HABITALK! FEBRUARI 2016
F E B R UA R I 2016
S
e -Newsletter
udah banyak ungkapan kasih dinyatakan dalam berbagai macam cara dan simbol. Bahkan kita sering mendengar,
melihat, membaca ungkapan kasih baik dalam keluarga, me-
dia, juga di tempat ibadah. Kasih sudah sangat familiar dalam
hidup kita. Namun apalah artinya kasih, bila hanya tersimpan dalam hati tanpa tindakan? Kasih pun tidak akan punya makna bila hanya sekedar ungkapan, tanpa aksi.
Oleh karena itu, baik cara, ungkapan, maupun tindakan kasih
hendaknya mengarah kepada sebuah kedalaman makna. Artinya, kasih tidak sekedar ungkapan basa-basi semata tanpa ada wujud yang membawa kepada perubahan hidup yang lebih baik.
Hal ini juga terus dilakukan oleh Habitat for Humanity Indone-
sia, untuk menghayati misinya mengajak semua orang menyatakan kasih dalam tindakan. Habitat for Humanity Indonesia memaknai
kasih bukan hanya sekedar simbol yang diagung-agungkan, tetapi harus diwujudkan dalam aksi nyata, dengan membangun rumah layak huni bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Jutaan saudara kita masih tinggal di rumah tidak layak huni,
tidak memiliki akses air bersih, terbatas untuk menempuh pendidikan, dan terkungkung dalam jerat kemiskinan. Mereka membutuhkan bantuan.
DAFTAR ISI Pesan dari Direktur Nasional
1
EVENT Kami Pasti Kembali... HABINION HABIPARTNER HABIFIGURE JENDELA TANGGAP BENCANA OCEHAN SI IJO HABIHOME
2
MITRA BULAN INI dan INFORMASI
10
4 5 6 7 8 9
Habitalk! bulan ini menyuguhkan tema “Mewujudkan kasih
dalam komunitas” Habitalk! akan diwarnai kisah-kisah inspiratif dari kehadiran tim GV dari Jepang dan Saudi Arabia yang me-
nunjukkan kasih dalam tindakan nyata, dengan membangun rumah
layak huni, dan membangun interaksi dengan komunitas. Selain itu,
kisah dari keluarga mitra dan komite yang mampu mengalami kasih serta berusaha membagikannya kepada sesama.
Saya mengajak para pembaca Habitalk! untuk semakin
semangat dalam mewujudkan kasih bersama dengan Habitat for
Humanity Indonesia. Masih banyak keluarga, komunitas yang perlu kita bantu. Selamat hari kasih sayang, mari mewujudkannya dalam aksi yang nyata.
James Tumbuan Direktur Nasional
Habitat for Humanity Indonesia
1
HABITALK! FEBRUARI 2016
E V E N T S
Kami Pasti Kembali...
P
uluhan pemuda dari luar negeri mencangkul, mengaduk semen, dan menata batako. Mereka tidak lagi peduli pada penampilan. Baju kotor oleh tanah, lumpur, dan keringat tidak dihiraukan lagi. Malahan senyum merekah di bibir, sambil teriakan “semangat” yang mewarnai suasana.
satunya dengan para murid di SDN Srunggo I. Suasana hangat ketika para relawan dan murid berbaur, dan bermain, serta belajar bersama. “Kakak-kakak relawan lucu-lucu. Mereka mengajari kami bernyanyi dalam bahasa Jepang. Kami sangat senang bermain dengan mereka,” ujar Widya salah satu murid.
Jauh datang dari Jepang dan Arab Saudi bukan hanya sekedar menikmati indahnya Indonesia. Tapi mereka memberikan diri dan hati bersama Habitat for Humanity Indonesia untuk membangun rumah layak huni bagi warga Srunggo I, Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta, serta membangun relasi dengan komunitas. “Kepedulian mereka sunguh luar biasa, kami heran dan terharu kepada para relawan. Biasanya banyak turis datang ke Jogja hanya untuk bersenang-senang, namun anak muda ini berhati mulai untuk membantu,” ujar Abdul Kamid, selaku kepala dusun.
Kehadiran mereka di desa Selopamioro memberi warna tersendiri. Desa yang biasanya sepi ini menjadi ramai dan semarak. “Kami tidak hanya senang mendapat bantuan. Kami juga belajar kepada para relawan soal semangat dan kerja keras mereka untuk membantu sesama,” terang Sakur, salah satu tokoh masyarakat.
Relawan ini datang dalam program Global Village (GV). Mereka adalah para mahasiswa dari Kogakuin University, Tokyo, Jepang mereka menyebut dirinya sebagai tim Builty. Kemudian mahasiswa dari Kwansei Gakuin University, Uegahara, Nishinomiya, Jepang yang tergabung dalam tim Tongkotsu. Ada pula pelajar dari Dahran International School, Saudi Arabia. Mereka datang ke Selopamioro sejak 4-19 Februari 2016. Selain membangun rumah, para relawan juga berinteraksi dengan komunitas. Salah
2
Hujan Air Mata
Isakan tangis terdengar lirih, dan air mata menetes tiada henti membasahi pipi Yo-
hei, salah satu relawan. Begitu pula Kemi ketika mengukir namanya di sebuah prasasti di dinding rumah Sugiono salah satu keluarga mitra. Tangis pun meledak tatkala mereka berpelukan satu persatu dengan Sugiono dan keluarganya. Para relawan tak kuasa membendung air mata karena saatnya untuk berpisah. “Saya terharu dan senang karena bisa membantu salah satu keluarga di Indonesia. Apa yang kami lakukan saat ini tidaklah seberapa, dan kami harus berpisah,” kata Maiko. Suasana haru semakin terasa tatkala keluarga mitra, tetangga dan anak-anak turut bergabung. Mereka berpelukan, bersalaman
HABITALK! FEBRUARI 2016
dan saling mendoakan supaya dikemudian hari kehidupan para keluarga mitra semakin sejahtera.
Kesan terindah
Perjumpaan singkat ini ternyata menorehkan kenangan yang tak terkira. Kedekatan emosional antara relawan dengan keluarga mitra dan masyarakat telah terjalin. “Rasanya berat meninggalkan desa ini. Kami telah akrab dengan keluarga mitra dan warga, meski kami tidak bisa berkomunikasi dengan baik, karena keterbatasan bahasa,” ujar Kasume. Hal senada juga diungkapkan oleh Yuya, “Saya sedih sekali, kami masih ingin membantu, namun kami harus kembali. Tapi saya berjanji, suatu saat saya pasti kembali ke Selopamioro.” Ikatan emosional telah terbentuk. Bahasa tidak lagi menjadi halangan untuk berelasi. “Mereka memakai bahasa ‘kera’ hanya gerak tangan dan tubuh yang menyatukan. Apa yang mereka inginkan terungkap degan gerak tubuh,” terang Puji, CS HFH Indonesia Cabang Yogyakarta. Bagi William, “Membantu dan mengenal orang Indonesia dalah sebuah kebanggaan. Kami bisa mengenal Indonesia bukan hanya keindahannya, namun kami mengenal dengan cara membantu serta bekerja bersama warga. Kami senang, dan kami berjanji akan kembali ke Indonesia.” Janji untuk kembali ke Indonesia dan membantu HFH Indonesia juga terlontar dari mulut Arkari, “Indonesia sungguh luar biasa. Masyarakatnya ramah, home partner dan staf Habitat juga. Kami sangat senang, dan kami berjanji mau kerja lebih keras untuk membantu Indonesia bersama Habitat.” (PPW)
SU MB ER F OTO: P UNJUNG WIDODO/ HF H INDONE S IA.
3
HABITALK! FEBRUARI 2016
H A B I N I O N
Kebersamaan itu Kebutuhan
K
amis 14 Januari 2015 kemarin Ibu Kota Indonesia digegerkan dengan serangan bom dan aksi tembak-menembak antara teroris dan aparat. Peristiwa tersebut menimbulkan korban jiwa, baik itu teroris, sipil, maupun penegak hukum. Satu hal yang menarik dari kejadian tersebut adalah tindakan para pedagang kaki lima, serta warga yang tidak takut, bahkan berlomba-lomba untuk menyaksikan serta mendokumentasikannya. Akan menjadi
kebanggaan bila menjadi orang nomor satu yang memberikan berita. Setelah itu, muncul “#Kami Tidak Takut” di berbagai media sosial. Hal ini hendak mengatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak takut lagi akan teroris yang mengancam dan mengoyak kesatuan dalam keragaman, baik itu budaya, agama, bahasa, dan suku. Bangsa Indonesia semakin dewasa dan sadar bahwa kebersamaan dan kesatuan yang saat ini sedang dipeluk berakar dari perbedaan. Kebersamaan yang telah dibangun tidak mudah untuk diretakkan, meskipun berbagai usaha dilakukan secara masif dan terusmenerus oleh berbagai kelompok yang tidak suka akan toleransi. Kebersamaan melekat serta mendarah daging dalam diri manusia Indonesia. Hal inilah yang kudu dibanggakan, sebab orang Indonesia tidak akan bisa hidup tanpa adanya kebersamaan. Bagi Gabriel Marcel seorang filsuf dari Perancis, manusia itu cenderung pada kebersamaan ontologis (ontological communion). Artinya, manusia akan merasa tidak lengkap dan utuh serta mengalami frustrasi bila disendirikan atau menyendiri lepas dari kebersamaan dengan sesamanya. Kebersamaan (communion) merupakan kenyataan yang dinamis, manusia dalam keseluruhan hidupnya saling memberikan, saling mengisi, saling ada di dalam yang lain, sehingga bersama mewujudkan realitas baru yang merupakan partisipasi dalam suatu kenyataan yang lebih tinggi. Aku dan kau menjadi suatu kesatuan baru yang tidak bisa terpisah menjadi dua bagian. Kebersamaan (communion) adalah kehadiran (presence) yang tercapai sepenuhnya. Kehadiran ini terpancar dalam berbagai macam ekspresi. Salah satunya adalah apa yang telah diwarsikan oleh nenek moyang, yakni gotong royong. Gotong royong adalah ungkapan kebersamaan yang merangkul perbedaan. Semua melebur jadi satu dengan satu tujuan, yakni mencapai kebaikan lewat kebersamaan. Di balik gotong royong akan tersingkap penghargaan pada perbedaan dan cinta kasih. Sebab gotong royong tidak lagi mengharapkan imbalan, namun memberikan kasih yang tiada batasnya.
S U M B E R F O TO : P U N J U N G W I D O D O / H F H I N D O N E S I A .
4
HABITALK! FEBRUARI 2016
H A B I P A R T N E R
Warungku Luas Pembeli Puas
S
enyum terukir di bibir Ngadinem (36) ketika menyambut seorang pembeli di warung kelontong dan nasi kunignya. Dia tampak gesit melayani pembeli, sembari sesekali menawarkan sayur yang masih segar. Ngadinem adalah salah satu keluarga mitra HFH Indonesia dari Dusun Srunggo 1, Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Saban hari dia bangun jam tiga pagi untuk menyiapkan nasi kuning dan tempe untuk dijual. “Capek memang, tapi saya semangat untuk bekerja. Apalagi setelah rumah saya dibangun. Rumah baru ini membawa aura baik untuk kerja keras. Setiap hari dagangan nasi dan sayur habis. Beda dengan sebelum rumah saya dibangun dulu,” terangnya. Ngadinem mengisahkan bahwa rumahnya dulu reyot, sumpek, lembab, kotor, dan membawa suasana yang tidak nyaman. “Sungguh tidak nyaman tinggal di rumah lama. Barang dagangan berserakan di mana-mana dan tidak rapi. Hati dan pikiran rasanya sumpek, jualan juga sepi. Rasanya pengen marah dan cek-cok dengan suami,” katanya. Warung dan rumah Ngadinem juga kurang strategis, karena tidak menghadap jalan raya, tidak memiliki teras dan halaman. Sehingga memengaruhi susasana rumah dan jualannya.
SU MB ER FOTO: PUNJUNG WIDODO/ HF H INDONE S IA.
Ketika mendapat bantuan dari HFH Indonesia, dia mengajukan supaya pintunya dihadapkan ke jalan raya, sehingga dia memiliki halaman dan warga bisa langsung melihat warungnya. Warga pun semakin senang untuk belanja di warung Ngadinem. “Saya senang belanja di warung Bu Ngadinem, karena sekarang lebih bersih, lebih luas, dan pelayananya pun ramah,” ujar Tukiyem, salah satu warga. Istri dari Ashari (35) ini pun mengaku pendapatan warungnya kini semakin meningkat. “Dulu sepi, cukup untuk balik modal. Kini saya bisa menabung, dan rencananya saya akan membuat sekat untuk memperbesar warun saya. Saya pun bisa berjualan barang kebutuhan rumah tangga,” terang Ngadinem. Doa dan kerja keras Ngadinem membuahkan hasil. Rumah tangganya semakin bahagia. Sebagai Muslim yang taat dalam setiap doanya. “Saya tidak akan lupa kepada Habitat. Dalam setiap doa, saya selalu mendoakan semua staf Habitat, serta supaya semakin banyak orang yang membantu Habitat,” ujarnya sambil menghapus air mata yang menetes di pipinya. (PPW)
5
HABITALK! FEBRUARI 2016
H A B I F I G U R E
Kehadiran Habitat Membangkitkan Gotong Royong Masyarakat
B
agi Abdul Kamid (53), menjadi pemimpin adalah sebuah pelayanan. “Saya dipercaya menjadi Kepala Dukuh, bukan untuk mencari jabatan dan kehormatan, namun untuk melayani warga,” tegasnya. Perkenalannya dengan HFH Indonesia diawali ketika banyak warganya yang menjadi tukang di Jogoyudan. Mereka membangun rumah warga yang mendapat bantuan dari HFH Indonesia. Singkat cerita, dia pun berinisiatif untuk mengajukan bantuan kepada HFH Indonesia. “Saya diminta untuk membuat surat permohonan disertai dengan foto rumah beberapa warga saya. Karena keterbatasan fasilitas, saya pun membuat surat permohonan dengan tulisan tangan,” terangnya. Keberanian ini dipicu oleh rasa kasih kepada warganya yang masih banyak yang tinggal di rumah tidak layak huni. Meskipun masih lama mendapat balasan dari pihak HFH Indonesia, dia tidak patah semangat. Bersama warga dia berdoa, agar permohonannya dikabulkan. “Syukur
Mereka yang jauh saja bisa peduli kepada kami, saya pun menggerakkan warga untuk semakin peduli dengan sesama warga. 6
alhamdullilah, akhirnya pihak Habitat survei ke Srunggo 1, dan mulai membangun rumah warga,” ucapnya. Semenjak itu, Dusun Srunggo 1, Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta dibanjiri relawan dari luar Yogyakarta, bahkan dari luar negeri. Hal ini membuat hatinya trenyuh. “Saya menangis ketika menyaksikan staf Habitat, relawan dari luar negeri dan luar Yogyakarta bekerja keras membangun kampung saya. Saya tidak kenal mereka, dan relawan tidak hanya memberikan tenaga, namun mereka juga memberikan waktu dan materi untuk kami. Hal ini semakin membuat saya kecil, meski telah menjadi Kepala Dukuh selama 27 tahun,” katanya. Pria yang selalu hadir ketika ada kegiatan HFH Indonesia berharap bahwa warga Kampung Srunggo semakin sadar dan memiliki semangat untuk gotong royong dan peduli kepada sesama. “Mereka yang jauh saja bisa peduli kepada kami, saya pun menggerakkan warga untuk semakin peduli dengan sesama warga,” terangnya. (PPW) S U M B E R F O TO : P U N J U N G W I D O D O / H F H I N D O N ESIA.
HABITALK! FEBRUARI 2016
J ENDELA TANGGAP BENCANA
Mitigasi Bencana Tanah Longsor Oleh: Johanes Juliasman (Disaster Risk Reduction and Response Manager HFH Indonesia)
1 TINDAKAN SEBELUM TERJADI BENCANA TANAH LONGSOR Ada beberapa tindakan yang perlu direncanakan dan disiapkan warga antara lain: a. Peta daerah rawan bencana tanah longsor b. Jalur aman untuk evakuasi c. Tempat aman untuk tujuan evakuasi/ mengungsi d. Sistem/alur informasi jika terjadi bencana tanah longsor e. Mencegah terjadinya tanah longsor f. Cara peringatan dini terjadinya bencana tanah longsor g. Persiapan pribadi, keluarga, dan masyarakat h. Pengamatan tanda-tanda awal terjadinya tanah longsor di lingkungan
2
3 TINDAKAN SETELAH TERJADI BENCANA (PASCA BENCANA) TANAH LONGSOR a. Evaluasi pelaksanaan evakuasi. b. Penghitungan dan perkiraan jumlah kerugian materi. c. Inventarisasi peralatan pertolongan. d. Evaluasi bantuan yang telah dan akan datang. e. Pencarian alternatif relokasi bagi penduduk di lokasi bencana. f. Evaluasi dan identifikasi daerah sekitar yang rentan terhadap longsor susulan.
TINDAKAN SAAT TERJADI BENCANA TANAH LONGSOR a. Tindakan cepat dan tepat untuk menghindar b. Bunyikan tanda bahaya c. Meminta bantuan d. Pencarian dan pertolongan pertama korban e. Evakuasi korban selamat f. Inventarisasi kebutuhan bantuan g. Adakan bantuan kesehatan, penampungan, distribusi bantuan pangan, air bersih, dan sanitasi
S UMB ER F OTO: INT E R NE T.
7
HABITALK! FEBRUARI 2016
Ocehan si
Ijo
Beda Jurusan Seekor Ibu Tikus dan anaknya sedang ngobrol di pematang sawah. Tiba-tiba ada kelelawar terbang di atas mereka. Anak tikus yang melihat kaget dan bertanya: “Ibu, apakah itu yang sedang di atas kita?” Ibu tikus: “Oooo itu kelelawar namanya.” Anak tikus: “Koq mukanya mirip dengan kita?” Ibu tikus: “Sebenarnya dia sebangsa dengan kita, Nak…. cuma dia mengambil jurusan penerbangan…. Sedangkan kita pertanian…!”
Tikus dan Petani Seekor tikus melihat Pak Tani membawa perangkap tikus dari kota. “Gawat,” pikir tikus, “nanti semua keluargaku akan habis dibinasakan alat jahat itu.” Lalu Ia pun menggalang aksi solider dengan sesama binatang. Ia mengadu kepada ayam. Ayam ternyata tidak memberi solusi dan hanya tercenung. Karena perangkap tikus tidak ada hubungan dengan dia. “Aku berdoa untukmu,” salam ayam. Lalu tikus mengunjungi kambing. Bagi kambing perangkap tikus tidak ada bahayanya untuk dia. “Yang penting kau harus jaga diri,” nasehat kambing pada tikus. Tikus menghadap lembu yang asyik makan. “Aku begini gede tak bisa dimasukkan dalam perangkap tikus,” tawanya. Akhirnya tikus pergi dengan sedih. Malam itu semua tikus tak beraksi. Ular yang mau menangkap tikus, karena sial, terperangkap oleh perangkap tikus yang dipasang Pak Tani. Karena malam begitu gelap, ketika isteri Pak Tani mau mengambil perangkap yang dikiranya ada tikus yang terjerat, ternyata ular
8
SUMB ER FOTO: INT E R NE T.
berbisa yang langsung memagutnya sehingga ia berteriak minta tolong. Pak Tani yang segera menolong isterinya, demi menghangatkan tubuh isterinya, memotong ayam kesayangannya lalu dibuat sup. Namun isterinya ternyata belum sembuh juga bahkan beberapa hari kemudian. Demi makanan bergizi buat istrinya, Pak Tani lalu memotong kambing untuk dibikin sate dan gulai. Sayang nyawa isterinya tetap tidak tertolong dan meninggal dalam waktu singkat. Untuk melayani mereka yang datang melayat, Pak Tani tidak segan menyembelih lembuhnya yang tambun jadi sajian utama bagi tamunya.
Janganlah egois. “Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita.” (1 Kor 12:26)
HABITALK! FEBRUARI 2016
H A B I H O M E
Arsitektur Tradisional Bangka Belitung Arsitektur Rumah adat Bangka Belitung dikenal memiliki tiga 3 jenis yaitu: Arsitektur Melayu Awal, Arsitektur Melayu Bubung Panjang dan Arsitektur Melayu Bubung Limas.
1. Arsitektur Melayu Awal
2. Arsitektur Melayu Bubung Panjang
3. Arsitektur Melayu Bubung Limas
SU M B ER FOTO: INTER NET.
Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung dengan bahan utama kayu, rotan, bambu, daun-daun, akar pohon dan atau juga alang-alang. Rumah Melayu Awal ini menyumbang atap yang tinggi dan sedikit miring pada bangunan Bangka Belitung. Selain itu, dipermanis dengan beranda yang ada di depan rumah juga jendela atau bukaan yang banyak. Adapun bagian dalam rumah terdiri atas rumah induk dan rumah dapur. Tiang rumah adat ini dipengaruhi oleh falsafah 9 tiang. Bangunan tradisional hampir selalu dijumpai berdiri dengan 9 tiang. Tiang utama bangunan terletak persis di bagian tengah rumah. Sementara itu bagian dinding lazim terbuat dari pelepah kayu, kadang juga buluh atau bambu. Uniknya, dinding ini sama sekali tidak dipermanis dengan cat dan semacamnya.
Jika dicermati, rumah adat Bangka Belitung juga mengadopsi rumah Melayu Bubung Panjang. Hal ini terlihat dari penambahan bangunan di sisi badan rumah utama. Penambahan sisi rumah ini konon merupakan hasil akulturasi kebudayaan non-Melayu seperti Tionghoa. Adapun pengaruh Eropa atau kolonial terlihat pada tangga rumah yang diletakkan pada batu dan bentuknya dibikin melengkung.
Arsitektur Melayu Bubung Limas bagian atap rumah berbentuk limas karena ada pengaruh budaya Palembang. Pada umumnya rumah Bubung Limas dibangun oleh masyarakat Tionghoa. Kebanyakan rumah limas luasnya mencapai 4001000 m2 atau, yang didirikan di atas tiang-tiang dari kayu Unglen atau Ulin. Dinding, pintu dan, lantai umumnya terbuat dari kayu Tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu Seru. Setiap rumah, terutama dinding dan pintu diberi ukiran.
9
HABITALK! FEBRUARI 2016
Terima Kasih kepada para Mitra yang telah Mendukung Program dan Kegiatan Kami
One Sweet Day CREW
INFORMASI
10