenarnya Kadek memiliki sebidang tanah tidak jauh dari rumah orangtuanya, namun ia tidak memiliki dana untuk membangun rumah bagi keluarganya. Pemasukannya sebagai buruh tani amat terbatas. Untuk mencukupi kebutuhan, ia juga bekerja sebagai buruh tani, memelihara 2 ekor ternak milik orang lain, dan menanam bunga pancawarna untuk dijual. Begitulah kondisi tempat tinggal anak-anak ini sebelum HFH Indonesia datang menawarkan kerjasama. Kini semuanya sudah berubah, uluran tangan para donor telah “menumbuhkan” sebuah rumah di atas tanah milik ayah. Rumah baru mereka kini beralaskan semen, berdinding batako, beratap seng. Dwi, Tri, dan Arin sekarang bisa tidur terpisah dari orangtua mereka. Dari sisi sanitasi dan air bersih, sekarang mereka memiliki tempat sampah permanen dan tempat mencuci di luar rumah, serta sebuah ground water tank berkapasitas 60.000 liter untuk menampung air hujan. Dahulu mereka belum bisa belajar secara maksimal karena terganggu oleh siaran televisi dan adiknya yang biasa bermain di ruang tamu. Kini anakanak bisa belajar di kamar mereka sendiri, sementara orangtua menyaksikan televisi di ruang tamu. Dari sisi kesehatan, penyakit flu dan pilek kini sudah jarang diderita karena udara dingin tidak lagi bisa masuk seenaknya. Mandi pun bisa dilakukan 2 kali sehari karena ketersediaan air bersih. Dwi dan adik-adiknya kini bisa mandi sebelum berangkat sekolah, dahulu mereka tidak mandi di pagi hari karena masalah air. Setiap kali rombongan HFH Indonesia datang berkunjung, Dwi dan adik-adiknya menyambut dengan senyum, diiringi tarian khas Bali. Mereka kini bisa mengenyam pendidikan dengan kondisi tempat tinggal yang lebih kondusif. Semoga uluran tangan para donor mampu mengantar mereka kepada masa depan yang lebih cerah.
S U M B E R F O TO : R I K C Y Y O H A N E S C H I S T I A N / H F H INDONESIA
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
H A B I F L E K S I
Mengasihi Anak=Mengasihi Tuhan oleh Paulus Punjung Widodo
A
khir-akhir ini, media menyuguhkan berita tentang kekerasan pada anak. Salah satunya adalah terbunuhnya Angeline. Bocah 8 tahun ini ditemukan tewas dan dikubur di halaman belakang rumanya di Jl. Sedap Malam No. 26 Denpasar, Bali. Menelisik kejadian tersebut di atas, betapa rentannya tindak kekerasan pada anak. Bukan hanya peristiwa Angeline, di negeri ini masih banyak kasus kekerasan pada anak, bahkan setiap tahunnya cenderung meningkat. Direktur Komunikasi Indonesia Indikator, Rustika Herlambang menyatakan bahwa pemberitaan kekerasan terhadap anak cenderung melonjak tajam dari tahun ke tahun. Pada 2012, kekerasan terhadap anak hanya 1.084. Namun, pada 2013 melonjak hingga 2.329 pemberitaan. Pada 2014 pemberitaan kekerasan terhadap anak meroket hingga 7.456. Dan hingga 19 Juni 2015 jumlah pemberitaan kekerasan terhadap anak sudah mencapai 5.266 pemberitaan. Lantas mengapa anak-anak cenderung gampang mengalami tindak kekerasan? Secara fisik mereka masih lemah dibanding dengan orang dewasa. Secara wawasan dan pengetahuan serta pengalaman hidup masih sangat minim. Mereka masih sangat membutuhkan perlindungan. Namun, karena kelemahan itu, banyak pihak yang memanfaatkan anak-anak guna mencapai maksud mereka. Sebenarnya mereka yang memperlakukan anak-anak secara kasar, memanfaatkan anakanak untuk mencari keuntungan dengan memaksa untuk kerja berat, melakukan pelecehan seksual adalah tidak menghargai dirinya sendiri. Bukannya orang dewasa itu juga pernah mengalami masa kanak-kanak. Apakah tidak terbayangkan apabila diri mereka sediri ketika masih anak-anak diperlakukan kasar, dilecehkan, bahkan sampai menderita kesakitan dan terbunuh. Sebagian kalangan menjelaskan bahwa situasi ekonomi masih sulit. Akibatnya pengangguran bertambah, sementara itu harga bahan pokok semakin melangit, belum lagi kebutuhan sekolah yang makin mahal. Mau tidak mau, bagi keluarga yang kurang mampu, anak-anak harus ikut serta memikul tanggung jawab untuk mencari nafkah. Apabila mereka menolak, tak ayal hanya kekerasan dan siksaan yang akan mereka dapatkan.
Namun demikian, haruslah ada upaya untuk memberikan perlindungan kepada anak. Untuk mengurai persoalan ini, memang tidak mudah. Semua pihak akan dilibatkan untuk menuntaskan masalah ini.
Mereduksi Kekerasan
Kekerasan pada anak, niscaya akan berkurang apabila kita masing-masing pribadi memiliki kesadaran untuk menghargai mereka yang lemah. Tuhan menyuguhkan sebuah kontradiksi bahwa bagi siapa pun yang ingin menjadi pemimpin, berkuasa, paling kuat, paling besar, hendaklah ia menjadi seperti anak kecil. Hal ini hendak menunjukkan bahwa untuk menjadi pemimpin dan penguasa harus memiliki karakter seperti anak kecil. Seperti, polos, apa-adanya, jujur, dan mudah sekali mengampuni. Kita juga diajak belajar dari karakter anak-anak untuk layak masuk ke dalam surga. Lemah bukan berarti tak ada gunanya dan layak untuk ditindas, namun lemah juga membawa pada kebaikan yang luar biasa. Tuhan sendiri sangat mencintai anak-anak. Bilamana kita menyiksa dan melakukan tindak kekerasan pada anak, berarti pula menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh Tuhan. Untuk itu kita perlu menanamkan kesadaran bahwa anak bukanlah objek yang bisa dipermainkan begitu saja, melainkan harta indah yang nantinya akan mewarisi keberlangsungan kehidupan. Mengupayakan kasih pada anak berarti pula mengasihi Tuhan. Sebab Tuhan juga hadir dalam setiap pribadi termasuk anak-anak. Mengurangi kekerasan pada anak, berarti juga menanamkan perilaku kasih kepada mereka. Sebab, apa yang kita ajarkan sekarang akan tertanam seumur hidup. Dengan mengajari kelembutan, kemurahan hati, kepedulian terhadap sesama, berbagi, dan toleransi, niscaya anak-anak di masa mendatang akan menjadi insan-insan yang penuh kasih dalam membangun dunia ini.
7
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
H A B I N I O N
8
Beban Anak Tanggung Jawab Kita
oleh Paulus Punjung Widodo
"M
akin beratnya beban pelajaran, ditambah dengan keinginan orangtua mengikutkan anak untuk les ini dan itu, potensial membebani otak anak, di luar kemampuan mereka.” (Tribunnews.com, Kamis, 13 September 2012). Inilah gambaran anak-anak saat ini. Memang tidak ada satu pun dari orang tua yang tidak menginginkan anaknya tidak sukses. Maka orang tua pun berusaha sekuat mungkin dalam memersiapkan anaknya. Salah satunya adalah melalui pendidikan. Pendidikan diyakini menjadi salah satu jembatan dalam meraih kesuskesan hidup. Oleh karena itu, anak wajib untuk sekolah. Sepulang sekolah mereka pun wajib untuk ikut les. Sehinga waktu untuk bermain, bersosialisasi, mengekpresikan diri lewat hobi, dan menikmati waktu bersama keluarga banyak berkurang. Namun di sisi lain, masih ada pula potret yang tidak kalah memilukan. Anak-anak dari keluarga kurang mampu terpaksa harus membantu orang tua mereka mencari rezeki. Sebelum atau sepulang sekolah mereka langsung bekerja. Sangat mudah untuk menjumpai anak-anak semacam itu, seperti di persimpangan jalan, terminal, dan fasilitas umum lainnya. Mereka me-ngamen, jualan rokok, mengemis, mengelap kaca mobil, ojek payung, semir sepatu, bahkan ada pula yang sudah mulai belajar melakukan tindak kejahatan seperti mencopet, dan menjambret. Mereka tidak ada kesempatan untuk belajar, mengerjakan PR, bermain, apalagi untuk les, sebab untuk makan saja masih susah. Tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mengingat pelajaran dan memperdalam materi. Belum lagi bila kondisi rumah mereka yang tidak memungkinkan untuk belajar. Banyak keluarga berpenghasilan rendah yang tidak memiliki ruang untuk anaknya belajar. Bagaimana bisa menyediakan ruang untuk anak belajar, sementara ruang tidur, dapur, ruang tamu menjadi satu. Inilah potret anak-anak saat ini. Berbahagialah anak yang orang tuanya sadar akan beban yang dialami oleh anak. Namun bagi mereka yang sekedar pingin anaknya pintar secara akademis tanpa melihat bagaimana proses perkembangan anak, jangan sampai menyesal dikemudian hari apabila ternyata tidak terwujud impian mereka. Anak pandai
saja tidak cukup, justru menjadikan anak mandiri dan kreatif lebih penting. Nilai-nilai kemanusiaan dan agama juga perlu diinjeksikan sehingga mereka pun akan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama, rasa toleransi terhadap perbedaan, serta penghargaan terhadap kesulitan dan tantangan. Materi pelajaran yang saban hari dicekokkan kepada mereka saja tidak cukup. Orang tua juga harus memberi teladan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai dalam kehidupan keluarga. Nah, bagi anak-anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah dan tinggal di rumah tidak layak huni patutlah mendapat perhatian dari semua pihak. Sebab, selain mereka tidak ada tempat yang nyaman untuk belajar, mereka juga tidak ada kesempatan untuk belajar. Anak-anak tersebut telah kehilangan banyak kesempatan untuk membangun masa depan. Harapan dan impian untuk menjadi dokter, pilot, insinyur, presiden telah terkikis oleh penderitaan dan kerja keras mereka. Kita tidak cukup hanya mengeluh atau merasa berbelas kasih dengan memberikan recehan kepada mereka. Atau bahkan kita akan bersikap sinis bila anak-anak mengamen di persimpangan jalan. Atau pula membentak anak-anak yang merayu kita supaya mau memberikan sepatu kita untuk disemir.
Turut Menyangga Beban Anak
Anak-anak tersebut adalah bagian dari tanggung jawab kita semua. Menurut Keppres No. 36 tahun 1990 yang merupakan ratifikasi Konvensi Hak Anak PBB (CRC, 1984) dan juga Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23/2002 menjelaskan bahwa “Pemerintah, penegak hukum, masyarakat, keluarga, dan orang tua merupakan pihak-pihak yang bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap anak.” Oleh karena itu, tidak baik apabila hanya menunggu aksi dari pemerintah, semetara kita pun memiliki dan diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan. Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk membantu anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah untuk menggenggam kembali impian mereka. Banyak pula lembaga non pemeritah yang peduli kepada mereka. Salah satunya adalah Habitat for Humanity Indonesia yang selama 18 tahun mengabdikan diri untuk
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
membangun negeri tercinta ini. Habitat for Humanity Indonesia berusaha untuk membantu keluarga kurang mampu untuk tinggal di rumah layak huni. Bagi Habitat for Humanity Indonesia, membangun rumah berarti juga membangun kehidupan dan harapan. Semua berawal dari rumah. Pendidikan nilai-nilai kebersamaan, kerukunan, penghargaan diri, kesopanan, keagamaan, kesetiaan didapatkan dari rumah. Apabila kondisi rumah tidak memungkinkan untuk ditinggali dan malah menimbulkan banyak masalah, maka tidak mungkin pula ditanamkan nilai-nilai dalam diri anak. Maka, dengan memiliki rumah layak huni, anak dapat belajar dengan nyaman. Mereka pun tumbuh rasa percaya diri dengan kondisi rumah yang mereka tempati. Kepercayaan diri sangat penting dalam pertumbuhan kepribadian anak. Rumah yang sehat dan layak huni akan memberikan ruang bagi perkembangan kepribadian anak yang lebih baik. Masih banyak anak-anak di negeri ini yang belum mendapatkan tempat yang nyaman untuk belajar. Mereka adalah masa depan bangsa ini. Apabila kita ikut terlibat dalam peningkatan kualitas pendidikan anak, secara khusus dengan turut membangun rumah layak huni, niscaya masa depan negeri ini akan semakin baik. Pendidikan adalah jalan menuju perubahan. Menyediakan tempat yang nyaman untuk keluarga mendidik anak-anaknya berarti turut dalam mendukung kebaikan dan kesejahteraan bersama. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”
9
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
H A B I T I P S
Tips untuk Anak oleh Natasha Wibawa
• Sarapan itu penting:
Penting mendorong anak untuk sarapan. Sarapan membantu anak untuk tetap aktif dan berkonsentrasi di sekolah.
• Makan Siang di Sekolah:
Kantin di sekolah biasanya menawarkan berbagai pilihan makanan. Namun ini akan menambah pengeluaran keluarga. Maka lebih baik bila orang tua menyiapkan bekal makan siang untuk anak. Selain hemat, makanan akan terjamin sehat.
• Berani berkata cukup:
Ajari anak untuk berkata cukup dan menahan diri supaya tidak berlebihan dalam makan. Sehingga menghindari obesitas dan melatih anak untuk disiplin terhadap diri sendiri.
• Camilan :
Anak-anak sangat menyukai camilan. Pastikan bahwa camilan bergizi. Sebab camilan yang dijual di toko banyak mengandung msg (mono sodium glutamat).
• Makan Malam Bersama Keluarga:
Beri waktu untuk anak-anak. Salah satunya lewat makan malam. Makan malam bersama keluarga adalah kesempatan untuk berbagi, sharing dan saling memberi perhatian mengenai kegiatan pada hari tersebut.
• Minuman:
Baik bila mendorong anak supaya minum banyak air putih. Segelas susu juga dapat membantu pertumbuhan anak.
• Aktivitas dan Olahraga:
Aktivitas fisik adalah bagian penting dari kesehatan. Anak yang sehat dan gemar olah raga pertumbuhan fisiknya akan lebih baik. Selain itu juga tidak mudah sakit. Dorong anak untuk aktif setiap hari, khususnya olahraga. Olah raga bersama oang tua atau teman-temannya akan mebantu anak dalam belajar bersosialisasi.
10
H A B I TA L K ! J U L I 2 0 1 5
JADWAL RELAWAN JAKARTA BRANCH
Date 11 July 4 Aug 5-14 Aug 6 Aug 8 Aug 15 Aug
Activity (Construction Works)
Volunteer Open Build James Jeffrey Bowen GV Korea Michael Page Daya Dimensi Raffles International School
Foundation
Walling
1 2 11 22
1
1 2
2 2
Painting
Venue
1 2
Mauk Mauk Sentul Sentul Sentul Sentul
other activity
INFO
11